gangguan elektrolit 1

22
GANGGUAN ELEKTROLIT Elektrolit merupakan molekul ionisasi yang ditemukan dalam darah, jaringan, dan sel-sel tubuh. Molekul ini, baik yang bermuatan positif (kation) dan negatif (anion), mengkonduksi aliran listrik serta membantu keseimbangan pH dan nilai asam basa dalam tubuh. Elektrolit juga memfasilitasi aliran cairan di antar dan di dalam sel melalui proses yang dikenal sebagai osmosis; serta berperan serta dalam fungsi regulasi sistem neuromuskular, endokrin, dan ekskresi. Gangguan elektrolit merupakan ketidakseimbangan antara garam ionisasi tertentu (seperti, natrium, kalium, kalsium, dan magnesium) dalam darah. Obat-obatan, penyakit kronik, dan trauma (seperti luka bakar, fraktur, dan lain-lain) dapat menyebabkan konsentrasi elektrolit tertentu dalam tubuh menjadi terlalu tinggi (hiper-) atau terlalu rendah (hipo-). Jika hal ini terjadi, dapat menghasilkan ketidakseimbangan atau gangguan elektrolit. Kata kunci: gangguan elektrolit; elektrolit; natrium; kalium; kalsium; magnesium; klorida PENDAHULUAN Terdapat beberapa elektrolit seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, dan klorida yang secara normal terdapat dalam tubuh. Elektrolit tersebut, yang juga dikenal sebagai garam tubuh, diperlukan dalam jumlah tertentu di dalam tubuh. 1

Upload: karina-apriela

Post on 02-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

elektrolit

TRANSCRIPT

Page 1: gangguan elektrolit 1

GANGGUAN ELEKTROLIT

Elektrolit merupakan molekul ionisasi yang ditemukan dalam darah, jaringan, dan sel-

sel tubuh. Molekul ini, baik yang bermuatan positif (kation) dan negatif (anion),

mengkonduksi aliran listrik serta membantu keseimbangan pH dan nilai asam basa dalam

tubuh. Elektrolit juga memfasilitasi aliran cairan di antar dan di dalam sel melalui proses

yang dikenal sebagai osmosis; serta berperan serta dalam fungsi regulasi sistem

neuromuskular, endokrin, dan ekskresi.

Gangguan elektrolit merupakan ketidakseimbangan antara garam ionisasi tertentu

(seperti, natrium, kalium, kalsium, dan magnesium) dalam darah. Obat-obatan, penyakit

kronik, dan trauma (seperti luka bakar, fraktur, dan lain-lain) dapat menyebabkan konsentrasi

elektrolit tertentu dalam tubuh menjadi terlalu tinggi (hiper-) atau terlalu rendah (hipo-). Jika

hal ini terjadi, dapat menghasilkan ketidakseimbangan atau gangguan elektrolit.

Kata kunci: gangguan elektrolit; elektrolit; natrium; kalium; kalsium; magnesium; klorida

PENDAHULUAN

Terdapat beberapa elektrolit seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, dan

klorida yang secara normal terdapat dalam tubuh. Elektrolit tersebut, yang juga dikenal

sebagai garam tubuh, diperlukan dalam jumlah tertentu di dalam tubuh. Namun, terkadang

kadar elektrolit dapat meningkat atau menurun dalam keadaan tertentu. Hal ini yang dikenal

sebagai gangguan elektrolit.2

NATRIUM

Natrium mengatur jumlah total air dalam tubuh. Selain itu, transmisi natrium keluar

dan masuk sel juga berperan penting dalam fungsi tubuh. Banyak proses dalam tubuh,

terutama di otak, sistem saraf, dan otot, yang memerlukan sinyal listrik untuk komunikasi.

Perpindahan natrium sangat penting dalam menyalurkan sinyal-sinyal listrik. Terlalu banyak

atau sedikit natrium dapat menyebabkan kerusakan sel.3

Kadar normal natrium dalam serum adalah 135–145 mEq/L.4 Sedangkan kebutuhan

asupan natrium per hari ialah 1–2 mEq/kgBB/hari.5\

1

Page 2: gangguan elektrolit 1

HIPERNATREMIA4

Hipernatremia hampir selalu disebabkan oleh kehilangan air melebihi kehilangan

natrium (kehilangan cairan hipotonik) atau retensi natrium dalam jumlah yang besar. Bahkan

ketika kemampuan ginjal untuk memekatkan urine rusak, rasa haus paling efektif mencegah

hiponatremia. Hipernatremia sering terjadi pada pasien yang sakit dan tidak bisa minum,

sangat tua, sangat muda, dan pasien tidak sadar. Pasien dengan hipernatremia dapat memiliki

jumlah total natrium tubuh yang rendah, normal, atau tinggi.

Hipernatremia dan Jumlah Total Natrium Tubuh yang Rendah

Pasien ini kehilangan baik natrium maupun air, tetapi kehilangan air melebihi

kehilangan natrium. Kehilangan hipotonik dapat disebabkan oleh renal (diuresis osmotik)

atau ektrarenal (diare atau berkeringat). Pada kasus lainnya, pasien biasanya memiliki

manifestasi berupa tanda-tanda hipovolemia. Konsentrasi natrium dalam urine biasanya lebih

dari 20 mEq/L pada sebab renal dan kurang dari 10 mEq/L pada sebab ekstrarenal.

Hipernatremia dan Jumlah Total Natrium Tubuh yang Normal

Pasien ini umumnya bermanifestasi dengan kehilangan air tanpa hipovolemia berlebih

kecuali jika terjadi kehilangan air yang masif. Jumlah total natrium biasanya normal.

Kehilangan air yang murni dapat terjadi melalui kulit, traktus respiratorius, atau ginjal.

Penyebab utama hipernatremia dengan jumlah total natrium tubuh yang normal adalah

diabetes insipidus (pada pasien sadar). Diabetes insipidus ditandai dengan rusaknya

kemampuan ginjal untuk memekatkan urine baik karena menurunnya sekresi ADH (diabetes

insipidus sentral) ataupun karena kegagalan ginjal untuk berespon normal terhadap ADH

sirkulasi (diabetes insipidus nefrogenik). Selain itu, ‘hipernatremia esensial’ dialami oleh

pasien dengan gangguan sistem saraf. Pasien ini memiliki osmoreseptor dengan ambang batas

osmolalitas yang tinggi.

Hipernatremia dan Jumlah Total Natrium Tubuh yang Tinggi

Kondisi ini kebanyakan merupakan hasil dari pemberian larutan saline hipertonik

(NaCl 3% atau NaHCO3 7.5%). Pasien dengan hiperaldosteronisme primer dan sindroma

Cushing dapat mengalami sedikit peningkatan konsentrasi natrium serum sejalan dengan

peningkatan retensi natrium.

2

Page 3: gangguan elektrolit 1

Manifestasi Klinis Hipernatremia

Manifestasi neurologis mendominasi pasien dengan hipernatremia dan biasanya

diakibatkan oleh dehidrasi selular. Kelemahan, letargi, dan hiperrefleksi dapat berlanjut

menjadi kejang, koma, bahkan kematian. Gejala ini lebih berhubungan dengan perpindahan

air keluar dari sel otak daripada kadar absolut hipernatremia. Penurunan cepat dari volume

otak dapat menyebabkan rupturnya vena cerebral dan mengakibatkan perdarahan fokal

intraserebral atau subarakhnoid. Kejang dan kerusakan neurologis serius biasa terjadi,

terutama pada anak dengan hipernatremia akut ketika kadar natrium plasma melebihi 158

mEq/L. Hipernatremia kronik biasanya lebih dapat ditoleransi daripada bentuk akut. Setelah

24–48 jam, osmolalitas intraseluler mulai meningkat akibat peningkatan konsentrasi inositol

dan asam amino (glutamin dan taurin). Sejalan dengan peningkatan zat terlarut intraseluler,

cairan dalam sel saraf pun mulai kembali normal.

Pengobatan untuk Hipernatremia

Pengobatan untuk hipernatremia bertujuan mengembalikan osmolalitas plasma ke

nilai normal sejalan dengan koreksi masalah yang mendasarinya. Kekurangan air sebaiknya

dapat dikoreksi dalam waktu 48 jam dengan larutan hipotonik seperti dekstrosa 5% dalam air.

Abnormalitas volume ekstraseluler juga harus dikoreksi. Pasien hipernatremia dengan

penurunan jumlah total natrium tubuh sebaiknya lebih dahulu diberi cairan isotonik untuk

mengembalikan volume plasma ke normal daripada terapi dengan larutan hipotonik. Pasien

hipernatremia dapat berujung pada kejang, edema otak, kerusakan neurologis permanen,

bahkan kematian.

Pertimbangan Anestesi

Hipovolemia dapat mencetuskan vasodilatasi atau depresi kardiovaskular dari agen

anestesi serta merupakan predisposisi untuk hipotensi dan hipoperfusi jaringan. Adanya

penurunan volume distribusi dari obat mengakibatkan perlunya penurunan jumlah obat untuk

kebanyakan agen intravena, di mana penurunan cardiac output dapat mempertinggi uptake

dari anestesi inhalasi.

Operasi elektif sebaiknya ditunda pada pasien dengan hipernatremia signifikan (>150

mEq/L) sampai sebabnya dapat diperbaiki dan kekurangan cairan dikoreksi. Kekurangan air

maupun cairan isotonik sebaiknya dikoreksi lebih dahulu daripada pelaksanaan operasi.

3

Page 4: gangguan elektrolit 1

HIPONATREMIA4

Hiponatremia selalu mencerminkan retensi air baik oleh peningkatan absolut dari

TBW (Total Body Water) ataupun kehilangan natrium melebihi kehilangan air. Kapasitas

normal ginjal untuk mengencerkan urine dengan osmolalitas serendah 40 mOsm/kg dapat

mengekskresikan lebih dari 10L air per hari, jika diperlukan. Oleh karena kemampuan yang

hebat ini, hiponetremia hampir selalu diakibatkan oleh defek pada kapasitas pengenceran

urine (osmolalitas urine 100mOsm/kg). Hiponatremia tanpa abnormalitas dari kapasitas

pengenceran ginjal (osmolalitas urine <100 mOsm/kg) biasanya dihubungkan dengan

polidipsia primer atau ‘reset’ osmoreseptor; kedua kondisi terakhir ini dapat dibedakan

dengan pembatasan cairan.

Hiponatremia dan Jumlah Total Natrium Tubuh yang Rendah

Kehilangan cairan yang mengakibatkan hiponatremia dapat berasal dari renal atau

ekstrarenal. Kehilangan akibat sebab renal, kebanyakan berhubungan dengan diuretik

thiazide dan menghasilkan kadar natrium urine lebih dari 20 mEq/L. Kehilangan akibat sebab

ekstrarenal biasanya berhubungan dengan gastrointestinal dan menghasilkan urine dengan

kadar natrium kurang dari 10 mEq/L. Pengecualian utama ialah hiponatremia akibat muntah,

yang dapat menghasilkan kadar natrium urine lebih dari 20 mEq/L. Hai ini disebabkan oleh

bikarbonaturia pada alkalosis metabolik yang disertai dengan ekskresi natrium untuk menjaga

netralitas muatan pada urine.

Hiponatremia dan Jumlah Total Natrium Tubuh yang Tinggi

Kelainan edematosa ditandai dengan peningkatan baik jumlah total natrium tubuh

maupun TBW. Ketika peningkatan air melebihi natrium, hiponatremia terjadi. Kelainan

edematosa meliputi gagal jantung kongestif, sirosis, gagal ginjal, dan sindrom nefrotik.

Hiponatremia pada keadaan ini diakibatkan oleh kerusakan progesif dari ginjal untuk

mengekskresi air dan biasanya paralel dengan keparahan penyakit yang mendasarinya.

Mekanisme patofisiologinya meliputi penglepasan ADH nonosmotik dan penurunan aliran

cairan ke segmen pengenceran tubulus distal di nefron. Volume ‘efektif’ sirkulasi darah

berkurang.

Hipernatremia dan Jumlah Total Natrium Tubuh yang Normal

Hiponatremia dengan tidak adanya edema atau hipovolemia dapat dilihat pada

insufisiensi glukokortikoid, hipotiroidisme, terapi obat (klorpropamid dan siklofosfamid), dan

4

Page 5: gangguan elektrolit 1

SIADH (Syndrome of Inappropriate AntiDiuretic Hormone). Hiponatremia yang

berhubungan dengan hipofungsi adrenal merupakan akibat dari ko-sekresi ADH dengan CRF

(Corticotrophin-Releasing Factor).

Manifestasi Klinis Hiponatremia

Gejala hiponatremia terutama berupa gangguan neurologis dan diakibatkan oleh

peningkatan air intraseluler. Tingkat keparahannya berhubungan dengan kecepatan terjadinya

hipoosmolalitas ekstraseluler. Gejala awal biasanya nonspesifik dan meliputi anoreksia, mual,

dan kelemasan. Edema otak yang progresif, bagaimanapun, mengakibatkan letargi, konfusi,

kejang, koma, bahkan kematian. Manifestasi serius dari hiponatremia umumnya berhubungan

dengan konsentrasi natrium plasma < 120 mEq/L.

Pengobatan Hiponatremia

Sama dengan hipernatremia, pengobatan hiponatremia ditujukan pada koreksi baik

penyakit yang mendasarinya maupun kadar natrium plasma. Saline isotonik umumnya

merupakan pengobatan terpilih untuk pasien hiponatremia dengan penurunan jumlah total

natrium tubuh. Saat penurunan cairan ekstraseluler dikoreksi, diuresis air yang spontan akan

mengembalikan kadar natrium plasma ke normal. Hal sebaliknya, pembatasan cairan

merupakan pengobatan terpilih untuk pasien hiponatremia dengan jumlah total natrium

tubuh yang normal atau meningkat. Terapi spesifik seperti penggantian hormon pada pasien

dengan hipofungsi adrenal atau tiroid, dan tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan

cardiac output pada pasien dengan gagal jantung dapat diindikasikan. Demeclocycline, obat

yang mengantagonis aktivitas ADH pada tubulus renalis, sudah terbukti dapat menjadi terapi

tambahan yang berguna untuk pembatasan cairan pada pasien dengan SIADH.

Pertimbangan Anestesi

Hiponatremia sering merupakan manifestasi yang serius dari penyakit yang

mendasarinya dan memerlukan perhatian terhadap evaluasi preoperatif. Konsentrasi natrium

plasma di atas 130 mEq/L umumnya dianggap aman untuk pasien yang akan dibius umum.

Konsentrasi natrium plasma sebaiknya dikoreksi hingga di atas 130 mEq/L untuk semua

operasi elektif, bahkan bila gejala tidak ada. Konsentrasi yang lebih rendah akan

menyebabkan edema otak yang dapat bermanifestasi intraoperatif yaitu penurunan MAC

(Minimum Alveolar Concentration) atau agitasi, konfusi, somnolen postoperatif.

5

Page 6: gangguan elektrolit 1

KALIUM

Kalium, ion intraseluler utama dalam tubuh, berperan penting dalam menentukan

potensial membran sel. Walaupun konsentrasi kalium ekstraseluler rendah, kadar kalium pada

cairan ekstraseluler diregulasi secara hati-hati, karena perubahan pada konsentrasi

ekstraseluler dapat menimbulkan gangguan fungsi saraf dan kardiovaskular yang mengancam

jiwa. Perpindahan kalium antara kompartemen intraseluler dan ekstraseluluer dapat

berhubungan dengan perubahan hormon serta pH pada cairan ekstraseluler.4

Kadar normal kalium dalam serum adalah 3.5–5.5 mEq/L.4 Sedangkan kebutuhan

asupan kalium ialah 1–2 mEq/hari.5

HIPERKALEMIA4

Hiperkalemia terjadi saat kadar kalium plasma melebihi 5.5 mEq/L. Hiperkalemia

jarang terjadi pada individu normal karena kapasitas ginjal yang luar biasa untuk

mengekskresi kalium. Ketika intake kalium meningkat, ginjal dapat mengekskresikan

sebanyak 500 mEq kalium per hari. Sistem simpatis dan sekresi insulin juga berperan penting

dalam mencegah peningkatan akut kadar kalium plasma.

Hiperkalemia dapat disebabkan oleh (1) perpindahan kalium interkompartemen, (2)

penurunan ekskresi kalium di urine, dan (3) peningkatan intake kalium. Peningkatan palsu

konsentrasi kalium plasma dapat terjadi jika terdapat hemolisis sel darah merah pada

spesimen darah (kebanyakan disebabkan torniquet yang lama ketika mengambil darah).

HIPOKALEMIA4

Hipokalemia ditentukan saat kadar kalium plasma kurang dari 3.5 mEq/L dan dapat

terjadi oleh karena: (1) perpindahan kalium interkompartemen, (2) peningkatan kehilangan

kalium, dan (3) intake kalium tidak adekuat.

Hipokalemia Akibat Perpindahan Kalium Interkompartemen

Hal ini terjadi saat alkalosis, terapi insulin, pemberian β2-adrenergik agonis, dan

hipotermia. Hipokalemia juga dapat terjadi pada transfusi sel darah merah beku; di mana sel-

sel tersebut kehilangan kalium saat proses pengawetan.

Hipokalemia Akibat Peningkatan Kehilangan Kalium

Hal ini hampir selalu disebabkan oleh kelainan ginjal dan gastrointestinal.

Pengeluaran kalium melalui ginjal kebanyakan merupakan hasil dari diuresis atau

6

Page 7: gangguan elektrolit 1

peningkatan aktivitas mineralokortikoid. Peningkatan kehilangan kalium dari gastrointestinal

kebanyakan disebabkan oleh muntah atau diare. Peningkatan pembentukan keringat kronik

biasanya menyebabkan hipokalemia, terutama saat intake kalium dibatasi. Dialisis dengan

larutan rendah kalium dapat pula menyebabkan hipokalemia.

Hipokalemia Akibat Penurunan Intake Kalium

Oleh karena kemampuan ginjal untuk menurunkan eskresi kalium rendah, yaitu 5-20

mEq/L, adanya penurunan intake kalium sangat berpengaruh terhadap terjadinya

hipokalemia. Intake kalium yang rendah, bagaimanapun, sering meningkatkan efek dari

peningkatan kehilangan kalium.

Manifestasi Klinik Hipokalemia

Efek kardiovaskular paling menonjol meliputi abnormalitas EKG, aritmia, penurunan

kontraktilitas jantung, dan tekanan darah arteri yang labil akibat disfungsi otonom.

Hipokalemia kronik juga dilaporkan dapat menyebabkan fibrosis miokardia. Manifestasi

EKG terutama ialah repolarisasi ventrikel yang tertunda (delayed ventricular repolarization).

Peningkatan automatisitas sel miokardium dan repolarisasi yang tertunda akan berkembang

menjadi aritmia atrium dan ventrikel.

Pengobatan Hipokalemia

Penggantian oral dengan larutan kalium klorida umumnya aman (60–80 mEq/hari).

Penggantian kekurangan kalium biasanya memerlukan beberapa hari. Penggantian intravena

dengan larutan kalium klorida sebaiknya diberikan pada pasien dengan atau yang beresiko

terhadap manifestasi jantung atau kelemahan otot. Tujuan dari terapi intravena ini adalah

untuk mengeluarkan pasien dari keadaan bahaya daripada mengoreksi seluruh kekurangan

kalium. Penggantian kalium intravena perifer sebaiknya tidak melebihi 8 mEq/jam karena

efek iritatif dari kalium pada vena perifer. Larutan yang mengandung dekstrosa sebaiknya

dihindari karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan sekresi insulin sekunder dapat

menurunkan kadar kalium plasma lebih jauh lagi.

Pertimbangan Anestesi

Hipokalemia umum ditemukan saat preoperatif. Keputusan untuk melakukan operasi

elektif sering didasarkan pada batas antara 3 dan 3.5 mEq/L. Keputusan ini, bagaimanapun,

sebaiknya juga didasarkan pada tingkat mana hipokalemia berkembang serta ada tidaknya

7

Page 8: gangguan elektrolit 1

disfungsi organ sekunder. Umumnya, hipokalemia kronik ringan (3–3.5 mEq/L) tanpa

perubahan EKG tidak terlihat meningkatkan resiko anestesi. Hal tersebut tidak berlaku jika

pasien memperoleh digoxin, yang dapat meningkatkan resiko berkembangnya toksisitas

digoxin akibat hipokalemia.

Kalium intravena sebaiknya diberikan bila terjadi aritmia atrium atau ventrikel.

Larutan bebas glukosa sebaiknya digunakan dan hiperventilasi dihindari untuk mencegah

penurunan kadar kalium plasma lebih lanjut. Peningkatan sensitivitas terhadap NMBAs

(NeuroMuscular Blocking Agents) dapat terlihat pada beberapa pasien. Dosis NMBAs

sebaiknya dikurangi 25-50% dan stimulator saraf sebaiknya digunakan untuk mengikuti

tingkat paralisis dan reverse yang adekuat.

KALSIUM

Ion kalsium berperan pada hampir semua fungsi esensial biologik tubuh, meliputi

kontraksi otot, pelepasan neurotransmiter dan hormon, koagulasi darah, serta metabolisme

tulang. Kalsium secara normal memasuki cairan ekstraseluler melalui absorpsi dari traktus

intestinal atau resorpsi tulang. Sebaliknya, kalsium meninggalkan kompartemen ekstraseluler

melalui (1) deposisi di tulang, (2) ekskresi urine, (3) sekresi ke traktus gastrointestinal, dan

(4) pembentukan keringat. Kadar kalsium ekstraseluler diregulasi oleh tiga hormon: hormon

paratiroid (PTH), vitamin D, dan kalsitonin. Ketiga hormon ini terutama bekerja pada tulang,

tubulus distal ginjal, dan usus halus.4

PTH merupakan regulator kalsium plasma yang paling penting. Penurunan kadar

kalsium plasma akan menstimulasi PTH, sedangkan peningkatan kadar kalsium plasma dapat

menghambat sekresi PTH. Efek kalsemik dari PTH berhubungan dengan (1) mobilisasi

kalsium dari tulang, (2) peningkatan reabsorpsi kalsium di tubulus distal ginjal, dan (3)

peningkatan tidak langsung absorpsi intestinal melalui 1.25-dihidroksikolekalsiferol yang

disintesis di ginjal.4

Vitamin D berupa 1.25-dihidroksikolekalsiferol mencetuskan absorpsi kalsium di

usus, memudahkan kerja PTH di tulang, dan meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus

distal.4

Kalsitonin merupakan hormon polipeptida yang disekresi oleh sel parafolikuler

kelenjar tiroid. Sekresinya distimulasi oleh hiperkalsemia dan dihambat oleh hipokalsemia.

Kalsitonin menghambat reabsorpsi tulang dan meningkatkan ekskresi kalsium urine.4

Kadar normal kalsium dalam serum adalah 2.38–2.66 mEq/L.4 Sedangkan kebutuhan

asupan kalsium ialah 0.2–0.3 mEq/kgBB/hari.5

8

Page 9: gangguan elektrolit 1

HIPERKALSEMIA4

Hiperkalsemia dapat terjadi sebagai hasil dari berbagai gangguan. Pada

hiperparatiroidisme primer, sekresi PTH meningkat dan tidak terpengaruh oleh kadar

kalsium. Sebaliknya, pada hiperparatiroidisme sekunder (gagal ginjal kronik atau

malabsorpsi), peningkatan kadar PTH merupakan respon dari hipokalsemia kronik.

Hiperparatiroidisme sekunder yang memanjang menyebabkan sekresi otomatis dari PTH,

mengakibatkan peningkatan atau normalnya kadar kalsium (hiperparatiroidisme tersier).

Pasien dengan kanker dapat mengalami hiperkalsemia dengan atau tanpa adanya

metastase tulang. Dektruksi tulang secara langsung atau sekresi mediator humoral dari

hiperkalsemia (substansi seperti-PTH, sitokin, atau prostaglandin) mungkin berperan pada

kebanyakan pasien. Hiperkalsemia yang berhubungan dengan peningkatan turn-over kalsium

dari tulang dapat dialami oleh pasien dengan kondisi yang lebih jinak seperti penyakit Paget

dan imobilisasi kronik. Peningkatan absorpsi kalsium dari gastrointestinal dapat

menyebabkan hiperkalsemia pada pasien dengan milk-alkali syndrome (ditandai dengan

peningkatan intake kalsium), hipervitaminosis D, dan penyakit granulomatosa (peningkatan

sensitivitas vitamin D).

HIPOKALSEMIA4

Hipokalsemia akibat hipoparatiroidisme biasanya berhubungan dengan hipokalsemia

simptomatik. Hiperparatiroidisme dapat disebabkan oleh pembedahan, idiopatik, atau bagian

dari defek endokrin multipel (kebanyakan akibat insufisiensi adrenal), atau berhubungan

dengan hipomagnesemia. Defisiensi magnesium berhubungan dengan kegagalan sekresi

PTH dan efek antagonisnya pada tulang. Hipokalsemia selama sepsis juga dipikirkan akibat

supresi pelepasan PTH. Hipokalsemia oleh karena defisiensi vitamin D dapat diakibatkan

oleh berkurangnya intake (nutrisi), malabsorpsi vitamin D, atau abnormalitas metabolisme

vitamin D.

Pembentukan kelat antara ion kalsium dan ion sitrat pada pengawetan darah

merupakan sebab yang penting dari hipokalsemia perioperatif; mirip dengan penurunan

transien kadar kalsium plasma yang menyertai infus cepat dari albumin volume besar.

Hipokalsemia yang menyertai pankreatitis akut disebabkan oleh presipitasi kalsium dengan

lemak (penyabunan) yang diikuti oleh pelepasan enzim lipolitik dan nekrosis lemak;

hipokalsemia yang menyertai emboli lemak juga memiliki dasar yang serupa.

9

Page 10: gangguan elektrolit 1

Penyebab lainnya dari hipokalsemia meliputi calcitonin-secreting medullary

carcinoma dari tiroid, penyakit metastase osteoblastik (kanker payudara dan prostat), dan

pseudohipoparatiroidisme (tidak respon terhadap hormon paratiroid). Hipokalsemia transien

juga dapat menyertai pemberian heparin, protamin, dan glukagon serta transfusi darah masif

(dari sitrat).

Manifestasi Klinis Hipokalsemia

Manifestasi meliputi parastesia, konfusi, stridor laringeal (laringospasme), spasme

karpopedal, spasme masseter, dan kejang. Iritabilitas jantung dapat menuju aritmia.

Penurunan kontraktilitas jantung dapat mengakibatkan gagal jantung, hipotensi, dan

keduanya. Penurunan respon terhadap digoxin dan β-adrenergik agonis juga dilaporkan.

Pengobatan Hipokalsemia

Hipokalsemia simptomatik merupakan kedaruratan medis yang harus diterapi nsegera

dengan kalsium klorida (larutan 10% 3–5 ml) atau kalsium glukonat (larutan 10% 10–20

mL). Untuk mencegah presipitasi, kalsium intravena sebaiknya tidak diberikan dengan

larutan yang mengandung bikarbonat dan fosfat. Pada hipokalsemia kronik, kalsium oral

(CaCO3) dan penggantian vitamin D biasanya diperlukan.

Pertimbangan Anestesi

Hipokalsemia sebaiknya dikoreksi preoperatif. Kadar ion kalsium serial sebaiknya

diawasi intraoperatif pada pasien dengan riwayat hipokalsemia. Alkalosis sebaiknya dihindari

untuk mencegah penurunan kadar kalsium lebih lanjut. Kalsium intavena dapat diberikan

menyertai tansfusi cepat dari produk darah berupa sitrat atau larutan albumin volume besar.

Efek potensiasi inotropik negatif dari barbiturat dan anestesi volatil sebaiknya dapat

diperkirakan. Respon terhadap NMBAs tidak konsisten dan memerlukan pengawasan ketat

dengan stimulator saraf.

MAGNESIUM

Magnesium merupakan kation intraseluler yang penting, berfungsi sebagai kofaktor

berbagai jalur enzim. Hanya 1–2% dari total magnesium tubuh yang disimpan di cairan

ekstraseluler, 67% terdapat di tulang, dan sisanya 31% ada di intraseluler.4

Kadar magnesium normal dalam serum adalah 1.7–2.1 mEq/L.4 Sedangkan kebutuhan

asupan magnesium ialah 0.2–0.5 mEq/kgBB/hari.5

10

Page 11: gangguan elektrolit 1

HIPERMAGNESEMIA4

Peningkatan kadar magnesium plasma hampir selalu berhubungan dengan kelebihan

intake (antasida atau laksatif yang mengandung magnesium), kerusakan ginjal (GFR < 30

mL/menit), atau keduanya. Hipermagnesemia iatrogenik juga terjadi selama terapi

magnesium sulfat pada hipertensi gestational yang berpengaruh pada ibu dan janin. Penyebab

lainnya berupa insufisiensi adrenal, hipotiroidisme, rhabdomiolisis, dan pemberian lithium.

HIPOMAGNESEMIA4

Hipomagnesemia penting diperhatikan pada pasien yang sakit. Hipomagnesemia

umumnya berhubungan dengan defisiensi dari komponen intraseluler seperti kalium dan

fosfor. Defisiensi magnesium disebabkan oleh intake yang tidak adekuat, penurunan absorpsi

gastrointestinal, dan peningkatan ekskresi ginjal. β-adrenergik agonis dapat menyebabkan

hipomagnesemia transien di mana ion magnesium diambil oleh jaringan adiposa. Obat-obatan

yang dapat menyebabkan pengeluaran magnesium oleh ginjal meliputi etanol, teofilin,

diuretik, cisplatin, siklosporin, dan amfoterisin-B.

Manifestasi Klinis Hipomagnesemia

Kebanyakan pasien dengan hipomagnesemia tidak menunjukkan gejala, tetapi

anoreksia, kelemahan, fasikulasi, parestesia, konfusi, ataksia, dan kejang dapat menonjol.

Hipomagnesemia biasanya berhubungan dengan hipokalsemia (kerusakan sekresi hormon

paratiroid) dan hipokalemia (akibat pembuangan oleh ginjal). Manifestasi jantung meliputi

iritabilitas listrik dan potensiasi intoksikasi digoxin; kedua faktor ini diperburuk oleh

hipokalemia. Hipomagnesemia juga berhubungan dengan peningkatan insiden fibrilasi

atrium. Pemanjangan interval P–R dan QT dapat nampak seiring dengan hipokalsemia.

Pengobatan Hipomagnesemia

Hipomagnesemia asimptomatik dapat diterapi per oral (magnesium sulfat heptahidrat

atau magnesium oksida) atau intramuskular (magnesium sulfat). Menifestasi serius seperti

kejang harus diterapi dengan magnesium sulfat intravena, 1–2 g (8–16 mEq atau 4–8 mmol)

diberikan secara lambat selama 15–60 menit.

11

Page 12: gangguan elektrolit 1

Pertimbangan Anestesi

Walaupun tidak ada interaksi anestesi spesifik yang disebutkan, gangguan elektrolit

yang menyertainya seperti hipokalemia dan hipokalsemia sering terjadi dan harus dikoreksi

lebih dahulu dibandingkan dengan pelaksanaan operasi. Hipomagnesemia isolasi sebaiknya

dikoreksi sebelum prosedur elektif sebab dapat menyebabkan aritmia jantung. Lebih lanjut,

magnesium nampaknya memiliki efek antiaritmia intrinsik dan protektif terhadap otak, di

mana seringkali diberikan pada operasi bypass kardiopulmonar.

KLORIDA

Klorida, anion utama dari cairan ekstraseluler, ditemukan lebih banyak pada

kompartemen interstitial dan cairan limfoid daripada dalam darah. Klorida juga merupakan

bagian dari cairan sekresi lambung dan pankreas, keringat, kantung empedu, dan air liur.

Natrium dan klorida merupakan komposisi elektrolit terbesar dalam cairan ekstraseluler dan

berperan dalam menentukan tekanan osmotik. Klorida diproduksi dalam lambung, yang

dikombinaksikan dengan hidrogen untuk membentuk adam hidroklorida. Kontrol klorida

tergantung dari intake klorida, ekskresi, dan absorpsi ion tersebut dari ginjal. Klorida dalam

jumlah kecil dibuang dalam feses.6

Kadar klorida dalam serum mencerminkan pengenceran atau pemekatan yang terjadi

di cairan ekstrseluler serta menunjukkan secara langsung proporsi konsentrasi natrium.

Osmolalitas serum paralel dengan kadar klorida. Sekresi aldosteron meningkatkan reabsorpsi

natrium, yang juga meningkatkan reabsorpsi klorida. Pleksus koroid, yang mensekresi

cerebrospinal fluid di otak, bergantung pada natrium dan klorida untuk menarik air dan

membentuk proporsi dari cerebrospinal fluid.6

Bikarbonat memiliki hubungan dengan klorida. Saat klorida berpindah dari plasma

menuju sel darah merah (disebut dengan chloride shift), bikarbonat berpindah kembali ke

plasma. Ion hidrogen terbentuk, yang kemudian membantu pelepasan oksigen dari

hemoglobin. 6

Ketika kadar salah satu dari elektrolit ini terganggu (natrium, bikarbonat, dan klorida),

kedua elektrolit lainnya pun akan terpengaruh. Klorida berperan dalam menjaga

keseimbangan asam basa dan bekerja sebagai buffer dalam pertukaran oksigen dan

karbondioksida dalam sel darah merah. Klorida diperoleh dari makanan seperti garam dapur.

Kadar normal klorida dalam serum ialah 97–107 mEq/L.6 Sedangkan kebutuhan

asupan klorida ialah 1–2 mEq/kgBB/hari.5

12

Page 13: gangguan elektrolit 1

HIPERKLOREMIA6

Kadar klorida serum yang tinggi dapat mengakibatkan hiperkloremia asidosis

metabolik oleh karena iatrogenik pemberian klorida seperti larutan NaCl 0.9%, larutan NaCL

0.45%, atau larutan Ringer Laktat. Kondisi ini dapat pula disebabkan oleh kehilangan ion

bikarbonat dari ginjal dan saluran pencernaan yang diikuti dengan peningkatan ion klorida.

Ion klorida dalam bentuk garam asam terakumulasi, dan asidosis terjadi dengan menurunnya

ion bikarbonat. Trauma kepala, peningkatan produksi keringat, kelebihan hormon

mineralokortikoid, dan penurunan filtrasi ginjal dapat menuju peningkatan kadar klorida

serum.

HIPOKLOREMIA6

Hipokloremia dapat terjadi akibat drainase tube gastrointestinal, suction lambung,

pembedahan lambung, muntah berat, dan diare. Pemberian larutan intravena dengan kadar

klorida rendah, intake natrium yang rendah, penurunan kadar natrium, alkalosis metabolik,

transfusi masif darah, terapi diuretik, luka bakar, dan demam dapat menyebabkan

hipokloremia. Pemberian aldosteron, ACTH, kortikosteroid, bikarbonat, dan laksatif dapat

menyebabkan penurunan kadar klorida serum. Saat klorida menurun (biasanya karena

penurunan volume), ion natrium dan bikarbonat ditahan oleh ginjal untuk menyeimbangkan

kehilangan klorida. Bikarbonat terakumulasi di cairan ekstraseluler, yang meningkatkan pH

dan berujung pada hiperkloremia asidosis metabolik.

13

Page 14: gangguan elektrolit 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Martin PF. Electrolyte Disorders. Available from:

http://www.healthline.com/galecontent/electrolyte-disorders. Diunduh tanggal: 18

Januari 2011

2. Pandit M. Electrolyte Imbalance Symptoms. Available from:

http://www.buzzle.com/articles/electrolyte-imbalance-symptoms.html. Diunduh

tanggal: 26 Januari 2011

3. Stöppler MC. Electrolytes. Available from:

http://www.medicinenet.com/electrolytes/article.html. Diunduh tanggal: 18 Januari

2011

4. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Managemen of Patiens with Fluid and

Electrolyte Disturbances. Clinical Anesthesiology. 4th ed. New York: Lange Medical

Books/McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2006; 28:662-689

5. Tashiro T. Buku Saku Nutrisi Klinik. 2nd ed. Jakarta: PT. Otsuka Indonesia; 2003; 94.

6. Smeltzer SC, Bare BG, Hinkle JL. Fluid and Electrolytes: Balance and Disturbance.

Brunner and Suddarth's Textbook of Medical-Surgical Nursing. 10th ed. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins; 2003;14:292-293

14