glomerolunefritis akut pasca streptokokus pada anak

Upload: jskkaa

Post on 13-Oct-2015

33 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Glomerolunefritis akut pasca streptokokus pada anak Riana Liza Songupnuan 102011010Fakultas Kedokteran UKRIDAJl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat [email protected]

Pendahuluan Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Istilah akut (glomerulonefritis akut, GNA) mencerminkan adanya korelasi kliniko-patologis selain menunjukan adanya gambaran tentang etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis. STRUKTUR DAN FUNGSI GINJAL AnatomiGinjal terletak didalam ruang retroperitoneum sedikit di atas ketinggian umbilikus dan kisaran panjang serta beratnya berturut-turut dari kira-kira 6 cm dan 24 g pada bayi cukup bulan sampai 12 cm atau lebih dan 150 g pada orang dewasa. Ginjal memiliki lapisan luar, korteks, yang berisi glomeruli, tubulus kontortus proximalis dan distal dan duktus kolektivus, serta lapisan dalam medula, yang mengadung bagian-bagian tubulus yang lurus, lengkung (ansa henle), vasa rekta dan duktus kolingens terminal. Pasokan darah pada setiap ginjal biasanya terdiri dari arteri renalis utama yang keluar dari aorta. Setiap ginjal mengandung sekitar satu juta nefron. Pada manusia, pembentukan nefron telah sempurna pada saat lahir, tetapi maturasi fungsional belum terjadi sampai kemudian hari. Karena tidak ada nefron yang baru yang dapat dibentuk sesudah lahir, hilangnya nefron secara progresif dapat menyebabkan insufisiensi ginjal.1 Filtrasi glomerolus Saat darah melewati kapiler glomerolus, plasmanya difiltrasi melalui dinding kapiler glomerolus. Filtrat terkumpul di ruang bowman dan masuk tubulus, dimana komposisinya diubah sesuai dengan kebutuhan tubuh sampai filtrat tersebut meninggalkan ginjal sebgai urin. Filtrasi glomerolus adalah hasil akhir dari gaya-gaya yang berlawanan melewati dinding kapiler. Gaya ultrasi berasal dari tekanan arteri sistemik, yang diubah oleh tonus arteriol aferen dan eferen. Gaya utama yang melawan ultrafiltrasi adalah tekanan onkotik kapiler glomerolus, yang dibentuk oleh [erbedaan tekanan antara kadar protein plasma yang tinggi dalam kapiler dan ultrafiltrat yang hampir saja bebas protein dalam ruang bowman Meskipun filtrasi glomerolus telah dimulai sekitar minggu minggu ke-9 kehidupan janin, fungsi ginjal tampaknya tidak diperlukan untuk homeostasis intrauteri normal, plasenta berperan sebagai organ eksresi utama. Setelah lahir, kecepatan filtrasi glomerolus naik sampai pertumbuhan berhenti pada akhir umur dekade ke dua.1 KASUS Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun baru kembali dari liburan di daerah pedesaan bersama dengan neneknya. Menurut neneknya, anak tesebut selama berada disana bermain dengan kotor sekali. Dua minggu yang lalu, anak tersebut mrngalami infeksi pada luka bekas gigitan nyamuk di daerah leher dan dagu dimana luka hanya diolesi salep herbal. Ibunya membawa anak tersebut ke klinik anda dengan keluhan buang air kecil berwarna gelap, bengkak di kedua mata dan nafas pendek. Pada pemeriksaan awal didapati hipertensi, edema wajah dan kedua tungkai. Anamnesis Anamnesis pada orang dewasa pada dasarnya sama seperti orang dengan pasien dewasa. Anamnesis yang dilakukan adalah alloanamnesis, pertanyaan-pertanyaan seputar keluhan dapat ditanyakan pada orang tua. Dimulai dari idensitas diri pasien, kemudian keluhan yang dikeluhkan pasien. Dalam kasus ini keluhan utama yang dikeluhkan pasien adalah buang air kecil berwarna gelap, bengkak di kedua mata, dan nafas pendek. Tanyakan sudah sejak kapan ? Kemudian tanyakan tentang riwayat penyakit sekarang, misalnnya Berapa kali pasien berkemih dalam sehari ? Berapa banyak urin yang di keluarkan ? Apakah ada nyeri pada saat berkemih ? Apakah urin pasien ada darah atau tidak ? Apakah pasien merasa lemas ? Ada nyeri pinggang atau tidak ? Apakah pasien merasa demam ? Apakah pasien merasa sakit kepala ? Ada atau tidak bengkak pada kaki atau pada wajah ? ada sesak nafas atau tidak ? Kemudian tanyakan tentang riwayat penyakit dahulu, misalnya apakah pasien dulu pernah mendapat perawatan di rumah sakit ? pasien memiliki alergi obat atau tidak ? bagaimana riwayat imunisasinya apakah sudah lengkap atau belum ? riwayat penyakit keluarga, misalnya apakah pada keluarga menderita penyakit yang sama ? apakah pada keluarga ada yang mederita batu ginjal ?.2,3,4 Pemeriksaaan fisik Keadaan umum Pada keadaan umum yang dilihat adalah kondisi pasien saat datang pada dokter, mulai dari compos mentis: kesadaran penuh. Apatis: kesadaran dimana pasien terlihat mengantuk tetapi mudah di bangunkan dan reaksi penglihatan, pendengaran, serta perabaan normal. Somnolent: kesadaran dapat dibangunkan bila dirangsang, dapat disuruh dan menjawab pertanyaan. Bila rangsangan berhenti pasien tidur lagi. Sopor: kesadaran yang dapat dibangunkan dengan rangsangan kasar dan terus menerus. Coma: Tidak ada reflek motoris sekalipun dengan rangsangan nyeri.2,3Tanda-Tanda Vital Suhu, untuk ada peningkatan atau penurunana suhu. Frekuensi nadi. Frekuensi nafas dan tekanan darah. Pada pasien dengan kasus di atas pasien tidak ada demam, frekuensi nadi cepat, frekuensi nafas: nafas pendek. Tekanan darah, adanya hipertensi. Inspeksi Pada inspeksi yang dapat dilihat adalah mulai dari bagian wajah ada anemia atau tidak dapat dilihat pada bagian mata, kemudian ada bengkak atau tidak pada bagian wajah, bagian mulut yang perlu dilihat adalah ada luka atau rasa sakit pada sekitar bibir, ditensi abdomen. Pada anak kecil normal jika ada gemuk disekitar perutnya. Ibunya akan dapat menyatakan apakah perutnya mengalami pembengkakan atau tidak. Pada bagian ektermitas bawah dapat dilihat ada atau tidaknya edema pada tungkai.2 Dalam kasus diatas ditemukan pasien dengan edem pada tungkai dan wajah. Palpasi. Pada palpasi banyak dapat dilakukan seperti palpasi hernia, hepatomegali, splenomegali, pembengkakan renal, asites. Tetapi dalam kasus ini yang perlu di palpasi adalah pembengkakan renal dan asites. Pada pembengkakan renal dilakukan secara bimanual. Normal tidak teraba.2

Perkusi Perkusi ginjal yaitu denga perkusi CVA untuk mengetahui ada nyeri atau tidak. Pada penyakit ginjal dengan infeksi pada bagian atas terdapat nyeri pada pinggang maka CVA +. Pada papasi asites, lakukan pemerikasaan shifting dullness. Jika ada asites : saat anak dalam posisi berbaring, abdomen beresonansi di sekitar umbilikus dan pekak di panggul. Gulingkan anak sehingga satu sisinya berada diatas. Sisi atas yang redup sekarang menjadi resonan dan daerah umbilikal menjadi pekak.2Auskultasi Auskultasi dilakukan pada abdomen biasanya untuk mendengarkan bising usus. Dalam pemeriksaan untuk urogenital tidak ada kelainan pada abdomen. Dapat dilakukan auskultasi pada thorax. Apabila terjadi komplikasi pada paru atau komplikasi ke jantung

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penyakit urogenital adalah pemeriksaan darah untuk memilhat hemolglobin, hitung leukosit, hitung jenis. Pemeriksaan urin, makroskopis: warna urin bening, merah dengan jelas, merah mudah atau merah-cokelat. Warna bisa karna makanan atau obat-obatan yang diminum. Kejernihan, urin segar terlihat bening saat dilihat dibawah sinar, urin terinfeksi biasanya berkabut dan berawan. Busa, bila tambung penampung dikocok dengan perlahan, urin normal turun dengan cepat tanpa banyak busa. Adanya busa merupakan tanda adanya protein atau empedu dalam urin. Bau, pad aorang infeksi urin, organisme pemecah urea memproduksi bau amis tidak sedap. Bisa juga bau yang khas karna obat-obatan misalnya ampicilin. Bahan kimia yang dihasilkan oleh metabolisme tubuh juga mempengaruhi bau urin; keton paling sering.3 Kimiawi: albumin, normalnya 5% anak memiliki nilai 0,3g/L atau lebih. Albuminuria transien dapat terjadi pada demam atau aktivitas berat. Albuminuria persisten merupakan gambaran nefritis dan kerusakan ginjal. Glukosa, penyebab yang mungkin adalah ambang batas ginjal yang rendah atau hiperglikemia. Hemoglobin, penyebab yang banyak ditemukan adalah hematuria. pH, urin bersifat alkali banyak di temukan pada bayi daripada anak yang lebih besar karena frekuensi makan yang lebih sering, juga ditemukan pada pemberian obat-obatan yang bersifat alkali atau kadang pada infeksi. Keton, biasanya paa anak yang sakit, anoreksia, atau muntah atau pada anak yang tidak sarapan pagi.3 Mikroskopis: sel darah putih, berlebihan (piuria) mungkin karna infeksi urin atau inflamsi saluran kemih. Sel darah merah, penyebab tersering hematuria pada glomerulonefritis dan infeksi saluran kemih. Silinder, biasanya terbentuk dari sel darah merah atau sel darah merah yang disintegrasi (silinder granular), adanya silinder merupakan tanda penting glomerulonefritis. Adanya silinder hialin tanpa ada ditemukan sel terjadi pada proteinuria. Bakteri: jika urin terinfeksi, bakteri dapat dilihat sebagai batang bergerak.3 Pemeriksaaan radiologis yang dapat dilakukan misalnya, USG bisa melihat hidronefrosis, tumor, serta kelnainan lain pada ginjal. Atau MCUG (micturing cyctourethrogram) atau VCUG (voiding cysto uretrogram) untuk mendeteksi refluks/obstruksi saluran kemih bawah. DMSA melihat kecacatan dan bagian ginjal yang masih berfungsi. DTPA untuk menilai derajat obstruksi. 3

Glomerulonefritis Akut pasca Streptokokus. Etiologi Glomerulonefritis akut pasca streptokokus menyertai infeksi tenggorokan atau kulit oleh strain nefritogenik dari streptokokus beta hemolitikus grup A tertentu. Selama cuaca dingin glomerulonefritis sreptokokus biasanya menyertai faringitis sreptokokus, sedangkan cuaca panas glomerulonefritis biasanya menyertai infeksi kulit atau pioderma streptokokus.1,3,5 Epidemiologi Di negara berkembang APSGN, biasanya terjadi pada anak-anak, mayoritas laki-laki dan sering sebagai epidemi. APSGN biasanya terjadi sebagai kasus sporadis, namun wabah epidemi telah terjadi di masyarakat dengan tempat tinggal padat penduduk yang memiliki kondisi higienis miskin dengan tingginya insiden gizi buruk, anemia, dan usus parasit. Di daerah tertentu, epidemi dapat terjadi pada wabah siklus setiap 5-7 tahun untuk alasan yang tidak diketahui.5Sebuah variasi musiman yang kuat juga mencatat, APSGN sporadis setelah infeksi saluran pernafasan atas, faringitis, tonsilitis dan lebih sering terjadi pada musim dingin dan musim semi di daerah beriklim sedang, sedangkan infeksi kulit yang sering ditemukan mendahului APSGN di daerah yang lebih tropis dan subtropis, dengan kejadian puncak selama musim panas dan musim gugur.Penyakit ini lebih sering pada anak usia 2-12 tahun, dengan prevalensi puncak pada individu berusia sekitar 5-6 tahun, meskipun telah dilaporkan pada bayi semuda 1 tahun dan pada orang dewasa setua 90 tahun. Namun, dalam seri yang paling besar, 5-10% dari pasien yang lebih tua dari 40 tahun, dan 5% lebih muda dari 2 tahun. Kelompok usia yang paling sering terkena adalah mereka yang berusia 5-20 tahun, meskipun di negara maju, penyakit ini banyak ditemukan pada laki-laki kulit putih, sekitar dekade kelima kehidupan.5Patogenesis Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.1,4Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplemen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.1,4Hipotesis lain yang sering disebut adalahneuraminidaseyang dihasilkan oleh Streptokokus, merubah IgG menjadiautoantigenic.Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal. Streptokinaseyang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.1,5Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Kompleks juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misalnya antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.1,5Manifestasi klinis Penderita yang khas mengalami sindrom nefritis yaitu berupa hematuria, oliguria, hipertensi, peningkatan mreatin serum. Beratnya keterlibatan ginjal dapat bervariasi dan hematuria mikroskopis tidak bergejala dengan fungsi ginjal yang normal sampai gagal ginjal akut.Edema dan / atau gross hematuria, mewakili presentasi klinis yang paling umum yang mengakibatkan pasien mencari perhatian medis . Salah satu atau kedua temuan biasanya muncul tiba-tiba dan mungkin terkait dengan berbagai tingkat malaise , lesu , anoreksia , demam, sakit perut , dan sakit kepala . Gambaran klasik teh atau cola berwarna urin terjadi pada sekitar 25-60 % pasien . Edema adalah yang paling sering dan kadang-kadang satu-satunya temuan klinis. Menurut beberapa peneliti , edema ini ditemukan pada sekitar 85 % pasien . Edema biasanya muncul tiba-tiba dan pertama melibatkan daerah periorbital , tapi mungkin disamaratakan. Tingkat edema luas bervariasi dan tergantung pada sejumlah faktor , termasuk beratnya keterlibatan glomerulus , asupan cairan , dan tingkat hipoalbuminemia . Tiga serangkai edema , hematuria , dan hipertensi adalah klasik untuk APSGN . Tiga fase penyakit dapat diidentifikasi : fase laten , fase akut , dan fase pemulihan.Gross hematuria terjadi pada onset pada 30-50 % anak dengan glomerulonefritis akut poststreptococcal yang memerlukan rawat inap . Urin biasanya digambarkan sebagai berasap , cola berwarna , berwarna teh, atau berkarat . Warnanya biasanya tergantung pada jumlah yang hadir darah dan pH urin. Hipertensi adalah fitur kardinal ketiga glomerulonefritis akut poststreptococcal dan dilaporkan dalam 50-90% anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan glomerulonefritis akut. Besarnya peningkatan tekanan darah bervariasi secara luas, namun, tekanan sistolik lebih besar dari 200 mm Hg tekanan diastolik dan lebih besar dari 120 mm Hg tidak biasa. Hipertensi biasanya sembuh dalam 1-2 minggu dan jarang membutuhkan pengobatan jangka panjang. Hipertensi ensefalopati dapat menjadi gambaran klinis glomerulonefritis postinfectious . Kondisi ini telah dilaporkan pada sekitar 5 % anak-anak dirawat di rumah sakit dan merupakan komplikasi awal paling serius dari penyakit ini . Pada pasien ini , hipertensi biasanya parah dan disertai dengan tanda-tanda sistem saraf pusat ( SSP ) disfungsi seperti sakit kepala , muntah , sensorium depresi , kebingungan, gangguan penglihatan , afasia , kehilangan memori , koma , dan kejang-kejang . Mekanisme hipertensi kemungkinan besar retensi natrium dan air dengan ekspansi yang dihasilkan dari ruang ekstraselularKemacetan sirkulasi terlihat pada kebanyakan anak dirawat di rumah sakit tetapi bertanggung jawab jarang untuk gejala awal yang signifikan . Dyspnea , ortopnea , dan batuk dapat hadir . Kedua sistolik dan diastolik hipertensi dapat hadir sampai tingkat tertentu . Entah bradycardia atau tachycardia dapat diamati.1,5Gejala-gejala tidak spesifik seperti malaise, letargi, nyeri perut atau pinggang serta demam sering terjadi. Fase akut biasanya membaik dalam atu bulan pasca mulainya, tetapi kelainan urin dapat menetap selama lebih dari 1 tahun.5DiagnosisPada pemeriksaan urin memperlihatkan adanya sel-sel darah merah, sering kali bersama dengan silinder sel darah merah dan proteinuria; leukosit polimorfonuklear tidak jarang ditemukan. Anemia normokromik ringan dapat terjadi akibat hemodilusi dan hemolisi ringan. Kadar C3 serum biasanya menurun. Untuk mendokumentasi infeksi streptokokus secara tepat, harus dikonfirmasi dnegan peningkatan titer. Titer antibodi tunggal yang paling baik diukur titer terhadap antigen DNAse B. pilihan lain uji streptozime, suatu prosedur aglutination slide yang mendeteksi antibodi terhadap streptolisin O, DNAse B, hialuronidase, streptokinase, dan NADase.1,5 Komplikasi Komplikasinya adalah komplikasi gagal ginjal akut, dan meliputi kelebihan beban volume, kongesti sirkulasi, hipertensi, hiperkalemia, hiperfosfatasemia, hipokalesemia, asidosis, kejang-kejang, dan uremia.1,5 Pencegahan Terapi antibiotik sistemik pada awal infeksi streptokokus tenggorokan dan kulit tidak akan menghilangkan resiko glomerulonefritis. Anggota keluarga penderita dengan glomerulonefritis akut harus dibiak untuk streptokokus beta hemolitikus grup A dan diobati jika biakan positif.1,5 Penatalkasanaan NonmedikamentosaIstirahat pada fase akut, misalnya bila terdapat GGA, hipertensi berat, kejang, payah jantung. Diet kalori adekuat terutama karbohidrat untuk memperkecil katabolisme endogen dan diet rendah garam.5MedikamentosaPenisilin prokain 50.000 U/kgbb/kali i.m. 2x/hrPenisilin V 50 mg/kgbb/hr p.o. 3 dosisEritromisin 50 mg/kgbb/hr p.o. 4 dosisBila disertai hipertensiRingan (130/80 mmHg) : tidak diberi anti hipertensiSedang (140/100 mmHg) : Hidralazin i.m. / p.o. atau Nefidipin sublingualBerat (180/120 mmHg) : Klonidin drip / Nefidipin sublingualBila ada tanda hipervolemia (edema paru, gagal jantung) disertai oligouria beri diuretik kuat (furosemid 1-2 mg/kgbb/kali)5Prognosis Penyembuhan sempurna terjadi pada lebih dari 95% anak dengan glomerulonefritis pascastreptokokus akut. Kekambuhan sangat jarang tejadi.1

Sindrom nefrotik Onset puncak antara usia 2 hingga 5 tahun. Selain onset edema umum grandual, anak mungkin terlihat agak sedikit pucat. Gejala lian yang berkaitan secara langsung dengan oedem misalnya rasa tidak nyaman akibat sites atau sesak nafas akibat efusi pleura. Lebih dari 90% sindrom nefrotik pada nak merupakan akibat dari penyakit ginjal primer yang tidak diketahui penyebabnya. Hingga 5 tahun, lebih dari 80% anak yang terkena hanya menunjukan perubahan minimal hal ini berarti biopsi tidak memperlihatkan kelainan bermakna. Setelah usia 10 tahun mulai timbul patologi yang berat. Urin terlihat berkabut dan terdapat albuminuria berat. Proteinuria yang sangat selektif yaitu urin yang mengadung sejumlah besar protein dengan berat molekul rendah, merupakan gambaran prognostik yang baik yang menunjukan histologi perubahan minimal. Silinder hialin sangat banyak. Albumin serum dibawah 25 g/L dan kolesterol serum biasanya meningkat. Kreatin serum biasanya normal.

Kesimpulan Glomerulonefritis akut pasca streptokokus adalah sebuah penyakit yang bukan karna infeksi. Melainkan karna inflamasi yang terjadi akibat infeksi dari streaptokokus. Awalnya pasien menderita infeksi streptokokus lewat kulit atau mulut. Penyakit ini belum diketahui patogenesisnya dengan jelas. Untuk penatalaksaanannya pasien diberikan diet cairan dan garam kemudian antibiotik, diuretik untuk edem dan antihipertensi.

Daftar pustaka1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak: negrologi. Edisi 15. Jakarta; penerbit buku kedokteran EGC, 2000.h.1805-7,18013-14,1828-29. 2. Matodang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Edisi 2. Jakarta; PT Sagung Seto, 2000.h.1-18,95-110.3. Newell S, Meadow R. Leacture notes Pediatrika. Edisi 7. Jakarta; penerbit Erlangga, 2003.h.17-25, 202-14.4. Monaghan T, Thomas J. Buku saku oxford; pemeriksaan fisik dan ketrampilan praktis. Jakarta; penerbit buku kedokteran EGC, 2012.h.202-35. http://www.medscape.com , Acute Poststreptococcal Glomerulonephritis, diunduh tanggal 08/10/2013