garudeya (mepedes) (autosaved)

39
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang candi, oleh karenanya sebagai suatu hasil karya seni, relief tidak hanya berkaitan dengan agama saja, relief juga merupakan perwujudan alam dan dapat berupa lambang dari kejiwaan manusia sendiri. Relief dapat dinyatakan sebagai salah satu sumber untuk mengajarkan nilai-nilai budaya dan nilai-nilai pendidikan. Relief selain hasil budaya yang bisa diamati untuk menyelidiki sosial-ekonomi dan budaya pada masyarakat lampau sekaligus menjadi sumber dalam mewariskan nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai pendidikan ini dapat dipelajari baik dari tampilan relief maupun dari cerita yang melatarbelakanginya. Relief sebagai wahana menggambarkan kisah yang sifat nya didaktik. Berperan mengingatkan umat dan masyarakat tentang ajaran moral dibalik seni tersebut. Melalui

Upload: nova-muhammad

Post on 14-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Metdes

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

candi, oleh karenanya sebagai suatu hasil karya seni, relief tidak

hanya berkaitan dengan agama saja, relief juga merupakan perwujudan alam

dan dapat berupa lambang dari kejiwaan manusia sendiri. Relief dapat

dinyatakan sebagai salah satu sumber untuk mengajarkan nilai-nilai budaya

dan nilai-nilai pendidikan. Relief selain hasil budaya yang bisa diamati untuk

menyelidiki sosial-ekonomi dan budaya pada masyarakat lampau sekaligus

menjadi sumber dalam mewariskan nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai

pendidikan ini dapat dipelajari baik dari tampilan relief maupun dari cerita

yang melatarbelakanginya. Relief sebagai wahana menggambarkan kisah

yang sifat nya didaktik. Berperan mengingatkan umat dan masyarakat tentang

ajaran moral dibalik seni tersebut. Melalui visualisasi relief-relief ini. Para

seniman penciptanya ingin menyampaikan pesan atau informasi kepada

masyarakat. Pesan-pesan yang ingin disampaikan dapat menjadi pandangan

hidup, pegangan hidup bahkan perjuangan hidup khususnya bagi generasi

penerus.

Relief dapat dijadikan ilmu pengetahuan dan juga sebagai sarana

untuk menanamkan nilai-nilai kearifan dan pendidikan yang dapat

ditanamkan pada pelajar dan masyarakat. Saat ini masih banyak masyarakat

yang memandang candi sebagai benda peninggalan sejarah yang tidak

memiliki arti apapun. Khususnya relief-relief yang terdapat pada candi.

akibatnya banyak masyarakat yang tidak sempat meluangkan waktu

berkunjung ke candi khususnya memaknai arti relief yang terpahatkan pada

candi dengan alasan kuno dan gengsi. Jika semua kalangan masyarakat dan

pelajar mau meluangkan waktu untuk berkunjung dan memahami setiap

makna yang terkandung pada relief-relief yang terdapat pada candi. maka

akan menjadi suatu peralihan warisan budaya bangsa dari generasi terdahulu

kepada generasi sekarang.

Relief adalah hiasan candi yang digambarkan atau dipahatkan pada

badan candi. candi sendiri merupakan hasil pengaruh hindu-budha di

Indonesia. Relief dari hasil wujud kebudayaan dapat digolongkan dalam

kompleks kebudayaan fisik atau disebut artefak. Berbagai cerita yang

digambarkan dalam relief merupakan hasil dari kompleks aktifitas yang

digerakan oleh ide-ide. Kompleks ide terdiri dari gagasan-gagasan, norma,

dan nilai-nilai yang bersifat abstrak. (koentjaraningrat,1990:186).

Kompleks ide atau gagasan bersumber dari pedoman hidup yang

merupakan identitas diri dari suatu masyarakat. Gagasan-gagasan tersebut

saling berkaitan dan menjadi suatu sistem yang disebut sistem budaya. Sistem

budaya suatu bangsa memiliki nilai-nilai yang khas. Hal tersebut dapat

terlihat dari hasil budaya yang dihasilkan seperti hal nya relief candi.

Salah satu kemampuan lokal masyarakat jawa dapat dipahami melalu

candi dan ragam hias candi. candi sebagai tinggalan monumental pada masa

lalu, banyak ditemukan di pulau jawa. Khususnya jawa tengah dan jawa

timur. Candi baik arsitektur maupun ragam hias yang ada didalamnya

termasuk juga relief adalah bukti majunya tingkat kebudayaan masyarakat

pendukung kebudayaan tersebut. Hartoko menyatakan bahwa :

Masa kejayaan kebudayaan jawa kita miliki dan kita amati lewat

peninggalan-peninggalan monumental, seperti candi Borobudur dan candi

prambanan, endapan keindahan terlihat dari bentuk batu ataupun perunggu.

Ekspresi artistitik lainnya seperti tarian dan music telah melewati saringan

tradisi, sehingga bentuk nya yang sekarang kita saksikan tidak seratus persen

asli lagi (Hartoko, 1984:76).

Selain peninggalan-peninggalan monumental seperti candi borobudur

dan candi prambanan, terdapat pula peninggalan sejarah yang bercorak hindu

yang mungkin pada kalangan sejarawan tidak terlalu sering di ulas, yaitu

candi kidal. Candi kidal merupakan peninggalan masa kerajaan singasari.

Dilihat dari gaya atau model arsitektur nya. Candi kidal sangat kental dengan

budaya yang berkembang dikerajaan jawa timur. Pada bagian candi kidal

terpahatkan 3 buah relief indah yang menggambarkan cerita legenda garudeya

(garuda), mitologi hindu yang sangat popular dikalangan masyarakat jawa

saat itu sebagai cerita moral tentang pembebasan dari

perbudakan,kepahlawanan dan nilai pendidikan sejarah. Candi kidal terletak

di desa rejokidal, kecamatan tumpang sekitar 20km sebelah timur kota

malang jawa timur, candi kidal dibangun pada tahun 1248m, bertepatan

dengan berakhirnya rangkaian upacara pemakaman yang disebut gradha

untuk menghormati raja anusapati yang telah meninggal, setelah selesai

pembugaran kembali pada decade 1990an, candi ini sekarang berdiri dengan

tegak dan kokoh serta menampakan keindahannya.

Candi ini memiliki panjang: 10.8 meter, lebar 8.36 meter dan tinggi

12.26 meter. Secara vertical candi ini dapat dibagi menjadi kaki candi,tubuh

candi, dan atap candi, di dalam bilik candi tidak ditemukan arca selain yoni di

tengah-tengah ruangan. Ketika ditemukan sudah berada diluar ruangan,

diduga berasal dari ruangan candi. candi kidal memiliki beberapa kelebihan

menarik dibanding dengan candi-candi lainnya, candi kidal terbuat dari batu

andesit dan berdimensi geometris vertical. Kaki candi nampak agak tinggi

dengan tangga yang masuk ke atas kecil-kecil seolah-olah bukan tangga

masuk sesungguhnya. Badan candi lebih kecil dibandingkan luas kaki dan

atap candi sehingga memberi kesan ramping.

Pada kaki dan tubuh candi terdapat hiasan medallion serta sabuk

melingkar menghiasi badan candi, atap candi terdiri dari 3 tingkat yang

semakin ke atas semakin kecil dengan bagian paling atas mempunyai

permukaan cukup luas tanpa hiasan atap seperti ratna (cirri khas candi hindu)

atau stupa (cirri khas candi budha). Masing-masing tingkat disisakan ruang

agak luas dan diberi hiasan. Hal menonjol lainnya adalah kepala kala yang

dipahatkan di atas pintu masuk dan bilik-bilik candi. kala, salah satu aspek

dewa siwa dan umumnya dikenal sebagai bangunan suci. Hiasan kepala kala

candi kidal Nampak menyeramkan dengan matanya melotot, mulut nya

terbuka dan Nampak dua taringnya yang besar dan bengkok memberi kesan

dominan. Adanya taring tersebut juga merupakan cici khas candi corak jawa

timuran. Disudut kiri dan kananya terdapat jari tangan dengan mudra (sikap)

mengancam. Di sekeliling candi terdapat sisa-sisa pondasi dari sebuah

tembok keliling yang berhasil digali kembali sebagai hasli pemugaran tahun

1990-an. Terdapat tangga masuk yang menuju kompleks candi di sebelah

barat melalui tembok tersebut namun sulit dipastikan apakah memang

demikian aslinya jika dilihat dari perspektif sekeliling dengan dataran

kompleks candi, Nampak agak menjorok kedalam sekitar 1 meter dari

permukaan sekarang ini, apakah dataran candi merupakan permukaan tanah

sesungguhnya akibat bencana alam seperti banjir atau gunung meletus tidak

dapat diketahui dengan pasti. Dirunut dari usianya, candi kidal merupakan

candi tertua dari peninggalan candi-candi periode jawa timur pasca jawa

tengah (abad ke 5-10M). Hal ini karena periode Mpu sindok (abad 10M),

airlangga (abad 11M) dan Kediri (abad 12M) sebelumnya tidak meninggalkan

sebuah candi, kecuali candi belahan dan jolotundo yang sesungguhnya bukan

merupakan candi melainkan petirtaan. Bertitik tolak dari uraian di atas,

dengan masih memiliki corak jawa tengahan dan mengandung unsur jawa

timuran maka candi kidal dibangun pada masa transisi dari kedua periode

tersebut.

Nama kidal sendiri sangat mungkin berasal dari bentuk ragam hias

candi makam anusapati yang tidak lazim, dimana umumnya ragam hias

terutama relief-relief pada candi bersifat pradaksina (sansekerta=searah jarum

jam), tetapi candi kidal justru bersifat praswya ( sansekerta = berlawan arah

jarum jam), kidal sendiri dalam bahasa jawa kuno bermakna “kiri” (Agus

sunyoto, 2000:57). Dengan memahami bahwa nama kidal memiliki arti “kiri”

atau prasawya yaitu berlawan dengan arah kelajiman, maka keberadaan

anusapati dapat dilihat dari dua aspek pertama, anusapati adalah pengikut

aliran saiva yang menyimpang dari paham saiva yang lazim di anut masyrakat

dewasa itu. Kedua, anusapati adalah putra “kiri” dari raja rajasa sang

amurwabhumi menurunkan rajawangsa, perpaduan kedua wangsa itu melalui

perkawinan yang melahirkan wangsa baru yang berientitas “Rajasa, Girindra,

dan Wardhana” sebagaimana pada nama kertarajasa

jayawarddhana,Tribhuwanatunggadewi, Maharajasa Jayawisynuwarddhani,

Rajasawarddhana, Girindrawarddhana (Agus Sunyoto, 2000:57-58).

Pada bagian kaki candi terpahatkan tiga buah relief indah yang

menggambarkan cerita legenda garudeya (Garuda). Cerita ini sangat popular

dikalangan masyrakat jawa saat itu sebagai cerita moral tentang pembebasan.

Kesusastraan Jawa kuno berbentuk kakawin tersebut mengisahkan tentang

perjalanan Garuda dalam perbudakan dengan penebusan air suci amerta.

Cerita ini juga terdapat pada candi sukuh (lereng utara Gunung Lawu).

Terdapat nya relief Garuda pada candi yang bersifat saiva seperti candi kidal

semakin memperkuat anggapan bahwa Anusapati mengikuti ajaran yang

menyimpang dari Sivaisme yang lazim, karena kisah Garuda lebih bersifat

Vaisnava.

Cerita Garuda sangat dikenal masyrakat pada waktu berkembang

pesat agama hindu aliran waisnawa (Wisnu) terutama pada periode kerajaan

Kahuripan dan Kediri. Airlangga, raja kahuripan setelah meninggal

diwujudkan sebagai dewa wisnu pada candi belahan dan jolotundo, dan

patung Wisnu di atas garuda paling indah sekarang mashi tersimpan di

museum Trowulan dan diduga berasal dari Candi Belahan.

Cerita Garudeya adalah cerita kepahlawanan yang biasa disebut

dengan epos atau wiracarita. Wiracarita Garudeya berasal dari kebudayaan

hindu yang sarat dengan ajaran agama. Narasi cerita Garudeya pada candi

kidal dipahatkan dalam 3 relief dan masing-masing terletak pada bagian

tengah sisi-sisi kaki candi kecuali pintu masuk. Berikut adalah penggambaran

dari setiap relief yang dilakukan secara pradaksina (berjalan searah jarum jam

dimulai dari sisi sisi sebelah utara atau sisi kiri candi.

a. Sisi Utara

Garuda digambarkan dengan sikap badan jongkok, kaki kanan ditekuk

dengan lutut menumpu landasan. Tangan kanan di angkat di atas dengan

sikap menyangga suatu benda yang bulat. Di atas kepala garuda duduk

seorang wanita diatas padma. Kaki kiri wanita tersebut dalam sikap

bersila, kaki kanannya menggantung ke bawah disangga oleh tangan

kanan garuda. Disampingnya terukir 3 ekor naga.

b. Sisi Timur

Garuda digambarkan dengan sikap yang sama seperti sisi utara, tangan

kanan memegang seberkas ikatan yang ditafsirkan sebagai seikat kuca

rumput, Di atas kepala garuda terdapat guci amerta.

c. Sisi Selatan

Garudamasih digambarkan dengan sikap yang sama, di atas kepalanya

ada 3 ekor padma, ekor naga menggantung kebawah disangga oleh tangan

garuda, sedangkan arah pembacaan relief dilakukan dengan cara prasawya

(berjalan berlawan dengan arah jarum jam, dimulai dari sisi sebelah

selatan atau sisi kanan tangga masuk candi) maka akan didapatkan

susunan :

a. Sisi selatan

Garuda dalam kekuasaan para naga. Ibu Garuda masih dalam

perbudakan Sang Kadru

b. Sisi Timur

Garuda telah mendapatkan amerta sebagai penebus ibu nya, seikat

kuca (rumput) menjelaskan pada kita bahwa amerta telah direbut dari

para dewa dan kini disangkutkan pada kuca, sementara para naga

disuruh oleh garuda membersihkan badannya sebelum minum amerta.

c. Sisi Utara

Garuda siap berangkat bersama ibu nya meninggalkan para naga

karena telah bebas dari perbudakan sang kadru

Relief cerita garudeya merupakan kisah garudeya yang terdapat pada

kita adiparwa, kisah ini merupakan kisah kesustraan jawa kuno yang sangat

popular dikalangan rakyat pada masa itu. Berkisah tentang perjalanan Garuda

dalam membebaskan ibunya dari perbudakan dengan penebusan air suci

amerta. Pada zaman dahulu ada seorang pendeta bernama kasyapa, anak

pendeta bernama marici dan cucu dari dewa brahma. Pendeta itu diberi oleh

pendeta daksa empat belas orang gadis untuk diperistrikannya, masing-

masing bernama Dewi Aditii, Diti, Danu, Aristi, Anayusa, Kasa, Surabi,

Winata, Kadru, Ira, Tamra, Mregi, Krodawasa, dan Parwa. Dari semua orang

istri tersebut hanya kadru dan winata yang tidak mempunyai anak, kemudian

mereka menghadap pendeta kasyapa member mereka masing-masing seribu

telur untuk dewi kadru dan dua buah telur untuk winata. Setelah 500 tahun

menetaslah semua telur dewi kadru dan lahir menjadi ular dan naga.

Sedangkan telur dewi winata hanya satu yang menetas dan akhir nya menjadi

garuda, kadru memiliki sifat yang pemalas kadru mulai merasa bosan dan

lelah mengurusi anak nya yang nakal-nakal karena sering menghilang

diantara semak-semak. Kadru memiliki niat jahat untuk menyerahkan tugas

ini kepada winata.

Kemudian diajaklah winata untuk bertaruh mengenai warna kuda

ucchaihsrawa yang muncul bersama air amrtha ketika samudra purba diaduk.

Kadru menganggap warna kuda adalah hitam. Sedangkan winata menganggap

warna kuda itu adalah warna putih. Dari sengitnya perselisihan pendapat

antara kadru dan winata kedua nya sepakat untuk bertaruh :

“yang kalah akan menjadi budak yang menang”. Kemudian para ular dan

naga itu mendengar percakapan antara kadru dan winata, para ular dan naga

pun tahu bahwa ibu mereka kadru salah. Kemudian mereka memberi tahu

kepada ibu nya. Kadru pun mengatur rencana licik nya dan menyuruh kedua

anaknya, para ular untuk mengubah warna kuda uccaihswara dengan

bisanya.rencana licik nya pun berhasil, lalu dewi kadru dan winata bersama-

sama pergi ketempat kuda ucchaiswara untuk membuktikan kebenaran kata-

katanya, mereka melalui tempat pengadukan samudra purba, akhir nya

sampailah mereka di tempat kuda ucchaiswara. Tubuh nya berwarna putih,

tetapi ekor nya berwarna hitam. Winata kalah dan dijadikan budak oleh

kadru, sejak saat itu Winata diperintahkan melayani segala keperluan kadru

dan mengasuh para ular dan naga setiap hari. Winata selanjut nya meminta

tolong kepada garuda untuk membantunya. Bagian ini digambarkan pada

fragmen pertama relief ( dilakukan secara prasawya, dari sisi selatan candi)

garuda digambarkan dengan sikap badan jongkok, di atas kepalanya ada tiga

ekor padma, ekor naga menggantung kebawah disangga oleh tangan garuda,

Pada bagian relief kedua ketika garuda tumbuh besar, dia bertanya

kepada ibu nya mengapa dia harus ikut mengasuh dan menjaga ular dan naga.

Setelah dicertikan tentang pertaruhan kuda uccaihswara maka garuda

mengerti, Dewi kadru meminta kepada garuda untuk bertanya kepada ular

dan naga. Tentang apa yang mereka khendaki sebagai tebusan agar Winata

tidak dijadikan budak. Ular dan naga kemudian berkata “ Bila kamu khendak

menebus ibumu, sehingga ia tiada lagi menjadi budak kami, perbuatlah

seperti yang kami minta, bawakanlah aku air suci amerta yang disimpan

dikhayangan serta dijaga para dewa dan berasal dari lautan susu” Garuda

menyanggupi dan segera memohon ijin ibu nya untuk berangkat ke

khayangan.

Dewi Winata berkata : “anakku garuda, untuk bekal perjalananmu

bunda akan member petunjuk kepadamu. Dipulau kusa tinggalah orang-orang

jahat yang pekerjaannya hari-hari hanyalah membunuh dan menganaya

makhluk lain. Makan lah mereka itu sebagai bekal perjalanan. Akan tetapi

bila tenggorokanmu terasa panas, itu tanda nya kamu menelan seorang

brahmana, berilah hidup kepada mereka dan jangan sampai terbunuh, karena

ayahmu pendeta kasyapa adalah seorang brahmana, jangan sekali-kali kau

berani menghina seorang brahmana. Pantang dan bedosa besar orang yang

membunuh seorang brahmana, sekian petuahku kepadamu anakku. Selamat

jalan semoga perjalananmu mendapat berkah dewata raya, dewa bayu akan

menjaga kedua belah sayapmu, dewa candra akan menjaga punggungmu,

Dewa agni dan dewa angin akan menjaga seluruh tubuhmu, pergilah anakku,

semoga berhasil usahamu.”

Tentu saja para dewa tidak meyetujui keinginan garuda sehingga

terjadi perkelahian, namun para dewa dapat dikalahkan. Melihat hal ini Dewa

Wisnu turun tangan dan garuda dapat dikalahkan, setelah mendengar cerita

garuda tentang keinginannya mendapatkan air suci amerta, maka dewa wisnu

memperbolehkan dengan syarat Garuda harus dijadikan kendaraan

tunggangannya. Garuda menyetujui, sehingga bisa membawa air amerta

kembali turun ke bumi. Bagian ini digambarkan pada fragmen kedua relief

(dilakukan secara prasawya, dari sisi timur candi). Dan digambarkan sikap

garuda tetap sama dengan fragmen pertama, tangan kanan memegang

seberkas ikatan yang di tafsirkan sebagai seikat kuca rumput. Diatas kepala

garuda terdapat air suci amerta.

Pada relief ketiga menggamabarkan air amerta yang ada didalam

kundi dan diikat dengan ilalang kemudian diserahkan oleh garuda kepada ular

dan naga, lalu garuda berkata “ Wahai Ular dan Naga, air amerta ini yag aku

dapatkan dari dewa-dewa inilah tebusanku untuk ibuku, sejak saat ini ibuku

tidak lagi menjadi budakmu, jangan kau berbuat aniaya lagi kepada ibuku.

Aku ingin memberi tahu kepada kalian, kalau kalian hendak meminum air

suci amerta kalian harus bersuci diri dahulu, mandilah dulu dan buatlah saji-

sajian:.

Setelah garuda berkata demikian, kemudian garuda pergi dengan ibu

nya, kembali ke tempat kediamannya. Diceritkanlah tentang ular dan naga

yang hendak meminum air amerta. Tidak ada seekor pun yang mau tinggal

menjaga kundi amerta itu, semua nya mau bersuci diri bersama-sama karena

takut ketiggalan. Setelah selesai mandi mereka kembali hendak minum air

amerta, tetapi kundi itu telah hilang karena telah diambil oleh dewa indra,

pada waktu mereka beramai-ramai mandi bersama.

Sedihlah hati para ular dan naga itu, bingung tak tahu apa yang akan

dibuatnya. Ada setetes air amerta yang tercecer pada ilalang, dijilatlah tetesan

air amerta itu oleh para ular. Apa yang terjadi? Karena tajam nya ilalang,

lidah ular itu berbelah dan itulah sebabnya sampai sekarang lidah ular itu

terbelah, dan ilalang itu menjadi suci, karena tersentuh amerta dan dipakai

selalu dalam segala pekerjaan korban. Cerita sang garuda membebaskan ibu

nya dari perbudakan juga di pandang suci, dan orang yang mendengar cerita

sang garuda ini pun akan menjadi suci juga. Hal ini di gambarkan pada relief

ketiga dimana garuda dengan gagah perkasa menggendong ibu nya dan bebas

dari perbudakan. Bagian ini digambarkan pada fragmen ketiga relief

(dilakukan secara prasawya, dari sisi utara candi) dan digambarkan sikap

garuda teteap dengan sikap yang sama pada fragmen kedua, yaitu sikap badan

jongkok, kaki kanan ditekuk dengan lutut menumpu pada landasan. Tangan

kanan diangkat di atas dengan sikap menyangga suatu benda yang bulat,

diatas kepala garuda duduk seorang wanita di atas padma. Kaki kiri wanita

tersebut dalam sikap bersila, kaki kananya menggantung ke bawah disangga

oleh tangan kanan garuda. Disampingnya terukir 3 ekor naga.

B. Identifikasi Masalah

1. Banyak masyarakat yang belum tahu jelas tentang kisah garudeya di candi

kidal.

2. Masih banyak masyarakat dan kalangan pendidikan yang memandang

candi hanya sebagai benda peninggalan sejarah yang tidak memiliki arti

apapun, khusus nya relief-relief pada candi.

3. Masyarakat yang sedikit meluangkan waktu untuk berkunjung ke candi,

khusus nya untuk memaknai arti relief yang ada pada candi dengan alasan

kuno dan gengsi.

4. Relief garudeya pada candi kidal tidak sering di ulas sehingga kurangnya

pengetahuan masyrakat terhadap cerita relief garudeya di candi kidal

5. Relief garudeya di candi kidal memiliki cerita yang kaitannya dengan

cerita garudeya di candi sukuh.

6. Masyarakat dan kalangan pendidikan banyak yang belum mengetahui

pesan moral yang ada pada cerita relief garudeya.

7. Masyarakat dan kalangan pendidikan belum sepeuh nya tahu tentang

nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada cerita relief garudeya.

8. Masyarakat dan kalangan pendidikan belum sepenuhnya tahu deskripsi

relief garudeya candi kidal di jawa timur.

9. Relief garudeya belum sepenuh nya di lestarikan oleh masyrakat.

10. Kurang nya minat masyrakat terhadap sejarah cerita garudeya candi kidal

11. Belum ada nya media informasi yang membahas tentang cerita relief

garudeya.

C. Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah yang di uraikan, maka batasan masalah

hanya yang berkaitan pada media informasi, di antara nya adalah :

1. Perlunya media informasi yang dapat menjelaskan cerita relief garudeya

untuk menyampaikan pesan moral yang ada di dalam cerita relief

garudeya. Sehingga masyarakat mengerti akan maksud cerita relief

garudeya di candi kidal.

2. Perlunya media informasi yang dapat mengunggah minat masyarakat

untuk melestarikan budaya Indonesia, khusus nya peninggalan relief yang

terdapat pada candi.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara merancang media informasi yang menarik dan informatif

sehingga dapat mengunggah minat serta ketertarikan pada budaya yang

ada di Indonesia, khusunya relief yang terdapat pada candi.

2. Bagaimanakah deskripsi nilai garudeya candi kidal jawa timur.

3. Apakah masyarakat dapat memanfaatkan

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang diidentifikasikan peneliti, maka tujuan

penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah media informasi dalam bentuk animasi

dapat mengunggah minat serta ketertarikan masyarakat pada budaya

yang ada di Indonesia, khususnya relief yang terdapat pada candi.

2. Untuk mendeskripsikan relief garudeya candi kidal jawa timur

melalui media informasi yaitu animasi.

3. Untuk mengetahui apakah media informasi dalam bentuk animasi dapat

menyampaikan nilai-nilai pendidikan pada masyarakat dan kalangan

pendidikan dalam cerita relief garudeya candi kidal sebagai sumber

pembelajaran sejarah dan dapat melestarikan budaya Indonesia, khusus

nya peninggalan relief yang terdapat pada candi.

4. Untuk merancang media informasi yang baik dan menarik, Untuk

menciptkan media informasi dalam bentuk animasi yang unik, inofativ,

kreatif dan komunikatif. yang mudah dipahami oleh masyarakat sehingga

masyarakat khususnya remaja, paham tentang cerita dibalik relief

garudeya di candi kidal.

5. Untuk mengenalkan cerita relief garudeya candi kidal jawa timur ke

masyarakat luas khusunya masyarakat kota malang, kalangan anak dan

remaja.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan serta dapat

memberikan sumbangan dan manfaat bagi perkembangan studi desain

komunikasi visual sebagai bahan acuan bagi studi-studi bidang terkait.

Dan menambah pengetahuan bagi peneliti untuk melanjutkan penelitian

dengan topik yang sama dan dapat dimanfaatkan untuk memperkenalkan

nilai-nilai budaya luhur yang terkadung dalam relief candi agar dapat

dikenal, dihayati, dan dilestarikan oleh masyarakat.

2. Manfaat Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan menambah

pengetahuan bagi peneliti tentang sejarah,nilai-nilai budaya luhur yang

terkandung dalam relief candi. Serta dapat melestarikan budaya Indonesia

dan memperkenalkan nilai-nilai budaya luhur yang terkandung dalam

relief candi melalui animasi yang unik, inofativ, kreatif dan komunikatif.

Sehingga bermanfaat untuk masyarakat luas.

3. Manfaat Sosial

Penelitian ini diharapkan dapat mengunggah minat masyarakat untuk

melestarikan budaya Indonesia, mengetahui deskripsi relief garudeya

candi kidal jawa timur dan nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai budaya luhur

yang terkandung dalam cerita relief garudeya candi kidal jawa timur.

G. Rencana Penelitian

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada candi kidal di desa rejokidal,

kecamatan tumpang sekitar 20km sebelah timur kota malang jawa

timur.

2. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yang di awali dengan

persiapan awal sampai menyusun laporan.

B. Metode Penelitian

Dalam metode penelitian ini peneliti akan menggunakan metode

pengumpulan data dan teknik analisi data yang di akan di gunakan

sebagai persyaratan analisis.

1. Metode pengumpulan data digambarkan secara jelas dalam metode

dan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data, misalnya

metode sensus, metode survei, metode eksperimen, metode sejarah,

metode kepustakaan, atau metode lainnya. Disebutkan juga alasan

pemilihannya dan dilanjutkan dengan teknik pengumpulan data serta

instrument yang digunakan.

C. Sumber data

Adapun jenis data atau informasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

1. Informan yang terdiri dari ahli-ahli arkeologi, juru kunci candi, guru

sejarah SMP Negeri 10 Malang.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Sebagai berikut :

1. Wawancara mendalam atau in-depth interviewing “the purpose of

interviewing is to find out what is in and on some one else’s mind”

(patton, 1983:196), Wawancara mendalam ( indepth interview ) yang

dilakukan lebih menyerupai suatu bentuk dialog antara peneliti dan

narasumber dilakukan dalam suasana santai. Agar wawancara

mendalam lebih terarah maka dipersiapkan pedoman wawancara

(interview guide) yang berisi tentang pertanyaan-pertanyaan kepada

informan yang terdiri dari ahli-ahli arkeologi, juru kunci candi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Tesis

Nilai-nilai pendidikan dalam cerita relief garudeya candi kidal Jawa

Timur sebagai sumber pembelajaran sejarah pada siswa kelas

VII SMP NEGERI 10 MALANG,

Oleh : I Gede Wayan Wisnuwardana

NIM : S861008015

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAH MARET

SURAKARTA, 2012

Tesis ini menceritakan mengenai Candi Kidal dan membahas cerita

mengenai Relief Garudeya, Dalam tesis ini juga sangat bermanfaat untuk

masyarakat mengetahui deskripsi relief garudeya candi kidal jawa timur dan

nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam cerita relief garudeya candi

kidal jawa timur. Tesis ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk

melakukan penelitian sejarah lokal dapat menggali dan mengetahui potensi

daerah masing-masing. Sehingga diharapkan mahasiswa dapat

mengembangkan penelitian yang sejenis, khususnya mahasiswa desain

komunikasi visual, dengan cara melakukan penelitian yang sejenis dan

mengumpulkan data yang sebenar-benar nya sehingga dapat memberikan

solusi dengan cara membuat media informasi yang menarik dan informatif

dan dapat mengunggah minat serta ketertarikan masyarakat untuk

melestarikan budaya di Indonesia dan memelihara warisan budaya nusantara

khusus nya relief yang terdapat pada candi kidal.

Namun kekurangan tesis ini tidak mencantumkan daftar pustaka

sehingga sedikit kesulitan untuk mencari daftar pustaka yang ada kaitannya

dengan objek penelitian, Bahasa yang digunakan sebenarnya sangat baik,

namun mungkin agak sedikit sulit di pahami untuk kalangan masyarakat

biasa. Secara keseluruhan tesis ini cukup membantu mahasiswa yang

melakukan penelitian objek yang serupa.

2. Buku

Judul : Motif Ornamentasi Situs Candi Kerajaan Singosari

Penulis : Dr.Ir. Lalu Mulyadi, MTA.LAI

Lay Out : Wawan S. Fauzi

ISBN : 978-602-95802-1-1

Penerbit : Intimedia (Kelompok In-Trans Publishing)

Kota Terbit : Malang

Tahun Terbit : 2010

Ukuran : 15,5 x 23 CM

Halaman : 67 Hal

Daerah Malang merupakan daerah yang kaya akan seni budaya dan

sejarah namun di bidang sejarah kita belum dapat menggali potensinya secara

maksimal dikarenakan kurangnya buku atau referensi yang membahas

mengenai peninggalan sejarah khususnya candi-candi secara menyeluruh.

Mengingat akan pentingnya nilai sejarah yang terkandung di dalam situs

sejarah tersebut bagi generasi muda, maka perlu dilakukan pengkajian yang

bertujuan untuk melestarikan situs-situs sejarah.

Secara umum candi-candi d Kota Malang khususnya Kabupaten

Malang memiliki relief dan ornamen yang unik serta berbeda dengan candi-

candi yang ada di Jawa Tengah, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh

kerajaan Singosari dan kerajaan Majapahit yang masih sangat kental. Di

setiap candi itu memiliki suatu cerita tersendiri di balik relief yang terdapat di

dinding candi. Candi-candi tersebut bercorak Hindu-Budha yang dapat saling

melengkapi secara harmonis terutama mengenai desain dari kedua budaya

tersebut. Apabila kita secara serius menggali situs-situs ini maka banyak

sekali karya seni yang terdapat didalamnya, seperti seni pahat, seni lukis,dan

seni ornamen arsitektur. Hal ini menjadi perhatian bagi penulis mengingat

masih kurangnya buku ajar bagi pelajar baik ditingkat SD, SMP maupun

SMA atau bagi mahasiswa. Buku ini mengulas tentang makna relief candi

yang ada di Malang secara lengkap dan spesifik.

Buku ini membahas tentang ornamentasi candi sebagai sumber seni

kota malang, Pengenalan sejarah kerajaan di malang, mulai dari pengenalan

sejarah singosari, sejarah candi jago, sejarah candi kidal dan membahas

lengkap mengenai deskripsi relief.

Buku ini berwarna hitam putih pada bagian isi nya, hanya cover saja

yang berwarna, sehingga bagian dalam buku ini sedikit kurang menarik jika

dilihat, namu tetap bermanfaat sebagai media informasi.

Foto Candi dan Relief dalam buku ini berwarna hitam putih dan

terlihat tidak begitu jelas sehingga pembaca tidak bisa melihat secara jelas

ornamen candi dan relief tersebut.

B. Tinjauan Karya

1. Kisah Borobudur

Pada tinjauan karya animasi berbentuk 3D yang menceritakan “Kisah

Borobudur” dibuat secara menarik agar anak-anak dapat memahami cerita

dibalik kisah Borobudur ini dan dapat menumbuhkan ketertarikan anak

bangsa terhadap peninggalan sejarah dan budaya, dan dapat melestarikan

budaya nusantara didalam nya. Pengembangan media visual yang baik dapat

mengangkat cerita nusantara dengan unsur budaya di dalamnya. Salah satu

nya juga bisa melalui animasi. Dengan animasi “Kisah Borobudur” yang

dibuat dengan gaya simple dengan warna-warni, mudah dipahami, ringan dan

menarik bagi anak-anak.

Dengan tinjauan karya ini penulis mendapatkan bahan referensi untuk

membuat media visual dengan gaya desain yang serupa. Namun lebih

dikemas secara menarik dan baik sehingga pesan yang ingin disampaikan

melalui media visual animasi lebih dapat menarik perhatian dan mudah untuk

dipahami.