gastroesophageal reflux referat
DESCRIPTION
Gastroesophageal Reflux ReferatTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Gastroesophageal reflux (GER) didefinisikan sebagai kembalinya isi lambung
ke esofagus atau lebih proksimal. Gastroesophageal reflux (GER) merupakan proses
fisiologis yang terjadi dengan tingkat keparahan dan durasi yang berbeda pada tiap
individu. Pada GER, isi lambung mengalir kembali ke esofagus. Sebagian besar
episode GER tersebut tidak menimbulkan gejala atau keluhan. GER bisa terjadi
beberapa kali dalam sehari pada bayi sehat, anak-anak, dan dewasa1.
GER dapat menyebabkan gejala atau komplikasi berupa Gastroesophageal
Reflux Disease (GERD). Hingga kini, GERD masih merupakan masalah yang banyak
ditemukan pada bayi dan anak oleh dokter umum maupun dokter spesialis.
GER merupakan hal yang wajar terjadi pada anak-anak dan bayi normal,
terutama setelah makan. Prevalensi GER pada anak bervariasi menurut umur. Pada
50% bayi usia < 3 bulan dan 67% bayi usia 4 bulan akan mengalami regurgitasi
minimal sekali sehari. Regurgitasi tersebut menghilang 55% pada usia 10 bulan,
60%–80% pada usia 18 bulan, dan 98% pada usia 2 tahun. Berbagai sumber
menyatakan bahwa prevalensi GERD pada anak sulit diketahui secara pasti. Angka
kejadiannya tergantung pada usia dan diperkirakan bervariasi antara 5–35%. Gejala
refluks (meliputi heartburn, nyeri epigastrik, mual, muntah, gangguan saluran
pernafasan dan regurgitasi) dialami 7% anak usia sekolah dan 8% remaja2.
Gastroesofagus (RGE) yang berlangsung lama, baik durasi maupun frekuensi
dapat menyebabkan berbagai derajat kerusakan mukosa esofagus atau esofagitis.
Esofagitis atau penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) yang tidak segera ditangani
dapat membahayakan hidup dan mempengaruhi kualitas hidup anak. Komplikasi yang
timbul akibat RGE adalah apnea dan sianosis, pneumonia aspirasi, penyakit respirasi
(asma, batuk, stridor), nyeri dada/ulu hati, fistula lambung, herniasi. Berdasarkan data
salah satu rumah sakit di Indonesia, RSCM tahun 2003 menunjukkan peningkatan
signifikan dari 6% menjadi 26% dalam kurun waktu 5 tahun.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Gastroesofageal refluks (GER) merupakan kelaiana dimana terjadi gerakan balik dari
isi lambung melewati lowes esophageal spinchter (LES) ke esofagus. Keadaan ini akan
menjadi patologis bila menjadi lebih sering atau persisten dan menimbulkan
manifestasi klinis seperti esofagitis maupun sekuel di saluran nafas, yang disebut
dengan gastroesophageal refluks disease (GERD). Gastroesophageal reflux (GER)
merupakan proses fisiologis yang terjadi dengan tingkat keparahan dan durasi yang
berbeda pada tiap individu. Pada GER, isi lambung mengalir kembali ke esofagus.
Sebagian besar episode GER tersebut tidak menimbulkan gejala atau keluhan. GER
bisa terjadi beberapa kali dalam sehari pada bayi sehat, anak-anak, dan dewasa1.
B. ANATOMI
Esofagus merupakan saluran otot vertikal antara hipofaring sampai ke lambung.
Panjangnya 23 sampai 25 cm pada orang dewasa. Di mulai dari batas bawah tulang
rawan krikoid atau setinggi vertebra C.VI, berjalan sepanjang leher, mediastinum
superior dan posterior, di depan vertebra servikal dan torakal, dan berakhir pada
orifisium kardia lambung setinggi vertebra Th.XI. Melintas melalui hiatus esofagus
diafragma setinggi vertebra Th.X.3 Esofagus dilapisi oleh epitel gepeng berlapis tak
berkeratin yang tebal dan memiliki dua sfingter yaitu sfingter atas dan sfingter bawah.
Sfingter esofagus atas merupakan daerah bertekanan tinggi dan daerah ini berada
setinggi kartilago krikoid. Fungsinya mempertahankan tonus, kecuali ketika menelan,
bersendawa dan muntah. Meskipun sfingter esofagus atas bukan merupakan barrier
pertama terhadap refluks, namun dia berfungsi juga untuk mencegah material refluks
keluar dari esofagus proksimal menuju ke hipofaring. Sfingter bawah esofagus
panjangnya kira-kira 3 cm, dapat turun 1-3 cm pada pernafasan normal dan naik sampai
5 cm pada pernafasan dalam, merupakan daerah bertekanan tinggi yang berada setinggi
diafragma. Sfingter ini berfungsI mempertahankan tonus waktu menelan dan relaksasi
saat dilalui makanan yang akan memasuki lambung serta mencegah refluks. Relaksasi
juga diperlukan untuk bersendawa. Menurut letaknya esofagus terdiri dari beberapa
segmen :
1. Segmen servikalis 5-6 cm ( C.VI-Th. I )
2
2. Segmen torakalis 16-18 cm ( Th. I-V )
3. Segmen diafragmatika 1-1,5 cm ( Th. X )
4. Segmen abdominalis 2,5-3 cm ( Th. XI )
Esofagus memiliki beberapa daerah penyempitan :4
1. Daerah krikofaringeal, setinggi C. VI
2. Daerah ini disebut juga Bab el Mandeb / Gate of Tear, merupakan bagian yang
paling sempit, mudah terjadi perforasi sehingga paling ditakuti ahli esofagoskopi.
3. Daerah aorta, setinggi Th. IV
4. Daerah bronkus kiri, setinggi Th. V
5. Daerah diafragma, setinggi Th. X .
Esofagus berfungsi untuk transport makanan dari rongga mulut ke perut. Saat tidak
menelan, upper esophageal sphincter (UES) atau otot krikofaringeus menutup sehingga
tidak ada udara yang masuk ke esophagus dan bahan yang balik ke orofaring. Di bagian
bawah terdapat lower esophagus sphincter dengan tekanan tinggi menjaga isi lambung
tidak kembali ke esophagus. Tekanan normal LES adalah sebesar 20 mmHg, sedangkan
UES lebih bervariasi. Secara berkala LES berkontraksi sebagai penghalang refliuks.
C. EPIDEMIOLOGI
Kelainan ini biasa muncul selama beberapa bulan pertama kehidupan
dengan puncaknya pada bulan keempat dan umumnya sembuh pada bulan kedua belas,
dan hampir seluruh kasus sembuh pada usia dua tahun. Sebanyak 40-65% bayi sehat mengalami
GER . Adapun pada anak-anak, gejala yang terjadi bersifat kronik, dapat bertambah
atau pun berkurang. Pada anak-anak, kelainan dapat sembuh sempurna pada lebih dari
separuh kasus.
D. ETIOLOGI
Bayi sehat mengalami refluks untuk banyak sebab. Kumpulan pita bundar otot pada
kerongkongan dan perut (bagian bawah esophageal sphincter) secara normal menjaga
isi perut memasuki kerongkongan. Pada bayi, otot ini kemungkinan tidak berkembang,
atau bisa rileks pada waktu yang tidak sesuai, membuat isi perut bergerak ke belakang
(mengalir kembali) ke dalam kerongkongan. Menjadi tetap datar selama waktu makan
atau berbaring setelah makan mengakibatkan refluks karena gravitasi tidak bisa
membantu menjaga makanan di dalam perut mengalir kembali naik ke kerongkongan.
Makan berlebihan dan minum minuman berkarbonat memberi kecendrungan refluks
3
dengan meningkatkan tekanan di dalam perut. Asap rokok (seperti asap bekas) dan
kafein (pada minuman ringan atau air susu ibu) mengendurkan bagian bawah
esophageal sphincter, membuat refluks terjadi lebih sering. Kafein dan nikotin (pada air
susu ibu) juga merangsang produksi asam sehingga setiap refluks yang terjadi lebih
bersifat asam. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat
refluks, tetapi hal ini adalah penyebab yang kurang sering terjadi.14
Kelainan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan, sebagian menyumbat perut
(pyloric stenosis), atau kelainan posisi usus (malrotation), bisa sebagai awal
menyerupai refluks. Meskipun begitu, kelainan ini lebih serius dan bisa menjadi
muntah dan gejala-gejala kerusakan lainnya, seperti nyeri perut, lesu, dan dehidrasi.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya RGE :
a. Tekanan lambung lebih tinggi dari pada tekanan esofagus
i. Obstruksi : stenosis pilorus, tumor abdomen, makan terlalu banyak
ii. Peningkatan peristalsis : Gastroenteritis
iii. Peningkatan tekanan abdomen : obesitas, memakai pakaian terlalu
ketat, pemanjangan waktu pengosongan lambung
b. Tekanan lambung sama dengan tekanan esofagus
i. Gangguan faal : chalasia, Adult-ringer esophagus, obat-obat asma,
pemakaian pipa nasogastrik
ii. Hiatal Hernia : sebagian isi lambung memasuki rongga dada dan
menyebabkan posisi lambung tidak normal
c. Ketidaksempurnaan tekanan LES (lower esophageal sphincter) atau tekanan di
lambung lebih besar dari tekanan LES
d. Eradikasi Helicobacter pylori
e. Faktor genetik
f. Reaksi respon imun berlebihan
g. Obat-obat yang mempengaruhi asam lambung ( NSAIDs, calcium channel
blockers)567
E. PATOFISIOLOGI
Esofagus merupakan saluran makanan berbentuk pipa yang terdiri dari otot dengan
panjang saluran lebih kurang 9.5 inci dan dilapisi epitel picak. Batas saluran esopagus
ini dimulai dari pangkal faring di bagian atas hingga pada lambung di bagian bawah
dengan satu sfingter yang tertutup rapat. Fungsi utamanya adalah untuk membawa
makanan yang ditelan dari mulut hingga lambung, melalui sfingter pada bagian
4
vestibula esofagus yang terletak di antara ampula esofagus dan kardia lambung,
dihubungkan oleh membran freniko-esofagus di bawah diafragma. Sfingter tersebut
harus sering membuka dan menutup setiap harinya untuk memasukkan makanan ke
lambung, untuk mengeluarkan udara dan memungkinkan terjadinya regurgitasi bahan-
bahan dari lambung yang tidak diperlukan. Pada orang dewasa, episode terjadinya
refluks cukup jelas dan timbul hampir lima kali dalam jam pertama setelah makan, dan
frekuensinya berkurang hingga nol kali pada masa satu sampai dua jam setelah makan.
Berdasarkan laporan terdahulu dikatakan bahwa pada bayi RGE asimtomatik terjadi
kira-kira 24 kali dalam satu hari satu malam. Refluks seperti ini pada bayi masih
dianggap fisiologis. GER dihasilkan dari relaksasi lower esophageal sphincter (LES).
Pada anak-anak dan bayi yang sehat, relaksasi LES terjadi secara transien. Pada bayi,
distensi lambung karena volume makanan yang besar akan memicu relaksasi LES
menjadi lebih sering. Pengosongan lambung yang lambat akan meningkatkan frekuensi
relaksasi LES. Esophageal clearance dan pertahanan mukosa (dengan sekresi)
memainkan peran penting dalam mencegah terjadinya esophagitis karena melindungi
mukosa esofagus terhadap paparan asam lambung. Dikatakan Gastroesophageal reflux
disease (GERD) jika kejadian refluks meningkat baik dari frekuensi dan lamanya, jika
terjadi regurgitasi bahan-bahan refluks dan kehilangan kalori, atau bahan-bahan refluks
merusak mukosa esofagus dan menyebabkan esofagitis. Perbedaan gambaran klinis
GER dan GERD dapat dilihat pada tabel di bawah ini.8
Perbedaan gambaran klinis GER dan GERD pada bayi dan anak
GER GERD
Regurgitasi dengan BB normal Regurgitasi dengan penurunan BB
Gejala dan tanda esofagitis tidak ada Gelisah persisten (persistent
irritability) bayi terlihat kesakitan.
Sakit dada bawah, sakit menelan
pirosis pada anak.
Hematemesis, anemia defisiensi besi
Gejala gangguan pernafasan tidak ada Apnu, sianosis pada bayi, mengi
Pneumonia aspirasi dan berulang
Batuk kronis
Stridor
5
Posisi leher menjadi miring
Faktor defensive
Rintangan anti refluks (Lower Esofageal Sphincter/ LES) kontraksi LES memegang
peranan penting untuk mencegah terjadinya GERD. Refluks dapat terjadi biasanya pada
tekanan LES yang lebih kecil dari 6 mmHg (hipotonik). Namun refluks bisa saja terjadi
pada tekanan LES yang normal. Ini dinamakan inappropiate atau transient spincter
relaxation, yaitu pengendoran sp[incter yang terjadi diluar proses menelan. Ditemukan
adanya hubungan antara Hernia hiatal (HH) dan GERD, HH merupakan faktor
penunjang terjadinya GERD karena kantong hernia dapat mengganggu fungsi LES,
terutama sewaktu menelan.
Pada keadaan fisiologis mekanisme pembersihan esophagus terdiri dari 4 macam
mekanisme, yaitu
1. Gravitasi
2. Peristal tic
3. Saliva
4. Pembentukan bikarbonat intrinsic
Proses membersihkan esophagus dari asam (esophagus acid clearance) ini
sesungguhnya berlangsung dalam 2 tahapan. Mula-mula peristaltic esophagus primer
timbul pada waktu menelan dengan cepat mengosongkan isi esophagus, kemudian air
liur yang alkalis dan dibentuk sebanyak 0,5 ml/menit serta bikarbonat yang dibentuk
oleh mukosa esophagus itu sendiri menetralisasi asam yang masih tersisa di esophagus.
Sebagian besar asam yang masuk ke esophagus akan turun kembali ke lambung karena
adanya gaya gravitasi dan peristaltic. Refluks yang terjadi pada malam hari sewaktu
tidur paling merugikan, oleh karena dalam posisi tidur gaya gravitasi tidak bisa
membantu, saliva dan juga proses menelan bisa dikatanan berhenti dan karena itu
peristaltic primer dan saliva tidak bisa berfungsi untuk proses pembersihan asam di
esophagus. Kemudian, kehadiran hernia hiatal juga dikatakan sangat menggangu proses
pembersihan tersebut.
Asam empedu atau lisoktisin dan asam pepsin yang ada di dalam bahan
refluks memiliki daya perusak terhadap mukosa esophagus. Beberapa jenis makanan
tertentu seperti air jeruk nipis, tomat dan kopi juga menambah keluhan pada pasien
GERD
GERD lebih sering terjadi sewaktu habis makan daripada keadaan puasa, oleh
karena isi lambung merupakan faktor penentu terjadinya refluks. Lebih banyak isi
6
lambung, maka lebih sering juga terjadi refluks. Selanjutnya pengosongan lambung
yang lamban akan menambah kemungkinan terjadinya refluks.
F. GEJALA
Gejala yang paling nyata pada gastroesophageal refluks pada bayi adalah muntah
dan meludah berlebihan. Refluks biasanya memburuk pada beberapa bulan pertama
kehidupan, puncaknya sekitar 6 sampai 7 bulan, dan kemudian secara bertahap
berkurang. Hampir semua bayi dengan refluks yang membesar diusia kira-kira 18
bulan. Pada beberapa, meskipun begitu, refluks menyebabkan komplikasi dan menjadi
diketahui sebagai penyakit gastroesophageal reflus (GERD). Jika kerongkongan secara
signifikan terititasi (esophagitis), kemungkinan terjadi beberapa pendarahan, akibat
pada anemia kekurangan zat besi. Sebaliknya, esophagitis bisa menyebabkan jaringan
luka parut, yang bisa membuat kerongkongan menjadi sempit (stricture). Panas dalam
perut, sebuah gejala umum remaja dan orang dewasa dengan GERD, lebih sering
terjadi terlihat sebagai nyeri dada atau nyeri perut pada anak kecil. Regurgitasi
merupakan manifestasi yang paling sering dari GER infantil. Namun walaupun hanya
sebagian kecil dari semua kasus GER, bayi dapat mengalami GERD dengan komplikasi
Gejala yang timbul kadang-kadang sukar dibedakan dengan kelainan fungsional lain
dari traktus gastrointestinal, antara lain :
- irritable (karena perut tidak nyaman)
- BB menurun
- Aspirasi ( asam dalam jumlah kecil yang berasal dari perut bisa masuk ke
pipa udara)
- Apnea dan batuk (Asam pada pipa udara dan saluran pernafasan bisa
menghasilkan batuk, bunyi menciut-ciut, berhenti bernafas (apnea)
- pneumonia.
- Nyeri telinga, suara parau, tersedak, dan sinusitis juga bisa terjadi sebagai
akibat GERD.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Supriatno, Manifestasi klinis dari GER
dikelompokkan dan diklasifikasikan sebagai berikut :4
Manifestasi klinis akibat refluks asam lambung.
1. Sendawa (pirosis)
2. Mual.
3. Muntah
7
4. Sakit ulu hati
5. Sakit menelan
6. Hematemesis melena
7. Striktura
8. Iritabel (bayi)
9. Gangguan pada saluran pernafasan
10. Erosi pada
Manifestasi klinis akibat refluks gas (udara)
1. Eructation
2. Cekukan
3. Rasa penuh setelah makan
4. Mudah merasa kenyang
5. Perut sering gembung
Manifestasi klinis akibat refluks makanan dan minuman
1. Muntah.
2. Menolak diberi makanan (pada bayi dan anak)
3. Aspirasi ke saluran pernafasan (apnu, SIDS)
4. Anemia
5. Penurunan berat badan
6. Gagal tumbuh
7. Retardasi psikomotor
8. Sandifer syndrome (dimana terjadi hiper-ekstensi leher dan torticolis pada
bayi
G. DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan elemen yang sangat penting dalam
mengevaluasi GERD dan kondisi lain yang mungkin mirip dengan GERD. Anamnesis
dan pemeriksaan fisik saja mungkin sudah cukup untuk mendiagnosis GER benigna
pada anak dan bayi normal. Namun penting untuk mencari sumber muntah bila terdapat
empedu atau darah pada muntahan, jika anak menjadi rewel, jika muntah secara kuat
dan proyektil atau jika muntah berhubungan dengan gejala lain misalnya saja demam
atau letargi.
8
Riwayat pemberian makan harus digali dengan teliti meliputi volume dan frekuensi
pemberian makan, jenis formula, cara menyiapkan formula dan posisi bayi selama
pemberian makan. Riwayat disfagia, makan lambat, memotong makanan menjadi
potongan kecil atau menolak makanan tertentu mungkin menandakan eosinophilic
esophagitis.
Riwayat penyakit dahulu meliputi prematuritas, masalah neurologis, masalah
tumbuh kembang, operasi atau mondok, alergi (terutama terhadap suatu makanan) dan
penyakit psikologis. Review sistem harus detail meliputi keluhan pada sistem
respiratorius, gejala telinga hidung dan tenggorok. Riwayat penyakit kelauarga meliputi
penyakit gastrointestinal, GERD dan penyakit atopik. Pemeriksaan fisik harus meliputi
penampakan umum pasien, pengukuran berat badan dan panjang badan, paru-paru,
jantung, pemeriksaan abdomen ( terutama lihat apakah ada distensi abdomen, nyeri
tekan pada abdomen, suara usus, dan hepatosplenomegali) dan pemeriksaan
neurologis.5
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Barium per oral.
Prinsip pemeriksaan adalah melihat refluks bubur barium. Pemeriksaan ini sangat
berguna untuk melihat adanya kelainan struktural dan kelainan anatomis dari
esofagus, adanya inflamasi dan esofagitis dengan erosi yang hebat (inflamasi berat).
Ketika pemeriksaan ini dilakukan pasien diberi minum bubur barium, baru foto
rongen dilakukan. Pada pemeriksaan ini dapat terlihat adanya suatu ulkus, hiatal
hernia, erosi maupun kelainan lain. Dari pemeriksaan dengan bubur barium dapat
dibuat gradasi refluks atas 5 derajat, yaitu derajat:
1. Refluks hanya sampai didistal esofagus.
2. Refluks sampai di atas karina tapi belum sampai di servikal esofagus.
3. Refluks sampai di servikal esofagus.
4. Refluks sampai di servikal dan disertai dilatasi dari bagian kardia lambung.
5. Refluks dengan aspirasi paru.
Tetapi pemeriksaan ini tidak dapat mendeteksi ulkus ataupun erosi yang kecil.
Pada pemeriksaan ini bisa terjadi positif semu jika pasien menangis selama
pemeriksaan, peningkatan tekanan intraabdomen dan meletakkan kepala lebih rendah
dari tubuh. Bisa juga terjadi negatif semu jika bubur barium yang diminum terlampau
9
sedikit. Kelemahan lain, refluks tidak dapat dilihat jika terjadi transient low
oesophageal sphincter relaxation (TLSOR).
2. Manometri esofagus.
Manometri merupakan suatu teknik untuk mengukur tekanan otot. Caranya adalah
dengan memasukkan sejenis kateter yang berisi sejenis transduser tekanan untuk
mengukur tekanan. Kateter ini dimasukkan melalui hidung setelah pasien menelan air
sebanyak 5 ml. Ukuran kateter ini kurang lebih sama dengan ukuran pipa naso-
gastrik. Kateter ini dimasukkan sampai transduser tekanan berada di lambung.
Pengukuran dilakukan pada saat pasien meneguk air sebanyak 10–15 kali. Tekanan
otot spingter pada waktu istirahat juga bisa diukur dengan cara menarik kateter
melalui spingter sewaktu pasien disuruh melakukan gerakan menelan. Dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui baik tidaknya fungsi esofagus ataupun SEB dengan
berbagai tingkat berat ringannya kelainan.
3. Pemantauan pH esofagus.
Pemantauan pH esofagus dilakukan selama 24 jam. Uji ini merupakan cara yang
paling akurat untuk menentukan waktu kejadian asidifikasi esofagus serta frekuensi
dan lamanya refluks. Prinsip pemeriksaan adalah untuk mendeteksi perubahan pH di
bagian distal esofagus akibat refluks dari lambung. Uji memakai suatu elektroda
mikro melalui hidung dimasukkan ke bagian bawah esofagus. Elektroda tersebut
dihubungkan dengan monitor komputer yang mampu mencatat segala perubahan pH
dan kemudian secara otomatis tercatat. Biasanya yang dicatat episode refluks yang
terjadi jika terdeteksi pH < 4 di esofagus untuk jangka waktu 15–30 detik. Kelemahan
uji ini adalah memerlukan waktu yang lama, dan dipengaruhi berbagai keadaan
seperti: posisi pasien, frekuensi makanan, keasaman dan jenis makanan, keasaman
lambung, pengobatan yang diberikan dan tentunya posisi elektroda di esofagus.
4. Uji Berstein.
Uji Berstein termasuk uji provokasi untuk melihat apakah pemberian asam dalam
jumlah kecil ke dalam esofagus dapat membangkitkan gejala RGE. Pemeriksaan ini
dapat menunjukkan bahwa kelainan bersumber pada esofagus jika pemeriksaan lain
memberikan hasil negatif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan garam
fisiologis melalui pipa nasogastrik sebanyak 7 – 8 ml per menit selama 10 menit
diikuti pemberian 0.1 N larutan asam hidroklorida (waktu maksimal untuk
pemeriksaan adalah 20 menit). Kemudian pasien mengatakan setiap keluhan atau
10
gejala yang timbul. Jika uji Bernstein positif maka pasien dikatakan hipersensitif atau
hiperresponsif terhadap rangsangan asam.
5. Endoskopi dan biopsi.
Pemeriksaan endoskopi (esofagogastroduodenoskopi atau panendoskopi)
memungkinkan untuk melihat dan sekaligus melakukan biopsi epitel esofagus.
Endoskopi dan biopsi dapat menentukan ada dan beratnya esofagitis, striktura dan
esofagitis Barret, serta dapat menyingkirkan kelainan lain seperti penyakit Crohn.
Tapi gambaran normal esofagus selama endoskopi belum tentu tidak ada esofagitis
secara histopatologi. Jika esofagitis tidak terlihat maka perubahan mukosa menjadi
hiperemis maupun pucat harus menjadi perhatian. Oleh karena itu jika pemeriksaan
endoskopi dilakukan, sebaiknya dilakukan juga biopsi.
6. Sintigrafi.
Pemeriksaan sintigrafi untuk mendeteksi adanya RGE sudah lama dikenal di
kalangan ahli radiologi. Selain karena sensitivitasnya yang lebih baik dari
pemeriksaan barium peroral, juga mempunyai radiasi yang lebih rendah sehingga
aman bagi pasien. Prinsip utama pemeriksaan sintigrafi adalah untuk melihat
koordinasi mekanisme aktifitas mulai dari orofaring, esofagus, lambung dan waktu
pengosongan lambung. Kelemahan modalitas ini tidak dapat melihat struktur anatomi.
Gambaran sintigrafi yang terlihat pada refluks adalah adanya gambaran spike yang
keluar dari lambung. Tinggi spike menggambarkan derajat refluks sedangkan lebar
spike menggambarkan lamanya refluks.
7. Ultrasonografi.
Pada beberapa sentra pemeriksaan USG sudah dimasukkan ke dalam pemeriksaan
rutin untuk mendeteksi adanya refluks. Malah dikatakan bahwa USG lebih baik dari
pemeriksaan barium per oral maupun sintigrafi. Tetapi beberapa penelitian
menyebutkan bahwa USG tidak mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang baik
sehingga tidak dianjurkan. Kelemahan yang lain adalah lamanya waktu yang
diperlukan dalam pemeriksaan dan pada beberapa kasus terdapat kesulitan untuk
melihat bentuk esofagus (echotexture).
11
I. PENATALAKSANAAN
Untuk bayi yang baru saja gumoh, dapat dianjurkan tidak ada pengobatan atau
bisa menggunakan cara seperti menambahkan formula untuk makanan, posisi khusus,
dan sering gumoh. Modifikasi makanan pada bayi berupa perubahan formula
makanan dan tekhnik pemberian makanan. Pemadatan formula makanan dilakukan
dengan menambahkan 1sendok teh sereal beras tiap 1 ons formula sehingga diperoleh
25 kkal/ons. Modifikasi inimemberikan hasil perbaikan GERD karena menurunkan
volume dan frekuensi regurgitasimeski tidak mengurangi paparan asam esophagus.
Dot bisa dipotong melintang untuk membuat makanan mengalir. Bayi dengan
refluks harus diberi makan pada posisi tegak atau setengah tegak dan kemudian dijaga
pada posisi tegak untuk 30 menit setelah makan.
Untuk anak yang lebih tua, kepala pada tempat tidur bisa diangkat 6 inci (kira-kira
15 ¼ cm) untuk membantu mengurangi refluks di waktu malam. Anak yang lebih tua
juga harus menghindari makan 2 sampai 3 jam sebelum waktu tidur, minum minuman
berkarbonat atau apa yang mengandung kafein, menggunakan obat-obatan tertentu
(seperti obat dengan efek antikolinergik), makan makanan tertentu (seperti coklat),
dan terlalu banyak makan. Setiap anak harus dijaga menjauhi asap tembakau.
Pada bayi dengan ASI eksklusif, jangan mengganti/menambahkan ASI dan pada
bayi dengan konsumsi susu formula, tidak perlu mengganti ke jenis susu formula
khusus.
Tabel pengaturan Kebiasaan/Perilaku pada bayi/Anak dengan GERD
Bayi Anak dan Remaja
Makanan/minuman dibuat kental Mengurangi Berat badan jika
overweight
Makan/minum sedikit tapi sering Modifikasi diet/pola makan
Posisi tegak setelah makan/minum Menghindari merokok
Menghindari paparan asap rokok
Jika perubahan pada makan dan posisi tidak mengendalikan gejala-gejala
dapat menggunakan obat-obatan antara lain :9
12
1. Antasida
Bekerja dengan menetralkan isi lambung. Antasida berguna untuk anak dan
remaja untuk menghilangkan gejala secara cepat. Untuk meningkatkan efeknya,
antasida baik diminum setelah makan.
2. Histamine-2 Receptor Antagonist
H-2 antagonist akan menurunkan produksi asam. Contoh jenis obat ini adalah
ranitidin, cimetidin, dan famotidin. Ranitidin akan mencapai kadar puncak pada
plasma setelah 2,5 jam dan mempunyai t ½ yaitu 6 jam. H-2 antagonist aman untuk
anak-anak dan digunakan sebagai lini pertama terapi pada bayi. Dosis cimetidin yaitu
30-40 mg/kgBB/hari diberikanempat kali sehari sebelum sarapan dan sebelum tidur
selama 6 minggu, nizatidine 10mg/ kgBB/hari selama 6 minggu, dan ranitidine 2-6 mg/kgBB/hari
diberikan 2-3 kali.
3. Proton Pump Inhibitor
PPI menghambat produksi asam dengan memblok H+ K+ ATPase. PPI lebih
efektif daripada H-2 antagonist dalam menghambat produksi asam. Contoh obatnya
adalah omeprazole, lansoprazole. Namun PPI tidak dapat digunakan pada pasien
dibawah 1 tahun.
4. Agen Prokinetik
Secara teori agen prokinetik akan bermanfaat pada GER dengan mempercepat
pengosongan lambung. Metoklopamid merupakan agen prokinetik yang efektif, akan
tetapi mempunyai efek samping berupa reaksi distonia, letargi, iritabilitas,
ginekomastia dan tardive dyskinesia.
5. Surface Agent
Salah satunya adalah sukralfat. Sukralfat akan melindungi mukosa terhadap
paparan isi lambung yang bersifat asam.
Terapi pembedahan dilakukan bila terapi non pembedahan gagal atau gejala
berulang setelah terapi dilakukan. Pembedahan yang dilakukan yaitu fundoplikasi.
Pembedahan ini paling banyak ketiga dikerjakan pada anak di Amerika Serikat.
Banyak penelitian yangmenyatakan bahwa tindakan ini aman dilakukan dan dapat
menurunkan gejala GERD sebanyak 95% pada anak tanpa gangguan neurologis dan
85% pada anak dengan gangguan neurologis.10 Fundoplikasi sebaiknya dilakukan saat
< 4 tahun karena akan memberikan hasil yang lebih baik, sedangkan manfaat pada
anak > 4 tahun tidak jelas. Refluks berkurang secara tajam sesuai dengan semakin
13
mudanya usia saat dilakukan pembedahan. Ketepatan diagnosa GERD dan
keterampilan dokter bedah sangat menentukan kesuksesan operasi.
BAB III
14
KESIMPULAN
Gastroesophageal reflux (GER) didefinisikan sebagai kembalinya isi lambung ke
esofagus atau lebih proksimal. Gastroesophageal reflux (GER) merupakan proses fisiologis
yang terjadi dengan tingkat keparahan dan durasi yang berbeda pada tiap individu. Pada
GER, isi lambung mengalir kembali ke esofagus. Sebagian besar episode GER tersebut tidak
menimbulkan gejala atau keluhan. GER bisa terjadi beberapa kali dalam sehari pada bayi
sehat, anak-anak, dan dewasa Tanda dan gejala yang paling umum dari GERD, yaitu : ,mulas,
regurgitasi ( naiknya makanan dari kerongkongan atau lambung tanpa disertai oleh rasa mual
maupun kontraksi otot perut yang sangat kuat ), disfagia ( kesulitan menelan ), asma,
pneumonia, suara serak, aspirasi Sedangkan gejala lainnya, yaitu : Nyeri menelan
(odynophagia ), nyeri dada atipikal noncardiac dan mual. GERD dapat menyerang anak-anak,
dengan gejala yang paling nyata pada bayi adalah muntah dan meludah berlebihan. Refluks
biasanya memburuk pada beberapa bulan pertama kehidupan, puncaknya sekitar 6 sampai 7
bulan, dan kemudian secara bertahap berkurang. Pengobatan GERD dapat dilakukan dengan
penambahan formula makanan untuk keadaan khusus, kepala pada tempat tidur bisa diangkat
6 inci (kira-kira 15 ¼ cm) untuk membantu mengurangi refluks di waktu malam, pemberian
obat-obatan dan operasi.
DAFTAR PUSTAKA
15
1. Gastroesophageal Reflux in infants. http://www.rch.au/clinicalquide/cpg.cfm?
doc_id9746
2. Gastroesophageal Reflux in infants.
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases.pubs/gerdinfant/index.htm
3. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher, Edisi 13,
Jilid 2, Alih Bahasa Staf Ahli Bagian THT RSCM-FK UI, Jakarta : Binarupa Aksara, 1997. 669-71.
4. Asroel A. Kumpulan kuliah Bronkoesofagologi. Medan : FK USU.
5. Bets, Cecily. Lynn., 2009, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Ed ke-5,EGC, Jakarta
6. Rudolph, Colin. D., 2006, Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 2, Ed ke-20, EGC,
Jakarta
7. Sondheimer JM, Sundaram S Gastrointestinal Tract. Dalam : Hay WW, Levin MJ, Sondheimer
JM, Deterding RR . Current Diagnosis & Treatment Pediatrics. 19th Edition. New
York : McGraw Hill. 2009; 20, 577-78.8.
8. Suskind DL, Zeringue GP, Kluk E, Udall J, Liu DC. Gastroesophgeal Reflux and
Pediatric Otolryngologic Disease, The Role of ntireflux Surgery. Arch Otolryngologic
Head Neck Surgery. 2001 ; 127, 511-14.9.
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Modul B : GER, Muntah dan Refluks Esofageal. UKK-Gastro
Hepatologi IDAI.10.
10. Asilsoy S, Olmez D, Uzuner N, dkk. Helicobacter pylori and Gastroesophageal Reflux
in Asthmatic Children. Journal of Tropical Pediatrics. 2007; 54,2 129-32.
16
REFERAT
“GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD )”
Dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Tugurejo Semarang
Dosen Pembimbing Klinik :
dr. Agus Saptanto Sp.A
Disusun oleh :
Zulfa Hersis Pahlawanti
H2A009050
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2013
17
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................... i
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 2
A. Definsi ........................................................................................................ 2
B. Anatomi ...................................................................................................... 2
C. Epidemiologi................................................................................................ 3
D. Etiologi ....................................................................................................... 3
E. Patofisiologi................................................................................................. 4
F. Gejala .......................................................................................................... 7
G. Diagnosis..................................................................................................... 8
H. Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 9
I. Penatalaksanaan ................................................................................. 12
BAB III.KESIMPULAN.......................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
18
19