gangguan psikosomatik.docx

26
GANGGUAN PSIKOSOMATIK I. PENDAHULUAN Hubungan antara psikis (jiwa) dan soma (badan) telah menjadi perhatian para ahli dan para peneliti sejak dahulu. Keduanya (psikis dan soma) saling terkait secara erat dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Kedua aspek saling mempengaruhi yang selanjutnya tercermin dengan jelas dalam ilmu kedokteran psikosomatik. 1 Di masa prasejarah masyarakat percaya bahwa penyakit disebabkan oleh kekuatan roh jahat/setan. Oleh karena itu pengobatannya harus dilakukan dengan mantera-mantera. Di masa peradaban kuno kemudian dipercaya bahwa pikiran memiliki kekuatan besar untuk mempengaruhi badan, sehingga gangguan pada badan tidak bisa disembuhkan tanpa mengobati kepalanya (pikiran).1 Dalam perkembangannya tidak hanya aspek fisis dan psikis saja yang menjadi titik perhatian, tetapi juga aspek spiritual (agama) dan lingkungan merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai keadaan kesehatan yang optimal. Hal ini sesuai dengan definisi WHO tentang pengertian sehat yang meliputi kesehatan fisis, psikologis, sosial, dan spiritual. Jadi mempunyai 4 dimensi yaitu bio-psiko-sosio- spiritual.1 Dalam pengertian kedokteran psikosomatik secara luas, aspek biopsiko- sosio spiritual tersebut sangat perlu dipahami untuk melakukan pendekatan dan pengobatan terhadap pasien secara 1

Upload: cecep-saefull-huda

Post on 22-Oct-2015

146 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ganguan psikis

TRANSCRIPT

Page 1: GANGGUAN PSIKOSOMATIK.docx

GANGGUAN PSIKOSOMATIK

I. PENDAHULUAN

Hubungan antara psikis (jiwa) dan soma (badan) telah menjadi perhatian para ahli

dan para peneliti sejak dahulu. Keduanya (psikis dan soma) saling terkait secara

erat dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Kedua aspek saling

mempengaruhi yang selanjutnya tercermin dengan jelas dalam ilmu kedokteran

psikosomatik. 1

Di masa prasejarah masyarakat percaya bahwa penyakit disebabkan oleh kekuatan

roh jahat/setan. Oleh karena itu pengobatannya harus dilakukan dengan mantera-

mantera. Di masa peradaban kuno kemudian dipercaya bahwa pikiran memiliki

kekuatan besar untuk mempengaruhi badan, sehingga gangguan pada badan tidak

bisa disembuhkan tanpa mengobati kepalanya (pikiran).1

Dalam perkembangannya tidak hanya aspek fisis dan psikis saja yang menjadi titik

perhatian, tetapi juga aspek spiritual (agama) dan lingkungan merupakan faktor yang

harus diperhatikan untuk mencapai keadaan kesehatan yang optimal. Hal ini sesuai

dengan definisi WHO tentang pengertian sehat yang meliputi kesehatan fisis,

psikologis, sosial, dan spiritual. Jadi mempunyai 4 dimensi yaitu bio-psiko-sosio-

spiritual.1

Dalam pengertian kedokteran psikosomatik secara luas, aspek biopsiko- sosio

spiritual tersebut sangat perlu dipahami untuk melakukan pendekatan dan

pengobatan terhadap pasien secara holistic (menyeluruh) dan ekliktik (rinci) yaitu

pendekatan psikosomatik.1

II. DEFINISI

Gangguan psikosomatik ialah gangguan atau penyakit dengan gejala-gejala yang

menyerupai penyakit fisis dan diyakini adanya hubungan yang erat antara suatu

peristiwa psikososial tertentu dengan timbulnya gejala-gejala tersebut. Ada juga

yang memberikan batasan bahwa gangguan psikosomatik merupakan suatu

kelainan fungsional suatu alat atau sistem organ yang dapat dinyatakan secara

obyektif, misalnya1 adanya spasme, hipo atau hipersekresi, perubahan konduksi

saraf dan lainlain.

Keadaan ini dapat disertai adanya organik/struktural sebagai akibat gangguan

fungsional yang sudah berlangsung lama.1

1

Page 2: GANGGUAN PSIKOSOMATIK.docx

Menurut JC. Heinroth yang dimaksud dengan gangguan psikosomatik ialah adanya

gangguan psikis dan somatik yang menonjol dan tumpang tindih. Berdasarkan

pengertian dan kenyataan diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan

gangguan psikosomatik adalah gangguan atau penyakit yang ditandai oleh keluhan-

keluhan psikis dan somatik yang dapat merupakan kelainan fungsional suatu organ

dengan ataupun tanpa gejala objektif dan dapat pula bersamaan dengan kelainan

organik/ struktural yang berkaitan dengan stressor atau peristiwa psikososial

tertentu.1

Gangguan fungsional yang ditemukan bersamaan dengan gangguan struktural

organis dapat berhubungan sebagai berikut:

· Gangguan fungsional yang lama dapat menyebabkan atau mempengaruhi

timbulnya gangguan struktural seperti asma bronchial, hipertensi, penyakit jantung

koroner, arthritis rheumatoid dan lain-lain

· Gangguan atau kelainan struktural dapat menyebabkan gangguan psikis dan

menimbulkan gejala-gejala gangguan fungsional seperti pada pasien penyakit

jantung, penyakit kanker, gagal ginjal dan lain-lain.

· gangguan fungsional dan struktural organik berada bersamaan oleh sebab yang

berbeda.1

Dalam kenyataannya, di klinik jarang sekali faktor psikis/emosi seperti frustasi,

konflik, ketegangan dan sebagainya dikemukakan sebagai keluhan utama oleh

pasien. Justru keluhan –keluhan fisis yang beraneka ragam yang selalu ditonjolkan

oleh pasien. Keluhan-keluhan yang dirasakan pasien umumnya terletak di bidang

penyakit dalam seperti keluhan sitem kardiovaskuler, sistem pernapasan, saluran

cerna, saluran urogenital, dan sebagainya. 2

Keluhan-keluhan tersebut adalah manifestasi adanya ketidakseimbangan sistem

saraf otonom vegetatif, seperti sakit kepala, pusing, serasa mabuk, cenderung untuk

pingsan, banyak keringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, gangguan pada

lambung, dan usus, diare, anoreksia, kaki dan tangan dingin, kesemutan, merasa

panas atau dingin seluruh tubuh dan banyak lagi gejala lainnya.1

III. PATOMEKANISME

Patofisiologi timbulnya kelainan fisis yang berhubungan dengan gangguan

psikis/emosi belum seluruhnya dapat diterangkan namun sudah terdapat banyak

bukti dari hasil penelitian para ahli yang dapat dijadikan pegangan. Gangguan

2

Page 3: GANGGUAN PSIKOSOMATIK.docx

psikis/konflik emosi yang menimbulkan gangguan psikosomatik ternyata diikuti oleh

perubahan-perubahan fisiologis dan biokimia pada tubuh seseorang. Perubahan

fisiologi ini berkaitan erat dengan adanya gangguan pada sistem saraf autonom

vegetatif, sistem endokrin dan sistem imun.1

Patofisiologi gangguan psikosomatik dapat diterangkan melalui beberapa teori

sebagai berikut:

a. Gangguan Keseimbangan Saraf Autonom Vegetatif

Pada keadaan ini konflik emosi yang timbul diteruskan melalui korteks serebri ke

sistem limbik kemudian hipotalamus dan akhirnya ke sistem saraf autonom vegetatif.

Gejala klinis yang timbul dapat berupa hipertoni parasimpatik, ataksi vegetatif yaitu

bila koordinasi antara simpatik dan parasimpatik sudah tidak ada lagi dan amfotoni

bila gejala hipertoni simpatik dan parasimpatik terjadi silih berganti.1

b. Gangguan Konduksi Impuls Melalui Neurotransmitter

Gangguan konduksi ini disebabkan adanya kelebihan atau kekurangan

neurotransmitter di presinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor-

reseptor postsinaps. Beberapa neurotransmitter yang telah diketahui berupa amin

biogenik antara lain noradrenalin, dopamine, dan serotonin.13

c. Hiperalgesia Alat Viseral

Meyer dan Gebhart (1994) mengemukakan konsep dasar terjadinya gangguan

fungsional pada organ visceral yaitu adanya visceral hyperalgesia. Keadaan ini

mengakibatkan respon reflex yang berlebihan pada beberapa bagian alat visceral

tadi. Konsep ini telah dibuktikan pada kasus-kasus non-cardiac chest pain, non-ulcer

dyspepsia dan irritable bowel syndrome.1

d. Gangguan Sistem Endokrin/Hormonal

Perubahan-perubahan fisiologi tubuh yang disebabkan adanya stress dapat terjadi

akibat gangguan sistem hormonal. Perubahan tersebut terjadi melalui hypothalamic-

pitutary-adrenal axis (jalur hipotalamus-pituitari-adrenal). Hormone yang berperan

pada jalur ini antara lain: hormon pertumbuhan (growth hormone), prolactin, ACTH,

katekolamin.1

e. Perubahan dalam Sistem Imun

Perubahan tingkah laku dan stress selain dapat mengaktifkan sistem endokrin

melalui hypothalamus-pituitary axis (HPA) juga dapat mempengaruhi imunitas

seseorang sehingga mempermudah timbulnya nfeksi dan penyakit neoplastik.

3

Page 4: GANGGUAN PSIKOSOMATIK.docx

Fungsi imun menjadi terganggu karena sel-sel imunitas merupakan

immunotransmitter mengalami berbagai perubahan. 1

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi imunitas adalah sebagai

berikut:

· Kualitas dan kuantitas stress yang timbul

· Kamampuan individu dalam mengatasi suatu stress secara efektif

· Kualitas dan kuantitas rangsang imunitas

· Lamanya stress

· Latar belakang lingkungan sosio-kultural pasien

· Faktor pasien sendiri (umur, jenis kelamin, status gizi)14

IV. DIAGNOSIS

Menegakkan diagnosis pasien dengan gangguan psikosomatik tidak berbeda

dengan menegakkan diagnosis penyakit lain pada umumnya yaitu dengan cara

anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan

penunjang lain yang diperlukan. Pada umumnya pasien dengan gangguan

psikosomatik datang ke dokter dengan keluhan somatiknya. Jarang sekali keluhan

psikis atau konfliknya dikeluhkan secara spontan. Keluhan psikis yang menjadi

stressornya baru akan muncul setelah dilakukan anamnesis yang baik dan

mendalam. Keluhan somatisnya sangat beraneka ragam dan sering berpindah-

pindah dari satu sistem organ ke organ lain.1

Gangguan psikosomatik pada orang yang tidak stabil, dapat disebabkan bukan saja

oleh stress yang luar biasa, tetapi juga oleh kejadian-kejadian dan keadaan sehari-

hari, umpamanya rumah tangga yang sibuk, terlalu banyak orang di dalam satu

rumah, suami atau isteri yang tidak dapat menyesuaikan diri atau tidak

mengindahkan keinginan satu sama lain.2

Untuk itu, penting ditanyakan beberapa pertanyaan berikut dalam proses

anamnesis:

- Faktor sosial dan ekonomi: kepuasan dalam pekerjaan; kesukaran ekonomi;

pekerjaan yang tidak tentu; hubungan dengan keluarga dan orang lain; minatnya;

pekerjaan yang terburu-buru; kurang terbiasa

- Faktor perkawinan: perselisihan, perceraian, dan kekecewaan dalam hubungan

sexual; anak-anak yang nakal dan menyusahkan.

4

Page 5: GANGGUAN PSIKOSOMATIK.docx

- Faktor kesehatan: penyakit-penyakit yang menahun; pernah masuk rumah sakit;

pernah dioperasi; adiksi terhadap obat-obatan, tembakau, dan lain-lain

- Faktor psikologik: stress psikologik; keadaan jiwa waktu operasi; status dalam

keluarga.2

Untuk menentukan gangguan fungsional, maka anmnesa penting sekali. Bila kita

sudah menentukan bahwa penderita itu mempunyai 5 gangguan fungsional, maka

selanjutnya kita harus menetapkan apakah sebabnya itu gangguan psikogenik atau

non-psikogenik. Apabila kita sudah menduga bahwa hal itu merupakan gangguan

psikogenik, sebaiknya harus dicari juga korelasi antara gejala-gejala dan stress

psikologik.2

Lewis memberikan beberapa kriteria untuk diagnosa gangguan psikomatik:

1. Gejala-gejala yang didapat mempunyai permulaan, akibat, manifestasi dan

jalannya yang sangat mencurigakan akan adanya gangguan psikosomatik

2. Dengan pemeriksaan fisis dan laboratorium tidak didapati penyakit organik yang

dapat menyebabkan gejala-gejala (atau sebagian gejalgejala)

3. Adanya suatu stress atau konflik yang menyukarkan penderita

4. Reaksi penderita terhadap stress ini banyak hubungannya dengan gejala-gejala

yang dikeluhkannya, yaitubahwa gejala-gejala itu secara psikosomatik merupakan

manifestasi badaniah dari konflik atau penyelesaian masalah yang tidak memuaskan

5. Terjadinya stress itu harus mempunyai korelasi antara waktu dan timbulnya

keluhan, bertambah beratnya atau/dan menahunnya penyakit yang ada.2

Tidak semua kriteria harus ada, tetapi apabila terdapat beberapa kriteria yang sesuai

sudah merupakan indikasi kea rah gangguan psikosomatik.1

V. JENIS GANGGUAN PSIKOSOMATIK

Untuk klasifikasi jenis gangguan psikosomatik, maka jenis gangguan dibagi menurut

organ yang paling sering terkena, yaitu gangguan gastrointestinal, gangguan

kardiovaskular, gangguan pernapasan, gangguan endokrin, gangguan kulit,

gangguan muskuloskeletal, psikoonkologi. 6

a. Gangguan Gastrointestinal

1. Dispepsia Fungsional

Merupakan perasaan tidak enak dan sakit pada daerah epigastrium, sering

disebabkan karena kelainan fungsi lambung:

5

Page 6: GANGGUAN PSIKOSOMATIK.docx

sekresi asam lambung yang berlebihan, motilitas dan tonus yang meninggi pada

otot-otot dinding lambung.2 Legarde dan Spiro (1984) mengatakan bahwa keluhan

tidak enak pada perut bagian atas yang bersifat intermitten sedangkan pada

pemeriksaan tidak didapatkan kelainan organis. Gejala-gejala yang sering

dikeluhkan pasien berupa rasa penuh pada ulu hati sesudah makan, kembung,

sering bersendawa, cepat kenyang, anoreksia, nausea, vomitus, rasa terbakar pada

daerah ulu hati dan regurgitasi.3

Peran faktor psikososial pada dispepsia fungsional sangat penting karena dapat

menyebabkan hal-hal di bawah ini:

- Menimbulkan perubahan fisiologi saluran cerna

- Perubahan penyesuaian terhadap gejala-gejala yang timbul

- Mempengaruhi karakter dan perjalanan penyakitnya

- Mempengaruhi prognosis

Rangsangan psikis/emosi sendiri secara fisiologi dapat mempengaruhi lambung

dengan dua cara:

- Jalur Neurogen: rangsangan konflik emosi pada korteks serebri mempengaruhi

kerja hipotalamus anterior dan selanjutnya ke nucleus vagus, dan kemudian ke

lambung

- Jalur Neurohormonal: rangsangan pada korteks serebri diteruskan ke hipotalamus

anterior selanjutnya ke hipofisis anterior yang mengeluarkan kortikotropin. Hormon

ini merangsang korteks adrenal dan kemudian menghasilkan hormon adrenal yang

selanjutnya merangsang produksi asam lambung.3

Pengobatan melalui pendekatan psikosomatis yaitu dengan memperhatikan aspek-

aspek fisik, psikososial, dan lingkungan. 7

Terhadap keluhan-keluhan dispepsia dapat diberikan pengobatan simptomatis

seperti antasida, obat-obat H2 antagonis seperti Cimetidin, ranitidine. Obat inhibitor

pompa proton seperti omeprazole, lansoprazole. Yang tidak kalah pentingnya ialah

melakukan psikoterapi dengan beberapa edukasi dan saran agar dapat mengatasi

atau mengurangi stress dan konflik psikososial.3

2. Konstipasi Psikogenik

Buang air besar biasanya terjadi setelah timbul rangsangan di hipotalamus yang

diteruskan ke kolon dan sfingter ani melalui susunan saraf autonom. Pada waktu

tertentu kemungkinan rangsangan tersebut tidak timbul. Hal ini dapat terjadi pada

6

Page 7: GANGGUAN PSIKOSOMATIK.docx

seseorang yang sedang murung, kecewa, putus asa, dan gangguan jiwa lain. Pasien

sering mempunyai keluhan tidak dapat atau mengalami kesulitan buang air besar.

Akibat kelainan tersebut, rangsangan di hipotalamus ikut menurun sampai tidak ada,

sehingga rangsangan di usus besar pun sangat berkurang. Bila berlangsung terus-

menerus akan terjadi atoni kolon dan konstipasi kronik yang selanjutnya disebut

konstipasi psikogenik. 4

Pengelolaan pasien konstipasi psikogenik lebih menitikberatkan pada psikoterapi.

Perlu pendekatan psikomatik dengan memperdulikan faktor-faktor psikis sebagai

penyebabnya. 4

3. Diare Psikogenik

Seseorang yang sedang mengalami ketegangan jiwa, sedang emosi, atau sedang

dalam keadaan stress , hidupnya tidak teratur. Keadaan demikian akan

menyebabkan terangsangnya hipotalamus terus-menerus secara tidak teratur.

Rangsangan di hipotalamus ini akan diteruskan ke susunan saraf autonom. Susunan

saraf yang berulang kali terangsang ini akan menyebabkan timbulnya hiperperistaltik

kolon, sehingga bolus makanan terlalu cepat dikeluarkan karena hiperperistaltik

tersebut, reabsorpsi air di kolon8 terganggu, dan timbullah diare. Bila terjadi

berulang kali, timbul diare kronik. Keadaan demikian disebut diare psikogenik kronik.

4 Sifat diare psikogenik pada umumnya memperlihatkan sering buang air besar yang

bersifat lembek, hampir tidak pernah bersifat cair, jarang disertai lender dan darah,

dan tidak pernah disertai demam. Diare yang timbul biasanya berlangsung beberapa

hari, selama masih ada gangguan psikis. 4

4. Obesitas

Pada obesitas yang hebat sering didapati faktor psikologik. Tidak dapat diterangkan

secara memuaskan dengan teori: efisiensi otot-otot yang tinggi, “respiratory quotient”

yang rendah, “specific dynamic action” dari makanan atau penyimpanan yang

abnormal oleh orang gemuk itu. 2

Faktor psikologik, mulai dari ketegangan yang ringan smapai dengan suatu nerosa

yang hebat dapat menyebabkan makan berlebihan. Kadang-kadang orang yang

merasa tidak bahagia mencari kesenangan dalam makanan. Mungkin bila ia

mengalami banyak kekecewaan dalam pekerjaan atau kehidupan seksual,

makanan bukan saja daoat merupakan pembelaan atau hiburan, tetapi juga dapat

merupakan substitusi. 2

7

Page 8: GANGGUAN PSIKOSOMATIK.docx

Pengobatan ialah meyakinkan penderita bahwa berat badan itu perlu diturunkan,

mengatur tabiat makanan, diet yang pantas, dan psikoterapi bila terdapat konflik;

dapat juga diberikan obat-obat untuk menekan nafsu makan beserta vitamin supaya

tidak kekurangan bila makan berkurang. 2

b. Gangguan Kardiovaskular

1. Hipertensi

Hipertensi oleh banyak peneliti dianggap sebagai suatu penyakit yang multifaktorial.

Selain faktor psikis yang menstimulasi efek simpatikotonik, pengaruh lingkungan

sekitar 9 dan sosio-kultural juga ikut berperan. Faktor-faktor psikis stuasional yang

menyebabkan kenaikan tekanan darah, merupakan model outlet yang aman sebagai

reaksi normal fisiologis. 5

Menurut Groen, mekanisme utama perkembanghan menjadi hipertensi yaitu

perubahan suatu reaksi fisiologis yang dihubungkan dengan behavior readiness,

oleh suatu reaksi neuroviseral; sebagai ganti aktivitas neuromuscular yang kuat dan

volume semenit jantung yang meningkat, serta resistensi pembuluh darah yang

meningkat pula.5

Karena sifat etiologi yang multifaktorial, kebanyakan pasien membutuhkan terapi

kombinasi. Terapi dengan obat seringkali perlu diberikan, namun efek samping

harus diperhatikan. Reserpine, misalnya, juga mempunyai efek samping depresif.

Latihan autogen (autogenic training) sebagai latihan rileks pada hakikatnya sangat

baik, namun seringkali menambah rasa takut dan kegelisahan, karena aktivitas

defense yang menutup-nutupi rasa takut dihilangka, sehingga konflik internal malah

dialami lebih jelas. 5

2. Gangguan Irama Jantung

Mekanisme regulasi jantung mudah bereaksi terhadap rangsangan pikis dan

penilaiannya dalam hal khayalan dan pengalaman merupakan faktor-faktor yang

menentukan dalam terjadinya penyakit. Faktor-faktor emosional dapat bekerja

dengan

3 cara:

a. Afek seperti rasa takut, sedih, gembira atau ketegangan jiwa mempengaruhi

fungsi somatik secara tidak khas.emosi agresif mempercepat frekuensi jantung.

Pengalaman depresif menekan dan memperlambatnya.

b. Bila dalam keadaan normal, jantung berdenyut teratur, maka persepsi gangguan

irama dapat menimbulkan kecemasan atau ketidakseimbangan vegetatif.5

8

Page 9: GANGGUAN PSIKOSOMATIK.docx

10

Faktor-faktor psikis berpengaruh pada timbulnya gangguan frekuensi denyut dan

disaritmia jantung. Pada gangguan frekuensi jantung, pengaruh fisis, toksik, infeksi

dan degenerasi, juga faktor piskis.5

Aritmia psikogenik tanpa adanya gangguan struktural pada umumnya tidak akan

menyebabkan kematian, namun dapat memberikan impilkasi yang buruk terhadap

kondisi ppsikis pasien. Maka psikoterapi suportif dan pemberian ansiolitik dapat

mencegah perburukan kondisi psikis dan menghilangkan ritma.5

c. Gangguan Pernapasan

1. Sindrom Hiperventilasi

Sindrom hiperventilasi didefinisikan sebagai suatu keadaan ventilasi berlebihan yang

menyebabkan perubahan hemodinamik dan kimia sehingga menimbulkan berbagai

gejala. Mekanisme yang mendasari hingga terjadi sindrom hiperventilasi belim jelas

diketahui.6

Menurut Arautigam (1973) secara psikologis penyebab yang mencetuskan penyakit

ini ialah perubahan pernapasan, yang ia namakan “sindrom pernapasan nervous”

yang biasanya disebabkan oleh faktor emosional/stress psikis. Terapat 2 jenis

pernapasan yang dapat ditemukan, yaitu: 6

a. Pernapasan yang tidak teratur yang dianggap sebagai pengutaraan rasa takut

yang khas.

b. Pernapasan yang dangkal yang diselingi dengan penarikan napas dalam sebagai

pengutaraan situasi pribadi yang bersifat keletihan dan pasrah, yaitu pertanda tujuan

tidak dapat dicapai kendati sudah diusahakan.

Gejala klinis yang dapat ditemukan pada pasien adalah napas sesak, napas pendek,

dada tertekan, nyeri pada epigastrium, pusing, sakit kepala,mulut dan tenggorokan

kering, disfagi, dan rasa penuh 11 pada lambung.penyebab paling sering untuk

hiperventilasi ialah emosi rasa takut dan kegelisahan. 6

Terapi untuk pasien dengan sindrom hiperventilasi:

a. Pasien disuruh bernapas (inspirasi dan ekspirasi) ke dalam sungkup kantong

plastic bila didapatkan tanda alkalosis agar PCO2 dalam darah naik.

b. Suntikkan 10 cc larutan kalsium glukonas 10% intravena mempunyai efek

placebo. Pasien merasa hangat dan enak, tetapi kadar ion kalsium tidak akan naik.

c. Belajar bernapas torako-abdominal dengan menggerakkan diafragma.

9

Page 10: GANGGUAN PSIKOSOMATIK.docx

d. Psikoterapi: membantu menyelesaikan problem-problem emosional pada pasien,

termasuk melakukan terapi pelaku (Cogntive Behavioral Teraphy)

e. Karena hiperventilasi sering merupakan bagian dari serangan panic (panic

disorder), maka pemberian obat yang tepat adalah golongan benzodizepin atau

golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)

2. Asma Bronkial

Asma merupakan suatu gangguan karena hiperaktivitas yang diikuti bronkokontriksi

yang reversible serta adanya reaksi inflamasi kronik serta kerusakan epitel. Dalam

perkembangannya, pathogenesis asam dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor

genetik , permusuhan, kejengkel(atopi dan hiperaktivitas bronkus pada keluarga),

faktor lingkungan, allergen seperti debu rumah, serbuk sari bunga, virus dan bakteri,

polusi udara; faktor individu, adanya stressor dan kemampuan untuk mengatasi

asma.7

Beberapa keadaan yang merupakan stressor psikososial, sebagai berikut: 12

- Pengalaman luar biasa: permulaan masuk sekolah, ujian, pertama masuk kerja,

menderita penyakit, berpisah dengan orang tua, dll

- Kejadian-kejadian traumatic: perkelahian/pertentangan dengan orang tua,

permusuhan, kejengkelan dalam kerja.

- Pengalaman yang menyedihkan: kematian orang tua, atau anak, kehilangan harta

benda, dan musibah lainnya7

Terhadap gejala asma secara fisik diberikan pengobatan standar yang sudah baku

sesuai dengan tingkat beratnya penyakit (bronkodilator, kortikosteroid). Sedangkan

untuk gangguan psikosomatik seperti adanya anxietas atau depresi secara

bersamaan dilakukan psikoterapi dan psikoedukasi serta psiokfarmaka yang sesuai.

Pada gangguan anxietas yang menyertai atau mencetuskan asma dapat diberikan

golongan benzodiazepine seperti alprazolam, klobazam. Bila dijumpai adanya presi,

maka dapat diberikan antidepresan yang aman misalnya golongan SRI seperti

sertraline, fluoksetin.7

Cara pengobatan psikosomatik yang khusus pada asma memang belum ada

standar, namun pada umumnya pengobatan meliputi psikoterapi superfisial, edukasi,

instruksi.

- Psikoterapi individual dan psikoterapi kelompok. Mereka diberikan edukasi

mengenai perjalanan penyakit asma, mekanisme timbul, faktor resiko, pengobatan

dan pencegahan.

10

Page 11: GANGGUAN PSIKOSOMATIK.docx

Psikoterapi ini diberikan untuk meningkatkan daya adaptasi dan kemampuan untuk

menyelesaikan atau menghilangkan stressor psikososial yang dialami pasien.2,7

- Instruksi tentang penatalaksanaan mandiri dengan monitoring

PEFR (Peak Expiratory Flow Rate) di rumah.

- Autogrnic training yaitu latihan untuk dapat bersantai dengan memahami bahwa

faktor psikis dapat menimbulkan reaksi bronkospasme. 13

- Cara sugestif yaitu mengalihkan atau mencurahkan perhatian diri sendiri kepada

hal-hal yang bermanfaat.

- Psikoterapi analisis yang sederhana.7

d. Gangguan Endokrin

1. Kelainan Tiroid

Pasien tirotoksikosis umumnya datang dengan keluhan yang dianggap bersifat

psiksi belaka. Misalnya rasa cemas, mudah marah, paranoid, rasa seperti leher

tercekik atau terikat, rasa takut tanpa sebab yang jelas, insomnia dengan mimpi

buruk, dan gugup.

Keluhan ini sering diikuti dengan hiperaktivitas saraf otonom seperti keringat banyak,

mulut kering, pupil lebar, kulit pucat, nadi cepat, dan sebagainya.8

Pengobatan ialah usaha untuk mengendalikan metabolism dengan obat-obat dan

bila perlu dioperasi. Transquilaizer dapat sangat membantu. Psikoterapi perlu,

terutama pada penderita dengan konflik yang mendalam dan yang tidak dapat

menyesuaikan diri.2

2. Diabetes Melitus

Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit meabolik yang ditandai dengan

adanya defek pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hipetglikemia kronik

pada pasien diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi

atau kegagalan berbagai organ seperti mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh

darah serta mempengaruhi kondisi psikis. Gangguan psikis yang biasa terjadi pada

penderita diabetes mellitus adalah depresi. 9

Depresi terjadi akibat faktor psikologis dan psikososial yang berhubungan dengan

penyakit atau terapinya. Depresi pada diabetes terjadi akibat meningkatnya tekanan

pasien yang dialami 14 dari penyakitnya yang kronik. Hubungan ketidakmampuan

adaptasi dengan gejala depresi ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:9

a. Pandangan terhadap penyakit yang diderita.

b. Dukungan sosial yang kurang baik

11

Page 12: GANGGUAN PSIKOSOMATIK.docx

c. Coping strategy, mencegah pikiran untuk lari dari kenyataan dan adaptasi

psikologis menjadi lebih baik sehingga mengurangi kemungkinan gejala depresi.

Pengobatan depresi dan diabetes dilakukan bersama-sama dengan psikoterapi,

psikoedukasi, psikofarmaka secara serentak.

Cognitive Behavioral Theraphy (CBT) sangat bermanfaat diberikan pada pasien

depresi dengan diabetes mellitus dan dikombinasikan dengan edukasi diabetes.

Teknik CBT tersebut adalah:9

a. Merubah perilaku dengan mengembalikan aktuvitas fisik dan kehidupan sosial

yang menyenangkan pasien.

b. Upaya pemecahan masalah atau stress yang dihadapi.

c. Teknik kognitif dengan mengidentifikasi adanya maldaptasi dan menggantinya

dengan pandangan yang akurat, adaptif dan akurat.

Beberapa golongan obat antidepresan yang biasa diberikan untuk penderita

diabetes melitus adalah golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)

dapat mengurangi resistensi insulin sehingga gula darah dapat lebih terkontrol.

Beberapa golongan obat SSRI seperti fluoksetin memiliki efek menurunkan berat

badansehingga baik diberikan pada penderita diabetes yang gemuk. Efek samping

yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya hipoglikemia, disfungsi

seksual dan pasien yang disertai gangguan ginjal.9

15

e. Gangguan Muskuloskeletal

Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi kronik dengan pathogenesis autoimun

dan etiologi yang multikompleks. Berbagai faktor yang dapat berperan penting

seperti immunogenetik, kelamin, umur dan stress. Hubungan stress dengan AR

masih belum jelas, meskipun pada berbagai penelitian terdapat perkembangan

bahwa faktor stressor lingkungan, psikologis, dan biologis menjadi faktor

predisposisi.10

Sebelum timbulnya penyakit AR, pasien menunjukkan ciri-ciri psikodinaik dan

kepribadian yang khas, yaitu:

- Ketelitian yang berlebihan, perfeksionisme, kepatuhan, dengan kecenderungan

menekan semua dorongan agresi dan permusuhan.

- Ciri mesokistis-depresif dengan tendensi pengorbanan diri, sifat menolong yang

berlebihan, bermoral tinggi dan cenderung depresif.

12

Page 13: GANGGUAN PSIKOSOMATIK.docx

- Kebutuhan aktivitas badaniah seperti olahraga, kerja di rumah dan berkebun

sebagai penyaluran agresi.2,10

Kepribadian, stressor psikologis, ancaman terserang AR, kemampuan

menanggulangi nyeri dan menanggulagi ketidakmampuan serta dukungan sosial

telah terbukti berhubungan dengan derajat nyeri, disabilitas dn aktivitas penyakit AR.

Faktor psikososial seperti stress psikologis, penyesuaian, depresi, keyakinan dalam

kemampuan menanggulangi penyakit dan dukungan sosial berperan pada keadaan

sakit dengan mempengaruhi pelepasan hormone stress, yang selanjutnya

berpengaruh pada mekanisme dalam tubuh termasuk kerentanan dan kekambuhan

penyakit AR.10

f. Gangguan Urologi

Irritable bladder, yang bukan disebabkan oleh kelainan organik terutama pada

wanita hingga klimakterium, jarang pada pria. Secara psikofisiologis yang mendasari

terjadinya irritable bladder ialah sensibilitas fungsi kandung kemih yang berlebihan

atau ambang 16 rangsang yang rendah yang bersifat psikovegetatif, yang dapat

ditemukan dengan pengukuran tegangan intravesikal. Dengan demikian perubahan-

perubahan pengisian kandung kemih yang berlebihan. Secara psikodinamik hal ini

dapat terjadi pada situasi konflik seksual, rasa malu dan takut pada percobaan

koitus, rasa segan terhadap pasangan.11

Beberapa contoh lain gangguan psikosomatik saluran kemih:

- Fobia mengenai buang air kecil yang tak diinginkan

- Polakisuria tanpa ada kelainan organ

- Retensio urin tidak organik yang sepintas lalu atau residivans

- Bercampur aduknya fungsi berkemih dengan fungsi seksual11

VI. PENATALAKSANAAN

Di Amerika Serikat 1/3 penderita yang datang berobat pada dokter umum tidak

mempunyai gangguan organik, 1/3 yang lain mempunyai gangguan organik tetapi

keluhannya berlebihan.2 Dengan kesabaran dan simpati banyak penderita dengan

gangguan psikosomatik dapat ditolong. Kita dapat menerangkan kepada penderita

tidak dapat sesuatu dalam tubuhnya yang rusak atau yang kurang, tidak terdapat

infeksi dan kanker, hanya anggota tubuhnya bekerja tidak teratur. Untuk

menerangkan bagaimana emosi dapat mengganggu tubuh dapat diambil contoh

sehari-hari seperti orang yang malu mukanya akan menjadi merah, orang yang takut

menjadi bergemetar dan pucat. Dapat dipakai perumpamaan menurut pendidikan

13

Page 14: GANGGUAN PSIKOSOMATIK.docx

dan pengetahuan penderita.2

Setelah dibuat diagnosis gangguan psikosomatis, terdapat 3 fase terapi

yaitu: 2

Fase 1 : ialah fase pemeriksaan dan pemberian ketenangan, penderita dan dokter

bersama-sama berusaha dan saling membantu melalui anamnesis yang baik,

pemeriksaan fisik yang teliti dan tes laboratorium bila perlu. Diusahakan

membuktikan bahwa tidak terdapat penyakit organik dan dijelaskan kepada

penderita tentang mekanisme fisiologik serta keterangan 17 tentang gejala-gejala.

Berikan kesempatan kepada penderita untuk bertanya.

Fase 2 : merupakan fase pendidikan, fase ini dokter lebih banyak bicara. Untuk

memberi keterangan tentang keluhan, meyakinkan serta menenangkan pasien,

dapat dikatakan antara lain :

· Bahwa gejala-gejalanya benar ada, dapat dimengerti kalau ia mengeluh dan

menderita

· Bahwa gejala-gejalanya sering terdapat juga pada orang lain yang sudah kita obati

· Bahwa tidak ada kanker atau penyakit berbahaya lain

· Bahwa gejala-gejala itu timbul karena ketegangan sehari-hari dan gangguan

emosional

· Bahwa gejala itu tidak akan segera hilang, diperlukan beberapa waktu, tetapi akan

hilang atau berkurang bila diobati dengan baik

· Bahwa kita semua mengalami ketegangan, kekecewaan, godaan dan kecemasan

· Bahwa kelelahan fisik atau jiwa dapat mengurangi daya tahan tubuh sehingga

timbul gejala

· Bahwa kita apabila terlalu terburu-buru akan timbul ketegangan jiwa

· Bahwa tubuh kita bereaksi terhadap ketegangan yang terlalu berat. Sering gejala

merupakan pekerjaan alat tubuh yang bekerja berlebihan

· Bahwa ini akan lebih baik bila pasien mengerti akan penyebab gejala.

Fase 3 : ialah fase keinsafan intelektual dan emosional. Pada fase ini pasien yang

lebih banyak bicara. Terjadi pengakuan, katarsis dan wawancara psikiatrik. Hal ini

harus berjalan sangat pribadi, rahasia, tanpa sering terganggu dan dalam suasana

penuh kepercayaaan dan pengertian.

Dokter menjelaskan saja agar pembicaraan berjalan dengan baik, tidak terlalu

menyimpang dari pokok pembicaraan. Terdapat 3 golongan senyawa psikofarmaka2

1. Obat tidur (hipnotik)

14

Page 15: GANGGUAN PSIKOSOMATIK.docx

Diberikan dalam jangka waktu pendek 2-4 minggu. Obat yang dianjurkan adalah

senyawa benzodiazepine berkhasiat pendek seperti 18 nitrazepam, flurazepam, dan

triazolam. Pada insomnia dengan kegelisahan dapat diberikan senyawa fenotiazin

seperti tioridazin, prometazin.2,12

2. Obat penenang minor dan mayor

· Obat penenang minor

Diazepam merupakan obat yang efektif yang dapat digunakan pada anxietas,agitasi,

spasme otot, delirium, epilepsi. Benzodiazepine hanya diberikan pada anxietas

hebat maksimal 2 bulan sebelum dicoba dihentikan secara perlahan (tapering off)

untuk menghindari toleransi dan adiksi.2,12

· Obat penenang mayor

Yang paling sering digunakan adalah senyawa fenotiazin dan butirofenon seperti

clorpromazin, tioridazin dan haloperidol. Diberikan hanya pada kasus gejala agitasi ,

kegelisahan yang berlebihan, agresi dan kegaduhan.2,12

3. Antidepresan

Yang biasa digunakan adalah senyawa trisiklik dan tetrasiklik seperti amitriptilin,

imipramin, mianserin dan maprotilin yang dimulai dengan dosis kecil yang kemudian

ditingkatkan. Saat ini, golongan trisiklik sudah jarang digunakan karena efek

samping yang banyak akibat kerja anti kolinergiknya. Antidepresan baru dengan

efek samping yang minimal adalah golongan:

- SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor): sertalin, paroksetin, fluoksetin,

fluvoksamin

- SSRE (Selective Serotonin Reuptake Enhancer): Tianeptin

- SNRI (Serotonin Nor Epinephrin Reuptake Inhibitor): Venlafaksin

- RIMA (Reversible Inhibitory Monoamine Oxidose type A): Moklobemid

- NaSSA (Nor-adrenalin ang Serotonin Anti Depressant): Mitrazapin

- Atipik: Trazodon, Nefazodon12

19

VII. KESIMPULAN

· Gangguan psikosomatik merupakan gangguan yang melibatkan antara pikiran dan

tubuh. Hal ini berarti bahwa adanya faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi

medis.

· Komponen emosional memainkan peranan penting pada gangguan psikosomatik.

· Manifestasi penyakit fisik juga sering diturunkan dan kepribadian seseorang.

15

Page 16: GANGGUAN PSIKOSOMATIK.docx

· Gangguan psikosomatik dapat rnelibatkan berbagai sistem organ di dalam tubuh

sehingga memerlukan penanganan secara terintegrasi dari ahli medis dan ahli

psikiatri.

· Pengobatan gangguan psikosomatik dari sudut pandang psikiatrik adalah tugas

yang sulit.

· Tujuan terapi haruslah mengerti motivasi dan mekanisme gangguan fungsi dan

untuk membantu pasien mengerti sifat penyakitnya.

· Tilikan tersebut harus menghasilkan pola perilaku yang berubah dan lebih sehat.

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Mudjaddid, E. Shatri, Hamzah. Gangguan Psikosomatik: Gambaran Umum

dan Patofisiologinya. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI.

Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006. p896-8

2. Maramis, W.F. Gangguan Psikosomatik. Dalam Catatan Ilmu Kedokteran

Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press. p339-72

3. Elvira, Sylvia D., Hadisukanto, Gitayanti. Faktor Psikologik Yang

Mempengaruhi Kondisi Medis (d/h Gangguan Psikosomatik). Dalam Buku

Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.2010.p287-93

4. Mudjaddid, E. Dispepsia Fungsional. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006. p906

5. Hadi, Sujeno. Psikosomatik Pada Saluran Cerna Bagian Bawah. Dalam Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI.

2006. p907-9

6. Halim, S. Budi, dkk. Aspek Psikosomatik Hipertensi. Dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006. p913-4

7. Putranto, Rudi. Mudjaddid, E. shatri, Hamzah. Sindrom Hiperventilasi. Dalam

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan

FKUI. 2006. p920-1

8. Mudjaddid, E. Aspek Psikosomatik pada Asma Brokhial. Dalam Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006.

p922-3

9. Djokomoeljanto, R. Psikosomatik Pada Kelainan Tirod. Dalam Buku Ajar

16

Page 17: GANGGUAN PSIKOSOMATIK.docx

Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006.

p937-8

10. Mudjaddid, E. Putranto, Rudi. Aspek Pikosomatik Pasien Diabetes Melitus.

Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat

Penerbitan FKUI. 2006. p939-40

21

11. Sukatman, D. Budihalim, S. Putranto, Rudi. Gangguan Psikosomatik Pada

Penyakit Reumatik dan Sistem Muskuloskeletal. Dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI. 2006. p924-5

12. Budihalim, S. Sukatman, D. Mudjaddid, E. Gangguan Psikosomatik Saluran

Kemih. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat

Penerbitan FKUI. 2006. p953

13. Mudjaddid, E. Budihalim, S. Sukatman, D. Psikofarmaka dan Psikosomatik.

Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II FK UI. Jakarta: Pusat

Penerbitan FKUI. 2006. p901-2

22

17