asuhan kebidanan gangguan reproduksi dengan kista ovarium pada ny... di ruang bougenvile rsud...

Upload: allinda-yasantosa

Post on 05-Oct-2015

129 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

kespro

TRANSCRIPT

ASUHAN KEBIDANAN GANGGUAN REPRODUKSI DENGAN KISTA OVARIUM PADA NY... DI RUANG BOUGENVILE RSUD KEBUMEN TAHUN 2015PROPOSALKARYA TULIS ILMIAHDiajukan sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan

Pendidikan Ahli Madya Kebidanan

Disusun Oleh :WULAN YULIA RENA SARINIM.121540123960151SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA

PROGRAM STUDI KEBIDANAN D3PURWOKERTO

2015HALAMAN PERSETUJUAN

ASUHAN KEBIDANAN GANGGUAN REPRODUKSI DENGAN KISTA OVARIUM PADA NY... DI RUANG BOUGENVILE RSUD KEBUMEN TAHUN 2015Disusun oleh :WULAN YULIA RENA SARINIM.121540123960151Telah disetujui untuk dilakukan seminar Proposal Karya Tulis IlmiahPada tanggal..............................Purwokerto, ..... Febuari 2015Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II Linda Yanti S.ST., M.Keb Etika Dewi Cahyaningrum, S.ST., M.Kes NIK.107001100288

NIK.105709070486KATA PENGANTARSyukur Alhamdulillah selalu tercurah hanya kepada Allah SWT, karena dengan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program Studi Kebidanan D3 yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Bangsa Purwokerto dengan judul Asuhan Kebidanan Gangguan Reproduksi dengan Kista Ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen Tahun 2015.Dalam pelaksanaan penyusun Proposal Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mengalami kendala dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, namun berkat usaha dan bimbingan dari berbagai pihak Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh kerena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Iis Setiawan Mangkunegara S.Kom., M.TI., sebagai Ketua Yayasan Pendidikan Dwi Puspita

2. dr. Pramesti Dewi M.Kes sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Bangsa Purwokerto.

3. Direktur RSUD Kebumen yang telah memberikan ijin untuk melakukan pengambilan data4. Tin Utami, S.ST., M.Kes., sebagai Ketua Prodi D3 Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Bangsa Purwokerto.

5. Linda Yanti, S.ST, M.Keb., selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan dalam penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.6. Etika Dwi Cahyaningrum, S.ST., M.Kes., sebagai pembimbing II yang telah memberikan masukan sehingga Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan.7. Seluruh Dosen dan Karyawan STIKES Harapan Bangsa Purwokerto, yang telah memberikan materi yang berkaitan dengan Proposal Karya Tulis Ilmiah yang penulis susun.8. Serta semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik fisik maupun moril, sehingga terselesaikan tugas akhir ini.Penulis menyadari bahwa Proposal Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna dan banyak sekali kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kearah yang lebih baik.

Purwokerto, Febuari 2015

PenulisDAFTAR ISIHALAMAN JUDUL

i

LEMBAR PERSETUJUAN

ii

KATA PENGANTAR

iii

DAFTAR ISI

v

DAFTAR LAMPIRAN

v

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...........1

B. Rumusan Masalah ......3C. Tujuan ........................3D. Manfaat.......................4

E. Ruang Lingkup ...........5F. Metode Pengumpulan Data.........6G. Etika Penelitian...........8BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori.................................... 10B. Teori Manajemen Kebidanan............26

C. Landasan Hukum......40

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRANBAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ganggungan kesehatan yang sering terjadi pada sistem reproduksi wanita di kalangan masyarakat diantaranya kanker serviks, kanker payudara, kista ovarium, gangguan menstruasi, mioma uteri dan lain sebagainya (Manuaba, 2010). Salah satu gangguan kesehatan yang terjadi pada sistem reproduksi wanita adalah kista ovarium. Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling sering dijumpai pada wanita di masa reproduksinya. Kista ovarium disebabkan oleh ganguan (pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium. Kista ovarium pada umumnya dijumpai pada wanita usia yang lebih tua, post menopause. Hampir 80% kasus tumor ovarium dijumpai pada wanita usia diatas 50 tahun. Kista ovarium yang bersifat ganas disebut kanker ovarium.Menurut WHO adalah The American Cancer Society memperkirakan bahwa pada tahun 2014, sekitar 21.980 kasus baru kanker ovarium akan di diagnosis dan 14.270 wanita akan meninggal karena kanker ovarium di amerika serikat. Angka kejadian kista ovarium tertinggi di temukan pada Negara maju, dengan rata-rata 10 per 100.000, kecuali di jepang (6,5 per 100.000). insiden di amerika selatan (7,7 per 100.000) relative tinggi bila di bandingkan dengan angka kejadian di asia dan afrika (Http://digilib.unimus.ac.id di akses tanggal 15 januari 2015).

US Statistik (2014), menunjukan bahwa kejadian dan laporan kematian, 20.095 perempuan di Amerika Serikat mengetahui bahwa mereka menderita kista ovarium, 6.600 wanita yang didiagnosis dengan kista ovarium di Inggris setiap tahun, sekitar 1.500 di Australia dan 2.300 di Kanada. Tingkat kematian untuk penyakit ini tidak banyak berubah dalam 50 tahun terakhir. Di Malaysia pada tahun 2008 terdata 428 kasus penderita kista ovarium, dimana terdapat 20% diantaranya meninggal dunia. Sedangkan pada tahun 2009 terdata 768 kasus penderita kista dan 25% di antaranya meninggal dunia.Di Indonesia sekitar 25-50% kematian wanita usia subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan serta penyakit sistem reproduksi misalnya kista ovarium (Depkes RI, 2011). Angka kejadian penyakit kista ovarium di Indonesia belum diketahui dengan pasti karena pencatatan dan pelaporan yang kurang baik. Sebagai gambaran di RS. Kanker Dharmais ditemukam kira-kira 30 penderita setiap tahun. Nasdaldy (2009) mengatakan bahwa menurut data hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo terdata pada tahun 2008 terdapat 428 kasus penderita kista ovarium, 20% diantaranya meninggal dunia, sedangkan pada tahun 2009 terdata 768 kasus penderita kista ovarium dan 25% diantaranya meninggal dunia dan 70% Berdasarkan data Dinkes Provisi Jawa Tengah pada tahun 2012, berdasarkan laporan program dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang berasal dari Rumah Sakit dan Puskesmas, kasus penyakit kista ovarium terdapat 2.259 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013)

Kista ovarium sering terjadi pada wanita dimasa reproduksi, pada pemeriksaan mikroskopik kista tampak dilapisi oleh epitel torak tinggi dengan inti pada dasar sel, jika terdapat sobekan di dinding kista maka sel-sel epitel menyebar pada permukaan peritoneum rongga perut yang akan menimbulkan penyakit menahun dengan musin terus bertambah dan menyebabkan banyak perlekatan sehingga penderita meninggal karena ileus dan inanisi. Risiko yang paling ditakuti dari kista ovarium yaitu mengalami degenerasi keganasan, disamping itu bisa mengalami torsi atau terpuntir sehingga menimbulkan nyeri akut, perdarahan atau infeksi. Sehingga Kista ovarium memerlukan penanganan yang profesional dan multi disiplin (Wiknjosastro, 2009).Berdasarkan latar belakang diatas dan mengingat masih tingginya kista ovarium maka penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan judul Asuhan Kebidanan Gangguan Reproduksi dengan Kista Ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen Tahun 2015.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas masalah yang timbul adalah Bagaimanakah asuhan kebidanan gangguan reproduksi dengan kista ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen Tahun 2015 dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan 7 langkah Varney?.

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan UmumPenulis mampu melaksanakan asuhan kebidanan gangguan reproduksi dengan kista ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen dengan pendekatan 7 langkah Varney.

2. Tujuan Khusus

a) Mampu melakukan pengkajian gangguan reproduksi dengan kista ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen.

b) Mampu menginterpretasikan data yang timbul, meliputi diagnosa kebidanan, masalah, kebutuhan kasus gangguan reproduksi dengan kista ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen.

c) Mampu mendiagnosa potensial kasus gangguan reproduksi dengan kista ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen.

d) Mampu melaksanakan antisipasi atau tindakan segera gangguan reproduksi dengan kista ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen.

e) Mampu merencanakan asuhan kebidanan yang telah diberikan gangguan reproduksi dengan kista ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen.

f) Mampu melaksanakan asuhan kebidanan gangguan reproduksi dengan kista ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen.

g) Mampu mengevaluasi asuhan kebidanan gangguan reproduksi dengan kista ovarium pada Ny... di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen.

D. Manfaat Studi Kasus1. Manfaat Teoritis

Dengan dilakukannya penelitian ini bisa memberikan masukan dan tambahan informasi kepada peneliti selanjutnya yang bisa digunakan untuk meningkatkan asuhan kebidanan pada gangguan reproduksi dengan kista ovarium.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi Penulis

Dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman secara langsung dalam menghadapi kasus pada kasus gangguan reproduksi dengan kista ovarium.

b) Bagi Institusi Rumah Sakit (RSUD Kebumen)

Diharapkan agar rumah sakit dapat lebih meningkatkan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan kebidanan khususnya pada kasus gangguan reproduksi dengan kista ovarium.

c) Bagi STIKES Harapan Bangsa

Dapat digunakan sebagai bahan referensi atau sumber bacaan untuk meningkatkan kualitas pendidikan kebidanan khususnya pada kasus gangguan reproduksi dengan kista ovarium.

E. Ruang Lingkup1. SasaranSasaran yang akan digunakan dalam studi kasus ini adalah pada pasien dengan kista ovarium.2. TempatTempat dalam studi kasus ini akan dilakukan di RSUD Kebumen.3. Waktu Penyusunan KTIStadi kasus akan dilakukan mulai Bulan Januari 2015 sampai Mei 2015.

4. Waktu Pengambilan DataWaktu pengambilan data akan dilakukan selama 3 hari pada tangal 16 Maret sampai 11 April 2015.

F. Metode Pengumpulan DataSecara garis besar pengumpulan data yang akan digunakan untuk menyusun Asuhan Kebidanan meliputi :

1. WawancaraSuatu teknik pengumpulan data dengan melaksanakan komunikasi dengan pasien dan atau keluarga untuk dapat mengetahui keluhan atau masalah pasien (Nursalam, 2008).2. Observasi Mengamati secara langsung keadaan umum pasien dan perubahan-perubahan yang terjadi pada pasien dalam jangka waktu tertentu (Nursalam, 2008). 3. Pemeriksaan Fisik Adalah penyusun memeriksa untuk mengumpulkan keadaan fisik klien baik yang normal maupun yang menunjukkan kelainan. Pemeriksaan fisik pada kunjungan awal pranatal difokuskan untuk mengidentifikasi kelainan yang sering mengkontribusi morbiditas dan mortalitas dan untuk mengidentifikasi gambaran tubuh yang menunjukkan gangguan genetik (Wheeler, 2004). Teknik pengkajian fisik menurut Prihardjo (2006) meliputi:

a. InspeksiInspeksi adalah merupakan proses observasi dengan menggunakan mata untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status fisik saat pertama kali bertemu pasien dan mengamati secara cermat tingkah laku dan keadaan tubuh pasien. b. PalpasiPalpasi dilakukan dengan menggunakan sentuhan atau rabaan. Metode ini biasannya dilakukan terakhir setelah inspeksi, auskultasi dan perkusi. Dalam melakukan palpasi hanya menyentuh bagian tubuh yang akan diperiksa dan dilakukan secara terorganisasi dari suatu bagian kebagian yang lain.

c. PerkusiPerkusi adalah metode pemeriksaan dengan cara mengetuk dengan tujuan menentukan batas-batas organ atau bagian tubuh dengan cara measakan vibrasi yang ditimbulkan akibat adannya gerakan yang diberikan kebawah jaringan.

d. AuskultasiMerupakan metode pengkajian yang menggnakan stetoskop untuk memperjelas pendengaran misalnya mendengarkan bunyi jantung, paru-paru, bagian usus, dan mengukur tekanan darah.4. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan yang dilakukan untuk mendukung penegakan diagnosa seperti pemeriksaan hemoglobin, protein urine dan urine reduksi (Nursalam, 2008)

5. Studi DokumentasiPenulis mempelajari catatan-catatan resmi/rekam medik pasien (Nursalam, 2008).6. Studi PustakaDiambil dari buku-buku literature guna memperkaya khasanah ilmiah yang mendukung pelaksanaan studi kasus (Nursalam, 2008).

G. Etika Penelitian

Hidayat (2007), mengemukakan bahwa dalam melaksanakan penelitian harus memperhatikan etika penelitian sebagai berikut :

1. Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain: partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan dan informasi yang mudah dihubungi (Hidayat, 2007). Informed consent dalam study kasus ini peneliti memberikan informed consent kepada calon responden sebagai tanda persetujuan sebagai responden.

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah ini merupakan masalah etika yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan (Hidayat, 2007). Anonimity dalam study kasus ini peneliti tidak mencantumkan nama responden dan hanya menggunakan inisial nama saja.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian (Hidayat, 2007). Confidentiality dalam study kasus ini peneliti menjaga kerahasian data yang peneliti dapat saat pengkajian mengenai privasi responden.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Teori Medis1. Gangguan Reproduksia. PengertianGangguan reproduksi adalah kegagalan wanita dalam manajemen kesehatan reproduksi (Manuaba, 2010). Permasalahan dalam bidang kesehatan reproduksi salah satunya adalah masalah reproduksi yang berhubungan dengan gangguan sistem reproduksi. Hal ini mencakup infeksi, gangguan menstruasi, masalah struktur, keganasan pada alat reproduksi wanita, infertilitas, dan lain-lain (Baradero, 2007).b. Sebab-sebab gangguan reproduksiGangguan reproduksi disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon, cacat anatomi saluran reproduksi (defek kongenital), gangguan fungsional, kesalahaan manajemen atau infeksi organ reproduksi. Gangguan reproduksi yang biasa terjadi, misal kista endometriosis yang banyak dialami wanita yang memiliki kadar FSH dan LH tinggi (Kasdu, 2005).2. Kista Ovariuma. PengertianKista ovarium adalah kantong tertutup berdinding membran yang berlapis epitel dan cairan atau semi cairan dengan berbagai bentuk, permukaanya bisa rata, halus, licin, dan ada yang dapat di gerakan ataupun tidak tumbuh di dalam rongga ovarium (Prawirohardjo, 2010).

Kista ovarium adalah kantung abnormal yang berisi cairan abnormal yang tumbuh tak hanya di indung telur (ovarium) atau ujung- ujung saluran telur, tapi juga dikulit, paru-paru, bahkan otak (Chyntia, 2009).

Kista ovarium adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan didalam jaringan ovarium. Kista ovarium sering terjadi pada wanita dimasa reproduksinya. Sebagian besar kista terbentuk karena perubahan kadar hormone yang terjadi selama siklus haid, produksi dan pelepasan sel telur dari ovarium (Lubis, 2012).

b. EtiologiPenelitian epidemiologi telah gagal untuk mencapai suatu konsensus mengenai kontribusi dari karsinogen terhadap etiologi dari kista ovarium . Sebenarnya masih belum dapat dapat diketahui secara pasti perkembangan kista ovarium. Saat ini ada beberapa hipotesis yang dikemukakan dalam proses terjadinya kista ovarium, yaitu: (Choi, 2007)

1) Teori Incessant OvulationHipotesis ini pertama kali diajukan oleh Fathalla pada tahun 1971 dan kemudian dilanjutkan oleh peneliti lainnya, mengatakan bahwa trauma berulang selama ovulasi mengakibatkan pajanan epithelial permukaan ovarium terhadap abnormalitas genetic dan faktor risiko lainnya. Dalam hal ini, usia menstruasi dini, menopause pada usia lanjut, dan nulipara, semuanya merupakan hal yang mengakibatkan ovulasi lebih banyak. Sebaliknya kondisi yang menekan ovulasi, seperti kehamilan dan menyusui telah dilaporkan menurunkan risiko terjadinya kista ovarium.

Ovulasi dan bertambahnya usia menyebabkan terperangkapnya fragmen epitel permukaan ovarium pada cleft (invaginasi permukaan) dan badan inklusi pada korteks ovarium. Beberapa penelitian telah membuktikan hubungan langsung frekuensi metaplasia dan neoplasma konversi pada daerah invaginasi dan badan inklusi. Hal ini memungkinkan karena pajanan berlebihan terhadap hormone atau lingkungan stromal kaya faktor pertumbuhan. Maka epithelial permukaan ovarium yang terjebak di korteks ovarium dapat dianggap sebagai proses neoplastik tempat berkembangnya kanker epithelia ovarium. Akan tetapi, bagaimana sel epitel permukaan atau ksita berkembang menjadi ganas belum diktehui sepenuhnya.Ness dan Cottreau melalui penelitaannya mengungkapkan, inflamasi di lingkungan ovarium, seperti kerusakan sel, pajanan oksidatif, dan peningkatan sitokin dan prostaglandin, daripada terperangkapnya epithelial permukaan ovarium pada stroma. Kehilangan berulang membrane basal selama ovulasi, telah di implikasikan sebagai kejadian awal dari kista ovarium.

2) Teori inflamasi

Teori ini berdasarkan peningkatan insiden kanker ovarium pada individu dengan penyakit inflamasi pelvis. Teori ini menduga karsinogen dapat berkontak dengan ovarium setelah melewati saluran genital. Walaupun adanya proteksi oleh ligasi tuba da histerektomi mendukung teori ini, tapi peranan signifikan faktor reproduksi lainnya tidak dijelaskan oleh teori ini.3) Teori Gonadotropin

Teori ini juga dapat dikemukakan sebagai dasar timbulnya kanker ovarium, karena kadar gonadotropin yang tinggi, berkaitan dengan lonjakan yang terjadi selama proses ovulasi dan hilangnyagonadal negative feedback pada menopause dan kegagalan ovarium premature, dapat memegang peranan penting dalam perkembangan dan progresi kista ovarium. Cramer dan Welch, lebih lanjut menerangkan hubungan antara gonadotropin dan estrogen. Sekresi gonadotropin dalam jumlah banyak, mengakibatkan peningkatan stimulasi estrogen epithelial permukaan ovarium, yang bertanggung jawab terhadap peningkatan risiko kanker ovarium.

4) Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Timbulnya Kista Ovariuma) UsiaResiko kista ovarium meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Kista ovarium dapat menyerang pada umur yang lebih muda dibandingkan dengan kista jenis lain, biasanya mengenai wanita berumur sekitar 20- 30 tahun, tapi 80% lebih diagnosis ditemukan pada wanita yang berumur lebih dari 45 tahun. Median umur saat didiagnosis adalah 59 tahun. Kista ovarium dapat terjadi pada semua golongan umur, bahkan balita dan anak-anak, tetapi jumlah temuan kasus baru paling besar terjadi pada rentang umur 60- 74 tahun. Resiko kista ovarium untuk menjadi keganasan juga meningkat seiring bertambahnya usia, dengan resiko 13% pada wanita premenopause dan 45% pada wanita postmenopause (Howe, 2009)

b) Kehamilan

Kehamilan adalah faktor risiko yang penting. Wanita yang sudah pernah hamil mempunyai risiko terkena kista ovarium sekitar 50% lebih rendah dibandingkan dengan wanita nullipara. Wanita yang sudah pernah beberapa kali hamil memiliki risiko yang lebih rendah lagi.c) Penggunaan obat kontrasepsi oral

Penelitian dari CDC (Center for Disease Control) menunjukkan bahwa penggunaan obat kontrasepsi oral akan mengurangi risiko terkena kista ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20 sampai 54 tahun, dengan risiko relatif 0,6. Penelitian lain melaporkan bahwa pemakaian pil kontrasepsi selama 1 tahun menurunkan risiko sampai 11 persen, sedangkan pemakaian selama 5 tahun menurunkan risiko sampai 50 persen. Hormon yang berperan dalam penurunan risiko ini adalah progesterone. Pemberian pil yang mengandung estrogen saja pada wanita pascamenopause akan meningkatkan risiko terjadinya kista ovarium, sedangkan pemberian kombinasi progsteron dan estrogen atau progesterone saja akan menurunkan risiko terjadinya kista ovarium (Busmar, 2008).

d) Pemakaian talk

Pemakaian talk (hydrous magnesium silicate) pada daerah perineum dilaporkan meningkatkan risiko terjadinya kista ovarium dengan risiko relatif sekitar 1,9% (Busmar, 2008).

e) Ligasi Tuba (Pengikatan tuba)

Pengikatan tuba menurunkan risiko terjadinya kista ovarium dengan risiko relatif 0,3. Mekanisme terjadinya efek protektif ini diduga dengan terputusnya akses talk atau karsinogen lain ke ovarium (Busmar, 2008).

f) Terapi hormon pengganti pada masa menopause

Pemakaian terapi hormon pengganti pada masa menopause dengan estrogen selama 10 tahun meningkatkan risiko relatif menjadi 2,2. Pemakaian selama 20 tahun atau lebih meningkatkan risiko relatif menjadi 3,2. Pemakaian terapi ini disertai dengan dengan pemberian progestin masih meningkatkan risiko relatif menjadi 1,5 (Busmar, 2008).

g) Obat-obatan yang meningkatkan kesuburan

Obat-obatan yang meningkatkan fertilitas (seperti klomifen sitrat), yang diberikan secara oral, dan obat-obat gonadotropin yang diberikan dengan suntikan, (seperti Follicle Stimulating Hormone (FSH) atau kombinasi FSH dengan Luteinizing Hormone (LH) akan menginduksi terjadinya ovulasi tunggal atau multipel. Hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya kista ovarium. Pada pemakaian klomifen sitrat lebih dari 12 siklus, risiko relatif terjadinya kista ovarium menjadi 11 kali (Busmar, 2008).

h) Riwayat keluarga

Riwayat adanya keluarga yang menderita kista ovarium meningkatkan risiko terjadinya kista serupa pada anggota keluarga yang lain. Risiko kista ovarium adalah 1,6 persen pada keseluruhan populasi. Risiko meningkat menjadi 4 sampai 5 persen apabila anggota keluarga derajat 1 (ibu atau saudara kandung) terkena kista ovarium. Risiko meningkat menjadi 7 persen, bila ada 2 anggota keluarga yang menderita kista ovarium. Riwayat adanya kanker kolon dan kanker payudara juga meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium (Busmar, 2008).

i) Faktor genetik

Kista ovarium berhubungan dengan mutasi gen BRCA 1 dan 2. Kedua gen ini dapat mengalami mutasi pada kanker payudara. Kista ovarium juga berhubungan dengan kista kolorektal nonpoliposis herediter yang disebabkan oleh mutasi pada gen pengatur perbaikan DNA. Sekitar 30 sampai 40% penderita kista ovarium menunjukkan adanya gangguan genetik (Choi, 2007).

c. Tanda dan Gejala Kista OvariumKista ovarium seringkali tanpa gejala, terutama bila ukuran kistanya masih kecil. Kista yang jinak baru memberikan rasa tidak nyaman apabila kista semakin membesar, sedangkan pada kista yang ganas kadangkala memberikan keluhan sebagai hasil infiltrasi atau metastasis kejaringan sekitar. Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala saja karena mungkin gejalanya mirip dengan keadaan lain seperti endometriosis, radang panggul, kehamilan ektopik (di luar rahim) atau kanker ovarium. Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala atau perubahan ditubuh untuk mengetahui gejala mana yang serius. Gejala-gejalanya antara lain:1) Perut terasa penuh

2) Berat dan kembung

3) Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)

4) Haid tidak teratur

5) Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke punggung bawah dan paha

6) Nyeri senggama

7) Mual, ingin muntah

8) pengerasan payudara mirip seperti pada saat hamil.

9) Kadang-kadang kista dapat memutar pada pangkalnya, mengalami infark dan robek, sehingga menyebabkan nyeri tekan perut bagian bawah yang akut sehingga memerlukan penanganan kesehatan segera (Moore, 2010).

d. PatofisiologiSetiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan (Price, 2005).Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG (Price, 2005).Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal.

e. Klasifikasi Kista OvariumKlasifikasi kista ovarium menurut Lowdermik (2005), adalah :

1) Kista folikelKista folikel berkembang pada wanita muda wanita muda sebagian akibat folikel de graft yang matang karena tidak dapat meyerap cairan setelah ovulasi. Kista ini bisanya asimptomotik keculi jika robek. Dimana kasus ini paraf jika tedapat nyeri pada panggul. Jika kista tidak robek, bisanya meyusut setelah 2-3 siklus menstruasi.2) Kista corpus luteumTerjadi setelah ovulasi dan karena peningkatan sekresi dari progesterone akibat dari peningkatan cairan di korpus luteum ditandai dengan nyeri, tendenderness pada ovari, keterlambatan mens dan siklus mens yang tidak teratur atau terlalu panjang. Rupture dapat mengakibatkan haemoraghe intraperitoneal. Biasanya kista corpus luteum hilang dengan selama 1-2 siklus menstruasi.3) Syndroma rolycystik ovariumTerjadi ketika endocrine tidak seimbang sebagai akibat dari estrogen yang terlalu tinggi, testosoron dan luteinizing hormone dan penurunan sekresi. Tanda dan gejala terdiri dari obesitas, hirsurism (kelebihan rambut di badan) mens tidak teratur, infertelitas.

4) Kista Theca- luteinBiasanya bersama dangan mola hydatidosa. Kista ini berkembang akibat lamanya stimulasi ovarium dari human chorionik gonadotropine (HCG).

f. KomplikasiKomplikasi dari kista ovarium menurut Manuaba (2010), yaitu :

1) Perdarahan intra tumorPerdarahan menimbulkan gejala klinik nyeri abdomen mendadak dan memerlukan tindakan yang cepat.2) Perputaran tangkaiTumor bertangkai mendadak menimbulkan nyeri abdomen.3) Infeksi pada tumorMenimbulkan gejala : badan panas, nyeri pada abdomen, mengganggu aktifitas sehari-hari.4) Robekan dinding kistaPada torsi tangkai ada kemungkinan terjadi robekan sehingga isi kista tumpah kedalam ruangan abdomen.5) Keganasan kista ovariumTerjadi pada kista pada usia sebelum menarche dan pada usia diatas 45 tahun.

g. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang meliputi : (Chyntia, 2009)1) Pap smear: untuk mengetahui displosia seluler menunjukan kemungkinan adaya kanker / kista.2) Ultrasound / CT scan: membantu mengindentifikasi ukuran / lokasi massa. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor, apakah tumor berasal dari uterus, ovarium atau kandung kencing, apakah kistik atau solid dan dapat dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.

3) Laparoskopi: dilakukan untuk melihat tumor, perdarahan, perubahan endometrial. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak dan untuk menentukkan sifat sifat tumor itu

4) Hitung darah lengkap: penurunan Hb dapat menununjukan anemia kronis sementara penurunan Ht menduga kehilangan darah aktif, peningkatan SDP dapat mengindikasikan proses inflamasi / infeksi.h. PenatalaksanaanPrawirohardjo (2010), menyatakan bahwa dapat dipakai prinsip bahwa kista ovarium neoplastik memerlukan operasi dan kista nonneoplastik tidak. Jika menghadapi kista yang tidak memberi gejala atau keluhan pada penderita dan yang besar kistanya tidak melebihi jeruk nipis dengan diameter kurang dari 5 cm, kemungkinan besar kista tersebut adalah kista folikel atau kista korpus luteum, jadi merupakan kista nonneoplastik. Tidak jarang kista-kista tersebut mengalami pengecilan secara spontan dan menghilang, sehingga pada pemeriksaan ulangan setelah beberapa minggu dapat ditemukan ovarium yang kira-kira besarnya normal. Oleh sebab itu, dalam hal ini perlu menunggu selama 2 sampai 3 bulan, sementara mengadakan pemeriksaan ginekologik berulang. Jika selama waktu observasi dilihat peningkatan dalam pertumbuhan kista tersebut, maka dapat mengambil kesimpulan bahwa kemungkinan besar kista itu bersifat neoplastik, dan dapat dipertimbangkan satu pengobatan operatif.Tindakan operasi pada kista ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah pengangkatan kista dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung kista. Akan tetapi, jika kistanya besar atau ada komplikasi, perlu dilakukan pengangkatan ovarium, biasanya disertai dengan pengangkatan tuba (salpingo-ooforektomi). Pada saat operasi kedua ovarium harus diperiksa untuk mengetahui apakah ditemukan pada satu atau pada dua ovarium. Pada operasi kista ovarium yang diangkat harus segera dibuka, untuk mengetahui apakah ada keganasan atau tidak. Jika keadaan meragukan, perlu pada waktu operasi dilakukan pemeriksaan sediaan yang dibekukan (frozen section) oleh seorang ahli patologi anatomik untuk mendapatkan kepastian apakah kista ganas atau tidak. Jika terdapat keganasan, operasi yang tepat ialah histerektomi dan salpingo-ooforektomi bilateral. Akan tetapi, wanita muda yang masih ingin mendapat keturunan dan tingkat keganasan kista yang rendah (misalnya kista sel granulosa), dapat dipertanggung- jawabkan untuk mengambil resiko dengan melakukan operasi yang tidak seberapa radikal.Llewellyn (2005) menyatakan bahwa, terapi bergantung pada ukuran dan konsistensi kista dan penampakannya pada pemeriksaan ultrasonografi. Mungkin dapat diamati kista ovarium berdiameter kurang dari 80 mm, dan skening diulang untuk melihat apakah kista membesar. Jika diputuskan untuk dilakukan terapi, dapat dilakukan aspirasi kista atau kistektomi ovarium. Kista yang terdapat pada wanita hamil, yang berukuran >80 mm dengan dinding tebal atau semisolid memerlukan pembedahan, setelah kehamilan minggu ke 12. Kista yang dideteksi setelah kehamilan minggu ke 30 mungkin sulit dikeluarkan lewat pembedahan dan dapat terjadi persalinan prematur. Keputusan untuk melakukan operasi hanya dapat dibuat setelah mendapatkan pertimbangan yang cermat dengan melibatkan pasien dan pasangannya. Jika kista menimbulkan obstruksi jalan lahir dan tidak dapat digerakkan secara digital, harus dilakukan seksio sesaria dan kistektomi ovarium.

Penatalaksanaan post operasi pada psien kista ovarium ada beberapa prinsip yang perlu diimplementasikan antara lain :1) Balutan dari kamar operasi dapat dibuka pada hari pertama pasca operasi.2) Klien harus mandi shower bila memungkinkan.3) Luka mengeluarkan eksudat cair atau tembus ke pakain, pembalutan luka harus di ulang bila tidak kemungkinan luka akan terbuka.4) Luka harus dikaji setelah operasi dan kemudian setiap hari selama masa pasca operasi sampai ibu diperolehkan pulang atau rujuk.5) Bila luka perlu dibalut ulang, balutan yang di gunakan harus yang sesuai dan tidak lengket.6) Pembalutan dilakukan dengan tehnik aseptic. ( Johnson R, 2008 ).7) Keputusan untuk membuka jahitan, klip atau staples dibuat sesuaidengan hasil pengkajian. Jahitan dibuka jika sudah sembu, sering kali 5 10 hari pasca operasi. Jahitan yang dibiarkan terlalu lama dapat memperlambat penyembuhan luka (Johnson R. 2008).8) Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen. Penurunan tekanan intra- abdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar, biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Komplikasi ini dapat di cegah sampai suatu tingkat dengan memberikan gurita abdomen yang ketat (Smeltzer dan Bare 2009).i. Standar Asuhan Kebidanan Gangguan Reproduksi

Asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan Reproduksi adalah Asuhan yang di berikan Bidan pada wanita yang mengalami gangguan reproduksi. Bidan memberikan KIE (Konseling Informasi Edukasi) tentang gangguan-gangguan reproduksi yang sering muncul pada wanita seperti keputihan, menstruasi yang tidak teratur.

Wanita dengan gangguan sistem reproduksi akan mengalami gangguan atau perubahan yang bersifat fisiologis maupun psikologis. Perubahan fisiologis yang terjadi seperti keputihan, gangguan haid, penyakit menular seksual, dll. Sedangkan perubahan yang bersifat psikologis diantaranya ibu cemas, takut akan masalah-masalah yang terjadi dan ketidaksiapan dalam menerima kenyataan.

Pelaksanaan komunikasi pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi adalah penjelasan kemungkinan penyebab gangguan yang dialaminya, deteksi dini terhadap kelainan sehubungan dengan gangguan reproduksi, pemberian informasi tentang layanan kesehatan, membantu dalam pengambilan keputusan dan pemberian support mental.B. Konsep Manajemen Kebidanan

1. Pengertian

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah melalui penemuan. Ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 2007).2. Manajemen Kebidanan

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan oleh bidan dalam memecahkan klien. Penulis menerapkan manajemen kebidanan yang telah di kembangkan oleh Varney yang terdiri dari : pengkajian data, interpretasi data, diagnosa potensial, tindakan segera, rencana tindakan, pelaksanaan, evaluasi (Varney, 2007). Menurut Varney (2007), manajemen kebidanan 7 langkah Varney adalah sebagai berikut:

a. Langkah I : Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal yang dipakai dalam penerapan asuhan kebidanan pada pasien yang terdiri dari data subjektif dan data objektif (Varney, 2007).

1) Data Subjektif

Data subjektif adalah data yang didapat dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian (Nursalam, 2008). Pada kasus yang diambil penulis yaitu kista ovarium, maka pengkajan ditujukan pada pemeriksaan ginekologi (Nursalam, 2008). Data subjektif meliputi :

a) Biodata

Pengkajian identitas menurut Nursalam (2008) meliputi :

(1) Nama: untuk mengindari adanya kekeliruan atau membedakan dengan klien atau pasien lainya.

(2) Umur: untuk mengenal faktor risiko dilihat dari umur pasien. Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan umum lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi kista ovarium (Anggraini, 2010).(3) Agama: untuk memberi motivasi pasien sesuai dengan agamanya.

(4) Suku/bangsa: untuk mengetahui adat istiadat dan faktor pembawa atau ras pasien.

(5) Tingkat pendidikan: untuk menyesuaikan dalam memberikan pendidikan kesehatan.

(6) Pekerjaan: untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan pasien terhadap permasalahan keluarga.

(7) Alamat: untuk mengetahui tempat tinggal pasien.

b) Keluhan Utama

Keluhan utama adalah mengetahui keluhan yang dirasakan saat pemeriksaan (Varney, 2007). Pada kasus kista ovarium pasien merasa nyeri pada perut bagian bawah, nyeri saat haid, sering ingin buang air besar atau kecil dan teraba benjolan pada daerah perut (Chyntia, 2009).c) Riwayat Perkawinan

Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali klien menikah, sudah berapa lama, jumlah anak, istri keberapa dan keberadaannya dalam keluarga, kesehatan dan hubungan suami istri dapat memberikan wawasan tentang keluhan yang ada.

d) Riwayat Menstruasi

Untuk mengetahui menarche, siklus haid, lamanya haid, banyaknya darah, teratur/tidak, sifat darah, dismenorhea (Liwinto, 2009).

e) Riwayat Kehamilan, persalinan dan Nifas yang lalu

Pengkajian riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu menurut Varney (2007), meliputi :

(1) Kehamilan: untuk mengetahui riwayat kehamilan yang lalu normal atau ada komplikasi

(2) Persalinan: untuk mengetahui jenis persalinan, penolong persalinan, lama persalinan, kala I, II, III dan IV.

(3) Nifas: untuk mengetahui riwayat nifas yang lalu normal atau ada komplikasi

f) Riwayat Keluarga Berencana

Untuk mengetahui apakah ibu sebelumnya pernah menggunakan alat kontrasepsi atau belum. Jika pernah lamanya berapa tahun dan jenis alat kontrasepsi yang digunakan serta komplikasi yang menyertai.g) Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan menurut Varney (2007), meliputi :

(1) Riwayat kesehatan sekarang

Untuk mengetahui keadaan pasien saat ini dan mengetahui adakah penyakit lain yang berasa memperberat keadaan klien.

(2) Riwayat penyakit sistemik

Untuk mengetahui apakah klien pernah menderita jantung, ginjal, asma/TBC, hepatitis, DM, hipertensi TD 160/110, dan Diabetes melitus dan penyakit menular seperti TBC, hepatitis, HIV/AIDS.

h) Kebiasaan sehari-hari

Untuk mengetahui bagaimana pasien sehari-hari dalam menjaga kebersihan dirinya dan bagaimana pola makanan sehari-hari apakah terpenuhi gizinya atau tidak.

(1) Nutrisi: dikaji untuk mengetahui makanan yang biasa dikonsumsi dan porsi makan dalam sehari (Wiknjosastro, 2009).

(2) Eliminasi: untuk mengetahui berapa kali BAB dan BAK, apakah ada obstipasi atau tidak (Farrer, 2008).

(3) Istirahat: dikaji untuk mengetahui kebiasaan istirahat klien siang berapa jam dan malam berapa jam (Varney, 2007). Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam pasien tidur, kebiasaan sebelum tidur misalnya membaca, mendengarkan musik, kebiasaan mengkonsumsi obat tidur, kebiasaan tidur siang, penggunaan waktu luang (Ambarwati dkk, 2010).

(4) Seksualitas: dikaji untuk mengetahui berapa kali klien melakukan hubungan seksualitas dengan suami dalam seminggu dan ada keluhan atau tidak (Wiknjosastro, 2009).

(5) Personal Hygiene: untuk mengetahui tingkat kebersihan pasien. Kebersihan perorangan sangat penting agar terhindar dari penyakit kulit.

(6) Aktifita: hal ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah aktivitas sehari-hari akan terganggu karena adanya nyeri akibat penyakit yang dialaminya (Hidayat, 2008).

i) Data psikologis

Perlu dikaji adalah tanggapan ibu terhadap kondisi yang dialami waktu nifas ini, selain pasien juga memerlukan dukungan emosional dan psikologi dari suami maupun keluarga dalam berbagai hal (Perry, 2005).

2) Data Objektif

Data ini diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik pasien dan pemeriksaan laboratorium (Nursalam, 2008).

a) Pemeriksaan umum

(1) Keadaan umun

Untuk mengetahui keadaan umum ibu tampak tidak sehat atau lemas setelah persalinan (Wiknjosastro, 2009).

(2) Kesadaran

Untuk mengetahui tingkat kesadaran composmentis (kesadaran normal), somnolen (kesadaran menurun) dan apatis (Wiknjosastro, 2009).

(3) Tanda tanda vital

(a) Tekanan Darah: untuk mengetahui tekanan darah normal 100/80-120/80 mmhg dan yang tidak normal lebih dari 140/100 mmhg. Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi. Tekanan darah normal 120/80 mmHg (Wiknjosastro, 2009).

(b) Suhu: untuk mengetahui suhu badan apakah ada peningkatan suhu atau tidak. Normalnya (36,5 37,60 C) bila ada peningkatan harus dicurigai adanya infeksi

(c) Nadi: untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam 1 menit penuh. Normalnya 80-90 x/menit.

(d) Respirasi: untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien dalam 1 menit. Batas normal 18-24 x/menit.

(e) TB: untuk mengetahui tinggi badan ibu.

(f) BB: untuk mengetahui berat badan ibu.

b) Pemeriksaan fisik

(1) Inspeksi meliputi:

(a) Rambut: untuk mengetahui apakah rambutnya bersih, rontok, dan berketombe.

(b) Muka: untuk mengetahui keadaan muka pucat atau tidak, adakah kelainan, adakah oedema.

(c) Mata: untuk mengetahui warna konjungtiva merah atau pucat, sklera putih atau tidak.

(d) Hidung: untuk mengetahui adakah kelainan, adakah polip, adakah hidung tersumbat.

(e) Mulut: untuk mengetahui apakah mulut bersih atau tidak, ada caries dan karang gigi tidak, ada stomatitis atau tidak.

(f) Telinga: untuk mengetahui apakah ada serumen.

(2) Palpasi

(a) Leher: untuk mengetahui apakah ada pembesaran thyroid atau tidak, ada pembesaran limfe atau tidak.

(b) Dada: untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, bersih atau tidak, ada benjolan atau tidak. Hal ini mengetahui apakah ada tumor atau kanker.

(c) Abdomen: untuk mengetahui apakah ada luka bekas operasi, adakah nyeri tekan serta adanya masa. Hal ini untuk mengetahui kelainan pada abdomen.

(d) Ekstremitas: untuk mengetahui adanya oedema, varices, dan untuk mengetahui reflek patella.

(3) Auskultasi

(a) Jantung: untuk mengetahui bunyi jantung teratur atau tidak

(b) Paru-paru: untuk mengetahui adakah suara wheezzing, serta ada suara ronchi atau tidak.

(4) Perkusi: untuk mengetahui ekstremitas : reflek patella kanan kiri positif atau tidak.

c) Pemeriksaan penunjang

Data penunjang diperlukan untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium (Varney, 2007).

b. Langkah Kedua : Interpretasi Data

Interpretasi data dasar merupakan rangkaian, menghubungkan data yang diperoleh dengan konsep teori, prinsip relevan untuk mengetahui kesehatan pasien.Pada langkah ini data di interpretasikan menjadi diagnosa, masalah (Varney, 2007).

1) Diagnosa

Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktik kebidanan (Varney, 2007). Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkungan praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan yang dikemukakan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosa (Varney, 2007).Diagnosa kebidanan yang ditegakkan adalah : gangguan reproduksi dengan kista ovarium pada Ny. X di Ruang Bougenvile RSUD Kebumen.Data Subjektif :a) Pasien merasa nyeri pada perut bagian bawah, nyeri saat haid, sering ingin buang air besar atau kecil dan teraba benjolan pada daerah perut (Chyntia, 2009).

b) Pasien merasa nyeri saat senggama (Chyntia, 2009).

c) Pasien merasa cemas (Prawirohardjo, 2010)

Data Objektif :

a) Keadaan umum : Baik

b) Kesadaran : Composmentisc) TTV, TD : 120/80 mmHg, N : 90 x/menit, R : 24 x/menit, S : 370C

d) Pada pemeriksaan abdomen terdapat benjolan dan nyeri perut bagian bawah

e) Pada pemeriksaan vagina terdapat bercak darah yang keluar

f) Pemeriksaan penunjang : dilakukan pemeriksaan pap smear dan CT-Scan (Chyntia, 2009)

2) Masalah

Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman pasien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosa sesuai keadaan pasien (Varney, 2007). Pada kasus kista ovarium masalah yang dihadapi pasien yaitu pasien merasa cemas sebelum dilakukan pengangkatan kista ovarium (Chyntia, 2009).3) Kebutuhan

Kebutuhan merupakan halhal yang dibutuhkan pasien dan yang belum teridentifikasi dalam diagnosa masalah yang didapatkan. Pada kasus kista ovarium kebutuhan yang diberikan yaitu beri dukungan moral dan spiritual sehingga pasien lebih tenang (Prawirohardjo, 2010).c. Langkah Ketiga : Diagnosa Potensial

Diagnosa potensial adalah suatu pernyataan yang timbul berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antsipasi, bila diagnosis atau masalah potensial ini benar-benar terjadi (Varney, 2007).

Diagnosa potensial pada kasus kista ovarium yang mungkin terjadi yaitu terjadi kanker ovarium (Chyntia, 2009).d. Langkah Keempat : Antisipasi

Pada langkah ini perlu segera diambil untuk mengantisipasi diagnosa potensial yang berkembang lebih lanjut dan menimbulkan komplikasi, sehingga dapat segera dilakukan tindakan yang sesuai dengan diagnosa potensial yang muncul (Varney, 2007). Bidan mengidentifikasi tindakan untuk segera di tangani atau dikonsultasikan dengan dokter SpOG. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Tindakan ini bertujuan agar kegawatdaruratan yang dikhawatirkan dalam diagnosa potensial tidak terjadi (Varney, 2007).

Pada kasus gangguan reproduksi dengan kista ovarium antisipasi yang diberikan yaitu kolaborasi dengan dokter bedah, bila tidak terjadi keganasan bisa diobati secara operasi atau dengan obat-obatan, bila terjadi keganasan harus dilakukan pengangkatan kista atau operasi dan diberi obat-obat anti kanker (Chyntia, 2009).e. Langkah Kelima : Perencanaan

Pada langkah ini dilakukan rencana tindakan yang menyeluruh merupakan kelanjutan dari manajemen terhadap diagnosa yang telah teridentifikasi. Tindakan yang dapat dilakukan berupa observasi, penyuluhan atau pendidikan kesehatan dan pengobatan sesuai advis dokter. Setiap rencana harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu bidan dan pasien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena pasien diharapkan juga akan melaksanakan rencana tersebut (Varney, 2007).

Rencana asuhan yang diberikan pada gangguan reproduksi dengan kista ovarium menurut Chyntia (2009), yaitu :1) Pre Operasi

a) Observasi keadaan umum dan TTV

b) Jelaskan pada ibu tentang kondisinya saat ini

c) Berikan analgesik sesuai resep

d) Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan penanganan berupa tindakan histerektomi.

2) Post Operasi

a) Ajarkan teknik relaksasi.b) Berikan tindakan kenyamanan dasar seperti kompres hangat pada abdomen atau tehnik relaksasi nafas dalam.c) Lakukan perawatan post histerektomi dengan memberikan gurita abdomen sebagai penyangga.f. Langkah Keenam : Pelaksanaan

Implementasi merupakan pelaksanaan dari asuhan yang direncanakan secara efisien dan aman. Pada kasus dimana bidan harus berkolaborasi dengan dokter, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan pasien adalah tetap bertanggung jawab terhadap pelaksanaan asuhan bersama yang menyeluruh (Varney, 2007). Pada kasus gangguan reproduksi dengan kista ovarium pelaksanaan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat (Chyntia, 2009).g. Langkah Ketujuh : Evaluasi

Merupakan langkah terakhir untuk menilai keaktifan dari rencana asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan dalam masalah dan diagnosa (Varney, 2007). Evalusi yang diharapkan setelah dilakukan tindakan menurut Chyntia (2009), adalah :1) Keadaan umum : Baik

2) Kesadaran : Composmentis3) Tanda-tanda vital normal

4) Kista ovarium telah teratasi dengan cara operasi histerektomi

5) Tidak ada komplikasi setelah dilakukan operasi

Data Perkembangan Menggunakan SOAP.

Metode pendokumentasian data perkembangan yang digunakan dalam asuhan kebidanan adalah SOAP. Adapun konsep SOAP menurut Varney (2007) :

S : Subjektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa

O : Objektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan test diagnosatik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assesment.

A : Assesment

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu indentifikasi.

P : Planning

Menggambarkan pendokumentasian dari rencana evaluasi berdasarkan assesment. Memberikan konseling sesuai dengan permasalahan yang ada sebagai upaya untuk membantu pengobatan

C. Landasan HukumKewenangan bidan pengelolaan oleh bidan sesuai dengan kompetensi bidan di Indonesia dalam kasus gangguan reproduksi dengan prolaps uteri bidan memiliki kemandirian untuk melakukan asuhannya dalam Permenkes NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010. Tentang ijin dan penyelenggaraan praktek bidan. Dalam kasus ini pelayanan kebidanan sesuai dengan pasal 12 yang isinya :

Pasal 9: Bidan dalam menjalankan praktek, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:

1. Pelayanan kesehatan ibu

2. Pelayanan kesehatan anak

3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana

Pasal 12: Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c, berwenang untuk :

1. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana

2. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom (Menkes RI, 2010)Kewenangan badan pengelolaan oleh bidan sesuai dengan kompetensi bidan di Indonesia, dalam kasus menopause bidan memiliki kemandirian untuk melakukan asuhannya berdasarkan KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI 369/MENKES/SK/III/2007, tentang asuhan pada ibu/wanita dengan ganguan reproduksi yaitu kompetensi ke-9 : Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.

Mengenai ketentuan-ketentuan yang harus di lakukan bidan untuk menyelenggarakan praktek kebidanan sesuai dengan standar kebidanan yang ada. Ketentuan-ketentuan tersebut secara khusus diatur yaitu mengenai perizinan dan penyelenggaraan praktik. Yang tertuang pada BAB II dan III yang tertera dalamPERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO HK.02.02/MENKES/149/2010, pasal 8, bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi: pelayanan kebidanan, pelayanan reproduksi perempuan dan pelayanan kesehatan masyarakat.DAFTAR PUSTAKABaradero Mary, Dayrit Wilfrid Mary, Siswadi Y. 2007. Klien Dengan Gangguan System Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGCChyntia, E. 2009. Pahami Kista Anda Akan Terbebaskan. Yogyakarta: MaximusDinkes Jateng. 2010. Pedoman Pemantauan dan Penyelidikan Program Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Depkes

Dinkes Jateng. 2013. Profil Kesehatan Jawa Tengah tahun 2013. Semarang: Dinkes Jateng.

Hidayat. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Kasdu D. 2005. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta : Puspa Swara

Kemenkes RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI

Kepmenkes, RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Available from: http://www.gizikia.depkes.go.id/download/Permenkes-Bidan.pdf. Accessed on: 9 Febuari 2015

Lowdermilk. 2005. Maternity Womens Health Care. Seventh edition. Philadelphia : Mosby

Manuaba, et al. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Perry. et. all. 2005. Buku Saku Ketrampilan dan Prosedur Dasar. Jakarta: EGC.Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI.

Saifuddin, Abdul Bari. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Smeltzer and Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta:EGCVarney, H. 2007. Varney Midwivery (Terjemahan). Bandung: Sekeloa Publisher.

Wiknjosastro, H. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

INFORM CONSENT

(SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN)

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

:

Umur

:

Alamat

:

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya bersedia menjadi responden dengan data yang sesungguhnya dalam rangka penyususnan Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Kebidanan Pada Gangguan Reproduks dengan Kista Ovarium Ny... Umur... Tahun P A Ah di RSUD Kebumen Tahun 2015 yang sedang disusun oleh :

Nama

: Wulan Yulia Rena Sari

NIM

: 121540123960151

Alamat

: STIKes Harapan Bangsa Purwokerto

Dengan demikian surat ini kami buat, semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Responden

Peneliti

(

)

(

)Refisian tanggal 25-02-2015

Bab I

1. Angka kejadin kanker ovarium jika pada penderita kista ovarium tidak ditangani berapa %

2. Tertarik karena apa

3. Penderita kista ovarium berapa % dan penderita kanker ovarium berapa %

Bab 2

1. Tanda gejala kista ovarium di buat point

2. Penatalaksanaan di lengkapi

3. Tindakan pasca operasi di lengkapi

4. Infrom consent format