gangguan berkemih

52
BAB I PENDAHULUAN Disfungsi berkemih merupakan suatu abnormalitas pengisian atau pengosongan urinaria (vu) yang dapat disebabkan oleh aktivitas otot dinding vu yang inappropriate yaitu otot-otot yang mengontrol untuk memulai atau menghentikan aliran urin keluar dari sfingter atau otot-otot di dasar panggul, gangguan neurologis dan obat-obatan juga berkontribusi untuk terjadinya disfungsi berkemih 1. . Disfungsi berkemih merupakan masalah urinary yang paling banyak ditangani oleh dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi pada pasien-pasien rehabilitasi yang menjalani rawat inap. Masalah – masalah dalam berkemih dapat timbul sebagai akibat dari obat-obatan, perubahan kognitif, kelainan-kelainan fisik atau penyebab-penyebab neurogenik. Identifikasi perawatan dan follow up dengan tepat pada pasien dengan disfungsi berkemih merupakan hal yang penting karena disfungsi berkemih baik pada pria dan wanita dapat menyebabkan dampak yang serius pada kehidupan sehari-hari seperti dapat menyebabkan munculnya rasa malu pada pasien, mengganggu terapi, meningkatkan morbiditas dan pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan untuk berintegrasi dalam 1

Upload: momoblubblub

Post on 27-Oct-2015

226 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

Page 1: GANGGUAN BERKEMIH

BAB I

PENDAHULUAN

Disfungsi berkemih merupakan suatu abnormalitas pengisian atau pengosongan

urinaria (vu) yang dapat disebabkan oleh aktivitas otot dinding vu yang inappropriate

yaitu otot-otot yang mengontrol untuk memulai atau menghentikan aliran urin keluar

dari sfingter atau otot-otot di dasar panggul, gangguan neurologis dan obat-obatan juga

berkontribusi untuk terjadinya disfungsi berkemih1..

Disfungsi berkemih merupakan masalah urinary yang paling banyak ditangani

oleh dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi pada pasien-pasien rehabilitasi yang

menjalani rawat inap. Masalah – masalah dalam berkemih dapat timbul sebagai akibat

dari obat-obatan, perubahan kognitif, kelainan-kelainan fisik atau penyebab-penyebab

neurogenik. Identifikasi perawatan dan follow up dengan tepat pada pasien dengan

disfungsi berkemih merupakan hal yang penting karena disfungsi berkemih baik pada

pria dan wanita dapat menyebabkan dampak yang serius pada kehidupan sehari-hari

seperti dapat menyebabkan munculnya rasa malu pada pasien, mengganggu terapi,

meningkatkan morbiditas dan pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan untuk

berintegrasi dalam masyarakat dan terkurung dalam rumah atau tergantung perawatan

dirumah1,2,3.

Penatalaksanaan disfungsi berkemih harus melibatkan semua pihak, baik medis,

paramedis, pasien dan keluarganya, dimana tujuan dari penatalaksanaan disfungsi

berkemih adalah untuk mencegah komplikasi traktus urinarius bagian bawah, memelihara

traktus urinarius bagian atas dan melaksanakan program manajemen urinaria yang

realistik4.

1

Page 2: GANGGUAN BERKEMIH

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Disfungsi berkemih merupakan suatu abnormalitas pengisian atau pengosongan

urinaria (vu) yang dapat disebabkan oleh aktivitas otot dinding vu yang inappropriate

yaitu otot-otot yang mengontrol untuk memulai atau menghentikan aliran urin keluar

dari sfingter atau otot-otot di dasar panggul, gangguan neurologis dan obat-obatan juga

berkontribusi untuk terjadinya disfungsi berkemih1.

Disfungsi berkemih dapat meliputi gejala-gejala seperti inkontinensia,

retensi ,kesulitan dalam memulai berkemih serta hilangnya sensasi untuk berkemih5.

2. ANATOMI

2.1. Traktus Urinarius Atas

Ginjal , secara anatomis terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal.

Di dalam kortek terdapat berjuta-juta nefron sedangkan didalam medula banyak terdapat

duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus

kontortus proksimalis, tubulus kontortus distal dan duktus koligentes. Darah ynag

membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi (disaring) didalam glomeruli

kemudian di tubuli ginjal beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mangalami

reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk

urine. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi didalam glomerulus dan

menghasilkan urine 1-2 liter. Urine yang terbentuk didalam nefron disalurkan melalui

piramida ke sistem pelvikalikes ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter6.

Ureter, adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urine

dari pielum ginjal ke dalam vu. Pada orang dewasa panjangnya kurang lebih 20cm.

Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional , otot-otot polos

sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan perilstatik (berkontraksi) guna

mengeluarkan urine ke vu. Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju vu, secara

2

Page 3: GANGGUAN BERKEMIH

anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relative lebih sempit

daripada di tempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal

seringkali tersangkut ditempat ini. Tempat-tempat penyempitan ini adalah : (1) pada

perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ureter junction, (2) tempat ureter

menyilang arteri iliaca di rongga pelvis, dan (3) pada saat ureter masuk ke vu. Ureter

masuk ke vu dalam posisi miring dan berada di dalam otot vu (intramural); keadaan ini

dapat mencegah terjadinya aliran balik urine dari vu ke ureter atau refluks vesiko-ureter

pada saat vu berkontraksi6.

2.2. Traktus Urinarius Bagian Bawah

Vu adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling

beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah merupakan otot

sirkuler, dan yang paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa vu terdiri atas sel-sel

transisional yang sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter dan uretra

posterior. Pada dasar vu kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk

suatu segitiga yang disebut trigonom vu. Secara anatomis bentuk vu terdiri atas 3

permukaan, yaitu (1) permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2)

dua permukaan inferiolateral, dan (3) permukaan inferiolateral dan (3) permukaan

posterior. Permukaan superior merupakan lokus minoris dinding vu. Vu berfungsi

menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam

mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung urine, vu mempunyai kapasitas

maksimal yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300-400 cc. Pada

saat kosong, vu terletak di belakang simfisis sehingga dapat dan diperkusi. Vu yang terisi

penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi

di medula spinalis segmen sacral S2-4. Hal ini menyebabkan kontraksi otot detrusor,

terbukanya leher vu dan relaksasi uretra sehingga terjadilah proses miksi6.

3

Page 4: GANGGUAN BERKEMIH

Gambar 1. Vesica Urinaria7.

Uretra, merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari vu melalui proses

miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra

anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga menyalurkan cairan mani. Uretra

diperlengkapi dengan uretra interna yang terletak pada perbatasan vu dan uretra, serta

uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. uretra interna

terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatis sehingga saat vu penuh, ini

terbuka. uretra eksterna terdiri atas otot bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang

dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing ini terbuka dan

tetap tertutup pada saat menahan kencing. Panjang uretra wanita kurang – lebih 3-5 cm,

sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23-25 cm. Uretra posterior pada pria terdiri

atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat dan

uretra pars membranasea6.

4

Page 5: GANGGUAN BERKEMIH

3. NEUROANATOMI

3.1. Jalur perifer

3.1.1. Serabut-serabut eferen

Eferen Otonom

- Eferen parasimpatis dari S2-S4 berjalan meleui nervus pelvicus (juga disebut nervus

splanikus/nervus erigentes) ke reseptor parasimpatis (kolinergik muskarinik M2)

didisrtribusikan di sepanjang otot detrusor (lebih banyak dibadan vu daripada

didasarnya). Stimulasi ini menyebabkan kontraksi vu (yaitu pengosongan)3,4.

- Eferen simpatis dari Th11-L2 berjalan melalui pleksus hipogastrik ke reseptor-reseptor

simpatis (α2 dan β2 adrenergik) . Stimulasi reseptor β2 berlokasi terutama pada dasar

vu menyebabkan kontraksi (yaitu penutupan) sfingter uretra internum pada saluran

keluar detrusor (otot-otot polos melingkari saluran keluar vu) meningkatkan

penyimpanan urine. Reseptor α lebih banyak terdapat pada dasar vu dan uretra

prostatika, stimulasi reseptor ini menyebabkan otot-otot polos berkontraksi sehingga

meningkatkan tahanan saluran keluar vu dan uretra prostatika3,4.

Eferen Somatis

Eferen somatis dari S2-S4 berjalan melalui nervus pudendus untuk menginervasi

otot-otot lurik sfingter uretra eksternum (EUS). EUS ditutup dengan tonus normal (untuk

mencegah pengosongan urin/kebocoran) dan terbuka secara pasif oleh dorongan aliran

urin disertai kontraksi detrusor dan otot-otot abdomen. Kontraksi yang disadari dapat

menahan urin dalam vu sampai batas waktu tertentu4.

3.2.2. Serabut Aferent

Sinyal-sinyal serabut aferen berjalan melalui nervus pudendus dan pelvikus ke

conus medularis dan melalui pleksus hipogastrik ke torakolumbal medula spinalis.

Sinyal-sinyal ini berasal dari reseptor-reseptor peregang otot detrusor, sfingter anus

eksternum dan sfingter uretra, perineum dan genetalia. Pengisian vu sampai ke suatu

tingkat ambang (tingkat awal/permulaan) mengaktifkan bagian-bagian reseptor di vu

yang mengirim impuls-impuls melalui saraf aferent (kemungkinan melalui nervus

5

Page 6: GANGGUAN BERKEMIH

pudendus/pelvicus, fisiologis secara tepatnya belum diketahui) menuju pusat miksi di

sakral untuk menstimulasi eferen parasimpatis, sehingga menghasilkan reflek kontraksi

detrusor, pembukaan sfingter dan pengosongan vu3,4.

3.2. Jalur Central (Pusat Berkemih)

Loop I (corticopontin-mesencepalic nuclei)

Berasal dari lobus parietal dan menghambat pengaruh dari pusat miksi sakral

parasimpatis (loop III) yang akan menyebabkan pengisian vu. Lesi pada loop I diatas

pusat miksi pada pontin (misalnya stroke, cedera otak traumatik, hidrocephalus, multiple

sklerosis, tumor otak dan parkinson) menyebabkan kurangnya efek penghambat kortek

serebri pada pusat miksi sakral (parasimpatis), sehingga menghasilkan ambang refluk

detrusor yang rendah (hipereflexic detrusor) dan kapasitas vu kecil. Karena pusat miksi di

pontin tetap utuh, tidak akan ada disenergia sfingter4.

Loop II (pontine-mesencepalic-sacral nuclei atau “ Pusat miksi dipontin”)

Mengkoordinasi interaksi detrusor dan sfingter yang efisien (yaitu selama

berkemih, mengkoordinasi kontraksi vu dan pembukaan sfingter) lesi setinggi pusat

miksi dipontin atau dibawahnya dan diatas medula spinalis setinggi sakral (misalnya

trauma medula spinalis, melitis transversum, multipel sklerosis yang melibatkan medula

spinalis, siringomylia dan tumor medula spinalis primer maupun metastasis) akan

menyebabkan hiperrefleksia detrusor dan disenergia sfingter detrusor sehingga

menyebabkan pola berkemih yang tidak efisien (misalnya kontraksi vu pada sfingter

yang tertutup dapat menyebabkan refluk vesikoureteral atau hidronefrosis)4.

Loop III (nuclei pelvicus dan pudendus atau “pusat miksi disakral”)

Bertanggung jawab untuk mengintegrasikan stimulus dari pusat cephalic dan

untuk memilah, mengedarkan dan memulai sensasi inhibisi dan eksitasi pada organ

tujuan. Ia juga memediasi reflek miksi parasimpatis pada sakral S2-S4 (yaitu

meregangkan otot-otot detrusor, menstimulasi eferen parasimpatis sehingga

menghasilkan reflek kontraksi detrusor dan pengosongan vu). Lesi yang melibatkan pusat

miksi disakral (contoh cedera pada conus dan cauda equina, herniasi diskus L4-5 atau L5-

S1, tumor primer atau metastasis, myelodisplasia, malformasi arteriovenosus/malformasi

6

Page 7: GANGGUAN BERKEMIH

AV, stenosis lumbal dan proses peradangan seperti arachnoiditis) atau syaraf-syaraf

perifer (contoh neuropati diabetes dan trauma pelvis) menyebabkan disinergia pada otot

detrusor dan disinergia pada interaksi sfingter eksternum sebagaimana disinergia pada

pusat miksi di sakral yang menghasilkan retensi urin (areflexic atau atonic bladder)4.

Loop IV (kortek motorik ke nekleus pudendus)

Bertanggung jawab pada kontrol volunter (kontraksi atau penghambatan) dari

sfingter uretra eksternum4.

Gambar 2. Inervasi (jalur perifer) pada vesika urinaria8.

7

Page 8: GANGGUAN BERKEMIH

4.FISIOLOGI

Fungsi urinaria (vu) normal terdiri dari 2 fase, pengisian (penyimpanan) dan

pengosongan (berkemih). Siklus berkemih normal menyebabkan vu dan uretra bekerja

bersama-sama sebagai sebuah unit yang terkoordinir untuk penyimpanan dan

pengosongan urin. Selama penyimpanan urin, vesika urinaria bertindak sebagai suatu

wadah bertekanan rendah, sedangkan sfingter mempertahankan tahanan tinggi terhadap

aliran urin untuk menjaga saluran keluar vu tertutup. Selama pengeluaran urin, vu

berkontraksi untuk mengeluarkan urin sementara sfingter urin terbuka (tahanan rendah)

sehingga aliran urin tidak terhambat dan terjadi pengosongan vu.

4.1. Fase Pengisian

Selama fase pengisian, terjadi akumulasi peningkatan volume urin sedangkan

tekanan didalam vu tetap rendah. Selama fase pengisian, tekanan didalam vu harus lebih

rendah daripada tekanan uretra. Jika tekanan vu lebih besar daripada tekanan uretra

(tahanan), dapat terjadi kebocoran urin. Pengisian vu tergantung pada sifat

viskoelastisitas intrinsik vu dan inhibisi dari saraf parasimpatis, jadi pengisian vu

terutama merupakan suatu mekanisme yang pasif.

Saraf simpatis juga memfasilitasi penyimpanan urin melalui cara-cara berikut :

- Saraf simpatis menginhibisi saraf parasimpatis yang memicu kontraksi vu

- Saraf simpatis secara langsung menyebabkan relaksasi otot detrusor

- Saraf simpatis menutup leher vu dengan mengkontraksikan sfingter uretra

internum.

Saat pengisian vu, nervus pudendus menjadi tereksitasi. Stimulasi dari nervus

pudendus menghasilkan kontraksi sfingter uretra eksternum. Kontraksi sfingter eksterna

dan interna, menjaga tekanan uretra (tahanan) lebih besar dari tekanan vu yang normal.

Kombinasi dari kedua sfingter ini dikenal sebagai mekanisme kontinensia. Tekanan

dalam vu dan uretra memainkan peranan yang penting dalam miksi yang normal. Selama

tekanan uretra lebih besar daripada tekanan pada vu, pasien dapat mempertahankan

8

Page 9: GANGGUAN BERKEMIH

kontinensia. Jika tekanan uretra abnormal rendah atau jika tekanan intravesikal abnormal

tinggi, hal ini dapat menyebabkan inkontinensia urin3,9.

4.2. Fase Pengosongan

Saat vu terisi penuh, reseptor-reseptor peregang yang berada dalam dinding vu

mengirimkan sinyal ke sacral cord. Sacral cord pada gilirannya mengirimkan pesan

kembali ke vu yang mengindikasikan bahwa inilah saatnnya untuk mengosongkan vu.

Pada titik ini, nervus pudendus menyebabkan relaksasi levator ani sehingga otot-otot

dasar panggul menjadi rileks. Nervus pudendus juga mengirimkan sinyal ke sfingter

eksternum supaya terbuka. Saraf simpatis menggirimkan pesan ke sfingter internum agar

terjadi relaksasi sfingter (sfingter membuka), yang menghasilkan tahanan uretra yang

rendah. Ketika terjadi pembukaan dan relaksasi sfingter uretra, saraf parasimpatis

memicu kontraksi detrusor. Ketika vu berkontraksi, tekanan yang dihasilkan oleh vu

melebihi tekanan pada uretra, yang menghasilkan aliran urin. Seluruh rangkaian proses

ini menyebabkan terjadinya pengosongan urin3,9.

Gambar 3. Siklus Berkemih10.

9

Page 10: GANGGUAN BERKEMIH

5. PATOFISIOLOGI

Suatu kondisi disfungsi berkemih dapat menghasilkan gejala yang berbeda, mulai

dari retensi urin akut sampai pada suatu kondisi vu overaktif atau bahkan kombinasi

keduanya. Hal ini tergantung pada sistem saraf yang terlibat, meliputi otak, pons, sacral

cord dan saraf perifer9.

5.1. Lesi di Otak

Lesi pada otak diatas pons menghancurkan pusat kendali miksi, menyebabkan

hilangnya kontrol berkemih yang komplit. Reflek-reflek berkemih pada traktus urinarius

bawah tetap utuh. Pasien menunjukkan gejala inkontinensia urgensi, atau vu yang spastik

(hiperreflek atau overaktif vu). Pengosongan vu terlalu cepat dan terlalu sering, dengan

jumlah yang secara relatif rendah dan penyimpanan urin pada vu menjadi terganggu.

Biasanya pasien dengan gangguan ini menjadi terburu-buru ke kamar mandi bahkan

mengalami kebocoran urin sebelum mencapai tujuan. Contoh lesi di otak seperti stroke,

tumor otak, parkinson3,9.

5.2. Lesi di Medula Spinalis

Penyakit atau trauma pada medula spinalis antara pons dan sacral cord juga

menghasilkan vu yang spastik atau overaktif dengan gejala inkontinensia urgensi.

Pengosongan vu terlalu cepat dan terlalu sering. Gangguan berkemih ini mirip dengan

lesi pada otak kecuali sfingter eksternal dapat mengalami kontraksi. Jika vu dan sfingter

eksterna menjadi spastik pada saat yang bersamaan, pasien dapat merasakan hasrat unutk

berkemih namun hanya sedikit urin yang dapat di keluarkan. Istilah secara medis

disinergia detrusor-sfingter karena vu dan sfingter tidak bekerja dengan sinergis3,9.

5.3. Lesi di Sacral Cord

Cedera pada sacral cord dan akar saraf yang berhubungan dengan sacral cord

dapat menghambat pengosongan vu. Jika ada sensory neurogenic bladder pada vu,

pasien tidak dapat merasakan sensasi ketika vu penuh. Pada kasus motor neurogenic

10

Page 11: GANGGUAN BERKEMIH

bladder, pasien dapat merasakan sensasi ketika vu penuh namun detrusor tidak

berkontraksi, kondisi ini dikenal sebagai arefleksia vu. Pada pasien dengan gangguan ini

memiliki kesulitan mengeluarkan urin dan pada akhirnya dapat menyebabkan

inkontinensia overflow; vu mengalami overdistensi secara bertahap sampai urin tumpah

keluar. Penyebab-penyebab lesi pada sacral cord adalah tumor sacral cord, herniasi

diskus, dan trauma pada pelvis. Kondisi ini juga dapat terjadi setelah laminektomi

lumbal, histerektomi radikal atau reseksi abdominoperineal3,9.

5.4. Lesi Perifer

Terdapat etiologi yang berbagai macam untuk lesi perifer yang dapat

menyebabkan gangguan berkemih. Penyebab paling umum adalah neuropati perifer yang

disebabkan oleh diabetes mellitus (DM). Neuropati perifer lain yang dihubungkan dengan

disfungsi berkemih meliputi alkoholisme kronis, herpes zoster, sindrom Guillain Barre,

dan pembedahan pada pelvis3,9.

Tabel 1. Pola disfungsi berkemih pada gangguan neurologis11 .

Detrusor Activity

Striated Sphincter Comments

Suprapontine Hyperreflexic Synergic  

Brain tumor, cerebral palsy     Detrusor-sphincter dyssynergia may occur in those with spinal cord damage; voluntary control may be impaired

Cerebrovascular accident     Voluntary control may be impaired

Delayed central nervous system maturation

    Persistence of uninhibited bladder beyond age 2-3 years; enuresis later

Dementia     Voluntary control is impaired

Parkinson disease     Detrusor contractility and voluntary control may be impaired

Pernicious anemia     Bladder compliance may be decreased

Shy-Drager syndrome     Bladder neck remains open; bladder

11

Page 12: GANGGUAN BERKEMIH

Detrusor Activity

Striated Sphincter Comments

compliance may be decreased; autonomic instability (low blood pressure)

Pons-S1 Hyperreflexic Dyssynergic  

Anterior spinal cord ischemia

    Bladder compliance may be decreased

Multiple sclerosis     Varies with lesions

Myelodysplasia, trauma     Variable

Below S1 Areflexic Fixed tone  

Acute transverse myelitis     Bladder neck may be closed but nonrelaxing

Diabetes, Guillain-Barré syndrome, herniated intervertebral disc

    Usually overdistended bladder

Myelodysplasia, poliomyelitis

    Decreased bladder compliance may develop; bladder neck may be open (sympathetic denervation)

Radical pelvic surgery     Bladder neck is open

Tabes dorsalis, trauma     Bladder neck may be closed but nonrelaxing

6. KLASIFIKASI DISFUNGSI BERKEMIH

Ada berbagai klasifikasi untuk menggambarkan disfungsi berkemih. Idealnya,

sistem harus menjelaskan jenis lesi neurologis, gejala klinis, data urodinamik, dan pilihan

pengobatan. Sebuah klasifikasi tunggal yang berfokus pada semua faktor tersebut tidak

ada. Klasifikasi yang telah didasarkan pada lesi neurologis (misalnya, Bors-Comarr,

Bradley), temuan urodinamik (misalnya, Lapides, Krane-Siroky), klasifikasi fungsional

(misalnya, Wein), dan kombinasi fungsi vesika urinaria dan uretra berdasarkan

urodinamik (International Continence Society)3,4.

12

Page 13: GANGGUAN BERKEMIH

Klasifikasi fungsional dari Wein sederhana dan praktis serta memberikan pilihan-

pilihan terapi yang disesuaikan dengan klasifikasi, dimana disfungsi berkemih secara

sederhana dibagi menjadi : Kegagalan penyimpanan urin, Kegagalan pengosongan urin,

Kegagalan penyimpanan dan pengosongan3.

Sebagai contoh, gejala frekuensi atau inkontinensia biasanya dihubungkan dengan

disfungsi fase penyimpanan dimana penurunan daya aliran atau peningkatan sisa urin

setelah berkemih dihubungkan dengan disfungsi fase pengisian. Sebagai tambahan, kita

dapat menilai disfungsi berkemih dalam bentuk gangguan anatomis : Disfungsi vu

(overaktif, underaktif), Disfungsi saluran keluar vu (overaktif, underaktif), Kombinasi

disfungsi vu dan saluran keluar12.

Tabel 2. Klasifikasi fungsional dari Neurogenik Bladder2.

Tipe kegagalanFaktor vesika urinaria

Faktor saluran kemih

Kegagalan

Penyimpanan

Kegagalan

pengosongan

Hyperrefleks

Penurunan

compliance

Arefleks

Hipokontraktilitas

Denervasi dinding pelvik

Bladder neck turun

Intrinsic bladder neck sphincter failure

Dissinergia detrusor-sphincter (sphincter lurik dan

bladder neck)

Sphincter volunter nonrelaxing

Obstruksi mekanik (benign prostatic hypertrophy atau

striktur)

Klasifikasi berdasarkan sistem anatomi menyatakan bahwa neurogenik bladder

dibagi lagi ke dalam tipe seperti supraspinal, suprasacral spinal, infrasacral, peripheral

autonomik, dan muscular lesions

13

Page 14: GANGGUAN BERKEMIH

Gambar 4. Klasifikasi anatomi neurogenik Bladder 2.

7. EVALUASI

7.1. Riwayat urologi

Riwayat pasien secara menyeluruh diperlukan untuk mengidentifikasi diagnosis

neurologis, defisit kognitif, dan hal-hal yang berhubungan dengan masalah medis.

Riwayat urologi harus fokus pada awal munculnya gejala-gejala gangguan berkemih pada

pasien.

Riwayat urologi termasuk keluhan berkemih (urgensi, frekuensi, hesistensi,

disuria, dan inkontinensia), riwayat berkemih sebelumnya, pembedahan sebelumnya

(abdomen, pelvis, transuretra dan ekstremitas bawah), obat-obatan (sedatif, hipnotik,

antikolinergik, antidepresan, antipsikotik, antihistamin, antispasmodik, opiat, adrenergik,

CCB), masalah kesehatan lain (stroke, gangguan kognitif, gangguan endokrin seperti

DM, infeksi traktus urinarius yang berulang, pembatasan gerak dan retensi feces atau

inkontinensia), pemasukan dan pengeluaran cairan lebih beberapa periode 24 jam,

aktivitas kehidupan sehari-hari (fungsi tangan, kemampuan untuk berpindah dan

kemampuan untuk memakai dan melepas pakaian), adanya dukungan (misalnya dari

keluarga), gaya hidup dan sexual. Penyebab reversibel (sementara) yang paling mudah

untuk diingat dari inkontinensia pada lanjut usia yang harus disingkirkan dari anamnesis

14

Page 15: GANGGUAN BERKEMIH

adalah menggunakan singkatan DIAPPERS, Delirium/status confusional, Infeksi

(traktus urinarius,simptomatis), Atropic vaginitis dan/uretritis, Pharmaceuticals/obat-

obatan (sedatif atau hipnotik, terutama obat-obat yang bekerja lama, antikolinergik agent,

diuretik yang bekerja di tubulus, agonist dan antagonist α adrenergik, calcium channel

blockers (CCB), Physicological disorder/gangguan psikologi (depresi), Endocrine

disorder/gangguan endokrin (hiperglikemia dan hiperkalemia), Reduced mobility/

pengurangan gerak, Stool impaction.

7.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik termasuk penilaian tingkat motorik, sensorik (sensasi sacral),

reflek tendon dalam, reflek-reflek patologis (misal babinski), anal wink (S1-S4), reflek

bulbocavernosus (S2-S4), test air es (memasukkan 50-100cc air es ke dalam vu melalui

kateter, jika vu berkontraksi dan mengeluarkan kateter ini menunjukkan bahwa pasien-

pasien dengan lesi UMN telah melewati fase syok spinal), pemeriksaan prostat pada pria

dan derajat vaginal support dan estrogenisasi pada wanita3,4.

Pada wanita pasca menopause, uretra dan introitus vagina harus diperiksa untuk

mengetahui perubahan atrofi yang disebabkan oleh defisiensi estrogen. Selain itu,

pemeriksaan juga harus difokuskan pada kekuatan otot-otot panggul3.

Pemeriksaan status mental setidaknya harus mengevaluasi tingkat kesadaran

pasien, orientasi, kemampuan berbicara, ingatan jangka pendek dan jangka panjang serta

tingkat pemahaman pasien. Gangguan berkemih dapat disebabkan oleh karena sekunder

dari gangguan status mental pasien atau diperburuk dengan adanya disorientasi,

ketidakmampuan untuk mengkomunikasikan hasrat berkemih atau kurangnya

pemahaman keluarga dan orang-orang yang merawat ketika pasien ingin berkemih3.

Pemeriksaan sensorik sebaiknya difokuskan pada penentuan level cedera pada

kasus-kasus cedera medula spinalis, terutama jika level cedera di atas T6 yang dapat

menyebabkan pasien rentan terhadap disrefleksia otonom. Sensasi sacral mengevaluasi

aferen ekstremitas dari pusat miksi sacral (yaitu nervus pudendus). Hilangnya sensasi

pinprick dan light touch pada tangan dan kaki mengarah pada neuropati perifer3.

Pemeriksaan motorik membantu untuk menentukan level cedera dan derajat lesi

pada pasien dengan cedera medula spinalis (komplit atau inkomplit). Fungsi tangan juga

15

Page 16: GANGGUAN BERKEMIH

harus dinilai untuk menentukan kemampuan untuk menanggalkan pakaian atau

kemungkinan untuk melakukan kateterisasi intermiten. Spastisitas ekstremitas atas dan

bawah pada saat duduk, berdiri dan jalan juga perlu di evaluasi. Penurunan atau

hilangnya tonus menunjukan suatu lesi pada sacral atau saraf perifer, sedangkan

peningkatan tonus menunjukkan suatu lesi suprasacral3,4.

Reflek kutaneus yang membantu pada pemeriksaan neurologis adalah reflek

kremaster (L1-L2), reflek bulbocavernosus (S2-S4) dan reflek anal (S2-S4). Hilangnya

reflek-reflek kutaneus menunjukkan penyakit pada traktus piramidal atau lesi perifer.

Reflek bulbocavernosus dilaporkan hanya muncul pada 70-85 % pada pasien dengan

neurologis yang utuh. Sebagai tambahan, reflek-reflek patologi (misal reflek babinski)

dapat membantu melokalisir lesi neurologis3.

1. Test diagnostik7.3.1. Traktus urinarius atas

IVP/Ekskretori Urogram

Digunakan untuk memvisualisasi ukuran bentuk dan fungsi keseluruhan traktus

urinarius (ginjal,ureter,vu) untuk mendeteksi hidronefrosis, pyelonefritis, batu, tumor dan

hipertensi renovaskular. Suatu substansi radioopak disuntikan secara intravena dan seri

dari radiografi diambil dalam 3. 5, 10, 15 dan 20 menit setelah penyuntikan. Pada akhir

pemeriksaan, pasien berkemih dan foto radiografi lainnya diambil untuk melihat sisa

substansi di dalam vu. Kerugian terbesar IVP adalah adanya kemungkinan reaksi alergi

terhadap substant, terpapar radiasi dan ketidaknyamanan pasien (pasien sebaiknya tidak

makan dan menggunakan laksatif). Pemeriksaan ini dapat menyebabkan nefropati kontras

pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal (terutama pada pasien dengan IDDM atau

kreatinin > 1,5mg/dl)2,4.

Renal Ultrasound (US)

Renal ultrasound sangat berguna untuk mendeteksi hidronefrosis dan batu ren ,

tidak seperti IVP, US tidak menyebabkan pasien teradiasi, bagaimanapun juga dalam

menggunakan alat ini harus ada operator yang mengoperasikannya. US tidak memberikan

informasi mengenai fungsi ginjal2,4.

16

Page 17: GANGGUAN BERKEMIH

Foto Polos Ginjal, Ureter, dan VU (KUB)

Digunakan dengan renal ultrasound untuk mengidentifikasi kemungkinan batu

radioopak yang terlewati oleh ultrasound.

Kuantitaf Renal Scan

Digunakan untuk memonitor fungsi dan drainase ginjal

- Technetium-99m (99m Tc) scan menggunakan 99m Tc-dimercaptosuccinic acid

(DMSA) ini digunakan baik untuk diferensiasi dan evaluasi fungsi area fungsional

dari kortek ginjal. 99m Tc-mercaptoacetyltriglicine (MAG3) digunakan untuk

menilai drainase traktus urinarius dan juga untuk diferensiasi fungsinya.

- Hippuran I- 131 scan digunakan untuk memonitor fungsi ginjal dan menentukan

glomerular filtration rate (GFR) dan excretory renal plasma flow (ERPF)

Klirens kreatinin urine dalam 20 jam

Dapat digunakan untuk mengetahui fungsi ginjal secara kuantitatif,

bagaimanapun juga hasilnya bisa saja tetap normal meskipun terjadi penurunan fungsi

ginjal sedang sampai berat4.

7.3.2. Traktus urinarius bagian bawah

Urinalisis, Kultur urin dan Sensitivitas

Digunakan untuk mendeteksi infeksi traktus urinarius. Pyuria yang disebabkan

oleh koloni bakteri yang mencapai 100.000/lebih dari satu jenis mikroorganisme per ml

urin yang mengindikasikan suatu infeksi UTI. Sensitivitas terhadap antibiotik pada

kultur urin digunakan sebagai acuan untuk memilih antibiotik4.

Postvoid Residual (PVR)

17

Page 18: GANGGUAN BERKEMIH

Melibatkan kateterisasi transuretra untuk mengukur volume residual urine pada vu

segera setelah berkemih, untuk memastikan kemampuan vu dalam pengosongkan dan

untuk mengukur efektivitas terapi pada vu. Vu disebut berimbang (a balanced bladder)

mempunyai PVR < 100 ml dengan frekuensi reflek berkemih lebih dari setiap 2 jam

(misal pada pria dengan cedera medulla spinalis). PVR dengan jumlah banyak harus

diintepretasikan penyebabnya karena mungkin saja sisa urin tersebut tidak diambil segera

setelah berkemih atau pasien justru tidak mengerti instruksi bahwa ia juga harus

berkemih sampai habis. PVR yang konsisten rendah menyingkirkan kemungkinan

obstruksi tapi suatu keadaan inkontinensia tidak menyingkirkan kemungkinan retensi

urin2,4.

Voiding cystourethrography

Merupakan pemeriksaan radiologik yang memaparkan struktur dan dinamika

(fungsi) vu. Kontras di masukkan kedalam vu melalui kateter dan kemudian dilakukuan

foto sistografi. Pasien kemudian diminta untuk berkemih dan foto rontgen diambil selama

miksi yang akan memperlihatkan bentuk dan ukuran vu, fungsi sfingter, aliran urin dan

adanya refluk. Ini dapat membantu mendeteksi adanya kelainan neurogenik pada vu,

fistula, tumor dan ruptur pada vu2,4.

Cystocopy

Merupakan visualisasi langsung pada dinding vu dan uretra, ini juga digunakan untuk

biopsi jaringan dan untuk mengeluarkan batu dan debris dari ureter distal, vu atau uretra.

Indikasi klinis termasuk gejala infeksi traktus urinarius yang berulang, episode sepsis

genitourinary, retensi urin atau inkontinensia, batu kecil dan penggunaan kateter jangka

panjang (untuk menyingkirkan karsinoma)4.

Urodinamik atau Cystometogram (CMG)

Mendokumentasikan tekanan vu (melalui tranducer intravesical pressure),

aktivitas listrik dari sfingter urin (melalui elektroda EMG yang diletakkan pada

permukaan) dan sensasi subyektif pasien dalam berkemih sebagaimana dalam vu dapat 18

Page 19: GANGGUAN BERKEMIH

dirasakan melalui transuretra yang diisi dengan air atau CO2. Meskipun air lebih

fisiologis namun memakan waktu yang lama untuk mengisi vu. Di tempat praktek atau di

tempat tidur, CO2 lebih umum digunakan karena mengisi vu dengan cepat,

bagaimanapun fase berkemih pada saat miksi tidak dapat dievaluasi dengan CO2. VU

dan uretra dapat juga dilihat menggunakan fluroskopi (misal: urodinamik video) atau

teknik sonografi. Indikasi umum untuk urodinamik termasuk infeksi traktus urinarius

yang berulang pada pasien dengan disfungsi berkemih, inkontinensia urin, frekuensi PVR

yang besar (yakni pada retensi), penurunan fungsi traktus urinarius atas, memonitor

teknanan saat berkemih dan evaluasi serta monitoring obat-obat neurologik2,3,4.

- Filling phase study (studi pada fase pengisian) :

Saat volume vu meningkat, terjadi peningkatan yang lambat tekanan intral yang

dikarenakan viskoelastisitas vu. Sfingter uretra akan terlihat aktif pada EMG yang akan

meningkat secara perlahan untuk mencegah kebocoran vu. Sekitar 100-200 cc sensasi

pertama dari pengisian terjadi pada vu, sekitar 300-400 cc urin pada vu menyebabkan

hasrat berkemih yang ringan, pada saat vu terisi sekitar 400-500 cc menyebabkan hasrat

yang kuat untuk berkemih (urgensi). Pada keadan normal vu yang terisi penuh selama

fase pengisian (kapasitas maksimum 400-750cc pada dewasa) mempunyai tekanan intral

0-6 cm H2O, yang seharusnya kenaikannya tidak melebihi 15 cm H2O. Pada pasien-

pasien dengan hiperrefleksia vu (detrusor) yang disebabkan oleh lesi UMN, vu akan

berkontraksi dan dikosongkan pada volume yang sedikit. Pasien-pasien dengan vu yang

atonik disebabkan oleh lesi pada LMN (yakni setinggi loop III dan dibawahnya)

bagaimanapun juga memiliki kapasitas yang besar dan tidak menunjukkan peningkatan

tekanan intral walaupun terdapat volume cairan yang banyak.

- Voiding phase study (studi pada fase berkemih) :

Digunakan untuk menentukan koordinasi vu dan sfingter urin selama miksi.

Selama berkemih terdapat aktivitas EMG yang tiba-tiba lenyap dan menurun secara

normal pada tekanan uretra proksimal (dikarenakan hambatan pada reseptor simpatis α

adrenergik), lalu vu berkontraksi dan terjadilah miksi. Kontraksi detrusor dihasilkan dari

19

Page 20: GANGGUAN BERKEMIH

aliran keluar sacral parasimpatis menuju vu melalui nervus pelvicus untuk menambah

tekanan pada pengaruh simpatis β2 adrenergik pada otot detrusor. Kontraksi vu dan

relaksasi sfingter dikoordinasi oleh “pusat miksi dipontin”. Setelah berkemih, EMG

menjadi aktif kembali untuk mempertahankan sfingter tertutup, koordinasi ini hilang

pada pasien dengan disenergia sfingter-detrusor. Pada wanita setelah miksi tekanan

detrusor dibawah 30 cm H2O dan antara 30-50cm H2O pada pria. Rata-rata aliran miksi

antara 15-20 ml H2O pada pria jika terdapat sedikitnya 150 ml urin di vu. EMG pada pria

seharusnya tetap diam selama berkemih.

Gambar 4. Gambaran Urodinamik Normal3

8. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah komplikasi traktus urinarius

bagian bawah (misal dengan mempertahankan kontinensia), memelihara traktus urinarius

bagian atas (misal dengan menghindari tekanan intravesikuler yang tinggi, yang bisa

menyebabkan refluk vesicoureteral) dan melaksanakan program manajemen vu yang

20

Page 21: GANGGUAN BERKEMIH

realistik. Penatalaksanaan yang kurang optimal dapat menurunkan potensi sosial orang,

vokasional, avokasional2,3,4.

8.1. Manejemen Tingkah Laku

Waktu Berkemih yang Terjadwal

Untuk pasien dengan hiperrefleks yang menimbulkan urgensi atau refleks

inkontinensia, program waktu berkemih yang terjadwal dapat membantu dengan

memerintahkan pasien untuk buang air kecil sebelum kontraksi detrusor. Terbatasnya

program ini adalah orang dengan demensia perlu diingatkan terus menerus. Ini juga

berguna untuk pasien dengan kelemahan sphincter selama inkontinensia yang memburuk

saat vesika urinaria penuh dan waktu berkemih yang terjadwal dapat mengurangi jumlah

kebocoran urin2,4.

Latihan Vesika urinaria (Bladder Training)

Dilakukan dengan peningkatan secara progresif waktu antara berkemih yaitu 10-

15 menit setiap 2-5 hari sampai dengan interval antara berkemih tercapai dengan baik

(berkemih secara teratur paling tidak setiap 3 jam). Pasien dibuat bertanggung jawab penuh

untuk mematuhi jadwal minum, berkemih dan kateterisasi. Jadwal minum biasanya terdiri

dari pemasukan cairan 1800cc/hari pada jam-jam yang tetap setiap harinya (400cc pada

saat makan, 200cc pada pukul 10 pagi, 2 siang dan 4 siang). Pasien berusaha untuk

berkemih sedikitnya setiap 3 jam ketika bangun dengan teknik khusus yang memberikan

respon terbaik selama urodinamik. Jadwal kateterisasi intermiten diatur sesuai dengan sisa

volume urin. Data-data berikut dibuat oleh pasien : pemasukkan cairan , berkemih yang

disengaja (jumlah dalam ml), berkemih yang tidak disengaja dan sejumlah sisa volume urin

yang didapat setelah berkemih melalui kateterisai intermiten. Data dari hari ke hari ini lalu

dipresentasikan dalam bentuk grafik dan dipasang pada clipboard disamping tempat tidur

untuk menentukan efisiensi berkemih. Latihan vesika urinaria (bladder training) adalah

latihan yang paling efektif pada pasien yang sudah sembuh atau dalam masa penyembuhan

dari lesi neurologik (misal stroke atau cedera otak traumatik). Tapi buang air kecil yang

21

Page 22: GANGGUAN BERKEMIH

sering (berkali-kali) dikarenakan ketakutan terjadinya inkontinensia atau diluar kebiasaan,

cedera medula spinalis pasien-pasien dengan trauma otak tertentu dan pada pasien-pasien

yang atonik myogenik detrusor insufisiensi (vu yang kurang aktif dan saluran keluar yang

normoaktif) dihubungkan dengan kontraksi habitualis dari sfingter uretra eksternum.

Bladder retraining mungkin dikontraindikasikan pada pasien dengan dekompensasi fungsi

ginjal, terutama ketika disertai vesicoureteral junction yang inkompeten, begitu juga pada

pasien dengan sistisis berat, batu vu atau perubahan struktural mayor baik pada vu maupun

uretra; pada pasien–pasien yang tidak bisa patuh dalam melaksanakan prosedur latihan

(serta tidak mau mencatatnya); pada pasien–pasien yang masih sangat muda, pasien dewasa

yang debil, pasien yang tidak disiplin, dan tidak punya motivasi dan pada pasien yang tidak

dapat melakukan aktivitas yang penting untuk berkemih seperti transfer ke toilet,

berpakaian atau melepas pakaian2,4.

Stimulasi vesika urinaria

Berbagai manuver sudah dicoba untuk menstimulasi vesika urinaria. Dengan

mengusap-usap atau menjepit kulit perineum yang diharapkan menyebabkan stimulasi

refleks ternyata kurang efektif. Mengetuk (tapping) atau suprapubik jabbing diatas vesika

urinaria menyebabkan peregangan secara mekanik dinding vesika urinaria dan kemudian

kontraksi. Studi kontrol menunjukkan bahwa lekukan yang lebih dalam dari vesika urinaria

dengan teknik jabbing adalah manuver yang paling efektif2.

Suprapubic Jabbing dilakukan dengan menekan vu secara dalam untuk

memelarkan dinding vu secara mekanik, hal ini lebih efektif dibanding pengetukan

suprapubik (pengetukan secara halus dan cepat pada tempat dimana respon reflek dicapai

pada derajat yang tertinggi) atau pemukulan suprapubik atau cubitan kulit perineum2,4.

Selain itu, stimulasi elektrik vu melalui transurethra baru-baru ini telah

digunakan secara eksperimental untuk mengaktivasi mekanoreseptor aferen, yang akan

mengembalikan sensasi pengisian vu dan sebaliknya mengaktivasi saraf-saraf eferen

menghasilkan kontraksi detrusor dan vu4.

Manuver Valsava

22

Page 23: GANGGUAN BERKEMIH

Pasien dengan areleksia dan denervasi dasar panggul (lesi infrasacral) dapat

buang air kecil melalui manuver valsava. Manuver ini dapat dilakukan dengan

meningkatkan tekanan intra dengan meningkatkan tekanan intraabdomen. Baik pada pria

dan wanita manuver valsava dilakukan dengan cara pasien duduk atau tiduran dengan

abdomen menghadap paha. Selama posisi ini, memeluk lutut dan kaki dapat mencegah

penonjolan abdomen. Dengan sikap ini, semua peningkatan pada tekanan intraabdomen

ditransfer ke vu dan ke pelvis. Efek yang merugikan dari manuver valsava meliputi

eksaserbasi hemoroid, prolaps rektum atau hernia. Pada pasien dengan refluk

vesikoureteral manuver ini merupakan kontra indikasi2,4.

Manuver – manuver Crede’s

Meningkatkan tekanan intral dengan cara dorongan kebawah vu secara manual.

Manuver ini memiliki efek merugikan dan mempunyai kontra indikasi yang sama dengan

manuver valsava2,4.

- Metode crede’s tangan terbuka

Dengan meletakan ibu jari masing-masing tangan pada SIAS kanan-kiri dan jari-jari

lain pada daerah suprapubik dengan ujung yang sedikit tumpang tindih lalu ditekankan

pada abdomen. Saat telah tepat mengenai simfisis tekanan diarahkan kebawah untuk

menekan fundus vu. Kedua tangan kemudian ditekan sedalam mungkin hingga ke

kavum pelvis.

- Metode Crede’s tangan tertutup

Menekan vu dengan menggunakan kepalan satu tangan atau handuk yang digulung.

Analstretch Voiding

Teknik ini meliputi relaksasi dasar panggul dengan mula-mula memelarkan

sfingter anal dan kemudian urin dikeluarkan melalui manuver valsava. Ini dapat

digunakan pada pasien-pasien paraplegi yang tidak memiliki sensasi anal dan dapat

transfer ke toilet serta melakukan manuver valsava. Untuk alasan ini, maka tidak

23

Page 24: GANGGUAN BERKEMIH

digunakan secara luas, walaupun teknik ini memberikan gambaran yang baik selama

lebih dari 20 tahun yang lalu2,4.

Latihan Dasar Panggul (Latihan Kegel)

Hanya efektif pada wanita dengan stres inkontinensia yang ringan-sedang

dikarenakan sfingter yang hipotonis. Pada latihan ini pasien-pasien perlu diberikan

motivasi yang tinggi karena bisa memakan waktu 4-8 minggu sebelum efeknya terlihat.

Ketika melakukan latihan ini, vesika urinaria dalam keadaan kosong, pasien diminta

untuk mengencangkan dasar panggul seperti halnya saat berusaha menahan aliran

kencing atau menahan buang gas, tahan kontraksi selama 10 detik lalu diikuti relaksasi

selama 10 detik, diulangi 20-25 kali, sehari 3 kali. Latihan ini dapat dilakukan sambil

berdiri, duduk dan tiduran4,13.

Biofeedback

Terapi ini dapat digunakan dengan latihan kegel. Terapi biofeedback merupakan

suatu bentuk rehabilitasi otot dasar panggul yang menggunakan suatu peralatan

elektronik untuk pasien-pasien yang mempunyai kesulitan dalam mengidentifikasi otot-

otot levator ani. Terapi Biofeedback direkomendasikan untuk penatalaksanaan stress

inkontinensia, inkontinenesia urgensi dan inkontinenesia campuran. Terapi Biofeedback

menggunakan komputer dan peralatan elektronik untuk menyampaikan informasi visual

atau auditori pada pasien tentang status aktivitas otot panggulnya. Peralatan ini juga

memungkinkan pasien untuk menerima umpan balik visual langsung mengenai aktivitas

otot-otot panggul4,9.

8.2. Peralatan Untuk Menampung Urin

8.2.1. Kateter Kondom Eksternal

Digunakan pada pria dengan hiperreflexia detrusor atau fungsi vu yang normal

dan tidak terdapat obstruksi tetapi terdapat inkontinensia akibat imobilisasi (misal

tetraplegi) atau demensia. Tidak seperti diapers (popok), kateter kondom eksternal hanya

dapat diganti 1x/hari, bagaimanapun juga pasien harus menggunakan kantung yang

24

Page 25: GANGGUAN BERKEMIH

dilekatkan pada kaki. Terdapat sedikit peningkatan resiko infeksi traktus urinarius, dan

potensiasi untuk terjadinya pengelupasan pada kulit penis dan kerusakan uretra2,4.

8.2.2. Kateter Indwelling

Digunakan ketika pilihan terapi yang lain telah gagal atau untuk kenyamanan

pasien. Komplikasinya meliputi: batu vu, hematuri, bakteremia (terutama saat kateter

tersumbat), erosi logam, fistula scrotum dan penis, fistula vesikovaginal,

epiddimoorchitis, striktur uretra, diverticulum uretra, karsinoma vu (pada pemakaian

yang lama). Banyak center yang merekomendasikan cystoscopy, sitologi dan biopsi

secara tahunan, jika mempunyai indikasi ketika pasien sudah menggunakan kateter

indwelling selama 10 tahun atau lebih. Untuk mencegah atau mengurangi komplikasi

indwelling kateter harus diganti tiap 2-4 minggu, pasien juga harus minum sedikitnya 2

liter/hari; pada pria kateter harus dilekatkan ke perut untuk mencegah traksi dan resiko

fistula penis dan scrotum; meatus uretra harus dibersihkan dengan sabun dan air; kantung

penampung urin harus disterilkan; hiperefleksia detrusor harus dikontrol dengan

antikolinergik dan kantung penampung urin tidak boleh dinaikkan diatas vu untuk

mencegah refluk urin ke vu2,4.

8.2.3. Popok Untuk Dewasa dan Bahan Pelindung Lainnya

Merupakan suatu kombinasi bahan dengan daya serap tinggi yang menjaga kulit

pasien tetap kering. Keduanya digunakan pada pasien-pasien dementia yang menderita

inkontinensia dengan pengosongan vu yang adekuat. Pemeliharaannya mahal dan

mungkin menimbulkan kesulitan dalam memakai dan melepasnya serta berpotensi

menyebabkan maserasi kulit jika tidak diganti dalam 2-4 jam setelah basah4.

8.2.4. Kateterisasi Intermiten

Kateterisasi intermitten menggunakan teknik steril yang diperkenalkan oleh

Guttmann dan Frankel pada tahun 1950-an untuk penatalaksanaan pasien dengan cedera

medula spinalis akut. Lapides dkk tahun 1972 mengemukakan teknik nonsteril tapi

“bersih”, untuk penatalaksanaan retensi dan infeksi kronis.21 Teknik ini ada sejak

dipergunakan secara luas untuk penyakit neurogenik bladder. Kateterisasi intermiten 25

Page 26: GANGGUAN BERKEMIH

digunakan pada vu yang cukup arflexic dan lemas ( yakni vu tekanan rendah dengan

kapasitas lebih dari 300cc) dan mempunyai tahanan aliran yang cukup untuk pembatasan

aktivitas kehidupan sehari-hari. Antikolinergik/muskulotropik mungkin digunakan pada

pasien-pasien dengan hiperrefleksia detrusor dan inkontinensia. Pada keadaan akut

(misal: cedera medula spinalis yang akut), teknik seterilisasi direkomendasikan untuk

mencegah infeksi traktus urinarius, namun pada keaadan kronis, teknik yang mungkin

digunakan teknik non steril tapi bersih (disebut clean intermittent cateterisation). Untuk

menjaga kebersihan kateter, pasien boleh membersihkannya dengan air dan sabun atau

jika ada bakteriuria yang berulang, sebaiknya direndam dalam cidex solution atau

merebusnya. Pasien harus dibatasi sekitar 600cc pada interval waktu diantara kateterisasi

atau total 1,8 liter-2 liter/hari. Jadwal kateterisasi intermiten dapat disesuaikan dengan

kebutuhan jika pasien telah dapat merasakan sensasi berkemih atau dapat dicatat setiap

waktu untuk menjaga residu urin dibawah 400-450cc. Untuk jadwal kateterisasi

intermiten yang tercatat waktunya sistem yang paling mudah diingat adalah sistem “1-2-

3-4” , yaitu untuk sisa volume urin 100(± 50)cc, kateterisasi 1x/hari; 200(± 50)cc,

2x/hari,; 300(± 50)cc, 3x/hari; 400(± 50)cc, 4x/hari. Jika sisa volume urin pasien

konsisiten dibawah 100cc, kateterisasi intermiten tidak diperlukan. Kontra indikasi relatif

untuk program kateterisasi intermiten mandiri meliputi spastisitas otot-otot adduktor kaki

yang signifikan, koordinasi yang buruk antara mata dan tangan, kognitif jelek, motivasi

yang kurang2,4.

Komplikasi kateterisasi intermiten meliputi gejala-gejala bakteriuria, trauma

uretra, pembentukkan batu vu (kotoran dari rambut pubis atau celana yang ikut masuk

selama kateterisasi telah ditemukan dapat menjadi nidus untuk pembentukan batu). Jika

ada spasme sfingter, ekstra lubrikasi dan gel anestesi lokal (lidokain 2%) atau kateter

dengan ujung yang bengkok dapat digunakan. Pendarahan yang berulang selama

kateterisasi intermiten mengharuskan penggunaan kateter indwelling sampai sumber

trauma terobati (yaitu trauma mukosa uretra atau kesalahan pasase uretra)2,4.

26

Page 27: GANGGUAN BERKEMIH

8.3. Obat-obatan

8.3.1. Obat-obatan yang digunakan pada inkontinensia yang disebabkan oleh

hiperrefleksia vesica urinaria

- Obat-obat antikolinergik digunakan untuk merelaksasi vu yang hiperreflek dengan

memblok secara kompetitif reseptor-reseptor acetilkolin pada tempat-tempat reseptor

kolinergik postganglion.

- Tricyclic Antidepresants (TCAs) dikenal menyebabkan retensi urin karena efek

antikolonergiknya. TCAs juga menyebabkan kontraksi sfingter dengan potensiasi

reseptor adrenergik (melalui penghambatan pengambilan kembali norefinefrin). TCAs

dapat digunakan sendiri atau kombinasi dengan antikolinergik .

- Obat-obat eksperimental termasuk Terolidene (suatu CCB yang merelaksasi detrusor;

telah dilarang beredar karena menyebabkan cardiac arrhythmias), prostaglandin (PG)

inhibitor (misal obat-obat NSAID seperti flurbiprofen), intrathecal baclofen3,4.

8.3.2. Obat-obat yang digunakan pada inkontinensia yang disebabkan oleh

inkompeten sfingter atau saluran keluar vu

Bereaksi terutama dengan menstimulasi reseptor-reseptor α adrenergik atau

mempotensiasi efek-efek adrenergik melalui penghambatan pengambilan kembali

norefinefrin sehingga meningkatkan penutupan spinter uretra internum pada saluran

keluar detrusor dan mendorong terjadinya penyimpanan urin3,4.

- Agonist α adrenergik berguna untuk mengatasi stres inkontinensia yang ringan –

sedang yang disebabkan oleh sfingter (misalnya : Efedrin, Phenylpropanolamin,

Pseudoefedrin)

- Krim vaginal Premarin (estrogen terkonjugasi) membantu pada wanita postmenopause

dengan stres inkontinensia yang disebabkan oleh atrofi epitel uretra atau gejala-gejala

iritatif dari uretritis atrofi. Preparat ini kemungkinan meningkatkan sensitivitas atau

meningkatkan jumlah reseptor-reseptor α adrenergik. Preparat ini dikontraindikasikan

27

Page 28: GANGGUAN BERKEMIH

pada wanita dengan karsinoma mammae, kehamilan, perdarahan genital dan penyakit

tromboemboli.

- Antidepresan Trisiklik

8.3.3. Obat-obat yang digunakan pada retensi yang disebabkan areflexia vesika

urinaria

- Bethanechol (Urecholine) adalah suatu agen kolinergik yang menstimulasi pelepasan

asetilkolin.

- Obat-obat eksperimental termasuk antagonis narkotik (untuk memblok enkephalins

yang diduga dapat menghambat reflek miksi sacral) dan prostaglandi intral F2α untuk

meningkatkan tekanan detrusor4.

8.3.4. Obat-obatan yang digunakan pada retensi yang disebabkan oleh kontraksi

sfingter

- α adrenergik blocker meningkatkan pengosongan vu pada pasien-pasien dengan

disenergia sfingter-detrusor (misal pada cedera medulla spinalis atau obstruksi saluran

prostat (karena otot polos prostat juga dimediasi oleh α adrenoceptor).

- Relaxant otot lurik oral (baclofen, diazepam, dan dantrolene), dapat digunakan untuk

meningkatkan relaksasi otot-otot untuk meningkatkan relaksasi otot lurik spinter uretra

eksternum4.

8.4. Pembedahan

Terapi pembedahan merupakan terapi yang digunakan hanya jika terapi konservatif

tidak berhasil2,4.

8.4.1. Augmentasi vu (Augmentation cytoplasty)

Digunakan untuk meningkatkan kapasitas vu dan mengurangi tekanan intral. Ini

diindikasikan pada pasien-pasien dengan hiperrefleksi detrusor atau dengan penurunan

fungsi vu yang gagal pada terapi non bedah.

28

Page 29: GANGGUAN BERKEMIH

8.4.2. Continent Diversion

Menggunakan usus tidak hanya untuk meningkatkan kapasitas vu tapi juga untuk

membentuk suatu saluran yang dapat dilalui kateter yang terbuka hingga ke dinding

abdomen.

8.4.3. Prosedur Dinervasi

Digunakan pada pasien dengan hiperrefleksia vu, dapat dilakukan baik pada

pangkal saraf (misal sakral rhizotomies), syaraf perifer (misal block nervus pudendus

unilateral/neurektomi) atau pada daerah perivesikal (gangliectomy). Prosedur ini tidak

diterima secara luas karena dapat menyebabkan areflexia vu.

8.4.4. Surgically implanted electrical neurostimulation

Dapat menstimulasi kontraksi detrusor secara selektif tanpa menstimulasi sfingter

uretra eksternum atau dapat merelaksasi vu hiperrefleksi. Prosedur ini menggunakan

elektroda yang ditanam di dinding vu, nervus pelvicus, akar syaraf sakral (tempat yang

paling sering) dan conus. Penggunaan terapi ini masih bersifat eksperimental dan

kontroversial.

8.4.5. Prosedur saluran keluar vu (Bladder outlet procedures)

Diindikasikan untuk stres inkontinensia yang berat yang tidak merespon agonis α

adrenergik. Meliputi: Terapi injeksi kedalam uretra menggunakan teflon sekarang sudah

tidak digunakan lagi karena bahaya adanya migrasi partikel, prosedur pembedahan

compresif eksternal (prosedur fascial sling, implant sfingter urin buatan, spinterektomi)

8.4.6. Diversi urinarius

Dilarang pada pasien-pasien dengan gangguan uretra yang berat seperti striktur,

fistula, abses, periuretra dan inkontinensia dengan kerusakan kulit perineum. Metode

yang paling sederhana adalah kateterisasi suprapubik dan penutupan leher vu.

29

Page 30: GANGGUAN BERKEMIH

9. KOMPLIKASI

9.1. Infeksi Traktus Urinarius

Merupakan komplikasi yang paling umum dari disfungsi berkemih. Kira-kira

setengah dari infeksi yang diperoleh di rumah sakit, berasal dari traktus urinaria yang

berhubungan dengan kateter urin dan alat pembuangan lainnya. Pada pasien dengan

neurogenik bladder, umumnya infeksi traktus urinarius merupakan sumber morbiditas4.

9.2. Batu vu

biasanya dihubungkan dengan kateter folley indwelling atau retensi urin yang

lama. Ini kadang-kadang bisa disebabkan oleh masuknya benda asing yang berasal dari

tubuh (rambut pubis atau bagian dari balon kateter folley), hal ini memicu hematuria,

infeksi UTI yang persisten, autonom disrefleksia atau obstruksi; bagaimamapun juga ini

tidak dihubungkan dengan penurunan fungsi ginjal2,4.

9.3. Batu ginjal

Ditemukan pada 8% pasien SCI yang telah menderita SCI selama 10 tahun, lebih

banyak pada pria muda pada 3 tahun pertama trauma dengan batu vu. Jika tidak diterapi,

terdapat 50% kemungkinan gagal ginjal4.

9.4. Refluk vesikoureteral

Sering dihubungkan dengan disenergia detrusor-sfingter (yaitu hiperrefleksi

detrusor dan sfingter urin eksternal yang spastik)4.

9.5. Pyelonefritis

Sering dihubungkan dengan refluk vesikoureteral, batu ginjal dan obstruksi yng

dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal2,4.

9.6. Kanker VU

Biasanya karsinoma sel squamosa, banyak ditemukan pada pasien-pasien cedera

medula spinalis yang telah memakai kateter folley indwelling lebih dari 10 tahun. Pasien-30

Page 31: GANGGUAN BERKEMIH

pasien tersebut sebaiknya dimonitor dengan sistokopi, sitologi sel dan biopsi vu pada

daerah yang dicurigai2,4.

9.7. Autonomic Dysreflexia (AD)

Dapat terjadi pada pasien-pasien dengan cedera medula spinalis pada T6 atau

diatasnya yang dicirikan dengan stimulus yang menyebabkan respon otonom yang

berlebihan yang berbahaya pada orang yang normal (misal distensi vu), gejala-gejala AD

meliputi nyeri kepala, hiperhidrosis (khususnya pada di kening), vasodilatasi kutaneus

(yakni flushing diatas level lesi), obstruksi hidung, piloereksi, parestesi atau anxietas.

Tanda-tanda klinis termasuk hipertensi, reflek bradikardi (takikardi atau irama sinus

normal sering ditemukan) atau perubahan ST-T yang tidak spesifik. Jika tidak diobati ini

bisa menyebabkan perubahan status mental, kejang, perdarahan intraserebral, atau bahkan

kematian. Hal ini biasanya dipicu oleh stimulus yang berbahaya dari distensi vu (misal

kateter urin yang buntu) infeksi traktus urinarius, batu vu atau sumber-sumber lainnya

(misal distensi usus besar, ulkus dekubitus , sarung kaki yang ketat, pakaian ketat, kuku

kaki yang sedang dalam masa pertumbuhan, orgasme, melahirkan, spastisitas, fraktur,

hemoroid dan kegawatdaruratan abdomen seperti apendicitis)2,3,4.

31

Page 32: GANGGUAN BERKEMIH

BAB III

PENUTUP

Disfungsi berkemih merupakan suatu abnormalitas pengisian atau pengosongan

vesika urinaria (vu) yang dapat disebabkan oleh aktivitas otot dinding vu yang

inappropriate yaitu otot-otot yang mengontrol untuk memulai atau menghentikan aliran

urin keluar dari sfingter atau otot-otot di dasar panggul, gangguan neurologis dan obat-

obatan juga berkontribusi untuk terjadinya disfungsi berkemih.

Ada berbagai klasifikasi untuk menggambarkan disfungsi berkemih. Idealnya,

sistem harus menjelaskan jenis lesi neurologis, gejala klinis, data urodinamik, dan pilihan

pengobatan. Klasifikasi fungsional dari Wein sederhana dan praktis serta memberikan

pilihan-pilihan terapi yang disesuaikan dengan klasifikasi.

Evaluasi penderita dengan disfungsi berkemih secara menyeluruh dapat

membantu menentukan pilihan penatalaksanaan yang tepat yaitu evaluasi riwayat

berkemih, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Tujuan penatalaksanaan penderita dengan disfungsi berkemih adalah untuk

mencegah komplikasi traktus urinarius bagian bawah (misal dengan mempertahankan

kontinensia), memelihara traktus urinarius bagian atas (misal dengan menghindari

tekanan intravesikuler yang tinggi, yang bisa menyebabkan refluk vesikoureteral) dan

melaksanakan program manajemen vu yang realistik.

32

Page 33: GANGGUAN BERKEMIH

DAFTAR PUSTAKA

1. Kelly C. Bladder dysfunction. Last update : January 2011 .

http://urology.med.nyu.edu/conditions-we-treat/bladder-dysfunction.

2. Cardenas D., Mayo M. Management Of Bladder Dysfunction. Physical

Medicine And Rehabilitation Edited By Randall Braddom. 3rd Ed.

Philadelphia : Saunders. 2008.617-635.

3. Linsemeyer T., Stone J. Neuronegeic Bladder and Bowel Dysfunction.

Physical Medicine And Rehabilitation Edited By De Lisa J. 4th Ed.

Philadelphia : Lippincot Williams and Wilkins.2005. 1619-1625.

4. Tan J. Voiding Dysfunction. Practical Manual Of Physical Medicine And

Rehabilitation. Philadelphia : Mosby. 1998. 538-552.

5. Alexander E., Beth E. Treatment Of Urinary Dysfunction Syndromes

with Spinal Cord Stimulation. Last Update : January 2011.

http://www.clinmedres.org/cgi/content/full/8/1/22

6. Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. 2rd Ed. Malang : Sagung Seto.2003.2-6.

7. R. Putz., R Pabst. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Bagian 2. Jakarta :

EGC. 1994

8. Kirshblum S., Gonzales P., Cucurullo S., Lisa L., Spinal Cord Injuries.

Physical Medicine And Rehabilitation Edited By Cucurullo. New York :

Demos. 2004.

9. Rackey R. Neurogenic Bladder And Overactive Bladder. Last Update :

January 2011. http ://emidicine.medscape.com/article/453539-overview.

10. Pripatnanont C. Voiding Dysfunction 2009. Last Update : January

2011 .http://medinfo2.psu.ac.th/surgery/Edu_be_document/document

%205/Voiding%20Dysfunction%20(Presentation).pdf

11. Kaynan A., Perkash I. Neurogenic Bladder. Essentials Of Physical

Medicine And Rehabilitation Edited By Walter Frontera 2nd Ed. Florida :

Saunders. 733-753. 2008.

33

Page 34: GANGGUAN BERKEMIH

12. Nitti V., Ficazzola M. Voiding dysfunction: Diagnosis and Treatment

Edited By Rodney Appell. New Jersey : Humana Press. 2000. 26-27.

13. Hall C., Brody L. The Pelvic Floor Therapeutic Exercise 2nd Ed.

Philadelphia : Lippincot Williams And Wilkins. 2005.423-429

34