gangguan pola urin

24
GANGGUAN POLA ELIMINASI URINE 1. RETENSI URIN 1. Definisi Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Mansjoer, 2000). Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis. Retensio urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth, 2002). Retensio urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. 2. Etiologi Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis. Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya, misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat. Vesikalberupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, , atoni pada pasien DM atau penyakit neurologist, divertikel yang besar. Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu kecil dan tumor. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat,kelainan patologi uretra, trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine), preparat antidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin

Upload: alfun-hidayatulloh

Post on 17-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Gangguan Pola Urin

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ASMA

GANGGUAN POLA ELIMINASI URINE1. RETENSI URIN1. DefinisiRetensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Mansjoer, 2000). Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis. Retensio urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth, 2002). Retensio urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna.2. EtiologiSupra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis. Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya, misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat. Vesikalberupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, , atoni pada pasien DM atau penyakit neurologist, divertikel yang besar. Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu kecil dan tumor. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat,kelainan patologi uretra, trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine), preparat antidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin (Pseudoefedrin hidroklorida = Sudafed), preparat penyekat adrenergic (Propanolol), preparat antihipertensi (hidralasin).3. PatofosiologiRetensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan. Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor lainnya seperti ansietas,kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat miksi di medulla spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal, vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen. Factor obat dapat mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga menyebabkan produksi urine menurun. Factor lain berupa kecemasan, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan tensi otot perut, peri anal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik. Dari semua factor di atas menyebabkan urine mengalir labat kemudian terjadi poliuria karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya terjadi distensi bladder dan distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah satunya berupa kateterisasi urethra.

4. Tanda Dan Gejala1. Diawali dengan urine mengalir lambat.

2. Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan kandung kemih tidak efisien.

3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.

4. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.

5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.

5. Penatalaksanaan1. Kateterisasi urethra.

2. Drainage suprapubik.

3. Pungsi vesika urinaria6. Diagnosa1. Retensi urine berhubungan dengan ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring, nyeri, kelemahan otot.

2. INKONTENENSIA URIN1. PengertianInkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2002). Inkontinensia urine didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya,yang mengakibatkan masalah social dan higienis penderitanya.

Klasifikasi Inkontinensia Urine menurut (H. Alimun Azis, 2006)

a. Inkontinensia Dorongan

Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengluaran urin tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk berkemih.

b. Inkontinensia Total

Inkontinensia Total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin terus menerus dan tidak dapat diperkirakan.

c. Inkontinensia Stres

Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami kehilangan urin kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.

d. Inkontinensia refleks

Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluran urin yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu.

e. Inkontinensia fungsional

Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan.2. EtiologiEtiologi Inkontinensia Urine a. Poliuria, nokturia

b. Gagal jantung

c. Faktor usia : lebih banyak ditemukan pada usia >50 tahun.

d. Lebih banyak terjadi pada lansia wanita dari pada pria hal ini disebabkan oleh :

1) Penurunan produksi esterogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan efek akibat melahirkan dapat mgengakibatkan penurunan otot- otot dasar panggul

2) Perokok, Minum alkohol

3) Obesitas

4) Infeksi saluran kemih (ISK)3. Tanda dan Gejalaa. Tanda-tanda Inkontinensia Urine menurut (H.Alimun Azis, 2006)

1) Inkontinensia Dorongan a) Sering miksi

b) Spasme kandung kemih

2) Inkontinensia total

a) Aliran konstan terjadi pada saat tidak diperkirakan. b) Tidak ada distensi kandung kemih.

c) Nokturia dan Pengobatan Inkontinensia tidak berhasil.

3) Inkontinensia stres

a) Adanya urin menetes dan peningkatan tekanan abdomen. b) Adanya dorongan berkemih.

c) Sering miksi.

d) Otot pelvis dan struktur penunjang lemah.

4) Inkontinensia refleks

a) Tidak dorongan untuk berkemih.

b) Merasa bahwa kandung kemih penuh.

c) Kontraksi atau spesme kandung kemih tidak dihambat pada interval.

5) Inkontinensia fungsional

a) Adanya dorongan berkemih.

b) Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urin.

4. PatofisiologiInkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:

a. Perubahan yang terkait dengan usia pada sistem Perkemihan Vesika Urinaria (Kandung Kemih). Kapasitas kandung kemih yang normal sekitar 300-600 ml. Dengan sensasi keinginan untuk berkemih diantara

150-350 ml. Berkemih dapat ditundas 1-2 jam sejak keinginan berkemih dirasakan. Ketika keinginan berkemih atau miksi terjadi pada otot detrusor kontraksi dan sfingter internal dan sfingter ekternal relaksasi,yang membuka uretra. Pada orang dewasa muda hampir semua urine dikeluarkan dengan proses ini. Pada lansia tidak semua urine dikeluarkan, tetapi residu urine 50 ml atau kurang dianggap adekuat. Jumlah yang lebih dari 100 ml mengindikasikan adanya retensi urine. Perubahan yang lainnya pada peroses penuaan adalah terjadinya kontrasi kandung kemih tanpa disadari. Wanita lansia, terjadi penurunan produksi esterogen menyebabkan atrofi jaringan uretra dan efek akibat melahirkan mengakibatkan penurunan pada otot-otot dasar (Stanley M & Beare G Patricia, 2006).

b. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih. Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin.5. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan Penunjang Inkontinensia Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat mahal. Sisa-sisa urin pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran yang spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urin. Merembesnya urin pada saat dilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi tersebut juga harus dikerjakan ketika kandung kemih penuh dan ada desakan keinginan untuk berkemih. Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa dalam posisi litotomi atau berdiri. Merembesnya

urin seringkali dapat dilihat. Informasi yang dapat diperoleh antara lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas kandung kemih.

Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria. Tes laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin, kalsium glukosasitol. Catatan Berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan ini digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami inkontinensia urine dan tidak inkontinensia urine, dan gejala berkaitan denga inkontinensia urine. Pencatatan pola berkemih tersebut dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut dapat digunakan untuk memantau respons terapi dan juga dapat dipakai sebagai intervensi terapeutik karena dapat menyadarkan pasien faktor pemicu.

6. PenatalaksanaanPenatalaksanaan inkontinensia urin adalah untuk mengurangi faktor resiko, mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan.

Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Pemanfaatan kartu catatan

Berkemih yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan, selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum.

b. Terapi non farmakologi

Terapi ini dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah: Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekuwensi berkemih 6-7 kali sehari. Lansia diharapkan dapat menahan

keinginan untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam. Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir). Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul secara berulang-ulang. Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut adalah dengan cara : Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka, kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri 10 kali, ke depan ke belakang 10 kali. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar dilakukan 10 kali. Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan urethra dapat tertutup dengan baik.

c. Terapi farmakologi

Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine. Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat.

d. Terapi pembedahan

Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).

e. Modalitas lain

Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter.

f. Pemantauan Asupan Cairan

Pada orang dewasa minimal asupan cairan adalah 1500 ml perhari dengan rentan yang lebih adekuat antara 2500 dan 3500 ml perhari dengan asumsi tidak ada kondisi kontraindikasi. Lansia yang kontinen dapat membatasi asupan cairan secara tidak tepat untuk mencegah kejadian-kejadian yang memalukan. Pengurangan asupan cairan sebelum waktu tidur dapat mengurangi inkontinensia pada malam hari, tetapi cairan harus diminum lebih banyak selama siang hari sehingga total asupan cairan setiap harinya tetap sama.

7. Diagnosa Keperawatan1)Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi kandung kemih

2)Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine

3)Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat

1. Definisi

3. KANDUNG KEMIH NEUROGENIKKandung Kemih Neurogenik (Neurogenic Bladder) adalah hilangnya fungsi kandung kemih yang normal akibat kerusakan pada sebagian sistem sarafnya.

2. EtiologiNeurogenic bladder bisa terjadi akibat:

a) Penyakit seperti, diabetes miletus, uremia, hipotiroidisme, sindrom Guillain

Barre, neuropatik toksik b) Cedera

c) Cacat bawaan pada otak, medula spinalis atau saraf yang menuju ke kandung kemih, saraf yang keluar dari kandung kemih maupun keduanya.

Suatu kandung kemih neurogenik bisa kurang aktif, dimana kandung kemih tidak mampu berkontraksi dan tidak mampu menjalankan pengosongan kandung kemih dengan baik atau terlalu aktif (spastik) dan melakukan pengosongan berdasarkan refleks yang tak terkendali. Kandung kemih yang kurang aktif biasanya terjadi akibat gangguan pada saraf lokal yang mempersarafi kandung kemih.

Penyebab tersering adalah cacat bawaan pada medula spinalis (misalnya spina bifida atau mielomeningokel). Suatu kandung kemih yang terlalu aktif biasanya terjadi akibat adanya gangguan pada pengendalian kandung kemih yang normal oleh medula spinalis dan otak. Penyebabnya adalah cedera atau suatu penyakit, misalnya sklerosis multiple pada medula spinalis yang juga menyebabkan kelumpuhan tungkai (paraplegia) atau kelumpuhan tungkai dan lengan (kuadripelegia). Cedera ini seringkali pada awalnya menyebabkan kandung kemih menjadi kaku selama beberapa hari, minggu atau bulan (fase syok). Selanjutnya kandung kemih menjadi overaktif dan melakukan pengosongan yang tak terkendali (Brunner & Suddarth, 2002).

3. PatofisiologiJika masalah datang dari sistem saraf pusat, maka beberapa siklus akan terpengaruhi. Beberapa bagian sistem saraf yang mungkin terlibat diantaranya otak, pons, medula spinalis dan sarap perifer. Sebuah kondisi disfungsi menghasilkan gejala yang berbeda, berkisar antara retensi urin akut hingga overaktivitas kandung kemih atau kombinasi keduanya. Ketidaklancaran urinaria berasal dari disfungsi kandung kemih, spinkter atau keduanya. Overaktivitas kandung kemih (spastic bladder) berhubungan dengan gejala ketidak lancaran yang mendesak, sedanngkan spincter underaktivitas (decreased resistence) menghasilkan gejala stress incontinence.

a) Lesi otak

Lesi otak diatas pons merusak pusat kontrol, menyebabkan hilangnya kontrol ekskresi secara keseluruhan. Refleks ekskresi traktus urinarius bagian bawah refleks ekskresi primitif tetap utuh. Beberapa individu mengeluhkan ketidakmampuan mengendalikan ekskresi yang parah, atau spastic kandung kemih. Pengosongan kandung kemih yang terlalu cepat atau terlalu sering, dengan kuantitas yang rendah, dan pengisian urin di kandung kemih menjadi sulit. Biasanya, orang dengan masalah ini berlari cepat ke kamar mandi namun urin keluar sebelum mereka mencapai tujuan. Mereka mungkin sering terbangun di malam hari untuk berkemih. Contoh lesi otaknya strok, tumor otak, parkinson. Hidrosepalus, cerebral palsy, dan Shy-Drager syndrome juga dapat menyebabkan hal tersebut.

b) Lesi medula spinalis

Penyakit atau cidera medula spinalis diantara pons dan sakral menghasilkan spastic bladder atau overactive bladder. Orang dengan paraplegic atau quadriplegic memiliki lower extremity spasticity. Awalnya, setelah trauma medula spinalis, individu masuk kedalam fase shock spinal dimana sistem saraf berhenti. Setelah 6-12 minggu, sistem saraf aktif kembali. Ketika sistem saraf aktif kembali, menyebabkan hiperstimulasi organ yang terlibat.

c) Cedera sacral

Cedera pada medula sakrum dan akar saraf yang keluar dari sakrum mungkin mencegah terjadinya pengosongan kandung kemih. Jika terjadi sensory neurogenik bladder, pasien tidak akan tau kapan kandung kemihnya penuh. Pada kasus motor neuriogenik bladder , inidividu mngkin merasakan kandung kemih penuh, namun otot detrusor tidak bereaksi, hal ini disebut detrusor arefleksia.

d) Cedera saraf perifer

Diabetes mellitus dan AIDS adalah 2 kondisi penyebab periferal neuropaty yang menyebabkan rentensio urin. Penyakit ini merusak saraf kandung kemih, distensi tidak nyeri dari kandung kemih. Pasien dengan diabetes kronis kehilangan sensasi dari kandung kemih, sebelum kandung kemih melakukan dekompensata. Serupa dengan cedera pada sakrum, pasien akan sulit untuk berkemih, mereka mungkin mempunyai hypocontractile bladder.

4. Tanda dan Gejalaa) Nyeri

Gejalanya bervariasi berdasarkan apakah kandung kemih menjadi kurang aktif atau overaktif. Suatu kandung kemih yang kurang aktif biasanya tidak kosong dan meregang sampai menjadi sangat besar. Pembesaran ini biasanya tidak menimbulkan nyeri karena peregangan terjadi secara perlahan dan karena kandung kemih memiliki sedikit saraf atau tidak memiliki saraf lokal.

b) Pada beberapa kasus, kandung kemih tetap besar tetapi secara terus menerus menyebabkan kebocoran sejumlah air kemih.

c) Infeksi

Sering terjadi infeksi kandung kemih karena sisa air kemih di dalam kandung kemih memungkinkan pertumbuhan bakteri. Bisa terbentuk batu kandung kemih, terutama pada penderita yang mengalami infeksi kandung kemih menahun yang memerlukan bantuan kateter terus menerus. Gejala dari infeksi kandung kemih bervariasi, tergantung kepada jumlah saraf yang masih berfungsi.

d) Suatu kandung kemih yang overaktif bisa melakukan pengisian dan pengosongan tanpa kendali karena berkontraksi dan mengendur tanpa disadari. Pada kandung kemih yang kurang aktif dan yang overaktif, tekanan dan arus balik air kemih dari kandung kemih ke ureter bisa menyebabkan kerusakan ginjal. Pada penderita yang mengalami cedera medula spinalis, kontraksi dan pengenduran kandung kemih tidak terkoordinasi, sehingga tekanan di dalam kandung kemih tetap tinggi dan ginjal tidak dapat mengalirkan air kemih.

e) Pengobatan

Adapun pengbatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

1) kateterisasi

2) meningkatkan intake cairan

3) pembedahan merupakan cara terakhir

Pada kandung kemih yang kurang aktif, jika penyebabnya adalah cedera saraf, maka dipasang kateter melalui uretra untuk mengosongkan kandung kemih, baik secara berkesinambungan maupun untuk sementara waktu. Kateter dipasang sesegera mungkin agar otot kandung kemih tidak mengalami kerusakan karena peregangan yang berlebihan dan untuk mencegah infeksi kandung kemih.

Pemasangan kateter secara permanen lebih sedikit menimbulkan masalah pada wanita dibandingkan dengan pria. Pada pria, kateter bisa menyebabkan peradangan uretra dan jaringan di sekitarnya. Pada kandung kemih overaktif, jika kejang pada saluran keluar kandung kemih menyebabkan pengosongan yang tidak sempurna, maka bisa dipasang kateter. Pada pria lumpuh yang tidak dapat memasang kateternya sendiri, dilakukan pemotongan sfingter (otot seperti cincin yang melingkari lubang) di saluran keluar kandung kemih sehingga proses pengosongan bisa terus berlangsung dan dipasang penampung air kemih. Bisa diberikan rangsangan listrik pada kandung kemih, saraf yang mengendalikan kandung kemih atau medula spinalis; supaya kandung kemih berkontraksi. Tetapi hal ini masih dalam taraf percobaan.Pemberian obat-obatan bisa memperbaiki fungsi penampungan air kemih oleh kandung kemih. Pengendalian kandung kemih overaktif biasanya bisa diperbaiki dengan obat yang mengendurkan kandung kemih, seperti obat anticholinergik. Tetapi obat ini bisa menimbulkan efek samping berupa mulut kering dan sembelit. Kadang dilakukan pembedahan untuk mengalirkan air kemih ke suatu lubang eksternal (ostomi) yang dibuat di dinding perut atau untuk menambah ukuran kandung kemih. Air kemih dari ginjal dialirkan ke permukaan tubuh dengan mengambil sebagian kecil usus halus, yang dihubungkan dengan ureter dan disambungkan ke ostomi; air kemih dikumpulkan dalam suatu kantung.

Penambahan ukuran kandung kemih dilakukan dengan menggunakan sebagian usus dalam suatu prosedur yang disebut sistoplasti augmentasi disertai pemasangan kateter oleh penderita sendiri. Sebagai contoh, sautau hubungan dibuat diantara kandung kemih dan lubang di kulit (verikostomi) sebagai tindakan sementara sampai anak cukup dewasa untuk menjalani pembedahan definitif. Tindakan-tindakan tersebut dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya batu ginjal. Dilakukan pengawasan ketat terhadap fungsi ginjal. Jika terjadi infeksi, segera diberikan antibiotik. Dianjurkan untuk minum air putih sebanyak 6-8 gelas/hari.5. Diagnosa Keperawatana) Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi

b) Infeksi berhubungan dengan adanya bakteri dalam kandung kemih c) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan infeksi

4. KANDUNG KEMIH FLACCID DAN SPASTICA. PengertianMenurut Muttaqin (2010) adalah sebagai berikut:

1. Kandung kemih Flaksid

Adalah suatu keadaan dimana kandung kemih mengalami kelayuan sehingga tidak mampu menyimpan urin.

2. Kandung kemih spastik

Adalah suatu keadaan dimana kandung kemih mengalami kekakuan sehingga tidak mampu mengosongkan kandung kemih.

Perbendaan Kandung Kemih Spastik dan FlaksidNoSpastikFlaksid

1KakuLayuh

2Reflek fisiologisReflek fisiologis

3Reflek patologis (+)Reflek patologis (-)

4Tidak ditemukan atrofi,

kecuali sudah berlangsung lamaAtrofi cepat terjadi

5Tonus otot meningkatTonus normal atau menurun

B. EtiologiSecara umum, etiologi paralisis menurut Brunner & Suddarth (2002) disebabkan oleh:

1. Perubahan tonus otot

2. Guillain-Bare syndrome (GBS)

3. Myasthenia gravis

4. Poliolyelitis paralitik dan myelitis transversal

5. Etiologi yang jarang terjadi berupa neuritis traumatis, ensefalitis, meningitis dan tumor

6. Penelitian menunjukkan bahwa virus West Nile juga dapat menyebabkann paralisis flaksid

C. Manifestasi Klinis1. Spastik

a. Penurunan kakuatan otot dan gangguan kontrol motorik halus b. Peningkatan tonus otot

c. Refleks regang yang berlebihan secara abnormal, dapat disertai oleh klonus

d. Hipoaktivitas atau tidak adanya refleks eksteroseptif (refleks abdominal, refleks plantar, dan refleks kremanster)

e. Refleks patologis (refleks babinski, Oppenheim, Gordon, dan Mendel- Bekhterev, serta diinhibisi respons hindar)

f. Pada awalnya massa otot tetap baik

2. Flaksida. Penurunan kekuatan kasar b. Hipotonia atau atonia otot

c. Hiporefleksia atau arefleksia d. Atrofi otot

D. Penatalaksanaan1. Penggunaan kateter sangat efektif untuk mengatasi gangguan kandung kemih

2. Untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih, dapat diberikan asam askorbat untuk mengasamkan urin, sehingga kemungkinan bakteri untuk tumbuh sangat kecil

3. Selain itu pemberian antibiotic juga dibutuhkan.

E. Diagnosa Keperawatan1. Inkontinensia urin: stress berhubungan dengan kelemahan otot pelvis dan struktur dasar penyokongnya

2. Gangguan eliminasi urin: retensi berhubungan dengan perubahan tonus otot

3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan penurunan kontrol miksi

4. Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinensia, imobilitas dalam waktu lama