fn1
DESCRIPTION
ikTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara berpikir
dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa pada konsekuensi di
bidang kesehatan fisik dan bidang kesehatan jiwa. Dengan adanya hal tersebut dapat membuat
seorang individu atau masyarakat harus berusaha untuk menyesuaikan diri atau adanya respon
adaptif dalam kehidupan yang selalu berubah-ubah.
Respon adaptif yang dipengaruhi oleh karakteristik individual dan atau proses
psikologis, yaitu akibat situasi atau kejadian eksternal yang menyebabkan tuntutan fisik dan
atau psikologis terhadap seseorang (Ivancevich & Matteson, 1980 dalam Kreitner & Kinicki,
2004). Respon adaptif ini sebenarnya adalah hasil akhir dari proses koping. Proses untuk
menuju ke tahap adaptasi yaitu berawal dari munculnya suatu masalah yang dapat
menyebabkan individu stresss (stresssor), lalu adanya stresssor maka memposisikan individu
tersebut stresss. Dengan adanya stresss ini mengharuskan individu untuk merespon atau
berusaha menyelasaikan suatu hal yang harus dihadapi (koping) yang akan membuat individu
tersebut dapat menyesuaikan dirinya (adaptasi).
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari stresss, stresssor, koping, dan adaptasi?
2. Bagaimana konsep adaptasi dan segala hal yang mempengaruhi adaptasi?
3. Bagaimana proses keperawatan dalam konsep stresss dan adaptasi?
4. Apa saja masalah keperawatan yang sering muncul pada gangguan konsep stresss dan
adaptasi?
1.3. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian dari stresss, stresssor, koping, dan adaptasi.
2. Untuk memahami konsep adaptasi secara tepat dan hal-hal yang terkait dengan adaptasi.
3. Untuk mengetahui bagaimana saja proses keperawatan dalam konsep stresss dan adaptasi,
sehingga dapat diimplementasikan secara tepat.
4. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan apa saja yang muncul dan bisa memprioritaskan
secara tepat dan benar.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Stress
2.1.1. Definisi stress menurut para ahli
Stress Situasi dimana suatu tuntutan yang sifatnya tidak spesifik dan mengharuskan
seseorang memberikan respons atau mengambil keputusan (Seyle, 1976).
Stress dapat dijadikan sebagai stimulus untuk perubahan dan perkembangan,
sehingga dalam hal ini dapat dianggap positif atau bahkan perlu. Meskipun demikian stress
yang terlalu berat dapat mengakibatkan sakit, penilaian yang buruk , dan ketidakmampuan
unuk bertahan. Stress dapat didefinisikan sebagai respon adptif, dipengaruhi oleh
karakteristik individual dan atau proses psikologis yaitu akibat dari tindakan, situasi atau
kejadian eksternal yang menyebabkan tuntutan fisik dan atau fisiologis terhadap seseorang
( Ivancevich dan Matteson, 1980 dalam kreitner dan kinicki, 2004).
Stress adalah respons manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntutan
kebutuhan yang ada dalam dirinya Hans Selye (1974). Menurut Cornelli, sebagaimana dikutip
oleh Grant Brecht (2000) bahwa yang dimaksud “Stress adalah ganguan pada tubuh dan
pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik
oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut”.
2.1.2. Pandangan mengenai stress
Dalam memahami tentang stress, para ahli berbeda-beda mendefinisikannya karena
memiliki pandangan teori yang tidak sama. Untuk lebih jelas tentang stress sebenarnya,
maka dapat diketahui beberapa pandangan diantaranya :
a. Pandangan Stress Sebagai Stimulus
Pandangan ini menyatakan stress sebagai suatu stimulus yang menuntut, di mana
semakin tinggi besar tekanan yang dialami sesorang, maka semakin besar pula stress
yang dialami.
b. Pandangan Stress Sebagai Respons
Mengidentifikasikan stress sebagai respons individu terhadapstressor yang diterima,
di mana ini sebagai akibat respons fisiologis dan emosional.
c. Pandangan Stress Sebagai Transaksional
Pandangan ini merupakan suatu interaksi antara individu dengan lingkungan dengan
meninjau dari kemampuan individu dalam mengatasi maslah dan terbentuknya
2
sebuah koping. Dalam interaksi dengan lingkungan ini dapat diukur situasi yang
potensial mengandung stress dengan mengukur dari persepsi individu terhadap
masalah, mengkaji kemampuan seseorang atau sumber-sumber yang tersedia yang
diarahkan mengatasi masalah.
2.1.3. Tahapan stress
Menurut Dr.Robert J. Van Amberg (1979), sebagaimana dikemukakan oleh Prof.
Dadang Hawari (2001) bahwa tahapan stress ada 6 tahapan, yaitu sebagai berikut :
a. Stress tahap pertama (paling ringan), yaitu stresss yang disertai perasaan nafsu bekerja
yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan
tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
b. Stress tahap kedua, yaitu stress yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar
atau letih, cepat lelah pada saat menjelang sore, cepat lelah sesudah makan, tidak dapat
rileks, lambung atau perut tidak nyaman, jantung berdebar, dan punggung tegang. Hal ini
karena cadangan tenaga tidak memadai.
c. Stress tahap ketiga, yaitu tahapan stress dengan keluhan, seperti defekasi yang tidak
teratur, otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali,
koordinasi tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan.
d. Stress tahap keempat, yaitu tahapan stress dengan keluhan, seperti tidak mampu
bekerja sepanjang hari, aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, kegiatan rutin
terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat
menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan.
e. Stress tahap kelima, yaitu tahapan stress yang ditandai dengan kelelahan fisik dan
mental, ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan,
gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung, dan panik.
f. Stress tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stress dengan tanda-tanda seperti
jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, dan banyak keluar keringat,
loyo, serta pingsan atau collaps.
2.1.4. Macam-macam stress
Ditinjau dari penyebabnya, maka stress dibagi menjadi tujuh macam, di antaranya :
a. Stress Fisik
3
Stress yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur yang tinggi atau
yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau karena tegangan arus listrik.
b. Stress kimiawi
Stress ini disebabkan karena zat kimia seperti adanya obat-obatan, zat beracun asam basa,
faktor hormon atau gas dan prinsipnya karena pengaruh senyawa kimia.
c. Stress mikrobiologik
Stress ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri, atau parasit.
d. Stres fisiologik
Stress yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh dsiantaranya gangguan dari
struktur tubuh, fungsi jaringa, organ dan lain-lain.
e. Stress proses pertumbuhan dan perkembangan
Stress yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkemabangan seperti pada
pbertas, perkawinan dan proses lanjut usia.
f. Stress psikis atau emosional
Stress yang disebabkan karena gangguan situasi psikologis atau ketidakmampuan kondisi
psikologis untuk menyesuaikan diri seperti hubungan interpersonal, sosial budaya atau
faktor keagamaan.
Adapun menurut Brench Grand (2000), stress ditinjau dari penyebabnya hanya dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu :
a. Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan, seperti kematian,
perceraian, pensiun, luka batin, dan kebangkrutan.
b. Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari, seperti pertengkaran
rumah tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang akan dimakan, dan antri.
2.2. Stressor
2.2.1. Definisi stressor
Stressor merupakan stimuli yang mengawali atau memicu perubahan yang
menimbulkan stress. Stressor mewakili kebutuhan yang tidak terpenuhi, bisa berupa
kebutuhan fisiologis, psikologis, social, lingkungan, spiritual, dan sebagainya.
Stressor adalah variabel yang dapat diidentifikasikan sebagai penyebab timbulnya
stress, datangnya stressor dapat sendiri-sendiri atau dapat pula bersamaan. Sumber strees
dapat berasal dari dalam tubuh dan di luar tubuh, sumber stress dapat berupa biologi atau
fisiologi, kimia, psikologi, sosial, dan spiritual. Terjadinya stress karena stressor tersebut
dirasakan dan dipersepsikan oleh individu sebagai suatu ancaman sehingga menimbulkan
4
kecemasan yang merupakan tanda umum dan awal dari gangguan kesehatan fisik dan
psikologis. Contohnya:
a. Stressor biologi dapat berupa: mikroba; bakteri, virus dan jasad renik lainnya, hewan,
binatang, bermacam tumbuhan dan makhluk hidup lainnya yang dapat mempengaruhi
kesehatan misalnya: tumbuhnya jerawat (acne), demam, digigit binatang, dll, yang
dipersepsikan dapat mengancam konsep diri individu.
b. Stressor fisik dapat berupa : perubahan iklim, alam, suhu, cuaca, geografi: yang meliputi
letak tempat tinggal, domisili, demografi ; berupa jumlah anggota dalam keluarga, nutrisi,
radiasi kepadatan penduduk, imigrasi, kebisingan, dll.
c. Stressor kimia: dari dalam tubuh dapat berupa serum darah dan glukosa, sedangkan dari
luar tubuh dapat berupa obat,pengobatan, pemakaian alkohol, nikotil, kafein, polusi
udara, gas beracun, insektisida, pencemaran lingkungan, bahan-bahan kosmetika, bahan-
bahan pengawet, pewarna, dll.
d. Stressor sosial psikologi , yaitu labeling (penamaan) dan prasangka , ketidakpuasan
terhadap diri sendiri, kekejaman (aniaya,perkosaan) konflik peran percaya diri yang
rendah, perubahan ekonomi, emosi yang negatif dan kehamilan.
e. Stressor spiritual : yaitu adanya persepsi negatif terhadap nilai-nilai ke-Tuhanan.
2.2.2. Tipe kepribadian individu menghadapi stressor
Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menahan stress. Hal
tersebut sangat bergantung pada sifat dan hakikat stress yaitu intensitas, lokal, lamanya, dan
umum. Selain itu juga pada sifat individu yang terkait dengan proses adaptasi. Sebagaimana
dikemukakan oleh Prof. Dadang Hawari (2001) bahwa stress apabila ditinjau dari tipe
kepribadian individu dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
a. Tipe yang rentan (vulnerable)
Individu dengan tipe ini memiliki resiko yang tinggi mengalami stress dengan ciri-ciri
kepribadian sebagai berikut :
- Cita-citanya tinggi (ambisius)
- Agresif
- Suka bersaing yang kurang sehat
- Banyak jabatan rangkap
- Emosional, yang ditandai dengan mudah marah, mudah tersinggung, mudah mengalami
ketegangan, dan kurang sabar
- Terlalu percaya diri (over confident)
- Self kontrol kuat
5
- Terlalu waspada
- Tindakan dan cara bicaranya cepat serta tidak dapat diam (hiperaktif)
- Cakap dalam berorganisasi (organisatoris)
- Cakap dalam memimpim (leader)
- Tipe kepemimpinan otoriter
- Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic)
- Bila menghadapi tantangan senang bekerja sendiri
- Disiplin waktu yang ketat
- Kurang rileks dan serba terburu-buru
- Kurang atau bahkan tidak ramah
- Tidak mudah bergaul
- Mudah empati, namun juga mudah bersikap bermusuhan
- Sulit dipengaruhi
- Sifatnya kaku (tidak fleksibel)
- Pikiran tercurah kepekerjaan walaupun sedang libur
- Berusaha keras agar segala sesuatunya terkendali
b. Tipe yang kebal (immune)
Individu dengan tipe ini kebal terhadap stress, yang ciri-ciri kepribadiannya sebagai berikut :
- Cita-cita atau ambisinya wajar
- Berkompetensi secara sehat
- Tidak agresif
- Tidak memaksakan diri
- Emosi terkendali, yang ditandai dengan tidak mudah marah, tidak mudah tersinggung,
penyabar, dan tenang
- Kewaspadaan wajar
- Self control wajar
- Self confident wajar
- Cara bicara tenang
- Cara bertindak tenang dan dilakukan pada saat yang tepat
- Ada keseimbangan waktu bekerja dan istirahat
- Sikap dalam memimpin maupun berorganisasi akomodatif dan manusiawi
- Mudah bekerja sama (kooperatif)
- Tidak memaksakan diri dalam menghadapi tantangan
- Bersikap ramah
6
- Mudah bergaul
- Dapat menimbulkan empati untuk mencapai kebersamaan (mutual benefit)
- Bersikap fleksibel, akomodatif, dan tidak merasa dirinya paling benar
- Dapat melepaskan masalah pekerjaan ataupun kehidupan disaat libur
- Mampu menahan dan mengendalikan diri
2.3. Koping
2.3.1. Definisi Koping
Koping adalah sebuah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban
yang diterima tubuh dan beban tersebut menimbulkan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik yaitu
stres. Apabila mekanisme coping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan
atau beban tersebut (Ahyar, 2010).
Koping ialah proses yang dilalui individu dalam menyelesaikan situasi yang stressful. Koping
juga merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam. Strategi koping adalah cara yang
dilakukan individu untuk mengubah lingkungan atau situasi untuk menyelesaikan masalah.
2.3.2. Macam-macam Koping
Koping dibagi menjadi dua macam, yaitu
a. Koping efektif atau disebut dengan adaptif
b. koping yang tidak efektif disebut dengan maladaptif
Bell (1977, dalam Rasmun 2004) menyatakan ada dua metode koping yang di gunakan
oleh individu dalam mengatasi masalah psikologis yaitu: metode koping jangka panjang dan
metode koping jangka pendek.
Metode koping jangka panjang bersifat konstruktif dan merupakan cara yang efektif dan
realitas dalam menangani masalah psikologis untuk kurun waktu yang lama, hal ini seperti;
berbicara dengan orang lain, teman, keluarga atau profesi tentang masalah yang sedang
dihadapi, mencoba mencari informasi yang lebih banyak tentang masalah yang sedang
dihadapi, menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi dalam kekuatan supra
natural, melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan/masalah, membuat berbagai
alternatif tindakan untuk mengurangi situasi, mengambil pelajaran dari peristiwa atau
pengalaman masalalu.
Sedangkan metode koping jangka pendek digunakan untuk mengurangi
stres/ketegangan psikologis dan cukup efektif untuk waktu sementara, tetapi tidak efektif
jika digunakan dalam jangka panjang contohnya adalah; mengunakan alkohol, melamun
fantasi, mencoba melihat aspek humor dari situasi yang tidak menyenangkan, tidak ragu,
7
dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil, banyak tidur, banyak merokok,
menangis, beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah.
Pada tingkat keluarga koping yang dilakukan dalam menghadapi masalah seperti yang di
kemukakan oleh Mc.Cubbin (1979, dalam Rasmun, 2004) adalah; mencari dukungan sosial
seperti minta bantuan keluarga, tetangga, teman, atau keluarga jauh, reframing yaitu
mengkaji ulang kejadian masa lalu agar lebih dapat menanganinya dan menerima,
menggunakan pengalaman masa lalu untuk mengurangi stres/kecemasan, mencari
dukungan spiritual, berdoa, menemui pemuka agama atau aktif pada pertemuan ibadah,
menggerakkan keluarga untuk mencari dan menerima bantuan, penilaian secara pasive
terhadap peristiwa yang di alami dengan cara menonton tv, atau diam saja.
2.4. Adaptasi
2.4.1. Definisi adaptasi
Adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi optimal yang
melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan mekanisme koping dan
idealnya dalam mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Potter, P, 2005).
Adaptation diartikan penyesuaian psikologis terhadap berbagi keadaan yang
berubah untuk mempertahankan fungsi yang normal ( Brooker, 2001)
Adptation model adalah proses dinamika dalam pikiran, perasaan, perilaku dan
biofisiologik individu yang terus berubah untuk menyesuaikan lingkungan terus berubah
(Hartanto, 2004)
Adaptability merupakan kemampuan untuk beradaptasi baik secara maternal
maupun fisik terhadap keadaan sekitar agar fleksibel (Hirchliff, S, 1999). Adaptasi adalah
hasil akhir dari koping. Adaptasi merupakan dasar keseimbangan dan pertahananterhadap
stress. Beradaptasi artinya memodifikasi situasi untuk mendapatkan yg baru,
berubah,berbeda.
8
2.4.2. Dimensi adaptasi
- ADAPTASI FISIOLOGIS
Adaptasi fisiologi atau adaptasi biologis yaitu, terjadi respon peningkatan atau gangguan
tubuh dan usaha yang dihasilkan berupa kompensasi yaitu perubahan fisik.
Misal : meningkatnya kekuatan otot setelah latihan fisik, meningkat kapasitas jantung, paru.
- ADAPTASI PSIKOLOGIS
Termasuk perubahan sikap dan perilaku, misal : strategi koping, Life style, berhenti merokok,
maladaptif seperti minum alkhohol, merokok, obat, dll.
- ADAPTASI SOSIAL BUDAYA
Termasuk perubahan perilaku berkaitan dengan norma, keyakinan, bahasa, keputusan, dll.
2.4.3. Elemen – elemen yang ada pada adaptasi
Menurut Suster Callista Roy (1969) adaptasi terdiri dari 3 elemen yaitu:
1. Manusia
9
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif. Sebagai sistem
adaptif, manusia dapat digambarkan secara holistik sebagai satu kesatuan yang
mempunyai input, kontrol, out put dan proses umpan balik. Proses kontrol adalah
mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan cara- cara adaptasi. Lebih spesifik
manusia didefenisikan sebagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan
regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara-cara interdependensi.
Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu sistem yang
hidup, terbuka dan adaptif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan
perubahan lingkungan.
2. Lingkungan
Lingkungan digambarkan sebagai dunia di dalam dan di luar manusia. Lingkungan
merupakan masukan (input) bagi manusia sebagai sistem yang adaptif. Lebih luas
lagi lingkungan didefinisikan sebagai segala kondisi, keadaan di sekitar yang
mempengaruhi keadaan, perkembangan dan perilaku manusia sebagai individu atau
kelompok.
3. Sehat
Menurut Roy, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan dan proses menjadi manusia
secara utuh dan terintegrasi secara keseluruhan. Integritas atau keutuhan manusia
menyatakan secara tidak langsung bahwa kesehatan atau kondisi tidak terganggu
mengacu kelengkapan atau kesatuan dan kemungkinan tertinggi dari pemenuhan
potensi manusia. konsep sehat dihubungkan dengan konsep adaptasi. Adaptasi yang
bebas energi dari koping yang inefektif dan mengizinkan manusia berespons
terhadap stimulus yang lain (Nursalam, 2008).
2.4.4. Proses penyesuaian diri (adaptasi)
Proses penyesuaian diri (adaptasi) menurut schneiders (1984) setidaknya melibatkan tiga
unsur yaitu:
1. Motivasi dan Proses penyesuaian diri
Faktor motivasi dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses penyesuaian
diri. Motivasi, sama halnya dengan kebutuhan, perasaan dan emosi merupakan
kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan ketidakseimbangan dalam
organisme. Ketegangan dalam ketidakseimbangan merupakan kondisi yang tidak
menyenangkan karena sesungguhnya kebebasan dari ketegangan dan keseimbangan
10
dari kekuatan-kekuatan internal lebih wajar dalam organisme apabila dibandingkan
dengan kedua kondisi tersebut.
2. Sikap terhadap realitas dan proses penyesuaian diri
Berbagai aspek penyesuaian diri ditentukan oleh sikap dan cara individu bereaksi
terhadap manusia disekitarnya, benda-benda dan hubungan-hubungan yang
membentuk realitas. Secara umum, dapat dikatakan bahwa sikap yang sehat
terhadap realitas dan kontak yang baik terhadap realitas itu sangat diperlukan bagi
proses penyesuaian diri yang sehat.
3. Pola dasar proses penyesuaian diri
Dalam penyesuaian diri sehari-hari terdapat suatu pola dasar penyesuaian diri. Pada
orang dewasa, akan mengalami ketegangan dan frustasi karena terhambatnya
keinginan memperoleh rasa kasih sayang, memperoleh anak, meraih prestasi dan
sejenisnya. Untuk itu, dia akan berusaha mencari kegiatan yang dapat mengurangi
ketegangan yang ditimbulkan sebagai akibat tidak terpenuhi kebutuhannya.
2.4.5. Faktor – faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri (adaptasi)
Menurut Schneiders (1984), setidaknya ada lima faktor yang dapat mempengaruhi proses
penyesuaian diri yaitu :
1. Kondisi fisik
2. Kepribadian
3. Proses belajar
4. Lingkungan
5. Agama serta budaya
2.4.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan adaptasi
1. Usia
semakin cukup usia dan tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seorang yang
lebih dewasa juga akan lebih di percaya dari orang yang belum cukup tinggi
kedewasaanya, hal ini sebagai akibat dari kematangan jiwanya. Oleh sebab itu dia
telah memiliki kemampuan untuk mempelajari dan beradaptasi pada situasi yang
11
baru, misalnya mengingat hal-hal yang dulu pernah dipelajari, penalaran analogis
(Nursalam, 2001).
Semakin muda seseorang maka sedikit pengalaman dan informasi yang didapat.
Untuk dapat menerima dan menyerap informasi dengan baik dibutuhkan
kematangan dalam berfikir. Apabila kematangan dan kekuatan seseorang dalam
berfikir kurang, serta cara berfikir mereka rendah maka kemapuan dalam menerima
dan menyesuaikan diri dalam menghadapi peran sebagai calon ibu akan rendah
(Notoatmodjo 2003)
2. Pendidikan
Menurut Koentjoroningrat (1997) dikutip oleh Nursalam dan Siti Pariani (2001), dari
tingkat pendidikan tersebut responden yang berpendidikan tinggi dengan mudah
memperoleh informasi. semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin
mudah menerima informasi sehingga semakin mampu menyesuaikan diri dalam
menjalani peran sebagai calon ibu sebaliknya pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai yang baru
diperkenalkan (Notoatmodjo 2003).
3. Pekerjan
Pekerjaan adalah serangkaian tugas atau kegiatan yang harus dilaksanakan atau
diselesaikan oleh seseorang sesuai dengan jabatan atau profesi masing-masing.
Status pekerjaan yang rendah sering mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.
Dan juga pekerjaan yang lebih baik adalah pekerjaan yang dapat berkembang,
bermanfaat dan memperoleh berbagai pengalaman. (Notoatmodjo, 2003).
2.5. Proses Keperawatan dalam Konsep Stress dan Adaptasi
Dalam proses keperawatan, ada lima (5) tahap yang harus dilalui; dimana tahap-tahap
tersebut tidak dapat dipisahkan dan saling berhubungan. Tahap-tahap ini secara bersama-
sama membentuk lingkaran pemikiran dan tindakan yang kontinu, yang mengulangi kembali
kontak dengan klien.
Tahap-tahap dalam proses keperawatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian
2. Diagnosis keperawatan
3. Perencanaan
4. Pelaksanaan
12
5. Evaluasi
Kelima tahap tersebut merupakan pedoman dalam mencapai tujuan keperawatan, yaitu :
meningkatkan, mempertahankan kesehatan, atau membuat klien mencapai kematian
dengan tenang pada klien yang terminal, serta memungkinkan klien atau keluarga dapat
mengatur kesehatannya sendiri, secara mandiri, menjadi lebih baik atau meningkat.
-Pengkajian
Pengumpulan data
Klasifikasi / tabulasi data
Analisis data
-Penentuan masalah / diagnosis keperawatan
Penentuan prioritas masalah
-Perencanaan
Menentukan dan merencanakan tujuan
Menentukan tindakan keperawatan / intervensi
Menuliskan instruksi keperawatan
- Pelaksanaan
Melaksanakan tindakan / intervensi sesuai dengan rencana keperawatan
yang dibuat.
-Penilaian/ evaluasi
Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan —
menilai pencapaian tujuan — perbaikan rencana tindakan bila diperlukan.
2.6. Masalah Keperawatan
Dalam kasus yang berhubungan dengan konsep stress dan adaptasi, berikut masalah
keperawatan yang sering muncul :
1. Koping individu tidak efektif
2. Koping Keluarga yang tidak Efektif
3. Intoleransi aktivitas
4. Keputusasaan
5. Gangguan pola tidur
13
6. Ansietas
2.7. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Perawat dapat mengumpilkan data dengan cara observasi, wawancara, dan
pemeriksaan. Data yang didapat dapat dikelompokkan:
a. Data Fisiologis
1. Peningkatan tekanan darah
2. Ketegangan otot meningkat
3. Peningkatan denyut nadi dan frekuensi napas
4. Kringat dingin pada telapak tangan
5. Tangan dan kaki terasa dingin
6. Sakit kepala
7. Sakit perut (gangguan pencernaan)
8. Suara nada tinggi dan cepat
9. Nafsu makan berubah
10. Frekuensi miksi/kencing bertambah
11. Sulit tidur atau sering terbangun
12. Dilatasi pupil
13. Gula darah meningkat
b. Data psiko-sosial
1. Cemas dan ragu-ragu
2. Depresi
3. Bosan
4. Penggunaan obat dan zat meningkat
5. Pola makan berubah
6. Perubahan pola tidur dan kegiatan
7. Kelelahan mental
8. Perasaan tidak mampu
9. Harga diri kurang dan hilang
10. Mudah tersinggung dan cepat marah
11. Motivasi hilang
12. Menangais
13. Produktivitas dan kualitas kerja menurun
14
14. Cenderung melakukan kesalahan atau daya nilai buruk
15. Pelupa
16. Sering melamun
17. Tidak konsentrasi pada tugas
18. Meningkat absen dan sering sakit
19. Minat hilang
2. Diagnosa
Data yang dikumpulkan dapat dikelompokkan dalam masalah keperawtan
(potensial atau aktual) dan etiologoi dari masalah. Berikut diagnosa keperawtan pada
stres dan adaptasi :
a. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan :
1. Perubahan pola hidup
2. Sistem pendukung tidak adekuat
3. Koping yang tidak ampuh
4. Stress yang berkepanjangan
b. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan :
1. Masalah ekonomi
2. Kercacatan yang berkepanjangan
3. Stress berkepanjangan (fisiologis, psikososial, dan situasi)
c. Gangguan aktivitas berhubungan dengan :
1. Stress fisiologis
2. Krisis emosi atau situasi
dll.
3. Rencana keperawatan
Tujuan keperawatan pada klien stres yaitu:
a. Klien dapat menangani berbagai dalam kehidupan
b. Klien dapat mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah
c. Klien menerima beberapa dukungan yang adekuat
Intervensi
a. Mendukung klien dan keluarga
R : sering klien dan keluarga memerlukan seseorang untuk mengekspresikan
perasaan,kekhawatiran,dan masalahnya. Ungkapan perasaan merupakan salah
satu cara mengurangi stres.
15
b. Mengorientasikan klien
R : mengorientasikan klien tentang rumah sakit, fasilitas dan peraturan yang
berlaku. Informasi tentang rumah sakit dibutuhkan klien dan keluarga untuk
dapat beradaptasi dengan situasi rumah sakit yang berbeda dengan situasi
rumah sendiri.
c. Mempertahankan identitas klien
R : mempertahankan identitas klien dengan memanggil nama klien, memberi
kesempatan menggunakan peralatan sendiri selama tidak bertentangan dengan
kondisi klien.
d. Memberi informasi yang dibutuhkan klien
R : sering stres timbul karena informasi yang tidak jelas.Misalnya : prosedur
pemeriksaan dan tindakan keperawatan.
e. Mengulangi informasi jika klien sukar mengingat
R : dapat diberikan berupa leaflet, brosur, booklet agar dapat di baca dan di
pelajari lebih lanjut.
f. Meningkatkan harga diri klien
R : libatkan klien dalam tindakan keperawatan. Beri penghargaan pada perilaku
positif.
g. Membantu latiohan menejemen stress
R : a. Latihan nafas dalam
Latihan relaksasi ( anggota badan, perut, dada, kepala dan leher)
Latihan lima jari ( hipnose diri sendiri )
(Keliat B A, 1999).
BAB III
PENUTUP
16
Kesimpulan
Adanya modernisasi dan perkembangan teknologi pada masa ini menyebabkan
banyak hal menjadi berubah. Seseorang atau individu tentunya dengan adanya perubahan
tersebut haruslah berusaha untuk menyesuaikan diri atau memberi respon adaptif terhadap
kehidupan yang sering berubah. Banyak hal yang dapat mempengaruhi proses adaptasi
suatu individu. Mulai dari kondisi fisik hingga lingkungan yang berperan penting dalam
membantu individu beradaptasi.
Peran perawat dalam masalah pada konsep stress dan adaptasi ini bisa sangat
membantu klien. Sebab, dalam proses keperawatan dalam mengatasi masalah, perawat
mencakup 5 tahapan, yang dimulai dari pengkajian hingga evaluasi. Peran perawat dalam
masalah ini ialah membantu dalam memanajemen stress klien.
DAFTAR PUSTAKA
Notoatmojo, 2003. Pendidikan Dan prilaku kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
17
Notoatmodjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:
Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
18