filosofi ilmu pengetahuan dan etika penelitian

92
ETIKA ILMU PENGETAHUAN Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan ilmiah dan teknologi mengubah banyak sekali kehidupan manusia dan memunculkan masalah-masalah etis yang tidak pernah terduga sebelumnya. Masyarakat modern telah menjadi sebuah tempat di mana tak seorang pun bertanggung jawab untuk berbagai hasil percobaan teknologi. Ia bahkan berbicara tentang organized irresponsibility, yaitu suatu situasi ketika secara sistemik tidak seorang pun dapat bertanggung jawab atas bencana yang terjadi. Para politisi misalnya, menolak bertanggung jawab karena mereka tidak menghasilkan teknologi tersebut dan paling jauh hanya bertanggung jawab secara tidak langsung untuk pengembangannya. Sementara para ilmuwan dan teknolog mengklaim bahwa tugas mereka semata-mata melaksanakan penelitian dan menciptakan kemungkinan-kemungkinan teknologi baru. Mereka menyatakan bahwa mereka tidak bertanggung jawab mengenai penerapan teknologi ciptaan mereka. Sementara para tokoh bisnis yang memasarkan teknologi menyatakan bahwa mereka tidak ikut menentukan apa yang terjadi dan tidak terjadi, maka pasar yang menjadi penentu dan konsumenlah yang mempunyai kata akhir mengenai apa yang dipilih. Apakah ini berarti seluruh beban jatuh ke pundak pengguna? Satu hal yang utama adalah bagaimana

Upload: filscha-osbourne-nurprihatin

Post on 08-Aug-2015

183 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

ETIKA ILMU PENGETAHUAN

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan ilmiah dan

teknologi mengubah banyak sekali kehidupan manusia dan memunculkan

masalah-masalah etis yang tidak pernah terduga sebelumnya. Masyarakat modern

telah menjadi sebuah tempat di mana tak seorang pun bertanggung jawab untuk

berbagai hasil percobaan teknologi. Ia bahkan berbicara tentang organized

irresponsibility, yaitu suatu situasi ketika secara sistemik tidak seorang pun dapat

bertanggung jawab atas bencana yang terjadi. Para politisi misalnya, menolak

bertanggung jawab karena mereka tidak menghasilkan teknologi tersebut dan

paling jauh hanya bertanggung jawab secara tidak langsung untuk

pengembangannya. Sementara para ilmuwan dan teknolog mengklaim bahwa

tugas mereka semata-mata melaksanakan penelitian dan menciptakan

kemungkinan-kemungkinan teknologi baru. Mereka menyatakan bahwa mereka

tidak bertanggung jawab mengenai penerapan teknologi ciptaan mereka.

Sementara para tokoh bisnis yang memasarkan teknologi menyatakan bahwa

mereka tidak ikut menentukan apa yang terjadi dan tidak terjadi, maka pasar yang

menjadi penentu dan konsumenlah yang mempunyai kata akhir mengenai apa

yang dipilih. Apakah ini berarti seluruh beban jatuh ke pundak pengguna? Satu

hal yang utama adalah bagaimana membawa lingkungan teknologis kembali ke

wilayah tanggung jawab manusia, sebuah lingkungan tempat manusia bisa

mengklaim kembali kebebasan individu, sekaligus menentukan tanggung

jawabnya. Jika ribuan tahun lalu manusia berjuang membebaskan diri dari

lingkungan alamiah lewat penemuan teknologi sederhana (api, bajak, dan lain-

lain), kini tantangan utama manusia modern adalah pembebasan dari lingkungan

teknologis.

AMBIVALENSI KEMAJUAN ILMIAH

Kemajuan yang dicapai berkat ilmu dan teknologi memiliki akibat positif

dan juga banyak akibat negatif. Penggunaan teknologi tanpa batas akhirnya

membahayakan kelangsungan hidup itu sendiri. Yang dibawa oleh teknologi

Page 2: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

bukan saja kemajuan, melainkan juga kemunduran, bahkan kehancuran, jika

manusia tidak segera tahu membatasi diri.

Sejak setelah Perang Dunia II, perkembangan dan penerapan teknologi

senantiasa diikuti dengan dua pandangan yang saling bertentangan. Pandangan

optimis menekankan keyakinan bahwa kita mampu mengontrol teknologi yang

dihasilkan. Kitalah yang memberikan nilai-nilai di dalam menentukan teknologi

apa yang akan dipergunakan, dan bagaimana. Teknologi ibarat alat pasif yang

dapat dipergunakan untuk kebaikan maupun kejahatan. Visi optimistik ini menjadi

bagian dominan dari kebudayaan teknologis-kapitalis, yang nyata sekali di dalam

setiap iklan-iklan pemasaran barang-barang kebutuhan sehari-hari. Sebagian besar

problem kehidupan manusia sehari-hari seakan-akan bisa diselesaikan lewat

teknologi. Visi ini memang memahami bahwa teknologi mengandung bukan

hanya konteks material yang dapat ditransfer begitu saja dari satu masyarakat ke

masyarakat, dari satu kebudayaan ke kebudayaan, melainkan juga mengandung

konteks sosio-kultural. Namun, dampak sosio-kultural muncul sebagai akibat

pemakaian dan pengembangan tak bertanggung jawab.

Manusia didefinisikan sebagai Homo Faber, yaitu pembuat dan pemakai

alat, atau Homo Sapiens, yaitu si bijak atau si pemikir, dan terakhir Homo

Symbolicum, yaitu si pencipta dan pengguna simbol. Apapun definisi manusia itu,

semuanya menunjukkan sentralitas pengetahuan dan teknologi di dalam kegiatan

manusia. Laju perkembangan teknologi demikian pesat sehingga melahirkan

bukan hanya kemudahan tetapi juga berbagai masalah yang tidak pernah

terbayangkan sebelumnya. Kecanggihan teknologi informasi telah memungkinkan

bentuk-bentuk komunikasi yang secara virtual mengecilkan dunia, tetapi itupun

tidak tanpa diikuti oleh problem etis.

Teknologi (modern) dapat menimbulkan kerugian tanpa satu orang dapat

ditunjuk melakukan kesalahan. Bahkan ketika ketelitian, kecermatan, sudah

dijalankan, bencana besar atau kecil bisa saja berlangsung. Pandangan optimis

terhadap teknologi cenderung menaruh beban tanggung jawab di pundak

pengguna, sementara yang berpandangan pesimis cenderung mengecilkan beban

tanggung jawab tersebut. Seringkali bahkan pengguna individu di sebuah wilayah,

Page 3: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

khususnya negara berkembang, dihadapkan pada tiadanya pilihan sama sekali,

atau pilihan dan tindakan sebagai pengguna individu di wilayah tertentu tidak

berpengaruh sama sekali terhadap sistem teknologi yang demikian sinambung dan

perpetual, yang ditentukan oleh pengguna lain di negara-negara maju.

Kemajuan teknologi seringkali justru membuat kita melakukan hal-hal

bodoh dengan cara yang cerdik. Menghadapi situasi ini, satu-satunya sikap kritis

yang pada akhirnya tetap harus dipertahankan adalah bahwa sangat tidak realistik

untuk berpikir bahwa teknologi, di dalam menawarkan solusi terhadap situasi

problematik, betapapun maju dan canggihnya teknologi tersebut, tidak

mempunyai efek samping, yang akan menimbulkan masalah baru. Di lain pihak,

kita juga tidak bisa meremehkan ketergantungan kita ke teknologi modern.

Sikap utama yang harus dibentuk di dalam adalah kesadaran bahwa

teknologi tetap harus terikat ke aspirasi kita sebagai umat manusia, dengan impian

dan cita-cita akan masa depan yang lebih baik di dalam kebudayaan teknologi.

Sebuah imperatif yang harus dipegang adalah, tidak pernah seorang manusia pun

boleh dijadikan tujuan di luar dirinya sendiri.

MASALAH BEBAS NILAI

Pada saat-saat tertentu dalam perkembangannya ilmu dan teknologi

bertemu dengan moral. Nilai moral yang utama adalah: apakah ilmu itu bebas

nilai. Ternyata penelitian ilmiah yang amat terspesialisasi menjadi usaha yang

semakin mahal, sehingga ketersediaan dana yang besar sangat dibutuhkan. Yang

membiayai penelitian ilmiah tentu sudah mempunyai maksud dan harapan

tertentu. Sehingga pada zaman ini perkembangan ilmu dan teknologi hampir tidak

dapat dipisahkan lagi dari kepentingan bisinis dan politik/militer.

Ilmu pada dirinya sendiri tidak langsung berhubungan dengan nilai-nilai

moral. Masalahnya tujuan ilmu sekarang ini bukan lagi sekedar menjawab

bagaimana-mengapa, atau semata memenuhi semangat ingin tahu. Ilmuwan pun

tak bisa lagi naif mengumandangkan, 'kami hanya mencari kebenaran'.

Mereka dengan rendah hati harus mengakui, di balik karya yang

menampilkan daya agung memahami alam, tersembunyi tangan kuat ekonomi,

Page 4: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

politik, atau militer. Ilmuwan tak dapat berkarya tanpa dana untuk penelitian

mereka yang mahal. Einstein pernah berkata, 'ilmuwan adalah orang yang secara

ekonomi paling tidak bebas'; sukses Wilmut didukung Pharmaceutical Proteins

Ltd. yang mengharap penerapan komersialnya.

Ilmu menjawab mengapa, tetapi ilmu dan terutama teknologi, terikat pada

konteks. Ketika dimensi pragmatik memasuki wilayah ilmu, yang mungkin terjadi

adalah pencampuran asas kebenaran dengan manfaat. Ketika itulah muncul

pertanyaan, untuk siapa? Sering untuk siapa melegitimasi proyek keilmuan yang

ujungnya kepentingan politik atau militer. Tak terbayangkan kalau manusia klon

terlaksana atas nama untuk siapa yang eksklusif.

TEKNOLOGI YANG TAK TERKENDALI

Saat ini banyak sekali dana, tenaga dan perhatian dikerahkan untuk

menguasai daya-daya alam melalui ilmu dan teknologi namun hanya sedikit yang

dilakukan untuk mereflekfsikan serta mengembangkan kualitas etis dari usaha-

usaha raksasa itu.

Implisit di belakang pandangan ini adalah bahwa pengembangan dan

pemakaian teknologi harus diikuti dengan kontrol terhadap siapa-nya. Contohnya

adalah di dalam pemakaian energi nuklir. Weinberg mengamati bahwa

pengembangan teknologi nuklir untuk kepentingan militer menciptakan

kelompok-kelompok yang menentukan negara mana yang boleh dan tidak boleh

mengembangkan teknologi ini. Sebuah paranoia sosial tumbuh bersama

munculnya kelompok-kelompok pemilik dan penjaga keahlian senjata nuklir.

Pengontrolan terhadap teknologi memunculkan pengontrolan terhadap semua

orang yang dinilai tidak memiliki nilai-nilai dan tujuan yang sama.

Contoh sederhana terlihat dari pengamatan terhadap lingkungan kerja yang

memperlihatkan bagaimana teknologi komputer meningkatkan kontrol manajerial

terhadap pekerja, baik di kantor maupun industri. Tampilan kerja (kecepatan,

efisiensi, kesalahan, ketidakcermatan, dan lain-lain) dapat dimonitor terus

menerus, dan tercatat dengan rinci. Efisiensi meningkat, namun kontrol terhadap

sesama manusia diperketat dan seringkali menghilangkan sentuhan manusiawi.

Page 5: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

Persoalan memang, ketika problem bersifat manusiawi juga diselesaikan lewat

pendekatan teknologis. Ideal masyarakat bebas dan terbuka yang dicita-citakan

melalui pengembangan teknologi, justru menjadi kebalikannya.

Dengan landasan inilah kritik teknologi hendak menunjukkan

ketidakberdayaan kita berhadapan dengan teknologi yang ironisnya adalah buah

pikir kita sendiri. Teknologi boleh jadi adalah hasil manusia, namun

perkembangannya telah menjadi demikian otonom melampaui kemampuan

manusia individu atau kolektif, untuk mengontrolnya. Teknologi modern

berperilaku seperti sebuah ekosistem. Campur tangan di satu titik akan

memunculkan konsekuensi di bagian lain.

TANDA-TANDA YANG MENIMBULKAN HARAPAN

Kondisi yang ideal adalah pemikiran etis mendahului dan mengarahkan

perkembangan ilmiah-teknologi. Walaupun sulit untuk dilakukan namun sudah

banyak munculnya komisi-komisi etika. Sudah dimulai keikutsertaan etika dalam

penelitian-penelitian ilmiah, misalnya dalam Komisi Bioetika Nasional.

Pemerintah Indonesia membentuk Komisi Bioetika Nasional (KBN) pada

tanggal 12 Oktober 2004 yang terdiri atas 33 anggota berkantor di Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Para anggotanya adalah ahli di bidang

kedokteran, biologi dan ilmu-ilmu hayati lain, hukum, etika, teologi, agama, ilmu

sosial, dan lain-lain. KBN dibentuk berdasarkan surat keputusan bersama tiga

menteri: Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Kesehatan, dan Menteri

Pertanian. Dalam surat keputusan bersama ini KBN diberi tiga tugas. Pertama,

memajukan telaah masalah yang terkait dengan prinsip-prinsip bioetika. Kedua,

memberi pertimbangan kepada pemerintah mengenai aspek bioetika dalam

penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

berbasis pada ilmu-ilmu hayati. Ketiga, menyebarluaskan pemahaman umum

mengenai bioetika.

Dengan demikian, Indonesia bergabung dengan negara-negara yang sudah

memiliki sebuah komisi bioetika. Sudah sejak dasawarsa 1970-an hampir setiap

presiden Amerika Serikat membentuk komisi macam itu walaupun istilah bioetika

Page 6: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

baru dipakai di dalam nama komisi-komisi terakhir. Presiden Bill Clinton

mendirikan National Bioethics Advisory Commission (1995). Presiden George W

Bush dalam periode pertama pemerintahannya membentuk The President’s

Council on Bioethics (2001). Di Eropa banyak negara memiliki suatu komisi

bioetika. Namun, ada juga negara yang menganggap tidak perlu membentuk

komisi bioetika khusus karena sudah memiliki organ-organ lain yang

memungkinkan tujuan dimaksudkan tercapai.

Tujuan komisi-komisi macam itu adalah menjadi think tank untuk

pemerintah di bidang ilmu dan teknologi biomedis serta pelayanan kesehatan

dalam arti yang paling luas dan dalam hal itu terutama menyoroti aspek-aspek

etisnya. Di samping itu komisi-komisi diharapkan akan memajukan serta

menyosialisasikan pemikiran bioetika dalam masyarakat dan menjalin hubungan

dengan forum-forum internasional di bidang yang sama.

K. Bertens dalam tulisannya Bioetika dan Globalisasinya menerangkan

bahwa bioetika adalah refleksi etis atas pertanyaan-pertanyaan baru yang

ditimbulkan oleh life sciences dan teknologi biomedis sejak kira-kira pertengahan

abad ke-20. Perkembangan yang begitu cepat dan kadang-kadang sungguh

revolusioner mengundang kalangan ilmiah untuk juga memikirkan implikasi-

implikasi etisnya.

Sebagai contoh problem-problem baru yang muncul berhubungan dengan

pengembangan Intensive Care Unit (ICU) yang memakai alat-alat canggih seperti

respirator, mulai dasawarsa 1950-an dan 1960-an. Dengan teknologi baru ini

dimungkinkan bahwa fungsi pernapasan dan peredaran darah diambil alih oleh

mesin. Bila mesin dihentikan, pasien langsung meninggal karena ia tidak lagi bisa

bernapas secara spontan. Namun, jika pasien hanya bernapas dengan bantuan

mesin, apakah dapat dikatakan bahwa ia masih "hidup" dalam arti yang

sebenarnya? Perbatasan antara hidup dan mati menjadi kacau. Permasalahan ini

agak cepat mengakibatkan munculnya pengertian baru tentang kematian, yaitu

mati otak: manusia adalah mati jika seluruh otaknya mati atau tidak memiliki

aktivitas lagi. Kalau pasien dengan kondisi itu sudah sungguh mati otak, kita

boleh mengambil organ-organnya untuk ditransplantasi pada pasien lain yang

Page 7: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

membutuhkan. Demikian memang prosedurnya dalam transplantasi jantung,

umpamanya.

Selain mengubah definisi kematian itu sendiri, pemakaian alat bantu hidup

dalam ICU menimbulkan banyak masalah etis baru lagi. Misalnya, kalau kita

menghentikan alat bantu hidup seperti respirator, apakah kita tidak membunuh

pasien? Atau, sebaliknya, kita menyiksa pasien terminal dengan memakai terus

alat-alat bantu hidup itu, sedang pasien sudah tidak dapat disembuhkan

dengannya? Pertanyaan-pertanyaan ini memang menyangkut hubungan dokter-

pasien, tetapi dalam perspektif baru yang tidak dibayangkan sebelumnya.

Karena itu, bioetika dapat dipandang sebagai perluasan etika kedokteran

yang tradisional. Dengan demikian, di satu pihak ada kesinambungan dengan

tradisi etika kedokteran sejak zaman Hippokrates, tapi di lain pihak ada juga

perspektif baru, bukan saja karena menyoroti masalah-masalah baru, melainkan

juga karena ditandai ciri-ciri baru yang akan dibahas lagi lebih lanjut.

Peranan praktis bioetika tentu akan lebih berbobot kalau didukung oleh

peranan akademis yang kuat. Di Indonesia sudah tidak dapat dihindarkan, kita

bertemu dengan bioetika di bidang praktis. Namun, bioetika dalam arti akademis

belum mendapat banyak perhatian. Meski demikian, kalau perguruan tinggi giat

mengembangkan ilmu-ilmu biomedis, kita tidak boleh menutup mata untuk aspek-

aspek etisnya. Mempelajari aspek-aspek ini secara serius, dengan sendirinya

berarti terjun dalam bioetika.

DIMENSI ETIS DAN DIMENSI PRAGMATIS

Ilmu pada dirinya sendiri tidak langsung berhubungan dengan nilai-nilai

moral. Masalahnya tujuan ilmu sekarang ini bukan lagi sekedar menjawab

bagaimana-mengapa, atau semata memenuhi semangat ingin tahu. Ilmuwan pun

tak bisa lagi naif mengumandangkan, 'kami hanya mencari kebenaran'. Ilmu

menjawab mengapa, tetapi ilmu dan terutama teknologi, terikat pada konteks.

Ketika dimensi pragmatik memasuki wilayah ilmu, yang mungkin terjadi adalah

pencampuran asas kebenaran dengan manfaat. Ketika itulah muncul pertanyaan,

untuk siapa? Sering untuk siapa melegitimasi proyek keilmuan yang ujungnya

Page 8: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

kepentingan politik atau militer. Tak terbayangkan kalau manusia klon terlaksana

atas nama untuk siapa yang eksklusif.

Bagaimanapun, kekhawatiran atas dampak etis tidak mengizinkan atas

nama apapun, metode keilmuan dicampuri; menyangkut metode, ilmu adalah

otonom. Masyarakat berhak khawatir dan ikut memutuskan ketika temuan

keilmuan dicantumkan dalam penerapan, karena itulah saat ilmu berjumpa nilai-

nilai moral. Namun, adakah masyarakat didengar? Dunia memerlukan kemauan

keras bersama yang memungkinkan secara kongkret diputuskan, batas yang masih

dan tidak boleh dilampaui, demi kemanusiaan itu sendiri. Namun putusan obyektif

yang tidak emosional memerlukan ilmuwan yang bersedia memberi informasi

sebenarnya.

Manusia dan benda-benda masuk ke dalam sistem terintegrasi dan

mempunyai fungsi yang sama, yaitu sebagai elemen di dalam sebuah sistem

komprehensif. Pertanyaannya, apakah gambaran tentang manusia yang secara

moral mempunyai tanggung jawab otonom sudah selesai karena ia melepas

tanggung jawab sebagai bagian dari sistem kolektif terintegrasi, dan dengan begitu

memberikan sepenuhnya kontrol moral dan pemanduannya ke sistem itu?

Sistem etika yang berkembang menjadi etika adaptasi, di mana adaptif

terhadap lingkungan menjadi keseluruhan dasar pertimbangan. Norma tindakan

manusia diasalkan ke pertimbangan rasional infrastruktur kolektif. Sistem itu

sendiri mengandung di dalamnya nilai-nilai dan seluruh paradigma yang

ditentukan oleh kepentingan mereka yang paling menguasai jaringan secara

komprehensif.

Jika ditinjau, pengembangan dan perubahan teknologi tidak lepas dari

kegiatan saling berhubungan yang melibatkan prosedur pengambilan keputusan

dan evaluasi. Khususnya dalam memilah dan mengenali situasi problematik.

Pengenalan ini menyangkut keyakinan sekelompok orang bahwa saat yang tepat

telah tiba untuk menyelesaikan situasi problematik tersebut. Selanjutnya ada

harapan, kebutuhan, tujuan, dan kepentingan yang berkaitan dengan sifat solusi

yang diterima; baru setelah itu ditentukanlah sarana, metode, dan prosedur atau

orientasi terhadap solusi yang mungkin sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

Page 9: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN LOGIKA

Oleh: Hasan Baharun, Mpi

Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran mengenai apa dan bagaimana

pembentukan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta landasan, sifat dan

fungsinya bagi kehidupan manusia.

Sedangkan menurut the Liang Gie, filsafat ilmu adalah segenap pemikiran

reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut

landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan

manusia.

Filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran

ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu

keseluruhan. Dengan demikian filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat

yang mengkaji dasar dan hakekat ilmu untuk mencapai kebenaran dan kenyataan

yang tidak akan habis difikirkan dan tidak selesai diterangkan.

Filsafat ilmu memberikan kerangka dasar dalam berolah ilmu agar proses

dan produk keilmuan yang dihasilkan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah

moral, etika dan kesusilaan.

Logika berasal dari bahasa Yunani, dari kata sifat logike yang

berhubungan dengan kata benda logos yang berarti 'perkataan' atau 'kata' sebagai

manifestasi dari pikiran manusia. Dengan demikian terdapatlah suatu jalinan yang

kuat antara pikiran dan kata yang dimanifestasikan dalam bahasa. Secara

etimologis dapatlah diartikan bahwa logika itu adalah ilmu yang mempelajari

pikiran yang dinyatakan dalam bahasa.

Logika adalah ilmu yang merumuskan tentang hukum-hukum, asas-asas,

aturan-aturan atau kaidah-kaidah tentang berpikir yang harus ditaati supaya kita

dapat berpikir tepat dan mencapai kebenaran. Atau dapat pula didefinisikan

sebagai suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari aktivitas akal atau rasio

manusia dipandang dari segi benar atau salah. Dari sini dapat diketahui bahwa

tugas logika adalah memberikan penerangan bagaimana orang seharusnya

Page 10: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

berpikir, dan obyek forma logika adalah mencari jawaban tentang bagaimana

manusia dapat berpikir dengan semestinya.

Dari definisi tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa, dilihat dari

metodenya dapat dibedakan atas logika tradisional dan logika modern. Logika

tradisional adalah logika Aristiteles, dan logika dari logika logikus yang lebih

kemudian, tetapi masih mengikuti sistem logika Aristoteles. Para logikus sesudah

Aristoteles tidak membuat perubahan atau mencipta sistem baru dalam logika

kecuali hanya membuat komentar yang menjadikan logika Aristoteles lebih elegan

dengan sekedar mengadakan perbaikan-perbaikan dan membuang hal-hal yang

tidak penting dari logika Aristoteles. Logika modern tumbuh dan dimulai pada

abad VIII. Mulai abad ini ditemukan sistem baru, metode baru yang berlain

dengan sistem logika Aristoteles.

Apabila logika tersebut dilihat dari obyeknya akan dikenal sebagai logika

formal dan logika material. Pemikiran yang benar dapat dibedakan menjadi dua

bentuk yang berbeda, yakni cara berfikir dari umum ke khusus dan cara berfikir

dari khusus ke umum. Cara pertama disebut berfikir deduktif dipergunakan dalam

logika formal yang mempelajari dasar-dasar persesuaian (tidak adanya

pertentangan) dalam pemikiran dengan mempergunakan hukum-hukum, rumus-

rumus, patokan-patokan berfikir benar. Cara berfikir induktif dipergunakan dalam

logika material, yang mempelajari dasar-dasar persesuaian pikiran dengan

kenyataan. Ia menilai hasil pekerjaan logika formal dan menguji benar tidaknya

dengan kenyataan empiris. Cabang logika formal disebut juga logika minor,

logika materia disebut logika mayor. Hal inilah yang merupakan inti daripada

logika

Proses berfikir yang ada pada diri manusia adalah berdialog dengan diri

sendiri dalam batin dengan manifestasinya adalah mempertimbangkan

merenungkan, menganalisis, menunjukan alasan-alasan, membuktikan sesuatu,

menggolong-golongkan, membanding-bandingkan, menarik kesimpulan, meneliti

sesuatu jalan fikiran, mencari kausalitasnya, membahas secara realitas dan

sebagainya.

Page 11: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

Dengan berpikir, merupakan suatu bentuk kegiatan akal atau rasio manusia

dengan mana pengetahuan yang kita terima melalui panca indera diolah dan

ditujukan untuk mencapai suatu kebenaran.

Aktivitas berpikir adalah berdialog dengan diri sendiri dalam batin dengan

manifestasinya yaitu mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis,

manunjukkan alasan-alasan, membuktikan sesuatu, menggolong-golongkan,

membanding-bandingkan, menarik kesimpulan, meneliti suatu jalam pikiran,

mecari kausalitasnya, membahas secara realitas dan lain-lain.

Di dalam aktivitas berpikir itulah ditunjukkan dalam logika wawasan

berpikir yang tepat atau ketepatan pemikrian/kebenaran berpikir yang sesuai

dengan penggarisan logika yang disebut berpikir logis.

Agar supaya pemikiran dan penalaran kita dapat berdaya guna dengan

membuahkan kesimpulan-kesimpulan yang benar, valid dan sahih, ada 3 (tiga)

syarat pokok yang harus dipenuhi:

1. Pemikiran haruslah berpangkal pada kenyataan atau kebenaran.

2. Alasan-alasan yang dikemukakan haruslah tepat dan kuat.

3. Jalan pikiran haruslah logis.

Berkaitan dengan hal tersebut, logika dapat disistematisasikan menjadi

beberapa golongan tergantung dari mana kita meninjaunya. Dilihat dari segi

kualitasnya, logika dapat dibedakan menjadi logika naturalis, yaitu kecakapan

berlogika berdasarkan kemampuan akan bawaan manusia. Akal manusia yang

normal dapat bekerja secara spontan sesuai dengan hukum-hukum logika dasar.

Bagaimanapun rendahnya intelegensi seseorang ia dapat membedakan bahwa

sesuatu itu adalah berbeda dengan sesuatu yang lain, dan bahwa dua kenyataan

yang bertetangan tidaklah sama.

Kemampuan berlogika naturalis pada tiap-tiap orang berbeda-beda

tergantung dari tingkatan pengetahuannnya. Kita dapati para ahli pidato politikus

dan mereka yang terbiasa bertukar pikiran dapat mengutarakan jalan pikiran

dengan logis, meskipun barangkali mereka belum pernah membuka buku logika

sekalipun. Tetapi dalam menghadapi yang rumit dan dalam berfikir manusia

banyak dipengaruhi oleh kecenderungan pribadi, disamping bahwa pengetahuan

Page 12: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

manusia terbatas mengakibatkan tidak mungkin terhindar dari kesalahan. Untuk

mengatasi kenyataan yang tidak dapat ditanggulangi oleh logika naturalis,

manusia menyusun hukum-hukum, patokan-patokan, rumus-rumus berfikir lurus.

Logika ini disebut logika artifisialis atau logika ilmiah yang bertugas membantu

logika naturalis. Logika ini memperluas, mempertajam serta menunjukkan jalan

pemikiran agar akal dapat bekerja lebih teliti, efisien, mudah dan aman sehingga

tercapai tujuan dari apa yang diinginkan.

Dari hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa logika adalah salah satu

cabang atau bagian dari filsafat ilmu yang mempelajari tentang aktivitas akal atau

rasio manusia dipandang dari segi benar atau salah. Atau dengan kata lain, filsafat

ilmu sebagai penopang dalam kerangka menggunakan rasio guna berpikir agar

suapaya tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah etika, moral dan kesusilaan.

Dengan kata lain hubungan filsafat ilmu dengan logika adalah filsafat ilmu

sebagai tolak ukur atau alat penilaian dari proses menggunakan rasio.

MODEL LOGIKA

Secara historis, istilah logika pertama kali digunakan oleh Zeno dari

Citium, kaum sofis Skortes dan Plato harus dicatat sebagai perintis lahirnya

logika. Logika lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles, Theoprotus dan kaum Stoa.

Dalam perjalanannya, istilah logika dapat disistematisasikan menjadi

beberapa golongan tergantung dari mana kita meninjuanya. Dilihat dari segi

kualitasnya, logika dapat dibedakan menjadi logika naturalis, yaitu kecakapan

berlogika berdasarkan kemampuan akan bawaan manusia. Akal manusia yang

normal dapat bekerja secara spontan sesuai dengan hukum-hukum logika dasar.

Bagaimanapun rendahnya intelegensi seseorang ia dapat membedakan bahwa

sesuatu itu adalah berbeda dengan sesuatu yang lain, dan bahwa dua kenyataan

yang bertentangan tidaklah sama.

Sedangkan apabila dilihat dari metodenya dapat dibedakan atas logika

tradisional dan logika modern. Logika tradisional adalah logika Aristoteles, dan

logika dari logika logikus yang lebih kemudian, tetapi masih mengikuti sistem

logika Aristoteles. Para logikus sesudah Aristoteles tidak membuat perubahan

Page 13: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

atau mencipta sistem baru dalam logika kecuali hanya membuat komentar yang

menjadikan logika Aristoteles lebih elegan dengan sekedar mengadaka perbaikan-

perbaikan dan membuang hal-hal yang tidak penting dari logika Aristoteles.

Jika dilihat dari obyeknya dikenal sebagai logika formal dan logika

material. Pemikiran yang benar dapat dibedakan menjadi dua bentuk yang

berbeda, yakni cara berfikir dari umum ke khusus dan cara berfikir dari khusus ke

umum. Cara pertama disebut berfikir deduktif dipergunakan dalam logika formal

yang mempelajari dasar-dasar persesuaian (tidak adanya pertentangan) dalam

pemikiran dengan mempergunakan hukum-hukum, rumus-rumus, patokan-

patokan berfikir benar.

Logika formil Aristoteles dikenal dengan nama syllogisme. Syllogisme

adalah suatu bentuk penarikan kesimpulan atau konklusi secara deduktif dan tidak

langsung yang kesimpulan atau konklusinya ditarik dari dua buah premis yang

disediakan sekaligus. Yang penting kita ketahui dari syllogisme dan bentuk-

bentuk inferensi atau penalaran deduktif yang lain adalah bahwa masalah-masalah

kebenaran dan ketidakbenaran pada premis-premis yang selalu diambil adalah

yang benar. Ini berarti bahwa konklusi memang sudah didasari oleh kondisi

kebenaran. Jadi syllogisme hanya mempersoalkan 'kebenaran formal' (kebenaran

bentuk) tanpa mempersoalkan 'kebenaran material' (kebenaran isi).

Sebuah syllogisme terdiri atas 3 (tiga) buah proposisi, yaitu dua buah

proposisi yang diberikan atau disajikan dan sebuha proposisi yang ditarik dari

kedua proposisi yang disajikan itu. Proposisi yang disajikan disebut 'premis

mayor' dan 'premis minor' dan kesimpulan yang ditarik disebut 'konklusi'.

Disamping logika tersebut ada pula logika deduktif yaitu bertolak dari

asumsi umum (teori) menuju ke pembuktian secara khusus (fakta empiris).

Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang berlawanan dengan penalaran

induktif. Deduksi adalah penalaran atau cara berpikir yang bertolak dari

pernyataan-pernyataan yang bersifat umum, menarik kesimpulan yang bersifat

khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya memakai pola berpikir

yang disebut syllogisme. Syllogisme tersusun dari dua buah pernyataan (premise)

dan sebuah kesimpulan (konklusi).

Page 14: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

Logika induktif yaitu berdasarkan fenomena khusus (fakta empiris),

menuju kekesimpulan secara umum (teori yang berlaku umum). Induksi sangat

erat hubungannya dengan metode ilmiah (scientific method), bahkan merupakan

dasar daripada metode ilmiah.

Induktif atau logika induktif adalah penarikan kesimpulan dari kasus-kasus

individual nyata (khusus) menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran ini

diawali dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang

lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi dan diakhiri dengan

pernyataan yang bersifat umum

HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DAN PENELITIAN

Dalam kaitannya dengan hubungan filsafat ilmu dan penelitian, terdapat

tiga komponen dasar yang erat kaitannya dengan penelitian yaitu: ontologi,

epistimologi, dan aksiologi.

Dalam pembahasan ontologi, epistimologi dan aksiologi dikaitkan dengan

logika yang digunakan untuk pembuktian, baik mengenai kenyataan, kebenaran

dan tingkat kepastian, dapat dikelompokkan menjadi dua aliran filsafat ilmu yaitu,

empirisme dan rasionalisme/rasionalisme menghendaki kebenaran empiric logic,

etik dan transcendental/metafisik, memunculkan logika penomenologik.

Pada logika positivistic menghendaki perencanaan riset yang rigor/ketat,

rinci, terukur, terkontrol dan penetapan data yang konkrit yang teramati,

memunculkan jenis penelitian kuantitatif. Logika phenomenologik menghendaki

perancanaan riset yang longgar dan luwes, sebab data yang dicari tidak pasti,

sangat tergantung pada fenomena yang dijadikan sasaran risetnya, memunculkan

jenis penelitian kualitatif.

Ontologi

Sebagai komponen dasar filsafat, ontologi memiliki obyek telaah yaitu

yang ada. Studi tentang yang ada pada dataran studi filsafat pada umumnya

dilakukan oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi ketika kita membahas yang ada

dalam konteks filsafat ilmu. Ontologi membahas tetantang yang ada yang tidak

Page 15: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas yang ada yang

universal, menampilkan pemikiran semesta universal.

Sedangkan yang merupakan obyek formal ontologi adalah hakekat seluruh

realitas. Bagi pendekatan kuantitaif, realita tampil dalam kuantitas atau jumlah,

telaahnya akan menjadi telaah monisme, paralenisme, atau pluralisme. Bagi

pendekatan kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme,

idialisme, naturalisme atau hylomorphisme. Dalam hal ini ada tiga tingkatan

abstraksi dalam ontologi, yaitu: abstraksi fisik, abstraksi bentuk dan abstraksi

metafisik.

Epistimolgi

Istilah epistimologi berasal dari kata episteme yang bebarti pengetahuan

dan logos yang berarti pengetahuan, dan logos yang berarti teori. Secara

etimologis, berarti teori pengetahuan. Epistimologi merupakan cabang filsafat

yang mempersoalakan atau menyelidiki tentang asal, susunan, metode, serta

kebenaran pengetahuan. Jadi epistimologi merupakan cabang atau bagian dari

filsafat yang membahas maslaah-masalah pengetahuan.

Epistimologi atau teori pengetahuan, membahas secara menadalam

segenap proses yang terlihat alam usaha kita untuk memperoleh pengetauan. Ilmu

merupakan pengetahuan yang didapat melalaui proses tertentu yang dinamakan

metode keilmuan.

Sebagai komponen dasar selanjutnya adalah epistimologi yaitu

pembahasan tentang bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan.

Bagaimana tata cara memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan ini dipengaruhi

oleh ontologi yang dipilihnya. Epistimologi dapat dikelompokkan menjadi dua

bagian yaitu epistimologi subyektif dan epistimologi pragmatik. Epistimologi

subyektif memberikan implikasi pada standar rasional tentang hal yang duyakini.

Menggunakan standar rasional bearti bahwa sesuatu yang diyakini sebagai benar

itu tentunya memiliki sifat reliabel (ajek).

Sejarah mengatakan bahwa tokoh epistimologi prakmatig adalah Wiliams

Jams dan juga John Dewey yang menyarankan agar pencarian pada yang kekal

Page 16: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

hendaknya diganti dengan pencermatan realistik mengkritik ide palsu, diganti

dengan pencermatan eksperimental dan empirik, menggunakan means mencari ins

untuk selanjutnya menjadi means. Hal ini merupakan bukti bahwa ontology

merupakan bagian penting dari filsafat.

Dalam perjalanan keilmuan yang terjadi pada masa dahulu, membuktikan

bahwa ilmuwan terdahulu menampilkan tesis dan teori yang secara berkelanjutan

disanggah atau dimodifikasi atau diperkaya oleh ilmuwan berikutnya. Kebenaran-

kebenaran yang ditampilkan berupa tesis atau teori yang bersifat kondisional

sejauh medianya demikian, sampelnya itu, desainnya demikian dan seterusnya.

Dengan demikian kebenaran yang diperoleh dengan cara kerja demikian adalah

kebenaran epistimologik. Ilmu pengetahuan yang berkembang sekarang dengan

metodologi yang kita kenal sekarang ini lebih banyak menjangkau kebenaran

epistimologik, belum menjangkau kebenaran substantif hakiki, yang merupakan

esensi dari keilmuan itu sendiri.

Aksiologi

Komponen dasar selanjutnya dalam filsafat adalah aksiologi yaitu

pembahasan tentang bentuk ilmu yang dihasilkan dari penelitian. Inipun

dipengaruhi oleh ontologi yang digunakan. Ontologi yang memahami sesuatu itu

tunggal penelitiannya jenis kuantitatif, maka ilmu yang dibentuknya disebut

nomotetik dan bebas nilai (value).

Menurut Scheler ada empat jenis values dalam aksiologi. Pertama, value

sensual, dalam tampilan seperti menyenangkan dan tak menyenangkan. Kedua,

nilai hidup seperti edel (agung) atau gemein (bersahaja). Ketiga, nilai kejiwaan

seperti nilai estetis, nilai benar salah, dan nilai instrinsik ilmu. Keempat nilai

religius, seperti yang suci, yang sakral. Dari telaah yang dilakukan oleh Scheler

tentang etik kontras dengan Kant. Kant berbicara sollen (kemestian), sedangkan

Scheller memandang bahwa kemestian itu sesuatu yang dibuat-buat.

Page 17: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

HUBUNGAN FILSAFAT ILMU, LOGIKA DAN PENELITIAN

Dari kajian tentang filsafat ilmu, logika dan penelitian, dapat diketahui

bahwa antara filsafat ilmu, logika dan penelitian memiliki hubungan yang sinergi.

Filsafat ilmu yang membahas tentang ontologi, epistimologi dan aksiologi

dikaitkan dengan logika yang digunakan untuk pembuktian, baik mengenai

kenyataan, kebenaran dan tingkat kepastian, dapat dikelompokkan menjadi dua

aliran filsafat ilmu yaitu empirisme dan rasionalisme atau realisme yang

merupakan aliran yang berbeda.

Dalam filsafat rasionalisme atau realisme lebih menekankan pada cara

berfikir positivistik paradigma kuantitatif. Berfikir positivistik adalah bersifat

spesifik berpikir tentang empiris yang teramati, yang teratur, dan dapat dieliminasi

serta dimanupulasikan dari satuan besarnya.

Penelitian berusaha untuk mencapai kebenaran atau menemukan teori-teori

ilmiah. Penelitian dalam konteks ini dapat dipahami sebagai proses epistemologis

untuk mencapai kebenaran. Sumber kebenaran semata-mata berasal dari realitas

empiris-sensual, demikian pandangan positivisme. Sunarto (1993) menjelaskan,

August Comte yang dianggap sebagai peletak dasar positivisme memperkenalkan

“hukum tiga jenjang” perkembangan intelektual manusia, yakni: jenjang teologi,

metafisika, dan positivis. Hal ini tercermin dari cara manusia menjelaskan

berbagai gejala sosial ekonomi. Manusia pada jenjang pertama mengacu kepada

hal-hal yang bersifat adikodrati; pada jenjang kedua mengacu kepada kekuatan-

kekuatan metafisik, dan pada jenjang ketiga mengacu pada deskripsi dan hukum-

hukum ilmiah. Positivisme tidak mengakui–atau setidaknya menganggap rendah--

hal-hal yang di luar empiris-sensual manusia.

Bertolak dari hukum-hukum ilmiah, positivisme menekankan bahwa

obyek yang dikaji harus berupa fakta, dan bahwa kajian harus mengarah kepada

kepastian dan kecermatan. Menurut Comte, sarana yang dapat dilakukan untuk

melakukan kajian ilmiah ialah: pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan

metode historis. Positivisme, menurut Muhadjir (2000)–yang guru besar filsafat

ilmu dan metode penelitian–tidak mempertentangkan antara logika induktif atau

Page 18: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

deduktif, melainkan lebih menekankan fakta empiris yang menjadi sumber teori

dan penemuan ilmiah.

Berbeda dengan positivisme, rasionalisme menekankan bahwa ilmu

berasal dari pemahaman intelektual yang dibangun atas kemampuan argumentasi

secara logik. Karena itu, yang penting bagi rasionalisme ialah ketajaman dalam

pemaknaan empiri. Muhadjir (2000) menegaskan, pemahaman intelektual dan

kemampuan argumentatif perlu didukung data empirik yang relevan, agar produk

ilmu yang berlandaskan rasionalisme betul-betul ilmu, bukan fiksi. Bagi

rasionalisme fakta empirik bukan hanya yang sensual, melainkan ada empirik

logik, empirik teoritik, dan empirik etik. Misalnya: ruang angkasa, peninggalan

sejarah masa lampau, dan jarak sekian tahun juta cahaya, semuanya merupakan

realitas tetapi tidak mudah dihayati secara sensual melainkan dapat dihayati secara

teoritik. Karena itu, rasionalisme mengakui realitas empirik teoritik dan empiris

logik (Muhadjir, 2000: 81-2).

Dalam aliran positivistik logik sangat menolak terhadap etik transendental

yang berada di kawasan metafisik. Para penganut neo-kantian dikenal sebagai

epistimologi positivistik yang menolak segala bentuk etik transenden. Salah satu

prinsip utama dalam positivisme adalah penerapan prinsip variabilitas terhadap

sesuatu sebagai benar. Apakah sesuatu dideskripsikan sebagai benar dalam

menggunakan proposisi atau bentuk lain, perlu diverifikasi benar salahnya.

Sesuatu deskripsi yang benar mungkin sekali dikembangkan menjadi hukum,

yang diharapkan dapat memberikan inferensi, memprediksikan untuk kasus lain,

atau kasus mendatang.

Berbeda dengan aliran empirik logik yang pada akhirnya memunculkan

logika phenomologik. Dalam berfikir dalam phenomologi antrophologi mengarah

kearah mencari esensi, mencari sifat generatif, mencari kesimpulan idiografik, dan

filsafat yang memberikan landasan adalah phenomologi Hussert. Realisme

metafisik Popper berangkat dari filsafat positivistik analitik. Bertemu dengan

filsafat phenomologi Hussert antara lain pada pengakuan tentang kebenaran

obyektif universal. Yang obyektif universal tersebut menurut Hussert dan juga

Page 19: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

Popper merupakan suatu abstraksi yang tidak dapat dibuktikan. Pembuktiannya

sebatas pada kasus.

PENELITIAN KUANTITATIF VS KUALITATIF

Dalam penelitian, terdapat dua hal yang berbeda, yaitu penelitian

kuantitatif dan penelitian kualitatif. Kedua jenis ini akan dijelaskan sebagai

berikut:

1. Penelitian kuantitatif.

Dalam penelitan kuantitatif diasosiasikan, dengan istilah pengukuran

yang bersifat normative, yaitu dengan menentukan formula statistik dan

kuesioner. Menurut Noeng Muhajir tentang penelitian kuantitatif yaitu:

pertama, penelitian kuantitatif bersumber pada wawasan filsafat

positivisme, filsafat mengembangkan metodologi atas dasar logika

induktif, artinya bahwa ilmu bergerak dari fakta khusus fenomena ke

generalisasi teoretik. Kedua, pola pikir kuantitatif adalah mengejar yang

teratur yang teramati, yang empirik sensual, menggunakan logika

matematis dan membuat generalisasi, dimana generalisasi tersebut

dikonstruksikan dari strata keragaman individual. Ketiga, metodologi

kuantitatif menuntut adanya rancangan penelitian yang

menspesifikasikan obyeknya secara eksplisit dieliminasikan dari obyek-

obyek lain yang tidak teliti. Keempat, metodologi kuantitatif

mengembangkan teknik analisis dengan membatasi pada tata pikir

logika, korelasi, kausalitas, interaksi, intervalisasi dan kontinuasi,

kelima, Tujuan dari penelitian kuantitatif dengan pendekatan

positivisme adalah untuk menyusun ilmu nomotheuk, yakni ilmu yang

berupaya membuat hukum dari generalisasinya. Kebenaran dicari lewat

hubungan kausal linier sebab akibat. Teori kebenarannya adalah teori

korespondensi, bahwa sesuatu itu benar bila ada ke sesuaian antara

pernyataan verbal dengan realita empiric (empiric sensual).

Page 20: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

2. Penelitian kualitatif.

Adapun jenis penelitian kualitatif tidak menggunakan statistik atau

pengukuran angka, menurut Kirk dan Miller adalah tradisi tertentu

dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung

pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan

dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam

peristilahanya. Penelitian ini cenderung menggunakan pendekatan

interpretive.

Dalam penelitian kualitatif, Lexsy Moleong mengemukakan berbagai

ciri dalam pendekatan penelitian kualitatif ini, yaitu: latar alamiah,

manusia sebagai alat (instrument), analisis data secara induktif,

deskiptif, kepala kualitatif mendefinisikan validitas, realibilitas, dan

obyektivitas, desain bersifat sementara dan lain-lain.

Perbedaan antara kualitatif dengan kuantitatif menjadi tidak nampak.

Demikian halnya perbedaan antara paradigma ilmiah dengan paradigma alamiah

menjadi hilang, setidaknya semakin menipis. Karena itu, kedua penelitian

kuantitatif dan kualitatif saling melengkapi satu sama lain yang sama-sama

diperlukan.

MENENTUKAN JENIS PENELITIAN KUANTITATIF ATAU

KUALITATIF

Setelah diadakan pembedaan secara konseptual antara penelitian

kuantitatif dan penelitian kualitatif, dapat diketahui bahwa antara pendekatan

kuantitatif dan kualitatif mengandung perbedaan antara keduanya, bahwa

penelitian kualitatif itu berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan,

mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, mengadakan analisis data secara

induktif, sasaran penelitiannya pada usaha menemukan teori dari dasar, bersifat

deskriptif, lebih mementingkan proses dari pada hasil, membatasi studi dengan

fokus, memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data, rancangan

penelitiannya bersifat sementara dan hasil penelitiannya disepakati oleh kedua

Page 21: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

belah pihak peneliti dan objek penelitian, dan bertumpu pada pendekatan

fenomenologi.

Dalam melakukan analisis deskriptif kuantitatif peneliti mencari jumlah

frekuensi dan mencari persentasenya, dan analisis lain yang juga masih bersifat

deskriptif adalah analisis deskriptif kualitatif yang tujuan akhirnya memberikan

predikat kepada variable yang diteliti sesuai dengan tolak ukur yang sudah

ditentukan, penelitian evaluasi merupakan jenis penelitian yang banyak

menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif ini, langkah yang dilalui adalah

mengadakan pengukuran secara kuantitas terhadap variable, kemudian baru

mentransfer harga kuantitas tersebut menjadi predikat.

Sedangkan dalam melakukan penelitian kualitatif dilakukan pada latar

alamiah atau konteks dari suatu keutuhan, hal ini dilakukan, menurut Lincoln dan

Guba, karena ontology alamiah menghendaki adanya kenyataan-kenyataan

sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteks.

Menurut mereka hal tersebut didasarkan atas bebrapa asumsi yaitu: tindakan

pengamatan mempengaruhi apa yang dilihat, karena itu hubungan penelitian harus

mengambil tempat pada keutuhan dalam konteks untuk keperluan pemahaman.

Konteks yang menentukan dalam menentapkan apakah suatu penemuan

mempunyai arti bagi konteks lainya, yang berarti bahwa suatu fenomena harus

diteliti dalam keseluruhan pengaruh lapangan.

PARADIGMA PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF

Dalam bidang kajian penelitian, pada hakekatnya wahana untuk

menemukan kebenaran atau lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk

mengejar kebenaran dilakukan oleh para filosof, peneliti, maupun oleh para

praktisi melalui model-model tertentu. Paradigma, menurut Bogdan dan Biklen

adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep

atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.

Ada bermacam-macam paradigma, tetapi yang mendominasi ilmu

pengetahuan adalah scientific paradigm (paradigma keilmuan), namun untuk

memudahkan penulis menerjemahkannya secara harfiah sebagai paradigma ilmiah

Page 22: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

dan naturalistik paradigm atau paradigma alamiah. Paradigma ilmiah bersumber

dari pandangan postivisme, sedangkan pandangan alamiah bersumber pada

padangan fenomenologis sebagai yang telah dikemukakan.

Paradigma dalam kaitannya dengan penelitian pada hakekatnya merupakan

wahana untuk menemukan kebenaran atau lebih membenarkan suatu kebenaran,

ada bermacam-macam paradigma, tetapi yang mendominasi ilmu pengetahuan

adalah scientific paradigma keilmuan, paradigma ilmiah dan naturalistik

paradigma atau paradigma alamiah. Paradigma ilmiah bersumber pandangan

positivisme, sedangkan pandangan alamiah bersumber pada pandangan

fenomenologi.

Dalam kaitannya dengan penelitian kuantitatif terkait secara khas dengan

proses induksi enumeratif (induksi yang ditarik atas dasar penghitungan) salah

satu tujuan utamanya adalah menemukan beberapa banyak dan jenis manusia apa

saja dalam populasi umum dan populasi induk yang mempunyai karaktristik

khusus yang ditemukan ada dalam populasi sampel. Tujuannya adalah

menyimpulkan sistem karaktristik atau hubungan antara ubahan dengan populasi

induk.

Sedangkan dalam penelitian kualitatif konsep dan kategori, bukan kejadian

atau frekuensinya, dengan kata lain penelitian kualitatif tidak meneliti suatu lahan

kosong tetapi ia menggalinya. Disamping itu sepanjang penelitian kualitatif

mempunyai tujuan yang bersifat teoritis, bukan deskriptif, ini khususnya dalam

studi kasus yang menggunakan metode kualitatif, maka pengujuan teorinya yang

lebih penting.

Paradigma penelitian kualitatif di antaranya diilhami falsafah rasionalisme

yang menghendaki adanya pembahasan holistik, sistemik, dan mengungkapkan

makna di balik fakta empiris sensual. Secara epistemologis, metodologi penelitian

dengan pendekatan rasionalistik menuntut agar obyek yang diteliti tidak

dilepaskan dari konteksnya; atau setidaknya obyek diteliti dengan fokus atau

aksentuasi tertentu, tetapi tidak mengeliminasi konteksnya. Meminjam istilah

Moleong (1989), penelitian kualitatif bertolak dari paradigma alamiah. Artinya,

penelitian ini mengasumsikan bahwa realitas empiris terjadi dalam suatu konteks

Page 23: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

sosio-kultural, saling terkait satu sama lain. Karena itu, setiap fenomena sosial

harus diungkap secara holistik.

Perbedaan yang paling esensial dari kedua penelitian tersebut adalah

dalam tradisi kualitatif, peniliti harus menggunakan diri sebagai instrumen

mencapai wawasan-wawasan imajinatif kedalam dunia sosial responden, peneliti

diharapkan fleksibel dan reflektif tetapi tetap mengambil jarak. Konsekuensi dari

pendekatan ini adalah metode penelitian kualitatif per excellence merupakan

observasi partisipatoris.

Sedangkan pada tradisi kuantitatif instrumen tersebut adalah alat

teknologis yang telah ditentukan sebelumnya dan tertata dengan baik sehingga

tidak banyak memberi peluang bagi fleksibilitas, masukan imajinatif dan

refleksifitas, misalnya: apabila masalah yang diteliti telah ditentukan dengan jelas

dan pertanyaan yang diajukan kepada para responden memerlukan jawaban yang

tidak ambigu, maka metode kuantitatif seperti kuesioner boleh jadi memang tepat

digunakan dalam kondisi seperti ini.

Berkaitan dengan logika penelitian menurut paradigma kuantitatif, adalah

persoalan generalisasian, sedang dalam penelitian kualitatif yang tidak didasarkan

pada sample statistic, masalah kegeneralisasian tidak muncul dengan model yang

sama, pertanyaan-pertanyaannya agak berbeda, perhatianya berkisar pada

replikasi temuan-temuan dalam kasus-kasus lain yang serupa atau inferensi-

inferensi biasanya bersifa teoritis atau kausal kecuali jika tentu saja kasus-kasus

dipilih menurut sampel probabilitas.

Sedangkan logika penelitian menurut paradigma kuantitatif, perlu juga

diajukan pertanyaan-pertanyaan menyangkut kelompok-kelompok pembanding

keputusan-keputusan, disini biasanya tidak begitu berkembang dengan pertanyaan

teoritis sentral dari penelitisn dan lebih sering menyangkut variasi-variasi yang

diharapkan dalam populasi umum ynag ingin diamati peneliti dalam pengujian

hipotesis.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Kirk dan Miller memberi definisi

bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial,

yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam

Page 24: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang dalam bahasanya dan

dalam peristiwanya. Sedangkan Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi

kualitatif sebagai prosedur penilaian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati secara

cermat dan detail.

Dalam metode kualitatif, Lexy Moleong mengemukakan bahwa penelitian

kualitatif di dasarkan pada: pondasi penelitian, paradigma penelitian, perumusan

masalah, tahap-tahap penelitian, tehnik penelitian, kriteria dan tehnik pemeriksaan

data, analisia dan penafsiran data.

Sedangkan ciri dari penelitian kuantitatif menurut Abdullah Kadjar

memiliki beberapa ciri yaitu: dapat menyokong pengguna metode kualitatif,

menggunakan logika positivisme dan menghindari sifat-sifat subyektif,

menggunakan pengukuran yang terkendali, obyektif, dapat dipandang dari sudut

pandang (visi) orang luar atau peneliti, berwawasan verifikasi, penegas,

penyederhanaan, inferensial dan hipotesis deduktif, berorientasi pada tujuan akhir,

terpercaya, data merupakan replika, mengeneralisasikan sebagai studi kasus,

bersifat khusus dan bertitik tolak pada anggapan bahwa realitas itu stabil.

Menurut Noeng Muhadjir metodologi penelitian kuantitatif ringkasnya

yaitu: penelitian kuantitatif bersumber pada wawasan filsafat positivisme, pola

fakir kuantitatif empris sensual, menuntut adanya rancangan kerangka teoritis,

karena secara onologis, realitas menuntut positivisme dapat dipecah-pecah, dapat

dipelajari secara independen, dieliminasikan dari obyek lain, dan dapat dikontrol,

mengembangkan teknik analisis dengan membatasi pada tata fakir logika,

korelasi, kausalitas, interaksi, intervaliasi dan kontinuasi, dengan pendekatan

positivisme yaitu untuk menyusun ilmu nomothetik (empiric sensual) dan hasil

penelitian harus bebas nilai, harus obyektif agar supaya hasil yang dicapai

maksimal

Berangkat dari hal tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa elemen

pokok didalam paradigma penelitian baik kualitatif atau kuantitatif menyangkut

tiga hal yaitu ontologi, epistemologi dan metodologi, dan asumsi-asumsi yang

Page 25: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

digunakan akan menentukan jenis penelitian, bisa kuantitatif dan juga bisa

kualitatif.

MACAM-MACAM PARADIGMA PENELITIAN

Dari berbagai macam paradigma yang ada, paradigma penelitian dibagi

menjadi dua, yaitu positivistic dan non-positivistic. Paradigma positivistic

dipelopori oleh August Comte dalam pemikirannya, terutama dalam masalah-

masalah kemasyarakatan banyak dipengaruhi oleh Saint Simon. Menurut Simon

bahwa segala sesuatu terjadi berdasarkan hukum-hukum yang dapat dibuktikan

dengan observasi dan percobaan. Selanjutnya menurut Simon bahwa penjelasan

suatu masyarakat secara ilmiah dapat ditentukan dengan mengemukakan hukum

perubahan historis atas dasar induksi sebagai postulat.

Paradigma ini dikatakan positivisme, karena mereka beranggapan bahwa

yang dapat kita selidiki dan yang dapat kita pelajari hanyalah berdasarkan fakta-

fakta, yang berdasarkan data-data yang nyata, yaitu yang mereka namakan positif.

Apa yang kita ketahui itu hanyalah yang tampak saja, di luar itu kita tidak perlu

mengetahuinya, dan tidak perlu untuk diketahui. Positivisme membatasi

penyelidikan atau studinya hanya kepada bidang gejala-gejala saja, tidak kepada

studi yang lain.

Dari berbagai prosedur yang ada, prosedur ilmu pengetahuan tidak

memberi peluang untuk tidak menguji teori-teori secara langsung dalam

pengalaman. Ilmu pengetahuan harus diyakini, baik untuk mencapai generalisasi

deskriptif maupun memperoleh penjelasan-penjelasan yang dapat diversifikasi

secara langsung agar validitasnya terbukti. Dalam hal ini, positivisme sebagai

filsafat mengemukakan pandangannya, bahwa segala sesuatu yang terjadi

berdasarkan hukum-hukum yang dapat dibuktikan dengan observasi, eksperimen

dan verivikasi.

Berbeda dengan fenomenologi dalam kaitannya paradigma positivistic.

Fenomenologi lebih menunjukkan suatu metode filsafat dibanding dengan suatu

ajaran. Metode fenomenologis ini berasal dari Edmund Hussrl (1859-1938),

kemudian dikembangkan oleh Marx Scheler (1874-1928). Dalam pendidikan yang

Page 26: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

pertama kali menerapkan metode fenomenologis adalah Langeveld. Paradigma

fenomenologi ini mengemukakan bahwa kita harus memperkenalkan gejala-gejala

dengan menggunakan intuisi. Kenyataan atau realisasi tidak harus didekati dengan

argumen-argumen, konsep dan teori umum, maupun dengan menggunakan

pendekatan empiris, seperti dengan observasi dan eksperimen.

Paradigma positivistic yang menuntut segalanya serba konkrit, rinci dan

pasti, menjadi paradigma penelitian kuantitaif. Paradigma ini kemudian dikenal

dengan paradigma ilmiah (scientific paradigm). Sedangkan paradigma lain yang

menuntut pemahaman lebih mendalam untuk menguak makna dibalik fakta dan

menuntut kewajaran alamiah serta pemaknaan arti menurut subyek pelakunya,

lalu dikenal dengan paradigma alamiah (naturalistic paradigm), kemudian

paradigma ini menjadi ciri dari model kualitatif.

Sebelum peneliti menyusun desain, harus memilih paradigma penelitian

terlebih dahulu. Perlu dijelaskan, bahwa paradigma itu terdiri dari tiga elemen,

yaitu elemen ontologi, elemen epistimologi dan elemen metodologi. Ketiga

elemen tersebut harus sinkron, karena tiap paradigma mempunyai pandangan

tersendiri tentang ontologi, epistimologi dan metodologinya. Dapat dipahami

bahwa satu paradigma menghendaki metodologi tertentu yang paling tepat.

Positivistic menghendaki model penelitian kuantitatif, sedangkan paradigama

non-positivistic bisa menggunakan model penelitian kualitatif. Namun dalam

perkembangannya, semakin jelas penggunaan paradigma ini menjadi ciri suatu

model penelitian.

Dalam setiap model penelitian, yaitu model penelitian kuantitatif bertujuan

mengetahui hubungan sebab-akibat. Hal ini mengakibatkan jenis penelitian ini

harus berangkat dari teori yang diterjemahkan ke dalam proposisi (pernyataan

yang dapat diuji kebenarannya), kemudian diturunkan menjadi hipotesis yang

dilakukan pengujian berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan. Karena itu,

peneliti kuantitatif berpendirian reduksionis, yakni hanya mencari fokus kecil di

antara berbagai fenomena sosial yang sesuai dengan teori yang hendak

dibuktikannya.

Page 27: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

Sebaliknya penelitian kualitatif, ia mengembangkan perspektif yang akan

digunakan untuk memahami dan menggambarkan realitas. Karena itu, peneliti

kualitatif berpendirian ekspansionis, tidak reduksionis. Ia tidak menggunakan

proposisi yang berangkat dari teori melainkan menggunakan pengetahuan umum

yang sudah diketahui serta tidak mungkin dinyatakan dalam bentuk proposisi dan

hipotesis. Karena itu, dalam penelitian kualitatif tidak terdapat hipotesis tentatif

yang hendak diuji berdasarkan data lapangan.

PERBEDAAN PENDEKATAN PENELITIAN KUANTITATIF DAN

KUALITATIF

Ada hal mendasar yang membedakan antara pendekatan penelitian

kuantitif dengan penelitian kualitatif. Dalam penelitan kuantitatif diasosiasikan

dengan istilah pengukuran yang bersifat normative, yaitu dengan menentukan

formula statistik dan kuesioner, dan cenderung dengan menggunakan angka-

angka.

Dalam penelitian kuantitatif menggunakan paradigma positivistik-ilmiah.

Segala sesuatu dikatakan ilmiah bila dapat diukur dan diamati secara objektif yang

mengarah kepada kepastian dan kecermatan. Karena itu, paradigma ilmiah-

positivisme melahirkan berbagai bentuk percobaan, perlakuan, pengukuran dan

uji-uji statistik. Menurut Noeng Muhajir penelitian kuantitatif dapat dilihat dari

ciri-cirinya sebagai berikut, yaitu:

1. Penelitian kuantitatif bersumber pada wawasan filsafat positivisme,

filsafat mengembangkan metodologi atas dasar logika induktif, artinya

bahwa ilmu bergerak dari fakta khusus fenomena ke generalisasi

teoritik. Hal ini karena ilmu benar (valid) adalah ilmu yang dibangun

dari kenyataan empiris.

2. Pola pikir kuantitatif adalah mengejar yang teratur yang teramati, yang

empirik sensual, menggunakan logika matematis dan membuat

generalisasi, dimana generalisasi tersebut dikonstruksikan dari strata

keragaman individual.

Page 28: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

3. Metodologi kuantitatif menuntut adanya rancangan penelitian yang

menspesifikasikan objeknya secara eksplisit dieliminasikan dari objek-

objek lain yang tidak teliti. Demikian juga kerangka teoritis perlu

dirumuskan sespeksifik mungkin, sebab secara ontologism, realitas

menurut positivisme dapat dipecah-pecah, dapat dipelajari secara

independen, dieliminasikan dari objek lain dan dapat dikontrol.

4. Metodologi kuantitatif mengembangkan teknik analisis dengan

membatasi pada tata pikir logika, korelasi, kausalitas, interaksi,

intervalisasi dan kontinuasi.

5. Tujuan dari penelitian kuantitatif dengan pendekatan positivisme adalah

untuk menyusun ilmu nomotheuk, yakni ilmu yang berupaya membuat

hukum dari generalisasinya. Kebenaran di cari lewat hubungan

kausallinier sebab akibat. Teori kebenarannya adalah teori

korespondensi, bahwa sesuatu itu benar bila ada kesesuaian antara

pernyataan verbal dengan realita empiric (empiric sensual).

6. Hasil penelitian harus bebas nilai, harus objektif, dapat berlaku kapan

dan dimana saja (bebas waktu dan tempat). Agar hasil penelitian dapat

diperoleh secara objektif, subjektif dan objek yang diteliti harus

terpisah.

7. Langkah penelitian: penetapan obyek yang spesifik terpisah dari

totalitas, penyususnan kerangka teoritis sesuai dengan kekhususan

objek studi, merumuskan problematika penelitiannya, merumuskan

hipotetis, menentukan instrumen pengumpulan data, menentukan teknik

sampling, menentukan teknik analisis.

Berangkat dari asumsi di atas, maka dapat diketahui bahwa, secara garis

besar proses penelitian terdiri dua tahapan yakni tahap teoritis dan tahap empiris.

Hal itu karena pada hakekatnya penelitian merupakan usaha untuk menjembatani

dunia konseptual dengan dunia empiris. Pada tahap teoritis peneliti menyusun

kerangka pemikiran yang akan digunakan untuk menghubungkan kenyataan yang

akan diteliti dengan alam pemikiran peneliti. Selanjutnya dengan berpedoman

kepada kerangka pemikiran yang akan digunakan untuk menghubungkan pada

Page 29: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

tahap empiris, peneliti mengabstraksikan gejala-gejala empiris sehingga menjadi

konsep, kemudian menggeneralisasikan konsep sehingga menjadi konsepsional

dengan dunia empiris itu peneliti melakukan penerapan dua sistem logika yakni

logika induktif dan logika deduktif.

Berbeda dengan penelitian kualitatif yang tidak menggunakan statistik

atau pengukuran angka, akan tetapi hanya dinyatakan dengan bentuk sistematika

analisa terhadap berbagai hal. Menurut Kirk dan Miller adalah tradisi tertentu

dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada

pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-

orang tersebut dalam bhasanya dan dalam peristilahanya. Penelitian ini cenderung

menggunakan pendekatan interpretive, menurut Lexsy Moleong ada beberapa ciri

pendekatan ini:

1. Latar alamiah.

Artinya melakukan pada latar alamiah atau pada konteks dari satu

keutuhan (entity), hal ini dimaksudkan agar kenyataan sebagai satu

keutuhan tidak akan dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya,

karena tindakan pengamatan mempengaruhi obyek yang dilihat, dan

konteks sangat menentukan penetapan apakah suatu penemuan

mempunyai arti bagi konteks lainnya, ini berarti bahwa suatu fenomena

harus diteliti secara keseluruhan yang terkait dengan pengaruh

lapangan.

2. Manusia sebagai alat (instrument).

Hal ini dilakukan karena jika memanfaatkan alat yang bukan manusia

dan mempersiapkannya terlebih dahulu sebagai yang lazim digunakan

dalam penelitian klasik, maka tidak mungkin untuk mengadakan

penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada dilapangan.

3. Analsis data secara induktif.

Analisis induktif digunakan karena ada beberapa pertimbangan, karena

proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda

sebagai yang terdapat dalam data, karena lebih dapat membuat

hubungan peneliti dengan responden menjadi eksplisit dan lain-lain.

Page 30: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

4. Deskiptif.

Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka,

dokumen dan sebagainya dideskripsikan sehingga dapat memberikan

kejelasan terhadap kenyataan atau realitas.

5. Kualitatif mendefinisikan validitas, realibilitas, dan obyektivitas.

6. Desain bersifat sementara dan lain-lain.

Berangkat dari perbedaan yang sangat esensial antara penelitian kuantitatif

dengan peneiltian kualitatif maka dapat diketahui bahwa landasan berfikir

penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan positivistic adalah falsafah

positivisme dengan memanfaatkan metode kuantitatif. Jika dideskripsikan dengan

langkah-langkah yang terstruktur teramati, yang memori sensual, membuat

generalisasi, mengakomodasi deskripsi verbal, menggantikan angka atau

menggabungkan olahan statistik dengan olahan verbal.

Disamping pendekatan positivistic, terdapat pula pendekatan rasionalistik,

adalah metodologi penelitian kualitatif yang berlandaskan filsafat rasionalisme

dan tidak sekedar menggunakan rasio. Pendekatan ini juga mengejar diperolehnya

generalisasi atau hukum-hukum baru. Bedanya positivistic karena ia bertitik tolak

dari grand concept.

Dari hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa penelitian kualitatif

disebut sebagai paradigma alamiah, karena penelitian ini menggunakan teknik

kualitatif, yakni pengungkapan realitas tanpa melakukan pengukuran yang baku

dan pasti. Peneliti berusaha menggambarkan fenomena sosial secara holistik tanpa

perlakuan manipulatif. Keaslian dan kepastian merupakan faktor yang sangat

ditekankan. Karena itu, kriteria kualitas lebih ditekankan pada relevansi, yakni

signifikasi dan kepekaan individu terhadap lingkungan sebagaimana adanya.

Sebaliknya penelitian kuantitatif disebut sebagai paradigma ilmiah lebih

ditekankan pada validitas internal dan eksternal, reliabilitas instrumen dan

objektivitas.

Page 31: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

DESAIN PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATATIF &

MACAM-MACAM DESAIN PENELITIAN

Dalam upaya mendesain penelitian kuantitatif dan kualitatif, maka ada

beberapa langkah yang perlu dijawab untuk melakukan penelitian dengan

menggunakan kedua pendekatan tersebut. Menurut Norman dan Yvona, setiap

desain harus menjawab empat pokok pertanyaan yang sangat erat kaitannya

dengan pembentukan desai penelitian, yaitu:

1. Bagaimana menghubungkan desain dengan paradigma?

Dalam upaya menghubungkan desain dengan paradigma, maka

diperlukan data yang menggunakan perspektif teoritik tertentu, kita bisa

mengenal pola pikir yang digunakan dalam menyusun proposisi dan

pola hubungan antar konsep dalam fenomena yang dihadapi. Dari pola

pikir dan pola hubungan antar konsep inilah, bisa ditentukan data

(variable) apa saja yang akan dicari guna dijadikan sebagai pedoman

penelitian.

2. Apa dan siapa yang akan diteliti?

Pertanyaan ini berusaha untuk menjawab tentang objek kajian yang

akan diteliti oleh peneliti yang berkaitan dengan tujuan penelitian.

Mengenai apa dan siapa ini, bisa berupa benda-benda, individu, bisa

kelompok, bisa lembaga dan sebagainya. Bila siapa yang menjadi

sumber data, maka bisa ditentukan populasi, sampel, responden,

informannya sesuai dengan model penelitian dan kebutuhannya di

lapangan.

3. Strategi apa yang akan digunakan dalam meneliti?

Berkaitan dengan strategi yang akan digunakan oleh peneliti untuk

meneliti objek kajiannya, maka dalam hal ini terdapat beberapa macam

strategi penelitian yang dapat digunakan agar supaya hasil penelitiannya

valid dan dapat diverifikasi. Di bawah ini terdapat strategi penelitian

sekaligus desain penelitiannya yang kami kutip dari Prof. Drs. H. M.

Kasiram, M.Sc sebagai berikut:

Dari paradigma ilmiah, muncul beberapa strategi penelitian antara lain:

Page 32: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

Strategi penelitian Desain penelitian

Deskriptif Desain diskriptif

Korelasi Desain korelasi

Kausal Desain kausal

Komparatif Desain komparatif

Eksperimen Desain eksperinmental

Quasi eksperimental Desain quasi eksperimental

Action research Desain action research

4. Metode apa yang akan digunakan?

Setelah kita mendesaian penelitian yang akan kita lakukan, maka

langkah selanjutnya adalah, maka berdasarkan sumber data dan

variable/data yang akan diacari, maka dengan mudah pula ditentukan

metode pengumpulan datanya, instrumen pengumpulan data, dan

sekaligus metode analisis data yang akan digunakan dalam proses

pelaksanaan penelitiannya.

Desain yang ada tersebut akan memberikan kemudahan dalam proses

mencari dan menganalisa data, sehingga peneliti tidak akan menemukan kesulitan

yang berarti dalam pelaksanaan penelitiannya kelak.

MENGGABUNGKAN PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF

Berbicara mengenai upaya penggabungan antara penelitian kuantitaif dan

penelitian kualititaif, maka nantinya akan didapatkan suatu titik temu yang

berkaitan dengan pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti, yang

pada akhirnya memberikan kemudahan kepada para peneliti. Biasanya, peneliti

kuantitatif biasanya tidak puas dengan hasil analisis statistik. Misalnya dengan

data yang dikumpulkan dengan kuesioner, analisis statistik dilakukan untuk

menemukan hubungan antara dua atau lebih variabel. Ternyata hasilnya tidak

memuaskan karena tidak ada hubungan. Peneliti meragukan hasilnya karena

hipotesisnya tidak teruji, untuk itu ia lalu mengadakan wawancara mendalam

untuk melengkapi penelitiannya. Hal ini mengindikasikan bahwa peneliti berusaha

Page 33: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

menggabungkan dua karakteristik penlitian yang berbeda, yaitu kuantitatif dan

kualitatif.

Begitu juga sebaliknya terjadi, peneliti kualitatif sering menggunakan data

kuantitatif, namun yang sering terjadi pada umumnya tidak menggunakan analisis

kuantitatif bersama-sama. Jadi, dapat dikatakan bahwa kedua pendekatan tersebut

dapat diguinakan apabila desainnya adalah memanfaatkan satu paradigma

sedangkan paradigma lainya hanya sebagai pelengkap saja.

Dari sebagian besar uraian metodologi tampaknya sepakat bahwa

sepanjang dua paradigma yang berbeda dianggap ada, perbedaan yang terpenting

adalah cara masing-masing memperlakukan data. Dalam tradisi kualitatif peneliti

harus menggunakan diri mereka sebagai instrumen, mengikuti asumsi-asumsi

kultural sekaligus mengikuti data konsekuensi dari pendekatan ini adalah metode

penelitian kualitatif merupakan observasi partisipatoris (pengamatan terlibat).

Dalam tradisi kuantitatif instrumen tersebut adalah alat teknologis yang telah

ditentukan sebelumnya dan tertata dengan baik sehingga tidak banyak memberi

peluang bagi fleksibelitas, masukan imajinatif dan refleksitas. Teknik kuantitatif

seperti wawancara mendalam lebih dibutuhkan. Dari upaya proses penggabungan

kedua jenis penelitian tersebut, antara kuantitatif dengan kualitatif, dapat

dijelaskan bahwa perbedaan antara kedua paradigma itu terkait dengan tingkat

pembentukan pengetahuan dan proses penelitian. Penggabungan dua metode yang

berbeda dalam sebuah rangkaian penelitian memunculkan persoalan gerak antara

paradigma-paradigma pada tingkat epistemologi dan teori dalam praktisnya.

Dalam proses penggabungan pendekatan dan metode disusun menurut

beberapa faktor: pertama, menyangkut arti penting yang diberikan kepada masing-

masing pendekatan dalam keseluruhan proyek. Kedua, menyangkut urutan waktu,

jangka waktu untuk mana kedua metode ditempuh secara simultan. Jelaslah

bahwa konstribusi metode kualitatif terhadap perumusan masalah teoritis yang

dikaji oleh survey menuntut dilakukannya survey lapangan secara intensif

sebelum survey. Disamping itu, jika tujuan survey lapangan kualitatif untuk

memperjelas dan memperluas temuan survey, maka hal itu harus dilakukan

setelah survey. Ketiga juga terkait dengan urutan waktu dan menyangkut tahap

Page 34: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

dalam proses penelitian saat kedua metode digunakan atau dihentikan. Misalnya,

kedua metode dapat diakses ke dalam proyek pada tahap pembuatan desain, tetapi

hanya satu metode yang diperhitungkan dalam penulisan laporan penelitian.

Keempat yang menentukan pemakaian metode menyangkut pembagian

keterampilan dalam tim penelitian.

Dari proses penggabungan tersebut, tergantung kepada individu peneliti

dalam menggunakan dan melaksanakan penelitiannya, apakah lebih cenderung

kepada penelitian kuantitif atau lebih cenderung kepada penelitian kualitatif dalam

menganalisa data yang didapat dari hasil penelitiannya.

Dari kedua penggabungan jenis penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa

kehadiran dan keberadaan dua paradigma yang berbeda mengesankan adanya

sesuatu yang menjadi pedoman para peneliti, terutama bagi praktek-praktek

mereka. Ini tidaklah mengherankan karena kumpulan teks-teks metodologi yang

mengesankan keberadan dua paradigma tersebut. Bahwa terminologi yang lebih

tua usianya dan digunakan lebih luas dijumpai dalam literatur yang menyebut

strategi ini sebagai “triangulasi” yaitu:

1. Metode-metode ganda.

Dalam metode ganda atau tringulasi ini bisa terjadi antara metode atau

bisa juga didalam metode. Pedekatan mencakup metode yang sama

yang digunakan pada kesempatan yang berbeda, sementara metode

berarti pemakaian metode yang berbeda dalam kaitan dengan obyek

studi sama, masalah yang substantif. Oleh karena itu dalam kasus

terakhir observasi partisipatoris dalam lingkup ruang kelas bisa

digabungkan dengan survey kuesioner para siswa dan guru, pendekatan

di dalam metode dapat mencakup pengulangan metode yang sama pada

jumlah kesempatan dan bias pula menghasilkan penilaian yang berbeda

tentang situasi pada saat-saat yang berbeda.

2. Peneliti-peneliti gabungan.

Peneliti gabungan disni dimaksudkan bahwa personel yang melakukan

tahapan penelitian ini dilakukan oleh kemitraan atau kelompok bukan

oleh orang perorang, organisasi penelitian adalah bagian penting dari

Page 35: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

strategi penelitian individu-individu yang berbeda dan gabungan orang

membawa perspektif yang berbeda kedalam penelitian. Sebagai misal

menurut Stacey (1960) mengomentari studi pertamanya tentang

Banbury, menunjukan bahwa tiga peneliti yang tergabung dalam tim

peneliti mencerminkan tiga kelas sosial yang berbeda kelas merupakan

kunci utama studi Banbury kelas atas, kelas menengah dan kelas

pekerja.

3. Sekumpulan data gabungan.

Dari beberapa sekumpulan data gabungan, kumpulan data yang berbeda

disamping bisa diperoleh melalui penerapan metode-metode yang

berbeda, juga melalui penggunaan metode yang sama pada waktu yang

berbeda atau sumber-sumber yang berbeda. Data bisa dikumpulkan

pada titik-titik waktu yang berbeda dan konteks situasi ataupun latar

yang bervariasi, disamping itu data kadang-kadang terkait dengan

tingkat-tingkat analisa sosial yang berbeda, tingkat individual, tingkat

interaktif dan kolektif yang berbeda pula.

4. Teori-teori gabungan.

Peneliti dalam melaksanakan penelitiannya bisa menggunakan teori-

teori gabungan, analisa data awal, bersama dengan wawasan-wawasan

dari proses penelitian itu sendiri, bisa menghasilkan sejumlah

kemungkinan teori dan hipotesis tentang masalah yang diteliti. Ini pada

gilirannya dapat diuji pada data, jika tidak pengujian penelitian

sebelumnya dapat menuntun peneliti untuk menguji sejumlah hipotesis

yang logis dan mungkin kontras dengan temuan-temuannya.

Antara penelitian kualitatif dengan kuantitatif seakan-akan terdapat

perbedaan paradigmatif yang tidak ada titik temu. Tapi sebenarnya antara kedua

penelitian itu tidak terdapat perbedaan yang cukup jauh. Justru sebaliknya kini

antara keduanya saling mendekat dan melengkapi satu sama lain. Tata pikir logika

penelitian positivisme-kuantitatif yang meliputi tata pikir korelasi, sebab akibat,

dan tata pikir timbal-balik atau interaktif, seperti nampak dalam model-model uji

statistik inferensial, menurut Muhadjir, dapat ditempatkan dalam sebuah grand

Page 36: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

theory artau grand concept agar data empirik sensual dapat dimaknai dalam

cakupannya yang lebih luas.

Apa yang dimaksud dengan grand theory, sesungguhnya tiada lain ialah

teori-teori besar yang menjadi kunci analisis untuk memahami fenomena sosial,

baik statika maupun dinamika sosial. Ini merupakan logika makro yang menjadi

pijakan analisis. Penelitian kuantitatif hanya menggunakan logika mikro, seperti

korelasi dan hubungan sebab akibat, sedangkan penelitian kualitatif seringkali

tertarik pada logika makro. Karena itu, Muhadjir mengusulkan agar logika mikro

kuantitatif ditempatkan dalam kerangka logika makro. Di antara logika makro itu

ialah: Pertama, pola pikir historik atau proses perkembangan. Kedua, pola pikir

yang terkait dengan sistematisasi pengetahuan, seperti pola pikir sistemik,

fungsional, pragmatik dan pola pikir kontekstual. Ketiga, pola pikir yang

mengarah dari kutub statika sosial seperti struktur sosial kepada dinamika sosial.

Keempat, pola pikir yang menggambarkan keterkaitan antara berbagai fenomena

dengan asumsi bahwa suatu fenomena terkait dengan fenomena yang lain.

Penempatan tata pikir mikro yang bersifat korelasional dan eksperimental

dalam sebuah konteks grand theory, barangkali akan lebih jelas jika dirinci untuk

masing-masing bentuk penelitian kuantitatif positivistik. Sudah diketahui umum

bahwa bentuk penelitian kuantitatif terdiri dari penelitian deskriptif, korelasional

dan eksperimen, walaupun dalam pengembangannya terjadi perbedaan pendapat.

Masing-masing bentuk penelitian tersebut kita tempatkan dalam logika penelitian

kualitatif.

Berangkat dari hal tersebut di atas, dapat kita pahami bahwa di dalam

penggabungan antara kedua metode itu membutuhkan kecermatan dan ketepatan

seperti diperlukan pada setiap tahap proses penelitian, dari tahap pembuatan

desain sampai penulisan, misalnya, karena desain penelitian kualitatif sering

menggunakan strategi sampling non probilitas maka penting diperjelas pada

tahapan pembuatan desain, mengapa dan kapan saatnya menggunakan sampel-

sampel probalitas dan konsekuensi jenis data yang dihasilkan dari keputusan

tersebut, sehingga dapat menjaga terhadap kualitas dan validitas hasil penelitian.

Page 37: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

KARAKTERISTIK DISAIN KUALITATIF

Berkaiatan dengan karakteristik yang dimiliki oleh setiap penelitian,

apakah itu penelitian kuantitaif ataupun kualitatif, dalam hal ini penelitian

kualitatif memiliki sejumlah ciri-ciri yang membedakannya dengan penelitian

jenis lainnya. Dari hasil penelaahan kepustakaan ditemukan bahwa Bogdan dan

Biklen mengajukan lima buah ciri yang membedakan antara penelitian kualitatif

dengan penelitian kuantitaif. Sedangkan Lincoln dan Guba mengulas sepuluh

buah ciri penelitian kualitatif. Uraian di bawah ini merupakan hasil pengkajian

dan sintesis kedua versi tersebut. Adapun ciri-ciri dari desain penelitian kualitiatif

yaitu:

1. Latar alamiah.

Dalam latar alamiah ini, penelitian kualitatif melakukan penelitian pada

latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan (entity). Hal ini

dilakukan, menurut Lincoln dan Guba (1985: 39), karena ontologi

alamiah menghendaki adanya kenyataan-kenyataan sebagi keutuhan

yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya. Menurut

mereka hal tersebut didasarkan atas beberapa asumsi bahwa:

a. Tindakan pengamatan mempengaruhi apa yang dilihat, karena itu

hubungan penelitian harus mengambil tempat pada keutuhan dalam

konteks untuk keperluan pemahaman.

b. Konteks sangat menentukan dalam menetapkan apakah suatu

penemuan mempunyai arti bagi konteks lainnya, yang berarti bahwa

suatu fenomena harus diteliti dalam keseluruhan pengaruh lapangan.

c. Sebagian struktur nilai kontekstual bersifat determinatif terhadap apa

yang akan di cari dlaam proses penelitiannya.

Dari beberapa uraian tersebut di atas, akan dapat membawa peneliti

untuk memasuki dan melibatkan sebagian waktunya apakah di sekolah,

keluarga, tetangga, dam lokasi lainnya untuk meneliti masalah

pendidikan atau sosiologi. Peneliti yang mengadakan penelitian

terhadap mahasiswa kedokteran, misalnya mengikuti mahasiswa

sebagai subjek penelitiannya ke dalam ruang kuliah, laboratorium,

Page 38: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

rumah sakit, dan tempat-tempat yang biasanya di gunakan oleh mereka

untuk berkumpul seperti kafetaria, asrama, tempat-tempat pertemuan

dan sebagainya.

2. Manusia sebagai alat (instrument).

Pada pelaksanaan penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan

bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Hal ini

dilakukan karena, jika memanfaatkan alat yang bukan manusia dan

mempersiapkan terlebih dahulu sebagai yang lazim digunakan dalam

penelitian klasik, maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan

penyesuaian terhadap kenyataan-kenyatan dilapangan. Selain itu, hanya

“manusia sebagi alat” sajalah yang dapat berhubungan dengan

responden atau objek lainnya, dan hanya manusia sebagai alat sajalah

yang dapat berhubungan dengan responden atau obyek lainnya dan

hanya manusialah yang mampu memahami kenyataan-kenyataan di

lapangan. Oleh karena itu pada waktu mengumpulkan data di lapangan,

peneliti berperan serta dalam kegiatan kemasyarakatan. Penulis

menamakan cara pengumpulan data demikian “pengamtan berperan

serta atau participant-observation”.

3. Metode Kualitatif.

Dalam pelaksanaan penelitian, penelitian kualitatif menggunakan

metode kualitatif dalam analisa datanya. Metode kualitatif ini

digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan

metode kualitatif apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; Kedua,

metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara

peneliti dengan responden; dan Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih

dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama

dan terhadap pola nilai-nilai yang dihadapi oleh peneliti.

4. Analisis data secara Induktif.

Dalam proses pelaksanaan analisis data yang diperoleh oleh peneliti,

maka analisis yang harus digunakan oleh peneliti adalah analisis data

secara induktif. Analisis data induktif ini digunakan karena beberapa

Page 39: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

alasan, pertama, proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-

kenyataan ganda sebagai yang terdapat dalam data. Kedua, analisis

induktif lebih dapat membuat hubungan peneliti–responden menjadi

eksplisit, dapat dikenal, dan accountable. Ketiga, analisis demikian

lebih dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat menbuat

keputusan-keputusan tentang dapat-tidaknya pengalihan kepada suatu

latar lainnya. Keempat, analisis induktif lebih dapat menemukan

pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan. Kelima,

analisis demikian dapat memperhitungan nilai-nilai secara eksplisit

sebagai bagian dari struktur analitik.

5. Teori dari dasar (grounded theory).

Pada pelaksanaan penelitian kualitiatif, biasanya yang sering dilakukan

oleh para peneliti pada bidang penelitian kualitatif lebih menghendaki

arah bimbingan penyusunan teori subsantantif yang bersal dari data.

Hal ini disebabkan oleh beberapa hal:

a. Tidak ada teori apriori yang dapat mencakupi kenyataan-kenyataan

ganda yang mungkin akan dihadapi.

b. Penelitian ini mempercayai apa yang dilihat sehingga ia berusaha

untuk sejauh mungkin menjadi netral.

c. Teori-teori dari dasar lebih dapat responsif terhadap nilai-nilai

kontekstual.

Setelah melaksanakan penelitian dengan menggunakan analisis

induktif, berarti bahwa pencarian data bukan dimaksudkan untuk

membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan sebelum penelitian

diadakan. Analisis ini lebih merupakan pembentukan abstraksi

berdsarkan bagian-bagian yang telah dikumpulkan, kemudian

dikelompok-kelompokan. Jadi, penyusunan teori di sini berasal dari

bawah ke atas, yaitu dari sejumlah bagian yang banyak data yang

dikumpulkan dan yang saling berhubungan. Jika peneliti merencanakan

untuk menyusun teori arah penyusunan teori tersebut akan menjadi jelas

sesudah ada data dikumpulkan. Jadi peneliti dalam hal ini menyusun

Page 40: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

atau membuat gambaran yang makin menjadi jelas sementara data

dikumpulkan dan bagian-bagiannya diuji.

6. Deskriptif.

Data diskriptif adalah data yang tidak nampak. Data ini biasanya

dikumpulkan dan dioleh dengan berupa kata-kata, gambar dan bukan

angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode

kualitatif. Selain itu semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi

kunci terhadap apa yang sudah diteliti oleh peneliti yang berkaitan

dengan obyek dan tujuan penelitiannya. Dengan demikian, laporan

penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran

penyajian laporan tersebut.

Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan

lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan

dokumen resmi lainnya. Pada penulisan laporan demikian, peneliti

menganalisis data yang sangat kaya tersebut dan sejauh mungkin dalam

bentuk aslinya. Hal itu hendaknya dilakukan seperti orang merajut

sehingga setiap bagian ditelaah satu demi satu. Pertanyaan dengan kata

tanya “mengapa”, alasan apa, dan bagaimana terjadinya akan senantiasa

dimanfaatkan peneliti. Dengan demikian peneliti tidak akan

memandang bahwa sesuatu itu sudah memang demikian keadaannya.

7. Lebih mementingkan proses dari pada hasil.

Berkaitan dengan penelitian karakteristik pada penelitian kualitatif,

dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan penelitian kualitatif lebih

banyak mementingkan aspek proses dari pada hasil. Hal ini disebabkan

oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas

apabila diamati dalam proses. Bogdan dan Biklen memberikan contoh

seorang peneliti yang menelaah sikap guru terhadap jenis siswa tertentu.

Peneliti mengamatinya dalam hubungan sehari-hari, kemudian

menjelaskan tentang sikap yang diteliti.

Page 41: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

8. Adanya batas yang ditentukan fokus.

Pada karaketristik penelitian kualitatif ditetapkannya mengenai batasan-

batasan dalam penelitiannya atas dasar fokus yang timbul sebagai

masalah dalam penelitian. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal:

a. Batas menentukan kenyataan ganda yang kemudian mempertajam

fokus.

b. Penetapan fokus dapat lebih dekat dihubungkan oleh interaksi antara

peneliti dan fokus.

Dengan kata lain, bagaimanapun penetapan fokus sebagai masalah

penelitian penting artinya dalam usaha menemukan batas penelitian.

Dengan hal itu dapatlah peneliti menemukan lokasi penelitian yang

memudahkan seorang peneliti dalam melakukan tugas penelitiannya.

9. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data.

Apapun jenis penelitiannya, pasti akan dibutuhkan beberapa kriteria

yang berkaitan dengan jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

Penelitian kualitatif meredefisikasikan validitas, reliabilitas, dan

objektifitas dalam versi lain dibandingkan dengan lazim digunakan

dalam penelitian klasik. Menurut Lincoln dan Guba hal itu disebabkan

oleh: Pertama, validitas internal cara lama telah gagal karena hal itu

menggunakan isomorfisme antara hasil penelitian dan kenyataan

tunggal di mana penelitian dapat dikonvergensikan. Kedua, validitas

eksternal gagal karena tidak taat asas dengan aksioma dasar dari

generalisasinya; Ketiga, kreteria realibilitas gagal karena

mempersyaratkan stabilitas dan keterlaksanaan secara mutlak dan

keduanya tidak mungkin digunakan dalam paradigma yang didasarkan

atas dasar desain yang dapat berubah-rubah; Keempat, kreteria

objektifitas gagal karena penelitian kualitatif justru memberi

kesempatan interaksi antara peneliti-responden dan peranan nilai dalam

prose penelitiannya.

Page 42: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

10. Desain yang bersifat sementara.

Konsep dalam penelitian kualitatif ini menyusun desain yang secara

terus menerus disesuaikan dengan kenyataan lapangan. Jadi, tidak

menggunakan desain yang telah disusun secara ketat dan kaku

sehingga tidak dapat diubah lagi. Hal itu disebabkan oleh beberapa

hal. Pertama, tidak dapat dibayangkan sebelumnya tentang kenyataan-

kenyataan ganda di lapangan; Kedua, tidak dapat diramalkan

sebelumnya apa yang akan berubah karena hal itu akan terjadi dalam

interaksi antara peneliti dengan kenyataan; Ketiga, bermacam sistem

nilai yang terkait berhubungan dengan cara yang tidak dapat

diramalkan dalam waktu yang relatif singkat.

11. Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.

Karakteristik desain penelitian kualitatif lebih menghendaki agar

pengertian dan hasil interpretasi yang diperoleh dirundingkan dan

disepakati oleh manusia yang dijadikan sebagai sumber data. Hal ini

disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, susunan kenyataan dari

merekalah yang akan diangkat oleh peneliti; Kedua, hasil penelitian

bergantung pada hakikat dan kualitas hubungan antara pencari dan

yang dicari; Ketiga, konfirmasi hipotesis kerja akan menjadi lebih

baik verifikasinya apabila diketahui dan dikonformasikan oleh orang-

orang yang ada kaitannya dengan yang diteliti oleh peneliti pada

bidang garapannya.

TAHAPAN RISET KUALITATIF

Dalam tahapan riset penelitian kualitatif, sekalipun prosesnya dilakukan

secara induktif, tidak berarti peneliti tanpa memiliki perspektif. Ia dapat memilih

permasalahan penelitian, pendekatan sebagai perspektif dalam memahami gejala

sosial keagamaan karena memahami berbagai teori; atau setidaknya ia membaca

hasil-hasil penelitian yang memiliki kedekatan dengan penelitian yang dilakukan.

Penelitian harus dilakukan melalui beberapa tahapan. Salah satu tahapan

penting, menurut Moleong ialah menyusun rancanan penelitian. Isi rancangan

Page 43: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

penelitian sebenarnya tidak ada yang baku. Akan tetapi secara umum rancangan

tersebut berisi: (1) latar belakang masalah, (2) tinjauan pustaka, (3) pemilihan

lapangan penelitian (jika akan penelitian lapangan), (4) penentuan jadwal

penelitian, (5) rancangan pengumpulan data, dan (6) rancangan prosedur analisis

data. Studi kepustakaan diharapkan akan menghasilkan: (a) rumusan masalah dan

fokus penelitian, (b) pertanyaan-pertanyaan penelitian, dan (c) signifikasi

penelitian.

Usaha mempelajari penelitian kualitatif tidak terlepas dari usaha mengenal

tahap-tahap penelitian. Tahap-tahap penelitian kualitatif dengan salah satu ciri

pokoknya peneliti menjadi sebagai alat penelitian, menjadi berbeda dengan tahap-

tahap penelitian non-kualititif. Khususnya analisa data ciri khasnya sudah dimulai

sejak awal pengumpulan data. Hal itu sangat membedakannya dengan pendekatan

yang menggunakan eksperimen.

Menurut Bogdan dalam Lexy J Moleong (2003: 85) bahwa terdapat tiga

tahapan dalam riset kualitatif yakni: (1) pra lapangan, (2) kegiatan lapangan (3)

analisis intensif. Sedangkan menurut Kirk dan Miller (1986) menyatakan adanya

empat tahapan, yaitu: (1) invensi (2) temuan, (3) penafsiran, (4) eksplanasi;

Lofland (1984) mengajukan 11 tahap, yaitu: (1) mulai dari tempat anda berada,

(2) menilai latar penelitian, (3) masuk lapangan, (4) bersama lapangan, (5)

mencatat dengan hati-hati (loging data), (6) memikirkan satuan, (7) mangajukan

pertanyaan, (8) menjadi tertarik, (9) mengembangkan analisis, (10) menulis

laporan dan, (11) membimbng akibat.

Sedangkan menurut Janice dalam Norman dan Yvonna (1994: 220-232)

terdapat enam tahap dalam menyusun rancangan riset kualitatif yakni:

1. The stage of reflection.

2. The stage of planning.

3. The stage of entry.

4. The stage of productive data collection.

5. The stage of withdrawal.

6. The stage of writing.

Page 44: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

Dalam tema ini, penulis hanya membatasi pembahasan secara singkat pada

tahapan riset yang dikemukakan oleh Bogdan dengan disentesiskan dengan uraian

dari sumber lain.

1. Tahap pra lapangan.

Dalam tahap pra lapangan ini, terdapat enam kegiatan yang harus

dilakukan oleh peneliti dan dalam tahapan ini pula ditambah dengan satu

pertimbangan yang perlu dipahami, yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan dan

pertimbangan tersebut diuraikan berikut ini:

a. Menyusun rancangan penelitian.

Dalam proses penyusunan rancangan suatu penelitian kualitatif biasanya

dinamakan dengan usulan penelitian, paling tidak berisi (1) latar belakang

masalah dan alasan pelaksanaan penelitian (2) kajian kepustakaan yang

menghasilkan (3) pemilihan lapangan penelitian (4) penentuan jadwal

penelitian (5) pemilihan alat penelitian (6) rancangan pengumpulan data (7)

rancangan prosedur analisis data (8) rancangan perlengkapan (9) rancangan

pengecekan kebenaran data.

b. Memilih lapangan penelitian.

Untuk memilih lapanan penelitian, cara terbaik yang perlu diperhatikan

dalam penentuan lapangan penelitian ialah dengan jalan mempertimbangkan

teori substantif; pergilah dan jajakilah lapangan untuk melihat apakah

terdapat kesesuaian dengan kenyataan yang berada di lapangan.

Keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya, tenaga, perlu pula

dijadikan pertimbangan dalam menentukan lokasi penelitian.

c. Mengurus perizinan.

Mengurus perizinan sangat diperlukan sekali dalam upaya melaksanakan

penelitian. Dalam mengurus perizinan ini harus mencantumkan tujuan dan

manfaat dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Dengan kata lain

peneliti mencantumkan keinginannya untuk mengadakan penelitian. Izin

penelitian ini diperlukan dalam rangka untuk kepentingan kelancaran

penelitian yang akan dilakukan, biasanya izin ini akan dikeluarkan oleh

instansi terkait atau badan yang memiliki kewenangan atas hal tersebut

Page 45: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

bahkan izin itu dimintakan di lokasi dimana akan penelitian itu dilakukan.

Karena itu peneliti juga perlu mengetahui siapa yang paling berhak

mengeluarkan izin tersebut.

Syarat lainnya yang perlu dimiliki oleh peneliti adalah terbuka, jujur

bersahabat, simpatik dan empatik, objektif dalam menghadapi konflik, tidak

pandang bulu, berlaku adil dan sikap positif lainnya.

d. Menjajaki dan menilai keadaan lapangan.

Hal ini dimaksudkan agar supaya peneliti tidak bertindak ceroboh dan

sesuka hati. Penjajakan dan penilaian lapangan akan terlaksana dengan baik

apabila peneliti sudah membaca terlebih dahulu dari kepustakaan atau

mengetahui melalui orang dalam hal situasi dan kondisi daerah tempat

penelitian dilakukan. Maksud dan tujuan penjajakan dan penilaian lapangan

adalah berusaha mengenal segala unsur lingkungan sosial, fisk dan keadaan

alam lainnya. Jika penelitiatelah mengenalnya, maksud dan tujuan lainnya

ialah untuk membuat peneliti mempersiapkan diri, mental maupun fisik,

serta menyiapkan perlengkapan yang diperlukan.

e. Memilih dan memanfaatkan informan.

Memilih dan memanfaatkan informan yang ada sangat berguna sekali dalam

membantu proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Kegunaan

informan bagi peneliti adalah membantu agar secepatnya dan tetap seteliti

mungkin dapat membenamkan diri dalam konteks setempat terutama bagi

peneliti yang belum mengalami latihan etnografi. Selain itu pemanfaatan

informan agar dalam waktu yang relatif singkat dapat diketahui informasi

yang banyak.

Upaya untuk menemukan informan yang baik dan dapat dipertanggung

jawabkan dapat dilakukan dengan cara, melalui keterangan orang yang

berwewenang, melalui wawancara pendahuluan yang dilakukan oleh

peneliti. Dalam hal tertentu, informan perlu direkrut seperlunya dan diberi

tahu tentang maksud tujuan penelitian jika mungkn dilakukan.

Page 46: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

f. Menyiapkan perlengkapan penelitian.

Penyiapan perlengkapan penelitian harus dilakukan sesegera mungkin,

dengan harapan agar supaya kebutuhan dari peneliti dapat terpenuhi secara

keseluruhan. Peneliti hendaknya menyiapkan tidak hanya perlengkapan

fisik, tetapi segala macam perlengkapan penelitian yang diperlukan. Yang

penting ialah peneliti sejauh mungkin sudah menyiapkan segala alat dan

perlengkapan penelitian yang diperlukan sebelum ia terjun ke dalam kancah

penelitian.

g. Persoalan etika penelitian.

Etika merupakan hal yang paling esensial dalam penelitian, karena baik

buruknya hasil penelitian ditentukan oleh faktor ini. Salah satau ciri utama

dari penelitian adalah orang sebagai alat mengumpulkan data. Hal itu

dilakukan dalam pengamatan berperan serta, wawancara mendalam,

pengumpulan dokumen, foto, dan sebagainya. Seluruh metode itu pada

dasarnya menyangkut hubungan peneliti dengan orang atau subjek

penelitian. Karena itu, penting kiranya bagi setiap peneliti untuk memahami

kondisi sosio-cultural tempat dimana penelitian itu dilakukan sehingga

sikap etik harus menyertai peneliti yang disesuaikan dengan kondisi

tersebut.

2. Tahap pekerjaan lapangan.

a. Memahami latar penelitian dan persiapan diri.

Pemahaman teradap latar penelitian diperlukan untuk memasuki pekerjaan

di lapangan, peneliti perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu.

Disamping itu ia perlu mempersiapkan dirinya baik secara fisik maupun

mental disamping ia harus mengingat persoalan etika sebagai yang telah

diuraikan sebelumnya. Peneliti hendaknya mengenal adanya latar terbuka

dan latar tertutup. Disamping itu, peneliti hendaknya tahu menempatkan

diri, apakah ia sebagai peneliti yang dikenal atau tidak.

b. Memasuki lapangan.

Ketika seorang peneliti telah memasuki lapangan, maka hendaknya peneliti

membina hubungan berupa raport, dalam arti hubungan antara peneliti dan

Page 47: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

subjek yang diteliti melebur menjadi satu sehingga seolah-olah tidak ada

lagi dinding pemisah di antara keduanya. Dengan demikian subjek dengan

sukarela dapat menjawab pertanyaan atau memberikan informasi yang

diperlukan oleh peneliti.

3. Tahap analisa data.

Tahapan akhir dari prosedur penelitian ini adalah analisa data. Analisa data

menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya dalam

suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Analisis data bermaksud pertama-

tama mengorganisasikan data. Data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari

catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen berupa laporan,

biografi, artikel. Analisa dalam hal ini mengatur urutan data, memberikan kode

dan mengkategorikannya. Analisa ini bertujuan menemukan tema dan hipotesis

kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif.

Dari sini dapat ditarik suatu benang merah bahwa analisa data itu

dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya sudah mulai

dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif, yaitu

sesudah meninggalkan lapangan. Dalam hal ini dianjurkan agar analisa data dan

penafsirannya secepat mungkin dilakukan oleh penulis, jangan sampai menjadi

kadaluwarsa, karena dikhawatirkan data-data yang ada akan hilang atau

berantakan, sehingga sangat memungkinkan kualitas data penelitiannya akan

menjadi berkurang dan bahkan tidak sesuai dengan target atau tujuan dari

penelitian yang dilakukan semula.

Page 48: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Bertran Russel, 1974, History of Western Philosophy, London, George Allen dan

Unwin.

___________, 1982, Partisipant Opservation in Organizational Setting, Syracuse,

N.Y,; Syracuse Universiti Press.

___________. dan Sari Knopp Biklen, 1982, Qualitative Research of Education:

An introductions to Theory and Methods, Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Burhanuddin Salam, 1997, Logika Materil : Filsafat Ilmu Pengetahuan, Rineka

Cipta, Jakarta.

_______________, 1988, Logika Formal (Filsafat Berpikir), Bina Aksara, Jakarta.

I.R. Poedjawijatna, 1986, Logika : Filsafat Berpikir, Bina Aksara, Jakarta.

Julia Brannen, 1996, Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif,

Pustaka Pelajar Offset Yogyakarta.

___________, 1997, Memadu Metode Penelitan Kualitatif dan Kuantitatif,

Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Samarinda. Pustaka Pelajar.

Sudarto, 1997, Metodologi Penelitian Filsafat, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Lexy J. Moleong, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Lincoln, Yvonna Sebagai, dan Egon G. Guba, 1985, Naturalistic Inquiry Beverly

Hills : Sage Publications.

M. Kasiram, 2003, Strategi Penelitian Tesis Program Magister By Research, PPS

UIIS Malang.

Sudarto, 1997, Metodologi Penelitian Filsafat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Suharsimi Arikunto, 2000, Manajemen Penelitian. Rineka Cipta.

Sumartoyo Harjosatoto dan Endang Daruni Asydi, Pengantar Logika Moder, jilid

I, Yogyakarta, Karya Kencana, 1979.

The Liang Gie, 2000, Pengantar Filasafat Ilmu. Liberty, Yogyakarta.

Tim Dosen Filsafat Ilmu, 2001, Fakultas filsafat UGM. Filsafat ILmu. Liberty.

Yogyakarta.

Page 49: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

PERCOBAAN

Percobaan atau disebut juga eksperimen (dari Bahasa Latin: ex-periri yang

berarti menguji coba) adalah suatu set tindakan dan pengamatan, yang dilakukan

untuk mengecek atau menyalahkan hipotesis atau mengenali hubungan sebab

akibat antara gejala. Dalam penelitian ini, sebab dari suatu gejala akan diuji untuk

mengetahui apakah sebab (variabel bebas) tersebut mempengaruhi akibat

(variabel terikat). Penelitian ini banyak digunakan untuk memperoleh

pengetahuan dalam bidang ilmu alam dan psikologi sosial.

WILHELM WUNDT, PERINTIS PENELITIAN PERCOBAAN

Penelitian eksperimen semula diambil dari Ilmu Alam dan dimulai dalam

studi ilmu psikologi. Wilhelm M. Wundt, seorang psikolog dari Jerman,

memperkenalkan metode eksperimen ke dalam studi psikologi. Wundt mendirikan

sebuah laboratorium eksperimen dan dijadikan sebagai contoh oleh para ilmuwan

sosial. Akhir abad 18, Jerman sebagai pusat pengetahuan berhasil mengundang

para ilmuwan sosial dari seluruh dunia untuk mempelajari metode tersebut.

Menjelang tahun 1900, peneliti dari Amerika dan berbagai universitas di

dunia mendirikan laboratorium psikologi untuk melakukan penelitian eksperimen.

Kelahiran penelitian eksperimen dalam ilmu sosial telah mengubah pendekatan

ilmu sosial yang filosofis, introspektif, dan integratif menjadi interpretif. Pada

masa Perang Dunia II, penelitian eksperimen mulai banyak digunakan dalam

bidang sosial untuk menjelaskan studi mengenai mental manusia dan kehidupan

sosial secara objektif dan tidak bias.

Perluasan penggunaan metode eksperimen pada era ini ditandai dengan:

1. Behaviorisme, yang menekankan pada studi mengenai pengukuran

tingkah laku sebagai ekspresi mental seseorang.

2. Kuantifikasi, yang menekankan penghitungan fenomena sosial dengan

angka-angka. Dalam ilmu sosial, penghitungan berbasis angka banyak

diterapkan dalam statistika sosial.

Page 50: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

3. Perubahan dalam subjek penelitian. Penelitian eksperimen pada

awalnya menekankan peneliti profesional sebagai subjek dari penelitian

tersebut. Namun dalam perkembangannya, subjek penelitian

eksperimen berupa orang-orang awam yang belum dikenalnya,

sehingga objektifitas dari hasil penelitian tersebut lebih terjamin.

4. Aplikasi praktis. Penelitian eksperimen diterapkan secara praktis dalam

berbagai hal untuk menguji hubungan sebab akibat.

Tahun 1950 dan 1960, metode penelitian eksperimental ini sudah banyak

digunakan dalam peneliti sebagai cara untuk menguji hipotesa dengan standard

error yang kecil. Memasuki tahun 1970, penelitian eksperimen semakin banyak

digunakan untuk mengevaluasi penelitian. Dan sampai saat ini, penelitian

eksperimen merupakan penelitian yang banyak digunakan karena sifatnya yang

logis, sederhana, konsisten, memerlukan sedikit biaya, dan secara jelas

menggambarkan hubungan sebab akibat antar gejala.

KARAKTERISTIK

Penelitian percobaan setidaknya memiliki 3 (tiga) ciri utama, yakni:

1. Secara khas menggunakan kelompok kontrol sebagai garis dasar untuk

dibandingkan dengan kelompok yang dikenai perlakuan eksperimental.

2. Menggunakan sedikitnya dua kelompok percobaan.

3. Berfokus pada keabsahan ke dalam (internal validity).

Contoh: dalam sebuah penelitian yang menguji mengenai pengaruh

tayangan kriminalitas terhadap tingkat agresifitas anak, terdapat dua kelompok

yang masing-masing beranggotakan 15 orang. Kelompok pertama dimasukkan ke

dalam sebuah ruangan selama beberapa waktu dan sengaja hanya diberikan

tayangan kriminalitas, sedangkan kelompok kedua dibiarkan untuk memilih

menonton tayangan apa saja. Setelah beberapa waktu, dapat dibandingkan hasil

percobaan yang telah kita lakukan terhadap kelompok pertama dan kelompok

kedua.

Page 51: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

Secara garis besar, langkah yang ditempuh dalam penelitian percobaan

adalah:

1. Menetapkan topik penelitian.

2. Menyempitkannya dalam pertanyaan penelitian.

3. Mengembangkan hipotesa.

4. Merancang desain penelitian eksperimen yang baik.

5. Menetapkan berapa jumlah kelompok.

6. Menentukan kapan dan bagaimana memasukkan stimulus.

7. Menentukan kapan melakukan pengukuran variable terikat.

8. Membuat analisa dan kesimpulan akhir.

HAL-HAL YANG PERLU DISIAPKAN

Langkah awal melakukan penelitian percobaan adalah dengan menentukan

kelompok mana yang menjadi kelompok eksperimen (kelompok yang diberi

stimulus), kelompok mana yang menjadi kelompok kontrol (kelompok yang tidak

diberi stimulus), apa stimulus yang diberikan, dan cara pengambilan sampel

tersebut. Cara pengambilan sampel tersebut dibedakan menjadi pembagian acak

(random assignment) dan pencocokkan (matching). Pembagian acak berarti

membagi sampel yang telah dipilih menjadi dua kelompok secara acak, tanpa

berdasar pada urutan tertentu dengan tujuan pembandingan. Pencocokkan berarti

membagi sampel tersebut berdasarkan kesamaan karakteristik tertentu.

Pengambilan berdasarkan pencocokkan ini jarang dilakukan karena sulitnya

peneliti untuk menemukan kesamaan antara subjek-subjek penelitian.

Setelah membagi ke dalam dua kelompok tersebut, peneliti

membandingkan hasil percobaan antara kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Sebelum melakukan percobaan, pihak peneliti akan melakukan test awal

(pretest) untuk mengamati gejala variable terikat sebelum diberikan stimulus.

Setelah percobaan berakhir, pihak peneliti akan melakukan test akhir (posttest)

untuk membandingkan adanya pengaruh variable sebab terhadap variable akibat.

Dari sana, hubungan sebab akibat antar gejala akan teruji.

Page 52: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

JENIS

Secara garis besar, penelitian percobaan (eksperimen) terbagi menjadi

penelitian laboratorium (laboratory experiment) dan penelitian lapangan (field

experiment). Masing-masing penelitian tersebut memliki kelebihan dan

kelemahan tersendiri.

PENELITIAN LABORATORIUM

Penelitian laboratorium merupakan penelitian yang dilakukan dalam

ruangan tertutup, dimana kelompok eksperimen dijauhkan dari variable

pengganggu sebab dapat memengaruhi hasil dari pengujian hubungan sebab

akibat.

Kelebihan penelitian ini adalah hasil dari penelitian ini lebih dapat

dipertanggungjawabkan keabsahannya karena hanya memfokuskan pada

pengujian hubungan sebab dan akibat.

Kelemahan penelitian laboratorium adalah penelitian ini belum tentu dapat

diberlakukan dalam kehidupan sehari-hari.

PENELITIAN LAPANGAN

Penelitian lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dalam ruangan

terbuka, dimana kelompok eksperimen masih dapat berhubungan dengan faktor-

faktor luar.

Kelebihan penelitian lapangan adalah hasil penelitian ini dapat

diberlakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Kelemahan penelitian lapangan adalah tingkat kepastian hubungan sebab

akibat tidak sebesar pada penelitian laboratorium karena sulitnya untuk

mengontrol variabel-variabel pengganggu.

Page 53: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

TIPE-TIPE DESAIN

Ada beberapa tipe desain yang biasa digunakan oleh para peneliti dalam

penelitian eksperimen, yakni:

1. Tipe desain klasik (classical experimental design).

Dalam tipe ini, pembagian dua kelompok subjek penelitian dilakukan

secara pembagian acak (random assignment). Pada kelompok

eksperimen, pertama-tama dilakukan pengamatan awal, lalu diberikan

stimulus, dan untuk mengetahui hasilnya dilakukan pengamatan akhir.

Pada kelompok kontrol, dilakukan pengamatan di awal dan di akhir,

tanpa diberikan stimulus tertentu.

2. Tipe pengamatan akhir (two group posttest only).

Dalam tipe ini, pembagian dua kelompok subjek penelitian dilakukan

secara pembagian acak (random assignment). Pada kelompok

eksperimen langsung diberikan stimulus dan pengamatan akhir, tanpa

dilakukan pengamatan awal. Pada kelompok kontrol, pengamatan

hanya diberikan satu kali saja.

3. Tipe empat kelompok (solomon four group).

Tipe ini merupakan penggabungan dari tipe desain klasik dan tipe

pengamatan akhir. Dalam tipe ini, terdapat dua kelompok eksperimen

dan dua kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen pertama,

dilakukan pengamatan terlebih dahulu, lalu diberikan stimulus, dan

dilakukan pengamatan akhir. Untuk kelompok kontrol pertama,

dilakukan pengamatan awal dan pengamatan akhir. Pada kelompok

eksperimen kedua, langsung diberikan stimulus dan pengamatan akhir

tanpa pengamatan awal. Untuk kelompok kontrol kedua, pengamatan

hanya diberikan satu kali saja.

ETIKA

Dalam melakukan sebuah penelitian percobaan, terdapat etika dan aturan-

aturan yang harus diperhatikan oleh sang peneliti karena menyangkut kebebasan

dan hak asasi subjek penelitian. Berikut adalah etika penelitian percobaan:

Page 54: Filosofi Ilmu Pengetahuan Dan Etika Penelitian

1. Kebebasan bagi publik untuk mengakses hasil penelitian.

2. Menjaga kerahasiaan (privacy) subjek penelitian.

3. Mengirimkan hasil penelitian kepada subjek.

4. Memberikan hal subjek dan meminta persetujuan terlebih dahulu untuk

kesediaan menjadi subjek penelitian, dengan memberitahukan

konsekuensi yang muncul dalam penelitian.

5. Memberitahukan secara jujur dan jelas kepada subjek tentang prosedur

penelitian yang telah dilakukan. Hal ini dilakukan setelah penelitian

percobaan (eksperimen) selesai dilakukan.

6. Memberikan terapi atau bantuan pemulihan kepada subjek yang

mengalami akibat negatif, baik secara fisik atau psikis dari penelitian,

sampai kembali sehat seperti semula.

7. Penelitian yang melibatkan binatang harus memperhatikan akibat

negatif yang mungkin dialami binatang, seperti indera melemah,

menyendiri, serta memar atau luka fisik.