filsafat ilmu (epistemologi)
DESCRIPTION
EPISTEMOLOGI DALAM PANDANGAN IMMANUEL KANTTRANSCRIPT
1
EPISTEMOLOGI DALAM PANDANGAN IMMANUEL KANT
(Disusun untuk memenuhi tugas ujian akhir semester 1 matakuliah Filsafat Ilmu)
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, S.U.
Oleh:
Nur Nissa Nettiyawati
13.2041.0213
KONSENTRASI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2014
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia dikarunia akal untuk digunakan sebagaimana fungsinya, yaitu
berfikir. Dengan karunia tersebut, mereka dituntut untuk berfikir mengenai semua
hal yang ada di sekelilingnya. Berkali-kali al-Qur’an memerintahkan manusia
untuk berfikir. Jika berbicara mengenai berfikir, secara langsung kita juga
membincangkan filsafat. Ketika manusia berfikir, maka mereka disebut telah
berfilsafat. Terdapat tiga hal pokok yang muncul saat manusia berfikir, yaitu:
pertama, tentang hal yang menjadi bahasan atau disebut ontologi. Kedua, hal
tentang pengetahuan akan kebenaran sejati yang menjadi bahasan atau disebut
epistemologi. Ketiga ialah hal tentang nilai yang menjadi bahasa atau disebut
dengan aksiologi.
Epistemologi merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat. Pokok kajian
epistemologi akan sangat menonjol jika dikaitkan dengan pembahasan mengenai
hakekat epistemologi itu sendiri. Secara linguistik, kata epistemology berasal dari
bahasa Yunani yaitu Episteme yang artinya pengetahuan. Sedangkan kata logos
berarti teori, uraian atau alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang
pengetahuan yang dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of
knowledge. Istilah epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori
pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia lazim disebut filsafat
pengetahuan. Secara terminologi, epistemologi adalah teori mengenai hakekat
ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan. Dengan kata lain
epistemologi dapat diartikan sebagai cabang filsafat yang mengkaji asal mula,
struktur, metode, dan validiti pengetahuan.
Menurut Hamlyn, epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat
yang berurusan dengan hakekat dan lingkungan pengetahuan, pengandaian-
3
pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki1. Masalah-masalah yang berkaitan dengan
epistemologi adalah:
1. Filsafat, sebagai cabang filsafat yang berusaha mencari hakekat dan
kebenaran pengetahuan.
2. Metode, sebagai metode bertujuan mengatur manusia untuk memperoleh
pengetahuan.
3. Sistem, sebagai suatu sistem yang bertujuan memperoleh realitas
kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Jika epistemologi merupakan sebuah metode untuk memperoleh sebuah
pengetahuan, maka untuk mencapai tujuan tersebut harus mengetahui metode-
metode yang dimaksud. Dalam pembahasan kali ini, kami akan mencoba
menjelaskan yang dimaksud dengan epistemologi dan masalah-masalah yang ada
di dalam kajian tersebut. Selain itu kami akan mencoba mengulas sebuah
pemikiran mengenai epistemologi salah satu tokoh.
B. Tujuan Pembahasa
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dipaparkan tujuan pembahasan
kami. Diharapkan dengan adanya tujuan pembahasan ini, dapat membatasi
pembahasan yang lebih jauh. Adapun tujuan pembahasan kali ini adalah:
1. Mengetahui epistemologi sebagai bidang kajian filsafat.
2. Mengetahui epistemologi dalam pandangan Immanuel Kant.
1 Amsal Bakhtiar, Filasafat Ilmu, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 148.
4
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian dan Sejarah Epistemologi
Epistemologi merupakan salah satu kajian filsafat yang berkaitan dengan
pengetahuan. Dengan kata lain, epistemologi merupakan teori pengetahuan2. Dari
segi bahasa, epistemologi merupakan istilah yang berasal dari dua bahasa Yunani
episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu. Dari dua istilah
tersebut, maka epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang pengetahuan.
Penekanan epistemologi adalah pengetahuan manusia, sebagai makhluk berakal
dan berperadaban. Kajian epistemologi mencakup pembahasan dan penelusuran
wilayah pengetahuan secara rasional. Proses yang dilakukan untuk membahas dan
menelusuri pengetahuan diartikan sebagai upaya dalam mencari akar
permasalahan terkait ide, dan gagasan yang berhubungan dengannya, seperti
indera, memori, persepsi, bukti-bukti, kepercayaan dan kepastian.
Epistemologi merupakan sebuah penelusuran rasional, berkaitan dengan
kemungkinan dan kepastian isi pengetahuan, menguji validitas, menentukan
batas-batas, dan memberikan kritik berkaitan dengan ciri-ciri umum yang hakiki
dari pengetahuan. Epistemologi juga menentukan aspek kesadaran manusia ketika
berinteraksi dengan lingkungan, alam sekitar dan terlebih dengan diri pribadi
manusia itu sendiri. Dalam perkembangannya, masalah epistemologi menduduki
porsi signifikan dalam wacana filsafat Barat. Kajian epistemology memang telah
dikaji dan diperdebatkan oleh para filsuf selama ribuan tahun, namun ternyata
epistemology tidak menjadi persoalan yang pertama kali diperbincangkan oleh
bapak filsafat Barat, Thales (645-545 SM). Fokus pemikiran Thales adalah
2 Thomas Mautner, The Penguin Dictionary of Philosophy, London, Penguin Books Ltd.,
2000, hlm. 174.
5
tentang pokok penyusun alam semesta3. Ia berusaha menemukan suatu realitas
primordial4, yang disebut arche. Namun karena tidak meninggalkan karya,
pemikiran Thales hanya dapat dijumpai dari karya-karya para pemikir
sesudahnya.
Perkataan Thales di atas cukup dikenal para sarjana pengkaji filsafat Barat,
yang sebenarnya merupakan kutipan yang tidak utuh. Kalimat selengkapnya
berbunyi, “semua adalah air, dan dunia penuh dengan dewa-dewa”5. Dari
ungkapan Thales tersebut, dapat diketahui bahwa perhatiannya bukanlah
epistemologi, melainkan ontologi. Dalam pemikirannya, Thales mencoba
memecahkan masalah tentang asas penyusun alam, tanpa meninggalkan
kepercayaan tentang dzat adikodrati. Ia menganggap air sebagai sumber
kehidupan, dengan begitu dia mengatakan bahwa semua yang ada di dunia
berawal dari air6.
Perdebatan ranah epistemology tidak dimulai sebelum aba ke-5 SM. Meskipun
sebelum abad ke-5 SM., telah ada rumusan dari dua tokoh, yaitu Parmenides dan
Heraklitos, namun penalaran secara mendalam belum terbentuk secara utuh.
Kendati demikian, mereka telah memainkan peran yang besar dalam wacana
filsafat di kemudian hari. Kedua sering dianggap mewakili dua kecenderungan
yang berlainan. Parmenides (lahir 540 SM) dikategorikan sebagai pioneer
kelompok rasionalis, sedangkan Herakleitos (540-480 SM) merupakan kelompok
empiris. Parmenides menganggap pengetahuan manusia diperoleh dari
kemampuan akal. Adapun Heraklitos menganggap pengalaman sebagai sumber
pengetahuan7. Pengetahuan bagi keduanya merupakan keniscayaan, dengan kata
lain siapapun dapat memperoleh pengetahuan.
3 W. Wildelband, History of Ancient Philosophy, trans., Herbert Ernest Cushman (New
York: Dover Publication Inc., 1956), hlm. 37. 4 Thomas Mautner (ed.), The Penguin Dictionary of Pholosophy, hlm. 458.
5 Jerome R. Ravert, Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Pembahasan, terj. Saut
Pasaribu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 7. 6 McKeon (ed.), Introduction to Aristotle, New York: Random House, Inc., 1947, hlm. 250.
7 D.W. Hamlyn, Epistemology, in Paul Edwards, ed., The Encyclopedia of Philosophy, vol.,
III, New York, Macmillan Publishing Co., Inc., and The Free Press, 1972, hlm. 9.
6
Selama berabad-abad berikutnya, pemahaman tentang pengetahuan itu tetap
terpelihara dan terjamin seutuhnya dalam pola pikir masyarakat Yunani hingga
abad ke 5 SM. Pada abad tersebut, pandangan mengenai pengetahuan di atas
mendapatkan kritikan dari kaum Sofis. Mereka adalah kalangan terpelajar yang
memulai menyebarkanluaskan filsafat ke tengah-tengah masyarakat8. Seni
berdebat adalah salah satu yang diajarkan kaum Sofis, termasuk mata pelajaran
favorit. Di antara mereka adalah guru dan teladan berilmu. Jasa kaum Sofis adalah
menyebarluaskan dan memelihara ide-ide besar dalam bidang saintifik yang sudah
ada di Yunani. Mereka disebut-sebut sebagai pembawa pertama dan terutama
terjadinya pencerahan Yunani9.
Secara etimologis, Sofisme berasal dari kata Yunani sophisma dari asal kata
sophizo yang berarti “saya bijaksana”. Kemudian kata sophistes berarti “orang
yang melakukan kebijaksanaan” dan kata sophos berarti “orang bijak”. Saat ini,
kata Sofisme telah mengalami perubahan arti menjadi “argumentasi salah yang
kelihatan valid”, sebuah arti yang sangat berbeda dari makna aslinya. Kaum sofis
tidak memberikan kaidah baku terkait masalah epistemologi, sehingga apa yang
diajukan terjerumus ke dalam relativisme. Inilah batu sanding kaum sofis.
Kebebasan yang digembor-gemborkan oleh para kaum Sofis malah menarik
mereka pada gerbang kegagalan. Karena kebebasan, mereka lupa untuk memberi
batasan dari kebebasan tersebut. Sikap mereka inilah yang menyebabkan
masyarakat Yunani berangsur-angsur beralih memihak Socrates dan para
muridnya (470-399 SM). Wacana epistemologi pada babak berikutnya
dirumuskan lebih jelas oleh Plato (428-347 SM), seorang murid Socrates yang
paling setia.
Plato merupakan orang pertama yang mengajukan pertanya mendasar tentang
epistemologi: “apa yang bisa kita ketahui?”10
. paparan epistemology dalam
pembahasan selanjutnya, lebih diarahkan kepada masa tertentu sejak perumusan
8 W. Wildelband, History of Ancient Philosophy, hlm. 110.
9 Ibid., hlm. 111.
10 Robert Ackermann, Theories of Knowledge: A Critical Introduction, New York:
McGraw-Hill Company, 1965, hlm. 14.
7
awalnya, dan langsung dilarikan ke zaman modern. Periodesasi ini dipilih,
mengingat akar sejarah kemunculannya sangat diperlukan guna memetakan
perkembangannya dari awal, dan zaman di saat perdebatan itu begitu ramai ketika
Immanuel Kant hidup. Sebagaimana disebutkan Bertrand Russel, filsafat pada
masa itu berada di bawah kendali agama Kristen. Filsafat digunakan untuk
membentengi peran agama sebagai alat penalaran yang memperkokoh iman11
.
11
Bertrand Russel, History of Western Philosophy and Its Connection With Political and Social Circumstances from the Earliest Times to the Present Day, London: George Allen and Unwin Ltd., 1961, hlm. 303-306.
8
BAB III
PEMBAHASAN
A. Emmanuel Kant
Immanuel Kant lahir pada 22 April 1724 di Konigsberg, sebuah kota tempat
berlabuhnya perdagangan internasional Prussia. Wilayah ini terletak di sebelah
timur kerajaan Prussia, dekat dengan perbatasan Rusia, dan lebih dekat dengan
Polandia dari pada dengan Prussia Barat. Banyak bangunan institusi-institusi
resmi didirikan di kota ini. kota Konigsberg12
berpenduduk sekitar 40.000 jiwa di
tahun 1706, meningkat menjadi 50.000 jiwa di tahun 1770, dan terus meningkat
menjadi 56.000 jiwa di tahun 178613
. Kant terlahir dengan nama babtis
“Emmanuel”, dari pasangan Johann Georg Kant dna Anna Regina Kant. Ia
merupakan anak ke-4 dari Sembilan bersaudara. Sebagai anak pembuat pelana
kuda, kehidupan Kant sangat jauh dari kemewahan. Kant dibesarkan dalam
suasana kehidupan yang dipenuhi dengan ketaatan Puritanisme. Kelak ia merasa
sangat berhutang budi atas didikan ibunya, yang selalu mengajarkannya nilai-nilai
kebaikan dan kejujuran.
Setelah menyelesaikan sekolah menengahnya, Kant melanjutkan studi ke
universitas kota Konigsberg pada tahun 1740. Selama kuliah, Kant menjadi
anggota masyarakat akademis, yang memungkinkannya terbebas dari beban biaya
menggunakan inventaris kampus dan beberapa kauntungan lainnya14
. Minat
awalnya selama kuliah adalah studi klasik, tetapi Kant ternyata lebih terobsesi
menggeluti filsafat berkat pengaruh Martin Knutzen dan Johann Gottfried Teske.
Meskipun demikian, mereka berdua hanyalah dosen biasa dan tidak ada
hubungannya dengan Kant.
12
Kota Konigsberg telah berubah nama menjadi Kaliningrad. Sekarang kota itu termasuk dalam wilayah Polandia, Paul Strathern, 90 Menit Bersama Kant., terj., Franz Kowa, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2001, hlm. 3.
13 Manfred Kuehn, Kant: A Biography, hlm. 56.
14 Ibid., hlm. 371
9
Semasa kuliah, Kant bukanlah seoranng mahasiswa yang menjadi idola bagi
gadis-gadis Jerman15
. Secara fisik, penampilan Kant kurang menarik. Kulit pucat
dengan tinggi badannya 157 cm, sepanjang hayat menderita hypochondria,
dadanya tipis dan sering kesulitan bernafas16
. Pada masa kuliah filsafat, Kant
cenderung mengikuti arah pemikiran Christian Wolff. Hal ini tanpa mengingkari
beberapa dosen yang menyukai sistem Aristotelian, seperti Johann Adam
Gregorovious. Pemikir seperti Descartes dan Locke adalah tokoh-tokoh yang
lebih banyak diserang17
. Tidak mengherankan jika Kant pada awalnya lebih
diarahkan kepada sistem Wolffian, berkat dosen-dosennya. Namun pada
kenyataannya, pada masa mudanya ia malah manjaga jarak dari sistem manapun.
Kant berusaha independent dengan pemikirannya sendiri.
Setelah enam tahun absen untuk menjadi guru, Kant kembali ke universitas
dengan mengajukan disertasinya berjudul, Succint Meditations on Fire (Meditasi-
meditasi Ringkas tentang Api)18
. Pamannya Richter, membayar biaya promosi
doktornya. Untuk mengajar di universitas, Kant harus menerima “venia legendi”,
dengan mempertahankan disertasi lain yang berjudul, “Principiorum Primorum
Cognitionis Metaphysicae Nove Diludation” (Penjelasan Baru tentang Prinsip-
prinsip Pertama Pengetahuan Metafisik). Kemudian ia diterima untuk mengajar di
universitas tersebut. Pengaruhnya sangat popular dalam atmosfer akademik
Konigsberg.
Pada tanggal 12 Februari 1804, Kant menghembuskan nafasnya yang terakhir,
dua bulan sebelum ulang tahunnya yang ke-80. Nisannya sekarang ada di kota
Kaliningrad. Tapi nisan itu sudah tidak berisi tulang-belulangnya lagi, akibat
rusak dan dicuri ketika perang19
. Di nisan itu tertulis dua hal yang memenuhi
pikirannya dengan kekaguman, penghormatan, dengan begitu sering dan terus-
15
Pada zaman Kant, kehidupan antara laki-laki dan perempuan Jerman terpisahkan secara gender. Itulah mengapa, ia seperti orang-orang di masanya, jarang bergaul dengan lawan jenis mereka. Kehidupan perempuan Jerman saat itu, diarahkan pada tiga hal: Kinder, Kuche, und Kirche (anak-anak, dapur, dan gereja). Manfred Kuehn, Kant: A Biography, hlm. 55.
16 Manfred Kuehn, Kant: A Biography, hlm. 151.
17 Ibid., hlm. 67.
18 Ibid., hlm. 100.
19 F. Budi Hardiman, Filsafat Modern, hlm. 132.
10
menerus orang-orang merefleksikannya. Pengakuan tentang hal yang paling
membuatnya terkesan, seperti disebutkan dalam karyanya, Kritik der Practischen
Vernunft: “langit yang bertabur bintang di atas saya dan hukum moral dalam diri
saya”
B. Pemikiran dan Karya-karya Emmanuel Kant
Periode pra-kritis Kant berakhir sejak 1769, memasuki tahun 1770. Dalam
masa pra-kritis itu, pemikiran Kant terbagi menjadi dua: pertama, berlangsung
sejak 1755-1762, dikenal sebagai periode rasionalis; kedua, antara tahun 1762-
1769, dikategorikan sebagai metode empiris. Sejak tahun 1770, Kant berusaha
keras menghasilkan suatu pemikiran orisinilnya. Ia mencari sistem filsafat yang
terbebas dan mengatasi, baik rasionalisme maupun empirisme. Selama sebelas
tahun ia terus berusaha keras, ia menggugat pandangan Leibbiz-Wolffian, dan
semua sistem yang ada saat itu. Pada tahun 1781, edisi pertamanya muncul
dengan judul Kritik der Reinen Vernunft. Semenjak saat itu, pemikiran-pemikiran
Kunt terus bermunculan. Berikut adalah karya-karya pemikiran Kunt:
1. Kritik der Reinen Vernunft (1781), merupakan karya filsafat yang
membahas masalah epistemology. Dalam karya ini Kant berupaya
membongkar masalah-masalah yang tidak selesai seputar pengetahuan. Ia
merumuskan sistem baru, dengan terlebih dahulu mengkritik aliran
rasionalisme dan empirisme.
2. Prolegomena zu Einer Jeden Kunfrigen Metaphyik (1783), dengan tulisan
ini, Kunt bermaksud menjadikannya sebagai sebuah catatan singkat untuk
bisa memahami pembahasan dalam Kritik der Reinen Vernunft. Karena
penjelasan yang sulit dengan gaya bahasa yang bertele-tele, karya tersebut
dapat memudahkan para pembaca dalam memahami isi Kritik der Reinen
Vernunft, yang kerap mengundang banyak keluhan.
3. Was ist Aufklarung? (1784), esai ini diterbitkan Berlinische Monatschrift,
ditulis untuk menjawab seputar pertanyaan tentang pencerahan yang
terjadi pada abad ke-18 di Eropa.
11
4. Grundlegung zur Metaphysik der Sitten (1785), sebuah paparan
argumentative tentang dasar-dasar hukum moral.
5. Metaphysik Anfangsgrunde der Naturwissenschaften (1786), sebagai
pengajar fisika, Kunt merasa perlu menjelaskan prinsip-prinsip kaidah
ilmu pengetahuan alam yang ia pegang. Lewat inilah, ia menjelaskan hal
itu.
6. Was Heisst: Sic him Denken Orientiren? (Oktober, 1786), ulasan dalam
karya ini berisi kontribusi Kunt terkait persoalan paham panteisme yang
melanda kalangan sarjana abad ke-18, diterbitkan dalam Berlinische
Monatschrift.
7. Kritik der Practischen Vernunft (1788), lewat karya ini, Kant berusaha
merumuskan bahwa kaidah moral tidak semata masalah agama dan hati,
melainkan termasuk bagian urusan pemahaman rasional.
8. Kritik der Urteilkraft (1790), karya ini merupakan kritik ketiga yang berisi
pembahasan seputar penilaian nilai estetika.
9. Uber das Miblingen aller Philosophischen Versuche in der Theodicee
(September, 1791), sebuah esai yang berisi paparan tentang masalah
agama dalam batas-batas rasional, diterbitkan dalam Berlinische
Monatschrift.
10. Das Ende aller Dinge (Juni, 1794), berisi kritik filsafat politik Kant
terhadap situasi saat itu. Karya ini diterbitkan Berlinische Monatschrift.
11. Zum ewigen Frieden (1795), sebuah esai yang menjelaskan tentang basis
moral, melukiskan perkembangan sejarah dan politik.
12. Der Streit der Fakultaten (terbit pada musim gugur tahun 1795), esai ini
ditulis Kant berkenaan dengan pengekangan pemerintah terhadap
kebebasan menyuarakan pendapat tentang masalah agama.
13. Metaphysische Anfangsgrunde der Rechtslehre dan Metaphysische
Anfangsgrunde der Tugendlehre (1797), kedua esai ini berupa bagian
karya Metaphysik der Sitten, berisi penjelasan Kant tentang metafisika
moral. Yang pertama berbicara tentang elemen-elemen dalam pembahasan
12
metafisika moral yang seharusnya, sedangkan yang kedua menjelaskan
tentang kebijaksanaan dalam moral.
Antara tahun 1796-1804 adalah masa-masa terakhir bagi kehidupan Kant.
Sejak 1797 ia sudah tidak bisa mengajar lagi, karena usia tua dan sakit. Pikirannya
masih tajam, tapi secara fisik ia sangat lemah. Sejak tahun 1800, Kant mulai
melupakan kejadian-kejadian yang baru saja dilakukannya, dan lupa apa yang
harus dilakukan. Pada periode ini banyak bermunculan kisah-kisah menggelikan
yang berkaitan dengan Kant, misalnya analisisnya tentang kematian kucing-
kucing karena sengatan listrik, orang negro Afrika yang sebenarnya berkulit putih,
dan sebagainya.
13
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Epistemologi merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat. Pokok kajian
epistemologi akan sangat menonjol jika dikaitkan dengan pembahasan mengenai
hakekat epistemologi itu sendiri. Secara linguistik, kata epistemology berasal dari
bahasa Yunani yaitu Episteme yang artinya pengetahuan. Sedangkan kata logos
berarti teori, uraian atau alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang
pengetahuan yang dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of
knowledge. Istilah epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori
pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia lazim disebut filsafat
pengetahuan. Secara terminologi, epistemologi adalah teori mengenai hakekat
ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan. Dengan kata lain
epistemologi dapat diartikan sebagai cabang filsafat yang mengkaji asal mula,
struktur, metode, dan validiti pengetahuan.
Immanuel Kant lahir pada 22 April 1724 di Konigsberg, sebuah kota tempat
berlabuhnya perdagangan internasional Prussia. Wilayah ini terletak di sebelah
timur kerajaan Prussia, dekat dengan perbatasan Rusia, dan lebih dekat dengan
Polandia dari pada dengan Prussia Barat. Periode pra-kritis Kant berakhir sejak
1769, memasuki tahun 1770. Dalam masa pra-kritis itu, pemikiran Kant terbagi
menjadi dua: pertama, berlangsung sejak 1755-1762, dikenal sebagai periode
rasionalis; kedua, antara tahun 1762-1769, dikategorikan sebagai metode empiris.
Sejak tahun 1770, Kant berusaha keras menghasilkan suatu pemikiran orisinilnya.
Ia mencari sistem filsafat yang terbebas dan mengatasi, baik rasionalisme maupun
empirisme. Selama sebelas tahun ia terus berusaha keras, ia menggugat
pandangan Leibbiz-Wolffian, dan semua sistem yang ada saat itu. Pada tahun
1781, edisi pertamanya muncul dengan judul Kritik der Reinen Vernunft.
Semenjak saat itu, pemikiran-pemikiran Kunt terus bermunculan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ackermann, Robert, 1965, Theories of Knowledge: A Critical Introduction, New
York: McGraw-Hill Company.
Bakhtiar, Amsal, 2010, Filasafat Ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hamlyn, D.W., 1972, Epistemology, in Paul Edwards, ed., The Encyclopedia of
Philosophy, vol., III, New York, Macmillan Publishing Co., Inc., and The
Free Press.
Hardiman, F. Budi, Filsafat Modern.
Kuehn, Manfred, Kant: A Biography.
Mautner, Thomas, 2000, The Penguin Dictionary of Philosophy, London: Penguin
Books Ltd.
McKeon (ed.), 1947, Introduction to Aristotle, New York: Random House, Inc.
Ravert, Jerome R., 2004, Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Pembahasan,
terj. Saut Pasaribu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Russel, Bertrand, 1961, History of Western Philosophy and Its Connection With
Political and Social Circumstances from the Earliest Times to the Present
Day, London: George Allen and Unwin Ltd.
Strathern, Paul, 2001, 90 Menit Bersama Kant., terj., Franz Kowa, Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Wildelband, W., 1956, History of Ancient Philosophy, trans., Herbert Ernest
Cushman, New York: Dover Publication Inc.