fortifikasi tepung ikan cakalang (katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam daftar pustaka di...

117
FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) TERHADAP KARAKTERISTIK MIE SAGU CHRISTINA LITAAY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Upload: lekhanh

Post on 03-Mar-2019

273 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonuspelamis) TERHADAP KARAKTERISTIK MIE SAGU

CHRISTINA LITAAY

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2012

Page 2: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT
Page 3: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Fortifikasi TepungIkan Cakalang (Katsuwonus pelamis) terhadap Karakteristik Mie Sagu” adalah karyasaya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggimanapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkanmaupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dandicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2012

Christina LitaayNRP C351100061

Page 4: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT
Page 5: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

ABSTRACT

CHRISTINA LITAAY. Fortification Fish Meal Skipjack Tuna (Katsuwonuspelamis) on the Characteristic of Sago Noodles. Supervised by JOKO SANTOSOand BAMBANG HARYANTO.

The effects of different immersion method namely water, 3% acetic acid and0.8% sodium bicarbonate at immersion time (2, 4, and 6 hours) on the physico-chemical characteristics of skipjack tuna fish meal were studied. Producing of fishmeal with 0.8% sodium bicarbonate immersion for 6 hours had better characteristicsthan the water and 3% acetic acid with increased in protein content by 82.86% anddecreased in fat content by 1.10%. Sago noodle characteristics with the fortificationof fish meal were investigated. Result of organoleptic evaluation showed that thefortification of fish meal had a positive impact in the assessment of aroma and flavor,however there were no effect in texture of the sago noodles. Fortification of 8% fishmeal gave the best aroma and taste of the sago noodles. Whiteness decreased slightlywith no fortification of fish meal concentration. Control and commercial sago noodleshowed the internal structure of a compact and smooth compared with the addition ofsago noodle 8% fish meal and wheat flour noodles. Optimum concentrationfortification of fish meal to increase in protein content of sago noodles was by 8%fish meal.

Keywords : fish meal, physico-chemical characteristics, sago noodles, skipjack tuna

x

Page 6: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT
Page 7: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

RINGKASAN

CHRISTINA LITAAY, Fortifikasi Tepung Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)terhadap Karakteristik Mie Sagu. Dibimbing oleh JOKO SANTOSO danBAMBANG HARYANTO.

Ikan cakalang merupakan salah satu komoditas perikanan andalan dariperairan Maluku, karena selain menjadi ikan konsumsi yang digemari masyarakat,juga merupakan komoditas ekspor. Ikan cakalang memiliki daging berwarna gelapdan lemak tinggi, sehingga perlu proses deffating yang menghasilkan tepung ikanyang berkualitas. Konsumsi mie berbahan baku terigu terus meningkat, sehinggasangat menurunkan devisa negara. Perlu adanya pengembangan teknologi mieberbahan baku lokal, misalnya dengan memanfaatkan tepung sagu. Sagu memilikikandungan protein yang rendah mengakibatkan diperlukan upaya untuk memperkayanilai gizi dari mie sagu. Fortifikasi tepung ikan cakalang pada mie sagu merupakanbentuk diversifikasi produk perikanan, dan dapat meningkatkan nilai gizi dari miesagu. Sagu tidak memiliki gluten yang dapat menyebabkan adonan elastis, namundengan adanya proses pregelatinasi dan penggunaan teknologi ekstruder dapatdigunakan 100% pati sagu yang menghasilkan mie yang kenyal. Tujuan penelitianini adalah untuk menentukan (1) pengaruh kombinasi lama perendaman dan metodeperendaman ikan dalam air, asam asetat dan natrium bikarbonat dalam prosesdeffating terhadap karakteristik fisiko-kimia tepung ikan cakalang, (2) karakteristikorganoleptik, fisiko-kimia dan mikrostruktur mie sagu dengan fortifikasi tepung ikancakalang.

Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama.Penelitian pendahuluan yaitu pembuatan tepung ikan menggunakan dua faktor, yaitumetode perendaman (air, asam asetat 3% dan natrium bikarbonat 0,8%) dan lamaperendaman (2, 4 dan 6 jam). Penelitian utama yaitu pembuatan mie sagu denganfortifikasi tepung ikan dengan menggunakan lima konsentrasi tepung ikan, yaitu 0%,2%, 4%, 6% dan 8%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara metode perendamannatrium bikarbonat 0,8% dan lama perendaman 6 jam menghasilkan karakteristiktepung ikan yang lebih baik dari metode perendaman air dan asam asetat 3%. Tepungikan yang dihasilkan memiliki karakteristik rendemen 38,32%, kadar air 6,15%,kadar abu 2,64%, kadar protein 82,86% dan kadar lemak 1,10%.

Hasil evaluasi organoleptik menunjukkan bahwa fortifikasi tepung ikanberpengaruh nyata (p<0,05) terhadap rasa namun tidak berpengaruh (p>0,05) padatekstur, warna dan aroma mie sagu. Konsentrasi tepung ikan 8% menghasilkan miesagu terbaik dengan karakteristik organoleptik tekstur = 3,80, warna = 3,75, aroma =4,00, dan rasa = 4,05. Fortifikasi tepung ikan berpengaruh nyata terhadap tingkatkecerahan (L*), kemerahan (a+) dan kekuningan (b+) mie sagu. Berdasarkan hasiluji derajat putih mie sagu kontrol memiliki nilai derajat putih terendah 39,49dibandingkan keempat mie sagu formula lainnya.

Page 8: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

Variasi konsentrasi tepung ikan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap cookingtime dan elastisitas mie, tetapi tidak berpengaruh secara nyata (p>0,05) terhadapcooking losses. Konsentrasi tepung ikan 8% menghasilkan mie sagu terbaik dengankarakteristik cooking time 8,0 menit, cooking losses 23,8% dan elastisitas 16,20 gf.Pengamatan menggunakan SEM menunjukkan bahwa granula mie sagu kontrolmemiliki karakteristik bentuk oval, sedangkan mie sagu formulasi A8 berbentuk elipsagak terpotong. Struktur internal mie kontrol terlihat kompak dan halusdibandingkan dengan mie sagu dengan fortifikasi tepung ikan 8% yang terlihatkompak namun kasar. Interaksi protein dan karbohidrat yang terjadi merupakaninteraksi yang bersifat tidak nyata karena kedua molekul primer memiliki eksistensisendiri-sendiri. Konsentrasi optimum tepung ikan untuk meningkatkan kandunganprotein mie sagu yaitu tepung ikan 8%, dengan menghasilkan kadar air 18,87%,kadar abu 1,12%, kadar protein 5,56%, dan kadar lemak 0,41%

Kata kunci : ikan cakalang, karakteristik fisiko-kimia, mie sagu, tepung ikan

Page 9: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2012Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan ataumenyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atautinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yangwajar IPB.Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulisdalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Page 10: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT
Page 11: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)TERHADAP KARAKTERISTIK MIE SAGU

CHRISTINA LITAAY

TesisSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister sainspada Program Studi Teknologi Hasil perairan

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2012

Page 12: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc

Page 13: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

Judul Tesis : Fortifikasi Tepung Ikan (Katsuwonus pelamis)terhadap Karakteristik Mie Sagu

Nama : Christina Litaay

NRP : C351100061

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir.Joko Santoso, M.Si Prof.Dr.Ir.Bambang Haryanto, M.SKetua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana,Teknologi Hasil Perairan Institut Pertanian Bogor

Dr.Tati Nurhayati, S.Pi,M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Ujian : 3 September 2012 Tanggal Lulus :

Page 14: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT
Page 15: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus atas berkat dankarunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Tesis inidisusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains padaProgram Studi Teknologi Hasil Perairan yang berjudul “Fortifikasi Tepung IkanCakalang (Katsuwonus pelamis) terhadap Karakteristik Mie Sagu”.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:1. Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si selaku ketua komisi pembimbing yang telah

memberikan arahan, saran dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikanpenulisan tesis. Terima kasih atas ilmu yang Bapak berikan, semoga bermanfaatbagi saya pribadi maupun institusi tempat saya bekerja.

2. Prof. Dr. Ir. Bambang Haryanto, M.S sebagai anggota komisi pembimbing yangtelah membimbing dan memberi masukan serta motivasi kepada penulis dalammenyelesaikan tesis.

3. Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc selaku dosen penguji luar komisi yang telahmemberi masukan dan saran kepada penulis.

4. Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku Ketua Program Studi yang selalu memberimotivasi kepada penulis dalam menyelesaikan studi di PS. Teknologi HasilPerairan dan segenap karyawan serta staf THP-IPB.

5. Deputi Bidang Masyarakat KRT selaku Penanggungjawab Program BeasiswaPascasarjana KRT yang menjadi sponsor dalam studi penulis di THP-IPB.

6. Suamiku tercinta, Marcus Rino Wakanno, S.Pi yang telah sabar serta penuhpengertian dan kasih sayang mendukung penulis untuk melanjutkan tugas belajarmeskipun harus jauh dari keluarga. Kedua putri kami tersayang Charin NadilaEsther Wakanno dan Imanuella Nadine Leathizia Wakanno yang menjadisemangat penulis untuk segera menyelesaikan studi.

7. Ayah (Marcus Litaay) dan Ibu (Martha Litaay-Hasmus, S.Pd) serta kakak- adik(Henderina, Abraham, dan Gilberth), untuk doa yang selalu mengiringi dan kasihsayang yang tidak terputus selama penulis menjalankan studi.

8. Bapak mertua (Andarias Wakanno), Ibu mertua (Martha Wakanno-Ruhukail),Papa Nadus Pormes dan Mama Nanang Pormes-Wakanno serta kakak-adik yangmendukung penulis dalam doa selama menjalankan studi.

9. Dr. Augy Syahalaitua, M.Sc selaku Kepala UPT. BKBL LIPI Ambon serta stafdan pegawai LIPI Ambon atas segala dukungan doa selama penulis menjalankanstudi.

10. Teman-teman S2 THP Angkatan 2010 (Mba Ima, Yenni, Mba Nani, Tyas, Tya,Eka, Fikri, Wiwit, Dewi, Pa Agus, Vivi, dan Lenny) dalam membangunpersahabatan, semoga persahabatan kita tetap terjalin dan terjaga selalu.

Penulis menyadari masih ada kekurangan di dalam penyusunan tesis ini,meskipun demikian semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yangmembutuhkan.

Bogor, September 2012Christina Litaay

Page 16: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT
Page 17: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Saparua, pada tanggal 9 Juli 1979. Penulisadalah anak kedua dari tiga bersaudara keluarga Bapak MarcusLitaay dan Ibu Martha Litaay-Hasmus, S.Pd. Penulismenyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 36 InpresAmbon pada tahun 1991. Pada tahun yang sama penulismelanjutkan studi ke SMP Negeri 7 Ambon dan lulus padatahun 1994.

Selanjutnya penulis melanjutkan studi di SMA Negeri 3 Ambon dan lulus padatahun 1997. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Hasil PerikananFakultas Perikanan Universitas Pattimura, Ambon dari tahun 1997 – 2001.

Pada tahun 2007 sampai dengan sekarang (tahun 2012), penulis bekerjasebagai staf peneliti di UPT. Balai Konservasi Biota Laut LIPI Ambon.Pada tahun 2010, penulis mendapatkan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (tugasbelajar) dari Kementrian Ristek (KRT) serta izin dari Kepala LIPI Ambon danKepala Oseanogragi LIPI Ancol Jakarta untuk melanjutkan pendidikan S2 padaProgram Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Page 18: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT
Page 19: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

DAFTAR ISI

HalamanDAFTAR TABEL ................................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………xiii

1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang......................................................................................... 11.2 Perumusan Masalah ................................................................................. 31.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 41.4 Hipotesis Penelitian ................................................................................. 5

2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7

2.1 Biologi dan Komposisi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)................. 72.2 Tepung Ikan .............................................................................................. 92.3 Sagu (Metroxylon sp) .............................................................................. 102.4 Mie ........................................................................................................... 132.5 Mie Sagu .................................................................................................. 162.6 Interaksi Karbohidrat dan Protein ............................................................. 18

3 BAHAN DAN METODE ................................................................................ 21

3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................... 213.2 Bahan dan Alat.......................................................................................... 21

3.2.1 Bahan .............................................................................................. 213.2.2 Alat.................................................................................................. 22

3.3 Tahapan Penelitian .................................................................................... 223.3.1 Penelitian pendahuluan ................................................................... 223.3.2 Penelitian utama.............................................................................. 24

3.4 Prosedur Analisis ...................................................................................... 253.4.1 Analisis organoleptik ...................................................................... 25

(1) Uji skoring (Soekarto dan Hubeis 2000)................................... 25(2) Uji perbandingan (Soekarto dan Hubeis 2000) ......................... 25

3.4.2 Analisis fisik ................................................................................... 26(1) Rendemen.................................................................................. 26(2) Waktu tanak (cooking time) (Collado et al. 2001) .................... 26(3) Cooking losses (Collado et al. 2001)......................................... 26(4) Elastisitas mie (Chen et al. 2002).............................................. 26(5) Warna (Gaurav 2003) ................................................................ 26

3.4.3 Analisis kimia ................................................................................. 27(1) Kadar protein kasar (AOAC 1980) ........................................... 27(2) Kadar lemak (AOAC 1980) ...................................................... 28(3) Kadar abu (AOAC 1980) .......................................................... 28(4) Kadar air (AOAC 1980) ............................................................ 28(5) Kadar karbohidrat...................................................................... 28

viii

Page 20: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

3.4.4 Analisis mikrostruktur menggunakan Scanning ElectronMicroscope (SEM) (Toya et al. 1986) ............................................ 28

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data .................................................. 29

4 HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 33

4.1 Penelitian Pendahuluan ............................................................................. 334.1.1 Komposisi kimia pati sagu dan tepung ikan cakalang .................... 334.1.2 Karakteristik tepung ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) ............ 34

(1) Rendemen tepung ikan ............................................................. 35(2) Kadar air tepung ikan................................................................ 36(3) Kadar abu tepung ikan .............................................................. 37(4) Kadar protein tepung ikan ........................................................ 38(5) Kadar lemak tepung ikan .......................................................... 39

4.2 Penelitian Utama ....................................................................................... 404.2.1 Karakteristik organoleptik............................................................... 41

(1) Uji skoring ................................................................................. 41(2) Uji perbandingan pasangan........................................................ 46

4.2.2 Karakteristik fisik mie sagu............................................................. 47(1) Derajat putih terhadap warna mie sagu .................................... 47(2) Cooking time mie sagu.............................................................. 49(3) Cooking losses mie sagu........................................................... 50(4) Elastisitas mie sagu................................................................... 51

4.2.3 Karakteristik kimia mie sagu ......................................................... 524.2.4 Angka Kecukupan Gizi (AKG)...................................................... 544.2.5 Mikrostruktur (SEM) mie sagu ....................................................... 56

5 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 59

5.1 Simpulan.................................................................................................... 595.2 Saran.......................................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 61

LAMPIRAN ........................................................................................................... 71

ix

Page 21: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Nilai indeks glikemik mie di pasaran ……………………………………….. 16

2 Karakteristik mie sagu dari Palopo dan BBPP Pertanian Bogor ..................... 18

3 Komposisi kimia tepung ikan cakalang dan pati sagu .................................... 33

4 Pengujian derajat putih terhadap warna mie sagu............................................ 48

5 Karakteristik kimia mie sagu tepung ikan cakalang......................................... 53

6 Kandungan nutrisi per takaran penyajian …………………………………… 56

x

Page 22: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT
Page 23: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

DAFTAR GAMBAR

Halaman1 Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) FAO (2012) ......................................... 82 Diagram alir pembuatan tepung ikan cakalang (Modifikasi Amirullah 2008) 233 Diagram alir pembuatan mie sagu (Modifikasi CV Putra Santoso 2010)....... 244 Bentuk pati sagu dan tepung ikan tanpa proses deffating ............................... 345 Bentuk ikan cakalang pada masing-masing kombinasi perlakuan ................. 35

6 Histogram rerata rendemen tepung ikan setelah perlakuan perendamanair, asam asetat 3% dan natrium bikarbonat 0,8%). Angka-

angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbedanyata (p<0,05) pada metode perendaman. ....................................................... 36

7 Histogram rerata kadar air tepung ikan setelah perlakuan perendamanair, asam asetat 3% dan natrium bikarbonat 0,8%. Angka-

angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b,c,d,e,f,g,h)menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada faktor interaksi metodeperendaman dan lama perendaman .................................................................. 37

8 Histogram rerata kadar abu tepung ikan setelah perlakuan perendamanair, asam asetat 3% dan natrium bikarbonat 0,8%. Angka-

angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbedanyata (p<0,05) pada metode perendaman ........................................................ 38

9 Histogram rerata kadar protein tepung ikan setelah perlakuan perendamanair, asam asetat 3% dan natrium bikarbonat 0,8%. Angka-

angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b,c,d) menunjukkan berbedanyata (p<0,05) pada faktor interaksi metode perendaman dan lamaperendaman ...................................................................................................... 38

10 Histogram rerata kadar lemak tepung ikan setelah perlakuan perendamanair, asam asetat 3% dan natrium bikarbonat 0,8%. Angka-

angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b,c) menunjukkan berbedanyata (p<0,05) pada faktor interaksi metode perendaman dan lamaperendaman ...................................................................................................... 39

11 Bentuk mie sagu dengan konsentrasi tepung ikan 0% (A); 2% (B); 4% (C);6% (D) dan 8% (E) .......................................................................................... 40

12 Histogram rerata penilaian panelis terhadap tekstur mie sagu dengan A0 =kontrol (tanpa fortifikasi tepung ikan cakalang, A2= fortifikasi tepungikan cakalang 2%, A4 = fortifikasi tepung ikan cakalang 4%, A6=fortifikasi tepung ikan cakalang 6%, dan A8= fortifikasi tepung ikancakalang 8%. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip sama (a)menunjukkan tidak nyata (p>0,05) pada fortifikasi tepung ikan ………….. 42

xi

Page 24: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

13 Histogram rerata penilaian panelis terhadap warna mie sagu dengan A0 =kontrol (tanpa fortifikasi tepung ikan cakalang, A2= fortifikasitepung ikan cakalang 2%, A4 = fortifikasi tepung ikan cakalang 4%,A6= fortifikasi tepung ikan cakalang 6%, dan A8= penambahantepung ikan cakalang 8%. Angka-angka yang diikuti huruf superskripsama (a) menunjukkan tidak nyata (p>0,05) pada fortifikasi tepung ikan ..... .43

14 Histogram rerata penilaian panelis terhadap aroma mie sagu dengan A0 =kontrol (tanpa fortifikasi tepung ikan cakalang, A2= fortifikasitepung ikan cakalang 2%, A4 = fortifikasi tepung ikan cakalang 4%,A6= fortifikasi tepung ikan cakalang 6%, dan A8= fortifikasitepung ikan cakalang 8%. Angka-angka yang diikuti huruf superskripberbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada fortifikasitepung ikan. .................................................................................................... 44

15 Histogram rerata penilaian panelis terhadap rasa mie sagu dengan A0 =kontrol (tanpa fortifikasi tepung ikan cakalang, A2= fortifikasitepung ikan cakalang 2%, A4 = fortifikasi tepung ikan cakalang 4%,A6= fortifikasi tepung ikan cakalang 6%, dan A8= fortifikasitepung ikan cakalang 8%. Angka-angka yang diikuti huruf superskripsama (a) menunjukkan tidak nyata (p>0,05) pada fortifikasi tepungikan. ........................................................................................................... 45

16 Histogram nilai perbandingan pasangan mie sagu ........................................ 47

17 Histogram rerata cooking time mie sagu dengan A0 = kontrol (tanpafortifikasi tepung ikan cakalang, A2= fortifikasi tepung ikancakalang 2%, A4 = fortifikasi tepung ikan cakalang 4%, A6=fortifikasi tepung ikan cakalang 6%, dan A8= fortifikasi tepungikan cakalang 8%. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda(a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada fortifikasi tepungikan. ........................................................................................................... 49

18 Histogram rerata cooking losses mie sagu dengan A0 = kontrol(tanpa fortifikasi tepung ikan cakalang, A2= fortifikasi tepungikan cakalang 2%, A4 = fortifikasi tepung ikan cakalang 4%,A6= fortifikasi tepung ikan cakalang 6%, dan A8= fortifikasitepung ikan cakalang 8%. Angka-angka yang diikuti huruf superskripsama (a) menunjukkan tidak nyata (p>0,05) pada fortifikasi tepung ikan .... 51

19 Histogram rerata elastisitas mie sagu dengan A0 = kontrol (tanpafortifikasi tepung ikan cakalang, A2= fortifikasi tepung ikancakalang 2%, A4 = fortifikasi tepung ikan cakalang 4%, A6=fortifikasi tepung ikan cakalang 6%, dan A8= fortifikasi tepungikan cakalang 8%. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda(a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada fortifikasi tepung ikan. ..... 52

20 Struktur mikroskopis granula mie sagu (A) mie sagu formulasi A0,(B) mie sagu formulasi A8, (C) mie sagu komersial, (D) mie terigu............... 56

21 Struktur mikroskopis internal mie sagu. (A) mie sagu formulasi A0,(B) mie sagu formulasi A8, (C) mie sagu komersial dan (D) mie terigu ….. 57

xii

Page 25: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3551-2000).......................................71

2 Formulir uji peringkat produk mie sagu........................................................... 72

3 Formulir uji mie sagu tepung ikan cakalang terpilih dengan mie komersial ... 73

4 Analisis ragam (ANOVA) dan uji BNT pada nilai rendemen tepungikan cakalang.................................................................................................... 74

5 Analisis ragam (ANOVA) dan uji BNT pada kadar air tepung ikan ............... 75

6 Analisis ragam (ANOVA) dan uji BNT pada kadar abu tepung ikan ............. 76

7 Analisis ragam (ANOVA) dan uji BNT pada kadar protein tepung ikan ........ 77

8 Analisis ragam (ANOVA) dan uji BNT pada kadar lemak tepung ikan ......... 78

9 Analisis Kruskal Wallis tekstur mie sagu......................................................... 79

10 Analisis Kruskal Wallis warna mie sagu.......................................................... 80

11 Analisis Kruskal Wallis aroma mie sagu ......................................................... 81

12 Analisis Kruskal Wallis rasa mie sagu ............................................................. 82

13 Nilai perbandingan pasangan mie sagu. ........................................................... 83

14 Analisis ragam (ANOVA) dan Uji BNT derajat putih mie sagu ...................... 84

15 Analisis ragam (ANOVA) dan Uji BNT cooking time mie sagu ..................... 85

16 Analisis ragam (ANOVA) dan Uji BNT cooking losses mie sagu .................. 86

17 Analisis ragam (ANOVA) dan Uji BNT elastisitas mie sagu .......................... 87

18 Analisis ragam (ANOVA) dan uji BNT pada kadar air mie sagu.................... 88

19 Analisis ragam (ANOVA) dan uji BNT pada kadar abu mie sagu .................. 89

20 Analisis ragam (ANOVA) dan uji BNT pada kadar protein mie sagu............. 90

21 Analisis ragam (ANOVA) dan uji BNT pada kadar lemak mie sagu .............. 91

xiii

Page 26: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT
Page 27: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan merupakan bahan pangan dengan kandungan gizi tinggi karena

menyediakan asam amino esensial yang lengkap dan penting bagi tubuh.

Ikan cakalang merupakan salah satu komoditas perikanan andalan dari perairan

Maluku. Bahkan jenis ikan ini menjadi primadona, karena selain menjadi ikan

konsumsi yang digemari masyarakat, juga merupakan komoditas ekspor.

Pemanfaatan ikan dalam produk pangan telah dilakukan beberapa peneliti

diantaranya adalah fortifikasi tepung tenggiri (Scomberomorus sp) dalam

pembuatan bubur bayi instan (Amirullah 2008); peningkatan kadar protein mie

sagu instan dengan penambahan tepung ikan tongkol (Rayanti 2010)

dan pembuatan mie instan dengan penambahan daging ikan nila

(Oreochromis niloticus) (Robiyanto 2008).

Kandungan gizi ikan cakalang pemanfaatannya belum dilakukan secara

optimal. Hal ini dibuktikan dengan tingkat pemanfaatan masih rendah karena

dikelola oleh usaha perikanan berskala kecil dan bersifat tradisional (Wardja

2011) selain itu ikan cakalang memiliki kendala, yaitu memiliki daging berwarna

gelap dan kandungan lemak tinggi (Guenneugues dan Morrissey 2005).

Pemanfaatan ikan diperlukan dalam fortifikasi dimana memerlukan bahan yang

tidak mudah tengik dan tidak berbau, sehingga proses meminimumkan lemak

pada daging ikan cakalang sangat diperlukan. Salah satu upaya untuk

meminimumkan lemak adalah melakukan perendaman menggunakan asam dan

alkali (Nolsoe dan Ingrid 2009). Rawdkuen et al. (2009) melaporkan bahwa

pengurangan mioglobin dan lemak lebih mudah terjadi dalam proses alkali atau

asam, bila dibandingkan dengan proses konvensional. Menurut Suzuki dan

Watabe (2011) ikan pelagis yang memiliki daging merah perlu penambahan

natrium bikarbonat dengan konsentrasi 0,5-1,0% untuk mengurangi lemak.

Tepung ikan adalah produk yang diperoleh dari penggilingan ikan berkadar

air rendah dan diperoleh dari suatu reduksi bahan mentah menjadi suatu produk

yang sebagian besar terdiri dari komponen protein ikan (Irianto 2002). Fortifikasi

tepung ikan cakalang pada mie sagu merupakan bentuk diversifikasi produk

Page 28: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

2

perikanan dan dapat meningkatkan nilai gizi dari mie sagu. Kandungan gizi mie

sagu dengan fortifikasi tepung ikan akan meningkatkan nilai ekonomisnya, selain

itu dapat digunakan sebagai makanan pengganti yang bergizi dan menyenyangkan

karena selain mengandung karbohidrat juga mengandung protein yang tinggi.

Masyarakat di Indonesia gemar mengkonsumsi mie mulai dari mie kering

sampai mie siap santap. Mie merupakan bahan pangan yang cukup potensial,

selain harganya relatif murah dan pengolahannya yang praktis (Muhajir 2007).

Perkembangan konsumsi mie yang sangat pesat memberi gambaran bahwa mie

merupakan jenis makanan yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi

konsumen Indonesia. Namun di sisi lain berpeluang menurunkan devisa negara,

mengingat mie merupakan produk yang terbuat dari tepung terigu suatu

komoditas impor. Nilai impor tepung terigu pada tahun 2009 mencapai US$

223,2 juta dan meningkat menjadi US$ 261,7 juta pada tahun 2010

(Prasetya 2011). Mengingat bahan baku terigu harus diimpor maka diupayakan

pengembangan teknologi mie berbahan baku lokal, misalnya dengan

memanfaatkan tepung sagu.

Mie sagu merupakan salah satu produk olahan di Maluku yang terbuat dari

pangan lokal sagu. Pati sagu berbeda dengan tepung terigu, karena di dalam pati

sagu tidak terdapat gluten. Gluten merupakan suatu massa yang kohesif dan dapat

meregang secara elastis sehingga peningkatan gluten akan menyebabkan adonan

semakin elastis dan tidak mudah putus, baik sewaktu pencetakan maupun

gelatinisasi. Namun dengan adanya proses pregelatinasi dan penggunaan

teknologi ekstruder dapat digunakan 100% pati sagu yang menghasilkan mie yang

kenyal seperti mie tepung terigu.

Widaningrum et al. (2005) menyatakan bahwa mie sagu termasuk ke dalam

mie berbasis pati, karena terdapat resistant starch (pati resisten). Mie sagu

mengandung pati resisten sekitar 45 mg/g. Kadar resistant starch di dalam mie

sagu 4-5 kali lebih besar dibanding kadar resistant starch mie instan terigu.

Kandungan resistant starch yang tinggi sangat bermanfaat bagi kesehatan usus

dan sangat berperan penting di dalam diet. Mie sagu juga memiliki kandungan

indeks glikemik yang rendah yaitu sebesar 28 sehingga baik untuk penderita

diabetes (Rimbawan dan Siagian 2004).

Page 29: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

3

Selama ini pembuatan mie sagu yang dihasilkan memiliki kandungan

karbohidrat yang tinggi, tetapi sangat rendah kandungan protein. Beberapa

penelitian tentang mie sagu telah dilakukan diantaranya adalah pembuatan mie

sagu dengan pemanfaatan tepung rumput laut (Pujiastuti 2009) dan penggunaan

suhu pemeraman (Widaningrum et al. 2005). Kandungan protein yang rendah

mengakibatkan diperlukan upaya untuk memperkaya nilai gizi dari mie sagu

dengan fortifikasi protein hewani. Interaksi protein dengan polisakarida

digunakan dalam industri makanan karena berperan penting dalam struktur dan

tekstur bahan makanan, akibat adanya interaksi elektrostatik atau ikatan kovalen

(Stephen 1995).

Interaksi protein dengan polisakarida dalam pembuatan mie sagu dapat

memberikan pilihan yang lebih variatif bagi masyarakat luas sekaligus mendorong

usaha-usaha “Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis

Sumberdaya Lokal”, sehingga ketergantungan masyarakat terhadap konsumsi

beras dan terigu dapat dikurangi. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk

mempelajari karakteristik mie sagu dengan penambahan tepung ikan cakalang.

1.2. Perumusan Masalah

Propinsi Maluku memiliki sumberdaya alam yang potensial antara lain

sagu dan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), namun pemanfaatannya belum

dilakukan secara optimal. Pemanfaatan sagu masih dalam bentuk makanan

tradisional antara lain sagu lempeng, bagea, sinoli, dan buburne (Lawalata 2004).

Potensi ikan cakalang saat ini berada pada tingkat pemanfaatan masih rendah

karena dikelola oleh usaha perikanan berskala kecil dan bersifat tradisional

(Wardja 2011). Menurut Gaspersz (1985) pemanfaatan ikan cakalang masih

dalam bentuk produk olahan tradisional, yaitu dendeng dimana usaha pengolahan

ini umumnya masih dilakukan dengan cara sederhana, serta masalah sanitasi, dan

hygiene kurang mendapat perhatian dari para pengolah.

Untuk meningkatkan pemanfaatan dan nilai tambahnya, ikan cakalang dapat

diolah menjadi tepung ikan. Cakalang merupakan hasil perikanan yang bersifat

mudah rusak dan membusuk (perishable) karena memiliki daging berwarna gelap

atau merah dan memiliki kandungan lemak yang tinggi, sehingga dapat

berpengaruh dalam pembuatan tepung ikan karena mengakibatkan ketengikan

Page 30: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

4

atau bau. Untuk mengurangi kandungan lemak maka dalam pembuatan tepung

ikan cakalang dilakukan proses deffating yaitu penghilangan lemak.

Proses deffating dapat dilakukan dengan perlakuan perendaman dalam air,

asam, dan alkali pada proses pengolahannya. Pengurangan mioglobin dan lemak

lebih mudah terjadi dengan dalam proses alkali atau asam, bila dibandingkan

dengan proses konvensional (Rawdkuen et al. 2009). Hultin et al. (2005)

menyatakan bahwa proses asam dan alkali dapat mengatasi beberapa masalah

karena menggunakan otot gelap (daging merah/gelap). Proses asam dan alkali

dalam perendaman daging ikan cakalang diharapkan menjadi alternatif untuk

menghasilkan tepung ikan yang berkualitas dengan kandungan protein yang tinggi

dan rendah lemaknya sebelum ditambahkan kedalam produk mie sagu.

Tekstur dan struktur produk secara keseluruhan tidak hanya tergantung pada

sifat individu protein dan polisakarida, tetapi juga sifat alami, dan kekuatan

interaksi protein dengan polisakarida. Oleh karena itu, untuk mengembangkan

sifat yang diinginkan pada produk makanan, pengetahuan mekanisme interaksi

protein dengan polisakarida sangat penting (Hemar et al. 2002).

Pemanfaatan ikan pelagis dalam produk pangan telah dikaji, namun

demikian pemanfaatan ikan cakalang dalam produk mie sagu belum pernah

dilakukan. Interaksi protein dan karbohidrat dalam mie sagu diharapkan akan

membantu meningkatkan nilai gizi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui karakteristik tepung ikan yang dihasilkan serta untuk mengetahui

pengaruh penambahan tepung ikan cakalang dalam peningkatan kandungan

protein mie sagu.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan :

1) pengaruh kombinasi lama perendaman dan metode perendaman ikan dalam

air, asam asetat3%, dan natrium bikarbonat 0,8% dalam proses deffating

terhadap karakteristik fisiko-kimia tepung ikan cakalang,

2) karakteristik organoleptik, fisik, kimia, dan mikrostruktur mie sagu dengan

penambahan tepung ikan cakalang

Page 31: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

5

Manfaat penelitian adalah sebagai salah satu sumber informasi ilmiah

pemanfaatan sagu dan ikan cakalang dalam produk mie sagu sebagai sumber

alternatif makanan bergizi.

1.4. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Proses deffating dengan kombinasi perlakuan metode perendaman pada air,

asam asetat 3%, dan natrium bikarbonat 0,8% dengan lama perendaman 2, 4,

dan 6 jam mempengaruhi karakteristik fisiko-kimia tepung ikan,

2) Penambahan tepung ikan cakalang dengan berbagai variasi konsentrasi

mempengaruhi karakteristik organoleptik, fisiko, kimia dan mikrostruktur

mie sagu yang dihasilkan.

Page 32: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

6

Page 33: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

7

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi dan Komposisi Kimia Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan jenis ikan pelagis

yang beruaya dan mendiami seluruh perairan tropis dan subtropis lautan di dunia

(Arai et al. 2005). Spesies ini secara komersial sangat penting, dan menempati

peringkat pertama dari 10 spesies yang telah memberi kontribusi yang besar

dalam penangkapan secara global (FAO 2009).

Ciri-ciri morfologi ikan cakalang antara lain badan berbentuk torpedo

(fusi form), memanjang, dan bulat dengan kedua ujung mulutnya meruncing.

Ikan ini mempunyai 4-6 garis hitam tebal, seperti pita yang membujur di bagian

bawah gurat sisinya. Punggung ikan cakalang berwarna biru keunguan, sedangkan

bagian tubuh di bawah gurat sisi dan perut berwarna keperak-perakan. Tubuh ikan

cakalang tidak bersisik, kecuali pada gurat sisi dan bagian depan sirip punggung

pertama. Ikan cakalang mempunyai 7-9 sirip dubur dan pada bagian

batang ekornya terdapat tiga buah tonjolan. Ikan cakalang memiliki ukuran

panjang yang bervariasi mulai dari ukuran 26,0 cm sampai 58,9 cm. Ukuran ini

merupakan ukuran ikan yang telah dewasa atau layak untuk dieksploitasi

(Syamsuddin et al. 2007). Klasifikasi cakalang menurut Direktorat Jenderal

Perikanan (1979) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Subordo : Scombridea

Famili : Scombridae

Subfamili : Thunninae

Genus : Katsuwonus

Spesies : Katsuwonus pelamis

Menurut FAO (2012) ikan cakalang merupakan komoditas penting dalam

perikanan (Gambar 1).

Page 34: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

8

Gambar 1 Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) (FAO 2012).

Menurut Miyake et al. (2004) sebagian besar tangkapan ikan cakalang

berasal dari Samudera Pasifik. Ikan ini merupakan salah satu perikanan paling

produktif di dunia, terutama Pasifik utara barat. Ikan cakalang mempunyai nilai

ekonomis tinggi dan potensinya besar di perairan Indonesia bagian timur.

Lokasi penangkapan ikan cakalang tersebar diantara 5oLU-10oLS, terdiri dari Laut

Sulawesi, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Flores, dan Laut Sawu sedangkan

Laut Timor, dan Laut Arafura, serta perairan utara Irian dalam batas antara

131oBT-146oBT dan 5oLU-11oLS (Bunyamin 1981).

Komposisi kimia daging ikan bervariasi menurut jenis, umur, kelamin, dan

musim. Perubahan musim yang terjadi berpengaruh pada kandungan lemak

sebelum dan sesudah memijah. Kandungan lemak berbeda pada bagian tubuh

yang satu dengan yang lain. Ketebalan lapisan lemak di bawah kulit berubah

menurut umur atau musim. Lemak paling banyak terdapat di dinding perut

(Murniyati dan Sunarman 2000). Daging ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

segar mempunyai komposisi kimia yang terdiri dari kadar air 70,40%, kadar

protein 25,80%, kadar lemak 2,00%, dan kadar abu 1,40% (Murniyati dan

Sunarman 2000).

Ikan umumnya memiliki kandungan gizi yang baik, yaitu protein yang

tersusun oleh asam amino esensial yang lengkap dan lemak yang tersusun oleh

asam lemak tak jenuh omega-3 yang berkhasiat terhadap berbagai penyakit dan

membantu perkembangan otak. Kandungan protein dan mineral daging ikan

relatif konstan, tetapi kadar air dan kadar lemak sangat berfluktuasi.

Jika kandungan lemak pada daging semakin besar, kandungan air akan semakin

kecil dan sebaliknya (Irianto dan Soesilo 2007).

Page 35: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

9

2.2 Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan sumber protein yang sangat baik karena dapat

meningkatkan konsumsi makanan dan pakan (Solangi et al. 2002). Tepung ikan

adalah tepung yang berwarna coklat yang diperoleh setelah memasak, menekan,

pengeringan, dan penggilingan ikan. Penggunaan ikan sebagai tepung hampir

secara keseluruhan dari kecil, spesies ikan pelagis (biasanya hidup di permukaan

perairan atau di kedalaman laut), dan 90% dari ikan yang digunakan untuk

membuat tepung ikan dalam jumlah besar sebagai konsumsi makanan manusia

(Green 2010).

Komposisi tepung ikan bervariasi tergantung pada spesies ikan dan metode

yang digunakan dalam pengolahan (Nadeem 2003). Tepung ikan yang baik adalah

tepung ikan yang berkadar protein tinggi, yaitu di atas 60% dan mengandung

kadar lemak rendah 3-7%. Lemak yang terlalu tinggi akan mengakibatkan tepung

ikan mudah tengik sehingga menyebabkan mutu rendah. Tepung ikan yang

memenuhi syarat adalah tepung ikan rucah karena dapat menyamai tepung ikan

impor (Puspita 2005). Tepung ikan yang dipasarkan memiliki protein kasar 65%,

tetapi dapat bervariasi dari 57-77% tergantung pada spesies ikan yang digunakan

(Maigualema dan Gernet 2003).

Menurut Jassim (2010) komposisi kimia tepung ikan, yaitu protein kasar

60%, kadar air 2,5%, lemak 2,54%, dan kadar abu 1,2%. Kandungan protein

tepung ikan relatif tinggi. Protein tersebut disusun oleh asam-asam amino esensial

yang kompleks, diantaranya asam amino lisin 3,1%, metionin 0,96%, vitamin

2,00 mg, kalsium 0,3 mg, dan fosfor 1,2 mg. Ikan tuna memiliki komposisi

proksimat adalah kadar air 6,6%, protein 61,3%, lemak 13,6%, dan abu 19,4%

(Tekinay et al. 2009).

Pengolahan tepung ikan pada prinsipnya adalah perubahan bentuk dari ikan

utuh menjadi tepung ikan melalui tahap-tahap pemasakan, pengepresan,

pengeringan, dan penggilingan sedangkan teknologi pengolahannya dapat

ditentukan berdasarkan ketersediaan bahan mentah yang akan diolah. Jika bahan

mentah yang akan diolah menjadi tepung ikan terdapat dalam jumlah yang besar

dan teratur pengadaanya, maka dapat dipilih cara konvensional yang lazim

digunakan dalam industri tepung ikan, sebaliknya jika bahan mentah yang akan

Page 36: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

10

diolah menjadi tepung ikan terdapat dalam jumlah yang kecil dan tidak teratur

pengadaanya, maka hasil tangkapan tersebut dapat diolah dalam skala kecil

dengan menggunakan metode sederhana (Ilyas et al. 1985).

Mutu tepung ikan dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan, metode

pengolahan, cara pengolahan, dan lama penyimpanan. Proses pembuatan yang

semakin baik diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas tepung yang

dihasilkannya, sehingga dapat meningkatkan dan memenuhi kebutuhan tepung

ikan dalam negeri (Annafi 2009).

Tepung ikan yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut: tepung ikan harus merupakan partikel-partikel yang dapat melewati

saringan Tyler nomor 8, memiliki warna terang, keputihan, abu-abu sampai coklat

muda. Selain itu tepung ikan memiliki kandungan protein lebih dari 50%,

kandungan lemak 2,5-5%, dan kandungan air 6% (Murtidjo 2001).

Tepung ikan dapat dijadikan sebagai bahan fortifikasi pada produk pangan

yang rendah proteinnya. Menurut Irianto (2011), fortifikasi pangan adalah

penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) ke pangan. Tujuan utama adalah

untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan sehingga

dapat meningkatkan status gizi populasi. Fortifikasi pangan dapat diterapkan

untuk tujuan-tujuan berikut :

1) Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk memperbaiki

defisiensi akan zat gizi yang ditambahkan).

2) Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang

siquifikan dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama

pengolahan.

3) Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik) yang

digunakan sebagai sumber pangan bergizi missal : susu formula bayi.

4) Untuk menjamin equivalensi gizi dari produk pangan olahan yang

menggantikan pangan lain, misal margarin yang difortifikasi sebagai

pengganti mentega.

2.3 Sagu (Metroxylon sp.)

Sagu (Metroxylon sp.) tergolong suku palmae dan merupakan tanaman

tahunan yang dapat dikembangbiakan dengan anakan atau biji. Pohon sagu

Page 37: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

11

tumbuh mengelompok membentuk rumpun mulai dari anakan sampai tingkat

pohon. Tinggi pohon dewasa berkisar 8-20 m, tergantung jenis dan tempat

tumbuh. Batang sagu terdiri dari lapisan kulit bagian luar yang keras, dengan tebal

sekitar 3-5 cm, bagian ini sering digunakan sebagai bahan bangunan di daerah

Maluku. Bagian yang kedua yaitu bagian dalam berupa empulur yang

mengandung serat-serat dan aci atau pati (Lawalata 2004).

Pohon sagu (Metroxylon sp.) merupakan tumbuhan yang berkembang

biak melalui tunas akar sehingga tumbuh berkelompok atau dengan bijinya.

Taksonomi sagu mengacu pada Haryanto dan Pangloli (1992) adalah :

Divisio : Spermathophyta

Ordo : Spadiciflorae

Klas : Angiospermae

Subklas : Monocotyledoneae

Famili : Palmae

Genus : Metroxylon

Spesies : Metroxylon sp

Sagu adalah produk pangan yang diperoleh dari empulur batang tanaman.

Jenis sagu yang diketahui adalah Metroxylon sago atau Metroxylon rumphii.

Pati sagu adalah pati yang diperoleh dari sari empulur pohon sagu. Sagu memiliki

kadar air tidak lebih dari 13% (BPOM 2006).

Sagu (Metroxylon sp) merupakan sumber karbohidrat yang cukup penting di

Indonesia dan menempati urutan ke 4 setelah ubi kayu, jagung dan ubi jalar.

Tanaman sagu tersebar di kawasan Timur Indonesia terutama Papua, Maluku dan

Sulawesi. Sebanyak 90% (1.015 juta ha) tumbuh dan berkembang di Propinsi

Papua dan Maluku (Lakuy dan Limbongan 2003). Sagu (pati sagu) dimanfaatkan

sebagai makanan pokok masyarakat di kawasan Timur Indonesia. Pati sagu diolah

dalam bentuk makanan tradisional seperti papeda, kapurung dan sagu bakar

(Lestari 2009).

Menurut Hendrasari (2000) sagu memiliki fungsi sebagai pengganti dan

pelengkap makanan. Sagu digunakan sebagai pengganti makanan pokok di

beberapa daerah seperti di Melanesia sedikitnya 300.000 orang tergantung kepada

Page 38: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

12

sagu sebagai makanan pokok dan sekitar 1.000.000 orang mengkonsumsi sagu

untuk diet.

Sagu memiliki kandungan karbohidrat, protein, lemak, kalsium, dan zat besi

yang tinggi. Dengan kandungan tersebut, sagu berpotensi dijadikan sebagai bahan

baku sirup glukosa yang dapat meningkatkan nilai tambah sagu. Pati sagu

mengandung 27% amilosa dan 73% amilopektin. Perbandingan komposisi kadar

amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat pati. Semakin tinggi kadar

amilosa maka pati bersifat kurang kering, kurang lekat dan mudah menyerap air

(higroskopis) (Wirakartakusumah et al. 1986).

Menurut Hasbullah (2008), tepung sagu adalah pati yang diekstrak dari

batang sagu. Produk ini digunakan untuk pengolahan makanan, pakan, kosmetik,

industri kimia, dan pengolahan kayu. Batang sagu dapat diolah menjadi tepung

sagu dengan cara sederhana menggunakan alat-alat yang biasa terdapat di dapur

rumah tangga. Untuk industri kecil pengolahan memerlukan alat-alat mekanis

untuk mempertinggi efisiensi hasil dan biaya.

Cara pengolahan pati sagu memiliki beberapa tahapan proses pengolahan,

yaitu meliputi penebangan pohon, pemotongan dan pembelahan, penokokkan atau

pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan, dan pengemasan. Penebangan

pohon dilakukan menggunakan peralatan sederhana, yaitu parang atau kampak,

selanjutnya batang sagu dibersihkan dan dipotong-potong. Potongan-potongan

batang sagu kemudian dibelah dua dan empulur batang yang mengandung aci

dihancurkan dengan alat yang disebut nanni. Penghancuran empulur sagu

dilakukan dengan pemarutan empulur. Pemarutan dilakukan untuk memisahkan

aci dari serat-serat empulur. Empulur yang telah ditokok atau diparut akan

berwarna kecoklatan. Empulur hasil tokokan dibawa ke tempat peremasan atau

penyaringan yang disebut goti. Goti terdiri dari dua bagian, yaitu tempat

peremasan yang disebut sahani dan tempat pengendapan aci yang disebut tawaer.

Proses setelah pengendapan aci sagu adalah semua air dibuang kemudian aci sagu

diangkat dan dijemur. Aci sagu yang sudah kering kemudian diayak dan

menghasilkan tepung sagu yang siap dipasarkan (Haryanto dan Pangloli 1992).

Komposisi gizi aci sagu dalam setiap 100 g aci sagu, yaitu kalori 353 kkal, protein

Page 39: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

13

0,7 g, lemak 0,2 g, air 14,0 g, karbohidrat 84,7 g, fosfor 13 mg, kalsium 11 mg

dan besi 1,5 mg (Direktorat Gizi 1979).

2.4 Mie

Mie (noodle) adalah salah satu produk pangan yang terbuat dari tepung dan

menyerupai tali. Mie merupakan salah satu jenis produk pasta yang

ditemukan pertama kali oleh bangsa Tiongkok 5000 tahun SM, lalu berkembang

ke daerah Asia yang lain, sampai akhirnya terkenal di seluruh dunia.

Seluruh dunia telah mengenalnya dengan masing-masing nama atau istilahnya.

Dalam bahasa Inggris disebut noodle, bahasa Jepang terdapat beberapa

istilah yaitu ramen dan udon. Mie merupakan salah satu bentuk pangan

yang cukup populer dan disukai oleh berbagai kalangan masyarakat.

Jenis makanan ini digemari oleh berbagai lapisan masyarakat, karena

penyajiannya sangat mudah dan cepat. Mie dapat digunakan sebagai lauk

pauk juga sebagai bahan alternatif pengganti nasi. Beragam jenis mie dijumpai di

pasar, yang disebabkan oleh perbedaan bahan baku. Berdasarkan

cara penyiapannya dikenal dengan mie basah, mie kering, dan mie instan

(Purwani et al. 2006a).

Mie dapat diklasifikasikan berdasarkan 2 kategori, yaitu berdasarkan

bahan baku dan proses pengolahannya.

(a) Mie berdasarkan bahan baku

Berdasarkan bahan bakunya, mie dapat dibagi menjadi 2 jenis mie,

yaitu mie terigu dan mie non-terigu. Mie terigu yaitu mie yang

bahan baku utamanya menggunakan terigu atau campuran dengan

tepung yang lain (buckwheat flour). Yang termasuk mie terigu tersebut, yaitu mie

Jepang dan Cina. Mie Jepang yaitu udon biasanya berwarna putih dan memiliki

tekstur yang lebih lunak. Mie ini terbuat dari tepung terigu soft dan medium yang

memiliki kandungan protein 8-10%, kadar abu 0,33-0,45%, air, dan garam. Mie

Cina biasanya berwarna kuning dan memiliki tekstur yang keras. Tepung terigu

yang digunakan untuk membuat mie ini biasanya tepung terigu jenis hard.

Tepung terigu jenis hard memiliki kandungan protein 10,5-12,0% dan kadar abu

0,33-0,38% (Virtucio 2004).

Page 40: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

14

Ada jenis lain yang tergolong mie terigu yaitu soba. Mie jenis ini memiliki

warna coklat muda atau abu-abu dengan rasa dan flavour yang unik. Mie tersebut

merupakan campuran tepung terigu dan buckwheat flour, dengan berbagai variasi

sesuai dengan produk yang diinginkan. Kelebihan dari buckwheat flour, yaitu

memiliki nutrisi yang sangat baik, daya cerna tinggi, kandungan lisin dan lesitin

tinggi, serta kadar mineral tinggi (Virtucio 2004). Di benua Eropa terdapat jenis

mie yang biasa disebut dengan pasta. Pasta berbentuk helaian dikenal dengan

nama spaghetti, fettucine dan vermicelli. Perbedaan antara pasta dengan mie

terigu antara lain pasta terbuat dari durum (Triticum durum), tepung semolina, dan

air sedangkan mie terigu terbuat dari tepung gandum (Triticum aestivum), air, dan

alkali (Kruger et al. 1996). Menurut Fabriani dan Lintas (1988) terdapat

perbedaan karakteristik mie terigu dan pasta, yaitu mie terigu terbuat dari tepung

gandum yang berwarna putih dan biji yang keras sedangkan pasta pasta terbuat

dari durum yang berwarna kuning, bukan putih dan memiliki biji yang lebih keras.

Mie non-terigu terkadang disebut dengan mie berbasis pati.

Yang tergolong mie non-terigu antara lain bihun dan soun. Terdapat perbedaan

karakteristik bihun dan soun. Bihun merupakan makanan yang terbuat dari tepung

beras, berwarna putih kusam, tekstur agak kesat, helai bihun yang masih kering

sangat rapuh (mudah patah) dan cara melunakkan bihun adalah diseduh dengan

air mendidih selama 20 menit. Bihun atau mihun merupakan masalah satu jenis

makanan dari Tiongkok, bentuknya seperti mie namun lebih tipis. Dalam bahasa

Inggris disebut rice vermicelli atau rice noodles atau rice sticks. Bihun berasal

dari bahasa Tionghoa, yaitu “Bi” artinya beras dan “hun” artinya tepung. Bahan

baku bihun adalah tepung beras. Soun adalah mie halus yang terbuat dari

pati. Bahan baku adalah pati kacang hijau, umbi (kentang, ubijalar, tapioka),

sagu, aren, dan midro (ganyong) di Korea disebut dangmyun atau tangmyon)

(Virtucio 2004). Soun memiliki warna putih bening, teksturnya licin, helai soun

yang masih kering sangat kuat dan liat. Cara melunakkan soun adalah diseduh

dengan air mendidih selama 10 menit. Mie non-terigu yang lain adalah mie sagu,

yang terbuat dari pati sagu.

Page 41: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

15

(b) Mie berdasarkan proses pengolahannya

Berdasarkan proses pengolahannya, mie yang dipasarkan terdiri dari mie

mentah (Raw Chinese Noodles), mie basah (Boiled Noodle), mie kering (Steamed

and Dried Noodles), dan mie instan (Steamed and Fried Noodle/instant noodle)

(Haryanto dan Pangloli 1992). Proses pembuatan mie yaitu semua bahan

dicampur dan diaduk dalam mixer sampai terbentuk adonan seperti dalam

pembuatan roti. Adonan ditekan sampai permukaan halus. Adonan digiling

membentuk lembaran, kemudian dilipat dua kali dan digiling kembali. Proses ini

dilakukan beberapa kali sampai permukaan lembaran adonan menjadi halus dan

tidak kelihatan bintik-bintik tepung atau aci. Lembaran adonan didiamkan selama

kurang lebih 15 menit supaya semua bahan tercampur secara sempurna, kemudian

diroll sampai mencapai ketebalan kurang lebih 0,5 mm. Jenis mie yang dihasilkan

pada proses ini adalah mie mentah (raw noodle) (Haryanto dan Pangloli 1992).

Mie mentah yang diperoleh dapat diproses lebih lanjut untuk

menghasilkan jenis atau bentuk-bentuk mie lainnya. Untuk memproduksi mie

basah, mie mentah dibiarkan kurang lebih 30 menit kemudian direbus dalam air

mendidih selama kurang lebih 5 menit. Mie yang dihasilkan dicuci dengan

air dingin sampai semua pati yang tidak tergelatinisasi terbuang, setelah itu

ditiriskan, dan diolesi minyak goreng supaya lembaran-lembaran mie tidak

lengket (Haryanto dan Pangloli 1992).

Proses pengolahan mie kering (Steam and Dried Noodle) hampir sama

dengan pengolahan mie instan. Untuk menghasilkan mie kering, mie mentah yang

telah didiamkan selama kurang lebih 30 menit dikukus kemudian dikeringkan

pada suhu kurang lebih 40 oC, sedangkan untuk mie instan setelah proses

pengukusan (steam) dilanjutkan dengan proses penggorengan (fried) (Haryanto

dan Pangloli 1992).

Mie yang beredar di pasaran adalah mie kering dengan bahan baku

utamanya adalah tepung terigu. Komposisi kimia hasil karakterisasi dari mie

adalah kadar protein 39,61%, kadar air 3,44%, kadar abu 1,6%, dan kadar vitamin

A 0,014 mg (Nasution 2005).

Produk sumber karbohidrat memiliki indeks glikemik yang berbeda dapat

dilihat pada Tabel 1. Indeks glikemik (IG) adalah tingkatan pangan menurut

Page 42: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

16

efeknya terhadap gula darah. Pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan

cepat memiliki IG tinggi. Sebaliknya, pangan yang menaikkan kadar gula darah

dengan lambat memiliki IG rendah. Indeks glikemik bahan pangan dipengaruhi

oleh kadar amilosa, protein, lemak, serat, dan daya cerna pati. Daya cerna pati

merupakan kemampuan pati untuk dapat dicerna dan diserap dalam tubuh.

Karbohidrat yang lambat diserap menghasilkan kadar glukosa darah yang rendah

dan berpotensi mengendalikan kadar glukosa darah (Rimbawan dan Siagian

2004). IG dikategorikan tinggi jika memiliki nilai 70 atau lebih, sedang antara

56-69 dan rendah jika nilainya 55 ke bawah (Miller et al. 1997). Beberapa produk

sumber karbohidrat memiliki nilai indeks glikemik dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai indeks glikemik beberapa produk sumber karbohidrat

Produk Nilai indeks glikemik Golongan IG

Mie kacang hijau* 26 Rendah

Mie sagu* 28 Rendah

Gandum* 30 Rendah

Mie instan (dari gandum)* 47 Rendah

Semolina* 55 Sedang

Mie jagung varietas Srikandi putih* 57 Sedang

Jagung* 59 Sedang

Spaghetti (dari semolina)* 59 Sedang

Mie atau pasta beras* 61 Sedang

Tepung jagung* 68 Sedang

Beras* 69 Sedang

Jagung pipil merah kukus** 79,36 Tinggi

Nasi (Beras BMW Cianjur)** 81,7 Tinggi

Sumber : * Rimbawan dan Siagian (2004)** Yuliani et al. 2011

2.5 Mie Sagu

Mie sagu adalah produk mie yang terbuat dari tepung sagu. Jenis mie

tersebut ditemukan di Maluku dan Papua dikenal dengan mie sadap atau mie sagu,

selain itu juga banyak ditemukan di Bogor, Cianjur dan Sukabumi yang dikenal

dengan nama mie glosor. Mie sagu memiliki harga yang lebih murah bila

Page 43: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

17

dibandingkan dengan mie yang terbuat dari tepung terigu. Bila dilihat secara

sekilas, penampakan mie ini tidak berbeda jauh dengan mie terigu, namun bila

dilihat lebih seksama mie ini memiliki warna yang lebih mengkilap dan keras.

Hasil pengolahan dari mie sagu memiliki tekstur yang lebih kenyal tetapi tidak

elastis dan licin ketika dimakan. Oleh karena itu masyarakat menyebutnya mie

glosor (Hendrasari 2000).

Mie berbasis pati sangat berbeda dengan mie dari bahan terigu. Kekhasan

mie berbasis pati adalah adonan terbuat dari campuran “binder” (pati

tergelatinisasi) dengan pati mentah (native). Binder berfungsi sebagai pengikat

seperti halnya gluten pada terigu sehingga dapat dibentuk adonan yang mudah

ditangani (Purwani et al. 2004). Menurut Hendrasari (2000), mie sagu memiliki

sifat yang berbeda bila dibandingkan dengan mie yang terbuat dari terigu, yaitu

memiliki tekstur yang lebih kenyal namun tidak elastis dan licin waktu di makan.

Kandungan karbohidrat mie sagu sangat tinggi, tetapi sangat rendah kadar protein,

lemak, dan zat gizi lainnya.

Munarso (2004) mengemukakan bahwa pati resisten memiliki peran

penting bagi kesehatan saluran pencernaan. Pati resisten dapat memperbaiki

kesehatan kolon dengan cara mendorong perkembangan sel-sel sehat yang kuat.

Pati resisten memiliki manfaat prebiotik, yaitu menstimulasi pertumbuhan dan

aktivitas bakteri menguntungkan (bifidobacteria), serta menurunkan konsentrasi

bakteri patogen (Escherichia coli dan Clostridia). Penambahan pati resisten dapat

menurunkan ketersediaan karbohidrat tercerna, yang hasilnya adalah tingkat

respon glikemik yang rendah. Pemanfaatan pati resisten dapat diarahkan pada

pengembangan pangan untuk penderita diabetes maupun untuk mereka yang

melakukan diet.

Mie sagu biasanya berwarna kuning, kuning kemerahan, coklat kemerahan,

atau putih. Ketika dimakan terasa kenyal dan licin. Mie yang baik ketika dimasak,

yaitu tampak transparan, tidak mudah putus, dan tidak mengakibatkan air

perebusannya keruh. Hal ini menandakan bahwa tidak banyak padatan mie yang

terlepas atau padatan yang hilang relatif kecil (Purwani et al. 2006c).

Mie sagu dapat diolah sesuai selera. Mie sagu merupakan sumber

karbohidrat yang tidak dapat dikonsumsi sebagai produk tunggal, melainkan harus

Page 44: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

18

dikonsumsi dengan bahan pangan lain untuk mendapatkan tambahan zat gizi yang

memadai (Purwani et al. 2006b). Mie sagu memiliki komposisi kimia dengan

karakteristik dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik mie sagu dari Palopo dan BBPP Pertanian Bogor

Karakteristik Mie Sagu Palopo SulawesiSelatan

Mie Sagu BBPPPertanian Bogor

Rendemen (%) 347,7 315,5Kekerasan (gf) 35,5 49,8Kehilangan akibatpemanasan(%)

4,00 2,3

Air (%) 75,89 71,95Protein (%) 0,80 0,70Lemak (%) 5,84 6,63Abu (%) 1,73 1,76

Sumber : Purwani et al. (2006b)

2.6 Interaksi Karbohidrat dan Protein

Sistem makanan selalu mengandung campuran heterogen protein dan

polisakarida yang berbeda sifat alami kimia, modifikasi, rantai dasar, ukuran,

bentuk molekul, tingkatan hidrolisis, denaturasi, disosiasi dan agregasi. Interaksi

protein dengan polisakarida, beragam protein satu sama lain, dan dengan air akan

mengatur kelarutan dan co-solubility biopolimer, kemampuan untuk membentuk

larutan dan gel kental, viskoelastis dan sifatnya di permukaan (Damodaran

dan Paraf 1997).

Menurut Oakenfull et al. (1997) jika protein dan polisakarida berinteraksi

dapat menghasilkan tiga kemungkinan, yaitu:

1) Co-solubility, bila terjadi interaksi yang bersifat tidak nyata karena kedua

molekul primer memiliki eksistensi sendiri-sendiri.

2) Incompatibility, bila kedua tipe polimer saling menolak sehingga

menyebabkan keduanya berada pada fase terpisah.

3) Complexing, yaitu kedua polimer saling berikatan yang menyebabkan

membentuk fase tunggal atau endapan.

Sifat sistem polimer yang bercampur telah dipelajari secara luas, bila satu

atau kedua polimer memiliki kekuatan membentuk gel akan memiliki potensi

untuk menciptakan produk dengan beragam tekstur. Ziegler dan Foegeding (1990)

menyatakan bahwa tipe jaringan gel dapat terbentuk dengan dua bahan pembentuk

Page 45: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

19

gel yang berbeda. Bila proses pencampuran adalah eksotermik, dan interaksi tarik

menarik maka dapat mengarah pada susunan komplek larut atau tidak larut.

Menurut Hurrel (1980), protein merupakan komponen yang paling aktif

dari kebanyakan bahan pangan. Protein dapat bereaksi dengan gula pereduksi,

lemak, dan zat-zat hasil oksidasi. Hal ini dapat menyebabkan turunnya nilai gizi,

munculnya flavor yang tidak diinginkan, reaksi browning, dan timbulnya zat

toksik. Kemampuan protein untuk mengikat komponen pangan lain penting untuk

formulasi makanan. Ikatan ini menyebabkan gaya adhesi, pembentukan serat dan

film, serta peningkatan viskositas. Sifat fungsional protein dapat didefinisikan

sebagai sifat-sifat fisiko-kimia di luar sifat nutrisi yang memungkinkan protein

menyumbang karakteristik tertentu pada suatu makanan (Cheftel et al. 1985).

Menurut Philips dan Beuchat (1981) protein dapat berinteraksi dengan komponen

lain di dalam sistem pangan yang kompleks selama persiapan, pengolahan,

penyimpanan, dan konsumsi.

Karbohidrat secara alami dapat berinteraksi dengan protein. Menurut

Farnum et al. (1976), interaksi antara protein dan karbohidrat dapat terjadi karena

adanya pembentukkan ikatan ionik dan hidrogen di dalam struktur film,

sedangkan Samanth et al. (1993) menjelaskan bahwa interaksi polisakarida

dengan protein dapat terjadi karena pembentukan kompleks elektrostatik, antara

lain polisakarida anionik, CMC, pH 6 dengan mioglobin, dan Bovine Serum

Albumin (BSA). pH mioglobin biasanya bermuatan positif sedangkan BSA

bermuatan negatif. Ketergantungan muatan ini memerlukan adanya keterlibatan

grup karboksilat dari polisakarida dan residu asam amino yang bermuatan positif

seperti έ-amino, α-amino, guanidium, dan imidizol. Kekuatan interaksi

yang sebenarnya sangat tergantung pada jumlah dan distribusi sisi-sisi

tersebut. Proses denaturasi akibat pemanasan atau penambahan alkali dapat

menyebabkan jumlah sisi-sisi meningkat, karena terbebaskan dari strukturnya

yang dapat memaksimalkan interaksi dan menghasilkan kompleks yang stabil

(Imeson et al. 1977).

Protein bisa membentuk ikatan silang dengan molekul lain, misalnya

melalui ikatan kovalen dengan karbohidrat membentuk glikoprotein. Protein dapat

meningkatkan kemampuan gelasi karena memiliki molekul yang besar sehingga

Page 46: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

20

mempermudah pembentukan ikatan silang dan juga memiliki nilai gizi yang baik.

Sifat-sifat protein yang penting dalam pembentukan gel adalah fleksibilitas, yaitu

kemampuan protein untuk terdenaturasi dan membentuk jaringan dengan ikatan

silang (Oakenfull et al. 1997).

Protein juga dipengaruhi oleh komponen-komponen kandungan karbohidrat

dan lemak. Hal ini disebabkan karena protein dapat berikatan dengan

molekul-molekul tersebut. Kemampuan ekstraksi protein dipengaruhi oleh faktor

ukuran partikel tepung, umur tepung, perlakuan panas sebelumnya, rasio

pelarutan, suhu, pH, dan kekuatan ion dari medium pengekstrak (Kinsella 1979).

Page 47: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

21

3. METODE PENELITIAN

3.1.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 hingga bulan

Maret 2012. Penelitian dilakukan di beberapa laboratorium yaitu Laboratorium

Pengolahan LIPI Ambon untuk preparasi sampel dan pengukusan ikan,

Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan untuk pengepresan

daging ikan, Laboratorium Kimia Terpadu Pusat Antar Universitas Pangan dan

Gizi IPB untuk pembuatan tepung ikan, analisis cooking time, cooking losses dan

karakteristik kimia, Laboratorium Organoleptik Departemen Teknologi Hasil

Perairan untuk uji organoleptik, Laboratorium Teknologi Industri Agro dan

Biomedika PUSPITEK Serpong untuk pembuatan mie sagu, Laboratorium

Pengolahan Pangan IPB untuk pengujian warna dan elastisitas mie sagu, dan

laboratorium Zoologi LIPI Cibinong untuk analisa mikrostruktur mie sagu (SEM).

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu

bahan untuk pembuatan tepung ikan, bahan untuk pembuatan mie sagu dan bahan

untuk analisis. Bahan baku untuk pembuatan tepung ikan adalah ikan cakalang.

Bahan baku ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) berasal dari Desa Latuhalat Kota

Ambon-Maluku. Bahan pendukung yang digunakan untuk pembuatan tepung ikan

meliputi air, asam asetat 3% dan natrium bikarbonat 0,8%, sedangkan bahan yang

digunakan untuk karakterisasi tepung ikan adalah pelarut lemak berupa N-heksan,

selenium, H2SO4 pekat, NaOH, akuades, H3BO3, HCl, dan indikator Brom Cresol

Green-Methyl Red berwarna merah muda. Pada tahap pembuatan mie sagu, bahan

yang digunakan adalah tepung sagu, tepung ikan, air, dan garam. Bahan yang

digunakan untuk analisis karakteristik mie sagu terdiri dari analisis organoleptik

adalah score sheet dan sampel mie sagu. Bahan untuk analisis fisik adalah air,

akuades, dan sampel mie sagu. Bahan untuk analisis kimia adalah selenium,

H2SO4 pekat, akuades, NaOH, H3BO3, HCl, indikator Brom Cresol Green-Methyl

Red berwarna merah muda dan pelarut lemak berupa N-heksan. Spesifikasi

bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah “merck”.

Page 48: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

22

3.2.2 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini juga terbagi menjadi tiga

kelompok, yaitu alat yang digunakan untuk pembuatan tepung ikan, pembuatan

mie sagu dan alat untuk analisis karakteristik mie sagu. Alat-alat yang digunakan

dalam proses pembuatan dan karakterisasi tepung ikan adalah timbangan digital

(Fisher scientific), alat press (Press-Tokyo Jepang), dan oven (Heraeus

instrument), cawan porselen (Duran), desikator (csn simax), tanur (Furnace

thermolyne), labu soxhlet (Kimax), labu kjeldahl (Duran dan Pyrex), dan labu

erlenmeyer (Pyrex). Pembuatan mie sagu menggunakan alat-alat antara lain

adalah ekstruder (power 2 pk screw bertingkat), timbangan digital (Fisher

scientific), sedangkan untuk karakteristik mie sagu alat yang digunakan adalah

chromameter minolta (tipe CR 200, Jepang), hot plate (Cimarec 3), gelas arloji,

cawan petri (Pyrex), oven (Heraeus instrument), desikator (csn simax), timbangan

digital (Fisher scientific), texture analyzer TAXT2 (kec 3 mm/det dan force 100

g), scanning electron microscope (SEM) JFC-1100, cawan porselen (Duran), oven

(Heraeus instrument), tanur (Furnace thermolyne), labu soxhlet (Kimax), kertas

saring, labu kjeldahl (Duran dan Pyrex) dan labu erlenmeyer (Pyrex).

3.3 Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

Penelitian pendahuluan adalah pembuatan tepung ikan dan analisis karakteristik

fisiko-kimia tepung ikan yang dihasilkan. Penelitian utama adalah pembuatan mie

sagu dengan penambahan tepung ikan terbaik yang dihasilkan pada penelitian

pendahuluan dilanjutkan analisis karakteristik organoleptik, fisiko-kimia dan

mikrostruktur mie sagu.

3.3.1 Penelitian Pendahuluan

Pembuatan tepung ikan cakalang dilakukan mengacu pada penelitian

Amirullah (2008) yang telah dimodifikasi. Perlakuan yang diberikan dalam

pembuatan tepung ikan adalah metode perendaman air, asam asetat 3%, natrium

bikarbonat 0,8% dengan lama perendaman masing-masing 2, 4, dan 6 jam.

Tepung ikan yang dihasilkan akan dikarakterisasi terlebih dahulu untuk

Page 49: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

23

Ikan cakalang

mengetahui rendemen, kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak.

Pada tahap ini akan diperoleh tepung ikan terbaik dengan kadar protein tertinggi

dan kadar lemak rendah yang akan digunakan dalam proses pembuatan mie sagu.

Diagram alir prosedur pembuatan tepung ikan dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan : *bagian yang dimodifikasi

Gambar 2 Diagram alir pembuatan tepung ikan cakalang (Modifikasi Amirullah2008).

Pencucian dan penyiangan

Pemfilletan (7 x 5 x 1 cm3)*

Perendaman dengan air, asam asetat 3%;natrium bikarbonat 0,8% (faktor A) dan lama

perendaman 2, 4, dan 6 jam (faktor B), denganperbandingan 2 : 1 *

Pengukusan10 menit, 80 oC

Pengepresan 10 menit

Pengeringan pada suhu 50 oC, 5 jam

Penepungan 60 mesh

Tepung ikan terbaik

Tepung ikan

Analisis rendemen dan proksimatair, abu, protein, dan lemak

Page 50: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

24

3.3.2 Penelitian Utama

Pembuatan mie sagu dilakukan mengacu pada metode CV Putra Santoso

(2010) yang telah dimodifikasi. Perlakuan yang diberikan dalam pembuatan mie

sagu adalah penambahan tepung ikan dengan konsentrasi 0%, 2%, 4%, 6%, dan

8%. Untaian mie sagu yang utuh dibandingkan dengan SNI 01-3551-2000 tentang

Mie Instan (Lampiran 1). Diagram alir prosedur pembuatan mie sagu dapat dilihat

pada Gambar 3.

Keterangan : *bagian yang dimodifikasi

Gambar 3 Diagram alir pembuatan mie sagu (Modifikasi CV Putra Santoso 2010).

Parameter yang diamati pada penelitian utama adalah analisis organoleptik

uji skoring dan uji perbandingan pasangan, dimana sampel mie sagu disajikan

dalam bentuk mie basah dan diberi kode sesuai dengan konsentrasi tepung ikan.

Penilaian uji skoring dan perbandingan pasangan dilakukan oleh 20 orang panelis

Tepung sagu 100% + konsentrasi tepungikan 0%, 2%, 4%, 6%, dan 8% *

Mie Sagu

Pencampuran air 25% dangaram 2% kemudian diaduk

Adonan dicampurdengan mixer 15 menit

Pragelatinasi pati 30 menit

Pembentukan untaianmie dengan ekstruder

Pengeringan suhu ruang 10 menit

Analisis organoleptik : ujiskoring (tekstur, warna,aroma, rasa) dan ujiperbandingan pasangan

Analisis fisik :warna, cooking

time, cooking lossesdan elastisitas

Analisis kimia :protein, lemak,

abu, dan air, sertakarbohidrat

Analisismikrostruktur

(SEM)

Page 51: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

25

semi terlatih meliputi tekstur, warna, aroma, dan rasa. Analisis fisik yaitu warna,

cooking time, cooking losses, dan elastisitas mie. Analisis kimia terdiri dari kadar

air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak serta kadar karbohidrat (by

difference). Analisis mikrostruktur mie sagu menggunakan Scanning Electron

Microscope (SEM).

3.4 Prosedur Analisis

3.4.1 Analisis organoleptik

Analisis organoleptik mie sagu dalam penelitian ini menggunakan uji

skoring dan uji perbandingan pasangan. Uji skoring berfungsi untuk menilai suatu

sifat organoleptik yang spesifik, sedangkan uji perbandingan pasangan digunakan

untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan mie sagu hasil formulasi

dibandingkan dengan produk komersial.

(1) Uji skoring (Soekarto dan Hubeis 2000)

Uji skoring adalah uji yang digunakan untuk menentukan karakteristik mutu

sensorik. Pelaksanaan uji adalah mie sagu disediakan dalam bentuk basah dan

diberi kode sesuai dengan perlakuannya, selanjutnya panelis diminta untuk

memberikan penilaian. Penilaian dilakukan oleh 20 orang panelis semi terlatih

meliputi tekstur, bau, rasa, dan warna dengan nilai berkisar antara 1 sampai 7

(sangat kurang sampai sangat lebih). Formulir uji peringkat produk mie sagu

dapat dilihat pada Lampiran 2.

(2) Uji perbandingan pasangan (Soekarto dan Hubeis 2000)

Uji perbandingan pasangan adalah uji yang digunakan untuk menentukan

kelebihan suatu produk dibandingkan dengan produk contoh lainnya. Mie sagu

yang terpilih adalah mie sagu yang paling tinggi nilai berdasarkan uji skoring,

kemudian dilakukan uji perbandingan pasangan dengan mie sagu komersial yang

diproduksi oleh CV Putra Santoso. Parameter yang diuji meliputi tekstur, warna,

aroma, dan rasa dengan skala -3 sampai +3 (sangat lebih buruk sampai sangat

lebih baik). Formulir uji mie sagu terpilih dengan mie sagu komersial dapat dilihat

pada Lampiran 3.

Page 52: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

26

3.4.2 Analisis Fisik

(1) Rendemen

Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input

dan output. Rendemen dihitung berdasarkan berat basah dengan rumus

sebagai berikut :

Rendemen (%) =( )( ) x 100%

(2) Waktu tanak (cooking time) (Collado et al. 2001)

Air sebanyak 200 ml dipanaskan sampai mendidih, kemudian 5 gram mie

yang telah dipotong sepanjang 3 cm, dimasukkan ke dalam air mendidih tersebut.

Setiap 30 detik helaian mie diletakkan diantara dua gelas arloji kemudian ditekan.

Waktu tanak optimum diperoleh pada saat seluruh bagian mie menyerap air

dengan sempurna atau pada saat tidak terbentuk titik putih ketika mie ditekan

dengan gelas arloji. Waktu dicatat mulai dari perebusan mie sagu sampai matang.

(3) Cooking losses (Collado et al. 2001)

Cooking losses adalah kehilangan padatan akibat pemasakan. Sebanyak

5 gram sampel direbus dalam 50 ml akuades mendidih. Setelah mencapai waktu

tanak optimum, mie ditiriskan dan dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah

diketahui bobotnya kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 100 oC sampai

beratnya konstan lalu ditimbang. Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP)

dihitung berdasarkan rumus :

KPAP (%) = x 100%

(4) Elastisitas mie (Chen et al. 2002)

Elastisitas diukur menggunakan alat texture analyzer TAXT2, dengan

kecepatan 3 mm/det dan force 100 g. Sehelai sampel yang telah direhidrasi

dikaitkan sedemikian rupa pada kedua ujung probe, kemudian sampel ditarik oleh

probe yang di atas sampai putus. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan

hubungan antara kekuatan dan waktu. Titik puncak kekuatan positif menunjukkan

nilai elastisitas (gf).

(5) Warna (Gaurav 2003)

Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan chromameter Minolta

(tipe CR 200, Jepang). Chromameter terlebih dahulu dikalibrasi dengan standar

Page 53: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

27

warna putih yang terdapat pada alat tersebut. Sejumlah sampel ditempatkan pada

wadah yang datar. Pengukuran menghasilkan nilai L, a dan b. L menyatakan

parameter kecerahan (warna akromatis, 0: hitam sampai 100: putih). Warna

kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a (a+ = 0-100 untuk warna

merah, a- = 0-(-80) untuk warna hijau. Warna kromatik campuran biru kuning

ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70 untuk warna kuning, b- = 0-(-70) untuk

warna biru. Pengukuran warna didasarkan pada indeks keputihan dengan

menggunaan persamaan :

W (%) = 100 – (100 − ) + +Keterangan : W = derajat keputihan

L = kecerahana = warna merah jika bertanda + dan hijau jika bertanda –b = warna kuning jika bertanda + dan biru jika bertanda –

3.4.3 Analisis Kimia

(1) Kadar protein kasar (AOAC 1980)

Sebanyak 0,25 gram sampel dimasukkan dalam labu kjeldahl 100 ml dan

ditambahkan selenium 0,25 gram dan 3 ml H2SO4 pekat. Proses destruksi

(pemanasan dalam keadaan mendidih) dilakukan selama 1 jam, sampai larutan

jernih. Setelah dingin ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%

kemudian didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi

campuran 10 ml H3BO3 2% dan 2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red

berwarna merah muda. Destilasi dihentikan setelah volume hasil tampungan

(destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan. Hasil destilasi dititrasi

dengan HCl 0,1N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan

juga terhadap blanko. Kadar nitrogen total dihitung dengan rumus :

N (%) =( )

x 100%

Keterangan:S = Volume titran sampel (ml)B = Volume titran blanko (ml)W = Bobot sampel kering (mg)

Kadar Protein (%) = % Nitrogen x faktor konversi

Page 54: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

28

(2) Kadar lemak (AOAC 1980)

Sebanyak 2 gram sampel disebarkan di atas kapas kemudian dibungkus

dengan kertas saring, dan dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Sampel diekstraksi

selama 6 jam dengan pelarut lemak berupa heksan sebanyak 150 ml. Lemak yang

terekstrak dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC selama 1 jam. Kadar lemak

dihitung dengan rumus :

Kadar lemak (%) = x 100%

(3) Kadar abu (AOAC 1980)

Sebanyak 1 gram sampel ditempatkan dalam cawan porselen kemudian

dibakar. Cawan dimasukkan ke dalam tanur dan diabukan sampai beratnya

konstan. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama suhu 100 oC

dan dilanjutkan pada suhu 600 oC dalam tanur. Cawan didinginkan dalam

desikator kemudian di timbang. Kadar abu dihitung dengan rumus :

Kadar abu (%) = x 100%

(4) Kadar air (AOAC 1980)

Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam

dan didinginkan dalam desikator ±15 menit kemudian ditimbang. Sebanyak 1

gram sampel dimasukkan ke dalam cawan kemudian dikeringkan dalam oven

dengan suhu 105 oC selama 8 jam sampai beratnya konstan. Cawan dimasukkan

ke dalam desikator sampai dingin dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan

rumus :

Kadar air (%) =( )

x 100%

(5) Kadar karbohidrat

Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode carbohidrat by difference

yaitu : 100% - (kadar air + abu + protein + lemak).

3.4.4 Analisis Mikrostruktur menggunakan Scanning Electron Microscope(SEM) (Toya et al. 1986)

Struktur mikroskopis mie sagu diamati menggunakan scanning electron

microscope (SEM). Sampel ditaburkan pada specimen holder yang dilapisi double

Page 55: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

29

sticky tape, kemudian dibersihkan dengan hand blower untuk menghilangkan

debu-debu pengotor. Sampel yang telah menempel pada double sticky tape

kemudian dilapisi emas-pladium setebal 400 Ǻ dengan menggunakan mesin ion

Sputter JFC-1100. Coating tersebut dimaksudkan agar benda uji yang akan

dilakukan pemotretan menjadi penghantar listrik. Sampel yang telah dilapisi

emas-pladium selanjutnya dimasukkan ke dalam specimen chamber pada mesin

SEM untuk dilakukan pemotretan pada perbesaran 150x untuk butiran dan 500x

untuk penampang dalam. Sumber elektron dipancarkan menuju sampel untuk

memindai permukaan sampel, kemudian emas sebagai konduktor akan

memantulkan elektron ke detektor pada mikroskop SEM. Hasil pemindaian akan

diteruskan ke detektor menuju monitor. Hasil yang diperoleh berupa gambar tiga

dimensi permukaan butiran mie sagu.

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1993)

Penelitian pendahuluan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

faktorial dengan dua faktor. Faktor A adalah perendaman fillet ikan cakalang

dalam air, asam asetat 3%, dan natrium bikarbonat 0,8% sedangkan faktor B

adalah lama perendaman 2, 4, dan 6 jam. Masing-masing perlakuan diulang

sebanyak dua kali. Model matematika rancangan acak lengkap (RAL) faktorial

dapat dirumuskan sebagai berikut :

Yijk = µ+ A1 + B1 + (AB)ij + Єijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan dari faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j danulangan ke-k

µ = Nilai tengah umumAi = Pengaruh utama faktor A (metode perendaman) pada taraf ke-i, (i=1,2,3)Bj = Pengaruh utama faktor B (lama perendaman) pada taraf ke-j, (j=1,2,3)(AB)ij = Komponen interaksi faktor A dan faktor B masing-masing pada taraf

ke-i dan ke-jЄijk = Pengaruh galat percobaan dari faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan

ulangan ke-k

Penelitian utama menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor yaitu

penambahan tepung ikan dengan lima taraf (0%, 2%, 4%, 6%, dan 8%) dan

masing-masing perlakuan diulang sebanyak dua kali. Model matematika

rancangan acak lengkap satu faktor adalah sebagai berikut:

Page 56: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

30

Yij = µ + Ai + εij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan taraf ke-i pada ulangan ke-jµ = Nilai tengah umumAi = Pengaruh perlakuan ke-i, (i= 0%, 2%, 4%, 6%, dan 8%)εij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam untuk mengetahui

adanya pengaruh atau tidak dari masing-masing perlakuan. Apabila ada pengaruh,

maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) untuk melihat perbedaan

dari masing-masing perlakuan.

Data organoleptik diolah menggunakan uji statistik nonparametrik Kruskal

Wallis (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Uji Kruskal Wallis ini bertujuan untuk

mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan dalam

ranking. Statistik uji yang digunakan adalah :

H = ( ) + ∑ − 3( + 1)H1 =

Pembagi = 1-∑( )( ) dengan T = (t-1)(t+1)

Keterangan :

n = jumlah data totalni = banyaknya pengamatan pada perlakuan ke-1Ri

2 = jumlah peringkat dari perlakuan ke-iT = banyaknya pengamatan seri dalam kelompokH = simpangan bakuH1 = H terkoreksit = banyaknya pengamatan seri

Page 57: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

31

Apabila data hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan beda nyata, maka

dilanjutkan dengan uji multiple comparison untuk mengetahui perbedaan antar

perlakuan. Uji lanjut multiple comparison dapat dirumuskan sebagai berikut :

| − |> < 2 ( )Keterangan :Ri = rata-rata ranking perlakuan ke-iRj = rata-rata ranking perlakuan ke-jk = banyaknya ulangann = jumlah data total

Page 58: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

32

Page 59: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

33

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan terdiri dari dua tahap yaitu pengujian kimia pati

sagu (Metroxylon sp.) dan tepung ikan cakalang tanpa proses deffating yang

meliputi kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Penelitian pendahuluan

tahap kedua adalah pembuatan tepung ikan cakalang dengan perlakuan media

perendaman (air, asam asetat 3%, dan natrium bikarbonat 0,8%) dan lama

perendaman (2,4, dan 6 jam). Masing-masing tepung ikan cakalang dianalisis

yang meliputi rendemen, kadar air, abu, protein, dan lemak. Tepung ikan cakalang

dengan protein tinggi dan lemak rendah yang digunakan dalam formulasi

mie sagu.

4.1.1 Komposisi kimia pati sagu dan tepung ikan cakalang

Sagu telah dimanfaatkan sebagai sumber bahan makanan pokok rakyat

Maluku sejak ratusan tahun yang lalu, yaitu dikonsumsi dengan ikan, atau daging,

dan sayuran. Selain itu juga dalam bentuk makanan penyerta ataupun nyamikan

dengan berbagai ragam kue (bagea, bangket, sarut, sagu tumbuk dan sagu

mutiara). Pemanfaatan sagu sebagai sumber pangan juga dikembangkan seperti

dalam pembuatan roti, biskuit, kerupuk, mie, dan sohun (Lawalata 2004).

Ikan cakalang merupakan ikan pelagis yang memiliki protein dan

lemak yang tinggi. Spesies ini merupakan jenis ikan yang komersial dan memiliki

kandungan gizi yang tinggi. Hasil analisis komposisi pati sagu dan tepung ikan

cakalang tanpa proses deffating dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi kimia tepung ikan cakalang dan pati sagu

Kandungan Gizi Tepung ikancakalang*

Pati sagu Standar tepungikan ( Buckle et

al.1987)Air (%) 12,82 ± 0,20 16,08 ± 0,05 10,0

Abu (%) 2,65 ± 0,08 0,19 ± 0,01 -

Protein (%) 76,55 ± 0,57 0,27 ± 0,05 67,5

Lemak (%) 1,25 ± 0,35 0,13 ± 0,02 0,75

Karbohidrat (%) 6,74 ± 0,33 83,35 ± 0,11 -

*tanpa proses deffating (pengeluaran lemak)

Page 60: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

34

Hasil analisis pati sagu menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat sangat

tinggi yaitu 83,35%; sedangkan kandungan terendah adalah lemak 0,13%; air

16,08%; abu 0,19% dan protein 0,27%. Kandungan karbohidrat yang tinggi pada

pati sagu disebabkan karena tepung sagu merupakan bahan pangan lokal sumber

karbohidrat yang berpotensi dikembangkan dalam upaya mendukung pelaksanaan

program diversifikasi pangan (Lawalata 2004). Hal ini berbeda dengan tepung

ikan cakalang yang memiliki kandungan protein tinggi 76,55%; sedangkan

kandungan terendah adalah lemak 1,25%; air 12,82%; abu 2,65% dan karbohidrat

6,74%. Tingginya kandungan protein menunjukkan bahwa ikan cakalang

merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai gizi protein yang tinggi.

Bentuk pati sagu dan tepung ikan cakalang tanpa proses deffating dapat dilihat

pada Gambar 4.

Gambar 4 Pati sagu (A); tepung ikan cakalang tanpa proses deffating (B).

Pati sagu yang selama ini dimanfaatkan dalam pembuatan mie sagu ternyata

memiliki kandungan protein yang cukup rendah, oleh karena itu untuk

meningkatkan kandungan gizi mie sagu maka perlu ditambahkan tepung ikan

cakalang, sehingga diharapkan kandungan protein pada tepung ikan cakalang

dapat meningkatkan nilai gizi mie sagu.

4.1.2 Karakteristik tepung ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

Tahapan pembuatan tepung ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) terdiri dari

pencucian dan penyiangan, pemfiletan, perendaman ikan dalam air, asam asetat

3%, dan natrium bikarbonat 0,8% masing-masing selama 2, 4, dan 6 jam. Tahap

selanjutnya adalah pengukusan pada suhu 80 oC selama 10 menit kemudian

dilakukan pengepresan selama 10 menit, pengeringan di oven pada suhu 50 oC

selama 5 jam, dan penepungan dengan saringan 60 mesh. Bentuk tepung ikan

cakalang pada masing-masing kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5.

A B

Page 61: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

35

Gambar 5 Tepung ikan cakalang proses perendaman air selama 2 jam (A1); airselama 4 jam (A2); air selama 6 jam (A3); asam asetat 3% selama 2jam (B1); asam asetat 3% selama 4 jam (B2); asam asetat 3% selama6 jam (B3); natrium bikarbonat 0,8% selama 2 jam (C1); natriumbikarbonat 0,8% selama 4 jam (C2) dan natrium bikarbonat 0,8%selama 6 jam (C3).

(1) Rendemen tepung ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

Rendemen merupakan perbandingan antara produk akhir (tepung ikan

cakalang) dengan bahan baku (ikan cakalang). Rendemen dapat dijadikan sebagai

parameter yang sangat penting untuk mengetahui nilai ekonomis produk ikan

tersebut. Rendemen tepung ikan cakalang yang dihasilkan dengan perendaman

dalam media air, asam asetat dan natrium bikarbonat selama 2, 4, dan 6 jam

disajikan pada Gambar 6.

Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa rendemen tepung

ikan cakalang dipengaruhi secara nyata oleh penggunaan metode perendaman

A1

C3C2C1

B3B2B1

A3A2B

Page 62: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

36

43,95 (a) 42,96 (a) 42,93 (a)40,06 (a) 41,91 (a) 41,85 (a)38,79 (b) 38,44 (b) 38,32 (b)

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

2 jam 4 jam 6 jam

Rend

emen

(%)

Lama perendaman

berbeda (p<0,05), sedangkan lama perendaman dan interaksi antara kedua faktor

tersebut tidak berpengaruh nyata (p>0,05).

Gambar 6 Histogram rerata rendemen tepung ikan cakalang setelah perlakuanperendaman air, asam asetat 3%, dan natrium bikarbonat0,8%. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b)menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada metode perendaman.

Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan metode perendaman dengan

natrium bikarbonat 0,8% dan asam asetat 3% menghasilkan rendemen yang lebih

rendah dibandingkan dengan perendaman dalam air. Hal ini dikarenakan air tidak

banyak memecah protein dan lemak, sedangkan jenis asam dan alkali dapat

mengurangi atau meminimalkan lemak (Nolsoe dan Inggrid 2009). Menurut

Rawdkuen et al. (2009) pengurangan mioglobin dan lemak lebih mudah terjadi

dalam proses alkali atau asam dibandingkan proses konvensional (dalam air).

(2) Kadar air tepung ikan

Kadar air tepung ikan cakalang dipengaruhi secara nyata (p<0,05) oleh

kombinasi perlakuan metode perendaman dan lama perendaman (Lampiran 5).

Kadar air terendah dan tertinggi berturut-turut dihasilkan oleh kombinasi

perlakuan metode perendaman asam asetat 3% selama 2 jam sebesar 6,04% dan

metode perendaman air selama 2 jam sebesar 16,05% (Gambar 7).

Page 63: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

37

16,05 (a)

11,33(b)

7,96(f)6,04(h)

10,78(c) 9,38(d)

6,89(g)8,79(e)

6,15(h)

0.002.004.006.008.00

10.0012.0014.0016.0018.00

2 jam 4 jam 6 jam

Kada

r air

(%)

Lama perendaman

Gambar 7 Histogram rerata kadar air tepung ikan cakalang setelah perlakuanperendaman air, asam asetat 3%, dan natrium bikarbonat0,8%. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b,c,d,e,f,g,h) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada faktor interaksimetode perendaman dan lama perendaman.

Kadar air terendah diperoleh pada perlakuan perendaman ikan dalam asam

asetat 3% selama 2 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam asetat 3%

sebagai media perendaman dapat menarik air keluar dari sel-sel jaringan ikan

sehingga dapat menurunkan kadar air. Menurut Wijaya (2001), perendaman

dengan asam asetat mengakibatkan banyaknya ikatan hidrogen yang terputus pada

kolagen sehingga ikatan antara asam amino penyusunnya semakin lemah. Hal ini

berpengaruh pada banyaknya air yang terjerat pada ikatan tersebut, dimana

kekuatan mengikat molekul air berkurang dan mengakibatkan kadar air menurun.

(3) Kadar abu tepung ikan

Kadar abu dikenal sebagai unsur mineral atau zat anorganik.

Abu merupakan salah satu komponen dalam bahan makanan. Komponen ini

terdiri dari mineral-mineral, yaitu kalium, fosfor, natrium, dan tembaga

(Winarno 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar abu tepung ikan

yang dihasilkan berkisar antara 1,96% hingga 2,89% (Gambar 8). Kadar abu

terendah dihasilkan oleh perlakuan asam asetat 3% dengan lama perendaman

4 jam, sedangkan kadar abu tertinggi merupakan hasil perendaman menggunakan

natrium bikarbonat 0,8% dengan lama perendaman 2 jam. Berdasarkan hasil

analisis ragam metode perendaman berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar

abu, sedangkan lama perendaman dan interaksi kedua faktor tersebut tidak

berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar abu yang dihasilkan (Lampiran 6).

Page 64: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

38

2,54 (b)2,26 (b) 2,42 (b)

2,80 (b)1,96 (b) 2,38 (b)

2,89 (a) 2,78 (a) 2,64 (a)

0.000.501.001.502.002.503.003.50

2 jam 4 jam 6 jam

Kada

r Abu

(%)

Lama Perendaman

71,46 (e) 75,92 (cd) 74,16 (d)79,56 (b) 80,32 (b)

77,00 (cd)77,67 (c) 78,29 (c) 82,86 (a)

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

2 jam 4 jam 6 jam

Kada

r Pro

tein

Lama perendaman

Gambar 8 Histogram rerata kadar abu tepung ikan cakalang setelah perlakuanperendaman air, asam asetat 3%, dan natrium bikarbonat0,8%. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b)menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada metode perendaman.

(4) Kadar protein tepung ikan

Kadar protein pada tepung ikan cakalang dalam penelitian ini berkisar

antara 71,46% hingga 82,86% (Gambar 9). Berdasarkan analisis ragam, interaksi

antara metode perendaman dan lama perendaman berpengaruh nyata p<0,05

terhadap kadar protein tepung ikan (Lampiran 7).

Gambar 9 Histogram rerata kadar protein tepung ikan cakalang setelah perlakuanperendaman air, asam asetat 3%, dan natrium bikarbonat0,8%. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b,c,d)menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada faktor interaksi metodeperendaman dan lama perendaman.

Gambar 9 menunjukkan bahwa perlakuan metode perendaman natrium

bikarbonat 0,8% selama 6 jam mengakibatkan kadar protein tepung ikan lebih

tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Subatin (2004), yaitu

penggunaan natrium bikarbonat dapat meningkatkan kadar protein. Kadar protein

Page 65: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

39

1,83 a 1,78 a1,95 a

1,24 b0,78 c

1,24 b

1,05 b 0,89 c

1,10 b

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

2 jam 4 jam 6 jam

Kada

r Lem

ak(%

)

Lama Perendaman

meningkat juga dipengaruhi oleh jumlah asam amino dalam bahan. Ikan cakalang

memiliki asam amino yang lengkap dan banyak, sehingga semakin banyak asam

amino akan meningkatkan kadar protein. Menurut Hawab (2003) nilai gizi protein

sangat tergantung pada asam-asam amino penyusunnya.

(5) Kadar lemak tepung ikan

Nilai kadar lemak tepung ikan tertinggi diperoleh dari perendaman air

dengan lama perendaman 6 jam yaitu 1,95%. Nilai kadar lemak tepung ikan

terendah adalah 0,78% yang merupakan hasil perendaman asam asetat 3% dengan

lama perendaman 4 jam (Gambar 10).

Gambar 10 Histogram rerata kadar lemak tepung ikan cakalang setelah perlakuanperendaman air, asam asetat 3%, dan natrium bikarbonat0,8%. Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b,c)menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada faktor interaksi metodeperendaman dan lama perendaman.

Analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara metode perendaman

dan lama perendaman berpengaruh nyata (p<0,05) (Lampiran 8), terhadap kadar

lemak yang dihasilkan. Gambar 10 menunjukkan bahwa kadar lemak dengan

metode perendaman asam asetat 3% dengan lama perendaman 4 jam memiliki

kadar lemak terendah. Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan

penelitian Susanto dan Nurhikmah (2008) sebesar 5,11%. Perbedaan kadar lemak

tersebut dipengaruhi oleh adanya penggunaan metode perendaman, dimana sifat

asam yang dapat memecah lemak. Nolsoe dan Ingrid (2009) menyatakan bahwa

penggunaan asam dan alkali dapat menghilangkan lemak atau meminimumkan

lemak. Penurunan kadar lemak sangat berpengaruh terhadap daya awet bahan,

apabila kadar lemak bahan tinggi maka akan mempercepat ketengikan akibat

terjadinya oksidasi lemak (Ketaren 2005).

Page 66: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

40

Berdasarkan karakteristik fisik dan kimia tepung ikan cakalang, maka

tepung ikan terbaik adalah tepung ikan yang memiliki kadar protein tinggi dan

kadar lemak yang rendah. Kadar protein yang tinggi menunjukkan bahwa proses

deffating dapat digunakan untuk menghasilkan tepung ikan dengan nilai gizi

protein yang tinggi. Kadar lemak juga merupakan parameter penting yang

berkaitan erat dengan daya awet produk yang dihasilkan. Berdasarkan kedua

parameter tersebut, maka metode perendaman yang dapat menghasilkan tepung

ikan dengan spesifikasi terbaik adalah proses deffating menggunakan metode

perendaman natrium bikarbonat 0,8% dengan lama perendaman 6 jam.

Tepung ikan ini memiliki kandungan protein tertinggi 82,86% dan lemak rendah

1,10%. Tepung ikan terbaik yang dihasilkan selanjutnya digunakan sebagai bahan

fortifikasi dalam produk mie sagu.

4.2 Penelitian Utama

Penelitian utama dilakukan dengan pembuatan mie sagu yang ditambahkan

tepung ikan cakalang terbaik dengan memiliki nilai protein yang tinggi dan lemak

rendah. Formulasi mie sagu yang dibuat dalam penelitian ini terdiri dari 5

formulasi yaitu: 0%; 2%; 4%; 6% dan 8%. Bentuk mie sagu dapat dilihat pada

Gambar 11.

Gambar 11 Mie sagu yang dihasilkan dengan konsentrasi tepung ikan 0% (A); 2%(B); 4% (C); 6% (D) dan 8% (E).

Mie sagu yang dihasilkan diuji dengan uji organoleptik skoring

untuk mendapatkan formulasi terbaik yang selanjutnya dilakukan uji

perbandingan pasangan dengan produk komersial (mie sagu) yang dijual di

ED

CBA

Page 67: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

41

pasaran. Formulasi mie sagu kemudian dianalisis dengan analisis fisik, analisis

kimia, dan analisis mikrostruktur menggunakan Scanning Electron Microscope

(SEM).

4.2.1 Karakteristik organoleptik

Dalam uji organoleptik yang dilakukan terhadap mie sagu hasil formulasi

dengan penambahan tepung ikan cakalang meliputi uji skoring dan uji

perbandingan pasangan.

(1) Uji skoring

Soekarto dan Hubeis (2000) menyatakan bahwa uji organoleptik terhadap

suatu makanan adalah penilaian menggunakan alat indra yaitu indera penglihatan,

penciuman, pencicipan, dan peraba. Dalam melakukan suatu penilaian, panelis

dituntut menggunakan indera untuk menilai sehingga didapat suatu kesan

terhadap rangsangan. Tujuan pengenalan sifat organoleptik pangan ini adalah

mengenal beberapa sifat-sifat organoleptik beberapa produk. Uji ini dapat

dilakukan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap suatu produk

yang dihasilkan.

(a) Tekstur

Tekstur merupakan komponen dan unsur struktur yang ditata dan digabung

menjadi mikro dan makro struktur dalam segi aliran deformasi. Penilaian

karakteristik tekstur dapat berupa kekerasan, elastisitas dan daya kohesif

(Sugiyono et al. 2009).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata panelis terhadap tekstur

berkisar antara 3,80-4,35 dengan skala agak kurang kenyal hingga kenyal.

Uji Kruskal Wallis (Lampiran 9) menunjukkan bahwa fortifikasi tepung

ikan cakalang tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tekstur mie sagu

(Gambar 12).

Page 68: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

42

4,35 (a)4,10 (a) 4,05 (a) 3,85 (a) 3,80 (a)

1

2

3

4

5

6

7

A0 A2 A4 A6 A8

Teks

tur

Tingkat penambahan tepung

Gambar 12 Histogram rerata penilaian panelis terhadap tekstur mie sagu denganA0= kontrol (tanpa fortifikasi tepung ikan cakalang,A2= fortifikasi tepung ikan cakalang 2%, A4 = fortifikasi tepung ikancakalang 4%, A6= fortifikasi tepung ikan cakalang 6%, dan A8=fortifikasi tepung ikan cakalang 8%. Angka-angka yang diikuti hurufsuperskrip sama (a) menunjukkan tidak nyata (p>0,05) padafortifikasi tepung ikan.

(b) Warna

Warna merupakan sifat sensori pertama yang dapat dilihat langsung oleh

panelis. Warna dalam bahan pangan mempunyai peranan yang sangat penting

dalam keterterimaan makanan. Suatu produk akan menarik minat konsumen

apabila warnanya menarik (Sumbaga 2006). Penentuan mutu bahan makanan

pada umumnya sangat tergantung pada warna. Suatu bahan makanan yang dinilai

bergizi tinggi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila

memiliki warna yang tidak sedap dipandang. Warna merupakan faktor yang ikut

menentukan mutu dan sebagai indikator keseragaman atau kematangan

(Achyadi dan Afiana 2004).

Dalam uji organoleptik, suatu produk pertama kali dinilai dengan mata,

yaitu dengan melihat warna yang dimiliki karena secara visual warna tampil

terlebih dahulu dalam penentuan produk makanan. Apabila suatu produk memiliki

warna yang kurang menarik untuk dilihat meskipun memiliki rasa, tekstur, dan

aroma yang sangat baik, setiap orang akan mempertimbangkan untuk

mengkonsumsinya. Warna memberikan respon yang paling cepat dan kesan yang

baik (Fellows 2000). Menurut Purwani et al. (2006c) warna dapat memberi

petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti warna kuning,

kuning kemerahan, coklat kemerahan, atau putih

Page 69: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

43

4,15 a3,45 a 3,50 a 3,55 a 3,75 a

1

2

3

4

5

6

7

A0 A2 A4 A6 A8

War

na

Tingkat penambahan tepung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata panelis terhadap warna

berkisar antara 3,45-4,15 dengan skala agak kurang bening/kecoklatan hingga

bening/kuning. Uji Kruskal Wallis (Lampiran 10) menunjukkan bahwa fortifikasi

tepung ikan cakalang tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap warna mie sagu

(Gambar 13).

Gambar 13 Histogram rerata penilaian panelis terhadap warna mie sagu denganA0= kontrol (tanpa fortifikasi tepung ikan cakalang,A2= fortifikasi tepung ikan cakalang 2%, A4 = fortifikasi tepung ikancakalang 4%, A6= fortifikasi tepung ikan cakalang 6%, dan A8=fortifikasi tepung ikan cakalang 8%. Angka-angka yang diikuti hurufsuperskrip sama (a) menunjukkan tidak nyata (p>0,05) padafortifikasi tepung ikan.

(c) Aroma

Dalam industri pangan pengujian aroma dianggap penting karena dengan

cepat dapat memberikan hasil penilaian terhadap produk tentang diterima atau

tidaknya produk tersebut. Menurut Soekarto dan Hubeis (2000), kelezatan suatu

makanan sangat ditentukan oleh faktor aroma. Makanan akan terlihat enak, jika

aromanya mampu merangsang indera penciuman manusia dan memicu orang

yang mencium aromanya untuk mengkonsumsinya (Sumbaga 2006).

Berdasarkan uji Kruskal Wallis (Lampiran 11), fortifikasi tepung ikan

cakalang memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0,05) terhadap aroma mie sagu

(Gambar 13). Fortifikasi tepung ikan ke dalam produk mie sagu terbukti mampu

memberikan pengaruh terhadap aroma, karena adanya aroma khas ikan cakalang.

Hasil uji panelis terhadap aroma mie sagu menunjukkan nilai rata-rata aroma

tertinggi adalah A2 (4,10) dan A8 (4,00) yang termasuk dalam skala harum,

sedangkan nilai terendah adalah A0 (2,65).

Page 70: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

44

2,65 (b)

4,10 (a)3,35 (ab) 3,55 (ab) 4,00 (a)

1

2

3

4

5

6

7

A0 A2 A4 A6 A8

Arom

a

Tingkat penambahan tepung

Gambar 13 Histogram rerata penilaian panelis terhadap aroma mie sagu denganA0=kontrol (tanpa fortifikasi tepung ikan cakalang,A2= fortifikasi tepung ikan cakalang 2%, A4 = fortifikasi tepung ikancakalang 4%, A6= fortifikasi tepung ikan cakalang 6%, dan A8=fortifikasi tepung ikan cakalang 8%. Angka-angka yang diikuti hurufsuperskrip berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) padafortifikasi tepung ikan.

Gambar 13 menunjukkan bahwa mie sagu formula A2 dan A8 sangat

disukai oleh panelis karena memberikan aroma khas ikan cakalang.

Menurut Muhajir (2007) penambahan tepung ikan memberikan pengaruh yang

berbeda nyata terhadap organoleptik aroma. Hasil ini berbeda dengan pendapat

Ismanadji et al. (2000), yaitu semakin tinggi tingkat konsentrasi penambahan

tepung ikan cakalang maka semakin menurun tingkat kesukaan panelis atas aroma

karena bau ikan kering.

(d) Rasa

Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk

pangan dan lebih banyak dinilai menggunakan indera pengecap atau lidah.

Rasa suatu produk makanan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan

makanan tersebut. Rasa suatu bahan pangan dapat berasal dari sifat bahan itu

sendiri atau karena adanya zat lain yang ditambahkan pada proses pengolahannya

(Achyadi dan Afiana 2004 ).

Rasa suatu makanan merupakan gabungan dari berbagai macam rasa

bahan-bahan yang digunakan dalam makanan tersebut (Kartika et al. 1998).

Rasa didefinisikan sebagai rangsangan yang ditimbulkan oleh bahan yang

dimakan, terutama yang dirasakan oleh indera pengecap. Rasa merupakan faktor

yang penting dalam menentukan keputusan bagi konsumen untuk menerima atau

Page 71: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

45

3,25 (a)3,75 (a) 3,70 (a) 4,00 (a) 4,05 (a)

1

2

3

4

5

6

7

A0 A2 A4 A6 A8

Rasa

Tingkat penambahan tepung

menolak suatu makanan. Meskipun parameter lain nilainya baik, jika rasa tidak

enak atau tidak disukai, maka produk akan ditolak. Ada empat jenis rasa dasar

yang dikenali, yaitu manis, asin, asam, dan pahit; sedangkan rasa lainnya

merupakan perpaduan dari rasa dasar (Fellows 2001).

Hasil panelis terhadap rasa mie sagu rasa yang tertinggi adalah formula A8

yaitu 4,05 (enak) dan terendah adalah A0 yaitu 3,25 (agak kurang enak).

Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 12), rasa mie sagu tidak

dipengaruhi secara nyata (p>0,05) oleh perlakuan fortifikasi tepung ikan cakalang

(Gambar 14).

Gambar 14 Histogram rerata penilaian panelis terhadap rasa mie sagu denganA0=kontrol (tanpa fortifikasi tepung ikan cakalang,A2= fortifikasi tepung ikan cakalang 2%, A4 = fortifikasi tepung ikancakalang 4%, A6= fortifikasi tepung ikan cakalang 6%, dan A8=fortifikasi tepung ikan cakalang 8%. Angka-angka yang diikuti hurufsuperskrip sama (a) menunjukkan tidak nyata (p>0,05) padafortifikasi tepung ikan.

Penilaian panelis menunjukkan bahwa secara umum fortifikasi tepung ikan

tidak mempengaruhi secara nyata terhadap parameter tekstur, warna, aroma, dan

rasa. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan bahan asing yaitu tepung ikan

cakalang yang sengaja ditambahkan pada produk mie sagu tidak mengganggu

penerimaan panelis. Berdasarkan nilai rata-rata dari kesemua parameter, mie sagu

A8 mempunyai nilai rata-rata organoleptik lebih baik. Mie sagu formulasi

terbaik A8 selanjutnya dibandingkan dengan mie sagu komersial melalui uji

perbandingan pasangan.

Page 72: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

46

(2) Uji perbandingan pasangan

Uji perbandingan pasangan dilakukan untuk mengetahui keunggulan

dan kelemahan poduk baru apabila dibandingkan dengan produk komersial

(Rahayu 1998). Uji perbandingan pasangan dilakukan dengan formulasi mie sagu

terbaik yaitu penambahan tepung ikan cakalang 8% terhadap mie sagu komersial.

Produk komersial yang digunakan sebagai pembanding adalah “Mie Sadap”

yang diproduksi oleh CV Putra Santoso Ambon. Parameter yang diuji dalam uji

perbandingan pasangan meliputi tekstur, warna, aroma, dan rasa. Keempat

parameter tersebut digunakan dengan pertimbangan mampu mewakili ketertarikan

konsumen terhadap produk mie sagu.

Penilaian dilakukan dengan kriteria subyektif yang dikonversikan menjadi

angka parameter yang diuji dalam uji perbandingan pasangan adalah meliputi

tekstur, warna, aroma dan rasa dengan skala -3 sampai 3, dimana -3 = sangat lebih

buruk, -2= lebih buruk, -1= agak lebih buruk, 0= tidak berbeda, +1= agak lebih

baik, +2= lebih baik, +3= sangat lebih baik untuk mendapatkan nilai-nilai

kelebihan dan kekurangan dari dua formulasi mie sagu terbaik dibandingkan

dengan mie sagu komersial.

Rata-rata perbandingan pasangan (Gambar 15) menunjukkan bahwa tekstur,

warna, dan aroma mie sagu formulasi A8 memiliki kriteria penilaian tidak berbeda

dari produk komersial (Lampiran 13). Walaupun demikian tekstur mie komersial

lebih kenyal jika dibandingkan mie sagu formulasi A8, karena mie komersial tidak

terdapat penambahan tepung ikan yang dapat mempengaruhi kekenyalan.

Warna mie sagu komersial lebih kuning dari mie sagu formulasi A8 karena

pembuatan mie komersial menggunakan kunyit untuk memberi warna khas mie.

Mie sagu formulasi A8 tidak menggunakan pewarna sehingga warna yang muncul

disebabkan pigmen flavonoid dari pati sagu dan tepung ikan.

Page 73: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

47

0,35

0,500,45

1,05

-3

-2

-1

0

1

2

3

Tekstur Warna Aroma Rasa

Rata

-rat

a Pe

rban

ding

an P

asan

gan

Parameter

Gambar 15 Histogram nilai perbandingan pasangan mie sagu.

Aroma mie sagu formulasi A8 memiliki aroma khas ikan, sedangkan mie

komersial menimbulkan aroma jahe/kunyit. Dari kesemua parameter hanya rasa

mie sagu formulasi A8 yang memiliki kriteria penilaian agak lebih baik dari mie

sagu komersial. Mie sagu penelitian memiliki rasa ikan kering, sedangkan mie

komersial memiliki rasa yang hambar.

4.2.2 Karakteristik fisik mie sagu

Karakteristik fisik yang dianalisis meliputi derajat putih, cooking time,

cooking losses, dan elastisitas mie. Pengujian dilakukan terhadap mie sagu

formulasi dengan mie sagu komersial.

(1) Derajat putih mie sagu

Warna dari mie sagu cenderung putih yang ditunjukkan dari pengukuran

produk menggunakan chromameter (nilai L*, a+, b+). Perubahan warna pada mie

sagu pada variasi konsentrasi penambahan tepung ikan menunjukkan berbeda

nyata (p<0.05) pada tingkat kecerahan (L*), kemerahan (a+) dan kekuningan (b+).

Nilai L menyatakan tingkat gelap terang dengan kisaran 0-100, dimana nilai 0

kecenderungan warna hitam, sedangkan nilai 100 menyatakan kecenderungan

warna putih atau cerah (Pomeranz dan Meloan 1994). Hasil pengujian warna

dapat dilihat pada Tabel 4.

Page 74: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

48

Tabel 4 Pengujian derajat putih terhadap warna mie sagu

Perlakuan Kecerahan(L*)

Kemerahan(a+)

Kekuningan(b+)

Derajatputih

A0 42,49b 9,15a 16,44a 39,49b

A2 42,64b 5,47bc 10,9b 41,35ab

A4 42,58b 6,59b 12,5ab 40,86ab

A6 43,41ab 7,28ab 13,0ab 41,48ab

A8 48,34a 6,51b 11,39ab 46,70a

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf superscriptsyang berbeda (a,b, c) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p < 0,05).A0 = Kontrol (0%)A2 = Penambahan tepung ikan cakalang 2%A4 = Penambahan tepung ikan cakalang 4%A6 = Penambahan tepung ikan cakalang 6%A8 = Penambahan tepung ikan cakalang 8%

Hasil pengukuran warna menunjukkan bahwa mie sagu formulasi A0

memiliki kecerahan (L*) sebesar 42,49 dari skala 100 yang menunjukkan bahwa

warna mie sagu cenderung cerah atau putih. Nilai kemerahan (a+) mie sagu

formulasi A0 senilai 9,15 yang berarti mie sagu tanpa fortifikasi tepung ikan warna

kemerahan, sedangkan nilai kekuningan (b+) mie sagu formulasi A0 memiliki nilai

16,44 yang berarti mie sagu tanpa fortifikasi tepung ikan berwarna kekuningan.

Derajat putih atau warna sangat berpengaruh terhadap penampakan mie sagu

secara keseluruhan, hal pertama yang menarik minat konsumen dalam

menentukan suatu produk adalah warna produk itu sendiri. Hasil analisis

menunjukkan bahwa penambahan tepung ikan memberikan pengaruh yang

berbeda nyata (p<0,05) terhadap derajat putih mie sagu (Lampiran 14).

Berdasarkan variasi konsentrasi fortifikasi tepung ikan terlihat bahwa mie sagu

dengan formulasi A8 memiliki derajat putih yang lebih tinggi sebesar 46,70%

dibandingkan dengan mie sagu formulasi lainnya. Hal ini disebabkan karena mie

sagu formulasi A8 memiliki kandungan protein paling banyak yaitu 8%.

Rendahnya derajat putih mie sagu formulasi A0 karena mie sagu yang dihasilkan

tanpa fortifikasi tepung ikan. Perbedaan derajat putih terjadi karena adanya

perbedaan konsentrasi fortifikasi tepung ikan dan terjadinya reaksi antara protein

dengan gula-gula pereduksi (reaksi Maillard). Nilai derajat putih meningkat

seiring dengan bertambahnya konsentrasi tepung ikan dalam adonan pembuatan

mie sagu.

Page 75: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

49

12.5 a11,0 ab 10,0 ab 9.5 ab

8,0 ab

02468

10121416

A0 A2 A4 A6 A8

Cook

ing

time

(men

it)

Tingkat penambahan tepung

Menurut Hurrel (1980), protein merupakan komponen yang paling aktif dari

kebanyakan bahan pangan. Protein dapat bereaksi dengan gula pereduksi, lemak

dan zat-zat hasil oksidasi. Hal ini dapat menyebabkan turunnya nilai gizi,

munculnya flavor yang tidak diinginkan, dan reaksi browning. Garnida et al.

(2000); Julianti et al. (2011) mengemukakan bahwa perubahan warna dapat

terjadi karena adanya proses pengeringan, dimana terdapat enzim yang kontak

dengan udara.

(2) Cooking time mie sagu

Cooking time (waktu tanak) adalah lamanya bahan pangan tersebut untuk

melakukan rehidrasi sehingga teksturnya menjadi kenyal dan elastis sehingga siap

untuk diolah kembali (Winarno 2004). Cooking time mie sagu berkisar antara

8,0-12,5 menit. Mie sagu penambahan tepung ikan 8% (A8) memiliki cooking

time selama 8 menit. Cooking time mie sagu kontrol (A0) selama 12,5 menit lebih

lama dibandingkan mie sagu dengan fortifikasi tepung ikan (Gambar 16).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa fortifikasi tepung ikan cakalang

memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) untuk waktu tanak (cooking

time) mie sagu (Lampiran 15).

Gambar 16 Histogram rerata cooking time mie sagu dengan A0= kontrol (tanpafortifikasi tepung ikan cakalang, A2= fortifikasi tepung ikan cakalang2%, A4 = fortifikasi tepung ikan cakalang 4%, A6= fortifikasi tepungikan cakalang 6%, dan A8= fortifikasi tepung ikan cakalang 8%.Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b)menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada fortifikasi tepung ikan.

Page 76: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

50

Gambar 16 menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi tepung ikan

mengakibatkan cooking time mie sagu yang dihasilkan semakin menurun,

sedangkan mie sagu kontrol memiliki cooking time lebih lama, hal ini disebabkan

karena kandungan pati mie sagu kontrol lebih tinggi. Pada saat proses

pregelatinasi terjadi pengembangan pati karena molekul-molekul air yang masuk.

Faktor utama yang berperan dalam penyerapan air sehingga ukuran produk

membengkak adalah amilosa dan amilopektin yang merupakan komponen utama

penyusun pati.

Menurut Marsono (1999), molekul amilosa dan amilopektin pada pati secara

fisik hanya dipertahankan oleh adanya ikatan hidrogen yang lemah.

Dengan adanya tepung ikan dalam adonan, maka ikatan antar molekul pati juga

akan terganggu sehingga makin memudahkan penetrasi air yang masuk. Semakin

cepat penetrasi air yang masuk, maka cooking time dipersingkat. Pada proses

pregelatinasi, pati akan tergelatinasi dan akan menyerap air. Gelatinasi ini

menyebabkan mie sagu meleleh kemudian membentuk lapisan tipis pada

permukaan mie yang dapat mempengaruhi daya rehidrasi mie. Semakin tinggi

kadar pati maka daya serap air semakin besar sehingga mempengaruhi waktu

tanak (cooking time). Penentuan cooking time dilakukan untuk menghasilkan

tekstur mie yang diinginkan. Jika mie terlalu matang maka mie menjadi lengket

dan mudah hancur sebagai akibat dari banyaknya padatan yang keluar dari mie,

sebaliknya jika mie kurang matang maka mie akan keras pada bagian tengahnya.

Cooking time mie sagu yang dihasilkan dengan penambahan tepung ikan

sebesar 8% (A8) sebanding dengan penelitian Widaningrum et al. (2005) yaitu 7-9

menit, dimana pembuatan mie sagu dilakukan dengan pencampuran sagu kering

dan binder. Hasil ini juga tidak jauh berbeda dengan penelitian Pujiastuti (2009)

tentang pemanfaatan tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii) dalam

pembuatan mie sagu yaitu berkisar antara 6,67-7,33 menit.

(3) Cooking losses mie sagu

Cooking losses adalah banyaknya padatan yang terkandung di dalam mie

kering yang keluar serta terlarut ke dalam air selama pemasakan. Jumlah air yang

digunakan untuk memasak berpengaruh positif terhadap cooking losses, namun

jumlah kehilangan padatan akibat pemasakan (cooking losses) tidak dipengaruhi

Page 77: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

51

21.87a 22.91 a 22.02 a 24.47 a 23.80 a

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

A0 A2 A4 A6 A8

Cook

ing

loss

es (%

)

Tingkat penambahan tepung

oleh jumlah air untuk membuat adonan (Oh et al. 1985). Nilai cooking losses mie

sagu berkisar antara 21,87-24,47% (Gambar 17). Hasil analisis ragam

menunjukkan bahwa fortifikasi tepung ikan cakalang memberikan pengaruh yang

tidak nyata (p>0,05) untuk cooking losses mie sagu (Lampiran 16).

Gambar 17 Histogram rerata cooking losses mie sagu dengan A0=kontrol (tanpafortifikasi tepung ikan cakalang, A2= fortifikasi tepung ikan cakalang2%, A4 = fortifikasi tepung ikan cakalang 4%, A6= fortifikasi tepungikan cakalang 6%, dan A8= fortifikasi tepung ikan cakalang 8%.Angka-angka yang diikuti huruf superskrip sama (a) menunjukkantidak nyata (p>0,05) pada fortifikasi tepung ikan.

(4) Elastisitas mie sagu

Elastisitas menggambarkan gaya yang diperlukan oleh mie untuk kembali

ke bentuk asalnya setelah kekuatan yang menyebabkan mie berubah bentuk

dihilangkan. Elastisitas diukur menggunakan alat texture analyzer TAXT2.

Titik puncak kekuatan positif menunjukkan nilai elastisitas. Hasil pengukuran

menunjukkan bahwa fortifikasi tepung ikan cakalang dapat meningkatkan

elastisitas mie sagu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa elastisitas mie sagu yang dihasilkan

berkisar antara 10,65 hingga 16,20 gf (Gambar 18). Elastisitas terendah dihasilkan

oleh mie sagu tanpa fortifikasi tepung ikan 0% (A0), sedangkan elastisitas

tertinggi dihasilkan oleh mie sagu dengan fortifikasi tepung ikan 8% (A8).

Berdasarkan hasil analisis ragam, fortifikasi tepung ikan berpengaruh nyata

(p<0,05) terhadap elastisitas mie sagu (Lampiran 17).

Page 78: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

52

10.65b 11.15b 11.25b

15.30a 16.20a

0.002.004.006.008.00

10.0012.0014.0016.0018.00

A0 A2 A4 A6 A8

Elas

tisita

s M

ie S

agu(

gf)

Tingkat penambahan tepung

Gambar 18 Histogram rerata elastisitas mie sagu dengan A0=kontrol (tanpafortifikasi tepung ikan cakalang, A2= fortifikasi tepung ikan cakalang2%, A4 = fortifikasi tepung ikan cakalang 4%, A6= fortifikasi tepungikan cakalang 6%, dan A8= fortifikasi tepung ikan cakalang 8%.Angka-angka yang diikuti huruf superskrip berbeda (a,b)menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) pada fortifikasi tepung ikan.

Fortifikasi tepung ikan sebesar 8% memiliki elastisitas yang tinggi

dibandingkan dengan konsentrasi tepung ikan yang lainnya yaitu sebesar 16,20 gf.

Hal ini disebabkan oleh kandungan protein ikan dalam tepung ikan yang dapat

membuat gel pati sagu stabil, yang ditunjukkan dengan meningkatnya elastisitas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mie sagu formulasi memiliki elastisitas

lebih baik dibandingkan dengan mie sagu instan, yaitu sebesar 1,00 gf

(Sugiyono et al. 2009) dan mie sagu dengan penambahan tepung rumput laut

(Kappaphycus alvarezii), yaitu sebesar 7,4-11,75 gf (Pujiastuti 2009).

Hasil karateristik fisik untuk mie sagu menunjukkan bahwa mie sagu

dengan fortifikasi tepung ikan 8% (A8) merupakan formulasi mie sagu terbaik

sehingga dapat dilakukan pengujian karakteristik kimia. Mie sagu dengan

formulasi A8 akan dianalisis dengan mie sagu formulasi A0 dan produk komersial.

4.2.3 Karakteristik kimia mie sagu

Karakteristik kimia yang dianalisis pada penelitian ini adalah kadar air, abu,

protein, lemak, serat kasar dan karbohidrat (by difference). Pengujian tersebut

dilakukan terhadap mie sagu formulasi A0 dan A8 serta produk komersial.

Hasil analisis karakteristik kimia dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 79: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

53

Tabel 5 Karakteristik kimia mie sagu tepung ikan cakalang

Parameter Jenis Mie SNI 01-3551-2000

(Mie Instan)Komersial A0 A8

Air (%) 12,42±0,01b 18,79±0,16a 18,87±0,38a Maks 14,5

Abu (%) 0,82±0,21a 0,56±0,11a 1,12±0,09a Belum ada

Protein (%) 0,25±0,00b 0,23±0,00b 5,56±0,03a Min 4,0

Lemak (%) 0,57±0,07a 0,33±0,01a 0,41±0,01a Belum ada

Karbohidrat 85,95±0,27a 80,11±0,26b 74,05±0,52c Belum ada

Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama dan diikuti oleh huruf superscripts yangberbeda (a, b,c) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p < 0,05).A0 = Kontrol (0%)A8 = Fortifikasi tepung ikan cakalang 8%Komersial = Mie sagu “Mie Sadap” produk CV Putra Santoso Ambon.

Kadar air mie sagu hasil penelitian lebih tinggi dibandingkan SNI 01-3551-

2000 yaitu maksimal 14,5%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa fortifikasi

tepung ikan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar air mie sagu (Lampiran

18). Kadar air mie sagu hasil penelitian tinggi disebabkan adanya fortifikasi

tepung ikan. Menurut Saloko et al. (1997), jika kandungan protein semakin tinggi

maka bahan tersebut akan semakin banyak menyerap air dan sulit untuk

melepaskannya saat berada pada suhu pemanasan. Kadar air yang tinggi

disebabkan protein yang terkandung dalam tepung ikan mempunyai kemampuan

untuk mengikat air, selain itu pati sagu mempunyai kandungan pati yang cukup

tinggi dengan jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati yang sangat besar,

sehingga kemampuan menyerap air juga sangat besar.

Berdasarkan SNI 01-3551-2000, mie sagu belum memiliki standar

kandungan abu. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa fortifikasi tepung ikan

tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar abu mie sagu (Lampiran 19).

Mie sagu A8 mepunyai kandungan lemak relatif sama dengan mie sagu kontrol

dan mie sagu komersial. Kadar abu yang tinggi pada mie sagu A8 dipengaruhi

oleh penambahan adanya fortifikasi tepung ikan cakalang dalam adonan. sehingga

meningkatkan kandungan mineral pada produk.

Berdasarkan SNI 01-3551-2000, mie sagu dengan fortifikasi tepung ikan

cakalang 8% (A8) telah memenuhi standar dengan kadar protein 5,56%.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa fortifikasi tepung ikan berpengaruh

Page 80: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

54

nyata (p<0,05) terhadap kadar protein mie sagu (Lampiran 20). Mie sagu dengan

fortifikasi tepung ikan cakalang 8% (A8) mempunyai kandungan protein tinggi

dibandingkan mie sagu kontrol dan mie komersial. Kadar protein dipengaruhi

oleh formulasi bahan baku dan perlakuan proses fortifikasi tepung ikan cakalang

8%. Mie sagu ini memiliki kadar protein yang lebih tinggi jika dibandingkan

dengan penelitian Pujiastuti (2009) dimana mie sagu dengan pemanfaatan tepung

rumput laut memiliki kadar protein berkisar antara 0,28-0,34%.

Berdasarkan SNI 01-3551-2000, mie sagu belum memiliki standar

kandungan lemak. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa fortifikasi

tepung ikan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar lemak mie sagu

(Lampiran 21). Produk mie sagu A8 mempunyai kandungan lemak relatif sama

dengan mie sagu kontrol dan mie sagu komersial. Menurut Susanto (2008) kadar

lemak suatu produk selain berasal dari baku utama juga berasal dari bahan

tambahan lain yang digunakan.

Kadar karbohidrat dalam SNI 01-3551-2000 belum memiliki standar

kandungan karbohidrat. Kandungan karbohidrat penelitian menunjukkan hasil

berkisar 74,05-80,11%. Kadar karbohidrat mie sagu kontrol dan komersial lebih

tinggi dibandingkan mie sagu formulasi A8, karena bahan baku mie sagu kontrol

dan mie sagu komersial adalah pati sagu sebagai sumber karbohidrat, sedangkan

mie sagu A8 terdapat fortifikasi tepung ikan. Fortifikasi tepung ikan dalam produk

mie sagu menyebabkan kadar karbohidrat berkurang, hal ini memberikan nilai

gizi protein yang baik dalam produk mie sagu.

4.2.4 Angka Kecukupan Gizi (AKG)

Takaran saji adalah sejumlah pangan yang biasa dikonsumsi setiap kali

makan yang dinyatakan dalam ukuran yang biasanya dipakai dalam rumah tangga

sesuai dengan jenis pangan tersebut, sedangkan Angka Kecukupan Gizi (AKG)

adalah suatu kecukupan rata-rata gizi setiap hari menurut golongan umur, jenis

kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan

yang optimal (BPOM, 2004).

Nilai gizi yang terdapat pada mie sagu formulasi A8 dihitung berdasarkan

Angka Kecukupan Gizi (AKG). Mie sagu formulasi A8 memiliki nilai gizi protein

yang tinggi, hal ini disebabkan karena adanya penambahan tepung ikan cakalang;

Page 81: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

55

sedangkan untuk mie sagu komersial dan mie sagu formulasi A0 memiliki nilai

gizi protein yang sangat rendah karena tidak adanya penambahan tepung ikan

cakalang.

Penentuan takaran penyajian yang menjadi bahan pertimbangan utama

adalah pemenuhan angka kecukupan gizi (AKG) protein. Kandungan nutrisi per

takaran penyajian ditunjukkan pada Tabel 6. Perhitungan takaran saji mie sagu

terpilih adalah sebagai berikut :

(1) Angka Kecukupan Gizi Orang Dewasa

Angka Kecukupan Gizi (AKG) protein yang dianjurkan untuk orang

dewasa adalah 45 g per hari (Widyakarya Pangan dan Gizi 2008).

Jika dalam satu hari dua kali makan, maka protein yang terpenuhi 22,5 g.

Jika dalam satu kali makan protein yang ingin dipenuhi dua per tiga dari

total protein, maka asupan protein untuk satu kali makan 15 g.

Protein mie sagu terpilih sebesar 5,56%.

Maka perhitungan takaran penyajian secara sistematis sebagai berikut :,x

= 270 g

(2) Angka Kecukupan Gizi Anak-anak

Angka Kecukupan Gizi (AKG) protein yang dianjurkan untuk anak-anak

adalah 32 g per hari (Widyakarya Pangan dan Gizi 2008).

Jika dalam satu hari dua kali makan, maka protein yang terpenuhi 16 g.

Jika dalam satu kali makan protein yang ingin dipenuhi dua per tiga dari

total protein, maka asupan protein untuk satu kali makan 10,7 g.

Protein mie sagu terpilih sebesar 5,56%.

Maka perhitungan takaran penyajian secara sistematis sebagai berikut :, , x

= 192,3 g ≈ 192 g

Setelah penentuan takaran penyajian, kemudian dilakukan penentuan Angka

Kecukupan Gizi (AKG) per takaran penyajian tersebut.

Page 82: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

56

Tabel 6 Kandungan nutrisi per takaran penyajian

Komponen gizi

Mie sagu terpilih

Dewasa Anak

Per 100 g Per 270 g Per 100 g Per 192 g

Protein (%) 5,56 0,46 5,56 0,46

Lemak (%) 0,41 2,49 0,41 2,49

Karbohidrat (%) 74,05 82,45 74,05 82,00

Mie sagu yang dianjurkan per takaran penyajian kebutuhan apabila

dikonsumsi maka kebutuhan protein akan terpenuhi sekitar dua pertiga per hari.

Pemenuhan angka kecukupan gizi (AKG) protein per takaran penyajian adalah

sebagai berikut :

Serving size = 0,46

AKG untuk orang dewasa = 64 g.

AKG untuk anak-anak = 32 g.

4.2.5 Mikrostruktur mie sagu

Struktur mikroskopis mie sagu diamati menggunakan scanning electron

microscope (SEM) untuk mengetahui perbedaan granula dan struktur internal mie

sagu kontrol, mie sagu formulasi A8, mie sagu komersial, dan mie kering.

SEM merupakan mikroskop yang menggunakan prinsip pancaran elektron yang

ditembakkan pada sampel dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar 20.

Gambar 19 Struktur mikroskopis granula mie sagu. (A) mie sagu formulasi A0;(B) mie sagu formulasi A8; (C) mie sagu komersial; (D) mie terigu.

DC

BA

Page 83: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

57

Pengamatan mikrostruktur dilakukan dengan menggunakan SEM. Sampel

yang diamati meliputi mie sagu tanpa fortifikasi tepung ikan (kontrol), mie sagu

dengan fortifikasi tepung ikan 8%, mie sagu komersial, dan mie terigu. Secara

umum bentuk granula mie sagu kontrol (Gambar 19 A) dan mie sagu komersial

(Gambar 19 C) memiliki kesamaan dengan perbesaran 150 kali, namun berbeda

dengan mie sagu formulasi A8 (Gambar 19 B), dan mie terigu (Gambar 19 D).

Bentuk granula mie sagu kontrol (Gambar 19 A) dan mie sagu komersial (Gambar

19 C) memiliki granula bentuk oval, mie sagu formulasi A8 (Gambar 19 B)

memiliki bentuk elips agak terpotong, dan mie terigu (Gambar 19 D) berbentuk

elips. Menurut Suarni (2008), ukuran partikel yang lebih kecil akan memberikan

tekstur produk yang lebih halus dan lembut. Santosa et al. (2006); Widaningrum

dan Purwani (2006) menyatakan bahwa kadar amilosa suatu bahan pangan

berpengaruh pada sifat amilografnya. Viskositas puncak adalah kriteria yang

digunakan untuk mengetahui kemampuan tepung atau pati dalam

mempertahankan granula pati akibat proses pemanasan.

Gambar 20 Struktur mikroskopis internal mie sagu. (A) mie sagu formulasi A0;(B) mie sagu formulasi A8; (C) mie sagu komersial; (D) mie terigu.

Mikrostruktur internal mie sagu kontrol (Gambar 20 A) dan mie sagu

komersial (Gambar 20 C) secara umum terlihat adanya kesamaan dengan

perbesaran 500 kali. SEM menunjukkan mie sagu kontrol (Gambar 20 A)

mempunyai struktur internal yang kompak dan halus, namun struktur internal mie

sagu komersial (Gambar 20 C) lebih kompak dan lebih halus. Mie sagu formulasi

A8 (Gambar 20 B) dan mie terigu (Gambar 20 D) memperlihatkan struktur

A B

C D

Page 84: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

58

internal berbeda. Mie sagu formulasi A8 (Gambar 20 B) memiliki struktur internal

yang kompak dan sedikit kasar, sedangkan mie terigu (Gambar 20 D) memiliki

struktur internal yang lebih halus tetapi kurang kompak. Perbedaan disebabkan

karena mie terigu mengandung gluten sehingga permukaan tampak mengkilat.

Hasil ini selaras dengan penelitian Fitriani (2004), dimana mie terigu memiliki

permukaan yang lebih mengkilat dibandingkan mie jagung yang terlihat kasar.

Liu et al. (1999) menyatakan bahwa modifikasi pati, berpengaruh terhadap sifat

fungsional pati seperti meningkatnya indeks absorbsi air, viskositas, nilai

kelarutan air dan kekuatan gel. Penggunaan foto SEM pada pada mie sagu tanpa

penambahan tepung ikan (kontrol), mie sagu dengan penambahan tepung ikan

8%, mie sagu komersial dan mie terigu penting.

Page 85: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

59

4. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Interaksi perlakuan metode perendaman dan lama perendaman pada proses

deffating mempengaruhi karakteristik fisiko-kimia tepung ikan cakalang.

Tepung ikan yang dihasilkan dengan metode perendaman natrium bikarbonat

0,8% selama 6 jam memberikan hasil yang lebih baik, dengan karakteristik kimia

diantaranya kadar protein yang lebih tinggi sebesar 82,86% dan lemak

yang rendah sebesar 1,10%, sehingga tepung ikan ini yang digunakan dalam

pembuatan mie sagu.

Fortifikasi tepung ikan cakalang pada mie sagu berpengaruh nyata terhadap

organoleptik aroma, namun tidak berpengaruh pada tekstur, warna dan rasa mie

sagu. Karakteristik fisik mie sagu memiliki nilai derajat putih 39,49-46,70%,

cooking time 8,0-12,5%, cooking losses 21,87-24,47% dan elastisitas 10,65-

16,20%. Konsentrasi optimum yang dapat digunakan untuk meningkatkan

kandungan gizi mie sagu adalah fortifikasi tepung ikan 8% dengan karakteristik

kimia, yaitu kadar abu 1,12%, kadar protein 5,56%, dan kadar lemak 0,41%

dengan struktur internal yang kompak.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian tentang optimasi proses pengeringan mie sagu

yang difortifikasi tepung ikan cakalang dengan alat pengering.

Perlu dilakukan sosialisasi produk mie sagu yang difortifikasi dengan

tepung ikan cakalang ke masyarakat luas agar mie sagu lebih dikenal.

Perlunya dukungan dari pemerintah daerah agar mie sagu mendapat

perhatian lebih serius guna menghambat penggunaan terigu.

Page 86: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

60

Page 87: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

61

DAFTAR PUSTAKA

Achyadi NS, Afiana H. 2004. Pengaruh konsentrasi bahan pengisi dan konsentrasisukrosa terhadap karakteristik fruit leather cempedak (Artocarpuschampeden Lour) [skripsi]. Bandung: Universitas Pasundan.

Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.

Amirullah TC. 2008. Fortifikasi tepung ikan tenggiri (Scomberomorus sp.) dantepung ikan swangi (Priacanthus tayenus) dalam pembuatan bubur bayiinstan [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, InstitutPertanian Bogor.

Annafi FA. 2009. Proses pengolahan tepung ikan dengan metode konvensionalsebagai usaha pemanfaatan limbah perikanan [skripsi]. Yogyakarta: UGM.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1980. Official Methods ofAnalysis. Virginia: AOAC Inc. USA.

Arai T, Kotake A, Kayama S, Ogura M, Watanabe Y. 2005. Movements andlife history patterns of the skipjacktuna Katsuwonus pelamis in theWestern Pacific, as revealed by otolith Sr. Ca ratios. J Mar Biol Assoc85:1211–1216.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2004. Pedoman UmumPelabelan Produk Pangan. Jakarta.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2006. Kategori Pangan.Jakarta.

Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 1987. Ilmu Pangan.Penerjemah: Adiono, Purnomo H. Food Science. Jakarta: UI Press.

Bunyamin EK. 1981. Suatu studi tentang skipjack tuna (Katsuwonus pelamis)dan penyebarannya di Perairan Sorong dan sekitarnya. Bogor: FakultasPerikanan, IPB.

Cheftel JC, Cug JL, Lorient D. 1985. Amino acids, peptides and proteins. Didalam: Fennema OR, editor. Food Chemistry. USA: Marcel Dekker, Inc.Hlm 296-298.

Chen Z, Sagis L, Ledder A, Linssen JHP, Schols HA, Voragen AGJ. 2002.Phsycochemical properties of sweet potato starches and their applicationin noodle product. J Food Sci 67:3342-3347.

Collado LS, Mabesa LB, Oates CG, Corse H. 2001. Bihon type noodles fromheat-moisture-treated sweet potato starch. J Food Sci 66(4):604-609.

CV Putra Santoso. 2010. Metode Pembuatan Mie Sagu. Ambon-Maluku.

Page 88: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

62

Damodaran S, Paraf A. 1997. Food Proteins and Their Applications. New York:Marcel Dekker.

Direktorat Gizi. 1979. Komposisi Zat Makanan. Departemen Kesehatan RI.Jakarta: Bharata.

Direktorat Jenderal Perikanan. 1979. Buku Pedoman Pengenalan SumberPerikanan Laut. Bagian I (Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting). Jakarta:Direktorat Jenderal Perikanan.

Fabriani G, Lintas C. 1988. Durum Wheat: Chemistry and Technology.Minnesota: American Association of Cereal Chemists, Inc.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2009. The state of world fisheries andaquaculture. Rome: FAO.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2012. Main species of majorimportance to fisheries. Fisheries and Aquaculture Department. [terhubungberkala] http://www.fao.org/fishery/topic/3441/en [12 Agustus 2012].

Farnum C, Stanley DW, Gray JI. 1976. Protein-lipid interactions in soy films.J Food Sci Tech 9(4):201-206.

Fellows P. 2001. Food Processing Technology Principle and Practice. OxfordEngland: Ellis Hordwoad.

Fitriani D. 2004. Kajian pengembangan produk, mikrostruktur dan analisis dayasimpan mie jagung instan [tesis]. Bogor: Program Studi Ilmu Pangan,Institut Pertanian Bogor.

Garnida Y, Turmala, Yusviani. 2000. Pembuatan makanan tradisional gatotdengan variasi ketebalan dan lamanya perendaman ubi kayu. ProsidingSeminar Nasional Makanan Tradisional; Malang, 26 Feb 2000. Malang:Pustaka Karya Ilmiah Indonesia.

Gaspersz FF. 1985. Pengaruh konsentrasi garam dan lamanya penggaramanterhadap mutu dendeng cakalang (Katsuwonus pelamis) [karya ilmiah].Bogor: Fakultas Perikanan, Intitut Pertanian Bogor.

Guenneugues P, Morrissey MT. 2005. Surimi resources. Di dalam: Park JW,editor. Surimi and Surimi Seafood. Ed ke-2. Boca Ratton Florida: CRCPress, Inc. Hlm 375-433.

Gaurav, Sharma. 2003. Digital Color Imaging Handbook. Boca Ratton: CRCPress.

Green K. 2010. Annual review of the feed grade fish stocks used to produce fishmeal and fish oil for the UK Market. Industry EnvironmentalCommunications. [terhubung berkala] http://www.seafish.co.uk [Mei 2010]Origin Wa : Europarc.

Page 89: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

63

Haryanto B, Pangloli P. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Yogyakarta:Kanisius.

Hasbullah. 2001. Tepung ikan. Jakarta : Deputi Menegristek BidangPendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Hawab HM. 2003. Pengantar Biokimia. Malang: Bayumedia Publishing.

Hemar Y, Hall CE, Munro PA, Singh H. 2002. Small and large deformationrheology and microstructure of κ-carrageenan gels containing commercialmilk protein products. Int Dairy J. 12(4): 371-381.

Hendrasari R. 2000. Pengaruh penambahan tepung kedelai terhadap sifat fisik,kimia dan daya terima bihun dan mie golosor [skripsi]. Bogor: FakultasTeknologi Pertanian, IPB.

Hultin HO, Kristinsson HG, Lanier Tyre C, Park JW. 2005. Process for recoveryof functional proteins by pH-shifts. Di dalam : Park JW, editor. Surimi andSurimi Seafood. Boca Raton : Taylor and Francis Group. Hlm107-139.

Hurrel RF. 1980. Interaction of Food Component during Processing. Food andHealth: Science and Technology. London: Applied Science Publisher. Hlm369-388.

Ilyas S, Saleh M, Irianto HE. 1985. Teknologi Pengolahan Tepung Ikan.Prosiding Rapat Teknis Tepung Ikan. 6:109-120.

Imeson AP, Ledward DA, Mitchell JR. 1977. On the nature of the interactionbetween some anionic polysaccharides and proteins. J Sci Food Agric.28:661-668.

Irianto HE, Soesilo I. 2007. Dukungan teknologi penyediaan perikanan. Jakarta :Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan.

Irianto HE. 2011. Fortifikasi pada Pangan Hasil Perairan. Bogor: FakultasTeknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor.

Ismanadji I, Djazuli N, Widarto, Istihastuti T, Herawati N, Ismarsudi, Lasmono.2000. Laporan perekayasaan teknologi pengolahan limbah. Jakarta:Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat JenderalPerikanan.

Jassim JM. 2010. Effect of using local fish meal (Liza abu) as proteinconcentration in broiler diets. J Poultry Sci 9(12):1097-1099.

Julianti E, Lubis Z, Ridwansyah, Era Y, and Suhaidi I. 2011. Physicochemical andfunctional properties of fermented starch from flour cassava varietas.Asian J Agric Res. 5(6):292-299.

Page 90: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

64

Kartika BP, Hastuti, Supartono W. 1998. Pedoman Uji Inderawari BahanPangan. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,Universitas Gadjah Mada.

Ketaren S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UIPress.

Kinsella JE. 1979. Fungsional Pengolahan Kedelai Menjadikan MakananBermutu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Kruger JE, Matsuo RB, Miskelly, Dick JW. 1996. Pasta and Noodle Technology.American Association of Cereal Chemist. USA: St Paul Minnesota Inc.

Lakuy H, Limbongan J. 2003. Beberapa hasil kajian dan teknologi yangdiperlukan untuk pengembangan sagu di Provinsi Papua. ProsidingSeminar Nasional Sagu; Manado, 6 Okt 2003. Manado: Balai PenelitianTanaman Kelapa dan Palma Lain. Hlm 41-47.

Lawalata VN. 2004. Kajian pemanfaatan kenari (Canarium ovatum) untukmeningkatkan nilai sagu mutiara [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana,IPB.

Lestari MS. 2009. Penerapan teknologi pengolahan sagu rakyat di KabupatenJayapura Papua. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Papua.J Ilmiah Tambua 8(3):440-445.

Liu H, Ramsden, and Corke. 1999. Physical properties and enzimatic digestbilityof phosphorilated and normal maize starch preparated at different pHlevels. J Cereal Chem. 76(6):938-943.

Maigualema M.A and A.G. Gernet. 2003. The effect of feeding elevated levels ofTilapia (Oreochromus niloticus) by-product meal on Broiler performanceand Carcass characteristics. J Poult Sci 2:195-199.

Marsono Y. 1999. Perubahan kadar resistant starch (RS) dan komposisi kimiabeberapa bahan pangan kaya karbohidrat dalam pengolahan. Agritech19:124-127.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan. Bogor: IPB Press.

Miller JCB, Powel KF, Colagiuri S. 1997. The GI Factor : The GI SolutionHodder and Stoughton. Australia: Hodder Headine Australia Pty Limited.

Miyake MP, Miyabe N, Nakano H. 2004. Historical trends of tuna catches in theworld. Rome: FAO Fisheries Tech. Paper No. 467:74

Muhajir A. 2007. Peningkatan gizi mie instan dari campuran tepung terigu dantepung ubi jalar melalui penambahan tepung tempe dan tepung ikan[skripsi]. Sumatera Utara: Jurusan Teknologi Pertanian, FakultasPertanian, USU.

Page 91: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

65

Munarso SJ. 2004. Pati resistan dan peluang perbaikan mutu pangan tradisional.Prosiding Seminar Nasional. Peningkatan Daya Saing Pangan Tradisional.Jakarta.

Murniyati, Sunarman S. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan.Jakarta: Kanisius.

Murtidjo B. 2001. Beberapa Metode Pengolahan Tepung Ikan. Yogyakarta:Kanisius.

Nadeem MA. 2003. Production and quality of fish meal in Pakistan. Anim Nutri.Conf. Pakistan: Univ. Vet. Anim Sci.

Nasution EZ. 2005. Pembuatan mie kering dari tepung terigu dengan tepungrumput laut yang difortifikasi dengan kacang kedelai. J Sains Kimia9(2):87-91.

Nolsoe H, Inggrid U. 2009. The acid and alkaline solubilization processfor theisolation of muscle proteins: State of the Art. J Food BioprocessTechnol. 2:1–27.

Oakenfull D, Pearce J, Burley RW. 1997. Protein Gelation. Food Proteins andTheir Applications. New York: Marcel Dekker.

Oh NH, Seib PA, Ward AB. 1985. Noodles II: The Surface Firmness of CookedNoodles from Soft and Hard Wheat Flour. Cereal Chem 62(6):431-436.

Philips RD, Beuchat LR. 1981. Enzyme Modification of Protein. Di dalam :Cherry JP, editor. Protein Functionalty in Food. Washington DC:American Chemical Society.

Pujiastuti LT. 2009. Pemanfaatan tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii)dalam pembuatan mi sagu [skripsi]. Bogor: Jurusan Perikanan, FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Pomeranz Y, Meloan CE. 1994. Food Analysis: Theory and Practice. New York:Chapman and Hall.

Prasetya D. 2011. Terigu impor makin membanjiri pasar lokal. [terhubungberkala] http://industri.kontan.co.id/news/terigu impor [5 September 2011].

Purwani EY, Y Setiawati, H Setianto, SJ. Munarso, N Richana, Widaningrum.2004. Utilization of Sago Starch for Transparent Noodle in Indonesia.Balai Besar (BB) Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian,Cimanggu – Bogor.

Purwani EY, Widaningrum, Thahrir R, Muslich. 2006a. Effect of moisturetreatment of sago starch on its noodle quality. Indones J Agric Sci 7(1):8-14.

Page 92: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

66

Purwani EY, Setiawati Y, Setiyanto H, Widaningrum. 2006b. Karakteristik danstudi kasus penerimaan mie sagu oleh masyarakat di Sulawesi Selatan.Agritech 26(1):24-30.

Purwani EY, Widaningrum, Setiyanto H, Savitri E, Tahir R. 2006c. Teknologipengolahan mie sagu. Balai Besar Penelitian dan PengembanganPascapanen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Hlm:44.

Puspita A. 2005. Jenis dan kualitas tepung ikan. Buletin Teknik LitkayasaAkuakultur. 4(1):12-16.

Rahayu WP. 1998. Penuntun praktikum penilaian organoleptik. Bogor: JurusanTeknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Rasulu H, Sudarminto S, Yuwono, Kusnadi J. 2012. Karakteristik tepung ubi kayuterfermentasi sebagai bahan pembuatan sagu kasbi. J Teknologi Pertanian13(1):1-7.

Rayanti N. 2010. Peningkatan kadar protein mie sagu instan dengan penambahantepung ikan tongkol (Euthynnus affinis) [skripsi]. Padang: FakultasTeknologi Pertanian, Universitas Andalas.

Rawdkuen S, Sai-Ut S, Khamsorn S, Chaijan M, Benjakul S. 2009. Biochemicaland gelling properties of tilapia surimi and protein recovered using an acid-alkaline process. Food Chem 112:112–119.

Rimbawan, Siagian A. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Jakarta: Penerbit Swadaya.

Robiyanto S. 2008. Pembuatan mie instan dengan penambahan daging ikan nila(Oreochromis niloticus) serta uji karakteristik mie yang dihasilkan [skripsi].Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Saloko SB, Yasa, Handayani. 1997. Pemanfaatan produk biji-bijian potensialuntuk pembuatan biskuit protein tinggi pada wilayah pertumbuhan diKabupaten Lombok Barat. Prosiding Seminar Teknologi Pangan.Yogyakarta. hlm 308-325.

Samanth SK, Singhal RS, Kurkani PR, Rege DV. 1993. Protein polysaccharideinteractions: A new approach in food formulations. Inter. J Food SciTechnol. 28:547-562.

Santosa BAS, Sudaryono, Widowati S. 2006. Karakteristik ekstrudat beberapavarietas jagung dengan penambahan aquades. J Penelitian PascapanenPertanian 3(2):96−108.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. SNI 01-3551-2000. Mie Instan. Jakarta: BadanStandardisasi Nasional.

Page 93: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

67

Stephen AM. 1995. Food Polysaccharides and Their Applications. New York:Marcel Dekker.

Suarni. 2008. Tepung komposit sorgum, jagung, dan beras untuk pembuatan kuebasah (cake). [Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain]. Balai PenelitianTanaman Jagung dan Serealia, Maros. 6:55-60.

Sumbaga DS. 2006. Pengaruh waktu curing (perendaman dalam larutan bumbu)terhadap mutu dendeng fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) selamapenyimpanan [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, IPB.

Soekarto ST, Hubeis M. 2000. Metodologi penelitian organoleptik. Bogor:Program Studi Ilmu Pangan, IPB.

Solangi AA, Memon A, Qureshi TA, Leghari HH, Baloch GM, Wagan MP. 2002.Replacement of fish meal by soybeen meal in broiler ration. J Anim Vet Adv.1:28-30.

Stell RGD, Torrie JH. 1993. Principles and Procedures of Statistics Indeks.Sumantri B, Penerjemah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Subatin E. 2004. Pengaruh tingkat penambahan udang dan NaHCO3 (NatriumBikarbonat) terhadap kadar protein, kadar air, daya kembang danorganoleptik kerupuk susu [skripsi]. Malang: Universitas Muhammadiyah.

Sugiyono, Thahir R, Kusnandar F, Purwani EY, Herawati D. 2009. Peningkatankualitas mi instan sagu melalui modifikasi heat moisture treatment.Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian. Bogor: IPB. hlm 666-677.

Susanto A, Nurhikmat A. 2008. Pengaruh proses perebusan, pengukusan danpengepresan terhadap kualitas tepung ikan. Seminar Nasional Tahunan VPascapanen. Hasil penelitian Perikanan dan Kelautan. Yogyakarta: UGM.

Syamsuddin, Mallawa A, Najamuddin, Sudirman. 2007. Analisis pengembanganperikanan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis Linnaeus) berkelanjutandi Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur [Disertasi]. Bogor: IPB.

Suzuki T, Watabe S. 2011. New processing technology of small pelagic fishprotein. Food Rev Inter 2(3):271-307.

Tekinay AA, Deveciler E, Guroy D. 2009. Effects of dietary tuna by-product onfeed intake and utilization of rainbow trout Oncorhychus mykiss.J Fish Intern 4:8-12.

Toya T, Jotaki R, Kato A. 1986. Specimen Preparation in EPMA and SEM.JEOL Training Center EP Section.

Virtucio L. 2004. Oriental Noodles. [terhubung berkala]. http//www.pavan.com.

Page 94: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

68

Wardja N. 2011. Optimalisasi penangkapan perikanan cakalang di Laut Banda.[terhubung berkala] http://psp06perikananunpatti.blogspot.com.

Widaningrum, Santosa BA, Endang YP. 2005. Penelitian pengaruh suhupemeraman terhadap kualitas mi sagu dan kadar resistant starch (RS).Prosiding Seminar Nosional Teknologi lnovatif Pascapanen untukPengembangan lndustri Berbasis Pertanian. Balai Besar Penelitian danPengembangan Pascapanen Pertanian.

Widaningrum, Purwani EY. 2006. Karakterisasi serta studi pengaruh perlakuanpanas dan HTM terhadap sifat fisikokimia pati jagung. J PenelitianPascapanen Pertanian 3(2):109−118.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi.2008. Meningkatkan ketahanan pangandan gizi untuk mencapai millenium development goal’s. Jakarta, 26-27Agustus 2008. Jakarta.

Wijaya H. 2001. Pengaruh konsentrasi asam asetat dan lama perendaman kulitikan pari (Trygon spp) pada pembuatan gelatin [skripsi]. Bogor: FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wirakartakusumah MA, Apriyantono A, Ma’arif MS, Suliantari, Muchtadi D,Otaka K. 1986. Isolation and characterization of sago starch and itsutilization for production of liquid sugar. The Development of the SagoPalm and its Products. Jakarta: January 16-21 1984. Report of theFAO/BPP Teknologi Consultation.

Yuliani A, Dian RER, Trikorian AS, Ika M. 2011. Pengukuran indeks glikemik.[Laporan Evaluasi Nilai Gizi: Indeks Glikemik]. Bogor: Jurusan GiziMasyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.

Ziegler GR, Foegeding EA. 1990. The gelation of proteins. Adv Food Nutr Res.34:203-298.

Page 95: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

69

L A M P I R A N

Page 96: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

70

Page 97: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

71

Lampiran 1. Standar SNI Mie Instan (SNI 01-3551-2000)

Syarat Mutu Mie Instan

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan1. Keadaan

1.1 Tekstur - Normal/dapat diterima1.2 Aroma - Normal/dapat diterima1.3 Rasa - Normal/dapat diterima1.4 Warna - Normal/dapat diterima

2. Benda asing - Tidak boleh ada3. Keutuhan % bb Min, 904. Kadar air

4.1 Proses penggorengan % bb Maks 10,04.2 Proses pengeringan % bb Maks 14,5

5. Kadar protein5.1 Mie dari terigu % bb Min 8,05.2 Mie bukan dari terigu % bb Min 4,0

6. Bilangan asam Mg KOH/g minyak Maks 2,07. Cemaran logam

7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks 2,07.2 Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,05

8. Arsen (As) mg/kg Maks 0,59. Cemaran mikroba

9.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks 1,0x106

9.2 E coli APM/g < 39.3 Salmonela - Negatif per 25 g9.4 Kapang Koloni/g Maks 1,0x103

Page 98: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

72

Lampiran 2. Formulir uji peringkat produk mie sagu

Nama Panelis :

Hari/Tanggal :

Petunjuk : Buatlah urutan peringkat (ranking) produk mie sagu berdasarkan

tekstur, warna, aroma dan rasa dengan memberi nomor 1-7 pada kolom yang

tersedia sesuai dengan penilaian anda.

kode tekstur warna aroma rasa

Penilaian berdasarkan parameter :

Tekstur Warna7 : Sangat lebih kenyal6 : Lebih kenyal5 : Agak lebih kenyal4 : Kenyal3 : Agak kurang kenyal2 : Kurang kenyal1 : Sangat kurang kenyal

7 : Sangat lebih bening6 : Lebih bening5 : Agak lebih bening4 : Bening3 : Agak kurang bening2 : Kurang bening1 : Sangat kurang bening

Aroma Rasa7 : Sangat lebih harum6 : Lebih harum5 : Agak lebih harum4 : Harum3 : Agak kurang harum2 : Kurang harum1 : Sangat kurang harum

7 : Sangat lebih enak6 : Lebih enak5 : Agak lebih enak4 : Enak3 : Agak kurang enak2 : Kurang enak1 : Sangat kurang enak

Page 99: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

73

Lampiran 3. Formulir uji mie sagu tepung ikan cakalang terpilih dengan mie sagukomersial

Nama Panelis :

Hari/Tanggal :

Nama Produk : Mie sagu

Pembanding :

kode tekstur warna aroma rasa

Kriteria Penilaian :

-3 = sangat lebih buruk

-2 = lebih buruk

-1 = agak lebih buruk

0 = tidak berbeda

+1= agak lebih baik

+2= lebih baik

+3= sangat lebih baik

Komentar :

Page 100: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

74

Lampiran 4. Analisis ragam (ANOVA) dan uji BNT pada nilai rendementepung ikan cakalang

a. Analisis ragam (ANOVA) rendemen tepung ikan

SumberKeragaman

Derajatbebas

JumlahKuadrat

KuadratTengah Fhitung Nilai P F tabel

MetodePerendaman 2 68,62554 34,31277 25,59 0,00019 4,26LamaPerendaman 2 0,086011 0,043006 0,03 0,96854 4,26Interaksi 4 5,941022 1,485256 1,11 0,41011 3,63Galat 9 12,0682 1,340911

Total 17 86,72078

Kesimpulan : Media perendaman berbeda nyata (p<0,05)Lama perendaman tidak berbeda nyata (p>0,05)Interaksi tidak berbeda nyata (p>0,05)

b. Analisis uji lanjut BNT

Perlakuan N SubsetA B

Air 2 43,95

Asam asetat 3% 2 41,27

Na-bikarbonat 0,8% 2 38,79

Subset yang sama menunjukkan bahwa antar perlakuan metode perendamantidak berbeda nyata.

Page 101: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

75

Lampiran 5. Analisis ragam (ANOVA) dan uji BNT kadar air tepung ikancakalang

a. Analisis ragam (ANOVA)

SumberKeragaman

DerajatBebas

JumlahKuadrat

KuadratTengah F hitung Nilai P F tabel

Mediaperendaman 2 63,32841 31,66420 981,16 2,93551 4,26Lamaperendaman 2 19,73954 9,86977 305,83 5,32423 4,26Interaksi 4 77,40128 19,35032 599,60 6,54887 3,63Galat 9 0,29045 0,03227

Total 17 160,75969

Kesimpulan : Media perendaman berbeda nyata (p<0,05)Lama perendaman berbeda nyata (p<0,05)Interaksi berbeda nyata (p<0,05)

b. Analisis uji lanjut BNT

Perlakuan N Subset

A B C D E F G H

Air * 2 jam 2 16,05

Air * 4 jam 2 11,33

As. Asetat 3% * 4 jam 2 10,78

As. Asetat 3% * 6 jam 2 9,38

Na-Bikarbonat 0,8% * 4 jam 2 8,79

Air * 6 jam 2 7,96

Na-Bikarbonat 0,8% * 2 jam 2 6,89

Na-Bikarbonat 0,8% * 6 jam 2 6,15

As. Asetat 3% * 2 jam 2 6,04

Subset yang sama menunjukkan bahwa antar perlakuan (interaksi antara metodeperendaman dan lama perendaman) tidak berbeda nyata.

Page 102: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

76

Lampiran 6. Analisis ragam (ANOVA) dan uji BNT kadar abu tepung ikancakalang

a. Analisis ragam (ANOVA)

SumberKeragaman

DerajatBebas

JumlahKuadrat

KuadratTengah

Fhitung Nilai P F tabel

Mediaperendaman 2 0,59250 0,29625 4,68 0,040392 4,26Lamaperendaman 2 0,537733333 0,268866667 4,25 0,050193 4,26Interaksi 4 0,213866667 0,053466667 0,84 0,530762 3,63Galat 9 0,5695 0,063277778

Total 17 1,91360

Kesimpulan : Media perendaman berbeda nyata (p<0,05)Lama perendaman tidak berbeda nyata (p>0,05)Interaksi tidak berbeda nyata (p>0,05)

b. Analisis uji lanjut BNT

Perlakuan N SubsetA B

Na-bikarbonat 0,8% 2 2,70

Air 2 2,38

Asam asetat 3% 2 2,28

Subset yang sama menunjukkan bahwa antar perlakuan metode perendamantidak berbeda nyata.

Page 103: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

77

Lampiran 7. Analisis ragam (ANOVA) dan uji BNT kadar protein tepung ikancakalang

a. Analisis ragam (ANOVA)

SumberKeragaman

DerajatBebas

JumlahKudrat

KuadratTengah Fhitung Nilai P F

tabelMedia perendaman 2 119,5991 59,79957222 230,99 1,843217 4,26Lama perendaman 2 13,91101 6,955505556 26,87 0,00016 4,26Interaksi 4 50,43959 12,60989722 48,71 4,23368 3,63Galat 9 2,32995 0,2589

Total 17 186,2797

Kesimpulan : Media perendaman berbeda nyata (p<0,05)Lama perendaman berbeda nyata (p<0,05)Interaksi berbeda nyata (p<0,05)

b. Analisis uji lanjut BNT

Perlakuan N SubsetA B C CD D E

Na-Bikarbonat * 6 jam 2 82,86

As. Asetat 3% * 4 jam 2 80,32

As. Asetat 3% * 2 jam 2 79,56

Na-Bikarbonat 0,8% * 4 jam 2 78,29

Na-Bikarbonat 0,8% * 2 jam 2 77,67

As. Asetat 3% * 6 jam 2 77,00

Air * 4 jam 2 75,92

Air * 6 jam 2 74,16

Air * 2 jam 2 71,46

Subset yang sama menunjukkan bahwa antar perlakuan (interaksi antara metodeperendaman dan lama perendaman) tidak berbeda nyata.

Page 104: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

78

Lampiran 8. Analisis ragam (ANOVA) dan uji BNT kadar lemak tepung ikancakalang

a. Analisis ragam (ANOVA)

SumberKeragaman

DerajatBebas

JumlahKuadrat

KuadratTengah Fhitung Nilai P

Ftabel

Media perendaman 2 1,8105333 0,9053 43,63 0,000023 4,26Lama perendaman 2 0,9241 0,4621 22,27 0,000328 4,26Interaksi 4 0,9136667 0,2284 11,01 0,001618 3,63Galat 9 0,18675 0,0208

Total 17 3,83505

Kesimpulan : Media perendaman berbeda nyata (p<0,05)Lama perendaman berbeda nyata (p<0,05)Interaksi berbeda nyata (p<0,05)

b. Analisis uji lanjut BNT

Perlakuan N SubsetA B C

Air * 6 jam 2 1,95

Air * 2 jam 2 1,83

Air * 4 jam 2 1,78

As Asetat 3% * 6 jam 2 1,24

As Asetat 3% * 2 jam 2 1,24

Na-Bikarbonat 0,8% * 6 jam 2 1,10

Na-Bikarbonat 0,8% * 2 jam 2 1,05

Na-Bikarbonat 0,8% * 4 jam 2 0,89

As Asetat 3% * 4 jam 2 0,78

Subset yang sama menunjukkan bahwa antar perlakuan (interaksi antara metodeperendaman dan lama perendaman) tidak berbeda nyata.

Page 105: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

79

Lampiran 9. Analisis Kruskal Wallis tekstur mie sagu

Analisis Kruskal Wallis tekstur

Kruskal-Wallis Test on tekstur

Mie sagu N Median Ave Rank

A0 20 4,000 59,2 1,50

A2 20 4,000 52,0 0,26

A4 20 4,000 50,8 0,06

A6 20 4,000 46,5 -0,69

A8 20 4,000 43,9 -1,13

Overall 100 50,5

H = 3,26 DF = 4 P = 0,515

H = 3,60 DF = 4 P = 0,462 Tidak nyata = ns

Kesimpulan : Berdasarkan uji Kruskal Wallis, variasi konsentrasi tepung ikantidak mempengaruhi nilai tekstur yang diamati.

Page 106: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

80

Lampiran 10. Analisis Kruskal Wallis warna mie sagu

Analisis Kruskal Wallis warna

Kruskal-Wallis Test on warna

Mie sagu N Median Ave Rank

A0 20 4,000 60,8 1,77

A2 20 3,000 42,8 -1,33

A4 20 4,000 47,0 -0,60

A6 20 4,000 48,0 -0,44

A8 20 4,000 54,0 0,60

Overall 100 50,5

H = 4,64 DF = 4 P = 0,326

H = 5,09 DF = 4 P = 0,279 Tidak nyata = ns

Kesimpulan : Berdasarkan uji Kruskal Wallis, variasi konsentrasi tepung ikantidak mempengaruhi nilai warna yang diamati.

Page 107: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

81

Lampiran 11. Analisis Kruskal Wallis aroma mie sagu

a. Analisis Kruskal Wallis aroma

Kruskal-Wallis Test on aroma

Mie sagu N Median Ave Rank

A0 20 3,000 25,1 -4,37

A2 20 4,000 70,3 3,41

A4 20 3,000 46,6 -0,68

A6 20 3,000 51,3 0,14

A8 20 4,000 59,3 1,51

Overall 100 50,5

H = 26,80 DF = 4 P = 0,000

H = 30,46 DF = 4 P = 0,000 berbeda nyata

Kesimpulan : Berdasarkan uji Kruskal Wallis, variasi konsentrasi tepung ikanmempengaruhi nilai aroma yang diamati.

b. Analisis uji lanjut multiple comparison

Perlakuan N SubsetA AB B

A2 20 4,10

A8 20 4,00

A6 20 3,55

A4 20 3,35

A0 20 2,65

Subset yang sama menunjukkan bahwa antar variasi konsentrasi tidak berbedanyata.

Page 108: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

82

Lampiran 12. Analisis Kruskal Wallis rasa mie sagu

Analisis Kruskal Wallis rasa

Kruskal-Wallis Test on rasa

Mie sagu N Median Ave Rank

A0 20 3,000 35,9 -2,52

A2 20 4,000 51,9 0,23

A4 20 4,000 49,1 -0,25

A6 20 4,000 58,5 1,37

A8 20 4,000 57,3 1,16

Overall 100 50,5

H = 7,76 DF = 4 P = 0,101

H = 9,32 DF = 4 P = 0,053 Tidak nyata = ns

Kesimpulan : Berdasarkan uji Kruskal Wallis, variasi konsentrasi tepung ikantidak mempengaruhi nilai rasa yang diamati.

Page 109: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

83

Lampiran 13. Nilai perbandingan pasangan mie sagu.

Mie Sagu Tekstur Warna Aroma Rasa

8%

1121

-1111

-1-1-11

-11210

-100

-1-1211

-113

-1-1-21

-12221

-112

001110000100

-1-123

-2211

22102220001012220002

Rata-rata perbandingan pasangan: Tekstur = 0,35 Warna = 0,50

Aroma = 0,45 Rasa = 1,05

Kesimpulan : Berdasarkan rata-rata perbandingan pasangan tekstur, warna danaroma mie sagu formulasi A8 memiliki kriteria penilaian tidakberbeda dari mie sagu komersial, sedangkan rasa mie saguformulasi A8 memiliki kriteria penilaian agak lebih baik dari miesagu komersial.

Page 110: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

84

Lampiran 14. Analisis ragam (ANOVA) dan Uji BNT derajat putih mie sagu

a. Analisis ragam (ANOVA)

SumberKeragaman

DerajatBebas

JumlahKuadrat

KuadarTengah Fhitung Nilai P F tabel

Perlakuan 4 60,70244 15,17561 5,19 6,9868583 236,53Galat 5 0,3208 0,06416

Total 9 61,02324

Kesimpulan : konsentrasi tepung ikan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadapderajat putih mie sagu.

b. Analisis uji lanjut BNT

Perlakuan N SubsetA AB B

A8 20 46,70

A6 20 41,48

A2 20 41,35

A4 20 40,86

A0 20 39,49

Subset yang sama menunjukkan bahwa antar variasi konsentrasi tidak berbedanyata.

Page 111: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

85

Lampiran 15. Analisis ragam (ANOVA) dan Uji BNT cooking time mie sagu

c. Analisis ragam (ANOVA)

SumberKeragaman

DerajatBebas

JumlahKuadrat

KuadarTengah Fhitung Nilai P F tabel

Perlakuan 5 37,41667 7,48333333 5,99 0,0250 4,39Galat 6 7,5 1,25

Total 11 44,91667

Kesimpulan : konsentrasi tepung ikan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadapcooking time mie sagu.

d. Analisis uji lanjut BNT

Perlakuan N SubsetA AB

A0 2 12,5

A2 2 11,0

A4 2 10,0

A6 2 9,5

A8 2 8,0

Subset yang sama menunjukkan bahwa antar variasi konsentrasi tidak berbedanyata.

Page 112: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

86

Lampiran 16. Analisis ragam (ANOVA) cooking losses mie sagu

Analisis ragam (ANOVA)

SumberKeragamn

JumlahKuadrat

DerajatBebas

KuadratTengah Fhitung Nilai P F tabel

Perlakuan 10.13346 4 2.533365 1.50211 0.32873955 5.19Galat 8.4327 5 1.68654

Total 18.56616 9

Kesimpulan : konsentrasi tepung ikan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadapcooking losses mie sagu.

Page 113: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

87

Lampiran 17. Analisis ragam (ANOVA) dan Uji BNT elastisitas mie sagu

a. Analisis ragam (ANOVA)

SumberKeragaman

JumlahKuadart

DerajatBebas

KuadratTengah Fhitung Nilai P F tabel

Perlakuan 67.56696 4 16.89174 10.25 0.001455 3.48Galat 16.4794 10 1.64794

Total 84.04636 14

Kesimpulan : konsentrasi tepung ikan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadapelastisitas mie sagu.

b. Analisis uji lanjut BNT

Perlakuan N SubsetA AB

A8 2 16,20

A6 2 15,30

A4 2 11,25

A2 2 11,15

A0 2 10,65

Subset yang sama menunjukkan bahwa antar variasi konsentrasi tidak berbedanyata.

Page 114: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

88

Lampiran 18. Analisis ragam (ANOVA) dan Uji BNT kadar air mie sagu

a. Analisis ragam (ANOVA)

Sumber JK DB KT Fhitung Nilai P F tabelPerlakuan 54.8341 2 27.41705 477.37 0.00018 9.55Galat 0.1723 3 0.057433

Total 55.0064 5

Kesimpulan : konsentrasi tepung ikan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadapkadar air mie sagu.

b. Analisis uji lanjut BNT

Perlakuan N SubsetA B

A8 2 18,87

A0 2 18,79

Komersial 2 12,42

Subset yang sama menunjukkan bahwa antar perlakuan tidak berbeda nyata.

Page 115: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

89

Lampiran 19. Analisis ragam (ANOVA) kadar abu mie sagu

Analisis ragam (ANOVA)

Sumber JK DB KT Fhitung Nilai P F tabelPerlakuan 0.314133 2 0.157067 7.63 0.066585 9.55Galat 0.06175 3 0.020583

Total 0.375883 5

Kesimpulan : konsentrasi tepung ikan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadapkadar abu mie sagu.

Page 116: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

90

Lampiran 20. Analisis ragam (ANOVA) dan Uji BNT kadar protein mie sagu

a. Analisis ragam (ANOVA)

Sumber JK DB KT Fhitung Nilai P F tabelPerlakuan 37.73693 2 18.86847 70756.75 9.760481 9.55Galat 0.0008 3 0.000267

Total 37.73773 5

Kesimpulan : konsentrasi tepung ikan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadapkadar protein mie sagu.

b. Analisis uji lanjut BNT

Perlakuan N SubsetA B

A8 2 5,56

Komersial 2 0,25

A0 2 0,23

Subset yang sama menunjukkan bahwa antar perlakuan tidak berbeda nyata.

Page 117: FORTIFIKASI TEPUNG IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis ... · dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2012 Christina Litaay NRP C351100061. ABSTRACT

91

Lampiran 21. Analisis ragam (ANOVA) kadar lemak mie sagu

Tabel 1. Analisis ragam (ANOVA)

Sumber JK DB KT Fhitung Nilai P F tabelPerlakuan 0.0769 2 0.03845 2.61 0.220742 9.55Galat 0.04425 3 0.01475

Total 0.12115 5

Kesimpulan : konsentrasi tepung ikan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadapkadar lemak mie sagu.