gender dan pendidikan matematika

16
1 GENDER DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA A. Apa masalahnya? Masalah keadilan kesempataan kedua adalah kesenjangan antara tingkat partisipasi laki-laki dan perempuan dalam matematika. Selama dua dekade telah dikumpulkan bukti bahwa perempuan dalam pendidikan matematika hampir tidak seberuntung laki-laki (Fox et al, 1977). Di Britain, Hilary Shuard mendokumentasikan perbedaan ini sepenuhnya pada awal tahun 1980-an (Cockcroft, 1982). Dalam istilah deskriptif sesungguhnya, masalah ini memiliki dua komponen. 1. Keterbelakangan perempuan dalam ujian eksternal Ada banyak bukti bahwa proposi perempuan lulus ujian matematika di 16 dan 18 tahun di Britania adalah kurang daripada laki-laki, dan bahwa proporsi laki-laki pada tingkat yang lebih tinggi lebih banyak dari perempuan (crockcroft, 1982; burton, 1986 ; universitas terbuka, 1986) 2. Ketidak ikutsertaan perempuan dalam matematika setelah 16 tahun Lebih jauh dari ini, pada setiap titik keputusan bagian perempuan yang memilih untuk mempelajari matematika berkurang, relatif terhadap laki-laki. Karena matematika adalah pintu gerbang ke berbagai bidang studi lebih lanjut, dan penyaring yang kritis dalam lapangan kerja, ini sangat penting (selss, 1973, 1976). Ini adalah sumber ketidak adilan, dengan menutup banyak kesempatan pendidikan dan karir untuk perempuan, dan masyarakat menghilangkan manfaat dari bakat mereka. Bagaimanapun, masalah gender dalam matematika lebih banyak daripada yang telah ditunjukkan. Ada dua dimensi lebih lanjut; kelembagaan seksisme dalam pendidikan, dan seksisme dalam masyarakat, yang terletak pada akar masalah (crockcroft, 1982; Walden dan walkerdine, 1982; burton, 1986; universitas terbuka, 1986; walkerdine, 1989; walkerdine et al, 1989). Masalahnya hampir benar-benar paralel berkaitan dengan etnis minoritas dan dapat diringkas dengan sama.

Upload: nailul-hasibuan

Post on 22-Jul-2015

43 views

Category:

Education


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gender dan Pendidikan Matematika

1

GENDER DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

A. Apa masalahnya?

Masalah keadilan kesempataan kedua adalah kesenjangan antara tingkat

partisipasi laki-laki dan perempuan dalam matematika. Selama dua dekade telah

dikumpulkan bukti bahwa perempuan dalam pendidikan matematika hampir tidak

seberuntung laki-laki (Fox et al, 1977). Di Britain, Hilary Shuard mendokumentasikan

perbedaan ini sepenuhnya pada awal tahun 1980-an (Cockcroft, 1982). Dalam istilah

deskriptif sesungguhnya, masalah ini memiliki dua komponen.

1. Keterbelakangan perempuan dalam ujian eksternal

Ada banyak bukti bahwa proposi perempuan lulus ujian matematika di 16 dan 18

tahun di Britania adalah kurang daripada laki-laki, dan bahwa proporsi laki-laki

pada tingkat yang lebih tinggi lebih banyak dari perempuan (crockcroft, 1982;

burton, 1986 ; universitas terbuka, 1986)

2. Ketidak ikutsertaan perempuan dalam matematika setelah 16 tahun

Lebih jauh dari ini, pada setiap titik keputusan bagian perempuan yang memilih

untuk mempelajari matematika berkurang, relatif terhadap laki-laki.

Karena matematika adalah pintu gerbang ke berbagai bidang studi lebih lanjut,

dan penyaring yang kritis dalam lapangan kerja, ini sangat penting (selss, 1973, 1976).

Ini adalah sumber ketidak adilan, dengan menutup banyak kesempatan pendidikan dan

karir untuk perempuan, dan masyarakat menghilangkan manfaat dari bakat mereka.

Bagaimanapun, masalah gender dalam matematika lebih banyak daripada yang

telah ditunjukkan. Ada dua dimensi lebih lanjut; kelembagaan seksisme dalam

pendidikan, dan seksisme dalam masyarakat, yang terletak pada akar masalah

(crockcroft, 1982; Walden dan walkerdine, 1982; burton, 1986; universitas terbuka,

1986; walkerdine, 1989; walkerdine et al, 1989). Masalahnya hampir benar-benar

paralel berkaitan dengan etnis minoritas dan dapat diringkas dengan sama.

Page 2: Gender dan Pendidikan Matematika

2

Kelembagaan seksisme dalam pendidikan

Ini diwujudkan dalam bentuk-bentuk berikut :

Isi budaya dari kurikulum (matematika sebagai daerah laki-laki)

Bentuk-bentuk penilaian yang digunakan (kompetitif)

Text dan lembar kerja yang berat sebelah terhadap gender (stereotip)

Cara-cara mengajar yang dipakai (individualistis bukan lisan dan kerjasama)

Organisasi dari sekolah dan seleksi

Kecukupan dari model peran positif perempuan di antara guru matematika

Kesadaran seksisme di antara para guru

Seksisme dalam masyarakat

Hal ini diwujudkan dalam sejumlah bentuk yang kuat, termasuk:

Keyakinan dan perilaku seksis terang-terangan

Dominasi budaya (legitimasi dan menghasilkan peran streotip gender dan

gender bias dalam lingkup bidang pengetahuan, termasuk matematika)

Struktural kelembagaan seksisme (yang menyangkal kesempatan perempuan

yang sama, sehingga menghasilkan ketidaksetaraan gender dalam masyarakat)

Arah dari beberapa faktor-faktor ini saling terkait dan memberikan kontribusi

kepada masalah gender dalam matematika dapat ditunjukkan sebagai siklus reproduksi

(gambar 12.1). Ini menunjukkan bagaimana anak perempuan “kekurangan kesempatan

yang sama dalam mempelajari matematika, dari berbagai penyebab, hal yang sudah pasti

untuk perempuan” pandangan negatif terhadap kemampuan matematika mereka sendiri,

dan menguatkan persepsi matematika sebagai subjek laki-laki. Konsekuensinya adalah

untuk perempuan. Hasil ujian dan keikutsertaan yang dicapai rendah dalam matematika.

Karena peran “penyaring yang kritis” dalam mengatur akses pekerjaan tingkat yang lebih

tinggi, ini mengarah pada pekerjaan dengan gaji lebih rendah bagi perempuan. Posisi

perempuan dibayar tidak seimbang di bawah status yang lebih rendah yang menghasilkan

ketidaksetaraan gender dalam masyarakat. ini memperkuat stereotip gender, antara pria dan

wanita. Hal ini pada gilirannya memberikan kontribusi komponen ideologis instutional

seksisme dalam pendidikan, yang menghasilkan kurangnya peluang kesetaraan kesempatan

bagi anak perempuan dalam matematika, melengkapi siklus.

Page 3: Gender dan Pendidikan Matematika

3

Siklus ini tidak boleh dianggap sebagai panghasil yang kaku atau dipahami terlalu

sebagai ketetapan. Itu menggambarkan bagaimana beberapa aspek dari masalah yang

terkait gender dalam matematika menggabungkan faktor-faktor lain untuk menghasilkan

ketimpangan sosial. Hal ini juga menunjukkan bahwa beberapa solusi yang mungkin harus

dilipatgandakan, meyerang setiap tahap dalam siklus penularan, dan bahwa masalahnya

bukan hanya pendidikan, tetapi juga ada dalam bidang sosio-politik. Karena meskipun

keprihatinan tiga komponen pendidikan matematika juga ada tiga komponen keprihatinan

yang sosio-politik pada dasarnya di alam, seperti yang ditunjukkan pada gambar. Dimensi

yang lebih luas berarti bahwa itu adalah masalah bagi seluruh masyarakat, bukan hanya

untuk anak perempuan dan perempuan.

Gambar 12.1 Siklus terjadinya ketidaksetaraan gender dalam Pendidikan matematika

DUNIA

PENDIDIKAN

DUNIA SOSIAL

POLITIK

Kurangnya kesempatan

yang sama dalam

mempelajari matematika

Persepsi perempuan terhadap

matematika dan kemampuan mereka

dalam matematika

Rendahnya hasil ujian dan partisipasi

perempuan dalam

matematika

Wanita mendapat gaji

yang rendah

Menghasilkan

ketidaksetaraan gender

dalam masyarakat

Gender streotip

Page 4: Gender dan Pendidikan Matematika

4

B. Persepsi dari masalah dan solusinya

Setiap ideologi pendidikan matematika memiliki persepsi yang berbeda tentang

masalah gender dan matematika, dan solusinya, sejalan dengan pandangan mereka

mengenai ras.

Pelatih industri menyangkal adanya masalah, melihat kesenjangan perempuan

sebagai batang dari sifat hierarkis umat manusia secara instrinsik (“kesetaraan jenis

kelamin adalah sebuah mimpi yang mustahil”, kampanye untuk pendidikan nyata, 1989,

halaman 2). Kemampuan matematika dipandang sebagai pengatur dan diwariskan, dan

didistribusikan dalam cara yang tidak setara yang sama. Humanis tua berbagi pandangan

ini, walaupun mereka mengadopsi sikap yang tidak terlalu reaksioner daripada pelatih

industri, yang secara aktif menentang pendekatan anti-seksis ke matematika. Kedua

ideologi ini membantu untuk mempertahankan dan menciptakan kembali ketidaksetaraan

gender dalam struktur hirarkis masyarakat.

Teknologi pragmatis melihat masalah dalam hal hambatan untuk wanita bergabung

dengan teknologi tenaga kerja, yang mereka percaya seharusnya dapat diatasi melalui

pelatihan girl friendly (pendekatan terhadap perempuan). Mereka mengakui bahwa

langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengatasi gender-bias dalam pendidikan

matematika dan teknologi (lihat sebagai contoh, perempuan comitee nasional, 1985).

Namun mereka tidak melihat bahwa pengetahuan matematika itu sendiri dapat menjadi

gender-bias.

Pendidik progresif melihat masalah dalam hal ketidakpencapaian individu

perempuan dan kurangnya kepercayaan. Menurut pandangan ini, ada hambatan pribadi

untuk perempuan mencapai potensi mereka, yang mungkin diperburuk melalui kepekaan

atau seksis cara mengajar dan bahan-bahan pengajaran. Solusi pendidik progresif adalah

untuk mengatasi masalah ini dengan (1) memastikan bahan-bahan kurikulum tidak berat

sebelah terhadap gender dan menyediakan model-model peran perempuan baik dalam

matematika, dan (2) membantu perempuan untuk mengembangkan konsep diri dan sikap

matematika positif, melalui perhatian individu dan pengalaman sukses dalam matematika.

Pendekatan ini adalah individualistik, menemukan masalah dalam individu, dan

mencari cara untuk memperbaiki kondisi mereka. Ini merupakan respon yang terdalam dan

paling berprinsip dianggap begitu jauh. Namun, seperti teknologi pragmatis, dengan tidak

melihat bahwa masalah ini memiliki akar epistemologis dan sosio-politik, dan gagal untuk

menantang seksisme struktural dan instutional di sekolah dan masyarakat, akan membantu

untuk mereproduksi ketidakadilan gender yang ada.

Page 5: Gender dan Pendidikan Matematika

5

Pandangan Masyarakat Pendidik

Masyarakat pendidik merasa permasalahan dari jenis kelamin dan ilmu matematika

dalam kaitannya dengan epistemologi dan basis politik sosial, dan bahkan persoalan ‘fakta’

dari anak perempuan dibawah perampungan dalam matematika. Rikonseptualisasi dari

masalah didukung oleh penelitian, diutamakan untuk pengujian pada usia 16 tahun keatas

dengan perampungan yang menguji secara besar-besaran yang tidak hanya memperlihatkan

perampungan unggul secara tegas dari anak laki-laki. Antara lain, APU mendirikan sedikit

dalam kaitan yang berpengaruh nyata secara statistik menyokong perbedaan anak laki-

laki, pada umur 11 tahun.

Hanya ada dua subkategori yang mempunyai perbedaan yang berpengaruh

nyata, masing-masing sebesar lima survei. subkategori ini adalah Panjang,

area, volume dan kapasitas dan aplikasi dari angka. Pada usia sebelas tahun,

anak perempuan telah mencapai skor lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki

pada tiap-tiap survei untuk subkategori, Perhitungan; bilangan penuh dan

sistim desimal, dua diantara perbedaan berpengaruh nyata.

(Penilaian dari unit kinerja 1985, halaman 698).

Dengan demikian pada skala survei Inggris paling besar perbedaan berpengaruh

nyata dalam pencapaian dimana sokongan anak laki-laki kurang seimbang dari sokongan

anak perempuan. Lagipula, hasil ini menunjukkan sebuah perubahan besar sejumlah

individu, variasi kelembagaan dan regional, menimbang keseluruhan perbedaan jenis

kelamin. Hal ini mengklaim bahwa anak laki-laki jauh terlaksana dari anak perempuan

dalam matematika kebanyakan dari tahun semasa penyekolahan bukan didukung oleh bukti

yang terpublikasi. Bahwasanya, pada usia “11 tahun keatas” pengujian

mempergunakannya pada tahun 1950 dan 1960 untuk memilih di umur 11 tahun, anak

perempuan terlaksana secara konsisten terbongkarnya anak laki-laki dalam matematika

(dan penalaran bahasa dan berbicara) sehingga bahwa turunan menjadi tanda kelulusan

yang dipaksakan untuk diberikan kepada remaja yang melewati kecepatan-angka.

Pada usia 16 tahun keatas, perbedaan keseluruhan berpengaruh nyata pada kinerja

pengujian dalam ilmu matematika, dengan satu proporsi lebih tinggi dari anak laki-laki

melewati dan mencapai susunan yang lebih tinggi (Codheroft, 1982;

Berton,1986;Universitas Terbuka,1986; HMI,1989). Bagaimanapun beberapa perbedaan

ini akan tampak sehubungan dengan kurikulum yang dibedakan dari pengalaman jenis

kelamin. Sharma dan Meighan (1980) membandingkan pencapaian ini dari anak laki-laki

Page 6: Gender dan Pendidikan Matematika

6

dan anak perempuan dalam matematika yang juga mempelajari fisika, gambar teknis atau

tidak ada satupun. Mereka membuat jaminan dalam pembelajaran dimana data statistik

yang jauh berpengaruh nyata dan berhubungan dari pencapaian yang lebih tinggi dalam

matematika dibandingkan dari jenis kelamin. Yang paling tinggi, pertengahan dan paling

rendah di susun dalam matematika dimana akan dicapai juga dalam mempelajari fisika,

gambar teknis atau tidak ada satupun, yang berturut-turut, dan tidak dalam kondisi apapun

perbedaan jenis kelamin berpengaruh nyata. Bagaimanapun rasio anak laki-laki daripada

anak perempuan pada usia 16 tahun keatas bila dalam pengujian di fisika dan gambar

teknis pada tahun 1984 adalah 3:1 dan 17:1 secara berturut-turut (Universitas Terbuka,

1986), sehingga anak perempuan yang mempunyai pengalaman yang jauh berkurang dari

jaminan dalam pembelajaran ini. Walaupun hasilnya tidak menyiratkan hanya pada

pembelajaran fisika dan gambar teknis akan menyelesaikan permasalahan, mereka

menyarankan bahwa ketidaksamaan adalah perkakas peradaban sosial kuno.

Setelah satu program penelitian didukung Perempuan dan Persatuan Matematika

(1988) telah menyimpulkan bahwa hasil yang dicapai jauh dari yang diinginkan bukan

penyebab perempuan di bawah keikutsertaan dalam matematika, tetapi ini menjadi hasil

pada sebagian besar dari kelembagaan jenis kelamin dimana guru sebagai mediasinya.

Kegagalan dari perempuan untuk memasuki karier yang lebih tinggi

memerlukan susunan dalam matematika secara umum tidak dapat sama

sekali menunjukkan kinerja yang lemah…. Bahwa anak perempuan sebagai

salah satu jenis kelamin yang mencapai tingkat relatif baik di sekolah

dari anak laki-laki sulit untuk diperdebatkan sehubungan dengan remaja,

namun dimanapun kita selalu dikelilingi dengan pembagian dari jenis kelamin

yang mewakili anak perempuan sebagai tanpa pertimbangan/ alasan, tidak logis

dan pasif.

Kita telah memusatkan pada pengasosiannya dari kinerja guru, tetapi guru

bukan untuk disalahkan sesederhana apapun yang dirasakan. Berbicara tentang

apa yang mereka pergunakan pada keadaan sekitarnya, keduanya dalam ide

ilmiah tentang seputar anak-anak dan dalam budaya lain dan praktek sosial

dan institusi/lembaga.

( Unit anak perempuan dan Matematika, 1988; halaman 11)

Walkerdine berpendapat utamanya kekuasaan rasionalitas dan berpikir matematis

sangat brond dari dengan definisi budaya maskulinitas, dan bahwa produksi diskursif

feminitas (adalah) berlawanan maskulin rasionalitas untuk untuk tersebut dan sejauh

feminitas adalah sama dengan kinerja yang buruk, bahkan ketika gadis atau wanita

memiliki kinerja yang baik. (Welkerdine, 1989, halaman 268)

Page 7: Gender dan Pendidikan Matematika

7

Ini dari perspektif pendidik publik, masalah wanita partisipasidibawah dalam

matematika adalah dipandang tiba ke wacana budaya yang tertanam dalam

mengidentifikasi matematika dengan kejantanan dan kekuasaan, dan konsekuensi dari

definisi ini adalah untuk menghitung gadis keluar dari matematika (et.al Walkerdine ,

1987). Jadi masalahnya adalah terlihat pada dasar yang akan epistemologis, dan tak

terpisahkan, sosial-politik di alam. Untuk dominasi budaya dan pengetahuan ilmiah

rasional oleh nilai-nilai maskulin, berfungsi untuk mempertahankan yang sah dan dominasi

laki-laki dari kekuatan, status dan kekayaan, dan karenanya hierarki politik di masyarakat.

Solusi pendidik publik adalah pendidikan anti-seksis, yang ditetapkan untuk (1)

mengungkapkan dan memberantas dan kelembagaan seksisme eksplisit dalam guru, teks,

pandangan tentang pengetahuan, dan akhirnya dalam definisi budaya gender, (2) untuk

memberikan semua dengan memberdayakan pendidikan matematika.. Tujuan ini bukan

hanya untuk mengkompensasi gadis untuk merugikan mereka. Hasilnya harus

rekonseptualisasi sifat pengetahuan, khususnya matematika, sebagai konstruksi sosial, dan

restrukturisasi definisi gender dan divisi sosial, dalam pengakuan wawasan ini.

Ideologi pendidik publik menawarkan konseptualisasi luas masalah wanita

partisipasidibawah dalam matematika, yang merupakan kekuatan besar. Bagaimanapun

kelemahan adalah (1) yang merupakan posisi kontroversial cenderung menghasilkan

oposisi luas dari posisi kekuasaan yang lebih besar (yang thereatens), (2) dengan

mengidentifikasi tempat masalah sebagai masyarakat-lebar, itu berarti bahwa apa pun yang

kurang dari besar perubahan sosial tidak dapat dianggap sebagai keberhasilan penuh. Ini

adalah kedua realistis dan putus asa, dan bisa menarik perhatian dari apa yang dapat

dicapai dalam situs yang lebih terbatas, khususnya kelas.

Page 8: Gender dan Pendidikan Matematika

8

INVESTIGASI, PEMECAHAN MASALAH DAN ILMU MENDIDIK

1. Matematika akibat dari Permasalahan Manusia dan Pemecahannya.

Konstruktivisme sosial mengidentifikasi matematika sebagai satu kemasyarakatan,

yang diakibatkan dari permasalahan manusia dan pemecahannya. Matematika sesuatu

kemungkinan yang unik pada pusat yang memberikan permasalahan, yang dapat tersisa

atau tidak dapat terpecahkan dan merupakan hal menarik institusi dari ribuan tahun. Tetapi

permasalahan matematis menjadi tantangan yang berpengaruh nyata apabila dibandingkan

dengan hidup yang berumur panjang. Dari ilmu pengetahuan tentang teknik yang

memikirkan untuk menyelesaikan permasalahan mereka mewakili para pendahulu utama di

dalam matematika. Dengan demikian, permasalahan juga melayani di saat menunjukkan

perkembangan ilmu pasti.

Sejumlah ahli filsafat telah mengidentifikasi masalah dan pemecahan masalah

sebagai tambatan hati pada pusat perusahaan ilmiah. Laudan (1997) dengan tegas

mengajukan satu model pemecahan masalah dengan kemajuan ilmiah. Dia membantah

bahwa yang meyediakan ini, terjadi dalam konteks (atau budaya) yang mengijinkan

bahasan/diskusi yang kritis, pemecahan masalah adalah karakteristik yang penting dengan

rasionalitas ilmiah dan metodologi. Pada filsafat dari matematika, Hallet (1979)

mengajukan masalah, dimana hal tersebut harus bermain satu peran kunci pada evaluasi

dari teori matematis. Dia mengadopsi “Kriteria Hilbert”’, bahwa teori dan program acara

penelitian dalam matematika harus dinilai dengan luas kemana arah mereka membantu

solusi dari permasalahan tersebut. Kedua pendekatan ini mengakui adanya kepentingan

dari masalah dalam kemajuan ilmiah, tetapi mereka berdua memiliki andil pada satu fokus

pembenaran apabila dibandingkan dengan ciptaan dari teori. Ini adalah “konteks dari

pembenaran”, dibandingkan oleh Popper (1959) dengan “konteks dari penemuan”, yang

dia abaikan.

Sejak zaman Euclid, atau lebih awal, penekanan di presentasi dari yang terletak di

atas logika yang mengurangi perannya pada pembenaran dari pengetahuan matematis. Ini

merupakan salah satu perampungan hebat dari ilmu pasti (ilmu matematika). Tetapi

penekanan pada dalil dan bukti, pada pembenaran umum telah menolong ke dalam

pandangan orang yang menganut kemutlakan tradisional dari pandangan ilmu pasti.

Pengenalan dari tempat pusat suatu masalah dan pemecahan masalah dalam matematika

Page 9: Gender dan Pendidikan Matematika

9

mengingatkan kita akan tradisi lain dalam riwayat/sejarah dari ilmu matematika, salah

satunya yang menekankan konteks kalimat dari penemuan atau penciptaan.

Dari masa yunani kuno, telah dikenal pendekatan sistematis yang dapat

memudahkan penemuan dalam matematika. Dengan demikian, antara lain, Pappus menulis

satu risalah yang mencirikan di antara analitik dan sintetik sebagai metode pemecahan

masalah. Dahulu melibatkan dengan memisahkan komponen logis atau semantik dari satu

premis atau kesimpulan, Sedangkan belakangan melibatkan novel sebagai pengantar unsur

ke dalam permainan dan mencoba untuk mengkombinasikannya. Pembedaan ini lagi-lagi

menimbulkan taraf berbeda dari proses kognitif (Bloom, 1956).

Sejak kebangkitan kembali, sejumlah metodologi penting dari pengetahuan telah

mencoba mengatur ciptaan dalam jalan yang merupakan pertanda dari heuristik matematis.

Bacon (1960) mengajukan suatu metode atau cara menginduksi untuk memunculkan

hipotesis, yang kemudian menguji subjek. Agar memudahkan asal usul dengan hipotesis

induktif, dia mengajukan konstruksi dengan tabel sistematis dari hasil atau fakta,

diorganisir untuk memperlihatkan persamaan dan perbedaan. Usulan tersebut diterbitkan

pada tahun 1620, antisipasi heuristik dari penelitian modern pada pemecahan masalah

matematis, seperti Kantowski, yang ditetapkan sebagai “proses Heuristik berhubungan

untuk merencanakan … Mencari-cari pola … Membuat tabel atau matriks” (Bell et al,

1983 halaman 208).

Pada tahun 1628 Descrates (1931) menerbitkan satu pekerjaan yang menjelma

selama duapuluh satu tahun “Ketentuan untuk arah dari pemikiran”. Hal ini mengajukan

heuristik yang selanjutnya, dengan tegas terarah pada penemuan matematis. Ini meliputi

simplikasi dari pertanyaan, contoh perhitungan antara lain untuk memudahkan pemerataan

induktif, penggunaan dari diagram untuk membantu pemahaman, dari symbol yang

berhubungan, representasi yang berhubungan dengan penyamaan secara aljabar, dan

simplikasi dari penyamaan. Heuristik ini banyak terpublikasi dari heuristik 350 bertahun-

tahun lalu seperti bantuan untuk mengajarkan pemecahan masalah, seperti Mason et al.

(1982) dan Button (1984).

Pada tahun 1830 Whewell menerbitkan “Filsafat dari penemuan”, yang

memberikan satu nilai dari sifat alami dengan penemuan ilmiah (Blake et al.,1960). Dia

mengajukan sebuah model penemuan dengan tiga langkah, yaitu : (1) klarifikasi, (2)

colligasi (induksi) dan (3) pembuktian, masing-masing mempunyai sejumlah komponen

dan cara yang terlampir. Whewell sebagian besar terkait dengan pengetahuan empiris,

walaupun dia meyakini/mengikuti Kant, bahwa dibutuhkan kebenaran yang perlu terjadi

Page 10: Gender dan Pendidikan Matematika

10

didalam matematika dan pengetahuan. Meskipun demikian, terdapat sebuah benturan

analogi di antara modelnya dari penemuan dan itu diusulkan oleh Polya (1945) untuk

matematika, satu abad kemudian. Kalau dua diantara langkah dari model Polya

dikombinasikan, hasilnya adalah (1) pemahaman masalah, (2) pemikiran satu rencana dan

membawanya ke luar, dan (3) melihat kembali. Dan kini, satu paralel jitu di antara fungsi

dari langkah Polya dan dari langkah dalam model Whewell.

Ini bersama-sama dengan contoh sebelumnya, melayani untuk memperlihatkan

berapa banyak hal terbaru yang dipikirkan pada penemuan matematis dan pemecahan

masalah dalam psikologi dan pendidikan telah diantisipasi pada riwayat dan filsafat dari

matematika dan pengetahuan. Dengan jelas teori dari penemuan matematis mempunyai

satu riwayat yang dapat dibandingkan ke teori pembenaran. Bagaimanapun, ini tidak lagi

perlu diperkenalkan dalam riwayat dari matematika. Sebaliknya, pada abad ini hingga

Polya (1945), tampak bahwa tulisan dari matematika merupakan “penemuan matematis”

yang lebih cenderung pada proses yang menakjubkan. Dengan demikian, antara lain,

Poincare (1956) dan Hadamard (1945) keduanya menekankan peran intuisi dan tidak sadar

di ciptaan secara matematis, secara implisit menyarankan bahwa ahli ilmu pasti yang hebat

mempunyai satu fakultas khusus matematika yang mengijinkan mereka untuk secara

misterius mengungkap dan menembus batas dengan mengepung secara matematis

“hakikat” dan “kebenaran”. Pandangan ini berdasarkan penemuan matematis yang

mendukung penganut faham elit, pandangan penganut kemutlakan dari matematika,

pencipta ilmu dari ciptaan manusianya.

Pandangan demikian dikonfirmasikan oleh nilai yang menyertakan matematika.

Hakikat matematis dan wacana mengambil tempat pada tiga taraf, formal, informal dan

sosial dari matematika. Di masyarakat barat, dan khususnya, pada budaya dari ahli ilmu

pasti yang profesional, ini dihargai pada urutan bawah. Pada taraf formal, wacana dari

matematis disediakan untuk presentasi pembenaran dari matematika, seperti yang telah

dijunjung tinggi. Wacana matematis yang informal mengambil tempat satu tingkat

dibawahnya yang telah ditugaskan pada tingkat rendah. Tapi aktivitas matematis dan

ciptaan dari matematika secara alami mengambil tempat pada taraf informal, dan ini berarti

bahwa hal tersebut merupakan tingkat rendah (Hers, 1988).

Perbedaan dan penilaian demikian adalah konsep sosial, yang dapat diteliti secara

cermat dengan penuh pertanyaan. Di bab awal, sebuah nilai dari kemasyarakatan

konstruktivisme telah diberikan dan berhubungan dengan ciptaan dari subjektif dan

obyektif pengetahuan dalam matematika. Ini menarik bahwa konteks dari “penemuan”

Page 11: Gender dan Pendidikan Matematika

11

(ciptaan) dan pembenaran tidak dapat dengan sepenuhnya terpisah, untuk pembenaran,

bukti seperti itu, adalah sebanyak produk dari kreatifitas manusia seperti konsep, menduga

dan teori. Konstruktivisme sosial mengidentifikasi pembelajar dari matematika sebagai

pencipta dari ilmu matematika, tetapi hanya itu yang memperoleh persetujuan dari

komunitas matematika yang menghasilkan pengetahuan baru yang bonafit lagi matematis.

bahwa itu merupakan hal yang sah/logis (Dowling,1988). Aktivitas matematika oleh

pembelajar dari matematika, menguntungkan hal ini adalah produktif, melibatkan masalah

dan pemecahan, berdasarkan kualitas/mutu tidak berbeda dari aktivitas para ahli ilmu pasti

yang profesional. Matematika produktif tidak menawarkan paralel yang sama, karena ini

sebenarnya produktif sebagai hal yang ditentang menuju kreatif, yang dapat dibandingkan

pada ilmu matematika yang “dibekukan” (Gerdes,1985).

2. Masalah-Masalah dan Penyelidikan di Pendidikan

Memberi bagian terbesar itu matematika masalah manusia bersikap dan

memecahkan, dan bahwa ini kegiatan yang dapat diakses ke semua, kemudian penting

konsekuen untuk ikut pendidikan. akibat ini, yang juga tergantung pada nilai dan prinsip

menetapkan di bab lalu, meliputi yang berikut:

Matematika sekolah untuk semua harus secara sentral mengenai dengan masalah

matematis manusia bersikap dan memecahkan.

Permintaan keterangan dan pemeriksaan harus menempati tempat pusat di

kurikulum matematika sekolah.

Fakta bahwa matematika mungkin salah dan merubah manusia construcsion

harus dengan tegas dan mewujudkan di kurikulum matematika sekolah.

Pendidik mempekerjakan harus proses dan permintaan keterangan memusat,

atau selain itu sebelumnya keterlibatan contradicte.

Satu hasil prinsip ini matematika itu untuk semua menjadi matematika oleh semua

(volmik, 1990)

.A. Masalah dan Penyelidikan: Beberapa Perbedaan

Memecahkan masalah dan penyelidikan bekerja telah tersebar bagian dari

penggunaan kata-kata indah dalam pidato Pendidikan Matematika Inggris sejak cockcroft

Page 12: Gender dan Pendidikan Matematika

12

(1982). Seluruh dunia, memecahkan masalah dapat mengusut lebih jauh kembali,

sedikitnya ke brownell (1942) dan polya (1945), dan mungkin terdahulu. Pada 1980,

dalam peninjauan selektif riset pada penelitian pemecahan masalah matematis, Lester

(1980) mengutip 106 acuan riset, mewakili hanya bagian kecil yang telah di publikasikan

kemudian. Dalam Pendidikan Matematika Inggris memecahkan masalah dan pemeriksaan

mungkin pertama muncul pada peristiwa di 1960-an, di Asosiasi Guru Matematika (1966)

dan Asosiasi Guru di Perguruan Tinggi dan Departemen Pendidikan (1967).

Salah satu dari berbagai kesulitan di mendiskusikan masalah dan pemeriksaan

konsep ini tidak jelas dan mengerti dengan cara yang berbeda dengan penulis yang

berbeda. Akan tetapi, ada persetujuan mereka keduanya ke permintaan keterangan itu

matematis. Jadi, ada perbedaan tahap permulaan sejumlah yang dapat dengan berguna

menerapkan ke mereka berdua. Untuk ini mungkin membedakan benda atau fokus

permintaan keterangan, proses permintaan keterangan, dan permintaan keterangan

berdasarkan ilmu keguruan.

1. Object Penemuan

Benda atau fokus permintaan keterangan salah satu masalah sendiri atau titik awal

pemeriksaan. satu definisi masalah ' situasi di mana perorangan atau agroup disebut atas

melakukan tugas untuk wich tidak ada siap didapat algorithmwich menentukan selesai

semua metode enceran …… haruslah menambahkan bahwa definisi menganggap

keinginan pada pihak sendiri atau grup melakukan tugas. ' (lester, 1980, halaman 287.

definisi ini menandakan bukan alami rutin masalah sebagai tugas yang memerlukan

kreatifitas untuk mereka kelengkapan. ini harus berelativized kepada solver, untuk apa

rutin untuk seseorang mungkin memerlukan novel mendekati dari lainnya. ini juga

sehubungan dengan mathematicic kurikulum, yang specifie rutin satu set dan algoritma.

definisi juga meliputi tuntutan tidak masuk akal tugas di perorangan atau grup, dan

kesudian atau penyesuaian di melakukan tugas. hubungan diantara perorangan (atau grup),

perhubungan sosial, tujuan mereka, dan tugas, gabungan, dan kegiatan pokok (leont'ev,

1978: cristiansen dan walther, 1986. khususnya, hubungan diantara guru dan tujuan pelajar

gabungan, dan tidaklah mungkin ke secara sederhana mengirimkan satu kepada lain

dengan perintah.

Konsep pemeriksaan meragukan fot dua alasan. pertama-tama, meskipun

'pemeriksaan' kata benda, ini menjelaskan proses permintaan keterangan. jadi definisi

Page 13: Gender dan Pendidikan Matematika

13

kamus pemeriksaan ' aksi pemeriksaan; mencari, permintaan keterangan; ujian sistematik;

menit dan riset yang teliti, '(onion, 1994, halaman 1040. akan tetapi, di matematika

pendidikan di sana punya bergeser ke dalam arti, atau agak baik widespred adopsi

membatasi facon tidak parler, yang mengidentifikasi pemeriksaan matematis dengan

pertanyaan matematis yang [seperti halnya] titik awal. ini adalah metonymic shifp di arti

yang menggantikan kegiatan keseluruhan dengan salah satu dari nya componrnt (jacobsen,

1956). Akal juga teacher-centred, memusatkan di kendali guru melalui 'setting

pemeriksaan' sebagai tugas, dapat dibandingkan setting masalah, berlawanan dengan

learner-centred melihat pemeriksaan sebagai alearner mengarahkan kegiatan.

Masalah yang kedua itu sedang diselidiki mungkin mulai dengan situasi matematis

atau pertanyaan, fokus akal kegiatan sebagai pertanyaan baru bersikap, dan situasi baru

dibangitkan dan menyelidiki. jadi benda akal permintaan keterangan dan redefined dengan

penyelidik. Ini berarti bahwa nilai terbatas mengenali pemeriksaan dengan situasi

pembangkitan asli.

2. Proses penyelidikan

Kontras dengan objek penelitian adalah proses penyelidikan itu sendiri, meskipun

ini tidak dapat dipisahkan seluruhnya, sebagaimana telah kita lihat dalam kasus dalam

kasus penyelidikan. Jika masalah diidentifikasi dengan sebuah pertanyaan, proses

pemecahan masalah matematika adalah kegiatan mencari jalan untuk jawabannya. Namun

proses ini merupakan jawaban yang unik, karena jawaban dapat memiliki beberapa solusi

untuk masalah.

Perumusan proses pemecahan masalah dalam menemukan jalan menuju solusi,

menggunakan metafora geografis jejak-nyala ke lokasi yang dikehendaki. Untuk jalan di

sekitar rintangan, untuk mencapai akhir yang diinginkan yang tidak segera dicapai, dengan

cara yang layak. (krublik dan Rey, 1980 halaman, 1). Metafora ini telah digambarkan

secara spasial (Ernest, 1988a, fi. 8). Sejak Nilsson (1971) itu telah memberikan dasar untuk

beberapa penelitian tentang representasi matematis dari suatu masalah (yang) adalah

diagram ilustrasi dari himpunan semua negara dapat dijangkau dari keadaan awal. Sebuah

negara adalah himpunan semua ekspresi yang telah 1980, halaman 293). Kekuatan

metafora adalah bahwa tahapan dalam proses dapat kelemahan dari metafora adalah

matematika implisit realisme. Untuk himpunan semua bergerak menuju solusi, termasuk

mereka yang belum diciptakan, dan orang-orang yang tidak pernah akan dibuat, dianggap

Page 14: Gender dan Pendidikan Matematika

14

sebagai yang sudah ada sebelumnya, penemuan yang sudah menunggu. Dengan demikian,

metafora menyiratkan seorang absolutis, bahkan pandangan Platonis pengetahuan

matematika.

Metafora geografis juga diterapkan pada proses penyelidikan matematika.

Penekanannya adalah pada sepotong mengeksplorasi matematika di segala penjuru.

Perjalanan, bukan tujuan, adalah tujuan. (pirie, 1987, page 2). (Pirie, 1987, halaman 2). Di

sini penekanannya adalah pada eksplorasi tanah yang tidak diketahui, bukan perjalanan

untuk tujuan tertentu. Jadi sementara proses pemecahan masalah matematika digambarkan

sebagai konvergen, divergen penyelidikan matematika (HMI, 1985).

Bell (1983) mengusulkan suatu model proses penyelidikan, dengan empat tahap:

perumusan masalah, pemecahan masalah, memverifikasi, integrasi. Di sini istilah

"penyelidikan" digunakan dalam usaha untuk merangkul seluruh berbagai cara

memperoleh pengetahuan (Bell et al, 1983, halaman 207). Mereka sugges bahwa

penyelidikan matematika adalah dari khusus, dengan karakteristik sendiri komponen

abstrak, mewakili, model, generalisasi, membuktikan dan simbolisasi. Pendekatan ini

memiliki keutamaan yang menetapkan sejumlah proses mental yang terlibat dalam

penyelidikan matematika (dan pemecahan masalah).Sementara penulis lain, seperti Polya

(1945) termasuk banyak dari model komponen sebagai proses pemecahan masalah,

perbedaan utama adalah dimasukkannya perumusan masalah atau maslaah berpose, yang

mendahului pemecahan masalah atau masalah berpose, yang mendahului pemecahan

masalah. Namun, sementara model yang diusulkan memiliki beberapa dasar empiris, ada

sedikit alasan atau hubungan mereka.

3. Inquiry berbasis pedagogi

Pemecahan masalah dan pendekatan-pendekatan "gaya mengajar", meskipun istilah

yang digunakan tidak membuat perbedaan antara cara mengajar dan belajar. Salah satu

cara pendekatan penyelidikan kontras adalah untuk membedakan peran guru dan pelajar,

seperti pada tabel 13.1

Tabel 13.1 menggambarkan bahwa pergeseran dari dipandu penemuan, melalui

pemecahan masalah, untuk suatu pendekatan investigasi melibatkan lebih dari proses

matematika. Hal ini juga melibatkan pergeseran kekuasaan dengan guru melepaskan

Page 15: Gender dan Pendidikan Matematika

15

kontrol atas jawaban, atas metode diterapkan oleh peserta didik, dan lebih dari pilihan isi

pelajaran. Pembelajar mengontrol solusi menerapkan metode yang mereka, dan akhirnya

atas konten itu sendiri. Pergeseran ke arah yang lebih berorientasi pada pendekatan inquir

melibatkan pelajar meningkatkan otonomi dan pengaturan diri, dan jika iklim kelas harus

konsisten, yang perlu diiringi meningkat pembelajar pengaturan diri atas gerakan kelas,

interaksi dan akses ke sumber daya.

Pemecahan masalah dan penyelidikan matematika sebagai pendekatan pengajaran

yang memerlukan pertimbangan dari konteks sosial kelas, dan hubungan kekuasaan.

Pemecahan masalah memungkinkan pembelajar untuk menerapkan pembelajaran nya

kreatif, dalam sebuah novel situasi, tetapi guru masih mempertahankan banyak dari kontrol

atas isi dan dari.

Tabel 13.1: Suatu perbandingan metode penyelidikan untuk mengajar matematika

Metode Peran Guru Peran siswa

Ekspositori

Penemuan

Pemecahan

masalah

Pendekatan

investigasi

Masalah proses, atau memilih

Situasi dengan tujuan dalam pikiran

membimbing siswa ke arah solusi atau

tujuan

Proses problem Masalah

proses Metode solusi terbuka

Situasi mulai memilih untuk menyetujui

pilihan siswa)

Mengikuti bimbingan

Menemukan cara sendiri untuk

memecahkan masalah

Mendefinisikan masalah sendiri

dalam situasi.

Upaya untuk menyelesaikan

dalam / dengan caranya sendiri.

Dari instruksi. Jika pendekatan penelitian diterapkan sehingga memungkinkan

pembelajar untuk menimbulkan masalah dan pertanyaan untuk investigasi yang relatif

bebas, menjadi pemberdayaan dan emansipatoris. Namun, karakteristik yang telah

ditentukan diperlukan tapi tidak suffienct untuk hasil seperti itu. Apa yang juga dibutuhkan

adalah komunikasi atau fallibilist melihat progresif matematika meskipun pengalaman

kelas. Ini deemphasizes keunikan dan kebenaran jawaban dan metode, dan cetres bukan

pada manusia adalah pembuat aktif pengetahuan, dan sifat sementara dari kreasi mereka.

Page 16: Gender dan Pendidikan Matematika

16