gangguan kepribadian

60
Gangguan kepribadian adalah kelompok gangguan yang sangat heterogen. Gangguan tersebut diberi kode pada aksis ii dalam dsm dan dianggap sebagai pola perilaku dan pengalaman internal yang bertahan lama, pervasif, dan tidak fleksibel yang menyimpang dari ekspektasi budaya orang yang bersangkutan dan dapat menggangu dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Beberapa diantaranya dapat menyebabkan distress emosional. Individu dikatakan mengalami gangguan kepribadian apabila ciri kepribadiannya menampakkan pola perilaku maladaptif dan telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Pola tersebut muncul pada setiap situasi serta menggangu fungsi kehidupannya sehari-hari. GANGGUAN KEPRIBADIAN DIGOLONGKAN MENJADI TIGA KELOMPOK DALAM DSM- IV-TR, YAITU: 1. KELOMPOK A (ODD/ECCENTRIC CLUSTER) Gangguan kepribadian yang ditandai perilaku aneh dan eksentrik, terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, schizoid, dan schizotypal. Individu dalam kelompok ini sering memiliki kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain, atau mereka menunjukkan sedikit atau tidak adanya minat dalam mengembangkan hubungan sosial. Etiologi kelompok A

Upload: pinanoe

Post on 16-Apr-2017

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gangguan kepribadian

Gangguan kepribadian adalah kelompok gangguan yang sangat heterogen. Gangguan tersebut

diberi kode pada aksis ii dalam dsm dan dianggap sebagai pola perilaku dan pengalaman internal

yang bertahan lama, pervasif, dan tidak fleksibel yang menyimpang dari ekspektasi budaya orang

yang bersangkutan dan dapat menggangu dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Beberapa

diantaranya dapat menyebabkan distress emosional. Individu dikatakan mengalami gangguan

kepribadian apabila ciri kepribadiannya menampakkan pola perilaku maladaptif dan telah

berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Pola tersebut muncul pada setiap situasi serta

menggangu fungsi kehidupannya sehari-hari.

GANGGUAN KEPRIBADIAN DIGOLONGKAN MENJADI TIGA KELOMPOK DALAM

DSM-IV-TR, YAITU:

1. KELOMPOK A (ODD/ECCENTRIC CLUSTER)

Gangguan kepribadian yang ditandai perilaku aneh dan eksentrik, terdiri dari gangguan

kepribadian paranoid, schizoid, dan schizotypal. Individu dalam kelompok ini sering memiliki

kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain, atau mereka menunjukkan sedikit atau tidak

adanya minat dalam mengembangkan hubungan sosial.

Etiologi kelompok A

Berbagai studi tentang keluarga memberikan beberapa bukti bahwa gangguan kepribadian

kelompok a berhubungan dengan skizofrenia. Pada gangguan skizotipal, pasien mengalami

kelemahan kognitif dan kurangnya fungsi neuropsikologis yang sama dengan terjadinya

skizofrenia. Selain itu, pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal memiliki rongga otak

yang lebih besar dan lebih sedikit bagian abu-abu di lobus temporalis.

2. KELOMPOK B (DRAMATIC/ERRATIC CLUSTER)

Page 2: Gangguan kepribadian

Kelompok gangguan ini mencakup terdiri dari gangguan kepribadian antisosial, borderline,

histrionic, dan narcissistic. Individu dalam kelompok ini menampilkan perilaku yang dramatik

atau berlebih-lebihan, tidak dapat diramalkan, self centered, emosional dan eratik (tidak menentu

atau aneh). Orang-orang dalam kelompok ini memiliki ksulitan dalam membntuk dan membina

hubungan.

3. KELOMPOK C (ANXIOUS/FEARFUL CLUSTER)

Kelompok gangguan ini terdiri dari gangguan kepribadian avoidant, dependent, dan obsessive-

compulsive. Meskipun ciri danri masing-masing gangguan ini berbeda, namun gangguan ini

sama-sama memiliki komponen berupa rasa cemas dan ketakutan.

Etiologi kelompok C

Tidak banyak data yang menjelaskan penyebab dari gangguan kepribadian kelompok

anxoius/fearful. Salah satu penyebab yang memungkinkan adalah hubungan antara orang tua dan

anak. Sebagai contoh, gangguan kepribadian dependen disebabkan oleh pola asuh yang

overprotektif dan authoritarian, sehingga menghambat berkembangnya self-efficacy.

Di samping itu, gangguan kepribadian dependen juga dapat disebabkan oleh masalah attachment.

Pada masa kanak-kanak, anak mengembangkan attachment terhadap orang dewasa dan

menggunakan orang dewasa tersebut sebagai dasar yang aman untuk mengeksplorasi dan

mengejar tujuan lain. Perpisahan dari orang dewasa dapat menimbulkan kemarahan dan distress.

Seiring dengan proses perkembangan, anak tersebut kemudian menjadi tidak terlalu dependen

pada figur attachment. Pada attachment yang tidak normal, perilaku yang dapat dilihat pada

individu yang mengalami gangguan kepribadian dependen merefleksikan kegagalan dalam

proses perkembangan yang biasanya, yang muncul dari gangguan pada hubungan awal antara

orang tua dan anak yang disebabkan oleh kematian, pengabaian, penolakan, atau pengasuhan

yang overprotektif.

Page 3: Gangguan kepribadian

Individu yang mengalami gangguan ini menggunakan berbagai cara untuk menjaga hubungan

dengan orang tua atau orang lain, misalnya dengan selalu menuruti mereka.

Sedangkan gangguan kepribadian avoidant kemungkinan merefleksikan pengaruh lingkungan, di

mana anak diajarkan untuk takut pada orang dan situasi yang pada umumnya dianggap tidak

berbahaya. Misalnya ayah atau ibu memiliki ketakutan yang sama, yang kemudian diturunkan

pada anak melalui modeling. Kenyataan bahwa gangguan ini terjadi di keluarga, dapat

mengindikasikan adanya peran faktor genetik.

Freud berpendapat bahwa obsessive-compulsive personality traits disebabkan oleh fiksasi pada

tahap awal dari perkembangan psikoseksual. Sedangkan teori psikodinamik kontemporer

menjelaskan bahwa gangguan kepribadian obsesif-kompulsif disebabkan oleh ketakutan akan

hilangnya kontrol yang diatasi dengan overkompensasi. Sebagai contoh, seorang pria workaholic

yang kompulsif kemungkinan takut bahwa hidupnya akan hancur jika ia bersantai-santai dan

bersenang-senang.

KELOMPOK A (ODD/ECCENTRIC CLUSTER)

1. PARANOID PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID)

Individu yang mengalami gangguan kepribadian paranoid biasanya ditandai dengan adanya

kecurigaan dan ketidakpercayaan yang kuat terhadap orang lain. Mereka juga diliputi keraguan

yang tidak beralasan terhadap kesetiaan orang lain atau bahwa orang lain tersebut dapat

dipercaya.

Orang-orang yang mengalami gangguan ini merasa dirinya diperlakukan secara salah dan

dieksploitasi oleh orang lain sehingga berperilaku selalu waspada terhadap orang lain.

Mereka sering kali kasar dan mudah marah terhadap apa yang mereka anggap sebagai

penghinaan. Individu semacam ini enggan mempercayai orang lain dan cenderung menyalahkan

mereka serta menyimpan dendam meskipun bila ia sendiri juga salah. Mereka sangat

pencemburu dan tanpa alasan dapat mempertanyakan kesetiaan pasangannya.

Page 4: Gangguan kepribadian

Individu dengan gangguan ini tidak mampu terlibat secara emosional dan menjaga jarak dengan

orang lain, mereka tidak hangat. Gangguan kepribadian paranoid paling banyak terjadi pada

kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Gangguan ini banyak dialami bersamaan

dengan gangguan kepribadian schizotipal, borderline, dan avoidant.

Prevalensi pada gangguan ini adalah berkisar 2 persen dari populasi pada umumnya.

Gangguan paranoid memiliki perbedaan diagnosis dengan skizofrenia, karena pada gangguan

paranoid tidak muncul simtom halusinasi dan delusi. Perbedaannya dengan gangguan borderline

adalah gangguan paranoid lebih sulit untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sedangkan

perbedaannya dengan gangguan antisosial adalah paranoid tidak memiliki sejarah antisosial.

Perbedaannya dengan schizoid adalah gangguan ini tidak memiliki ide-ide paranoid atau tidak

memiliki kecurigaan.

Perspektif Psikososial Mengenai Paranoid Disorder

a) Psikodinamik

Freud percaya pada hasil penelitiannya, bahwa proyeksi adalah pusat mekanisme dari pikiran

paranoid. Delusi pada paranoid dijelaskan sebagai pengembangan dari konsekuensi atas

penolakan libido terhadap obyek homoseksual, diikuti dengan regresi ke tahap narsistik pada

libidinal development. Defense mekanisme kedua yang berkembang dalam lingkaran setan yang

mereka ciptakan adalah isolasi, yaitu menjaga jarak secara psikologis maupun geografis. Selain

itu inidividu ini juga menggunakan rasionalisasi dan displacement.

Pandangan psokodinamik perkembangan kontemporer menyatakan kepribadian paranoid adalah

akibat dari perlakuan abuse pada usia dini. Sementara orang normal belajar trust pada awal

perkembangan, paranoid malah belajar mistrust. Hipotesis freud telah digeneralisasi, yaitu

paranoid tidak mempengaruhi keinginan homoseksual yang disembunyikan, melainkan

merindukan kehangatan dari orang tua dengan jenis kelamin yang sama, penyiksa (abuser)

mereka, seringnya adalah ayah.

Akhtar (millon, 452) menjelaskan aspek over dan cover dari kepribadian paranoid. Dalam area

self consep, pada aspek over paranoid terlihat arogan, selalu merasa benar, dan mudah marah.

Page 5: Gangguan kepribadian

Pada aspek cover, mereka merasa takut, inferior, dipenuhi dengan keraguan dan rasa bersalah.

Dalam relasi interpersonal, secara over mereka terlihat tidak dapat dipercaya, tidak memiliki

humor, suka menuduh, dan dingin. Secara cover, mereka sangat sensitive, naïf, takut akan

kekuasaan dan otoritas, dan pendendam. Pada area adaptasi sosial, mereka rajin, bersemangat

dan sukses saat bekerja dengan cara mereka sendiri. Secara cover, mereka sering memiliki

masalah interpersonal, membawa masalah pribadi ke tempat kerja, dan kurang mampu bekerja

sama dalam team. Pada area percintaan dan seksualitas, mereka terlihat tidak romantic, menolak

humor seksual dan bergosip. Secara cover, mereka meregukan kemampuan seksual mereka, dan

mungkin memiliki kecenderungan sadomasochistic.

b) Behavioral

Pada awal kehidupan, mereka melihat model pada fugur otoritas, kemudian mereka menjadi

independen dan mengikuti aturan dengan teliti. Sebagai dampak dari kekakuan konformitas

mereka terhadap lingkungan, maka mereka menjadi kurang spontan dan inisiatif, sehingga tidak

dapat membentuk relasi mendalam dan terbuka, dan merasa ragu-ragu serta ketakutan terhadap

hal-hal yang tidak merka ketahui. Selain itu, kemungkinan saat kecil mengalami penyiksaan atau

penghinaan oleh pengasuhnya, menjadi korban kebencian dari orang lain, atau pengasuh menjadi

model paranoid (missal, sering mengatakan “Kau tidak boleh mempercayai orang lain).

c) Cognitive

Secara kognitif, orang paranoid memiliki kesamaan dengan kepribadian konpulsive. Masalah

kognitif utama pada orang paranoid bukanlah persepsinya melainkan interpretasi. Dasar stimulus

yang masuk sama dengan orang normal, namun informasi diproses dengan ketegasan dalam

pengidentifikasian plot, pembatasan ide, dan kritis. Cara berpikir orang paranoid berbeda dengan

orang normal, mereka memiliki criteria tersendiri untuk mencapai suatu goal.

d) Interpersonal

Berdasarkan pernyataan sullivan, terdapat dua syarat untuk perkembangan paranoid yang miring.

Pertama adalah rasa tidak aman yang intens terkait pada inferioroti. Kedua adalah menyalahkan

orang lain. Dengan bereaksi seakan semua orang adalah musuh, orang paranoid menemukan

posisi aman dan autonomi mereka, dan melindungi diri mereka dengan melawan pengaruh dari

Page 6: Gangguan kepribadian

luar. Untuk menciptakan dunia yang aman bagi mereka, orang paranoid menciptakan karakter

interpersonal untuk menyerang, perlindungan keamann, dan membangun hubungan formal

dengan orang lain tapi tetap menghindari attachement dan ketergantungan. Paranoid ingin

percaya orang lain namun sangat takut terluka oleh penghianatan.

2. SCHIZOID PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOID)

Individu yang mengalami gangguan ini tidak menginginkan atau menikmati hubungan sosial dan

biasanya tidak memiliki teman akrab. Mereka tampak tumpul, datar, dan menyendiri serta tidak

memiliki perasaan yang hangat dan tulus terhadap orang lain. Mereka jarang memiliki emosi

kuat, tidak tertarik pada hubungan seks, serta bersikap masa bodoh terhadap pujian, kritik, dan

perasaan orang lain. Individu yang mengalami gangguan ini adalah seorang penyendiri dan

menyukai kegiatan yang dilakukan sendirian.

Individu dengan gangguan kepribadian skizoid menampilkan perilaku menarik diri, mereka

merasa tidak nyaman bila berinteraksi dengan orang lain, cenderung introvert. Mereka terlihat

sebagai individu yang eksentrik, terkucil, dingin, dan penyendiri. Dalam kesehariannya, individu

lebih menyenangi kegiatan yang tidak melibatkan orang lain dan berhasil pada bidang-bidang

yang tidak melibatkan orang lain. Prevalensi gangguan skizoid diperkirakan 7,5 persen dari

populasi. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan diperkirakan 2 : 1 untuk laki-laki.

Perspektif Psikososial Mengenai Schizoid Personality Disorder

a) Psikodinamik

Ahli-ahli teori psikoanalisa berpendapat bahwa schizoid dibangun melalui hubungan ibu dan

anak yang terganggu, dimana anak tidak pernah belajar untuk member atau menerima kasih

sayang (Blueler, 1942; Klien, 1952). Anak ini menunjukkan bahwa hubungan dan emosi-emosi

sebagai hal yang berbahaya dan selanjutnya mereka berdua tetap jauh dari orang lain dan juga

perasaan-perasaan mereka sendiri.

b) Behavioral

Page 7: Gangguan kepribadian

Saat kecil, kemungkinan besar orang schizoid tidak diakui dan dicintai oleh orang tua atau

lingkungannya, cenderung diabaikan, mengalami pembedaan sikap (missal, dengan kakaknya),

dan sering mengalami cemoohan dari sekitarnya.

c) Cognitive

Para ahli kognitif menggambarkan gaya berpikir dari orang schizoid sebagai orang yang tidak

memperbaiki diri (improverished) dan tidak responsive terhadap tanda-tanda yang menunjukkan

emosi (Beck & Freeman, 1990). Daripada memiliki perangkat keyakinan khusus yang

mengarahkannya pada salah tafsir atas situasi dengan cara yang spesifik, orang schizoid lebih

tampak sebagai orang yang memiliki minat terhadap kehidupan di sekliling mereka, namun dapat

mengakui secara intelektual bahwa orang lain mengalami situasi yang berbed dengan mereka.

Hasilnya mereka cenderung lemah dan tidak ekspresif, sehingga keterampilan sosialnya rendah.

d) Humanistic

Orang dengan schizoid sering memandang diri mereka seperti boneka, android (robot), atau

budak. Hal ini karena mereka tidak memiliki tujuan hidup dan self concept yang rendah.

e) Interpersonal

Orang dengan tipe schizoid adalah penyendiri, kurang teman dan menghindar dari lingkungan.

Hal itu karena mereka tidak nyaman dan tidak tertarik membangun hubungan sosial.

3. SCHIZOTYPAL PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN

SKIZOTIPAL)

Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal biasanya memiliki kepercayaan yang aneh.

Mereka memiliki pemikiran yang ajaib/aneh (magical), ide-ide yang ganjil, ilusi, dan derealisasi

yang mereka tampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Individu dengan gangguan ini memiliki

masalah dalam berpikir dan berkomunikasi. Dalam pembicaraan, mereka dapat menggunakan

kata-kata dengan cara yang tidak umum dan tidak jelas sehingga hanya diri mereka saja yang

mengerti artinya.

Page 8: Gangguan kepribadian

Dari perilaku dan penampilan, mereka juga tampak eksentrik. Sebagai contoh, mereka berbicara

kapada diri sendiri dan memakai pakaian yang kotor serta kusut. Ciri yang umum terjadi adalah

ideas of reference (keyakinan bahwa berbagai kejadian memiliki makna khusus dan tidak biasa

bagi orang yang bersangkutan), kecurigaan, dan pikiran paranoid. Mereka pun memiliki

kemampuan yang rendah dalam berinteraksi dengan orang lain dan kadang kala bertingkah laku

aneh sehingga akhirnya mereka sering kali terkucil dan tidak memiliki banyak teman.

Prevelensi gangguan ini diperkirakan kurang dari 1 persen. Gangguan kepribadian skizotipal

lebih banyak muncul pada keluarga yang memiliki penderita skizofrenia. Gangguan kepribadian

skizotipal adalah titik awal dari skizofrenia. Walaupun sama-sama muncul simtom halusinasi,

namun perbedaan gangguan ini dengan gangguan skizofrenia adalah halusinasi pada skizotipal

biasanya berlangsung dalam waktu singkat.

Orang dengan gangguan skizotipal menunjukkan masalah dalam kemampuan untuk menahan

atensi dalam tugas-tugas kognitif, sebagaimana penrunan atensi yang sama terlihat pada orang

schizophrenia. Mereka juga menunjukkan level yang rendah dari oksidasi monomine, yang akan

meningkatkan jumlah dopamine dalam otak sehingga mencapai level tertinggi asam

homovanilik, yaitu metabolism utama dari dopamine.

Perspektif Psikososial Mengenai Schizotypal Personality Disorder

a) Psikodinamik

Teori psikoanalisa mengenai schizotypal tidak banyak ditemukan. Barangkali teori-teori

psikologi tidak memberikan perhatian yang besar pada jenis gangguan ini karena sangat dekat

kaitannya dengan scyzophrenia, yang menampilkan akar-akar biologis yang kuat karena

schizotipal tidak ditambahkan ke dalam kategori diagnostic pada DSM relative hingga sekarang.

b) Behavioral

Orang dengan gangguan ini, kemungkinan besar dengan pola asuh keluarga yang psychotic

(punya masalah kejiwaan) atau ada sejarah salah satu anggota keluarga memiliki gangguan

skizotipal. Saat anak-anak, orang-orang dengan gangguan skizotipal adalah pasif , secara sosial

Page 9: Gangguan kepribadian

tidak terlibat, dan terlalu sensitive terhadap kritik. Karakteristik dari orang lainnya adalah dimana

secara umum mereka tampak ganjil dalam berpikir.

c) Cognitive

Orang dengan tipe schizotypal memiliki cara pikir yang berbeda dengan orang lain, distorsi

persepsi, seringnya irasional. Ia memiliki kepercayaan terhadap hal-hal yang aneh, percaya

bahwa dirinya memiliki kemampuan magis (telepathy, sixth sense, paranormal).

d) Interpersonal

Menghindari hubungan dengan banyak orang, memiliki kewaspadaan yang tinggi, senang

memberi kitik dan curiga terhadap orang-orang di sekitarnya.

KELOMPOK B (DRAMATIC/ERRATIC CLUSTER)

1. BORDERLINE PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN AMBANG)

Disebut dengan kepribadian ambang (borderline) karena berada di perbatasan antara gangguan

neurotik dan skizofrenia. Ciri-ciri utama gangguan ini adalah impulsivitas dan ketidakstabilan

dalam hubungan dengan orang lain dan memiliki mood yang selalu berubah-ubah. Contohnya,

sikap dan perasaan terhadap orang lain dapat berubah-ubah secara signifikan dan aneh dalam

kurun waktu yang singkat. Individu yang mengalami gangguan borderline memiliki karakter

argumentatif, mudah tersinggung, sarkastik, cepat menyerang, dan secara keseluruhan sangat

sulit untuk hidup bersama mereka.

Perilaku mereka yang tidak dapat diprediksi dan impulsif, boros, aktivitas seksual yang tidak

pandang bulu, penyalahgunaan zat, dan makan berlebihan, berpotensi merusak diri sendiri.

Mereka tidak tahan berada dalam kesendirian, memiliki rasa takut diabaikan, dan menuntut

perhatian. Mudah mengalami perasaan depresi dan perasaan hampa yang kronis, mereka sering

kali mencoba bunuh diri.

Page 10: Gangguan kepribadian

Gangguan kepribadian borderline bermula pada masa remaja atau dewasa awal, dengan

prevelensi sekitar 1 persen, dan lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-

laki.

Etilogi gangguan kepribadian borderline

Penyebab terjadinya gangguan kepribadian borderline antara lain dapat dijelaskan oleh kedua

pandangan berikut:

Faktor biologis

Faktor-faktor biologis antara lain disebabkan oleh faktor genetis. Gangguan kepribadian

borderline dialami oleh lebih dari satu anggota dalam satu keluarga. Beberapa data menunjukkan

adanya kelemahan fungsi lobus frontalis, yang sering diduga berperan dalam perilaku impulsif.

Individu dengan gangguan borderline mengalami peningkatan aktivasi amigdala, suatu struktur

dalam otak yang dianggap sangat penting dalam pengaturan emosi.

Linehan’s diathesis-stress theory

Menurut teori ini, gangguan kepribadian borderline berkembang ketika individu dengan diatesis

biologis (kemungkinan genetis) di mana ia mengalami kesulitan untuk mengontrol emosi,

dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang salah (invalidating). Dalam teori ini, diatesis

biologis disebut sebagai emotional dysregulation. Sedangkan invalidating experience adalah

pengalaman di mana keinginan dan perasaan individu diabaikan dan tidak dihormati; usaha

individu untuk mengkomunikasikan perasaannya tidak dipedulikan atau bahkan diberi hukuman.

Salah satu contoh ekstremnya adalah kekerasan pada anak, baik secara seksual maupun

nonseksual. Dengan kata lain, emotional dysregulation saling berinteraksi dengan invalidate

experience anak yang sedang berkembang. Hal itulah yang kemudian memicu perkembangan

kepribadian borderline.

Perspektif Psikososial Mengenai Borderline Personality Disorder

a) Psikodinamik

Page 11: Gangguan kepribadian

Individu dengan gangguan kepribadian borderline sering kali mengembangkan mekanisme

defense yang disebut splitting, yaitu mendikotomikan objek menjadi semuanya baik atau

semuanya buruk dan tidak dapat mengintegrasikan aspek positif dan negatif orang lain atau diri

menjadi suatu keutuhan. Hal itu menimbulkan kesulitan yang ekstrem dalam meregulasi emosi

karena individu borderline melihat dunia, termasuk dirinya sendiri, dalam dikotomi hitam-putih.

Bagaimanapun juga, defense ini melindungi ego yang lemah dari kecemasan yang tidak dapat

ditoleransi.

Teori ini merupakan teori dari psikoanalisa yang memfokuskan diri pada bagaimana cara anak

mengintroyeksikan nilai-nilai dan gambaran yang berhubungan dengan orang-orang yang

dianggap penting dalam hidupnya, misalnya orang tua. Dengan kata lain, fokus dari teori ini

adalah cara anak mengidentifikasikan diri dengan orang lain di mana ia memiliki emotional

attachment yang kuat dengan orang tersebut. Orang-orang yang diintroyeksikan tersebut menjadi

bagian dari ego si anak pada masa dewasa, tetapi dapat menimbulkan konflik dengan harapan,

tujuan, dan ideal-idealnya.

Teori ini beranggapan bahwa individu bereaksi terhadap dunia melalui perspektif dari orang-

orang penting dalam hidupnya pada masa lalu, terutama orang tua atau caregiver. Terkadang

perspektif tersebut berlawanan harapan dan minat dari individu yang bersangkutan. Otto

kernberg, salah seorang tokoh dalam teori ini menyatakan bahwa pengalaman yang tidak

menyenangkan pada masa kanak-kanak, misalnya mempunyai orang tua yang memberikan cinta

dan perhatian secara tidak konsisten (menghargai prestasi anak, tetapi tidak dapat memberikan

dukungan emosional dan kehangatan), dapat menyebabkan anak mengembangkan insecure egos

(bentuk umum dari gangguan kepribadian borderline).

Beberapa hasil penelitian juga mendukung teori ini. Individu yang mengalami gangguan

kepribadian borderline menyatakan kurangnya kasih sayang dari ibu. Mereka memandang

keluarga mereka tidak ekspresif secara emosional, tidak memiliki kedekatan emosional, dan

sering terjadi konflik dalam keluarga. Selain itu, mereka biasanya juga mengalami kekerasan

seksual dan fisik serta sering mengalami perpisahan dengan orang tua pada masa kanak-kanak.

Page 12: Gangguan kepribadian

Bagaimanapun juga, hasil-hasil penelitian tersebut masih belum dapat menyatakan secara jelas

apakah pengalaman-pengalaman itu memang hanya dialami oleh mereka dengan gangguan

kepribadian borderline saja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa individu yang

mengalami gangguan kepribadian borderline mempunyai pengalaman masa kecil yang tidak

menyenangkan. Namun belum jelas apakah pengalaman tersebut bersifat spesifik bagi gangguan

ini.

b) Behavioral

Orang dengan gangguan borderline biasanya dibesarkan oleh pola asuh maladaptive,

ditinggalkan pengasuh, dan memiliki trauma abuse saat kecil. Hal ini membuat mereka saat

dewasa menjadi haus akan perhatian dan kasih sayang, sangat sensitive,

c) Cognitive

Pada beberapa kasus, ditemukan pula cara berpikir orang paranoid, yaitu penuh kecurigaan

terhadap orang lain.

d) Humanistic

Orang dengan gangguan borderline cenderung tidak yakin tentang identitas pribadi mereka (nilai,

tujuan, karir, dan bahkan orientasi seksual). Ketidakstebilan dalam self-image atau identitas

pribadi membuat mereka dipenuhi perasaan kekosongan dan kebosanan yang terus-menerus.

e) Interpersonal

Orang dengan tipe borderline ide ketakutan akan ditinggalkan menjadikan mereka pribadi yang

melekat dan menuntut dalam hubungan sosial mereka, namun kelekatan mereka sering kali

malah menjauhkan orang-orang di sekitarnya. Tanda-tanda penolakan membuat mereka menjadi

sangat marah, yang membuat mereka menjadi lebih jauh lagi. Akibatnya, perasaan mereka

terhadap lingkingan menjadi berubah-ubah. Mereka cendreung mamandang orang lain sebagai

semua-tentangnya-baik dan semua-tentangnya-buruk, karena berubah-ubah dengan cepat dan

ekstrem.

2. HISTRIONIC PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN HISTRIONIK)

Page 13: Gangguan kepribadian

Gangguan kepribadian histrionik sebelumnya dikenal disebut kepribadian histerikal, ditegakkan

bagi orang-orang yang selalu dramatis dan mencari perhatian. Mereka sering kali menggunakan

ciri-ciri penampilan fisik yang dapat menarik perhatian orang kepada dirinya, misalnya pakaian

yang mencolok, tata rias, atau warna rambut. Mereka berpusat pada diri sendiri, terlalu

mempedulikan daya tarik fisik mereka, dan merasa tidak nyaman bila tidak menjadi pusat

perhatian. Mereka dapat sangat provokatif dan tidak senonoh secara seksual tanpa mempedulikan

kepantasan serta mudah dipengaruhi orang lain.

Diagnosis ini memiliki prevelensi sekitar 2 persen dan lebih banyak terjadi pada perempuan

dibandingkan laki-laki. Gangguan kepribadian histrionik lebih banyak terjadi pada mereka yang

mengalami perpisahan atau perceraian, dan hal ini diasosiasikan dengan depresi dan kesehatan

fisik yang buruk. Gangguan ini sering muncul bersamaan dengan gangguan kepribadian

borderline.

Etiologi gangguan kepribadian histrionik

Gangguan ini dijelaskan berdasarkan pendekatan psikoanalisa. Perilaku emosional dan

ketidaksenonohan secara seksual didorong oleh ketidaksenonohan orang tua, terutama ayah

terhadap anak perempuannya. Kebutuhan untuk menjadi pusat perhatian dipandang sebagai cara

untuk mempertahankan diri dari perasaan yang sebenarnya yaitu self-esteem yang rendah.

Perspektif Psikososial Mengenai Histrionic Personality Disorder

a) Psikodinamik

Para ahli psikodinamika melihat gangguan ini sebagai hasil dari kebutuhan-kebutuhan akan

ketergantungan yang sangat mendalam dan merupakan represi-represi dri emosi, hambatan dari

resolusi setiap tahap oral atau oedipal. Pencarian atensi berasal dari kebutuhan untuk

mendapatkan persetujuan dari orang lain. Kedangkalan berpikir dan kedangkalan keterlibatan

emosi dengan orang lain mnggambarkan orang-orang histerionik yang merepresi kebutuhn-

kebutuhab dan perasann-perasannnya sendiri.

Page 14: Gangguan kepribadian

b) Behavioral

Orang denga tipe histerionik biasanya berasal dari kelurga yang memanjakan dan membiarkan

sifat manjanya hingga dewasa (being daddy’s "pretty little girl"). Hal ini manjadi suatu

pembiasaan sehingga terbentuk karakter yang menetap mengenai sifat manja dan selalu ingin

menjadi pusat perhatian. Selain itu, biasanya, dalam keluarga tabu untuk mendidik atau

mengenalkan. masalah sex. Selain itu, ada pndapat lain yaitu ketika masa kanak mengalami

hubungan dengan orang tua yang tidak harmonis sehingga kehilangan rasa cinta. Lalu untuk

mempertahankan ketakutan akan kehilangan yang sangat, dia bereaksi secara dramatis.

c) Cognitive

Para ahli kognitif berpendapat bahwa asumsi dasar yang mengarahkan orang-orang bertingkah

laku histerionik adalah “aku tidak cukup dan tidak mampu menangani hidup dengan caraku

sendiri”. Meskipun asumsi ini dipakai untuk orang-orang dengan gangguan lain, secara kgusus

yang mengalami depresi dan orang-orang histerionik merespon asumsi ini secara lebih berbeda

dibandingkan dengan gangguan lain. Secara khusus, orang histerionik bekerja untuk mendapat

perhatian dan dukungan dari orang lain.

d) Humanistic

Orang dengan tipe ini memiliki self-esteem yang rendah, dan sedang berjuang untuk member

kesan pada orang lain dengan tujuan meningkatkan self-worth mereka.

e) Interpersonal

Orang dengan tipe histerionik dapat berbuat apa saja agar mendapat perhatian dari sekelilingnya.

Walaupun begitu, ia tidak dapat menjalin relasi mendalam dengan lingkungannya. Kadang

mereka memperlihatkan perlaku merayu secara sexual (dengan lawan jenis, bahkan pada ayah

sendiri), berkompetisi dan terlalu menuntut pada relasi dengan jenis kelamin yang sama.

3. NARCISSISTIC PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN

NARSISTIK)

Page 15: Gangguan kepribadian

Individu dengan gangguan kepribadian narsistik memiliki pandangan berlebihan mengenai

keunikan dan kemampuan mereka. Mereka merasa bahwa dirinya spesial dan berharap

mendapatkan perlakuan yang khusus pula. Oleh sebab itu, mereka sulit menerima kritik dari

orang lain. Hubungan interpersonal mereka terhambat karena kurangnya empati, perasaan iri,

dan arogansi, dan memanfaatkan/menghendaki orang lain melakukan sesuatu yang istimewa

untuk mereka tanpa perlu dibalas. Individu pada gangguan ini sangat sensitif terhadap kritik dan

takut akan kegagalan. Terkadang mereka mencari sosok lain yang dapat mengidealkan karena

mereka kecewa terhadap diri sendiri, tetapi mereka biasanya tidak mengizinkan siapa pun untuk

benar-benar berhubungan dekat dengan mereka.

Hubungan personal mereka sedikit dan dangkal; ketika orang lain menjatuhkan harapan mereka

yang tidak realistis, mereka akan marah dan menolak. Prevelensi gangguan ini kurang dari 1

persen.

Etiologi gangguan kepribadian narsistik

Penyebab gangguan kepribadian narsistik dapat dipandang dari segi psikoanalisa. Orang yang

mengalami gangguan ini dari luar tampak memiliki perasaan yang luar biasa akan pentingnya

dirinya. Namun dipandang dari psikoanalisa, karakteristik tersbut merupakan topeng bagi self-

esteem yang rapuh.

Menurut heinz kohut, self muncul pada awal kehidupan sebagai struktur bipolar dengan

immature grandiosity pada satu sisi dan overidealisasi yang bersifat dependen di sisi lain.

Kegagalan mengembangkan self-esteem yang sehat terjadi bila orang tua tidak merespons

dengan baik kompetensi yang ditunjukkan oleh anak-anaknya. Dengan demikian, anak tidak

bernilai bagi harga diri mereka sendiri, tetapi bernilai sebagai alat untuk meningkatkan self-

esteem orang tua.

Perspektif Psikososial Mengenai Narcissistic Personality Disorder

a) Psikodinamik

Sigmund Freud memandang narcisme sebagai fase yang dilalui semua anak sebelum

menyalurkan cinta mereka kepada diri mereka sendiri dan orang-orang yang berarti (significant

person). Anak-anak dapat terfiksasi pada fase narsistik ini, bagaimanapun, jika mereka

Page 16: Gangguan kepribadian

mengalami bahwa orang-orang yang mengasuhnya tidak dapat dipercaya dan memutuskan

bahwa mereka hanya dapat bersandar pada diri sendiri, atau jika mereka memiliki orang tua yang

selalu menuruti mereka dan menanamkan pada mereka suatu perasaan bangga atas kemampuan

dan harga diri mereka.

b) Behavioral

Dari sudut pandang sosial learning, Millon menemukan bahwa asal dari gaya narsistik adalah

evaluasi berlebihan yang tidak realistic mengenai nilai anak-anak oleh orang tua. Anak tidak

mampu menggapai (live up) pada evaluasi-evaluasi orang tuanya mengenai dirinya, tetapi dia

secara berkelanjutan bertindak seolah-olah dia merupakan orang yang superior. Demikian pula,

Beck dan Freeman berpendapat bahwa beberapa orang narsistik membangun asumsi mengenai

keberhargaan-diri (self worth) mereka yang tidak realistic dalam hal-hal yang positif sebagai

hasil dari penurutan dan evaluasi yang berlebihan dari significant person saat anak-anak. Orang-

orang narsistik lainnya mengembangkan keyakinan bahwa mereka merupakan unik dan luar

biasa dalam bereaksi untuk menjadi satu-satuny orang yang berbeda dari orang lain secara etnis,

rasial, dan status ekonomi, atau sebagai upaya bertahan menghadapi penolakan oleh significant

person dalam kehidupan mereka.

c) Cognitive

Orang narsistik cenderung terobsesi dan terpaku pada fantasi akan keberhasilan dan kekuasan,

cinta yang ideal, atau pengakuan akan kecerdsan dan kecantikan. Seperti orang kepribadian

hiterionik, mengejar karir dimana mereka dapat menjadi pusat perhatian dan mendapat

pemujaan, seperti modeling, acting dan politik. Ambisi yang serakah membuat mereka

mendedikasikan diri untuk bekerja tanpa lelah. Mereka terdorong untuk berhasil namun bukan

untuk mandapatkan uang, melainkan untuk mendapat pemujaan yang menyertai kesuksesan.

d) Humanistic

Secara aktual orang dengan tipe ini memiliki self-esteem yang rendah.

e) Interpersonal

Page 17: Gangguan kepribadian

Orang dengan gangguan ini tidak dapat menjalin relasi secara mendalam karena adanya tuntutan

yang dipaksakan pada orang lain, kurang memiliki rasa empati, sering mengagung-agungkan

diri, dan mengeksploitasi orang lain sampai mereka puas..

4. ANTISOCIAL PERSONALITY DISORDER AND PSYCHOPATHY (GANGGUAN

KEPRIBADIAN ANTISOSIAL DAN PSIKOPATI)

Orang dewasa yang mengalami gangguan antisosial menunjukkan perilaku tidak bertanggung

jawab dan antisosial dengan bekerja secara tidak konsisten, melanggar hukum, mudah

tersinggung, agresif secara fisik, tidak mau membayar hutang, sembrono, ceroboh, dan

sebagainya. Mereka impulsif dan tidak mampu membuat rencana ke depan. Mereka sedikit atau

bahkan tidak merasa menyesal atas berbagai tindakan buruk yang mereka lakukan. Gangguan ini

lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dan lebih banyak terjadi di kalangan

anak muda daripada dewasa yang lebih tua. Gangguan ini lebih umum terjadi pada orang dengan

status sosioekonomi rendah.

Sementara itu, salah satu karakteristik psychopathy adalah kemiskinan emosi, baik positif

maupun negatif. Orang-orang psychopathy tidak memiliki rasa malu, bahkan perasaan mereka

yang tampak positif terhadap orang lain hanyalah sebuah kepura-puraan. Penampilan psikopat

menawan dan memanipulasi orang lain untuk memperoleh keuntungan pribadi. Kadar

kecemasan yang rendah membuat psikopat tidak mungkin belajar dari kesalahannya. Kurangnya

emosi positif mendorong mereka berperilaku secara tidak bertanggung jawab dan berperilaku

kejam terhadap orang lain.

Etiologi gangguan kepribadian antisosial dan psychopathy

Penyebab gangguan ini berkaitan dengan peran keluarga. Kurangnya afeksi dan penolakan berat

orang tua merupakan penyebab utama perilaku psychopathy. Selain itu, juga disebabkan oleh

tidak konsistennya orang tua dalam mendisiplinkan anak dan dalam mengajarkan tanggung

jawab terhadap orang lain. Orang tua yang sering melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya

dapat menyebabkan gangguan ini. Gangguan ini juga dapat disebabkan oleh kehilangan orang

Page 18: Gangguan kepribadian

tua. Di samping itu, ayah dari penderita psikopat kemungkinan memiliki perilaku antisosial.

Faktor lingkungan di sekitar individu yang buruk juga dapat menyebabkan gangguan ini.

Perspektif Psikososial Mengenai Psichopathy

a) Psikodinamik

Terjadi karena dorongan-dorongan bawah sadar terhadap pemuasan id ditambah dengan

rendahnya kontrolnya ego sehingga id lebih dominan dan akhirnya dia melakukan segala cara

untuk memuaskan id nya seperti membunuh, dan menyakiti orang lain, atau menipu. Disamping

itu, orang yang menderita gangguan tersebut mempunyai super ego yang tumpul sehingga ia

tidak merasa bersalah atas apa yang telah di lakukannya meskipun perilakunya sudah merugikan

banyak orang.

b) Behavioral

Teori behavioristik memandang bahwa gangguan kepribadian psikopat di sebabkan oleh proses

belajar yang salah selama rentang kehidupanya. Ia tidak memahami perilaku mana yang benar

dan perilaku mana yang salah. Anak yang tidak pernah mendapatkan reward atas hasil baik yang

ia lakukan justru ia selalu mendapatkan perilaku dan pengalaman yang tidak menyenangkan saat

melakukan perbuatan yang baik maupun yang buruk. Maka anak tersebut belajar bahwa, tidak

ada yang namanya benar. Tetapi, apapun yang ia lakukan akan sama saja dampaknya

c) Cognitive

Psikopat terjadi karena mengalami distorsi kognitif. Ia berfikir bahwa ia dapat mendapatkan apa

saja yang ia mau dengan melakukan apa saja yang ia inginkan untuk membawanya kepada

sesuatu yang ia inginkan tersebut meskipun perilakunya membawa pengaruh atau efek buruk

bagi orang lain.

d) Humanistic

Dalam teori humanistik, gangguan tersebut di sebabkan oleh terhambatnya dan tidak tercapainya

proses menuju aktualisasi diri yang sehat. Seseorang yang menderita gangguan tidak terpenuhi

Page 19: Gangguan kepribadian

kebutuhan-kebutuhannya. Baik kebutuhan akan rasa aman dan kebutuhan akan rasa cinta dan

dicintai.

e) Interpersonal

Seseorang yang psikopat biasanya cuek pada norma-norma sosial, tak peduli pada aturan, dan

pemberontak. Kepribadiannya yang sulit ditebak, bisa terlihat dari ketidakstabilannya dalam

hubungan interpersonal, citra diri, serta selalu bertindak menuruti kata hati. Tanpa peduli

perbuatannya itu salah atau benar, mengganggu orang atau tidak. Orang seperti ini cenderung

impulsif (melakukan sesuatu tanpa pikir panjang), dan berpikiran negatif serta memiliki sifat

pendendam.

KELOMPOK C (ANXIOUS/FEARFUL CLUSTER)

b>1. AVOIDANT PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN

MENGHINDAR)

Individu dengan gangguan ini adalah individu yang memiliki ketakutan yang besar akan

kemungkinan adanya kritik, penolakan atau ketidaksetujuan, sehingga merasa enggan untuk

menjalin hubungan, kecuali ia yakin bahwa ia akan diterima.

Individu tersebut bahkan terkadang menghindari pekerjaan yang banyak memerlukan kontak

interpersonal. Dalam situasi sosial, ia sangat mengendalikan diri (kaku) karena sangat amat takut

mengatakan sesuatu yang bodoh atau dipermalukan atau tanda-tanda lain dari kecemasan. Ia

merasa yakin bahwa dirinya tidak kompeten dan inferior, serta tidak berani mengambil risiko

atau mencoba hal-hal baru.

Berdasarkan dsm-iv-tr, kriteria dari avoidant personality disorder adalah sebagai berikut:

• Penghindaran terhadap kontak interpersonal karena takut kritik dan penolakan

• Ketidakmampuan untuk terlibat dengan orang lain kecuali ia merasa yakin akan disukai atau

diterima.

Page 20: Gangguan kepribadian

• Kekakuan dalam hubungan yang intim karena takut dipermalukan atau dicemooh.

• Perhatian yang berlebihan terhadap kritik atau penolakan.

• Perasaan tidak mampu.

• Perasaan inferior.

• Keengganan yang ekstrem untuk mencoba hal-hal baru karena takut dipermalukan.

Prevalensi dari gangguan ini sekitar 5 persen dan sering muncul bersamaan dengan gangguan

kepribadian dependen dan borderline. Avoidant personality disorder juga sering bercampur

dengan diagnosis axis i depresi dan generalized social phobia. Gangguan ini memiliki gejala

yang serupa dengan generalized social phobia, tetapi gangguan ini sebenarnya merupakan jenis

generalized social phobia yang lebih kronik.

Baik avoidant personality disorder atau social phobia berhubungan dengan gejala yang muncul di

jepang, yang disebut dengan taijin kyoufu. ”taijin” berarti interpersonal dan ”kyoufu” berarti

takut. Seperti pada avoidant personality disorder dan social phobia, individu yang mengalami

taijin kyoufu sangat sensitif dan menghindari kontak interpersonal. Namun, hal yang ditakuti

berbeda dengan hal-hal yang umumnya ditakuti pada diagnosis dsm. Individu dengan taijin

kyoufu cenderung cemas atau malu tentang bagaimana ia mempengaruhi atau tampak di depan

orang lain, misalnya takut bahwa mereka tampak jelek atau bau.

Perspektif Psikososial Mengenai Avoidant Personality Disorder

a) Psikodinamik

Mereka memiliki perasaan rendah diri (inferiority complex), tidak percaya diri, takut untuk

berbicara di depan publik atau meminta sesuatu dari orang lain. Mereka seringkali

mensalahartikan komentar dari orang lain sebagai menghina atau mempermalukan dirinya. Oleh

karena itu, individu dengan gangguan kepribadian menghindar biasanya tidak memiliki teman

dekat. Secara umum dapat dikatakan bahwa sifat yang dominan pada individu ini adalah malu-

malu. Prevalensi gangguan kepribadian menghindar adalah 1-10 % dari populasi pada

umumnya.gangguan kepribadian ini dapat dikatakan sebagai gangguan yang umumnya dimiliki

oleh individu. Bayi-bayi yang diklasifikasikan sebagai memiliki tempramen yang pemalu

Page 21: Gangguan kepribadian

memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk memiliki gangguan ini daripada bayi-bayi yang

aktif bergerak (berdasarkan activity-approach scales).

b) Behavioral

Mereka mudah sekali keliru dalam mengartikan komentar orang lain, seringkali komentar dari

orang lain dianggap sebagai suatu penghinaan atau ejekan. Pada umumnya sifat dari orang

dengan gangguan kepribadian menghindar adalah seorang yang pemalu. Menurut teori kognitif-

behavioral, pasien sangat sensitif terhadap penolakan karena adanya pengalaman masa kanak-

kanak, misalnya : karena mendapat kritik yang pedas dari orang tua, yang membuat mereka

mencap diri mereka tidak mampu (inadequate).

c) Cognitive

Pada kepribadian avoidant, kandungan kognisi menjalin hubungan timbal balik patologis dengan

struktur kognisi (misalnya perangkat penyusunan informasi), dimana hubungan ini yang

bertanggungjawab atas terjadinya gangguan. Sifat terlalu curiga adalah pusat dari seluruh

gangguan. Avoidant secara konstan memeriksa lingkungan mencari potensi ancaman. Mereka

sensitif terhadap segala perasaan dan niatan orang lain terhadap mereka. Yang dihasilkan adalah

sistem pemrosesan informasi yang dikuasai oleh terlalu banyak stimulus yang menghambat

mereka memahami sesuatu yang biasa atau keadaan sekitar. Akibatnya, penilaian terhadap

potensi bahaya menjadi sangat tinggi, bahkan kejadian yang sebenarnya tidak mengandung

bahaya-pun ditandai sebagai ancaman. Karena terlalu banyak potensi ancaman yang masuk maka

tidak ada satu informasi-pun yang diolah secara mendalam.

Hipotesis yang menyatakan bahwa setiap sumber stimulasi itu berbahaya berlanjut sebagai akibat

dari ketidakpastian, membiarkan sebuah ancaman tanpa diperiksa akan sangat berisiko. Hasilnya,

kecemasan meningkat, kepekaan terhadap tanda-tanda bahaya juga meningkat dan kedalaman

pemrosesan informasi makin menderita. Akibatnya, seluruh proses kognitif menjadi sangat

terbebani karena menganggap segala sesuatu sebagai ancaman. Oleh sebab itu seorang avoidant

harus menarik diri demi mendapatkan rasa aman.

d) Humanistic

Page 22: Gangguan kepribadian

Pandangan diri: melihat diri sebagai individu yang tidak mampu dan tidak kompeten dalam

bidang akademis dan situasi bekerja. Pandangan tentang orang lain: melihat orang lain yang

mengkritik, tidak tertarik, dan penuntut. Kepercayaan: intinya adalah “saya tidak baik...tidak

berharga...tidak dicintai. Saya tidak bisa menerima perasaan yang tidak menyenangkan.”

Tingkatan kepercayaan yang lebih tinggi adalah “jika orang mendekati saya, mereka akan

menemukan “keaslian diri saya” dan akan menolak saya-hal ini tidak bisa diterima.” Tingkat

selanjutnya, adalah kepercayaan mengenai instruksi diri (self-instructional) seperti: “lebih baik

tidak mengambil resiko,” “sebaiknya saya menghindari situasi yang tidak menyenangkan”, “jika

saya merasa atau berpikir sesuatu yang tidak menyenangkan, saya seharusnya mencoba keluar

dengan mengacaukan diri.”

e) Interpersonal

Perasaan utamanya adalah disphoria, kombinasi kecemasan dengan sedih, dihubungkan dengan

kurangnya perolehan kesenangan yang relasi terdekat dan keyakinan diri dalam penyelesaian

tugas. Penerimaan yang rendah terhadap disphoria menghambat mereka dalam mengatasi

perasaan malu dan membantu mereka untuk lebih efektif. Karena mereka menghayati dan

mengawasi perasaan terus menerus, mereka sensitif untuk perasaan sedih dan cemas. Ironisnya,

disamping kewaspadaan yang sangat terhadap perasaan tidak nyaman, mereka malu untuk

mengidentifikasi pikiran yang tidak menyenangkan itu-kecenderungan yang sesuatu dengan

strategi utama yang disebut “cognitive avoidance”. Walaupun mendapatkan masalah, mereka

tetap tidak mau terlibat hubungan dengan resiko kegagalan atau penolakan.

2. DEPENDENT PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN DEPENDEN)

Ciri utama dari gangguan kepribadian dependen adalah kurangnya rasa percaya diri dan otonomi.

Individu dengan gangguan kepribadian ini memandang dirinya lemah dan orang lain lebih kuat.

Ia juga memiliki kebutuhan yang kuat untuk diperhatikan atau dijaga oleh orang lain yang sering

kali menyebabkan munculnya perasaan tidak nyaman ketika sendirian. Ia mengesampingkan

kebutuhannya sendiri untuk meyakinkan bahwa ia tidak merusak hubungan yang telah terjalin

dengan orang lain. Ketika hubungan dekat berakhir, individu yang mengalami gangguan ini

Page 23: Gangguan kepribadian

segera berusaha menjalin hubungan lain untuk menggantikan hubungan yang telah berakhir

tersebut.

Kriteria dalam dsm pada umumnya mendeskripsikan individu yang mengalami gangguan

kepribadian dependen sebagai orang yang sangat pasif, misalnya memiliki kesulitan dalam

memulai sesuatu atau mengerjakan sesuatu sendiri, tidak mampu menolak, dan meminta orang

lain mengambil keputusan untuk dirinya. Bagaimanapun juga, penelitian mengindikasikan

bahwa sifat-sifat pasif tersebut tidak mencegah individu melakukan hal-hal penting untuk

menjaga hubungan dekat, misalnya menjadi sangat penurut dan pasif, tetapi dapat juga

mengambil langkah aktif untuk menjaga hubungan.

Berdasarkan dsm-iv-tr, kriteria gangguan kepribadian dependen yaitu sebagai berikut:

• Kesulitan dalam mengambil keputusan tanpa nasihat dan dukungan yang berlebihan dari orang

lain.

• Kebutuhan terhadap orang lain untuk memikul tanggung jawab dalam hidupnya.

• Kesulitan dalam mengatakan atau melakukan penolakan terhadap orang lain karena takut

kehilangan dukungan dari orang lain.

• Kesulitan dalam melakukan atau mengerjakan sesuatu sendiri karena kurang percaya diri.

• Melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan baginya sebagai cara untuk memperoleh

penerimaan dan dukungan dari orang lain.

• Perasaan tidak berdaya ketika sendiri karena kurang percaya pada kemampuan diri dalam

menyelesaikan sesuatu tanpa bantuan orang lain.

• Segera mencari hubungan baru ketika hubungan yang sedang terjalin telah berakhir.

• Sangat ketakutan untuk mengurus atau menjaga diri sendiri.

Prevalensi dari gangguan ini adalah sekitar 1,5 persen, lebih banyak ditemukan di india dan

jepang. Hal itu kemungkinan dikarenakan lingkungan di kedua negara tersebut yang memicu

perilaku dependen. Gangguan kepribadian ini muncul lebih banyak pada wanita daripada pria,

kemungkinan karena perbedaan pengalaman sosialisasi pada masa kanak-kanak antara wanita

dan pria. Gangguan kepribadian dependen sering kali muncul bersamaan dengan gangguan

Page 24: Gangguan kepribadian

kepribadian borderline, skizoid, histrionik, skizotipal, dan avoidant, sama seperti diagnosis axis i

gangguan bipolar, depresi, gangguan kecemasan, dan bulimia.

Perspektif Psikososial Mengenai Dependent Personality Disorder

a) Psikodinamik

Menurut teori psikodinamika, gangguan ini timbul karena adanya regresi atau fiksasi pada masa

oral perkembangan psikoseksual. Hal itu karena orang tua yang sangat melindungi atau orang tua

yang mengikuti apa yang dibutuhkan penderita di masa kecil, atau menuntut perilaku dependen

dari penderita sebagai imbalan dari pengasuhan.

b) Behavioral

Millon dkk mengemukakan bahwa saat anak-anak, penderita gangguan ini sangat baik tetapi

penuh ketakutan. Mereka memiliki orang tua yang hangat tetapi sangat melindungi

(overprotective). Mereka tidak belajar menangani rasa takutnya dan menjadi asertif, melainkan

menjadi makin taergantung pada orang lain. Jika anak-anak seperti ini memiliki saudara yang

agresif atau dengan teman-temannya mengalami suatu yang menyababkan mereka merasa tidak

menarik dan tidak adekuat, perasaan ragu meningkat, dan perilaku dependen akan diperkuat oleh

orang tua yang sangat melindungi. Pendekatan kognitif-behavioral mengemukakan bahwa

penyebabnya adalah karena kurang asertif dan kecemasan dalam membuat keputusan.

c) Cognitive

Individu dependen biasanya menggambarkan dirinya lemah, rentan, tidak mampu, tidak cakap,

atau tidak kompeten. Ketika ketidakmampuan mereka menjadi terlalu jelas terlihat, rasa cemas

dan panik mungkin muncul. Untuk menjaga agar kerentanan mereka terkontrol, banyak individu

dependen lebih suka untuk tidak melihat diri mereka terlalu dalam, lebih suka membatasi

kesadaran mereka hanya pada kesenangan dalam hidup, melihat hanya yang baik saja dan tidak

pernah melihat yang buruk. Sewaktu kesulitan diakui, individu dependen sering menyimpan

harapan bahwa pada akhirnya semua akan baik-baik saja. Penyangkalan, yang telah dibahas

dalam perspektif psikodinamis, secara bertahap berkembang menjadi gaya kognitif yang lebih

luas.

Page 25: Gangguan kepribadian

Skema diri (self-schema) dari individu dependen meliputi kualitas positif dan negatif. Pada sisi

positif, individu dependen melihat diri mereka sebagai seseorang yang penuh pertimbangan,

penuh perhatian, dan bisa bekerja sama. Dengan mengingkari prestasi yang sah, mereka terlihat

sederhana dan rendah hati. Diam-diam, mereka mungkin mengharapkan sanjungan dan pujian,

tapi tidak terlalu berlebihan, karena harapan akan kemandirian dan self-sufficientcy pasti akan

mengikuti. Namun kualitas baik yang individu dependen anggap ada pada diri mereka juga

diimbangi oleh sejumlah dasar patologis, kepercayaan kondisional dan instrumental (Beck et al.,

1990, hal. 45).

Banyak individu dependen yang sangat tidak canggih secara kognitif. Bagi orang lain, mereka

terlihat naif, kekanak-kanakan, dan polos –sebuah gambaran yang sering mereka perkuat dengan

meminimalkan prestasi dan kemampuan diri mereka sendiri dan memperbesar ketidakmampuan

instrumental mereka. Pada individu yang tidak mampu, tuntutan yang dibuat lebih sedikit.

Karena orang lain selalu datang untuk membantu mereka, maka individu dependen mungkin

mengembangkan beberapa strategi penanggulangan yang terpisah dari keahlian hidup dasar.

Kadang-kadang, hal tersebut juga tidak sempurna. Beberapa tidak bisa menyeimbangkan neraca

keuangan atau membutuhkan begitu banyak instruksi dan nasehat, sehingga untuk

mempertahankan pekerjaan dasar saja merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Individu

dependen lain yang lebih dekat pada jangkauan normal mungkin memiliki kompetensi meskipun

terbatas pada daerah tertentu saja, hal ini biasanya muncul dalam rangka melindungi hubungan

pengasuhan. Di sini, pendapat, “Saya harus belajar bagaimana melakukan ini dan itu dengan baik

jika saya ingin menikmati rasa aman dan perlindungan dari hubungan ini,” berfungsi sebagai

suatu kepercayaan kondisional tambahan yang sangat adaptif. Individu tersebut melakukan

sesuatu untuk persetujuan orang lain dan akhirnya mungkin menjadi ahli dalam suatu kerangka

pikir yang mendukung, seperti halnya dengan istri dependen yang lembur demi kemajuan tujuan

karir suaminya.

Aspek kedua dari kognisi individu dependen adalah gaya kognitif mereka, yang menampilkan

pola pemikiran yang sangat mungkin untuk tetap menyeluruh dan tersebar. Individu yang mawas

diri secara terus menerus mencari di dalam dirinya sendiri dan menciptakan ide yang pasti

Page 26: Gangguan kepribadian

mengenai siapa mereka sebenarnya, ingin menjadi apa mereka, dan apa yang mereka inginkan

dari hidupnya. Karena individu dependen jarang melihat ke dalam dirinya, mereka hanya bisa

mengembangkan ide yang samar mengenai tujuan dan identitas diri mereka.

Sebagian besar individu dependen, yang kehidupannya diatur oleh figur otoritas kompeten sejak

masa bayi, tidak pernah mengembangkan potensi untuk membuat penilaian kualitatif yang

secanggih itu. Orang lain entah menganggap individu dependen tidak mampu, atau secara

alamiah mengontrolnya sendiri dan mengambil keputusan, untuk setiap pertanyaan hidup, hasil

terbaik apa yang akan keluar dan bagaimana mencapainya. Yang cara apapun, individu dependen

berulang kali menemukan diri mereka terkurung dalam sebuah dunia yang secara aktif

mematahkan semangat perkembangan kecanggihan kognitif. Kebutuhan mungkin bukan hanya

merupakan sumber dari penemuan, tapi juga sumber dari berbagai bakat kognitif, khususnya

kemampuan untuk menyusun rencana, untuk memegang berbagai kemungkinan di dalam benak,

untuk menentukan kriteria suatu hasil yang baik bagi diri sendiri dan orang lain, dan untuk

menilai kemungkinan suatu tindakan yang direncanakan untuk berhasil. Kemampuan kognitif

canggih ini tidak pernah berkembang sepenuhnya pada individu dependen, baginya semua

kebutuhannya telah menjadi tanggung jawab orang lain.

Namun hal tersebut tidak berarti bahwa kepribadian dependen selalu bodoh atau tidak

berpengetahuan. Sebagai contoh, dalam lingkungan sekolah, dimana harapan konkrit akan nilai

yang bagus akan mendapatkan persetujuan, pujian, dan kasih sayang dari orang tua dan guru,

banyak dependen yang normal siap menaati dan menghasilkan rapor di atas rata-rata. Beberapa

bahkan menjadi anak kesayangan guru. Namun ketika ditempatkan dalam konteks dimana

evaluasi masa depan tidak terelakkan dan serangkaian tindakan ambigu, bahkan dependen

normal mungkin merasa cemas atau tertekan. Mereka dengan gangguan yang terdiagnosa

cenderung melarikan diri atau menangis. Keseluruhan mereka yang kurang canggih secara

kognitif mencegah kemungkinan untuk mempertimbangkan semua alternatif dan

memperhitungkan rasio keuntungan-kerugian dari perspektif tiap individu yang dipengaruhinya.

Selain itu, ketakutan akan mengecewakan orang lain yang mereka miliki mencegah mereka

bahkan untuk mencobanya. Sebagai gantinya, kunci dari kognisi individu dependen terletak pada

pembangunan dunia yang lebih sederhana tapi lebih bisa diatur, walaupun mereka memiliki

Page 27: Gangguan kepribadian

kekurangan dalam penilaian kompleks. Secara kognitif, individu dependen membutuhkan

kesederhanaan, seperti halnya individu kompulsif membutuhkan dunia internal yang terkontrol

dan teratur.

Dalam Beck et al. (1990), Fleming menyatakan sejumlah distorsi kognitif yang membuat

gangguan tetap bertahan. Ada dua yang sepertinya penting: Pertama, individu dependen melihat

dirinya sebagai “secara alamiah tidak mampu dan tidak berdaya”; kedua, kekurangan-

kekurangan yang mereka rasa ada pada dirinya (self-perceived shortcomings) mengarahkan

mereka untuk menyimpulkan bahwa mereka harus mencari seseorang yang bisa mengatasi

kesulitan hidup dalam dunia yang berbahaya. Hal tersebut sebenarnya hanya merupakan

pengulangan dari apa yang telah mereka pelajari. Namun antara premis dan kesimpulan terdapat

beberapa kesalahan logis yang menyimpangkan kenyataan (Fleming, 1990) dan kemudian

membatalkan semua argumen. Yang paling penting dari hal tersebut adalah pemikiran

dikotomus, suatu gaya pemikiran yang membagi dunia menjadi kutub yang saling bertolak

belakang, tanpa terdapat daerah abu-abu di antara keduanya. Jika individu dependen tidak

diperhatikan, mereka melihat diri mereka sendiri sebagai seseorang yang benar-benar sendirian

di dunia ini. Dengan cara yang sama, jika mereka sama sekali tidak yakin bagaimana melakukan

sesuatu, tentunya masalah tersebut pasti tidak dapat teratasi, paling tidak bagi mereka.Pemikiran

dikotomus tidak dapat dihindari mengarah pada distorsi ketiga: individu dependen cenderung

untuk menganggap sesuatu sebagai malapetaka.

d) Interpersonal

Setelah menikah, orang dengan gangguan kepribadian dependen akan bergantung pada

pasangannya untuk membuat keputusan seperti dimana mereka akan tinggal, tetangga mana yang

bisa dijadikan teman, bagaimana mereka harus mendisiplinkan anak, pekerjaan seperti apa yang

akan mereka ambil, bagaimana mereka membuat anggaran rumah tangga, dan kemana mereka

sebaiknya berlibur. Individu dengan gangguan ini biasanya menghindari diri dari tanggung

jawab. Mereka menolak tantangan dan promosi, serta bekerja di bawah potensi mereka. Mereka

cenderung sangat sensitive terhadap kritikan, sangat terpaku pada rasa takut akan penolakan dan

pencampakan. Mereka dapat meresa hancur karena berakhirnya suatu hubungan dekat atau

karena adanya kemungkinan untuk menjalani hidup sendiri. Karena takut akan penolakan,

Page 28: Gangguan kepribadian

mereka sering menomorduakan keinginan dan kebutuhan mereka demi orang lain. Mereka setuju

akan pernyataan yang aneh tentang diri mereka sendiri, dan melakukan hal-hal yang

merendahkan diri untuk menyenangkan orang lain.

3. OBSESSIVE-COMPULSIVE PERSONALITY DISORDER (GANGGUAN KEPRIBADIAN

OBSESIF-KOMPULSIF)

Individu dengan obsessive-compulsive personality bersifat perfeksionis, sangat memperhatikan

detail, aturan, jadwal, dan sebagainya. Individu yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif

sangat memperhatikan detail sehingga kadang ia tidak dapat menyelesaikan hal yang

dikerjakannya. Ia lebih berorientasi pada pekerjaan daripada bersantai-santai dan sangat sulit

mengambil keputusan karena takut membuat kesalahan. Selain itu, ia juga sangat sulit

mengalokasikan waktu karena terlalu memfokuskan diri pada hal-hal yang tidak seharusnya.

Biasanya ia memiliki hubungan interpersonal yang kurang baik karena keras kepala dan meminta

segala sesuatu dilakukan sesuai dengan keinginannya. Istilah yang umum digunakan sebagai

julukan bagi individu seperti itu adalah “control freak”. Individu dengan gangguan kepribadian

ini pada umumnya bersifat serius, kaku, formal dan tidak fleksibel, terutama berkaitan dengan

isu-isu moral. Ia tidak mampu membuang objek yang tidak berguna, walaupun objek tersebut

tidak bernilai. Di samping itu, ia juga pelit atau kikir.

Berdasarkan dsm-iv-tr, kriteria dependent personality disorder yaitu sebagai berikut:

• Sangat perhatian terhadap aturan dan detail secara berlebihan sehingga poin penting dari

aktivitas hilang.

• Perfeksionisme yang ekstrem pada tingkat di mana pekerjaan jarang terselesaikan.

• Ketaatan yang berlebihan terhadap pekerjaan sehingga mengesampingkan waktu senggang dan

persahabatan.

• Kekakuan dalam hal moral.

• Kesulitan dalam membuang barang-barang yang tidak berguna.

• Tidak ingin mendelegasikan pekerjaan kecuali orang lain megacu pada satu standar yang sama

dengannya.

• Kikir atau pelit.

Page 29: Gangguan kepribadian

• Kaku dan keras kepala.

Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif agak berbeda dengan gangguan obsesif kompulsif.

Pada gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, tidak terdapat obsesi dan kompulsi seperti pada

gangguan obsesif-kompulsif. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif paling sering muncul

bersamaan dengan gangguan kepribadian avoidant dan memiliki prevalensi sekitar 2 persen.

Perspektif Psikososial Mengenai Obsessive-Compulsive Personality Disorder

a) Psikodinamik

Menurut Freud, perkembangan manusia terjadi melalui beragam tahapan psikoseksual. Masing-

masing, wilayah badan tertentu menjadi zona yang erogenous, fokus energi libidinal selama

periode tertentu itu. Seksualitas diterima sebagai kekuatan instingtif yang biasanya diabaikan.

Bagi banyak orang, kemajuan melalui tahapan psikoseksual tidaklah begitu memukau. Beberapa

individu mengalami frustasi eksesif atau kegemaran eksesif, muncul dalam penyesuaian energi

seksual atas tahap tertentu, sehingga mewarnai keseluruhan kepribadian. Sepanjang tahap oral,

energi seksual terfokus pada mulut. Gratifikasi kebutuhan oral yang eksesif dipercaya mengarah

pada perkembangan karakter oral, ekuivalen psikodinamik dari kepribadian dependen

kontemporer.

Begitu anak-anak beranjak balita, mereka meninggalkan tahap oral dan memasuki periode

pelatihan toilet, tahap anal, dimulai pada usia 18 bulan. Seperti freud catat (1908), bila tahap oral

menghisap air susu ibu, refleks bawaan semua bayi, maka tahap anal mengawali periode

erotisisme anal yang tidak hanya menampakkan apa yang kelihatan. Khususnya, tahap anal

memerlukan kontrol diri, penundaan gratifikasi instingtif yang mengiringi pembuangan feses.

Dorongan penuh hasrat dari id mengarahkan secara langsung keinginan pada orangtua, sehingga

tahap anal memainkan peran penting dalam pembentukan superego dan kontrol impuls agresif.

Pengaruh pasti tahap anal atas perkembangan kepribadian tergantung pada perilaku yang

dilakukan orangtua ketika melakukan pelatihan toilet. Perilaku yang kaku, tergesa-gesa, dan

terlalu menuntut dapat memunculkan ciri-ciri anal-retrentif, imbangan karakter logik dari

Page 30: Gangguan kepribadian

kepribadian kompulsif. Pada dasarnya, anak-anak menanggapi orangtua dengan mundur dan

menolak melakukan, mengarah pada ciri-ciri dewasa seperti kekeras-kepalaan, kekakuan, dan

kemarahan tersembunyi. Tipe-tipe anal-retentif juga dipercayai selalu tepat waktu, teratur, teliti,

dan dikelilingi kebersihan, ciri-ciri utama yang mengarahkan orangtua mereka agar patuh jadwal,

dengan segalanya pada tempatnya, tanpa berantakan. Alternatifnya, anak-anak mungkin

menanggapi dengan menjadi tipe anal-ekspulsif. Di sini, anak-anak menjadi ofensif; feses

menjadi senjata. Strategi anal-retentif sepenuhnya merupakan penolakan, kini strategi berubah

menjadi perusakan keinginan mereka secara aktif, hasrat yang membuat orang lain menyesali

karena mereka pernah menguasainya. Biasanya, ciri-ciri kedewasaan merupakan kebalikan dari

tipe anal-retentif dan mencakup kerusakan, penyimpangan dan kekejaman sadistis.

Seiring psikoanalisis mulai mengembangkan relasi ego psikologi dan obyek, konsepsi karaker

anal pun diperluas. W. Reich (1933) mengemukakan sang kompulsif sebagai yang dikelilingi

dengan ‘aturan pedantik’, sebagai makhluk hidup menurut pola yang disesuaikan namun juga

cenderung risau dan cemas. Mungkin lebih penting, w. Reich (1949) menganggap sang

kompulsif sebagai yang diterimas secara emosional, tidak menampakkan cinta dan afeksi,

karakteristik yang dia sebut ‘blok afek’.

Kita telah melihat bahwa kompulsif, secara tersirat meminta aturan, rincian, dan kesempurnaan

sebagai seperangkat peniruan dengan apa yang tidak dapat diduga atau tidak pasti di dunia

sekitar mereka. Namun itu bukanlah batas persyaratan ini; sang kompulsif meminta rasa aman

yang sama dari dunia internal mereka. Pada sembarang waktu, pengujian kecil sendiri

menunjukkan bahwa banyak dari kita yang mendidih karena perasaan bertikai yang menarik kita

dan mencegah penilaian hitam-putih, bahkan pada situasi sederhana sekalipun. Anda mengikuti

suatu kelas dan walau instrukturnya hebat, beban kerja lebih sesuai di kelas lain dan

menyebabkan anda marah dan menyesal. Anda mengikuti kelas, walau beban kerjanya mudah,

anda bisa saja dapat substansi lebih karena bayaran anda. Anda mencintai ibu anda, namun dia

mengejek anda; lalu, ketika dia mengurus anda walau sebentar, anda penasaran apakah dia masih

mencintai anda. Isu-isunya mungkin berbeda, namun setiap orang terjebak di teka-teki kata

semacam itu. Banyak di antara kita hanya mengakui kedua sisi koin dan menoleransi

kompleksitas hidup. Tidak ada yang semuanya jahat atau semuanya baik.

Page 31: Gangguan kepribadian

Bagi sang kompulsif, perasaan berlawanan dan disposisi semacam itu menciptakan perasaan

marah yang intens, ketidakpastian, dan ketidakamanan yang harus tetap diikat. Untuk melakukan

hal tersebut, mereka memakai semua strategi bertahan, lebih dari pola kepribadian lainnya. Riset

berpendapat bahwa yang pertama, dan mungkin yang paling menentukan, adalah pembentukan

reaksi (berman & mccann, 1995). Di sini, sang kompulsif membalikkan dorongan kecerobohan

dan pemberontakan yang terlarang untuk mengkompromikan ideal ego yang kaku dan tinggi.

Contohnya, ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan kecemasan banyak orang, sang

kompulsif menghargai diri mereka sendiri ketika menampilkan kedewasaan dan kemasukakalan,

seperti yang efeknya, sang kompulsif secara simbolik membersihkan diri mereka sendiri dari

kekotoran dan kehinaan dengan mengembangkan apa yang bertentangan secara diametral.

Kedua, sang kompulsif sering memindahkan kemarahan dan ketidakamanan dengan mencari

beberapa posisi kekuasaan yang memperbolehkan mereka untuk menjadi superego yang dijatuhi

sanksi secara sosial untuk yang lainnya. Di sini, sang kompulsif mengeluarkan kemarahan

mereka dengan membuat yang lainnya mematuhi standar yang tidak mampu bekerja secara

terinci atau kaku. Mereka yang rendah kedudukannya maka harus mengakui otoritas dan

pengetahuan atasan yang kompulsif atau menjatuhkan korban ke penghakiman menyeluruh yang

mensegel kebahagiaan bijak dan sadistis di belakang topeng kedewasaan. Hukuman menjadi

tugas; humanitarianisme, kegagalan. Ayah yang kelewat moralis dan ibu yang kelewat

menguasai menyediakan contoh permusuhan kamuflase. Di samping usaha kontrol mereka, riset

menunjukkan bahwa ciri-ciri kompulsif erat kaitannya dengan agresi impulsif (stein, trestman,

mitropoulou, & coccaro, 1996).

Mekanisme pertahanan lainnya yang dipakai sang kompulsif, isolasi afek, menghubungkan

domain psikodinamik dan kognitif, setidaknya bagi kepribadian macam ini. Permintaan yang

sama akan aturan dan kesempurnaan yang sang kompulsif minta kepada lingkungan mereka,

mereka meminta lanskap mental mereka sendiri. Untuk menjaga impuls dan perasaan oposisional

dari memengaruhi satu sama lain dan memegang citra-citra ambivalen dan perilaku berlawanan

dari pembuangan menjadi kepedulian sadar, mereka mengatur dunia dalam mereka menjadi

kompartemen kaku, dan ketat. Efeknya, sang kompulsif berusaha mencekik insting, gairah, dan

emosi dengan menghancurkan pengalaman sehingga lebih mudah dibicarakan daripada

Page 32: Gangguan kepribadian

dirasakan. Bagi orang normal, kenangan bukan hanya mekanisme mengingat kembali, namun

juga serangkaian pemutaran kembali episode dari hidup kita untuk mengingat kembali keutuhan

pengalaman asli, dengan semua emosi dan sensasi yang mengiringinya. Walau beberapa di

antaranya menakutkan dan yang lainnya dihargai, semua kita punya kenangan seperti itu

sehingga kita seringkali ke sana.

Sang kompulsif berbeda. Isi mental mereka menyerupai tempat penyimpanan yang diatur dalam

jumlah besar dari fakta yang diciutkan atau dikeringkan, yang masing-masing ditunjukkan

namun tetap terpisah dari yang lainnya. Efeknya, tujuan mereka berlawanan dengan dengan

sajak. Oleh karena sajak membubuhi pengalaman dengan menyediakan jaringan simbolik dan

metaforis dengan pengalaman terkait, sang kompulsif berusaha mendapatkan setiap aspek

pengalaman di kompartemen kecilnya. Mereka mengumpulkan kenangan mereka dan hanya

melakukan asosiasi intelektual di antara mereka. Dengan mencegah interaksi mereka, sang

kompulsif memastikan bahwa tidak ada satu pun fase pengalaman yang mampu mengkatalis

apapun sehingga mampu menghasilkan emosi yang tidak terantisipasi atau menggerakkan

kedalaman yang signifikan. Akibatnya, banyak kompulsif melihat penjajakan diri itu percuma

saja. Psikoterapi mungkin dilihat terlalu banyak sains halus untuk menjamin waktu atau

perhatian mereka. Bagi para kompulsif, isolasi afeksi dan struktur mental secara tertutup saling

memberdayakan.

Konsepsi modern kepribadian kompulsif diletakkan berhadapan dengan kerangka relasi-obyek.

Seperti telah dicatat, perkembangan psikodinamik dari kepribadian kompulsif erat terkait dengan

tahap anal. Freud menekankan frustasi dan perasaan energi psikoseksual yang mendalam.

Pemikir psikodinamik belakangan menafsirkan kembali tahapan psikoseksual dalam istilah

relasi-obyek, memusatkan peranan pengawas, bukan perasaan mendalam energi kejiwaan.

Konflik mendasar terjadi antara hasrat orangtua ikut campur dan mengontrol, serta rasa otonomi

anak yang bertumbuh. Pelatihan toilet lalu hanya merupakan bagian kecil interaksi total antara

orangtua dan anak, serta adalah di luar interaksi total ini personalitas itu tumbuh.

Pada saat mereka mencapai kedewasaan mereka, sang kompulsif masa depan telah penuh

menghayati keketatan dan regulasi orangtua mereka. Hingga kini, mereka dilengkapi dengan

Page 33: Gangguan kepribadian

ukuran dalam yang secara kasar menilai dan mengawasi mereka, tanpa iba menyusup untuk

meragukan mereka dan ragu-ragu sebelum beraksi. Sumber daya tantangan eksternal telah

digantikan dengan kontrol pendekatan diri internal yang ketat. Sang kompulsif kini menjadi

jaksa dan hakim mereka sendiri, siap mengutuk diri mereka sendiri tidak hanya karena banyak

lagak namun juga karena pemikiran transgresi. Dengan menekankan perasaan bersalah, anak-

anak mendapatkan suara kritis nurani yang siap memarahi bahkan ketika pengasuh secara fisik

absen atau bahkan mati. Unsur keagamaan sering memainkan peranan penting. Beberapa di

antaranya mengatakan konsekuensi menakutkan dari dosa; yang lainnya mengatakan bagaimana

sulitnya atau malunya orangtua mereka jika mereka menyimpang dari ‘jalan lurus’. Kadang-

kadang, mereka mengubah rasa moralitas mereka menjadi rasa superioritas moral, dan

memakainya untuk mengisi bahan bakar kemarahan yang mengesampingkan ekspresi kemarahan

dan fokus padanya atas tujuan yang sesuai.

b) Behavioral

Individu dengan tipe ini, kemungkinan saat kecil dididik untuk selalu mematuhi peraturan figur

otoritas, dituntut untuk selalu benar dalam berbagai hal, dihukum karena tidak bisa tampil

sempurna, tidak diberi reward setelah melakukan kesuksesan. Selain itu, bisa juga karena melihat

saudaranya dihukum karena tidak sempurna, mereka sering diberi tanggung jawab atas hal yang

tidak mereka ketahui atau tidak mereka kuasai, dicap sebagai anak yang buruk (dalam hal sikap).

Orang dengan gangguan obsesif-kompulsif dapat bekerja dengan baik dalam posisi yang

membutuhkan pekerjaan metodologis, deduktif atau terperinci. Tetapi mereka rentan terhadap

perubahan yang tidak diharapkan. Dilihat dari teori kognitif-behavioral, pasien gangguan ini

mempunyai perhatian yang tidak realistik mengenai perfeksitas dan penolakan terhadap

kesalahan. Kalau gagal dalam mencapai perfeksitas, ia menganggap dirinya tidak berharga

(Martaniah, 1999 : 79).

c) Cognitive

Ciri-ciri kognitif yang kuat dari kepribadian kompulsif dikenali dan ditulis teoris analitik jauh

sebelum perspektif kognitif menjadi tenar. Adapun kajian pengolahan-informasi kontemporer

peduli dengan pencatatan arsitektur dan proses kognisi, kajian analitik lebih peduli dengan gaya

Page 34: Gangguan kepribadian

kognitif dan hubungan erat antara karakter dan kognisi. W. Reich (1933, h. 211) menilai sang

kompulsif sebagai bimbang dan ragu.

Teoris psikoanalitik lainnya mencatat ketidaktoleransian. Sang kompulsif memperlakukan isi

mental mereka selayaknya mereka memperlakukan kerja mereka,. Mereka gemar memiliki

barang-barang yang konkrit; semuanya harus sesuai dengan beberapa sistem klasifikasi;

semuanya yang sulit diatur menjadi sumber kecemasan atau sasaran kutukan. Mencandui konsep

klasik tentang karakter anal, rado (1959: 326) menggambarkan orang ini sebagai konkrit,

berorientasi pada fakta, dan mengutuk keragaman dan imajinasi. Ciri-ciri kognitif seperti itu

mungkin bisa dilacak ke belakang pada lingkungan keluarga. Ketika orangtua anda begitu keji,

mudah menghukum, dan merasa benar sendiri, anda biasanya lebih menyukai hal kongkrit

karena lebih mudah menilai dan menghindari masalah, terutama jika kamu adalah anak-anak dan

tanpa unsur kognitif dewasa.

Segalanya yang berada pada sisi terjauh dari perhatian kepribadian kompulsif berpotensi

diangkut secara langsung menuju pusat kesadaran dan meletakkan di bawah kehebatan orang.

Para individu ini tidak hanya tidak mampu memahami ‘gambaran besar’ namun juga tidak

mampu merasakan keseluruhan nada emosional dari situasi impersonal, menyumbang pada

impresi kepribadian bahwa mereka kaku atau dingin. Oleh karena kompulsif fokus pada rincian

di dalam komunikasi dan gagal utuh menilai atmosfer interpersonal, mereka tidak bisa bersantai

atau spontan atau empatik. Shapiro juga menghubungkan level perhatian kompulsif pada

kekurangan intuisi mereka, tidak ada bahwa mereka jarang berfirasat. Akhirnya, sang kompulsif

keras melawan apresiasi estetik dari sastra atau seni. Level perhatian kerja di dalam

konjungsinya dengan pertahanan isolasi emosional, contohnya, membuat mereka merasa masa

bodoh atas tragedi atau drama manusia lainnya. Kalau saja elsa bisa menilai atmosfer ruang kelas

mereka, dia akan menanggapi umpan balik murid dan tidak akan duduk di pusat bimbingan.

Faktanya, tidak peka akan ketidakpekaan mereka pada nuansa emosional, sang kompulsif gagal

menyadari bahwa kehidupan emosional orang lain jauh lebih kaya daripada dirinya sendiri.

Banyak orang akan iba pada imersi sang kompulsif yang asing terhadap kesegeraan akan

perasaan yang benar-benar hidup, banyak kompulsif tidak mampu memandang-ke-dalam

pemiskinan kehidupan mereka. Sebaliknya, mereka membersihkan dan men-dehumanisasi

Page 35: Gangguan kepribadian

keberadaan mereka dengan mengatur pemikiran mereka secara kaku sesuai dengan aturan dan

regulasi konvensional, jadwal formal, dan hierarki sosial. Beberapa di antaranya melakukan hal

seperti itu dengan sikap merendahkan diri dan hina, menganggap orang lain tidak teratur, tidak

efisien, dan primitif. Tipe-tipe seperti itu muncul di pengaturan birokratis, di mana hasrat mereka

akan spesifisitas dan rincian bisa dipakai sebagai senjata melawan siapa saja yang menghalangi

mereka, mereka pun diacuhkan, atau agak terlalu tega. Dengan merumitkan hidup orang lain,

sang kompulsif membendung kemarahan bagian dalam mereka seraya membenarkan perilaku

mereka sesuai aturan keorganisasian.

Para kompulsif lain nampaknya sesuai untuk mengatur dan merinci hampir semua sebagai

pertahanan kognitif melawan ketidakpastian dan kemenduaan. Tidak seperti varietas sadistik

sebelumnya, mereka lebih tunduk dan takut akan kemurkaan, memiliki kebutuhan yang intens

agar pasti. Perilaku kompulsif seperti itu begitu takut berbuat salah, melarang diri mereka sendiri

pada situasi yang akrab dan intim. Mereka menghindari hal berbahaya dengan mempertahankan

pendekatan hidup yang ketat dan teratur. Rutinitas yang sama memperbolehkan mereka bermain

aman namun mencegah mereka dari pengembangan persepsi atau pendekatan baru penyelesaian

masalah.

Individu seperti itu biasanya bimbang, terus menerus mencari sumber informasi, saran, dan opini

otoritatif sebelum memutuskan. Sering, pencarian mereka meninggalkan penilaian mereka

dilimpahi ratusan rincian yang mereka rasakan tidak mampu menggabungkan secara konklusif.

Selamanya terteror dan tertekan, mereka mungkin terperosok di dalam suatu kelumpuhan analisa

yang sama sekali mencegah mereka mengambil keputusan. Efeknya, mereka terperangkap di

dalam lingkaran setan pengolahan-informasi: makin banyak rincian yang mereka kumpulkan,

makin banyak fakta yang gagal dipahami atas suatu kajian aksi tertentu atau konklusi, dan

kecemasan mereka pun meningkat. Solusinya adalah menggandakan kembali usaha mereka dan

mengumpulkan lebih banyak rincian.

Sebaliknya, perintah moral yang memerintah pengalaman mereka diberdayakan dan diatur

beberapa kesalahan kognitif kunci (beck, et.al., 1990). Mungkin, sang kompulsif memandang

dunia secara hitam-putih. Pernyataan ‘mesti’ mereka menetapkan kemutlakan tidak layak di

Page 36: Gangguan kepribadian

dalam situasi tertentu, kemampuan personal, atau ketersediaan sumber daya. Sebaliknya, sang

kompulsif diperintah komandemen yang disarikan dari superego yang mahakuat: “anda tidak

akan pernah gagal. Anda akan selalu terkontrol. Anda tidak terjebak kesalahan, sekecil apapun,”

dll. Mempertimbangkan dikotomi mereka, pandangan moralistik akan dunia, tidaklah

mengejutkan bahwa konsekuensi menyakiti satu komandemen ini saja adalah kotor, bahkan

bencana. Sang kompulsif tidak bisa melakukan apa yang mereka inginkan; mereka harus

melakukan apa yang semestinya, di setiap kasus. Hasilnya, hidup memang hanya punya sedikit

potensi untuk sedikit kebahagiaan dan amat berpotensi untuk cemas. Banyak dari kehidupan

sang kompulsif terbuang di masa lalu dan di masa depan, hilang pemahaman atas apa yang mesti

mereka lakukan kepada orang tertentu atau situasi, atau apa yang telah mereka lakukan akan

menghilang. Kadang-kadang kungkungan keinginan mereka bisa membuat mereka nampak tidak

menarik. Hanya kadang-kadang mereka berpusat di saat sekarang, rumah bagi mereka yang

gembira dan keakraban hidup.

d) Interpersonal

Kita bisa simpulkan bahwa sang kompulsif begitu mengekang interaksi interpersonal mereka.

Orang normal mampu melakukan spontanitas, sang kompulsif secara aktif mengawasi tingkah

laku dan pesan mereka sendiri. Komunikasi mereka mungkin nampaknya didahului kekakuan

kartu pencatatan, mungkin dengan sedikit melihat ini: pertama, memformulasikan rencana

interpersonal. Kedua, memeriksa rencana secara teliti demi menghindari pemborosan dalam

ketepatan dan kematangan, mengadopsi permulaan yang rendah untuk menghilangkan

kemungkinan perilaku sehingga dapat melenyapkan segala kemungkinan penghinaan atau

ketidakmampuan. Ketiga, memformulasikan perilaku yang baru jika perlu, dan memeriksa

sebelumnya. Keempat, memerankan perilaku terpilih, mengukur reaksi orang lain, dan kembali

ke langkah pertama. Kekakuan meningkat ketika partisipan lain di dalam transaksi punya tingkat

atau status tertentu yang meluas yaitu sang kompulsif sehingga pentingnya penyensoran

kesalahan pun meningkat.

Proses kompulsif interpersonal mensyaratkan bahwa mereka menginvestasikan banyak waktu

dan energi untuknya. Untuk alasan ini, sang kompulsif sering dilihat orang lain begitu kaku,

muram, atau bahkan cemberut. Walau mereka amat sopan, ini mengalir dari hasrat mereka untuk

Page 37: Gangguan kepribadian

mengikuti kesepakatan sosial, bukan dari keinginan terdalam. Postur dan gerak mereka mungkin

nampak ketat dan terkontrol. Kata-kata mereka cermat dipilih agar akurat dan obyektif. Apapun

topik percakapan, sang kompulsif lebih suka tetap mempertahankan jarak dan impersonal,

merendahkan penilaian subyektif atau opini demi menerima kecerdasan atau formulasi abstrak

yang tidak mengungkapkan apapun bagi mereka sendiri. Mereka mungkin bicara dengan tata

cara yang impersonal dan jumawa daripada memahamkan komentar mereka, menaikkannya

sampai ke level peraturan. Contohnya, seorang kompulsif mungkin berkata, “seorang seringkali

menemukan dalam hidup bahwa pengalaman salah satu guru terbaik,” bukan berkata, “anda

membuat kesalahan, pelajari apa yang anda bisa, dan selanjutnya.” Untuk alasan ini, impresi

interpersonal mereka adalah salah satu dari kesopanan, formalitas, dan kekangan.

Dinamika kepribadian kompulsif bagian dalam terutama dibuat jelas ketika membedakan arahan

interpersonal mereka dengan atasan dan bawahan. Memberikan kesadaran dan keasyikan mereka

dengan rincian, efisiensi, dan kesempurnaan, sang kompulsif membuat baik ‘pria dan perempuan

organisasi,’ mengadopsi kebutuhan dan tujuan bisnis sesuai keinginannya sendiri, nyaris menjadi

bagian dari superego mereka sendiri. Mayoritas berhubungan dengan orang lain berdasarkan

tingkat atau status. Mereka menyanjung, bahkan memuja, atasan mereka, namun otoriter atau

tiran terhadap bawahan. Dengan mempersekutukan diri mereka sendiri dengan orang lain yang

berkuasa, sang kompulsif menikmati serangkaian perlindungan dan secara tidak langsung

mendapatkan mantel kekuatan dan penghormatan. Pada waktu bersamaan, mereka memakai

posisi kekuasaan mereka untuk menyebarkan ketakutan kepada bawahan mereka, ketakutan

sama yang mereka alami sendiri ketika ‘dipanggil di atas karpet’ di hadapan orang lain yang

lebih berkuasa. Untuk mengekang permusuhan tertekan mereka, sang kompulsif mungkin

mengantagoniskan pekerja mereka dengan peraturan, regulasi, tata cara, dan konformitas sesuai

dengan deskripsi kerja.

4. PASSIVE AGGRESSIVE DISORDER (NEGATIVISTIC)

Terdapat dua konsep utama dalam gangguan ini Gangguan Kepribadian Pasif-Agresif kondisi

kroni di mana seseorang tampaknya secara aktif sesuai dengan keinginan dan kebutuhan orang

lain, tetapi sebenarnya secara pasif melawan mereka. Dalam proses, orang menjadi semakin

bermusuhan dan marah. Orang dengan gangguan kepribadian pasif-agresif ditandai oleh

Page 38: Gangguan kepribadian

obstruksionisme (senang menghalang-halangi), menunda-nunda, sikap keras kepala dan tidak

efisien. Perilaku tersebut adalah manifestasi dari agresi yang mendasari, yang diekspresikan

secara pasif. Pasien gangguan kepribadian pasif-agresif secara karakteristik adalah suka

menunda-nunda, tidak menerima permintaan untuk kinerja yang optimal, tidak bersedia meminta

maaf, dan cenderung untuk mencari kesalahan pada diri orang lain walaupun pada orang tempat

mereka bergantung; tetapi mereka menolak untuk melepaskan mereka sendiri dari hubungan

ketergantungan. Mereka biasanya tidak memiliki ketegasan tentang kebutuhan dan harapan

mereka. Orang dengan gangguan ini tidak memiliki kepercayaan pada diri sendiri dan biasanya

pesimistik akan masa depan.

Mereka memendam rasa amarah dan permusuhan yang diekspresikan dengan cara tidak langsung

tapi menggunakan cara yang menyakitkan. Tidak sensitif terhadap kritik dan selalu menganggap

dirinya benar. Dari sudut kognitif-behavioral, pasif-agresif berkembang dari kepercayaan bahwa

ekspresi terbuka dan kemarahan adalah berbahaya. Menuntut orang lain harus tahu apa yang

diinginkan, tanpa ia memintanya.

Orang dengan kelainan ini membenci tanggung jawab yang ditunjukkan melalui perilaku

mereka, daripada oleh secara terbuka mengungkapkan perasaan mereka. Mereka sering

menggunakan penundaan, inefisiensi, dan lupa untuk menghindari melakukan apa yang mereka

perlu lakukan atau telah diberitahu oleh orang lain untuk melakukannya.

Perspektif Psikososial Mengenai Passive Aggressive Disorder

a. Psikoanalisa

Gambaran psychoddinamic dari orang pasif-agresif dapat ditelusuri dari tahap pemuasan oral,

dimana basic trust dibangun.

b. Behavior

Individu dengan gangguan ini seringnya dibesarkan di keluarga dengan pola asuh yang tidak

konsisten dan pelatihan yang bertolak belakang (ucapan dan perbuatan orang tua tidak

seimabang, contoh:: melarang anak merokok padahal dirinya sendiri merokok di depan anak).

Hal ini membuat orang pasif-agresif tidak dapat mempercayai lingkungannya.

Page 39: Gangguan kepribadian

c. Cognitive

Secara kognitif, orang pasif-agresif selalu berpikir curiga dan sinis, sangat kaku, dan selalu

berpikir hitam-putih.

d. Interpersonal

Secara interpersonal, orang dengan tipe ini seringnya sangat focus pada pemberian reward dan

sangat cemburu bila terdapat ketidak adilan dalam pembagiannya.