generasi y, generasi z dan bonus demografi

7
Generasi Y, Generasi Z dan Bonus Demografi Indonesia 2025 Leonard Merari NIM 122140085 Magister Manajemen - Fakultas Ekonomi Trisakti Kampus A, Gedung D, Lantai 6 Jl.Kyai Tapa No.1 Grogol, Jakarta Barat [email protected] I Ketut Suyasa- NIM 122140073 Magister Manajemen - Fakultas Ekonomi Trisakti Kampus A, Gedung D, Lantai 6 Jl.Kyai Tapa No.1 Grogol, Jakarta Barat [email protected] Abstrak Paper ini membahas mengenai karakteristik antar generasi, khususnya gen Y dan gen Z yang akan mendominasi (sekitar 77%) struktur angkatan kerja saat Indonesia berada pada bonus demografi 2025. Diperkirakan tahun 2025 dependency ratio mencapai 0,44 yang berarti 100 angkatan usia produktif menanggung 44 angkatan non produktif. Pemaparan pada paper ini lebih menitikberatkan mengenai deskripsi serta memahami karakteristik generasi, sehingga diharapkan sebagai angkatan kerja nantinya lebih siap untuk menghadapi perbedaan-perbedaan karakteristik antar generasi yang ada dan pada akhirnya tentu mampu mengelola perbedaan tersebut menjadi hal yang produktif. Kata Kunci Gen Y, gen Z, bonus demografi, dependency ratio 1. LATAR BELAKANG Pada tahun 2025 struktur usia angkatan kerja di Indonesia menikmati apa yang dinamakan bonus demografi. Bonus demografi adalah suatu wilayah yang usia produktifnya lebih banyak dibandingkan dengan usia non produktif. Dikatakan bonus karena tidak terjadi terus menerus melainkan hanya terjadi sekali dalam beratus-ratus tahun. “Sekali dan tidak bertahan lama” (Azhari, 2013) Usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada tahun 2025 adalah angkatan kerja kelahiran antara 1961-2010. Tingginya Proporsi usia produktif dapat memiliki potensi sebagai berikut (Azhari, 2013) : Jumlah pengangguran berkurang Meningkatnya daya saing bangsa Bertumbuhkembangnya karya kreatif dan inovatif oleh pemuda sebagai kontribusi pembangunan Negara Pertumbuhan ekonomi jauh lebih baik Indonesia menjadi negara maju Angkatan kerja kelahiran 1961-2010 dapat dikelompokkan menjadi beberapa generasi berbeda. Menurut Acar (2014) teori mengenai generasi adalah teori mengenai aspek socio history yang menggambarkan dan menjelaskan perubahan dari perilaku publik seiring dengan bertambahnya waktu. Pengelompokan usia antar generasi menurut Acar (2014) dan juga dituliskan oleh Asril dan Hudrasyah (2013) adalah sebagai berikut : Gen next pada tabel 1 di atas telah diidentifikasi sebagai gen Z, suatu generasi lanjutan dari gen Y yang saat ini belum terlalu banyak masuk menjadi angkatan kerja dan study mengenai gen Z saat ini masih sebatas tren tipe konsumsi di market. Diperkirakan struktur usia penduduk Indonesia pada saat bonus demografi di Indonesia di Indonesia adalah sebagai berikut (BPS, 2013) : Tabel 2. Struktur usia penduduk Indonesia tahun 2025 Kelahiran Generasi 1928 - 1945 Traditionalist 1946 - 1964 Baby Boomers 1965 - 1976 Generasi X 1977 - 1998 Generasi Y 1999 - 2012 Gen Next Tabel 1. Pembagian usia Baby Boomers, Gen X, Gen Y dan Gen Next Umur 2025 0-4 22,711.0 5-9 23,378.5 10-14 23,907.0 15-19 23,214.9 20-24 22,293.2 25-29 21,868.2 30-34 21,195.2 35-39 20,520.2 40-44 20,068.5 45-49 19,273.0 50-54 17,516.2 55-59 15,187.3 60-64 12,347.7 65-69 9,219.5 70-74 5,995.4 75+ 6,133.2 Total 284,829 jumlah penduduk dalam 000

Upload: leonardmerari

Post on 18-Aug-2015

132 views

Category:

Leadership & Management


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Generasi y, generasi z dan bonus demografi

Generasi Y, Generasi Z dan

Bonus Demografi Indonesia 2025

Leonard Merari – NIM 122140085 Magister Manajemen - Fakultas Ekonomi Trisakti

Kampus A, Gedung D, Lantai 6

Jl.Kyai Tapa No.1 Grogol, Jakarta Barat

[email protected]

I Ketut Suyasa- NIM 122140073 Magister Manajemen - Fakultas Ekonomi Trisakti

Kampus A, Gedung D, Lantai 6

Jl.Kyai Tapa No.1 Grogol, Jakarta Barat

[email protected]

Abstrak — Paper ini membahas mengenai karakteristik antar

generasi, khususnya gen Y dan gen Z yang akan mendominasi

(sekitar 77%) struktur angkatan kerja saat Indonesia berada

pada bonus demografi 2025. Diperkirakan tahun 2025

dependency ratio mencapai 0,44 yang berarti 100 angkatan usia

produktif menanggung 44 angkatan non produktif. Pemaparan

pada paper ini lebih menitikberatkan mengenai deskripsi serta

memahami karakteristik generasi, sehingga diharapkan sebagai

angkatan kerja nantinya lebih siap untuk menghadapi

perbedaan-perbedaan karakteristik antar generasi yang ada dan

pada akhirnya tentu mampu mengelola perbedaan tersebut

menjadi hal yang produktif.

Kata Kunci — Gen Y, gen Z, bonus demografi, dependency ratio

1. LATAR BELAKANG

Pada tahun 2025 struktur usia angkatan kerja di Indonesia

menikmati apa yang dinamakan bonus demografi. Bonus

demografi adalah suatu wilayah yang usia produktifnya lebih

banyak dibandingkan dengan usia non produktif. Dikatakan

bonus karena tidak terjadi terus menerus melainkan hanya

terjadi sekali dalam beratus-ratus tahun. “Sekali dan tidak

bertahan lama” (Azhari, 2013)

Usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada tahun 2025 adalah

angkatan kerja kelahiran antara 1961-2010. Tingginya Proporsi

usia produktif dapat memiliki potensi sebagai berikut (Azhari,

2013) :

Jumlah pengangguran berkurang

Meningkatnya daya saing bangsa

Bertumbuhkembangnya karya kreatif dan inovatif oleh

pemuda sebagai kontribusi pembangunan Negara

Pertumbuhan ekonomi jauh lebih baik

Indonesia menjadi negara maju

Angkatan kerja kelahiran 1961-2010 dapat dikelompokkan

menjadi beberapa generasi berbeda. Menurut Acar (2014) teori

mengenai generasi adalah teori mengenai aspek socio history

yang menggambarkan dan menjelaskan perubahan dari

perilaku publik seiring dengan bertambahnya waktu.

Pengelompokan usia antar generasi menurut Acar (2014) dan

juga dituliskan oleh Asril dan Hudrasyah (2013) adalah sebagai

berikut :

Gen next pada tabel 1 di atas telah diidentifikasi sebagai

gen Z, suatu generasi lanjutan dari gen Y yang saat ini belum

terlalu banyak masuk menjadi angkatan kerja dan study

mengenai gen Z saat ini masih sebatas tren tipe konsumsi di

market.

Diperkirakan struktur usia penduduk Indonesia pada saat

bonus demografi di Indonesia di Indonesia adalah sebagai

berikut (BPS, 2013) :

Tabel 2. Struktur usia penduduk Indonesia tahun 2025

Kelahiran Generasi

1928 - 1945 Traditionalist

1946 - 1964 Baby Boomers

1965 - 1976 Generasi X

1977 - 1998 Generasi Y

1999 - 2012 Gen Next

Tabel 1. Pembagian usia Baby Boomers,

Gen X, Gen Y dan Gen Next

Umur 2025

0-4 22,711.0

5-9 23,378.5

10-14 23,907.0

15-19 23,214.9

20-24 22,293.2

25-29 21,868.2

30-34 21,195.2

35-39 20,520.2

40-44 20,068.5

45-49 19,273.0

50-54 17,516.2

55-59 15,187.3

60-64 12,347.7

65-69 9,219.5

70-74 5,995.4

75+ 6,133.2

Total 284,829

jumlah penduduk dalam 000

Page 2: Generasi y, generasi z dan bonus demografi

Dengan demikian struktur usia produktif dibandingkan non

produktif adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Perbandingan usia non produtif dan produktif tahun 2025

Total usia 0-14 tahun dan 64+ adalah sekitar 91 juta

penduduk (32,1%) dan angka itu kurang dari setengah jumlah

usia produktif yaitu 193 juta (67,9%). Dari 193 juta usia

produktif tersebut terbagi atas usia kelahiran 1961-2010 yang

kemudian dapat dikelompokkan menjadi Baby Boomers, gen

X, gen Y dan gen Z dengan proporsi jumlah penduduk sebagai

berikut :

Tabel 4. Perbandingan proporsi antar generasi tahun 2025

Proporsi dominan dengan jumlah 148 juta (77%) adalah gen

Y dan gen Z.

Paper ini akan membahas proporsi gen Y dan gen Z pada

saat bonus demografi 2025 serta membahas karakteristik antar

generasi khususnya gen Y dan gen Z. Diharapkan pemaparan

pada paper ini mampu memberi gambaran mengenai teori

generasi, bonuss demografi Indonesia 2025, serta pada

akhirnya dapat menyiapkan diri dengan baik menghadapi

bonus demografi 2025.

2. MASALAH

Dalam interaksi generasi saat ini (Baby boomers, gen X, Y

dan sebagian kecil Tradisionalist) kurangnya studi empiris

mengenai strategi praktis untuk meminimalisir antar generasi

membuat beberapa perusahaan tidak secara spesifik siap

menghadapi potensi konflik antar generasi tersebut, seperti

yang terjadi di Central Texas (Amerika Serikat) dalam journal

of behavioural studies yang dipublikasikan oleh Deyoe (2011).

Foo (2012) merujuk beberapa potensi konflik antar generasi

adalah : perbedaan kebiasaan, perbedaan perilaku, perbedaan

prinsip serta perbedaan pengalaman. Kegagalan memahami ini

dapat disebabkan oleh kurangnya pemahaman mengenai

karakteristik antar generasi serta pada akhirnya tentu akan

menyebabkan konflik dan ketidakproduktifan dalam interaksi

yang terjadi.

Sedangkan dalam situasi bonus demografi Indonesia 2025

(pada beberapa literatur bonus demografi dimulai 2010 –

2035), Indonesia dihadapkan pada besarnya jumlah angkatan

kerja dibandingkan dengan usia non produktif. Proporsi besar

dari angkatan kerja tersebut adalah Gen Y dan Gen Z (77%)

yang merupakan generasi yang lahir antara 1977 – 2012.

Pemaparan teori generasi mulai dari traditionalist , baby

boomers, gen X, serta khususnya gen Y dan gen Z dibutuhkan

tidak saja sekedar untuk pehamaman bagi angkatan kerja yang

nantinya akan berinteraksi pada saat bonus demografi, akan

tetapi diharapkan mampu mempengaruhi pola perilaku antar

generasi nantinya.

Pada akhir pemaparan diharapkan paper ini mampu

menjelaskan beberapa hal berikut :

1. Karakteristik gen Y di lingkungan kerja serta sedikit

review mengenai gen Z.

2. Beberapa potensi konflik antara generasi

3. Posisi gen Y dan gen Z pada bonus demografi Indonesia

2025

3. KAJIAN LITERATUR

Bonus demografi 2025 dan potensi untuk Indonesia

Profesor Sri Moertiningsih dalam artikel nya Transisis

Demografi, Bonus Demografi dan the Window of Opportunity

menyebutkan dampak sukses pembangunan kependudukan dan

kesehatan adalah perubahan struktur penduduk yang

dipengaruhi oleh beberapa hal berikut :

Penurunan kelahiran menurunkan proporsi jumlah anak <

15 tahun

Penurunan kematian bayi meningkatkan jumlah bayi

yang tetap hidup keusia dewasa

Ledakan penduduk usia kerja

Age dependency ratio - Proporsi penduduk muda

terhadap penduduk usia kerja- menurun

Perubahan struktur kependudukan dan menurunnya beban

ketergantungan memberikan peluang yang disebut bonus

demografi atau demographic dividend. Bonus demografi ini

seringkali dikaitkan dengan the window of opportunity atau

jendela peluang yang dapat diartikan sebagai munculnya suatu

kesempatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Menurut Moertiningsih (2012) the window of opportunity

terjadi tahun 2020-2030 dimana dependency ratio (tingkat

ketergantungan usia non produktif terhadap usia produktif)

mencapai titik terendah, yaitu 44 per 100 orang. Dependency

ratio tersebut meningkat lagi tahun 2030 dikarenakan

meningkatnya proporsi penduduk lansia. Kejadian ini menurut

Moertiningsih hanya terjadi satu kali dalam sejarah suatu

penduduk.

Bonus demografi menjadi topik pembahasan yang cukup

menarik dan seringkali dikait-kaitkan dengan pertumbuhan

Usia Produktif 15-64 193,484.4 67.9%

0-14 69,996.5 24.6%

64+ 21,348.1 7.5%Non Produktif

Generasi Usia Jumlah (000) Persentase

Baby Boomers 61-64 12,347.7 6.38%

Generasi X 50-59 32,703.50 16.90%

Generasi Y 30-49 81,056.90 41.89%

Generasi Z 15-29 67,376.30 34.82%

Page 3: Generasi y, generasi z dan bonus demografi

ekonomis bangsa Indonesia dikarenakan beberapa hal berikut

(Moertiningsih, 2012) :

Suplai tenaga kerja yang besar meningkatkan

pendapatan per kapita apabila mendapat kesempatan

kerja yang produktif

Peranan perempuan: jumlah anak sedikit

memungkinkan perempuan memasuki pasar kerja,

membantu peningkatan pendapatan

Tabungan masyarakat yang diinvestasikan secara

produktif

Modal manusia yang besar apabila ada investasi untuk

itu.

The window of opportunity dapat saja berubah menjadi The

door to disaster apabila bangsa Indonesia tidak bersiap

menghadapi ledakan jumlah angkatan kerja pada tahun 2025,

karena ledakan jumlah tenaga kerja tentu menuntut kualitas

SDM yang memadai dan kesempatan kerja yang sebanding

dengan jumlah angkatan kerja

Teori generasi

Teori mengenai generasi di angkatan kerja dipopulerkan

oleh William Strauss dan Neil Howe yang mengidentifikasi

mengenai siklus generasi di sejarah Amerika Serikat. Strauss

dan Howe banyak dicuplik menjadi landasan bagi riset serta

penelitian mengenai perilaku generasi, misalkan oleh Mujtaba

(2010) yang mendasarkan studi yang dilakukan oleh nya

mengenai perbedaan kultur antara gen X dan gen Y di Thailand

memakai batasan generasi yang dipakai oleh Strauss dan Howe

(1997,2000).

Menurut situs Wikipedia, Strauss dan Howe menuliskan

teori mengenai generasi ini dalam buku yang berjudul

Generations (1991), yang menceritakan mengenai sejarah

suksesi generasi anglo-American serta mengidentifikasi

munculnya siklus generasi di sejarah Amerika Serikat. Buku

kedua Staruss dan Howe tahun 1993 yang berjudul 13th Gen :

Abort, Retry, Ignore, Fail? menjelaskan generasi kelahiran

1961-1981 sebagai Gen-Xers (disebut generasi ke-13 terhitung

sejak Amerika Serikat resmi menjadi sebuah negara). Tahun

2000 Strauss dan Howe mengeluarkan sebuah buku dengan

judul Millenials Rising : The Next Generation yang meneliti

mengenai kepribadian mengenai Gen Y.

Traditionalist, Baby boomers, Gen X, Gen Y dan Gen Z

Tradisionalist (kelahiran antara 1920-1945), menurut Clark

(2009) dan McDonald (2008) yang dituliskan kembali oleh

Mujtaba (2010) adalah generasi yang memiliki nilai-nilai

loyalitas, disiplin, menghormati otoritas serta menempatkan

tugas (pekerjaan) di atas kesenangan pribadi. Generasi ini

tumbuh di tengah perang dunia kedua dan saat ini sudah tidak

terlalu banyak yang masih bekerja, jika saat ini organisasi

mempertimbangkan untuk menggunakan jasa Traditionalist

maka sangat disarankan untuk fokus kepada pendekatan

personal serta memberikan penghormatan dikarenakan usia

yang cukup senior (Bursch, 2014).

Baby Boomers (kelahiran antara 1946-1964) merupakan

nama yang diberikan kepada generasi ini dikarenakan mereka

adalah bagian dari baby boom setelah perang dunia kedua.

Generasi ini menjadi tumpuan orang tua mereka (generasi

traditionalist) yang memiliki harapan besar mengenai hal-hal

yang akan mereka capai (Mujtaba, 2010).

Seperti Traditionalist, generasi ini memiliki nilai-nilai

loyalitas, disiplin serta work ethic yang kuat. Namun kesamaan

nilai-nilai tersebut memiliki perbedaan latar belakang, ketika

traditionalist banyak dipengaruhi oleh masa kecil dan

bagaimana mereka tumbuh, baby boomers lebih dipengaruhi

oleh prestise, kesejahteraan dan jabatan.

Generasi X (kelahiran antara 1965-1976) dikenal juga

dengan nama gen Xers. GenXers di tempat kerja banyak

dipengaruhi oleh persepsi dari pencapaian orang tua mereka

(Baby Boomers) yang bekerja keras untuk mencapai

kesejahteraan dan menyekolahkan gen X. GenXers mulai

mempertimbangkan apa yang dinamakan work life balance

sebagai dampak mereka menyaksikan cara bekerja dan

kompensasi yang diterima oleh baby boomers tidaklah

membawa kebahagiaan untuk mereka, bahkan salah satu studi

dari Mujtaba (2010) mengatakan tingkat perceraian yang tinggi

dari orangtua genXers sangat mempengaruhi cara pandang

mereka terhadap kebahagiaan keluarga.

GenXers menjadi saksi atas kelahiran internet dan teknologi

yang kelak mengubah cara interaksi dalam pekerjaan, sehingga

secara teknis GenXers cukup baik sebagai user (Bursh, 2014).

GenXers cenderung berbeda pendapat terhadap prosedur ,

kebijakan dan struktur organisasi sehingga dapat dikatakan

penghormatan mereka terhadap otoritas sedikit berbeda dengan

generasi traditionalist dan baby boomers.

Generasi Y (kelahiran 1977-1998) dikenal juga dengan

nama Millenials yang disadur dari istilah pada buku Strauss

dan Howe Millenials rising : The Next Generation. Millenials

percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk sukses dan

mereka siap untuk menjadi pembelajar seumur hidup (Mujtaba,

2010).

Gen Y memiliki tingkat harga diri dan narsisme

(menganggap diri baik) lebih besar daripada generasi

sebelumnya, hal ini tentu berdampak terhadap ekspektasi besar

mereka di tempat kerja (terkait dengan penghargaan serta

kondisi kerja). Bursch (2014) mengatakan bahwa Gen Y

diidentifikasikan sebagai generasi yang paling beragam (sifat,

perilaku dan kultur) dan gen Y akan sangat mewarnai

keragaman di tempat kerja.

Gen Y tumbuh pada dunia yang selalu terhubung selama 24

jam dan 7 hari sehingga informasi bagi generasi Y, informasi

adalah hal yang cenderung mudah dan cepat didapatkan. Hal

Page 4: Generasi y, generasi z dan bonus demografi

tersebut mempengaruhi cara mereka mencari informasi,

memecahkan masalah, hubungan dengan orang lain dan

berkomunikasi. Gen Y cenderung berpindah pekerjaan jika

merasa ekspektasi mereka terhadap pekerjaan tidak dipenuhi,

hal ini dipengaruhi oleh harga diri dan narsisme mereka yang

begitu tinggi.

Karakteristik Gen Y di tempat kerja

Bursch (2014) menuliskan bahwa gen Y adalah generasi

yang paling tinggi tingkat pendidikannya. Gen Y

mendambakan pekerjaan dimana mereka turut ambil bagian

dalam misi organisasi. Nilai pekerjaan yang berarti serta

membantu orang lain adalah hal yang lebih berarti

dibandingkan dengan mendapatkan uang dalam jumlah besar.

Menurut Fernades (2012), Generasi Y lebih menghargai

waktu luang dibandingkan dengan generasi X. Perusahaan

terkemuka seperti Google, Ebay, KPMG saat ini menawarkan

waktu luang tersebut lebih banyak kepada karyawan mereka

dengan cara memberi beberapa fasilitas tambahan pada

karyawan mereka di tempat bekerja.

Gen Y memilih atasan yang memiliki pendekatan secara

pendidikan (empiris) serta memberi perhatian terhadap tujuan

personal dari Gen Y. Nilai seorang gen Y terhadap atasannya

adalah orang yang melatih mereka, bersikap positif, mampu

memotivasi, berorientasi terhadap pencapaian. Untuk tetap

membuat seorang Gen Y nyaman dan tidak meninggalkan

pekerjaan, perusahaan harus memastikan bahwa gen Y merasa

berarti dalam pekerjaan serta mengkomunikasikan kontribusi

gen Y terhadap misi organisasi. Gen Y juga akan selalu

mencari kesempatan untuk terliabt dalam aktifitas filantropis

serta relawan (Bursch, 2014).

Kerakteristik dari gen Y di tempat pekerjaan adalah :

Tabel 5. Karakteristik Gen Y (Acar, 2014)

Gen Y selalu mencari lingkungan yang sempurna dimana

mereka dapat mempelajari kemampuan dan pengalaman untuk

masa depan mereka selain itu Gen Y membutuhkan iklim kerja

yang positif dari rekan kerja mereka (Fernandes, 2012).

Next Generation : Gen Z

Rothman (2014) memprediksi bahwa tahun 2020 generasi Z

(didefinisikan Rothaman dengan kelahiran 1995-2010) akan

membanjiri pasar dunia kerja. Dalam jurnal yang dituliskan

oleh nya Rothman menganalogikan gen Z akan membanjiri

pasar dunia kerja seperti layaknya ‘tsunami’. Ketika kita ada

pada usia produktif saat gen Z memasuki dunia kerja maka kita

disarankan mempelajari karakteristik gen Z ini.

Menurut Singh (2014), generasi Z dibesarkan oleh generasi

X di tengah-tengah tantangan dunia seperti terorisme (peristiwa

9 September di Amerika Serikat) dan perhatian kepada

lingkungan disebarluaskan melalui jaringan sosial media. Saat

kita belum begitu banyak memahami mengenai karakteristik

gen Z, kita paham dan mengenal dengan seksama lingkungan

bagaimana mereka tumbuh.

Gen Z dikatakan oleh Singh (2014) memiliki sedikit

saudara kandung dibandingkan dengan generasi sebelumnya,

indikasi nya gen Z kemungkinan akan sedikit lebih

individualistis. Gen Z juga diprediksi akan lebih memiliki jiwa

kewirausahaan dibandingkan gen Y.

Gen Z memiliki beberapa perbedaan nyata dengan gen Y

dalam beberapa hal berikut :

Akses terhadap pengetahuan mengenai sumber daya

(melalui jaringan internet) yang lebih dibandingkan

gen Y pada usia yang sama.

Gen Z yang kebanyakan memiliki orang tua seorang

gen X akan mendapatkan lebih banyak tekanan dalam

kehidupan mereka, baik dari sisi pencapaian akademis

maupun dalam berperilaku.

Gen Z memiliki waktu lebih banyak semasa muda nya

untuk mendapatkan semacam ‘mentor’ yang akan

mempengaruhi cara berpikir mereka. Misalkan dengan

mudah mereka mempelajari mengenai Steve Jobs dan

membaca nya di saat mereka masih muda.

Beberapa nama lain dari generasi Z adalah : Internet

Generation (IGen), Digital natives, Screensters dan Zeds.

Banyak sumber mengatakan bahwa gen Z baik dalam

multitasking ataupun task switch meskipun perkembangan otak

gen Z ini juga memiliki efek buruk berupa AADD (Acquired

Attention Deficit Disorder) yaitu perubahan pada otak karena

pemakaian teknologi yang begitu besar oleh gen Z yang

berdampak kesulitan untuk fokus dan menganalisa informasi

yang beragam, hal ini sangat dipengaruhi kebiasaan otak

mendapatkan informasi yang pendek dan cepat melalui sosial

media Rothman (2014).

Gen Z di dunia kerja menurut Rothman (2014) akan

berpindah-pindah kerja dengan cepat serta mampu

menghasilkan dampak dalam waktu singkat dibandingkan

generasi sebelumnya. Generasi Z akan memandang kariri

seperti beberapa hal berikut Singh (2014) : Kebebasan,

Materialistis, Global, Eksperimental , Teknologi tinggi,

Komitmen profesional . Generasi Z merepresentasikan

perubahan generasi yang signifikan pada dunia kerja dan akan

Gen Y

Fokus kepada karir pribadi

Optimistik

Berpihak pada keragaman

Team Player

Cerdas teknologi

Menyukai busana casual (non formal)

Menyenangkan

Work life balance

Pengakuan terhadap nilai pekerjaan

Page 5: Generasi y, generasi z dan bonus demografi

sangat penting untuk memahami darimana mereka datang serta

tentunya memiliki strategi kunci untuk menyambut mereka.

4. METODOLOGI PENELITIAN

Paper ini banyak membahas mengenai generasi Y, generasi

Z dan bonus demografi dengan melakukan beberapa hal

berikut :

A. Review dokumen

Jurnal yang telah dipublish

Laporan

Artikel

Dokumen yang dipublikasikan pemerintah

B. Data Biro Pusat Statisik (BPS)

Melakukan pengolahan data sederhana berdasarkan data-

data yang didapatkan dari biro pusat statistik

5. PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data untuk paper ini dilakukan dengan data-

data sekunder yang dikumpulkan dari Internet dan/atau

melakukan pengolahan data atas data-data yang didapat dari

Internet tersebut.

6. ANALISA DAN KESIMPULAN

Pada tabel 4 (bagian pendahuluan) telah dipaparkan

bagaimana jumlah generasi Y dan Z pada tahun 2025, yaitu

sejumlah 148 juta (77%) dari 193 juta usia angkatan kerja.

Untuk itu menarik untuk secara mengamati bagaimana detail

struktur usia kerja sehingga dapat lebih memahami situasi

dunia kerja pada bonus demografi 2025 sebagai berikut :

Tabel 6. Struktur usia gen Y dan gen Z tahun 2025

(diolah dari data BAPPENAS – BPS 2013)

Dominasi gen Y dan gen Z dibandingkan baby boomers 12

juta (6,38%) dan gen X 32 juta (16,9%) pada struktur dunia

kerja tahun 2025 menegaskan pentingnya angkatan kerja

mempelajari mengenai gen Y dan gen Z lebih dalam lagi.

Dalam struktur usia di secara umum bahwa gen Y merupakan

generasi yang menjadi atasan langsung (atau paling tidak

senior) dari generasi Z.

Jika lebih jauh lagi ditarik bahwa usia angkatan kerja 22-24

tahun dikategorikan sebagai fresh graduated lulusan s1 serta

24-26 tahun untuk fresh graduated lulusan s2 , maka angkatan

kerja s1 dan s2 pada masa bonus demografi ini adalah anak-

anak kelahiran antara 1999-2003.

Anak kelahiran tahun 1999-2003 adalah gen Z yang pada

usia mereka 5-15 tahun, Indonesia dipenuhi oleh booming

gadget dan teknologi, hal tersebut mengakibatkan mereka

memiliki kehidupan yang erat sekali dengan teknologi dan

gadget. Perbedaan dengan gen Z yang mayoritas mulai

menyentuh gadget dan dikatakan ‘melek’ teknologi pada usia >

15 tahun. Dengan demikian teknologi lebih erat ‘mengikat’

kepada gen Z atau istilah yang dipakai oleh Bursch (2014)

adalah gen Y secara teknologi lebih ‘plugged-in” dibandingkan

dnegan gen Y (Millenia). Dampaknya gen Z tentu akan sedikit

berbeda dalam preferensi cara mereka bekerja, berkomunikasi

dan menyampaikan informasi ketimbang gen Y.

Perbedaan tersebut dapat saja menjadi pemicu konflik,

mengingat gen Y adalah generasi yang pada umumnya bersifat

narsistik dan memiliki harga diri tinggi seolah-olah mendapat

‘lawan tanding’ sepadan yaitu gen Z yang secara nature

memiliki kesamaan dari penguasaan teknologi.

Beberapa potensi konflik yang muncul pada interaksi antar

generasi sebelumnya adalah Bursch (2014) :

1. Baby boomers memandang gen X dan gen Y kurang

disiplin dan kurang fokus.

2. Gen X dan gen Y melihat baby boomers resisten

terhadap perubahan, memiliki keyakinan benar

terhadap pengalaman, serta kurang kreatif.

3. Gen X melihat gen Y sebagai generasi arogan.

4. Gen Y melihat gen X lamban mengambil keputusan

dan tidak memiliki cukup kemampuan mengambil

keputusan.

Potensi konflik dan cara pandang di atas sangat mungkin

juga terjadi pada interaksi antara gen Y dan gen Z. Pola

tersebut saat ini belum muncul, karena sebagian besar gen Y

(khususnya yang memiliki gelar s1) belum masuk ke angkatan

kerja, namun dalam pemaparan mengenai karakteristik antar

generasi tentu potens-potensi konflik dapat dihindari atau

justru dikelola menjadi sebuah interaksi yang produktif untuk

dunia kerja.

Dominasi gen Y dan gen Z pada bonus demografi

Indonesia tahun 2025 merupakan suatu modal besar. Generasi

Y dan Z memiliki otoritas dan mengisi posisi-posisi penting

pada level tactical maupun strategical , sekalipun tentunya

sebagian gen X masih mendominasi pada level pucuk-pucuk

pimpinan perusahaan karena mereka berada pada usia 50-59

tahun.

Generasi Usia Jumlah (000) Persentase

Generasi Y 30-34 21,195.2 26.1%

35-39 20,520.2 25.3%

40-44 20,068.5 24.8%

45-49 19,273.0 23.8%

Total Generasi Y 30-49 81,056.90 100.00%

Generasi Z 15-19 23,214.9 34.46%

20-24 22,293.2 33.09%

25-29 21,868.2 32.46%

Total Generasi Z 15-29 67,376.30 100.00%

Page 6: Generasi y, generasi z dan bonus demografi

Generasi Y yang telah menunggu-nunggu transisi

kekuasaan dari gen X tentunya telah memiliki sejumlah list

rencana untuk mengelola perusahaan, divisi, departemen atau

bagian apapun yang sebelumnya dipegang oleh gen X untuk

kemudian diubah secara signifikan karena gen Y telah lama

memperhatikan cara-cara lamban dari gen X yang kurang

agresif. Pada saat itu gen Y akan mulai menerima karyawan

fresh graduate atau level penyelia yang berasal dari gen Z.

Sebagai pemimpin gen Y tentu menempatkan diri sebagai

pribadi yang lebih matang dan menunjukkan kedewasaannya

untuk membimbing gen Z, untuk itu gen Y perlu banyak

mempelajari mengenai karakteristik gen Z di dunia kerja

nantinya.

Implikasi Manajerial Gen Y

Gen Y atau dapat dikatakan generasi kerja yang menjadi

pemimpin pada saat bonus demografi Indonesia 2025

setidaknya harus mampu mengantisipasi dan mengelola konflik

perbedaan generasi menjadi hal yang produktif, salah satu nya

adalah mempelajari bagaimana tips praktis untuk berhadapan

dengan gen Z seperti 2 (dua) hal yang disarankan oleh

Rothman (2014) pada akhir jurnal penelitian nya sebagai

berikut :

1. Tantangan untuk atasan dari gen Z untuk tetap membuat

gen Z tertarik dan termotivasi mengurus hal-hal kecil

yang mendetail.

2. Pemimpin diharapkan untuk meningkatkan kemampuan

diri serta menyediakan kesempatan bimbingan kepada

gen Z.

Karena berada pada era informasi yang cepat dan singkat

(flash news dan artikel google), gen Z cenderung tidak punya

kedalaman dalam mengerjakan sesuatu. Hal yang dalam dan

mendetail tidak menjadi kebiasaan bagi mereka seperti masa-

masa kecil sampai kuliah gen Y yang banyak berkecimpung

dengan buku literature di perpustakaan. Saran dari Rothman

pada poin 1 di atas adalah bagaimana membuat gen Z tetap

dapat fokus untuk menyelesaikan detail pekerjaan dengan

mengukur performa penyelesaian pekerjaan sampai hal

terkecil, sehingga gen Z akan memiliki arahan jelas dan

termotivasi terhadap itu. Hal ini membuat gen Z mengerti

bahwa detail dan hal kecil dalam pekerjaan juga penting dan

menjadi perhatian bagi perusahaan.

Kemampuan gen Y dalam menjadi seorang pembelajar

seumur hidup (long life learner) ditandai dengan masuknya era

teknologi internet pada masa-masa akhir study gen Y di

universitas. Kecepatan dan ketersediaan informasi di internet

dipakai oleh gen Y untuk meningkatkan kemampuan diri. Gen

Y yang menganggap bahwa penguasaan terhadap suatu ilmu

akan linier dengan kualitas hidup tentu merupakan generasi

yang upgradable dan berbeda dengan baby boomers dan

sebagian gen X yang kurang memperhatikan mengenai

peningkatan kemampuan karena merasa fokus utama nya

adalah pekerjaan (hidup untuk bekerja). Gen Y disarankan oleh

Rothman pada poin 2 di atas untuk rajin mengupgrade diri dan

menjadi mentor kepada gen Z, sehingga muncul trust dan

interaksi positif antara kedua generasi tersebut.

Bonus demografi Indonesia 2025 seperti dikatakan oleh

Profesor Moertiningsih (2012) merupakan the window of

opportunity (jendela peluang) dan hanya terjadi sekali dalam

sejarah suatu penduduk dikarenakan rasio ketergantungan

(dependency ratio) mencapai titik terendah yaitu 0,44 (44 usia

non produktif ditanggung oleh 100 usia produktif).

Moertiningsih (2012) menggarisbawahi istilah the window of

opportunity jangan sampai bergeser menjadi the door of

disaster karena pengelolaan bonus demografi yang kurang

tepat.

Pemahaman mengenai karakteristik generasi, khususnya

gen Y dan gen Z yang dominan pada waktu bonus demografi

2025 merupakan salah satu cara bagaimana menciptakan

interaksi yang produktif di tempat kerja sehingga mendukung

produktifitas dan profitabilitas perusahaan.

7. DAFTAR PUSTAKA

Azhari, (2013). Ancaman vs Peluang bonus demografi. Dari :

http://www.slideshare.net/rizalaz/ancaman-vs-pluang-

bonus-demografi , 23 Januari 2015.

Acar, Ash Beyhan. Dr, April 2014. “Do Intrinsic and Extrinsic

Motivation Factors”. Volume 5, No. 5.

http://ijbssnet.com/journals/Vol_5_No_5_April_2014/3.p

df, 22 Januari 2015.

Asril, Abar dan Hudrasyah, Herry, 2013, “Media Indonesia

Marketing Strategy To Increased Their Gen Y Readers.

Volume 2, No 8,

http://journal.sbm.itb.ac.id/index.php/IJBA/article/viewFil

e/649/519, 22 Januari 2015

Biro Pusat Statistik, 2013. “Proyeksi Penduduk Indonesia

2010-2035”. 23 Januari 2015

Deyoe, H. Rodney, MBA. 2011. “Identifying strategies to

minimize workplace conflict due to generational

differences”. Volume 4, No. 1.

http://www.aabri.com/SA12Manuscripts/SA12102.pdf.

22 Januari 2015.

Foo, Stefan. 2011. “The Issues of Generational Conflicts in

Workplace and Solutions for it”.

http://www.researchgate.net/publication/253787990_The_

Issues_of_Generational_Conflicts_in_Workplace_and_So

lutions_for_it. 24 Januari 2015

Moertiningsih, Adioetomo, Sri. Prof. 2012. Transisi

Demografi, Bonus Demografi dan the Window of

Page 7: Generasi y, generasi z dan bonus demografi

Opportunity. Dari : http://www.demografi.bps.go.id , 22

Januari 2015.

Strauss and Howe. Strauss and Howe Generational Theory.

Dari :

http://en.wikipedia.org/wiki/Strauss%E2%80%93Howe_g

enerational_theory. 24 Januari 2015.

Bursch, Dan. 2014. “Managing the Multigenerational

Workplace”. Dari : http://www.kenan-flagler.unc.edu/. 23

Januari 2014.

Fernandes, et.al. 2014. “A Comparative Study of Work Values

between Generation X and Generation Y”. Dari :

http://seanlyons.ca/wp-

content/uploads/2012/01/Fernandes-et-al-2012.pdf , 23

Januari 2014.

Mujtaba, 2010. “Cross-Cultural Value Differences of Working

Adult Gen X and Gen Y Respondents in Thailand”,

Volume 1, No.1. 22 Januari 2014.

Rotham, 2014. “A Tsunami of Learners Called Generation Z”.

Dari :

http://www.mdle.net/Journal/A_Tsunami_of_Learners_C

alled_Generation_Z.pdf. 23 Januari 2014.

Singh, Anjali. 2014. “Challenges and Issues of Generation Z”.

Volume 16, Ver. 1. http://iosrjournals.org/iosr-

jbm/papers/Vol16-issue7/Version-1/H016715963.pdf. 22

Januari 2015.

Anonim, 2014. Gen Y dan Gen Z Global Workplace

Expectations Study. Dari :

http://millennialbranding.com/2014/geny-genz-global-

workplace-expectations-study/ , 22 Januari 2015.

DISKUSI REVIEW

1. Review redaksional

a. Review redaksional sudah diperiksa ulang sesuai saran

reviewer.

b. Header tabel 3 tidak diperlukan karena yang dijelaskan

kolom ke,2 dan seterusnya adalah kolom pertama.

2. Review konten dan konteks

a. Halaman 3 alinea 1 adalah literature dari presentasi

Moertiningsih, literatur pembanding belum ditambahkan.

Topik peranan perempuan bekerja dengan jumlah anak

sedikit tidak terlalu mempengaruhi hasil dan alur paper.

b. Perceraian tinggi dari orang tua gen X ada di beberapa

studi, salah satunya oleh Mujtaba (2010) dan sudah

ditambahkan pada paragraph.

c. Implikasi manajerial pada paper ini adalah suatu studi

dengan deskripsi karakteristik gen Y dan gen Z. Klasifikasi

lebih mendetail perlu lebih dijelaskan, khususnya untuk

literature gen Y dan gen Z di Indonesia yang memang

belum banyak dipakai sebagai literature pada paper ini.

3. Review literature mengenai perbedaan karakteristik gen Y

dan gen Z dapat disebabkan beberapa hal berikut :

a. Penarikan kesimpulan mengenai karakteristik generasi

menggunakan metode dan pendekatan berbeda.

b. Perbedaan terjadinya booming suatu fase (misalkan

internet) antar negara satu dengan yang lainnya.

Namun dari karakteristik gen Y yang dipaparkan seperti :

narsistik, harga diri tinggi, online 24/7/365 , serta melihat

beberapa karakteristik X yang lamban dan kurang mampu

mengambil keputusan didukung oleh beberapa literatur

seperti jurnal, artikel dari HR konsultan dan lainnya.