glihiu
DESCRIPTION
,jgkuygkjbgkjTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Imunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang berlainan, dimana sistem
kekebalan tidak berfungsi secara adekuat, sehingga infeksi lebih sering terjadi, lebih sering
berulang, luar biasa berat dan berlangsung lebih lama dari biasanya. Jika suatu infeksi
terjadi secara berulang dan berat (pada bayi baru lahir, anak-anak maupun dewasa), serta
tidak memberikan respon terhadap antibiotik, maka kemungkinan masalahnya terletak
pada sistem kekebalan. Gangguan pada sistem kekebalan juga menyebabkan kanker atau
infeksi virus, jamur atau bakteri yang tidak biasa. Imunodefisiensi dibedakan menjadi
imunodefisensi primer atau defisiensi kongenital dan imunodefisiensi sekunder atau
imunodefisiensi didapat.1
Infeksi HIV (humman Immunodeficiency Virus) adalah suatu infeksi virus yang
secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih dan menyebabkan AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome).Pada tahun 2000, jumlah orang yang terinfeksi HIV di
dunia diperkirakan 42 juta orang, dimana dua pertiganya tinggal di Afrika. HIV
menginfeksi laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, bahkan bayi, semua warna
kulit dan ras, dan berbagai orientasi seksual. Dari jumlah tersebut, 20 juta orang telah
meninggal akibat AIDS pada Desember 2000, dan 3 juta diantaranya adalah anak-anak. Di
Indonesia, menurut data Departemen Kesehatan (Depkes), diperkirakan terdapat 90.000
sampai 130.000 orang dengan HIV positif.
AIDS (Acquired Immunodeficiency syndrome) merupakan penyakit mematikan
yang disebabkan oleh virus HIV yang sasaran utamanya ialah sel Th CD4+ dan melisiskan
sel tersebut. Makrofag, astrosit, dan sel dendritik dengan kadar CD4 membran yang lebih
rendah juga dapat terinfeksi. Hilangnya populasi sel Th mengakibatkan hilangnya sitokin
dan kemampuan untuk mengaktifkan sel-sel imunokompeten lainnya. Sebagai akibatnya,
kelainan ini didominasi oleh infeksi mikroba endogen dan nosokomial.2
BAB II
LAPORAN KASUS
1
Pria dengan usia 35 tahun berobat ke rumah sakit karena diare hilang timbul selama
4 minggu ini.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
I. Anamnesis
2
1. Identitas Pasien
Nama :
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 35 tahun
Alamat :
Pekerjaan :
2. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama :
Diare hilang timbul selama 4 minggu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Dalam 3-4 minggu, pria ini merasa demam ringan, batuk-batuk berdahak, merasa
letih, dan berat badan turun dalam 3 bulan terakhir. Nafsu makan menurun.
Hingga sejak 2 minggu lalu pasien sering diare hilang timbul, perut mulas. Faeces
terdapat lendir dan darah.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Selama 1 tahun terakhir ini ia sering mengalami batuk, pilek, dan radang
tenggorokan, yang bila berobat ke dokter sembuh namun terulang kembali. Ia
juga mengeluh sering sariawan. Pasien belum menikah dan pernah memakai jasa
pekerja seks komersial.
Riwayat Pengobatan :
Pasien hanya minum obat warung untuk mengobati penyakitnya.
II. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Pasien tampak lemah dan agak pucat. Hal ini bisa disebabkan karena pasien
telah mengalami diare kronis selama lebih dari 2 minggu. Sehingga tubuh
3
mengeluarkan banyak cairan dan elektrolit yang merupakan komponen penting
dalam tubuh.
TB 165 cm dan BB 50 Kg. Body Mass Index (BMI) pasien ini termasuk dalam
kategori kurang yaitu sebesar 13,8 dimana nilai normalnya adalah 18,5 – 22,9.3
Hal ini mungkin karena adanya sariawan pada mulut pasien sehingga pasien
merasakan sakit setiap makan dan akhirnya kehilangan nafsu makan sehingga
berat badannya menurun.
2. Tanda vital
Suhu 37,5°C (subfebris).
Nadi lemah, 90x/menit.
Tekanan darah 100/70 mmHg.
Frekuensi napas 24x/menit (takipnoe).
3. Status Generalis
Mata : konjungtiva pucat -/-, sclera ikterik -/-, mata cekung (-).
THT : oral thrush (+), bibir kering.
Paru : vesikuler +/+, rhonki +/+ basah kasar, wheezing -/-.
Jantung : S1S2 reguler, murmur(-), gallop (-).
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) ↑, turgor cukup.
Ekstremitas : akral hangat, edema -/-, CRT (capillary refill time) <2”.
Dari hasil pemeriksaan di atas, tidak terjadi kelainan pada organ mata ataupun
manifestasi dari suatu penyakit yang dapat ditemukan pada mata. Pada pemeriksaan
THT ditemukan bahwa pasien mengalami oral thrush atau kandidiasis pada bagian
dalam mulut yang disebabkan oleh jamur Candida albicans. Pada pemeriksaan paru
ditemukan adanya ronki basah dan kasar yang menunjukan adanya infiltrat pada
paru. Keadaan jantung normal. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan suara bising
usus yang meningkat yang dapat disebabkan akibat diare. Pada pemeriksaan
ekstremitas, tidak ditemukan kejanggalan.
III. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
4
Hb 11,5 g/dL, Ht 40%, Eritrosit 4jt/Ul, trombosit 170.000/Ul, LED 30 mm/jam
Hitung jenis 0/3/4/70/15/8 , ditemukan adanya penurunan limfosit, hal ini dapat
disebabkan adanya infeksi virus.
Anti HIV reaktif, CD4 T cell 200/Ul, CD4 T cell yang menurun hingga di bawah
300/Ul menunjukkan pasien ini menderita AIDS.
2. Radiologi
Ditemukan infiltrat pada kedua apex pulmo, merupakan suatu tanda adanya infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosis.
IV. Diagnosis
Diagnosis pada pasien ini menurut kelompok kami adalah HIV stadium klinis 3.
Diagnosis ini ditegakkan dari gejala-gejala yang timbul dan hasil pemeriksaan dimana
ditemukan pada pasien ini berat badan yang menurun, diare kronis, demam tanpa sebab,
kandidiasis oral, dan adanya TB paru.
V. Tatalaksana
Pasien diberikan konseling dan edukasi.
Pasien diberikan OAT untuk mengobati TB nya terlebih dahulu.
Pasien diberikan HAART yaitu kombinasi dari 3 ARV.
VI. Prognosis
Ad Vitam : dubia ad malam
Ad Functionam : dubia ad malam
Ad Sanationam : ad malam
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Imunodefisiensi
5
Imunodefisiensi adalah keadaan dimana sistem kekebalan seseorang sangat lemah atau
tidak melaksanakan tugasnya untuk melawan infeksi berbahaya. Dari sudut pandang
etiologis, imunodefisiensi dapat dibedakan menjadi primer dan sekunder, sedangkan dari
sudut pandang patogenesis, imunodefisiensidapat diklasifikasikan menurut komponen
respon imun yang terlibat, seperti sel B atau imunitas selular-antibodi, imunitas selular sel
T, imunitas yang dimediasi oleh kerja sel fagosit, dan imunitas yang dihubungkan dengan
aktivasi komplemen.4
Imunodefisiensi primer biasanya bersifat herediterdan secara khas memperlihatkan
manifestasinya pada usia antara 6 bulan–2 tahun ketika proteksi antibodi maternal
menghilang. Imunodefisiensi sekunder terjadi karena perubahan fungsi imun yang
disebabkan oleh berbagai faktor sesudah lahir seperti infeksi, malnutrisi, atau
autoimunitas.5 Faktor lainnya antara lain mikroba imunosupresif, iradiasi, dan proses
penuaan.
Pada proses penuaan infeksi meningkat, penurunan respons terhadap vaksinasi,
penurunan respons sel T dan B serta perubahan dalam kualitas respons imun. Contoh
mikroba imunosupresif yaitu malaria dan virus, yaitu campak, terutama HIV;
mekanismenya melibatkan penurunan fungsi sel T dan APC. Obat sitotoksik/iradiasi
adalah obat yang banyak digunakan terhadap tumor, juga membunuh sel penting dan
sistem imun termasuk sel induk, progenitor neutrofil dan limfosit yang cepat membelah
dalam organ limfoid.
Gaya hidup juga berkaitan imunodefisiensi, yaitu imunodefisiensi sekunder. Berikut
merupakan beberapa contoh gaya hidup yang memiliki pengaruh dalam terjadinya
imunodefisiensi.6
1. Pola makan yang kurang baik. Nutrisi merupakan salah satu hal yang terpenting untuk
menjaga kesehatan tubuh manusia. Apabila jarang mengonsumsi makanan yang
bergizi, tubuh akan kekurangan nutrisi, dan tubuh akan menjadi lemah sehingga
sistem imunnya pun juga lemah.
2. Merokok. Kebiasaan merokok dapat mengarahkan kita ke penyakit kanker. Jika sudah
terkena kanker, kita akan melakukan pengobatan-pengobatan seperti kemoterapi.
Kemoterapi merupakan salah satu yang dapat menyebabkan imunodefisiensi.
3. Melakukan hubungan seks bebas. Melakukan hubungan seks bebas dapat
mengarahkan kita ke penyakit AIDS. Seperti yang kita ketahui, virus HIV dapat
6
tertular melalui hubungan seks dan HIV merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan imunodefisiensi.
4. Terapi penyinaran. Penyinaran dengan dosis tinggi akan menekan seluruh jaringan
limfosit. Penyinaran dengan dosis rendah akan menekan aktivitas sel T.
Jenis infeksi dapat memberi petunjuk mengenai jenis imunodefisiensinya. Infeksi
rekuren virus, jamur atau protozoa menandai imunodefisiensi sel T yang terjadi di
intraseluler. Sel T dan makrofag mempunyai peran dalam mengenali dan memusnahkan
infeksi intraseluler.
Jenis infeksi oportunis dapat memberikan petunjuk untuk derajat keparahan dan
penyebab kerusakan kekebalan.Tingkat keparahandefisiensi imun juga tercermin pada
jenis infeksi. Kandida dapat menyebabkan infeksi pada defisiensi kekebalan tubuh yang
sangat ringan, sedangkan infeksi jamur invasif hampir selalu menunjukkan defisiensi
kekebalan yang parah.
Oral Thrush atau kandidiasis oral adalah infeksi jamur pada jaringan mulut yang
disebabkan oleh Candida albicans. Pada dasarnya Candida albicans adalah suatu flora
normal yang berada pada mukosa vagina wanita namun ketika flora ini berpindah tempat
maka ia dapat menyebabkan suatu infeksi yang bersifat opurtunistik pada host yang lemah.
Sistem imun yang berperan dalam mengatasi infeksi ini adalah fagosit, sehingga apabila
jamur ini menginfeksi dan menyebabkan suatu penyakit, dapat dikatakan bahwa pada
orang tersebut terdapat defek pada komponen fagosit dalam sistem imunnya. Kandidiasis
oral sering dijumpai kapan saja dalam perjalanan infeksi HIV.
B. Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Virion HIV berbentuk sferis dan memiliki inti berbentuk kerucut, dikelilingi oleh
selubung lipid yang berasal dari membran sel hospes. Inti virus mengandung protein
kapsid terbesar yaitu p24, protein nukleokapsid p7/p9, dua kopi RNA genom, dan tiga
enzim virus yaitu protease, reverse transcriptase dan integrase. Inti virus dikelilingi oleh
matriks protein, dinamakan p17, yang merupakan lapisan dibawah selubung lipid.
Sedangkan selubung lipid virus mengandung dua glikoprotein yang sangat penting dalam
proses infeksi HIV dalam sel yaitu gp120 dan gp41. Genom virus yang berisi gen gag, pol,
dan env yang akan mengkode protein virus.7
7
HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki molekul
reseptor membran CD4. Limfosit T menjadi sasaran utama HIV karena memiliki reseptor
CD4+ (sel T CD4+) yang merupakan pasangan ideal bagi gp120 (surface glycoprotein
120) pada permukaan luar HIV (enveloped). Molekul CD4+ merupakan reseptor dengan
afinitas tinggi terhadap HIV. Hal tersebut menjelaskan adanya kecenderungan selektif
virus terhadap sel T CD4+ dan sel CD4+ lainnya, yaitu makrofag dan sel dendritik. Gp120
HIV berikatan dengan kuat dengan limfosit CD4+ sehingga gp41 dapat memerantarai fusi
membran virus ke membran sel. Selain berikatan dengan sel CD4+, gp120 akan berikatan
dengan koreseptor pada permukaan sel untuk memfasilitasi masuknya virus ke dalam sel
tersebut. Dua macam reseptor kemokin pada permukaan sel CD4+, yaitu CCR5 dan
CXCR4. Koreseptor ini menyebabkan perubahan-perubahan konformasi sehingga gp41
dapat masuk ke membran sel sasaran.Dengan glikoprotein gp41 transmembran
(transmembrane glycoprotein 41), maka akan terjadi fusi antara permukaan luar dari HIV
dengan membran limfosit T CD4+.
Individu yang mewarisi dua salinan defektif gen reseptor CCR5 (homozigot) resisten
terhadap timbulnya AIDS, walaupun berulang kali terpajan HIV (sekitar 1% orang
Amerika keturunan Caucasian). Individu yang heterozigot untuk gen defektif ini (18-20%)
tidak terlindung dari AIDS, tetapi awitan penyakit melambat. Belum pernah ditemukan
homozigot pada populasi Asia atau Afrika, yang mungkin dapat membantu menerangkan
mengapa mereka lebih rentan terhadap infeksi HIV.
Setelah terjadi fusi sel virus, RNA virus masuk ke bagian tengah sitoplasma limfosit
CD4+. Setelah nukleokapsid dilepas, maka terjdi reverse transcriptation dari ss-RNA
menjadi ds-cDNA virus. Integrase HIV membantu insersi cDNA virus ke dalam inti sel
pejamu. Apabila sudah terintegrasi ke dalam sel pejamu, maka dua untai DNA sekarang
8
menjadi provirus. Provirus menghasilkan mRNA yang meninggalkan inti sel dan masuk ke
dalam sitoplasma. Tahap akhir produksi virus membutuhkan suatu enzim virus yang
disebut HIV protease, yang memotong dan menata protein virus menjadi segmen-segmen
kecil yang mengelilingi RNA virus, membentuk partikel virus menular yang menonol dari
sel yang terinfeksi. Sewaktu menonjol dari sel pejamu, partikel-partikel virus tersebut akan
terbungkus oleh sebagian dari membran sel yang terinfeksi. HIV yang baru tebentuk
sekarang dapat menyerang sel-sel rentan lainnya di seluruh tubuh.7,8
HIV menghindari sistem imun dengan menyerang sel-sel sistem imun tersebut.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, HIV menyerang sel T dan mengambil alih
peranannya untuk mereplikasi virus tersebut.
Obat anti HIV dikatakan tidak protektif, sebab obat-obat anti HIV tidak dapat
menghentikan progres dari virus HIV dikarenakan timbulnya bentuk mutasi enzim reverse
transcriptase yang resisten terhadap obat, sehingga obat anti HIV tidak protektif dan hanya
berfungsi untuk memperlambat pertumbuhan virus saja. Obat-obat tersebut dikenal sebagai
ARV (Anti Retroviral) dan dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu
1. Nucleoside/Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI), obat golongan ini
menghambat langkah perubahan bahan genetik HIV dari bentuk RNA menjadi bentuk
DNA. Obat golongan ini antara lain :
3TC (lamivudine)
Abacavir (ABC)
AZT (ZDV, zidovudine)
d4T (stavudine)
ddI (didanosine)
Emtricitabine (FTC)
Tenofovir (TDF; analog
nukleotida)
2. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI), obat golongan ini
menghambat langkah yang sama seperti obat NRTI tetapi dengan cara lain. Obat
golongan ini antara lain :
Delavirdine (DLV)
Efavirenz (EFV)
Etravirine (ETV)
Nevirapine (NVP)
Rilpivirine (RPV)
3. Protease Inhibitor (PI), obat golongan ini menghambat langkah replikasi virus
dengan enzim protease. Obat golongan ini antara lain :
Atazanavir (ATV)
Darunavir (DRV)
Fosamprenavir (FPV)
Indinavir (IDV)
9
Lopinavir (LPV)
Nelfinavir (NFV)
Ritonavir (RTV)
Saquinavir (SQV)
Tipranavir (TPV)
4. Fusion Inhibitor, obat golongan ini mencegah pengikatan HIV pada sel. Obat
goongan ini antara lain :
Enfuvirtide (T-20) Maraviroc (MVC)
5. Integrase Inhibitor, obat golongan ini mencegah pemaduan kode genetik HIV
dengan kode genetik sel. Obat golongan ini antara lain :
Raltegravir (RGV)
Obat-obat ARV yang digunakan dalam HAART (Highly Active Anti Retroviral
Therapy) lini pertama adalah seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini.9
Untuk pengobatan lini kedua, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
10
Keterangan: 3TC :lamivudine ATV :atazanavir AZT :zidovudine (ZDV) bPI :boosted protease inhibitor d4T :stavudine EFV :efavirenz FDC :fixed-dose combination FTC :emtricitabine
LPV :lopinavir LPV/r :lopinavir/ritonavir NVP :nevirapine /r :low-dose ritonavir RTV :ritonavir SQV :saquinavir TDF :tenofovir disoproxil fumarate
11
Mengingat sampai saat ini obat untuk mengobati dan vaksin untuk mencegah AIDS
belum ditemukan, maka alternatif untuk menanggulangi masalah AIDS yang terus
meningkat ini adalah dengan upaya pencegahan oleh semua pihak untuk tidak terlibat
dalam lingkaran transmisi yang memungkinkan dapat terserang HIV.
Pada dasarnya upaya pencegahan AIDS dapat dilakukan oleh semua pihak asal
mengetahui cara-cara penyebaran AIDS. Ada 2 cara pencegahan AIDS yaitu jangka
pendek dan jangka panjang :10
1. Upaya Pencegahan AIDS Jangka Pendek
Upaya pencegahan AIDS jangka pendek adalah dengan KIE, memberikan informasi
kepada kelompok resiko tinggi bagaimana pola penyebaran virus AIDS (HIV),
sehingga dapat diketahui langkah-langkah pencegahannya. Ada 3 pola penyebaran
virus HIV :
- Melalui Hubungan Seksual
- Melalui darah
- Melalui ibu yang terinfeksi HIV AIDS kepada bayinya
Ad.1. Pencegahan Infeksi HIV Melaui Hubungan Seksual
HIV terdapat pada semua cairan tubuh penderita tetapi yang terbukti berperan
dalam penularan AIDS adalah mani, cairan vagina dan darah. HIV dapat menyebar
melalui hubungan seksual pria ke wanita, dari wanita ke pria dan dari pria ke pria.
Setelah mengetahui cara penyebaran HIV melaui hubungan seksual maka upaya
pencegahan adalah dengan cara :
Tidak melakukan hubungan seksual. Walaupun cara ini sangat efektif, namun
tidak mungkin dilaksanakan sebab seks merupakan kebutuhan biologis.
Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra seksual yang setia
dan tidak terinfeksi HIV (homogami)
Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin
Hindari hubungan seksual dengan kelompok rediko tinggi tertular AIDS.
Tidak melakukan hubungan anogenital.
Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual dengan
kelompok resiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV.
12
Ad.2. Pencegahan Infeksi HIV Melalui Darah
Darah merupakan media yang cocok untuk hidup virus AIDS. Penularan AIDS
melalui darah terjadi dengan :
Transfusi darah yang mengandung HIV.
Jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato, tindik) bekas pakai orang
yang mengidap HIV tanpa disterilkan dengan baik.
Pisau cukur, gunting kuku atau sikat gigi bekas pakai orang yang mengidap
virus HIV.
Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui darah adalah :
Darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan bebas HIV dengan jalan
memeriksa darah donor. Hal ini masih belum dapat dilaksanakan sebab
memerlukan biaya yang tingi serta peralatan canggih karena prevalensi HIV di
Indonesia masih rendah, maka pemeriksaan donor darah hanya dengan uji
petik.
Menghimbau kelompok resiko tinggi tertular AIDS untuk tidak menjadi donor
darah. Apabila terpaksa karena menolak, menjadi donor menyalahi kode etik,
maka darah yang dicurigai harus di buang.
Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilisasikan secara baku setiap
kali habis dipakai.
Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita AIDS harus
disterilisasikan secara baku.
Kelompok penyalahgunaan narkotik harus menghentikan kebiasaan
penyuntikan obat ke dalam badannya serta menghentikan kebiasaan
mengunakan jarum suntik bersama.
Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable)
Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV.
Ad.3. Pencegahan Infeksi HIV Melalui Ibu
Ibu hamil yang mengidap HIV dapat memindahkan virus tersebut kepada janinnya.
Penularan dapat terjadi pada waktu bayi di dalam kandungan, pada waktu
persalinan dan sesudah bayi di lahirkan.
13
Upaya untuk mencegah agar tidak terjadi penularan hanya dengan himbauan agar
ibu yang terinfeksi HIV tidak hamil.
2. Upaya Pencegahan AIDS Jangka Panjang
Penyebaran AIDS di Indonesia (Asia Pasifik) sebagian besar adalah karena
hubungan seksual, terutama dengan orang asing. Kasus AIDS yang menimpa orang
Indonesia adalah mereka yang pernah ke luar negeri dan mengadakan hubungan
seksual dengan orang asing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko penularan dari suami pengidap HIV ke
istrinya adalah 22% dan istri pengidap HIV ke suaminya adalah 8%. Namun ada
penelitian lain yang berpendapat bahwa resiko penularan suami ke istri atau istri ke
suami dianggap sama. Kemungkinan penularan tidak terganggu pada frekuensi
hubungan seksual yang dilakukan suami istri. Mengingat masalah seksual masih
merupakan barang tabu di Indonesia, karena norma-norma budaya dan agama yang
masih kuat, sebetulnya masyarakat kita tidak perlu risau terhadap penyebaran virus
AIDS. Namun demikian kita tidak boleh lengah sebab negara kita merupakan
negara terbuka dan tahun 1991 adalah tahun melewati Indonesia.
Upaya jangka panjang yang harus kita lakukan untuk mencegah merajalelanya
AIDS adalah merubah sikap dan perilaku masyarakat dengan kegiatan yang
meningkatkan norma-norma agama maupun sosial sehingga masyarakat dapat
berperilaku seksual yang bertanggung jawab.Yang dimaksud dengan perilaku
seksual yang bertanggung jawab adalah :
Tidak melakukan hubungan seksual sama sekali.
Hanya melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang setia dan tidak
terinfeksi HIV (monogamy).
Menghindari hubungan seksual dengan wanita-wanita tuna susila.
Menghindari hubungan seksual dengan orang yang mempunyai lebih dari satu
mitra seksual.
Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin.
Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin
Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS.
Tidak melakukan hubungan anogenital.
Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual.
14
Kegiatan tersebut dapat berupa dialog antara tokoh-tokoh agama, penyebarluasan
informasi tentang AIDS dengan bahasa agama, melalui penataran P4 dan lain-lain
yang bertujuan untuk mempertebal iman serta norma-norma agama menuju
perilaku seksual yang bertanggung jawab. Dengan perilaku seksual yang
bertanggung jawab diharapkan mampu mencegah penyebaran penyakit AIDS di
Indonesia.
15
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang
dilakukan dapat ditegakan diagnosis kerja pada pasien ini adalah HIV stadium klinis 3. Hal
ini disebabkan karena masalah-masalah yang dialami pasien ini seperti berat badan yang
menurun, diare kronis, demam tanpa sebab, kandidiasis oral, dan adanya TB paru
mendukung diagnosis HIV stadium klinis 3.
Penatalaksanaan medikamentosa pada kasus ini adalah obat anti tuberculosis
(OAT) seperti Isoniazid, Rifampisin, dan Pirazinamid untuk mengobati tuberkulosisnya
terlebih dahulu dan HAART (Highly Active Anti Retroviral Therapy) yaitu kombinasi dari
3 ARV (Anti Retroviral) untuk memperlambat pertumbuhan HIV. Sedangkan
penatalaksanaan non-medikamentosanya adalah pasien diberi edukasi supaya pasien
tersebut menjaga kesehatan dirinya dengan baik dan menjauhi cara-cara penularan HIV
seperti tidak melakukan hubungan seksual, menggunakan jarum suntik sekali pakai, dan
tidak mendonorkan darah.
16
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Brewijaya A. Imunodefisiensi. 2010. [cited 2012 September 14]. Available:
http://aldiavanza.blogspot.com/2010/05/imunodefisiensi.html.
2. Louise. Kelainan imunologik klinik. In: Saputra L, editor. Buku Saku Imunologi
Berorientasi Pada Kasus Klinik. Tangerang: Bina Rupa Aksara; 2011. p.107
3. Natadidjaja H. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa
Aksara; 2012. p.30
4. Tambayong J. Perubahan Imunitas: Imunodefisiensi. In: Ester M, editor. Patofisiologi.
Jakarta: EGC; 2000. p. 58
5. Richard N, Mitchell. Penyakit Imunitas. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins
& Cotran. 7th ed. Jakarta: EGC; 2009. p. 153
6. Zubir Z. Konsep Imunodefisiensi. [cited 2012 September 11]. Available:
http://www.scribd.com/doc/70361895/His127-Slide-Konsep-Imunodefisiensi.
7. Benvie. Human Immunodeficiency Virus. 2009 [cited 2012 September 13]. Available:
http://doctorology.net/?p=235
8. Price SA, Wilson LM. Gangguan Sistem Imun: HIV dan AIDS. In: Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, 6th ed. Jakarta: EGC; 2012. p. 227-230
9. WHO. Antiretroviral Therapy for HIV Infection in Adults and Adolescents. 2010
revision. p. 34 & 55
10. Siregar FA. Pengenalan dan Pencegahan AIDS. 2004 [cited 2012 September 15].
Available: http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-fazidah4.pdf.
17
18