foreign policy · email ke: [email protected]. seluruh laporan kami bisa diunduh di website:...

24
1 Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016 Daftar Isi Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq 2 Peristiwa Saqifah Bani Sa’idah Dan Penunjukan Abu Bakar Ash-Shiddiq 3 Pembaiatan Umum Terhadap Abu Bakar Sebagai Khalifah 6 Beberapa Kebijakan Abu Bakar Ash-Shiddiq Sebagai Khalifah 7 Kebijakan Luar Negeri (Foreign Policy) Dalam Pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq 13 Strategi Militer Abu Bakar Ash-Shiddiq 18 Kesimpulkan 24 __________________________________________ Tentang Kami Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian SYAMINA (LKS). LKS merupakan sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitik- beratkan pada metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis. Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami, kirimkan email ke: [email protected] . Seluruh laporan kami bisa diunduh di website: www.syamina.org FOREIGN POLICY ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ “Memang, Abu Bakar Ash-Shiddiq dikenal oleh umat Islam akan ketaatannya, kedekatannya dengan Rasul, kelembutannya, ketakwaannya kepada Allah, dan ilmunya, Namun, ia juga adalah seorang ahli militer yang brilian, bahkan salah satu yang terbaik dalam sejarah manusia. Pada saat yang menentukan, ia mengambil keputusan dan kebijakan politik yang berani dan tidak populer melawan orang-orang murtad; sebuah keputusan yang pada akhirnya akan mengubah sejarah.” Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi

Upload: others

Post on 19-Oct-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    Daftar Isi

    Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq 2

    Peristiwa Saqifah Bani Sa’idah Dan

    Penunjukan Abu Bakar Ash-Shiddiq 3

    Pembaiatan Umum Terhadap Abu Bakar

    Sebagai Khalifah 6

    Beberapa Kebijakan Abu Bakar Ash-Shiddiq

    Sebagai Khalifah 7

    Kebijakan Luar Negeri (Foreign Policy)

    Dalam Pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq 13

    Strategi Militer Abu Bakar Ash-Shiddiq 18

    Kesimpulkan 24

    __________________________________________

    Tentang Kami

    Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari

    Lembaga Kajian SYAMINA (LKS). LKS merupakan

    sebuah lembaga kajian independen yang bekerja

    dalam rangka membantu masyarakat untuk

    mencegah segala bentuk kezaliman.

    Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil

    kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen

    masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013

    ini merupakan salah satu dari sekian banyak media

    yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja

    mencegah kezaliman.

    Media ini berusaha untuk menjadi corong

    kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan

    dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli

    terhadap hajat akan keadilan. Isinya

    mengemukakan gagasan ilmiah dan menitik-

    beratkan pada metode analisis dengan uraian yang

    lugas dan tujuan yang legal.

    Pandangan yang tertuang dalam laporan ini

    merupakan pendapat yang diekspresikan oleh

    masing-masing penulis. Untuk komentar atau

    pertanyaan tentang publikasi kami, kirimkan

    email ke: [email protected].

    Seluruh laporan kami bisa diunduh di website:

    www.syamina.org

    FOREIGN POLICY ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ

    “Memang, Abu Bakar Ash-Shiddiq dikenal oleh umat Islam akan

    ketaatannya, kedekatannya dengan Rasul, kelembutannya,

    ketakwaannya kepada Allah, dan ilmunya, Namun, ia juga adalah

    seorang ahli militer yang brilian, bahkan salah satu yang terbaik

    dalam sejarah manusia. Pada saat yang menentukan, ia

    mengambil keputusan dan kebijakan politik yang berani dan

    tidak populer melawan orang-orang murtad; sebuah keputusan

    yang pada akhirnya akan mengubah sejarah.”

    Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi

  • 2

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    Sosok Abu Bakar Ash-Shiddiq yang lebih

    menonjol dalam memori sebagian besar umat

    Islam adalah pribadi yang lemah lembut, tenang,

    rendah hati, zuhud terhadap dunia, tidak senang

    kemewahan, adil, tidak ambisius dan sebagainya.

    Namun tidak banyak yang menyentuh pribadi

    Abu Bakar sebagai khalifah (pengganti)

    Rasulullah saw. Padahal saat kapabilitasnya

    sebagai khalifah, ia sangat percaya diri, teguh

    dan tegas dalam mengambil berbagai sikap dan

    kebijakan, terkhusus kebijakan luar negeri

    (foreign policy) nya. Ketika para sahabat ragu

    untuk meneruskan ekspedisi pasukan Usamah

    dan kepemimpinannya sebagai komandan

    pasukan, ia tetap teguh untuk meneruskannya

    karena itulah yang dikehendaki oleh Rasulullah

    saw. Bahkan saat itu tegas untuk memerangi

    orang yang tidak mau mengeluarkan zakat,

    Umar bin Khaththab sempat mempertanyakan

    kebijkan tersebut meski pada akhirnya

    menyetujuinya. Tidak hanya itu, Abu Bakar juga

    membuka jalan bagi penaklukan Persia dan

    Syam, yang kemudian disempurnakan oleh Umar

    bin Khaththab saat ia menjabat sebagai khalifah

    penggantinya.

    BIOGRAFI ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ

    Mulanya Abu Bakar dikenal oleh

    masyarakatnya sebagai salah seorang yang

    istimewa karena nasab dan perangainya. Nama

    aslinya adalah Abdullah bin Utsman.1 Ia lahir

    dalam keluarga mampu dan terpandang, bani

    Taim. Pada beberapa kalangan kabilah Arab,

    1 As-Suyuthi, Tarikh Khulafa, hal. 26.

    bani Taim dijuluki dengan Mashabihuzh Zhulam

    (lentera di tengah kegelapan).2

    Nasabnya tersambung dengan Nabi

    Muhammad saw pada kakeknya Murrah bin

    Ka’ab bin Lu’ai. Ia dikenal oleh bangsa Arab

    dengan kebaikan, keberanian, kokoh pendirian,

    memiliki berbagai ide brilian, toleran, penyabar

    dan mempunyai tekad yang tinggi.3

    Sebelum dan setelah keislamannya

    hingga menjabat sebagai khalifah, Abu Bakar

    berprofesi sebagai usahawan sukses. Dalam

    ranah dakwah, dengan keislamannya, ia berhasil

    menarik beberapa kalangan kelas atas bangsa

    Arab kepada Islam seperti Abdurrahman bin Auf,

    Sa’ad bin Abi Waqqash, Utsman bin Affan, Zubair

    bin Awwam, dan Thalhah bin ‘Ubaidillah. Ia

    selalu menemani Rasulullah saw selama di

    Makkah, bahkan ialah yang mengiringi

    Rasulullah saw ketika bersembunyi dalam gua

    Tsaur dan dalam perjalanan hijrahnya dari

    Makkah hingga sampai ke Madinah. Di samping

    itu, ia mengikuti seluruh peperangan yang

    diikuti Rasulullah saw, baik perang Badar, Uhud,

    Khandaq, Fathu Makkah, perang Hunain, dan

    perang Tabuk.4

    2 Ibnu Qutaibah, Al-Ma’arif, hal. 105.

    3Muhammad Syamil as-Sulami, Al-Bidayah wan Nihayah:

    Masa Khulafa`ur Rasyidin Ibnu Katsir, hal. 13 4Ibid, hal. 14.

  • 3

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    PERISTIWA SAQIFAH BANI SA’IDAH DAN

    PENUNJUKAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ

    Ketika Rasulullah saw wafat pada hari

    Senin 12 Rabi’ul Awwal 11 Hijriah, orang-orang

    Anshar berkumpul di Saqifah bani Sa’idah5. Isu

    pemilihan calon pemegang urusan kekhilafahan

    sepeninggal beliau beredar di kalangan mereka.

    Orang-orang Anshar berkumpul di sekitar

    pemimpin suku Khazraj, Sa’ad bin Ubadah.

    Berita perkumpulan orang-orang Anshar di

    Saqifah bani Sa’idah ini sampai pada kaum

    muhajirin yang saat itu sedang berkumpul

    bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk

    keperluan yang sama dengan mereka. Kaum

    Muhajirin yang diwakili Abu Bakar ash-Shiddiq,

    Umar bin Khaththab, dan Abu Ubaidah bin Jarah

    lalu segera menyusul orang-orang Anshar di

    Saqifah bani Sa’idah.

    Ketika perwakilan orang-orang Muhajirin

    tiba dan bermajlis bersama orang-orang Anshar,

    kemudian Sa’ad bin Ubadah pun berpidato dan

    berorasi. Pidato Sa’ad bin Ubadah tersebut

    direkam oleh Ath-Thabari sebagai berikut,

    “Wahai orang-orang Anshar! Kalian

    memiliki keunggulan dalam agama dan

    keutamaan dalam Islam yang tidak dipunyai satu

    kabilah Arab yang lain. Muhammad saw tinggal

    belasan tahun di tengah-tengah kaumnya untuk

    mengajak mereka beribadah kepada Allah Yang 5 Saqifah bani Sa’idah berada di Madinah. Ia semacam aula

    atau balai urung yang biasa mereka gunakan untuk mengadakan pertemuan dan bermajlis. Bani Sa’idah sendiri, pemilik Saqifah ini, adalah salah satu kelompok dari kaum Anshar. Lokasi Saqifah bani Sa’idah berdekatan dengan pasar Madinah dan juga berdekatan dengan rumah Sa’ad bin Ubadah.

    Maha Pemurah, meninggalkan tandingan-

    tandingan dan berhala. Namun, hanya segelintir

    orang dari kaumnnya yang beriman, mereka

    tidak sanggup melindungi Rasulullah saw,

    memuliakan agamanya dan tidak pula mampu

    melawan kezaliman yang menimpa diri mereka.

    Hingga ketika Allah menghendaki keutamaan

    bagi kalian, Dia menggiring nikmat ini kepada

    kalian dan secara khusus melimpahkan nikmat

    ini untuk kalian. Dia mengunegerahi kalian

    keimanan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya,

    melindungi beliau dan sahabat-sahbat beliau,

    memuliakan beliau dan agama beliau, serta

    berjihad melawan musuh-musuh beliau. Kalian

    adalah orang-orang yang paling tegas terhadap

    musuh-musuh beliau hingga bangsa Arab

    menuruti perintah Allah secara sukarela maupun

    terpaksa dan orang jauh memberikan

    ketundukan dalam keadaan hina dan rendah.

    Hingga Allah menundukkan dunia untuk Rasul-

    Nya melalui perjuangan kalian dan bangsa Arab

    bertekuk lutut kepada beliau lantaran pedang-

    pedang kalian. Allah mewafatkan beliau sedang

    beliau ridha dan bangga kepada kalian.

    Kuasailah urusan (kepemimpinan) ini karena

    kalian yang berhak memegangnya bukan orang

    lain.”6

    Mendengar pidato Sa’ad bin Ubadah,

    Umar bin Khaththab langsung hendak bicara

    namun Abu Bakar menyuruhnya untuk diam.

    Abu Bakar kemudian berpidato,

    6 Lihat Tarikh Ath-Thabari, jld. 3, hal. 218. Lihat juga Muhammad Ridha, Abu Bakr Ash-Shiddiq, hal. 42-43.

  • 4

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    “Sungguh Allah telah mengangkat

    Muhammad sebagai utusan untuk makhluk-Nya

    dan saksi bagi umatnya agar mereka beribadah

    kepada-Nya dan mengesakan-Nya, di saat

    mereka menyembah tuhan-tuhan yang beraneka

    macam dan menyakininya mampu memberi

    syafaat untuk mereka di sisi-Nya serta

    bermanfaat untuk diri mereka. Padahal tuhan-

    tuhan itu hanyalah batu yang dipahat dan kayu

    yang diukir.”Beliau lalu membacakan surat

    Yunus ayat 18 dan Az-Zumar ayat 3.

    Abu Bakar lalu melanjutkan, “Namun,

    bangsa Arab enggan meninggalkan agama nenek

    moyang mereka. Maka Allah memilih kaum

    Muhajirin pertama dari kaum beliau untuk

    membenarkan beliau, mengimani, membantu

    dan bersabar bersama beliau dalam menghadapi

    kejamnya gangguan dan pendustaan kaum

    beliau. Semua orang menyelisihi mereka,

    mencemooh mereka. Tetapi mereka tidak ciut

    hanya karena berjumlah sedikit, atau karena

    kebencian orang-orang pada mereka, maupun

    karena persekongkolan kaum yang mengucilkan

    mereka. Mereka ini orang-orang pertama yang

    menyembah Allah di muka bumi (dari umat ini),

    beriman kepada Allah dan Rasulullah. Mereka itu

    adalah wali Allah, keluarga besar beliau dan

    orang yang paling berhak memegang estafet

    kepemimpinan sepeninggal beliau. Tidak ada

    yang berusaha merebutnya dari mereka selain

    orang-orang zalim. Dan kalian wahai orang-

    orang Anshar, adalah orang-orang yang

    keutamaan dan keunggulannya dalam Islam

    tidak diingkari. Allah ridha kalian menjadi

    penolong agama dan Rasul-Nya, hijrah beliau

    kepada kalian yang diikuti pula oleh istri-istri

    serta para sahabat beliau menjadikan mereka

    tinggal di tengah-tengah kalian. Bagi kami,

    setelah generasi Muhajirin pertama tidak ada

    yang setinggi kedudukan kalian. Kami pemimpin

    dan kalian menteri. Kalian selalu diajak

    bermusyawarah dan tak akan diputuskan suatu

    perkara tanpa persetujuan kalian.”7

    Dalam riwayat Ahmad disebutkan bahwa

    di antara isi pidato Abu Bakar yaitu, “Kalian telah

    mengetahui bahwa Rasulullah saw telah

    bersabda. ‘Seandainya manusia meniti suatu

    lembah, sedangkan orang-orang Anshar

    melewati lembah yang lain, aku akan melewati

    lembah Anshar.’ Dan engkau telah mengetahui

    wahai Sa’ad, bahwasanya Rasulullah saw pernah

    bersabda saat engkau sedang duduk, ‘Kaum

    Quraisy adalah pemegang urusan (kekhilafahan)

    ini, maka orang yang berbakti dari kalangan

    manusia akan mengikuti orang yang berkati dari

    kalangan Quraisy. Dan orang yang durhaka dari

    kalangan manusia akan mengikuti orang yang

    durhaka dari kalangan Quraisy.” Kemudian Sa’ad

    berkata kepada Abu Bakar, “Engkau benar. Kami

    adalah menteri, sedangkan kalian adalah

    pemimpin.”8

    Setelah ketegangan sedikit mereda,

    Basyir bin Sa’ad bin Tsa’labah Al-Khazraji Al-

    Anshari lalu berdiri dan berpidato, “Wahai

    Anshar! Demi Allah! Sungguh jika kita adalah

    7 Lihat Tarikh Ath-Thabari, jld. 3, hal. 19-20.

    8 HR. Ahmad dalam Musnad-nya, no hadits. 19. Lihat juga Ali Ash-Shalabi, Sirah Abu Bakr Ash-Shiddiq, hal. 118-119.

  • 5

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    orang-orang yang menyandang keutamaan

    dalam berjihad melawan orang-orang musyrik

    dan memiliki keunggulan dalam agama ini, kita

    tidak meniatkannya selain untuk meraih ridha

    Rabb kita, menaati Nabi kita dan sungguh

    beramal untuk diri kita. Tidak sepantasnya kita

    mengungkit-ungkit hal tersebut di hadapan

    manusia. Ketahuilah, Muhammad saw dari

    Quraisy dan kaumnya lebih berhak dan lebih

    utama mewarisi kepemimpinannya. Demi Allah!

    Allah tidak akan melihatku merebut perkara ini

    dari mereka selamanya. Bertakwalah kepada

    Allah. Jangan menyelisihi dan menentang

    mereka.”9

    Lalu dengan bijak Abu Bakar menyudahi

    perselisihan itu dengan mengajukan dua orang

    dari Muhajirin untuk memegang kekhilafahan

    seraya berkata, “Kebaikan yang telah kalian

    sampaikan, itu memang hak kalian. Namun

    permasalahan (kekhilafahan) ini tidak akan

    dijabat kecuali oleh orang dari kalangan Quraisy.

    Mereka adalah pemilik nasab dan tempat tinggal

    paling baik. Aku ridha kalau salah satu dari

    kedua orang ini (Umar bin Khaththab dan Abu

    Ubaidah) menjadi pemimpin kalian. Terserah

    kalian, manakah di antara keduanya yang akan

    kalian pilih!”

    Tetapi Umar bin Khaththab dan Abu

    Ubaidah menolaknya. Umar bin Khaththab lalu

    mengatakan, “Tidak. Demi Allah! Kami tidak

    pantas memegang kepemimpinan ini

    9 Beberapa riwayat menyebutkan perselisihan antara Umar

    bin Khaththab dengan Hubab bin Al-Mundzir ketika di Saqifah. Menurut Ali Ash-Shalabi, riwayat tersebut tidaklah shahih.

    membawahi dirimu. Engkau Muhajirin terbaik,

    salah seorang dari dua orang kala keduanya

    berada di gua dan pengganti Rasulullah saw

    dalam memimpin shalat. Sementara shalat

    merupakan amal terbaik dalam Islam. Siapakah

    yang pantas maju di hadapanmu atau memegang

    perkara ini membawahi dirimu? Ulurkan

    tanganmu! Kami akan membaiatmu.”10 Abu

    Bakar pun mengulurkan tangannya dan Umar

    langsung membaiatnya diikuti oleh Abu Ubaidah

    orang-orang Muhajirin, dan kemudian oleh

    orang-orang Anshar.11

    Menurut Ash-Shalabi, Sa’ad bin Ubadah

    telah membaiat Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai

    khalifah pasca perdebatan yang terjadi di

    Saqifah bani Sa’idah. Ia telah mengubah

    pendapatnya yang pertama untuk menjadi

    pemimpin dan memberi persetujuan kepada Abu

    Bakar sebagai khalifah. Ia juga menilai bahwa

    tidak ada periwayatan shahih yang

    menyebutkan adanya kemelut baik yang bersifat

    sepele maupun serius. Tidak pernah pula

    diriwayatkan secara shahih adanya kelompok

    oposisi yang berambisi terhadap kekhilafahan,

    sebagaimana yang diyakini oleh sebagian penulis

    sejarah.12

    10Muhammad Ridha, Abu Bakar Ash-Shiddiq, hal. 48. 11Ali Ash-Shalabi, Sirah Abu Bakr Ash-Shiddiq, hal. 118. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa manakala orang-orang Muhajirin bergerak membaiat Abu Bakar, Basyir bin Sa’ad pun segera berbaiat mendahului mereka. Dengan demikian, ia menjadi orang pertama yang berbaiat kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq. 12 Ibid, hal. 121-124. Lihat juga Mahmud Syakir, At-Tarikh Al-Islami, jld. 3, hal. 57.

  • 6

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    PEMBAIATAN UMUM TERHADAP ABU BAKAR

    SEBAGAI KHALIFAH

    Pasca pembaiatan Abu Bakar Ash-Shiddiq

    yang bersifat terbatas di Saqifah Bani Sa’idah,

    pada hari berikutnya kaum muslimin berkumpul

    untuk melakukan pembaiatan umum.

    Sebelum proses pembaiatan umum, Umar

    bin Khaththab mengawalinya dengan berpidato,

    “Wahai manusia! Kemarin aku sudah

    mengatakan kepada kalian sesuatu yang tidak

    aku dapatkan dalam Kitab Allah dan bukan pula

    wasiat Rasulullah yang disampaikan kepadaku.

    Akan tetapi, aku melihat bahwa Rasulullah saw

    yang akan mengatur urusan kita. Allah swt telah

    menjaga kitab-Nya di tengah-tengah kalian yang

    dengannya Allah memberi petunjuk kepada

    Rasul-Nya. Bila kalian semua berpegang teguh

    dengannya, niscaya Allah akan memberi

    petunjuk kepada kalian sebagaimana yang Dia

    telah memberi petunjuk kepada Rasul-Nya.

    Sesungguhnya Allah swt telah menitipkan semua

    urusan kalian kepada orang yang terbaik di

    antara kalian. Dialah sahabat Rasulullah saw dan

    orang kedua daro dua orang saat berada di gua.

    Untuk itu, berdirilah kalian dan berbaiatlah

    kepadanya.” Maka orang-orang pun membaiat

    Abu Bakar setelah pembaiatan di Saqifah.13

    Abu Bakar Ash-Shiddiq, setelah proses

    pembaiatan umum, lantas menyampaikan pidato

    perdana kekhilafahan dan politiknya. Dengan

    suara lantang dan penuh keyakinan ia berkata,

    “Wahai manusia! Aku telah diserahi kekuasaan

    13

    Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah, jld. 6, hal. 301

    untuk mengurus kalian, padahal aku bukanlah

    orang yang terbaik di antara kalian. Itulah

    sebabnya, jika aku melakukan kebaikan,

    bantulah aku. Dan jika aku berbuat salah,

    ingatkanlah aku. Jujur adalah sikap amanah dan

    dusta merupakan sikap khianat. Orang yang

    lemah di antara kalian kuanggap kuat di sisiku

    sebelum aku memberi haknya, insya Allah. Dan

    orang kuat di antara kalian kuanggap lemah di

    sisku sebelum aku mengambil hak yang harus

    ditunaikan olehnya, insya Allah. Tidaklah suatu

    kaum meninggalkan jihad fi sabilillah, kecuali

    Allah akan menjadikan hidup mereka hina dan

    dihinakan. Tidaklah perbuatan keji menyebar di

    suatu kaum, kecuali Allah akan menyebarkan

    malapetaka di tengah-tengah mereka. Karena

    itu, taatlah kalian kepadaku selama aku taat

    kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku bermaksiat

    kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak ada ketaatan

    kepadaku bagi kalian. Dirikanlah shalat, semoga

    Allah merahmati kalian.”14

    Dalam pandangan Ash-Shalabi, pidato

    perdana kekhilafahan dan politik Abu Bakar

    Ash-Shiddiq merupakan pidato yang substansial

    meski ringkas. Dalam khutbah tersebut, Abu

    Bakar menetapkan prinsip keadilan dan kasih

    sayang dalam hubungan antara penguasa dan

    rakyat. Ia menekankan bahwa ketaatan kepada

    penguasa harus selaras dengan kataatan kepada

    Allah dan Rasul-Nya. Abu Bakar juga

    membangkitkan semangat jihad fi sabilillah

    sebagai jalan sangat penting untuk memuliakan

    umat dan mengajak umat Islam meninggalkan

    14

    Ibid.

  • 7

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    perbuatan keji demi melindungi masyarakat dari

    kehancuran dan kerusakan.15

    BEBERAPA KEBIJAKAN ABU BAKAR ASH-

    SHIDDIQ SEBAGAI KHALIFAH

    Manakala bangsa Arab mendengar berita

    wafatnya Rasulullah saw, banyak dari mereka

    yang murtad. Gelombang orang-orang yang

    murtad ini menimbulkan ancaman besar di

    Jazirah Arab. Muncul juga orang-orang yang

    mengaku sebagai nabi. Bahkan mereka

    memobilisasi pasukan untuk memerangi umat

    Islam. Selain itu, juga ada gelombang mereka

    yang enggan mengeluarkan zakat.

    ‘Aisyah, Ummul Mukminin

    menggambarkan keadaan saat itu dengan

    ungkapan, “Tatkala Rasulullah saw wafat, orang-

    orang Arab kembali murtad secara besar-

    besaran dan kemunafikan pun merajalela. Demi

    Allah! Aku mendapat beban yang berat,

    seandainya ia menimpa gunung yang kokoh

    niscaya ia akan hancur lebur. Para sahabat

    Muhammad ibarat domba yang diguyur hujan

    lebat pada malam hari di suatu kebun yang

    berada di tengah-tengah padang yang dipenuhi

    binatang buas.”16

    a. Pemberangkatan Pasukan Usamah bin

    Zaid

    Kebijakan pertama yang diambil oleh Abu

    Bakar Ash-Shiddiq adalah memberangkatkan

    pasukan Usamah bin Zaid. Sebelum itu, pada

    15 Ali Ash-Shalabi, Sirah Abi Bakr Ash-Shiddiq, 138-139. 16

    As-Suyuthi, Tarikhul Khulafa, hal. 59.

    tahun kesebelas Hijriah, Rasulullah saw

    sebenarnya telah mengirimkan satuan perang

    untuk memerangi Romawi di daerah Balqa’ dan

    Palestina. Sebagian anggota pasukan itu adalah

    para senior orang-orang Muhajirin dan Anshar

    yang dikomandani oleh Usamah bin Zaid.

    Mobilisasi pasukan Usamah bin Zaid ini

    terhitung satuan perang ketiga yang

    dipersiapkan Rasulullah saw dalam menghadapi

    Romawi setelah Mu’tah (8 Hijriah) dan Tabuk (9

    Hijriah).

    Ketika sakit Rasulullah saw semakin parah,

    pasukan Usamah bin Zaid masih berjaga-jaga di

    Jurf.17 Mereka kembali ke Madinah ketika

    Rasulullah saw wafat, lalu kembali lagi ke Jurf.

    Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq menjabat

    khalifah, ia memerintahkan salah seorang pada

    hari ketiga wafatnya Rasulullah untuk

    mengumumkan di tengah-tengah manusia,

    “Pengiriman pasukan Usamah harus segera

    dilaksanakan, dan ingatlah bahwa tidak seorang

    pun anggota pasukan Usamah yang boleh tinggal

    di Madinah. Mereka harus pergi ke markas

    pasukan Usamah di Jurf.”

    Sebagian sahabat mengusulkan kepada

    Abu Bakar Ash-Shiddiq agar membatalkan

    pemberangkatan pasukan Usamah bin Zaid.

    Mereka beralasan bahwa orang-orang Arab

    sedang bersiap-siap menyerang Madinah,

    sementara yang ikut bersama Usamah bin Zaid

    adalah mayoritas kaum muslimin. Mereka

    17 Jurf adalah suatu tempat berjarak tiga mil dari Madinah ke arah Syam.

  • 8

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    khawatir terhadap keselamatan khalifah,

    kehormatan Rasulullah, dan serta seluruh kota

    dan penduduk Madinah.

    Usamah bin Zaid pun yang saat itu sedang

    berada di Jurf mengutus Umar bin Khaththab

    kepada Abu Bakar agar diizinkan kembali ke

    Madinah dengan alasan yang sama. Akan tetapi

    Abu Bakar tidak menyetujuinya dan tetap pada

    pendiriaannya untuk memberangkatkan

    pasukan Usamah. Bahkan ia berkata, “Demi Zat

    yang jiwa Abu Bakar berada di tangan-Nya!

    Sekiranya aku yakin ada binatang buas yang

    akan menerkamku, sungguh aku akan tetap

    melaksanakan pengiriman pasukan Usamah

    seperti yang diperintahkan Rasulullah saw.

    Seandainya tidak tersisa di negeri ini selain

    diriku, sungguh aku tetap akan melaksanakan

    perintah itu.”

    Sementara itu, orang-orang Anshar

    menuntut agar pasukan tersebut dipimpin orang

    yang lebih tua dari Usamah yang disampaikan

    Umar bin Khaththab kepada Abu Bakar.

    Menanggapi usulan itu, Abu Bakar lantas berkata

    kepada Umar, “Celakalah engkau wahai putra

    Khaththab! Rasulullah telah mengangkat

    Usamah (sebagai komandan pasukan), tetapi

    mengapa engkau menyuruhku

    membatalkannya.”18

    Pada saat pemberangkatan pasukan

    Usamah bin Zaid, Abu Bakar mengantarkan

    pasukan tersebut dengan berjalan kaki,

    sementara Usamah mengendarai hewan

    18

    Mahmud Syakir, At-Tarikh Al-Islami, jld. 3, hal. 65.

    tunggangannya. Usamah lantas mengusulkan

    agar Abu Bakar lah yang naik hewan tunggangan

    dan ia yang berjalan kaki. Tetapi usul itu ditolak

    Abu Bakar.19 Pada kesempatan itu juga Abu

    Bakar meminta izin kepada Usamah bin Zaid

    agar mengizinkan Umar bin Khathtthab untuk

    bisa tinggal di Madinah supaya membantu dan

    menemaninya menjalankan kekhilafahan.

    Usamah pun mengizinkannya. Tatkala itu Umar

    bin Khaththab adalah salah satu pasukan

    Usamah.

    Sebelum mereka berangkat, Abu Bakar

    memberi wasiat kepada pasukan Usamah bin

    Zaid,

    “Wahai manusia, berdirilah! Aku wasiatkan

    kepada kalian sepuluh hal, yang hendaknya

    kalian jaga: Janganlah kalian berkhianat,

    mengambil ghanimah sebelum dibagi, menipu,

    memutilasi, dan membunuh anak kecil, orang

    lanjut usia, maupun perempuan. Janganlah

    kalian merusak dan membakar pohon kurma.

    Janganlah kalian menebang pohon yang sedang

    berbuah dan janganlah kalian menyembelih

    domba, sapi, dan juga onta untuk kecuali untuk

    dimakan. Kalian akan melewati beberapa kaum

    yang membawakan untuk kalian bejana-bejana

    yang berisi berbagai macam makanan. Jika

    kalian memakannya sedikit demi sedikit,

    sebutlah selalu nama Allah sebelum makan.

    Kalian juga akan bertemu dengan beberapa

    kaum yang mencukur bagian tengah rambut

    mereka saja dan membiarkan sekelilingnya

    19

    Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah, jld. 6, hal. 305.

  • 9

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    seperti ikat kepala. Tebaslah mereka dengan

    pedang dan mulailah dengan menyebut nama

    Allah.”20

    Dari wasiat Abu Bakar kepada pasukan

    Usamah tersebut, tampaklah tujuan jihad umat

    Islam, yaitu mendakwahkan Islam. Ketika suatu

    bangsa menyaksikan pasukan Islam yang

    menaati wasiat tersebut, bangsa tersebut pasti

    memeluk Islam secara sukarela. Penyebabnya

    adalah:

    1. Mereka menyaksikan pasukan Islam tidak

    berkhianat, tetapi menjaga amanah,

    memenuhi janji, tidak mencuri harta orang

    lain maupun menguasainya dengan cara

    yang tidak benar.

    2. Pasukan Islam tidak memutilasi musuh.

    Mereka membunuh dengan cara yang benar;

    suka memaafkan; memuliakan dan

    menyayangi anak kecil; berbuat baik dan

    menghormati orang yang sudah tua;

    menjaga dan melindungi kaum wanita.

    3. Pasukan Islam tidak menghambur-

    hamburkan kekayaan negeri yang telah

    ditaklukkan. Bangsa yang ditaklukkan justru

    akan melihat pasukan Islam menjaga pohon

    kurma dan tidak membakarnya; tidak

    menebang pohon yang sedang berbuah dan

    tidak menghancurkan perkebunan atau

    merusak ladang.

    4. Pasukan Islam bisa menjaga kekayaan umat

    manusia, sehingga mereka tidak akan

    bertindak licik, berkhianat, mengambil

    20

    Mahmud Syakir, op. cit, hal. 66.

    ghanimah sebelum dibagikan, memutilasi

    musuh yang terbunuh, dan membunuh anak

    kecil, orang yang lanjut usia dan kaum

    wanita. Pasukan Islam juga menjaga hewan

    ternak, sehingga tidak akan menyembelih

    domba, sapi maupun unta kecuali hanya

    untuk dimakan saja. Apakah pasukan non-

    muslim mampu menjaga salah satu dari

    etika perang tersebut? Atau, mereka justru

    mengubah negeri yang mereka taklukkan

    menjadi rusak dan hancur? Kita dapat

    melihat faktanya dari agresi Komunis atheis

    di Afghanistan, dan Serbia di Bosnia dan juga

    Kosovo, di India terhadap Muslim Kashmir,

    di Chechnya, dan Yahudi di Palestina.

    5. Pasukan Islam menghormati keyakinan dan

    agama umat terdahulu, sehingga tidak

    menyerang orang-orang yang sedang

    beribadah di gereja dan tidak mengganggu

    mereka.

    6. Setiap poin yang disebutkan dalam wasiat

    Abu Bakar bukan sekedar kata-kata,

    melainkan telah dilaksanakan oleh pasukan

    Islam di masanya dan masa sesudahnya.21

    7. Usamah dan pasukannya berangkat ke

    medan perang. Usamah dan pasukannya

    meraih kemenangan demi kemenangan dan

    berhasil mendapatkan ghanimah.

    Keberangkatan pasukan Usamah ini sampai

    pulangnya membutuhkan waktu 40 hari.

    21

    Ali Ash-Shalabi, Sirah Abi Bakar Ash-Shiddiq, hal. 189-190.

  • 10

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    b. Memerangi Orang Murtad

    Berita wafatnya Rasulullah saw menjadi

    buah bibir di kalangan bangsa Arab. Pada saat

    itu, bara api kemurtadan mulai bermunculan.

    Meski gerakan kemurtadan sudah mulai muncul

    pasca ‘Amul Wafud (Tahun Delegasi) pada

    sembilan Hijriah, namun baru setelah wafatnya

    Rasulullah mereka berani menampakkannya

    secara terang-terangan. Di antara tokoh yang

    murtad bahkan mengaku sebagai nabi adalah Al-

    Aswad Al-‘Ansi di Yaman yang tewas berhasil

    dibunuh ketika pada masa nasa Rasulullah,

    Musailamah Al-Kadzdab di Yamamah, dan

    Thulaihah Al-Asadi. Dengan tegas, Abu Bakar

    Ash-Shiddiq pun memerangi mereka sampai ke

    akar-akarnya.

    Setelah kedatangan pasukan Usamah bin

    Zaid dan sesudah pasukannya telah cukup

    beristirahat, Abu Bakar lalu membuat planning

    pengiriman berbagai pasukan guna menumpah

    orang-orang murtad dan yang enggan membayar

    zakat. Ia membuat 11 pasukan perang. Berikut

    nama-nama panglima dan ke arah mana mereka

    ditugaskan:

    1. Khalid bin Walid, dikirim untuk

    menghancurkan Thulaihah Al-Asadi. Bila

    sudah selesai, selanjutnya ia menyerang

    Malik bin Nuwairah di Buthah jika orang

    tersebut melawan dirinya.

    2. Ikrimah bin Abu Jahl, dikirim untuk

    menumpas Musailamah.

    3. Muhajir bin Abi Umayah, diutus untuk

    menghancurkan pasukan sisa–sisa pasukan

    Al-Aswad Al-Ansi dan mmebantu kaum

    Abna’ menghadapi Qais bin Maksyuh,

    kemudian menuju Kindah di Hadhramaut.

    4. Khalid bin Sa’id, diutus ke wilayah-wilayah

    pinggir Syam.

    5. Amru bin ‘Ash, diutus ke kabilah Qudha’ah

    dan Wadi’ah.

    6. Hudzaifah bin Mihshan Al-Ghifari, dikirim

    kepada penduduk Duba.

    7. Arfajah bin Hurtsumah, dikirim ke

    Maharah.

    8. Syurahbil bin Hasanah, ditugaskan

    menyusul Ikrimah bin Abu Jahl. Bila sudah

    selesai menjalankan tugas di Yamamah, ia

    dengan pasukannya menuju Qudha’ah.

    9. Ma’n bin Hajiz, ditugaskan ke Bani Salim

    dan Hawazin yang bergabung dengan

    mereka.

    10. Suwaid bin Muqarin, ditugaskan ke

    Tihamah, Yaman.

    11. Ala` bin Hadhrami, ditugaskan ke

    Bahrain.22

    Thulaihah Al-Asadi

    Nabi palsu pertama yang berusaha

    menyerang Madinah adalah Thulaihah Al-Asadi.

    Nama lengkapnya adalah Thulaihah bin

    Khuwailid Al-Asadi, dari Bani Asad bin

    Khuzaimah. Dulu, ia seorang paranormal lalu

    memeluk Islam, kemudian murtad dan mengaku

    nabi di masa hidup Rasulullah saw. Beliau lalu

    mengutus Dhirar bin Azwar untuk menindak

    tegas Thulaihah. Ia pun berhasil melemahkan

    22

    Muhammad Ridha, Abu Bakar Ash-Shiddiq, hal. 76-77.

  • 11

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    Thulaihah namun belum berhasil

    membunuhnya. Setelah Rasulullah wafat,

    pengaruh Thulaihah kembali besar bahkan

    memiliki pengikut yang banyak.23

    Thulaihah mengirim utusannnya kepada

    Abu Bakar untuk mengajukan dispensasi

    meninggalkan shalat dan zakat. Namun Abu

    Bakar menolak mentah-mentah dan berkata,

    “Demi Allah! Seandainya mereka menahan‘iqal24

    dariku pasti aku berjihad memerangi mereka

    karena hal itu.” Beberapa hari berselang,

    pengikut dan pasukan Thulaihah kemudian

    berusaha menyerang Madinah pada malam hari,

    namun berhasil digagalkan oleh pasukan Islam

    dan membuat mereka lari kocar-kacir. Bahkan

    Abu Bakar ikut mengejar mereka hingga sampai

    di Dzul Qashah.

    Perang ini terhitung kecil. akan tetapi

    kemenangan yang ditorehkan Abu Bakar

    memiliki efek siksifikan dan dampak yang besar

    dalam jiwa umat Islam juga pada jiwa musuh-

    musuh Islam.25

    Khalid bin Walid yang ditugaskan untuk

    menumpas gerakan Thulaihah Al-Asadi pun

    berhasil menjalankan tugasnya setelah melewati

    pertempuran yang hebat dengan pasukan

    Thulaihah di daerah Buzakhah. Thulaihah

    berhasil lolos pada pertempuran tersebut

    23

    Ibid, hal. 72. 24 ‘Iqal artinya tali. Ini hanya dijadikan perempamaan untuk sekecil apa pun barang yang mungkin tidak mereka tunaikan. Ada yang berpendapat, maksud ‘iqal adalah barang zakat itu sendiri, yaitu anak kambing. 25

    Muhammad Ridha, Abu Bakar Ash-Shiddiq, hal. 74.

    bersamanya istrinya, Nawar, dan melarikan diri

    ke Syam.26

    Musailamah Al-Kadzdzab

    Nama lengkap Musailamah adalah

    Musailamah bin Tsumamah bin Kabir bin Habib

    Al-Hanafi Abu Syamah. Ia lahir dan tumbuh di

    Yamamah. Musailamah mengaku sebagai nabi

    sejak Rasulullah saw masih hidup. Ia mengaku

    mendapat wahyu dari Jibril bahkan berani

    meniru dan mengubah Al-Quran lalu

    mengklaimnya sebagai wahyu. Musailamah

    mendapat banyak pendukung dari bani Hanifah.

    Apalagi setelah Ar-Rajjal bin Unfuwah Al-Hanafi,

    salah seorang tokoh bani Hanifah, yang pernah

    hijrah kepada Rasulullah saw sekaligus

    menyatakan keislamannya, dan telah menghapal

    dan mempelajari beberapa surat Al-Quran,

    membelot dan bersaksi di hadapan bani Hanifah

    bahwa Musailamah telah bersekutu dengan

    Rasulullah dalam hal kenabian. Padahal

    Rasulullah saw mengutus Ar-Rajjal bin Unfuwah

    ke bani Hanifah adalah untuk menjelaskan

    tentang fitnah Musailmah Al-Kadzdzab.

    Musailamah berhasil mendapat pengikut sekitar

    40.000 orang.

    Penglima perang Abu Bakar yang

    ditugaskannya untuk melumpuhkan gerakan

    Musailamah Al-Kadzdzab adalah Khalid bin

    Walid. Itu ia perintahkan setelah Khalid berhasil

    menumpas Thulaihah Al-Asadi dan Malik bin

    Nuwairah. Khalid pun melanjutkan perjalanan

    untuk memerangi bani Hanifah dan

    26

    Ibid, hal. 82-87.

  • 12

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    memobilisasi semua kaum Muslimin yang

    bersamanya. Abu Bakar juga memberangkatkan

    pasukan besar untuk membantu Khalid bin

    Walid. Khalid pun bertemu dengan beberapa

    panglima lainnya seperti Ikrimah bin Abu Jahal

    dan Syurahbil bin Hasanah di tengah perjalanan

    menuju Yamamah.

    Pasukan Islam yang dikomandani Khalid

    bin Walid pun bertemu dengan pasukan

    Musailamah Al-Kadzdzab di Aqraba, suatu

    daerah di ujung negeri Yamamah. Pertempuran

    sengit antara dua pasukan yang berjumlah besar

    tidak terelakkan. Pertempuran tersebut juga

    menghabiskan waktu yang relatif panjang.

    Khalid bin Walid berpikir bahwa pertempuran

    tersebut tidak akan berakhir kecuali jika

    Musailamah terbunuh. Benar, setelah

    Musailamah terbunuh, bani Hanifah pun kocar-

    kacir dan lari tunggang langgang.

    Pertempuran tersebut berakhir ketika

    beberapa petinggi bani Hanifah menawarkan

    perdamaian kepada Khalid. Khalid lalu

    menerima tawaran tersebut karena melihat

    pasukan Islam sudah letih disebabkan

    peperangan yang panjang. Khalid juga mengajak

    mereka kembali masuk Islam, dan ternyata

    seluruhnya menerima tawaran tersebut. Bahkan

    Khalid mengembalikan pada mereka sebagian

    ghanimah dan tawanan perang.27

    c. Penaklukan Irak

    Ketika peperangan melawan orang murtad

    telah berakhir, kebijakan selanjutnya yang 27

    Ali Ash-Shalabi, Sirah Abi Bakr Ash-Shiddiq, hal. 278.

    ditempuh Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah

    membuka wilayah di Jazirah Arab. Abu Bakar

    Ash-Shiddiq mulai melaksanakan rencana

    penaklukan yang sesungguhnya telah dirancang

    oleh Rasulullah semasa hidupnya. Ia pun

    mengirimlan pasukan untuk menaklukkan Irak

    dan Syam.

    Setiap instruksi Abu Bakar Ash-Shiddiq

    kepada panglima perang di Irak, yaitu Khalid dan

    Iyadh, menunjukkan naluri perang dan strategi

    tingkat tinggi pada diri Abu Bakar Ash-Shiddiq.

    Dalam hal ini ia memberikan banyak kebijakan

    militer dan strategi untuk memenangkan suatu

    pertempuran melawan musuh. Ia menentukan

    batasan-batasan wilayah bagi kedua panglima

    perang tersebut untuk masuk dan menguasai

    Irak. Abu Bakar memberikan instruksi itu

    layaknya sedang berada di ruang operasi militer

    di Hijaz dan di dinding ruangan terbentang peta

    wilayah Irak dengan segala medan dan rutenya.

    Khalid bin Walid, sebagai salah satu

    penglima, terlibat dalam berbagai pertempuran

    yang terjadi di wilayah Irak, dan itulah di antara

    sebab negeri Irak dapat dikuasai oleh pasukan

    Islam. beberapa pertempuran tersebut adalah

    pertempuran Dzatus Salasil, Madzar, Walujah,

    Ullais, Herat, Anbar, ‘Ain Tamar, Dumatul Jandal,

    Al-Hushaid dan Al-Firadh.28

    d. Penaklukan Syam

    Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq hendak

    menaklukkan Syam, ia meminta saran dan

    pendapat para sahabat Rasulullah. Ia pun 28

    Ibid, hal. 409.

  • 13

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    meminta bantuan pada penduduk Yaman untuk

    melakukan jihad bersama dengan kaum

    muslimin lainnya. Ia juga membentuk beberapa

    satuan perang yang dikepalai komandan perang,

    dan mengirim mereka ke negeri Syam. Ada

    empat satuan perang yang dikirim ke Syam,

    masing-masing dipimpin oleh Yazid bin Abi

    Sufyan, Abu Ubaidah bin Jarrah, Amr bin Ash dan

    Syurahbil bin Hasanah.

    Pasukan perang yang dikirim untuk

    membebaskan Syam ini menghadapi berbagai

    macam kesulitan dalam menjalankan misinya.

    Mereka harus berhadapan dengan bala tentara

    Romawi yang terkenal kuat dan tangguh, serta

    berjumlah sangat besar. Itulah sebabnya,

    pasukan Islam mengirim surata kepada Abu

    Bakar Ash-Shiddiq untuk memberitahukan

    kesulitan yang sedang mereka hadapi. Abu Bakar

    pun memerintahkan mereka untuk mundur ke

    wilayah yarmuk dan berkumpul di sana, lalu

    memerintahkan Khalid untuk berangkat dengan

    sebagian pasukannya yang sedang berada di Irak

    menuju Syam dan menjadi komandan pasukan

    perang di Syam.

    Khalid bin Walid mampu mewujudkan

    keinginan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia berhasil

    mengalahkan pasukan musuh di Syam, dan

    memenangkan pertempuran melawan musuh di

    Ajnadain dan Yarmuk.29

    29

    Ibid, hal. 410.

    KEBIJAKAN LUAR NEGERI (FOREIGN POLICY)

    DALAM PEMERINTAHAN ABU BAKAR ASH-

    SHIDDIQ30

    Di bawah pemerintahannya, Abu Bakar

    Ash-Shiddiq telah menetapkan beberapa target

    dalam menerapkan politik luar negerinya, yang

    terpenting di antaranya ialah:

    a. Menanamkan Rasa Kagum dan Takut di

    Hati Para Pemimpin dan Rakyat Negara

    Lain

    Sebuah negara yang tidak ditakuti oleh

    negara lain tidak akan pernah bisa mencapai

    stabilitas atau keamanan; mereka akan terus

    menerus dipandang oleh negara lain sebagai

    target yang mudah—sebuah negara yang

    menjadi sasaran empuk invasi. Abu Bakar

    memahami realitas ini dengan sangat baik,

    karenanya salah satu tujuan utama kebijakan

    luar negeri beliau adalah untuk menanamkan

    rasa takut di hati musuh. Pada masa awal

    kekhilafahnnya, ia mencapai tujuan itu dengan

    dua cara:

    Pertama, Ia berperang melawan dan

    mengalahkan para pemberontak murtad. Tujuan

    utama Abu Bakar adalah membawa stabilitas di

    wilayah yang ia kuasai. Sedang tujuan keduanya

    adalah untuk menunjukkan kepada kekuatan

    asing bahwa umat Islam mampu mengatasi

    semua rintangan dan ancaman.

    Para pemimpin negara asing mencermati

    dengan sangat serius apa yang terjadi di dunia

    Arab, terutama para pemimpin Romawi dan

    30 Lihat Ali Ash-Shalabi, The Biography of Abu Bakr As-Siddeeq, (penerjemah: Faisal Shafeeq), hal. 687-692.

  • 14

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    Persia. Sebelum berkembangnya Islam, dua

    negara superpower adalah Romawi dan Persia,

    sedangkan bangsa Arab, kalaupun mereka

    memiliki nilai penting dalam panggung dunia,

    lebih sering dimanfaatkan oleh Romawi dan

    Persia untuk berperang membela kepentingan

    mereka. Selain itu, beberapa wilayah Arab juga

    digunakan sebagai wilayah penyangga (buffer

    zone) di antara wilayah Romawi dan Persia.

    Namun sekarang, umat Islam telah bangkit,

    bahkan di zaman Rasulullah masih hidup beliau

    mengirimkan pasukan untuk bertempur dan

    menguji kekuatan pasukan Romawi. Karena itu,

    bangsa Romawi dan Persia mempunyai

    kepentingan atas apa yang tejadi di dunia Arab.

    Mereka sangat kecewa saat mereka

    menyaksikan pasukan Islam mampu

    menghancurkan pasukan pemberontak murtad.

    Dampaknya, para pemimpin Romawi dan Persia

    menyadari bahwa umat Islam telah menjadi

    lebih kuat dan memberikan ancaman yang

    semakin meningkat. Keberhasilan umat Islam,

    untuk mengatasi ancaman internal yang tidak

    remeh tersebut tentunya membuat Romawi dan

    Persia berfikir berulang kali sebelum berencana

    menyerang Arab. Kegamangan mereka, sebagai

    hasil dari rasa takut dan kekhawatiran untuk

    tidak menderita kekalahan yang berat, kembali

    menghantui mereka saat justru bangsa Arab

    yang kemudian menyerang mereka; bukan

    mereka yang menyerang bangsa Arab.

    Kedua, Abu Bakar mengirimkan pasukan

    Usamah. Menancapkan rasa takut di hati musuh

    adalah salah tujuan yang terbersit dalam pikiran

    Abu Bakar saat ia memutuskan untuk mengirim

    pasukan Usamah. Bangsa Romawi mempunyai

    alasan untuk takut. Pada awalnya mereka

    berharap bahwa dengan pemberontakan kaum

    murtad, semenanjung Arab akan terjerembab

    dalam situasi chaos, namun mereka justru

    menyaksikan dengan mata kepala mereka

    sendiri bahwa negara Islam justru mengirimkan

    pasukan besar untuk menyerang Romawi.

    Keberanian untuk melakukan invasi tersebut

    mencengangkan dan membuat Romawi

    ketakutan. Dan yang lebih buruk lagi, pasukan

    Usamah berhasil menjalankan misinya, yaitu

    mengalahkan pasukan musuh yang loyal pada

    bangsa Romawi dan membawa pulang

    ghanimah. Dampaknya, kaisar Romawi

    Heraklius, mengirimkan puluhan ribu pasukan

    Romawi untuk menjaga perbatasan antara Syam

    dan Arab.

    Persia juga mempunyai alasan untuk takut,

    karena berita tentang pasukan Usamah juga

    sampai kepada para pemimpin Persia, yang

    mulai mengkhawatirkan keselamatan dan

    keamanan tanah Persia, terutama Irak. Para

    pemimpin Persia, karena ketakutan pada

    kekuatan umat Islam, mulai melakukan aliansi

    dengan pemberontak murtad, dengan memberi

    bantuan material dan moral kepada mereka

    dalam perang melawan umat Islam. Jadi, dengan

    menggunakan kekuatan minimal, Abu Bakar

    berhasil mengirimkan pesan kepada para

    pemimpin asing: tidak lama lagi pasukan Islam

    akan melakukan invasi besar-besaran ke tanah

    mereka, dan mereka akan datang dengan

    pasukan yang rindu akan kematian sebagaimana

    mereka rindu akan kehidupan.

  • 15

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    b. Meneruskan Jihad yang Diperintahkan

    Rasulullah

    Bahkan sejak awal misi kenabian, Islam

    adalah pasukan yang ekspansif. Islam bukanlah

    untuk satu suku, satu kelompok, atau satu

    bangsa, tapi untuk seluruh umat manusia.

    Karena itu umat Islam yang memiliki kewajiban

    untuk mendakwahkan Islam pada orang lain,

    harus terus menerus berjuang untuk

    meruntuhkan segala penghambat yang

    mencegah pesan Islam dari didengar oleh orang

    asing; yaitu dengan menyebarkan Islam dari

    Makkah ke Madinah, kemudian ke seluruh

    Jazirah Arab, dan kemudian menyebarkannya ke

    Irak dan Syam.

    Tidak ada yang lebih dekat dengan

    Rasulullah daripada Abu Bakar. Faktanya,

    setelah shalat Isya, mereka berdua duduk

    bersama dan mendiskusikan persoalan umat

    Islam. Abu Bakar banyak menghabiskan waktu

    dengan Rasulullah, ia paham tidak hanya

    pentingnya menyebarkan Islam, tapi juga sarana

    dan strategi yang diperlukan untuk mencapai

    tujuan tersebut. Dengan kata lain, Abu Bakar

    paham bahwa operasi militer adalah sarana

    utama untuk meruntuhkan penghalang-

    penghalang yang mencegah Islam sampai ke

    masyarakat dunia. Karena itu, jika para

    pemimpin Persia menolak masuk Islam dan jika

    masyarakat Persia masih tetap musyrik, menjadi

    tugas Abu Bakar untuk menurunkan pasukan

    guna menaklukkan imperium Persia.

    Dalam mengirimkan pasukan ke luar

    negeri, Abu Bakar sangat memahami pepatah

    yang menyatakan bahwa siapa yang ragu akan

    kalah. Jika Abu Bakar menunda, musuh akan

    semakin berani, dan bisa jadi Romawi yang akan

    menginvasi negara Islam, bukan Islam yang akan

    menginvasi kekaisaran Romawi. Begitu juga,

    Perang Riddah berakhir seiring dengan

    pengiriman pasukan Islam ke Irak dan Syam.

    Para komandan Abu Bakar pergi ke luar

    negeri dengan niat menyebarkan pesan-pesan

    Islam dan menyingkirkan para pemimpin tiran

    dan zalim dari singgasananya. Para pemimpin

    yang pemberani, seperti Khalid, Abu Ubaidah,

    Amr bin Ash, Syurahbil dan Yazid, dipilih dengan

    sangat teliti untuk menjalankan tugas

    menginvasi negara lain. Abu Bakar sebagai

    seorang yang mempunyai pengalaman militer

    luar biasa memilih para komandannya

    berdasarkan kemampuan, talenta, dan terutama

    ketaatan mereka. Mereka kemudian mampu

    menaklukkan Irak dan Syam dalam waktu yang

    sangat singkat.

    c. Menegakkan Keadilan di Negeri Asing

    (Foreign Lands), dan Memperlakukan

    Rakyat yang Ditaklukkan dengan Murah

    Hati

    Mudah untuk bicara kepada rakyat yang

    ditaklukkan dengan mengatakan kepada mereka

    bahwa penaklukkan tersebut demi kebaikan

    mereka sendiri: untuk membuat mereka lebih

    beradab, membawa demokrasi pada mereka,

    menguatkan mereka, membebaskan mereka dari

    belenggu tirani, dan lain-lain. Banyak penakluk

    mengatakan hal demikian kepada mereka yang

    ditaklukkan, padahal realitanya motif mereka

    sering kali hanya untuk kepentingan mereka

  • 16

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    sendiri tanpa peduli pada harga diri dan

    kesejahteraan rakyat yang mereka taklukkan.

    Tapi Islam selalu berbeda. Benar bahwa

    Abu Bakar ingin memenangkan hati dan pikiran

    rakyat yang ia taklukkan (winning the hearts

    and minds) tapi ia berbeda dengan penakluk

    non-muslim lainnya, ia benar-benar melakukan

    apa yang ia katakan. Abu Bakar tahu bahwa ia

    tidak bisa memenangkan hati rakyat asing

    dengan pedang. Menaklukkan musuh hanya

    dengan pedang tidak akan menyelesaikan atau

    menghasilkan sesuatu. Dengan kata lain, Abu

    Bakar memahami fakta bahwa perencanaan

    pasca perang (post-war planning) sama

    pentingnya dengan perencanaan sebelum

    perang (pre-war planning). Pre-war planning

    meliputi mengalahkan musuh di medan tempur,

    sedangkan pos-war planning meliputi memenuhi

    kebutuhan dasar rakyat yang ia taklukkan,

    memberikan keamanan pada mereka dan

    menyebarkan keadilan di tengah mereka. Rakyat

    harus diyakinkan hingga mereka tidak berpikir

    bahwa satu tiran digantikan tiran lain yang lebih

    keras, kejam, dan jahat dibandingkan yang

    pertama.

    Untuk itu, Abu Bakar memerintahkan

    kepada komandannya untuk berlemah lembut

    dan berkasih sayang kepada penduduk yang

    mereka taklukkan. Mereka yang tangannya telah

    ditaklukkan perlu diyakinkan dalam semua

    tindakan bahwa tanah mereka tidak akan

    dirampas, mereka tidak akan dicegah dari sarana

    kehidupan mereka, dan bahwa keluarga mereka

    akan tetap aman dari para penjahat. Para

    komandan Muslim, sebagaimana perintah Abu

    Bakar, melindungi infrastruktur-infrastruktur di

    tanah yang mereka taklukkan dan menghargai

    kesucian hidup di antara rakyatnya. Sebagai

    hasilnya, rakyat di Persia dan Syam mencintai

    umat Islam karena kemuliaan akhlak mereka,

    kemurahan hati mereka, kebaikan mereka, dan

    ketulusan hati mereka. Melalui keagungan

    akhlak para penakluk Muslim, cahaya Islam

    masuk ke dalam hati orang-orang asing,

    sebagaimana saat dan sesudah Fathul Makkah,

    masyarakat masuk Islam secara berbondong-

    bondong. Sebagai hasilnya, mereka mendapat

    keamanan, keselamatan, kestabilan,

    kemakmuran, dan kesetaraan dengan saudara

    Muslim mereka di negeri Arab.

    Bagi rakyat Persia dan Syam, perbedaan

    kehidupan yang mereka tahu sebelumnya

    dengan Islam adalah seperti perbedaan malam

    dan siang. Ketika pasukan Persia atau Romawi

    menginvasi sebuah wilayah, mereka

    menghancurkan segala yang mereka lalui.

    Mereka melakukan mutilasi terhadap pasukan

    musuh, menghancurkan kehidupan orang-orang

    yang tidak berdosa, memunculkan kerusakan

    dalam segala hal yang mungkin, dan

    mendapatkan kutukan dan kebencian dari

    orang-orang yang mereka invasi selamanya.

    Kengerian perang dan kebebesan yang direnggut

    oleh para pemenang hari itu sudah sangat

    diketahui oleh masyarakat pada abad itu, maka

    mereka punya alasan untuk terkejut dengan apa

    yang dibawa oleh penakluk Muslim, bukan

    kesengsaraan dan kerusakan, tapi keadilan,

    perdamaian, penghormatan, dan kemakmuran.

    Mereka telah menghilangkan segala bentuk

  • 17

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    tirani dan penindasan dari kehidupan orang-

    orang yang mereka taklukkan.

    Abu Bakar menginginkan kesempurnaan

    dari para komandannya. Ia terus mengawasi

    mereka dan melarang mereka dari segala bentuk

    tirani. Dan ia segera mengoreksi kesalahan

    sekecil apa pun yang dilakukan oleh mereka. Al-

    Baihaqi meriwayatkan bahwa ketika pasukan

    asing memperoleh kemenangan dalam sebuah

    perang, mereka menganggap bahwa melakukan

    kekejaman terhadap pasukan musuh adalah

    tindakan yang legal. Misalnya, sudah menjadi

    kebiasaan bagi mereka untuk membawa

    penggalan kepala komandan musuh kepada raja

    mereka sebagai cara untuk mengumumkan

    kemenangan. Selama perang di Syam, dua

    komandan Islam, Amr bin Ash dan Syurahbil bin

    Hasanah membawa kepala Ban’an, salah satu

    pendeta tertinggi di Syam kepada Abu Bakar.

    Ketika utusan Amr bin Ash dan Syurahbil, yaitu

    Uqbah bin Amir, kembali dengan kepala Ban’an

    Abu Bakar sangat marah. Kemudian Uqbah

    berkata, “Wahai Khalifah Rasulullah! Ini yang

    mereka lakukan terhadap kita.” Kemudian Abu

    Bakar menjawab, “Haruskah kita mengikuti cara-

    cara Persia dan Romawi! Jangan lagi membawa

    kepala kepadaku. Cukup kau kirimkan surat

    kepadaku atau menginformasikannya secara

    langsung (tentang kemenangan atau tentang

    kematian pemimpin musuh).”

    d. Memberi Kebebasan Beragama Kepada

    Rakyat yang Ditaklukkan

    Walaupun tujuan utama Abu Bakar adalah

    menyebarkan pesan Islam kepada rakyat asing,

    tapi tujuannya bukanlah memaksa orang untuk

    memeluk Islam. Faktanya, Abu Bakar tidak

    pernah memaksa bangsa atau kelompok

    manapun untuk masuk Islam, sebuah kebijakan

    yang diturunkan dari firman Allah, “Apakah

    kamu (hendak) memaksa manusia supaya

    mereka menjadi orang-orang yang beriman

    semuanya?” (QS. Yunus: 99).

    Tidak disangsikan lagi bahwa umat Islam

    ingin menghilangkan tirani dan memberikan

    kesempatan pada rakyat untuk melihat,

    mengapresiasi, dan merengkuh cahaya Islam.

    Ketika sebuah bangsa ditaklukkan dan rakyatnya

    didakwahi dengan pengajaran Islam mereka

    dizinkan untuk memilih apakah mereka mau

    masuk Islam ataukah tetap pada agama mereka.

    Mereka diperbolehkan tetap pada agama mereka

    selama mereka mematuhi perjanjian mereka

    dengan umat Islam, yaitu:

    1. Mereka membayar jizyah pada umat

    Islam. Jizyah ini dibayarkan oleh non-

    Muslim yang tinggal di negara Islam.

    Pilihan ini memberi hak pada non-Muslim

    untuk tetap mengikuti agama mereka dan

    juga menjamin mereka bahwa selama

    mereka tetap setia pada pemerintahan

    Islam, umat Islam akan berlaku adil pada

    mereka dan melindungi mereka dari

    seluruh musuh. Sebagaimana warga

    Muslim yang lain, mereka juga

    mendapatkan keamanan dan

    keselamatan, dan tidak ada seorang pun

    yang mempunyai hak untuk mencuri

    harta benda mereka atau merampasnya.

  • 18

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    2. Ada beberapa pekerjaan yang tidak bisa

    mereka ikuti; misalnya, karena loyalitas

    mereka kepada Islam masih diragukan

    mereka tidak diizinkan bergabung

    dengan militer Islam.

    3. Mereka tidak boleh memberikan ancaman

    pada umat Islam dan agama mereka, dan

    mereka juga tidak diperbolehkan

    membentuk berbagai pergerakan yang

    bertujuan untuk menghancurkan,

    merusak, atau mendistorsi segala aspek

    tentang Islam.

    4. Mereka diperbolehkan untuk tetap

    memeluk agama mereka, tapi jika mereka

    ingin pindah agama, mereka hanya boleh

    memeluk agama Islam.

    Islam mengakui bahwa keyakinan itu di

    dalam hati, yaitu bagian dari tubuh manusia

    yang kebal dari paksaan. Karena itu umat Islam

    tidak memaksa orang lain untuk memeluk Islam,

    tapi melalui perilaku dan perkataan, melalui

    dakwah dan perbuatan, mereka berusahan

    mengpengaruhi non-Muslim dengan harapan

    bahwa mereka, atas keinginan sendiri, menerima

    dan memeluk Islam.

    STRATEGI MILITER ABU BAKAR ASH-

    SHIDDIQ31

    Dengan mempelajari penaklukan miter

    yang terjadi pada masa khilafah Abu Bakar, kita

    mampu melihat pola strategi kunci yang ia

    gunakan untuk meraih kemenangan melawan

    musuh. Di antara strategi penting tersebut

    adalah sebagai berikut:

    a. Menaklukkan Wilayah Musuh Satu Kota

    Satu Waktu

    Jelas, bagi kalangan umat Islam, pengambil

    keputusan dan strategi secara umum dalam

    perang waktu itu adalah Abu Bakar, bukan para

    komandannya. Abu Bakar menggunakan layanan

    dari para utusannya yang terpercaya dan cepat

    untuk bisa berkomunikasi secara konstan

    dengan para komandannya. Dengan mempelajari

    invasi Irak dan Syam, kita mampu melihat bahwa

    ada dua macam keputusan yang perlu diambil:

    Pertama, terkait dengan strategi perang

    secara umum yang meliputi persoalan antara

    lain: siapa yang menyerang, kapan menyerang,

    kapan mundur, kapan bergabung dengan

    pasukan lain, kapan merasa cukup dengan

    jumlah tentara dalam satu kesatuan pasukan,

    dan seterusnya. Seorang komandan Muslim bisa

    membuat keputusan secara langsung di

    lapangan hanya ketika aksi tersebut perlu

    diambil dengan segera—yaitu ketika tidak ada

    waktu untuk menunggu perintah Abu Bakar.

    Namun, saat itu komandan tersebut membuat

    31 Lihat Ali Ash-Shalabi, The Biography of Abu Bakr As-Siddeeq, (penerjemah: Faisal Shafeeq), hal. 694-700.

  • 19

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    keputusan dan kemudian menginformasikan

    kepada Abu Bakar keputusan tersebut.

    Kedua, tentang keputusan tempur, yang

    harus dilakukan terkait dengan strategi tempur

    untuk perang tertentu—di mana menempatkan

    masing-masing batalion, di mana menempatkan

    pasukan kavaleri, formasi apa yang terbaik

    untuk mengalahkan musuh, dan seterusnya.

    Keputusan tersebut hampir selalu diserahkan

    kepada para komandan.

    Di antara keputusan yang masuk kategori

    pertama adalah pertanyaan tentang seberapa

    cepat pasukan muslim harus melakukan

    penetrasi ke dalam teritorial musuh. Satu teori

    menyatakan bahwa pasukan Islam sebaiknya

    melakukan penetrasi ke dalam teritorial musuh

    sedalam dan secepat mungkin. Namun, Abu

    Bakar menolak teori ini. Ia dengan tegas

    memerintahkan kepada para komandannya

    untuk mengamankan wilayah musuh yang paling

    dekat sebelum melakukan penetrasi ke dalam

    teritorial musuh yang lebih dalam. Ketika Abu

    Bakar memerintahkan Khalid dan Iyad untuk

    menyerang Irak dari wilayah utara dan selatan,

    ia mengirimkan pesan yang sama kepada

    keduanya:

    “Siapa pun di antara kalian yang tiba lebih

    dahulu di Al-Hirah, ia menjadi pemimpin kalian.

    Jika kalian berdua telah berkumpul di Al-Hirah—

    insyaallah—dan berhasil menghancurkan

    pertahanan Persia, sehingga kalian dan kaum

    muslimin yang bersama kalian merasa aman,

    hendaknya salah seorang di antara kalian

    menjadi pelindung kaum muslimin di Al-Hirah.

    Adapun yang lain hendaknya menyerang tentara

    Persia dan melucuti semua persenjataan

    mereka.”

    Surat ini menunjukkan bahwa Abu Bakar

    bukanlah pemula dalam seni perang. Sebaliknya,

    ia adalah veteran dari banyak perang. Ia sangat

    tahu bagaimana cara mengalahkan musuh dan

    bagaimana mematahkan keinginan mereka.

    Superioritas wawasan perang Abu Bakar diakui

    oleh ahli perang terhebat saat itu, yaitu Khalid

    bin Walid. Khalid tidak hanya melaksanakan

    perintah Abu Bakar, tetapi ia juga paham bahwa

    dengan menjalankannya merupakan hal terbaik

    yang bisa ia lakukan untuk meraih kemenangan.

    Ketika Khalid berjalan ke wilayah utara Al-

    Hirah untuk membantu Iyad menuntaskan

    misinya, ia berhenti di Karbala. Pasukan Islam

    banyak yang mengeluh kepadanya tentang

    banyaknya lalat. Kemudian Khalid berkata

    kepada Abdullah bin Watsimah, “Sabarlah,

    karena aku ingin menghancurkan benteng

    musuh yang ia diperintahkan untuknya,

    sehingga kita bisa menduduki wilayah tersebut

    bersama dengan orang-orang Arab dan

    melindungi pasukan Islam dari serangan dari

    garis belakang. Kemudian orang-orang Arab

    akan mendatangi kita tanpa rasa takut dari

    sergapan musuh. Demikianlah perintah khalifah

    untuk kita, dan sungguh, idenya memang benar-

    benar menyelamatkan umat.”

    Di Irak, Al-Mutsanna bin Haritsah

    mengadopsi strategi yang sama. Saat itu, Abu

  • 20

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    Bakar berpesan kepadanya, “Perangilah orang-

    orang Persia di garis perbatasan tanah mereka,

    di tempat yang paling dekat dengan tanah Arab.

    Jangan menyerang di daerah musuh. Jika Allah

    menampakkan tanda-tanda kemenangan untuk

    pasukan Islam, bergeraklah maju di belakang

    mereka. Jika tidak, kembalilah ke dalam barisan,

    karena musuh lebih mengetahui seluk-beluk

    negeri mereka, dan lebih berani melakukan

    serangan dari tempat mereka, sampai Allah

    membalikkan keadaan mereka.”

    Adapun dalam menaklukkan negeri Syam,

    padang tandus senantiasa berada di belakang

    pasukan Islam, sebagai upaya perlindungan diri.

    Meski sudah demikian posisinya, pasukan Islam

    tetap memastikan sebelumnya bahwa pasukan

    musuh tidak mungkin menemukan cara untuk

    menyerang mereka secara tiba-tiba dari arah

    belakang.

    Di samping itu, mereka juga telah lebih

    dahulu menguasai kota serta daerah yang

    berada di samping kanan dan kiri mereka.

    Semua celah yang dapat di masuki musuh juga

    telah diantisipasi dengan melakukan berbagai

    serangan. Area yang mereka tempati itu pun

    senantiasa berada dalam pengawasan dan

    penjagaan yang sangat ketat.

    b. Memobilisasi dan Mengonsolidasikan

    Pasukan

    Abu Bakar tidak menyelenggarakan wajib

    militer pada masa kekhilafahannya, atau dengan

    kata lain, ia tidak memaksa seorang pun untuk

    ikut serta dalam berperang. Namun,

    kemenangan tidak akan tercapai tanpa jumlah

    pasukan yang cukup. Abu Bakar tidak lah

    menginvasi kekuatan yang remeh, tapi dua

    kekuatan super power saat itu, yaitu imperium

    Romawi dan Persia. Pertanyaannya sekarang

    adalah, bagaimana ia mendapatkan pasukan

    untuk mencapai tujuannya menaklukkan Irak

    dan Syam? Ini adalah pertanyaan yang bagi Abu

    Bakar tidak dianggap remeh, terutama dengan

    mempertimbangkan fakta bahwa ia menerapkan

    aturan yang sangat ketat dalam perekrutan

    pasukan. Ketika Khalid dan Mutsanna

    memutuskan untuk meminta pasukan tambahan,

    karena jumlah pasukan mereka tidak mencukupi

    kebutuhan perang yang ada, Abu Bakar

    kemudian membalas surat keduanya dengan

    berkata, “Ambillah pasukan Islam yang

    sebelumnya ikut Perang Riddah dan orang-orang

    yang tetap berada dalam agama Islam setelah

    Rasulullah wafat. Jangan kalian merekrut

    pasukan dari kalangan orang yang pernah

    murtad sekalipun mereka insaf, sebelum saya

    memutuskan apa yang harus aku lakukan

    kepada mereka.”

    Meski demikian, Abu Bakar mengambil

    beberapa langkah kunci untuk meyakinkan

    rakyatnya agar bersedia berjihad: Ia

    menyampaikan ceramah yang menggerakkan,

    dengan mengingatkan rakyatnya tentang pahala

    berjihad di jalan Allah. Selain itu, ia juga

    meminta bantuan kepada umat Islam di Yaman.

    Dampaknya, banyak orang yang secara sukarela

    bergabung untuk berperang di Irak dan Syam.

    Ringkasnya, waktu itu tidak diperlukan wajib

  • 21

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    militer karena sukarelawan yang bergabung

    untuk berperang sudah mencukupi, mereka

    menunggu janji Allah: kemenangan atau mati

    sebagai syuhada. Dan faktanya, karena tingginya

    keimanan mereka, banyak orang yang lebih

    memilih pilihan kedua.

    Abu Bakar memfokuskan energinya untuk

    meyakinkan rakyatnya agar bergabung bersama

    pasukannya tidak hanya sebelum invasi Irak dan

    Syam, namun juga saat invasi berlangsung. Ia

    terus mengirimkan pasukan tambahan untuk

    para komandannya—beberapa pasukan

    batalyon yang terdiri dari ratusan orang—

    hingga akhir hayatnya.

    c. Memastikan Tujuan Perang

    Abu Bakar Ash-Shiddiq tentu saja tahu apa

    tujuan utamanya dalam menginvasi Irak dan

    Syam, tapi itu tidak cukup: Ia juga memastikan

    bahwa seluruh prajuritnya mempunyai

    pemahaman yang sama. Dalam ceramahnya, dan

    juga dalam nasihat yang ia berikan kepada para

    komandan dan prajuritnya, Abu Bakar

    menegaskan bahwa mereka berperang untuk

    menyebarkan pesan Islam, untuk

    menyampaikannya kepada seluruh manusia di

    dunia, dan mencegah para tiran yang mencegah

    rakyatnya dari mempelajari agama yang benar.

    Para komandannya juga paham tentang tujuan

    mereka. Hal ini terbukti dari kesamaan pilihan

    yang diberikan kepada musuh: masuk Islam,

    membayar jizyah, atau perang.

    d. Mengirim Pasukan ke Tempat yang

    Paling Membutuhkan

    Abu Bakar Ash-Shiddiq mempunyai

    kebijakan yang jelas soal pengiriman pasukan ke

    medan perang: Jika ia berperang di banyak front,

    ia akan mengonsentrasikan pasukannya di front

    yang paling penting. Namun, bukan berarti ia

    mengesampingkan front yang lain. Ia berusaha

    seimbang, mengonsentrasikan sebagian besar

    pasukan di tempat yang paling membutuhkan,

    dan mengirimkan unit dan pasukan lain ke front

    lainnya. Contoh, Abu Bakar Ash-Shiddiq

    mengerahkan sebagian besar pasukannya untuk

    memerangi orang-orang murtad, karena mereka

    memberikan ancaman yang dekat dan

    berbahaya bagi umat Islam, namun ia tidak

    mengesampingkan medan tempur lainnya, yang

    dibuktikan dengan fakta bahwa ia tetap

    mengirimkan pasukan Usamah untuk berperang

    di perbatasan Romawi.

    Dengan kata lain, Abu Bakar Ash-Shiddiq

    menunjukkan kemampuan yang brilian dalam

    menata distribusi pasukannya untuk

    mendapatkan hasil yang optimal. Pada

    pertengahan dan akhir kekhilafahannya, ia juga

    menyebarkan pasukannya antara Irak dan Syam.

    Lalu, ketika ia memandang bahwa perang di

    Syam tidak begitu baik hasilnya sebagaimana di

    Irak, ia memerintahkan Khalid bin Walid untuk

    membawa separuh pasukannya dan pindah dari

    Irak ke Syam. Dengan kondisi di mana mayoritas

    pasukannya berada di Syam, Abu Bakar Ash-

    Shiddiq tidak berarti mengabaikan Irak. Ia tetap

    menyisakan beberapa pasukan yang mencukupi

  • 22

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    di sana, dan menunjuk seorang pemimpin yang

    tangguh dan bijaksana, Mutsanna bin Haritsah.

    Contoh di atas hanyalah salah satu contoh.

    Sepanjang kekhalifahannya, Abu Bakar Ash-

    Shiddiq terus menyebarkan, menyebarkan ulang,

    menugaskan, dan mentransfer pasukan

    berdasarkan tingkat kebutuhan di masing-

    masing medan perang. Dengan melakukannya

    dalam sebuah cara yang secara strategis sangat

    brilian, ia telah menanamkan kepercayaan diri

    kepada para pasukannya, yang memahami

    bahwa jika jumlah mereka jauh lebih sedikit

    dibanding musuhnya, mereka bisa meminta

    kepada sang pemimpin untuk mengirimkan

    pasukan yang cukup, yang paling tidak bisa

    memberi kesempatan bagi mereka untuk

    menang.

    e. Mengganti Komandan Perang

    Tidak ada gubernur, komandan, atau

    pemimpin pasukan yang dijamin bahwa ia akan

    menduduki jabatannya seumur hidup;

    sebaliknya, semua pejabat pemerintah terus

    dievaluasi berdasarkan performa mereka. Jika

    seseorang lalai dalam tugasnya, ia akan dipecat.

    Dan bahkan jika seseorang jujur dan sudah

    melakukannya semampu yang ia lakukan,

    namun ternyata gagal untuk mencapai misinya,

    Abu Bakar Ash-Shiddiq akan

    mempertimbangkan untuk memecatnya jika ada

    yang dirasa mampu mengerjakannya dengan

    lebih baik. Ini adalah sikap yang adil dan benar,

    karena dalam kebijakan Abu Bakar Ash-Shiddiq

    kebaikan bersama yang lebih luas lebih penting

    dibanding perasaan individu. Ini adalah realita

    pelayanan publik di masa kekhilafahan Abu

    Bakar Ash-Shiddiq, dan harusnya menjadi realita

    dalam pemerintahan manapun. Misalnya, saat

    Khalid bin Said gagal dalam menjalankan

    misinya di Tabuk. Khalid bin Said adalah orang

    yang jujur dan tulus; ia melakukan yang terbaik

    untuk menjalankan misinya, namun pada

    akhirnya gagal. Hal tersebut tidak membuat

    derajatnya berkurang sebagai seorang Muslim,

    namun kondisi tersebut memicu pertanyaan

    apakah ada orang lain yang mampu untuk

    menggantikan peran yang gagal dijalankan oleh

    Khalid bin Said tersebut. Abu Bakar Ash-Shiddiq

    terus memikirkan pertanyaan ini dan akhirnya

    memutuskan untuk mengganti Khalid dengan

    Ikrimah. Pada akhirnya, Ikrimah berhasil

    menyelesaikan misinya.

    Selain itu, meski seseorang mempunyai

    kualifikasi untuk melakukan satu tugas, dan

    bahkan mempunyai performa yang baik, Abu

    Bakar Ash-Shiddiq tetap tidak segan-segan

    menggantinya jika ada orang yang mempunyai

    kualifikasi yang lebih baik. Mutsanna

    menunaikan tugas dengan sangat baik di Irak,

    namun Khalid mempunyai kualifikasi yang lebih

    baik dan lebih memiliki kemampuan untuk

    memenangkan pertempuran di masa depan. Dan

    di Syam, Abu Ubaidah sangat cocok memimpin

    pasukan di wilayah tersebut, namun lagi-lagi

    Abu Bakar Ash-Shiddiq berpikir bahwa lebih

    baik menggantinya dengan seorang komandan

    militer yang lebih baik, Khalid bin Walid.

  • 23

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    Karenanya, dalam soal urusan penunjukan

    dan penggantian komandan militer, Abu Bakar

    Ash-Shiddiq lebih mementingkan kebaikan

    bersama umat Islam dibanding perasaan

    perseorangan. Sebagai pemimpin kaum

    muslimin, Abu Bakar Ash-Shiddiq paham bahwa

    dalam perang, dan dalam kehidupan secara

    umum, kepentingan yang sedikit tidak melebihi

    kepentingan orang banyak.

    f. Berkomunikasi secara Konstan dengan

    Para Komandan Perang

    Pada masa kekhilafahan Abu Bakar Ash-

    Shiddiq, belum ada kamera, foto satelit, pesawat

    pengintai, telepon, atau segala bentuk teknologi

    lain yang memudahkan pemimpin untuk

    berkomunikasi dengan pasukannya secara real

    time. Selalu ada masa Selalu ada delay: waktu

    yang diperlukan oleh utusan untuk berjalan dari

    medan perang ke Madinah. Namun, berdasarkan

    seluruh peristiwa yang terjadi selama perang

    riddah dan juga invasi ke Irak dan Syam, seolah-

    olah Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak berada di

    Madinah, namun hadir dalam setiap zona

    perang. Dia memberi komando dan

    merencanakan rute perjalanan bagi pasukannya

    seolah-olah ia bisa melihat semua yang terjadi di

    zona perang, dan seolah-olah ia memiliki akses

    peta modern yang menunjukkan topografi setiap

    wilayah.

    Bagaimana Abu Bakar Ash-Shiddiq bisa

    seolah-olah hadir di setiap medan perang? Tidak

    dengan sihir tentuya, namun ia melakukannya

    dengan sistem pengiriman pesan yang rumit

    yang telah ia kembangkan bersama dengan para

    komandannya. Sebagaimana pentingnya

    pasukan di medan tempur, para pembawa pesan

    yang berjalan di antara Madinah dan medan

    perang juga sangat penting. Mereka membawa

    pesan antara Abu Bakar dan para komandannya.

    Para utusan Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah

    orang-orang yang terpercaya, mereka hanya

    sedikit beristirahat untuk memastikan pesan

    sampai secepat mungkin. Mereka juga sangat

    hati-hati dan menjaga rahasia, untuk

    menghindari informasi tentang rencana Abu

    Bakar Ash-Shiddiq jatuh ke tangan musuh.

    g. Mengisolasi Medan Perang

    Ketika Abu Bakar mulai menyiapkan

    pasukan untuk memerangi Romawi dan Persia,

    ia mengirimkan Khalid bin Sa’id ke Tabuk

    dengan misi utama menguasai wilayah strategis

    sebagai titik utama untuk bergerak. Abu Bakar

    melakukan itu agar pasukannya menjadi

    pelindung bagi kaum muslimin selanjutnya.

    Ketika Khalid bin Sa’id tidak berhasil dalam

    menjalani misinya ini, dan justru melakukan

    kesalahan, Ikrimah bin Abu Jahal ditugaskan

    menggantikan posisinya.

    h. Strategi Perang yang Selalu

    Berkembang Seiring Perubahan di Lapangan

    Saat berita keberangkatan pasukan

    Romawi yang didukung kekuatan orang-orang

    Damaskus sampai ke telinga Abu Bakar, ia

    segera menulis surat kepada Abu Ubaidah yang

    berbunyi, “Kerahkanlah pasukan berkudamu ke

    wilayah antara Al-Qura dan As-Sawad. Desaklah

  • 24

    Laporan Reguler SYAMINA Edisi 04/Februari 2016

    pasukan musuh dengan menutup jalan antara

    Mirah dan Madah, serta janganlah mengepung

    Madain sebelum aku memerintahkannya.”

    Itu adalah perintah pertama, dan setelah

    Abu Bakar mengirim pasokan tentara yang

    cukup, ia pun kembali menulis surat, “Jika

    musuh menyerang pasukanmu, lawanlah mereka

    dan berdoalah memohon bantuan Allah untuk

    menghadapi mereka, karena jika setiap kali

    musuh mendapat bantuan maka kami pun akan

    mengirim bantuan pasukan seperti mereka.”

    KESIMPULAN

    Memang, Abu Bakar dikenal oleh umat

    Islam akan ketaatannya, kedekatannya dengan

    Rasul, kelembutannya, ketakwaannya kepada

    Allah, dan ilmunya, Namun, ia juga adalah

    seorang ahli militer yang brilian, bahkan salah

    satu yang terbaik dalam sejarah manusia.

    Pada saat yang menentukan (kritis), ia

    mengambil keputusan dan kebijakan politik

    yang berani dan tidak populer melawan orang-

    orang murtad; sebuah keputusan yang pada

    akhirnya akan mengubah sejarah.

    Terkait kebijakan luar negeri, Abu Bakar

    berusaha mencapai tujuan sebagai berikut:

    1. Membuat bangsa lain takut kepada umat

    Islam.

    2. Melanjutkan jihad.

    3. Menegakkan keadilan di wilayah yang

    ditaklukkan, dan bersikap lemah-lembut

    terhadap bangsa yang ditaklukkan.

    4. Memberikan kebebasan beragama

    kepada orang yang ditaklukkan.

    5. Berusaha membuat orang-orang di

    seluruh dunia untuk mendengarkan

    pesan Islam.

    Perang bukanlah sesuatu yang remeh, juga

    bukan sesuatu yang dilakukan dengan cara-cara

    yang kejam dan serampangan, tanpa

    menghiraukan aturan dan prinsip-prinsip yang

    benar. Ada aturan yang harus diikuti dan semua

    pihak yang terlibat dalam perang memiliki hak

    yang harus ditunaikan. Abu Bakar menegaskan

    hal tersebut dalam surat-surat yang ditulis

    kepada para komandan pasukannya. Tetapi,

    lebih daripada itu semua, Allah memiliki hak

    atas pasukan Islam. Misalnya, sepanjang mereka

    berperang membela keadilan, mereka harus

    sabar dan teguh di medan perang. Mereka juga

    harus ikhlas dengan menempatkan ridha Allah di

    atas tujuan yang lain. [Ali Sadikin]