follow up amputee

Upload: dorothy-eugene-nindya-wiharyanto

Post on 10-Jan-2016

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Follow up rehabilitasi medik pada amputasi extremitas atas.

TRANSCRIPT

Follow Up : Masalah amputee dan penanganannyaPasien yang telah menyelesaikan program rehabilitasi sebaiknya melakukan follow-up kepada seorang tim minimal setiap 3 bulan selama 18 bulan pertama. Kunjungan dapat lebih sering apabila pasien mendapatkan masalah dalam fitting protesa, kondisi puntung, maupun kesulitan dalam melakukan aktivitas tertentu. Setelah periode ini, pasien dianjurkan melakukan pemeriksaan minimal tiap 6 bulan untuk menjamin keadaan dan fungsi protesa adekuat. Penting untuk mengganti protesa atau komponen-komponennya setiap 2 atau 3 tahun. Beberapa masalah yang perlu diperhatikan adalah : (1,2,3)1. EdemaEdema hebat dapat menyebabkan nekrosis, edema dapat diminimalkan dengan pemakaian rigid dressing.2. NyeriNyeri insisional akan mereda sejalan dengan penyembuhan (4-5 hari), penanganannya adalah evaluasi anggota gerak, rigid dressing post operasi.3. HematomaPengontrolan perdarahan yang baik sebelum menutup luka dan penggunaan drain akan mengurangi risiko terjadinya hematoma. Dengan adanya hematoma akan memperlambat penyembuhan dan merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuhan bakteri, sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Bila ditemukan hematom, perlu dilakukan aspirasi dan kompresi kuat pada daerah yang terkena.4. InfeksiAngka kejadian infeksi oleh karena amputasi sekitar 15% dan sering ditemukan pada amputasi dengan penyakit pembuluh darah perifer, terutama diabetes melitus. Antibiotika profilaksis dapat diberikan, akan tetapi harus diingat bahwa level antibiotika pada puntung sangat rendah.5. Nekrosis, Ulserasi dan GanggrenNekrosis akan memperlambat penyembuhan. Sedikit nekrosis pada tepi kulit dapat diobati secara konservatif. Nekrosis yang lebih berat menunjukkan insufisiensi aliran darah pada level tersebut yang mungkin memerlukan reseksi atau reamputasi pada level yang lebih proksimal.6. NeuromaSuatu neuroma terjadi pada akhir potongan saraf. Nyeri yang timbul pada umumnya disebabkan oleh tarikan pada saraf tersebut oleh jaringan parut dan juga oleh karena tekanan pada saraf tersebut. Penanganan neruroma adalah dengan melakukan perubahan pada kantong protesa sehingga tidak menekan atau menarik pada tempat yang sakit. Penyuntikan secara langsung dengan anestesi lokal, dengan atau tanpa steroid, dapat membantu. Neurlosis dengan fenol dapat dicoba setelah penyuntikan anestesi lokal gagal. Bila tindakan konservatif gagal, pembedahan untuk membebaskan saraf pada level proksimal dapat dipertimbangkan.7. Sensasi Phantom dan nyeri phantomSensasi phantom adalah bila penderita pasca amputasi masih merasa bahwa bagian tubuh yang telah diamputasi masih ada, sensasi ini dapat mengganggu tetapi jarang menimbulkan nyeri, dan biasanya hilang dengan sendirinya setelah protesa digunakan secara teratur. Sedangkan nyeri phantom adalah nyeri bayangan / semu yang merupakan rasa sakit yang dirasakan oleh penderita pada bagian tubuh yang sebenarnya telah diamputasi. Nyeri phantom pada umumnya timbul lebih lambat daripada sensasi phantom dan frekuensinya lebih sedikit pada usia di bawah 35 tahun. Insiden dan beratnya nyeri phantom meningkat pada amputee yang mengalami iskemi sebelum amputasi, profil kepribadian yang kompulsif atau tipe pekerja keras, amputasi pada ekstremitas atas, adanya nyeri kronik sebelumnya dan amputasi atas indikasi trauma, nyeri phantom akan berkurang bila program rehabilitasi post operatif segera diberikan.Meskipun telah dicoba menggunakan beberapa modalitas terapi, penanganan nyeri phantom belum memberikan hasil yang optimal. Obat oral yang dimasukkan dalam first line penanganan nyeri phantom adalah golongan antidepresan trisiklik dan antikonvulsan (misal carbamazepin, gabapentin). Obat lain yang dapat diberikan dan ternyata telah memberikan keberhasilan termasuk mexiletine, calcitonin, N-methyl-D-aspartate (NMDA) reseptor antagonis, dan opioid. Evaluasi dan koreksi dari masalah protesa dan nyeri puntung juga merupakan komponen penting dalam penanganan awal nyeri phantom. Latihan ROM, relaksasi, massage puntung, pemberian transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS), compressive stocking dan mengajarkan pemakaian protesa yang benar dapat bermanfaat dalam membantu penanganan medis.

8. KontrakturKontraktur sering terjadi pada puntung yang pendek. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan positioning yang fisiologis dari puntung dan latihan penguatan otot-otot maupun mobilisasi sendi. Kontraktur ringan dapat ditangani dengan stretching pasif pada sendi secara gentle dan disertai latihan penguatan otot yang mengontrol sendi tersebut. Kontraktur sendi yang berat dapat terjadi pada puntung yang pendek, dan adanya kontraktur ini akan menyulitkan pemakaian protesa, sehingga diperlukan tindakan bedah. 9. Masalah penyesuaian psikososialAmputee merasa rendah diri, depresi dan tidak cakap. Mereka memerlukan konseling psikologis untuk memecahkan masalah secara terbuka. Adaptasi psikologis dipengaruhi oleh kepribadian premorbid, tipe amputasi, kondisi medis dan keberhasilan program prostesis.10. Masalah Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) dan penyesuaian pekerjaanAmputee dapat mengalami hambatan dalam melakukan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS). Karena itu, perlu dilakukan rehabilitasi menyangkut AKS seperti untuk makan, berpakaian, dan personal hygiene.

Daftar Pustaka1. Leonard EI, editors. Lower limb prostheses. In: Braddom RL. Physical medicine and rehabilitation, 2nd ed. Philadelphia: WB Saunders company; 2000: 279-308.2. Meier RH. Rehabilitation in patient with amputation, In : Halstead LS, Grabois M. Medical rehabilitation. New York: Raven press Books; 1985: 133-45.3. Friedman LW. Rehabilitation on lower extremity amputee. In : Kottke FJ, Lehman JF. Krussens handbook of physical medicine and rehabilitation. WB Saunders company; 1990: 1024-31