fix laporan hasil praktek kuliah lapangan
TRANSCRIPT
LAPORAN HASIL PRAKTEK KULIAH LAPANGAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN
DI PERTAMINA RU IV CILACAP TAHUN 2013
Disusun oleh kelompok
Mochamad Iqbal G1B009045
Rita Mei Nurahayu G1B011067
Tia Martha Pundati G1B011073
Uswatun Khasanah G1B011074
Lin Ernes Namara G1B011078
Siti Dely Farhani G1B011081
Hernita Yulianna G1B011082
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai beraneka ragam sumber
daya alam yang berpotensi besar. Diantaranya adalah minyak bumi, gas alam dan panas
bumi. Sebagai salah satu negara berkembang dengan sumber daya alam yang sangat
besar, tidak mengherankan jika Indonesia menjadi sorotan dunia khususnya ketika
berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam yang ada dalam usaha melaksanakan
pembangunan.
Perusahaan perminyakan merupakan salah satu industri yang rentan akan adanya
pengaruh negatif akibat dari proses operasionalnya. Sebagai sebuah industry yang
mengolah minyak dan gas sangat rentan menimbulkan pencemaran lingkungan dan udara
di sekitar pabrik. Selain itu, tingkat kesenjangan dalam masyarakat tampak jelas antara
masyarakat sekitar dengan masyarakat perusahaan tersebut. Terutama jika keberadaan
perusahaan yang berada dekat dengan perkampungan nelayan dan daerah perindustrian.
PT Pertamina (Persero) UP IV Cilacap merupakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang bergerak di bidang produksi minyak dan gas bumi merupakan 7 jajaran
unit pengolahan di tanah air, yang memiliki kapasitas produksi terbesar yakni 348 ribu
barrel/hari, dan terlengkap fasilitasnya. Kilang ini brnilai strategis karena memasok 60%
kebutuhan BBM di pulau Jawa. Sebagai perusahaaan besar dan dengan penghasilan hasil
produksi yang besar setiap harinya, pertamina dapat menjalankan produksi dengan baik
serta mensejahterahkan dan memberikan kehidupan yang layak bagi masyarakat di
daerah setempat.
Pertamina Refinery Unit IV Cilacap memiliki tiga kilang yaitu kilang pertama
(Fuel Oil Complex/FOC) yang merupakan kilang pemroses bahan baku minyak mentah
baik BBM maupun non-BBM, kilang kedua (FOC II) yang digunakan untuk mengolah
minyak mentah campuran/cocktail, serta kilang Petrokimia Paraxylene untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku aromatic (setengah jadi).
Pengolahan minyak di kilang pertamina tidak hanya berdampak positif bagi
masyarakat setempat, akan tetapi berdampak negative pula bagi masyarakat. Dampak dari
ketiga kilang di Pertamina Refinery Unit IV Cilacap meliputi limbah cair, padat dan gas.
Melihat hal tersebut, pihak Refinery Unit IV Cilacap mengelola limbah sebaik mungkin
agar tidak membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia. Salah satu caranya adalah
dengan penerapan IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah) serta SRU (Shulphur
Recovery Unit) untuk membakar sulfur H2S sehingga gas di udara tidak lagi mengandung
sulfur yang membahayakan.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengaturan system pembuangan limbah industry.
2. Mengetahui lokasi penempatan industry atau pabrik.
3. Mengetahui pengawasan penggunaan bahan kimia.
4. Mengetahui program penghijauan yang dilakukan Pertamina RU IV Cilacap.
5. Mengetahui upaya Pertamina RU IV Cilacap agar masyarakat peduli terhadap
lingkungan.
6. Mengetahui usaha pemantauan lingkungan.
7. Mengetahui peran serta masyarakat terhadap pengendalian lingkungan.
C. Manfaat
1. Bagi Perusahaan
Mengetahui pengendalian lingkungan yang baik agar tidak menimbulkan masalah
kesehatan dan sebagai bahan evaluasi mengenai pengendalian lingkungan yang telah
dilakukan oleh Pertamina RU IV Cilacap.
2. Bagi Masyarakat
Mengetahui peran serta masyarakat dalam pengendalian lingkungan di sekitar
kawasan industry.
3. Bagi Kesehatan Masyarakat
Menambah pustaka atau bahan bacaan dalam bidang Kesehatan Masyarakat
khususnya di bidang Pencemaran Lingkungan mengenai pengendalian lingkungan di
industry atau pabrik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengelolaan Limbah
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling
populer di antaranya ialah chemical conditioning, dan incineration (Arief, 2010)
Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Concentration thickening, tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur
yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya
digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge.
Beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal
ini.
2. Treatment, stabilization, and conditioning, tahapan kedua ini bertujuan untuk
menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat
dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi.
Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan
bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung
dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan
destruksi.
3. De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan
air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini
umumnya ialah pengeringan dan filtrasi.
4. Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi
sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis,wet air oxidation, dan composting.
Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land,
atauinjection well.
Incineration
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi
pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90%
(volume) dan 75% (berat). Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas.
Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen
limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi
memerlukan lahan yang relatif kecil. Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai
kandungan energi (heating value) limbah. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan
untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open
pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari
semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut
dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan (Arief, 2010)
B. Penempatan Industri dengan Pemukiman Kawasan Penduduk
Berkembangnya suatu kawasan industry tidak terlepas dari pemilihan lokasi kawasan
industry yang akan dikembangkan, karena sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor/variabel di wilayah lokasi kawasan. Selain itu dengan dikembangkannya suatu
kawasan industry juga akan memberikan dampak terhadap beberapa fungsi di sekitar
lokasi kawasan. Oleh sebab itu, beberapa kriteria menjadi pertimbangan di dalam
pemilihan lokasi kawasan industry (Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia
No. 35/M-IND/PER/3/2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri)
a. Jarak ke Pusat Kota
Pertimbangkan jarak ke pusat kota bagi lokasi kawasan industry adalah dalam rangka
kemudahan memperoleh fasilitas pelayanan baik sarana dan prasarana maupun segi-
segi pemasaran. Mengingat pembangunan kawasan industry tidak harus membangun
seluruh system yang telah ada seperti listrik, air bersih yang biasanya telah tersedia di
lingkungan perkotaan, dimana kedua system ini kestabilan tegangan (listrik) dan
tekanan (air bersih) dipengaruhi faktor jarak, disamping fasilitas banking, kantor-
kantor pemerintahan yang memberikan jasa pelayanan bagi kegiatan industry yang
pada umumnya berlokasi di pusat perkotaan, maka idealnya suatu kawasan industry
berjarak minimal 10 Km dari pusat kota.
b. Jarak terhadap pemukiman
Pertimbangan jarak terhadap pemukiman bagi pemilihan lokasi kegiatan industry
yaitu :
1. Berdampak positif dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga kerja dan aspek
pemasaran produk. Dalam hal ini juga perlu dipertimbangkan adanya kebutuhan
tambahan akan perumahan sebagai akibat dari pembangunan kawasan industry.
Dalam kaitannya terhadap pemukiman di sini harus mempertimbangkan masalah
pertumbuhan perumahan, dimana sering terjadi areal tanah di sekitar lokasi
industry menjadi kumuh dan tidak ada jarak antara perumahan dengan kegiatan
industry.
2. Berdampak negative karena kegiatan industry menghasilkan polutan dan limbah
yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat.
3. Jarak terhadap pemukiman yang ideal minimal 2 Km dari lokasi kegiatan
industry.
(Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 35/M-IND/PER/3/2010
tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri)
C. Pengawasan atas Penggunaan Beberapa Jenis Bahan Kimia yang Berpotensi menjadi
Penyebab dari Pencemaran Lingkungan
Tujuan pembinaan dan pengawasan pengelolaan limbah B3 antara lain untuk
memasyarakatkan peraturan pengelolaan limbah B3, meningkatkan ketaatan pengelolaan
limbah B3, meningkatkan kinerja pengelolaan limbah B3, dan tercegahnya pencemaran
dan kerusakan lingkungan. Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan pengelolaan limbah
B3 dilakukan oleh masing-masing instansi pembina yang dikoordinasikan oleh Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD). Untuk kelancaran pelaksanaan
pembinaan dan pengawasan maka dibentuk tim koordinasi yang ditetapkan dengan
Keputusan Gubernur. Biaya yang dibutuhkan dalam pembinaan dan pengawasan
pelaksanaan pengelolaan limbah B3 dibebankan pada APBD dan sumber biaya lainnya
yang sah dan tidak mengikat. Setiap orang atau badan usaha yang melanggar ketentuan
dalam peraturan ini dikenakan sanksi administrasi berupa : teguran lisan, teguran tertulis,
pemberhentian sementara kegiatan, dan pencabutan izin (Peraturan Gubernur Propinsi
DKI Jakarta No.103, 2005).
Pengawasan pengendalian pencemaran air dan udara serta limbah B3 melalui
mekanisme PROPER merupakan satu dari Program Nasional yang dilaksanakan secara
dekonsentrasi. Untuk menstandarkan pelaksanaan dekonsentrasi tersebut perlu disusun
petunjuk teknis yang akan menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Provinsi dalam melaksanakan lingkup penyelenggaraan dekonsentrasi bidang lingkungan
hidup (Deputi BPPLKLH, 2012)
D. Penghijauan Industri
Lahan-lahan bertumbuhan dialihfungsikan menjadi kawasan perdagangan,
kawasan industry, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana kota lainnya.
Akibatnya lingkungan hanya berkembang secara ekonomi, namun menurun secara
ekologi. Padahal keseimbangan lingkungan perkotaan secara ekologi sama pentingnya
dengan perkembangan nilai ekonomi kawasan perkotaan. Kondisi demikian
menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem perkotaan berupa meningkatnya
suhu udara, pencemaran udara, menurunnya permukaan air tanah, banjir, intrusi air laut
serta meningkatnya kandungan logam berat dalam tanah (Pedoman Pembuatan Tanaman
Penghijauan Kota Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan, 2004).
Salah satu alternated untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan
pembuatan tanaman penghijauan kota. Selama ini penghijauan kota belum mendapat
perhatian yang memadai dan tidak seimbang dengan pembangunan industry. Oleh karena
itu, pembangunannya ditumbuhkan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan
Lahan (GNRHL/Gerhan) mulai 2004. Penghijauan kota difokuskan untuk pembangunan
hutan kota sesuai dengan PP No. 63 Tahun 2002 (Permen Kehutanan P03/Menhut V,
2004)
Tipe penghijauan kota disesuaikan dengan fungsi kawasan yaitu:
a. Tipe kawasan pemukiman yang berfungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap
karbondioksida, peresap air, penahan angina, dan peredam kebisingan. Komposisi
tanaman berupa jenis pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan tanaman perdu
dan rerumputan.
b. Tipe kawasan industry yang berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan kebisingan
yang ditimbulkan dari kegiatan industry.
c. Tipe rekreasi yaitu penghijauan kota yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan
rekreasi dan keindahan.
d. Tipe pelestarian plasma nutfah yang berfungsi sebagai pelestari plasma nutfah.
e. Tipe pengamanan, berfungsi untuk meningkatkan keamanan penggunaan jalan pada
jalur kendaraan dengan membuat jalur hijau dengan kombinasi pepohonan dan
tanaman perdu
E. Penyuluhan dan Pendidikan Lingkungan
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup
dijelaskan bahwa upaya penanganan terhadap permasalahan pencemaran terdiri dari
langkah pencegahan terhadap permasalahan pencemaran terhadap permasalahan
pencemaran terdiri dari langkah pencegahan dan pengendalian.
Upaya pencegahan adalah mengurangi sumber dampak lingkungan yang lebih berat. Ada
pun penanggulangan atau pengendaliannya adalah upaya pembuatan standar bahan baku
mutu lingkungan, pengaweasan lingkungan dan penggunaan teknologi dalam upaya
mengatasi masalah pencemaran lingkungan. Secara umum, berikut ini merupakan upaya
pencegahan atas pencemaran lingkungan.
a. Menempatkan industri atau pabrik terpisah dari kawasan permukiman penduduk
b. Melakukan penyuluhan dan pendidikan lingkungan untuk menumbuhkan kesadaran
masyarakat tentang arti dan manfaat lingkungan hidup yang sesungguhnya.
c. Melakukan pengawasan atas penggunaan beberapa jenis pestisida, insektisida dan
bahan kimia lain yang berpotensi menjadi penyebab dari pencemaran lingkungan.
d. Melakukan penghijauan.
e. Memberikan sanksi atau hukuman secara tegas terhadap pelaku kegiatan yang
mencemari lingkungan
f. Mengatur sistem pembuangan limbah industri sehingga tidak mencemari lingkungan
(BLH JaTim, 2013).
F. Pemantauan Lingkungan
Industri wajib melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sesuai
yang tercantum dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun
2001, kegiatan bidang perindustrian pada umumnya menimbulkan pencemaran air, udara,
tanah, gangguan kebisingan, bau, dan getaran. Beberapa jenis industri menggunakan air
dengan volume sangat besar, yang diperoleh baik dari sumber air tanah ataupun air
permukaan. Penggunaan air ini berpengaruh terhadap sistem hidrologi sekitar. Berbagai
potensi pencemaran, gangguan fisik dan gangguan pasokan air tersebut di atas
menimbulkan dampak sosial, oleh sebab itu perlu dilakukan pemantauan lingkungan
yang berfungsi sebagai alat evaluasi terhadap mekanisme kerja suatu system pengelolaan
lingkungan (Shoba, 2006).
Pemantauan lingkungan adalah proses pengamatan, pencatatan, pengukuran,
pendokumentasian secara verbal dan visual menurut prosedur standard tertentu terhadap
satu atau beberapa komponen lingkungan dengan menggunakan satu atau beberapa
parameter sebagai tolok ukur yang dilakukan secara terencana, terjadwal dan terkendali
dalam satu siklus waktu tertentu. Diantara berbagai jenis pemantauan lingkungan yang
dikenal sampai saat ini, ada tiga jenis pemantauan lingkungan yang paling banyak
dilakukan yaitu :
1. Pematauan Kualitas Efluen (limbah)
Untuk menjamin limbah yang dilepas ke alam bebas tidak membahayakan makhluk
hidup dan untuk menjaga agar kualitas lingkungan tetap berada dalam batas yang
ditoleransi, pemerintah menetapkan Baku Mutu Limbah yang boleh dilepas ke alam
bebas. Baku mutu adalah ukuran kuantitatif yang menunjukkan batas maksimal kadar
bahan yang dikandung di dalam beberapa parameter tertentu antara lain BOD, COD,
pH dan Lemak.
2. Pemantauan Kualitas Ambien
Ambien adalah komponen lingkungan seperti air, udara, tanah, flora dan fauna.
Sehingga untukmencegah agar tidak terjadi kondisi tercemar, perlu dilakukan
pemantauan rutin terhadap kualitas limbah yang dihasilkan dan badan air penerima.
3. Pematauan Pelaksanaan Rekomendasi RKL dan RPL
Untuk mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan, seluruh
rekomendasi dan arahan yang terdapat di dalam RKL dan RPL harus dilaksanakan.
Pelaksanaan rekomendasi/arahan RKL dan RPL harus dievaluasi dan jika terdapat
kekeliruan rekomendasi harus diperbaiki. Untuk kepentingan evaluasi tersebut,
instrumen yang sangat berperan adalah pemantauan lingkungan secara rutin.
(Yance, 2011)
G. Peran Serta Masyarakat
Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berperan aktif dalam
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Peran tersebut berupa
pengawasan social, memberi saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan serta
penyampaian informasi atau pelaporan (Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup,
2009)
Peran serta maasyarakat dilakukan untuk meningkatkan kepedulian dalam PPLH,
meningkatkan kemandirian, menumbuhkan kemampuan, mengembangkan
ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan social serta
mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan local (Pasal 70 RUU PPLH, 2009)
Tugas dan wewenang pemerintah dalam peningkatan peran serta masyarakat
adalah mengembangkan kerjasama, menetapkan kebijakan tata cara pengakuan
keberadaan masyarakat hokum adat, kearifan local dan hak masyarakat hokum adat
terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta memberikan pendidikan,
pelatihan pembinaan dan penghargaan (Pasal 63 RUU PPLH, 2009)
BAB III
ISI
A. Hasil
1. Pengatur Sistem Pembuangan Limbah Industri
Pengolahan limbah dilakukan karena berorientasi pada akibat yang ditimbulkan dalam
lingkungan terutama pada daerah sekitar industri maupun efek keseluruhan untuk semua
lingkungan. Dengan prinsip pencegahan dan penanggulangan pencemaran harus dapat
menjamin terpeliharanya kepentingan umum dan keseimbangan lingkungan, dengan tetap
memperhatikan kepentingan pihak industri.
Limbah PT. PERTAMINA RU- IV yang dihasilkan ada 3 jenis yaitu :
a. Limbah cair
b. Limbah gas
c. Limbah padat
a. Pengolahan Limbah Cair
Limbah yang dihasilkan industri minyak bumi umumnya mengandung logam-logam
berat maupun senyawa yang berbahaya. Selain logam berat, limbah, atau air buangan
industri, minyak bumi juga mengandung senyawa-senyawa hidrokarbon yang sangat
rawan terhadap bahaya kebakaran.
Unit pengolah air buangan terdiri dari:
1. Proses fisik
Pada proses ini diusahakan agar minyak maupun buangan padat dipisahkan secara
fisik. Setelah melalui proses fisik tersebut, kandungan minyak dalam buangan air
hanya diperbolehkan ±25 ppm.
2. Proses kimia
Proses ini dilakukan untuk menetralkan zat kimia berbahaya dalam air limbah.
Senyawa yang tidak diinginkan diikat menjadi padat dalam bentuk endapan
lumpur yang selanjutnya dikeringkan.
3. Proses mikrobiologi,
Proses mikrobiologi merupakan proses akhir dan berlangsung lama dan hanya
dapat mengolah senyawa yang sangat sedikit mengandung senyawa logam
berbahaya. Pada dasarnya proses ini memanfaatkan mahluk hidup (mikroba)
untuk mengolah bahan organik.
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Tujuannya
untuk mengumpulkan dan memisahkan zat padat yang tidak mengendap serta
menstabikan senyawa-senyawa organic. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan
secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien.
Konsep yang digunakan dalam proses pengolahan limbah secara biologi adalah
eksploitasi kemampuan mikroba dalam mendegradasi senyawa-senyawa polutan
dalam air limbah. Pada proses degradasi, senyawa-senyawa tersebut akan berubah
menjadi senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak berbahaya bagi
lingkungan.
b. Pengolahan Limbah Gas
Limbah gas dari kilang ini diolah di sulfur recovery unit dan sisanya dibakar di
incinerator (untuk gas berupa H2S dan CO) maupun flare (gas hidrokarbon).
c. Pengolahan Limbah Padat
Sludge merupakan suatu limbah yang dihasilkan dalam industri minyak yang
tidak dapat dibuang begitu saja ke alam bebas, karena akan mencemari lingkungan.
Pada sludge selain mengandung lumpur, pasir, dan air juga masih mengandung
hidrokarbon fraksi berat yang tidak dapat di-recovery ke dalam proses. Sludge ini
juga tidak dapat di buang ke lingkungan sebab tidak terurai secara alamiah dalam
waktu singkat.
Pemusnahan hidrokarbon perlu dilakukan untuk menghindari pencemaran
lingkungan. Dalam upaya tersebut, PT. PERTAMINA (Persero) RU IV Cilacap
melakukannya dengan membakar sludge dalam suatu ruang pembakar (incinerator)
pada temperature 800ºC. Lumpur/pasir yang tidak terbakar dapat digunakan untuk
landfill atau dibuang di suatu area, sehingga pencemaran lingkungan dapat dihindari.
2. Penempatan Industri atau Pabrik dari Kawasan Pemukiman Penduduk
PT. Pertamina (Persero) Unit Pengolahan (Refinery Unit) IV Cilacap terletak di Jl.
MT Haryono No. 77 Cilacap Tengah 53221. PT Pertmina RU IV berdekatan dengan
kawasan permukiman penduduk kelurahan Donan. Jarak kelurahan Donan ke PT
Pertamina RU IV sekitar 1 KM. Padahal seharusnya jarak terhadap permukiman
penduduk yang ideal yaitu minimal 2 km dari lokasi kegiatan industri atau pabrik, karena
industri atau pabrik mengeluarkan polusi udara dan limbah serta pencemaran air yang
dapat membahayakan penduduk sekitar. Oleh karena itu PT Pertmina RU IV Cilacap
harus memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh PT Pertamina RU IV Cilacap dan ikut berpatisipasi dalam pengendalian
lingkungan.
3. Pengawasan atas Penggunaan Beberapa Jenis Bahan Kimia yang Berpotensi menjadi
Penyebab dari Pencemaran Lingkungan
Sebagai suatu prasyarat bagi suatu industri adalah adanya bidang yang menangani
masalah lindungan lingkungan. Fungsi ini yang memantau dan menangani masalah
limbah agar tidak mencemari lingkungan karena itu Unit Pengolahan IV terus
menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) untuk mendukung terjaminnya
kualitas lingkungan. Disamping itu beberapa kali memperoleh penghargaan Sword of
Honor dari British Safety Council, London, dan penghargaan ISO 14001 mengenai
Sistem Manajemen Lingkungan dari PT TUV Jerman. Fungsi ini memiliki sarana sebagai
berikut :
a. Sour Water Stripper, merupakan sarana untuk memisahkan gas-gas beracun dan
berbau dari air bekas processing.
b. CPI atau Corrugated Plate Interceptor, yaitu sarana untuk meniadakan dan
memisahkan minyak yang terbawa air buangan.
c. Holding Bassin, & Waste Water Treatment (WWT) suatu sarana mengembalikan atau
memperbaiki kualitas air buangan, terutama mengembalikan kandungan oxygen dan
menghilangkan kandungan minyak.
d. Flare, adalah cerobong asap/api untuk meniadakan pencemaran udara sekeliling.
e. Silincer, dibangun sebagai sarana untuk mengurangi kebisingan.
f. Fin Fan Cooler, untuk mengurangi pemakaian air sebagai media pendingin dan
sekaligus mengurangi kemungkinan pencemaran air buangan.
g. Groyne, sarana pelindung pantai dari kikisan gelombang laut.
Masing – masing sarana tersebut selalu dipantau dan diawasi system kerjanya agar
tidak terjadi pencemaran lingkungan yang diakibatkan dari kurang berfungsinya
sarana tersebut.
4. Penghijauan di Pertamina RU IV Cilacap
Kawasan mangrove di Cilacap, Jawa Tengah, dihijaukan dengan 10.000 bibit.
Bantuan bibit sebanyak 10.000 untuk lahan seluas 1 hektar merupakan bantuan dari
Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap. Penanaman melibatkan Kantor Pengelolaan
Pemberdayaan Segara Anakan (KPPSA) Cilacap dan pencinta alam.
Penghijauan diharapkan bisa memulihkan kondisi hutan mangrove seluas 8.359
hektar. Banyak permasalahan yang dihadapi kawasan mangrove, mulai dari segi jenis
tanaman yang kondisinya terbengkalai sampai tanaman yang rusak parah akibat
pembabatan hutan oleh warga setempat.
Dilakukannya penanaman mangrove di wilayah tersebut, selain mengacu pada
imbauan Presiden RI untuk menggugah warga negara Indonesia untuk peduli terhadap
lingkungan dengan istilah One Man One Tree juga mengingat kerusakan hutan mangrove
di Kawasan Segara Anakan Kampung Laut kondisinya makin memprihatinkan.
Kegiatan Penanaman yang mengambil tema “Save The Mangrove Now” yang
dilakukan oleh Pertamina RU IV Cilacap merupakan bentuk komitmen Pertamina
terhadap lingkungan. Penanaman mangrove tersebut berupaya merehabilitasi hutan yang
rusak dan menghijaukannya kembali. Komitmen ini dapat dilihat dari penghargaan yang
telah diraih Pertamina RU IV Cilacap seperti ISO 14.001 tentang Sistem Manajemen
Lingkungan serta Proper Hijau untuk ketiga kali.
5. Penyuluhan dan Pendidikan Lingkungan untuk Menumbuhkan Kesadaran Masyarakat
tentang Arti dan Manfaat Lingkungan Hidup
Penyuluhan dan pendidikan lingkungan yang dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran
masyarakat tentang arti dan manfaat lingkungan hidup, ntara lain sebagai berikut :
a. Memanfaatkan limbah plastic sebagai gaun pengantin.
Kegiatan ini dapat menyadarkan masyarakat untuk tidak membuang sampah
sembarangan terutama sampah plastic, karena sampah plastic ini dapat di manfaatkan
sebagai gaun pengantin yang berguna baik secara nilai ekonomis maupun dalam
pemanfaatan lingkungan hidup. Secara tidak langsung hal tersebut dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut melestarikan lingkungan hidup.
b. Penanaman mangrove pada lahan seluas 10.000 Ha
Dalam penanaman mangrove ini, pihak Pertamina RU IV Cilacap mengajak peran
serta masyarakat Segara Anakan dan Pecinta Alam untuk penanaman mangrove. Hal
ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
lingkungan hidup bagi kelangsungan hidup mereka pada masa mendatang.
6. Pemantauan Lingkungan
Salah satu tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungannya adalah dengan
melakukan pemantauan secara berkala dan Pertamina sebagai perusahaan yang peduli
akan lingkungan selalu melibatkan tim independen untuk melakukan pemantauan kualitas
air limbah, air pemukiman, air tanah, udara (emisi & ambien), kebisingan, kebauan dan
pemantauan lingkungan sosial ekonomi budaya dan kesehatan masyarakat.
Pemantauan untuk ambien dan kebauan tidak hanya di area kilang tetapi juga di
wilayah eksternal, seperti Kutawaru, Donan, Gunung Simping, RSPC, dan Lomanis serta
Tritih Golf. Sedangkan untuk memantau kualitas air, maka Pertamina menggunakan
sumur pantau. Sumur pantau ini dibutuhkan untuk memantau air, apakah air tersebut
tercemar atau tidak karena air tersebut akan disalurkan kembali ke masyarakat.
Berdasarkan PP No. 43 tahun 2008 pasal 36 (3) tentang air tanah, Pemantauan air tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan pada sumur pantau dengan cara:
a. mengukur dan merekam kedudukan muka air tanah;
b. memeriksa sifat fisika, kandungan unsur kimia, biologi atau radioaktif dalam air
tanah;
c. mencatat jumlah volume air tanah yang dipakai atau diusahakan; dan/atau
d. mengukur dan merekam perubahan lingkungan air tanah seperti amblesan tanah.
CSR yang dilakukan Pertamina terhadap masyarakat baik berupa Community
Development, Community Relationship, dan kemitraan yang hasilnya dirasakan oleh
masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan fasilitas umum yang dilakukan,
bidang pendidikan, bantuan modal usaha, dan lain-lain.
7. Peran Serta Masyarakat untuk Pengendalian Lingkungan
Dampak adanya kegiatan penambangan, perkebunan, industry, dan pertanian
tentunya mempunyai dampak negative dan positif terhadap lingkungan, bila tidak
dilakukan pengelolaan lingkungan dengan baik. Undang-Undang yang mengatur
perlindungan dan pengelolaan lingkungan dalah UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini dikeluarkan akibat
adanya kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam
kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu
dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan
konsisten oleh semua pemangku kepentingan.
Begitu pula dengan industry minyak di Pertamina RU IV Cilacap. Selain
kontribusi yang diberikan oleh perusahaan, masyarakat di sekitar kawasan industry juga
mempunyai peran serta untuk pengendalian lingkungan. Misalnya saja dengan
penghijauan maupun penggunaan LPG seperti yang telah disosialisasikan oleh pihak
Pertamina RU IV Cilacap.
Pertumbuhan penduduk yang sangat besar dan diikuti dengan pendirian kawasan
industry di daerah perkotaan mengharuskan adanya pendirian bangunan yang akan
mengurangi ruang penanaman vegetasi. Hal ini mengakibatkan semakin tingginya suhu
lingkungan di kawasan perkotaan. Selain itu, penggunaan kendaraan bermotor serta zat-
zat kimia yang berlebihan oleh industry dan penduduk membuat kapasitas pencemaran
semakin tinggi. Oleh sebab itu, masyarakat di sekitar kawasan industri Pertamina RU IV
Cilacap ini ikut berperan serta dalam menjaga keseimbangan ekosistem, yaitu dengan
menanam tanaman di lingkungan rumah. Penduduk yang tinggal di perumahan biasanya
menggunakan pot untuk menanam tanaman akibat kurangnya lahan untuk menanam
pohon. Hal ini sudah membuktikan bahwa masyarakat sekitar telah aktif dalam
pengendalian lingkungan.
Peran serta masyarakat yang lain adalah penggunaan LPG seperti yang telah
disosilisasikan oleh pihak Pertamina RU IV Cilacap. Penggunaan LPG ini bersih dan
ramah lingkungan karena LPG sebagai bahan bakar alternatif membawa kebaikan
tambahan dalam bentuk emisi gas CO2 (gas rumah kaca dominan) yang lebih rendah
sehingga kebaikan ini dapat menjadi suatu kebijakan pemerintah dalam rangka
mengurangi konsentrasi polutan udara di daerah perkotaan. Secara tak langsung
pengurangan konsentrasi polutan akan berakibat pada penurunan biaya kesehatan dimana
uang yang tak jadi dipergunakan untuk pemeliharaan kesehatan dapat dipergunakan
untuk kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat dan konstruktif baik pada tingkat makro
(negara, pemerintahan) maupun pada tingkat mikro (keluarga, individu).
B. Pembahasan
Menurut Arief dalam jurnal Pengolahan Limbah B3, terdapat banyak metode
pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah
chemical conditioning, dan incineration. PT Pertamina menerapkan system
pengkomposan pada limbah padat. Jadi limbah padat dipisahkan berdasarkan kriterianya
ke dalam tempat sampah merah, kuning, hijau dan biru. Setelah sampah dipisahkan maka
sampah diolah menjadi pupuk kompos. Pengolahan limbah gas di Pertamina RU IV
Cilacap sudah cukup baik karena telah menggunakan system incinerator dimana gas H2S
dipisahkan sulfurnya. Kemuadian sulfur diolah untuk dijual kembali sehingga gas yang
keluar sudah tidak mengandung sulfur lagi. Sementara limbah cairnya menggunakan
system IPAL dimana dilakukan ekualisasi baik kualitas maupun kuantitas limbah cair.
tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan
patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia,
fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses
pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara
fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara
pencucian dan destruksi.
Lokasi industri PT Pertmina RU IV cukup berdekatan dengan kawasan pemukiman
penduduk kelurahan Donan. Jarak kelurahan Donan ke PT Pertamina RU IV sekitar 1
km. Padahal Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No.35/M-Ind/PER/3
Tentang Pedoman Teknis Kawasan Tahun 2009 menjelaskan bahwa jarak kawasan
industri yang baik adalah minimal berjarak 10 km dari pusat kota dan minimal 2 km dari
pemukiman penduduk. Jadi jarak lokasi industri PT Pertamina Refinery Unit IV dengan
pemukiman penduduk masih kurang memenuhi syarat karena polutan dan limbah yang
dihasilkan oleh industri bisa menimbulkan risiko mencemari dan mengganggu kesehatan
masyarakat di sekitar kawasan penduduk.
Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta menyatakan bahwa Tujuan pembinaan dan
pengawasan pengelolaan limbah B3 antara lain untuk memasyarakatkan peraturan
pengelolaan limbah B3, meningkatkan ketaatan pengelolaan limbah B3, meningkatkan
kinerja pengelolaan limbah B3, dan tercegahnya pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Pertamina Unit Pengolahan IV terus menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML)
untuk mendukung terjaminnya kualitas lingkungan. Disamping itu beberapa kali
memperoleh penghargaan Sword of Honor dari British Safety Council, London, dan
penghargaan ISO 14001 mengenai Sistem Manajemen Lingkungan dari PT TUV Jerman.
Jadi untuk masalah pengawasan bahan berbahaya, Pertamnina RU IV Cilacap sudah
cukup baik.
Berdasarkan Pedoman Pembuatan Tanaman Penghijauan Kota Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan tahun 2004, kawasan industry merupakan salah satu hal
yang dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem perkotaan berupa
meningkatnya suhu udara, pencemaran udara, menurunnya permukaan air tanah, banjir,
intrusi air laut serta meningkatnya kandungan logam berat dalam tanah. Untuk
menghindari hal tersebut, maka PT Pertamina Refinery Unit IV Cilacap melakukan
kegiatan penanaman mangrove 10.000 bibit di 1 hektar lahan yang bertujuan
merehabilitasi hutan yang rusak dan menghijaukannya kembali. Dilakukannya
penanaman mangrove di wilayah tersebut, selain mengacu pada imbauan Presiden RI,
juga untuk menggugah warga negara Indonesia agar peduli terhadap lingkungan. Hal ini
sudah sesuai dengan Permen Kehutanan P03/Menhut V, 2004 bahwa penghijauan kota
difokuskan untuk pembangunan hutan kota sesuai dengan PP No. 63 Tahun 2002
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup
dijelaskan bahwa upaya penanganan permasalahan pencemaran terdiri dari langkah
pencegahan terhadap permasalahan pencemaran. Salah satu nya adalah menempatkan
industri atau pabrik terpisah dari kawasan permukiman penduduk dan melakukan
penyuluhan dan pendidikan lingkungan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat
tentang arti dan manfaat lingkungan hidup yang sesungguhnya. Penyuluhan yang
dilakukan oleh Pertamina adalah mengenai pemanfaatan limbah sampah rumah tangga
yang dapat diolah menjadi gaun pengantin. Masyarat berpartisipasi aktif dalam program
ini. Program lainnya adalah penanaman 10000 bibit mangrove yang melibatkan peran
serta masyarakat, pecinta alam serta KPPSA Cilacap. Program yang melibatkan
masyarakat ini harus dipertahankan karena menjalin kemitraan dan komitmen perusahaan
terhadap lingkungan.
Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup menyatakan bahwa masyarakat
memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berperan aktif dalam Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Peran tersebut berupa pengawasan social,
memberi saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan serta penyampaian informasi atau
pelaporan. Oleh sebab itu, masyarakat di sekitar kawasan industri Pertamina RU IV
Cilacap ini ikut berperan serta dalam menjaga keseimbangan ekosistem, yaitu dengan
menanam tanaman di lingkungan rumah. Penduduk yang tinggal di perumahan biasanya
menggunakan pot untuk menanam tanaman akibat kurangnya lahan untuk menanam
pohon. Hal ini sudah membuktikan bahwa masyarakat sekitar telah aktif dalam
pengendalian lingkungan.
Shoba (2006) mengemukakan bahwa berbagai potensi pencemaran, gangguan
fisik dan gangguan pasokan air di industry dapat menimbulkan dampak sosial, oleh sebab
itu perlu dilakukan pemantauan lingkungan yang berfungsi sebagai alat evaluasi terhadap
mekanisme kerja suatu system pengelolaan lingkungan. Menurut Yance (2011) dalam
pelaksanaan program pemantauan lingkungan, ada tiga jenis pemantauan lingkungan,
antara lain pemantauan kualitas efluen (limbah) yaitu untuk menjamin limbah yang
dilepas ke alam bebas tidak membahayakan makhluk hidup dan menjaga agar kualitas
lingkungan tetap berada dalam batas yang ditoleransi, pemantauan kualitas ambien untuk
mencegah agar tidak terjadi kondisi tercemar, serta pemantauan pelaksanaan rekomendasi
RKL dan RPL yaitu untuk mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan.
PT Pertamina Refinery Unit IV telah melakukan pemantauan secara berkala sebagai
wujud tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungannya. Pemantauan lingkungan
dilakukan secara berkala dengan melibatkan tim independen untuk melakukan
pemantauan kualitas air limbah, air pemukiman, air tanah, udara (emisi & ambien),
kebisingan, kebauan dan pemantauan lingkungan sosial ekonomi budaya dan kesehatan
masyarakat
Peran serta masyarakat yang lain adalah penggunaan LPG seperti yang telah
disosilisasikan oleh pihak Pertamina RU IV Cilacap. Penggunaan LPG ini bersih dan
ramah lingkungan karena LPG sebagai bahan bakar alternatif membawa kebaikan
tambahan dalam bentuk emisi gas CO2 (gas rumah kaca dominan) yang lebih rendah
sehingga kebaikan ini dapat menjadi suatu kebijakan pemerintah dalam rangka
mengurangi konsentrasi polutan udara di daerah perkotaan.
Pertamina RU IV Cilacap secara garis besar telah memenuhi persyaratan industry
seperti yang telah ditetapkan Peraturan Mentri Perindustrian Republik Indonesia. Hal ini
dibuktikan dengan menerapkannya system pengolaan limbah yang baik serta adanya
pelaksanaan pemantauan bahan-bahan kimia berbahaya. Selain itu Pertamina RU IV
Cilacap juga melakukan penghijauan 10000 tanaman mangrove dengan melibatkan peran
serta masyarakat. Komitmen lain yang dilakukan oleh Pertamina RU IV Cilacap adalah
pendidikan dan penyuluhan mengenai lingkungan hidup kepada masyarakat sehingga
masyarakat tersadar akan pentingnya lingkungan hidup. Akan tetapi ada hal yang perlu di
perhatikan, jarak industry dengan pemukiman penduduk sangat dekat. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya permasalahan-permasalahan bagi lingkungan maupun kesehatan
masyarakat.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengolahan limbah di Pertamina RU IV Cilacap dilakukan dengan cara:
a. Limbah Gas diolah di dalam SRU (Sulfur Recovery Unit) dan sisanya dibakar di
incinerator
b. Limbah cair diolah dengan system IPAL dimana dilakukan ekualisasi kualitas
maupun kuantitas yang melalui proses fisik, kimia, dan mikrobiologi
c. Limbah padat tidak dibuang begitu saja namun dilakukan pemusnahan
hidrokarbon terlebih dahulu dengan membakar limbah padat di ruang
pembakaran.
2. Letak Pertamina RU IV Cilacap berdekatan dengan kawasan pemukiman penduduk.
3. Pengawasan yang dilakukakan dalam penggunaan bahan kimia yang berpotensi
mencemari lingkungan meliputi pengawasan terhadap sarana agar fungsinya tidak
berkurang dan bekerja secara optimal
4. Penghijauan yang dilakukan Pertamina RU IV Cilacap adalah penanaman tanaman
mangrove di kawasan Segara Anakan Cilacap sebagai komitmen perusahaan terhadap
lingkungan hidup
5. Penyuluhan dan pendidikan lingkungan yang dilakukan adalah pelatihan mengenai
pemanfaat sampah plastic dalam pembuatan gaun pengantin serta penanaman
tanaman mangrove
6. Pemantauan lingkungan yang dilakukan oleh Pertamina RU IV Cilacap adalah
pemantauan kualitas air limbah, air pemukiman, air tanah, udara (emisi dan ambien),
kebisingan, kebauan serta pemantauan lingkungan social ekonomi budaya dan
kesehatan masyarakat.
7. Peran serta masyarakat terhadap pengendalian lingkungan adalah dengan melakukan
penghijauan dan penggunaan LPG.
B. Saran
1) Untuk PT. RU IV Cilacap
Telah disebutkan sebelumnya bahwa jarak lokasi industri pengolahan minyak PT
Pertamina Refinery Unit IV Cilacap berdekatan dengan pemukiman penduduk kelurahan
Donan yaitu, sekitar 1 km. Dalam proses pabrik pasti akan mengeluarkan polusi udara
dan limbah serta pencemaran air yang dapat membahayakan penduduk sekitar. Oleh
karena itu PT Pertmina RU IV Cilacap harus fokus dalam memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh PT Pertamina RU IV
Cilacap dan ikut berpatisipasi dalam pengendalian lingkungan.
2) Untuk Praktikum Mata Kuliah Pencemaran Lingkungan
Diharapkan untuk kedepannya koordinasi antara pihak kampus dengan pihak
industri yang akan dijadikan tempat praktikum lebih baik lagi. Misalnya dalam
kesesuaian materi yang disampaikan pihak industri dengan materi kuliah yang sedang
dijalani dan narasumber yang memberikan penjelasan sebaiknya yang benar-benar ahli
dibidangnya, agar mahasiswa mendapat penjelasan dari pihak industri yang sesuai
dengan mata kuliah yang sedang dijalani.
Selain yang telah disebutkan di atas, dalam memilih industri untuk tempat
praktikum pencemaran lingkungan sebaiknya memilih industri yang memperbolehkan
mahasiswa untuk terjun melihat langsung proses pengolahan limbahnya, karena untuk
mengetahui proses pengolahan limbah tidak bisa hanya mendengarkan teori-teorinya saja,
mahasiswa akan lebih paham jika melihat langsung. Pada saat praktikum di Pertamina
RU IV Cilacap memang mahasiswa diajak untuk melihat-lihat lingkungan industrinya,
tetapi yang diperlihatkan itu hanya tempat-tempatnya saja, mahasiswa tidak diperlihatkan
bagaimana proses pengolahan limbahnya. Serta penjelasan yang diberikan pada saat
mengelilingi lingkungan industri itu sebagian besar adalah proses bagaimana minyak itu
diolah sehingga dihasilkan BBM, Non BBM, dan Petrokimia, sedangkan penjelasan
mengenai pengolahan limbahnya hanyak sedikit sekali. Jadi diharapkan untuk praktikum
pencemaran lingkungan tahun yang akan datang lebih dimantapkan mengenai materi dan
praktiknya, agar apa yang didapat dari praktikum sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Rancangan Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (2009).
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 13 tahun 2005
Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No.35/M-Ind/PER/3 Tentang Pedoman Teknis Kawasan (2009).
Arief, M. L. (2010). Pengolahan Limbah B3. Jakarta: Universitas Esa Unggul.
Deputi Menteri Lingkungan Hidup. (2009). Peran Serta Masyarakat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kementrian Lingkungan Hidup Bidang Komunikasi dan Pemberdayaan Masyarakat.
Peraturan Menteri Kehutanan. (2004). Pedoman Pembuatan Tanaman Penghijauan Kota "Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan" Bagian VI. P03/Men Hut V.
Shoba, A. (2006). Evaluasi Pelaksanaan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Pada Beberapa Industri. Tangerang.
Soenarno, S. M. (Juli 2011). Pendidikan Konservasi Alam Pengelolaan Limbah. The Indonesian Wildlife Conservation Fondation (IWF).
Yance. (2011). Pelaksanaan Program Pemantauan Lingkungan. Sumatra Utara: USU.
LAMPIRAN