proposal praktek lapangan
DESCRIPTION
PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI PADA SALURAN PRIMER KOMERING OPSDA II BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI SUMATERA VIIIOleh DORA ERLISAPROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYAINDRALAYA 2011PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI PADA SALURAN PRIMER KOMERING OPSDA II BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI SUMATERA VIIIOleh DORA ERLISAPROPOSAL PRAKTIK LAPANGAN sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi PertanianPada PROGRAM STUDI TEKNITRANSCRIPT
PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI
PADA SALURAN PRIMER KOMERING OPSDA II
BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI SUMATERA VIII
Oleh
DORA ERLISA
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2011
PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI
PADA SALURAN PRIMER KOMERING OPSDA II
BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI SUMATERA VIII
Oleh
DORA ERLISA
PROPOSAL PRAKTIK LAPANGAN
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2011
Proposal Praktik Lapangan
PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI
PADA SALURAN PRIMER KOMERING OPSDA II
BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI SUMATERA VIII
Oleh
DORA ERLISA
05081006027
telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Indralaya, September 2011
Jurusan Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya
Pembimbing, Ketua Jurusan,
Ir. Haisen Hower, M.P Dr. Ir. Hersyamsi, M.Agr
NIP. 196612061994031003 NIP. 196008021987031004
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal praktik lapangan ini dengan baik. Adapun judul dari proposal ini adalah
“Pengelolaan Jaringan Irigasi Pada Saluran Primer Komering OPSDA II Balai Besar
Wilayah Sungai Ssumatera VIII”. Proposal ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk melaksanakan Praktik Lapangan pada Program Studi Teknik Pertanian,
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Haisen Hower, M.P
selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan membantu
dalam menyelesaikan proposal ini. Terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu
serta seluruh keluarga atas segala doa dan perhatiannya.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun bila terdapat
kekurangan dan kesalahan dalam penulisan proposal rencana praktik lapangan ini.
Semoga proposal rencana praktik lapangan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Indralaya, September 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ….…………………………………………………..………… v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..……......................................................................... 1
B. Tujuan Praktik Lapangan ..……......................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Irigasi ……………………………………………………….. 4
B. Jaringan Irigasi …..…..….…………….…….…………………...… 6
C. Pengelolaan Jaringan Irigasi ……………………………………….. 14
III. PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANGAN
A. Tempat dan Waktu ............................................................................. 16
B. Metode Pelaksanaan ........................................................................... 16
IV. SISTEMATIKA PENULISAN ............................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan primer bagi masyarakat. Air tidak hanya
dibutuhkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup, akan tetapi juga
dibutuhkan oleh hewan dan tanaman untuk melangsungkan kehidupan. Ketiadaan air
menyebabkan tidak akan ada kehidupan, sehingga sering diungkapkan bahwa air
adalah sumber kehidupan. Namun menurut Pawitan (1999), kondisi sumber daya air
pada sebagian besar daerah telah mencapai tingkat waspada sampai tingkat kritis,
sedangkan kebutuhan air di bidang pertanian dan bidang lain terus meningkat.
Irigasi didefinisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan
penyediaan cairan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman (Hansen et al.,1994).
Irigasi pada tanaman padi berfungsi sebagai penyedia air yang cukup dan stabil
untuk menjamin produksi padi. Luas tanah atau sawah di dalam daerah pengairan
dibagi sedemikian rupa sehingga memudahkan pembagian airnya. Cara pembagian
air tergantung pada tujuan pengairan dan kebutuhan air untuk pertanian. Air yang
disalurkan ke sawah melalui sistem jaringan yang terdiri atas saluran-saluran air
dengan bangunan pengendali (Salim, 2007).
Bendung merupakan bangunan air yang dibangun secara melintang sungai,
dibentuk sedemikian rupa agar permukaan air sungai di sekitarnya meningkat sampai
ketinggian tertentu, sehingga air sungai dapat dialirkan melalui pintu sadap ke
saluran-saluran pembagi hingga ke lahan-lahan pertanian (Kartasapoetra, 1991).
Jaringan irigasi merupakan satu kesatuan saluran dan bangunan yang
diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan,
pemberian, pembagian, penggunaan dan pembuangan air irigasi. Jaringan irigasi
dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan sekunder, yaitu dari bangunan pembagi
sampai petak sawah. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu
jaringan irigasi disebut dengan daerah Irigasi (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).
Menurut Pusposutarjdo (1990), fungsi jaringan irigasi adalah untuk
memindahkan air dari suatu tempat ke daerah tanaman dalam bentuk tersedia, cukup
jumlah, tepat waktu, dan tepat pendistribusiannya. Jaringan irigasi digolongkan
menjadi tiga golongan yang meliputi: jaringan irigasi sederhana, jaringan irigasi semi
teknis, dan jaringan irigasi teknis.
Keadaan air dalam tanah yang paling baik mendukung kehidupan tanaman
adalah pada saat kapasitas lapang. Pemberian air irigasi secara tepat dan efisien
memerlukan bangunan ukur debit untuk setiap saluran, sehingga diharapkan agar
pemberian air tidak berlebihan atau kekurangan dan sesuai dengan kebutuhan air
tanaman yang ada dalam petakan sawah (Direktorat Jendral Pertanian, 1986).
Kebutuhan air tanaman merupakan jumlah air yang disediakan untuk
mengimbangi air yang hilang akibat evaporasi dan transpirasi. Kebutuhan air di
lapangan merupakan jumlah air yang harus disediakan untuk keperluan pengolahan
lahan ditambah kebutuhan air tanaman. Kebutuhan air tanaman merupakan syarat
mutlak bagi pertumbuhan dan produksi (Doorenbos dan Pruit, 1984).
Pengelolaan sumber daya air bertujuan meningkatkan kinerja pendistribusian
dan pengalokasian air secara efektif dan efisien. Pembangunan saluran irigasi
merupakan penunjang untuk menyediakan bahan pangan nasional yang sangat
diperlukan, sehingga ketersediaan air di lahan akan terpenuhi walaupun lahan
tersebut berada jauh dari sumber air permukaan (sungai). Hal tersebut berhubungan
dengan usaha teknik irigasi yang memberikan air dengan kondisi tepat mutu, tepat
ruang, dan tepat waktu dengan cara yang efektif dan ekonomis (Sudjarwadi, 1987).
Karena pengelolaan air irigasi meliputi dari pengaturan air dan pembuangan
air sampai petak sawah yang dibutuhkan tanaman maka penulis tertarik untuk
mempelajari dan membahas faktor yang menyebabkan pengelolaan jaringan irigasi
tidak mencapai tingkat yang maksimal.
B. Tujuan
Pelaksanaan praktik lapangan ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan
jaringan irigasi pada saluran primer komering OPSDA II balai besar wilayah sungai
sumatera VIII.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Irigasi
Irigasi merupakan kegiatan penyediaan dan pengaturan air untuk memenuhi
kepentingan pertanian dengan memanfaatkan air yang berasal dari permukaan air
tanah. Istilah Irigasi atau pengairan juga dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk
memberikan air guna keperluan pertanian yang dilakukan dengan tertib dan teratur
untuk daerah pertanian yang membutuhkan dan kemudian air itu dipergunakan
secara tertib dan teratur serta dibuang ke saluran. Pengairan selanjutnya diartikan
sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan sumber-sumber air yang meliputi
irigasi, pengembangan daerah rawa, pengendalian banjir, usaha perbaikan sungai
dan waduk, serta pengaturan penyediaan air minum, air perkotaan dan air industri
(Ambler, 1991).
Pengaturan pengairan bagi pertanian tidak hanya untuk penyediaan air, tetapi
juga untuk mengurangi berlimpahnya air hujan di daerah-daerah yang kelebihan air
dengan maksud mencegah peluapan air dan kerusakan tanah. Oleh sebab itu,
pengaturan irigasi akan menjangkau beberapa teknis sebagai berikut :
Pengembangan sumber air dan penyediaan air bagi keperluan usaha tani.
Penyaluran air irigasi dari sumber ke daerah atau lahan usaha tani.
Pembagian dan pemberian air di daerah atau lahan usaha tani.
Pengaturan tersebut mempunyai tujuan utama yaitu membasahi tanah guna
menciptakan keadaan lembab di sekitar daerah perakaran agar tanaman tumbuh
dengan baik (Kartasapoetra dan Sutejo, 1994).
Faktor-faktor yang menentukan pemilihan metoda pemberian air irigasi
adalah distribusi musiman hujan, kemiringan lereng dan bentuk permukaan lahan,
suplai air, rotasi tanaman dan permeabilitas tanah lapisan bawah. Metoda
pendistribusian air irigasi dapat dibagi ke dalam :
1) Irigasi Permukaan.
2) Irigasi Lapisan Bawah.
3) Sprinkler.
4) Drip atau Trickle (Hakim et al., 1986).
Sistem irigasi bertujuan untuk memindahkan air dari suatu tempat ke daerah
perakaran tanaman dalam bentuk tersedia, cukup jumlahnya, dan pada waktu yang
tepat.
Berdasarkan letak dan fungsinya saluran irigasi teknis dibedakan menjadi :
a. Saluran Primer (Saluran Induk) yaitu saluran yang langsung berhubungan dengan
saluran bendungan, berfungsi untuk menyalurkan air dari waduk ke saluran lebih
kecil.
b. Saluran Sekunder yaitu cabang dari saluran primer yang membagi saluran induk
ke dalam saluran yang lebih kecil (tersier).
c. Saluran Tersier yaitu cabang dari saluran sekunder yang langsung berhubungan
dengan lahan untuk menyalurkan air ke saluran-saluran kwarter.
d. Saluran kwarter yaitu cabang dari saluran tersier dan berhubungan langsung
dengan lahan pertanian (Najiyati, 1993).
B. Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang
merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari
penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangannya.
Jaringan utama adalah jaringan irigasi yang berada dalam satu sistem irigasi, mulai
dari bangunan utama, saluran induk atau primer, saluran sekunder, dan bangunan
sadap serta bangunan pelengkapnya (Ambler,1991).
Jaringan irigasi adalah sarana untuk pengambilan, penyediaan dan pengaturan
air dari sumber air petak sawah yang memerlukan air irigasi dan membuang
kelebihannya. Pada umumnya air irigasi tersebut diambil dari sungai, danau, mata
air atau air tanah. Cara pengambilan air dapat melalui bangunan bendung, pompa
dan pasang surut. Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994), jaringan irigasi terdiri
dari:
1. Jaringan irigasi tersier
Merupakan jaringan air pengairan di petak tersier, mulai air keluar dari
bangunan ukur tersier yang terdiri dari saluran tersier dan saluran kuarter beserta
bangunan pelengkapnya.
2. Jaringan pembuangan atau saluran drainase
Sedangkan berdasarkan kualitas bangunannya, Pasandaran (1991)
mengklasifikasikan jaringan irigasi umumnya menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Jaringan irigasi sederhana atau non teknis, adalah jaringan irigasi yang
bangunan-bangunanya masih sederhana dan terbuat dari tanah. Pembagian dan
pemberian air di jaringan dilakukan dengan cara taksiran dan kebiasaan. Sebagai
contoh adalah irigasi yang berada di daerah Semendo.
b. Jaringan irigasi semi- teknis, adalah jarinagan irigasi yang bangunan-
bangunannya tidak seluruhnya permanen, bangunan ukurannya tidak lengkap.
Pembagian dan pemberian air belum dapat dilakukan dengan tepat.
c. Jaringan irigasi teknis, adalah jaringan irigasi yang seluruh bangunannya
permanen yang dilengkapi dengan pintu-pintu air dan alat-alat ukur debit, serta
dikelola dengan baik. Pembagian dan pemberian air dapat dilakukan dengan
tetap (Direktorat Irigasi II,1990).
1. Bangunan Irigasi
Bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan
air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang terdapat dalam praktek irigasi,
yaitu; 1) bangunan utama, 2) bangunan pembawa, 3) bangunan bagi dan sadap, 4)
bangunan pengatur dan pengukur muka air, 5) bangunan pembuang dan penguras,
serta 6) bangunan pelengkap (Direktorat Jendral Pengairan, 1986).
2. Ketersediaan Air Irigasi
Ketersediaan sumber daya air lahan pertanian potensial semakin langka dan
terbatas. Kondisi sumber daya air yang terbatas, sedangkan kebutuhan air untuk
berbagai kepentingan terus meningkat, menyebabkan permintaan terhadap air
semakin kompetitif. Pengelolaan daerah pengairan merupakan upaya untuk
mendistribusikan air secara adil dan merata. Namun menurut Rachman (1999),
dalam mekanismenya sering dihadapkan pada beberapa permasalahan mendasar,
yaitu:
1. Jumlah daerah golongan air bertambah tanpa terkendali.
2. Letak petakan sawah relatif dari saluran tidak diperhitungkan dalam distribusi air
dan anjuran teknologi yang berada di bagian hilir.
3. Penyadapan air secara liar dengan pompa berlanjut tanpa sanksi.
4. Pintu air banyak yang tidak berfungsi.
5. Produktivitas padi sangat beragam antara bagian hulu dan hilir.
3. Kebutuhan Air Irigasi dan Pembagian Air Irigasi
Kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting yang diperlukan
dalam perencanaan dan pengelolaan sistem irigasi. Kebutuhan air irigasi merupakan
banyaknya air pengairan yang diperlukan untuk menambah curah hujan efektif yang
ketersediaanya di permukaan tanah terbatas terutama pada musim kemarau untuk
memenuhi keperluan pertumbuhan atau perkembangan tanaman.
Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan
oleh tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal.
Kebutuhan air nyata untuk areal usaha pertanian meliputi evapotranspirasi (ET),
sejumlah air yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara khusus seperti penyiapan
lahan dan penggantian air, serta kehilangan selama pemakaian Sehingga kebutuhan
air dapat dirumuskan sebagai berikut (Sudjarwadi 1987) :
KAI = ET + KA + KK ………………………………………. (1)
keterangan :
KAI : kebutuhan Air Irigasi
ET : evapotranspirasi
KA : kehilangan air
KK : kebutuhan Khusus
Sawah dikerjakan secara basah dengan tujuan untuk mempermudah
pengolahan tanah. Kebutuhan air untuk pengolahan tanah meliputi penjenuhan
lapisan tanah, penggenangan permukaan tanah, perkolasi, dan evaporasi (Djunaedi,
1978). Menurut De Datta (1981) dan De Goor (1982), kebutuhan air tanaman padi
sawah dapat dibagi dalam empat komponen, yaitu : 1) air untuk menggenangi sawah,
2) air untuk menjenuhi tanah, 3) air untuk evapotranspirasi, dan 4) air untuk
perkolasi.
Untuk memenuhi kebutuhan air irigasi terdapat dua sumber utama, yaitu
pemberian air irigasi (PAI) dan hujan efektif (HE). Selain itu terdapat sumber lain
yang dapat dimanfaatkan adalah kelengasan yang ada di daerah perakaran serta
kontribusi air bawah permukaan. Pemberian air irigasi dapat dipandang sebagai
kebutuhan air dikurangi hujan efektif dan sumbangan air tanah. Kebutuhan air juga
disesuaikan dengan karakteristik tanah, karena setiap tanah memiliki sifat dan
kemampuan dalam menahan air berbeda (Notohadiprawiro et al., 1983).
PAI = KAI - HE – KAT ………………………………………… (2)
keterangan :
PAI : pemberian air irigasi
KAI : kebutuhan air
HE : hujan efektif
KAT : kontribusi air tanah
Tanaman padi sawah merupakan jenis tanaman yang terdapat di tanah
persawahan dengan kebutuhan airnya diperoleh dari air hujan ataupun dari air irigasi
yang dialirkan ke petak-petak sawah (Kartasapoetra, 1991).
Pembagian air merupakan suatu kegiatan penyaluran air irigasi dari saluran
sekunder ke saluran tersier kemudian dialirkan ke petak- petak sawah. Sistem
pembagian air dapat dibagi menjadi sistem penggolongan dan sistem giliran.
Pembagian air dilakukan pada pola tanam tahap pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan cara penyaluran air di jaringan irigasi terdapat ada dua cara yang
meliputi:
1. Pembagian air secara terus menerus, yaitu dilakukan apabila air di saluran
mencukupi kebutuhan (setinggi air normal). Jika air di bendung mencukupi,
maka pintu air pengambilan dibuka sampai air di saluran mencapai ketinggian
pada batas normal.
2. Pembagian air secara bergilir, yaitu apabila air yang disalurkan tidak mencukupi
kebutuhan lebih kecil dibanding dari kondisi normal.
Kebutuhan Air di Petak Sawah
Teknis pengairan air di petak sawah bermacam – macam antara lain adalah :
(1) Air yang digunakan untuk mengairi sawah berasal dari sumber air yang telah
ditentukan oleh yang berwenang (Dinas Pengairan dan Dinas Pertanian) dengan
aliran air yang tidak deras.
(2) Air yang masuk ke petak sawah harus dipertahankan agar bisa mengenangi dan
merata, sehingga permukaan tanah terairi dan basah. Pada petak sawah 18 harus
terdapat lubang pemasukan dan lubang pembuangan air yang letaknya
berseberangan agar air yang diperlukan oleh tanaman dapat merata di seluruh
lahan.
(3) Air mengalir membawa lumpur dan kotoran yang diendapkan pada petak sawah.
Kotoran yang mengendap dapat digunakan sebagai pupuk dan lumpur sangat
baik untuk tanaman padi sawah.
(4) Genangan air pada ketinggian yang diinginkan dapat membantu pertumbuhan
tanaman padi yang merata pada petak sawah.
(5) Aliran air di dalam petak sawah melalui kedua lubang atau pemasukan dan
pembuangan harus bisa menunjang pertukaran udara di dalam air sehingga dapat
digunakan untuk pernafasan akar-akar tanaman.
Menurut Koesoemah (1981), kebutuhan air selain dipengaruhi oleh jenis
tanaman , juga dipengaruhi oleh : 1) iklim, 2) jenis dan sifat tanah, 3) cara bercocok
tanam, dan 4) cara pemberian air.
Air irigasi yang digunakan untuk mengairi sawah dan ladang pada areal
pertanian dialirkan melalui saluran-saluran irigasi, diantaranya saluran induk, saluran
primer, saluran sekunder, dan saluran tersier. Pada prakteknya beberapa persen dari
air yang dialirkan melalui saluran-saluran tersebut akan hilang karena:
(1) Menurut Mawardi (1990), evaporasi adalah proses perubahan air (cair) menjadi
uap air karena input energi. Sumber energi untuk evaporasi berasal dari energi
matahari dan angin. Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) menyatakan bahwa
makin lebar dan makin panjang saluran pengairan maka kehilangan air
pengairan karena evaporasi akan semakin besar. Dumairy (1992) menyatakan
bahwa nilai suhu air, suhu udara dan sinar matahari berbanding lurus dengan
nilai evaporasi.
(2) Perkolasi merupakan perembesan air ke dalam lapisan tanah bagian dalam,
berlangsung secara vertikal dan horizontal, yang sangat dipengaruhi oleh sifat-
sifat tanah dan kedalaman muka air tanah. Tekstur tanah seperti tanah bertekstur
liat, lempung, lempung berpasir berpengaruh langsung terhadap nilai perkolasi
(Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).
(3) Rembesan (seepage losses) yaitu proses peresapan air ke dalam tanah saat
penyaluran air melalui saluran-saluran pengairan. Penyebab utama yang
biasanya terjadi adalah kebocoran pada saluran-saluran pengairan air tersebut.
Penyebab lain adalah disebabkan oleh meresapnya air melalui tanggul sawah.
Perembesan air dan kebocoran air pada saluran pengairan pada umumnya
berlangsung ke samping (horizontal) terutama terjadi pada saluran-saluran
pengairan yang dibangun pada tanah-tanah tanpa dilapisi tembok, sedang pada
saluran yang dilapisi kehilangan air sehubungan dengan terjadinya perembesan
dan bocoran tidak terjadi. Metode yang sangat umum digunakan dalam
pengukuran rembesan adalah metode inflow-outflow terdiri dari pengukuran
aliran yang masuk dan aliran yang keluar dari suatu penampang saluran yang
dipilihnya. Ketelitian cara ini meningkat dengan perbedaan antara hasil jumlah
aliran masuk dan aliran keluar (Hansen et al., 1992).
Ketepatgunaan penyaluran (efisiensi) air pengairan ditunjukkan dengan
terpenuhinya angka persentase air pengairan yang telah ditentukan untuk sampai di
areal pertanian dari air yang dialirkan ke saluran pengairan. Hal ini sudah termasuk
dengan memperhitungkan kehilangan-kehilangan selama penyaluran (seperti
evaporasi, rembesan dan perkolasi). Efisiensi irigasi merupakan faktor penentu
utama dari unjuk kerja suatu sistem jaringan irigasi. Rumus efisiensi penyaluran air
dinyatakan sebagai berikut :
𝐸𝑐 = 𝑊𝑓
𝑊𝑟 × 100 % ………………………………….. (1)
keterangan :
Ec : efisiensi irigasi (%)
Wf : jumlah air yang terdapat di areal persawahan (m³)
Wr : jumlah air yang tersedia yang berasal dari reservoir (m³)
Konsep efisiensi pemberian air irigasi yang paling awal untuk mengevaluasi
kehilangan air adalah efisiensi saluran pembawa air. Jumlah air yang masuk dari
pintu pengambilan atau sungai biasanya sangat besar dan saat penyaluran terjadi
kehilangan air pada saluran (Hansen et al., 1992). Kehilangan air masing-masing
dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan
kedudukan air tanah (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).
Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir
dari suatu sumber per satuan waktu, biasanya diukur dalam satuan meter kubik per
detik (m3/det) atau liter per detik (L/det). Air irigasi yang masuk ke lahan pertanian
dapat diketahui dengan cara menghitung kapasitas saluran irigasi atau debit air
irigasi, dengan maksud agar pembagian air dalam suatu jaringan irigasi dapat
dilaksanakan secara adil dan merata sehingga air yang dibutuhkan dapat mencukupi.
Dengan bantuan pengukuran tersebut, maka masalah kebutuhan air pengairan dapat
diatasi tanpa menimbulkan permasalahan dimasyarakat petani pemakai air pengairan
(Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).
C. Pengelolaan Jaringan Irigasi
Pengelolaan irigasi adalah kegiatan yang meliputi operasi, pemeliharaan dan
rehabilitasi jaringan irigasi di daerah irigasi. Pengelolaan sumber daya air bertujuan
meningkatkan kinerja pendistribusian dan pengalokasian air secara efektif dan
efisien. Pembangunan saluran irigasi merupakan penunjang untuk menyediakan
bahan pangan nasional yang sangat diperlukan, sehingga ketersediaan air di lahan
akan terpenuhi walaupun lahan tersebut berada jauh dari sumber air permukaan
(sungai). Hal tersebut berhubungan dengan usaha teknik irigasi yang memberikan
air dengan kondisi tepat mutu, tepat ruang, dan tepat waktu dengan cara yang efektif
dan ekonomis (Sudjarwadi, 1987).
Menurut ketentuan umum Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 tentang
Irigasi, operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi pada jaringan
irigasi yang meliputi penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, pembuangan,
dan konservasi air irigasi termasuk kegiatan membuka menutup pintu bangunan
irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana
pembagian air, kalibrasi, pengumpulan data, pemantauan dan evaluasi .
Pengelolaan jaringan irigasi adalah kesatuan proses penyadapan air dari
sumber air ke petak- petak sawah serta pembuangan air yang berlebihan sehingga :
a. Air yang tersedia digunakan dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien
b. Air yang tersedia dibagi secara adil dan merata
c. Air diberikan ke petak-petak sawah secara tepat sesuai dengan kebutuhan
pertumbuhan tanaman tepat caranya, tepat waktunya dan tepat jumlahnya
d. Akibat-akibat negative yang mungkin ditimbulkan oleh air dapat dihindarkan.
Terdapat beberapa permasalahan yang timbul dalam kegiatan pengelolaan
jaringan irigasi, yaitu jumlah air bertambah tanpa terkendali, letak petak sawah dari
saluran tidak diperhitungkan dalam pendistribusian air, kebutuhan air yang tersedia
di bendung tidak sesuai dengan pembagian air di saluran akibat kehilangan air,
penyadapan air secara liar, pintu air banyak yang tidak berfungsi, produktivitas
tanaman yang beragam dari hulu ke hilir, serta kerusakan-kerusakan yang timbul
pada saluran irigasi.
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan jaringan
irigasi yaitu : 1) kegiatan pengumpulan data, meliputi data: data hidrologi antara lain
data debit air tersedia. 2) Penyediaan air irigasi dan pengaturan air irigasi dimulai
dari air yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan tanaman yang berasal dari air
hujan dan dari sumber air (sungai, waduk, mata air, air tanah) yang dipompa.
III. PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANGAN
A. Tempat dan Waktu
Praktik Lapangan ini akan dilaksanakan pada Bulan Oktober 2011, di
Bendung Perjaya OPSDA II Kecamatan Martapura, Kabupaten Ogan Komering Ulu
Timur, Sumatera Selatan.
B. Metode Pelaksanakan
Metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan praktik lapangan di
Bendung Perjaya ini adalah metode wawancara, studi pustaka dan observasi
langsung ke lapangan. Berdasarkan metode-metode tersebut akan dilakukan
pengolahan data dan analisis data.
1. Metode Wawancara (Interview)
Metode ini dilakukan melalui wawancara dengan pihak perusahaan dan
pegawai yang berhubungan dengan masalah, serta pihak-pihak lain yang dianggap
mengetahui banyak tentang data yang dibutuhkan.
2. Metode Pengamatan (Observasi)
Metode ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung di lapangan
dalam bentuk kunjungan langsung ke lokasi Bendungan Perjaya dan menganalisis
hasil pengamatan, yang didapat dari Bendungan Perjaya maupun lingkungan
sekitarnya serta ikut dalam proses kerja.
3. Metode Studi Pustaka
Metode studi pustaka ini dilakukan untuk menambah dan menunjang data-
data yang diperoleh dari metode wawancara (interview) dan metode pengamatan
(observasi).
4. Praktik Kerja Langsung
Praktik kerja dilakukan di Bendungan Perjaya dan dibimbing oleh staf atau
karyawan yang menangani bidangnya masing-masing maupun masyarakat yang ada
di daerah tersebut agar penulis dapat lebih memahami keadaan yang ada di daerah
Bendungan Perjaya sehingga data-data yang diperlukan untuk laporan praktik
lapangan ini dapat lebih akurat.
IV. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan Laporan Praktik Lapangan yang berjudul
”Pengelolaan Jaringan Irigasi Pada Saluran Primer Komering OPSDA II Balai
Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII” adalah sebagai berikut :
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Praktik Lapangan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Irigasi
B. Jaringan Irigasi
C. Pengelolaan Jaringan Irigasi
III. PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANGAN
A. Tempat dan Waktu
B. Metode Praktik Lapangan
C. Data-data yang diamati
IV. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Singkat Perusahaan
B. Lokasi Daerah
C. Keadaan Iklim dan Topografi
V. PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN
A. Permasalahan
B. Pembahasan
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Ambler, J. S. 1991. Irigasi di Indonesia. LP3ES, Jakarta.
De Datta, S.K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. Jhon Wiley and
Sons Inc., New York.
De Goor Van. 1982. Irrigation Requirement For Double Cropping of Low Land In
Malaya. ILRI., Wageningen The Netherlands.
Djunaedi, S. 1978. Tata Guna Air Pada Tingkat Usaha Tani. Departemen Pekerjaan
Umum, Yogyakarta.
Direktorat Irigasi II. 1990. Aspek Perkumpulan Petani Pemakai Air. Dalam makalah
penataran tat guna air kelompok C anghkatan IX. Dirjen pengairan DPU.
Sumatra selatan.
Direktorat Jenderal Pengairan. 1986. Standar Perencanaan Irigasi (KP. 01-05).
Departemen Pekerjaan Umum, CV. Galang Persada, Bandung.
Direktorat Jendral Pertanian. 1986. Standar Perencanaan Irigasi. Departemen
Pekerjaan Umum, CV. Galang Persada, Bandung.
Doorenbos, J., and W.O. Pruit,. 1984. Guidelines For Predicting Crop Water
Requirement. FAO. Rome.
Dumairy. 1992. Ekonomika Sumber Daya Air. BPFE. Yogyakarta.
Hakim, N,. Nyakpa, S.G. Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong, dan H.H. Balley. 1986.
Dasar-dasar Ilmu Tanah. UNILA. Lampung.
Hansen, V.E., O.W. Israelsen, dan G.E. Stringham. 1992. Irrigation Principles and
Practices. Jhon Wiley and Sons, New York.
Koesoemah, G. 1981. Irigasi Sumur Bandung, Bandung.
Kartasapoetra, A.G. 1991. “ Teknologi Pengairan Pertanian Irigasi “. Bumi Aksara.
Jakarta.
Kartasapoetra, A. G., dan M. Sutedjo. 1994. Teknologi Pengairan Pertanian Irigasi.
Bumi Aksara.
Mawardi, M. 1990. Hidrologi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian UGM,
Yogyakarta.
Najiyati, S. 1993. Sistem Penyaluran Air Dalam Dampak Petunjuk Mengairi
Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.
Notohadiprawiro, T., S. Soekodarmodjo, S. Wisnubroto, E. Sukana dan M. Dradjad.
1983. Pelaksanaan Irigasi Sebagai Salah Satu Unsur Hidromeliorasi Lahan.
Makalah Diskusi Panel UGM-DPU di FP-UGM Yogyakarta tanggal 16-18
Maret 1983. (online), 4(1): 1-2. (http://www.faperta.ugm.ac.id, diakses 20
Juli 2010).
Pusposutardjo, S. 1990. Azaz Dasar Rancangan Rekayasa Jaringan Irigasi Materi
Kursus Singkat Pemahaman Azaz Rekayasa Sistemirigasi di Indonesia.
Fakultas Teknik Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Pawitan, H. 1999. Mengantisipasi Krisis Air Nasional Memasuki Abad 21. Makalah
Utama Pada Seminar Kebutuhan Air Bersih dan Hak Azasi Manusia di
Bogor, tanggal 25 Februari 1999.
Rachman, B. 1999. Analisis Kelembagaan Jaringan Tata Air dalam Meningkatkan
Efisiensi dan Optimasi Alokasi Penyaluran Air Irigasi di Wilayah
Pengembangan IP Padi 300, Jawa Barat. PPS-IPB, Bogor. Hlm. 90-95.
Salim, M. 2007. Peranan Saluran Irigasi Bendung Pesayangan untuk Mencukupi
Kebutuhan Tanaman Padi Petak Sawah di Kecamatan
Talang, Kabupaten Tegal. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Semarang. Semarang.
Sudjarwadi. 1987. Teknik Sumber Daya Air. Diktat Kuliah Jurusan Teknik Sipil
UGM. Yogyakarta.
LAMPIRAN
KUISIONER
Keadaan Umum Perusahaan ( Bendungan Perjaya )
A. Sejarah Singkat Perusahaan (Bendungan Perjaya)
1. Kapan perusahaan (Bendungan Perjaya) didirikan ?
2. Dimana lokasi perusahaan (Bendungan Perjaya) ?
B. Tata Letak Perusahaan (Bendungan Perjaya)
1. Berapa luas areal bangunan (Bendungan Perjaya) ?
2. Apa tata letak perusahaan (Bendungan Perjaya) ini mengalami perubahan dari
sejak didirikan sampai sekarang ?
C. Struktur Organisasi Perusahaan (Bendungan Perjaya)
1. Bagaimana struktur dan sistem organisasi perusahaan (Bendungan Perjaya) ?
2. Berapa Jumlah tenaga kerja ?
Pengelolaan Jaringan Irigasi
A. Kebutuhan Air (Bendungan Perjaya)
1. Berapa kebutuhan air per musim untuk irigasi ?
2. Berapa luas pelayanan air untuk irigasi ?
3. Berapa kebutuhan air irigasi per musim untuk jenis tanaman padi dan
palawija ?
4. Berapa kapasitas keperluan air yang dibutuhkan oleh setiap P3A ?
5. Berapa besar kapasitas penyediaan air pada bendung untuk kebutuhan air
pada saluran ?
B. Pembagian air
1. Ketersedian air dalam berdasarkan kapasitas bendung ?
2. Pembagian air untuk memenuhi kebutuhan P3A ?
3. Pembagian air pada jaringan primer ?
4. Penentuan rencana kebutuhan air di pintu pengambilan ?
5. Pencatatan debit saluran dan debit bendung ?
6. Layanan pembagian air dari pengamat dalam mengaliri air ke petak sawah ?
C. Jadwal Pengoperasian (Bendungan perjaya)
1. Bagaimana jadwal operasi pintu saluran irigasi ?
a. Normal
- Harian
- Mingguan
- Bulanan
b. Emergensi
- Harian
- Mingguan
- Bulanan
2. Berapa panjang saluran air irigasi (primer, sekunder, tersier) ?
3. Tahap-tahap dalam pengelolaan jaringan irigasi ?
4. Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pengelolaan jaringan irigasi ?
Martapura,
Mengetahui,
Pembimbing
Jurnal Jadwal Kegiatan
Praktik Lapangan di Daerah Irigasi Komering
Nama : Dora Erlisa
Tanggal Kegiatan Tempat Paraf Pembimbing