gangguan reproduksi pada ternak.docx

10
GANGGUAN REPRODUKSI PADA TERNAK Faktor Penyebab Gangguan Reproduksi Ada beberapa faktor penyebab gannguan reproduksi, yaitu faktor maternal, faktor fetal, faktor hormonal, dan faktor nutrisi. Aspek induk yang dapat mengakibatkan gangguan reproduksi diantaranya kegagalan untuk mengeluarkan fetus akibat gangguan pada rahim yaitu rahim sobek, luka atau terputar, gangguan pada abdomen (rongga perut) yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk merejan, tersumbatnya jalan kelahiran, dan ukuran panggul yang tidak memadai. Aspek fetus yang dapat mengakibatkan gangguan diantaranya defisiensi hormon (ACTH/cortisol), ukuran fetus yang terlalu besar, kelainan posisi fetus dalam rahim serta kematian fetus dalam rahim. Ukuran fetus yang terlalu besar dipengaruhi oleh berbagai faktor yang yaitu keturunan, faktor pejantan yang terlalu besar sedangkan induk kecil, lama kebuntingan, jenis kelamin fetus yaitu fetus jantan cenderung lebih besar, kebuntingan kembar. Faktor nutrisi induk juga berperan, yakni pemberian pakan terlalu banyak dapat meningkatkan berat badan fetus dan timbunan lemak dalam rongga panggul yang dapat menurunkan efektifitas perejanan. 2.2 Gangguan Kelahiran Ada banyak gangguan dan penyakit yang dapat menjangkiti induk sapi pada akhir masa kebuntingan hingga proses melahirkan. Banyak kasus yang terjadi saat melahirkan (parturisi) bersifat mendadak dan membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat pula, sehingga tidak menimbulkan efek yang permanen yang akan mempengaruhi status reproduksi dan fertilitas pada periode berikutnya. 2.2.1 Gangguan Menjelang Kelahiran 1.Prolaps Vagina/Rektal Prolapsus dapat didefinisikan sebagai reposisi abnormal dari sebagian/seluruh organ tubuh dari struktur anatominya (Powell, 2008), di mana organ tersebut normalnya secara anatomis berada di dalam

Upload: aghan-sugandhi

Post on 27-Nov-2015

54 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

GANGGUAN REPRODUKSI PADA TERNAK

Faktor Penyebab Gangguan ReproduksiAda beberapa faktor penyebab gannguan reproduksi, yaitu faktor maternal, faktor fetal, faktor hormonal, dan faktor nutrisi.Aspek induk yang dapat mengakibatkan gangguan reproduksi diantaranya kegagalan untuk mengeluarkan fetus akibat gangguan pada rahim yaitu rahim sobek, luka atau terputar, gangguan pada abdomen (rongga perut) yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk merejan, tersumbatnya jalan kelahiran, dan ukuran panggul yang tidak memadai. Aspek fetus yang dapat mengakibatkan gangguan diantaranya defisiensi hormon (ACTH/cortisol), ukuran fetus yang terlalu besar, kelainan posisi fetus dalam rahim serta kematian fetus dalam rahim. Ukuran fetus yang terlalu besar dipengaruhi oleh berbagai faktor yang yaitu keturunan, faktor pejantan yang terlalu besar sedangkan induk kecil, lama kebuntingan, jenis kelamin fetus yaitu fetus jantan cenderung lebih besar, kebuntingan kembar. Faktor nutrisi induk juga berperan, yakni pemberian pakan terlalu banyak dapat meningkatkan berat badan fetus dan timbunan lemak dalam rongga panggul yang dapat menurunkan efektifitas perejanan.2.2 Gangguan KelahiranAda banyak gangguan dan penyakit yang dapat menjangkiti induk sapi pada akhir masa kebuntingan hingga proses melahirkan. Banyak kasus yang terjadi saat melahirkan (parturisi) bersifat mendadak dan membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat pula, sehingga tidak menimbulkan efek yang permanen yang akan mempengaruhi status reproduksi dan fertilitas pada periode berikutnya.2.2.1 Gangguan Menjelang Kelahiran1.Prolaps Vagina/RektalProlapsus dapat didefinisikan sebagai reposisi abnormal dari sebagian/seluruh organ tubuh dari struktur anatominya (Powell, 2008), di mana organ tersebut normalnya secara anatomis berada di dalam rongga tubuh kemudian keluar, menonjol/menggantung. Pada induk sapi yang sedang bunting tua, umum ditemukan kasus prolaps vagina (Gambar 1) dan prolaps rectal.Penyebab kasus ini dikarenakan adanya perubahan pada jaringan otot di sekitar saluran peranakan bagian luar yang mengalami relaksasi pada saat induk sapi memasuki kebuntingan trisemester ketiga (Cuneo, 2009). Selain itu, meningkatnya tekanan di dalam rongga perut seiring perkembangan foetus (janin sapi) dapat mendorong bagian dalam vagina/rectum keluar rongga tubuh. Pada banyak kasus, saluran kantung kemih tertutup oleh bagian vagina yang mengalami prolaps sehingga sapi tidak dapat kencing. Kasus ini lebih banyak dijumpai pada induk sapi yang berumur tua dan induk sapi yang baru pertama kali bunting (Bicknell, 2009). Sapi - sapi yang digembalakan pada area yang banyak tanaman legume (kacang-kacangan) dan sapi yang mengalami kegemukan, sapi bunting yang dipelihara dengan kontruksi lantai yang terlalu miring memiliki resiko yang tinggi terhadap kasus prolaps.Prinsip dasar penanganan kasus ini adalah mengembalikan organ yang mengalami prolaps ke posisi normalnya. Tindakan penjahitan kadang dibutuhkan namun saat parturisi jahitan tersebut harus dilepas. Untuk tindakan tersebut dapat menghubungi dokter hewan terdekat.Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan membuat desain lantai kandang yang tepat/tidak terlalu miring. Kontrol manajemen pakan sehingga sapi-sapi yang bunting terutama pada trisemester ke tiga tidak mengalami kegemukan. Dan yang penting adalah jangan memelihara sapi yang pernah mengalami kejadian prolaps vagina/rektal pada saat bunting karena ada kecenderungan genetis berperan dalam kejadian kasus prolaps (Card, 2009).2.Ketosis/Pregnancy ToxemiaPenyebab kasus ini biasanya karena sapi-sapi bunting tua (umur kebuntingan 2 bulan terakhir) mengalami kekurangan pakan baik dalam kualitas maupun kuantitas. Sapi bunting tua yang terlalu gemuk atau bunting kembar akan memiliki resiko yang lebih tinggi terkena ketosis.

3. Milk fever Milk fever adalah penyakit gangguan metabolisme yang menimpa sapi betina menjelang atau pada saat melahirkan atau sesudah melahirkan (72 jam setelah beranak). Penyakit ini paling banyak menyerang sapi perah saat 72 jam setelah melahirkan. Penyebab penyakit adalah karena kekurangan Ca (calsium) di dalam darah yang akut. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme mineral, yang dapat berakibat kepada seluruh tubuh sapi. Atau menurut kamus milk fever adalah semacam demam pada sapi perah yang ditimbulkan oleh congesti air susu di dalam ambing, sehingga sekresinya tersendat.2.2.2 Gangguan Saat KelahiranDistokiaKasus distokia umumnya terjadi pada induk yang baru pertama kali beranak, induk yang masa kebuntingannya jauh melebihi waktu normal, induk yang terlalu cepat dikawinkan, hewan yang kurang bergerak, kelahiran kembar dan penyakit pada rahim. Distokia dapat disebabkan oleh faktor induk dan faktor anak (fetus) Aspek induk yang dapat mengakibatkan distokia diantaranya kegagalan untuk mengeluarkan fetus akibat gangguan pada rahim yaitu rahim sobek, luka atau terputar, gangguan pada abdomen (rongga perut) yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk merejan, tersumbatnya jalan kelahiran, dan ukuran panggul yang tidak memadai. Aspek fetus yang dapat mengakibatkan distokia diantaranya defisiensi hormon (ACTH/cortisol), ukuran fetus yang terlalu besar, kelainan posisi fetus dalam rahim serta kematian fetus dalam rahim. Ukuran fetus yang terlalu besar dipengaruhi oleh berbagai faktor yang yaitu keturunan, faktor pejantan yang terlalu besar sedangkan induk kecil, lama kebuntingan, jenis kelamin fetus yaitu fetus jantan cenderung lebih besar, kebuntingan kembar. Faktor nutrisi induk juga berperan, yakni pemberian pakan terlalu banyak dapat meningkatkan berat badan fetus dan timbunan lemak dalam rongga panggul yang dapat menurunkan efektifitas perejanan.Terdapat tiga tahapan melahirkan sesuai yaitu pelebaran serviks(leher rahim) selama 2-6 jam, pengeluaran fetus 0.5-1 jam dan pengeluaran plasenta (selaput fetus) 4-5 jam. Apabila proses kelahiran melebihi waktu 8 jam dari saat pertama kali seekor induk merejan untuk melahirkan dapat dikatakan sapi mengalami distokia.a. Gejala DistokiaDua gejala distokia adalah perpanjangan periode kelahiran (di atas 8 jam) dan fetus terbukti tidak berada pada orientasi yang tepat untuk kelahiran normal (3,5). Jika sapi tidak dilahirkan pada waktu yang spesifik atau fetus malpresentasi, bantuan dokter hewan sangat diperlukan. Malpresentasi diindikasikan oleh perpanjangan labor atau sapi tidak keluar dalam waktu yang telah dijelaskan di atas. Beberapa malpresentasi dapat diatasi sendiri dengan menolak sapi ke belakang dan dia akan berorientasi sendiri. Jika terdapat keraguan untuk memperbaiki malpresentasi, pemanggilan dokter hewan sangat diperlukanb. Pencegahan DistokiaBeberapa tindakan atau cara yang dapat dilakukan sebagai usaha pencegahan distokia yaitu berikan pakan yang cukup pada sapi dara yang akan melahirkan selama 24 bulan sehingga sapi-sapi berada dalam kondisi tubuh yang baik untuk melahirkan tetapi tidak overconditioned, area kelahiran harus bersih, kering dan mempunyai ventilasi baik, obsevasi kelahiran secara seksama, berikan waktu yang cukup pada sapi untuk menyiapkan kelahiran sendiri, lakukan prosedur sanitasi yang ketat ketika pemeriksaan dilakukan, mengetahui limit waktu untuk memanggil bantuan dokter hewan ketika kesulitan terjadi dan sebelum sapi menjadi lemah, berikan perawatan neo-natal yang baik, dan seleksi induk untuk sapi dara dengan kelahiran yang normal.c. Faktor Penyebab Distokia Sekitar 80 % seluruh sapi yang melahirkan fetus mati mempunyai anatomi reproduksi yang normal. Kebanyakan dari sapi-sapi tersebut mati karena perlukaan yang dihasilkan dari kesulitan atau hambatan melahirkan. Factor-faktor yang berkontribusi terhadap problem ini digolongkan kedalam tiga kategori yaitu efek fetus, efek induk, dan posisi saat kelahiran.d. Diagnosa dan Rancangan PenangananSebagai hasil dari pemeriksaan klinis umum, Pemeriksaan onstetrik yang rinci, dan beberapa informasi, dan beberapa informasi latar belakang yang berguna yang diberikan melalui riwayat pasien, dokter hewan secara normal akan dapat mencapai diagnosa penyebab distokia dan merumuskan rwncana untuk mengatasi kasus tersebut. Rencana seperti ini pada awalnya bersifat sementara karena, jika usaha pertama pada penanganan tidak berhasil, penanganan alternatif mungkin harus dilakukan dan harus selalu diingat.Kesejahteraan pasien harus diutamakan sewaktu merencanakan dan melakukan penanganan. Harap pemilik kadang-kadang diekspresikan dengan cukup kuat harus dipertimbngkan dengan hati-hati tetapi keputusan terakhir ada pada dokter hewan. Dalam praktek pertimbngan ekonomis harus diperhitungkan untuk memastikan bahwa biaya penanganan yang diajukan dapat dipenuhi dan realitis.Penanganan yang mungkin adalah: Penanganan konservatif: Dalam dokter hewan dapat mempertimbangkan bshwa kasusnya belum memerlukan bantuan dan memutuskan untuk meberi pasien periode waktu tertentu sebelum melakukan tindakan lebih laanjut. Penanganan manipulatif: Kelahiran vagina dengan bantuan setelah perbaikan sebagai maldisposis fetus. Terapi obat untuk meningkatkan aktivitas miometrial: penggunaan obat ekbolik ksusus oksitosin. Terapi kalsium atau glikosa dapat dperlukan dalam kasus yang didugaterjadi difisiensi.; Penanganan bedah: pada operasi sesar uterus dibuka dengan pembedahan untuk memungkinkan pengambilan anak melalui laparotomi. Pada kejadian kerusakan uterus yang berat sewaktu pembedahan maka perlu dilakukan hisrektomi. Fetotomi (embriotomi) adalah pemotongan oleh dokter hewan yang bekerja lewat vagina dari fetus menjadi bagian-bagian kecil yang dapat dengan mudah dikeluarkan melalui saluran peranakan.Yang disayangkan, dan untungnya sangat jarang, sang induk keadaaannya snagt rendah untuk dberikan penanganan sehingga dperlikan euthanasia.e. Metode Khusus Untuk Mengurangi Kejadian Distokia dan cacat yang ditimbulkanIni termasuk:- Pengawasan rencana perkawinan Menyeleksi ras dari spesies yang akan dikawinkan yang mempunyai tingkat kejadian distokia yang rendah sambil memepertahankan standar ras yang baik. Pastikan bahwa kesehatan induk baik dan secara fisik cukup besar dan kuat untuk dikawinkan. Pencapaian berat badan minimum sebelum perkawinan dapat membantu meyakinkan bahwa hewan juga telah mencapai ukuran tubuh yang cukup untuk melahirkan tanpa kesulitan. Pada sapi misalnya, sapi perah dara idealnya tidak dikawinkan sampai mencapai berat 400 kg. ukuran pelvis juga dapat diukur secara eksternal dan internal. Area pelvis pada sapi idealnya melebihi 200 cm2. Untuk mencapai ukuran pelvis ini, dianjurkan agar sapi dara baru boleh dikawinkan hanya jika jarak antara tuberositas coxae lebih besar dari 40 cm. pengukuran pelvis yang lebih rinci dapat digunakan untuk mengevaluasi diameter pelvis. Hindari sejauh mungkin mengawinkan hewan dengan riwayat distokia. Lakukan perawatan khusus pada hewan tersebut apabila secra kebetulan ataupun dengan sengaja dikawinkan lagi.- Pengawasan Kebuntingan Diagnosa kebuntingan secara akurat: agar tanggal kelahiran dapat diketahui. Variasi lama kebuntingan pada kuda menyebabkan kesulitan dalam mamprediksi tanggal kelahiran yang akurat. Mendiagnosa jumlah anak: pada beberapa spesies seperti domba, mendiagnosa jumlah anak sangat membantu dalam mencegah toksemia kebuntingan, yang dapat menyebabkan kematian fetus dan distokia. Manajemen nutrisi yang baik pada hewan dengan jumlah fetus yang banyak tersebut akan membantu mengurangi resiko toksemia kebuntingan. Pengecekan kadar -hidroksibutirat dalam plasma secara rutin pada ruminansia dapat memberikan tanda peringatan awal terhadap terjadinya defisiesi energy selama kebuntingan. Pada kuda, diagnose awal kebuntingan kembar yang tidak diinginkan memungkinkan segera diambilnya tindakan untuk mengakhiri kebuntingan tersebut atau menghancurkan salah satu dari dua fetus tersebut. Pemeriksaan dan penanganan yang teliti dari adanya penyakit induk atau tanda-tanda abnormal selama kebuntingan: kadang-kadang ditemukan adanya sedikit abnormalitas pada foetus atau uterus selama pemeriksaan rutin diagnosa kebuntingan. Penemuan-penemuan ini harus ditindak lanjuti dan pasien harus diperiksa ulang pada tahap selanjutnya. Penggunaan Ultrasonografy sangat berguna pada kasus tersebut. Supervisi kebuntingan: untuk memastikan induk sebebas mungkin dari stress. Peringatan awal dari masalah yang mungkin terjadi harus diperhatikan jika individu ataupun kelompok dari hewan bunting dipercaya beresiko terhadap penyakit nutrisi atau stress lingkungan. Pengawasan fetus selama kebuntingan: pada kebidanan manusia hal ini dilakukan secara rutin pada interval yang teratur selama kehamilan. Perhatian khusus diberikan pada fetus yang berisiko. Hal ini sudah memungkinkan pada hewan dengan riwayat kematian fetus atau sewaktu induk sakit yang dapat berpengaruh pada kesehatan fetus. Pemeriksaan fetus secara rutin saat ini tidak dipraktekkan tanda-tanda luar dari kesehatan fetus perbesaran abdominal yang normal, gerakan fetus, dan tidak adanya tanda-tanda kelainan seperti kelainan leleran vagina. dapat dievaluasi tanpa memerlukan peralatan khusus. Pemeriksaan kesehatan fetus yang lebih mendetail dimungkinkan. Khususnya dengan bantuan ultrasonografi. Dengan menggunakan probe ultrasonografi (bisa secara eksternal atau rectal tergantung pada spesies) fetus dan cairan yang mengelilinginya dapat dinilai secara detail. Pengawasan hormon pendukung kebuntingan: pengukuran secara teratur hormon progesteron dalam plasma pada hewan dengan riwayat kebiasaan (habitual) abortus memberikan informasi yang berguna berkenaan dengan keamanan kebuntingan mereka saat ini. Hal tersebut dapat digunakan pada kuda dan anjing dengan riwayat abortus berulang yang bukan disebabkan oleh infeksi. Hewan yang progesteron plasmanya jatuh dibawah kadar normal telah diberikan suplementasi progesteron atau progestagen. Saat ini tidak ada bukti ilmiah bahwa suplementasi tersebut efektif. Pemeriksaan rektal pada sapi: pemeriksaan yang penting dan sederhana pada sapi adalah pemeriksaan rektal pada 10-14 hari sebelum kelahiran. Hal ini mungkin meskipun kadang-kadang sulit untuk memperkirakan ukuran anak dan presentasinya. Jika anak sapi diperkirakan besar, induksi kelahiran dapat dipertimbangkan. Jika anak sapi pada presentasi posterior, penanganan khusus perlu dilakukan saat kelahiran untuk memastikan kelahiran tidak berkepanjangan. Menggunakan teknologi: kehidupan fetus kuda telah dipelajari secara mendetail melalui penelitian dan beberapa teknik, termasuk evaluasi ultrasonografi dan memonitor elektrokardiograf fetus telah terbukti sangat bermanfaat. Beberapa teknik dapat digunakan secara rutin dalam praktek tetapi yang lain seperti amniosenteris, memerlukan fasilitas rumah sakit. - Pengawasan proses kelahiran Pastikan bahwa failitas yang memadai tersedia untuk hewan yang akan melahirkan : fasilitasnya hasur dapat memberikan ruang, perlndungan dan kenyamanan yang memadai untuk pasien. Pasilitas sebaiknya juga memugkinkan observasi pasien oleh penjaganya, yang harus mampu dapat memonito kemajuan tanpa menggangunya. Harus tersedia pasilitas yang dapat denga mudh menangkap dan mengekang pasien untuk pemeriksaan obstetric lebih detail yang hars dilakukan dengan ganggun seminimal mungkin terhadap pasien. Supervisi : tingkat supervisi ditingkatkan sewaktu mendekati waktu kelahiran. Pada semuaspsies tanda-tanda eksternal mendekati kelahiran. Meskipun sudah didokmentasi dengan baik, bervariari berdasarkan lamanya tahapan-tahapan kelahiran normal. Pada kuda, evaluasi setiap hari terhadap berbagai kation dalam air susu(jika ada ada pada ambing) dapat digunakan untuk dinilai kedewasan poetus dan prkiraan kelahiran Observasi proses kelahiran : sewaktu kelahiran berlangsung keajuannya harus dimonitoring tanpa menanggung untuk meyakinkan bahwa keajuan yang baik sedang terjadi. Pemilik yang belum berpengalman harus diberi pengertian tentang perembangan kelahiran normal dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. Pemerikaan Abnormalitas : adanya abnormalitas harus diperiksa dan bantuan pofesional harus dicari tanpa ditunda. Campur tangan yang berebihan harus dihindari tetapi secara mum lebih baik untuk memeriksa kasus lebih awal dari pada sewaktu sangat terlambat. Kelahiran perstama yang sedang berlangsung harus secara rutin dimonitoring untuk memastikan semua proses berlangsung dengan baik pemilik yang kurang berpengalaman harus diberi masukan mengenai proses normal dari kelahiran dan pariasi yang dapat terjadi. Manajemen kebuntingan yang diperpanjang : manajemen yang dperpanjang yan didiskusikan secara detail pada bab ditokia pada berbagai spesies domestic. dalam beberapa keadaan mungkin diperlukan menginduksi kelahiran untuk mencapai pada setiap spesies.2.2.3 Gangguan Pasca Melahirkan1. Retensio Secundinarum Retensio secundinarum adalah plasenta yang tertahan dalam posisi semula, bila pemisahan lapisan pemindahan ke lokasi lain lebih tepat. Atau tertahannya plasenta dalam rahim. Infeksi uterus selama kebuntingan dapat menyebabkan retensio secundinae/retnsi plasenta. Jasad-jasad renik seperti Brucella abortus. Tuberculosis, Campylobacter foetus dan berbagai jamur menyebabkan placentitis dan kotiledonitis yang mengakibatkan abortus atau kelahiran patologik dengan retansi plasenta. Dengan kata lain retansi plasenta adalah kegagalan pelepasan villi kotiledon foetal dari kripta karunkula maternal. Sesudah foetus ke luar dan chorda umbilicalis putus, tidak ada darah yang mengalir ke villi foetal dan villi tersebut berkerut dan mengendur. Uterus terus berkontraksi dan sejumlah besar darah yang tadinya mengalir ke uterus sangat berkurang. Karunkulae maternal mengecil karena suplai darah berkurang dan kripta pada karunkulae berdilatasi. Pada retensio secundinarum pemisahan dan villi foetalis dari kripta maternal terganggu dan terjadi pertautan. Pada plasenta yang mudah dilepas, proses pelepasan disebabkan oleh autolisa villi chorionik. Sesudah beberapa hari terdapat leukosit dan bakteria di dalam placentoma. Oleh karena itu placentitis mudah terjadi. Retensio secundinae sebenarnya adalah suatu proses kompleks yang meliputi pengurangan suplai darah diikuti oleh penciutan struktur-struktur placenta maternal dan foetal, perubahan-perubahan degeneratif, dan kontraksi uterus yang kuat.

DAFTAR PUSTAKA

Hardjopranto S. 1995. ILMU KEMAJIRAN PADA TERNAK. Airlangga University Press. Surabaya.Jackson Peter GG. 2007. OBSTETRI VETERINER. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Sayuti Arman. 2008. Gangguan Reproduksi Pada Ternak. Syiah Kuala University Press. Banda Aceh.http://id.wikipedia.org/wiki/Distokia_pada_sapihttp://www.sinartani.com/ternak/gangguan-dan-penyakit-terkait-proses-kelahiran-pada-sapi-potong-1267425870.ht