format review jurnal
TRANSCRIPT
REVIEW JURNAL
Penulis Jenifer K. McGuire, Charles R. Anderson, Russell B. Toomey,
Stephen T. Russe
Tahun 2010
Judul School Climate for Transgender Youth: A Mixed Method
Investigation of Student Experiences and School Responses
Sumber Journal Youth Adolescence
Volume dan Hal. Vol.39, hal.1175–1188
Masalah Meningkatnya resiko permasalahan kesehatan mental pada
pemuda transgender, diantaranya depresi, kecemasan dan
perilaku yang merugikan diri sendiri, dan banyak berhubungan
dengan resiko seksual. Pengalaman negatif dengan keluarga dan
penolakan orang tua juga merupakan kesulitan yang dihadapi
para pemuda transgender (Grossman et al. 2005).
Tujuan dari penelitian ini yaitu melihat bagaimana konteks
lingkungan sekolah para pemuda transgender, kemudian melihat
bagaimana resiko kontekstual dan interpersonal dan faktor
protektif berpengaruh terhadap perasaan aman dan well-being
pada pemuda transgender.
Landasan Teori Pemuda transgender lebih banyak mendapatkan gangguan
daripada pemuda LGB (Lesbian, Gay, dan Biseksual). Pemuda
transgender mendapatkan perlakuan gangguan verbal, relasional
dan gangguan secara fisik, termasuk menjadi sasaran
perbincangan (gosip) dan menjadi tidak bebas.
Pemuda transgender beresiko terhadap penolakan dan perlakuan
negatif di rumah dikarenakan penyimpangan gender (Grossman
et al. 2005), dan hal tersebut memungkinkan mereka kesulitan
untuk mencari dukungan dari orang tua jika terdapat gangguan
di sekolahnya. Pemuda transgender yang banyak menerima
gangguan ternyata banyak tertinggal di sekolahnya terkait
perasaan aman, memiliki rata-rata nilai yang rendah, dan hanya
sedikit yang merencanakan untuk melanjutkan ke perguruan
tinggi dibandingkan dengan pemuda transgender yang
mendapatkan sedikit perlakuan yang mengganggu (Graytak et
al. 2009).
Metode Study 1
Penelitian pertama menggunakan paper survey dan survey
secara online. Paper survey dibagikan ketika terdapat waktu
perkumpulan, atau siswa diminta untuk melakukan pengisian
survey secara online.
Study 2
Penelitian kedua menggunakan metode kualitatif, yang
dilaksanakan dengan metode focus group yang berlangsung
selama 1,5 hingga 2 jam tergantung dari kedalaman respon dari
para partisipan.
Subjek Study 1
Partisipan berjumlah 2.560 yang merupakan siswa SMP dan
SMA di California, dengan tiga tahun angkatan yang berurutan
(2003-2005), siswa kelas 6 hingga kelas 12. Pada survey PSH,
terdapat 68 partisipan yang mengidentifikasikan diri sebagai
transgender, homoseksual, atau yang identitas gendernya
dipertanyakan.
Study 2
Total partisipan 36 pemuda yang dibagi menjadi empat
kelompok dengan jumlah partisipan 3-16 orang dalam satu
kelompok. Rentangan usia partisipan yaitu 12-23 tahun.
Perbedaan etnik partisipan: 61% African-American, 16% Latin,
14% kulit putih, dan 9% campuran.Partisipan transgender pria
menjadi wanita 78%, wanita menjadi pria 22%.
Instrumen Study 1
Survey manual (paper) dan survey secara online mengenai
faktor resiko, faktor-faktor protektif, dan perasaan aman.
Study 2
Cara yang dilakukan pada penelitian kedua yaitu diskusi grup
dengan menggunakan alat bantu perekam dan catatan.
Analisis Study 1
- Membandingkan antara pemuda transgender dan non-
transgender pada masing-masing pengukuran.
- Mengukur bivariate correlations antara resiko dan faktor
protektif, dan perasaan aman pada siswa transgender.
- Interpretasi analisis menggunakan tingkat signifikansi p
< .05 untuk two tailed test.
Study 2
- Analisis menggunakan teknik interpretasi data kualitatif.
Hasil Study 1
Hasil menunjukkan bahwa transgender memang kerap
menerima komentar negatif (82%), kemudian hanya sedikit
intervensi dari guru dan 25% transgender mengatakan bahwa
staf sekolah mencoba menghentikan siswa lain yang
mengganggu pemuda transgender. Faktor protektif di sekolah
secara signifikan membentuk rasa aman para transgender.
Study 2
Terdapat kesamaan pikiran bahwa sekolah merupakan tempat
yang tidak aman, banyak gangguan dan tipuan bagi para
transgender dan pemuda yang berperan gender tidak sesuai
dengan jenis kelaminnya. Hanya sedikit partisipan yang
mengatakan bahwa mereka mendapatkan perlakuan tidak enak
atau diskriminasi oleh guru, dan mereka juga membutuhkan
kedekatan dengan orang dewasa yang bisa mengerti keadaan
mereka. Para transgender membutuhkan sekolah alternatif atau
sekolah khusus bagi mereka, bukan sekolah yang tradisional/
sekolah pada umumnya, demi menciptakan rasa nyaman dan
aman.
Kritik Penelitian ini tidak menjelaskan bagaimana aturan negara
tempat penelitian diselenggarakan, mengenai penerimaan negara
secara keseluruhan mengenai adanya Lesbian, Gay, Bisexual,
dan Transgender. Karena hanya dilakukan di satu lokasi saja,
penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan, karena tidak dapat
dipastikan apakah penelitian ini bebas budaya atau tidak.
Saran untuk
penelitian y.a.d
Perlu untuk dijelaskan mengenai bagaimana penerimaan budaya
terhadap transgender atau lainnya. Penelitian juga seharusnya
tidak dilakukan di satu lokasi saja, tetapi mungkin bisa diperluas
untuk dilakukan di beberapa negara dengan budaya yang
berbeda, sehingga dapat dilakukan perbandingan apakah
penelitian tersebut bebas budaya atau tidak.
Penulis Jeylan T. Mortimer, Melanie J. Zimmer-Gembeck, Mikki Holmes,
and Michael J. Shanahan
Tahun 2002
Judul The Process of Occupational Decision Making: Patterns during the
Transition to Adulthood
Sumber Journal of Vocational Behavior
Volume dan
Hal.
Vol. 61, page 439 - 462
Masalah Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana dan hal apa
saja yang mempengaruhi remaja dalam membuat keputusan
vocational ( karir kerja atau karir jurusan ) ketika mereka masih
bersekolah. Bagaimana remaja merekontruksi proses transisi
mereke dari sekolah menjadi bekerja. Pengalaman, orang atau ciri
kepribadian apa saja yang dianggap remaja dapat membantu tau
membuat masalah dalam keputusan vocational mereka. Untuk
mengetahui apa saja yang dianggap menjadi hambatan utama
mereka dalam mencapai tujuan utama karir atau masa depan
mereka. Lalu, apakah orang-orang muda merasakan tekanan untuk
memiliki karir sebagai penanda kedewasaan mereka. Untuk
mengungkap tentang bagaimana mereka menganggap telah
melaksanakan tujuan mereka tepat waktu atau tidak, dan apakah
mereka memikirkan masalah pernikahan, menjadi orangtua dan
memiliki anak. Secara umum, bagaimana kaum muda kontemporer
menemukan jalan mereka.
Landasan
Teori
Erikson (1968) mengemukakan bahwa tugas utamanya remaja 'fase
perkembangan dari program hidup adalah untuk membangun rasa
koheren identitas melalui eksperimen peran, arena kerja merupakan
salah satu zona utama eksplorasi tersebut. "Moratorium psikososial"
remaja adalah waktu untuk mengeksplorasi identitas kejuruan
(karir) alternatif dan menemukan peran yang cocok, tanpa dibebani
oleh tanggung jawab menjadi orang dewasa.
Metode Penelitian ini mengintegrasikan metode kualitatif dan
kuantitaif.Peneliti memilih sekelompk peserta untuk wawancara dan
studi longitudinal. Difokuskan pada investasi kerja dan kegiatan,
dan mengungkap mengenai pengalaman hidup. Penilitian
difokuskan pada wawancara yang mendalam terhadap subjek.
Penelitian longitudinal ini dilakukan 4 hingga 7 tahun setelah subjek
pertama kali dipilih.
Subjek Siswa – siswi St. Paul, Minnesota, dimulai pada tahun 1988 dimana
mereka berusia sekitar 14 – 15 tahun, kelas 9. Pada awal penelitian
total jumlah subjek adalah 1010 siswa. Subjek dipilih secara
random untuk diwawancara. Jumlah total subjek yang diwawancara
berjumlah 69 siwa.
Instrumen Survey mengenai informasi detail siswa, kuisioner mengenai
aspirasi pekerjaan, dan panduan wawancara mengenai keputusan
vocational.
Analisis Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini hanya
bertujuan untuk mengkategorisasikan sampel saja. Strategi analitik
yang digunakan tidak dimaksudkan untuk sampai pada pernyataan
statistik yang menjelaskan seberapa sering sesuatu yang diamati
dalam suatu populasi. Sebaliknya peneliti meneliti data untuk
mengidentifikasi tema dalam pengambilan keputusan vocational
yang ditanyakan kembali untu mengetahui apakah ada perubahan
sifat dalam pengambilan keputusan vocational saat remaja dan
transisi saat dewasa.
Hasil Remaja dan transisi ke masa dewasa berubah secara dramatis karena
keadaan sosial, ekonomi, budaya, dan lainnya, akibatnya mereka
harus dikonseptualisasikan dengan cara-cara baru dengan melatih
sosiologi kehidupan dan psikologi perkembangan. Banyak dari
subjek yang tidak konsisten dengan keputusan vocational nya saat
remaja. Banyak subjek yang sudah melupakan tujuan karir mereka
di awal. Ada beberapa subjek yang bingung mengenai pekerjaan
mereka nanti walaupun mereka sudah menentukan akan kuliah di
jurusan apa. Ada subjek yang baru menemukan tujuan karir
sebenarnya setelah mereka bekerja part – time saat duduk di bangku
SMA atau kuliah. Artinya, banyak faktor dalam rentang kehidupan
mereka yang merubah pemikiran mereka mengenai keputusan
vocational mereka.
Kritik Meskipunjumlahsampel yang diambilcukupbanyaktapihanyadari 1
sekolahsaja, sehinggakurangmewakilipopulasi. Wawancara yang
dilakukanterkaitkeputusan vocational
dapatmenimbulkanpertahanandarisubjek, terutamasubjek yang
ternyatatidakkonsistenpadakeputusan vocational nyaatausubjek
yang masihmerasabelummencapaitujuannya. Untuksubjek yang
sudahpindah, dilakukanwawancaralewattelepon,
sehinggadikhawatirkan data yang didapatkurang valid.
Kemudianpenelitianinikurangmenggalimengenaihubungan orang –
orang di sekitarsubjekterkaitpengambilankeputusan vocational.
Saran untuk
penelitian y.a.d
Saran
untukpenelitanselanjutnyaadalahpengambilansampeldiharapkantida
kpada 1 tempatsaja,
halinijugauntukmengetahuiapakahperbedaanbudayaberpengaruhata
utidak. Laluwawancaradilakukansecaralangsungdaninformasi detail
subjeksetelah 4 atau 7 tahunjugadiperhatikan,
untukmemastikanvaliditas data.