kepemimpinan abu bakar ash-shiddiq dan nilai-nilai

96
KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Oleh HERMANTO NIM 208011000042 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Upload: others

Post on 12-Mar-2022

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ

DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM

YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh HERMANTO

NIM 208011000042

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

i

ABSTRAK

HERMANTO (NIM: 208011000042). KEPEMIMPINAN ABU BAKAR

ASH-SHIDDIQ DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG

TERKANDUNG DI DALAMNYA.

Kata kunci : Kepemimpinan dan Nilai-nilai Pendidikan Islam

Kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin dan

yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai hasil

dari interaksi otomatis diantara pemimpin dan individu-individu yang dipimpin.

Permasalahan yang diangkat pada penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui

bagaimanakah kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan nilai-nilai pendidikan

Islam yang terkandung di dalamnya.

Abu bakar Ash-Shiddiq merupakan khalifah pertama dalam Khulafa al-

Rasyidin dan ini merupakan anugrah dan keistimewaan yang diberikan Allah

kepadanya, yang dilandasi oleh keimanan yang kokoh, telah banyak yang ia

lakukan. Ia selalu siaga membela Nabi dalam berdakwah, sebagaimana

pembelaanya terhadap kaum muslimin. Kepentingan Rasulullah SAW lebih

diutamakan dari pada kepentingan dirinya sendiri. Bahkan dalam segala situasi, ia

selalu mendampingi perjuangan Nabi SAW. Kesempurnaan akhlaknya tersebut

memberi nilai-nilai pendidikan yang patut kita teladani yang diantaranya;

Ketegasan, keberanian, kedermawanan, keadilan, kejujuran, dan kewibawaan.

Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (Library Research)

yaitu suatu jenis penelitian yang mengacu pada khazanah kepustakaan seperti

buku-buku, artikel dan lain-lain. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan

metode analisis deskriptif yaitu penulis menganalisis masalah yang akan dibahas

dengan cara mengumpulkan data-data kepustakaan dengan membaca, meneliti,

menela’ah dan menghimpun dan menganalisa beberapa literature yang ada

relevansinya dengan topik pembahasan skripsi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis dapat disimpulkan bahwa

kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq banyak mengandung nilai-nilai

pendidikan Islam antara lain: Ketegasan, keberanian, kedermawanan, keadilan,

kejujuran dan kewibawaan.

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

dan limpahan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Nilai-nilai Pendidikan

Islam yang Terkandung di Dalamnya”. Shalawat serta salam semoga tetap

tercurahkan kepada sang pemimpin umat islam yang telah membawa risalah

cahaya Islami, yakni baginda Rasulullah SAW.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi

strata satu (S-1) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Banyak sekali rintangan serta hambatan yang penulis rasakan dalam

penulisan skripsi ini, namun Alhamdulillah berkat pertolongan dan bantuan dari

berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama kepada

Ayahanda Muhammad Nasir dan Ibunda Siti Arisah tercinta yang telah

membiayai kuliah, memberikan do’a, curahan kasih sayang, motivasi dan saran

baik secara moril maupun materil sehingga Alhamdulillah penulis dapat

menyelesaikan kuliah ini. Selanjutnya penulis perlu menyampaikan ucapan

terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya terutama kepada:

1. Ibu Dra. Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, dan Ibu Hj. Marhamah Shaleh, Lc.

MA, selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Bapak Drs. H. Ghufron Ihsan, MA, selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah sabar membimbing, memberikan saran, arahan, motivasi dan telah

meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran di sela-sela kesibukannya dalam

penyusunan skripsi ini.

iii

4. Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah memberikan pengetahuan, pemahaman dan pelayanan selama

melaksanakan studi.

5. Seluruh Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan FITK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kemudahan baik selama studi

maupun dalam penulisan skripsi.

6. Orang tua tercinta Muhammad Nasir dan Siti Arisah yang telah membiayai,

memberikan motivasi, doa serta kasih sayang hingga terselesainya skripsi ini.

Saya mungkin belum bisa membalas kebaikan semuanya itu, saya hanya bisa

mengucapkan Syukron katsiron Jazakumullah ahsana jaza. Amiin.

7. Teman-teman PAI seperjuangan, khususnya kelas B angkatan 2008-2009

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala

perhatian, dukungan serta motivasinya. Semoga Allah meridhoi segala usaha

dan harapan kita, serta silaturrahmi diantara kita tetap terjalin.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua

pihak atas seluruh bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis

dalam menyusun skripsi ini semoga Allah SWT senantiasa memberikan sinar

terang kepada seluruh hambanya dan semoga aktivitas penulis selalu diberkahi-

Nya dan diberikan hidayah-Nya.

Terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pembaca, serta penulis juga berharap kritik dan saran yang

bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan selanjutnya.

Jakarta, April 2014

Hermanto

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

ABSTRAKS .................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Pembatasan Masalah................................................................. 5

C. Perumusan Masalah ................................................................. 6

D. Tujuan Penelitian ..................................................................... 6

E. Metode Penelitian .................................................................... 7

BAB II RIWAYAT HIDUP ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ

A. Riwayat Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq sebelum masuk

Islam ........................................................................................ 8

1. Nama, Nasab, Kuniyah dan Laqab Abu Bakar

Ash-Shiddiq ........................................................................ 8

2. Kelahiran, Gambaran dan Ciri Fisik Abu Bakar

Ash-Shiddiq ......................................................................... 9

3. Keluarga Abu Bakar Ash-Shiddiq ....................................... 10

4. Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam Masyarakat

Jahiliyah ............................................................................... 10

B. Riwayat Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq setelah masuk

Islam ......................................................................................... 13

1. Keislaman Abu Bakar Ash-Shiddiq ..................................... 13

2. Dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq ........................................ 15

3. Ujian dan Cobaan yang Dialami Oleh Abu Bakar ............... 16

4. Pembelaan Abu Bakar Ash-Shiddiq kepada Rasulullah ...... 18

v

C. Riwayat Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq ketika menjadi

Khalifah ............................................................................................. 20

1. Proses Pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq .................... 20

2. Masa Kepemimpinan Abu Bakar ........................................ 22

3. Wafatnya Abu Bakar-Ash-Shiddiq ..................................... 29

BAB III PENGERTIAN, DASAR DAN TUJUAN NILAI PENDIDIKAN

ISLAM

A. Pengertian Nilai Pendidikan Islam ........................................... 31

B. Dasar-dasar Nilai Pendidikan Islam ......................................... 34

C. Tujuan Menggali Nilai-nilai Pendidikan Islam ........................ 40

BAB IV NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG

DALAM KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ DAN

UPAYA IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN

A. Nilai-nilai Pendidikan Islam ..................................................... 43

1. Ketegasan ............................................................................. 43

2. Keberanian ........................................................................... 45

3. Kedermawanan .................................................................... 49

4. Keadilan ............................................................................... 52

5. Kejujuran ............................................................................. 55

6. Kewibawaan ........................................................................ 56

B. Implementasi nilai-nilai Pendidikan Islam ............................... 59

1. Ketegasan dalam Mendidik ................................................ 59

2. Keberanian dalam Mendidik ................................................ 62

3. Kedermawanan dalam Mendidik ......................................... 65

4. Keadilan dalam Mendidik .................................................... 67

5. Kejujuran dalam Mendidik .................................................. 68

6. Kewibawaan dalam Mendidik ............................................. 72

vi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 75

B. Saran ......................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 79

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kepemimpinan muncul bersama-sama adanya peradaban manusia

yaitu sejak zaman nabi-nabi dan nenek moyang manusia. Sejak itulah terjadi

kerjasama antar manusia, dan ada unsur kepemimpinan.1

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain.

Keberhasilan seorang pemimpin tergantung kepada kemampuannya untuk

mempengaruhinya. Dengan kata lain kepemimpinan dapat diartikan sebagai

kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, melalui komunikasi

baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan

orang-orang tersebut agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang

hati bersedia mengikuti kehendak pemimpinnya.2

Kepemimpinan dalam Islam didasari oleh kepercayaan, serta

menekankan pada ketulusan, integritas dan kepedulian. Kepemimpinan

dalam Islam berakar pada kepercayaan dan kesediaan untuk berserah diri

kepada Allah yang Maha Pencipta. Semua kembali kepada menjalankan

kehendak Tuhan. Kepemimpinan Islam sudah merupakan fitrah bagi setiap

manusia yang sekaligus memotivasi kepemimpinan yang Islami. Manusia

diamanati Allah untuk menjadi khalifah Allah (wakil Allah) dimuka bumi,

1Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2001), h. 28. 2Pandji Anoraga, Psikologi Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), Cet.

III, h. 2.

2

yang bertugas merealisasikan misi sucinya sebagai pembawa rahmat bagi

alam semesta. Konsep amanah yang diberikan kepada manusia sebagai

khalifah fil ardi menempati posisi sentral dalam kepemimpinan Islam.

Logislah bila konsep amanah kekhalifahan yang diberikan kepada manusia

menuntut terjalinnya hubungan interaksi yang sebaik-baiknya antara

manusia dengan pemberi amanah yaitu dengan mengerjakan semua perintah

Allah menjauhi laranganNya, dan ikhlas menerima hukum-hukum atau

ketentuannya.3

Gulen sebagai sejarahwan mengungkapkan sebagaimana dikutip oleh

Fuad Nashori menyebutkan bahwa Nabi Muhammad adalah pemimpin yang

universal sekaligus unik. Beliau telah menjadi model bagi para pemimpin

Islam dan para pengikutnya sepanjang masa. Pemimpin muslim yang sukses

selalu berusaha untuk memperoleh pengetahuan praktis dan juga

kompetensi untuk dapat diterapkan dalam situasi yang tepat. Masyarakat

biasanya akan mengikuti arahan pemimpin apabila mereka percaya bahwa

pemimpin tersebut mengetahui apa yang dilakukannya. Di dalam Islam

calon pemimpin didorong untuk memiliki berbagai karakter yang baik

seperti: kejujuran, kesabaran, kerendahan hati, keluhuran budi, pemahaman

diri, kesediaan untuk berkonsultasi atau meminta pendapat orang lain,

keadilan, kesederhanaan dan bertanggung jawab.4

Kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin

dan yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang

sebagai hasil dari interaksi otomatis diantara pemimpin dan individu-

individu yang dipimpin.5

Nabi Muhammad tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan

menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau

wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum

muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah tidak lama setelah

beliau wafat, belum lagi jenazahnya dimakamkan sejumlah tokoh Muhajirin

3Fuad Nashori, Psikologi Kepemimpinan, (Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2009) h. 3.

4Ibid.,h. 5.

5Kartini Kartono, op.cit., h. 5.

3

dan Anshor berkumpul dibalai kota Bani Sa’idah. Mereka

memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah

berjalan cukup lama karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun

Anshor sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin. Namun dengan

semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi akhirnya Abu Bakar terpilih.

Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar disebut Khalifah

Rasulillah. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat

untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin dan

kepala pemerintahan.6

Pemilihan dan penetapan Abu Bakar sebagai pemimpin dilakukan

secara demokratis. Pencalonannya dilakukan oleh Umar bin Khatab

kemudian disetujui oleh semua umat Islam. Cara ini dilakukan karena

Rasulullah tidak menunjuk pengganti.7

Berdasarkan pengalaman sejarah, beragam latar belakang yang

dialami oleh para pemimpin Islam sebelum mereka menduduki kursi

kepemimpinan. Rasulullah memimpin umat Islam atas perintah Allah

secara langsung dengan diutusnya beliau menjadi Nabi dan selanjutnya

beliau memperoleh bai’at (janji setia) dari para sahabat. Selanjutnya, para

shahabat radhiyallahu ‘anhum yang terpilih menjadi pemimpin pertama

yang menggantikan beliau setelah wafat adalah Abu Bakar Ash-shiddiq.8

Ada beberapa faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai

pemimpin, yaitu:

1. Menurut pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah

(pemimpin) haruslah berasal dari suku Quraisy; pendapat ini didasarkan

pada hadits Nabi Muhammad yang berbunyi "al-aimmah min Quraisy"

(kepemimpinan itu di tangan orang Quraisy).

6Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2008), h. 35. 7Didin Saefuddin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007),

Cet. I, h. 33. 8Fuad Nashori, op. cit., h. 14.

4

2. Sahabat sependapat tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai

pemimpin karena beberapa keutamaan yang dimilikinya, antara lain adalah

laki-laki dewasa pertama yang memeluk Islam, satu-satunya sahabat yang

menemani Nabi Muhammad SAW pada saat hijrah dari Makkah ke

Madinah dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, beliau ditunjuk oleh

Rasulullah untuk mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan Abu

Bakar keturunan bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.

3. Beliau sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama

maupun kekeluargaan.9

Abu Bakar dikenal dengan beberapa julukan di antaranya adalah Ash-

Shiddiq yang artinya jujur dan membenarkan, karena beliau selalu mengakui

dan membenarkan Nabi Muhammad dalam segala hal yang beliau

sampaikan. Selain itu sifat Ash-shiddiq selalu menghiasi setiap ucapan dan

tingkah lakunya sehari-hari. Kemuliaan dan keutamaan sifat-sifat Abu

Bakar membuat bangga para ahli ilmu. Mereka tak dapat menentukan, dari

mana harus memulai membahas sifat-sifat utamanya, karena semua dirinya

dan segala yang tampak padanya adalah keutamaan.

Dengan demikian, dapat digambarkan bahwa Abu Bakar memiliki

salah satu sifat utama yang akan senantiasa diingat ketika seseorang

menyebutkan namanya Ash-shiddiq. Itulah sifat yang tidak akan pernah bisa

dilepaskan dari dirinya. Sifat Ash-shidq (jujur) dan Ash-shiddiq (jujur dan

membenarkan) telah menjadi bagian dirinya. Jika nama Abu Bakar

disebutkan, sifat jujur pasti disertakan. Keimanan tak dapat dilepaskan dan

keduanya melekat pada sosok Abu Bakar.10

Pernyataan tersebut menunjukan bahwa Abu Bakar merupakan sosok

yang jujur, dan memiliki keimanan yang kuat yang melekat pada dirinya.

9Mohd Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1995), h. 77. 10

Musthafa Murad, Kisah Hidup Abu Bakar Al-Shiddiq, (Jakarta: zaman, 2009), Cet.

I, h. 31.

5

Implikasinya terhadap pendidikan Islam adalah dalam pendidikan

sangatlah penting adanya sifat kejujuran, dimana kejujuran seorang pendidik

itu dapat membentuk karakter siswa untuk lebih baik.

Sebagai pemimpin sekaligus sebagai pendidik umat, kepemimpinan

Abu Bakar banyak mengandung nilai-nilai pendidikan antara lain kejujuran,

keberanian, dan lain sebagainya. Hal ini terlihat ketika pidato pertamanya

setelah diangkat menjadi khalifah berbuyi:

Aku diangkat menjadi pemimpin kalian, bukan berarti aku orang yang

terbaik dari kalian. Kalau aku memimpin dengan baik, maka bantulah aku.

Jika aku salah, maka hendaklah kalian meluruskanku. Kejujuran adalah

amanat dan kebohongan adalah khianat. Orang lemah diantara kalian adalah

orang kuat menurut pandanganku sampai aku menunaikan apa yang menjadi

haknya. Orang kuat diantara kalian adalah orang lemah menurut

pandanganku hingga aku menggambil hak darinya.11

Gaya pidato kepemimpinan yang dilakukan Abu Bakar As-shiddiq

tersebut, memiliki implikasi terhadap pendidikan Islam, bahwa para

pendidik yang berfungsi sebagai pemimpin hendaklah bersikap jujur

terhadap anak didiknya. Maka guru yang jujur adalah salah satu alternatif

yang sangat baik dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan Islam.

Pemaparan seperti diataslah yang melatarbelakangi penulis merasa

tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam lagi tentang sosok

kepribadian dan karakter kepemimpinan Abu Bakar Ash-shiddiq.

Dari latar belakang masalah diatas, penulis menuangkan dalam bentuk

skripsi yang berjudul “KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ

DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG

DI DALAMNYA”.

B. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan penelitian ini lebih terarah dan tidak melebar jauh

dari ruang lingkup penelitian, maka penulis membatasi masalah ini pada

11

Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah,

(Jakarta: Pustaka AL-Kautsar, 2007), Cet. 3, h. 8.

6

kepemimpinan Abu Bakar Ash-shiddiq dan nilai-nilai pendidikan Islam

yang terkandung di dalamnya.

C. Perumusan Masalah

Dengan berpijak dari pemaparan latar belakang masalah yang telah

diuraikan diatas, maka inti yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini

adalah:

1. Bagaimanakah kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq?

2. Nilai-nilai pendidikan Islam apa sajakah yang terkandung dalam

kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq?

3. Bagaimanakah implementasinya terhadap pendidikan?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan utama dari penelitian penulisan skripsi ini adalah penulis

ingin menjelaskan kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan nilai-nilai

pendidikan Islam yang terkandung di dalamnya.

2. Manfaat Penelitian

a. Memperbanyak khazanah pengetahuan di lingkungan lembaga pendidikan

khususnya dalam pendidikan islam.

b. Menambah khazanah kepustakaan dalam meneliti dan memahami

kepemimpinan Abu Bakar dan nilai-nilai pendidikan Islam.

c. Memberikan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai kepemimpinan

Abu Bakar Ash-shiddiq dan nilai-nilai pendidikan Islam.

E. Metodelogi Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian skripsi ini adalah

metode deskriptif analisis, yaitu penulis menganalisis masalah yang akan

dibahas dengan cara mengumpulkan data-data kepustakaan, yaitu membaca,

meneliti, menelaah, menghimpun dan menganalisa beberapa literature dan

7

kepustakaan yang ada relevansinya dengan masalah yang akan dibahas

dalam penyusunan skripsi ini.

Sumber data yang penulis gunakan adalah buku-buku yang berkaitan

dengan topik pembahasan skripsi, buku-buku tersebut antara lain:

1. Ibrahim al-Quraibi, Tarikh Khulafa’, Jakarta: Qhisti Press, 2009.

2. Husain Muhammad Haikal, Khalifah Rasulullah Abu Bakar Ash-Shiddiq,

Solo CV. Pustaka Mantiq, 1994.

3. Ali Muhammad Ash-shalabi, Biografi Abu Bakar As-shiddiq, Jakarta:

Pustaka Al-kausar, 2013.

4. Al- Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang

Agung, Jakarta: Darul Haq, 2011.

5. Misbah Em Majidy, Abu Bakar The 1st Khalifah, Bandung: PT. Sygma

Examedia Arkanlema, 2013.

8

BAB II

RIWAYAT HIDUP ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ

A. Riwayat Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq Sebelum Masuk

Islam

1. Nama, Nasab, Kuniyah dan Laqab Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar lahir di Mekkah dua tahun beberapa bulan setelah tahun

Gajah. Namanya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka‟ab

bin Sa‟ad bin Taim bin Murrah bin Ka‟ab bin Lu‟aib bin Ghalib Al-Qurasyi

At-Taimi. Nasab Abu Bakar Ash-Shiddiq bertemu dengan nasab Nabi

Muhammad pada kakek keenam yaitu Murrah bin Ka‟ab.1

Ia memiliki nama Kuniyah Abu Bakar (Bakr), dari kata, “Al-Bakr”

yang artinya adalah unta yang muda dan kuat. Bentuk jamaknya adalah,

“Bikar” dan “abkur”. Orang Arab menyebut Bakr, yaitu moyang sebuah

kabilah yang besar.

Abu Bakar Ash-Shiddiq memiliki sejumlah nama laqab atau julukan

yang kesemuanya menunjukan pengertian luhurnya derajat dan kedudukan

serta kemuliaan jejak langkah dan nasab. Diantaranya adalah Al-‘Atiq dan

Ash-Shiddiq.

Rasulullah SAW menyifatinya dengan “Atiq bin An-nar” (orang yang

terbebas dari api neraka), sehingga dia lebih dikenal dengan nama “Atiq”.

1Ali Muhammad Ash-Shalabi, Biografi Abu Bakar As-shiddiq, (Jakarta: Pustaka Al-

kausar, 2013), h. 22.

9

Ada yang mengatakan bahwa ia dipanggil dengan Atiq karena kebagusan

rupanya. Sedangkan gelar Shiddiq, nama julukan ini diberikan oleh

Rasulullah kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq karena ia selalu membenarkan

dan mempercayai Rasulullah. Umat bersepakat atas julukan Ash-Shiddiq

bagi Abu Bakar, karena ia senantiasa langsung membenarkan dan

mempercayai Rasulullah tanpa pernah ia bersikap agak bimbang serta

senantiasa berkomitmen pada kebenaran dan kejujuran, tanpa pernah

melakukan hal-hal yang tidak baik.2

2. Kelahiran, Gambaran dan Ciri Fisik Abu Bakar Ash-Shiddiq

Ulama sudah tidak berselisih lagi bahwa Abu Bakar dilahirkan setelah

tahun gajah. Namun mereka masih berselisih mengenai kapan persisnya

kelahiran Abu Bakar. Ada sebagian ulama mengatakan, bahwa Abu Bakar

lahir tiga tahun setelah tahun gajah. Ada pula yang mengatakan, dua tahun

enam bulan setelah tahun gajah. Dan ada pula yang mengatakan dua tahun

beberapa bulan setelah tahun gajah, tanpa menyebutkan jumlah bulannya

secara spesifik.

Abu Bakar tumbuh dan berkembang dengan mulia dan baik dalam

asuhan kedua orang tua yang memiliki kehormatan, kedudukan dan

kemuliaan di tengah kaumnya. Hal ini menjadi salah satu faktor yang

menjadikan Abu Bakar tumbuh dan berkembang sebagai sosok yang

terhormat, mulia dan memiliki kedudukan penting di tengah kaumnya.

Adapun mengenai gambaran dan ciri-ciri fisik Abu Bakar, maka ia

dideskripsikan sebagai sosok yang bertubuh kurus dan berkulit putih.

Aisyah menerangkan ciri fisik Abu Bakar dengan mengatakan, “beliau

berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggang, wajahnya selalu

berkeringat, berkening lebar memiliki urat tangan yang tampak menonjol

2Ibid., h. 24.

10

dan selalu mewarnai jenggotnya dengan memakai daun pacar maupun daun

pohon al-katam.3

3. Keluarga Abu Bakar Ash-Shiddiq

Bapaknya adalah Utsman bin Amir bin Amr dan memiliki nama

kuniyah Abu Quhafah. Ia masuk Islam pada Fathu Makkah. Ibunda Abu

Bakar adalah Salma binti Shakhr bin Amr bin Ka‟ab bin Sa‟ad bin Taim.

Nama kuniahnya adalah Ummu Al-Khair.

Ia menikahi dengan empat isteri yang memberinya tiga anak laki-laki

dan tiga anak perempuan. Para isteri Abu Bakar itu adalah; Qutailah binti

Abd Al-Uzza bin Sa‟ad bin Jabir bin Malik, Ummu Ruman binti Amir bin

Uwaimir, Asma‟ binti „Umais bin Ma‟bad bin Al-Harits dan Habibbah binti

Kharijah. Dalam pernikahannya Abu Bakar memperoleh tiga orang laki-laki

dan dua orang perempuan yang diantaranya; Abdurrahman bin Abu Bakar

Ash-Shiddiq, Abdullah bin Abu Bakar Ash-Shiddiq, Muhammad bin Abu

Bakar Ash-Shiddiq, Asma binti Abu Bakar, Ummu Kultsum binti Abu

Bakar. Itulah keluarga Abu Bakar yang diberkahi dan dimuliakan oleh Allah

dengan Islam.4

4. Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam Masyarakat Jahiliyah

Sejak kecil Abu Bakar hidup seperti layaknya anak-anak lainnya di

kota Mekah. Tatkala usianya menginjak masa dewasa, kemudian beliau

berdagang sebagai penjual kain. Sebagai seorang pedagang kain, Abu Bakar

sangat berhasil dalam usahanya sehingga memperoleh keuntungan yang

besar. Keberhasilan usaha dagangnya disebabkan oleh kepribadian dan

akhlaknya yang mulia, sehingga sangat disenangi orang.5

3Al- Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang Agung,

(Jakarta: Darul Haq, 2011), Cet. VIII, h. 5. 4Ali Muhammad Ash-Shalabi, op. cit., h. 28.

5Husain Muhammad Haikal, Khalifah Rasulullah Abu Bakar Ash-Shiddiq, (Solo:

CV. Pustaka Mantiq, 1994), Cet. 1, h. 33.

11

Abu Bakar hidup di Mekah al-Mukkaramah dan tidak pernah

meninggalkan kota suci itu kecuali untuk urusan dagang. Ia tumbuh sebagai

pemuda berakhlak mulia dan memiliki kepribadian yang baik. Selain itu

mempunyai harta yang banyak, mempunyai karisma, kebaikan dan

keutamaan diantara kaumnya. Abu Bakar memberi sesuatu pada orang yang

tidak memilikinya serta kedudukannya tidak bisa dianggap remeh. Abu

Bakar dikenal sebagai seorang yang mulia, jujur, baik, pemurah, baik

ditengah kaum maupun keluarganya. Semua penduduk Mekkah mengakui

hal tersebut.

Imam Nawawi menjelaskan, Abu Bakar adalah pemimpin kaum

Quraisy di masa Jahiliyah, beliau selalu dilibatkan dalam musyawarah, dan

dicintai kaumnya. Ketika Islam datang, Abu Bakar meninggalkan segalanya.

Ia masuk Islam secara sempurna, senantiasa menambah wawasannya,

menambah kebaikannya sampai beliau meninggal dunia.6

Pada masa jahiliyah, Abu Bakar termasuk salah satu orang Quraisy

yang terkemuka, terhormat dan salah satu tokoh terkenal baik. Sebelum

munculnya Islam, kemuliaan dan kehormatan di kalangan Quraisy berada di

tangan sepuluh orang dari sepuluh marga. Dan beliau keturunan dari bani

Taim, Abu Bakar adalah orang yang memegang jabatan yang megurusi al-

asynaq, yaitu diyat dan denda. Jika ia mengambil alih suatu beban

tanggungan diyat atau denda, lalu ia meminta bantuan kepada kaum

Quraisy untuk ikut menanggungnya, maka mereka mempercayainya dan

meluruskan pengambil alihan tersebut. Namun jika orang lain selain Abu

Bakar yang mengambil alih, maka mereka tidak mau membantu. Dalam

masyarakat jahiliyah, Abu Bakar termasuk salah satu orang terkemuka,

terhormat, terpandang dan terbaik.

Abu Bakar dikenal dengan sejumlah hal yang diantaranya adalah:

1. Ilmu pengetahuan tentang nasab

Abu Bakar termasuk salah satu ahli nasab dan pakar tentang berita

bangsa Arab. Dalam hal ini, ia memiliki catatan pengalaman dan

6Ibrahim al-Quraibi, Tarikh Khulafa’, (Jakarta: Qhisti Press, 2009), Cet. I h. 110.

12

kapabilitas yang cukup besar, sehingga menjadikan dirinya master atau

guru bagi banyak para pakar nasab seperti Uqail bin Abu Thalib dan

yang lain.

2. Perniagaaan

Pada masa sebelum Islam, Abu Bakar adalah seorang saudagar.

Beliau masuk ke Bushra dari negeri Syam untuk berniaga. Ia terbiasa

melintang menjelajahi negeri-negeri yang ada. Ia memiliki modal

sebesar empat puluh ribu dirham. Pada masa sebelum Islam Abu Bakar

adalah sosok yang dikenal sangat dermawan.

3. Familiar, menarik, bersahabat dan disukai banyak orang

Ibnu Ishaq dalam As-Sirah menuturkan, bahwa mereka sangat

menyukai Abu Bakar dan senang kepadanya. Mereka mengakui bahwa

beliau adalah sosok yang memiliki keutamaan yang agung dan akhlak

yang mulia.

4. Tidak pernah meminum minuman keras

Abu Bakar termasuk orang yang paling menjaga kehormatannnya,

sampai beliau mengharamkan minuman keras atas dirinya sendiri

sebelum Islam.

5. Tidak menyembah berhala

Abu Bakar sama sekali tidak pernah menyembah berhala. Beliau

berkata ditengah-tengah sekumpulan para sahabat, “Aku sama sekali

tidak pernah menyembah berhala, bahkan sampai aku mulai menginjak

akil baligh.7

Demikianlah Abu Bakar dengan keutamaan-keutamaan yang ada pada

dirinya. Beliau dikenal sebagai orang yang rendah hati, pemaaf dan

dermawan. Beliau juga paling mengerti dengan garis keturunan Arab.

Kejujuran, kesucian hatinya serta sikap yang luwes terhadap orang lain

membuat ia sukses dalam berbisnis. Abu Bakar telah mengharamkan khamr

atas dirinya, beliau tidak pernah meminum minuman haram tersebut setetes

pun selama hidupnya. Baik pada masa jahiliyah, maupun setelah beliau

7Ali Muhammad Ash-Shalabi, op. cit., h. 36.

13

memeluk agama Islam. Abu Bakar juga sama sekali tidak pernah sujud di

hadapan berhala.

Betapa mulianya Abu Bakar, sosok yang memiliki nilai-nilai yang

luhur, akhlak terpuji, watak dan karakter yang mulia dalam masyarakat

Quraisy sebelum Islam.

B. Riwayat Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq Setelah Masuk Islam

1. Keislaman Abu Bakar Ash-Shiddiq

Keislaman Abu Bakar adalah hasil dari sebuah perjalanan yang

panjang dalam usaha mencari agama yang benar dan selaras dengan fitrah

yang lurus dan mampu memenuhi dan hasrat spiritualnya serta sesuai

dengan akal yang cerdas serta daya fikir yang tajam. Abu Bakar termasuk

orang yang menjaga diri di masa jahiliyah. Dia tidak pernah bersujud

kepada berhala dan bahkan berusaha mencari agama yang benar dan sesuai

dengan fitrah yang suci. Dengan profesinya sebagai pedagang, beliau sering

melakukan perjalanan jauh ke berbagai wilayah. Dalam perjalananya inilah

beliau selalu berhubungan dengan penganut berbagai agama demi mencari

agama yang paling benar sesuai fitrah manusia.8

Pengetahuan dan wawasan Abu Bakar yang mendalam serta

hubungannya yang sangat kuat dengan nabi adalah faktor signifikan yang

memotivasi dirinya untuk langsung memenuhi dan menerima dakwah Islam

melalui Nabi Muhammad. Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran

yang dibawa oleh nabi Muhammad. Dikarenakan sejak kecil, ia telah

mengenal keagungan Rasulullah Saw. Beliau dikenal sebagai sosok yang

ramah, jujur, halus, santun dan penuh kesopanan serta memiliki watak dan

kepribadian yang baik dan mulia. Ia tidak segan untuk menumbuhkan

segenap jiwa dan harta bendanya untuk Islam.9

8Ibid., h. 42.

9Ibid., h. 42.

14

Suatu kisah seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas‟ud yang

diceritakan sendiri oleh Abu Bakar, tentang bagaimana Abu Bakar ash-

shiddiq memeluk agama Islam.

Aku menemui seorang ahli kitab. Ketika ahli kitab ini melihatku, dia

berkata „Tampaknya kau berasal dari Haram.‟Aku berkata “Ya, aku dari

Haram.” Kemudian ahli kitab itu berkata “Tampaknya kau berasal dari suku

Quraisy?” Aku berkata “Ya.” Kemudian dia berkata “Tampaknya kau

berasal dari Bani Taim?” Aku berkata “Ya.” Orang tua itu terus

menyambung katanya, “Ada satu hal yang hendak aku tanyakan darimu,

yaitu tentang diri tuan sendiri. Apakah tak keberatan jika aku lihat

perutmu?” “Aku menolak dan bertanya” “Kau harus memberitahuku dulu,

kenapa aku harus melihatkan perutku?” Kemudian dia berkata padaku “aku

membaca di dalam kitab suci, bahwa seorang nabi akan diutus di Haram,

dan dua orang akan bersama nabi ini dan menolongnya di sepanjang waktu.

Yang satu adalah anak muda, dan yang kedua adalah orangtua paruh baya.

Dan untuk orang yang paruh baya, tubuhnya kurus dan punya kulit yang

sangat putih. Dia punya tanda di atas perutnya, dia juga punya tanda di paha

kirinya. Aku telah melihat semua tanda yang tersembunyi. Tunjukkan aku

perutmu. Aku menunjukkan perutku dan melihat ada tanda di atas perutku.

Dia bersumpah demi Tuhan dari Ka‟bah aku bersumpah demi Tuhan dari

Ka‟bah bahwa kaulah orangnya yang telah disebutkan dalam kitab suci

kami. Kemudian dia memberiku nasihat yang baik. Dan setelah

menyelesaikan pekerjaanku, aku meninggalkan Yaman dan berjalan menuju

Makkah al- Mukarramah, dan aku menunggu kedatangan nabi terakhir ini.”

Dan ketika dia tahu bahwa nabi terakhir ini tidak lain tidak bukan

adalah teman masa kecilnya, yaitu Muhammad bin Abdullah. yang telah

menerima wahyu dari Allah, maka tanpa keraguan sedikit pun, Abu Bakar

langsung beriman dan mengucapkan kalimat La ilaha ilallah muhammadar

rasulullah.10

10

http://www.lampuislam.blogspot.com/2013/08/besarnya-cinta-abu-bakar-ash-

shiddiq-ra.html.Diakses pada 16 Maret 2014.

15

Tak ada yang membantah, Abu Bakar tergolong pembesar Quraisy di

masa Jahiliyah ditengah kaumnya, Abu Bakar dicintai dan terpandang dan

punya kedudukan tinggi, karena beliau memiliki akhlak dan etika terpuji,

menjauhi adat-adat buruk Jahiliyah yang dilakukan kebanyakan orang.

Karakter yang Abu Bakar miliki mendorongnya untuk langsung menerima

dakwah baru dari Nabi Muhammad dengan semangat dan penuh kerinduan.

Ia seakan mendapatkan mutiaranya yang hilang dan selama ini dinantikan.

Abu Bakar termasuk orang yang pertama kali menyambut dan memeluk

Islam, membawa panjinya, dan bahu membahu mendakwahkannya bersama

Nabi Muhammmad. Abu Bakar memiliki peranan yang besar dalam

keislaman beberapa sahabat yang lain.

Imam Nawawi menjelaskan, bahwa Allah-lah yang menamakan Abu

Bakar melalui lisan Nabi Muhammmad, dengan Nama ash-Shiddiq. Alasan

pemberian nama itu adalah karena Abu Bakar segera membenarkan dan

terus membenarkan Rasulullah. Abu Bakar tidak pernah menunda-nunda

atau menangguhkannya dalam kondisi apapun. Dalam sejarah Islam Abu

Bakar telah menorehkan kisah-kisah cemerlang.11

2. Dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq

Sejak hari pertama Abu Bakar sudah bersama-sama dengan

Muhammad melakukan dakwah demi agama Allah. Keakraban

masyarakatnya dengan dia, kesenangannya bergaul dan mendengarkan

pembicaraannya, besar pengaruhnya terhadap muslimin yang mula-mula

dalam Islam itu. yang mengikuti jejak Abu bakar menerima Islam ialah

Usman bin Affan, Abdur-Rahman bin auf, Talha bin ubaidillah, Sa‟ad bin

abi waqqas dan zubair bin awam. sesudah mereka yang kemudian menyusul

masuk Islam atas ajakan Abu Bakar ialah Abu ubaidah bin jarrah dan

banyak lagi yang lain dari penduduk mekah.

Abu Bakar membawa para sahabat yang mulia tersebut satu persatu

secara sendiri-sendiri, lalu masuk Islam dihadapan Rasulullah. Maka mereka

11

Ibrahim al-Quraibi, Tarikh Khulafa’, (Jakarta: Qhisti Press, 2009), Cet. I, h. 112.

16

pun menjadi tiang dan pilar-pilar yang menjadi penyangga pertama dan

utama untuk dakwah Islam. Mereka adalah tokoh-tokoh yang menjadi bekal

pertama dan utama dalam menguatkan dan memperkokoh posisi Rasulullah.

Jejak dan catatan Abu Bakar begitu besar ditengah kaum dan klannya. Abu

Bakar adalah sosok yang disukai dan dicintai kaumnya, familiar, bersahabat,

mudah diterima, lembut, ramah, orang Quraisy yang paling pakar tentang

nasab Quraisy, bahkan ia adalah pakar nasab yang tidak ada duanya pada

zamannya. Abu Bakar adalah sosok pemimpin dan pemuka yang dihormati,

dermawan dan gemar membantu. Beliau biasa menyediakan jamuan bagi

para tamu dalam bentuk yang tidak ada seorangpun yang melakukannya.

Disamping itu beliau adalah sosok yang memiliki lisan yang fasih.12

Demikian setianya Abu Bakar kepada Nabi Muhammad dan agama

Islam, sehingga seluruh kekuatan yang dimilikinya semua dikerahkan untuk

kepentingan dan kejayaan Islam. Ini tidak hanya ketika ia berada di kota

Mekah, tetapi juga pada periode Madinah. Jasa beliau sangat banyak dalam

upaya pengembangan ajaran Islam di kota Madinah, terlebih saat ia terpilih

sebagai seorang pemimpin Islam yang pertama, yang menggantikan

kedudukan Nabi Muhammad sebagai pemimpin umat Islam.

3. Ujian dan Cobaan yang Dialami Oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq

Seiring berjalannya waktu Abu Bakar terus memotivasi Rasulullah

untuk berdakwah secara terbuka hingga akhirnya Rasulullah menyetujui

gagasan Abu Bakar untuk berdakwah secara terbuka dihadapan kaumnya.

Rasulullah beserta para sahabatnya kemudian pergi kemasjid haram untuk

mensyiarkan risalah Islam. Ditempat tersebut Abu Bakar mengatakan

dihadapan publik, menjelaskan inti ajaran Islam dan mengajak kaumnya

memeluk agama mulia ini.

Utbah bin Rabi‟ah salah seorang diantara kerumunan itu sangat geram

mendengar perkataan Abu Bakar. Ialu menemui putra Abu Quhafah ini yang

berada persis di samping Rasulullah. Dia mencaci Abu Bakar dan

12

Ali Muhammad Ash-Shalabi, op. cit., h. 47.

17

Rasulullah, bahkan sempat menarik sorban beliau. Melihat hal tersebut, Abu

Bakar dengan keras mencegah Utbah. Benturan fisik diantara keduanya pun

terjadi. Utbah menghantamkan dua sandalnya ke wajah Abu Bakar, wajah

Abu Bakar dipukul terus terusan hingga wajah Abu Bakar membengkak

hingga tidak diketahui lagi bentuk hidungnya darah pun mengalir di

wajahnya mata hitam Abu Bakar mulai terlihat sayu dan ia pun jatuh

pingsan selang berapa saat datanglah segerombolan kabilah Abu Bakar,

kabilah Bani Tamim salah satu kabilah yang besar di kalangan kaum

Quraisy mereka sangat marah, mereka menyangka Abu Bakar takkan

tertolong lagi dan membawanya terlebih dahulu kerumahnya dirumah Abu

Bakar, mereka mengatakan pada Ibunya “jika dia hidup, maka berilah dia

makan dan minum” kemudian mereka segera berlalu orang-orang dari Bani

Tamim tadi langsung mencari dan mendatangi Utbah dan memberi

ancaman. “jika Abu Bakar sampai meninggal, kami akan menuntut balas

atas kematiannya!!” ucap mereka disana, Abu Bakar baru saja siuman, dan

kalimat pertama yang terucap di mulutnya adalah “apa yang terjadi pada

Rasulullah ?” mendengar ucapan anaknya yang masih lemas itu sang Ibu

berkata “apakah kamu masih mengingatnya ?” dengan pelan Abu Bakar

menjawab "demi Allah, aku tidak akan makan atau minum apapun hingga

jiwaku tenang dengan keadaan Rasulullah” Abu Bakar memohon pada

Ibunya yang saat itu belum masuk Islam agar menemui Fatimah binti Al-

Khattab untuk menanyakan kabar Rasulullah “Ibu, pergilah ke tempat

Ummu Jamil Fatimah binti Al-Khattab dan buatlah diriku tenang dengan

menanyakan kabar Rasulullah padanya” sang Ibu pun memenuhi

permohonan anaknya ia pergi ke tempat Fatimah binti Al-Khattab. Abu

Bakar pun bertanya, “Bagaimana keadaan Rasulullah?, lalu Fatimah

menjawab “dia baik-baik saja” meyakinkan Abu Bakar “demi Allah, aku

tidak akan makan dan minum hingga aku melihat Rasulullah sendiri”

ucapnya sambil mencoba berdiri “tunggulah sebentar” ucap Fatimah melihat

Abu Bakar yang sedang berusaha berdiri Abu Bakar pun mulai melangkah

namun ia terlalu lemah sehingga tak bisa berjalan karena kemauannya yang

18

keras akhirnya Abu Bakar bersandar pada keduanya hingga sampai di rumah

Al-Arqam bin Abi Arqam Abu Bakar sendiri yang mengetuk pintu begitu

pintu terbuka terlihatlah Nabi yang dipertanyakannya itu Nabi merasa iba

melihat keadaan Abu Bakar, kemudian beliau menuntunnya dan

memeluknya Melihat Rasulullah yang khawatir dan kasihan padanya, Abu

Bakar berkata “Demi Allah wahai Rasulullah, aku ini tidaklah apa-apa,

hanya wajahku saja yang terluka” lirihnya Rasulullah melihat luka

diwajahnya. Nabi pun merasa kasihan dan kemudian berdoa untuknya Abu

Bakar kemudian berkata “ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia

memberikan petunjuk kepada Ibuku!” Rasulullah pun berdoa “ya Allah,

berikanlah petunjuk kepada Ibu Abu Bakar.” 13

Begitulah perjuangan Abu Bakar setelah menyatakan dirinya masuk

Islam, Abu Bakar menjadi sahabat Rasulullah yang berperan sangat besar

dalam penyebaran risalah Islam. Sikapnya yang selalu membela dan

mendampingi Rasulullah dari berbagai intimidasi dan hinaan kaum

musyrikin, pengorbanan beliau dalam menginfakkan hartanya di jalan Allah,

membebaskan budak muslim dari siksaan kaum musyrik, infak beliau dalam

persiapan jihad di jalan Allah, keberaniannya dalam berbagai pertempuran

dan peperangan, perjalanan beliau menemani Rasululah dalam hijrahnya

menuju Madinah, penderitaan yang dialaminya dalam peristiwa tersebut

tidak pernah menyurutkan semangat kesetiaannya terhadap Nabi

Muhammad dan agama yang dibawanya. Abu Bakar belajar bahwa Islam

adalah amal, dakwah dan jihad. Keimanan baginya tak hanya cukup dengan

sekedar percaya belaka, namun lebih dari itu keimanan takkan pernah

sempurna sehingga seorang muslim menyerahkan dirinya sepenuhnya

kepada Allah SWT.

4. Pembelaan Abu Bakar Ash-Shiddiq kepada Rasulullah.

Diantara sifat Abu Bakar yang menjadi kelebihan dan tipikalnya

adalah pemberani. Ia adalah sosok yang tidak takut kepada siapapun dalam

13

Ibid., h. 49.

19

menegakkan kebenaran. Ia sama sekali tidak akan terganggu oleh celaan

orang yang mencela dalam usaha membela agama Allah, bekerja untuk

kepentingan agama-Nya dan dalam membela Rasul-Nya. Keberanian Abu

Bakar ini tergambar ketika Uqbah Ibn Abi Mu‟ith mencekik Nabi

Muhammad saat berada di dalam ka‟bah. Imam Bukhari meriwayatkan

hadis Urwah ibnu Zubair yang bertanya kepada Abdullah ibn Amr ibn Ash,

“ceritakan kepadaku tentang kelakuan paling kasar dari orang musyrik

terhadap nabi Muhammad Saw.”14

Abdullah ibn Amr menjawab, ketika beliau melakukan shalat di dalam

ka‟bah, tiba-tiba datang Uqbah ibn Abi mu‟ith meletakan selendang di leher

Nabi Muhammad dan menariknya dengan kuat tak berselang lama, Abu

Bakar datang beliau pun memegang pundak Uqbah untuk menyelamatkan

nabi Muhammad Saw.

Abu Bakar berkata kepadanya dengan membaca sebuah ayat dalam

surat Al-Mu‟min ayat 28, yang artinya: “Akankah kalian membunuh laki-

laki yang mengatakan Allah adalah Tuhanku dan datang pada kalian dengan

bukti dari Allah.” Lalu mereka pun berpaling dari Rasulullah dan ganti

mengeroyok Abu Bakar, memukulinya dan menjambak-jambak rambutnya.

Lalu mereka tidak meninggalkannya melainkan dalam keadaan bajunya

sobek-sobek semuanya.15

Abu Bakar telah menyirami hatinya dengan kecintaan kepada Allah

dan Rasul-Nya melebihi dirinya. Setelah masuk Islam, ia tidak lagi

mempedulikan apapun selain bagaimana supaya panji tauhid berkibar tinggi

meskipun seandainya harus di bayar mahal dengan nyawa.

Abu Bakar adalah orang yang pertama kali disakiti dan mengalami

penderitaan setelah Rasulullah, orang yang pertama kali membela

Rasulullah. Dan kisah tersebut menjadi sebuah potret jelas yang

menggambarkan tabiat konflik antara yang hak dan bathil, antara petunjuk

dan kesesatan dan antara keimanan dan kekafiran juga menggambarkan

14

Ibrahim al-Quraibi, Tarikh Khulafa’, (Jakarta: Qhisti Press, 2009), Cet. I, h. 141. 15

Ali Muhammad Ash-Shalabi, op. cit., h. 58.

20

penderitaan dan siksaan yang dialami Abu Bakar di jalan Allah. Potret

tersebut juga memberikan gambaran tentang ciri-ciri yang jelas tentang

kepribadian Abu Bakar yang tiada duanya.

C. Riwayat Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq Ketika Menjadi

Khalifah

1. Proses Pengangkatan Abu Bakar Menjadi Khalifah

Setelah kaum Muslimin dan para sahabat menyadari tentang wafatnya

Rasulullah SAW, maka Abu Bakar dikagetkan lagi dengan adanya

perselisihan faham antara kaum Muhajirin dan Anshar tentang siapa yang

akan menggantikan Nabi sebagai khalifah kaum Muslimin. Pihak Muhajirin

menghendaki dari golongan Muhajirin dan pihak Anshar menghendaki dari

golongannya yang memimpin. Situasi yang memanas ini pun dapat diatasi

oleh Abu Bakar, dengan cara menampilkan dua orang calon khalifah untuk

memilihnya yaitu Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah. Namun

keduanya justru menjabat tangan Abu Bakar dan mengucapkan baiat

memilih Abu Bakar.

Setelah Rasulullah wafat pada tahun 632 M, Abu Bakar terpilih

sebagai khalifah pertama pengganti Nabi Muhammad dalam memimpin

negara dan umat Islam. Waktu itu daerah kekuasaan hampir mencakup

seluruh Semenanjung Arabia yang terdiri atas berbagai suku Arab.

Ada beberapa faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai

khalifah, yaitu:

1. Menurut pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah

(pemimpin) haruslah berasal dari suku Quraisy; pendapat ini didasarkan

pada hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi “al-aimmah min

Quraisy” (kepemimpinan itu di tangan orang Quraisy).

2. Sahabat sependapat tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai

khalifah karena beberapa keutamaan yang dimilikinya, antara lain:

laki-laki dewasa pertama yang memeluk Islam, ia satu-satunya sahabat

yang menemani Nabi SAW pada saat hijrah dari Makkah ke Madinah

21

dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, ia yang ditunjuk oleh Rasulullah

untuk mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan ia keturunan

bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.

3. Beliau sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama

maupun kekeluargaan16

Sebagai khalifah Abu Bakar mengalami dua kali baiat. Pertama di

Saqifa Bani Saidah yang dikenal dengan Bai’at Khassah dan kedua di

Masjid Nabi (Masjid Nabawi) di Madinah yang dikenal dengan Bai’at

A’mmah.

Seusai acara pembaitan di Masjid Nabawi, Abu Bakar sebagai

khalifah yang baru terpilih berdiri dan mengucapkan pidato. la memulai

pidatonya dengan menyatakan sumpah kepada Allah SWT dan menyatakan

tidak berambisi untuk menduduki jabatan khalifah tersebut. Abu Bakar

selanjutnya mengucapkan:

“Aku diangkat menjadi pemimpin kalian, bukan berarti aku orang yang

terbaik dari kalian. Kalau aku memimpin dengan baik, maka bantulah aku.

Jika aku salah, maka hendaklah kalian meluruskanku. Kejujuran adalah

amanat dan kebohongan adalah khianat. Orang lemah diantara kalian

adalah orang kuat menurut pandanganku sampai aku menunaikan apa

16

Mohd Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1995), h. 77 17

22

yang menjadi haknya. Orang kuat diantara kalian adalah orang lemah

menurut pandanganku hingga aku mengambil hak darinya. Jika Allah

menghendaki. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah,

melainkan Allah akan menjadikan mereka hina dan dihinakan, tidaklah

perbuatan kotor menyebar di suatu kaum, melainkan Allah akan

menyebarkan malapetaka di tengah-tengah mereka. Untuk itu, taatilah aku

selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku melanggar perintah

Allah dan Rasul-Nya, maka kalian tidak wajib mentaatiku. Sekian dari

saya dan aku memohon ampunan kepada Allah dan kalian semua. Pidato

ini mencerminkan sifat dan karakter Abu Bakar dalam memaknai arti

sebuah kepemimpinan.”18

Kandungan pidato Abu Bakar tersebut adalah cermin nyata sifat

rendah hati Abu Bakar. Putra Abu Quhafah ini mengakui bahwa dirinya

bukanlah orang yang terbaik. Dalam pidatonya juga, menunjukkan garis

besar politik yang dilakukan Abu Bakar didalam pemerintahannya.

Didalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntunan ketaatan

rakyat, mewujudkan keadilan dan mendorong berjihad fisabilillah.

Abu Bakar berikrar untuk menegakkan nilai-nilai kejujuran dalam

segala hal. Beliau memberitakan kepada bawahannya bahwa keberhasilan

suatu pemimpin dan kemakmuran rakyatnya hanya bisa diwujudkan jika

seorang pemimpin bersikap jujur dalam menjalankan kepemimpinannya dan

ini merupakan pilar dasar untuk mewujudkan keberhasilan dan

kesejahteraan dalam berbangsa dan bernegara adalah menjunjung tinggi

kejujuran dan rasa keadilan serta menegakkannya diseluruh aspek

kehidupan.19

2. Masa Kepemimpinan Abu Bakar

Pada masa kepemimpinan Abu Bakar ini, pemerintah Islam banyak

mengalami ujian atau cobaan, baik internal maupun eksternal, yang dapat

mengancam berlangsungnya kelestarian agama Islam. Sejumlah masalah

seperti ridat atau kemurtadan dan ketidak setiaan, munculnya beberapa kafir

yang menyatakan dirinya sebagai Nabi, banyaknya orang-orang yang ingkar

18

Syaikh Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam, (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2007), Cet. I, h.8 19

Majidy, op. cit., h.143.

23

membayar zakat serta sejumlah pemberontakan kecil yang merupakan bibit-

bibit perpecahan. Namun berkat dari kepiawaian sang Khalifah semua

cobaan yang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik.

Kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar,

sebagaimana pada masa Nabi Muhammad SAW, bersifat sentral; kekuasaan

legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain

menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang

telah ditetapkan dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah. Meskipun demikian,

seperti juga Nabi Muhammad Shallallahu „Alaihi wasallam, Abu Bakar

selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah. Abu Bakar

selalu menyediakan kesempatan bagi kaum muslim untuk berunding dan

menentukan pilihan, inilah peradaban berpolitik dan bernegara beliau. Ia

adalah orang yang demokratis, dengan tetap berpedoman pada al-Qur‟an.20

Kebijakan politik yang dihadirkan oleh Abu Bakar pada masa

pemerintahannya merupakan sebuah era baru, babak perluasan dakwah

Islam setelah sepeninggal Rasulullah SAW dan dinilai sebagai sebuah

kemajuan yang signifikan. Maka penulis membagi kepada tiga hal penting

yang terjadi pembahasan masa tersebut, diantaranya:

a. Memerangi Kemunafikan dan Kemurtadan

Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu pertama, mereka

yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang

meninggalkan shalat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah. Hal

ini disebabkan adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW

wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi terputus. Dan mereka

merasa tidak terikat lagi dengan agama Islam lalu kembali kepada ajaran

agama sebelumnya. Tentang orang-orang yang mengaku dirinya nabi

sebenarnya fenomena ini sudah muncul pada masa Nabi, tetapi wafatnya

Nabi Muhammad mereka anggap sebagai kesempatan untuk tampil terang-

terangan. Diantara nabi palsu seperti Musailamah Al Kadzab dari Bani

20

Khalid, Muh. Khalid. Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik

Perihidup Khalifah Rasulullah. (Bandung: Diponegoro, 1985), h.25.

24

Hanifah, Tulaihah bin Khuwailid dari Bani As'ad Saj'ah Tamimiyah dari

Bani Yarbu, dan Aswad al-Insi dari Yaman.

Kedua, yaitu mereka yang ingkar zakat, mereka membedakan antara

shalat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat dan

mengeluarkannya. Mereka berpandangan bahwa zakat itu diberikan kepada

Nabi Muhammad. Oleh sebab itu setelah Nabi meninggal, hukum tentang

zakat tidak berlaku lagi.21

Dengan realita bahwa terdapat banyak pro-kontra dalam kekhalifahan

Abu Bakar pasca sepeninggal Nabi, maka tidaklah aneh jika dalam

pemerintahannya Abu Bakar lebih banyak terpakai untuk menstabilkan

politik dalam negeri, dengan adanya kemunculan nabi palsu ataupun

kelompok-kelompok yang murtad sepeninggal Nabi. Untuk menstabilkan

politik dalam negeri di Madinah Abu Bakar mengirim 11 panglima untuk

melakukan tugas tersebut, adapun panglima yang dimaksud adalah Khalid

bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah bin Abu Jahal, Syurahbil bin Hasanah,

Thuraifah bin Hajir, Amr bin Al-Ash, Khalid bin Said bin Al-„Ash, Al-Ala‟

bin Al-Hadhar, Hudzaifah bin Muhshin Al-Ghalfa‟i, Urfajah bin Hartsimah

dan Muhajir bin Abu Umayyah.

Pembagian pasukan ini sesuai dengan perencanaan yang strategis dan

memiliki makna penting, Meskipun kaum murtad berjumlah besar, tapi

pemurtadan mereka dapat diatasi tidak lebih dari masa tiga bulan saja hal ini

disebabkan karena: pertama, kaum murtad masih terpisah-pisah, semua

berada di negeri masing-masing, mereka tidak mampu untuk

menggalangkan persatuan karena tempat mereka yang berjauhan dan waktu

yang tidak memungkinkan untuk mereka menggalang persatuan. Kedua

kaum murtad tidak mengetahui bahaya kaum muslimin bagi mereka, dimana

kekuatan kaum muslimin mampu untuk memusnahkan seluruh kaum murtad

dalam beberapa bulan saja.22

21

Wahyu Ilaihi, Pengantar Sejarah Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2007), Cet. I, h. 84. 22

Ali Muhammad Ash-Shalabi, op. cit., h. 369.

25

Langkah berani khalifah Abu Bakar dalam memerangi kaum murtad

salah satunya yaitu melanjutkan rencana Rasulullah SAW untuk mengirim

pasukan Usamah yaitu pasukan umat Islam yang dipimpin Usamah bin Zaid

yang diperintahkan Rasulullah sebelum wafat untuk memerangi tentara

Romawi. Pada mulanya keinginan Abu Bakar ditentang oleh para sahabat

dengan alasan suasana dalam negeri sangat memprihatinkan akibat berbagai

kerusuhan yang timbul. Akan tetapi setelah ia meyakinkan mereka bahwa itu

adalah rencana Rasulullah SAW, akhirnya pengiriman pasukan itu pun

disetujui.

Langkah politik yang ditempuh Abu Bakar itu ternyata sangat

strategis dan membawa dampak yang positif. Pengiriman pasukan pada saat

negara dalam keadaan kacau menimbulkan interpretasi di pihak lawan

bahwa kekuasaan Islam cukup tangguh sehingga para pemberontak menjadi

gentar. Di samping itu, bahwa langkah yang ditempuh Abu Bakar tersebut

juga merupakan taktik untuk mengalihkan perhatian umat Islam dalam

perselisihan yang bersifat intern. Dan atas pertolongan Allah SWT Pasukan

Usamah berhasil menunaikan tugasnya dengan gemilang. Pasukan Usamah

mampu memukul mundur pasukan Romawi. Dengan keberhasilan pasukan

Usamah ini memberikan efek yang sangat bagus bagi kondisi politik dalam

Negeri dan luar Negeri daulah khilafah, diantaranya yaitu:

1. Menebar kehebatan Daulah Islamiyah di mata umat-umat lain.

Sampainya berita-berita kemenangan yang dicapai umat Islam dalam

memerangi kelompok orang-orang murtad kepada Persia dan Romawi

saat itu, maka kedua Negara ini melihat bahwa bangunan umat baru ini

(Islam) menentang fenomena yang muncul dan umat Islam telah berhasil

mengatasi ujian-ujian dan meredam gejolak yang terjadi di dalam

wilayahnya. Bagi Khalifah Abu Bakar, ini merupakan langkah untuk

menyebar kehebatan Daulah Islamiyah. Dan ini merupakan sebuah

potret gemilang jihad Islam.

2. Menyiapkan Jazirah Arab sebagai landasan ekspansi Islam.

Kepemimpinan pusat di Madinah dan medan perang adalah diatur oleh

26

pemimpin-pemimpin yang saling memahami, bekerja sama, saling

mencintai meskipun dipisahkan oleh jarak yang jauh. Akan tetapi,

keseimbangan yang indah antara peranan masing-masing pimpinan pusat

dan pemimpin medan perang adalah sangat jelas dan terang. 23

3. Perjalanan dakwah tidak terikat dengan siapapun dan kewajiban

mengikuti perintah Nabi Muhammad. Dalam kisah pengiriman pasukan

Usamah oleh khalifah Abu Bakar, kita bisa menemukan bahwa Khalifah

Abu Bakar menjelaskan dengan ucapan dan tindakan bahwa perjalanan

dakwah tidak akan terhenti meski dengan kematian pemimpin makhluk

dan imam para nabi dan Rasul Muhammad SAW. Khalifah Abu Bakar

membuktikan keberlanjutan perjalanan misi dakwah tersebut dengan

segera merealisasikan pemberangkatan misi militer pasukan Usamah.

4. Terjadinya perbedaan pendapat dan sudut pandang seputar perealisasian

misi militer pasukan Usamah namun tidak sampai mendorong mereka

kepada sikap saling benci, pertengkaran, saling menjauhi dan saling

memusuhi atau sampai mengakibatkan terjadinya konflik kekerasan di

antara mereka. Tidak ada satu orangpun yang tetap keras pada

pendapatnya ketika pendapatnya itu jelas telah terbukti keliru dan batil.24

5. Menghilangkan pemaksaan kepada umat-umat di wilayah yang dikuasai

Islam. Diantara simbol politik luar negeri yang dibangun oleh Khalifah

Abu Bakar adalah menghilangkan penindasan dari penduduk yang

wilayahnya dikuasai oleh Islam. Khalifah tidak memaksa seseorang dari

umat atau bangsa lain untuk mengikuti agamanya dengan kekerasan.25

Dari penjelasan yang terurai diatas, dapat disimpulkan bahwasannya

Khalifah Abu Bakar adalah seorang pemimpin yang tegas, adil dan

bijaksana. Langkah politik yang dijalaninya merupakan langkah strategis

dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam sehingga para

pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan

perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern.

23

Ibid., h. 494. 24

Ibid., h. 319. 25

Ibid., h. 626.

27

b. Penghimpunan al-Qur’an

Umar bin Khatab kawatir akan gugurnya para sahabat penghafal al

Qur‟an yang masih hidup, maka ia lalu datang kepada Abu Bakar

memusyawarahkan hal ini. Dalam buku-buku tafsir dan hadist percakapan

yang terjadi antara Abu Bakar, Umar dan Zaid bin Tsabit mengenai

pengumpulan al-Qur‟an di terangkan sebagai berikut:26

Umar berkata kepada Abu Bakar: “Dalam peperangan Yamamah para

sahabat yang hafal al-Qur‟an telah banyak yang gugur. Saya kawatir akan

gugurnya para sahabat yang lain dalam peperangan selanjutnya, sehingga

banyak ayat-ayat al-Qur‟an itu perlu di kumpulkan”. Abu Bakar menjawab:

“Mengapa aku harus melakukan sesuatu yang tidak di lakukan oleh

Rasulullah?"

Umar menegaskan: “Demi Allah! Ini adalah perbuatan yang baik”.

Dan ia berulang kali memberikan alasan-alasan kebaikan mengumpulkan al-

Qur‟an ini, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima

pendapat Umar itu.

Saat itulah khalifah mengutus Zaid bin Tsabit agar segera

mengumpulkan semua ayat-ayat suci al-Qur‟an. Kemudian Abu Bakar

memanggil Zaid bin Tsabit dan berkata kepadanya:

“Engkau adalah seorang yang cerdas yang ku percayai sepenuhnya.

Dan engkau adalah seorang penulis wahyu yang selalu di suruh oleh

Rasulullah. Oleh karena itu, maka kumpulkanlah ayat-ayat al Qur‟an itu”.

Zaid menjawab: “Demi Allah! Ini adalah pekerjaan yang berat bagiku.

Seandainya aku di perintahkan untuk memindahkan sebuah bukit, maka hal

itu tidaklah lebih berat bagiku dari pada mengumpulkan al-Qur‟an yang

engkau perintahkan itu”.

Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat al-Qur‟an itu Zaid bin Tsabit

bekerja amat teliti. Ia mengumpulkan al-Qur‟an dari daun, pelepah kurma,

tulang dan juga dari hafalan-hafalan para sahabat. Sekalipun beliau hafal al-

Qur‟an seluruhnya, tetapi untuk kepentingan pengumpulan al-Qur‟an yang

26

Ibid., h. 472.

28

sangat penting bagi umat Islam itu masih memandang perlu mencocokkan

hafalan atau catatan sahabat-sahabat yang lain dengan di saksikan oleh dua

orang saksi.

Dengan demikian al-Qur‟an seluruhnya telah di tulis oleh Zaid bin

Tsabit dalam lembaran-lembaran, dan di ikatnya dengan benar. Tersusun

menurut urutan ayat-ayatnya sebagaimana yang telah di tetapkan oleh

Rasulullah. Kemudian di serahkan kepada Abu Bakar. Setelah sepeninggal

Abu Bakar mushaf disimpan oleh Umar bin Khatab hingga dia wafat, dan

kemudian berada ditangan Hafshah binti Umar.27

c. Awal Perluasan Wilayah Islam

Perluasan wilayah yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu

Bakar merupakan pencapaian yang sukses dalam hal perluasan Daulah Islam

setelah apa yang dilakukan Rasulullah SAW, dan hal ini terlihat ketika

menaklukan wilayah-wilayah lain di masa permulaan khulafa’urasyidin.

Dan perluasan wilayah ini sesungguhnya bukan disandarkan pada

ketamakan melainkan, melindungi dakwah, menjamin keamanan dan

sebagai sarana menyebar pesan besar yang diemban kaum muslimin, yaitu

pesan pembebasan umat manusia dan mengarahkan mereka kepada keadilan

dan kebenaran

Adapun usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan

wilayah Islam Abu Bakar melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah

Arab. Daerah yang dituju adalah Irak dan Suriah yang berbatasan langsung

dengan wilayah kekuasaan Islam. Kedua daerah itu menurut Abu Bakar

harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan keamanan wilayah

Islam dari serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium. Untuk

ekspansi ke Irak dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan ke Suriah

dipimpin tiga panglima yaitu : Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan dan

Surahbil bin Hasanah.

27

Ibid., h. 473.

29

Memperluas wilayah penyebaran agama Islam ke Hiroh (dijadikan

pusat pertahanan dan ibu kota di luar Arab), Anbar dan Persia, Daumatul

Jandal, Yarmuk, Syam (pernah dikuasai tentara Romawi), dan Syria. Abu

Bakar menugaskan empat panglima perangnya untuk menguasai Syria dari

Romawi Timur yang dipimpin oleh Kaisar Heraklius. Mereka adalah Yazid

bin Abu Sufyan yang ditugaskan di Damaskus, Abu Ubaidah bin Jarrah

ditugaskan di Horns, Amr bin Ash ditugaskan di Palestina, dan Surahbil bin

Hasanah di Yordan.28

Masa kekhalifahan Abu Bakar merupakan masa peralihan yang sulit.

Dalam masa yang rumit ini, Abu Bakar harus menghadapi berbagai

kesulitan berat yang pada awalnya menimbulkan ketakutan di kalangan

kaum muslimin. Karena keimanan yang mantap dan pemberian taufiq dari

Allah SWT. Umat Islam di bawah kepemimpinan Abu Bakar dapat

mengatasi kesulitan besar yang dihadapi.

Dipandang dari hitungan waktu memang masa pemerintahan Abu

Bakar sangat singkat, tetapi apa yang dicapai Abu Bakar jauh melampaui

masa yang tersedia. Masa-masa pemerintahan Abu Bakar sarat dengan amal,

jihad dan meninggalkan untuk kita jasa yang sangat bermanfaat.

3. Wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggalkan dunia ini setelah melakukan

jihad besar guna menyebarkan agama Allah di seluruh penjuru dunia.

Peradaban manusia akan mengenang sosok khalifah ini yang telah

membawa panji dakwah Rasulullah setelah wafatnya, menjaga apa yang

ditanamkan Rasulullah, memelihara benih-benih keadilan dan kebebasan

serta menyiraminya dengan darah para syuhada yang paling suci. Lalu

membuahkan hasil yang melimpah yang mampu mewujudkan kemajuan

besar sepanjang sejarah dalam bidang ilmu, kebudayaan,dan pemikiran.29

28

Husein Tuanaya,dkk, Sejarah Kebudayaan Islam Kelas 3A, (Jawa Timur: Wahana

dinamika karya, 2004), 15. 29

Ali Muhammad Ash-Shalabi, op. cit., h. 689.

30

Abu Bakar wafat pada hari Senin di malam hari, yaitu tepatnya

delapan hari sebelum berakhirnya bulan Jumadil Akhir 13 Hijriyah.

Sebelum meninggal, Abu Bakar sakit selama lima belas hari. Sewaktu

beliau sakit, Abu Bakar mewasiatkan agar tampuk pemerintahan kelak

diberikan kepada `Umar bin Khathab.

Abu Bakar memimpin sebagai khalifah selama dua tahun tiga bulan.

Beliau wafat pada umur 63 tahun. Di antara wasiat Abu Bakar kepada

`Aisyah, “Aku tidak meninggalkan harta untuk kalian kecuali hewan yang

sedang hamil, serta budak yang selalu membantu kita membuat pedang

kaum muslimin. Oleh karena itu, jika aku wafat, tolong berikan seluruhnya

kepada `Umar.” Ketika Aisyah menunaikan wasiat ayahnya itu kepada

Umar, maka Umar berkata, “Semoga Allah merahmati Abu Bakar.

Sesungguhnya dia telah membuat kesulitan (untuk mengikutinya) bagi

orang-orang yang menjadi khalifah setelahnya.”

Beliau dimakamkan berdampingan dengan makam Rasulullah yang

terletak di dalam kamar Aisyah. Beliau pun di shalatkan oleh kaum

muslimin yang dipimpin oleh Umar bin Khatab.30

30

Ibid., h. 689.

31

BAB III

PENGERTIAN, DASAR DAN TUJUAN NILAI PENDIDIKAN

ISLAM

A. Pengertian Nilai Pendidikan Islam

“Nilai atau value (bahasa inggris) atau valere (bahasa latin) berarti

berguna, mampu, berdaya, berlaku dan kuat. Nilai adalah kualitas suatu hal

yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai dan

dapat menjadi objek kepentingan.1

Menurut Steeman “nilai adalah yang memberi makna pada hidup.

Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang mewarnai dan menjiwai

tindakan seseorang.2

Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar

pilihannya. Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi

manusia sebagai acuan tingkah laku.3

Bagi manusia nilai dijadikan landasan, alasan atau motivasi dalam

menetapkan perbuatannya. Dalam realita, nilai-nilai itu dijabarkan dalam

bentuk kaidah atau norma atau ukuran sehingga merupakan suatu perintah,

1Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak ; Peran Moral Intelektual, Emosional,

dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,

2008), Cet. II, h. 29. 2Ibid., h. 29.

3Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. I, h. 9.

32

anjuran, himbauan, kebenaran, kebaikan, keindahan, dan nilai kegunaan

merupakan nilai-nilai yang diperintahkan, dianjurkan atau diharuskan.4

Pengertian pendidikan menurut bahasa sebagaimana dikutip oleh

Abuddin Nata, kata pendidikan berasal dari kata “didik” yang mendapat

awalan pen dan akhiran an. Kata tersebut sebagaimana dijelaskan dalam

Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah perbuatan (hal, cara dan

sebagainya) mendidik.5

Pendidikan adalah proses membimbing dan mengarahkan

pertumbuhan dan perkembangan anak didik agar menjadi manusia dewasa

sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.6

Oemar Muhammad al-Syaibani sebagaimana dikutip A. Fatah Yasin

mengatakan bahwa pendidikan Islam merupakan usaha untuk mengubah

tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan

kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses

pendidikan, dan perbuatan itu dilandasi oleh nilai-nilai Islam.7

M. Kamal Hasan, sebagaimana dikutip Samsul Nizar, mendefinisikan

pendidikan Islam adalah suatu proses yang komperhensif dari

perkembangan keperibadian manusia secara keseluruhan, yang meliputi

intelektual, spiritual, emosi dan fisik. Sehingga seorang muslim disiapkan

dengan baik untuk melaksanakan tujuan kehadirannya disisi Tuhan di muka

bumi ini.8

Menurut M. Arifin, pendidikan Islam adalah suatu sistem

kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan

4Sjarkawi, op. cit. h. 31.

5Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru), (Jakarta: Gaya Media

pratama, 2005), Cet. I, h. 4. 6Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1991), h. 18.

7A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: UIN Malang

Press, 2008), Cet. I, h. 110. 8Samsul Nizar, M.A., Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam,

(Jakarta: Cahaya Media Pratama, 2001), Cet. I, h. 93.

33

oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi aspek

kehidupan manusia, baik duniawi maupun akhirat.9

Adapun menurut hasil rumusan pendidikan Islam seIndonesia tahun

1960, memberikan pengertian pendidikan Islam: “Sebagai bimbingan

terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan

hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi

berlakunya semua ajaran Islam. Istilah membimbing, mengarahkan,

mengasuh, mengajarkan, atau melatih mengandung pengertian usaha

mempengaruhi jiwa anak didik melalui proses setingkat demi setingkat

menuju tujuan yang ditetapkan, yaitu menanamkan taqwa dan akhlak serta

menegakkan kebenaran sehingga terbentuklah manusia yang berpribadi dan

berbudi luhur sesuai ajaran Islam”.10

Penjelasan mengenai pengertian pendidikan Islam sebagaimana

dipaparkan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa, pendidikan Islam dapat

diartikan sebagai sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan

manusia-manusia yang seutuhnya, beriman dan bertaqwa kepada Allah

SWT serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai hamba Allah dimuka

bumi ini, yang berdasarkan ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah, maka tujuan

dalam konteks ini berarti terciptanya insan-insan kamil setelah proses

pendidikan berakhir.

Menurut undang-undang tentang sistem pendidikan nasional

dinyatakan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.11

9M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan

pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 4, h. 8. 10

Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet. V,

h. 15. 11

Mundzir Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap

Perilaku Keagamaan Masyarakat, (Jakarta: Asta Buana Sejahtera, 2009), Cet. I, h. 284.

34

Adapun nilai-nilai dalam Islam mengandung dua katagori dilihat dari

segi normatif, yaitu baik dan buruk serta benar dan salah.12

Dalam pendidikan Islam terdapat bermacam-macam nilai Islam yang

mendukung dalam pelaksanaan pendidikan bahkan menjadi sesuatu

rangkaian atau sistem didalamnya. Nilai tersebut menjadi dasar

pengembangan jiwa seseorang sehingga bisa memberi hasil yang baik

baginya dan masyarakat luas. Dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan

keimanan, ibadah dan akhlak mulia, diharapkan setiap orang kehidupannnya

menjadi terarah baik di dunia maupun di akhirat.

Dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan Islam adalah sifat atau hal-

hal yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar

kehidupan manusia untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu mengabdi

kepada Allah SWT.

B. Dasar-dasar Nilai Pendidikan Islam

Yang dimaksud dengan dasar pendidikan adalah pandangan hidup

yang mendasari seluruh aktifitas pendidikan. Karena dasar menyangkut

masalah ideal dan fundamental, maka diperlukan landasan pandangan hidup

yang kokoh dan komperhensif, serta tidak mudah berubah. Hal ini karena

telah diyakini memiliki kebenaran yang telah teruji oleh sejarah. Kalau

nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang dijadikan dasar pendidikan bersifat

relatif dan temporal maka pendidikan akan mudah terombang ambing oleh

kepentingan dan tuntutan yang bersifat teknis dan pragmatis.13

Adapun dasar-dasar nilai pendidikan Islam antara lain:

a. al-Qur’an

Secara etimologi al-Qur’an berasal dari kata Qara’a, yaqra’u,

Qira’atan atau Qur’anan, yang berarti mengumpulkan (al-Jam’u) dan

menghimpun (al-dhammu) huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian ke

12

Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet. V,

h. 12. 13

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, op. cit., h. 59.

35

bagian yang lain secara teratur. Muhammad Salim Muhsin mendefinisikan

al-Qur’an dengan: “Firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

SAW yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan diriwayatkan kepada kita

dengan jalan yang mutawatir dan membacanya dinilai ibadah serta sebagai

penentang (bagi yang tidak percaya) walaupun surat terpendek. Sedang

Muhammad Abduh mendefinisikannya dengan: “Kalam mulia yang

diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW, ajarannya

mencangkup keseluruhan ilmu pengetahuan.14

Definisi tentang al-Qur’an yang lebih konferhensif, antara lain

dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf sebagaimana yang telah dikutip

oleh Abuddin Nata sebagai berikut: “al-Qur’an adalah firman Allah yang

diturunkan kepada Rasulullah, Muhammad bin Abdullah melalui Ruhul

Amin (malaikat Jibril) dengan lafal-lafalnya yang berbahasa Arab dan

maknanya yang benar, agar menjadi hujjah (dalil yang kuat) bagi Rasul,

bahwa ia memang benar-benar seorang Rasul, menjadi undang-undang bagi

manusia, mereka dapat mengambil petunjuk dengan menjadi sarana

pendekatan diri kepada Allah dengan membacanya.15

Dapat penulis pahami bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad dalam bahasa Arab yang terang untuk

menjelaskan jalan hidup yang bermaslahat bagi umat manusia di dunia dan

di akhirat.

Al-Qur’an dijadikan sebagai sumber pendidikan Islam yang pertama

dan utama karena memiliki nilai absolut yang diturunkan dari Allah.

Kemudian Allah menciptakan manusia dan Dia pula yang mendidik

manusia yang mana isi pendidikan itu telah termaktub dalam wahyunya.

Tidak satupun persoalan, termasuk persoalan pendidikan yang luput dari

jangkauan al-Qur’an.16

14

Abdul Mujib, et.al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2008), Ed. Ke-1, Cet. II, h. 32. 15

Abudin Nata, Studi Islam Komperhensif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2011), Cet. I, h. 28. 16

Abdul Mujib, et al, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2008), Cet. II, h. 32.

36

Adapun Ayat yang menjelaskan tentang pendidikan yaitu,

sebagaimana firman Allah antara lain:

1. QS. Al-An’am ayat 38

Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-

burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga)

seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab,

kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (QS. Al-An’am: 38).

2. QS. An-Nahl ayat 89

Dan ingatlah suatu hari ketika Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat

seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu

(Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia dan Kami turunkan

kepadamu Al kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan

petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah

diri. (QS. An-Nahl: 89).

3. Al-Alaq ayat 1-5

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,

2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,

4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam

5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

37

Ayat di atas memberikan isyarat bahwa nilai pendidikan Islam diambil

dan digali dari sumber otentik Islam, yaitu al-Qur’an.

b. as-Sunnah

Dasar yang kedua setelah al-Qur’an adalah as-Sunnah. Pengertian as-

Sunnah menurut para ulama hadis adalah segala sesuatu dari Nabi

Muhammad dalam kapasitas beliau sebagai imam yang memberi petunjuk

dan penuntun yang memberikan nasehat, yang diberitakan oleh Allah

sebagai teladan dan figur bagi kita. Sehingga mereka mengambil segala

sesuatu yang berkenaan dengan nabi baik berupa tingkah laku, pembawaan,

sabda perbuatan beliau, baik membawa konsekuensi hukum syara atau

tidak.17

Telah kita ketahui bahwa diutusnya Nabi Muhammad saw salah

satunya untuk memperbaiki moral atau akhlak manusia, sebagaimana

sabdanya :

“Sesungguhnya aku diutus tiada lain adalah untuk menyempurnakan

akhlak”. (HR. Muslim)

as-Sunnah menurut pengertian bahasa berarti tradisi yang biasa

dilakukan atau jalan yang dilalui (at-thariqah al-maslukah) baik yang

terpuji maupun yang tidak. as-Sunnah adalah “segala sesuatu yang

dinukilkan kepada Nabi Muhammad SAW berikut berupa perkataan,

perbuatan, taqrirnya ataupun selain dari itu. Termasuk perkataan, perbuatan

dan ketetapannnya adalah sifat-sifat atau keadaan dan cita-cita Nabi

Muhammad.18

M. Athiyah al-Abrasyi mengatakan sebagaimana yang dikutip oleh

Nur uhbiyati, dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad mengatakan bahwa

beliau adalah juru didik. Riwayat tersebut ialah pada suatu hari nabi keluar

dari rumahnya dan beliau menyaksikan adanya dua pertemuan, dalam

17

Muhammad Ajjaj al-Khathib, Pokok-pokok Ilmu Hadis, Terj. Dari Ushul Hadis

oleh Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998), Cet. III, h.

2. 18

Mujib, op. cit, h. 38.

38

pertemuan pertama orang-orang yang berdo’a kepada Allah SWT

mendekatkan diri kepadanya, dalam pertemuan kedua orang memberikan

pelajaran.

Setelah itu beliau duduk pada pertemuan kedua ini. Praktek ini

membuktikan kepada kita suatu contoh terbaik betapa nabi mendorong

orang belajar dan menyebarkan ilmu secara luas dan suatu pujian atas

keutamaan juru didik.19

Cerita ini menandakan sebuah bukti bahwa as-sunnah merupakan

salah satu dasar pokok pendidikan Islam yang harus menjadi rujukan setiap

manusia yang beriman.

c. Ijtihad

Ijtihad adalah mengeluarkan (menggali) hukum-hukum yang tidak

terdapat nash al-Qur’an dan sunnah yang jelas tentangnya.20

Menurut

Zakiyah Daradjat, ijtihad ialah istilah para fuqaha, yaitu berfikir dengan

menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syariat islam untuk

menetapkan atau menentukan suatu syariat islam dalam hal-hal yang

ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh al-Qur’an dan as-Sunnah. Ijtihad

dalam hal ini dapat meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek

pendidikan, tapi tetap berpedoman pada al-Qur’an dan sunnah.21

Ijtihad adalah usaha yang dilakukan oleh para ulama (mujtahid) untuk

menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syari’at Islam terhadap hal-hal

yang ternyata belum ditegaskan hukumnya dalam al-Qur’an dan sunnah. Hal

ini sejalan dengan pendapat Zakiah Daradjat bahwa “landasan pendidikan

Islam itu terdiri dari al-Qur’an dan sunnah Nabi yang dapat dikembangkan

dengan ijtihad.”

Ijtihad dalam hal ini dapat meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk

aspek pendidikan. Namun demikian, ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah

19

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), Cet. III, h.

21. 20

Abu Abdillah, Argumen Alusunnah wal jama’ah, (Jakarta: Pustaka ta’awun, 2011),

Cet. II, h. 1. 21

Zakiyah Daradjat, dkk, op. cit., h. 21.

39

yang diatur oleh para mujtahid, tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an

dan sunnah. Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari al-Qur’an

dan sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan

Islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yang berhubungan langsung

dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu.

Teori-teori baru dari hasil pendidikan harus dikaitkan dengan ajaran Islam

yang sesuai dengan kebutuhan hidup.

Ijtihad di bidang pendidikan semakin dibutuhkan, sebab ajaran yang

terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah hanya sebatas pokok-pokok dan

prinsip-prinsip. Bila diperinci, maka perincian itu sekedar contoh dalam

menerapkan yang prinsip itu karena sejak diturunkan sampai Nabi

Muhammad SAW wafat, ajaran Islam telah tumbuh dan berkembang

melalui ijtihad yang seirama dengan tuntutan perkembangan jaman.

Dalam hal ini pemikiran para filsafat, pemimpin dan intelektual

muslim yang berijtihad dalam bidang pendidikan menjadi referensi

(sumber) pengembangan pendidikan Islam. Hasil pemikiran itu baik dalam

bidang filsafat, ilmu pengetahuan, fikih Islam, sosial budaya, pendidikan

dan sebagainya menyatu sehingga membentuk suatu pemikiran dan

konsepsi komprehensif yang saling menunjang khususnya bagi pendidikan

Islam. Dalam usaha modernisasi pendidikan Islam, pemikiran kalangan

intelektual pembaharu yang dapat dijadikan referensi bagi pengembangan

pendidikan Islam.22

Ada pun salah satu contoh ijtihad Imam Ahmad bin Hanbal yaitu Ibnu

Qayyim al-Jauziyah menjelaskan bahwa pendapat-pendapat Ahmad bin

Hanbal di bangun atas lima dasar, yaitu sebagai berikut:

1. Al-Nushush dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Apabila telah ada ketentuan

dari keduanya, ia berpendapat sesuai dengan makna tersurat (manthuq),

sementara makna tersiratnya (mafhum) ia abaikan.

22

http://www.tuanguru.com/2011/11/ijtihad-dalam-pendidikan.html. Diakses pada

20 Maret 2014.

40

2. Apabila tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, ia menukil

fatwa sahabat dan memilih pendapat sahabat yang disepakati sahabat

lainnya.

3. Apabila fatwa sahabat berbeda-beda, ia memilih salah satu pendapat

yang lebih dekat kepada al-Qur’an dan Sunnah.

4. Menggunakan hadits mursal dan dha’if, apabila tidak ada atsar, qaul

sahabat, atau ijma yang menyalahinya.

5. Apabila hadits mursal dan dha’if sebagaimana disyaratkan di atas tidak

didapatkan, ia menganalogikan (mengqiyaskan). Dalam pandangannya

qiyas adalah dalil yang dipakai dalam keadaan terpaksa.

6. Langkah terakhir adalah menggunakan Sadz al-dzara’i.23

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ijtihad adalah

mencurahkan segala kemampuan akal pikiran dalam menetapkan suatu

permasalahan hukum yang belum ditemukan kepastian hukumnya dalam

nash al-Qur’an dan as-Sunnah. Ijtihad ini dilakukan oleh para ulama yang

telah memenuhi persyaratan untuk melakukan ijtihad. Dengan adanya

ijtihad maka segala permasalahan kehidupan umat Islam termasuk masalah

pendidikan menjadi lebih terarah dan dapat diterapkan sebagai suatu

landasan hukum dalam menjalani kehidupan.

C. Tujuan Menggali Nilai-nilai Pendidikan Islam

Persoalan pendidikan adalah persoalan yang menyangkut hidup dan

kehidupan manusia yang senantiasa terus berproses dalam perkembangan

kehidupannya. Diantara persoalan pendidikan yang cukup penting dan

mendasar adalah mengenai tujuan menggali nilai pendidikan. Tujuan

menggali nilai pendidikan termasuk masalah sentral dalam pendidikan,

sebab tanpa perumusan tujuan menggali nilai-nilai pendidikan yang baik

maka perbuatan mendidik bisa menjadi tidak jelas, tanpa arah yang baik.

Oleh karenanya, masalah tujuan menggali nilai pendidikan menjadi inti dan

23

http://marwajunia.blogspot.com/2012/02/ijtihad-dan-contoh-pemikiran-imam-

empat.html.Diakses pada 20 Maret 2014.

41

dasar yang sangat penting dalam menentukan isi dan arah pendidikan yang

diberikan.

“Tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau

sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan. Karena itu tujuan

pendidikan Islam yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau

sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan Islam.”24

Sebagai suatu kegiatan yang terencana, pendidikan Islam memiliki

kejelasan tujuan yang hendak dicapai. Banyak dari para ahli mengkaji

dengan sungguh-sungguh apa yang menjadi tujuan pendidikan tersebut. Hal

ini biasa dimengerti karena tujuan pendidikan mempunyai kedudukan yang

amat penting.25

Menurut Omar al-Toumy al-Syaibani sebagaimana dikutip oleh

Jalaludin menggariskan bahwa tujuan menggali nilai pendidikan Islam

adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat

akhlak al-karimah. Tujuan ini sejalan dengan tujuan yang akan dicapai oleh

misi kenabian, yaitu membimbing manusia agar berakhlak mulia. Kemudian

akhlak mulia dimaksud, diharapkan tercermin tingkah laku individu dalam

hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia serta

lingkungannya.26

Menurut Abuddin Nata bahwa tujuan menggali nilai-nilai pendidikan

Islam itu adalah:

1. Mengarahkan manusia agar menjadi khalifah Allah di muka bumi

dengan sebaik-baiknya, yaitu melaksanakan tugas-tugas memakmurkan

dan mengola bumi sesuai dengan kehendak Tuhan.

2. Mengarahkan manusia agar seluruh pelaksanaan tugas kekhalifahannya

dimuka bumi dilaksanakan dalam rangka beribadah kepada Allah,

sehingga tugas tersebut terasa ringan dilaksanakan.

24

Nur Uhbiyati, op. cit. h. 29. 25

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.

45. 26

Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2002), Cet. II,

h.92.

42

3. Mengarahkan manusia agar berakhlak mulia, sehingga ia tidak

menyalahgunakan fungsi kekhalifahannya.

4. Membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan jasmaninya,

sehingga ia memiliki ilmu, akhlak dan keterampilan yang semua ini

dapat dipergunakan guna mendukung tugas pengabdian dan

kekhalifahannya.

5. Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia

dan akhirat.27

Menurut Ibnu Khaldun sebagaimana dikutip Muhammad A’thiyah al-

Abrasyi, tujuan menggali nilai-nilai pendidikan Islam adalah:

1. Membentuk hamba-hamba Allah yang dapat melaksanakan kewajiban-

kewajibannya kepada Allah.

2. Membentuk manusia yang mampu menghadapi segala bentuk

kehidupan yang lebih layak dan bermanfaat bagi orang lain.28

Dengan demikian dapat disimpulkan dan dipahami bahwa tujuan

pendidikan Islam, yaitu merupakan penggambaran nilai-nilai Islami yang

hendak diwujudkan dalam pribadi manusia didik pada akhir dari proses

tersebut. Dengan kata lain perwujudan nilai-nilai Islami dalam pribadi

peserta didik guna mewujudkan pribadi yang beriman, bertaqwa dan

berilmu.

27

Abuddin Nata, FilsafatPendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), h.

106. 28

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat

Pers, 2002), Cet. I, h. 23.

43

BAB IV

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DAN

IMPLEMENTASINYA YANG TERKANDUNG DALAM

KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ

Pada masa pemerintahannya, Abu Bakar menunjukkan garis besar politik

kebijaksanaan. Fakta historis menunjukkan bahwa pemerintahan Abu Bakar

banyak menuai keberhasilan, baik keberhasilan internal maupun eksternal. Dan

terdapat pula nilai-nilai potif dari aspek pendidikan Islam yang diajarkan oleh

khalifah Abu Bakar. Untuk itu penulis akan menggali nilai-nilai pendidikan Islam

yang terkandung dalam kepemimpinannya.

Penulis sangat berharap kiranya dari nilai-nilai pendidikan serta

implementasinya dalam pengajaran yang akan menjadi pembahasan dapat

bermanfaat dalam menambah khazanah ilmu terutama dalam kaitannya dengan

pembinaan pendidikan, adapun nilai-nilai pendidikan tersebut meliputi pendidikan

ketegasan, keberanian, kedermawanan, keadilan, kejujuran dan kewibawaan.

A. Nilai-nilai Pendidikan Islam

1. Ketegasan

Meskipun kaumnya mengenal Abu Bakar sebagai pribadi yang lemah

lembut, santun, dan murah hati, Abu Bakar di kenal bersifat tegas, yang

merupakan sifat terpuji yang dimilikinya. Salah satu ketegasan Abu Bakar

yaitu ketika Fuja‟ah telah mengkhianati amanah, menipu Abu Bakar dan

44

kaum muslimin dan membunuh orang-orang yang tidak bersalah. Jarang

orang marah seperti marahnya orang yang tertipu lebih-lebih penipuan yang

mengakibatkan pengkhianatan dan penumpahan darah.

Fuja‟ah datang kepada Abu Bakar meminta sejumlah senjata untuk

memerangi kaum murtad. Dengan senjata itu ia menyerang kaum muslimin

yang tidak bersalah dan mengacau di sepanjang jalan dengan merampok,

merampas dan menumpahkan darah. Ketika ia tertawan, maka Abu Bakar

menetapkan hukuman yang setimpal baginya, yaitu melemparkannya ke

dalam api. Dengan demikian kita dapat mengetahui ketegasan Abu Bakar

Ash-Shiddiq.

Ketegasan Abu Bakar juga terbukti dalam menciptakan stabilitas

kehidupan umat Islam. Perbaikan sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah

mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng (orang-orang murtad,

nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat).

Di masa awal pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan berbagai

kekacauan dan pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad,

orang-orang yang mengaku dirinya Nabi, pemberontakan dari beberapa

kabilah Arab dan banyaknya orang-orang yang ingkar membayar zakat.

Diantara orang-orang yang mengaku dirinya menjadi nabi yang paling

berbahaya ialah Musailamah Al- Kazzab dari bani Hanifah di al Yamamah.

Musailamah ini telah mengaku menjadi nabi semenjak Rasulullah masih

hidup. Ada juga Al-Aswad al „Ansi di Yaman, dan Thulaihah ibn Khuwailid

dari Bani Asad. Diantara pengikut-pengikut nabi-nabi palsu itu banyak yang

mengetahui kepalsuan dan kesesatan nabi-nabi palsu itu, namun mereka

mau mendukung dan menggabungkan diri kepada nabi-nabi palsu itu,

hanyalah agar mereka jadi kuat untuk menghadapi quraisy yang hendak

memonopoli kekuasaan di tanah Arab.1

Mereka mengira, bahwa Abu Bakar adalah pemimpin yang lemah,

sehingga mereka berani membuat kekacauan. Pemberontakan kabilah

1Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004),

h. 3.

45

disebabkan oleh anggapan mereka bahwa perjanjian perdamaian yang dibuat

bersama Nabi SAW bersifat pribadi dan berakhir dengan wafatnya Nabi

SAW, sehingga mereka tidak perlu lagi taat dan tunduk kepada penguasa

Islam yang baru. Orang-orang yang enggan membayar zakat hanyalah

karena kelemahan iman mereka.

Maka Abu Bakar bermusyawarah dengan para sahabat dan kaum

muslimin menentukan apa tindakan yang harus diambil dalam mengatasi

kesulitan-kesulitan ini. Kemudian dengan tegas, dinyatakannya seraya

bersumpah, bahwa beliau akan memerangi semua golongan yang telah

meneyeleweng dari kebenaran, seperti kaum murtad, mengaku jadi nabi,

ataupun yang tidak mau membayarkan zakat, sehingga semuanya kembali

kepada kebenaran, atau beliau gugur sebagai syahid dalam memperjuangkan

kemuliaan agama Allah. Dan kemudian ini disambut dan didukung kuat

oleh golongan terbesar dari kaum muslimin atau oleh seluruh kaum

muslimin. Dan orang-orang Quraisy menyerahkan putera-putera mereka

untuk menjalankan perintah Abu Bakar ini.2

Sungguh merupakan keputusan tegas beliau dalam memerangi kaum

murtad. Ketegasan Abu Bakar terhadap kaum murtad tidaklah santai, tidak

ada tawar-menawar di dalamnya, dan tidak ada keramahan. Selamat dan

kekalnya agama ini dalam aspek kesuciannya, kemurniannya, dan

keasliannya adalah berkat jasa keagungan Abu Bakar Ash-Shiddiq, tentu

dengan mendapatkan pertolongan Allah Swt. Setelah para pemberontak

tersebut berhasil dikalahkan, tanah Arab pun bersatu kembali dan bertambah

kuat berpegangan kepada ajaran Allah.

2. Keberanian

Dibalik sikapnya yang ramah dan murah hati, Abu Bakar sejatinya

adalah seorang pemberani terutama dalam membela kebenaran atau pun

mereka yang terzalimi. Beliau juga seorang yang cerdas dan paling diterima

2A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Khusna, 1983), h.

226.

46

pendapatnya. Diantara sikap kepahlawanan yang dianggap sebagai

kebanggaan yang disematkan dalam diri Abu Bakar adalah keberanian

menghadapi setiap orang yang menghalanginya di jalan dakwah, serta

pertolongan yang telah diberikannya pada Nabi Muhammad.

Keberanian Abu Bakar salah satunya adalah ketika Uqbah Ibn Abi

Mu‟ith mencekik nabi Muhammad saat berada di dalam ka‟bah. Imam

Bukhari meriwayatkan hadis Urwah ibnu Zubair yang bertanya kepada

Abdullah ibn Amr ibn Ash, “ceritakan kepadaku tentang kelakuan paling

kasar dari orang musyrik terhadap nabi Muhammad saw.”

Abdullah ibn Amr menjawab, ketika beliau melakukan shalat di dalam

ka‟bah, tiba-tiba datang Uqbah ibn Abi Mu‟ith meletakan selendang di leher

Nabi Muhammad dan menariknya dengan kuat tak berselang lama, Abu

Bakar datang beliau pun memegang pundak Uqbah untuk menyelamatkan

Nabi Muhammad saw.3

Abu Bakar berkata kepadanya dengan membaca sebuah ayat yang

artinya:

“Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki Karena dia

menyatakan: Tuhanku ialah Allah padahal dia Telah datang kepadamu

dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. (QS. Al-Mu‟min:

28).

Sebagai bukti lain keberanian Abu Bakar yaitu ketika beliau

menyuarakan kebenaran. Saat kaum Yahudi Madinah mulai terang-terangan

bersikap terhadap perkembangan Islam yang kian mendapat tempat di hati

penduduk Madinah, Abu Bakar perlu mendatangi mereka dipusat

perkumpulannya yaitu bait Al-Midras, untuk melakukan dialog keagamaan

dengan mereka.

3Ibrahim al-Quraibi, Tarikh Khulafa‟, (Jakarta: Qhisti Press, 2009), Cet. I, h. 141.

47

Saat berada di Bait Al-Midras, Abu Bakar melihat orang-orang

Yahudi yang sedang berkumpul termasuk Finhas juga tokoh penting Yahudi

lainnya bernama Asya‟, Saat bertemu Abu Bakar berkata:

“Binasahlah kau wahai Finhas, takutlah kepada Allah dan masuklah

agama Islam “Demi Allah engkau telah mengetahui bahwa Muhammad

adalah utusan Allah. Dia datang di tengah-tengah kalian untuk

membawa kebenaran dari Allah dan kalian mengetahui nama

Muhammad telah tertulis dalam kitab Taurat dan Injil.”

Ini adalah salah satu keberanian Abu Bakar seorang yang berani

menyuarakan kebenaran di hadapan musuh-musuh Allah. Beliau berani

berkata tegas kepada pendeta Yahudi itu karena sudah menghalangi dakwah

Islam. Kaum Yahudi mengetahui bahwa akan hadir seorang Nabi Allah

bernama Nabi Muhammad sebagaimana yang tercantum dalam kitab suci

Taurat. Akan tetapi mereka sengaja menyembunyikan fakta tersebut. Itulah

watak dasar kaum Yahudi yang menyembunyikan kebenaran suka

berkhianat, berbohong serta angkuh.4

Di medan perang pun beliau diakui keberaniannya serta memiliki jiwa

patriotik yang tidak tertandingi, realita tersebut diakui para sahabat dan

tidak ada satu pun yang memungkiri keberaniannya.

Muhammad bin Aqil menuturkan, “suatu hari saat kami berkumpul

bersama para sahabat, tiba-tiba Ali bin Abi Thalib berbicara dihadapan

orang banyak, siapakah orang yang paling berani diantara umat ini?

semua yang hadir menjawab serentak, andalah orang yang paling berani

wahai putra Abu Thalib! Siapapun tau, anda paling pandai memainkan

pedang dan selalu tampil gemilang mengalahkan musuh-musuh Allah.”

Usai mendengar jawaban mereka, Ali bin Abi Thalib berkata tegas,

“Mungkin kalian menilai seperti itu karena tidak ada satu pun diantara

kalian yang mampu mengungguli permainan pedangku atau mengalahkanku

saat bertanding pedang. Bisa saja kalian menilai diriku orang paling berani

karena setiap pedang selalu terbelah menjadi dua saat bertanding denganku.

4Misbah Em Majidy, Abu Bakar The 1

st Khalifah,(Bandung: PT. Syigma Examedia

Arkanlema, 2013), h. 89.

48

Akan tetapi, sejujurnya aku katakan kepada kalian bahwa orang yang paling

berani diantara umat ini adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Orang-orang lantas bertanya kepada Ali bin Abi Thalib, apa alasan

anda menyebut Abu Bakar sebagai orang paling berani diantara kita, wahai

putra Abu Thalib? Ali menjawab, “Dalam sebuah peperangan kami

mendirikan tenda untuk didiami Rasulullah. Kemudian diantara kami saling

bertanya, siapakah yang akan mengawal Rasulullah ditenda ini agar tidak

terjadi sesuatu kepadanya? Demi Allah, tidak ada seorangpun yang berani

menerima tawaran tersebut kecuali Abu Bakar. Ketika pasukan kafir

mendekati tenda Rasul, Abu Bakar dengan sigap menghunuskan pedangnya

dan menghabisi setiap pasukan musuh yang mendekati tenda Rasul. Oleh

sebab itu menurutku, Abu Bakarlah yang paling pemberani.5

Tetapi apa yang menghilangkan kekaguman kita tidak mengubah

penghargaan kita atas keberaniannya tampil ke depan umum dalam situasi

ketika orang masih serba menunggu, ragu dan sangat berhati-hati.

Keberanian Abu Bakar ini patut sekali kita hargai, mengingat dia pedagang,

yang demi perdagangannya diperlukan perhitungan guna menjaga

hubungan baik dengan orang lain serta menghindari konfrontasi dengan

mereka, yang akibatnya berarti menentang pandangan dan kepercayaan

mereka. Ini dikhawatirkan kelak akan berpengaruh buruk terhadap

hubungan dengan para relasi itu.

Dengan uraian tersebut di atas sikap keberanian yang dimiliki Abu

Bakar Ash-Shiddiq mengajarkan kita arti dari keberanian. Keberanian

adalah alat dari pada alasan diri secara keseluruhan untuk membuat diri kita

melawan atau memerangi musuh nyata dalam diri kita untuk merebut hak

dan kewajiban kita, menawarkan sebuah pergerakan yang kuat menjadi

lebih kuat lebih pintar dan lebih percaya diri, percaya pada kemampuan kita

membuat suatu pergerakan membangkitkan semangat hidup pergerakan

serikat pemberontak untuk memerangi pribadi diri sendiri, seakan berperang

5Ibid., h. 179.

49

melawan hawa nafsu, berjuang melawan nafsu diri sendiri suatu kekuatan

lahiriah dengan kontak batin yang bersatu dalam satu tujuan.

3. Kedermawanan

Di antara sahabat nabi Muhammad Abu Bakar adalah yang paling

dermawan dan paling banyak memberikan sumbangan untuk perjuangan di

jalan Allah. Ketika masuk Islam, hartanya sangat banyak dan semuanya di

infaqkan untuk kepentingan dakwah, demi memuliakan kalimat Allah dan

membantu perjuangan Nabi Muhammad Saw.

Salah satu kedermawanan Abu Bakar yaitu, pada tahun ke-6 Hijriah,

Rasulullah mendapat informasi penting bahwa raja Romawi, telah bersekutu

dengan kabilah-kabilah Arab yang dipelopori kaum Nasrani dari suku

Judzam untuk menghancurkan Islam. Mereka akan menyerang Hijaz dengan

target utama membunuh Muhammad. Kaisar Romawi ini mengerahkan

ratusan ribu pasukannya untuk melenyapkan Islam dibumi. Rasulullah

kemudian menyiapkan pasukan Islam untuk bergerak menuju Tabuk untuk

menghadapi serangan pasukan Romawi.

Sejarah mewartakan tingkat kesulitan yang dihadapi kaum muslim

dalam perang Tabuk sangatlah besar, yaitu letak geografis wilayah Tabuk

yang jauh dari Madinah. Kondisinya yang sangat gersang dan situasi

kehidupan yang sangat sulit di daerah tersebut. Sebelum berangkat

Rasulullah menjelaskan secara terperinci tentang kondisi dan tugas berat

yang dihadapi kaum muslim dalam pertempuran melawan musuh Islam

yang jumlahnya ratusan ribu.6

Umar bin Khattab menuturkan, “Saat perang Tabuk, Rasulullah

menyerukan kepada kaum muslim untuk mengumpulkan dana untuk

membiayai perang besar melawan imperium Romawi dan para sekutunya.

Umar segera menemui Rasulullah dan menyerahkan separuh dari seluruh

harta yang aku miliki untuk perjuangan Islam. Usai menerimanya, Rasul

6 Ali Muhammad Ash-Shalabi, Biografi Abu Bakar Ash-shiddiq, (Jakarta: Pustaka

Al-kausar, 2013), h.58.

50

berkata, “Berapa yang kausisakan untuk keluargamu, wahai putra Al-

Khatab? Aku menjawab sebanyak yang aku serahkan kepadamu, wahai

utusan Allah.”

Kemudian, datang Abu Bakar Ash-Shiddiq menyerahkan seluruh harta

miliknya untuk perjuangan Islam. Setelah menerimanya, Rasul bertanya,

“Berapa yang kau sisakan untuk keluargamu, wahai putra Abu Quhafah?

Abu Bakar menjawab, Aku sisakan untuk keluargaku Allah dan Rasul-Nya.

Demi Allah, aku tidak akan mampu mengungguli Abu Bakar dalam berbuat

kebaikan.”

Sikap kedermawanannya juga ditunjukkan ketika Abu Bakar membeli

seorang budak bernama Bilal. Ketika itu keadaan kaum muslimin mendapat

gangguan, intimidasi, teror serta kekerasan yang dilancarkan oleh orang-

orang musyrikin terhadap Rasulullah dan para sahabat. Dengan itu mereka

dapat memalingkan kaum muslimin dari akidah keislaman serta itu pun

merupakan bentuk dari luapan kebencian dan kemarahan orang-orang

musyrikin terhadap Islam.

Bilal misalnya, ia mengalami penyiksaan yang luar biasa, sementara ia

tidak memiliki orang yang bisa menopangnya, tidak memiliki kaum atau

klan yang bisa melindunginya. Orang seperti Bilal ini ditengah masyarakat

Jahiliyah Mekkah tidak memiliki nilai apa-apa, tidak memiliki peran dalam

kehidupan melainkan hanya melayani, patuh dan diperjual belikan. Jika

orang seperti Bilal ternyata memiliki pendapat, pemikiran, dakwah atau

posisi, maka dalam masyarakat Jahiliyah Mekkah dianggap sebagai sebuah

kejahatan yang menggoncangkan pilar-pilar dan sendi-sendi tatanan

masyarakat Jahiliyah Mekkah.

Ketika majikannya Umayah bin Khalaf mengetahui hal itu, maka ia

pun mulai mengambil langkah antara mengintimidasi dirinya dan terkadang

membujuknya. Namun Umayyah bin Khalaf tidak mendapati dari diri Bilal

melainkan keteguhan sikap dan pendirian serta tidak bersedia untuk kembali

ke belakang kepada kekafiran, kejahiliyahan dan kesesatan.

51

Umayyah bin Khalaf pun membawa Bilal ke tengah gurun dan

memanggangnya di bawah panasnya terik matahari lalu diletakkannya pula

sebongkah batu besar di atas dadanya. Kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq

pun pergi ke lokasi penyiksaan kemudian membebaskan dengan membeli

budak tersebut lalu memerdekakannya. Dalam sebuah riwayat disebutkan,

bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq membeli bilal dengan harga tujuh uqiyyah

atau empat puluh uqiyyah emas.7

Demikianlah Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah sosok pemberi

kebebasan dan pemerdeka budak-budak, menyambung silaturahim, orang

yang dikenal gemar membantu orang yang sedang kesulitan, tertimpa

musibah dan kesusahan. Hatinya sungguh dipenuhi dengan kelembutan,

belas kasih dan sayang kepada orang-orang yang lemah. Ia tidak segan-

segan menginfakkan hartanya dalam jumlah yang cukup besar demi

mendapatkan Ridha Allah SWT.

Bukan seberapa banyak nominal yang disumbangkan atau sebesar apa

materi yang telah diberikan, melainkan dalam ketulusan yang jernih dan niat

yang utuh membelanjakan harta dijalan Allah, kesediaan untuk berbagi,

ketulusan membantu perjuangan Islam, itulah yang akan membawa para

pelakunya kepada kemuliaan dan derajat luhur disisi Allah, seperti yang

tercermin dalam diri Abu Bakar Ash-Shiddiq.8

Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa pada masa

jahiliyah, Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah seorang saudagar. Ia terbiasa

menjelajahi negri-negri yang ada untuk berniaga. Ia memiliki modal sebesar

empat puluh ribu dirham. Saat ia masuk Islam semuanya dibelanjakan untuk

perjuangan Rasul, terutama untuk memerdekakan para hamba sahaya yang

disiksa majikannya karena memeluk agama Islam serta keperluan

perjuangan Islam lainnya.

Begitulah kedermawanan Abu Bakar yang menginfaqkan seluruh

hartanya di jalan Allah dengan ikhlas beramal demi kepentingan perjuangan

7Ibid., h.58.

8Majidy, op. cit., h. 107.

52

Islam sehingga Rasulullah pun memberikan jaminan yang besar di akhirat.

Kita dapat mengambil pelajaran dari sikap dan keteladanan Abu Bakar yang

tidak rakus terhadap harta kekayaan. Meski ia adalah seorang khalifah,

namun tetap memilih hidup sederhana demi menjaga amanah.

4. Keadilan

Abu Bakar adalah sosok yang menjadi contoh dan teladan dalam

keadilannya yang begitu menawan hati, memukau akal pikiran. Keadilan

dalam pandangan Abu Bakar adalah sebuah dakwah praktis yang bisa

menjadi media yang efektif untuk membuka hati manusia untuk beriman.

Abu Bakar benar-benar mempraktikkan keadilan diantara manusia

dalam hal pemberian, meminta mereka supaya membantu dan mendukung

dirinya dalam menegakkan keadilan, serta menawarkan dirinya untuk

diqishos dalam sebuah kasus dalam hal ini menunjukkan sikap adil dan rasa

takut kepada Allah.

Peradilan pada era Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq merupakan

kepanjangan dari wajah peradilan pada periode kenabian (masa Rasulullah).

Hal itu termanifetasikan dalam bentuk komitmen total terhadap peradilan

pada masa Rasulullah, meniru manhajnya, semaraknya nuansa tarbiyah

diniyah, keterikatan dengan iman dan akidah, lebih mengedepankan kontrol

agama.

Diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin Al-Ash, bahwasannya Abu

Bakar pada suatu hari jum‟at berdiri lalu berkata, “Jika kita memasuki

waktu pagi, maka tolong bawa kesini zakat Unta, kami akan membaginya

dan tidak boleh ada satu orangpun yang masuk menemui kami kecuali harus

dengan izin. Lalu ada seorang perempuan berkata kepada suaminya, ambil

dan bawalah khitam (tali untuk mengikat dan mengendalikan Unta). Lalu si

suami pun datang, Kemudian mendapati Abu Bakar dan Umar bin Khatab

telah memasuki ke tempat Unta. Ia pun ikut masuk bersama beliau berdua.

Melihat hal tersebut, Abu Bakar Ash-Shiddiq langsung menoleh dan

berkata, “kenapa kamu ikut masuk? kemudian Abu Bakar mengambil tali

53

yang dibawa orang itu kemudian memukulnya. Setelah selesai membagi

zakat unta, maka orang tersebut dipanggil dan mengembalikan kepadanya

tali itu, Abu Bakar berkata, “silahkan balaslah aku, karena tadi aku telah

memukulmu.” Lalu Umar bin Khatab berkata, sungguh demi Allah orang itu

tidak boleh membalas dan jangan jadikan hal itu sebagai kebiasaan yang

diikuti. Abu Bakar berkata, maka siapakah yang akan menyelamatkanku

dari pembalasan Allah pada hari kiamat? Umar bin Khatab berkata, buat

hatinya Ridha dan senang. Kemudian Abu Bakar memerintahkan kepada

pembantunya menemui orang itu sambil membawa seekor Unta dan kain

penutupnya serta uang sebanyak lima dinar, sehingga hati orang itu pun

Ridho dan senang.9

Sebagai bukti lain keadilan Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah kebijakan

meningkatkan kesejahteraan umum dan perekonomian. Abu Bakar

membentuk lembaga “Baitul Mal”, semacam kas negara atau lembaga

keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi

Saw yang digelari “amin al-ummah” (kepercayaan umat).

Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan yaitu kebijakan dalam

membagi sama rata hasil rampasan perang (ghanimah). Dalam hal ini ia

berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang menginginkan pembagian

dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan

Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama Islam adalah

akan mendapat balasan pahala dan Allah SWT di akhirat. Karena itulah

biarlah mereka mendapat bagian yang sama yakni, memberikan jumlah yang

sama kepada semua sahabat dan tidak membeda-bedakan antara sahabat,

antara budak dan orang merdeka, bahkan antara pria dan wanita. Sehingga

harta Bait al-Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama

karena langsung di distribusikannya.10

Disinilah dapat kita renungkan betapa keadilan Sang Khalifah Abu

Bakar dapat berhasil ditegakkan seperti meningkatnya pendapatan kaum

9Ali Muhammad Ash-Shalabi, op. cit.,h. 249.

10Moh Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1995), h. 77.

54

muslimin serta mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorang pun

yang dibiarkan dalam kemiskinan.

Sebagai bentuk keadilannya menjadi khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq

menerapkan praktek akad perdagangan yang sesuai dengan prinsip syariah.

Menerapkan beberapa kebijakan umum, antara lain sebagai berikut:11

1. Menegakan hukum dengan memerangi mereka yang tidak mau

membayar zakat.

2. Tidak menjadikan ahli badar (orang-orang yang berjihad pada perang

Badar) sebagai pejabat negara.

3. Tidak mengistimewakan ahli Badar dalam pembagian kekayaan negara.

4. Mengelolah barang tambang (rikaz) yang terdiri dari emas, perak,

perunggu, besi, dan baja sehingga menjadi sumber pendapatan negara.

5. Menetapkan gaji pegawai berdasarkan karakteristik daerah kekuasaan

masing-masing.

6. Tidak merubah kebijakan Rasulullah SAW dalam masalah jizyah.

Demikianlah nilai utama kemanusiaan yang dibawa oleh Islam

melalui sosok teladan Abu Bakar Ash-shiddiq. Beliau adalah sosok yang

mengajarkan tegaknya keadilan. Sebagai pemimpin Abu Bakar Ash-Shiddiq

berhasil mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat dengan

mengolah zakat, infak dan sadaqoh yang berasal dari kaum muslimin,

ghanimah harta rampasan perang dan jizyah dari warga negara non-muslim.

Ia memperhatikan skurasi penghitungan zakat. Hasil penghitungan

zakat dijadikan sebagai pendapatan negara yang disimpan dalam Baitul Mal

dan langsung di distribusikan seluruhnya pada kaum muslimin.

Putusan-putusan hukum peradilan ini menjadi bahan kajian dan

rujukan para peneliti, menjadi pusat perhatian fuqaha, menjadi sumber

referensi hukum-hukum syara‟, sumber berbagai ijtihad hukum peradilan

serta sumber pendapat-pendapat fikih di berbagai masa.

11

http://muanhinata.multiply.com . Diakses pada 10 Februari 2014.

55

5. Kejujuran

“Kejujuran adalah amanah dan kebohongan adalah khianat.” Hal ini

adalah cermin sifat kejujuran dan sikap amanah. Abu Bakar memberi contoh

bahwa seorang pemimpin harus bersikap jujur dan teguh memegang amanah

yang dipercayakan rakyat kepada dirinya. Kejujuran seorang pemimpin

adalah pintu utama untuk menyentuh hati seluruh rakyatnya serta meraih

kepercayaan mereka. Pemimpin yang istiqomah memegang amanah

umatnya akan mampu mengantarkan rakyatnya menuju kehidupan yang

damai dan sejahtera. Sebaliknya, pemimpin yang bersikap tidak amanah

akan membawa rakyatnya kepada kehidupan yang penuh kekacauan, jauh

dari kesejahteraan, dan tertinggal dari umat yang lainnya.12

Prinsip kejujuran Abu Bakar tersebut juga menjadi landasan garis

kebijakannya dalam memimpin umat, yaitu bahwa kejujuran dan

keterbukaan antara pemimpin dan rakyat adalah asas hubungan di antara

keduanya. Prinsip dasar ini memiliki kontribusi dan pengaruh yang sangat

penting bagi kekuatan dan soliditas umat, karena telah tertancap kuat

jembatan kepercayaan antara umat dan pemimpinnya. Ini adalah sebuah

moral atau etika politik yang bertolak dari seruan Islam kepada kejujuran

dan kebenaran.

Tidak disangsikan lagi bahwa barangsiapa mencermati dan merenungi

kata-kata Abu Bakar Ash-Shiddiq tersebut, maka ia pasti akan mendapatkan

bahwa dia adalah memang benar-benar sosok pemimpin yang prisoner,

karena ia memang benar-benar meniti jejak dan jalan Nabi yang mulia.13

Dari Kata-kata Abu Bakar Ash-Shiddiq di atas mengenai prinsip

“kejujuran adalah amanat” dapat penulis pahami bahwa Khalifah Abu Bakar

sangat menekankan kejujuran atau kebenaran dalam berkata maupun

berbuat, bahkan hal ini merupakan amanah dari Allah Swt. Kejujuran adalah

salah satu nilai terpenting dan paling yang harus dimiliki setiap orang.

Orang jujur sangat hati-hati terhadap hak dan kewajiban. Mereka akan

12

Ali Muhammad Ash-Shalabi, op. cit., h. 255. 13

Ibid., h. 255.

56

enggan mengambil yang bukan haknya, memanipulasi untuk tujuan tidak

baik. Kejujuran juga akan melahirkan penghargaan terhadap hak-hak orang

lain. Sebab kejujuran sebagaimana yang telah kita uraikan diatas juga akan

menumbuh kembangkan kecintaan terhadap kebenaran, keadilan dan

kedisiplinan dalam hidup dan bekerja.

6. Kewibawaan

Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah pimpinan golongan Ash-Shiddiqun

dan sebaik-baiknya orang shaleh setelah para Nabi dan Rasul. Ia adalah

sosok sahabat Rasulullah yang paling utama, paling alim dan paling mulia

secara mutlak. Rasulullah bersabda tentang dirinya, “Seandainya aku ingin

mengambil seorang khalil, niscaya Abu Bakarlah orangnya, akan tetapi ia

adalah saudaraku dan sahabatku.”

Umar bin Al-Khathab memberikan sebuah pernyataan testimonial

tentang Abu Bakar Ash-Shiddiq, “Anda adalah pemimpin kami, sosok yang

paling baik di antara kami dan orang yang paling dicintai oleh Rasulullah di

antara kami”

Ali bin Abu Thalib ketika ditanya oleh puteranya Muhammmad bin

Al-Hanafiyyah, “Siapakah orang yang paling baik setelah Rasulullah?”

Maka ia menjawab, “Abu Bakar Ash-Shiddiq.”

Sesungguhnya kehidupan Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah lembaran

yang kemilau dari sejarah Islam yang menyilaukan setiap sejarah dan

mengunggulinya. Tidak ada sejarah umat-umat lain yang membuat sebagian

saja dari apa yang termuat dalam sejarah Islam berupa kemuliaan,

keluhuran, ketulusan, jihad dan dakwah demi memperjuangkan prinsip-

prinsip dan nilai-nilai luhur.14

Dalam masyarakat Jahiliyah, Abu Bakar Ash-Shiddiq termasuk salah

satu orang yang terkemuka, terhormat, terpandang dan terbaik. Ibnu Ishaq

dalam As-Sirah menuturkan, bahwa mereka sangat menyukai Abu Bakar

Ash-Shiddiq dan senang kepadanya. Mereka mengakui bahwa ia adalah

14

Ibid ., h. 11.

57

sosok yang memiliki keutamaan yang agung dan akhlak yang mulia. Mereka

biasa datang kepadanya, meminta bantuan menyangkut apa yang

menimpanya. Mereka merasa nyaman dan akrab dengannya karena

pengetahuannya, perniagaannya dan sikapnya yang familiar dan bersahabat.

Abu Bakar Ash-Shiddiq memiliki sebuah keistimewaan yang

membuat dirinya disukai banyak orang Arab, yaitu ia tidak pernah mencela

nasab siapapun dan tidak suka menyebutkan aib, cacat, kekurangan dan

kejelekan orang lain.

Abu Bakar Ash-Shiddiq termasuk salah satu ahli nasab dan pakar

tentang berita-berita bangsa Arab. Dalam hal ini, ia memiliki catatan

pengalaman dan kapabilitas yang cukup besar, hingga menjadikan dirinya

master atau guru bagi banyak para pakar nasab seperti Uqail bin Abu Thalib

dan yang lainnya.15

Abu bakar termasuk orang yang paling menjaga kesucian diri pada

masa Jahiliyah, sampai-sampai ia mengharamkan minuman keras atas

dirinya sendiri sebelum Islam.16

Ada orang bertanya kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq, “Apakah anda

menenggak minuman keras pada masa Jahiliyah?” Lalu Abu Bakar Ash-

Shiddiq menjawab, A‟udzu billah!” lalu dikatakan kepadanya, “Kenapa?”

lalu ia berkata “Aku memelihara kehormatku dan menjaga martabat dan

muru‟ahku. Karena orang yang minum khamar, maka ia adalah orang yang

menyia-nyiakan dan mengabaikan kehormatan, martabat dan murua‟ahnya.

Demikianlah, akhlaknya yang terpuji, akalnya yang cerdas dan cemerlang

serta fitrahnya yang lurus, normal dan sehat menjadikan dirinya sosok yang

anti terhadap setiap hal yang mengurangi muru‟ah dan mengurangi

kehormatan dari perbuatan-perbuatan dan moral masyarakat Jahiliyah yang

berlawanan dengan fitrah yang lurus dan sehat serta bertentangan dengan

akal yang sehat dan kedewasaan. Karena itu, tidak aneh jika sosok yang

15

Ibid.,h. 36. 16

Ibid.,h. 38.

58

akhlaknya seperti itu langsung bergabung dengan parade dakwah kebenaran

dan langsung menempati posisi terdepan.17

Rafiq Al-Azhm memberikan catatan tentang potret kehidupan Abu

Bakar Ash-Shiddiq pada masa Jahiliyah seperti berikut, “Sungguh seseorang

yang lahir dan tumbuh di tengah lingkungan paganisme yang dipenuhi

berhala dan arca-arca dimana tidak ada agama yang menjadi pengekang dan

pengontrol dan tidak pula syari‟at yang menjadi pembimbing, penuntun dan

pemandu jiwa, namun ia tetap memiliki keutamaan seperti itu, tetap

memiliki idealisme dan kekokohan dalam memegang teguh „iffah dan

muru‟ah, maka sungguh sudah sepantasnya orang seperti itu menerima

Islam dengan sepenuh hati, menjadi orang yang pertama beriman kepada

sang petunjuk dan pembimbing para hamba, bergegas masuk Islam untuk

membuat orang-orang yang sombong, angkuh dan inad (keras kepala)

menjadi geram dan terhina, menjadi orang yang menyiapkan, membuka dan

memuluskan jalan mendapat petunjuk dan panduan dengan agama Allah

yang lurus yang mencerabut akar-akar perbuatan tercela dan hina dari jiwa

orang-orang yang mendapatkan petunjuk dan panduan dengan petunjuk dan

tuntunan agama-Nya serta yang memegang teguh tali agama-Nya yang

kokoh.

Betapa mulianya Abu Bakar Ash-Shiddiq, karena ia adalah sosok

yang memuat nilai-nilai yang luhur, akhlak terpuji, watak dan karakter yang

mulia dalam masyarakat Quraisy sebelum Islam. Penduduk Makkah

memberikan kesaksian dan testimoni keunggulannya atas yang lain dalam

akhlak, nilai-nilai dan keteladanan.

Tidak diketahui ada satu orang pun dari kaum Quraisy yang mencela

Abu Bakar Ash-Shiddiq, menilai negatif dirinya, memiliki pandangan

miring tentang dirinya, melecehkannya dan menghina dirinya, sebagaimana

yang mereka perbuat terhadap orang-orang Mukmin yang lemah. Di mata

mereka, Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak memiliki aib dan cacat kecuali

keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya.

17

Ibid.,h. 39.

59

Beliau dikenal dengan baik sebagai sosok yang ramah, halus, santun

dan penuh kesopanan serta memiliki watak yang baik dan mulia. Demikian

pula, Abu Bakar Ash-Shiddiq telah mengenal beliau dengan baik sebagai

sosok yang jujur, amanah dan berakhlak mulia yang menjadikan beliau tidak

pernah melakukan kebohongan terhadap manusia, apa lagi terhadap Allah.

Abu Bakar Ash-Shiddiq sudah barang tentu memiliki perhatian besar

terhadap keluarganya. Maka, Asma‟, Aisyah, Abdullah, Ummu Ruman dan

pembantunya yang bernama Amir bin Fuhairah pun masuk Islam. Sifat-sifat

terpuji, keutamaan-keutamaan yang agung dan akhlak yang mulia yang

terjelma pada kepribadian Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi faktor efektif

yang menjadikan orang-orang tertarik ketika diajak kepada Islam.18

Dengan demikian dapat penulis pahami bahwa Abu Bakar Ash-

Shiddiq sungguh merupakan salah satu imam dan pemimpin yang

menggambarkan garis perjalanan hidup dan jejak langkah mereka kepada

manusia serta menjadi teladan yang ucapan dan perbuatan mereka diikuti

dan diteladani oleh manusia dalam kehidupan ini. Sirah dan sejarah

perjalanan hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq merupakan salah satu sumber dan

referensi paling kuat dalam bidang keimanan, emosi dan semangat

keislaman yang benar serta pemahaman yang benar dan lurus tentang Islam.

B. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan

1. Ketegasan dalam Mendidik

Mendidik anak, idealnya harus sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW

begitu pun teladan dari khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq yang telah

mengajarkan kita tentang penerapan sikap tegas dalam menjalankan

kedisiplinan.

Dalam kegiatan pembelajaran, pendidik terkadang perlu menunjukkan

kelembutan, namun sewaktu-waktu pula dibutuhkan ketegasan dalam

18

Ibid.,h. 40.

60

sikapnya. Dalam Al-Qur‟an surat An-Nahl: 125 Allah SWT berfirman yang

artinya:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan

pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.(QS. An-

Nahl: 125).

Ketegasan sikap dan tindakan dalam mendidik anak sangat diperlukan

karena berpengaruh besar terhadap sikap dan kebiasaan anak didik kelak.

Tegas bukan berarti keras atau galak, tetapi mampu menyeimbangkan antara

kasih sayang dan kedisiplinan bagi anak. Ketegasan berarti sikap dan

tindakan yang menerapkan kedisiplinan, dengan menegakkan aturan yang

berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan anak didik itu sendiri. Cara

ini perlu digunakan untuk mendidik anak agar mengenal arti tanggung

jawab dan disiplin sejak dini.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sekolah merupakan salah satu faktor

dominan dalam membentuk dan mempengaruhi perilaku siswa. Di sekolah

seorang siswa berinteraksi dengan para guru yang mendidik dan

mengajarnya. Sikap teladan, perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat

dan didengar serta dianggap baik oleh siswa dapat meresap masuk begitu

dalam ke dalam hati sanubarinya dan dampaknya kadang-kadang melebihi

pengaruh dari orang tuanya di rumah. Sikap dan perilaku yang ditampilkan

guru tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pendisiplinan

siswa di sekolah. Adapun usaha-usaha yang merupakan proses dalam

meningkatkan kedisiplinan adalah sebagai berikut :

61

1. Kesadaran diri

Sebagai pemahaman bahwa disiplin dipandangnya penting bagi

kebaikan dan keberhasilan dirinya. Kesadaran diri akan menjadi motif

yang kuat bagi terwujudnya kedisiplinan.

2. Loyalitas dan Ketaatan

Loyalitas dan ketaatan merupakan langkah penerapan atas peraturan-

peraturan yang mengatur perilaku seseorang. Hal ini sebagai lanjutan diri

adanya kesadaran diri. Tekanan dari luar dirinya sebagai usaha untuk

mendorong dan menekan agar disiplin dilaksanakan pada diri seseorang,

sehingga peraturan-peraturan yang ada dapat diikuti dan dipraktekkan.

3. Keteladan

Perbuatan dan tindakan lebih besar pengaruhnya dibandingkan hanya

sekedar dengan kata-kata. Oleh karena itu contoh dan teladan disiplin

kepala sekolah dan para guru sangat berpengaruh terhadap kedisiplinan

pada siswa. Mereka lebih mudah meniru dari apa yang mereka lihat,

dibandingkan hanya sekedar mendengar. Lagi pula hidup banyak

dipengaruhi oleh peniruan-peniruan terhadap apa yang dianggapnya baik

dan patut ditiru.

4. Penegakkan Hukum

Hukuman sebagai usaha untuk menyadarkan, mengoreksi dan

meluruskan perilaku yang salah sehingga anak kembali pada perilaku

yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

5. Lingkungan yang Disiplin.

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku

seseorang. Bila seorang anak berada pada lingkungan yang berisiplin,

kemungkinan besar ia akan tumbuh menjadi anak yang disiplin.

Mewujudkan lingkungan yang disiplin. Disiplin dapat juga dibentuk

melalui proses latihan dan kebiasaan. Artinya, mempraktikkan disiplin

secara berulang-ulang dan membiasakan dalam prilakunya sehari-hari.

62

Dengan latihan dan membiasakan diri, maka disiplin akan terbentuk pada

diri siswa.19

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan. Kedisiplinan guru dan

tenaga kependidikan (pegawai) adalah sikap penuh kerelaan dalam

mematuhi semua aturan dan norma yang ada dalam menjalankan tugasnya

sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap pendidikan anak didiknya.

Karena bagaimana pun seorang guru atau tenaga kependidikan (pegawai),

merupakan cermin bagi anak didiknya dalam sikap atau teladan, dan sikap

disiplin guru dan tenaga kependidikan (pegawai) akan memberikan warna

terhadap hasil pendidikan yang jauh lebih baik.

Dengan disiplin dimaksudkan sebagai upaya untuk mengatur perilaku

anak dalam mencapai tujuan pendidikan, karena ada perilaku yang harus

dicegah atau dilarang, dan sebaliknya, harus dilakukan. Pembentukan

disiplin pada saat sekarang bukan sekedar menjadikan anak agar patuh dan

taat pada aturan dan tata tertib tanpa alasan sehingga mau menerima begitu

saja, melainkan sebagai usaha mendisiplinkan diri sendiri (self discipline).

Artinya ia berperilaku baik, patuh dan taat pada aturan bukan karena

paksaan dari orang lain atau guru melainkan karena kesadaran dari dirinya.

2. Keberanian dalam Mendidik

Pada umumnya pendidikan bertujuan untuk mewujudkan manusia

yang berbudi pekerti yang baik, cerdas, dewasa dalam berfikir, dewasa

dalam bertindak serta mampu dalam memecahkan persoalan hidup dan

kehidupan yang dijalaninya dengan kata lain pendidikan memberikan bekal

kepada generasi agar dapat hidup mandiri tanpa membebani kepada orang

lain di sekitarnya.

Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dalam pendidikan sangat

dibutuhkan adanya sikap keberanian. Keberanian dalam pendidikan

maksudnya adalah keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang

19

Tulus Tu‟u, Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Belajar, (Jakarta:

Gramedia, Wiasarana Indonesia, 2004), h. 48.

63

baik dalam pendidikan. Dalam hal ini pendidikan mempunyai kewajiban

untuk menumbuhkan rasa percaya diri kepada anak didik. Rasa percaya diri

pada anak didik perlu ditanamkan dan dikembangkan sejak awal mengenal

pendidikan, karena dengan memiliki rasa percaya diri anak didik berani

untuk mengungkapkan dan mengutarakan pendapat mereka mengenai

pendidikan yang diterimanya.

Adapun upaya untuk melatih anak didik dalam keterampilan

komunikasi di kelas seperti menyampaikan pesan atau tanggapan terhadap

pesan guru dengan baik, melalui bahasa lisan atau tulisan. Untuk itu mereka

harus dilatih dan guru harus memfasilitasinya. Hunt sebagaimana dikutip

oleh Dede Rosyada menyampaikan beberapa rekomendasi sebagai berikut:

1. Siswa harus dilatih keterampilan membaca dalam konteks memahami

pesan-pesan tertulis yang terdapat dalam bacaan.

2. Siswa dilatih untuk mau dan mampu berbicara dengan baik, mereka

harus terus didorong untuk berbicara dan senantiasa memiliki sesuatu

yang sangat penting untuk disampaikan kepada guru, sehingga dia

terlatih untuk menyampaikan pendapat dan pandangannya dengan baik.

3. Guru harus menyediakan kesempatan bagi siswa untuk membiasakan

menyampaikan pandangan, pendapat atau berbagai pertanyaan, baik

dengan menggunakan bahasa tulis maupun lisan, sehingga mereka terus

terlatih untuk menyusun bahasa lisannya.

4. Guru juga harus menata ruang kelas yang mendukung proses komunikasi

kelas dengan baik, sehingga siswa terus terdorong untuk melakukan

komunikasi verbal dengan gurunya.

5. Guru juga harus dengan sabar mendengarkan penyampaian mereka, atau

mempelajari bahasa tulis mereka memberi feed back untuk perbaikan

kedepan.20

Dengan demikian dapat penulis pahami bahwa dengan keterampilan

guru dalam menciptakan iklim komunikatif diharapkan siswa dapat

20

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta: Fajar Interpratama

Offset). h.152.

64

berpartisipasi aktif untuk mengeluarkan pendapatnya, mengembangkan

imajinasinya dan daya kreativitasnya.

Adapun keberanian seorang guru yaitu ketia ia berani menghadapi

tantangan baru dan bersedia menghadapi resiko kegagalan. Ia senantiasa

penasaran untuk mencoba hal-hal baru. Dalam konteks pembelajaran, guru

yang kreatif akan membuka diri pada bentuk dan model-model

pembelajaran yang baru. Ia akan menganalisis apakah metode baru tersebut

dapat membuat pembelajaran menjadi lebih efektif, jika tidak, ia akan

mencari metode lain apa yang harus digunakan dengan kata lain ia berani

melakukan eksperimen atau uji coba. Apakah itu uji coba model-model

pembelajaran atau pun pola komunikasi dengan siswa. Intinya uji

keberanian ini dibutuhkan untuk membuka hal-hal baru yang positif, guna

meningkatkan kemampuan dan kapabilitas dirinya sebagai guru.21

Dengan demikian guru yang menerapkan nilai keberanian dalam sikap

dan tindakannya yaitu guru yang berusaha menemukan cara-cara baru untuk

menemukan potensi atau bakat siswanya. Guru yang tidak pernah puas

dengan pembelajaran yang dilaksanakannya. yang bisa menciptakan sebuah

pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa agar termotivasi belajar.

Dia selalu melakukan refleksi diri melalui penelitian Tindakan Kelas (PTK)

di kelasnya sendiri. Selalu saja ada ide-ide yang cemerlang membuatnya

menemukan sistem pembelajaran dengan berbagai model. Bahkan, dia

mampu membuat media pembelajarannya sendiri untuk membantu para

peserta didiknya menerima materi pelajaran dengan baik. Keberhasilan

seorang guru yang kreatif terletak pada pemahaman siswa setelah menerima

materi pelajaran yang diberikan.

21

Rudiana, 9 Karakter Guru Menyenangkan Berbasis Ramah Otak, (Bandung:

Smile‟s Indonesia Insitute, 2012), h. 134.

65

3. Kedermawanan dalam Mendidik

Sebagai seorang guru patut meneladani sikap kedermawanan Sang

Khalifah. Guru yang dermawan tidak akan menganggap tugasnya tersebut

sebagai kewajiban semata yang harus dilaksanakan, melainkan sebuah ruang

dimana ia bisa memberikan yang terbaik dari dirinya berdasarkan semangat

pengabdian.22

Guru yang dermawan selalu mengajar dengan hati, penuh ketulusan

dan kepedulian. Guru yang dermawan akan menjadi sosok yang jujur, sabar

dan kerja keras dalam menerima benih lalu menumbuhkan sesuai potensinya

sehingga menjadi bermanfaat bagi pihak lain.23

Guru yang mendalami dan menerapkan nilai kedermawanan,

senantiasa bertujuan untuk mendapatkan keridhaan Allah Swt. Visi dan

misinya sangat jauh ke depan, tidak sebatas sampai akhir kehidupan dunia

saja, tapi sampai kehidupan akhirat. Ia menyadari betul bahwa segala

kreativitas dan pengabdiannya akan dibalas oleh Tuhan dengan yang

setimpal. Oleh karena itu, prinsip kerja yang diembannya adalah

mengerjakan sesuatu tanpa pamrih, semata-mata hanya mengharap ridha

Tuhan.

Kedermawanan guru dalam membimbing dan mengajar siswanya

merupakan sumber kekuatan para siswa dalam mencapai potensi dan cita-

cita mereka. Indikator kedermawanan atau ketulusan dalam memberi

menurut Sukadi sebagaimana yang dikutip oleh Rudiana dalam bukunya

yaitu:

1. Guru yang dermawan adalah guru yang bekerja dengan semangat tinggi.

2. Guru yang dermawan adalah guru yang mengayomi seluruh siswanya.

3. Guru yang dermawan adalah ia sabar dalam mengantarkan para siswa

meraih cita-citanya.

22

Ibid., h. 112. 23

Ibid., h. 108.

66

4. Guru yang dermawan adalah guru yang bekerja atas panggilan jiwa,

bukan karena imbalan. Imbalan baginya merupakan hal yang wajar ia

terima, bukan sumber motivasi utama.

5. Guru yang dermawan adalah ia tidak pernah mengharapkan pujian dari

sesama.

6. Guru yang dermawan adalah guru yang bekerja dengan gembira

(senang), dengan kata lain, ia menikmati pekerjaannya.

7. Guru yang dermawan adalah guru yang bahagia ketika siswanya menjadi

orang sukses dan berhasil.24

Guru yang seperti ini, maka ia tidak akan mengeluh, meski ketika

mengajar banyak persoalan yang ditemuinya. Segala sesuatunya terasa

ringan. Ia menikmati pekerjaannya. Guru yang dermawan akan menemukan

kenyataan bahwa siswanya merasa nyaman dengan kehadirannya. Rasa

nyaman inilah yang nantinya membuat para siswa menikmati pembelajaran

dikelas.25

Dari paparan diatas dapat penulis simpulkan bahwa, dalam konteks

pendidikan karakter, salah satu hal yang penting adalah penguatan karakter

kedermawanan sosial. Agar kemudian generasi yang dihasilkan dari proses

pendidikan kita adalah generasi yang bukan hanya unggul dalam hal

kompetensi, tapi juga sosok yang peduli serta dermawan.

Guru yang dermawan ialah seseorang yang membawa perubahan

positif dalam perilaku siswa tidak hanya dengan penyampaian pengetahuan,

tetapi juga dengan keteladanan sikap yang ditunjukkan karena esensinya

mengajar mencakup pelajaran tentang nilai-nilai hidup, tentang semangat,

dan juga bagian dari pendidikan karakter. Dengan menampilkan sikap

keteladanan (sikap dermawan) seorang guru, maka akan terpancar energi

positif diantara pendidik dan anak didik yang mana ini akan membuat anak

didik merasa nyaman dan suasana pembelajaran pun akan menjadi positif

dan menyenangkan.

24

Ibid., h. 110. 25

Ibid., h. 112.

67

4. Keadilan dalam Mendidik

Dalam pendidikan sikap keadilan sangat penting dimiliki oleh seorang

pendidik, karena pendidik merupakan salah satu pilar penegak keadilan.

Maka, menjadi pendidik yang adil adalah sebuah keniscayaan. Agar dapat

menjadi pendidik yang adil maka tiga hakikat keadilan sebagaimana yang

tersebut sebelumnya harus diimplementasikan dalam proses pembelajaran

dengan anak didik.

1. Perlakukan yang sama

Pembelajaran harus mampu memberikan kemudahan belajar kepada

peserta didik secara adil dan merata (tidak diskriminatif), sehingga

mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Keadilan

dalam pembelajaran merupakan kewajiban guru dalam pembelajaran, dan

hak peserta didik untuk memperoleh pembelajaran yang maksimal dari

guru. Untuk menjadi guru yang adil maka langkah pertama adalah

memberikan pembelajaran kepada seluruh siswa tanpa kecuali dengan

kualitas yang sama.26

2. Adil dalam keseimbangan

Proses pembelajaran bertujuan menghasilkan output yang sebaik-

baiknya. Siapapun anak didik yang terlibat dalam proses pembelajaran

diharapkan menjadi lulusan yang berkualitas. Dalam kontek inilah, adil

dalam keseimbangan dapat diterapkan oleh guru yang ingin menjadi guru

yang adil. Anak didik tidak mempunyai kecerdasan yang sama. Masing-

masing dari mereka memiliki tingkat kecerdasan dan daya tangkap yang

bervariasi. Bahkan diantara mereka ada anak yang tergolong

berkebutuhan khusus. Terhadap mereka, tentu guru harus memberikan

“perlakuan khusus” kepada anak didik yang mempunyai daya tangkap

dan kecerdasan rendah, siapapun yang ingin menjadi guru yang adil,

maka ia harus memberikan perhatian lebih dan memberikan

pembelajaran dengan intensitas dan kualitas yang lebih pula. Mereka

26

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2011), h. 28.

68

harus diperlakukan “berbeda” dengan anak-anak yang berkecerdasan

tinggi. Demikian juga terhadap anak-anak berkebutuhan khusus.

Dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan yang cukup dalam memberikan

pembelajaran kepada mereka.

3. Adil dalam hak-hak individu

Anak didik diciptakan Allah dengan segala keberbedaan antara satu

dan yang lainnya. Mereka mempunyai potensi, bakat, minat dan

kecenderungan yang berbeda. Tentu saja dalam kontek ini, hak-hak yang

harus mereka dapatkan menjadi berbeda. Oleh karenanya, guru harus

dapat memfasilitasi segala keberbedaan yang dimiliki anak didik. Dengan

memberikan fasilitas yang memadai maka anak didik akan berkembang

sesuai dengan potensi, bakat, minat dan kecenderungan mereka. Apabila

dalam mengarahkannya tidak sesuai dengan potensi, bakat, minat dan

kecenderungan anak didik, maka itu merupakan tindakan memaksakan

kehendak dan tindakan ketidak adilan.27

Dapat penulis pahami bahwa guru harus selalu mengedepankan

keadilan berbagi, artinya setiap siswa memiliki kesempatan atau peluang

yang sama. Namun juga diharapkan guru tidak menyamaratakan

pandangannya. Guru sadar bahwa setiap siswa adalah individu yang

memiliki keunikan tertentu. Dalam kondisi tertentu siswa dalam

menyelesaikan sebuah tugas memiliki cara tempuh yang bervariasi. Guru

juga mampu memberikan pola keseimbangan diatas searah dengan karakter

siswa yang ada. Guru yang adil harus mampu memberikan penghargaan

yang pantas dan spontanitas atas kreasi yang dibuat oleh siswa.

5. Kejujuran dalam Mendidik

Sikap kejujuran seorang Abu Bakar Ash-Shiddiq dapat

diimplementasikan dalam pendidikan. Pendidik memberikan pengaruh yang

kuat pada karakter siswanya. Karakter terpenting yang harus diberikan pada

27

http://www.pak-sodikin.com/menjadi-guru-yang-adil/. Diakses pada 10 Februari

2014.

69

siswa sebagai bekal kehidupannya kelak adalah kejujuran. Jujur adalah

suatu karakter yang berarti berani menyatakan keyakinan pribadi,

menunjukkan siapa dirinya. Kejujuran tercermin dalam prilaku yang diikuti

dengan hati yang lurus (ikhlas), berbicara sesuai dengan kenyataan, berbuat

sesuai bukti dan kebenaran. Dengan demikian kejujuran merupakan salah

satu unsur kekuatan spiritual, akhlak mulia, serta kepribadian.

Kejujuran adalah investasi sosial yang harus dimiliki dan ditulari oleh

guru untuk menimbulkan kepercayaan dari murid, orang tua dan

masyarakat. Oleh karena itu, kejujuran harus menjadi senjata yang paling

ampuh bagi guru dalam menjalankan tugas profesinya sehingga nilai-nilai

kejujuran itu dapat ditanamkan dalam diri siswa atau peserta didik.

Melihat uraian di atas, maka kemudian muncullah sebuah pertanyaan,

sejauh mana peran guru dalam membangun tradisi kejujuran? Hal ini

menjadi sangat urgens ketika seorang guru belum mampu menunjukkan

pribadi yang jujur dalam kehidupan kesehariannya, maka akan sulit bagi

guru menanamkan nilai-nilai kejujuran pada peserta didiknya. Karena segala

aktifitas yang dilakukan guru terutama di sekolah, akan menjadi cerminan

(contoh) bagi muridnya, jika kemudian guru tidak jujur baik ucapan

maunpun tindakannya, maka jangan harap anak didiknya mempunyai sifat-

sifat kejujuran utamanya dalam proses belajar mengajar.28

Sesungguhnya peran guru dalam membangun tradisi kejujuran

dilingkungan sekolah sangat penting dan luas. Di anggap sangat penting

karena guru adalah fasilitator anak-anak didiknya dalam proses

pembelajaran, saat proses itulah peran-peran guru menanamkan tradisi

kejujuran kepada siswa-siswinya. Contoh sederhana peran guru dalam

membangun tradisi kejujuran kepada murid-muridnya, yaitu berkomunikasi

secara jujur merupakan keterampilan dialogis yang amat penting. Dengan

keterampilan ini guru dapat menyatakan perasaannya mengenai perasaan

siswa dengan cara yang demikian rupa sehingga siswa dapat menerima

28

http://cakslamet.blogspot.com/2012/02/peran-guru-dalam-membangun-

tradisi.html.Diakses pada tanggal 12 Februari 2014.

70

pesan tanpa ada rasa ketersinggungan. Untuk dapat mewujudkan

keterampilan ini para guru harus mau memahami dan mampu menyatakan

perasaan yang sesungguhnya pada siswa. Keterampilan kejujuran dapat

membantu untuk berbagi perasaan terhadap apa yang dikatakan atau

dilakukan siswa dan tetap menjaga hubungan baik.

Respon yang diberikan oleh guru terhadap ungkapan siswa yang

bersifat jujur adalah respon dengan cara yang ikhlas dan jujur secara

emosional dan secara langsung menyatakan perasaan sendiri. Misalnya

ketika pembelajaran sedang berlangsung, tiba-tiba ada seorang siswa yang

memotong pembicaraan guru, maka respon guru yang terbaik adalah: “Betul

ungkapanmu itu benar, akan tetapi sebaiknya kamu menunggu sampai

Bapak selesai bicara supaya ungkapanmu dapat membantu pembicaraan

kita.29

Contoh lainnya yaitu ketika ulangan, seorang guru harus

menyampaikan secara jujur agar tidak menyontek, baik kepada temannya

maupun pada buku catatan, pesan itu disampaikan dengan bahasa yang

sederhana yang bisa ditangkap anak didiknya dan itu harus dilakukan secara

berkelanjutan dan tidak pernah berhenti menyampaikan pesan-pesan moral.

Sehingga pada akhirnya terwujudlah rumusan tujuan pendidikan nasional

yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggungjawab.

Kemudian keluasan guru dalam membangun budaya kejujuran

dilingkungan akademiknya, dapat dilihat dengan tugas utama seorang guru

yaitu;

1. Mendidik, dalam persfektif ini pentingnya guru mengembangkan

keterpaduan kualitas manusia (anak didiknya) pada semua dimensinya

yang merupakan manifestasi dari iman, ilmu, dan amal.

29

Mohamad Surya, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi, (Bandung: Alfabeta, 2013),

h. 340.

71

2. Mengajar, dimaknai sebagai suatu proses yang dilakukan guru dalam

membimbing, membantu dan mengarahkan peserta didik untuk memiliki

pengalaman belajar. Posisi ini sangat memungkinkan bagi guru untuk

menanamkan nilai-nilai budi pekerti dengan terus melakukan pembinaan

tingkah laku dan akhlak mulia sebagaimana penjabaran dari sifat shidiq

(jujur), pembinaan kecerdasan dan ilmu pengetahuan yang luas dan

mendalam sebagai perwujudan dari sifat fathonah (kecerdasan),

pembinaan sikap mental yang mantap dan matang sebagai penjabaran

dari sifat amanah dan kemudian pembinaan keterampilan kepemimpinan

yang visioner dan bijaksana sebagai bentuk penjabaran dari tabligh.

3. Melatih, dalam konteks ini seorang guru mempunyai tanggungjawab

yang luas melatih ketrampilan dan kecakapan kepada peserta didiknya,

yang diwujudkan dengan bentuk konkrit dalam proses kehidupan sehari-

hari, misalnya melatih kedisiplinan, kejujuran, baik perkataan maupun

perbuatan kepada peserta didiknya, dan tentunya adalah keteladanan

(contoh) yang ditunjukkan oleh sikap disiplin dan kejujuran, artinya

sikap dari dirinya sendiri (guru), utamanya disiplin dalam mengajar,

kejujuran dalam perkataan, perbuatan dan tindakan.

4. Menilai dan mengevaluasi. Dalam menilai dan mengevaluasi setiap anak

didik seorang guru harus mengedepankan nilai obyektifitas dan

kejujuran, karena ini menyangkut masa depan anak didiknya. Jika guru

sudah tidak obyektif dan jujur dalam penilaian dan pengevaluasiaan,

maka sesungguhnya guru sudah membunuh karakter anak bangsa dan

merusak tatanan pendidikan.

Kemudian keluasan berikutnya adalah peran guru dalam membangun

tradisi kejujuran dengan teman profesi, harus diakui secara jujur tidak

semua guru peduli terhadap nilai-nilai kejujuran, sehingga sangat penting

memberikan wawasan akan pentingnya kejujuran dalam kehidupan sehari-

hari, baik jujur dalam perkataan, perbuatan maupun tindakan. Sungguh

sangat ironis jika anak didiknya diajarkan kejujuran, sementara gurunya

sendiri tidak memberikan teladan yang baik, bahkan merusak tradisi yang

72

sudah mengakar kepada peserta didikanya. Anak didik akan semakin baik,

cerdas, berkarakter, guru semakin termotivasi untuk mengajar dengan

disiplin, lembaga akan terhormat dan bermartabat secara akademik diakui

eksistensinya, kalau dalam lembaga tersebut secara intern menanamkan

budaya kejujuran dalam semua aspek, jadi tidak perlu ada kekhawatiran

anak didik pada endingnya tidak berhasil dalam menempuh ujian akhir.30

Dengan demikian dapat penulis pahami bahwa seorang guru harus

transparan dan jujur. Karakter ini sangat penting, mengingat beberapa alasan

pertama, kejujuran akan memudahkan guru dan siswanya berinteraksi

sedekat mungkin, kedua, kejujuran memungkinkan guru untuk memberi

umpan balik yang belum tergali.

Dalam pembelajaran membutuhkan contoh secara langsung bagi anak

atau siswa, dan apabila di sekolah contoh tersebut adalah para guru

pembimbing. Tidak mungkin anak akan jujur apabila dalam diri para

pengajar terdapat sifat ketidak jujuran yang nantinya baik langsung ataupun

tidak langsung akan berpengaruh pada anak didik. Dapat dipahami kejujuran

itu tidak hanya bagi guru saja yang notabennya berperan langsung dengan

siswa tapi juga semua unsur aktivitas akademik mulai dari kepala sekolah

yang merupakan leader dari segala keputusan dan kebijakan sampai pada

cleaning service. Dan dapat dikatakan bahwa kejujuran itu meliputi atau

menyelimuti semua sistem yang ada.

6. Kewibawaan dalam Mendidik

Salah satu aspek keefektifan kinerja seorang guru adalah unsur

kewibawaan dan profesional. Kewibawaan merupakan syarat bagi terjadinya

interaksi antara pendidik dengan peserta didik yang bersifat pedagogis

dalam proses pendidikan. Kewibawaan sangat diperlukan dalam berbagai

bentuk interaksi seseorang yang mengandung aspek saling mempengaruhi

dalam kehidupan keluarga, kepemimpinan, pendidikan, manajemen, jasa

30

http://cakslamet.blogspot.com/2012/02/peran-guru-dalam-membangun-

tradisi.html.Diakses pada tanggal 12 Februari 2014.

73

dan organisasi. Dalam hubungan ini para guru memerlukan kewibawaan

dalam intereaksi dengan siswa yang menjadi peserta didiknya untuk

melaksanakan fungsi profesinya secara efektif. Para pendidik memerlukan

kewibawaan dalam interaksi dengan peserta didik dalam melaksanakan

fungsi-fungsi kependidikannnya.

Banyak faktor yang mempengaruhi kewibawaan seorang. Secara

umum ada empat unsur yang ikut menentukan kewibawaan seseorang antara

lain:

1. Memiliki keungggulan.

Dalam dunia akademik kewibawaan akan banyak ditentukan oleh

keunggulan penguasaan akademik. Seorang guru akan diakui

kewibawaannya karena penguasaan ilmu pengetahuan yang menjadi

tanggung jawabnya. Dalam tugas keguruan, diperlukan keunggulan dalam

berbagai aspek yang berkaitan dengan tugas-tugas seorang guru. Dengan

kata lain, keunggulan atau kelebihan dalam bidang keguruan akan

menentukan kualitas kewibawaan seorang guru. Menurut undang-undang

nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, kewibawaan ditentukan

oleh kualitas kompetensinya yang meliputi kompetensi pribadi, sosial,

pedagogik dan profesional.

2. Memiliki rasa percaya diri.

Rasa percaya diri banyak mempengaruhi penampilan diri seseorang.

Dengan kepercayaan diri yang kuat seseorang akan tampil lebih

meyakinkan dan berwibawa sehingga dapat mempengaruhi orang lain.

3. Ketepatan dalam pengambilan keputusan.

Bentuk dan mutu keputusan yang diambil oleh seseorang akan banyak

menentukan kewibawaan. Makin tepat seseorang mengambil keputusan

terutama dalam situasi yang kritis, maka ia akan dapat pengakuan

kewibawaannya.

4. Tanggungjawab atas keputusan yang telah diambilnya.

Setiap keputusan yang telah diambil seseorang akan menimbulkan

berbagai konskuensi baik yang bersifat positif maupun negatif. Pengambil

74

keputusan seyogianya akan bertanggung jawab keputusan yang telah

dibuatnya. Menghindari tanggung jawab terhadap keputusan yang telah

diambil, akan mengurangi kewibawaan seseorang, dan sebaliknya,

keberanian menghadapi berbagai tanggung jawab atas keputusan yang

telah diambilnya dan dapat meningkatkan kewibawaan.

Seperti yang dikemukakan diatas dapat penulis pahami bahwa

kewibawaan seorang guru erat sekali kaitannya dengan kepribadian secara

keseluruhan, karena kualitas kepribadian banyak ditentukan oleh

kewibawaan yang ditampilkannya. Kewibawaan ini sangat diperlukan dalam

berbagai aspek kehidupan (dalam keluarga, masyarakat, organisasi dan lain

sebagainya), agar dapat mewujudkan dirinya secara tepat sesuai dengan

tugas dan peranannya. Penampilan kewibawaan ini sangat terkait dengan

peran-peran dimana dan kapan guru itu berada, seperti dalam menerima

siswa, berhadapan dengan orang tua, pergaulan dengan rekan guru,

berhadapan dengan atasan dan mengerjakan tugas, dan lain sebagainya.

75

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian diatas, penulis mengambil beberapa kesimpulan yang

perlu diungkapkan. Diantara kesimpulan-kesimpulan yang dikemukakan di

sini adalah:

1. Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah seorang pemimpin sekaligus pendidik

umat. Sebagai seorang pemimpin Abu Bakar memiliki karakter

kepemimpinan yang dibutuhkan untuk seorang pemimpin, antara lain:

ketegasan, keberanian, kedermawanan, keadilan, kejujuran dan

kewibawaan.

2. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam kepemimpinan Khalifah

Abu Bakar Ash-Shiddiq yang harus diteladani di antaranya:

a. Ketegasan

Abu Bakar dikenal bersifat tegas dalam mengambil keputusan

untuk memerangi kaum pemberontak dan pembangkang (orang-orang

murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar

zakat).

b. Keberanian

Diantara sikap kepahlawanan yang dianggap sebagai kebanggaan

yang disematkan dalam diri Abu Bakar adalah keberanian, yaitu ketika

menghadapi setiap orang yang menghalanginya di jalan dakwah. Abu

76

Bakar tidak mengenal rasa takut dan gentar serta mempunyai ketabahan

dan kemauan yang keras.

c. Kedermawanan

Di antara sahabat Nabi Muhammad Abu Bakar adalah yang paling

dermawan yang paling banyak memberikan sumbangan untuk

perjuangan di jalan Allah. Hartanya sangat banyak dan semuanya di

infaqkan untuk kepentingan dakwah.

d. Keadilan

Abu Bakar adalah sosok yang menjadi contoh dan teladan dalam

keadilannya yang begitu menawan hati, memukau akal pikiran.

Keadilan dalam pandangan Abu Bakar adalah sebuah dakwah praktis

yang bisa menjadi media yang efektif untuk membuka hati manusia

untuk beriman.

e. Kejujuran

“Kejujuran adalah amanah dan kebohongan adalah khianat.” Pidato

Abu Bakar tersebut merupakan cermin sifat kejujuran dan sikap amanah

Abu Bakar dalam menegakkan nilai-nilai kejujuran dalam segala hal.

Abu Bakar diberi gelar "ash-Shiddiq" karena menjadi orang yang selalu

jujur dan membenarkan segala yang datangnya dari Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wasallam.

f. Kewibawaan.

Sosok Abu Bakar Ash-Shiddiq telah menjadi pemimpin yang

berwibawa. Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak memiliki aib dan cacat

kecuali keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Abu Bakar Ash-

Shiddiq termasuk salah satu orang yang terkemuka, terhormat,

terpandang dan terbaik. Sehingga banyak orang sangat menyukai dan

senang kepadanya.

Adapun Implementasi nilai-nilai tersebut dalam pendidikan Islam

sebagai berikut:

1. Ketegasan Abu Bakar berimplementasi terhadap pendidikan.

Ketegasan sikap dan tindakan dalam mendidik anak sangat

77

diperlukan karena berpengaruh besar terhadap sikap dan kebiasaan

anak didik kelak. Ketegasan berarti sikap dan tindakan yang

menerapkan kedisiplinan, dengan menegakkan aturan yang berguna

bagi pertumbuhan dan perkembangan anak didik itu sendiri. Cara ini

perlu digunakan untuk mendidik anak agar mengenal arti

tanggungjawab dan disiplin sejak dini.

2. Sikap keberanian Abu Bakar Ash-Shiddiq dapat diimplementasikan

dalam pendidikan. Keberanian seorang guru yaitu ketika ia berani

menghadapi tantangan baru dan bersedia menghadapi resiko

kegagalan. Ia senantiasa penasaran untuk mencoba hal-hal baru.

Dalam konteks pembelajaran, guru yang kreatif akan membuka diri

pada bentuk dan model-model pembelajaran yang baru.

3. Menjadi seorang guru yang dermawan tidak akan menganggap

tugasnya tersebut sebagai kewajiban semata yang harus

dilaksanakan, melainkan sebuah ruang dimana ia bisa memberikan

yang terbaik dari dirinya berdasarkan semangat pengabdian.

4. Pembelajaran harus mampu memberikan kemudahan belajar kepada

peserta didik secara adil dan merata (tidak diskriminatif), sehingga

mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Keadilan

dalam pembelajaran merupakan kewajiban guru dalam

pembelajaran, dan hak peserta didik untuk memperoleh

pembelajaran yang maksimal dari guru.

5. Pendidik memberikan pengaruh yang kuat pada karakter siswanya.

Karakter terpenting yang harus diberikan pada siswa sebagai bekal

kehidupannya kelak adalah kejujuran. Kejujuran adalah investasi

sosial yang harus dimiliki dan ditulari oleh guru untuk menimbulkan

kepercayaan dari murid, orang tua dan masyarakat. Oleh karenaitu,

kejujuran harus menjadi senjata yang paling ampuh bagi guru dalam

menjalankan tugas profesinya sehingga nilai-nilai kejujuran itu dapat

ditanamkan dalam diri siswa atau peserta didik.

78

6. Abu Bakar Ash-Shiddiq telah menjadikan suritauladan bagi seorang

pendidik. Bahwa salah satu aspek keefektifan kinerja seorang guru

adalah unsur kewibawaan dan profesional. Adapun faktor yang

mempengaruhi kewibawaan seorang pendidik yaitu keunggulan

penguasaan akademik, Memiliki rasa percayadiri, Ketepatan dalam

pengambilan keputusan dan Tanggung jawab atas keputusan yang

telah diambilnya.

B. Saran

Dari kesimpulan diatas, penulis memberikan beberapa saran yang

diharapkan dapat menjadi salah satu upaya konstruktif dalam menerapkan

nilai-nilai pendidikan Islam.

1. Hendaklah nilai-nilai pendidikan dalam kepemimpinan Abu Bakar Ash-

Shiddiq dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam

kegiatan belajar mengajar di sekolah maupun dalam pergaulan dirumah

serta lingkungan masyarakat.

2. Hendaknya para pendidik di sekolah menganjurkan para peserta

didiknya untuk melengkapi bacaan-bacaan mereka yang positif dan

bernuansa Islami dalam hal ini mengenai kepemimpinan Abu Bakar

Ash-Shiddiq.

Akhirnya penulis mengucapkan Alhamdulillah atas selesainya

penulisan skripsi ini, karena hanya dengan pertolongan Allah dan petunjuk-

Nya serta motivasi dari semua kalangan akhirnya skripsi ini dapat

diselesaikan.

Hanya kepada Allah SWT penulis berdoa dan memohon pertolongan-

Nya, semoga penulis senantiasa ditunjuki ke jalan yang benar dan lurus

serta mendapat RidhoNya.

79

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Abu, Argumen Alusunnah waljama’ah, (Jakarta: Pustakata ’awun, Cet.

II, 2011.

Anoraga, Pandji, Psikologi Kepemimpinan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet. III,

2001.

Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat

Pers, Cet. I, 2002.

Arifin M., Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan

Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. IV, 2009.

Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. V, 2010.

Ash-Shalabi, Ali Muhammad, Biografi Abu Bakar As-shiddiq, Jakarta: Pustaka

Al-kausar, 2013.

Fuad, Mohd Fachruddin, Perkembangan Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan

Bintang, 1995.

Haikal, Husain Muhammad, Khalifah Rasulullah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Solo:

CV. Pustaka Mantiq, Cet. I, 1994.

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2006.

Katsir, Al-Hafizh Ibnu, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang Agung,

Jakarta: Darul Haq, Cet. VIII, 2011.

Al-Khathib, Muhammad Ajjaj, Pokok-pokok Ilmu Hadis, Terj. Dari Ushul Hadis

oleh Qodirun Nur, Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. III,

1998.

Ilaihi, Wahyu, Pengantar Sejarah Dakwah, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, Cet. I, 2007.

Jalaludin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. II, 2002.

Kartono, Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2001.

80

Khalid, Muh. Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik

Perihidup Khalifah Rasulullah, Bandung: Diponegoro, 1985.

Mujib, Abdul et.al., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, Cet. II, 2008.

Mursi, Muhammad Sa’id, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta:

Pustaka AL-Kautsar, Cet. III, 2007.

Mulyasa, E, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosda karya, 2011.

Murad, Musthafa, Kisah Hidup Abu Bakar Al-Shiddiq, Jakarta: zaman Mursi,

2009.

Nashori, Fuad, Psikologi Kepemimpinan, Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2009.

Nata, Abuddin, Studi Islam Komperhensif, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, Cet. I, 2011.

, Filsafat Pendidikan Islam , Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

, Manajemen Pendidikan, Jakarta: Kencana, Cet. I, 2003.

, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. I,

2005.

Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta:

Cahaya Media Pratama, Cet. I, 2001.

Al-Quraibi, Ibrahim, Tarikh Khulafa’, Jakarta: Qhisti Press, Cet. I, 2009.

Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis, Jakarta: Fajar Interpratama

Offset.

Rudiana, 9 Karakter Guru Menyenangkan Berbasis Ramah Otak, Bandung:

Smile’s Indonesia Insitute, 2012.

Saefuddin, Didin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. I,

2007.

Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak; Peran Moral Intelektual, Emosional,

dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, Jakarta: PT.

Bumi Aksara, Cet. II, 2008.

Shofan, Moh., Pendidikan Berparadigma Profetik, Jogjakarta: IRCiSoD, Cet. I,

2004.

81

Suparta, Mundzir, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap

Perilaku Keagamaan Masyarakat, Jakarta: Asta Buana Sejahtera, Cet. I,

2009.

Surya, Mohamad, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi, Bandung: Alfabeta, 2013.

Syalabi., A, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Khusna, 1983.

Tuanaya, Husein, dkk, Sejarah Kebudayaan Islam Kelas 3A, Jawa Timur:

Wahana dinamika karya, 2004.

Tu’u, Tulus, Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Belajar, Jakarta:

Gramedia, Wiasarana Indonesia, 2004.

Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1991.

, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, Cet. III, 2005.

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2004.

, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2008.

Yasin, A. Fatah, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, Yogyakarta: UIN Malang

Press, 2008.

http://www.pak-sodikin.com/menjadi-guru-yang-adil/.

http://www.lampuislam.blogspot.com/2013/08/besarnya-cinta-abu-bakar-ash-

shiddiq-ra.html.

http://www.tuanguru.com/2011/11/ijtihad-dalam-pendidikan.html

http://marwajunia.blogspot.com/2012/02/ijtihad-dan-contoh-pemikiran-imam-

empat.html

UJI REFERENSI

No Pengarang Judul Buku Halaman

Skripsi

Halaman

Referensi

1 Kartini

Kartono

Pemimpin dan

Kepemimpinan

1 28

2 Pandji

Anoraga

Psikologi Kepemimpinan 1 2

3 Fuad Nashori Psikologi Kepemimpinan 2 3-5

4 Badri Yatim Sejarah Peradaban Islam 3 35

5 Didin

Saefuddin

Sejarah Peradaban Islam 3 33

6 Mohd

Fachruddin

Fuad

Perkembangan

Kebudayaan Islam

4 77

7 Musthafa

Murad

Kisah Hidup Abu Bakar

Al-Shiddiq

4 31

8 Syaikh

Muhammad

Sa’id Mursi

Tokoh-tokoh Besar Islam

Sepanjang Sejarah

5 8

9 Ali

Muhammad

Ash-Shalabi

Biografi Abu Bakar As-

shiddiq

8 11-689

10 Al- Hafizh

Ibnu Katsir

Perjalanan Hidup Empat

Khalifah Rasul yang

Agung

10 5

11 Husain

Muhammad

Haikal

Khalifah Rasulullah Abu

Bakar Ash-Shiddiq

10 33

12 Ibrahim al-

Quraibi

Tarikh Khulafa’ 11 110

عبدالرحمنالشرقاو 13

ى

مكتبةغريب. أولالخلفاء 22 60

14 Khalid, Muh.

Khalid.

Mengenal Pola

Kepemimpinan Umat dari

Karakteristik Perihidup

Khalifah Rasulullah

23 25

15 Wahyu Ilaihi Pengantar Sejarah

Dakwah

24 84

16 Husein

Tuanaya,dkk

Sejarah Kebudayaan

Islam Kelas 3A

29 15

17 Sjarkawi Pembentukan Kepribadian

Anak ; Peran Moral

Intelektual, Emosional,

dan Sosial Sebagai Wujud

Integritas Membangun Jati

Diri

31 29-31

18 Abuddin Nata Manajemen Pendidikan 31 9

19 Abuddin Nata Filsafat Pendidikan Islam 32 4

20 Nur Uhbiyati Ilmu Pendidikan Islam 32 18

21 A. Fatah Yasin Dimensi-dimensi

Pendidikan Islam

32 110

22 Samsul Nizar Pengantar Dasar-dasar

Pemikiran Pendidikan

Islam

32 93

23 M. Arifin Ilmu Pendidikan Islam;

Tinjauan Teoritis dan

Praktis berdasarkan

pendekatan Interdisipliner

33 8

24 Muzayyin

Arifin

Filsafat Pendidikan Islam 33 15

25 Mundzir

Suparta

Perubahan Orientasi

Pondok Pesantren

Salafiyah Terhadap

Perilaku Keagamaan

Masyarakat

33 284

27 Abdul Mujib,

et.al

Ilmu Pendidikan Islam 35 32

28 Abudin Nata Studi Islam Komperhensif 35 28

29 Muhammad

Ajjaj al-

Khathib

Pokok-pokok Ilmu Hadis 37 2

30 Nur Uhbiyati Ilmu Pendidikan Islam 38 21

31 Abu Abdillah Argumen Alusunnah wal

jama’ah

38 1

32 Abuddin Nata Filsafat Pendidikan Islam 41 45

33 Jalaludin Teologi Pendidikan 41 92

34 Armai Arief Pengantar Ilmu dan

Metodologi Pendidikan

Islam

42 23

35 Badri Yatim Sejarah Peradaban Islam 44 3

36 A. Syalabi Sejarah dan Kebudayaan

Islam

45 226

37 Tulus Tu’u Peran Disiplin pada

Perilaku dan Prestasi

Belajar

62 48

38 Dede Rosyada Paradigma Pendidikan

Demokratis

63 152

39 Rudiana 9 Karakter Guru

Menyenangkan Berbasis

Ramah Otak

64 112-134

40 E. Mulyasa Menjadi Guru Profesional 67 28

41 Mohamad

Surya

Psikologi Guru Konsep

dan Aplikasi

70 340

Dosen Pembimbing

Drs. H. Ghufron Ihsan, MA.

NIP. 195305091981031006