gangguan somatisasi (1)

20
Gangguan Somatisasi Edwinda Desy Ratu* 10.2010.229 Kelompok D4 Abstraksi Alamat Korespondesi *Edwinda Desy Ratu UKRIDA 2010 Semester 5, Jl. Arjuna Utara Nomor 6, Jakarta Barat, 11510, E-mail : [email protected]

Upload: melysa-hilda-lumban-batu

Post on 27-Oct-2015

64 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gangguan Somatisasi (1)

Gangguan Somatisasi

Edwinda Desy Ratu*

10.2010.229

Kelompok D4

Abstraksi

Alamat Korespondesi

*Edwinda Desy Ratu

UKRIDA 2010 Semester 5, Jl. Arjuna

Utara Nomor 6, Jakarta Barat, 11510,

E-mail : [email protected]

Page 2: Gangguan Somatisasi (1)

Pendahuluan

Istilah somatoform berasal dari bahasa Yunani soma yang artinya tubuh. Gangguan ini

merupakan kelompok besar dari berbagai gangguan yang komponen utama dari tanda dan

gejalanya adalah tubuh. Gangguan ini mencakup interaksi tubuh-pikiran (body-mind).

Pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak menunjukkan adanya kaitan dengan keluhan pasien.

Revisi teks edisi keempat the Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-

TR) memasukkan 5 gangguan somatoform spesifik, meliputi: (1) gangguan somatisasi, (2)

gangguan konversi, (3) hipokondirasis, (4) body dysmorphic disorder, (5) gangguan nyeri.[1,2]

Gangguan Somatisasi

Gangguan somatisasi ditandai dengan banyak gejala somatic yang tidak dapat dijelaskan

dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan ini biasanya

dimulai sebelum usia 30 tahun, dapat berlanjut hingga tahunan, dan dikenali menurut DSM-IV-

TR, sebagai “kombinasi gejala nyeri, gastrointestinal, seksual, serta pseudoneurologis”.

Gangguan somatisasi berbeda dengan gangguan somatoform lainnya karena banyaknya

keluhan dan banyaknya sistem organ yang terlibat (contohnya gastrointestinal dan neurologis).

Gangguan ini bersifat kronis dan disertai pernderitaan psikologis yang signifikan, hendaya fungsi

sosial dan pekerjaan, serta perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.[1]

Wawancara Psikiatrik[3]

Wawancara psikiatri digunakan untuk pemeriksaan dan terapi. Bagi pasien ini,

menceritakan secara terinci dan jujur tentang kehidupan dan masalahnya dapat berefek terapi.

Pewawancara harus membangun suatu hubungan yang baik dengan pasien dan pada waktu

yang sama memeriksa keadaan pasien. Disamping mengamati setiap perkataan dan tingkah

laku pasien ia juga harus berpartisipasi aktif dalam wawancara tersebut. Teknisnya bervariasi

sesuai kepribadian dokter, dan hanya dapat dipelajari melalui praktek secara terus-menerus

dengan rentang pasien yang luas digabung dengan penelitian sendiri.

Page 3: Gangguan Somatisasi (1)

Mahasiswa harus bertujuan menemukan pola penyakit, sifat dan asal gejala serta

menempatkannya sesuai dengan personalitas dan riwayat kehidupan pasien. Riwayat

perjalanan penyakit bersifat deskriptif dan berkembang. Isi wawancara harus mencakup semua

pokok anamnesa, sehingga mungkin akan memerlukan serangkaian wawancara. Urutan yang

telah ditentukan tidak perlu dituruti secara kaku tetapi tetap harus dicatat secara lengkap.

Sebaiknya wawancara dimulai dari keluhan pasien saat ini, jangan Tanya tentang keluarga

dahulu. Wawancara dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung, tetapi

pada wawancara yang pertama harus ada keseimbangan antara bertanya langsung dan

membiarkan pasien menceritakan masalahnya dengan caranya sendiri. Hindari pertanyaan

yang mengarah dan selaan. Tetapi wawancara tetap harus dituntun dengan menanyakan

pertanyaan tentang kejadian tertentu, jangan terlalu banyak mengajukan pertanyaan yang

umum atau menyela atau mengomentari alur cerita yang sedang dibangun.

Mencatat Hasil Wawancara

Buatlah cacatan kasar tetapi menyeluruh pada saat wawancara, gunakan kata dan

ekspresi yang digunakan oleh pasien. Jangan sekali-sekali menulis waham atau depersonalisasi

atau istilah psikiatri lain; tulislah apa yang dikatakan pasien, sehingga orang lain dapat menarik

kesimpulan dari catatan tersebut. Berikan identifikasi dan diagnosis pada resume, yang

memisahkan observasi lanjutan dan interpretasi. Segera setelah wawancara, catatan ditulis

ulang sesuai skema yang telah ditetapkan. Hasil akhirnya harus terang dan jelas. Penting

mencatat informasi negative maupun positif. Keadaan mental seharusnya sesuai dengan

perilaku sewaktu wawancara dan biasakan membuat perumusan dan diagnosis sementara,

walaupun nantinya akan diperbaiki tindakan ini sangat berguna.

Dalam kasus apapun, wawancara dengan keluarga dan teman pernderita sangat penting

untuk mendapat informasi yang lebih lanjut. Catatlah informasi tentang: nama, alamat, nomor

telepon, apa hubungannya denganpasien, dan bagaimana impresi anda tentang informasi

tersebut. Apakah dapat dipercaya, acuh tak acuh, terlalu prihatin, dan sebagainya? Informasi

dari berbagai sumber ini harus dicatat secara terpisah.

Semua catatan harus ditandatangani atau paling kurang diparaf. Ingat kerahasiaannya.

Page 4: Gangguan Somatisasi (1)

Skema Pencatatan Medik

Untuk memperoleh catatan medic yang lengkap biasanya diperlukan beberapa kali wawancara.

Jika wawncara hanya dapat dilakukan sekali maka skema dapat dipersingkat. Catatan medic

terdiri atas : 1) riwayat penyakit sekarang, 2) riwayat social dan kepribadian, 3) pemeriksaan

fisik, 4) pemeriksaan psikiatri, 5)pemeriksaan lanjutan, 6)resume.

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Catat secara ringkas siapa yang merujuk , alasan masuk rumah sakit, dan keluhan pasien

(menggunakan kata-kata sendiri), dan lamanya keluhan tersebut. Sikap pasien terhadap

penyakit dan rujukan harus dicatat. Catat juga keluarga atau teman yang dating

mengantar. Berikan catatan koheren terinci dengan urutan kronologis dari awal

penyakit, dimana berbagai perubahan mulai timbul sampai keadaannya sekarang ini.

Catat kejadian pencetus dan berbagai gejala yang muncul kemudia diurutkan seakurat

mungkin berdasarkan waktu.

2. Riwayat Sosial

Riwayat keluarga

Ayah, Ibu, saudara kandung ( urutan dari yang tertua; nama; status perkawinan;

personalitas;pekerjaan;kesehatan), posisi social dan keadaan umum keluarga. Setiap

penyakit dalam keluarga, suka minum alcohol, kelainan kepribadian, pekerjaan,

gangguan mental, epilepsy. Apakah keadaan dalam keluarga ini sama dengan keadaan

penyakit pasien? Perluas investigasi ini dengan menanyakan keluarga dekat seperti

kakek, paman, bibi, dan saudara sepupu. Catat hal-hal penting yang mungkin harus

diselidiki lebih lanjut, misalnya nama rumah sakit dimana anggota keluarga pernah

diobati. Pengaruh dan suasana dalam keluarga: setiap peristiwa penting baik bagi

orangtua maupun bagi anggota keluarga lain. Hubungan emosi dengan orang tua,

saudara kandung dan family.

Riwayat Pribadi

- Tempat dan tanggal lahir: keadaan ibu sewaktu hamil. Komplikasi kehamilan atau

persalinan, jika ada. Berat badan lahir. Diberi ASI atau susu botol.

Page 5: Gangguan Somatisasi (1)

- Perkembangan anak: sehat atau sering sakit. Cepat atau lambat. Usia bicara,

berjalan, dan belajar buang air kecil sendiri.

- Gejala neurotic di masa kecil: mimpi buruk, tidur berjalan, kemarahan, enuresis,

gagap, rasa cemas.

- Kesehatan masa kanak-kanak : penyakit menular, korea, infeksi, konvulsi infantile.

- Sekolah : usia saat mulai dan tamat, nilai yang dicapai, kemampuan belajar,

kemampuan khusus atau ketidakmampuan khusus, hobi, hubungan dengan teman

dan guru.

- Masa remaja : sikap terhadap keluarga dan pemerintah, sifat suka melawan,

kemampuan bersahabat, angan-angan dalam hidup.

- Riwayat pekerjaan : usia mulai bekerja, urutan secara kronologis pekerjaan yang

pernah dilakukan, tanggal dan alasan pindah pekerjaan.

- Riwayat seksual:usia mulai puber, penyimpangan, kontrasepsi, keadaan sekaramg.

- Riwayat perkawinan : tanggal perkawinan, usia, kesehatan, kepribadian pasangan,

lama pacaran, hubungan dalam perkawinan.

- Anak-anak : daftar anak, catat nama dan usia anak, kepribadian, kesehatan, pernah

abortus atau tidak.

- Kebiasaan : makan, tidur, alcohol, tembakau, obat-obatan.

Riwayat penyakit terdahulu: penyakit yang pernah diderita, operasi, kecelakaan.

Riwayat penyakit psikiatri : tanggal, lamanya, gejala, masuk rumah sakit, pengobata yng

pernah dijalani, bagaimana reaksinya, dokter yang merawat.

Perilaku antisocial : terlibat kejahatan, kenakalan, perilaku criminal, pelanggaran yang

ernah dilakukan, denda, hukuman.

Keadaan hidup saat ini: catat secara ringkas, stress atau konfluk yang sedang terjadi.

Page 6: Gangguan Somatisasi (1)

Diagnosis Kerja[1]

Diagnosis gangguan somatisasi menurut DSM-IV-TR member syarat awitan gejala

sebelum usia 30 tahun. Selama perjalanan gangguan, keluhan pasien harus minimal 4 gejala

nyeri, 2 gejala gastrointestinal, 1 gejala seksual, dan 1 gejala pseudoneurologik, serta tak satu

pun dapat dijelaskan melalui pemeriksaan fisik dan laboratorik. Berikut criteria diagnosis

gangguan somatisasi menurut DSM-IV-TR:

A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama

periode beberapa tahun dan menyebabkan terapi yang dicari atau gangguan bermakna

dalam fungsi sosisalm pekerjaanm atau fungsi penting lain.

B. Tiap criteria berikut ini arus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada

sembarang waktu selama perjalanan gangguan:

1) empat gejala nyeri : riwayat nyeri yang berhunbungan dengan sekurangnya empat

tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya, kepala, perut, pumggumg, sendi,

anggota gerak, dada, rectum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau

selama miksi).

2) dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain dari

nyeri (misalnya, mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau

intolerans terhadap beberapa jenis makanan)

3) satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain dari

nyeri (misalnya, indiferensi seksual, disfungsu erektil atau ejakulasi, menstruasi

yang teratur, perdarahan menstruasi yang berlebihan, munath sepanjang kehamilan.

4) satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang

mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbata pada nyeri (gejala konversi

Page 7: Gangguan Somatisasi (1)

seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat,

sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya

sensasi sentuh atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketukian, kejang; gejala

disosiatif seperti amnesia, atau kesadaran selain pingsan.

C. Salah satu (1) atau (2):

1) Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam criteria B tidak dapat dijelaskan

sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dari

suatu zat (misalnya, efek cedera, medikasi, obat atau alcohol)

2) Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan

yang ditimbukkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakut,

pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (spereti pada gangguan buatan

atau pura-pura)

Diagnosis Banding[1]

Klinisi harus selalu menyingkirkan kondisi medis nonpsikiatrik yang dapat menjelaskan

gejala pasien. Sejumlah gangguan medis seringkali tampak dengan kelainan yang nonspesifik

dan sementara dalam kelompok usia yang sama. Gangguan medis tersebut adalah sklerosis

multipel, miastenia gravis, lupus eritomatous sistemik, sindroma imunodefisisensi didapat

(AIDS), porfiria intermiten akut, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, dan infeksi sistemik

kronis. Onset gejala somatic multipel pada seseorang pasien yang berusia lebih dari 40 tahun

Page 8: Gangguan Somatisasi (1)

harus dianggap disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik sampai pemeriksaan medis yang

luas telah dilakukan.

Banyak gangguan mental yang dipertimbangkan dalam diagnosis banding, yang dipersulit

oleh pengamatan bahwa sekurangnya 50 persen pasien dengan ganggguan somatisasi

menderita gangguan medis yang meyertai. Gangguan depresif berat, gangguan kecemasan

umum, dan skizofrenia semuanya dapat tapak dengan keluhan utama yang terpusat pada gejala

somatik. Tetapi, pada semua gangguan tersebut, gejala depresi, kecemasan, atau psikosis

akhirnya menonjol di atas keluhan somatik. Walaupun pasien dengan gangguan somatic

mungkin mengeluh banyak gejala somatik yang berhubungan dengan serangan paniknya,

pasien tersebut tidak terganggu oleh gejala somatic di antara serangan panik.

Di antara gangguan somatoform lainnya, hipokondriasis, gangguan konversi, dan

gangguan nyeri perlu dibedakan dari gangguan somatisasi. Hipokondriasis ditandai oleh

keyakinan palsu bahwa sesorang menderita penyakit spesifik, berbeda dengan gangguan

somatisasi, yang ditandai oleh permasalahan dengan banyak gejala. Gejala gangguan konversi

terbata pasa satu atau dua gejala neurologis, bukannya berbagai gejala dai gangguan

somatisasi. Gangguan nyeri adalah terbatas pada satu atau dua keluhan gejala nyeri.

Evaluasi Multiaksial[4]

Evaluasi multiaksial berguna untuk memahami pasien secara menyrluruh dari berbagai

segi:

- Ada tidaknya gangguan jiwa

- Kepribadian

- Kondisi medik/fisik

Page 9: Gangguan Somatisasi (1)

- Problem psiko-sosial dan lingkungan

- Fungsinya sebagai makhluk psikososial secara menyeluruh

Dengan begitu, penanganan terhadap pasien dapat dilakukan secara lebih komprehensif.

Aksis I disediakan untuk:

1. Semua gangguan jiwa yang terdapat dalam Blok F0-9, kecuali F60 (gangguan kepribadian

khas) dan F61 (gangguan kepribadian campuran)

2. Kode Z dan Kode V, yaitu problem kehidupan yang tidak memenuhi kriteria gangguan

jiwa tetapi membuat orang tersebut datang untuk minta pertolongan atau kondisi

medis yang memerlukan perhatian atau terapi.

Aksis II disediakan untuk:

1. Gangguan kepribadian (F60 dan F61) atau ciri kebribadian (tidak menggunakan kode

diagnostic)

2. Retardasi mental (F7)

Aksis III disediakan untuk kondisi medis umum

Aksis IV disediakan untuk problem psikososial dan lingkungan

Aksis V: Penilaian fungsi secara global (menyeluruh) dalam fungsi psikologis, sosial dan

okupasional. Aksis ini merupakan Skala Pengkajian Fungsi Global (Global Assesment of

Fungtional Scale) yang merupakan pengukuran fungsi umum saat ini, tetapi pada saat fungsi

tertinggi selama satu tahun sebelumnya (kisaran skala antara 1 sampai 100) dan digunakan

dalam merencanakan penatalaksanaan serta meramalkan hasil.[5]

Syarat-syarat yang diperlukan untuk pemastian diagnosis secara deskriptif fenomenologis

adalah sebagai berikut:

1. Gejala-gejala dikumpulkan menjadi sindrom yang bermakna

2. Urutan hirearkis harus dipikirkan dari F0-F5

3. Jangka waktu/berapa lama gejala itu termasuk ada tidaknya sifat dari awitan gejala

Page 10: Gangguan Somatisasi (1)

Contoh Penulisan Evaluasi Multiaksial (Perkiraan)

Axis I : Gangguan somatoform, somatisasi

Axis II : Tidak ada

Axis III : Tidak ada

Axis IV : Masalah dengan keluarga (faktor terbesar)

Axis V : 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang

Stressor[1,2]

Faktor psikososial. Formulasi psikososial melibatkan interpretasi gejala sebagai komunikasi

sosial, akibatnya adalah menghindari kewajiban (contohnya harus pergi ke tempat kerja yang

tidak disukai), mengekspresikan emosi (contohnya marah kepada pasangan), atau

menyimbolkan suatu perasaan atau keyakinan (contohnya nyeri di usus). Interpretasi gejala

psikoanalitik yang kaku bertumpu pada hipotesis bahwa gejala-gejala tersebut menggantikan

impuls berdasarkan insting yang ditekan.

Perspektif perilaku pada gangguan somatisasi menekankan bahwa pengajaran orang

tua, contoh dari orang tua, dan adat istiadat dapat mengajari beberapa anak untuk lebih

melakukan somatisasi dari pada orang lain. Di samping itu, sejumlah keluarga pasien dengan

gangguan somatisasi datang dari keluarga yang tidak stabil dan mengalami penyiksaan fisik.

Faktor Biologis dan Genetik. Sejumlah studi mengemukakan bahwa pasien memiliki perhatian

yang khas dan hendaya kognitif yang menghasilkan persepsi dan penilaian input

somatosensorik yang salah. Hendaya ini mencakup perhatian mudah teralih, ketidakmampuan

menghabituasi stimulus berulang, pengelompokan konstruksi kognitif dengan dasar

impresionisktik, hubungan pasdial dan sirkumstansial, serta kurangnya selktivitas, seperti yang

ditunjukkan sejumlah studi potensial bangkitan. Sejumlah terbatas studi pencitraan otak

melaporkan adanya penurunan metabolisme lobus frontalis dan hemisfer nondominan.

Page 11: Gangguan Somatisasi (1)

Data genetik menunjukkan bahwa gangguan somatisasi cenderung menurun di dalam

keluarga dan terjadi pada 10 hingga 20 persen kerabat perempuan derajat pertama pasien

dengan gangguan somatisasi. Di dalam keluarga ini, kerabat laki-laki derajat pertama rentan

terhadap penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian antisosial. Satu studi melaporkan

bahwa angka kejadian bersama 29 persen pada kembar monozigot dan 10 persen pada kembar

dizigot, menunjukkan adanya efek genetic.

Penelitian sitokin, suatu area baru studi ilmu neurologi dsar, dapat relevan dengan

gangguan somatisasi dan gangguan somatoform lain. Sitokin adalah molekul pembawa pesan

yang digunakan sistem imun untuk berkomunikaso di dalam dirinya dan dengan sistem saraf,

termasuk otak. Contoh sitokin adalah interleukin, faktor nekrosis tumor, dan interferon.

Beberapa percobaan pendahuluan menunjukkan bahwa sitokin dapat berperan menyebabkan

sejumlah gejala nonspesifik oenyakit, terutama infeksi, seperti piersomnia, anoreksia, lelahm

dan depresi. Walaupun belum ada data yang menyokong hipotesis, pengaturan abnormal

sistem sitokin dapat mengakibatkan sejumlah gejala yang ditemukan dalam gangguan

somatoform.

Gejala Klinis[5]

Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik dan riwayat medis

yang rumit dan panjang. Mual dan muntah (selain selam kehamilan), kesulitan menelan, nyeri

di lengan dan tungkai, napas pendek tifak berkaitan dengan olah raga, amnesia, dan komplikasi

kehammilan serta menstruasi adalah gejala yang paling lazim ditemui. Pasien sering meyakini

bahwa mereka telah sakit selama sebagian besar hidup mereka. Gejala pseudoneurologis

mengesankan, tetapi tidak patognomonik, untuk adanya gangguan neurologis. Menurut DSM-

IV-TR, gejala pseudoneurologis mencakup gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis

atau kelemahan lokal, kesulitan menelan atau benjolan di tenggorok, afonia, retensi urin,

halusinasi, hilangnya sensasi raba atau nyeri, penglihatan ganda, buta, tuli, kejang, atau hilag

kesadaran selain pingsan.

Page 12: Gangguan Somatisasi (1)

Penderitaan psikologis dan masalah interpersonal menonjol pada gangguan ini; ansietas

dan depresi adalah keadaan psikiatri yang paling sering. Ancaman bunuh diri lazim ada tetapi

bunuh diri yang sesungguhnya jatang terjadi. Jika terjadi bunuh diri biasanya sering terkait

penyalahgunaan zat. Riwayat medis pasien sering berbelit-belit, samar, tidak pasti, tidak

konsisten, dan kacau. Pasien secara klasik, tetapi tidak selalu, menggambarkan keluhannya

fengan cara yang dramatik, emosional, dan berlebihan, dengan bahasa yang jelas dan

berwarna; mereka dapat bingung denganurutan waktu dan tidak dapat membedakan dengan

jelas gejala saat ini dengan yang lalu. Pasien perempuan dengan gangguan somatisasi dapat

berpakaian dengan cara yang ekshibisionistik. Pasien dapat dianggap sebagau seseorang yang

tidak mandiri, terpusat pada diri sendiri, haus pemujaan, dan manipulatif.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis[1]

Perjalanan penyakit gangguan somatisasi bersifat kronik. Diagnosis biasanya ditegakkan

sebelum usia 25 tahun, namun gejala awal sudah dimulai saat remaja. Masalah menstruasi

biasanya merupakan keluhan paling dini yang muncul pada wanita. Keluhan seksual seringkali

berkaitan dengan perselisihan dalam perkawinan. Periode keluhan yang ringan berlangsung 9-

12 bulan, sedangkan gejala berat dan pengembangan dari keluhan-keluhan baru berlangsung

selama 6-9 bulan. Sebelum setahun biasanya pasien sudah mencari pertolongan medis. Adanya

oeningkatan tekanan kehidupan mengakibatkan eksaserbasi gejala-gejala somatik.

Terapi[2]

Gangguan somatisasi paling baik diterapi ketika pasien memiliki satu dokter yang

diketahui sebagai dokter utamanya. Ketika lebih dari satu klinisi terlibat, pasien memiliki

kesempatan lebih untuk mengespresikan keluhan somatiknya. Dokter utama harus melihat

pasien selama kunjungan yang terjadwal teraltur, biasanya dengan interval satu bulan.

Kunjungan ini harus relatif singkat walaupun pemeriksaan fisik parsial harus dilakukan untuk

memberikan respons terhadap keluhan somatic baru. Prosedur laboratorium dan diagnostic

Page 13: Gangguan Somatisasi (1)

tambahan umumnya harus dihindari. Ketika diagnosis gangguan somatisasi telah ditegakkan,

dokter yang merawat harus mendengarkan keluhan somatic sebagai ekspresi emosi, bukan

sebagai keluhan medis. Meskipun demikian, pasien dengan gangguan somatisasi juga dapat

memiliki penyakit fisik yang sesungguhnya; oleh sebab itu, dokter harus selalu menilai gejala

mana yang harus diperiksa dan sampai seberapa jauh. Strategi jangka panjang yang beralasan

utuk dokter di tempat pelayanan primer yang merwat pasien dengan gangguan somatisasi

adalah meningkatkan kesadaran pasien akan kemungkinan bahwa factor psikologis terlibat

dalam gejala sampai pasien mampu menemui klinisi kesehatan jiwa. Pada kasus yang rumit

dengan banyak tampilan medis, psikiater lebih mampu menilai apakah harus mencari konsultasi

medis atau operasi berdasarkan kammpuan medisnya; meskipun demikian, professional

kesehatan jiwa nonmedis juga dapat menggali hal psikologis sebelumnya dari gangguan

tersebut, terutama jika erat berkonsultasi dengan dokter.

Psikoterapi, baik individu maupun kelompok, menurunkan pengeluaran untuk

perawatan kesehatan pribadi pasien hingga 50 persen, sebagian besar dengan menurunkan

angka perawatan rumah sakit. Pada lingkungan psikoterapi, pasien dibantu beradaptasi dengan

gejalanya, mengekspresikan emosi yang mendasari, dan membangun strategi alternative untuk

mengespresikan perasaannya.

Memberikan obat psikotropik ketika gangguan somatisasi timbul bersamaan dengan

gangguan mood atau gangguan ansietas selalu memiliki resiko, tetapi juga diindikasikan terapi

psikofarmakologis dan terapi psikoterapeutik pada gangguan yang timbul bersamaan. Obat

harus diawasi karena pasien dengan gangguan somatisasi cenderung menggunakan obatnya

dengan tidak teratur dan tidak dapat dipercaya. Pada pasien tanpa gangguan jiwa lain, sedikit

data yang tersedia menunjukkan bahwa terapi farmakologis efektif bagi mereka.

Kesimpulan

Page 14: Gangguan Somatisasi (1)

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik

(sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis

yang adekuat. Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala fisik,

pada mana tak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat

bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor

psikologis atau konflik.

Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang

disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif

dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya.

Daftar Pustaka

1. Hadikusumo G. Gangguan somatoform. Dalam: Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan

Penerbit FKUI, 2010.h.265-8

2. Sadock BJ, Sadock VA. Buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2004.h.268-70

3. Mowbray RM. Psikiatri : Catatan kuliah = Notes on psychiatry. Jakarta: EGC, 2001.h.

4. Mangindaan L. Diagnosis psikiatrik. Dalam: Buku ajar psikiatrik. Jakarta: Badan Penerbit

FKUI, 2010.h.71-83

5. Tomb DA. Buku saku psikiatri: klasifikasi psikiatrik. Gangguan psikososial. Jakarta: EGC,

2004.h.3