gabung cetak

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sebuah organisasi khususnya di bidang keperawatan, sebuah pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling terkait dengan pekerjaan pihak- pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi keperawatan, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam. Para manajer bergantung kepada ketrampilan berkomunikasi mereka dalam memperoleh informasi yang diperlukan dalam proses perumusan keputusan, demikian pula untuk mensosialisasikan hasil keputusan tersebut kepada pihak-pihak lain (Dhalimunthe, 2003). Manajemen konflik itu sendiri merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi, termasuk tingkah laku dari pelaku maupun pihak luar, serta bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi (Robbin, 2001). Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen

Upload: alphin-rois-azwarsyah

Post on 26-Dec-2015

26 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

gabung

TRANSCRIPT

Page 1: gabung   cetak

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam sebuah organisasi khususnya di bidang keperawatan, sebuah

pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling terkait dengan

pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah

organisasi keperawatan, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai

komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang

buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam.

Para manajer bergantung kepada ketrampilan berkomunikasi mereka dalam

memperoleh informasi yang diperlukan dalam proses perumusan keputusan,

demikian pula untuk mensosialisasikan hasil keputusan tersebut kepada

pihak-pihak lain (Dhalimunthe, 2003).

Manajemen konflik itu sendiri merupakan serangkaian aksi dan reaksi

antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik

termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang

mengarahkan pada bentuk komunikasi, termasuk tingkah laku dari pelaku

maupun pihak luar, serta bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan

(interests) dan interpretasi (Robbin, 2001). Suatu pendekatan yang

berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola

komunikasi, termasuk juga perilaku para pelaku dan bagaimana mereka

mempengaruhi kepentingan serta penafsiran terhadap konflik.

Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana di dalamnya terjadi

interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya

konflik. Dalam institusi layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik

antara kelompok staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga

dan pengunjung, staf dengan dokter, maupun dengan lainnya yang mana

situasi tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik. Konflik sangat

Page 2: gabung   cetak

erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan,

disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena

kelebihan beban kerja.

Dalam fenomena interaksi dan interelasi sosial antar individu maupun

antar kelompok, terjadinya konflik sebenarnya merupakan hal alamiah. Pada

awalnya konflik dianggap sebagai gejala atau fenomena yang tidak wajar

dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik dianggap sebagai gejala

alamiah yang dapat berakibat negatif maupun positif tergantung bagaimana

cara mengelolanya. Oleh sebab itu, persoalan konflik tidak perlu dihilangkan

tetapi perlu dikembangkan sebagai bagian dari kodrat manusia yang

menjadikan seseorang lebih dinamis dalam menjalani kehidupan

(Sumaryanto, 2010).

Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk

perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, dan ditinggalkan. Hal

tersebut disebabkan karena kelebihan beban kerja atau kondisi yang tidak

memungkinkan. Perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya

kemarahan, sehingga dapat mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan

kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja

secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja

maupun tidak disengaja (Sumaryanto, 2010).

Berdasarkan uraian di atas, maka sangat dibutuhkan pembahasan

makalah terkait manajemen konflik tentang praktik keperawatan yang berisi

teori dan fenomena yang terjadi pada pelayanan kesehatan. Dalam hal ini,

mahasiswa merupakan manifestasi dari insan intelektual dalam civitas

kampus. Lebih dari itu, mahasiswa pada umumnya merupakan generasi

muda calon pencerah sekaligus pelaku kehidupan bermasyarakat dan

bernegara untuk kehidupan yang akan datang. Potensi sosial yang besar dan

dimiliki oleh perguruan tinggi nampaknya belum dikelola dan diberdayakan

dalam seluruh aktivitas perkuliahan. Oleh karena itu sangat diperlukan

pembelajaran terkait manajemen konfik agar mahasiswa mengetahui cara

untuk memanage serta menyelesaikan sebuah konflik.

Page 3: gabung   cetak

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana manajemen yang sesuai pada konflik interpersonal dalam

organisasi keperawatan?

1.3 Tujuan Penulisan

a. Agar mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan mampu

menerapkan konsep manajemen konflik dalam manajemen keperawatan.

b. Mengidentifikasi manajemen yang sesuai pada konflik interpersonal

dalam organisasi keperawatan.

c. Memperluas pengertian tentang masalah, meningkatkan alternatif

pemecahan masalah, dan mencapai kesepakatan suatu pengambilan

keputusan dalam sebuah manajemen konflik.

Page 4: gabung   cetak

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Istilah manajemen berasal dari bahasa Italia Maneggiare yang berarti

melatih kuda-kudaatau secara harfiah to handle yang berarti mengendalikan.

Sehingga manajemem dapat didefinisikan sebagai mengawasi/mengatur

orang bekerja dan menmanajemen konfliksi administrasi dengan baik

(Mardianto, 2000).

Setelah memahami pengertian manajemen, selanjutnya adalah

pengertian konflik.menurut Mardianto (2000), konflik berati percekcokan,

pertentangan, atau perselisihan. Konflik juga berarti adanya oposisi atau

pertentangan pendapat antara orang orang atau kelompok-kelompok. Setiap

hubungan antar pribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan

pendapat, atau perbedaan kepentingan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen

konflik adalah cara yang digunakan individu untuk menghadapi pertentangan

atau perselisihan antara dirinya dengan orang lain yang terjadi di dalam

kehidupan (Mardianto, 2000).

Marquis dan Huston (1998) mendefinisikan konflik sebagai masalah

internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat,

nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. Konflik merupakan

proses yang bermula ketika interaksi pihak satu dengan yang lain

memunculkan masalah internal maupan eksternal sebagai akibat perbedaan

pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan-keyakinan (Asmuji, 2012). Littlefield

(1995) mengkategorikan konflik sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai

suatu kejadian, konflik terjadi dari suatu ketidaksetujuan antara dua orang

atau organisasi, dimana orang tersebut menerima sesuatu yang akan

mengancam kepentingannya. Sebagai proses, konflik dimanifestasikan

sebagai suatu rangkaian tindakan yag dilakukan oleh dua orang atau

kelompok, dimana setiap orang atau kelopok berusaha menghlangi atau

Page 5: gabung   cetak

mencegah kepuasan dari seseorang. Konflik sering terjadi pada setiap

tatanan asuhan keperawatan. Oleh karena itu harus memiliki dua asumsi

dasar tentang konflik yaitu konfik merupakan sesuatu yang tidak dapat

dihindari dalam suatu organisasi dan jika konflik dapat dikelola dengan baik,

maka konflik dapat menghasilkan suatu kualitas produksi, penyelesaian yang

kreatif dan berdampak terhadap peningkatan dan pengembangan.

2.2 Tipe dan Jenis Manajemen Konflik

Tipe konflik:

1) Dari segi fihak yang terlibat dalam konflik

a) Konflik individu dengan individu. Konflik semacam ini dapat terjadi

antara individu pimpinan dengan individu pimpinan dari berbagai

tingkatan. Individu pimpinan dengan individu karyawanmaupun antara

inbdividu karyawan dengan individu karyawan lainnya. 

b) Konflik individu dengan kelompok. Konflik semacam ini dapat terjadi antara

individu pimpinan dengan kelompok ataupun antara individu karyawan

dengan kempok pimpinan.

c) Konflik kelompok dengan kelompok. Ini bisa terjadi antara kelompok

pimpinan dengan kelompok karyawan, kelompok  pimpinan dengan

kelompok pimpinan yang lain dalam berbagai tingkatan maupunantara

kelompok karyawan dengan kelompok karyawan yang lain.

2) Dari segi dampak yang timbul

Dari segi dampak yang timbul, konflik dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu konflik fungsional dan konflik infungsional. Konflik dikatakan

fungsional apabila dampaknyadapat memberi manfaat atau keuntungan

bagi organisasi, sebaliknya disebutinfungsional apabila dampaknya justru

merugikan organisasi. Konflik dapat menjadifungsional apabila dikelola

dan dikendalikan dengan baik.

Page 6: gabung   cetak

Kategori konflik:

a. Intrapersonal

Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan

masalah internal untuk mengklarifikasi nilai dan keinginan dari konflik

yang terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetisi

peran.

b. Interpersonal

Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih dimana

nilai, tujuan dan keyakinan yang berbeda. Konflik ini sering terjadi

seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang lain sehingga

ditemukan perbedaan-perbedaan.

c. Antar kelompok (intergroup)

Konflik terjadi antara dua atau lebih kelompok orang, departemen,

atau organisasi. Sumber konflikjenis ini adalah hambatan dalam

mencapai kekuasaan dan otoritas, serta keterbatasan prasarana.

Konflik yang terjadi pada suatu organisasi merefleksikan konflik

interpersonal, interpersonal, dan antarkelompok. Tetapi di dalam

organisasi konflik dipandang secara vrtikal dan horisintal (Marquis dan

Huston, 1998). Konflik vertikal terjadi antara atasan dan bawahan. Konflik

horisontal terjadi antara staf dengan posisi dan kedudukan yang sama,

misalnya, konflik horisontal meliputi wewenang, keahlian, dan praktik

(Nursalam, 2009).

Jenis konflik menurut Asmuji (2012) dibagi menjadi 5

a. Dalam diri individu (intrapersonal)

Konflik yang terjadi dalam diri individu dapat terjadi karena adanya

ketidakcocokan antara keinginan dan kenyataan, status pekerjaan yang

tidak pasti, ketidakmampuan individu untuk berbuat sesuai tanggung

jawabnya.

b. Antar individu dan individu (interpersonal)

Kesalahpahaman, pertentangan, dan perbedaan pendapat

antara individu dapat menyebabkan konflik

Page 7: gabung   cetak

c. Antara individu dan kelompok

Konflik ini dapat terjadi jika ada ketidakcocokan atau pertentagan

antara keinginan individu dan kelompok. Individu melanggar kesepakatan

kelompok juga dapat menyebabkan konflik ini.

d. Antara kelompok dan kelompon (Intergroup)

Konflik ini dapat terjadi kesalahpahaman, pertentangan,dan juga

perbedaan pendapat anatara kelompok.

e. Antara organisasi dan organisasi

Konflik ini dapat timbul karena adanya persaingan terhadap

produk-produk yang dihasilakan oleh organisasi. Dengan adanya konflik

ini, akan berdampak ke arah pengembangan produk yang dihasilkan.

Organisasi akan bersaing untuk menghasilkan produk yang berkualitas,

efisien, dan terjangkau.

2.3 Model Manajemen Konflik

Model-model dalam resolusi konflik menurut fisher, dkk 2002 tersebut

diantaranya

1) The Circle of Conflict models, yang melihat konflik dari perbedaan

penyebab yang menggerakkannya.

2) The Triangle of Satisfaction models, yang melihat perbedaan jenis

kepentingan dan melakukan penilaian secara lebih signifikan, mendalam

dan fungsional.

3) The Boundary models, yang melihat konflik dari perspektif yang unik,

memebrikan wawasan kedalam dunia yang hamper tidak terlihat batas

pengelolaannya dan kejadian sehari-hari bagi kita semua.

4) The Interest/Rights/Power models adalah dasar negosisasi ke lapangan

dan resolusi konflik, membantu dengan mengelompokkan berbagai

proses dalam tiga jenis yaitu Iinterest/ kepentingan, Right/hak dasar,

Power/ kekuasaan (IRP) dan mendiagnosa karakteristik masing-masing

dari ketiga jenis tersebut.

Page 8: gabung   cetak

5) The Dynamics of Trust models yang menangani isu penting tentang

bagaimana menciptakan kepercayaan, bagaimana kepercayaan terkikis,

dan bagaimana kurangnya kepercayaan dan dampak proses resolusi.

6) The Dimensions models yang melihat perbedaan secara luas pada tiga

dimensi yaitu (1) dimensi kognitif (bagaimana kita memandang dan

berfikir tentang konflik), (2) dimensi emosional (bagaimana perasaan kita

terhadap konflik), (3) dimensi perilaku (bagaimana kita bertindak dan

berperilaku terhadap konflik).

7) The Social Style models yang meilhat konflik melalui bagian-bagian lensa

kehidupan, dan membawa arah yang jelas pada pengelolaan dan

menyelesaikan komunikasi dengan gaya isu-isu interpersonal.

8) The Moving Beyond models yang melihat pada proses emosional yang

keluar ketika terjadi konflik dan perubahannya, serta proses kritis untuk

mencapai resolusi.

2.5 Proses Terjadinya Konflik

Nursalam (2009) membagi proses konflik menjadi 5 tahap, yaitu:

1. Konflik laten

Tahap konflik yang terjadi terus-menerus dalam suatu organisasi.

Kondisi tersebut memicu pada ketidakstabilan organisasi dan kualitas

produksi, meskipun konflik yang ada kadang tidak nampak secara

langsung. Misalnya, kondisi keterbatasan staf.

2. Felt conflict

Konflik yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan, tidak

percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik

“affectiveness”. Hal ini penting bagi seorang untuk menerima konflik dan

tidak merasakan konflik tersebut sebagai suatu masalah ancaman

terhadap keberadaannya.

3. Konflik yang nampak/ sengaja dimunculkan

Konflik yang dengaja dimunculkan untuk dicari solusinya.

Tindakan yang dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat, atau

Page 9: gabung   cetak

mencari penyelesaian konflik. Setiap orang secara tidak sadar belajar

menggunakan kompetisi, kekuatan, dan agresivitas dalam menyelesaikan

konflik. Sementara itu, penyelesaian konflik dalam suatu organisasi

memerlukan upaya dan strategi sehingga dapat mencapai tujuan

organisasi

4. Resolusi konflik

Resolusi konflik merupakan suatu penyelesaian masalah dengan

cara memuaskan semua orang yang terlibat didalamnya dengan prinsip

“win-win solution’.

5. Konflik “aftermath”

Konflik “aftermath” merupakan konflik yang terjadi akibat dari tidak

terselesaikannya konflik yang peprtama. Konflik ini akan menjadi masalah

besar jika tidak segera diatasi atau dikurangi bisa menjadi penyebab dari

konflik utama

Sedangkan menurut Asmuji (2012) proses terjadinya konflik dibagi

menjadi:

1. Potensi oposisi atau ketidakcocokan

Tahap pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi yang

menciptakan kesempatan munculnya konflik. Pada tahap ini kondisi yang

mempengaruhi timbulnya konflik adalah komunikasi, struktur, dan

individu.

2. Kognisi dan personalisasi

Pada tahap ini merupakan wujud adanya oposisi dan

ketidakcocokan pada tahap pertama. Pada tahap ini terdapat dua macam

konflik, yaitu konflik yang dipersepsikan dan konflik yang dirasakan.

Kesadaran individu diperlukan untuk dapat mempresepsikan adanya

konflik. Konflik yang dapat dipresepsikan muncul jika adanya kesadaran

salah satu pihak atau lebih atas adanya kondisi yang menciptakan

peluang terjadinya konflik. Konfik yang dirasakan terjadi jika individu

menjadi terlibat secara emosional sampai munculnyakecemasan,

ketegangan, frustasi, atau permusuhan.

3. Menentukan maksud

Page 10: gabung   cetak

Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam cara

tertentu guna menangani konflik yang dirasakan. Penanganan konflik

yang dirasakan dan sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya dapat

dilakukan dengan cara bersaing, kerja sama, kompromi, menghindari,

atau mengakomodasi.

4. Perilaku

Tahap ini merupakan upaya-upaya nyata dari individu-indibidu

yang mengalami konflik. Upaya ini dapat berupa pernyataan, tindakan,

atau juga reaksi terhadap terjadinya konflik.

5. Hasil

Tahap ini menghasilkan konsekuensi yang telah dibuat oleh pihak

yang terlibat konflik. Hasil yang diperoleh dapat bersifat fungsional

(meningkatkan kinerja) atau disfungsional.

2.6 Penyebab atau Sumber Konflik

Manager organisasi pelayanan keperawatan harus mampu mengenali

sumber konflik sehingga dapat menyelesaikan masalah dengan efektif.

Penyebab atau sumber konflik dapat dikategorikan menjadi: (Asmuji, 2012)

1) Variabel komunikasi

Kemampuan berkomunikasi yang tidak baik dapat menyebabkan

kesalahpahaman yang menjadi potensi konflik

2) Variabel struktur

Variabel stuktur adalah konflik yang terjadi antara bagian satu

dengan bagian yang lain, bukan didasarkan atas konflik pribadi. Misal,

ukuran kelompok, kecocokan antar anggota kelompok, gaya

kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antar

kelompok.

3) Variabel individu

Sistem nilai dan karakteristik yang dimiliki setiap individu dapat

menyebabkan timbulnya perbedaan antar individu yang secara nyata

dapat menyebabkan timbulnya konflik.

Page 11: gabung   cetak

2.7 Penyelesaian Konflik

Langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik meliputi: 1) pengkajian,

2) identifikasi, dan 3) intervensi (Nursalam, 2009)

Pengkajian

1. Analisis situasi

Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang

diperlukan, mengumpulan semua fakta dan memvalidasi semua

perkiraan dengan pengkajian lebih mendalam, siapa yang terlibat dan

peran masing-masing.

2. Analisa dan mematikan isu yang berkembang

Menelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi.

Menentukan masalah utama sebagai prioritas serta hindari

menyelesaikan semua masalah dalam satu waktu.

3. Menyusun tujuan

Menjelaskan tujuan spesifik yang ingin dicapai.

Identifikasi

4. Mengelola perasaan

Menghindari memberikan respon emosional seperti marah.

Intervensi

5. Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik dan

mengidentifikasi hasil positif yang akan terjadi.

6. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik. Penyelesaian

konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda.

Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang

sederhana.Cepat atau tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada

kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk

menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut.

Langkah langkah yang harus dilakukan sebelum menyelesaikan konflik

adalah sebagai berikut:

1) Usahakan memperoleh semua fakta mengenai keluhan itu,

2) Usahakan memperoleh dai kedua belah pihak,

Page 12: gabung   cetak

3) Selesaikan problema itu secepat mungkin.

Menurut Wahyudi (2006: 15), untuk menyelesaikan konflik ada

beberapa cara yang harus dilakukan antara lain:

1) Disiplin

Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan

mencegah konflik. Seseorang harus mengetahui dan memahami

peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka

harus mencari bantuan untuk memahaminya.

2) Pertimbangan pengalaman dalam tahapan kehidupan

Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk

mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya.

3) Komunikasi

Suatu komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang

terapeutik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer

untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang

efektifdalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai

satu cara hidup.

4) Mendengarkan secara aktif

Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk

mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan seseorang

telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan

kembali seseorang dengan tanda bahwa mereka telah mendengarkan.

Sedangkan dalam penanganan konflik, ada lima tindakan yang dapat

kita lakukan diantaranya:

1) Berkompetisi

Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan

kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini

bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang

cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat

vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang kalah (win-win solution)

akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat

menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam

Page 13: gabung   cetak

hubungan atasan-bawahan, dimana atasan menempatkan

kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.

2) Menghindari konflik

Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari

situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini

hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi

disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak

mencoba untuk mendinginkan suasana, membekukan konflik untuk

sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang

tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi

stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan

tersebut.

3) Akomodasi

Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa

kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi

konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini

dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau

kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.

Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal

yang utama di sini.

4) Kompromi

Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa

bahwa kedua hal tersebut sama-sama penting dan hubungan baik

menjadi yang utama. Masing-masing pihak akan mengorbankan

sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang

(win-win solution).

5) Berkolaborasi

Strategi ini merupakan strategi “ win-win solution”. Daalam

kolaborasi ke dua unsure yang terlibat menentukan tujuan bersama dan

bekerja sama dalam mencapai sebuah tujuan. Strategi kolaborasui tidak

akan bisa berjalan bila kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi

tersebut, kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam

Page 14: gabung   cetak

menyelesaikan masalah, dan tidak adanya kepercayaan dari 2 kelompok

yang berkolaborasi.

6) Smoothing

Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara

mengurangi komponen emosional dalam konflik. Pada strtegi ini indifidu

yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan dari pada

perbedaan dengan penuh kesadaran dan instrospeksi diri. Strategi ini isa

diterapkan pada konflik yang ringan.

Cara mengatasi konflik juga dapat dilakukan melalui hal-hal berikut

ini:

1) Rujuk

Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja sama

dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.

2) Persuasi

Usaha mengubah posisi pihak lain, dengan menunjukkan

kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan

menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan

norma dan standar keadilan yang berlaku.

3) Tawar-menawar

Suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan

saling mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini

dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji

secara eksplisit.

4) Pemecehan masalah terpadu

Usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan

kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan

kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa

saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara

bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.

5) Penarikan diri

Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak

menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua

Page 15: gabung   cetak

pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling

bergantung satu sama lain.

6) Pemaksaan dan penekanan

Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan

lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas

pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat

dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Namun,

cara ini sering kali kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah

dan menyerah secara terpaksa.

Apabila pihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha

kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam

penyelesaian konflik.

1) Arbitrase (arbitration)

Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi

sebagai menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih

baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan

destruktif.

2) Penengahan (mediation)

Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi

sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin

komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta

mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu.

Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku

mediator.

3) Konsultasi

Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta

mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan

konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan

tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk

meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak

terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses

penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.

Page 16: gabung   cetak

BAB III

PEMBAHASAN

Studi Kasus:

Seorang perawat A adalah seorang perawat profesional lulusan S1 jurusan

keperawatan , baru saja bertugas disalah satu rumah sakit kabupaten. Dirumah sakit

tersebut tenaga keperawatan sangat terbatas dan pada umumnya tenaga yang ada

adalah lulusan D3 keperawatan. Kedatangan perawat A tersebut cukup membuat

para perawat D3 kurang senang karena perawat A sering diajak diskusi oleh dokter

tentang kondisi keadaan pasien sedangkan perawat D3 ayng sudah 20 tahun

bertugas disana belum pernah diajak diskusi oleh dokter. Suatau pagi karu melihat

keadaaan kondisi kerja yang tidak kondusif diantara stafnya.

Bagaimana seharusnya karu menyelesaikan masalah yang terjadi diantara stafnya

tersebut ?

Pembahasan:

Dalam kasus ini karu bertindak sebagai pihak ke tiga yang akan dilibatkan

dalam penyelesaian kasus antara dua belah pihak dengan menggunakan metode

arbitrase dimana pihak ketiga mendengarkan keluh kesah antara kedua belah pihak

dan berfungsi sebagai pihak yang menengahi masalah tersebut. Dalam proses

arbitrase ini karu menggunakan beberapa cara :

1. Disiplin

Dalam cara ini masing-masing pihak harus mengetahui peraturan-

peraturan dalam institusi untuk penyelesaian management konflik.

2. Pertimbangan pengalaman dalam tahapan kehdupan

Dalam hal ini karu mengajak diskusi kedua belah pihak terkait dengan

pengalaman dalam menyelesaikan konflik diantara perawat.

3. Komunikasi

Dalam hal ini karu menjaga komunikasi tetap baik pada kedua belah

pihak agar tidak ada kesalah pahaman diantara keduanya.

Page 17: gabung   cetak

4. Mendengarkan secara aktif

Karu mendengarkan masalah-masalah yang timbul diantara keduanya

dan menyelesaikan dengan kesepakatan dari kedua belah pihak yang dirasa

saling tidak merugikan salah satu piha.

Page 18: gabung   cetak

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

Page 19: gabung   cetak

DAFTAR PUSTAKA

Asmuji. 2012. Manajemen Keperawatan: Konsep dan Aplikasi.Jogjakarta: Ar-Ruzz

Media.

Dalimunthe, Ritha F. 2003. Peranan Manajemen Konflik pada Suatu Organisasi.

Medan: Universitas Sumatra Utara.

Fisher, dkk. 2002. Mengelola Konflik, Ketrampilan Dan Strategi Untuk Bertindak. The

British Council.

Jones, rebecca A. patronis. 2007. Nursing Leadership and Management: Theories,

Processes and Practice. Philadelphia: Davis Company.

Mardianto, A. dkk. 2000. Penggunaan Manajemen Konflik Ditinjau Dari Status

Keikutsertaan Dalam Mengikuti Kegiatan Pencinta Alam Di Universitas Gajah

Mada. Yogyakarta: Jurnal Psikologi No. 2.

Nursalam. 2009. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan

Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Robbin, P. Stephen. 2001. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sumaryanto. 2010. Manajemen Konflik sebagai Salah Satu Solusi dalam

Pencegahan Masalah. Yogyakarta: OPPEK Dosen UNY.

Wahyudi. 2006. Manajemen Konflik dalam Organisasi: Pedoman Praktis bagi

Pemimpin Visioner. Bandung: Alfabeta.