dampak gangguan tidur pada pasien dalam pengobatan gangguan jiwa

24
DAMPAK GANGGUAN TIDUR PADA PASIEN DALAM PENGOBATAN GANGGUAN JIWA Havard Kallestad, Bjarne Hansen, Knut Langsrud, Torleif Ruud, Gunnar Morken, Tore C Stiles and Rolf W Grawe ABSTRAK Latar belakang: Dalam praktek klinis, gangguan tidur sering dianggap sebagai gejala dari gangguan jiwa primer. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apabila gangguan tidur (terpisah dari gangguan jiwa primer) dihubungkan dengan keadaan klinis saat ini dan manfaat dari pengobatan pada sampel perwakilan di klinik pelayanan kesehatan jiwa masyarakat. Metode: 2246 pasien menerima pengobatan untuk gangguan jiwa di delapan pusat pelayanan kesehatan jiwa masyarakat di Norwegia, yang dievaluasi dengan uji cross sectional terhadap pasien dan dokter yang melaporkan tindakan. Pasien melaporkan kualitas hidup, keparahan gejala, dan keuntungan dari pengobatan. Dokter melaporkan keparahan penyakit, derajat fungsional, keparahan gejala, dan keuntungan dari pengobatan. Hipotesis telah diuji menggunakan beberapa analisis regresi hirarkis. Hasil: Gangguan tidur ini, disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, waktu dalam pengobatan, jenis perawatan, dan adanya setiap gangguan jiwa primer, terkait dengan kualitas hidup yang rendah, keparahan gejala yang lebih tinggi, 1

Upload: arvindan-subramaniam

Post on 27-Dec-2015

53 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dampak Gangguan Tidur Pada Pasien Dalam Pengobatan Gangguan Jiwa

DAMPAK GANGGUAN TIDUR PADA PASIEN DALAM PENGOBATAN

GANGGUAN JIWA

Havard Kallestad, Bjarne Hansen, Knut Langsrud, Torleif Ruud, Gunnar Morken, Tore

C Stiles and Rolf W Grawe

ABSTRAK

Latar belakang: Dalam praktek klinis, gangguan tidur sering dianggap sebagai gejala

dari gangguan jiwa primer. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apabila

gangguan tidur (terpisah dari gangguan jiwa primer) dihubungkan dengan keadaan

klinis saat ini dan manfaat dari pengobatan pada sampel perwakilan di klinik pelayanan

kesehatan jiwa masyarakat.

Metode: 2246 pasien menerima pengobatan untuk gangguan jiwa di delapan pusat

pelayanan kesehatan jiwa masyarakat di Norwegia, yang dievaluasi dengan uji cross

sectional terhadap pasien dan dokter yang melaporkan tindakan. Pasien melaporkan

kualitas hidup, keparahan gejala, dan keuntungan dari pengobatan. Dokter melaporkan

keparahan penyakit, derajat fungsional, keparahan gejala, dan keuntungan dari

pengobatan. Hipotesis telah diuji menggunakan beberapa analisis regresi hirarkis.

Hasil: Gangguan tidur ini, disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, waktu dalam

pengobatan, jenis perawatan, dan adanya setiap gangguan jiwa primer, terkait dengan

kualitas hidup yang rendah, keparahan gejala yang lebih tinggi, derajat fungsional yang

lebih rendah, dan kekurangan dalam pengobatan.

Kesimpulan: Gangguan tidur harus dianggap sebagai wujud dari terapi tunggal

daripada gejala dari diagnosis yang ada pada pasien yang sedang menerima pengobatan

di pelayanan kesehatan jiwa.

LATAR BELAKANG

Gangguan tidur mempengaruhi 50-80% dari semua pasien dengan gangguan

jiwa dan saat ini merupakan gejala dari 19 gangguan axis I. Pada saat yang sama, hal

tersebut dianggap sebagai gangguan dalam dirinya sendiri jika gangguan tidur

mengganggu fungsi sehari-hari. Dengan banyak diagnostik ini, ada kemungkinan bahwa

dokter menganggap gangguan tidur sebagai gejala yang akan menghilang setelah

gangguan jiwa primer tertangani dan bukan sebagai wujud klinis yang tunggal dan sah.

1

Page 2: Dampak Gangguan Tidur Pada Pasien Dalam Pengobatan Gangguan Jiwa

Perbedaan ini dapat berdampak pada pemilihan pengobatan untuk pasien dan gangguan

tidur yang buruk diakui ketika pasien memiliki gangguan jiwa.

Hubungan antara tidur dan gangguan jiwa merupakan hal yang kompleks dan

tidak sepenuhnya dipahami. Gangguan tidur mungkin mendahului depresi, dan 40-70%

dari pasien yang berhasil diterapi untuk depresi mengalami gangguan tidur sebagai

gejala sisa. Di sisi lain, tingkat remisi setelah pengobatan anti-depresi menjadi dua kali

lipat jika diberikan pengobatan tambahan untuk gangguan tidur, dan depresi dapat

diobati menggunakan Cognitive Behavior Therapy (CBT) untuk insomnia saja. Temuan

ini menentang anggapan bahwa gangguan tidur adalah sekunder untuk gangguan

primer. Hal ini mungkin lebih baik diartikan sebagai kondisi komorbiditas, setidaknya

dalam depresi. National Institutes of Health (NIH) merekomendasikan bahwa ketika

insomnia terjadi bersamaan dengan gangguan lainnya sebaiknya dipertimbangkan

sebagai komorbiditas dibanding sekunder. Dalam daftar online untuk DSM 5,

rekomendasi ini dipertimbangkan dan pergeseran paradigma dimaksudkan sebagaimana

gangguan tidur seharusnya diartikan pada pasien dengan gangguan jiwa. Disarankan

bahwa insomnia harus selalu dikodekan jika kriteria terpenuhi, terlepas dari pemenuhan

kriteria untuk gangguan lainnya.

Sebagian besar penelitian sejauh ini tentang hubungan antara gangguan tidur dan

gangguan jiwa telah dilakukan dalam kelompok pasien yang dipilih, kebanyakan pasien

depresi, yang mungkin tidak sepenuhnya menyerupai kelompok pasien heterogen yang

ditemukan dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Kegunaan klinis dari

rekomendasi NIH untuk menganggap insomnia sebagai gangguan komorbid, daripada

gejala gangguan jiwa primer, akan lebih lanjut didukung jika hal itu menunjukkan

bahwa gangguan tidur berhubungan dengan kesulitan dan ketidakmampuan secara

independen dari diagnosis primer pasien juga dalam menetapkan perwakilan pelayanan

kesehatan jiwa. Penelitian menyelidiki hubungan serupa yang mungkin sekarang sangat

sesuai dengan munculnya usulan DSM -5. Namun, tidak ada penelitian yang menguji

apakah gangguan tidur berhubungan dengan keadaan klinis saat ini dan manfaat dari

pengobatan untuk pasien perwakilan klinis. Tujuan dari penelitian saat ini adalah untuk

menguji hipotesis bahwa gangguan tidur (secara independen dari diagnosis primer

pasien) berhubungan dengan kualitas hidup, keparahan penyakit dan gejala, derajat

fungsional, dan keuntungan dari pengobatan dalam sampel besar, heterogen, dan klinis.

2

Page 3: Dampak Gangguan Tidur Pada Pasien Dalam Pengobatan Gangguan Jiwa

METODE

Cara

Data pada penelitian cross-sectional ini diperoleh dari delapan pelayanan kesehatan

jiwa pusat selama delapan minggu pada tahun 2002 dan delapan minggu pada tahun

2005. Yang bertugas dalam pengumpulan data adalah Departemen Kesehatan

Norwegian dan dikerjakan oleh Institusi Penelitian Independen, SINTEF Technology

and Society. Satu orang bertugas mengatur pengumpulan data dari pasien dan dokter di

setiap pusat. Pusat-pusat yang dipilih mewakili secara demografis untuk negara dan

catchment areas termasuk klinik-klinik mencakup sekitar 10% dari populasi Norwegian

yang berada di daerah perkotaan maupun pedesaan di wilayah yang berbeda dari negara.

Penilaian yang sama pada semua tempat dan pada kedua tahun. Dua set data yang

dikumpulkan menjadi satu untuk penelitian ini.

Subyek

Semua 6538 pasien yang menerima pengobatan di pusat-pusat pelayanan kesehatan jiwa

yang terdaftar. Pasien yang mengembalikan kuesioner dimasukkan (N=2246). Pasien

yang berusia antara 18 dan 85 tahun. Usia rata-rata yaitu 39,5 tahun (sd=12,0).

Assessments

Patient rated assessments

Kualitas hidup

Pasien melengkapi Manchester Short Assessment of Quality of Life (MANSA).

MANSA dirancang untuk menilai kualitas hidup pasien dengan gangguan jiwa dan

memiliki reliabilitas serta validitas yang memuaskan untuk kelompok pasien ini.

MANSA ini terdiri dari empat item objektif dan dua belas item subjektif serta item-item

subjektif yang digunakan dalam penelitian ini. Item yang dirancang yaitu untuk menilai

kepuasan pasien yang berasal dari domain berikut: hidup secara keseluruhan, pekerjaan,

situasi keuangan, jumlah dan kualitas persahabatan, kegiatan rekreasi, akomodasi,

keamanan pribadi, orang yang tinggal bersama pasien (atau tinggal sendirian),

kehidupan seks, hubungan dengan keluarga, kesehatan fisik, dan kesehatan mental.

MANSA dinilai dengan menggunakan tujuh skala likert (1= tidak bisa lebih buruk, 7=

tidak bisa lebih baik). Skor yang digunakan dalam penelitian ini adalah rata-rata dari 12

3

Page 4: Dampak Gangguan Tidur Pada Pasien Dalam Pengobatan Gangguan Jiwa

item. 344 pasien tidak menyelesaikan MANSA. Alpha Cronbach adalah 0,87 untuk

sampel yang disertakan.

Keparahan gejala

Pasien melengkapi Symptom Checklist-25 (SCL-25) pada tahun 2002, dan Symptom

Checklist-10 (SCL-10) pada tahun 2005. Keduanya merupakan versi pendek dari SCL-

90-R, yang telah banyak digunakan dalam penelitian dan klinis, serta terjemahan

Norwegian memiliki reliabilitas dan validitas yang memuaskan. SCL-25 terdiri dari 25

item, dan SCL-10 terdiri dari 10 item, yang menjelaskan tingkat keparahan gejala

psikiatri yang dinilai menggunakan empat skala (1= tidak sama sekali, 2= sedikit parah,

3= cukup parah, 4= sangat parah). Semua item pada SCL-10 tercantum pada SCL-25

dan hanya item SCL-10 yang digunakan dalam penelitian ini. 101 pasien tidak

menyelesaikan SCL-10 dan alpha Cronbach yaitu 0,89 untuk sampel yang disertakan.

Skor rata-rata 1,85 atau lebih tinggi mengindikasikan gangguan jiwa pada SCL-10.

Keuntungan dari pengobatan

Pasien dievaluasi tingkat manfaat yang diterima dari pengobatan saat penelitian. Para

pasien dinilai empat domain menggunakan lima skala likert (1= sangat sedikit manfaat,

2= agak sedikit, 3= baik sedikit maupun banyak, 4= cukup banyak, 5= sangat banyak

manfaat). Empat domain meliputi pengurangan gejala, kemampuan mengatur gejala,

fungsi praktis sehari-hari, dan kemampuan untuk bekerja. 154 pasien tidak melengkapi

evaluasi pengobatan dan alpha Cronbach untuk empat domain yaitu 0,79 untuk sampel

yang disertakan.

Gangguan tidur

Tiga item pada SCL-90-R mengukur gangguan tidur. Pada SCL-25 dan SCL-10, tiga

item telah dikurangi menjadi satu item yang mengukur keparahan gangguan tidur pada

empat belas hari terakhir menggunakan empat skala likert (Seberapa besar gangguan

tidur anda dalam empat belas terakhir ini: 1= tidak sama sekali, 2= sedikit parah, 3=

cukup parah, 4= gangguan yang sangat parah). Item ini digunakan untuk menilai tingkat

gangguan tidur pasien. Penggunaan seperti ukuran secara dimensi sederhana dari

4

Page 5: Dampak Gangguan Tidur Pada Pasien Dalam Pengobatan Gangguan Jiwa

kualitas tidur sesuai dengan proposal untuk uji coba lapangan yang dilakukan oleh

DSM-5 Sleep-Wake Disorders Work-group and Advisors.

Clinical rated assessment

Keparahan gangguan

Para dokter mengunakan the Health of Nations Outcome Scales (HoNOS) untuk

mengevaluasi tingkat keparahan gangguan pasien. HoNOS merupakan 12 item skala

yang dinilai dokter, dirancang untuk mengukur fungsi kesehatan dan sosial pasien

gangguan jiwa. Telah banyak digunakan untuk pasien dalam pelayanan kesehatan jiwa,

dan review dari studi tentang sifat psikometrik menyimpulkan bahwa HoNOS memiliki

relibilitas dan validitas yang memadai. HoNOS memiliki empat subskala, masalah

tingkah laku, penurunan kognitif, gejala, serta fungsi sosial, dan semua item dinilai

dengan skala 0-4 (0= tidak ada masalah, 1= masalah kecil yang tidak membutuhkan

tindakan, 2= masalah ringan tapi pasti ada, 3= masalah sedang menuju ke berat, 4=

masalah berat menuju ke sangat berat). Jumlah skor dari HoNOS digunakan untuk

menilai tingkat keparahan gangguan. Karena petunjuk tentang kode item 8 (gejala) agak

berbeda pada dua set data, item ini dihilangkan dari jumlah skor dalam analisis utama.

Jumlah skor HoNOS adalah 1,02 (SD= 4,9) untuk keduabelas item pada HoNOS.

Global Assessment of Functioning

Para dokter menggunakan versi terpisah dari Global Assessment of Functioning Scale

(GAF). GAF Scale dijelaskan dalam Axis V dari Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorders- IV (DSM-IV). Versi terpisahnya dibagi ke dalam satu skor fungsi

(GAF-F) dan satu skor gejala (GAF-S). Hal ini telah dilakukan karena skeptisisme

tentang penggunaan skala tunggal untuk mengukur tingkat fungsi sosial dan pekerjaan

serta tingkat keparahan gejala psikiatri. Versi terpisah dapat diandalkan dan konsisten

pada seluruh penilai.

Functioning

GAF-F adalah penilaian dokter dengan skala 0-100 dalam menilai sosial, kerja, dan

fungsi psikologis pada orang dewasa, misalnya seberapa baik atau adaptifnya suatu

5

Page 6: Dampak Gangguan Tidur Pada Pasien Dalam Pengobatan Gangguan Jiwa

pertemuan dalam berbagai masalah kehidupan. Terdapat data yang hilang dari 301

pasien pada GAF-F.

Keparahan gejala

GAF-S digunakan untuk menilai secara keseluruhan tingkat keparahan gejala pasien.

GAF-S adalah penilaian dokter dengan skala 0-100 dalam menilai tingkat tekanan

gejala. Terdapat data yang hilang dari 301 pasien pada GAF-S.

Peningkatan dari pengobatan

Dokter menilai tingkat perbaikan dari awal pengobatan untuk pengumpulan data di tiga

domain menggunakan tujuh skala likert (1= jauh lebih buruk, 2= sedikit buruk, 3= tidak

ada perubahan, 4= sedikit membaik, 5= lebih baik, 6= jauh lebih baik). Tiga domain

meliputi gejala psikiatri, fungsi praktis sehari-hari, dan kemampuan bekerja.

Peningkatan pengobatan tidak dievaluasi untuk 188 pasien dan alpha Cronbach untuk

tiga domain yaitu 0,81 untuk sampel yang disertakan.

Diagnosis primer

Pasien diberikan diagnosis primer dan sampai dua tambahan diagnosis ICD-10 yang

sesuai dengan praktek klinis biasa. Kami menggunakan diagnosis primer dalam

penelitian ini. Diagnosis pertama-tama dikelompokkan ke dalam sepuluh diagnosis

utama dari ICD-10: F0 Gangguan Mental Organik, termasuk Gangguan Mental

Simtomatik; F1 Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif; F2

Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, dan Gangguan Waham; F3 Gangguan Suasana

Perasaan; F4 Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform, dan Gangguan Terkait

Stress; F5 Sindrom Perilaku Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fisiologis dan

Faktor Fisik; F6 Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa; F7 Retardasi

Mental; F8 Gangguan Perkembangan Psikologis; F9 Gangguan Perilaku dan Emosional

Dengan Onset Biasanya Pada Masa Kanak dan Remaja. Karena hanya beberapa pasien

yang menerima diagnosis dari F0 Organik, F1 Penggunaan Zat, F5 Sindrom Perilaku,

F7 Retardasi, F8 Perkembangan, dan F9 Gangguan Masa Kanak, pasien tersebut

dikelompokkan ke dalam satu kelompok bernama Gangguan Lainnya dalam analisis

(N= 175). 291 pasien tidak terdiagnosis gangguan mental dan perilaku menurut ICD-10

6

Page 7: Dampak Gangguan Tidur Pada Pasien Dalam Pengobatan Gangguan Jiwa

pada saat pengumpulan data. Tidak ada pasien yang terdiagnosis insomnia ataupun

gangguan tidur lainnya yang berhubungan dengan diagnosis primer atau diagnosis

komorbid.

Durasi pengobatan

Lama waktu pengobatan yang sudah dijalani pasien saat penelitian ini adalah 14,5 bulan

(sd= 28,7), sedangkan rata-rata durasi pengobatan adalah 7 bulan.

Tipe perawatan

Pasien menerima pengobatan berupa rawat inap ataupun rawat jalan.

Analisis statistik

Variabel tergantung dalam analisis statistik yaitu kualitas hidup, penilaian pasien

terhadap keparahan gejala, penilaian pasien terhadap keuntungan pengobatan,

keparahan penyakit, tingkat fungsional, penilaian dokter terhadap tingkat keparahan

gejala, dan penilaian dokter terhadap keuntungan pengobatan.

Untuk menguji perbedaan tingkat gangguan tidur pada perbedaan diagnosis

primer digunakan uji ANOVA. Untuk menguji bila terdapat perbedaan tingkat

gangguan tidur antara tipe perawatan, dan laki-laki maupun perempuan menggunakan

two independent t-test.

Enam dari tujuh variable tergantung secara normal didistribusikan dan

digunakan dalam enam analisis multiple regresi hirarkis untuk menguji bila gangguan

tidur berhubungan terhadap variable tergantung secara bebas dari umur dan jenis

kelamin, waktu pengobatan, jenis perawatan, dan diagnosis primer. Kami memasukkan

umur dan jenis kelamin pada langkah 1, waktu pengobatan pada langkah 2, jenis

perawatan pada langkah 3, kelompok diagnosis primer pada langkah 4, gangguan tidur

pada langkah 5, dan interaksi antara gangguan tidur dengan kelompok diagnosis primer

pada langkah 6. Karena variable “penilaian dokter terhadap perbaikan dari pengobatan”

tidak terdistribusi secara normal, dan tidak dapat dinormalkan, kami melakukan

dikotomi pada varabel ini dan melakukan analisis regresi logistik untuk menguji bila

gangguan tidur berhubungan dengan baik atau buruknya hasil pengobatan. Pasien yang

memburuk ataupun yang tidak ada peningkatan dari pengobatan diklasifikasikan

7

Page 8: Dampak Gangguan Tidur Pada Pasien Dalam Pengobatan Gangguan Jiwa

sebagai “poor outcome” dan pasien dengan berbagai derajat peningkatan

diklasifikasikan sebagai “good outcome”. Analisis regresi logistik dilakukan dengan

struktur yang sama seperti analisis regresi linear.

Karena banyaknya analisis statistik, kami melakukan koreksi Bonferroni dengan

p < 0,007. Data yang hilang ditangani dengan menggunakan penghapusan daftar. Skor

rata-rata untuk SCL dihitung dengan menghilangkan item tidur. Analisis statistik

dilakukan menggunakan PASW versi 18 untuk Mac Os X.

Etika

Penelitian ini disetujui oleh Regional Ethical Committee for Research in Health dan

oleh Norwegian Data Inspectorate. The Directorate of Health and Social Affairs

memberikan ijin untuk menggunakan informasi dari pelayanan kesehatan.

HASIL

Descriptive and preliminary analyses

Distribusi diagnostik, jenis perawatan dan jenis kelamin dilaporkan di dalam

Tabel 2 bersama dengan nilai mean dan SD pada gangguan tidur untuk tiap kelompok.

Skor mean, standar deviasi, dan tingkat respon pada variable tergantung

ditunjukkan dalam Tabel 1.

Pasien dengan diagnosis ICD-10 skizofrenia (F20) dilaporkan secara signfikan

memiliki tingkat gangguan tidur yang lebih rendah dibanding pasien lainnya (F (4, 1942) =

11,9, p< 0,0001). Tingkat gangguan tidur tidak berbeda antara pasien yang menerima

jenis pelayanan berbeda (t (2233) = 0,46, p = 0,64) ataupun antara laki-laki dan

perempuan (t (2195) = 1,51, p = 0,13).

Hasil dari langkah 1-4 pada analisis regresi

Hasil yang lengkap dari tujuh analisis regresi ditunjukkan pada file tambahan. Silahkan

lihat file tambahan 1: Tabel S1, file tambahan 2: Tabel S2, file tambahan 3: Tabel S3,

file tambahan 4: Tabel S4, file tambahan 5: Tabel S5, file tambahan 6: Tabel S6, file

tambahan 7: Tabel S7. Di bawah ini merupakan ringkasan dari hasil yang signifikan

pada langkah 1-4 analisis regresi.

8

Page 9: Dampak Gangguan Tidur Pada Pasien Dalam Pengobatan Gangguan Jiwa

Langkah 1. Usia yang lebih tua berhubungan dengan tingginya kualitas hidup (β

= 0,10, t= 3,95, p< 0,0001).

Langkah 2. Waktu pengobatan yang lebih lama berhubungan dengan tingginya

derajat penilaian pasien (β = 0,09, t= 3,60, p= 0,0003) dan penilaian dokter (B= -

0,02, wald= 36,9, p< 0,0001) terhadap kemajuan dari pengobatan.

Langkah 3. Pasien rawat inap berhubungan dengan buruknya kualitas hidup (β =

-0,10, t=3,81, p=0,0002), tingginya penilaian pasien terhadap keparahan gejala

(β=0,09, t=3,88, p=0,0001), tingginya keparahan penyakit (β=0,17, t= 6,79, p<

0,0001), rendahnya tingkat fungsional (β= -0,23, t= 9,97, p< 0,0001), tingginya

penilaian dokter terhadap keparahan gejala (β= -0,24, t= 10,3, p< 0,0001), dan

rendahnya penilaian dokter terhadap keuntungan pengobatan (B= -0,38, wald =

8,76, p= 0,003).

Langkah 4. Pasien yang terdiagnosis skizofrenia memiliki penilaian pasien

terhadap keparahan gejala yang lebih rendah (β= -0,16, t= 2,93, p= 0,003),

rendahnya tingkat fungsional (β= -0,24, t= 4,05, p= 0,0001), dan tingginya

tingkat penilaian dokter terhadap keparahan gejala (β= -0,32, t= 5,66, p<

0,0001).

Hypotesis testing

Tingkat gangguan tidur, dimasukkan ke dalam lima langkah dari analisis regresi, secara

signifikan dan berbeda hubungannya dengan ketujuh variabel tergantung. Lihat Tabel 3

untuk ringkasan dari hasil tersebut. Interaksi antara gangguan tidur dan diagnosis

spesifik, dimasukkan ke langkah 6, yang tidak signifikan hubungannya dengan beberapa

variabel tergantung.

DISKUSI

Temuan utama

Kami menemukan bahwa tingkat gangguan tidur yang lebih tinggi berhubungan

secara signifikan terhadap rendahnya kualitas hidup, tingginya disstres dan perburukan

fungsional, serta keuntungan yang sedikit dari pengobatan untuk pasien di pelayanan

kesehatan jiwa, secara bebas dari diagnosis primer mereka. Dalam pengetahuan kami,

hal tersebut merupakan pertama kali yang muncul dalam sampel besar dari perwakilan

9

Page 10: Dampak Gangguan Tidur Pada Pasien Dalam Pengobatan Gangguan Jiwa

pasien di klinik pelayanan kesehatan jiwa umum. Hal ini mungkin menganjurkan para

dokter untuk menilai dan memberikan pengobatan yang spesifik untuk gangguan tidur

pada pasien dengan gangguan jiwa, karena mungkin dapat meningkatkan hasil

pengobatan.

Definisi DSM untuk gangguan jiwa adalah “sindrom tingkah laku dan psikologis

yang berhubungan dengan adanya disstres atau disabilitas”. Hasil kami sejalan dengan

definisi tersebut dan dengan rekomendasi dari NIH, dan perubahan yang disarankan

dalam DSM-5, bahwa gangguan tidur pada pasien gangguan jiwa mungkin dapat

dianggap sebagai komorbiditas terapi dengan gangguan jiwa primer.

Interpretasi dalam hubungan dengan penelitian sebelumnya

Penelitian ini menunjukkan hubungan antara gangguan tidur dan peneilaian

pasien terhadap kualitas hidup dan penilaian dokter terhadap keparahan penyakit dan

tingkat fungsional. Kualitas hidup telah didefinisikan sebagai “sebuah konsep yang

mencakup berbagai karakteristik fisik dan psikologis serta keterbatasan yang

menggambarkan kemampuan individu untuk berfungsi dan untuk memperoleh

kepuasaan dari apa yang dilakukannya”. MANSA mengukur kepuasan pasien terhadap

faktor sosial, pekerjaan, fisik, dan emosional. HoNOS mengukur fungsi mental dan

sosial, dimana GAF mengukur tingkat fungsional secara umum. Dengan demikian, hasil

gabungan kami, meliputi fitur yang luas dari kualitas hidup yang tercantum dalam

definisi di atas. Pada tahun 2005 NIH merekomendasikan penelitian selanjutnya fokus

terhadap hubungan antara kualitas hidup dan gangguan tidur, dan munculnya laporan

dari tahun terakhir menggambarkan individu dengan gangguan tidur memiliki kualitas

hidup yang buruk secara independen dari keluhan somatik dan juga ketika gangguan

tidur merupakan komorbiditas untuk depresi. Dengan demikian penelitian kami

memperluas bagian penelitian dengan menunjukkan bahwa gangguan tidur berhubungan

dengan kualitas hidup dan fungsi yang buruk secara subjektif pada semua kelompok

pasien dalam perawatan kesehatan jiwa.

Temuan penting dari penelitian ini adalah bahwa tingkat gangguan tidur yang

lebih tinggi sangat terkait dengan tingkat keparahan gejala psikiatri yang lebih tinggi

yang telah diukur oleh dokter dan pasien. Hal ini mirip dengan temuan sebelumnya

dimana pasien dengan insomnia primer memiliki tingkat disstres emosional yang tinggi

10

Page 11: Dampak Gangguan Tidur Pada Pasien Dalam Pengobatan Gangguan Jiwa

dan pengaruh negative lainnya. Pasien depresi dengan insomnia juga dilaporkan

memiliki tingkat keparahan gejala yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien depresi

tanpa gejala insomnia, dan penelitian ini memperluas penemuan tersebut untuk pasien

dengan gangguan jiwa lainnya. Alhasil, hal tersebut menjadi lebih menyerupai bahwa

gangguan tidur memberikan kontribusi yang berbeda untuk tingkat keparahan gejala

pisikiatri pasien, fungsi sehari-hari mereka dan kualitas hidup mereka yang tidak dapat

dijelaskan oleh adanya gangguan jiwa lainnya.

Hasil dari penelitian ini juga membuktikan pertanyaan jika gangguan tidur

mempengaruhi hasil pengobatan. Kami menemukan bahwa tingkat gangguan tidur yang

lebih tinggi berhubungan dengan kurangnya keuntungan dalam pengobatan yang diukur

oleh pasien dan dokter. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya pada

dampak gangguan tidur terhadap pengobatan depresi. Bila tidak diobati, gangguan tidur

pada pasien depresi memiliki respon yang buruk terhadap psikoterapi dan merupakan

gejala sisa yang paling umum setelah pengobatan yang berhasil terhadap depresi. Di

lain hal, pemberian pengobatan insomnia yang spesifik untuk pasien dengan depresi

mayor yang menerima pengobatan anti-depressant dapat menambah efek dari

pengobatan dan meningkatkan kualitas hidup. Satu penelitian menemukan bahwa hanya

pemberian cognitive behavioral therapy (CBT-I) untuk insomnia kepada pasien depresi

ringan memperbaiki skor depresi pada 87% pasien. Menariknya, contoh uji coba yang

terbaru dari CBT pada 15 pasien dengan waham persecutory menetap dan insomnia

komorbiditas memberikan hasil yang menjanjikan. Pengobatan dengan CBT-I tidak

hanya menyebabkan peningkatan besar dalam insomnia pada pasien tersebut tetapi juga

berhubungan dengan peningkatan besar dalam waham persecutory. Terdapat kurangnya

pengetahuan tentang dampak klinis dari tidur dalam pengobatan gangguan cemas.

Namun, satu penelitian menemukan bahwa tidur tidak membaik setelah pengobatan

yang berhasil terhadap gangguan panik. Pemberian CBT-I untuk pasien dengan

gangguan stress pasca-trauma (PTSD) dapat juga membaik dalam kualitas tidur dan

gejala PTSD lainnya termasuk frekuensi mimpi buruk. Dengan demikian, dari bagian

penelitian yang telah dilakukan sejauh ini, tampaknya bahwa mengobati gangguan tidur

dapat meningkatkan hasil pengobatan, sedangkan bila tidak ada pengobatan untuk

gangguan tidur dapat mengakibatkan hasil yang buruk. Dari temuan dalam penelitian

ini, akan menarik untuk dilakukan penelitian selanjutnya untuk menyelidiki apakah

11

Page 12: Dampak Gangguan Tidur Pada Pasien Dalam Pengobatan Gangguan Jiwa

pemberian pengobatan yang spesifik pada gangguan tidur dalam berbagai gangguan

jiwa dapat memiliki kesamaan hasil yang baik.

Memang, sebuah temuan menarik dari penelitian ini adalah bahwa gangguan

tidur umumnya sama di semua kelompok diagnostik kecuali skizofrenia, yang kurang.

Hal ini sejalan dengan tinjauan baru-baru ini yang menyoroti gangguan tidur sebagai

mekanisme trans diagnostik potensial pada gangguan mental. Dari sudut pandang

neurobiologist, Harvey dkk, mengemukakan bahwa terdapat hubungan dua arah antara

gangguan tidur dan regulasi emosi yang dapat menjelaskan bagaimana gangguan tidur

dan gangguan emosi yang terkait dalam gangguan jiwa. Temuan kami juga mirip

dengan kesimpulan dari meta-analisis secara polisomnografik yang mengukur tidur

pada pasien psikiatri dimana tidak ada perbedaan antara kategori diagnostik yang

ditemukan. Frekuensi yang rendah pada gangguan tidur yang dilaporkan sendiri di

antara pasien skizofrenia baik dalam penelitian ini dan penelitian sebelumnya mungkin

bisa dijelaskan oleh pilihan pasien, masalah dengan tilikan, dan karakteristik penyakit.

Keterbatasan

Terdapat beberapa keterbatasan pada penelitian yang dapat dicatat. Pertama, hasil

pengobatan dinilai secara retrospektif menggunakan skala penilaian yang tidak

divalidasi sebelumnya. Faktor keinginan sosial, efek yang diharapkan, dan umpan balik

pasien mungkin telah dicondongkan pada penilaian dokter terhadap peningkatan skor

dan itu perlu dicatat bahwa rata-rata, hasil penilaian dokter lebih menguntungkan

daripada yang pasien lakukan. Ini mungkin menjelaskan mengapa hasil penilaian dokter

tidak terdistribusi secara normal. Kedua, mungkin terdapat bias seleksi, sekitar dua per

tiga dari sampel asli pada pasien tidak setuju untuk mengaitkan laporan diri mereka

dengan laporan dokter. Ini bisa menjadi artefak dari prosedur. Para pasien harus secara

khusus menunjukkan bahwa mereka ingin memiliki nilai yang terkait dengan penilaian

dokter mereka, daripada harus menunjukkan jika mereka tidak ingin memiliki nilai yang

terkait. Perbedaan ini dapat berdampak besar pada partisipasi pasien. Namun, sampel

kami tampaknya mewakili pasien dalam perawatan kesehatan jiwa umum dibandingkan

dengan temuan dari sampel serupa di negara lain dengan menggunakan langkah-langkah

yang sama. Ketiga, pada penelitian ini, terbatas menjelaskan varians pada beberapa

langkah mungkin karena rancangan penelitian. Penelitian ini ditugaskan oleh

12

Page 13: Dampak Gangguan Tidur Pada Pasien Dalam Pengobatan Gangguan Jiwa

departemen kesehatan Norwegian untuk mengevaluasi keadaan sistem perawatan

kesehatan mental nasional dan tidak dirancang secara khusus untuk mengevaluasi efek

dari terjadinya gangguan tidur pada pasien gangguan jiwa. Keempat, desain cross-

sectional pada penelitian ini tidak memungkinkan untuk menyimpulkan tentang

penyebabnya dan kami tidak bisa menjelaskan hubungan yang tepat antara gangguan

tidur dan tingkat keparahan gejala. Selain itu, penelitian ini tidak dapat mengidentifikasi

mekanisme yang mendasari potensi yang mungkin pada hubungan gangguan tidur

terhadap berbagai gangguan mental. Kelima, item tunggal untuk mengukur gangguan

tidur telah digunakan. Ini berarti bahwa kita tidak bisa memahami dampak relatif dari

onset tidur atau pemeliharaan masalah tidur atau jika pasien mengalami jenis lain dari

gangguan tidur. Masih, hal tersebut merupakan sesuatu yang luar biasa bahwa satu item

yang mengukur gangguan tidur memiliki efek yang signifikan pada semua variable

tergantung. Memang, bahwa satu item dapat digunakan untuk mendapat hasil yang

signifikan sejalan dengan penelitian sebelumnya dan mungkin berguna bagi para dokter.

Kelompok kerja untuk gangguan tidur pada revisi DSM-5 baru-baru ini mengemukakan

data klinis dengan ukuran dimensi sederhana dari kualitas tidur. Utnuk mengimbangi

keterbatasan tersebut, penelitian berikutnya harus memiliki desain penelitian prospektif

dimana pengukuran dilakukan saat sebelum, selama, dan setelah pengobatan

menggunakan pengukuran yang telah divalidasi dan skala yang menyesuaikan dengan

keinginan sosial.

KESIMPULAN

Pada pelayanan kesehatan jiwa, gangguan tidur memiliki hubungan yang unik dengan

kualitas hidup, keparahan gejala, keparahan penyakit, tingkat fungsional, dan

keuntungan dari pengobatan dan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, waktu

pengobatan, jenis perawatan, dan diagnosis primer. Dengan demikian, gangguan tidur

seharusnya dianggap sebagai entitas terapi tunggal daripada gejala dari diagnosa yang

ada untuk pasien yang menerima pengobatan dalam pelayanan kesehatan jiwa.

13

Page 14: Dampak Gangguan Tidur Pada Pasien Dalam Pengobatan Gangguan Jiwa

Tabel 1. Skor rerata variabel tergantung pada pasien di delapan pusat pelayanan

kesehatan masyarakat yang diikutkan dalam penelitian

Rerata SD n Respon (%)+

Variabel penilaian pasien

Manchester Short Assessment of Quality of Life 4,2 0,9 1902 84,7

Symptom Checklist-10 2,4 0,7 2124 94,6

Keuntungan dari pengobatan 2,9 1,1 1657 91,5

Variabel penilaian dokter

Health of Nation Outcome Scales sum++ 7,8 4,5 1804 80,3

Global Assessment of Functioning – Function 55,0 10,6 1945 86,6

Global Assessment of Functioning – Symptom 54,6 12,3 1945 86,6

Keuntungan dari pengobatan 4,1 1,0 1721 95,0

Tabel 2. Deskriptif dan data klinis pasien dari delapan pusat pelayanan kesehatan

jiwa masyarakat yang diikutkan dalam penelitian

n (%) Rerata tingkat

gangguan tidur

SD

Diagnosis primer

Skizofrenia 218 (9,7) 1,89 0,98

Gangguan mood 799 (35,6) 2,39 1,02

Gangguan cemas 538 (24,0) 2,39 1,02

Gangguan kepribadian 225 (10,0) 2,39 1,06

Gangguan lainnya 175 (7,8) 2,39 1,06

Tidak ada diagnosis 291 (13,0) 2,32 1,06

Tipe perawatan

Rawat jalan 1754 (78,1) 2,34 1,04

Rawat inap 492 (21,9) 2,31 1,01

Jenis kelamin

Perempuan 1127 (51,0) 2,36 1,04

Laki-laki 1081 (49,0) 2,29 1,03

14

Page 15: Dampak Gangguan Tidur Pada Pasien Dalam Pengobatan Gangguan Jiwa

Tabel 3. Ringkasan dari enam analisis regresi linear hirarkis dan satu analisis

regresi logistic hirarkis yang menilai hubungan unik antara gangguan tidur dan

variabel tergantung berdasarkan usia, jenis kelamin, waktu pengobatan, jenis

perawatan, dan diagnosis pasien dari delapan pusat pelayanan kesehatan jiwa

masyarakat.

Variabel tergantung Adj. R2 ΔR2 B S.E. B β t

Variabel penilaian pasien

Kualitas hidup 0,12 0,08 -0,26 0,02 -0,29** 12,0

Keparahan gejala 0,20 0,17 0,29 0,02 0,42** 19,2

Keuntungan dari pengobatan 0,02 0,01 -0,08 0,03 -0,08** 3,3

Variabel penilaian dokter

Keparahan penyakit 0,11 0,05 0,97 0,10 0,22** 9,3

Tingkat fungsional 0,13 0,02 -1,82 0,27 -0,15** 6,7

Keparahan gejala 0,17 0,02 -1,59 0,23 -0,16** 6,9

B S.E. B Wald OR

Keuntungan dari pengobatan 0,33 0,05 40,7** 1,39

15