filsafat islam faza media. telp./fax. 021-74645433 email ... · filsafat islam . cetakan 1,...

217
FILSAFAT ISLAM Cetakan 1, Jakarta, 2009 Diterbitkan oleh FAZA MEDIA. D/a. Jl. Rajawali Raya No 15 Blok E 2 RT 01 /07 Benda Baru Pamulang, telp./fax. 021-74645433 Email: [email protected] Hak Cipta ada pada pengarang _2009 Hak Penerbitan ada pada penerbit ISBN: 978-602-8033-28-2 Penulis: Drs. H. Achmad Gholib, MA Isi menjadi tanggungjawab penulis Hak Cipta dilindungi Undang-undang (all right reserved)

Upload: others

Post on 27-Jan-2021

23 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • FILSAFAT ISLAM Cetakan 1, Jakarta, 2009

    Diterbitkan oleh

    FAZA MEDIA. D/a. Jl. Rajawali Raya No 15 Blok E 2 RT 01 /07 Benda Baru Pamulang,

    telp./fax. 021-74645433 Email: [email protected] Hak Cipta ada pada pengarang _2009 Hak Penerbitan ada pada penerbit

    ISBN: 978-602-8033-28-2

    Penulis:

    Drs. H. Achmad Gholib, MA

    Isi menjadi tanggungjawab penulis Hak Cipta dilindungi Undang-undang (all right reserved)

  • KATA PENGANTAR DEKAN FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN

    KEGURUAN UIN JAKARTA

    Bismillahirrahmanirrahim

    Filsafat Islam dalam wacana keilmuan UIN Jakarta sudah menjadi tradisi sejak tahun tiga dekade terakhir, fase awal gerakan modernisasi pemikiran keagamaan di kampus UIN Jakarta yang ditandai dengan pengembangan tradisi kritis terhadap pemikiran-pemikiran keagamaan warisan intelektualisme Islam klasik yang diserap secara parsial, ekslusif, tidak terbuka, dan bahkan masih ada indikasi tidak mengapresiasi perbedaan-perbedaan, tidak respek terhadap perbedaan, sehingga agama yang diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, justru terkadang menjadi pemicu keretakan sosial. Padahal tradisi intelektualisme Islam klasik tidak sekedar mewariskan substansi dan epistimologi keilmuan, tapi justru melakukan perubahan dan pengembangan sosial ekonomi masyarakat sebagai implikasi dari proses dinamika penelitian dan kajian keilmuan yang dihasilkan para ulama dan ilmuwan. Kemudian bersamaan dengan itu, para ulama juga mengembangkan etika keilmuan untuk hidup saling menghormati dan menghargai perbedaan. Perbedaan pendadapat, pandangan bahkan keyakinan tidak menjadi halangan untuk berkooperasi dalam proses ekonomi, politik dan bahkan membina kehidupan sosial.

    Akan tetapi, tradisi ilmiah dan suasana akademik di lingkungan Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia sampai paroan ke-dua abad ke-20 masih diwarnai dengan sikap-sikap sektarianistik, komunikasi akademik antara satu kelompok dengan lainnya masih cenderung sarkastik, sehingga sangat tidak produktif untuk upaya pengembangan tradisi ilmiah, melairkan produk-produk pemikiran keagamaan yang konstruktif untuk perubahan dan dinamika sosial keagamaan, sehingga agama, tidak dijadikan inspirasi dalam perubahan dan pembangunan, dan tidak dijadikan sebagai basic values dalam pengembangan sosial, dan bahkan pada akhirnya agama ditinggal dalam proses kemajuan sosial, sehingga tersudut hanya pada sentra-sentra kegiatan ritual, dengan ragam aktifitas peribadatan dan perayaan hari-hari besar Islam. Oleh sebab itu, tradisi kritis dalam sejarah intelektualisme Islam klasik perlu dikembangkan terus dalam kajian-kajian akademik keagamaan di Perguruan Tinggi Agama Islam, seingga akan terbina inklusifisme dan pluralisme keberagamaan di kalangan kader- kader, dan agama akan mampu menginspirasi berbagai perubahan sosial, serta mewarnai citra perubahan tersebut dengan cita religiusitas modern yang terbuka, toleran serta memiliki daya adaptasi yang dinamis, dengan tidak mengorbankan spirit keagamaan, baik landasan teologis, aturan-aturan sosial kemasyarakatan.

    Fakultas Ilmu tarbiyah dan Kegguruan UIN Syarif Hidayatullah, jakarta, merupakan salah satu fakultas yang akan melahirkncsalon-calon guru

  • profesional, dengan jiwa kesantrian yang kuat dan mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan modernisme kehidupan sosial. Mereka diharapkan mampu berfikir kritis, melihat berbagai aspek secara komprehensif, mengaplikasikan agama dalam kehidupan sosial secara rasional, berpihak pada kemanusiaan, menghargai perbedaan, dan mampu menjalin kerjasama sosial yang harmonis antara mereka sendiri sebagai umat Islam, dengan tidak membedakan aliran dan sekte keagamaan, etnik, budaya dan bahasa, serta mampu hidup berdampingan dengan siapapun tanpa membdakan agama dan keyakinan.

    Oleh sebab itulah, pemikiran Islam dengan kajian yang komprehensif antara aliran-aliran tradisionalisme dan modernisme, antara aliran orthodox dengan hetero- dox, semua dipelajari di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidyatullah Jakarta, dengan harapan mereka dapat menerima agama secara lebih rasional, kritis dan mampu menjadi bagian terdepan dalam perubahan-perubahan sosial dengan semangat keberagamaan yang kuat. Agama diharapkan akan menjadi landasan teologis dalam kejuangan sehingga memiliki etos yang kuat dalam membina karirdan profesi mereka, serta menjadi ciri budaya hidup mereka dan kekuatan kontrol dalam menjalan profesi dan kehidupan sosial.

    Buku yang ditulis oleh Achmad Ghalib, salah seorang dosen jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), FITK UIN Jakarta ini, dengan judul Filsafat Islam, merupakan salah satu karya yang akan mampu membuka wawasan para mahasiswa tentang wacana intelektualisme Islam klasik yang secara substantif masih sangat relevan untuk dijadikan referensi utama dalam kajian ke-islaman, yang akan mampu membina inklusifitas para mahasiswa dalam berfikir, bersikap dan bertindak, tidak hanya dalam aspek-aspek ritual peribadatan tapi juga dalam kehidupan profesi dan sosial mereka, kelak setelkah mereka memasuki pasar tenaga kerja, dan menjadi bagian dalam pebinaan profesionalisme mereka, dalam kehidupan sosial

    Ciputat, Februari 2009 Dekan,

    Prof. Dr. Dede Rosyada.

  • KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmanirrahim,

    Puji dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan inayahNya, sehingga saya dapat merampungkan penulisan buku Filsafat Islam dan mendeskripsikannya secara ringkas dan lugas. Dalam penulisan buku ini, penulis sengaja ingin mengajak dan mengembangkan wacana berfikir mahasiswa dan pembaca serta peminat wawasan ke Islaman pada umumnya, dan khususnya tentang Filsafat Islam karena Filsafat Islam pernah menjadi primadona dan menjadi pusat kajian di kalangan para pemikir Islam klasik dan kontemporer.

    Apalagi perkembangan Filsafat Islam seringkali disepadankan dengan aktifitas intelektual umat Islam, upaya penyepadanan ini berbuah pada asumsi kematian aktivitas intelektual umat Islam ketika Filsafat Islam diduga ditutup oleh Ibnu Ruysd dan beralih ke Barat. Asumsi ini semakin meyakinkan ketika isu stagnasi aktifitas intelektual dihembuskan, yakni isu tertutupnya pintu ijtihad, serangan al-Ghazali terhadaap Filsafat dan wafatnya Ibnu Rusyd, seorang figur filosof Islam yang diakui oleh Barat (Eropa). Dampak isu ini berbuah kemalangan panjang umat muslim, selama bertahun-tahun umat disibukkan dengan perdebatan pemaknaan zindiq yang identik dengan tudingan "kafir" atau keluar dari ajaran Islam oleh orang-orang radikal-ekstrimis yang mengklaim dirinya penjaga kesucian agama.

    Karenanya, meski buku dengan tema yang sama telah banyak ditemukan tetapi pada tataran dan konsep yang berkaitan dengan Pendidikan Agama Islam, buku ini pun patut diperhitungkan. Pembahasan mengenai filsafat Islam sejak dahulu memang berada dalam posisi dilematis, antara diterima dan ditolak, sehingga penjelasan pada masalah ini mutlak dilakukan. Filsafat Islam diterima atas perannya sebagai "jembatan" bagi perkembangan kemoderenan d i Barat sekaligus perespon ide-ide Yunani, tetapi juga ditolak karena dianggap tidak menunjukkan kontribusinya yang signifikan. Dan buku

  • filsafat Islam ini berhasil membahasakannya dengan lugas, sederhana tetapi tetap cjualified.

    Semoga buku ini tidak hanya menjadi bahan bacaan mahasiswa saja tetapi juga memberikan peran bagi wawasan keislaman umat. Kisi-kisi karakteristik filosofis para filosof di dalam buku ini sudah seyogyanya menjadi dasar pemikiran kita semua untuk menanamkan kembali ide "integrasi ilmu" yang kini sedang disuarakan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dapat menjadi landasan berfikir para mahasiswanya kelak ketika mereka bersosialisasi bersama masyarakat.

    Jakarta, Januari 2009 Penulis,

  • DAFTAR ISI

    Kata Pengantar Dekan FITK UIN Jakarta .................................................. ..................................................................................................................... v Daftar Isi ...................................................................................................... ..................................................................................................................... ix BAB 1 FILSAFAT DALAM LINTASAN SEJARAH

    A. TRADISI ILMIAH ISLAM DAN AKULTURAI BUDAYA 4

    1. Islam dan Bangsa Arab .................................................. 4 2. Islam dan Peradaban Persia1 ........................................... 6 3. Islam dan Pemikiran Yunani ........................................... 25

    B. FILSAFAT ISLAM DAN KEBANGKITANBARAT ......... 35

    BAB 2 PENGERTIAN, KARAKTERISTIKDAN HUBUNGAN FILSAFAT ISLAM DENGAN DISIPLIN ILMU LAIN A. Definisi ................................................................................. 50 B. Ilmu, Filsafat dan Agama .................................................... 56 C. Karakteristrik Filsafat Islam .............................................. 61 D. Aliran-aliran dalam Filsafat Islam ....................................... 67 E. Filsafat Islam, Teologi (Kalam), Tasawuf Sebuah

    Relasi Dialogis .................................................................... .............................................................................................. 74

    BAB 3 PARA FILOSOF MUSLIM AWAL A. Al-Kindi ............................................................................... 87 B. Al-Razi ................................................................................ 106 C. Al-Farabi ............................................................................. 116 D. Ibnu Miskawaih ................................................................... 135 E. Ibnu Sina ............................................................................. 148

    BAB 4 PERGULATAN PEMIKIRAN AL-GHAZALIDAN IBN RUSYD A. Kritik Al-Ghazali .................................................................. 182

  • B. Jawaban Ibnu Rusyd .............................................................. 198

    BAB 5 FILSAFAT DAN TRADISI MISTIS A. Suhrawardi Al-Maqtul .......................................................... 224 B. Ibnu Arabi ............................................................................. 248

    Datar Pustaka .............................................................................................. 263 Tentang Penulis ........................................................................................... 265 BAB 1 FILSAFAT DALAM LINTASAN SEJARAH

    Tidak ada satu pun bangsa pada Abad pertengahan yang memberikan kontribusi terhadap kemajuan manusia sebesar kontribusi yang diberikan

    oleh orang-orang Arab dan orang-orang yang berbahasa Arab. (Philips K. Hitti)

    Kedudukan filsafat Islam dalam perjalanan sejarah terus menerus

    menjadi perdebatan yang tiada habisnya, setiap celah memungkinkan untuk melihat filsafat Islam dari berbagai sisi. Minimnya bukti-bukti historiografi melahirkan beragam pemikiran, kecenderungan pertama misalnya menafikan keberadaan filsafat Islam. Filsafat Islam dianggap tak pernah ada dan tak ada dalam proses perkembangan keilmuan di dunia, apalagi kemajuan zaman saat ini sama sekali tidak dapat memiliki kaitan budaya dengan Islam dan ajaran-ajarannya. Maka, Barat dalam arti “simbol" ke-modern-an dan kemajuan ilmu pengetahuan dapat dengan "tenang” beranggapan bahwa Barat sebagai pusat keilmuan saat ini merupakan peradaban yang terlahir dari proses kreativitas pikir bangsa Barat dan pergulatan zaman mereka sendiri sejak masa dahulu kala.1

    Kecenderungan kedua dalam melihat filsafat Islam adalah mengakui keberadaan filsafat Islam sebagai sebuah "jembatan" yang menghubungkan antara kemajuan di Barat dengan kemajuan keilmuan di Yunani. Golongan kedua ini dengan enteng beranggapan bahwa filsafat Islam adalah sebuah hibriditas. Hibriditas adalah kecenderungan untuk mengambil berbagai unsur untuk menjadi bagian dari dirinya,2 artinya filsafat tidak dan bukan berasal dari Islam tetapi dipaksa- paksakan’ menjadi bagian dalam Islam. Atau dengan kata lain, filsafat Islam merupakan pemikiran luar yang diadopsi oleh Islam.3

    Jika dua kecenderungan penilaian terhadap filsafat di atas terkesan menolak dan kurang menerima keberadaan filsafat Islam, kecenderungan penelitian ketiga telah mengakui, menerima dan menyetujui filsafat Islam pernah mewarnai keilmuan di dunia bahkan pernah mencapai masa keemasannya. Sayang, pendapat ketiga ini seringkali merupakan pendapat

  • yang digaungkan umat muslim tanpa ragam proses ilmiah yang jelas dan nyata. Sehingga arah asumsi- asumsinya terkesan subjektif atau “dituding" subjektif. Subjektif karena terlahir dari pemikiran umat Islam dan belum tentu diakui oleh intelektual lain di luar Islam. Beruntung, menjelang akhir abad 19, menjelang abad 20, bermunculan penelitian-penelitian yang membuktikan eksistensi filsafat Islam, penelitian-penelitian ini dilakukan oleh non-muslim dan secara perlahan memberikan “nama baik” bagi filsafat Islam yang sebelumnya dipaksa terkubur.

    Tiga kecenderungan tersebut tentu saja bergerak dengan asumsi-asumsi dan teori-teori yang berjalan secara terpisah. Keterpisahan asumsi dan teori tersebut seringkali dipengaruhi oleh cara pandang masing-masing penelitian. Edward Said berhasil mendeskripsikan konflik kepentingan pada penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Orientalis, ditemukan kepentingan “arogansi" untuk menunjukkan Barat sebagai bangsa yang jauh lebih “mulia” dari bangsa lain.4 Analisis ala orientalis ini jelas hampa budaya dan hampa nilai meski ada pula yang tetap menjunjung kaidah-kaidah ilmiah dalam penelitiannya.

    Maka, menjelaskan filsafat Islam dari sisi lahir, hidup berkembang dan kondisi mati surinya adalah konsekuensi yang mesti dilakukan untuk mengetahui posisi filsafat Islam dalam lintasan sejarah secara jernih dan objektif. Artinya membicarakan filsafat Islam sama dengan menjelaskan Islam sejak zaman kelahirannya kemudian komunikasinya dengan masyarakat setempat dan bagaimana prosesnya hingga berkembang melintasi jazirah Arabia menembus Eropa serta bagaimana pula proses “pertubrukan” budaya di dalamnya.

    Analisis tersebut pasti merubah pola analisis setiap pendapat dari tiga kecenderungan di atas. Bahkan bisa saja turut memperdebatkan satu pendapat dengan pendapat lainnya atau sebaliknya mendukung satu dari lainnya. Islam dan filsafat sendiri diragukan konsepnya sebagai sebuah satu kesatuan makna. Dalam kalangan tertentu ada yang berpendapat bahwa agama dan filsafat tidak dapat dipertemukan karena keduanya memiliki paradigma yang sangat berbeda.

    E. Renan bahkan menyetujui penggunaan kata filsafat Arab dari pada filsafat Islam, asumsi tersebut disematkan karena filsafat ini dipopulerkan oleh Bangsa semit, ras asli Arabia dan menggunakan bahasa Arab. Renan juga melakukan klasifikasi-klasikasi kompetensi antara Bangsa Aria yang merupakan ras orang-orang Barat dan Bangsa Semit yang merupakan nenek moyang bangsa Arab, Renan menyebutkan bahwa selama perjalanan sejarah bangsa Semit adalah bangsa yang “terbelakang”, bangsa ini menurut Renan hanya memiliki kemampuan menerjemahkan dan tidak memiliki kemampuan untuk menganalisis dan menelaahnya. Tanpa analisis dan telaah tersebut, Renan berkesimpulan bahwa filsafat yang disampaikan dengan bahasa Arab tersebut jelas takkan pernah dipengaruhi oleh konsep-konsep keislaman.5

  • Analisis Renan ini bagi Ibrahim Madkur telah menginspirasi orientalis-orientalis lainnya untuk menunjukkan kesan kuat bahwa "filsafat Islam” tidaklah benar-benar Islam, la tidak lebih dari sekedar filsafat Yunani kuno berbaju Islam yang berbahasa Arab. Mereka sedikit menambahkan,peran filsafat Islam tidak lebih sebagai penyambung peradaban Yunani setelah terputus berabad-abad dibawah hegemoni gereja, tidak ada otentisitas dalam filsafat Islam melainkan duplikasi atau jiplakan dari filsafat Yunani. Lebih dari itu menurut mayoritas orientalis aktivitas intelektual umat Islam telah mati akibat kelalaian umat Islam memahami filsafat.

    Dalih yang disampaikan orientalis mengenai kelalaian umat Islam sekaligus meragukan peran muslim dalam berfilsafat adalah, isu tertutupnya pintu ijtihad, yang telah berlangsung selama seribu tahun; 'serangan-serangan” al-Ghazali terhadap filsafat melalui karya Tahafut, Falasifah; meninggalnya Ibn Rusyd yang dianggap kalangan barat m.'bagai seorang Rasionalis.6

    Musa Kazhim dalam pengantar Sejarah Filsafat Islam menyebutkan setidaknya ada dua faktor penyebab munculnya kesan negatif terhadap filsafat Islam. Pertama, militansi kalangan terpelajar muslim dalam menelaah, mengulas dan menerjemahkan teks-teks poindaban Yunani. Gairah intelektual muslim tersebut oleh sebagian

    A. TRADISI ILMIAH ISLAM DAN AKULTURASI BUDAYA

    1.Islam dan Bangsa Arab Saat ini, jika anda membicarakan Islam artinya anda juga

    membicarakan Timur tengah termasuk negara-negara di dalamnya. Hal ini disebabkan identifikasi dari Timur tengah adalah negara-negara basis Islam, meski tidak sinonim sulit memisahkan pembahasan antara keduanya, karena Islam berkembang di wilayah Timur tengah dan keemasan Islam pada masa lampau terletak di wilayah-wilayah Timur tengah. Tetapi menilai kebenaran ajaran Islam dan kemajuannya pada Timur tengah tentu bukan penilaian yang tepat, karena Islam tidak hanya berkomunikasi dengan bangsa Timur tengah, Islam berkomunikasi dengan bangsa manapun dan melakukan sebuah proses akulturasi budaya yang sangat menarik. Islam membaur dengan budaya Persia Iran, membaur dengan peradaban Mesir kuno, berkomunikasi dengan kekuatan Mesopotamia kuno di dataran rendah Irak atau berkonsultasi dengan Hellenisme yang disebarkan Alexander Agung dan melebur mendekati Eropa bersama pemikiran Yunani.

    Peleburan budaya dan akulturasi ini takkan pernah terrealisasi tanpa kekuatan Bangsa Arab. Islam takkan pernah berjaya dan mencapai masa keemasan jika Bangsa Arab memilih untuk mengeksklusifkannya. Ekspansi Islam keluar dari Jazirah Arab dan merambah wilayah-wilayah lainnya berhasil mempopulerkan Islam dan ajaran-ajarannya serta berhasil menunjukkan identitas Bangsa Arab.

  • Tetapi masa lalu bangsa Arab sebagai bangsa Jahiliyah cukup menghantui penilaian-penilaian di luar Arab terhadap bangsa Arab itu sendiri. Kondisi Bangsa Arab sebelum Islam datang, dikisahkan merupakan Bangsa Jahiliyah, bangsa yang seakan-akan tidak punya norma dan aturan. Bangsa yang seakan-akan tidak punya intelektualitas dan berada dalam titik nadir.

    Adalah Abdurrahman al-Bazzaz yang dengan lantang menyatakan bahwa kondisi jahiliyyah yang digambarkan sejarahwan dengan kondisi yang begitu nista tersebut adalah kesalahan besar, gambaran keburukan- keburukan yang bertubi-tubi dengan maksud mengagungkan dan menunjukkan kehebatan Nabi itu terlalu didramatisir. Akibatnya, setelah Nabi Muhammad wafat, bangsa lain dapat dengan mudah menyerang bangsa Arab dan menuding sebagai bangsa yang tidak beradab.8

    Al-Bazzaz bahkan beranggapan bahwa penulisan sejarah tersebut ditulis oleh orang-orang Persia untuk melegitimasi politiknya, yang didasari oleh semangat golongan (shu’ubiyah), yaitu suatu gerakan dari orang-orang muslim non Arab untuk menangkal kecenderungan Arabisasi. Perlu diketahui dalam sejarah politik Islam, ada semangat- semangat primordialisme yang melakukan tarik-menarik untuk menguasai pemerintahan. Semangat primordialisme suku Quraisy yang diwakili oleh Dinasti Abbasiyah, primordialisme Arab non Quraisy yang diwakili oleh kekuatan keluarga Bani Umayyah, dan di luar Arab, muncul kekuatan Persia dan juga kekuatan Turki.

    Badri Yatim mencatat bahwa kemajuan dinasti Abbasiyah di awal periode pemerintahannya yakni sekitar tahun 132 H/750 M sampai dengan 232 H/ 945 M, berada dalam pengaruh Persia.9 Pengaruh ini didapat melalui pernikahan asimilasi antara bangsa Persia dan Arab, luga karena ibu kota pemerintahan terletak di Baghdad dekat Ctesiphon, bekas ibu kota Persia. Adapun Dinasti Turki Utsmani menurut Bernard Lewis merupakan dinasti terakhir Islam, dalam hal ini dinasti dimaknai dengan kepemimpinan atas nama Khalifah atau Sultan yang berbentuk monarchi. Setelah Turki praktis dunia kekuasaan Islam terpecah belah menjadi dinasti-dinasti kecil atau menjadi Negara-negara berdaulat dengan sistem pemerintahan yang berbeda dengan dinasti.

    Artinya, menurut Abdurrahman al-Bazzaz, persepsi dunia terhadap Arab banyak dipengaruhi oleh asumsi-asumsi yang disebarluaskan atas nama politik. Kerugian terbesarnya adalah saat ini, asumsi mengenai Arab selalu dikonotasikan dengan Islam dan Islam selalu diidentifikasi dengan budaya serta tradisi Arab.

    Seperti halnya al-Bazzaz, Muhib al-Din al-Khatib seorang muhaqqiq dan penulis syarh buku-buku Islam klasik berpandangan bahwa bangsa Arab memang berada dalam kondisi “jahiliyyah", tetapi moreka juga punya peradaban. Untuk memperkuat asumsinya ini, al- Khatib mengutip hadis oleh Bukhari; Rasulullah bersabda, “Kamu mendapati manusia itu seperti barang

  • mineral; mereka yang terbaik pada masa jahiliah adalah juga yang terbaik pada masa Islam, kalau mereka mengerti". Yang dapat dipahami dari sabda Nabi itu ialah bahwa ui.ing-orang Arab itu memang memiliki kualitas yang tinggi, bagaikanuang mineral seperti emas, sehingga jika mereka berharga sebelum, maka mereka pun berharga pula sesudah Islam. Kemudian al- hh.itib menjelaskan, tidak dapat diragukan bahwa Bangsa Arab adalah penyembah berhala. Tetapi, mana dari kalangan bangsa-bangsa yang ada pada waktu Islam muncul, yang bukan penyembah berhala dalam berbagai pengertiannya? Bahkan sesungguhnya orang-orang Arab adalah yang paling akhir menjadi penyembah berhala.10 Adapun sebelum menyembah berhala, al-Khatib berpendapat bahwa bangsa Arab menganut faham al-Hanifiyyah, yakni ajaran monotheisme Arab peninggalan Nabi Ibrahim. Sedangkan praktek menyembah berhala yang terjadi kemudian pada mereka itu tidak menghasilkan kuil, pendeta atau pun benda-benda ornamental keagamaan, sehingga dari kalangan semua bangsa di muka bumi orang-orang Arab itulah yang paling dekat kepada agama fitrah. Karena itulah mereka berhak atas pujian Tuhan kepada mereka dalam surah al-Baqarah ayat 143, “Demikianlah Kami jadikan kamu sekalian ini golongan penengah, agar supaya kamu menjadi saksi atas sekalian ummat manusia, sebagaimana Rasul menjadi saksi atas kamu ..." Bagi Nurcholish Madjid, ketinggian kebudayaan dan peradaban Bangsa Arab terbukti melalui keindahan bahasa mereka yang sedemikian canggih dan halus (redefined)-nya, membentuk latar belakang yang dapat menjadi ‘asbab nuzul’ dalam arti luas dan menyeluruh bagi al-Qur’an berarti juga bagi Islam.11 Secara geografis jazirah Arab dibentuk oleh empat persegi panjang yang amat luas, di sebelah utara dibatasi oleh mata rantai daerah-daerah yang terkenal dalam sejarah, disebut daerah “Bulan tsabit yang subur” (fertile crescent) yaitu daerah Mesopotamia, Syria, Palestina dan tanah perbatasan yang berpadang pasir; di sebelah timur dan selatan dibatasi oleh Teluk Parsi dan Samudera Hindia; sebelah barat dibatasi Laut Merah.12 Wincler-Caetani mengatakan bahwa Jazirah Arab hakikatnya adalah daerah yang subur dan merupakan tanah air pertama bangsa Semit. Namun setelah ribuan tahun, kekeringan melanda daerah tersebut dan menyebabkan timbulnya krisis kelebihan penduduk tanpa hasil alam yang mencukupi, konsekuensinya berulang kali terjadi keadaaan saling serbu antar negeri tetangga suku bangsa Semit ini. Krisis-krisis ini yang mendorong bangsa Syria, Aramaik, Kan'an dan bangsa Arab sendiri memasuki daerah 'bulan tsabit yang subur'. Jadi, bangsa Arab menurut Wincler dalam sejarahnya, adalah residu dan tidak terpisahkan dari proses invasi besar-besaran yang terjadi di masa lalu. Beberapa bukti yang membenarkan teori Wincler ini menurut Bernard Lewis adalah ditemukan sejumlah bukti dalam bentuk saluran air yang telah mengering dan tanda-tanda kehidupan di wilayah tersebut di masa lalu.13

  • Ira M. Lapidus menuturkan bahwa secara keseluruhan kini, hanya sedikit saja wilayah di Arabia merupakan wilayah yang subur, sebagian besar daerah merupakan wilayah yang sangat gersang dan tandus. Dan bangsa Arab yang hidup di beberapa wilayah subur menjalin pola kebersamaan politik, kesamaan keyakinan, hubungan ekonomi dan perdamaian dengan masyarakat sekitarnya.14 Philip K. Hitti mengemukakan bahwa wilayah padang tandus Arabia merupakan cikal bakal lahirnya masyarakat Badui yang mengidentifikasi dirinya sebagai masyarakat nomaden.15 Tradisi nasional Bangsa Arab membagi bangsa itu menjadi dua cabang yakni Arab Utara dan Arab Selatan. Pemisahan wilayah itu secara geografis oleh gurun tanpa jejak ke dalam wilayah utara dan selatan terungkap dalam karakter orang-orang yang mendiami masing- masing wilayah itu. Menurut Lewis Bahasa Arab saat ini adalah Bahasa Arab Selatan yang banyak dipengaruhi dari Bahasa Etiopia, kebanyakan penduduk Arab selatan adalah bangsa penetap. Salah satu kehebatan yang diketahui berasal dari Arab Selatan adalah kerajaan Saba', wilayah ini menurut Lewis juga pernah berada dalam kekuasaan Persia.16 Suku Badui diyakini merupakan orang-orang dari Arab Utara, karena tempat subur dan pertanian adalah wilayah Arab Selatan. Orang-orang Badui menunggang unta dan secara musiman berpindah-pindah untuk mencari padang rumput yang hijau. Mereka memperlengkapi karavan dengan binatang, juru penunjuk dan pengawal. Mereka menghabiskan musim gugur dengan bertahan di padang pasir dan ketika terdapat tanda-tanda turun hujan pertama, mereka berpindah untuk mencari padang rumput. Pada musim panas mereka biasanya memasang tenda-tenda di dekat kampung dan oasis, di tempat ini mereka menukar produk ternak untuk mendapatkan padi, kurma, perkakas rumah tangga, senjata dan pakaian. Kehidupan Independen Badui sama dengan kehidupan Independen Bangsa Arab di wilayah Timur tengah. Timur tengah secara umum terdiri dari Negara-negara berperadaban tinggi dengan kerajaan hagai sistem pemerintahannya. Di sisi barat, Arabia berbatasan dengan Imperium Bizantium, di Utara berbatasan dengan Imperium Sasania

  • yang menentukan imperium dan peradaban kerajaan seirama dengan transformasi keagamaan. Terbentuk kepercayaan terhadap dewa-dewa yang didefinisi untuk kebutuhan masyarakat terhadapnya. Dewa-dewa masyarakat Timur tengah merupakan dewa-dewa keluarga, suku, kampung dan dewa kota, tetapi lantaran pertumbuhan hubungan antar masyarakat, muncullah dewa universal yang diakui bersama.19 Seluruh dewa ini dideskripsikan melalui materi-materi di alam, beberapa mendeskripsikan melalui patung-patung berhala dan beberapa lainnya seperti Zorostrian, Manicheanisme dan Mazdaisme menunjuk Matahari, Api dan Bulan sebagai deskripsi dewa mereka. Di sisi lain, terdapat masyarakat-masyarakat keagamaan monotheisme, yang memuja Tuhan dalam arti satu dan esa. Judaisme dan Nasrani merupakan agama yang diminati Imperium Bizantium, yakni sekitar wilayah lraq. Namun, ide monotheisme tetap melahirkan deskripsi-deskripsi lain yang berkaitan dengan penghubung dunia dan Tuhan seperti konsep trinitas yang diyakini sebagai upaya pembebasan diri, melalui keimanan pada Kristus sebagai Tuhan Esa.20 Dan Arabia, menjelang era Islam merupakan wilayah yang mengisolasikan diri dari hiruk-pikuk kerajaan dan Imperium. Arabia bertahan hidup menjadi penggembala di saat wilayah Imperium menjadi masyarakat agrikultur, Arabia benar-benar terasing dari wilayah pergaulan meski mereka bergaul bersama masyarakat Timur tengah. Arabia hidup dengan ras dan primordialisme, mereka terdiri dari berbagai suku, dan Quraisy adalah suku terhormat di kalangan mereka. Tidak ada kerajaan kecil atau bahkan Imperium yang mengatur arah kepemimpinan dan peradaban mereka. Maka, tak pelak lagi, peperangan dan adu kekuatan antar suku seringkali terjadi.21 Makkah merupakan kota suci di Arabia, dan hanya Makkah yang menentang trend perpecahan politik dan social, dan tetap memperhatikan urusan social dan ekonomi. Ka'bah adalah pusat ekonomi Makkah, karena menjadi tujuan penziarahan (haji) tahunan, maka Makkah menjadi pusat penyimpanan berbagai macam berhala dan dewa-dewa kesukuan dari penjuru wilayah jazirah ini. Masa haji ini menjadi semacam perayaan karena ekonomi bergeliat dan memakmurkan kota makkah. Namun, bersamaan dengan semakin pesatnya kekuatan ekonomi, gerakan perdagangan mulai disabotase ‘bajak laut’ sehingga para penguasa menggunakan jasa orang-orang Badui yang telah dikenal ketangguhannya. Secara perlahan masyarakat Badui memasuki wilayah social-ekonomi dan kekuatan politik Arab. Secara perlahan pula beberapa kebudayaan Badui menjadi bagian dari kebudayaan Arab. Lapidus dan Hitti meyakini benar bahwa Syair merupakan produk budaya Badui,22 dan susunan klan adalah dasar dari masyarakat Badui. Tiap kemah merupakan suatu keluarga dan anggota-anggota dari suatu perkemahan merupakan suatu klan. Kemudian beberapa klan yang masih ada tali

  • persaudaraan, merupakan suatu suku. Bahkan menurut Hitti terdapat kebiasaan menciptakan persaudaraan dengan yang tidak ada pertalian darah dengan saling meminum beberapa tetes darah.23 Masuknya Badui dalam lingkup sosial politik dan ekonomi Arab, membuat perubahan pola hidup dari nomaden menjadi penetap, l'ei ubahan pola ini diikuti pula oleh perubahan kebiasaan hidup dari '.eorang penggembala menjadi saudagar. Dan Mekkah sebagai K'epublik Kota Saudagar merupakan tempat pertemuan dua budaya ■i ah Utara dan Arab Selatan. Kota ini diperintah oleh sebuah sindikat iiiang orang bisnis yang kaya raya. Dan Ouraisy adalah salah satu ii'lompok penguasa perdagangan terkemuka, Ouraisy menurut Lewis i'Ialah Badui yang telah menetap. Artinya tempat ini kemudian menjadi ii mpat terakhir salah satu suku dan kemudian menjadi pemeran utama

  • sebagai sebuah clan dan membesar menjadi suku. Bangsa ini telah belajar banyak tentang nasionalisme, kasih sayang bahkan persatuan dan kesatuan. Bangsa Arab juga telah memiliki kompetensi di bidang ekonomi serta pemahaman yang baik tentang Tuhan meski dengan cara yang berbeda. Adapun makna “jahiliyah” dalam hal ini, tidak dapat hanya disematkan pada Bangsa Arab, tetapi pada setiap kondisi saat itu. Dimana tak ada penyembah Tuhan monotheisme, kaum Nasrani dan Yahudi (ahl kitab) menjadi terpinggirkan dan seluruhnya menyembah berhala atau dewa-dewa yang dideskripsikan melalui materi. Dan secara keseluruhan tidak ada data yang menunjukkan bahwa perempuan di wilayah lain memiliki posisi yang baik. Bahkan cerita kerajaan Saba’ yang dikenal makmur oleh kekuatan konstruksi bendungannya Sadd Ma'rib merupakan pemerintahan yang terdapat di Arabia Selatan.28 Di tengah miliu bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lengah kacau dan penuh dengan chaos inilah Muhammad dilahirkan. Menjadi pendakwah agama Islam, agama yang menawarkan solusi terbaik bagi kekacauan dan menuntun umat manusia melalui al-Qur’an dan suri tauladan dirinya. Kontak Islam pertama kali dibangun di Makkah, kota ini merupakan kota milik “keturunan” badui, sikap penduduknya sangat dipengaruhi mental badui meski telah menjadi penduduk menetap. I’enduduk Makkah mempertahankan sikap aristokrat badui melalui peperangan untuk menunjukkan siapa yang paling berkuasa dan berpengaruh, sikap ini membuat Mekkah kehilangan strukturdan tatanan •■«sialnya. Ketiadaan lembaga pemerintahan, undang-undang dan hukum melahirkan perbuatan-perbuatan yang sewenang-wenang dan dekadensi moral. Dakwah Muhammad di Makkah kurang digemari penduduk Hempat tetapi menarik perhatian para pendatang yang setiap tahun berkunjung ke Makkah. Kepribadian Muhammad yang santun terlihat bak mutiara di tengah dekadensi moral yang melanda Makkah, dan penduduk Yatsrib merupakan salah satu pendatang yang kemudian menbai'at diri menjadi pengikut Muhammad. Banyak faktor kegagalan dakwah terjadi di Makkah, penduduk Mukkah tidak terbiasa menerima kepemimpinan atas nama individu, meieka selalu mengatasnamakan kelompok dengan banyak tokoh di ■ ulamnya. Adapun Madinah adalah wilayah yang telah memiliki struktur 'inn tatanan social yang baik. Madinah merupakan wilayah yang dekat • l

  • ideologi Islam dan secara perlahan menggeser ‘ideologi' Badui. Islam juga mengilhami Bangsa Arab mengenai fungsi persatuan tanpa tersekat oleh suku, seperti peleburan Muhajirin dan Anshar. Menghapus tradisi Badui mengenai klan dan suku, Islam juga mengarahkan fungsi perang tidak untuk menghancurkan bangsa yang lemah dan melebihkan satu bangsa dengan bangsa lainnya tetapi untuk menjaga keamanan Negara dan keselamatan umat.30 Di Madinah Islam mendapatkan posisi terbaiknya sekaligus menemukan eksistensinya sebagai agama yang sempurna. Dengan demikian, perpindahan dari Mekkah ke Madinah bukan sekedar pindah tempat belaka, tetapi merupakan satu pemindahan tuntas merata yang mencakup seluruh sikap hidup, tata adab dan tata hukum yang penuh dengan Renaissance Spirit dan Spirit of Nationatism. Menuju pembentukan umat baru, yakni umat Islam dengan Islam sebagai pedoman kehidupan sosial masyarakat, politik dan arah ekonomi.31 Seperti sebuah episiklus yang menjalin keterkaitan-keterkaitan ajaib di dalamnya, Islam lahir dan berkembang di Jazirah Arab dengan seni yang sempurna. Komunikasi Islam terhadap berbagai peristiwa bersama penduduk Makkah telah melahirkan asbab nuzul al-Qur’an dan asbab wurud hadis. Ayat-ayat Makkiyah menunjukkan perintah dalam bentuk “ajakan” tanpa sikap memerintah dan menggurui, sangat berhati- hati dalam merubah tradisi yang telah sekian lama tertanam.32 Tetapi di Madinah, Tuhan begitu keras mengingatkan dan menjelaskan setiap pokok permasalahan dengan solusi yang jelas tidak tawar menawar.33 Makkah adalah gambaran menjadi pendakwah di wilayah yang tidak mengenal Islam, gambaran bagaimana menjadi seorang pendakwah dengan penduduk berdaya fikir “seadanya" akibat telah bertahun-tahun terkungkung dalam kesalahan. Adapun Madinah adalah deskripsi mendidik orang-orang yang telah mengetahui benar dan salah, menunjukkan kewajiban bagi setiap muslim untuk bertanggung jawab terhadap dirinya, perbuatannya, lingkungannya bahkan negaranya dan juga pada dunia. Maka, Madinah adalah proyek percontohan yang berisi orang-orang shaleh, yang menjaga identitas keislaman dalam berbagai sisi. Makkah adalah gambaran menjadi pendakwah di wilayah yang gambaran bagaimana menjadi seorang pendakwah dengan penduduk berdaya fikir “seadanya" akibat telah bertahun-tahun terkungkung dalam kesalahan. Adapun Madinah adalah deskripsi mendidik orang-orang yang telah mengetahui benar dan salah, menunjukkan kewajiban bagi setiap muslim untuk bertanggung jawab terhadap dirinya, perbuatannya, lingkungannya bahkan negaranya dan juga pada dunia. Maka, Madinah adalah proyek percontohan yang berisi orang-orang shaleh, yang menjaga identitas keislaman dalam berbagai sisi. Karena Madinah sebuah percontohan, Madinah menjadi kota piimadona dengan kedamaian, keteraturan dan kehidupan masyarakatnya yang tenteram

  • nan damai. Kepopuleran Madinah mulai memukau para penduduk Makkah dan menegur kekeliruan mereka '■•'lama ini pada Muhammad. Secara perlahan, Islam mulai diakui di la/irah Arab khususnya Makkah, proses-proses penyadaran mewabah di Arab dan menggeser “ideologi badui” mereka. Melalui kota madani Madinah, Islam menunjukkan eksistensinya, yang diikuti dengan pengakuan Islam di seluruh jazirah Arab dan menjadi sebuah kekuatan kebenaran yang menakjubkan. Dilandasi semangat keagamaan, bangsa Arab tergerak untuk membangun Imperium, melakukan ekspansi sampai ke benua Eropa. ' .iilit memungkiri bahwa tidak ada motif Arabisme dalam ekspansi yang dilakukan tetapi diperkirakan motif Arabisme tersebut tidak mendominasi motivasi bangsa Arab untuk melakukan ekspansinya. Hal ini terlihat dari i' iiiaimana penduduk Arab tidak memaksakan tata dan aturan hukum meieka diterapkan di wilayah yang dikuasai atau bahkan tidak memaksakan Islam sebagai dasar hukum di wilayah tersebut. Hukum • i ni lata administrasi diserahkan pada wilayah tersebut dengan sistem "iniioitii dan Islam hanya meminta untuk dapat mengurus dan melayani i nliiituhan Muslim dalam melaksanakan ajaran-ajarannya.34 Dalam tahap-tahap tertentu Arabisme, Michael Hart meyakini < i '.pansi ini takkan pernah terwujud jika Bangsa Arab tidak terdorong i' h -.emangat keagamaan. Bangsa Arab yang hakikatnya adalah e imi'.,i Badui bukan tipikal bangsa yang memiliki sejarah mencaplok 'i m menjajah bangsa lain. Hampir tidak ada data signifikan mengenai i ' i" 'i angan yang dilakukan oleh Bangsa Arab kecuali peperangan antar NIIMI Bangsa Arab sangat independen bahkan relatif tidak peduli dengan wilayah lainnya selama mereka aman.35Atas dasar dorongan dakwah dan menyebarkan agama Islam, bangsa Arab kemudian mensistematisasi dirinya menjadi sebuah kesatuan dan tidak terpisah dalam klan-klan tertentu. Ekspansi ini menurut Lapidus kemudian mendorong lahirnya rezim atau Imperium baru, yang di dalamnya mencakup migrasi dan pendudukan bangsa Arab di kawasan Timur Tengah, mendorong urbanisasi dan perkembangan ekonomi yang semakin kuat.36 Kekuatan ekonomi yang semakin memukau dan kemewahan serta kenyamanan di daerah bulan sabit yang subur pada akhirnya mendorong inspirasi- inspirasi baru di luar semangat keagamaan, artinya motif ekonomi tidak menjadi fokus utama ekspansi tetapi efek dari ekspansi yang kemudian secara perlahan mengikis motif awalnya yang didasari oleh semangat keagamaan. Semangat keagamaan bangsa Arab menurut AH. Johns dibuktikan dengan menyisipkan misionaris-misionaris Islam yang mengajarkan dan menyebarkan ajaran Islam di wilayah-wilayah ekspansi.37 Selain itu, tidak ditemukan fakta yang nyata bahwa setelah ekspansi tersebut bangsa Arab lalu berbondong-bondong meninggalkan wilayah Arab untuk kemudian hidup di wilayah tersebut, tetapi ditemukan fakta kastasisasi Arab dan non-Arab, bahkan ketika mereka telah menjadi muslim, di mana non-Arab menduduki

  • status yang lebih rendah dibanding seorang muslim Arab. Prosedur-prosedur perubahan yang serba kebetulan ini ditanggapi Hitti sebagai sebuah proses pertemuan budaya dari tradisi “Badui” dengan budaya-budaya di luar Arab, sehingga kemudian Imperium Arab bukanlah motif awal penaklukan tetapi efek dari euforia kemenangan yang berturut-turut. Dengan demikian, pembentukan kekuasaan yang luas itu lebih banyak disebabkan oleh tuntutan keadaan, bukan oleh rencana yang telah disusun sebelumnya.38 Secara realistis, meski bukan penentu peradaban Islam karena sulit sekali menemukan periode kemodernan keilmuan dalam kehidupan bangsa Arab. Bangsa Arab merupakan tokoh utama yang memperkenalkan Islam terhadap dunia, dan sahabat-sahabat yang shaleh memainkan perannya sebagai misionaris-misionaris dengan teladan sikap yang sempurna. Kontribusi terbaik bangsa Arab adalah bahasa, penyampaian bahasa dan kekuatan sya'ir Arab menjadi daya tarik tersendiri yang kemudian menjadi sangat agung karena al-Qur'an menggunakan bahasa Arab. Artinya walau tidak ditemukan kekuatan keilmuan baik astronomi, filsafat dan tata administrasi hukum dari sejarah semenanjung Arabia, tetapi selalu ditemukan konsep-konsep kebahasaan yang pada akhirnya mampu memberi implikasi yang signifikan dalam proses persatuan dan penyebaran Islam. Sya’ir dan Khithabah merupakan produk bahasa yang menjadi kekuatan sastra dan mungkin jika dikembangkan dapat melebihi kemampuan retorika Yunani. Beberapa Sya'ir yang didokumentasikan Khalil Abdul Karim adalah sebuah kekuatan retorika yang sangat berani, ditemukannya sya’ir-sya'ir yang mengkritik kelas sosial yang terdapat dalam masyarakat sosial merupakan sebuah bentuk sya'r yang telah merefleksikan sastra karena berupa sebuah refleksi pemikiran dan budaya. Atau visi penyair Mutahannifin yang mengkritik agama pagan dan penyekutuan Tuhan dalam Ibadah.39 Sayangnya bangsa Arab tidak merespon medium-medium ekspresif dalam bentuk sya’ir ini, karena sya'ir disampaikan sebagai lahan mencari nafkah dan lahan untuk menunjukkan siapa yang jauh lebih baik dari lainnya. Lebih jauh h tiadaan kekuakatan kepemimpinan dan tata administratif negara menyebabkan medium ekspresif ini tidak memiliki objek kritik yang jelas .(■lain sebuah penyampaian kata-kata. Tetapi produk bahasa mereka yakni Sya'ir dan Khithabah telah mengajarkan bangsa Arab kemampuan menjadi figur yang menarik P'-ihatian. Persaingan merebut perhatian saat bersya'irdan berkhutbah membuat bangsa Arab merupakan Orator yang ulung, sebuah poin i m isitlf ketika menyebarkan agama Islam di wilayah-wilayah ekspansinya, hmiampuan bahasa ini tak bisa dinafikan dan ditiadakan serta tidak t ' a dianggap tidak menjadi bagian dari proses kemajuan peradaban islam, apalagi unifikasi bahasa antara Persia dan Suryani menjadi luhasa Arab dalam transmisi peradaban Islam merupakan persoalan i" nllni). Dan meski seringkali dikaitkan dengan kebijakan politik yang "lahisme" atau bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi karena i' n, masa nya adalah orang Arab, tetapi pemilihan bahasa Arab menjadi i'tihasa

  • keilmuan saat itu bisa jadi karena fenomena sosial yang ""*n< aktif) berbagai keistimewaan dari fenomena kemasyarakatan. I ebih luas dari persepsi tersebut, bahasa Arab mungkin menjadi ."makin membudaya karena proses Islamisasi yang semakin luas dan ' ' i'iituhan setiap muslim non Arab dalam memahami Islam. Sehingga setiap bangsa non-Arab berusaha mendekat dan berusaha menjalin kekerabatan dan membangun satu kesatuan bahasa yang kemudian menjadi pilar-pilar yang mengokohkan kemajuan Islam. 2. Islam dan Peradaban Persia Pada permulaan abad ke tujuh, Timur Dekat dan Timur Tengah dipecah oleh dua rival, kerajaan Byzantium dan kerajaan Persia. Kerajaan Byzantium dengan ibu kotanya Konstantinopel beragama Katholik Yunani (greek) dan Kristen, wilayahnya menjangkau wilayah administrasi kerajaan Romawi. Basis kekuatannya adalah plateau Anatolia yang tinggi, pada waktu itu hampir seluruhnya berkebudayaan Hellenik yang kuat. Ke selatan terdampar propinsi-propinsi Syria dan Mesir. Penduduknya sebagian Aramaik, sebagian lagi Coptik dan terpecah belah oleh ras serta sedikit pengaruh kebudayaan Yunani. Penduduk-penduduk ini membenci pemerintah yang berkuasa karena beban pajak yang terlalu berat, adapun penduduk Yahudi adalah budak- budak bagi kerajaan.40 Persia membentuk citra dirinya melalui Imperium Sasanid, pusat kerajaan ini terdiri dari tanah plateau Iran dihuni oleh bangsa- bangsa berbahasa Indo-Eropa dan diperintah sebagai daerah semitik yang bebas. Kebudayaan Sasanid Persia adalah Asiatik dan benar-benar sebagai reaksi terhadap anti Hellenik, agama Negara adalah Zoroastrianisme. Secara umum Imperium Sasanid jauh di bawah kestabilan bila dibanding dengan kerajaan Byzantium. Dua Imperium ini terus bersaing, bahkan peperangan untuk menunjukkan siapa yang terkuat diantara mereka membuat kedua Negara menghabiskan seluruh sumber daya mereka dan menjadi labil.41 Di tengah peperangan yang menghabiskan energi inilah, Islam menguasai Persia dan Byzantium dengan mudah. Kedua Imperium ini telah dikuasai Islam sejak masa Khalifah Abu Bakar melalui panglimanya Khalid ibn Walid.2 Serangkaian penaklukan mengawali proses sejarah yang panjang dan memuncak pada penggabungan Imperium Sasania dan beberapa wilayah bagian timur Imperium Byzantium menjadi wilayah Imperium Islam, dan akhirnya terjadilah proses perpindahan Agama mayoritas Yahudi, Kristen dan Zoroastrian menjadi Pemeluk Islam. Di tengah peperangan yang menghabiskan energi inilah, Islam menguasai Persia dan Byzantium dengan mudah. Kedua Imperium ini telah dikuasai Islam sejak masa Khalifah Abu Bakar melalui panglimanya Khalid ibn Walid.42 Serangkaian penaklukan mengawali proses sejarah yang panjang dan memuncak pada penggabungan Imperium Sasania dan beberapa wilayah bagian timur Imperium Byzantium menjadi wilayah Imperium Islam, dan

  • akhirnya terjadilah proses perpindahan Agama mayoritas Yahudi, Kristen dan Zoroastrian menjadi Pemeluk Islam. Persia adalah Bangsa yang sangat anti terhadap budaya Hellenik dan memilih mempertahankan budaya dan pengetahuan mereka. Kekalahan Persia dari Alexander yang Agung dan Bangsa Parthian menimbulkan kebencian terhadap budaya Hellenik. Perlu diketahui, sebelum diserang oleh Alexander, Persia dibawah kepemimpinan Raja Darius adalah Imperium yang amat disegani. ' .ctelah dikalahkan Alexander dan diteruskan oleh kepemimpinan Mnngsa Parthian. Persia kembali menguasai negaranya sendiri melalui Imperium Sasanid. Imperium Sassanid adalah imperium Persia terakhir, Imperium ini didirikan oleh seorang Persia bernama Ardhasir yang I H M hasil mengalahkan kekuatan Parthian.43 Sayang, Dinasti Sassanid tidak berlaku bijak, pada masa ini «>t - ploitasi dan penindasan yang ekstrim terhadap rakyat mencapai puncaknya. Perbudakan telah melampaui batas dan memasuki masa ► HMS Migrasi besar-besaran kaum tani miskin telah merambah kota- M.i sebagai akibat tirani kebangsawanan feodal yang tak tertahankan, n.imun, di kota-kota-pun mereka masih diperlakukan sebagai budak.44 Penindasan yang tak terelakkan ini melemahkan persatuan • «’i-.i.i, membuat mereka terpecah belah dan memudahkan Islam m< rt{|iiasai dan mendakwahkan ajaran Islam. Perlahan namun pasti, i i I ii kubinsaan lama berlaku di wilayah yang telah ditaklukkan. Tidak • 11 konsop ‘pemaksaan’ untuk memeluk Islam atau menggunakan 1 "i um l'.lam. Hukum Islam diterapkan hanya untuk pemeluk Islam dan '"i '!• u|,ima lain. Tetapi demokrasi bernegara ternodai oleh sikap ■' iliiMue' oleh sebagian kalangan. Menurut Lewis, konflik antara Persia i m Aiah dimulai di masa ‘Umar ibn Khattab, ‘Umar memang membiarkan hukum dan adat berjalan seperti sebelumnya dan memberi kebebasan pada setiap Negara. Tapi, ‘Umar juga melakukan konsensus-konsensus tertentu yang terlihat lebih mengistimewakan bangsa Arab. Sejumlah keistimewaan atau akses mudah bangsa Arab ini memicu emosi bangsa Persia, dan menimbulkan semacam hubungan saling mencurigakan.45 Hubungan buruk Persia dan Arab memuncak melalui pembunuhan Khalifah ‘Umar ibn Khattab oleh seorang budak berbangsa Persia. Kondisi ini menurut Lapidus semakin mereda pada masa ‘Umar ibn ‘Abdul Aziz, dengan meluasnya asimilasi Arab menjadi populasi yang bersifat umum mendorong kelompok Arab untuk mengakui kesamaan kedudukan antara Arab dan non-Arab.46 'Umar ibn 'Abdul Aziz kemudian menyerahkan mekanisme imperium pada seorang muslim tidak di atas basis Arab, la menerapkan

  • prinsip-prinsip persamaan terhadap seluruh muslim, baik Arab maupun non-Arab dan memperkenalkan hukum- hukum baru mengenai persamaan pemberian tunjangan keuangan kepada muslim tanpa memperhatikan asal usul mereka. Bersamaan dengan pemeluk Islam yang semakin meningkat, kebersamaan berbahasa juga berlangsung di dalam komunitas baru. Secara umum, bahasa Arab menjadi bahasa komunikasi tertulis dalam administrasi kepustakaan dan keagamaan. Bahasa Arab juga menjadi dialek komunikasi lisan yang dominan di bagian Timur Tengah -Mesir, Syria, Mesopotamia dan lraq- dimana bahasa yang dekat dengan rumpun Arab, seperti Aramaic juga menjadi bahasa lisan.47 Di Iran, keadaaannya sangat beragam. Di Iran bagian Barat, pemukim Arab terserap ke dalam penduduk local sehingga berkembanglah dua bahasa. Di Khurasan di mana orang Arab berasimilasi dengan perabotan, pakaian, adat istiadat Persia, mereka menggunakan dialek Persia setempat. Orang Arab tidak hanya mempelajari bahasa Persia, tetapi penakluk muslim Arab juga menjadi sarana pengenalan bahasa Persia sebagai lingua franca pada masyarakat sebelah timur sungai Oxus. Di Transoxiana, bahasa Persia, yang merupakan bahasa lisan warga Arab di bagian timur Iran, menggantikan bahasa Soghdian sebagai bahasa umum di kalangan warga Arab, warga Persia dan Soghdian.48 Meski hubungan dua budaya telah dimulai sejak zaman bani Umayyah, keemasan perpaduan keduanya baru berlangsung di zaman Abbasiyah. Keputusan Bani Abbasiyah memindahkan pusat kota ke Baghdad membuka jalur akulturasi yang sangat kuat antara budaya Arab dan budaya Persia. Posisi Baghdad yang dekat dengan ibu kota l’orsia Ctesiphon membuat pengaruh Persia menguat di masa Abbasiyah.49 Jauh sebelum Islam datang, menurut Ghirsman, Persia telah dikenal dengan keindahan arsitekturnya, bahkan Ghirsman meyakini i'.mgsa Persia memiliki kemampuan memahat batu sejak zaman pra • larah. Asumsi ini dibuktikan Ghirsman dengan ditemukannya relief- yang mendeskripsikan masyarakat saat itu, sebagaimana relief- M’liof yang terdapat dalam budaya Mesir kuno. Tata kota dinasti Sassanid i M merupakan tata kota berkelas internasional dan terbaik pada amannya.50 Kota Firouzabad merupakan bukti keindahan seni arsitektur i ■ i ,ia yang dibangun dengan bentuk melingkar, bentuk melingkar ini Minngilhami al-Manshur dalam membangun Arsitektur kota Baghdad, .mu arsitektur lain, adalah kota Bishapur yang berbentuk segi empat 'luiKian dua jalan raya yang terpenting, pusat lalu lintas yang ■«••hubungan dengan pusat kota. Bentuk segi empat ini seperti model " iirktur yang berkembang di Barat.51 Selain arsitektur, bangsa Persia i 111 memiliki kemampuan mengukir dengan baik, ukiran-ukiran m. mukan tidak hanya di dinding istana tetapi juga dalam bentuk imon ornamen, atau dalam emas dan perak.52

  • Sejak Persia dikuasai Alexander Agung, banyak kalangan yang 1' i nn|i m | imi r>ip terhadap bahasa, budaya dan agama Persia -Zoroaster H"" ' i mi monjadikan wilayah kekuasaan Abbasiyah wilayah pluralis. I 'putusan untuk membangun kota Baghdad sebagai pusat " i" 'li.ilil, yang dinamakan Madinat at-Salam (kota damai), menumbuhkan dua pemukiman besar di sekitarnya. Satu di antaranya merupakan perluasan perkampungan militer Abbasiyah dalam bentuk distrik-distrik mencapai bagian utara komplek istana, yang bernama al- Harbiya, dan satu pemukiman lainnya yang mencapai bagian selatan istana dinamakan pemukiman al-Karkh, dihuni oleh ribuan pekerja bangunan yang didatangkan dari lraq, Syria, Mesir dan Iran. Dalam perkembangannya kemudian, Baghdad menjadi kota pluralis, berbagai ras, bangsa dan agama hidup bersama di dalamnya.54 Baghdad tidak hanya menjadi pusat kota, melainkan sebuah pusat metropolitan. Pada abad kesembilan, luas kota ini 25 mil persegi berpenduduk sekitar 300.000-500.000, sepuluh kali lebih luas dari Ctesiphon bahkan lebih besar dari Konstantinopel yang hanya berpenduduk sekitar 200.000. Baghdad merupakan produk dari pergolakan, pergerakan penduduk, perubahan ekonomi dan peralihan sistem dari abad sebelumnya. Baghdad adalah kota heterogen dan cosmopolitan yang terdiri dari Arab dan non Arab, Islam dan non Islam yang hidup di bawah satu Imperium dengan damai. Kedamaian itu secara perlahan menghapus tirai-tirai perbedaan dan menggerakkan masyarakat dalam satu suara untuk Imperium Abbasiyah. Setiap orang dapat menduduki posisi apapun tanpa perlu ditelaah latar belakangnya, Imperium menjadi milik siapapun yang ingin terlibat di dalamnya. Kondisi ini jelas sangat menguntungkan bagi akulturasi kebudayaan, peradaban dan keilmuan. Ilmu pengetahuan Persia, India dan Yunani dengan segera diterjemahkan kepada Bahasa Arab sebagai bahasa umum saat itu. Hampir seluruh sarjana menyepakati bahwa masa Abbasiyah adalah masa transformasi, akulturasi atau bahkan modifikasi gagasan- gagasan Persia dan Yunani dengan Islam atau juga dengan pemikiran Arab. Namun sesungguhnya seluruh proses tersebut telah berjalan sejak Alexandria ditaklukan ‘Amr ibn Ash pada 21 H/ 641 M di masa Khalifah Umar ibn Khattab. Beberapa akademi peninggalan imperium sebelumnya dengan serta merta berada dalam kekuasaan Islam. Salah satunya adalah Judinshapur di

  • Persia selatan, Judinshapur merupakan gelanggang pertukaran ilmu Persia, Yunani, Roma, Suryani dan India.55 Konon, ketika pada 489 M kaisar Zeno, seorang kaisar Bizantium menutup akademi Edessa dan beberapa sarjana Nestoria melarikan diri dengan berlindung pada penguasa Persia. Para sarjana ini mulanya menetap di Nisibis, diketahui bahwa sebagian sarjana yang datang ini telah terhellenisasi ini kemudian bergabung di akademi Judinshapur. Pada 529 M sekolah Neoplatonik di Athena juga ditutup oleh dekrit Kaisar Justinian, seorang kaisar Bizantium, lagi-lagi para sarjana ini mengungsi ke Persia dan melebur bersama di akademi Judinshapur.56 Jika pemikiran Yunani dengan mudah dapat dilacak melalui ido-ide tokohnya seperti Socrates, Plato dan Aristoteles. Pemikiran Persia menurut Syed Nomanul Haq hanya dapat diidentifikasi melalui penjelasan-penjelasan tentatif dan terpotong-potong yang terutama didasarkan pada sumber-sumber Arab belakangan dan catatan-catatan •okunder. Nomanul Haq juga berpendapat ide-ide Persia mendekati ii.m hampir senada dengan ide-ide India.57 Kedekatan hubungan Persia dan India menunjukkan bahwa ivisia tidak benar-benarterhellenisasi. Dan tanpa figur-figur yang dikenal 'Uri Persia di zaman dahulu, maka akulturasi antara Islam dan Persia itiiu bahkan mencakup di dalamnya India tidak dalam konteks pemikiran mul.iinkan kebudayaan, yakni kebiasaan atau tradisi yang telah i'i i l.mgsung di Persia. Kebenaran pendapat tersebut jelas terlihat Minliilui duplikasi arsitektur di Baghdad yang diadopsi dari Persia atau ■ ii' 'P.myol yang banyak dipengaruhi model-model Persia, dimana setiap !uii(|unan dibentuk dengan bentuk melingkar, khususnya pada pintu, «lup rumah -kubah- dan sebagainya. Taj Mahal di India diyakini »" rupakan bentuk arsitektur Persia. Meski dianggap tidak bersentuhan secara langsung dengan 11 ti.il Islam, beberapa bukti menunjukkan terdapat gagasan Persia ' "l.iliulu yang mengalir dalam kebudayaan Islam. Goldziher misalnya " ' ui.mdnng tradisi sufi hanya sebagai bayangan belaka dari konsep di India. Atau juga analisis Macdonald di tahun 1928 yang hy.it,ikan bahwa doktrin kalam tentang atomisme waktu; yakni bahwa - 'Mu tidak dapat dibagi secara tidak terhingga, melainkan pada ■ tmy.i terdiri dari momen-momen waktu atomic terpisah yang tidak ! i|‘.il dibagi bagi lagi. Artinya waktu terdiri dari banyak sekali “satuan- litid.m waktu" yang tidak dapat dibagi lebih lanjut. Teori ini menurut * '» merupakan teori atomismik Jainisme dan kosmologi Nyaya- Vii . 1.1 Hmhmanik dari India. N,imun, Nomanul Haq menolak asumsi para sarjana barat *»' ■ i'ul Menurutnya ide ‘atomisme waktu' adalah kesimpulan M * m, .im|

  • kebenarannya. Karena sesungguhnya, teori atomisme tersebut masih diragukan sumber utamanya berasal dari Yunani atau dari budaya India.59 ensiklopedi, 72) Bagi Nomanul Haq, bentuk yang paling nyata dari pertemuan filsafat Islam dan pemikiran Persia adalah melalui perdebatan- perdebatan mengenai "dualisme". Dualisme adalah konsep yang tercantum dalam agama Manichaeisme, agama yang paling banyak dianut oleh BangsaPersia. Doktrin Manichaean; cahaya dan kegelapan merupakan prinsip-prinsip yang aktif dan hidup, bahwa keduanya mempunyai kehendak dan mampu mengakibatkan fenomena nyata, dan bahwa keduanya mempunyai sifat dasar yang membatasi cahaya dari menghasilkan kejahatan dan membatasi kegelapan dari menghasilkan kebaikan.607 Para mutakkalimun umumnya menolak teori dualisme ini karena dianggap melupakan kuasa Tuhan di dalamnya. Bagi mutakallimun karakteristik-karakteristik ini dapat direduksi baik secara logis maupun secara fisis menjadi atom-atom dan aksiden-aksiden yang diciptakan Tuhan, satu-satunya Agen atau Pelaku Aktif (‘Amil, Fa’al). Sesungguhnya satu-satunya Pengatur, Pemelihara dan Penyebab kosmos adalah Tuhan bukan prinsip gelap dan terang, serta bukan pula entitas lainnya. Maka, jelas mutakallimun bergerak meng’kounter’ pemikiran Persia dengan konsep Islam yang sesungguhnya. Perdebatan- perdebatan dengan pemikiran dualisme turut melahirkan konsep zanadiqah atau zindiq bagi orang-orang yang mendukung teori ini. Sebut saja tragedi Ibn al-Muqaffa, penulis model prosa Arab dan penerjemah cerita orang-orang bijak Persia Bidpai Kalilah wa Dimnah. Ibn al-Muqaffa dijatuhi hukuman mati karena dianggap menyimpan gagasan-gagasan religius Persia kuno di balik baju Islam.61 Upaya ‘kounter’ pemikiran religius Persia kuno inilah yang kemungkinan besar melahirkan literature kalam awal tentang akal dan wahyu, penciptaan dari ketiadaan, keadilan-Nya dan sifat-sifat-Nya, semuanya terbentuk oleh serangan-serangan Manichaean atas gagasan-gagasan mendasar teologi Islam. Perdebatan-perdebatan ini secara perlahan melahirkan dua arah pemikiran yakni ahlu ra’yi dan ahlu sunnah. Tidak ada term pasti mengenai apa dan seperti apa ahlu ra’yi, yang jelas siapapun yang dianggap tidak sesuai dengan ketentuan pemahaman agama yang telah ada -status quo- seringkali mendapatkan label ini. Ada pula yang menisbatkan ahlu ra’yi pada golongan mu’tazilah, golongan kalam yang mengagungkan akal dari pada dalil-dalil naqli. Beberapa kalangan mtinuding bahwa aliran mu’tazilah terlahir karena umat Islam saat itu telah terpesona oleh ide-ide Yunani. Terlepas dari semua anggapan tersebut, keberadaan ahlu ra’yi i ni atau ahlu sunnah adalah sebagai nashir Islam (pembela Islam). ■ "duanya berupaya mengkounter segala pemikiran di luar Islam dengan tode yang berbeda. Ahlu ra’yi bermain dengan konsep-konsep logika

  • d,m ahlu sunnah mendebatnya melalui ayat-ayat al-Qur’an dan sunnah nba ajarannya ‘keliru' bagi umat Islam.62 Beberapa ajaran Mani " m muai kosmologi seperti konsep materi, ruang dan waktu diterima 1 "i dilalsirkan lebih luas oleh Abu al-Abbas al-lransyahri dan Abu Bakr • i i;i (w. 313 H/ 925 M). Nomanul Haq menuturkan bahwa dikarenakan perbenturan i"ni|,iM pemikiran Persia yang tidak terlalu mendominasi inilah, Persia i!• a11 diabaikan dalam proses Filsafat Islam. Tetapi dalam |H a , niii.iiKjan astronomi, kedokteran, matematis dan pengetahuan Ui.i i 'iM'.ia terbukti merupakan penyumbang terbesar bidang ini.63 I' urt A Raaflaub menegaskan kemasyhuran Persia dalam i ke.ilaman telah populer sejak masa filosof-filosof awal, yakni m.i i Amani kuno. Kebanyakan pemikir utama abad ke-6 sebelum "" ■ 'n 11

  • bidangnya bagi para khalifah muslim, seperti keluarga Bukhtisyu’ yang beragama Kristen Nestorian. Salah seorang anggota keluarga ini, yakni Georgius ibn Jabrail, pada masa kekuasaan al- Manshur adalah kepala sekolah kedokteran Judinshapur dan berperan penting dalam pembangunan rumah sakit pertama di Baghdad. Diberitakan pula bahwa penerjemah utama dari bahasa Suryani ke bahasa Arab adalah seorang warga Persia dari Judinshapur, yakni dokter Masarjawaih (berjaya sekitar abad ke-2 H/ ke-8 M). Tulisan Marsajawaih di bidang kedokteran memadukan pendekatan Yunani, India dan Persia. Kontak dengan Judinshapur sebagai akademi ini berperan penting dalam proses transmisi keilmuan dari Persia ke Islam. Bahkan ! orang pertama yang menjadi kepala Bait Hikmah adalah Yuhanna ibn Masawayah, seorang dokter terkemuka dari Judinshapur. Hampir seluruh sarjana kealaman Islam didominasi orang-orang Persia, ahli bumi Ibnu Khurzadabah, Nashir Khusru, ahli matematika al-Khawarizmi, Abu al-Wafa, ahli falak, Abu Ja’far al-Manshur dan gurunya seorang Persia, Fadhl ibn Sahi. Dan segala unsur yang diterima Islam dari India dan Persia telah ditranformasikan dan diasimilasikan ke dalam sebuah kerangka yang bersifat Islami. Berbagai sistem dan gagasan yang diambil alih itu kemudian difungsikan dalam kerangka keilmuan yang terus terjaga dan berkesinambungan. Dalam perkembangannya Islam dan Persia melebur menjadi tradisi yang telah sepenuhnya berkembang dan independen. Meski hanya sedikit mewarnai Filsafat Islam, Persia dan India secara umum merupakan transformer gagasan keilmuan sampai kemudian menjadi populer dalam perkembangan Islam. Bagaimanapun |uga tidak ada keemasan keilmuan yang hanya di'set’ untuk filsafat •.emata tetapi juga untuk kemajuan keilmuan di berbagai bidang. 'i Islam dan Pemikiran Yunani Filosof Islam menurut F.E. Peters terlibat dalam kegiatan pencarian dan penyelidikan yang biasanya dimasukkan bersama ilmu kedokteran, matematika, astronomi dan fisika menjadi “ilmu-ilmu asing", i .itegorisasi ini menurut Peters terjadi karena ilmu-ilmu tersebut 'ii.mggap “berseberangan” dengan ilmu-ilmu Islam. Pengkategorisasian mi tambah Peter menunjukkan perbedaan akademik; dua kurikulum y.mg boleh jadi mewakili dua madzhab.66 Alasan perbedaan akademik tersebut menurut Peter 'Ir.obabkan oleh asal-usulnya berasal dari budaya Hellenistik, senada 'ii'iiijnn ‘julukan’-nya yakni Filosof yang disadur dari kata Philosophos. i l.mia yang dinisbahkan sebagai ahli waris suatu tradisi intelektual yang i«’i.isnl dari Yunani dan setelah lama berkiprah di lingkungan tersebut, 'iiw.inskan tanpa rusak ataupun berkurang, lalu menjadi milik Dunia Ulam, Sulit sekali memungkiri pendapat Peters, kenyataan muakkan bahwa umat Islam juga mendikotomikan keilmuan antara

  • i"m .Kjcima dan ilmu kealaman. Tidak diketahui pasti kapan dikotomi -i' ii umat islam ini dimulai tetapi kemungkinan besar telah ada sejak i i keemasan Islam sekitar abad ke-2 atau 3 hijriyah.67 Dikotomi ini 1 iiih.it dari dua paradigma berfikir, akal dan sunnah yang kemudian m1.bahkan tokoh-tokoh dalam dua paradigma ini ahlu ra’yi dan ahlu il h tulis Persepsi dikotomi ini kemudian menjadi celah bagi orientalis ""i'ii memandang agama dan filsafat sebagai dua sisi yang berbeda 11" ti'lak dapat dipersatukan. Sehingga, mereka berpendapat filsafat ' «i mi dunia Islam hanyalah ilmu yang sekedar ‘mampir’, melewati sementara saja, jembatan dan tidak memberi pembaharuan apapun. Karena bagi sarjana barat bagaimana mungkin filsafat akan dapat diperbaharui oleh intelektual muslim jika paradigma berfikir muslim tidak sesuai dengan paradigma filosofis. Walau begitu sejumlah bukti menunjukkan bahwa dikotomi keilmuan tidak sesuai dengan ajaran Islam, Islam sesungguhnya tidak pernah mengkategorisasi ilmu-ilmu yang ada, Al-Qur'an dengan lugas menekankan pentingnya ilmu pengetahuan termasuk di dalamnya mengetahui tentang Allah serta ciptaannya. Islam hanya membuat dan dimana pula harus berhati-hati dalam mengkaji dan menelitinya. ‘Rambu-rambu’ Islam inilah yang kemudian menjadi identitas ilmu-ilmu pengetahuan keislaman. Deutsch bahkan menegaskan bahwa al-Qur’an telah mendorong umat Islam untuk menyelidiki dan mempergunakan akal pikiran, menggerakkan mereka melawat ke berbagai Negara termasuk di dalamnya Eropa hingga mereka menjadi pembesar dan menghidupkan keilmuan di berbagai bidang yang telah terpendam selama sekian lama. Tidak perlu diragukan lagi, bahwa pemikiran Yunani banyak mempengaruhi proses perkembangan keilmuan Islam. Pemikiran- pemikiran Socrates, Plato dan Aristoteles atau keilmuan lainnya jelas mengalir dalam arah pemikiran filsafat Islam, tetapi, tidak banyak orang yang tahu dengan jelas, bahwa sebelum kedatangan Islam pemikiran- pemikiran para filosof ini terbelenggu oleh aturan penguasa dan doktrin gereja. Islam-lah yang kemudian membebaskan keilmuan kembali berjalan dan memberikan ruang gerak bagi para ilmuwan untuk mengelaborasi dirinya. Dan seandainya Islam tidak memberi ruang gerak tersebut, niscaya banyak proses keilmuan yang terkubur dan hilang. Asumsi ini diambil berdasarkan periodisasi yang diberikan para sejarahwan, bahwa dalam dunia barat dikenal Abad Pertengahan atau abad kegelapan. Sebuah upaya kristianisasi Imperium romawi diasumsikan Yegane Shayegan menjadi cikal-bakal munculnya kegelapan di barat dan asal-muasal transmisi pemikiran Yunani ke dalam wilayah Islam.68 Kristianisasi yang berefek pada arogansi doktrin kristen dan monopoli penafsirannya oleh gereja menghancurkan pemikiran- pemikiran para ilmuwan yang berupaya menafsirkan doktrin secara lebih bebas dan tidak terikat. Lebih jauh keterlibatan penguasa sebagai penentu mutlak kebenaran dan keabsahan

  • keilmuan membuat banyak ilmuwan yang dianggap tidak sejalan dengan arah kebijakan politik diusir dan diasingkan. Ilmuwan-ilmuwan Barat yang terusir dari Barat ini kemudian bernaung dalam kerajaan Islam. Menerima perlakuan yang sangat baik oleh dinasti Islam dan bahkan menjadi guru-guru bagi kaum muslim. sikap toleransi dan saling mendukung yang dilakukan umat muslim ini jelas bertolak belakang dengan kondisi dinasti sebelumnya -Romawi- . ii.it Islam, Henrich berpendapat bahwa yang mempengaruhi filsafat nl.ilah pemikiran yang sampai ke wilayah muslim hanyalah i*- 'i n.m pemikiran yang sudah tidak “Yunani" artinya pemikiran asii "in mi yang sudah bercampur dengan pengetahuan Persia (Hellenis) «*' fi y.tiHi telah dipengaruhi pemikiran gereja.71 Ini berarti akar filsafat lak berasal dari Yunani, menunjukkan bahwa Islam tidak pernah MUM, I iinltil keilmuan dari sumber primer keilmuan tetapi dari sumber l'istcis membuktikan bahwa kontroversi-kontroversi mewarnai t ■ i "m ,n|.ina yang kemudian menjadi narasumber umat Islam. ► i- i' ■ ir.i tersebut meliputi banyak hal yang berkaitan dengan IF-I ■ i .i.iii. politik dan kepentingan agama, kontroversi tersebut dituding Peters melahirkan pemikiran-pemikiran yang bukan Yunani lagi atau bahkan jauh mengkhianati keilmuan Yunani.72Pemikiran Yunani menurut Le Kari Henrich Bakr tetap terjaga di Barat dan terus membangun komunikasinya dengan gereja sampai kemudian mencapai revolusi keilmuan di Barat.73

  • Asal-usul filsafat Islam yang bersumber pada Yunani dan Persia jelas mengusik para sarjana Barat. Karena jika terbukti kebenaran bahwa filsafat Islam memiliki hubungan yang dekat dengan filsafat Yunani, para sarjana Barat kelimpungan menjelaskan dari mana asal keilmuan yang berkembang di Barat saat ini. Kebanyakan sarjana Barat meyakini bahwa Yunani adalah cikalbakal terbentuknya kemodernan di barat dan relatif enggan mengakui filsafat Islam. Tetapi dalam kondisi tertentu, sarjana Barat kewalahan menjelaskan posisi keilmuan di abad pertengahan mengingat di abad tersebut tidak ditemukan data dan fakta yang riil mengenai filsafat Barat dan para sarjana itu tak bisa mengingkari bahwa gereja dan kristen telah membungkam keilmuan di Barat selama berabad-abad. Sarjana barat juga sulit mengingkari bahwa kemajuan yang mereka capai adalah kemajuan yang disebabkan sebuah upaya frontal dari usaha menghancurkan dominasi gereja, ini terlihat dari karakter universitas di Paris, University of Paris diyakini sebagai cikal-bakal universitas modern, ilmuwan-ilmuwan oxford Persoalan selanjutnya adalah kebenaran akulturasi Yunani dan Islam atau Hellenisme dan Islam. Yunani dan Hellenisme adalah dua hal yang berbeda, Hellenisme artinya tidak murni Yunani lagi tetapi hasil dari percampuran budaya yang mungkin telah semakin meminimalisir pemikiran asli dari Yunani atau mungkin sebaliknya memperluas dan memperbaharui pemikiran Yunani. Pengetahuan ini mutlak diketahui karena sampai pada tingkat tertentu tampak bersifat arbitrari: tidak ada implikasi bahwa pemikiran Yunani dan Romawi tiba-tiba berhenti dan digantikan pemikiran baru yang sama sekali tidak berhubungan. Pengetahuan tersebut akan membuktikan adanya kontinuitas dan diskontinuitas di antara periode Yunani, Hellenistik bahkan Islam. Seberapa besar prosentase kontinuitas atau diskontinuitas itu terjadi, dan seberapa murni pemikiran dari setiap masa berkembang dan dikutip oleh masa lain. Meski gambarannya sulit sempurna karena berkaitan dengan konsep “pengaruh" yang seringkali abstrak dan absurd. Namun sebagai sebuah informasi agaknya dapat juga dipertimbangkan. Cristopher Rowe dan Malcolm Schofield membagi periode Yunani dengan Yunani Klasik dan Dunia Hellenistik Romawi, Yunani Klasik dimulai dari masa Homer, Hesiad, Thales, Anaximandros dan Anaximenes sampai dengan Aristoteles dan Hellenistik Romawi dimulai pasca Aristoteles sampai dengan dominasi gereja.74 Periodisasi tersebut dmisbahkan pada sejarah politik Yunani dan Romawi adapun dari segi tilsafat M.A.W. Brouwer membagi Yunani pada tiga periode, yakni periode Yunani Klasik yang di dalamnya ditemukan Thales, Anaximandros dan Anaximenes, periode kedua adalah periode Pra-Sokratik yakni masa Phytaghoras, Xenophanes, Herakleitos, Parmenides, Zeno dan banyak lagi dan yang ketiga adalah masa Kaum Sophis dan Sokrates.75

  • Hellenisme dalam berbagai pengertiannya adalah upaya Aloxander Agung dalam mengawinkan kebudayaan Yunani dan Persia. KValisasi usaha tersebut diwujudkan dengan mengadakan pesta yang disebut dengan “Perkawinan Barat dan Timur” di mana ribuan tentara Macedonia secara resmi mengawini puteri-puteri Asia. Tetapi secara politik praktis dan kondisi sosialnya Hellenis dijelaskan Peter Gamsey lulah dimulai sejak transisi dari filsafat klasik ke Yunani berbarengan ilimgan pergeseran dari dunia Yunani tempat dimana polis merupakan toimasi politik yang dominan menuju ke dunia yang dikuasai oleh iMM|,ua-negara sentral yang besar. Yang pertama adalah kerajaan Macedonia, tidak lebih dari empat dekade kejayaan Macedonia i't’ikombang pesat; diawali dengan bangkitnya kekuasaan Philip pada lalmn 359 SM, Yunani dikalahkan, kerajaan Persia yang besar ditaklukan 'i.m demokrasi di Athena dihancurkan.76 Raaflaub menegaskan kontak budaya dengan Timur telah 'iii.ikukan sejak masa filosof Awal, dan fakta yang semakin jelas adalah pi)ii(|aruh Mesir atas kebudayaan Yunani Kuno. Hesiod dan Homer mt ii(|integrasikan ke dalam sya’irnya ide-ide yang berasal dari mitos- miins theogonies, kosmogonies dan kebijakan literatur Timur dekat. Sulit ■"•■nafikan fakta-fakta tersebut, karena Raaflaub berhasil membuktikan i ' imulaan dari pengetahuan Yunani (terutama matematika dan ■ iimnoini) dan filsafat dirangsang oleh pendahulunya dari Mesopotamia. !1 alam konteks yang jauh lebih luas, pengaruh Timur ikut membentuk p'ii ••mbangan dari agama, seni dan arsitektur, dan meski diperdebatkan i "Miijaiuh seperti ini jelas terlihat dalam fenomena sosial, politik, hukum • i'i'ili tirani, perundangan hukum tertulis dan simposium.77 Pertemuan dengan pemikiran Timur ini membangkitkan praktek-praktek filosofis dan sebagian pemikirannya ditujukan untuk mengasimilasikan pemikiran Timur. Ini terbukti dengan perubahan arah pemikiran dari orang-orang Yunani sebelum abad VI SM, yang sangat mempercayai dongeng dan mitos, menerima kebenaran tanpa mempertanyakan dan mengkajinya lagi. Tetapi menginjak abad VI SM, mulai muncul para pemikir yang mengharapkan jawaban riil dan masuk akal akan kebenaran dan mitos yang berkembang. Kebenaran hubungan Timur dan Yunani semakin jelas karena filosof-filosof awal banyak berasal dari Miletos, sebuah kota perantauan Yunani yang terletak; di Asia kecil.73 Artinya Hellenis dalam pengertian perpaduan budaya Yunani dan Timur telah dimulai sejak berdirinya filsafat Yunani itu sendiri. Kesimpulan awalnya adalah tidak ada pemikiran Yunani yang benar- benar murni, pemikiran-pemikiran filosofis Yunani sendiri adalah Hellenis jika ditinjau dari segi keabsahannya, tetapi bisa jadi tidak Hellenis jika pemikiran tersebut tidak dipengaruhi oleh pemikiran lainnya. Tetapi kebenaran dan keberadaan filsafat Yunani yang “murni" atau yang terhellenisasi jelas sebuah keniscayaan. Karena sejarah j merupakan

  • perkembangan dari thesis, antithesis dan sintesis. Begitu pula dengan sejarah filsafat Yunani yang merupakan perkembangan pengkajian dan pemikiran yang berulang muncul kembali dari apa yang sudah dirintis oleh zaman sebelumnya. Di sisi lain, retorika adalah satu ciri khas Yunani atau bisa saja kita katakan adalah kelebihan dari Yunani. Retorika disini dalam arti kemampuan mereka dalam membahasakan terminologi-terminologi politik, memutarbalikkan sesuatu atau mendebat satu hal dengan hal lainnya. Kebanyakan dari terminologi politik berasal dari etimologi Yunani, aristokrasi, demokrasi, monarki, oligharki, plutokrasi, tirani dan lainnya. Artinya Yunani kuno secara tipikal dapat kita anggap sebagai nenek moyang “kita” dalam lingkungan politik, baik secara ideologi, mitologi dan simbolis.79 Melisa Lane dan Terry Penner berhasil menunjukkan bahwa pemikiran Yunani -dalam hal ini Sokrates- merupakan reaksi terhadap kebijakan-kebijakan penguasa yang kemudian menginspirasi Sokrates untuk merespon teori-teori politik dengan berbagai asumsi dan teori nilai. Reaksi ini pula yang menyebabkan tragedi kematian Socrates.80 Kaaflaub meyakini benar bahwa tipikal penguasa yang dikritik Socrates adalah tipikal Timur, bentuk tipikal ini kerajaan monarchi dan diperkuat dongan konsep Raja sebagai titisan Tuhan, dewa dan jembatan penghubung antara bumi dan langit. Penentuan tipikal ini terlihat dari i"insep Hammurabi di Mesir yang menggunakan teori Fir’aun sebagai lilr.an Tuhan.81 Maka, mesti tidak dapat menyebutkan filsafat Yunani sebagai Yunani murni, tetapi Yunani tetap memiliki identitas filosofisnya karena ingat banyak ide-ide yang disampaikan para pemikir Yunani dan tidak i. iin adalah reaksi dari kebijakan-kibijakan penguasa saat itu. Sehingga Mmungkinan selanjutnya adalah terdapat dua unsur pemikiran Yunani i m Hellenisme yang satu sama lain jelas tak terpisahkan memiliki i' i'‘i kaitan jika kita memilih untuk tidak mengatakan pada keduanya 1 Inonim". M. Meyerhof menunjuk al-lskandariah sebagai pusat peleburan i "hudayaan dan menjadi pusat transmisi filsafat Yunani ke Islam. K . n Ii 'ini akademi di Iskandariah (Alexandria) ini masih tetap eksis ketika i'HIT.a Arab menguasai Mesir, dan diperkirakan dari Iskandaria ini ;''"P-tahuan Baghdad berkembang.82 Abu al-Faraj Muhammad Ibn ■ "lim (seorang penjual buku) pada 377 H/ 987 M berhasil "" uyHesaikan fihrist atau catalogue (katalog). Karya tersebut mungkin ■ mula catatan tangan seorang penjual buku, tetapi rasa keingintahuan :»' hilnginan belajar penulisnya serta iklim Buwaihiyah di Baghdad i menunjang akhirnya menghasilkan sesuatu yang lebih ambisius: ! menjadi semacam ensiklopedi abad ke-10 tentang seni literer 1 ""linu ilmu Islam. Ibn Nadim menuliskan, dengan komentar-komentar 1 mirtth dan historis, jumlah buku-buku Islam dari kaligrafi hingga aih.mi (ilmu kimia kuno). Lebih dari itu, fihrist memberikan perhatian " ' u-, pada kegiatan penerjemahan kaum Muslim, sehingga ia M".iii|i.ikin salah satu petunjuk

  • yang baik tentang pemahaman muslim M"1'ui

  • MM'inbangun hubungan dengan bangsa Arab (Islam), seperti Simplicius, lumascius, Asclepius, Olympiodorus.87 Kegemilangan filsafat di Iskandariah ditutup paksa oleh Kaisar iir.tinian, dan menyebabkan keilmuan Yunani menjadi mati suri, i ' i.ulian ini kemudian diikuti dengan perjalanan menarik filosof Athena Mi Persia, Damascius dan muridnya Simplicius ke istana Syah i .iniyah di Ctesiphon, tetapi karena masa tinggal mereka di Persia i' uiya kurang dari setahun, Peter meragukan adanya transmisi langsung "'i l’oters meyakini terdapat peran-peran teolog-teolog kristen. Peran-peran ini terbukti melalui bahasa Suryani yang digunakan luijai bahasa penghubung dalam memahami ide-ide Yunani, i 'i' i.ilur berbahasa Suryani merupakan kreasi pada masa-masa Kristen, i' i ipi bukti lain menunjukkan bangsa berbahasa Aramaik di Timur dekat 'iil.ili hidup terhellenisasi sejak masa penaklukan Alexander Yang i111 n l Dandi Edessa kontak antara bangsa Aramea dan bangsa Hellen "H nghasilkan suatu literatur yang mempunyai sentimen pada Kristen, ■ " ii-.i kontak yang sama di Harran mengakibatkan percampuran ilmiah, ■ ■ "uh takhayul, alih-alih meditatif dan bersifat Kristen. Uniknya di pusat ■ milik limur Dekat yang masih wilayah Harran ilmu-ilmu Yunani tetap m (l.in hanya sedikit terhellenisasi.88 Pernyataan Peters mengenai teolog-teolog kristen yang menjadi " >n inltter ilmu Yunani adalah bukti tak terbantahkan, bahkan i • ■ n 11» •m. ih Hunain ibn lshaq masa Harun al-Rasyid adalah seorang ' ■ s ii lapi, asumsi bahwa filosof-filosof muslim tidak memahami ""i ilmu Yunani dengan baik adalah pendapat yang masih perlu .•i'-1' iti Beberapa hal mengenai perdebatan kristologi dan pengaruh • f' "n ilalnin perdebatan Kristen diakui oleh Peters, tetapi perdebatan- !•* i. i'.iian tersebut melahirkan kebijakan-kebijakan yang berimplikasi ' moiiutup akademi-akademi di Athena, Edessa, dan Antioch. Yogane memperjelas proses transmisi tersebut adalah IH II : .assaniyah, Imperium ini merupakan “penampung” ilmuwan- M. i m kii'.ten yang ditolak dalam kekuatan penguasa Romawi. Arus in hiilmuan Yunani ditutup oleh kekuasaan Romawi di wilayah »• i'ui ilan terlalu banyak fakta menunjukkan bahwa selama beberapa •in . i, i.il',Kl,i aktifitas keilmuan ditemukan di dalamnya. Artinya, Persia n»..* .'Mi ..r. ..iniyah hakikatnya adalah benang merah keilmuan sampai M ■ ii m ditoiima oleh Islam. Pelaku-pelaku transmisi ini tak lain adalah pastor-pastor, pendeta-pendeta, misionaris-misionaris, atau teolog-teolog Kristen dan itu tak terbantahkan. Karena keilmuan Yunani menjelang ditutupnya akademi-akademi tersebut

  • diwarnai oleh retorika-retorika akan kristologi dan ide-ide mengenai kebenaran ajaran atau bahkan penafsiran kembali ajaran-ajaran tersebut. Sistensis Yunani dan Persia bahkan menjadi sebuah perpaduan yang menarik, Yegane meyakini perpaduan tersebut melibatkan ide-ide Zoroaster, Mani’, bahkan budaya Parthian. Atau jika kita mempercayai analisis Ghirsman, ide-ide Persia yang berkarakter turut bergabung di dalamnya. Apalagi persaingan antara Persia dan Romawi yang sangat kuat mengilhami penguasa Persia untuk melanggengkan pembauran dan perombakan secara terus-menerus demi menunjukkan siapa yang jauh lebih unggul dari lainnya. Pertentangan politik ini yang kemudian membuat kristen terpecah menjadi kristen ortodoks di Roma dan kristen Nestoria di Persia. Kristen Nestoria merupakan sempalan dari agama kristen itu sendiri, meski sulit menjelaskan siapa yang menjadi sempalan, Nestoria atau ortodoks, tetapi berdasarkan deskripsi Yegane, konsep ini dekat dengan perdebatan-perdebatan mengenai kemurnian ajaran, yang mungkin terjadi pada Kristen. Pemurnian ajaran kristen ini dilakukan Konstantin atas nama politik, atau menunjukkan bahwa Kristen adalah Yudaisme baru karena dianggap memiliki hubungan historis dengan agama Yahudi.89 Konstantin kemudian menolak pemikiran-pemikiran Yunani karena berpotensi melakukan penyimpangan-penyimpangan interpretasi doktrinal. Mitologi-mitologi Yunani diketahui sangat mempengaruhi agama-agama kristen saat itu sehingga menimbulkan semacam “bid'ah" bagi agama kristen. Maka, secara perlahan tokoh- tokoh bid’ah tersebut atau mereka yang masih menisbahkan diri pada Yunani dalam interpretasi doktrinalnya disingkirkan karena tidak memurnikan ajaran, pemeluk-pemeluk bid'ah ini antara lain adalah kaum Nestoria yang kemudian memisahkan diri dari Romawi dan membentuk identitas kristen Nestoria di Persia.90 Setelah pemisahan ini, tokoh-tokoh Nestoria melepaskan diri dari kesibukan mereka membela paham mereka dari kristen ortodoks, mereka kembali mendiskusikan beragam pemikiran Yunani dan mencurahkan diri dalam menerjemahkan dan mengomentari karya- karya Socrates, Aristoteles, Plato dan pemikir Yunani lainnya. Yegane meyakini bahwa sekolah-sekolah di Marv dan Judinshapur yang didirikan •h.ipur I (seorang kaisar Persia) memberikan andil bagi perkembangan kmnudian sains dan filsafat Yunani yang diwarisi oleh Dunia Islam.91 Adapun rentang masa yang sangat jauh dari kejayaan Yunani nmpai dengan kebangkitan Islam dan ribuan problema di dalamnya , mi() membuat jatuh bangun pemikiran Yunani tidak bisa menjadi alasan luhwa Islam tidak mewarisi pemikiran dan sains Yunani beserta segala i'innasalahannya. Bukti bahwa kontroversi kristen-pagan dibicarakan i' h saintis seperti al-Biruni, Ibn Sina, al-Farabi dan Ibn Abi Ushaibi'ah. 'm menunjukkan bahwa para penerima warisan Yunani di kalangan pemikir muslim menyadari transmisi beserta segala implikasi 0 .iopolitiknya. Al-Farabi misalnya dengan penuh kecermatan dan

  • ► nluti hatian, agar tidak mengalami nasib seperti yang dialami para •Mi|.ma Athena dan Iskandariah, menambahkan suatu pasal mengenai i'uhiim Islam, al-Syari’ah, pada komentarnya atas Laws-nya Plato.92 n l ILSAFAT ISLAM DAN KEBANGKITAN BARAT Persoalan klasik dalam teori kebangkitan Barat adalah asal- "«iil |H -rkembangan keilmuan di Barat, karena sesungguhnya diperlukan ! HMI nyata bagaimana suatu wilayah mentransformasi diri menjadi • t "uih negara yang mapan. Tak ada sesuatu yang datang dengan M' i llha tanpa proses yang mendahuluinya, analisis sosiologis dan Muinipologis menjadi dasar pertanyaan dari manakah kemajuan di 1 nal' Sulit mempercayai bahwa barat menemukan pijakan keilmuan imani karena bukti antropologis menunjukkan kebudayaan muslim 1 wilayah wilayah barat. Spanyol merupakan bukti nyata bahwa • >i< k lur muslim berdiri kokoh disana, arsitektur yang jelas tidak serupa i- -i m .usitektur yang berkembang di Athena tetapi arsitektur bergaya t'nisln Menurut Harun Nasution, pemindahan ilmu pengetahuan yang Uihimliang dalam Islam ke Eropa pada abad ketiga belas dan «m i' m-.nya paling tidak melalui beberapa jalur;Pertama, jalur Andalus *♦«"' i n 11 Iniversitas-Universitas handal yang dikunjungi oleh kaum Eropa; i"ft. Msilia, yang pernah dikuasai umat Islam dari tahun 831 hingga timi dlpulau ini ilmu pengetahuan serta penemuan ilmiah para #• ■ ■ •!" I lain meningkat dengan pesat. Bahkan setelah jatuhnya Sisilia i1 -"im kaum Norman yang dipimpin oleh Roger, pengaruh peradaban !*'

  • 1 abad lebih mendekati 2 abad setelah keemasan Islam masa al-Ma’mun sampai pecahnya perang salib.95 Islam sendiri bangkit menjadi sebuah peradaban yang memiliki konsep-konsep kepercayaan, kehidupan, keilmuan dan lain sebagainya sesudah beberapa abad lamanya. Dari awal kemunculannya pada abad ke 7 M, Muslim baru dapat muncul sebagai peradaban yang kuat pada abad ke 12 M, disaat mana para cendekiawannya mampu menguasai ilmu pengetahuan Yunani, Persia dan India, dan kemudian menghasilkan ilmu pengetahuan baru yang telah disesuaikan dengan konsep-konsep penting dalam pandangan hidup Islam. Ilmu-ilmu yang dihasilkan diantaranya adalah matematika, kedokteran, farmasi, optik dan lain- lain. Ini bukan sekedar sistimatisasi ilmu pengetahuan Yunani, seperti yang di duga para orientalis.96 Prestasi gemilang Islam ini diapresiasi Toby E. Huff, sejak dari abad kedelapan hingga akhir abad keempat belas, ilmu pengetahuan Arab (Islam) adalah sains yang paling maju di dunia, jauh melampaui Barat dan Cina. Apresiasi Toby ini menurut Mulyadhi Kartanegara menjadi landasan bahwa ilmuwan muslim bekerja keras untuk mewujudkan prestasi gemilang ini. Gairah ilmuwan muslim yang tinggi im didukung sepenuhnya oleh agama dan ramifikasinya, masyarakat il.m apresiasinya dan patronase yang sangat dermawan dari para penguasa dan orang-orang kaya terhadap kegiatan ilmiah.97 Adapun perjalanan panjang proses transformasi dan penyerapan peradaban Islam kedalam kebudayaan Barat, merupakan h. r.il olah para ilmuwan Barat, dibawah kepemimpinan para pendeta KiMen yang mulai mengembangkan filsafat dan sains mereka. Oleh ■ i>.ib itu perkembangan Eropa Barat yang terjadi pada pertengahan ii'.id ke 13 intinya adalah kombinasi elemen yang sering dinamakan < wnc» Arabic-Latin. Selanjutnya, pada akhir abad ini kerajaan Kristen di n.H.it menjadi kekuatan kultural yang menonjol.98 Pada akhir abad ke 1' hmsep-konsep mereka tentang alam semesta dan ilmu pengetahuan monj.idi matang dan melapangkan jalan bagi perkembangan filsafat i m '-iins di Barat. Kebenaran transmisi tersebut terbukti dengan lahirnya : m n i.mgan hidup yang mendekati pemikiran-pemikiran filosofis Islam, f m.i.mgan hidup yang berani memadukan teknologi, pemikiran '■"iimun, keagamaan dan spekulasi yang diperoleh dari pendidikan ■>' "i up.iya sadar dalam mencari ilmu. Jadi pandangan hidup diperoleh • i ilui pioses alami, pendidikan dan masyarakat, serta agama. Permasalahan “pandangan hidup" ini yang sekian lama "ii'olunggu perkembangan keilmuan di Barat, antara faham gereja *'«' pemikiran filosofis. Agaknya setelah suatu pandangan hidup lebih i

  • k«'i"ii'iiii ■ lili t.ipkan sehingga memudahkan proses adapsi, tansmisi dan i i mii.iM konsep-konsep asing. Karena dalam kasus kebudayaan i' ii.iir.misi konsep-konsep asing melalui penterjemahan pada abad *ii IM ,iw.il Abad Pertengahan, seperti dinyatakan Marenbon, masih * ■ i.eilikit Ini terjadi karena bangunan konsep dalam pandangan IIM M ii.ii.it belum terbentuk. Orang-orang Krsiten tidak berani > - ■ T MI,ihkan dan mensintesiskan pemikiran Yunani dengan doktrin •*»* ■ i "iiiy.itann Peter sangat jelas, bahwa orang Kristen tidak dapat * •. MipHinakan penterjemahan “Organon Aristotle” khawatir akan f. «'"i i'' iy.il-.m keimanan mereka.99 Mereka tidak mampu menyerap kecanggihan pemikiran Yunani karena tidak adanya mekanisme yang canggih untuk memproduksi konsep-konsep keilmuan yang terstruktur ‘scientific conceptual scheme’ dalam pandangan hidup mereka. Fakta sejarah menunjukkan bahwa struktur konsep keilmuan di Barat lahir segera setelah mereka bersentuhan dengan peradaban Muslim yang canggih. Jadi ketika peradaban Islam memimpin dunia sejak abad ke 7 M hingga abad ke 15 M Barat tidak hanya mentransfer pemikiran Yunani dari Arab ke Latin, tapi juga menyerap mekanisme intelektual mereka yang canggih. Temuan Jayyusi tentang cara-cara Barat mentransfer berbagai aspek dari peradaban Islam, merupakan bukti yang memadahi bahwa sebenarnya mereka waktu itu sedang mengembangkan struktur konsep keilmuan dalam pandangan hidup mereka. Setelah mereka mengembangkan pandangan hidup mereka, orang Kristen Barat tidak lagi khawatir menerjemahkan teks-teks Yunani seperti sebelumnya, apalagi teks-teks yang telah disintesakan atau dimodifikasi oleh orang- orang Muslim.100 Jadi lahirnya filsafat dan sains di Barat bukan hanya karena jasa terjemahan dari Yunani kedalam Islam atau Islam ke Latin, tapi juga karena adanya transmisi pandangan hidup Islam yang memilik struktur konsep keilmuan yang canggih kedalam pemikiran orang Barat. Para filosof muslim telah memodifikasi pemikiran Yunani dan mengharmonisasikannya dengan Islam. Hal yang sesungguhnya tidak pernah dilakukan kaum kristiani atau kaum barat di Yunani dan Romawi sendiri. Ketidakmampuan mengolah pemikiran Yunani ini sebenarnya yang kemudian membuat keilmuan dianggap tidak sesuai dengan paradigma gereja dan kekuasaan sehingga melahirkan zaman kegelapan di Barat. Ketidakmampuan mengolah keilmuan dan ajaran agama turut pula menciptakan tradisi ilmiah sekuler di Barat hingga saat ini, sebuah ironi dari keilmuan yang dikatakan berkembang tapi tak beragama dan bermoral. Maka, mesti tak dapat dipungkiri pemikiran filsafat Islam dipengaruhi oleh pemikiran Yunani tetapi filsafat Islam bukan filsafat Yunani, ia memiliki karakteristik dan ciri khas sendiri. Karakteristik ini kelihatannya yang mendorong para teolog Kristen menggunakan tangan pemikir muslim untuk memahami khazanah pemikiran Yunani. Jelas tak beralasan jika pemikiran

  • Islam disebut sebagai duplikasi pemikiran Yunani, karena jika pemikiran Muslim didominasi pemikiran Yunani, m.ika wajah peradaban Islam di Spanyol mestinya adalah wajah Yunani. I.ipi realitanya, Spanyol adalah satu-satunya lingkungan kultural Muslim y.mg dominan, padahal kawasan itu merupakan tempat pertemuan (

  • Jayyusi mengomentari tentang cara-cara Barat mentransfer berbagai aspek dari peradaban Islam, merupakan bukti bahwa sebenarnya mereka tengah berupaya mensimulasikan pemikiran Yunani dengan ajaran Kristen dan upaya ini menjadi semakin mudah ketika Islam telah memperbaharui pemikiran-pemikiran Yunani. Artinya, barat sebenarnya tidak menemukan filsafat Yunani tetapi berdialog dengan filsafat Islam. Islam jelas tidak bisa sekedar disebut sebagai jembatan tetapi lebih dari itu, Islam merupakan fondasi dasar keilmuan di Barat, Islam bahkan merupakan pencerahan bagi keilmuan di Barat. Bersama filsafat Islam, orang Kristen Barat tidak lagi khawatir menerjemahkan teks-teks Yunani seperti sebelumnya, apalagi teks-teks yang telah disintesakan atau dimodifikasi oleh orang-orang Muslim. Jadi lahirnya filsafat dan sains di Barat bukan hanya karena jasa terjemahan dari Yunani kedalam Islam atau Islam ke Latin, tapi juga karena adanya transmisi pandangan hidup Islam yang memilik struktur konsep keilmuan yang canggih kedalam pemikiran orang Barat. Barat bahkan belajar banyak dari perkembangan keilmuan dan perdebatan-perdebatan dalam Islam, barat juga belajar dari pengalamannya sendiri. Pengalaman antara doktrinasi agama dan pemikiran filosofis yang seringkali sulit “dipertemukan". Perdebatan- perdebatan panjang mengenai keilmuan berdasarkan agama dan umum terjadi pula dalam lingkup Islam yang kemudian melahirkan pemikiran-pemikiran kalam. Kondisi-kondisi ini diantisipasi barat dengan pendekatan sekularisasi. Tak ada agama dalam keilmuan dan tak ada keilmuan dalam agama, keduanya berdiri berseberangan dan tidak bisa menjadi satu wadah. Sebuah upaya menarik dan “mungkin” berhasil memetakan status quo keilmuan modern versi barat. Agama dalam beberapa hal dianggap sebagai “penjagal” kemajuan ilmu pengetahuan, agama ditetapkan sebagai “figura” di dalam kehidupan. Agama tidak memiliki hak untuk mengklaim apapun, ada kebebasan, kemerdekaan dalam perkemb