frh

48
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS Nama : Ny. R Jenis kelamin : Permpuan Usia : 42 tahun Agama : Islam Suku bangsa : Pendidikan : Pekerjaan : Alamat : Kampung Pondok Ranggon RT 004/06 No 45, Jakarta Timur Status marital : Menikah Tanggal masuk RS : 29 April 2015 Tanggal pemeriksaan : 3 Mei 2015 II. ANAMNESIS ( Autoanamnesis & Alloanamnesis) Keluhan Utama Kedua kaki terasa lemah dan sulit untuk digerakkan sejak 1 minggu SMRS Keluhan Tambahan Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RS POLRI dengan keluhan nyeri kepala secara menyeluruh sejak 1 bulan SMRS, awalnya

Upload: faraheryanda

Post on 04-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

frh

TRANSCRIPT

Page 1: frh

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Ny. R

Jenis kelamin : Permpuan

Usia : 42 tahun

Agama : Islam

Suku bangsa :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Alamat : Kampung Pondok Ranggon RT 004/06 No 45, Jakarta Timur

Status marital : Menikah

Tanggal masuk RS : 29 April 2015

Tanggal pemeriksaan : 3 Mei 2015

II. ANAMNESIS ( Autoanamnesis & Alloanamnesis)

Keluhan Utama

Kedua kaki terasa lemah dan sulit untuk digerakkan sejak 1 minggu SMRS

 

Keluhan Tambahan

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RS POLRI dengan keluhan nyeri kepala secara

menyeluruh sejak 1 bulan SMRS, awalnya nyeri yang dirasakan hanya saat pasien

dalam keadaan sujud dan akan menghilang dengan sendirinya (yaitu tidak dalam

posisi sujud). Namun nyeri tersebut bertambah intensitasnya dengan waktu yang tidak

tertentu sejak 2 minggu SMRS, walaupun pasien dalam keadaan istirahat nyeri

tersebut masih dapat muncul sehingga terkadang pasien sulit untuk melanjutkan

aktivitasnya. Nyeri yang dirasakan seperti tertekan di bagian seluruh kepala, hilang

timbul dan tidak terdapat pemicu yang spesifik. Pasien juga merasakan adanya rasa

nyeri pada bagian wajah (pipi kanan & kiri), kening sejak 3 bulan SMRS yang hilang

Page 2: frh

timbul, ia juga merasanya adanya rasa seperti penuh bagian wajah karena nyeri yang

dialaminya.

Selain itu suami dari pasien mengaku bahwa anggota gerak badan yaitu tangan

dan kaki bagian kanan terasa lebih lemah dari sebelumnya, yang dirasakan sejak 2

minggu SMRS. Hal ini dialami dari hari ke hari semakin lemah, sehingga membuat

pasien sulit untuk melanjutkan aktivitas dan pasien juga sulit untuk berjalan. Suami

dari pasien juga merasakan bahwa ekspresi muka bagian kanan pasien lebih tertinggal

dibandingkan yang kiri (khususnya bagian mulut), hal ini dirasakan sejak 2 minggu

SMRS. Pasien juga memiliki adanya gaya berbicara yang tidak seperti biasanya

(seperti cadel) sejak 1 minggu SMRS, sehingga terkadang suami pasien sulit untuk

menginterpretasikan omongan dari pasien.

Selain itu suami pasien juga mengatakan bahwa 2 minggu belakangan ini

BAK pasien sulit terkontrol sehingga pasien sering sekali mengompol di luar kendali,

walaupun frekuensi BAK pasien masih termasuk dalam batas normal (4-5 kali sehari)

dengan warna kuning jernih tanpa ada darah. BAB pasien dalam batas normal. Karena

keluhan-keluhan tersebut, membuat suami pasien membawa pasien ke RS Siloam, dan

sempat dirawat inap selama 1 malam dan dilakukan pemeriksaan MRI kepala serta

foto rontgen bagian dada. Namun pasien memutuskan pulang paksa dan berpindah ke

RS POLRI, dikarenakan status ekonomi.

Suami pasien mengaku bahwa pasien belum pernah mengalami gejala-gejala

tersebut sebelumnya. Dan selama gejala yang dialami, pasien belum pernah

mengobatinya. Pasien menyangkal adanya penurunan kesadaran (pingsan) sebelum

atau selama gejala yang dialami. Ia juga menyangkal adanya muntah tiba-tiba tanpa

adanya rangsangan. Pasien menyangkal adawanya riwayat kejang sebelumnya. Ia juga

menyangkal adanya demam, batuk lama, sesak nafas, keringat malam, ataupun

penurunan berat badan atau nafsu makan sebelumnya. Pasien juga menyangkal

adanya riwayat infeksi sebelumnya seperti infeksi telinga, hidung, ataupun gigi.

Suami dari pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah memiliki penyakit apapun

sebelumnya, sehingga pasien juga tidak pernah diopname selama hidupnya.

Page 3: frh

Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien menyangkal adanya riwayat hipertensi

- Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit jantung

- Pasien menyangkal adanya riwayat Diabetes Melitus

- Pasien menyangkal adanya riwayat trauma

- Pasien menyangkal adanya riwayat kejang

- Pasien menyangkal adanya riwayat infeksi yang lama

- Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit paru

- Pasien menyangkal adanya riwayat alergi

- Pasien menyangkal adanya riwayat opname

- Pasien menyangkal adanya riwayat penggunaan obat-obatan dalam jangka lama

Riwayat Penyakit Keluarga

-Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala seperti pasien.

- Riwayat keganasan, darah tinggi, kencing manis, kolesterol, dan kelainan jantung

pada keluarga disangkal.

Riwayat Kebiasaan / Pola Hidup

- Pasien tidak merokok, meminum alkohol, atau mengkonsumi obat- obatan terlarang

- Pola makan : makan teratur setiap hari (daging, sayur)

- Pola olahraga : senam seminggu sekali (sudah dijalankan selama setahun)

III. PEMERIKSAAN FISIK (9 April 2015)

a) Status Generalisata

Keadaan umum: Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis (GCS: 15 ( E4 M6 V5))

Tekanan darah: 130/80 mmHg

Nadi : 72 x/menit

Pernapasan : 20x /menit

Suhu : 36,8°C

Kepala : Normocephal, tidak terdapat jejas, distribusi rambut merata.

Page 4: frh

 

Mata :

- Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

- Pupil Æ : 3mm / 3mm, isokor

- Refleks cahaya langsung, tidak langsung ++/++

 

Telinga :

- Aurikula normal, serumen -/-, hiperemis -/-

 

Hidung :

- Bentuk normal, septum nasi di tengah, tidak ada luka dan perdarahan.

 

Mulut :

- Bibir deviasi ke kanan, lidah deviasi ke kanan, bibir, gusi, lidah, dan

faring berwarna merah muda; papil lidah (+); hipertrofi gusi (-) cheilosis(-);

uvula di tengah; pharinx hiperemis (-); tonsil T1/T1

 

Leher :

- Tidak ada luka, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

Thorax :

- Inspeksi à simetris dalam keadaan statis/dinamis

- Palpasi à fremitus normal, kanan = kiri

- Perkusi à sonor pada kedua lapang paru

- Auskultasi

à jantung : S1 dan S2 normal, murmur (-), gallop (-)

à paru : bunyi vesikuler, wheezing (-), ronchi (-)

 

Abdomen :

- Inspeksi : datar, kaput medusa(-).

- Auskultasi : bising usus (+)

- Perkusi : timpani di 9 regio abdomen

- Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+) ; hepar dan lien tidak teraba

 

Page 5: frh

Punggung :

- Tidak terdapat luka dan deformitas.

 

Ekstremitas :

- Akral hangat, bentuk normal, tidak terdapat deformitas, cyanosis, bekas luka

maupun benjolan. Capillary refill time < 2 detik.

b) Status Neurologis

Tanda rangsang meningeal :

Kaku kuduk : (-)

Laseque : (-)

Kernique : (-)

Brudzinski I : (-)

Brudzinski II : (-)

Brudzinski III : (-)

Brudzinski IV : (-)

Saraf kranialis:

- Nerve I (Olfactorius) :

Tidak ada kelainan

- Nerve II (Opticus) :

OD / OS : Visus dalam batas normal. Refleks cahaya langsung dan tak

langsung dalam batas normal.

- Nerve III (Okulomotor), IV (Troklearis), VI (Abdusen) :

Celah kelopak mata normal, tidak ada ptosis.

Pupil bulat, isokor Æ : 3mm / 3mm

Pergerakan kedua bola mata normal.

- Nerve V (Trigeminal)

Sensorik :

V1 : Normal.

V2 : Normal.

V3 : Normal.

Page 6: frh

Motorik :

Menggigit : tidak maksimal, mulut bagianan kanan lebih tertinggal.

Membuka rahang : baik

- Nerve VII (Facialis)

Sensorik :

Pengecapan 2/3 ant lidah : Baik.

Motorik :

Mengangkat alis : bagian kanan sedikit tertinggal

Mengembung pipi : kekuatan mencembungkan pipi pada sebelah

kanan lebih lemah daripada yang kiri.

Mencucu : terdapat kelemahan bibir ke kanan

Meringis : terdapat kelemahan bibir ke kanan

- Nerve VIII (Vestibulocochlear)

Gesekkan jari AD / AS : baik

Rinne Test : +

Post-pointing tangan kanan&kiri: baik

- Nerve IX (Glosofaringeal)

Sensorik :

Pengecapan 1/3 posterior lidah baik.

Motorik :

Refleks menelan baik.

- Nerve X (Vagus)

Tidak terdapat disfonia maupun disfagia.

Refleks muntah : Baik.

Arkus faring : Simetris.

Letak uvula : Di tengah.

- Nerve XI (Asesorius)

Mengangkat bahu : bahu bagian kanan tertinggal

Memalingkan kepala : Baik.

- Nerve XII (Hipoglosus)

Deviasi lidah : deviasi ke kanan

Atrofi/fasikulasi/tremor lidah : (-) / (-) / (-)

Artikulasi : kurang jelas

Page 7: frh

Pemeriksaan Motorik

- Kekuatan Motorik:

3333 5555

3333 5555

- Tonus :

- Trofi:

Lokasi Kanan Kiri

Ekstremitas atas Eutrofi eutrofi

Ekstremitas bawah Eutrofi eutrofi

- Refleks fisiologis:

Ekstremitas Atas

Biceps : +2 / +2

Triceps : +2 / +2

Ekstremitas Bawah

Patella : +2/ +2

Achilles : +2 / +2

- Refleks patologis:

Ekstremitas Atas

Hoffman : + / -

Trommer : +/ -

Ekstremitas Bawah

Babinski : + / -

Lokasi Kanan kiri

Ekstremitas atas Normotonus normotonus

Ekstremitas bawah Normotonus normotonus

Page 8: frh

Schaefer : + / -

Chaddock : + / -

Oppenheim : + / -

Gordon : + / -

Klonus

Patella : - / -

Achilles : - / -

- Pemeriksaan sensorik:

Ekstremitas Atas

Raba : Normoestesia/Normoestesia

Nyeri : Normoalgesia/Normoalgesia.

Getar : Tidak diperiksa.

Suhu : Tidak diperiksa.

Propioseptif : Normal.

Diskriminasi dua titik : Normal.

Ekstremitas Bawah

Raba : Normoestesia/Normoestesia.

Nyeri : Normoalgesia/Normoalgesia.

Getar : Tidak diperiksa.

Suhu : Tidak diperiksa.

Propioseptif : Normal.

Diskriminasi dua titik : Normal.

- Otonom

Buang air besar : Normal.

Buang air kecil : abnormal (incontinense)

Berkeringat : Normal.

- Fungsi Luhur

Memori : Baik.

Kognitif : Baik.

Bahasa : Baik.

- Pemeriksaan Koordinasi

Disdiadokinesia : -

Tes telunjuk hidung: Baik.

Page 9: frh

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium 06/04/2015 (SILOAM HOSPITAL)

Laboratorium 07/04/2015

(SILOAM HOSPITAL)

Page 10: frh

Laboratorium 08/04/2015 (RS. POLRI)

Page 11: frh

Pemeriksaan CT-scan kepala dengan

kontras (6 April 2015)

o Lesi lobulated kistik kental ring

enhancement multiple tersebar

mencakup white matter lobus

frontal kiri, corona radiata kiri

dan lobus temporal kiri

(diameter kisaran +/- 0,5 sampai

4,5 cm

Lesi-lesi tersebut disertai edema perifokal finger like

mengakibatkan deviasi midline ke kanan, obliterasi ventrikel

lateralis kiri kanan dan III serta pendesakan struktur intracranial

hemisfer kiri cerebri

o Gambaran meningitis

o Edema cerebri

o Sinusitis frontalis kanan, maksilaris kanan, dan ethmoidalis kanan kiri

Page 12: frh
Page 13: frh

Pemeriksaan Thorax

Kesan (6 April 2015):

COR tidak membesar

Aorta dan mediastinum superior tidak melebar

Corakan bronchovaskular paru kasar

Fibrosis di lapangan tengah paru kanan

Diafragma licin, sinus costrofrenikus lancip

Tulang-tulang costae baik

à Proses spesifik paru kanan

V. DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Hemiparese dextra,Cephalgia, sinusitis

Diagnosis Topis: Hemisphere sinistra, sinus frontalis dextra, sinus ethmoidalis

dextra, sinus maxilaris dextra & sinistra

Diagnosis Etiologi: Sinusitis (infeksi perkontuinatum)

Page 14: frh

VI. DIAGNOSIS BANDING

Tumor Otak Sekunder / Metastasis

VII. TATALAKSANA

Umum

a. Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi, respiratory rate)

b. Breathing: menjaga oksigenisasi dan ventilasi baik; penghisapan lendir

jika ada

c. Brain: pengendalian peninggian tekanan intra kranial; memonitor adanya

muntah proyektil, bradikardia relatif, maupun nyeri kepala; menghindari

hipertermia; pengendalian kejang.

d. Bladder: menjaga agar output urin tetap lancar; jika ada retensio urin

dipasang kateter.

e. Bowel: menjaga nutrisi seimbang (25-30 kkal/kgBB/hari) dan pencegahan

adanya obstipasi

Khusus

Medikamentosa

i. Antibiotika : Inj.Ceftriaxone 1x2gr

ii. Neuroprotektor : inj.Citicolin 1x2 amp

Inj.Metycobalamin 3x1 amp

iii. Steroid : Inj. Dexamethason 3x 1 amp

iv. Obat-obatan untuk pencegahan gejala lain

1. Ranitidin 3x50 mg injeksi

Nonmedikamentosa: pengendalian faktor resiko

VIII. ANALISA KASUS

TEORI KASUS

Page 15: frh

Definisi :Perjalanan penyakit progresif dan terdapat riwayat infeksi

Progresif :Anggota gerak (tangan dan kaki kanan) terasa lebih lemah dari sebelumnya, yang dirasakan sejak 2 minggu SMRS. Hal ini dialami dari hari ke hari semakin lemah, sehingga membuat pasien sulit untuk melanjutkan aktivitas dan pasien juga sulit untuk berjalanRiwayat infeksi :Sebelumnya pasien mengaku tidak pernah mengalami riwayat infeksi, namun dapat dilihat berdasarkan gejala yang dialami pasien

Etiologi :(penyebaran hematogen, penyakit immunologic, sinusitis, otitis, mastoiditis, dll)

Berdasarkan gejala :Sinusitis à Pasien juga merasakan adanya rasa nyeri pada bagian wajah (pipi kanan & kiri), kening sejak 3 bulan SMRS yang hilang timbul, ia juga merasanya adanya rasa seperti penuh bagian wajah karena nyeri yang dialaminyaSinusitis (2 major / 1 major + 2 minor)Major : nyeri wajah/ rasa tertekan, onstruksi nasal, penghidu menurun, wajah terasa penuh/kongesti, sekret nasal (purulent), pus pada rongga nasal)Minor : demam, fatigue, halitosis, nyeri gigi, nyeri/tekanan pada telinga)

Manifestasi & Pem.Fisik:Tanda defisit neurologis (fokal )

-Hemiparese dextra- Disartria- NC : parese NC V motoric, NC VII motoric, NC XI, NC XII- Motorik :

3333 5555

3333 5555

- Reflex Patologis :

- Ekstremitas Atas

- Hoffman : + / -

- Trommer : +/ -

- Ekstremitas Bawah

- Babinski : + / -

- Schaefer : + / -

- Chaddock : + / -

- Oppenheim : + / -

- Gordon : + / -

Page 16: frh

Pemeriksaan Penunjang :

MRI dengan kontras- Lesi lobulated kistik kental ring

enhancement multiple tersebar mencakup white matter lobus frontal kiri, corona radiata kiri dan lobus temporal kiri (diameter kisaran +/- 0,5 sampai 4,5 cm

- Lesi-lesi tersebut disertai edema perifokal finger like mengakibatkan deviasi midline ke kanan, obliterasi ventrikel lateralis kiri kanan dan III serta pendesakan struktur intracranial hemisfer kiri cerebri

- Gambaran meningitis

- Edema cerebri

- Sinusitis frontalis kanan, maksilaris kanan, dan ethmoidalis kanan kiri

Tatalaksana :

Konservatif > Operatif à Abses multiple

- Medikamentosan :

i. Antibiotika:

Inj.Ceftriaxone 1x2gr

ii. Neuroprotektor:

inj.Citicolin 1x2 amp

Inj.Metycobalamin 3x1 amp

iii. Steroid :

Inj. Dexamethason 3x 1 amo

iv. Obat-obatan untuk pencegahan

gejala lain

1. Ranitidin 3x50 mg injeksi

Page 17: frh

ABSES SEREBRI

I. DEFINISI

Abses serebri adalah infeksi purulen pada parenkim otak yang diikuti

kerusakan jaringan dan edema di sekitarnya serta terdapat lesi desak ruang . Pada

umumnya soliter tetapi ada kalanya terdapat abses multilokular akibat emboli septik

dari bronkiektasis. Kebanyakan abses terletak di hemisfer serebri, 20-30% berlokasi

di serebelum dan hampir tidak pernah bersarang di batang otak.

II. EPIDEMIOLOGI

Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada

laki-laki daripada perempuan dengan perban-dingan 3:1 yang umumnya masih usia

produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.

Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit

merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kematian. Jika kondisi pasien

buruk, rate kematian akan tinggi.

Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson Cancer

Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14

tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki > perempuan

dengan perbandingan 7:2, berusia2 sekitar 38-78 tahun dengan rate kematian 55%.

Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. terhadap 20 pasien abses

otak yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya,

menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita abses otak pada

laki- laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan - 50 tahun

dengan angka kematian 35% (dari 20 penderita, 7 meninggal).

III. FAKTOR ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI

Berdasaran bakteri penyebab, maka etiologi dari abses otak dapat dibagi menjadi:

Page 18: frh

1. Organisme aerobik:

Gram positif : Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus

Gram negatif : E. coli, Hemophilus influenza, Proteuss, Pseudomonas

2. Organisme anaerobic : B. fragilis, Bacteroides sp, Fusobacterium sp, Prevotella

sp, Actinomyces sp, dan Clostridium sp.

3. Fungi : Kandida, Aspergilus, Nokardia

4. Parasit : E. histolytica, Schistosomiasis, Amoeba

Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah,

sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).

• Abses dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik

(empyema, abses paru, bronkhiektase, pneumonia), endokarditis bakterial akut

dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses

multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak

yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan

peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus

parietalis, atau cerebellum dan batang otak.

• Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS,

penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat

menurunkan sistem kekebalan tubuh.

• Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas

wajah, abses tonsil, pustula kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi

gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat

ditentukan lokasi timbulnya abses dilobus otak.

• Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograd thrombophlebitis melalui

klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya

biasanya tunggal, terletak superfisial di otak, dekat dengan sumber infeksinya.

Page 19: frh

• Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus

frontalis.

• Sinusitis sphenoidalis dapat menyebab–kan abses pada lobus frontalis atau

temporalis.

• Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis.

• Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis.

• Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis.

• Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan

seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh

kolesteoma dapat menyebar kedalam cerebellum.

• Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba, Fungus (Actinomycosis, Candida

albicans)

• 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui.

IV. PATOGENESIS

Infeksi dapat mencapai otak dengan jalan yang berbeda-beda, seperti pada

otitis media, infeksi dapat meluas melalui cavum tympani atau melalui mastoid dan

meningen, kemudian mencapai jaringan otak. Infeksi meluas melalui vena-vena

dalam, menyebabkan trombosis vena. Trombosis menghambat sirkulasi serebral,

sehingga terjadi iskemia dan infark yang mempercepat terjadinya infeksi lokal. Setiap

robekan pada duramater akibat trauma merupakan sumber yang potensial untuk

terjadinya infeksi pada otak.

Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya terdapat

di bagian substansia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai darah. Proses

peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh

darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati.

Page 20: frh

Di daerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan, dan

kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil. Di sekeliling abses terdapat

pembuluh-pembuluh darah dan infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak

dan membentuk ruang abses. Mula-mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian

terbentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling abses

terjadi infiltrasi leukosit polimorfnuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses

ini memakan waktu lebih kurang dua minggu. Abses dapat membesar, kemudian

pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat

mengakibatkan meningitis.

V. NEUROPATOLOGI DAN GAMBARAN CT- SCAN

Proses pembentukan abses otak oleh bakteri Streptococcus alpha hemolyticus secara

histologis dibagi dalam 4 fase dan waktu 2 minggu untuk terbentuknya kapsul abses.

10

1. Early cerebritis (hari 1 – 3 )

2. Late cerebritis(hari 4 – 9 )

3. Early capsule formation (hari 10 – 13 )

4. Late capsule formation (hari 14 atau lebih)

Early cerebritis

Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polymorphonuclear leukosit, limfosit dan

plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan

meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari

pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini

disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema disekitar otak dan peningkatan efek massa

Page 21: frh

karena pembesaran abses.

Gambaran CT Scan :Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian

gambaran seperti cincin. Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai dengan

diameter serebritisnya. Didapati mengelilingi pusat nekrosis.

Late cerebritis

Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis

membesar oleh karena peningkatan “acellular debris” dan pembentukan nanah karena

pelepasan enzim- enzim dari sel radang. Ditepi pusat nekrosis didapati daerah sel

radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast

mulai menjadi retikulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema

otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar.

Gambaran CT-Scan :Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras

perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen -

menunjukkan adanya cerebritis.

Early capsule formation

Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag menelan “acellular debris” dan

fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk

anyaman retikulum mengelilingi pusat nekrosis. Didaerah ventrikel, pembentukan

dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi didaerah substansi putih

dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan

tengah memungkinkan abses membesar kedalam substansi putih. Bila abses cukup

besar, dapat robek kedalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat

daerah anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul kollagen, Reaksi astrosit

disekitar otak mulai meningkat.

Gambaran CT-Scan :Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih

kecil dan kapsul terlihat lebih tebal.

Page 22: frh

Late capsule formation

Terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut:

bentuk pusat nekrosis diisi oleh “acellular debris” dan sel-sel radang. Daerah tepi dari

sel radang, makrofag dan fibroblast. Kapsul kolagen yang tebal. Lapisan neovaskular

sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis dan edema otak

diluar kapsul.

Gambaran CT-Scan :Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah

nekrosis tidak diisi oleh kontras.

VI. TANDA DAN GEJALA KLINIS

Gejala dan tanda klinis dari abses otak tergantung kepada banyak faktor,

antara lain lokasi, ukuran, stadium dan jumlah lesi, keganasan kuman, derajat edema

otak, respons pasien terhadap infeksi, dan juga umur pasien. Bagian otak yang terkena

dipengaruhi oleh infeksi primernya. Pada stadium awal gambaran klinik abses otak

tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-

gejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang.

Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang

terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal

Tanda dan gejala yang muncul biasanya selama 2-3 minggu secara progresif.

Onset yang dimilikinya lebih gradual, dan mungkin akan berkembang secara akut

pada pasien dengan immunocompromised. Gejala klinik yang muncul :

- Toxicity : demam, malaise

- Raised intracranial Pressure : nyeri kepala, muntah, sampai gangguan kesadaran

- Focal Damage : hemiparesis, disfasia, ataksia, nistagmus

Epilepsy (general / parsial ) sebanyak 30 %

Page 23: frh

- Infection Source : nyeri tekan pada mastoid atau sinus, cairan telinga

- Neck stiffness : karena munculnya tanda meningitis atau herniasi tonsilar (25%)

Gejala berdasarkan presentase :

- Hampir seluruh penderita abses didapati keluhan sakit kepala (70-90%)

- Muntah-muntah (25-50%)

- Kejang-kejang (30-50%)

- Gejala-gejala pusing, vertigo, ataxia (pada penderita abses cerebelli)

- Gangguan bicara (19,6%), hemianopsis (31%). Unilateral midriasis (20,5%) yang

merupakan indikasi terjadinya herniasi tentorial. (pada penderita abses temporal)

- Gejala fokal (61%) (pada penderita abses supratentorial)

1)      Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik

seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang

menurun menunjukan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi

dan perforasi ke dalam kavum ventrikel

2)      Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap

didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan

hemianopsi   komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas

dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik,

berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala

sensorimotorik

3)      Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan

gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor,  dismetri dan nistagmus.

4)      Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat

fatal.

Page 24: frh

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Laboratorium

- Pemeriksaan darah :

LED, leukositosis, dapat ditemukan kultur darah 10%

b) EEG (electroencephalogram)

Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam

hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta

dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses

c) Pencitraan

- Xray : untuk mendiagnosis adanya infeksi pada sinus dan mastoid

- CT Scan : pada penyakit infeksi serebral dapat terlihat normal atau pun densitas

yang rendah. Namun pada abses yang prgresif akan terlihat :

Pada abses yang terdapat di beberapa lokasi, dapat dipikirkan adanya sumber

hematogen.

Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur

diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis

abses otak. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal

untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding

Page 25: frh

dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan

granuloma.

Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma,

metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk

membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cincin tipis

hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada

sebagian kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini

menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari masa putih dan menjelaskan mengapa

abses biasanya berkembang di medial.

- MRI : pada infeksi serebral akan lebih terlihat jelas dengan menggunakan MRI

khususnya stadium yang terkena, namun teteap belum dapat menyingkirkan dari

patologi lainnya.

d) Lumbal pungsi :

kontaindikasi dilakukannya tindakan ini yaitu apabila terdapat masa sehingga

dapat mendesak jaringan sekitarnya seperti terdapat tanda midline shift yang

terlihat pada pencitraan. Apabila LCS dapat diperoleh akan menunjukan hasil

peningkatan protein, peningkatan sel darah putih. Pewarnaan gram juga akan

menunjukan hasil positif.

VIII. PENATAKSANAAN

Dasar pengobatan abses otak adalah mengurangi efek massa dan menghilangkan

kuman penyebab. Terapi definitif untuk abses melibatkan :

Page 26: frh

1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam

jiwa

2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses

3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)

4. Pengobatan terhadap infeksi primer

5. Pencegahan kejang

6. Neurorehabilitasi

Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan

pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang

memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan

kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole.

Jika terdapat riwayat cedera kepala dan komplikasi pembedahan kepala, maka

dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin

generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika

hasil kultur dan tes sentivitas telah tersedia.

Etiologi Antibiotik

Infeksi bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus

Meropenem

Penyakit jantung sianotik Penissilin dan metronidazole.

Post VP-Shunt Vancomycin dan ceptazidine

Otitis media, sinusitis, atau mastoiditis Vancomycin

Infeksi meningitis citrobacter Sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi

Page 27: frh

aminoglikosida1) Tabel 1. Prinsip pemilihan antibiotik pada abses otak.14

Sumber : Bacteriological study of photogenic cerebral abscess. In: Chemotherapeutic role of metronidazole, British Med J, 2009.

Pada abses yang terjadi akibat trauma penetrasi, cedera kepala, atau sinusitis

dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime atau

cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengan meropenem terbukti baik

melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus dan

menjadi pilihan alternatif.

Pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan

penissilin dan metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt

dapat diterapi dengan vancomycin dan ceftazidine. Jika otitis media, sinusitis, atau

mastoidits yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus

pneumonia telah resisten terhadap penisilin. Jika meningitis citrobacter, yang

merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi

ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada pasien

dengan immunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas dan

dipertimbangkan pula terapi amphoterids.

Dosis obat Frekwensi dan rute

Cefotaxime (50-100 mg/KgBB/Hari)

2-3 kali per hari, IV

Ceftriaxone (50-100 mg/KgBB/Hari)

2-3 kali per hari, IV

Metronidazole (35-50 mg/KgBB/Hari)

3 kali per hari, IV

Nafcillin (2 grams)

setiap 4 jam, IV

Vancomycin (15 mg/KgBB/Hari)

setiap 12 jam, IV

Tabel 2. Dosis dan cara pemberian antibiotik pada abses otak.14

Page 28: frh

Sumber : Bacteriological study of photogenic cerebral abscess. In: Chemotherapeutic role of metronidazole, British Med J, 2009.

Penggunaan antibiotik intravena selama 2-3 minggu dan dilanjutkan dengan

antibiotik oral selama 3-4 minggu.

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat

mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan

kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus

dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang

dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravena, dan ditapering dalam 3-7 hari.

Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya

tekanan intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas

serta midline shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah itu

di tap-off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada

pemeriksaan nervus optikus hari XV tidak didapatkan papil edema. Penatalaksanaan

secara bedah pada abses otak dipertimbangkan dengan menggunakan CT-Scan, yang

diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan peradangan, seperti cerebritis atau

dengan abses yang multipel.

Page 29: frh

Terapi optimal dalam mengatasi abses otak adalah kombinasi antara

antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase

abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center

tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and

biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang otak dan

pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi. Pada beberapa keadaan terapi operatif

tidak banyak menguntungkan, seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early

cerebritic stage.

Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna

diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi

dalam mengurangi risiko kejang.

Antibiotik mungkin dapat digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses

berkapsul dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang

berefek terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Namun, harus ditatalaksanakan

dengan kombinasi antibiotik dan aspirasi abses.

Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena prosedur

ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan dengan teknik

aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm,

Page 30: frh

adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yang terletak di fosa

posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis,

sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi

kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon terhadap

penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu.

Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya

terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari

kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya

abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging).

IX. KOMPLIKASI

Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya adalah:

1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subaraknoid

2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus

3. Edema otak

4. Herniasi oleh masa abses otak

X. PROGNOSIS

Page 31: frh

Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan

berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotik yang

tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan dengan

tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses mutipel,

kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang terjadi paling

tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus, abnormalitas

nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran lainnya.

Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:

1) Cepatnya diagnosis ditegakkan

2) Derajat perubahan patologis

3) Soliter atau multipel

4) Penanganan yang adekuat.

Dengan alat-alat canggih dewasa ini abses otak pada stadium dini dapat lebih

cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis abses otak soliter lebih

baik dan mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi kejang dapat menetap pada

50% penderita.

XI. KESIMPULAN

Abses otak merupakan suatu proses infeksi dengan pernanahan terlokalisir

Page 32: frh

diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam bakteri, fungus dan

protozoa, dimana kasusnya jarang dijumpai tetapi angka kematiannya tinggi (rata-rata

40%), sehingga tergolong kelompok penyakit “life threatening infection”. Sebagian

besar penderita abses otak adalah laki-laki, dibandingkan perempuan (3:1), yang

berusia produktif (20-50) tahun.

Abses otak timbul akibat penyebaran langsung dari infeksi telinga tengah,

sinusitis dan mastoiditis. (35-65%). Abses dapat juga timbul secara hematogen,

menurunnya system kekebalan tubuh (akibat penyakit kronis, immunology), Tetralogi

Fallot (abses multiple) dan trauma luka tusuk keotak, parasit dan lain- lain.

Proses pembentukan abses otak memakan waktu 2 minggu dan terdiri dari 4

tahap. Umumnya gejala-gejala yang timbul sama dengan gejala-gejala peninggian

tekanan intra cranial. Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan fisik, rontgen, CT-

Scan dan pemeriksaan laboratorium. Pengobatan umumnya dilakukan dengan

tindakan bedah (aspirasi atau eksisi) dan pemberian antibiotik yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Page 33: frh

1. Tonam. 2004. Panduan Diagnosis dan Penatalaksanaan Ilmu Penyakit Syaraf.

FKUI. Jakarta.

2. Mardjono M, Sidharta P. 1989. Neurologi Klinis Dasar, ed 5. PT. Dian

Rakyat. Jakarta.

3. Harsono. 1999. Buku Ajar Neurologi Klinis, ed 1. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta.

4. Xiang Y .Han et al :”Fusobacterial brain abscess” A review of five cases and

analysis of possible pathogenesis; Journal of Neurosurg, Oct.2003; vol.99.

5. Britt, Richard H : “Brain Abscess”, J. Neurosurg. 1985; vol.3.

6. Yang. SY :”Brain Abscess” ; A review of 400 cases, J. Neurosurg, 1981.

7. Garfield JS ; “Primary excision of brain abscess”, British Med. J., 1977

8. Fischbein Charles A. et al “Risk factors for brain abscess in patients with

congenital heart disease; The American.J of Cardiology, July 1974

9. Keogh. AJ :”Bacteriology of abscesses of the CNS” ; British Med. J, 1977.

10. Choudhury AR, Taylor et al; “Primary excision of brain abscess”, British

Med. Journal, 1977.

11. Richard H., Setti S. Rengachary :”Brain Abscess”; Neurosurg; Mc.Graw-Hill

Company, New York, 1985, vol.1

LAPORAN KASUS

Page 34: frh

Pembimbing:

dr. Joko, SpS

Penyusun:

Nama: Desi Adiyati

NIM: 2010-071-0104

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Neurologi

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I Raden Said Sukanto

Periode 30 Maret – 2 Mei 2015