floating drug delivery system.doc

30
FLOATING DRUG DELIVERY SYSTEM Pendahuluan Ada beberapa metode yang digunakan untuk membuat sediaan obat lepas lambat, salah satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal di dalam lambung. Bentuk sediaan yang dapat dipertahankan di dalam lambung disebut Gastro Retentive Drug Delivery System (GRDDS). GRDDS memiliki beberapa Keuntungan diantaranya adalah mampu meningkatkan bioavailabilitas, dapat mengurangi obat yang terbuang dengan sia-sia, dapat meningkatkan kelarutan obat yang kurang larut pada lingkungan pH yang tinggi. GRDDS juga dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran obat yang memiliki jendela terapeutik sempit, dan absorbsinya yang baik di lambung. Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan waktu tinggal di lambung yaitu meliputi: sistem penghantaran bioadhesive yang melekat pada permukaan mukosa, sistem penghantaran yang dapat meningkatkan ukuran obat sehingga tertahan karena tidak dapat melewati pylorus dan sistem penghantaran dengan mengontrol densitas termasuk floating system dalam cairan lambung (Gohel, Mehta, Dave, & Bariya, 2004). Floating System, sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968, merupakan suatu sistem dengan densitas yang kecil, memiliki kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal di dalam lambung, obat dilepaskan perlahan dengan kecepatan yang dapat ditentukan. Hasil yang diperoleh adalah peningkatan GRT (Gastro Retentive Time) dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat di dalam plasma(Chawla, 2003).

Upload: teuku-salman

Post on 24-Nov-2015

271 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

FLOATING DRUG DELIVERY SYSTEM

TRANSCRIPT

FLOATING DRUG DELIVERY SYSTEMPendahuluanAda beberapa metode yang digunakan untuk membuat sediaan obat lepas lambat, salah satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal di dalam lambung. Bentuk sediaan yang dapat dipertahankan di dalam lambung disebut Gastro Retentive Drug Delivery System (GRDDS). GRDDS memiliki beberapa Keuntungan diantaranya adalah mampu meningkatkan bioavailabilitas, dapat mengurangi obat yang terbuang dengan sia-sia, dapat meningkatkan kelarutan obat yang kurang larut pada lingkungan pH yang tinggi. GRDDS juga dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran obat yang memiliki jendela terapeutik sempit, dan absorbsinya yang baik di lambung. Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan waktu tinggal di lambung yaitu meliputi: sistem penghantaran bioadhesive yang melekat pada permukaan mukosa, sistem penghantaran yang dapat meningkatkan ukuran obat sehingga tertahan karena tidak dapat melewati pylorus dan sistem penghantaran dengan mengontrol densitas termasuk floating system dalam cairan lambung (Gohel, Mehta, Dave, & Bariya, 2004).

Floating System, sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968, merupakan suatu sistem dengan densitas yang kecil, memiliki kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal di dalam lambung, obat dilepaskan perlahan dengan kecepatan yang dapat ditentukan. Hasil yang diperoleh adalah peningkatan GRT (Gastro Retentive Time) dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat di dalam plasma(Chawla, 2003).Defenisi floating drug delivery system.

Floating drug delivery systems (FDDS) merupakan formulasi sediaan obat yang memiliki berat jenis lebih kecil dibandingkan dengan cairan lambung. Sistem ini dapat mengapung dalam jangka waktu yang lama (3-4 Jam) di perut tanpa mempengaruhi tingkat pengosongan lambung. Obat akan mengapung di dalam lambung sehingga waktu retensinya di dalam lambung akan semakin lama. Obat akan dilepaskan secara perlahan-lahan di dalam lambung. Akibatnya GRT meningkat dan fluktuasi konsentrasi obat plasma dapat dikontrol lebih baik (Maheta, Patel, Patel, & Patel, 2014).

Gambar . Classification of gastroretentive drug delivery systems (Chawla, 2003).

Mekanisme Floating SystemPada saat sistem mengambang di isi lambung terjadi, maka obat dilepaskan perlahan pada tingkat yang diinginkan dari sistem. Setelah pelepasan obat, sistem residual dikosongkan dari lambung. Namun, selain kandungan lambung minimal yang diperlukan untuk memungkinkan pencapaian yang tepat dari prinsip retensi apung, tingkat gaya apung minimal juga diperlukan untuk menjaga bentuk sediaan apung di permukaan makanan. Untuk mengukur kinetika gaya apung, dibutuhkan sebuah alat untuk penentuan bobot yang dihasilkan. Alat tersebut beroperasi dengan mengukur secara terus menerus gaya yang ekevalen dengan F sebagai fungsi dari waktu yang dibutuhkan untuk menjaga benda/obat sampai benar-benar tenggelam kedalam cairan (Maheta et al., 2014), (Timmermans & Mos, 1990).Secara skematis alat tersebut bekerja Seperti ditunjukkan dalam Gambar. Dimana pada bagian (1) melakukan fungsi ganda menjaga benda uji (2) di dalam media cairan yang dipilih (3) transmisi gaya F yang bekerja/bereaksi, baik ke atas atau ke bawah (4), menuju ke modul pengukuran elektromagnetik (5) yang terhubung di bagian bawahnya(Timmermans & Mos, 1990).F = F buoyancy - F gravity = (Df - Ds) gv Dimana ;

F = total vertical force /total gaya vertikal

Df = fluid densit / densitas cairan

Ds = object density / densitas objek (obat)

v = volume dan,

g = acceleration due to gravity

Gambar. Mekanisme Floating System(Maheta et al., 2014).Pendekatan Untuk Desain Berbagai Bentuk Sedian Floating

Untuk merancang sediaan floating ada dua pendekatan yang dapat digunakan. Yang pertama adalah pendekatan sistem bentuk sediaan tunggal (seperti tablet atau kapsul), sedangkan yang kedua adalah pendekatan sistem bentuk sediaan jamak (seperti granul atau mikrosfer). Bentuk Sediaan TunggalSistem yang seimbang secara hidrodinamis (Hydrodynamically Balance Systems = HBS) yang dapat berupa tablet atau kapsul, dirancang untuk memperpanjang waktu tinggal sediaan di dalam saluran cerna (dalam hal ini di lambung) dan meningkatkan absorpsi. Sistem dibuat dengan menambahkan 20-75% b/b hidrokoloid tunggal atau campuran ke dalam formula tablet atau kapsul. Pada sistem ini akan dicampurkan bahan aktif obat, hidrokoloid (20-75% dari bobot tablet) dan bahan bahan pembantu lain yang diperlukan (pada umumnya proses pencampuran ini diikuti dengan proses granulasi), selanjutnya granul dicetak menjadi tablet atau diisikan ke dalam kapsul.

Setelah dikonsumsi, di dalam lambung, hidrokoloid dalam tablet atau kapsul berkontak dengan cairan lambung dan menjadi mengembang. Karena jumlahnya hidrokoloidnya banyak (sampai 75%) dan mengembang maka berat jenisnya akan lebih kecil dari berat jenis cairan lambung. Akibatnya sistem tersebut menjadi mengapung di dalam lambung. Karena mengapung sistem tersebut akan bertahan di dalam lambung, tidak mudah masuk ke dalam pylorus dan terus ke usus. Hidrokoloid yang mengembang akan menjadi gel penghalang yang akan membatasi masuknya cairan lambung ke dalam sistem dan berkontak dengan bahan aktif obat, sekaligus akan mengatur pelepasan bahan aktif obat dari system terapung itu ke dalam cairan lambung.

Sistem HBS paling baik diterapkan pada obat yang memiliki kelarutan yang lebih baik dalam lingkungan asam dan obat yang memiliki tempat absorpsi.

khusus di daerah usus bagian atas. Untuk dapat bertahan dalam lambung untuk waktu yang lebih lama maka bentuk sediaan harus memiliki bobot jenis kurang dari satu. Sediaan tersebut harus bertahan dalam lambung, integritas strukturnya terjaga dan melepaskan obat secara konstan dari bentuk sediaan.

Sistem HBS ini telah berhasil dikembangkan pada klordiazepoksid hidroklorida. Obat ini merupakan contoh klasik obat yang memiliki masalah kelarutan. Pada pH 3 kelarutannya 4000 kali lebih besar dibandingkan pada pH 6. Kapsul klordiazepoksid hidroklorida yang dibuat dengan sistem HBS memiliki kadar dalam darah yang setara dengan kadar dalam darah dari 3x10 mg kapsul klordiazepoksid hidroklorida komersial biasa.

Beberapa polimer dan kombinasi polimer dengan teknik pembuatan granulasi basah telah digunakan untuk menghasilkan tablet yang dapat mengapung. Pada HBS dapat ditambahkan komponen pembentuk gas, seperti golongan garam karbonat. Garam karbonat bila berkontak dengan cairan lambung yang asam akan melepaskan gas karbondioksida yang akan terperangkap dalam hidrokoloid yang mengembang. Hal ini akan mempercepat waktu mulai mengapung. Pada HBS yang ditambahkan komponen pembentuk gas maka komposisi hidrokoloidnya dapat dikurangi hingga tinggal 10-20%.

Sistem HBS ini dapat dikembangkan dalam bentuk tablet lapis tunggal , tablet lapis dua atau tiga. Yang et. al., telah mengembangkan tablet tiga lapis tidak simetris yang memiliki kemampuan mengapung untuk memperpanjang waktu tinggal di dalam lambung dari tiga jenis obat yaitu tetrasiklin, metronidazol dan garam bismut untuk menangani tukak lambung yang disebabkan oleh Helicobacter pylori. Sebagai polimer yang mengatur kecepatan pelepasan obat digunakan HPMC dan polietilenoksid.

Rancangan sistem pelepasannya berdasarkan kemampuan mengembang dari tablet tiga lapis itu. Sistem ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Tablet dibuat menjadi 3 lapis (seperti tablet Decolgen yang ada di pasaran). Lapis pertama berisi garam bismut yang diformulasikan untuk pelepasan segera. Tetrasiklin dan metronidazol berada di lapis kedua, dimasukkan sebagai komponen tablet inti.

yang pelepasannya dikendalikan oleh matriks. Lapis ketiga berisi komponen pembentuk gas. Efek mengapung disebabkan oleh lapisan pembentuk gas yang terdiri dari natrium bikarbonat : kalsium karbonat (1:2). Saat berkontak dengan cairan lambung, karbonat pada komponen pembentuk gas bereaksi dengan asam lambung membentuk karbondioksida. Karena diformulasikan untuk pelepasan segera, lapis pertama akan segera terdiintegrasi dan garam bismut akan segera terlepas dari sediaan tablet itu. Sedangkan lapis kedua, hidrokoloidnya akan mengembang. Adanya karbondioksida yang terperangkap dalam hidrokoloid yang mengembang menyebabkan sistem menjadi mengapung. Dan hidrokoloid yang mengembang itu akan menjadi gel penghalang pelepasan tetrasiklin dan metronidazol ke dalam cairan lambung, sehingga pelepasannya dikatakan diperlambat.

Hasil pengujian in vitro menunjukkan pelepasan diperlambat dari tetrasiklin dan metronidazol dapat dicapai dalam 6-8 jam dan selama itu tablet tetap berada dalam keadaan terapung. Kemampuan memperpanjang waktu tinggal di dalam lambung ini meningkatkan efektivitas tetrasiklin dan metronidazol.

Formulasi sediaan tunggal mengalami masalah seperti saling menempel atau terhambat dalam saluran cerna yang mungkin memiliki potensi bahaya yang dapat mengiritasi saluran cerna. Sistem ini tidak layak dan irreproducible dan memperlambat waktu tinggal dalam lambung jika diberikan secara oral.

Bentuk Sediaan JamakAdapun tujuan merancang bentuk sediaan jamak adalah untuk mengembangkan suatu formulasi yang handal yang memiliki semua keuntungan dan mengurangi kerugian dari bentuk sediaan tunggal

Sediaan jamak ini dapat berupa granul atau mikrosfer yang mengandung komponen polimer yang dapat mengembang saat berkontak dengan cairan lambung sehingga membentuk koloid penghalang yang mengendalikan kecepatan penetrasi cairan ke dalam sistem dan kecepatan pelepasan obat dari sistem sediaan. Adanya udara yang terperangkap dalam polimer yang mengembang akan menurunkan bobot jenis sehingga mikrosfer dapat mengapung.Bentuk sediaan jamak yang sudah dikembangkan saat ini adalah mikrosfer yang menggunakan resin akrilat, Eudragit, polietilenoksid, dan selulosa asetat. Selain itu juga sudah dikembangkan cangkang polistiren, balon polikarbonat dan granul menggunakan Gelucire

Sistem ini prospektif diterapkan, tetapi belum adanya industri yang membuatnya (bahkan di luar negeri). Salah satu kemungkinan yang besar adalah karena penelitian ini pada umumnya dipatenkan. Dan masa paten itu umumnya 15-20 tahun. Jadi sebelum masa paten itu kadaluarsa, sistem yang dipatentkan itu tidak boleh ditiru.

Sistem ini merupakan pilihan yang baik karena dapat mengurangi variabilitas pada absorbsi dan mengurangi kemungkinan dosis dumping (konsentrasi obat meningkat sehingga menghasilkan toksisitas obat).

Bahan tambahan yang digunakan untuk formulasi FDDS

Polimer dan bahan tambahan lain yang digunakan untuk formulasi FDDS adalah sebagai berikut:

1. Hidrokoloid (20% - 75%) : dapat berupa sintetik, anionik atau non-ionik seperti gom hidrofilik, modifikasi derivat selulosa. Misalnya : Akasia, pektin, kitosan, agar, kasein, bentonit, veegum, HPMC (K4M, K100M dan K15M), gom gellan (Gelrite), Na CMC, MC, HPC.

Bahan matriks yang paling sering digunakan adalah hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) merupakan turunan selulosa yang bersifat hidrofilik yang dapat mengendalikan pelepasan kandungan obat didalamnya ke dalam medium pelarut. HPMC dapat membentuk lapisan hidrogel yang kental di sekeliling sediaan setelah kontak dengan cairan medium pelarut. Gel ini merupakan penghalang fisik lepasnya obat dari matriks. Proses pelepasan obat dari matriks penghalang dapat terjadi dengan mekanisme erosi dan difusi.

2. Bahan Lemak inert (5% - 75%): Edible, bahan lemak inert memiliki berat jenis kurang dari 1 dapat digunakan untuk mengurangi sifat hidrofilik dari formulasi dan sebaliknya dapat meningkatkan keterapungan. Misalnya : Beeswax (Cera), asam lemak, lemak alkohol rantai panjang, Gelucires 39/01 dan 43/01.

3. Bahan effervescent : NaHCO3, asam sitrat, asam tartrat, diNatrium Glisin Karbonat, Sitroglisin.4. Meningkatkan kecepatan pelepasan (5% - 60%) : laktosa, manitol5. Memperlambat kecepatan pelepasan (5% - 60%) Misalnya : Dikalsium phospat, talk, magnesium stearat6. Bahan meningkatkan keterapungan (di atas 80%), misalnya etil selulosa7. Bahan densitas rendah : serbuk busa polypropilen (Accurel MP 1000).Pengaruh Beragam Formulasi Pada Sifat FloatingBanyak hal yang mempengaruhi sifat mengapungnya sediaan FDDS karena adanya variasi bahan tambahan yang digunakan. Variasi rasio HPMC / carbopol dan penambahan Mg Stearat menentukan sifat floating. Penambahan Mg Stearat dapat meningkatkan sifat floating secara signfikan. Namun jumlah hidroksi propil metilselulosa yang tinggi tidak mempengaruhi kemampuan mengapung secara signifikan. Rasio HPMC : Carbopol lebih tinggi menunjukkan sifat floating lebih baik.

Formulasi floating menggunakan polimer yang mengembang seperti HPMC dan HPC tidak menunjukkan reprodusibiltas pada pelepasan dan waktu tinggal karena pembengkakan sangat bergantung pada isi lambung dan osmolaritas medium dan formulasi tertentu diamati akan tenggelam pada medium disolusi setelah waktu tertentu. Lag time floating pada formulasi tersebut = 9 30 menit. Kemampuan pembentukan gel dan kekuatan gel polisakarida bervariasi dari batch ke batch karena variasi pada panjang rantai dan tingkat substitusi dan situasi ini diperburuk pada formulasi effervescent dengan gangguan dari struktur gel melalui evolusi CO2 . Pembentuk gel bereaksi sangat sensitif terhadap perbedaan osmolaritas media pelepasan, dengan peningkatan pelepasan.

Suatu studi menjelaskan pengaruh tiga bahan pengisi yaitu Mikrokristalin selulosa (MCC), dikalsium pospat dan laktosa pada sifat floating dari tablet bersalut. Tablet yang mengandung laktosa mengapung lebih cepat daripada tablet yang mengandung kalsium pospat (pengisi anorganik). Hal ini dapat dijelaskan karena tablet yang mengandung laktosa memiliki densitas lebih rendah (1 g/cm3 pada kekerasan 30 N), sedangkan tablet yang mengandung dikalsium pospat memiliki densitas lebih tinggi (1,9 g/cm3 pada kekerasan 30 N).

Laktosa memiliki kelarutan dalam air lebih tinggi dan menunjukkan aktivitas osmotik dan uptake dari medium lebih cepat pada inti tablet selama penyalutan. MCC, pengisi yang tidak larut dengan uptake air yang lebih tinggi dan kemampuan desintegrasi, mengakibatkan robeknya penyalutan dan desintegrasi tablet, CO2 tidak berakumulasi pada penyalutan dan lepas melalui lapisan film yang robek, sehingga floating tidak terjadi.

Klasifikasi Floating Drug Delivery SystemKlasifikasi floating drug delivery system dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu system Non-effervescent Floating dan effervescent system. system Non-effervescent Floating, pada sistem ini dibagi menjadi 4 subtipe yaitu sedangkan effervescent system ini dibagi lagi menjadi 2 system yaitu gas generating system dan volatile liquid containing system.

Gambar. Skema klasifikasi floating drug delivery system

Sistem Effervescent

Gambar . Sistem Effervescent. sediaan oral dari FDDS (A),

prinsip kerja dari FDDS secara effervescent (B).

Sistem ini menggunakan matrik dari polimer yang mengembang seperti metilselulosa dan polisakarida seperti kitosan. Bahan effervescent yaitu: NaHCO3, asam tartrat dan asam sitrat. Matriks yang mengandung air yang berubah menjadi gas pada suhu tubuh. Diformulasikan sedemikian rupa sehingga ketika matriks kontak dengan isi asam lambung, CO2 dilepaskan dan gas diperangkap dalam hidrokoloid gel yang mengembang yang menyebabkan bentuk sediaan akan terapung. Lapisan effervescent dibagi dalam 2 lapisan untuk mencegah kontak langsung antara NaHCO3 (lapisan dalam) dan asam tartrat (lapisan luar). Saat sistem dimasukkan dalam larutan buffer pada suhu 37 oC, mulanya akan tenggelam dalam larutan kemudian membentuk pil yang mengembang seperti balon (densitas, 1 g/ml).

a) Volatile liquid containing systems:Gastro Retentive Time dari sistem penghantaran obat dapat dipertahankan dengan menambahkan/membuat suatu inflatable chamber, yang berisi cairan (seperti eter, siklopentana), yang bersifat gasifies pada suhu tubuh sehingga menyebabkan peradangan ruangan di perut. Perangkat ini juga dapat terdiri dari plug bio-erodible terdiri dari PVA, Polyethylene, dan lain-lain, yang larut secara bertahap dan menyebabkan inflatable chamber untuk melepaskan gas dan hancur setelah pada waktu yang telah ditetapkan untuk sehingga memungkinkan pembuangan secara spontan inflatable systems dari perut.

Intragastric floating gastrointestinal drug delivery system

Sistem ini dapat dibuat mengapung di perut, karena ruang mengambang, dibuat vacum atau di isi dengan udara atau gas (harmless gas), sementara reservoir obat dikemas dalam kompartemen berpori mikro.

Inflatable gastrointestinal delivery systemDalam sistem ini dibuat sebuah inflatable chamber, yang berisi eter cair yang gasifies pada suhu tubuh menyebabkan chamber untuk inflatable di perut. Sistem ini dibuat dengan memuat ruangan dengan reservoir obat, yang dapat membuat obat diresapi matriks polimer, dari encapsulated gelatin. Setelah pemberian oral, kapsul larut sehingga melepaskan reservoir obat bersama-sama dengan inflatable chamber. inflatable chamber otomatis mengembang dan mempertahankan reservoir obat di dalam cairan lambung.b) Gas generating systemsDalam reaksi effervescent sistem ini terjadi antara garam karbonat / bikarbonat dengan asam sitrat / tartrat sehingga menghasilkan gasCO2, yang akan terperangkap dalam matriks gel dari sistem. Sehingga menurunkan berat jenis dan membuatnya mengapung di atas cairan lambung.1) Floating pills.

Sistem ini terdiri dari dua lapisan, lapisan bagian dalam yang berisi effervescent sodium bikarbonat dan asam tartrat, dibagian luar merupakan membran polimer swellable. Lapisan dalam ini dibagi lagi menjadi dua sub lapisan untuk menghindari kontak fisik antara natrium bikarbonat dan asam tartaric. Bila pil ini direndam dalam larutan buffer pada suhu 37 C, itu akan settles down (turun) di bagian bawah dan larutan buffer masuk ke dalam lapisan effervescent melalui membran swellable luar. Pil akan membengkak atau balon, ini terjadi karena dihasikannya karbon dioksida, akibat reaksi antara antara natrium bikarbonat dan asam tartaric. Karbon dioksida yang dihasilkan terperangkap dalam sistem penghantaran sehingga membuat sistem ini mengambang. Sistem ini dapat mengapung sepenuhnya dalam waktu 10 menit dan memiliki kemampuan floating independen terhadap pH, viskositas menengah dan obat dilepaskan secara terkendali.

2) Floating capsules.Floating kapsul/kapsul mengambang disusun dengan mengisi campuran natrium alginat dan natrium bikarbonat, pengapungan dapat terjadi karena karbon dioksida yang dihasilkan terjebak dalam jaringan gel hidrat yang terpapar dengan lingkungan asam.

3) Floating systems with ion exchange resins.Sistem ini diformulasikan dengan menggunakan resin penukar ion yang sarat bikarbonat. Yaitu campuran beads/manik-manik dengan larutan natrium bikarbonat. beads / butiran-butiran dimuat dan dilapisi dengan membran semi permeabel untuk menghindari kehilangan karbon dioksida secara tiba-tiba. Setelah terjadi kontak dengan isi lambung, kemudia terjadi pertukaran ion klorida dan bikarbonat yang akan menghasilkan karbon dioksida sehingga membawa beads/ butiran-butiran ke arah atas dari isi lambung dan memproduksi floating layer /lapisan yang mengambang dari resin beards, yang akan melepaskan obat pada waktu yang telah ditentukan.

4) Tablet.a) Intragastric single layer floating tablets or Hydrodynamically Balanced system

Formulasi ini memiliki densiti massal yang lebih rendah dari cairan lambung dan dengan demikian akan mengapung di perut, yang dapat meningkatkan tingkat pengosongan lambung dalam waktu lama. Formulasi sistem ini erat kaitannya dengan pencampuran gas (CO2) yang dihasilkan oleh agen dan obat dalam tablet matriks. Obat akan dilepaskan secara perlahan sesuai dengan rate yang diinginkan dari floating system dan residual dikosongkan dari perut setelah rilis lengkap obat. Hal ini menyebabkan peningkatan waktu tinggal lambung dan kontrol yang lebih baik.b) Bi-layer tablet

Tablet bilayer juga dapat dibuat dengan satu lapisan matriks pembentuk gas dan lapisan kedua dengan obat untuk efek rilis berkelanjutan nya.

c) Triple layer tablet

Tablet lapisan triple juga memiliki lapisan pertama swellable yang mengapung, lapisan kedua lapisan yang dapat pelepasan berkelanjutan dua obat dan lapisan ketiga, lapisan yang dapat melarutkan dengan cepat.

System Non-effervescent FloatingSystem ini menggunakan pembentuk gel atau selulosa yang mengembang tipe hidrokoloid, polisakarida dan polimer pembentuk matrik seperti: polikarbonat, poliakrilat, polimetakrilat dan polistiren. Metode formulasi yaitu pencampuran obat dengan hidrokoloid pembentuk gel. Setelah pemberian oral bentuk sediaan ini mengembang saat kontak dengan cairan lambung dan mempertahankan bentuk integritas relatif dan densitas tetap < 1 dalam permukaan luar barier gelatin. Udara yang terperangkap dalam polimer yang mengembang menyebabkan bentuk sediaan mengapung. Selain itu, struktur gel bertindak sebagai reservoir untuk pelepasan obat berkelanjutan (Sustained release) karena obat secara perlahan dilepaskan oleh difusi terkontrol melalui penghalang (barier) gelatin.

Sistem Non-effervescent ini dapat dibagi dalam 4 sub-type :1. Sistem Barier Gel Koloid

Sistem mengandung obat dengan hidrokoloid pembentuk gel yang dimaksudkan untuk mempertahankan keterapungan sediaan dalam isi lambung. Sistem ini memperpanjang GRT dan memaksimalkan jumlah obat yang mencapai tapak absorbsinya dalam bentuk larutan yang siap diabsorbsi.Sistem ini menggabungkan satu atau lebih selulosa tipe hidrokoloid pembentuk gel yg sangat larut seperti hidroksipropil selulosa, hidroksietil selulosa, hidroksipropilmetilselulosa (HPMC), polisakarida dan polimer pembentuk matriks seperti policarbofil, poliakrilat dan polistiren. Saat kontak dengan cairan lambung, hidrokoloid pada sistem berhidrasi dan membentuk barier gel koloid disekitar permukaannya.

Gambar 3.1 Pelepasan dengan sistem hidrokoloid2. Sistem Kompartment Mikropori

Gambar. Gas filled floatation chamberTeknologi ini berdasarkan pada enkapsulasi reservoir obat di dalam kompartment mikropori dengan pori disepanjang dinding atas dan bawah. Dinding disekeliling kompartment reservoir obat sepenuhnya ditutup untuk mencegah adanya kontak langsung permukaan lambung dengan obat yang tak terlarut.Pada lambung, floatation chamber mengandung udara yang terperangkap menyebabkan sistem mengapung di atas isi lambung. Cairan lambung masuk melalui celah, melarutkan obat dan membawa obat yang larut untuk melanjutkan transport obat di usus untuk diabsorbsi.

3. Butiran Alginat (Alginate Beads)

Bentuk sediaan floating unit ganda telah dikembangkan dari kalsium alginat beku kering. Tetesan bulat dengan diameter 2,5 mm dapat dibuat dengan cara meneteskan larutan Natrium Alginat ke dalam larutan Kalsium Klorida encer, menyebabkan pengendapan Kalsium Alginat.

Tetesan kemudian dipisahkan, membeku cepat pada nitrogen cair dan dibekukeringkan pa -40 oC selama 24 jam, menyebabkan pembentukan sistem pori, yang dapat mempertahankan kekuatan mengapung selama 12 jam. Tetesan floating ini memberikan waktu tinggal yg lebih panjang lebih dari 5,5 jam. Dibandingkan dengan Non-floating beads memiliki waktu tinggal dalam lambung lebih singkat dengan onset waktu pengosongan lambung sekitar 1 jam.

4. Mikrosfer Berongga (Hollow microspheres /Microbaloons)

Gambar . Pembuatan floating microspheresMikrosfer berongga diisi dengan obat pada bagian polimer luar dibuat dengan cara metode baru difusi pelarut emulsi. Larutan obat dengan etanol/ diklorometan dan polimer akrilik enterik dituangkan ke dalam larutan agitasi (teraduk konstan) Polivinilalkohol (PVA), dimana suhunya diatur 40oC.

Fase gas dihasilkan pada tetesan/ droplet polimer yang terdispersi oleh evaporasi dari pembentukan diklorometan dan rongga dalam pada mikrosfer polimer dengan obat. Mikrobaloon mengapung secara kontinyu pada permukaan media disolusi asam yang mengandung surfaktan selama lebih dari 12 jam.Evaluasi Floating Drug Delivery System

Berbagai parameter yang perlu dievaluasi pengaruhnya terhadap formulasi gastroretensive floating terutama dapat dikategorikan ke dalam kelas yang berbeda sebagai berikut :

1. Parameter fisik : ukuran diameter, flexibilitas dan BJ2. Parameter kontrol : Waktu floating, dissolusi, specific gravity, keseragaman kandungan dan kekerasan dan friabilitas (jika tablet).3. Parameter geometrik : Bentuk4. Parameter fisiologi : Usia, jenis kelamin, postur tubuh dan makanan5. Tes keterapungan dan pelepasan obat secara invitro dilakukan pada cairan lambung dan usus buatan, suhu konstan pada 37oC. Pada prakteknya waktu floating ditentukan oleh alat disentrigator USP mengandung 900 ml 0,1 N HCl sebagai medium percobaan dipertahankan suhu pada 37oC. Waktu yang dibutuhkan sediaan HBS untuk mengapung disebut floatation time.6. Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan alat disolusi USP. Sampel diambil secara periodik dari medium disolusi, diisi ulang dengan medium baru volume yang sama setiap kali, dan dianalisa isi obatnya setelah pengenceran yang tepat.6.1. Uji disolusi modifikasi menurut BP (1993) / USP (1990)

Dayung diletakkan pada permukaan medium disolusi. Hasil yang diperoleh menunjukkan profil pelepasan disolusi biphasic reproducible saat kecepatan dayung ditingkatkan dari 70 menjadi 100 rpm dan pH medium disolusi bervariasi dari 6,0 8,0.

6.2. Uji Disolusi modifikasi menurut Gohel (2004)

Uji disolusi yang dilakukan untuk evaluasi bentuk sediaan floating system berbeda dengan sediaan konvensional, baik dari segi alat maupun lamanya proses disolusi. Salah satu metode disolusi untuk sediaan floating yang sangat baik, seperti yang dipublikasikan oleh Gohel et al., 2004. Dalam uji disolusi floating ini, digunakan gelas beker yang dimodifikasi dengan menambahkan suatu saluran tempat sampling yang menempel pada dasar bekerglass. Medium yang digunakan disesuaikan dengan keadaan dilambung baik pH, jumlah cairan maupun kecepatan motilitas lambung (Gohel et al., 2004).

Gambar Desain alat disolusi untuk floating (Gohel et al., 2004).

Cara kerja uji disolusi menurut Gohel adalah sebagai berikut :

Tablet dimasukkan ke dalam Bekerglass (dimodifikasi untuk disolusi seperti pada Gambar 4.1), yang berisi media disolusi larutan HCl pH 3,0 sebanyak 100 mL suhu diatur pada 370,5.C. Stirrer dijalankan dengan kecepatan pengadukan 50 rpm selama 5 jam. Larutan disampling sebanyak 5,0 mL pada waktu tertentu. Kadar ditetapkan dengan metode spektrofotometri.7. Uji Floating

Pengamatan sifat mengembang dan mengapung dilakukan secara visual, dengan cara tablet dimasukkan dalam beker gelas 100 mL yang berisi larutan HCl pH 3,0 kemudian diamati sifat pengembangan dan pengapungannya selama 5 jam.

Gambar . Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-0

Gambar . Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-3

Gambar . Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-5

Pada awal pengujian, tablet ke empat formula belum mengapung (tenggelam) karena baru terjadi proses penetrasi air ke dalam tablet,yang selanjutnya matriks akan mengembang. Bersamaan dengan pengembangan matriks, juga terjadi gas yang dihasilkan dari reaksi asam sitrat dan natrium karbonat yang akan membantu proses pengapungan tablet.

Pada jam ke tiga terlihat tablet pada semua mengembang dan mengapung. Sampai jam ke 5 (5 jam pengamatan), tablet dari formula I dan II kembali tenggelam, hal ini kemungkinan karena jumlah matriksnya kurang sehingga proses pengapungan tidak dapat berlangsung lebih lama.8. Sistem untuk memeriksa berlanjutnya sifat floating

Sistem untuk memeriksa berlanjutnya sifat floating digunakan keranjang stainless steel dihubungkan dengan tali logam dan digantungkan pada neraca elektronik asartorius. Benda yang mengapung dimasukkan pada affixed penangas air yang ditutup untuk mencegah penguapan air. Gaya mengapung ke atas diukur dengan neraca dan data ditransmisikan pada PC melalui interfase RS232C menggunakan program sarto wedge.

Medium uji untuk mengukur kinetika floating menggunakan cairan lambung buatan (pH 1,2) 900 ml suhu dipertahankan pada 37oC, data diambil pada interval waktu 30 detik; baseline dicatat dan dibagi dari tiap pengukuran. Keranjang disolusi memiliki penyangga pada bagian dasarnya untuk mengukur gaya ke bawah.

9. Berat jenis FDDS

Berat jenis FDDS dapat ditentukan dengan metode pemindahan menggunakan benzen analitik sebagai media pengganti. BJ awal (Bentuk kering) dari sediaan dan perubahan kekuatan floating dengan waktu harus ditandai sebelum perbandingan in vivo antara Unit Floating (F) dan unit non floating (NF). Selanjutnya optimalisasi formulasi floating harus segera direalisasi dalam hal stabilitas dan daya tahan kekuatan floating yang dihasilkan, sehingga menghindari variasi dalam kemampuan floating yang mungkin terjadi selama studi in vivo.10. Uji berat resultan

Alat ukur in vitro telah disusun untuk menentukan kemampuan floating yang sebenarnya dari sediaan yg mengapung sebagai fungsi dari waktu. Uji ini mengukur gaya ekivalen dengan gaya F yang dibutuhkan untuk menjaga objek benar-benar tenggelam dalam cairan. Gaya ini menentukan berat resultan dari objek ketika tenggelam dan dapat digunakan untuk mengukur kemampuan mengapungnya atau tak-mengapung.

Besar dan arah gaya dan berat resultan sesuai dengan jumlah vektorial dari keterapungan (F apung) dan gaya gravitasi (F grav) yang bekerja pada objek seperti pada persamaan :F = F apung F grav

F = d f g V d s g V = ( d f d s ) gVF = (d f M / V) gV

Dimana;F = gaya vertikal total (berat resultan objek)

g = percepatan gravitasi d f = densitas fluida

d s = densitas objekM = massa objek

V = Volume objek

Gambar. Pengaruh berat resultan selama proses pengapungan pada sediaan FDDS.Berat resultan (+) menandakan bahwa gaya F diberikan ke atas dan objek itu mampu mengambang. Sedangkan berat resultan (-) berarti bahwa gaya F ke bawah dan benda tenggelam.

Persimpangan dari garis dasar nol oleh kurva berat resultan dari (+) terhadap nilai-nilai (-) menunjukkan transisi dari bentuk sediaan dari kondisi floating ke non floating. Perpotongan garis pada sumbu waktu sesuai dengan waktu floating bentuk sediaan.11. Metode - Scintigraphy

Pada studi invivo sediaan floating yang tertahan di lambung biasanya ditentukan dengan gamma scntigraphy atau roentgenography. Penelitian dilakukan pada subjek manusia muda dan sehat, baik dilakukan pada kondisi berpuasa atau tidak menggunakan sediaan floating dan non-floating (kontrol). - Scintigraphy merupakan metode evaluasi FDDS yang modern untuk mengevaluasi formulasi gastroretentive pada sukarelawan sehat. Emisi radioisotop dicampurkan ke dalam CR-DFs (Cathoda Ray direction Finder). Sejumlah isotop stabil mis. 152 Sm dicampurkan ke dalam DF selama pembuatan. Metode ini digunakan untuk membantu memantau lokasi bentuk sediaan dalam GIT dan dapat memprediksi dan menghubungkan waktu pengosongan lambung dan lintasan bentuk sediaan pada GIT.

Kelemahan dari metode ini dapat berupa pasien terkena radiasi pengion, terbatasnya informasi topografi, teknik resolusi rendah, pemakaiannya sulit dan persiapan radiofarmasinya mahal.12. RadiologyMetode ini sebagai evaluasi preklinis dari gastroretentivity. Lebih unggul dibandingkan - Scintigraphy karena lebih sederhana dan lebih murah. Bahan pengkontras biasanya digunakan Barium sulfat.

13. Gastroscopy

Endoskopi oral menggunakan fiberoptic dan video. Digunakan untuk memeriksa secara visual efek memperlambat waktu tinggal FDDS dalam lambung.

14. Ultrasonography (USG)

Gelombang ultrasonik merefleksikan secara substansial perbedaan suara melalui permukaan dan menampilkan organ perut. Karakterisasi meliputi penilaian lokasi intragastrik dari hidrogel, penetrasi pelarut ke dalam gel dan interaksi antara dinding lambung dan FDDS selama peristalsis.

15. Magnetic Resonance Imaging (MRI)Peralatan yang bernilai pada penelitian GIT untuk menganalisis pengosongan lambung, motilitas dan distribusi intragastrik bahan makanan dan model obat. Keuntungan alat ini dapat berupa kontras jaringan lunak tinggi, resolusi spasial dan temporal yang tinggi, dan tidak menimbulkan radiasiAPLIKASI FDDS

FDDS menawarkan aplikasi untuk obat yang memiliki bioavalabilitas rendah karena sempitnya daerah absorbsi pada bagian atas GIT. FDDS mempertahankan bentuk sediaan pada tapak absorbsi dan juga meningkatkan bioavailabilitas. Dapat diringkas sebagai berikut :

1. Sustained drug delivery

Sistem HBS tetap berada di lambung dalam periode yang lama dan karenanya dapat melepaskan obat dalam jangka waktu lama. Masalah waktu tinggal di lambung yang singkat dihadapi dengan formulasi CR oral maka dapat diatasi dengan sistem ini. Sistem ini memiliki bulk density < 1 , sehingga sistem ini dapat mengapung pada isi lambung. Sistem ini ukurannya relatif besar sehingga tidak dapat melewati pilorus.

Misalnya kapsul floating SR nikardipin hidroklorida dikembangkan dan dievaluasi secara in vivo. Formulasi dibandingkan dengan sediaan kapsul MICARD yg tersedia di pasaran dengan menggunakan kelinci. Kurva konsentrasi plasma dengan waktu pada pemberian kapsul floating SR menunjukkan durasi yang lebh lama (16 Jam) dibandingkan dengan kapsul MICARD konvensional (8

Jam).2. Penyampaian Obat Pada Tapak Khusus

Sistem ini sangat menguntungkan untuk obat yang khusus diabsorbsi dari lambung atau bagian proksimal usus halus, seperti Riboflavin dan furosemid.

Misalnya furosemid terutama diabsorbsi dari lambung diikuti oleh duodenum. Telah dilaporkan bahwa sediaan floating monolitik dengan waktu tinggal di lambung yg lama dikembangkan dan bioavailabilitas meningkat. Pada sediaan tablet floating AUC diperoleh sekitar 1,8 x daripada tablet furosemid konvensional.

3. Peningkatan Absorbsi

Obat yang memiliki bioavailablitas rendah karena tapak absorbsi khusus dari bagian atas GIT adalah kandidat potensial untuk diformulasikan sebagai FDDS sehingga memaksimalkan absorbsinya.

Misalnya pada bentuk sediaan floating dapat dicapai peningkatan bioavailabilitas yg signifikan (42,9%) dibandingkan dengan sediaan tablet LASIX yang tersedia di pasaran (33,4%) dan produk salut enterik LASIX-long (29,5%).

Keuntungan FDDS

1. Sistem Gastroretentive menguntungkan untuk obat yang diabsorbsi di lambung Misal : Garam Fero, Antasida2. Formulasi HBS berguna untuk zat asam seperti aspirin (obat sejenis lainnya) yang dapat menyebabkan iritasi bila kontak dengan dinding lambung.3. Pemberian sediaan floating seperti tablet atau kapsul yang dapat memperpanjang pelepasan obat akan mengakibatkan disolusi obat pada cairan lambung. Sediaan tersebut melarut dalam cairan lambung sesuai untuk absorbsi pada usus halus setelah pengosongan isi lambung. Sehingga diharapkan obat akan sepenuhnya diabsorbsi dari sediaan floating jika tetap dalam bentuk larutan bahkan pada pH basa dari usus.4. Ketika ada gerakan usus yang kuat dan waktu tinggal obat yang singkat seperti keadaan diare, absorbsi obat yang sedikit diharapkan. Pada keadaan seperti ini mungkin menguntungkan untuk menjaga obat dalam kondisi mengapung pada lambung untuk mendapatkan respon yang lebih baik.

Kelemahan FDDS :

1. Sistem Floating tidak layak untuk obat-obatan yang memiliki masalah dalam kelarutan atau stabilitas pada GIT.

2. Sistem ini membutuhkan cairan level tinggi pada lambung untuk penyampaian obat mengapung dan tersalut dengan baik.3. Obat yang diserap secara signifikan di seluruh GIT, hanya yang mengalami metabolisme lintas pertama kandidat yang diinginkan.4. Beberapa obat yang termasuk pada sistem floating menyebabkan iritasi pada mukosa lambung.

Sediaan FDDSTabel 1 Obat yang digunakan pada formulasi sediaan FDDS berdasarkan tipe bentuk sediaanTipe Bentuk SediaanObat yang digunakan pada formulasi sediaan FDDS

TabletChlorpheniramine maleate, Theophylline, Furosemide,

Ciprofloxacin, Captopril, Acetylsalicylic acid, Nimodipine, Amoxycillin trihydrate, Verapamil HCI, Isosorbide di nitrate, Sotalol, Isosorbide mononitrate, Acetaminophen, Ampicillin, Cinnarazine, Diltiazem, Florouracil, Piretanide, Prednisolone,Riboflavin- 5`Phosphate.

KapsulNicardipine, L-Dopa dan benserazide, chlordizepoxide HCI,

Furosemide, Misoprostol, Diazepam, Propanolol, Asam

Urodeoksikolat

MikrosferVerapamil, Aspirin, Griseofulvin, and p-nitroanilline,

Ketoprofen, Tranilast, Ibuprofen, Terfenadine

GranulIndomethacin, Diclofenac sodium, Prednisolone

FilmCinnarizine

Tabel 2. Sediaan FDDS yang ada di pasaranNama ObatTipe Bentuk Sediaan / IsiKeterangan

MadoparHBS

(PropalHBS)Floating capsule / Levodopa dan benserazidFloating CR capsules

ValreleaseFloating capsule, DiazepamFloating Capsules

TopalkanFloating Antacid, aluminum dan magnesium mixtureEffervescent floating liquid

Alginate preparation

Amalgate Float

CoatFloating antacid Floating

gelFloating dosage form

ConvironFerrous SulphateColloidal gel forming FDDS

Cifran ODCiprofloxacine (1 gm)Gas generating floating form

CytotechMisoprostol (100 mcg/200 mcg)Misoprostol (100 mcg/200 mcg)

Liquid

GavisconeCampuran alginatMenekan gastro esophageal

reflux dan meringankan hati terbakar

KESIMPULANDari uraian mengenai Floating Drug Delivery System maka dapat disimpulkan bahwa FDDS merupakan sediaan yang potensial untuk menahan retensi lambung, hal ini disebabkan karena floating system merupakan sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan mengembang kemudian mengapung dan tinggal di lambung untuk beberapa waktu sehingga menyebabkan antara lain:

1. Sistem ini tetap berada di lambung dalam periode yang lama dan karenanya dapat melepaskan obat dalam jangka waktu lama.

2. Dapat memaksimalkan absorbsi obat yang memiliki bioavailabilitas yang rendah.

3. Menguntungkan untuk obat yang dimaksudkan untuk aksi lokal ataupun obat yang diabsorbsi di lambung seperti antasida.4. Menguntungkan untuk zat asam seperti aspirin (obat sejenis lainnya) yang dapat menyebabkan iritasi bila kontak dengan dinding lambung.Referensi

Chawla, G. (2003). A means to address regional variability in intestinal drug absorption. Pharm tech, 27, 5068.

Gohel, M. C., Mehta, P. R., Dave, R. K., & Bariya, N. H. (2004). A More Relevant Dissolution Method for Evaluation of a Floating Drug Delivery System. dissolutiontech, 11, 2226.

Maheta, H., Patel, M., Patel, K., & Patel, M. (2014). Review: An Overview on Floating Drug Delivery System. PharmaTutor, 2(3), 6171.

Timmermans, J., & Mos, A. J. (1990). How well do floating dosage forms float? International Journal of Pharmaceutics, 62(23), 207216. doi:10.1016/0378-5173(90)90234-U

Gambar. skematis dari alat linear force transmitter device (FTD) ADDIN ZOTERO_ITEM CSL_CITATION {"citationID":"V3iBCuMl","properties":{"formattedCitation":"{\\rtf (Timmermans & Mo\\uc0\\u235{}s, 1990)}","plainCitation":"(Timmermans & Mos, 1990)"},"citationItems":[{"id":881,"uris":["http://zotero.org/users/local/ohRgVohG/items/982N2IGK"],"uri":["http://zotero.org/users/local/ohRgVohG/items/982N2IGK"],"itemData":{"id":881,"type":"article-journal","multi":{"main":{},"_keys":{}},"title":"How well do floating dosage forms float?","container-title":"International Journal of Pharmaceutics","page":"207-216","volume":"62","issue":"23","source":"ScienceDirect","abstract":"Peroral floating dosage forms have up to now been used and prescribed without having achieved any determination of their real floating capabilities versus time. Using a novel in vitro resultant-weight measuring system, the authors present different examples of floating-force kinetics obtained from polymeric matrix floating forms, amongst which several are marketed products and others have undergone in vivo experiments conducted on human volunteers. The floating curves are showing that the bulk density of a dosage form is not the most appropriate parameter for describing its buoyancy capabilities. These capabilities are, however, perfectly represented and monitored by resultant-weight measurements. Results also indicate that the magnitude of floating strength may vary as a function of time and usually decreases after immersion of the dosage form into the fluid consequently to the evolution of its hydrodynamical equilibrium. To prevent drawbacks of unforeseeable floating capability variations during in vivo studies, the authors suggest optimization of dosage form formulations to be realised with respect to the significance level, the stability and durability of the floating forces produced.","DOI":"10.1016/0378-5173(90)90234-U","ISSN":"0378-5173","journalAbbreviation":"International Journal of Pharmaceutics","author":[{"family":"Timmermans","given":"J.","isInstitution":"","multi":{"_lst":[],"_key":{},"main":false}},{"family":"Mos","given":"A. J.","isInstitution":"","multi":{"_lst":[],"_key":{},"main":false}}],"issued":{"date-parts":[["1990",7,31]]},"accessed":{"date-parts":[["2014",5,7]]}}}],"schema":"https://github.com/citation-style-language/schema/raw/master/csl-citation.json"} (Timmermans & Mos, 1990).