fix - pemicu 4 kelompok 1 modul gastrointestinal

68
LAPORAN DISKUSI PEMICU 4 MODUL GASTROINTESTINAL Disusun Oleh: Kelompok Diskusi 1 Rosa Linda I11109093 Gapar I11111001 Dyanti Warrahmah Dewi I11111007 Muhammad Dirga Iswara I11111011 Agnes Widyaningsih I11111032 Mafisah I11111038 Yuniar Harris Prayitno I11111039 Fina Herlinda Nur I11111053 Uray Muhammad Rizky M. I11111060 Jenny Ismyati I11111066 Wenny Rupina I11111067 Apriyan Yudha Putranto I11111069 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN 1

Upload: muhammad-dirga-iswara

Post on 30-Nov-2015

196 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

..

TRANSCRIPT

Page 1: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

LAPORAN DISKUSI PEMICU 4

MODUL GASTROINTESTINAL

Disusun Oleh:

Kelompok Diskusi 1

Rosa Linda I11109093

Gapar I11111001

Dyanti Warrahmah Dewi I11111007

Muhammad Dirga Iswara I11111011

Agnes Widyaningsih I11111032

Mafisah I11111038

Yuniar Harris Prayitno I11111039

Fina Herlinda Nur I11111053

Uray Muhammad Rizky M. I11111060

Jenny Ismyati I11111066

Wenny Rupina I11111067

Apriyan Yudha Putranto I11111069

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2012/2013

1

Page 2: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan berkat, rahmat,

dan hidayah-Nya lah, laporan diskusi modul Gastrointestinal ini dapat diselesaikan tepat pada

waktunya.

Pembuatan laporan ini berguna untuk memenuhi tugas terstruktur modul

Gastrointestinal dalam semester genap pada program studi Pendidikan Kedokteran

Universitas Tanjungpura.

Pada proses penulisan laporan ini sampai dengan selesainya, penulis banyak

mendapatkan bantuan berupa dorongan dari semua pihak, maka pada kesempatan ini tak lupa

penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Abror Irsan, MMR, selaku koordinator penanggung jawab modul.

2. dr. WidiRahardjo, M.Kes dan dr. Iit Fitrianingrum selaku fasilitator.

3. Orang tua penulis yang selalu memberi semangat dan doa.

4. Teman-teman penulis yang telah memberi banyak saran dan dorongan bagi penulis.

5. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Besar harapan kami agar laporan ini dapat memberikan manfaat bagi para

pembacanya. Namun demikian, seperti kata pepatah “ tak ada gading yang tak retak ”, kami

menyadari bahwa masih ada beberapa kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu, kritik dan

saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Akhirnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita

semua. Amin.

Pontianak, 11Maret 2013

Penulis

2

Page 3: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

DAFTAR ISI

Cover.................................................................................................................. i

Kata Pengantar................................................................................................... ii

Daftar Isi............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 4

1.1. Pemicu............................................................................................. 4

1.2. Klarifikasi Definisi.................................................................... ..... 4

1.3. Kata Kunci...................................................................................... 4

1.4. Rumusan Masalah........................................................................... 5

1.5. Analisis Masalah............................................................................. 6

1.6. Hipotesis......................................................................................... 6

1.7. Learning Issue................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 8

BAB III STUDI KASUS.................................................................................... 29

BAB IV KESIMPULAN.................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 31

3

Page 4: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 PEMICU

Seorang laki-laki, 35 tahun datang ke RS karena badan makin lemas sejak 1 minggu

ini. Sejak satu bulan ini nafsu makan makin berkurang, meriang, dan menjadi kurus.

Pasien adalah pengguna narkoba suntik.

Pemeriksaan fisik: BB = 38 kg, TB = 160 cm, konjungtiva pucat, mata kuning, suhu

tubuh 38oC.

Data tambahan: SGOT = 135 U/L, SGPT = 180 U/L, bilirubin total = 4,8 mg/dl, Anti

HCV total (+), dan anti HIV (+).

1.2 KLARIFIKASI DAN DEFINISI

a. Konjungtiva : membran mukosa yang melapisi permukaan dalam kelopak mata dan

berlanjut menutupi bagian depan bola mata kecuali kornea.

b. Meriang : berasa tidak enak badan karena kurang sehat; terasa agak demam.

1.3 KATA KUNCI

a. Pria 35 tahun

b. Badan lemas 1 minggu

c. Nafsu makan menurun, meriang, menjadi kurus 1 bulan

d. Pengguna narkoba suntik

e. Mata kuning

f. Demam suhu 38oC

g. Konjungtiva pucat

h. BMI = 14,84

1.4 RUMUSAN MASALAH

Pria 35 tahun pengguna narkoba suntik datang dengan keluhan lemas sejak 1 minggu

yang lalu, disertai nafsu makan yang menurun dan meriang sejak 1 bulan yang lalu.

Pemeriksaan fisik ditemukan BMI = 14,84, konjungtiva pucat, mata kuning, dan demam.

4

Page 5: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

1.5 ANALISIS MASALAH

5

Pria 35 tahun

Anamnesis

a. Lemas

b. Meriang

c. Nafsu makan menurun

d. Pengguna narkoba suntik

Pemeriksaan

fisik

a. BMI = 14,84

b. Konjungtiva pucat

c. Mata kuning

d. Demam = 38oC

Penyakit gangguan hati

Fungsi normal?

a. Anatomi

b. Histologi

c. Fisiologi

d. Biokimia

Suspect: hepatitis akut DD: ikterus fisiologis

a. Etiologi klasifikasi

b. Epidemiologi

c. Patofisiologi

d. Faktor resiko (apakah

meningkatkan resiko

terkena HIV?)

e. Gejala

f. Diagnosis

g. komplikasi

a. definisi

b. Gejala klinis

c. Diagnosis

d. patofisiologi

Pemeriksaan penunjang

Diagnosis Kerja

Tatalaksana Prognosis

Page 6: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

1.6 HIPOTESIS

Pria 35 tahun suspect hepatitis akut dengan diagnosis banding ikterus fisiologis dan

diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.

1.7 LEARNING ISSUE

a. Hepar dan Vesica biliaris

1) Anatomi

2) Fisiologi

3) Histologi

4) Biokimia

b. Hepatitis akut

1) Hepatitis A

a) Definisi

b) Gejala klinis

c) Diagnosis

2) Hepatitis B

a) Definisi

b) Etiologi

c) Epidemiologi

d) Patofisiologi

e) Faktor resiko

f) Gejala klinis

g) Diagnosis

h) Komplikasi

3) Hepatitis C

a) Definisi

b) Etiologi

c) Epidemiologi

d) Patofisiologi

e) Faktor resiko

f) Gejala klinis

g) Diagnosis

h) Komplikasi

c. Ikterus Fisiologis

6

Page 7: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

1) Definisi

2) Gejala klinis

3) Diagnosis

4) Patofisiologi

d. Studi kasus

1) Bagaimana mekanisme terjadinya lemas, demam, penurunan nafsu makan, dan

BB pada pasien tersebut?

2) Bagaimana faktor resiko penggunaan narkoba suntik menyebabkan keadaan

seperti kasus di atas?

3) Mengapa pada pasien tersebut konjungtiva memucat dan mata menguning?

4) Adakah kemungkinan pasien tersebut terkena HIV , jika ada

bagaimana HIV bisa menyebabkan penyakit seperti dikasus?

7

Page 8: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HEPAR DAN VESICA BILIARIS

2.1.1 ANATOMI

Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2 -1,8 kg atau

kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar

kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan

fungsi yang sangat kompleks. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang

interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke

iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah

transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat

mulai dari sistem porta yang mengandung arteri hepatica, vena porta, dan

duktus koledokus. Sistem porta terletak di depan vena kava dan di balik

kandung empedu. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)

Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya

perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang

berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum falsiform

dengan kandung empedu di lobus kanan kadang-kadang dapat ditemukan

lobus kuadratus dan sebuah daerah yang disebut sebagai lobus kuadratus yang

biasanya tertutup oleh vena kava inferior dan ligamentum venosum pada

permukaan posterior. Hati terbagi dalam 8 segmen dengan fungsi yang

berbeda. Pada dasarnya, garis Cantile yang terdapat mulai dari vena kava

sampai kandung empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan

dengan adanya daerah dengan vaskularisasi relatif sedikit, kadang-kadang

dijadikan batas reseksi. Pembagian lebih lanjut menjadi 8 segmen didasarkan

pada aliran cabang pembuluh darah dan saluran empedu yang dimiliki oleh

masing-masing segmen. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)

Secara mikroskopis, di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli,

setiap lobules berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus

yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lembaran sel hati

terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan

arteri hepatica. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel kupffer) yang

merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan

8

Page 9: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

benda asing lain di dalam tubuh, jadi hati merupakan salah satu organ utama

pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri dan organ toksik. (Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, 2009)

Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi

bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk

kapiler empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan di antara

lembaran sel hati. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)

Sistem Bilier dan Kandung Empedu

Kandung empedu (vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang

terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus,

corpus, dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah

pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior

abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus merupakan bagian

terbesar dari kandung empedu. Corpus bersentuhan dengan permukaan

visceral hati dan arahnya ke atas, belakang, dan kiri. Collum adalah bagian

yang sempit dari kandung empedu. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus

yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus

hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi

fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum

dengan permukaan visceral hati (Snell, 2002).

Pembuluh arteri kandung empedu adalah A. cystica, cabang A. Hepatica

kanan. V. cystica mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta. Sejumlah

arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung

empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang

terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui

nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan A. hepatica menuju ke nodi

lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari

plexus coeliacus. Variasi anatomik misalnya double folded atau double twisted

sangat sering ditemukan, juga kandung empedu yang besar, non obstruktif,

sering dijumpai pada penderita alkoholisme atau diabetes melitus (Snell,

2002).

9

Page 10: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

2.1.2 FISIOLOGI

Hati

Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Sirkulasi vena porta

yang menyuplai 75% dari suplai asinus memegang peranan penting dalam

fisiologi hati, terutama dalam hal metabolisme karbohidrat, protein, dan asam

lemak. Telah dibuktikan bahwa pada zona-zona hepatosit yang memperoleh

oksigenasi yang lebih baik mempunyai kemampuan glukoneogenesis dan

sintesis glutation yang lebih baik dibandingkan dengan zona yang yang tidak

memperoleh oksigenasi yang baik. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)

Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati

mengekskresikan empedu sebanyak 1 liter per hari ke dalam usus halus. Unsur

utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu. Walaupun bilirubin

(pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis

tidak mempunyai peran aktif, tapi penting sebagai indikator penyakit hati dan

saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan

cairan yang berhubungan dengannya.(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)

Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus diubah menjadi

glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini disuplai

glukosa secara konstan ke darah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan

10

Page 11: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan

tenaga dan sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan dalam otot) atau

lemak (yang disimpan dalam jaringan subkutan). (Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam, 2009)

Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah menghasilkan protein

plasma berupa albumin (yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan

osmotik koloid), protrombin, fibrinogen, dan faktor bekuan lainnya. (Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)

Fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah menghasilkan

lipoprotein, kolesterol, fosfolipid, dan asam asetoasetat.(Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, 2009)

Regenerasi Hati

Berbeda dengan organ padat lainnya, hati orang dewasa tetap memiliki

daya untuk beregenerasi. Ketika kemampuan hepatosit untuk beregenerasi

sudah terbatas, maka sekelompok sel pluripotensial oval yang berasal dari

duktulus-duktulus empedu akan berproliferasi sehingga terbentuk kembali sel-

sel hepatosit dan sel-sel bilier yang tetap memiliki kemampuan untuk

beregenerasi.(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)

Kemampuan hati untuk beregenerasi setelah perlukaan jaringan atau

reseksi bedah sangat mencengangkan. Dari penelitian pada model binatang

ditemukan bahwa hepatosit tunggal dari tikus dapat mengalami pembelahan

hingga kurang lebih 34 kali, atau memproduksi jumlah sel yang mencukupi

sel-sel untuk membentuk 50 hati tikus. Dengan demikian dapat dikatakan

sangatlah memungkinkan untuk melakukan hepatektomi hinggal 2/3 dari

seluruh hati. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009)

Fungsi Imunologis

Hati merupakan komponen sentral sistem imun. Sel Kupffer, yang meliputi

15% dari massa hati serta 80% dari total populasi fagosit tubuh, merupakan sel

yang sangat penting dalam menanggulangi antigen yang berasal dari luar

tubuh dan mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit. (Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam, 2009)

Fisiologi Pembentukan Empedu

11

Page 12: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Salah satu fungsi dari hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya

antara 600 dan 1000 ml/hari. Empedu melakukan dua fungsi penting:

( Guyton, 2007)

Pertama, empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan

absorbsi lemak bukan karena enzim dalam empedu yang menyebabkan

pencernaan lemak, tetapi karena asam empedu dalam empedu melakukan dua

hal: (1) asam empedu membantu emulsi partikel- partikel lemak yang besar

dalam makanan menjadi banyak partikel kecil, permukaan pertikel tersebut

dapat diserang oleh enzim lipase yang disekresikan dalam getah pancreas, dan

(2) asam empedu membantu absorbsi produk akhir lemk yang telah dicerna

melalui membrane mukosa intestinal. ( Guyton, 2007)

Kedua, empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa

produk buangan yang penting dari darah. Hal ini terutama meliputi bilirubin,

suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol.

( Guyton, 2007)

Anatomi Fisiologis Sekresi Empedu

Empedu disekresikan melalui 2 tahap oleh hati:

Awalnya disekresi oleh sel hepatosit yang mengandung asam empedu,

kolesterol, dan zat- zat organic lainnya kemudian empedu disekresikan

kedalam kanalikuli biliaris kecil yang terletak di antara sel- sel hati.( Guyton,

2007)

Kemudian, empedu mengalir di dalam kanalikuli menuju septa

interlobularis, melalui ductus yang lebih besar, akhirnya mencapai ductus

hepatikus dan ductus biliaris komunis. Dari sini empedu langsung dikeluarkan

kedalam duodenum atau dialihkan dalam hitungan menit/ jam melalui ductus

sistikus kedalam kantong empedu.( Guyton, 2007)

Fungsi Garam_ Garam Empedu pada Pencernaan dan Absorsi Lemak

Bekerja sebagai deterjen pada pertikel lemak dalam makanan untuk

mengurangi tegangan permukaan partikel dan memungkinkan agitasi dalam

tractus intestinal untuk mencegah tetesan- tetesan lemak menjadi bentuk kecil.

Proses ini disebut juga emulsifikasi/ fungsi deterjen. ( Guyton, 2007)

12

Page 13: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Membantu absorbsi asam lemak, monogliserida, kolesterol, dan lemak

dalam tractus intestinal, dengan cara membentuk kompleks- kompleks fisik

yang sangat kecil yang disebut micel, dan bersifat semi-larut didalam kimus

akibat muatan listrik dari garam empedu kemudian lemak usus diangkut

menuju mukosa usus kemudian diabsorbsi ke dalam darah. Empedu yang

direabsorbsi dalam darah dari usus halus, setentahnya didisfusi melalui

mukosa pda bagian awal usus halus, sisanya melalui transport aktif melewati

mukosa usus bagian distal ileum kemudian garam empedu memasuki darah

portal diteruskan kembali ke hati.( Guyton, 2007)

2.1.3 HISTOLOGI

Struktur Histologis Hepar

Hepar dibagi menjadi unit-unit berbentuk prisma polygonal

yang disebut lobulus, terdiri atas parenchyma hepar dengan

diameter 0,7—2 mm. pada potongan terlihat bahwa lobulus

berbentuk sebagai segi enam dengan pembuluh darah yang

terdapat di tengah,yang disebut vena sentralis. (Blomm, 2002)

Batas-batas lobulus pada hepar manusia tidak jelas

dipisahkan oleh jaringan pengikat. Pada sudut pertemuan

antara lobuli yang berdekatan terdapat bangunan jaringan

pengikat berbentuk segi tiga berisi saluran-saluran yang

disebut Canalis Portalis yang terdiri dari pembuluh darah,

pembuluh limfe, saluran empedu dan serabut saraf. Bangunan

segitiga ini disebut Trigonum Kiernanni.(Blomm, 2002)

13

Page 14: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Jika mengingat hepar sebagai kelenjar maka apa yang

disebut lobulus tadi tidak sesuai dengan lobulus pada kelenjar

yang pada umumnya mempunyai saluran keluar yang

terdapat di tengah-tengah lobulus. (Blomm, 2002)

Pembagian lobulus hepar tersebut merupakan

pembagian cara klasik yang mendasarkan atas aliran darah

yang mengalir dari tepi lobulus yang kemudian berkumpul di

tengah Vena Sentralis. Jika terjadi gangguan peredaran darah

akan terjadi perubahan-perubahan di daerah perifer lobulus

yang meluas ke pusat lobulus. (Blomm, 2002)

Elias pada tahun 1949 meyatakan bahwa parenchyma

hepar terdiri atas masa sel yang saling berhubungan dan

ditempati oleh suatu anyaman sinusoid. Sinusoid ini membagi

rangkaian sel-sel parenchyma hepar menjadi lembaran atau

lempeng-lempeng setebal satu sel. (Blomm, 2002)

Sel-sel hepar disebut pula hepatosit yang berbentuk

polyhedral. Sepanjang permukaan terdapat anyaman

canaliculi biliferi di seluruh lobuli hepatic yang pada sediaan

biasa tidak dapat dilihat dengan mikroskop karena canaliculi

tersebut sangat halus. Semua canaliculi akan bermuara di

cabang Duktus Biliferus di perifer lobulus hepatis.(Blomm,

2002)

Histofisiologi Vesica Fellea

Vesica fellea dipergunakan untuk menampung dan

menyimpan empedu yang dihasilkan oleh hepar terutama

pada waktu pencernaan lemak. Cairan empedu disalurkan dari

vesica fellea melalui ductus cholodochus ke dalam duodenum.

Hal ini disebabkan kontraksi otot-otot vesica fellea yang

dipengaruhi oleh hormon cholecystokinin yang ikeluarkan oleh

tunica mucosa usus dibawa melalui darah ke otot-otot vesica

fellea. (Blomm, 2002)

14

Page 15: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Terdapat pengangkutan aktif ion Na ke dalam celah-elah

iantara sel epitel vesica fellea yagn diikuti transpor air dari

cairan empedu ke dalam celah interseluler. Akibatnya cairan

empedu akan lebih pekat. (Blomm, 2002)

Sekresi mukus oleh kelenjar-kelenmjar yang terdapat

dalam collum. (Blomm, 2002)

Dinding Vesica Fellea

1. Tunica Mucosa

Bagian dinding ini mudah mengalami kerusakan post mortem, maka

pembuatan sediaan vesica fellea sangat sulit. Tunica mucosa melipat-lipat

membentuk rugae pada permukaan. Pada liatan yang besar akan terdapat

lipatan-lipatan yang lebih kecil. Lipatan-lipatan tersebut akan mendatar

apabila vesica fellea berisi penuh.(Blomm, 2002)

a) Epitel

Terdiri atas selapis sel silindris tanpa sel piala. Sel-selnya mempunyai

inti oval dengan bbutir-butir kromatin halus. Inti terdapat di bagian

basal sel. Pada permukaan sel terdapat banyak microvilli.

b) Lamina Propria

Sebagai jaringan pengikat di bawah pitel. Tidak diketemukan kelenjar

kecuali pada collum yang berbentuk tubulo alveolar dengan sel-sel

yang berbentuk kuboid jernih, dengan inti gelap terdesak ke basal.

Kelenjar ini menghasilkan mucus

2. Tunica Muscularis

Terdiri atas anyaman serabut-serabut otot polos yang berjalan sirkuler,

longitudinal dan menyerong dengan disertai serabut-serabut elastis.

(Blomm, 2002)

3. Tunica Perimuscularis

Merupakan jaringan pengikat agak padat yang membungkus seluruh

vesica fellea dan melanjutkan diri kedalam jaringn interlobular hepar. Di

dalamnya banyak mengandung serabut-serabut elastis dengan beberapa

15

Page 16: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

fibroblast, sel lemak, sel limfoid, pembuluh darah, pembuluh limfe dan

serabut-serabut saraf. (Blomm, 2002)

4. Tunica Serosa

Bagian vesica fellea yang tidak menempel pada permukaan hepar

dibungkus oleh peritoneum yang melanjutkan diri membungkus hepar.

Peritoneum yang menutupi vesica fellea merupakan tunica serosa.

Vesicsa fellea pada collumnya melanjutkan diri sebagai ductus cysticus.

Pada permukaan dalamnya terlihat lipatan-lipatan yang disebut valvula

spiralis heister yang disebabkan karena penebalan sebagian dari tunica

mucularis luarnya.(Blomm, 2002)

2.1.4BIOKIMIA

Katabolisme heme menghasilkan bilirubin.

Dalam komdisi faali seorang dewasa sehat, setiap jam, 1-2 x eritrosit

dihancurkan. Oleh sebab itu dalam 1 hari seorang dengan berat badan 70 kg

mempertukarkan sekitar 6 gram hemoglobinnya. Jika hemoglobin

dihancurkan, globin akan diurai menjadi asam asam amino pembentuknya

yang kemudian dapat digunakan kembali, dan besi heme memasuki

kompartemen bebas besi ( juga untuk didaur ulang). Bagian porfirin yang

bebas besi juga di urai kan, terutama di sel retikuloendotel hati, limpa, dan

sumsum tulang. (Murray et al, 2009)

Katabolisme heme dari semua protein heme tampaknya dilaksanakan

di fraksi mikrosom sel oleh suatu system enzim komplek yang disebut heme

oksigenase. Pada saat heme yang berasal dari protein heme mencapai system

oksigenase, besi tersebut biasanya telah dioksidasi menjadi bentuk feri yang

membentuk hemin. Hemin diresukdi menjadi heme dengan NADPH, dan

dengan bantuan NADPH lain, oksigen ditambahkan ke jembatan α- metin

antara pirol dan II porfirin. Besi fero kembali dioksidasi menjadi bentuk feri.

Dengan penambahan oksigen lain, besi feri dibebaskan dan karbon monoksida

dihasilkan serta terbentuk biliverdin dari pemecahan cincin tetrapirol dalam

jumlah molar yang setara. (Murray et al, 2009)

Diperkirakan bahwa 1 g hemoglobin menghasilkan 35 mg bilirubin.

Suatu enzim larut yang dinamai biliverdin reduktase mereduksi jembatan

16

Page 17: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

metin antara pirol III dan pirol IV ke gugus metal untuk menghasilkan

bilirubin. Bilirubin yang dibentuk di jaringan perifer diangkut kehati oleh

albumin plasma. Metabolisme bilirubin selanjutnya terjadi di hati. Metabolism

ini di bagi menjadi 3 proses : (1) peyerapan bilirubin oleh sel parenkim hati ;

(2) konjungasi bilirubin dengan glukuronat di reticulum endoplasma ; (3)

sekresi bilirubin terkonjungasi ke empedu.(Murray et al, 2009)

Hati menyerap bilirubin.

Bilirubin hanya sedikit larut dalam air, tetapi kelarutannya dalam plasma

meningkat oleh pembentukan ikatan non kovalen dengan albumin. Dalam 100

ml plasma, sekitar 25 mg bilirubin dapat terikat erat. Dihati bilirubin

dikeluarkan dari albumin dan diserap pada permukaan sinusoid hepatosit oleh

suatu system yang diperantarai oleh suatu system karier-perantara yang dapat

jenuh. System transport terfasilitasi memungkinkan tercapainya

keseimbangan antara kedua sisi membrane hepatosit, penyerapan netto

bilirubin bergantung pada pengeluaran bilirubin melalui jalur-jalur metabolik

berikutnya. (Murray et al, 2009)

Setelah masuk kedalam hepatosit, bilirubin berikatan dengan protein

sitosol tertentu yang membantu senyawa ini tetap larut sebelum dikonjugasi.

Ligandin dan protein Y adalah protein-protein yang berperan. Keduanya

membantu mencegah aliran balik bilirubin kedalam aliran darah.(Murray et al,

2009)

Konjungasi Bilirubin dengan Asam Glukoronat Terjadi di Hati.

Bilirubin bersifat nonpolar dan akan menetap disel ( mis terikat pada lipid )

jika todal dibuat larut air. Hepatosit mengubah bilirubin menjadi bentuk polar

yang mudah dieksresikan dalam empedu, dengan menambahkan molekul asam

glukoronat ke senyawa ini. Proses ini disebut konjugasi. Dan dapat

mengunakan molekul polar selain asam glukoranat ( mis asam sulfat ).(Murray

et al, 2009)

Konjungasi bilirubin dikatalis oleh suatu glukoronosiltransferrase yang

spesifik. Enzim ini terletak terutama di reticulum endoplasma, menggunakan

UDP-asam glukoronat sebagai donor glukuronosil, dan di sebut sebagai

bilirubin UGT. (Murray et al, 2009)

17

Page 18: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Bilirubin Dieksresikan ke dalam Empedu.

Sekresi bilirubin terkonjugasi kedalam empedu terjadi oleh suatu mekanisme

transpor aktif yang menentukan laju keseluruhan proses metabolism bilirubin

dihati. Protein yang berperan adalah MRP-2 (multidrug resistance-like protein

2) yang juga di sebut multispecific organic anion transporter (MOAT).

Protein terletak dimembran plasma kanalikulis empedu dan menangani

sejumlah anion organic. Protein ini merupakan family transporter ATP-binding

cassette (ABC).(Murray et al, 2009)

Bilirubin Terkonjungasi di Reduksi Menjadi Urobilinogen oleh Bakteri

Usus.

Sewaktu bilirubin terkonjungasi mencapai ileum terminal dan usus besar,

glukuronida dikeluarkan oleh enzim bakteri khusus (β-glukuronidase), dan

pigmen tersebut kemudian direduksi oleh flora feses menjadi sekelompok

senyawa tetrapirol tak berwarna yang disebut urobilinogen. Diileum terminal

dan usus besar, sebagian kecil urobilinogen direabsorpsi dan diekskresi ulang

melalui hati sehingga disebut siklus urobilinogen enterohepatik.(Murray et al,

2009)

Pada keadaan normal, sebagian besar urobilinogen yang tak berwarna

dan dibentuk dikolon oleh flora feses mengalami oksidasi disana menjadi

urobilin (senyawa berwarna) dan diekskresi ditinja. Bertambah gelapnya tinja

ketika terkena udara disebabkan oleh oksidasi urobilinogen yang tersisa

menjadi urobilin. (Murray et al, 2009)

2.2 HEPATITIS A

2.2.1 DEFINISI

Penyakit Hepatitis A disebabkan oleh virus yang disebarkan oleh kotoran/tinja

penderita biasanya melalui makanan (fecal - oral), bukan melalui aktivitas

seksual atau melalui darah. Hepatitis A merupakan jenis hepatitis paling

ringan dibanding hepatitis jenis lain (B dan C) dan dapat sembuh secara

spontan tanpa meninggalkan gejala sisa. Penyakit ini bersifat akut, hanya

menimbulkan gejala sekitar 1 sampai 2 minggu. (Price dan Wilson, 2005)

18

Page 19: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Etiologi (Penyebab)

Virus Hepatitis A (HAV). Virus ini sangat mudah menular, terutama melalui

makanan dan air yang terkontaminasi oleh tinja orang yang terinfeksi.

Kebersihan yang buruk pada saat menyiapkan dan menyantap makanan

memudahkan penularan virus ini. Karena itu, penyakit ini hanya berjangkit di

masyarakat yang kesadaran kebersihannya rendah.(Price dan Wilson, 2005)

2.2.2 GEJALA KLINIS

Penyakit Hepatitis A memiliki masa inkubasi 2 sampai 6 minggu sejak

penularan terjadi, barulah kemudian penderita menunjukkan beberapa tanda

dan gejala terserang penyakit Hepatitis A, antara lain:(Price dan Wilson, 2005)

1. Demam. Demam yang terjadi adalah demam yang terus menerus, tidak

seperti demam yang lainnya yaitu pada demam berdarah, tbc, thypus, dll

2. Ikterus (mata/kulit berwarna kuning, tinja berwarna pucat dan urin

berwarna gelap)

3. Keletihan, mudah lelah, pusing

4. Nyeri perut, hilang selera makan, muntah-muntah

5. Dapat terjadi pembengkakan hati (hepatomegali), tetapi jarang

menyebabkan kerusakan permanen

6.  Atau dapat pula tidak merasakan gejala sama sekali

Hepatitis A dapat dibagi menjadi 3 stadium:

1. Stadium pendahuluan (prodromal) dengan gejala letih, lesu, demam,

kehilangan selera makan dan mual;

2. Stadium dengan gejala kuning (stadium ikterik);

3. Stadium kesembuhan (konvalesensi).

2.2.3 DIAGNOSIS

1. Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan

darah terhadap fungsi hati.

2. Pada pemeriksaan fisik, hati teraba lunak dan kadang agak membesar.

3. Untuk memastikan diagnosis dilakukan pemeriksaan enzim hati, SGPT,

SGOT.

19

Page 20: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

4. Tes serologi untuk mengetahui adanya immunoglobulin M (IgM)

terhadap virus hepatitis A digunakan untuk mendiagnosa hepatitis A

akut.

(Price dan Wilson, 2005)

Penatalaksanaan

Virus hepatitis A biasanya menghilang sendiri setelah beberapa minggu.

Namun, untuk mempercepat proses penyembuhan, diperlukan penatalaksanaan

sebagai berikut:(Price dan Wilson, 2005)

1. Istirahat

Bed rest pada fase akut, untuk kembali bekerja perlu waktu berangsur-

angsur.

2. Diet

a. Makanan disesuaikan dengan selera penderita

b. Diberikan sedikit-sedikit

c. Dihindari makanan yang mengandung alkohol atau hepatotoksik

3. Medikamentosa (simtomatik)

a. Analgetik – antipiretik, bila demam, sakit kepala atau pusing

b. Antiemesis, bila terjadi mual/muntah

c. Vitamin, untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan nafsu makan

Pencegahan

1. Menjaga kebersihan perorangan seperti mencuci tangan dengan teliti.

2. Orang yang dekat dengan penderita mungkin memerlukan terapi

imunoglobulin. Imunisasi hepatitis A bisa dilakukan dalam bentuk

sendiri (Havrix) atau bentuk kombinasi dengan vaksin hepatitis B

(Twinrix). Imunisasi hepatitis A dilakukan dua kali, yaitu vaksinasi

dasar dan booster yang dilakukan 6-12 bulan kemudian, sementara

imunisasi hepatitis B dilakukan tiga kali, yaitu dasar, satu bulan dan 6

bulan kemudian. Imunisasi hepatitis A dianjurkan bagi orang yang

potensial terinfeksi seperti penghuni asrama dan mereka yang sering

jajan di luar rumah.

(Price dan Wilson, 2005)

20

Page 21: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Prognosis

Perawatan yang legeartis prognosis baik.(Price dan Wilson, 2005)

2.3 HEPATITIS B

2.3.1 DEFINISI

Hepatitis B merupakan salah satu penyakit menular yang menyerang hati dan

menyebabkan peradangan hati akut atau menahun. Penyakit ini dapat menjadi

kronis dan akhirnya menjadi kanker hati.(Price dan Wilson, 2005)

Adapun beberapa hal yang menjadi pola penularan antara lain

penularan dari ibu ke bayi saat melahirkan, hubungan seksual, transfusi darah,

jarum suntik, maupun penggunaan alat kebersihan diri (sikat gigi, handuk)

secara bersama-sama.(Price dan Wilson, 2005)

2.3.2 ETIOLOGI

Virus Hepatitis B (VHB). (Price dan Wilson, 2005)

2.3.3 EPIDEMIOLOGI

Semua usia. (Price dan Wilson, 2005)

MenurutBrasher, 2008, penyakit hepatitis inimenginfeksi:

a. 2 miliar orang di duniaterinfeksi HBV

b. Lebihdari 1 juta orang di AmerikaSerikatmenderitainfeksi HBV kronis;

prevalensikeseluruhaninfeksi HBV 0,5% sampai 1%

tetapilebihbesarlagipadapopulasi Alaska dan orang

AmerikaketurunanAfrika

c. Kelompokprevalensitinggi lainnyameliputipenggunaanobatintravena (IV),

generasipertamaimigrandaridaerah endemic seperti Asia Tenggara, pria

yang berhubunganseksualdenganpria,

kontakperalatanrumahtanggadanpasanganseksualpembawa HBV,

heteroseksualdenganbanyakpasangan, orang yang memerlukan

hemodialysis, pasien di institusiperawatan, dan tenaga kesehatan.

d. Insidensitelahmenurunhampir 50% selama 10 tahunterakhir (di USA,

vaksinasiuntuk Hepatitis B direkomendasikanuntuksemuabayi).

21

Page 22: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

e. Risikomenderita HBV

kronisbervariasisecaraterbalikdenganusiasaatterkenainfeksi (90% bayi

yang terinfeksisaatlahirakanmenjadipembawa; sekitar 5%

menjadipembawabilainfeksimengenaianak yang berusialebihdari 5 tahun).

Prialebihbanyak terkenadariwanita; usiapuncak 10 sampai 29 tahun.

f. Alcohol adalah kofaktor terjadinya penyakit kronis

g. Tidakadafaktorrisiko yang diketahuipada 30% sampai 40% kasus.

h. Transmisi virus disebarkansecara parenteral

melaluidarahatauprodukdarah, kontakseksual, ataupajanan prenatal.

(Brasher, 2008)

2.3.4 PATOFISIOLOGI

Secara jelas masih belum diketahui, tapi beberapa bukti menunjukkan adanya

mekanisme imunologis yang menyebabkan kerusakan sel-sel hati. Protein core

(protein struktural) dicurigai dapat menimbulkan reaksi pelepasan radikal

oksigen pada mitokondria. Selain itu, protein ini diketahui pula mampu

berinteraksi pada mekanisme signaling dalam inti sel terutama berkaitan

dengan penekanan regulasi imunologik dan apoptosis (Sudoyo, 2009).

Patofisiologi dari hepatitis terutama disebabkan oleh reaksi

imunologis, reaksi sel T sitotoksik spesifik yang kuat diperlukan untuk

terjadinya eliminasi menyeluruh VHB pada infeksi akut. Pada infeksi kronik,

reaksi CTL yang relatif lemah masih mampu merusak sel-sel hati dan

melibatkan respon inflamasi di hati tetapi tidak bisa menghilangkan virus

maupun menekan evolusi genetik VHB sehingga kerusakan sel hati berjalan

terus menerus (Sudoyo, 2009).

Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin pro-inflamasi

seperti TNF-α, TGF-β1, akan menyebabkan rekrutmen sel-sel inflamasi

lainnya dan menyebabkan aktivasi sel-sel stelata di ruang disse hati. Sel-sel

yang khas ini sebelumnya dalam keadaan “tenang” (quiscent) kemudian

berproliferasi dan menjadi aktif menjadi sel-sel miofibroblas yang dapat

menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan berperan aktif

dalam menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi. Mekanisme ini dapat

timbul terus menerus karena reaksi inflamasi yang terjadi tidak berhenti

sehingga fibrosis semakin lama semakin banyak dan sel-sel hati yang ada

22

Page 23: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

semakin sedikit. Proses ini dapat menimbulkan kerusakan hati lanjut dan

sirosis hati (Sudoyo, 2009).

2.3.5 FAKTOR RESIKO

Hepatitis B adalah penyebab utama dari hepatitis kronis dan

karsinoma hepatoseluler di dunia, dengan masa inkubasi 45-

160 hari, dengan rata-rata 100 hari. Hal-hal yang dapat

menyebabkan anda terinfeksi heatitis B antara lain :

a. Berhubungan seks dengan orang yang terinfeksi tanpa

kondom.

b. Berbagi jarum untuk menyuntikkan narkoba.

c. Mentato atau menindik di bagian tubuh dengan alat-alat

kotor yang digunakan dengan orang lain.

d. Tertusuk jarum yang terkontaminasi dengan darah yang

terinfeksi

e. Bertukar sikat gigi atau pisau cukur dengan orang yang

terinfeksi.

f. Perjalanan ke negara dimana hepatitis B adalah umum

(adalah mungkin untukmelakukan perjalanan ke daerah-

daerah endemik merupakan faktor risiko utama, namun

fakta sederhana ini sendiri tidak menentukan bahwa orang

itu menular, jika Anda memiliki perawatan yang tepat.)

g. Ibu yang terinfeksi dapat menularkan hepatitis B kepada

bayinya pada saat itu lahir atau melalui ASI.

h. Transfusi darah yang terkontaminasi

(Soemoharjo, 2008)

2.3.6 GEJALA KLINIS

Gejala-gejala prodormal timbul pada semua penderita dan dapat berlangsung

selama satu minggu atau lebih sebelum timbul ikterus (meskipun tidak semua

pasien akan mengalami ikterus) yang di bagi dalam tiga stadium yaitu: (Price

dan Wilson, 2005)

23

Page 24: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

a. Stadium pra ikterik

Pada stadium ini berlangsung selama 4-7 hari klien mengeluh sakit kepala,

lemah, anoreksia, mual dan muntah, demam, nyeri pada otot, dan nyeri di

perut kanan atas, urine menjadi lebih coklat.

b. Stadium ikterik

Stadium ini berkembang selama 3-6 minggu, ikterik mula-mula terlihat pada

sclera. Kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang tetapi

klien masih lemah, anoreksia dan muntah, tinja mungkin berwarna kelabu atau

kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.

c. Stadium post 1 (rekovalensi)

Pada stadium ini ikterik mereda, warna urin dan tinja normal lagi,

penyembuhan pada anak lebih cepat dari pada orang dewasa yaitu pada akhir

bulan kedua karena penyebab yang biasanya berbeda. Banyak pasien

mengalami antralgia, arthritis, urtikaria, dan ruam kulit sementara. Terkadang

dapat terjadi glomerulonefritis. Manifestasi ekstra hepatic dari hepatitis virus

ini dapat menyerupai sindrom penyakit serum dan dapat disebabkan oleh

kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi.

Gejala hepatitis B kronik

Cenderung tidak tampak tanda-tanda seperti pada hepatitis B akut, sehingga

penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko (Price dan Wilson, 2005)

2.3.7 DIAGNOSIS

a. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan pemeriksaan

fisik.

b. Diagnosis pasti hepatatitis B dapat diketahui melalui pemeriksaan: HBsAg

(antigen permukaan virus hepatatitis B)

(Price dan Wilson, 2005)

Hepatitis B di diagnosis melalui tes darah yang mencari antigen

(pecahan virus hepatitis B)tertentu dengan antibodi (yang dibuat oleh

kekebalan system tubuh sebagai reaksi terhadap HBV). Tes darah awal untuk

diagnosis HBV mencari suatu antigen HbsAg (antigen permukaan atau

surface, hepatitis b) dan dua antibodi –anti-HBs (antigen terhadap antigen

24

Page 25: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

permukaan HBV) dan anti –HBc (antibodi terhadap antigen bagian inti HBV).

Ada 2 anti HBc yaitu antibodi IgM dan IgG(Green, 2005).

HbsAg Anti HBc IgM Anti HBc IgG Anti HBs Status Hepatitis B

Negative Negative Negative Negative Tidak pernah terinfeksi.

Positive Positive Positive Negative Terinfeksi, kemungkinan dalam 6 bulan terakhir, masih aktif.

Negative Positive Positive Negative Terinfeksi, kemungkinan dalam 6 bulan terakhir, proses pemulihan.

Negative Negative Positive Positive Terinfeksi, kemungkinan terjadi lebih dari 6 bulan lalu dan dikendalikan secara sukses oleh system kekebalan tubuh.

Negative Negative Negative Positive Pernah di infaksinasi terhadap infeksi HBV.

Positive Negative Positive Negative Infeksi HBV kronis.

2.3.8 PENATALAKSANAAN DAN KOMPLIKASI

Penatalaksanaan

Penderita yang diduga Hepatitis B, untuk kepastian diagnosa yang ditegakkan

maka akan dilakukan periksaan darah (HbsAg positif). Setelah diagnosa

ditegakkan sebagai Hepatitis B, maka pengobatan untuk hepatitis B yaitu

pengobatan oral dan injeksi. (Price dan Wilson, 2005)

a. Obat Oral

25

Page 26: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

1) Pemberian obat Lamivudine dari kelompok nukleosida analog, yang

dikenal dengan nama 3TC. Obat ini digunakan bagi dewasa maupun anak-

anak. Pemakaian obat ini cenderung meningkatkan enzim hati (ALT), untuk

itu penderita akan mendapat monitor bersinambungan dari dokter.

2) Pemberian obat Adefovir dipivoxil (Hepsera). Pemberian secara oral

akan lebih efektif, tetapi pemberian dengan dosis yang tinggi akan

berpengaruh buruk terhadap fungsi ginjal.

3) Pemberian obat Baraclude (Entecavir). Obat ini diberikan pada

penderita Hepatitis B kronik, efek samping dari pemakaian obat ini adalah

sakit kepala, pusing, letih, mual dan terjadi peningkatan enzim hati. Tingkat

keoptimalan dan kestabilan pemberian obat ini belum dikatakan stabil.

b. Injeksi/Suntikan

Pemberian suntikan Microsphere yang mengandung partikel radioaktif

pemancar sinar ß yang akan menghancurkan sel kanker hati tanpa merusak

jaringan sehat di sekitarnya. Injeksi Alfa Interferon (dengan nama cabang

INTRON A, INFERGEN, ROFERON) diberikan secara subkutan dengan

skala pemberian 3 kali dalam seminggu selama 12-16 minggu atau lebih. Efek

samping pemberian obat ini adalah depresi, terutama pada penderita yang

memilki riwayat depresi sebelumnya. Efek lainnya adalah terasa sakit pada

otot-otot, cepat letih dan sedikit menimbulkan demam yang hal ini dapat

dihilangkan dengan pemberian paracetamol.

Pencegahan

1. Tidak berganti-ganti pasangan sex

2. Penggunaan jarum suntik hanya untuk sekali pakai

3. Vaksin Hepatitis B, terutama pada orang-orang yang beresiko tinggi

terkena virus ini, seperti mereka yang berprilaku sex kurang baik (ganti-ganti

pasangan/homosexual), pekerja kesehatan (perawat dan dokter) dan mereka

yang berada didaerah rentan (banyak kasus Hepatitis B).

(Price dan Wilson, 2005)

Prognosis

26

Page 27: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Hepatitis B akut umumnya sembuh, hanya 10% menjadi Hepatitis B kronik

(menahun) dan dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.(Price dan

Wilson, 2005)

2.4 HEPATITIS C

2.4.1 DEFINISI

Hepatitis C adalah peradangan pada hati yang disebabkan olhe virus hepatitis

C (VHC). Infeksi virus ini dapat menyebabkan peradangan hati yang bersifat

asimptomatik (tidak bergejala), apabila infeksi berlanjut akan menyebabkan

sirosis hati dan kanker hati. Virus hepatitis C menyebar melalui kontak

darah-ke-darah dari darah orang yang terinfeksi. Diperkirakan 150-200 juta

orang di seluruh dunia terinfeksi VHC. Walaupun sudah ditemukan vaksin

pada hepatitis A dan B, tidak ada vaksin yang dibuat untuk hepatitis C.

(Prince dan Wilson, 2005)

2.4.2 ETIOLOGI

Virus Hepatitis C (HCV). (Price dan Wilson, 2005)

2.4.3 EPIDEMIOLOGI

Semua usia. (Price dan Wilson, 2005)

Menurut Brasher, 2008, penyakit hepatitis ini menginfeksi:

a. 3,9 juta orang Amerika terinfeksi HCV; prevalensinya jauh lebih tinggi di

Asia dan Timur Tengah

b. HCV merupakan infeksi menular melalui darah yang paling umum di USA,

dan melebihi sirosis alkoholik sebagai penyebab penyakit heparkronis yang

dominan di Negara ini.

c. HCV berhubungan dengan penggunaan obat IV, transfuse berulang,

individu dengan cedera jarum suntik, penderita hemophilia, orang yang

memerlukan dialysis, tenaga kesehatan, penderita infeksi HIV, pasien

transplantasi hepar dan ginjal, kontak alat rumah tangga dan kontak seksual

dengan orang yang terinfeksi secara kronis.

27

Page 28: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

d. Alcohol merupakan kofaktor untuk pembentukan dan perkembangan

penyakit kronis.

e. Tidak ada faktor risiko yang diketahui pada 40% kasus.

f. Menyebar secara inokulasi parenteral langsung, kontak seksual,

transplantasi organ terinfeksi, atau pajanan perinatal.

g. Secara keseluruhanada 130 negara dimana yang melaporkan terinfeksi

HCV. Data di Indonesia, pravelensi HCV berkisar antara 0,5-3,4%

menunjukkan sekitar 1-7 juta penduduk Indonesia mengindap infeksi virus

C. Di Asia, infeksi HCV diperkirakan bervariasi dari 0,3% di Selandia Baru

sampai 4% persen di Kamboja. Data di daerah Pasifik diperkirakan sekitar

4,9%. Di Timur Tengah angka yang pernah dilaporkan adalah 12% pada

beberapa pusat penelitian (Hernomo K, 2003)

h. Transmisi HCV terjadi terutama melalui paparan darah yang tercemar.

Paparan ini biasanya terjadi pada penggunaan narkoba suntik, transfuse

darah (sebelum 1992), pencangkokan organ dari donor yang terinfeksi,

praktek medis yang takaman, paparan okupasional terhadap darah yang

tercemar, kelahiran dari ibu yang terinfeksi, hubungan seksual dengan

orang yang terinfeksi, perilaku seksual resiko tinggi dan kemungkinan

penggunaan kokain intranasal, di Amerika lebih dari 60% dari penderita

hepatitis C yang baru disebabkan oleh pemakaian obat-obatan intravena.

(Bals M, 2006, p.250) Virus ini baru-baru ini ditemukan sebagai penyebab

utama hepatitis non A, non B yang diperoleh secara parenteral terutama

melalui transfuse darah.

(Sacher RA, McPherson RA, 2000)

2.4.4 PATOFISIOLOGI

Secara jelas masih belum diketahui, tapi beberapa bukti menunjukkan adanya

mekanisme imunologis yang menyebabkan kerusakan sel-sel hati. Protein core

(protein struktural) dicurigai dapat menimbulkan reaksi pelepasan radikal

oksigen pada mitokondria. Selain itu, protein ini diketahui pula mampu

berinteraksi pada mekanisme signaling dalam inti sel terutama berkaitan

dengan penekanan regulasi imunologik dan apoptosis (Sudoyo, 2009).

Patofisiologi dari hepatitis terutama disebabkan oleh reaksi

imunologis, reaksi sel T sitotoksik spesifik yang kuat diperlukan untuk

28

Page 29: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

terjadinya eliminasi menyeluruh VHC pada infeksi akut. Pada infeksi kronik,

reaksi CTL yang relatif lemah masih mampu merusak sel-sel hati dan

melibatkan respon inflamasi di hati tetapi tidak bisa menghilangkan virus

maupun menekan evolusi genetik VHC sehingga kerusakan sel hati berjalan

terus menerus (Sudoyo, 2009).

Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin pro-inflamasi

seperti TNF-α, TGF-β1, akan menyebabkan rekrutmen sel-sel inflamasi

lainnya dan menyebabkan aktivasi sel-sel stelata di ruang disse hati. Sel-sel

yang khas ini sebelumnya dalam keadaan “tenang” (quiscent) kemudian

berproliferasi dan menjadi aktif menjadi sel-sel miofibroblas yang dapat

menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan berperan aktif

dalam menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi. Mekanisme ini dapat

timbul terus menerus karena reaksi inflamasi yang terjadi tidak berhenti

sehingga fibrosis semakin lama semakin banyak dan sel-sel hati yang ada

semakin sedikit. Proses ini dapat menimbulkan kerusakan hati lanjut dan

sirosis hati (Sudoyo, 2009).

2.4.5 FAKTOR RESIKO

a. Positif HIV

b. Melakukan suntikan obat-obatan terlarang

c. Pekerja layanan kesehatan yang sering melakukan kontak dengan darah

d. Melakukan tato atau tindik dengan alat yang tidak steril

e. Lahir dari Ibu dengan infeksi hepatitis C

f. Menerima pengobatan hemodialysis dalam waktu yang lama

g. Menerima transplantasi organ dan transfusi darah

h. Menerima konsentrat pembeku darah

Pencegahan

a. Hentikan penggunaan obat-obatan terlarang

b. Berhati-hati ketika melakukan tindik atau tato

c. Melakukan hubungan seksual dengan pengaman yang aman.

(Price dan Wilson, 2005)

29

Page 30: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

2.4.6 GEJALA KLINIS

Gejala-gejala prodormal timbul pada semua penderita dan dapat

berlangsung selama satu minggu atau lebih sebelum timbul ikterus (meskipun

tidak semua pasien akan mengalami ikterus) yang di bagi dalam tiga stadium

yaitu: (Price dan Wilson, 2005)

a. Stadium pra ikterik

Pada stadium ini berlangsung selama 4-7 hari klien mengeluh sakit kepala,

lemah, anoreksia, mual dan muntah, demam, nyeri pada otot, dan nyeri di

perut kanan atas, urine menjadi lebih coklat.

b. Stadium ikterik

Stadium ini berkembang selama 3-6 minggu, ikterik mula-mula terlihat pada

sclera. Kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang tetapi

klien masih lemah, anoreksia dan muntah, tinja mungkin berwarna kelabu atau

kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.

c. Stadium post 1 (rekovalensi)

Pada stadium ini ikterik mereda, warna urin dan tinja normal lagi,

penyembuhan pada anak lebih cepat dari pada orang dewasa yaitu pada akhir

bulan kedua karena penyebab yang biasanya berbeda. Banyak pasien

mengalami antralgia, arthritis, urtikaria, dan ruam kulit sementara. Terkadang

dapat terjadi glomerulonefritis. Manifestasi ekstra hepatic dari hepatitis virus

ini dapat menyerupai sindrom penyakit serum dan dapat disebabkan oleh

kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi.

HIV-Hepatitis C

Koinfeksi Hepatitis C-HIV sering ditemukan, mungkin hal ini

disebabkan karena penularan virus hepatitis C dan HIV terjadi

melalui jalur yang serupa yaitu melalui perantaraan cairan

tubuh. Prevalensi hepatitis C pada orang dengan HIV/AIDS

(Odha) secara keseluruhan adalah sekitar 40%, namun

terdapat variasi prevalensi pada masing-masing kelompok

risiko. Beberapa studi menunjukkan bahwa prevalensi yang

30

Page 31: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

tinggi tertama ditemukan pada Odha yang merupakan

pecandu narkotika suntik yaitu sekitar 50-90%. (Wenang,

2008)

Studi EuroSIDA yang melibatkan 3048 Odha

menunjukkan bahwa 33% dari mereka terinfeksi Hepatitis C.

Sementara khusus pada Odha yang merupakan pecandu

narkotika suntik lebih dari 75% positif terinfeksi hepatitis C.

Data dari Laboratorium Imunologi Subbagian Hematologi

Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, Mei 2000-awal

Desember 2002 menunjukkan bahwa dari 199 Odha yang

merupakan pecandu narkotika suntik, 125 (62,8%) orang

terinfeksi Hepatitis C.(Wenang, 2008)

Koinfeksi hepatitis C dan HIV akan menjadi masalah

yang perlu mendapat perhatian yang serius mengingat

adanya tren peningkatan kasus HIV/AIDS yang tertular melalui

jarum suntik. Di satu kelurahan d Jakarta Pusat angkanya

bahkan mencapai 93%. (Wenang, 2008)

Replikasi virus Hepatitis C akan meningkat dengan

adanya infeksi HIV. Umumnya 20-30% orang yang terinfeksi

hepatitis C akan berlanjut menjadi sirosis dalam waktu 10-20

tahun. Adanya ko-infeksi dengan HIV akan menyebabkan

peningkatan insidens sirosis, juga akan menyebabkan interval

antara infeksi sampai terjadinya sirosis menjadi memendek.

Pengobatan HIV dengan HAART (High Active Anti Retroviral

Treatment) terbukti dapat menurunkan jumlah virus HIV dan

meningkatkan jumlah CD4, sehingga diasumsikan dapat pula

menahan laju progresifitas penyakit hepatitis C. Namun,

beberapa studi sampai saat ini belum dapat menunjukkan

efek pemberian HAART terhadap perjalanan penyakit Hepatitis

C. (Wenang, 2008)

31

Page 32: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Pengaruh infeksi hepatitis C terhadap perjalanan

penyakit HIV sampai saat ini masih menjadi perdebatan.

Beberapa studi yang telah dilakukan tidak menemukan

hubungan antara ko-infeksi hepatitis C dengan peningkatan

progresifitas penyakit infeksi HIV walaupun terdapat pula studi

yang menunjukkan peningkatan progresifitas akibat adanya

ko-infeksi dengan hepatitis C genotype 1. (Wenang, 2008)

Pengobatan terhadap infeksi HIV pada pasien dengan

infeksi hepatitis C membutuhkan perhatian khusus karena

adanya efek samping hepatotoksik dari obat antiretroviral.

Obat golongan inhibitor protease seperti indanavir atau

nelvinafir sebaiknya tidak digunakan. Pemeriksaan fungsi hati

harus lebih ketat dilakukan. (Wenang, 2008)

Apabila hepatitis C kronik harus diobati, maka

pengobatan infeksi hepatitis C dapat dilakukan pada pasien

dengan infeksi HIV terkontrol (CD4 >200 sel/mm3).

Pengobatan standar hepatitis C kronik saat ini adalah

kombinasi interferon-a / pegylatedinterferon dengan ribavirin.

Interaksi antara ribavirin dengan obat antiretroviral perlu

mendapat perhatian. Vaksinasi hepatitis A cukup aman,

adanya peningkatan risiko terjadinya hepatitis fulminan dan

walaupun terdapat penurunan imunitas pada pasien HIV tetapi

dua pertiganya ternyata mampu membentuk antibodi yang

protektif terhadap hepatitis A.(Wenang, 2008)

Penularan

Penularan Hepatitis C biasanya melalui kontak langsung

dengan darah atau produknya dan jarum atau alat tajam

lainnya yang terkontaminasi. Dalam kegiatan sehari-hari

banyak resiko terinfeksi Hepatitis C seperti berdarah karena

terpotong atau mimisan, atau darah menstruasi. Perlengkapan

pribadi yang terkena kontak oleh penderita dapat menularkan

32

Page 33: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

virus Hepatitis C (seperti sikat gigi, alat cukur atau alat

manicure). Resiko terinfeksi Hepatitis C melalui hubungan

seksual lebih tinggi pada orang yang mempunyai lebih dari

satu pasangan.(Wenang, 2008)

Penularan Hepatitis C jarang terjadi dari ibu yang

terinfeksi Hepatitis C ke bayi yang baru lahir atau anggota

keluarga lainnya. Walaupun demikian, jika sang ibu juga

penderita HIV positif, resiko menularkan Hepatitis C sangat

lebih memungkinkan. Menyusui tidak menularkan Hepatitis C.

(Wenang, 2008)

2.4.7DIAGNOSIS

1. Tes darah termasuk:

a. Antibodi terhadap virus C ( menunjukkan bahwa orang tersebut telah

terekspos pada virus ini sebelumnya, tetapi tidak menunjukkan apakah

virus ini masih ada di dalam darah – bayi yang dilahirkan oleh wanita

yang pernah menderita hepatitis C dapat mempunyai antibodi dari

ibunya pada kurang lebih tahun pertama hidupnya, tetapi ini tidak

berarti bahwa bayitersebut terinfeksi)

b. Tes asam nukleik, misalnya PCR (menunjukkan bahwa virus ini ada di

dalam darah)

c. Tes jumlah virus (menunjukkan berapa banyak virus ada di dalam

darah)

d. Tes genotipe (menujukkan jenis mana virus ada di dalam darah –

yangdapat membantu dalam merencanakan perawatan)

e. Tes fungsi hati, yang mungkin menunjukkan kerusakan hati pada saat

ini.

a. Biopsi hati (di mana sedikit hati diambil dan diperiksa dengan

mikroskop)menunjukkan jenis dan parahnya kerusakan hati dan

mungkin membantudalam merencanakan perawatan.

2. Tes Enzim Hati

33

Page 34: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Seperti dengan hepatitis A dan B, enzim hatiyang paling penting dipantau

adalah SGPT dan SGOT. Padakurang lebih dua pertiga orang dengan

hepatitis C kronis, tingkatSGPT terus-menerus tinggi, dan hal ini

menunjukkanpengrusakan terus-menerus pada sel hati. Namun untuk

sepertigaorang dengan hepatitis C kronis, tingkat SGPT tetap

normal.Banyak di antara orang ini akan hidup dengan infeksi HCV

tanpamasalah apa pun pada hati. Tetapi sebagian orang ini dengantingkat

SGPT yang normal bahkan rendah dapat mengalamikerusakan pada hati

yang terjadi pelan-pelan. Tingkat SGOT jugasering tinggi pada orang

dengan hepatitis C kronis. Namuntingkat SGOT biasanya lebih rendah

daripada tingkat SGPT. Bilasirosis terjadi, tingkat SGOT dapat naik di atas

tingkat SGPT –ini tanda bahwa kerusakan hati bertambah buruk.

(Price dan Wilson, 2005)

2.4.8KOMPLIKASI

Sirosis

Jika tidak diobati, hepatitis C kronis kadang-kadang dapat

menyebabkan parut pada hati (sirosis). Hal ini dapat

mengembangkan hingga 20 tahun setelah Anda pertama kali

terinfeksi.

Sejumlah faktor dapat meningkatkan risiko terkena sirosis,

seperti:

a. minum alkohol

b. memiliki diabetes tipe 2

c. tertular hepatitis C pada usia yang lebih tua

d. memiliki HIV atau jenis hepatitis lainnya, seperti

hepatitis B

Tergantung pada faktor-faktor, risiko sirosis dapat berkisar

dari 10% sampai 40%.

34

Page 35: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Gejala sirosis meliputi:

a. kelelahan dan kelemahan

b. kehilangan nafsu makan

c. berat badan

d. merasa sakit

e. sangat gatal kulit

f. nyeri atau sakit di sekitar hati

g. kecil garis merah (darah kapiler) pada kulit di atas

permukaan pinggang

h. penyakit kuning

Selain transplantasi hati, tidak ada obat untuk sirosis. Namun,

pengobatan dapat membantu meringankan beberapa gejala

sirosis dan mencegah kondisi dari memburuk.

Gagal Hati

Dalam kasus yang parah sirosis, hati kehilangan sebagian

atau seluruh fungsinya. Hati memiliki berbagai fungsi, seperti

penyaringan racun dari darah dan memproduksi sejumlah

hormon penting.

Hal ini dikenal sebagai kegagalan hati atau penyakit hati

stadium akhir. Kegagalan hati terjadi pada sekitar satu dari

lima orang dengan hepatitis sirosis terkait.

Gejala gagal hati termasuk:

a. rambut rontok

b. penumpukan cairan dalam, pergelangan kaki dan kaki

(edema)

35

Page 36: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

c. penumpukan cairan di perut Anda yang dapat membuat

Anda terlihat sangat hamil (ascites)

d. dark urine

e. tinja berwarna hitam, atau tinja sangat pucat

f. sering mimisan dan gusi berdarah

g. kecenderungan untuk mudah memar

h. muntah darah

Setelah gagal hati telah terjadi, biasanya mungkin untuk

mempertahankan hidup selama beberapa tahun

menggunakan obat. Namun, transplantasi hati saat ini satu-

satunya cara untuk menyembuhkan gagal hati.

Kanker hati

Diperkirakan bahwa sekitar 1 dari 20 orang dengan hepatitis

sirosis terkait akan mengembangkan kanker hati.

Gejala kanker hati termasuk:

a. penurunan berat badan secara signifikan

b. merasa sakit

c. muntah

d. kelelahan

e. penyakit kuning

Hal ini biasanya tidak mungkin untuk menyembuhkan kanker

hati, terutama pada orang dengan sirosis, meskipun

kemoterapi dapat digunakan untuk memperlambat

penyebaran kanker.

Komplikasi lain

36

Page 37: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Komplikasi jarang lain dari hepatitis C kronis termasuk:

a. kekeringan pada mulut dan mata (yang disebabkan oleh

kerusakan kelenjar keringat, air liur dan air mata)

b. bercak kulit gatal (lichen planus)

c. pembengkakan di dalam ginjal (glomerulonephritis)

d. sensitivitas terhadap cahaya, menyebabkan lecet dan

borok pada kulit

e. kurang aktif kelenjar tiroid

f. kelenjar tiroid terlalu aktif

g. cryoglobulinemia (gangguan di mana protein abnormal

dapat merusak kulit, sistem syaraf dan ginjal)

h. non-Hodgkin (sejenis kanker yang mempengaruhi

sistem limfatik tubuh)

i. resistensi insulin dan diabetes

j. Penyakit kandung empedu

(http://www.nhs.uk/Conditions/Hepatitis-C/Pages/

Complications.aspx)

2.5 IKTERUS FISIOLOGIS

2.5.1DEFINISI

lkterus terjadi apabila terdapat bilirubin dalam darah. Pada sebagian besar

neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya.

Dikemukakan bahwa kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan

pada bayi 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19 % menderita

ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi bersifat patologik yang dapat

menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Setiap

bayi dengan ikterus yang ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi

atau bila kadar bilirubuin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam.

Kemungkinan mengalami ikterus fathologis, dan bila kadar bilirubin > 5mg/dl,

ikterus akan terlihat dengan kasat mata. (Price dan Wilson, 2005)

Proses hemolisis darah, infeksi berat ikterus yang berlangsung lebih

dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan kemungkinan adanya ikterus patologi.

37

Page 38: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus dilakukan sebaik-baiknya

agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.(Price dan Wilson, 2005)

2.5.2 GEJALA KLINIS

Gejala Umum

Gejala yang paling umum dari penyakit kuning adalah:

a. menguningnya kulit, mata, dan selaput lendir (lapisan

sel lorong-lorong tubuh dan rongga, seperti mulut dan

hidung)

b. berwarna pucat tinja (feses)

c. urin berwarna gelap

Gejala Tambahan

Tergantung pada penyebab ikterus, pasien mungkin memiliki

sejumlah gejala tambahan.

Dalam kasus di mana penyakit kuning adalah hasil dari

infeksi, seperti hepatitis C, pasien mungkin memiliki gejala-

gejala seperti:

a. suhu tinggi (demam) dari 38 º C (100,4 º F) atau di atas

b. panas dingin

c. nyeri perut

d. gejala mirip flu, seperti otot dan nyeri sendi

Dalam kasus di mana penyakit kuning disebabkan oleh

kerusakan pada hati, seperti sirosis, gejala tambahan umum

termasuk:

a. penurunan berat badan

b. kulit gatal

Dalam kasus pasca-hati jaundice (di mana obstruksi,

seperti batu empedu, adalah mencegah empedu mengalir

keluar dari kantong empedu) gejala tambahan umum

termasuk:

38

Page 39: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

a. Nyeri perut bagian atas

b. suhu tinggi

c. menggigil

(http://www.nhs.uk/Conditions/Jaundice/Pages/

Symptoms.aspx)

2.5.3DIAGNOSIS

Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan; Bilirubin serum

meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam; Kadar bilirubin

serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih besar dari 14 mg/dl

pada bayi preterm; Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama

kehidupan, atau; Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl.Kemungkinan

patologis perlu dicari penyebabnya, untuk membedakan diagnosis ikterus ter-

gantung dari timbulnya kapan: (Price dan Wilson, 2005)

1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama:

Penyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya

kemungkinan dapat disusun sebagai berikut: Inkompatibilitas darah Rh, ABO

atau golongan lain; Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan

kadang-kadang bakteri); Kadang- kadang oleh defisiensi G-6-PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan: Kadar bilirubin serum berkala; Darah tepi

lengkap; Golongan darah ibu dan bayi; Uji coombs; Pemeriksaan penyaring

defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah atau biopsi hepar bila perlu.

2. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir

lkterus timbul biasanya ikterus fisiologis; Masih ada kemungkinan

inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini dapat diduga

jika peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam;

Defisiensi enzim G-6-PD juga mungkin Polisitemia; hemolisis perdarahan

tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar subkapsuler dan lain-

lain); Hipoksia; Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain; Dehidrasi asidosis;

Defisiensi enzim eritrosit lainnya.

39

Page 40: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Pemeriksaan yang perlu dilakukan: Bila keadaan bayi baik dan peningkatan

ikterus tidak cepat, dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan

kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan

pemeriksaan lainnya bila perlu.

3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu

pertama

lkterus ini timbul biasanya karena infeksi (sepsis); Dehidrasi asidosis;

Difisiensi enzim G-6-PD; Pengaruh obat; Sindrom Criggler-Najjar; Sindrom

Gilbert.

4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya

Ikterus ini timbul karena obstruksi, Hipotiroidisme, "breast milk jaundice",

Infeksi, Neonatal hepatitis, Galaktosemia, Lain-lain.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan: Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek)

berkala, pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan penyaring G-6-PD, biakan

darah, biopsi hepar bila ada indikasi, pemeriksaan lainnya yang berkaitan

dengankemungkinan penyebab, dapat diambil kesimpulan bahwa ikterus baru

dapat dikatakan fisiologis sesudah observasi dan pemeriksaan selanjutnya

tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang

menjadi 'kernicterus'.

2.5.4PATOFISIOLOGI

Kurang lebih 80 - 85 % bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit tua.

Sisanya 15 - 20 % bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit muda karena

proses eritropoesis yang inefektif di sumsum tulang, hasil metabolisme proein

yang mengandung heme lain seperti sitokrom P-450 hepatik, katalase,

peroksidase, mioglobin otot dan enzim yang mengandung heme dengan

distribusi luas. Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu

dari keempat mekanisme ini : Over produksi, Penurunan ambilan hepatic,

Penurunan konjugasi hepatic, Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu

(akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik). (Price

dan Wilson, 2005)

40

Page 41: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Over produksiPeningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel

darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan

meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan

hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan

autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi

hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus

hemolitik.Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai

bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin

tak terkonjugasi meningkat dalam darah. Karena bilirubin tak terkonjugasi

tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak

terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang

mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna

gelap).Beberapa penyebab ikterus hemolitik : Hemoglobin abnormal (cickle

sel anemia hemoglobin), Kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), Antibodi

serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), Obat-obatan.(Price dan Wilson, 2005)

Penurunan ambilan hepatik. Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi

dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein

penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat

mempengaruhi uptake ini.(Price dan Wilson, 2005)

Penurunan konjugasi hepatikTerjadi gangguan konjugasi bilirubin

sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan

karena defisiensi enzim glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma

Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II. (Price dan

Wilson, 2005)

Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi

intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik)Gangguan ekskresi bilirubin

dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung

ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya

kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul

hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : reaksi

obat, hepatitis alkoholik serta perlemakan hati oleh alkohol. ikterus pada

trimester terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan

Rotor, Ikterus pasca bedah.Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan

menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria.

41

Page 42: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi

total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier

ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus

koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura

pasca peradangan atau operasi.(Price dan Wilson, 2005)

BAB III

STUDI KASUS

1) Bagaimana mekanisme terjadinya lemas, demam, penurunan nafsu makan dan

berat badan, pada pasien tsb?

Salah satu faktor di duodenum yang mempengaruhi laju pengosongan

lambung adalah lemak. Lemak dicerna dan diserap lebih lambat daripada nutrien lain.

Selain itu, pencernaan dan penyerapan lemak berlangsung hanya di dalam lumen usus

halus. Karena itu, ketika lemak sudah ada di duodenum, pengosongan lambung lebih

lanjut ke dalam duodenum terhenti sampai usus halus selesai memproses lemak yang

ada di dalamnya. Pada kenyataannya, lemak adalah perangsang paling kuat untuk

menghambat motilitas lambung. Hal ini jelas ketika anda membandingkan laju

pengosongan makanan tinggi lemak (setelah enam jam hidangan yang mengandung

daging berlemak plus telur mungkin masih ada di lambung) dengan makanan yang

banyak mengandung karbohidrat dan protein (hidangan dengan daging tanpa lemak

dan kentang mungkin sudah tidak ada lagi di lambung dalam tiga jam). Oleh karena

itu, bila pencernaan lemak terganggu akibat gangguan pada hati, proses pengosongan

lambung pun akan terhambat. Hal ini diakibatkan duodenum yang semakin lama

memproses lemak sehingga makanan dari lambung belum dapat diteruskan ke dalam

duodenum. Pasien pun menjadi tidak nafsu makan yang menyebabkan berat badan

menurun dan badan menjadi lemas. Terakhir, demam yang terjadi adalah akibat dari

proses inflamasi sebagai bentuk pertahanan tubuh terhadap virus hepatitis tersebut.

2) Bagaimana faktor resiko penggunaan narkoba suntik

menyebabkan keadaan seperti kasus di atas?

42

Page 43: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Seperti yang telah dijelaskan dalam etiologi maupun proses

penularan virus hepatitis c, dapat diambil kesimpulan bahwa

penggunaan narkoba jarum suntik merupakan satu diantara faktor

resiko tertularnya virus hepatitis c. Hal ini disebabkan karena

penularannya dapat melalui darah.

3) Mengapa pada pasien tersebut konjungtiva memucat dan

mata menguning?

Secara fisiologis, ikterus adalah pewarnaan jaringan tubuh menjadi

kekuning-kuningan, meliputi kekuning-kuningan pada kulit dan

jaringan dalam. Penyebab umumnya adalah adanya sejumlah besar

bilirubin dalam cairan ekstrasel baik yang bebas maupun yang

terkonjugasi. Konsentrasi bilirubin plasma normal, meliputi hampir

seluruhnya bentuk bebas, rata-rata 0,5 mg/dl plasma. Pada keadaan

normal tertentu, nilainya bisa meningkat sampai 40 mg/dl, dan

banyak dari tipe bilirubin ini adalah bentuk terkonjugasi. Kulit

biasanya mulai tampak kuning apabila konsentrasinya meningkat

menjadi kurang lebih 3 kali di atas normal yaitu di atas 1,5 mg/dl.

Penyebab dari ikterus yang umum adalah peningkatan

pemecahan sel darah merah, dengan pelepasan bilirubin yang cepat

ke dalam darah dan penyumbatan duktus biliaris atau kerusakan sel

hati sehingga bahkan jumlah bilirubin yang biasa sekalipun tidak

dapat dieksresikan ke dalam saluran pencernaan. Dua tipe ikterus

ini secara berturut-turut disebut sebagai ikterus hemolitik dan

ikterus obstruktif.

Keduanya berbeda satu sama lainnya dalam mekanisme

berikut:

a. Pada ikterus hemolitik, kelainan disebabkan oleh hemolisis sel

darah merah yang berlebihan dimana fungsi ekskresi tidak

terganggu, tetapi sel darah merah dihemolisis dengan cepat

sehingga sel hati tidak dapat mengekskresi bilirubin secepat

pembentukannya. Oleh karena itu, konsentrasi plasma bilirubin

bebas meningkat di atas nilai normal. Selain itu, kecepatan

43

Page 44: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

pembentukan urobilinogen dalam usus meningkat dengan cepat

juga dan sebagian besar direabsorpsi ke dalam darah dan

akhirnya diekskresikan dalam urin.

b. Sedangkan pada ikterus obstruktif, kelainan disebabkan oleh

obstruksi duktus biliaris atau penyakit hati. Kerusakan hati pada

penyakit hepatitis tidak mengganggu kecepatan pembentukan

bilirubin normal, tetapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat

dari darah ke dalam usus. Bilirubin bebas masih masuk ke sel

hati dan dikonugasi dengan cara yang biasa. Bilirubin

terkonjugasi ini kemudian kembali ke dalam darah , mungkin

karena pecahnya kanalikuli biliaris yang terbendung dan

pengosongan langsung ke saluran limfe yang meninggalkan hati.

sehinga, bilirubin dalam plasma yang ditemukan adalah bilirubin

terkonjugasi.

4) Adakah kemungkinan pasien tersebut terkena HIV , jika ada

bagaimana HIV bisa menyebabkan penyakit seperti dikasus?

Ya, ada. Hal ini juga telah dibuktikan dengan tes laboratorium

yang menyatakan bahwa HIV (+). HIV dapat menyebabkan

terjadinya infeksi- infeksi oportunistik, artinya, ketika sistem imun

seseorang menjadi turun akibat aktivitas virus ini, maka infeksi-

infeksi lain dapat dengan mudah terjadi dalam tubuh orang

tersebut. Infeksi ini bisa disebabkan oleh banyak hal, contohnya

mikroorganisme seperti bakteri, jamur, maupun virus. Ketika

mikroba tersebut menyerang salah satu organ tubuh, maka akan

menimbulkan penyakit pada orang tersebut tergantung organ mana

yang terinfeksi. Pada kasus ini, HIV menyebabkan penurunan sistem

imun pasien dan membuat virus hepatitis c dapat mudah masuk

dan menyerang tubuh pasien tersebut sehingga ia terkena penyakit

hepaatitis c.

44

Page 45: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

BAB IV

KESIMPULAN

Pria 35 tahun mengalami hepatitis C. Riwayat perjalanan penyakit

diperburuk oleh penurunan daya tahan tubuh akibat infeksi virus HIV yang

mendahului.

45

Page 46: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

DAFTAR PUSTAKA

Blomm,Flawcett. 2002. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC

Brasher, L. Valentina. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan Manajemen.

Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2005. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

46

Page 47: Fix - Pemicu 4 Kelompok 1 Modul Gastrointestinal

Green, W. Chris. 2005. Viral Hepatitis and HIV. USA: AIDS Community Research Initiative

of America (ACRIA).

Guyton, Arthur C., et al. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 11. Jakarta: EGC.

Hernomo, K. 2003. PandanganTerkini Hepatitis Virus B dan C dalam Praktek Klinik.

Surabaya.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta kedokteran, edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.

Mescher, Anthony L. 2011. Histologi Dasar Junqueira: Teks dan Atlas, edisi 12. Jakarta:

EGC.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam, edisi 5. Jakarta: Interna Publishing.

Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis

Proses-proses Penyakit, edisi 6. Jakarta: EGC.

Richard S. Snell. 2002. Anatomi Klinik, edisi 3. Jakarta : EGC.

Sacher, RA. McPherson, RA. 2000. Widman’s Clinical Interpretation of Laboratory Test.

Philadelphia: FA Davis Company.

Sari, Wenang. 2008. Care Your Self:Hepatitis. Jakarta : Penebar Plus

Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Soemoharjo,Soewignjo. 2008. Hepatitis, edisi. 2. Jakarta: EGC.

47