file.upi.edufile.upi.edu/direktori/fpips/jur._pend._kewarganegaraan... · web vieworientasi ke...

64
PERUBAHAN MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BARU: MENENGOK KEMBALI PERAN PENDIDIKAN TINGGI Policy Paper Disampaikan pada Pertemuan Pimpinan Pascasarjana Se- Indonesia di Universitas Mulawarman, Samarinda Tanggal 4-6 Agustus 2009 Oleh: Prof. Dr. Dasim Budimansyah, M.Si [email protected] Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia PERTEMUAN PIMPINAN PASCASARJANA SE-INDONESIA SAMARINDA 2009 0

Upload: lyhanh

Post on 13-Jul-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

PERUBAHAN MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BARU:

MENENGOK KEMBALI PERAN PENDIDIKAN TINGGI

Policy PaperDisampaikan pada Pertemuan Pimpinan Pascasarjana Se-Indonesia

di Universitas Mulawarman, SamarindaTanggal 4-6 Agustus 2009

Oleh:Prof. Dr. Dasim Budimansyah, M.Si

[email protected] Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

PERTEMUAN PIMPINAN PASCASARJANA SE-INDONESIASAMARINDA

2009

A. PENDAHULUAN

0

Page 2: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

1. Latar BelakangSaat ini pendidikan nasional menghadapi berbagai

tantangan yang amat berat khususnya dalam upaya menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing di era global. Pada saat ini juga Pendidikan Nasional masih dihadapkan pada dampak buruk dari krisis dalam berbagai bidang kehidupan. Namun, sejak Mei 1998, bangsa Indonesia dihadapkan pada secercah harapan untuk memasuki era baru yakni Era Reformasi yang lahir dari semangat kebangkitan para pemuda dan mahasiswa untuk menegakkan kehidupan demokrasi dalam berbagai bidang kehidupan. Pemilihan Umum yang jujur dan adil yang telah dilaksanakan telah berhasil membentuk pemerintahan baru yang bertekad untuk melanjutkan agenda reformasi untuk memecahkan berbagai permasalahan bangsa saat ini.

Terbentuknya Pemerintahan Baru ini telah menumbuhkan harapan baru dalam memacu kehidupan demokrasi, perlindungan HAM, pemulihan ekonomi, serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa sebagai koreksi terhadap berbagai kebijaksanaan Pemerintahan Orde Baru yang belum berhasil mengemban cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Berbagai perbaikan diarahkan untuk mengatasi berbagai permasalahan struktural, seperti pemerintahan yang terlalu sentralistik yang kurang selaras dengan kebhinnekaan masyarakat dan budaya bangsa. Pemerintah Pusat yang terlalu dominan telah menghambat otonomi dan desentralisasi yang diperlukan untuk menjawab perkembangan masyarakat Indonesia yang semakin modern dan beranekaragam (diversified).

Tuntutan pembaharuan pendidikan merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari gelombang reformasi tersebut di atas. Berbagai kegiatan seminar, diskusi dan pengamatan para ahli serta kelompok masyarakat terus bermunculan sebagai masukan bagi Pemerintah untuk melaksanakan pembaharuan sistem pendidikan nasional secara menyeluruh yang sesuai dengan tuntutan modernisasi. Pemikiran yang berkembang ini perlu digali, dikaji dan dirumuskan sebagai bahan untuk merumuskan kebijakan negara di bidang pendidikan nasional yang mengakar pada kepentingan masyarakat banyak.

1

Page 3: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

2.TujuanPembangunan sistem pendidikan pasca krisis akan

dapat berhasil jika dilakukan dengan menggunakan strategi yang tepat yang disusun baik berdasarkan analisis keadaan empiris maupun pemikiran dan gagasan inovatif yang dihasilkan dari berbagai penelitian. Tulisan ini disusun dalam rangka memberikan masukan terhadap penyusunan kebijakan strategis serta program pembinaan pendidikan pasca krisis yang selama ini dilakukan.

3.OutputPerspektif pemikiran pembangunan pendidikan

nasional dengan menggunakan pendekatan berpikir manusia dalam proses pembudayaan, yaitu pemahaman terhadap struktur dan sistem nilai yang dimiliki oleh manusia sebagai pelaku ekonomi dalam kaitannya dengan produktivitas.

B. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS PERMASALAHANSalah satu dampak krisis ekonomi yang melanda

Indonesia (1997-1998) yang dinilai paling buruk terhadap pendidikan adalah menurunnya pendidikan masyarakat terutama pada kelompok masyarakat menengah ke bawah yang diakibatkan oleh menurunnya daya beli. Krisis ini juga berdampak buruk terhadap mutu dan efisiensi pendidikan karena meningkatnya secara drastis jumlah putus sekolah serta jumlah lulusan sekolah yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini dikhawatirkan lebih jauh akan menyebabkan bahwa mutu sumber daya manusia (SDM) menjadi semakin menurun dan tidak produktif. Dengan daya saing mutu SDM yang rendah, kesiapan bangsa Indonesia dalam persaingan internasional jauh akan semakin menurun.

Namun pada kenyataannya, pendidikan bukanlah semata-mata merupakan sektor terpengaruh dari krisis ekonomi dan krisis-krisis lain dalam berbagai bidang kehidupan (sosial, politik dan kepercayaan). Pada hakikatnya, pendidikan di Indonesia sudah mengalami krisis mutu, keadilan dan efisiensi yang jauh lebih lama daripada krisis ekonomi, yaitu sedikitnya sejak akhir masa "Orde Lama" dan awal kebangkitan "Orde Baru" pada akhir tahun 1960-an. Permasalahan dalam mutu, relevansi, keadilan serta efisiensi pendidikan bisa merupakan salah satu faktor penyebab yang paling mendasar terhadap terjadinya krisis

2

Page 4: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

dalam berbagai bidang kehidupan (Suryadi dan Budimansyah,2008). Krisis pendidikan ini terjadi sebagai akibat dari sejumlah faktor. Namun, di antara yang paling dominan itu setidak-tidaknya terdapat dua faktor utama, yaitu ketergantungan dan penyeragaman.

Pertama, "ketergantungan"; pembangunan pendidikan di Indonesia sampai saat ini telah berhasil mencapai pertumbuhan yang tinggi, khususnya dalam aspek kuantitatif seperti angka partisipasi, pertambahan gedung sekolah, pengadaan sarana belajar, pertambahan guru, dan sejenisnya. Keberhasilan seperti itu lebih ditentukan oleh adanya dana besar yang harus disediakan oieh pemerintah. Namun, oleh karena kemampuan anggaran pemerintah masih sangat terbatas maka penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, yang membutuhkan dana yang sangat besar tersebut, terpaksa harus dibantu oleh sumber dana pinjaman luar negeri. Jumlah pinjaman bantuan luar negeri untuk penyediaan sarana dan prasarana pendidikan itu semakin hari semakin besar, sehingga terciptalah suatu ketergantungan pembangunan pendidikan yang berlanjut pada sumber-sumber dana pinjaman luar negeri. Dengan kata lain, pembangunan pendidikan belum memberikan tekanan yang cukup memadai pada penguatan kemandirian bangsa baik dalam aspek pembiayaan pendidikan maupun dalam kemampuan teknis di berbagai bidang pengelolaan pendidikan, dan inilah yang menjadi penghambat bagi tujuan pembangunan pendidikan yang diarahkan pada peningkatan mutu dan keunggulan SDM dalam aspek yang lebih hakiki dan berkelanjutan.

Kedua, "penyeragaman"; selama ini sistem pengelolaan pendidikan bersifat sentralistik dimana setiap keputusan untuk mengatur dan mengurus penyelenggaraan pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan di setiap wilayah atau daerah dilakukan oleh pemerintah pusat. Pengaturan pelaksanaan pendidikan juga diseragamkan (one fit for all) secara nasional sehingga rencana dan program pendidikan tidak berubah dari waktu ke waktu serta tidak bervariasi menurut keadaan dan permasalahan daerah. Penyeragaman ini tidak menguntungkan karena keadaan dan permasalahan daerah yang karena faktor geografis serta tingkat perkembangan yang berbeda-beda satu sama lain. Peningkatan mutu yang dikendalikan secara sentralistik oleh kebijaksanaan makro dengan program-program yang dibakukan secara nasional ternyata kurang efektif. Program-

3

Page 5: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

program tersebut kurang mampu menyentuh persoalan pendidikan sebenarnya yang dihadapi oleh para pendidik dan pengelola tingkat mikro sebagai pelaksana pendidikan terdepan (frontier) yang sebenarnya sangat memahami keadaan dan permasalahan yang dihadapi sehari-hari di daerah mereka masing-masing.

Pada masa pasca krisis dewasa ini, sistem pendidikan nasional dituntut untuk melakukan reformasi secara menyeluruh baik dalam perspektif atau cara berpikirnya, arah dan strategi kebijaksanaannya, maupun praktek-praktek pengelolaan dan pelaksanaannya pada setiap satuan pendidikan. Lingkup pembaharuan harus meliputi keseluruhan institusi kependidikan dari mulai ideologi dan konsep, sistem dan struktur, serta penyelenggaraan pelayanan pendidikan yang berbasis pada partisipasi masyarakat yang semakin meluas dalam rangka demokratisasi pendidikan.

C. KEBIJAKAN STRATEGIS PEMBANGUNAN PENDIDIKAN PADA ERA REFORMASI

Untuk tidak mengulangi kesalahan yang selama ini kita lakukan, pembangunan pendidikan dalam era reformasi perlu diarahkan pada upaya melepaskan diri dari ketergantungan yang berlebihan terhadap sumber-sumber luar negeri. Dengan kata lain, pembangunan pendidikan dapat lebih berbasis pada 'kemandirian' atas dasar seluruh potensi kekuatan bangsa melalui pengerahan partisipasi masyarakat seluas mungkin sebagai pilar yang pertama. Kemandirian bangsa itu sendiri bisa terwujud jika didukung oleh SDM yang bermutu, kesadaran berpartisipasi yang tinggi, serta kemampuan mengembangkan pemikiran dan gagasan-gagasan inovatif pada berbagai tingkatan manajemen pendidikan. Inovasi dan pembaharuan perlu dilakukan secara terus-menerus mulai dari tingkatan kebijakan perencanaan, pengelolaan, sampai pada pelaksanaan pendidikan sehari-hari.

Berdasarkan cara berpikir tersebut, tujuan utama pembangunan pendidikan, sebagaimana pembangunan nasional pada bidang-bidang lain, perlu diarahkan pada perwujudan sebuah bangsa dan masyarakat yang mandiri agar memiliki ketahanan yang kukuh terhadap berbagai gejolak perubahan dunia. Untuk terwujudnya kemandirian itu, perlu disepakati terlebih dahulu hal-hal yang berkaitan

4

Page 6: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

dengan karakteristik masyarakat Indonesia baru yang diinginkan, dari segi konsepnya, ciri-cirinya, serta kaitannya dengan pendidikan sebagai sarana ampuh dalam proses pengembangan mutu dan keunggulan SDM. Karakteristik masyarakat Indonesia baru yang sesuai dengan keinginan mewujudkan kehidupan yang demokratis adalah masyarakat sipil (civil society) Indonesia sebagai pilar kedua. Sebagai pilar ketiga perlu dikembangkan pendekatan berpikir manusia dalam proses pembudayaan untuk menuju pada berkembangnya nilai budaya modern.1.Menuju Kemandirian Bangsa

Kemandirian bersumber dari kemampuan suatu bangsa untuk bertahan dalam lingkungan yang berubah, baik lingkungan alam, masyarakat ataupun lingkungan antarbangsa tanpa mengorbankan jatidiri. Bangsa yang mandiri adalah bangsa yang tidak perlu tergantung kepada bangsa atau orang lain untuk kelangsungan hidupnya, karena memiliki ketahanan terhadap perubahan-perubahan dunia yang berlangsung cepat. Dalam pengertian yang lebih luas, kemandirian bukan hanya bersumber dari kemampuan untuk menjamin kelangsungan hidup tetapi juga untuk tumbuh dan berkembang dengan kekuatan sendiri (Suryadi dan Budimansyah, 2008).

Kemandirian juga merupakan salah satu faktor penting untuk mendorong terwujudnya ketahanan nasional dalam pengertian yang hakiki dan berjalan secara berkelanjutan (sustainable). Dalam bidang ekonomi, konsep ketahanan nasional ini cukup jelas karena sisi ekonomi sangat penting untuk menunjang kemandirian suatu bangsa. Jika tingkat industrialisasi suatu bangsa berkaitan erat dengan kemajuan ekonomi, maka tingkat kemajuan industri dari bangsa tersebut berkaitan erat pula dengan kemampuannya untuk mandiri, untuk bertahan dan untuk dapat berkembang dengan kekuatan sendiri.

Untuk mencapai kemandirian yang kukuh, suatu bangsa harus mencapai tingkat penguasaan teknologi tertentu yang dapat menggerakkan seluruh tatanan kehidupannya, termasuk di dalamnya sektor-sektor industri. Bangsa yang mandiri adalah yang selalu mengandalkan kemampuan menguasai dan mendayagunakan teknologi sendiri yang digunakan dalam menggerakkan mesin-mesin industrinya untuk kesejahteraan seluruh warga. Untuk kemandirian itu, bukanlah berarti suatu bangsa tidak

5

Page 7: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

memerlukan adanya aliran keluar-masuk modal atau teknologi, namun yang penting adalah bahwa neraca akhirnya bukan merupakan suatu ketergantungan.

Kemandirian bangsa mencerminkan tatanan kehidupan yang stabil dan dewasa serta lebih mengandalkan kemampuan sendiri untuk tumbuh. Industri sudah harus berfungsi sebagai tulang punggung perekonomian sehingga teknologi untuk menggerakkan sendi-sendi dan mata rantainya perlu dikuasai sepenuhnya. Namun demikian, sektor pertanian tetap penting tapi harus ditangani bukan sebagai sektor subsisten, melainkan sebagai industri pertanian modern dengan penerapan teknologi maju untuk memacu produktivitas, penggunaan sumber daya alam yang hemat dan efisien, serta produk yang bersaing. Sektor jasa, termasuk sektor pengembangan SDM harus berkembang, di samping sebagai pendukung kegiatan di sektor produksi secara keseluruhan, juga sebagai sektor industri itu sendiri yang produktif dan bersifat remuneratif.

Kemandirian bangsa menunjukkan pula berfungsinya demokratisasi dalam berbagai bidang kehidupan. Tujuan utamanya tidak lain adalah untuk mewujudkan cita-cita keadilan sosial. Demokratisasi dalam berbagai bidang kehidupan amat diperlukan untuk menjamin kelangsungan pembangunan, karena mendapat dukungan serta partisipasi masyarakat secara luas. Ditinjau dari tingkat perkembangan dan struktur sosial - ekonomi - budaya - politik, kemandirian itu dicerminkan oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut.

a. Memiliki SDM yang tercermin dari makin banyaknya tenaga ahli dan profesional yang bermutu dan produktif serta mampu menjadi pelopor perubahan dan penyempurnaan di berbagai bidang pembangunan.

b. Makin kecilnya ketergantungan pada sumber pembiayaan dan modal investasi dari luar negeri seiring dengan sumber-sumber pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri yang semakin kukuh.

c. Memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang memadai, dan jika tidak memungkinkan, ketergantungan itu harus diimbangi dengan keunggulan dalam sektor-sektor lain agar tidak membuat kelemahan dan kerawanan.

d. Memiliki daya tahan nasional dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya terhadap perkembangan dan

6

Page 8: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

gejolak yang timbul secara nasional, regional maupun global.

Keempat karakteristik tersebut harus dijadikan acuan bagi pembangunan pendidikan nasional dalam rangka menunjang terwujudnya kemandirian. Untuk mewujudkan fungsinya dalam menghasilkan SDM yang bermutu, pendidikan memerlukan aparatur yang profesional baik sebagai pengambil keputusan, sebagai pemikir, sebagai pelaksana teknis, maupun sebagai pengelola dalam setiap tingkatan manajemen pendidikan. Dengan semakin kuatnya aparatur, proses pembangunan pendidikan akan semakin efisien karena didukung oleh semakin tingginya kemampuan dalam menentukan prioritas pendayagunaan anggaran karena jumlah dan sumbernya semakin terbatas. Hal ini penting karena bangsa pemberi bantuan sering dituding memiliki tujuan politis untuk mempertahankan ketergantungan negara yang diberikan bantuan (Budimansyah, 2009). Untuk mengurangi ketergantungan, pendidikan diarahkan sedemikian rupa agar menjadi sektor produktif yang mampu memberikan pelayanan dengan mutu dan efisiensi yang tinggi sehingga secara bertahap sektor pendidikan menjadi salah satu sektor andalan yang produktif.

Masyarakat yang mandiri memiliki kebebasan dan kemampuan untuk menentukan nasib sendiri dan masa depannya secara demokratis. Dengan demikian, bagian yang paling asasi dari masyarakat mandiri adalah demokratisasi dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk pendidikan. Dalam masyarakat mandiri, berkembang berbagai perangkat nilai dan institusi untuk mewujudkan demokratisasi pendidikan di dalam suatu sistem politik yang demokratis pula (Winataputra dan Budimansyah, 2007).

Selain merupakan ukuran kemampuan, kemandirian juga merupakan cerminan nilai budaya masyarakat yang memiliki kesadaran untuk ikut ambil bagian dalam proses pembangunan. Kemandirian dibangun melalui pendekatan budaya dan pendidikan memiliki andil yang besar untuk itu. Untuk terwujudnya kemandirian, sistem pendidikan nasional harus dibangun berlandaskan asas keunggulan, profesionalisme, otonomi dan asas demokratisasi, dengan basis partisipasi masyarakat yang semakin meluas (Suryadi dan Budimansyah, 2008).

Berdasarkan empat asas tersebut pembangunan pendidikan harus mampu menyiapkan SDM Indonesia yang

7

Page 9: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

produktif dalam kehidupan masyarakat madani yang dikonsepkan sesuai dengan keadaan, permasalahan, tantangan dan kepribadian bangsa Indonesia. Masyarakat madani dalam tatanan masyarakat Indonesia moderen memiliki karakteristik yang berkembang secara evolusioner melalui berbagai proses perkembangan sejarah serta proses industrialisasi yang telah berlangsung selama ini.2.Menuju "Civil Society" Indonesia

Sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru, keinginan masyarakat untuk mewujudkan kehidupan demokrasi di berbagai bidang semakin besar, ditambah lagi dengan kecenderungan yang kuat ke arah berkembangnya masyarakat madani (Budimansyah dan Suryadi, 2008). Penelaahan terhadap konsep masyarakat madani telah dihasilkan berbagai istilah senada dengan makna yang tidak persis sama, namun dapat menjadi acuan untuk mengidentifikasikan karakteristik masyarakat Indonesia yang diinginkan di masa depan. Pengertian paling kuno dimunculkan oleh Cicero pada abad pertama Sebelum Masehi sebagai civilis societas yang mengacu pada negara-kota Athena (Heater, 2004). Istilah masyarakat madani, selain mengacu kepada konsep civil society juga mendasarkan pada konsep negara-kota Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad S.A.W. pada tahun 622 M (Haekal,1992). Masyarakat Madani juga mengacu kepada konsep tamadhun (masyarakat berperadaban) yang diperkenalkan oleh Ibn Khaldun (Wafi, 1957) dan konsep al madinah al fadhilah (negara utama) yang dikemukakan oleh filsuf Al Farabi pada masa abad pertengahan. Mengacu kepada Piagam Madinah ditemukan sejumlah sifat yaitu: keadilan, egaliter, toleran, moderat, kemanusiaan, demokrasi, keseimbangan, dan solidaritas sosial. Konsep ini tetap relevan meskipun penerapannya di Indonesia masih harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang sangat berbeda dengan lingkungan masyarakat Arab pada sekian abad yang silam (Mubarakpuri,1998).

Di samping pengertian tersebut di atas, karakteristik masyarakat madani juga dapat diidentifikasikan melalui konsep 'civil society yang berkembang pada masyarakat industri modern. Untuk penerapannya di Indonesia sebagai masyarakat ketimuran yang religius, konsep civil society ini mengandung kelemahan yang hakiki. Di antara kelemahan yang harus mendapat perhatian dan kajian yang teliti adalah

8

Page 10: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

karakteristik masyarakat industri di Dunia Barat yang cenderung sekuler dan individualistis. Namun demikian, sejumlah karakteristik yang positif dalam kehidupan masyarakat sipil di negara-negara industri perlu dipelajari dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat modern Indonesia.

Masyarakat madani seperti dikemukakan oleh Veldhuis (1998) ialah indikatordari pemerintahan yang demokratis. Menurut Patrick and Leming (2001) 'Civil society is the complex network of freely formed voluntary associations, apart from the formal governmental institutions of the state, acting independently or in partnership with state agencies. Apart from the state, civil society is regulated by law. It is a public domain that is constituted by private individuals.' Masyarakat madani adalah sebuah jaringan yang sangat luas dari berbagai organisasi kemasyarakatan, yang berada di luar institusi pemerintah resmi dari suatu pemerintahan. Mereka melaksanakan tindakan-tindakan secara independen atau dengan melakukan kemitraan dengan lembaga-lembaga pemerintah. Walaupun terpisah dari lembaga-lembaga pemerintah mereka diatur secara hukum dan tetap berkiprah dalam urusan-urusan publik tetapi dilaksanakan oleh orang-orang secara individual. Dalam masyarakat madani, setiap warga negara memiliki kepedulian untuk selalu mengetahui, menganalisis, dan mengapresiasi setiap permasalahan dalam berbagai bidang kehidupan negara dan nasyarakat. Dalam masyarakat seperti itu, tanggungjawab setiap warga negara terhadap bangsanya ditanamkan sebagai landasan utama untuk mewujudkan bangsa yang maju.

Konsep civil society berkaitan erat dengan konsep-konsep lainnya, seperti: demokratisasi, profesionalisme dan produktivitas, hak-hak dasar manusia serta tanggung jawab warga negara. Jadi, partisipasi masyarakat sebagai warga negara yang bertanggungjawab dan profesional yang mampu memacu produktivitas nasional dalam berbagai bidang kehidupan semakin bisa terwujud sejalan dengan semakin berkembangnya masyarakat madani.

Kaitan konsep demokrasi dengan konsep civil society sangatlah erat. Berkembangnya masyarakat kelas menengah (middle class society) pada negara-negara industri baru seperti Singapura dan negara-negara Asia Timur lainnya adalah indikator tumbuhnya masyarakat madani. Di

9

Page 11: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

Singapura, misalnya, proses industrialisasi diikuti oleh berkembangnya masyarakat kelas menengah mencapai 80% pada tahun 1987. Tumbuh pesatnya masyarakat kelas menengah mengakibatkan terjadinya perubahan struktur pelapisan sosial (social stratification). Di dalam tatanan masyarakat yang baru, munculnya sikap-sikap mental baru, orientasi nilai baru, dan pola perilaku baru dengan etos kerja dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Mereka umumnya lebih terdidik; memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas; lebih kosmopolitan; serta memiliki kesadaran berpartisipasi dalam politik, ekonomi dan kemasyarakatan yang lebih tinggi (Suryadi dan Budimansyah, 2008).

Masyarakat kelas menengah yang tumbuh dari proses industrialisasi ini para anggotanya memiliki beberapa karakteristik penting sebagai masyarakat modern. Dengan kemampuan belajar yang tinggi, mereka lebih mampu mendayagunakan teknologi informasi yang terus berkembang pesat dalam rangka mendukung kegiatan produktif mereka. Dengan pendidikan, keahlian, profesi, pengetahuan, dan kecakapan teknis yang dimiliki, mereka mampu memerankan diri sebagai pelaku-pelaku ekonorni, politik, dan sosial-budaya secara lebih produktif dan membangun.

Berkembangnya masyarakat kelas menengah pada negara-negara industri baru berbarengan dengan proses industrialisasi yang telah mampu mendongkrak demokratisasi di berbagai bidang. Pemerintahan negara-negara industri, yang sudah mampu menciptakan produktivitas dan kemakmuran masyarakatnya, telah berhasil menciptakan dan memelihara keadaan di mana profesionalitas, kerja keras, disiplin tinggi, dan orientasi terhadap perubahan dan kekaryaan sebagai sistem nilai yang mengikat pola-pola kelakuan masyarakatnya.

Berbagai lembaga diserahi tanggung jawab dalam proses sosialisasi untuk meningkatkan rasa kebersamaan sosial yang mengarah pada pembinaan produktivitas warganya. Lembaga-lembaga pendidikan dianggap sebagai sarana utama untuk melaksanakan proses pewarisan, pengembangan, dan penerimaan nilai yang berorientasi produktivitas. Nilai-nilai produktivitas — seperti belajar cepat, kerja keras, disiplin tinggi, dan berorientasi terhadap inovasi dan menghasilkan karya yang bermutu — terus

10

Page 12: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

ditanamkan baik melalui pendidikan maupun melalui aturan-aturan hukum dalam masyarakat. Rule of Law ditegakkan dan kesadaran masyarakat untuk selalu menaati hukum dan aturan yang berlaku menjadi masalah yang utama. Sekolah dan lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat diserahi tanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan moral warganegara yang demokratis. Moral adalah sikap mental yang merupakan faktor penggerak bagi proses perubahan yang berkelanjutan dalam tindakan individu dalam masyarakat.

Mengingat struktur sosial-ekonomi yang semakin beragam, karakteristik masyarakat madani Indonesia adalah perpaduan yang serasi diantara kedua konsep, yaitu konsep al madinah al fadhilah (Al Farabi) dan konsep civil society yang berkembang dalam negara-negara industri. Namun sekali lagi, konsep civil society yang diterapkan pada masyarakat Indonesia modern harus diadaptasikan dengan karakteristik masyarakatnya yang bersifat sosialis-religius. Masyarakat Indonesia modern itu memiliki karakteristik sebagai berikut.

a. Iman dan Takwa, artinya masyarakat sipil yang diinginkan bukan suatu masyarakat sekuler dan cenderung lebih materialistis tetapi suatu masyarakat yang etis religius, yang lebih mengetengahkan akhlak dan kebajikan manusia sebagai makhluk Tuhan.

b. Demokratis, adalah ciri utama masyarakat yang memiliki kesadaran berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan bangsa ke arah terwujudnya akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang berada di tangan masyarakat;

c. Kemandirian, ialah kesiapan masyarakat menghadapi tantangan masa depan, persaingan global, peningkatan nilai tambah, dan transformasi menuju masyarakat modern. Kemandirian adalah suatu sikap yang dibentuk oleh kemampuan individu atau suatu bangsa dalam mengaktualisasikan seluruh potensi untuk berkarya.

d. Keunggulan, nilai ini berwujud mentalitas manusia dalam masyarakat yang menilai tinggi terhadap hasil karyanya, dan dorongan untuk menghasilkan suatu karya adalah kepuasan untuk mencapai karya itu sendiri, dan bukan dorongan dalam bentuk lain, seperti mengejar harta, kedudukan, kehormatan, kekuasaan, dan sebagainya.

11

Page 13: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

e. Profesional, adalah masyarakat yang memiliki hasrat untuk melakukan eksplorasi lingkungan dan sumber-sumber kekuatan alam, yang akan menjadikan manusia tidak tunduk terhadap nasib tetapi menganggap penting usaha atau kemampuannya sendiri untuk melakukan inovasi, perubahan, dan penyempurnaan.

f. Supremasi hukum (rule of law); yaitu seluruh kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia yang tidak dikendalikan oleh suatu sistem kekuasaan tetapi berlandaskan pada hukum dan aturan yang disepakati bersama.Nilai-nilai tersebut di atas, sudah tentu tidak tumbuh

dan berkembang dengan sendirinya. Perwujudan masyarakat madani merupakan suatu proses perubahan yang terus-menerus dalam jangka waktu yang relatif lama pada berbagai bidang kehidupan. Dalam kaitannya dengan SDM, misalnya, pergeseran struktur angkatan kerja Indonesia telah berlangsung setidaknya dalam dua puluh tahun terakhir sebagai akibat dari berkembangnya investasi dalam berbagai sektor industri dan perdagangan. Pergeseran yang terjadi dalam sektor-sektor industri yang telah mempengaruhi pergeseran struktur angkatan kerja nasional ini sering juga disebut sebagai proses modernisasi ekonomi dan profesionalisasi tenaga kerja.

Pergeseran secara makro dalam struktur ekonomi dan struktur angkatan kerja nasional merupakan proses industrialisasi atau modernisasi. Pergeseran juga akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat kelas menengah yang lebih profesional dalam aspek sikap, perilaku, kecakapan, keterampilan, dan keahlian yang dapat mendukung produktivitas.

3.Menuju Berkembangnya Nilai Budaya ModernBerdasarkan konsep ekonomi, produktivitas nasional

harus didukung oleh tersedianya SDM yang terampil dan professional yang mampu menjalankan kegiatan ekonomi produktif. Namun, masih banyak kalangan yang menganggap perlu adanya revitalisasi konsep manusia produktif. Diperlukan cara berpikir yang berbeda dengan pola pemikiran makro-ekonomi, dalam membangun konsep manusia produktif secara lebih realistis. Salah satunya adalah menggunakan pendekatan berpikir manusia dalam proses pembudayaan, yaitu pemahaman terhadap struktur

12

Page 14: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

dan sistem nilai yang dimiliki oleh manusia sebagai pelaku ekonomi dalam kaitannya dengan produktivitas.

Dari beberapa contoh di negara-negara maju, nilai-nilai dan sikap mental modern merupakan unsur penggerak yang paling ampuh dalam mencapai perkembangan yang diharapkan dalam bidang-bidang kehidupan ekonomi, politik, sosial-budaya. Kemampuan manusia dalam menguasai suatu cabang keahlian, keterampilan, dan iptek sudah tentu sangat diperlukan (necessary) untuk mendukung produktivitas, namun belum dapat dikatakan mencukupi (sufficient). Kemampuan teknis tersebut perlu terus diberbaharui dan diremajakan sejalan dengan perubahan aspirasi dan teknologi yang berlangsung tiada henti. Untuk itu diperlukan penanaman sistem nilai budaya yang dapat mendorong dan memberikan semangat untuk memperbaharui kemampuan tersebut. Dengan kemampuan itu, SDM selalu dapat mengikuti bahkan menjadi pelopor untuk melakukan inovasi dan perubahan. Dalam kaitan ini, pendidikan tidak hanya berperan dalam peningkatan penguasaan keahlian dan keterampilan dalam iptek, tetapi juga mengembangkan nilai dan sikap yang mendorong tumbuh-kembangnya kemampuan belajar sepanjang hayat.

Menurut cara berpikir ini manusia produktif ialah mereka yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk selalu belajar dan menyesuaikan aspirasinya, cara berpikirnya, serta metoda kerjanya agar tetap sejalan dengan proses perubahan. Mereka selalu berorientasi ke depan, mempelajari tantangan-tantangan perubahan dan kecenderungan di masa depan sebagai landasan untuk berpikir dan bertindak pada masa sekarang serta melakukan antisipasi yang lebih realistis. Mereka tidak sepenuhnya tunduk terhadap kehendak alam, bahkan selalu ingin mengeksplorasi lingkungan alam dengan kemampuan menguasai, mencari, memperbaharui dan mendayagunakannya secara arif dan bijaksana. Mereka berkeinginan melakukan inovasi untuk memperbaharui cara dan pendekatan berpikir sehingga dapat menyempurnakan cara kerjanya agar dapat menghasilkan karya yang bermutu. Mereka selalu tertarik dan peka terhadap hal-hal baru, mereka selalu menghargai karya yang bermutu tinggi sebagai faktor pendorong meningkatnya produktivitas karena karya yang bermutu itulah yang menjadi panutannya. Agar dimungkinkan terciptanya manusia-manusia yang demikian, perlu dikembangkan iklim yang dapat menyiptakan dorongan

13

Page 15: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

untuk belajar secara terus menerus dalam rangka peningkatan mutu dan produktivitas.

Pertumbuhan ekonomi yang terus menerus akan dapat dicapai jika telah tercipta keadaan yang disebut pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Yang harus menjadi pusat perhatian adalah faktor manusia itu sendiri dengan seperangkat nilai yang dianut sebagai pelaku-pelaku pembangunan yang produktif. Pembangunan berkelanjutan akan tercipta jika para pelaku ekonomi dapat memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya produktif secara terus menerus. Pertumbuhan berkelanjutan akan dapat dicapai jika SDM dikelola di dalam iklim yang kondusif bagi para pekerja untuk belajar secara terus menerus, melakukan inonvasi dalam bekerja, serta selalu berorientasi terhadap kekaryaan.

Setelah melewati masa-masa pembangunan selama pemerintahan Orde Baru, kemajuan pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan telah mulai mewujud. Namun, masih banyak kekhawatiran karena masa depan Indonesia masih penuh dengan ketidakpastian (uncertainty). Memasuki masa depan yang penuh dengan ketidakpastian ini, semua anggota masyarakat dituntut untuk melakukan berbagai upaya untuk mengkaji kembali cara berpikir agar dapat memperbaiki masa depan dengan cara-cara berpikir dan bertindak yang benar.

Dalam kaitannya dengan proses pembudayaan masyarakat, SDM merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu sistem nilai budaya. Dalam kaitannya dengan sistem nilai budaya ini, ditekankan bahwa manusia tidak semata-mata dianggap sebagai faktor produksi (baca: pekerja yang dapat mendukung produktivitas) di dalam suatu sistem produksi, tetapi lebih dari itu. SDM adalah pemacu perubahan dan produktivitas baik bagi dirinya sendiri maupun bagi kelompok masyarakatnya.

Berikut ini dikemukakan berbagai aspek yang berkaitan dengan sistem nilai budaya dan orientasi nilai yang perlu dikembangkan dalam masyarakat Indonesia modern di masa depan. Sistem Nilai Budaya

Untuk menjadi produktif, manusia tidak hanya perlu dibekali dengan kemampuan dalam menguasai cabang-cabang keahlian, keterampilan dalam iptek tetapi juga

14

Page 16: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

dengan berbagai nilai dan sikap sebagai pedoman bagi perilakunya, dan sebagai landasan semangat untuk berkarya. Berbagai tata nilai yang memedomani kelakuan manusia bersumber dari suatu sistem yang disebut ‘sistem nilai budaya’ (cultural value sistem), yaitu suatu “…tingkat yang paling abstrak dari adat dan kebiasaan hidup manusia dalam bermasyarakat”. Sistem nilai budaya terdiri atas konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran dari persentase terbesar warga suatu masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam kehidupan (Koentjaraningrat, 1985). Sistem nilai budaya merupakan bagian dari adat istiadat dalam wujud idiil dari kebudayaan dan senantiasa dijadikan pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia dan masyarakat.

Sistem nilai budaya ini mengatur berbagai tata kelakuan manusia yang lain pada tingkatan yang lebih kongkret berwujud aturan-aturan khusus, hukum, norma, adat kebiasaan dalam berbagai bidang kehidupan. Sistem nilai budaya ini merupakan bidang garapan ilmu-ilmu perilaku (behavioral sciences) yang memusatkan perhatiannya pada pengkajian kebudayaan dan kemasyarakatakan pada tingkatan primer, serta terhadap manusia dan individu di dalam masyarakat pada tingkatan sekunder. Sistem nilai budaya memiliki pengaruh yang sangat kuat dan mengakar pada suatu sikap mental (mental attitude) manusia secara perorangan dalam melakukan kegiatannya sehari-hari.

Sikap mental sebagai unsur penggerak dari berbagai jenis dan bentuk kelakuan manusia dapat diartikan sebagai disposisi atau keadaan mental dalam jiwa dari seorang individu untuk memberikan reaksi terhadap lingkungan, baik lingkungan sosial, maupun lingkungan alam (Koentjaraningrat, 1985). Sikap mental ini merupakan bidang kajian dari ilmu psikologi yang memusatkan perhatiannya pada individu manusia pada tingkatan primer dan terhadap kebudayaan dan masyarakat sebagai lingkungan individu manusia pada tingkatan sekunder.

Sikap mental itu sendiri berlum merupakan konsep yang berwujud tetapi masih merupakan predisposisi dari berbagai kelakuan atau tindakan manusia. Kelakuan manusia tersebut dipengaruhi secara langsung oleh apa yang disebut ‘mentalitas’ manusia yang selanjutnya diberi arti oleh Koentjaraningrat (1985) sebagai ‘keseluruhan dari isi serta

15

Page 17: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

kemampuan alam pikiran atau jiwa manusia dalam menanggapi lingkungannya’. Mentalitas manusia merupakan suatu nilai budaya yang tumbuh di dalam diri manusia secara perorangan, dan dipedomani oleh sistem nilai budaya sehingga sulit untuk diubah karena telah terikat oleh struktur nilai yang mengakar dan melembaga di dalam diri manusia dan masyarakatnya.

Sebagai pedoman perilaku yang paling mendasar, sistem nilai budaya juga mempengaruhi ‘orientasi nilai’ (value orientation) manusia dalam kehidupan masyarakat. Orientasi nilai adalah nilai-nilai yang dijadikan acuan atau rujukan bagi manusia untuk berpikir dan bertindak dalam rangka mencapai tujuan kehidupannya, baik secara perorangan maupun kolektif. Seorang ahli antropologi, Clyde Kluckhohn (1951), yang konsepnya lebih lanjut dikembangkan oleh istrinya Florence Kluckhohn (1961) dalam bukunya yang berjudul Variation In Value Orientation menguraikan lima masalah pokok dalam kehidupan manusia yang berkaitan dengan orientasi nilai, yaitu nilai yang berkaitan dengan permasalahan tentang: hakikat hidup manusia; karya manusia; kehidupan manusia dalam ruang dan waktu; hubungan manusia dengan alam sekitarnya; dan hubungan manusia dengan sesamanya.

Inti dari pembahasan Florence Cluckhohn (1961) ialah cara-cara dari berbagai kebudayaan di dunia mengonsepkan masalah-masalah universal tersebut di atas secara berlainan. Diantaranya ada suatu orientasi nilai budaya yang menganggap bahwa karya manusia pada hakikatnya bertujuan untuk mempertahankan hidup; kebudayaan lain menganggap bahwa hakikat dari karya manusia bertujuan untuk memberikan suatu kedudukan dan kehormatan dalam masyarakat; kebudayaan yang lain lagi menganggap bahwa karya manusia merupakan suatu hasil kerja yang harus menghasilkan lebih banyak karya-karya lainnya lagi; dan sebagainya. Tingkat produktivitas dari manusia atau masyarakat yang dilandasi oleh suatu orientasi nilai tertentu, berbeda dengan manusia atau masyarakat lainnya yang dilandasi oleh orientasi nilai yang lain. Oleh karena itu, tingkatan produktivitas manusia atau suatu masyarakat sesungguhnya dapat diubah, dalam kurun waktu pendek atau panjang, sepanjang bisa diubah orientasi nilai budayanya.

Terkait dengan pembudayaan masyarakat industri, Koentjaraningrat (1985) menganggap penting nilai-nilai

16

Page 18: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

budaya yang dapat memberikan pengaruh langsung terhadap produktivitas manusia atau suatu bangsa. Hal tersebut telah dikemukakannya secara jelas dalam ungkapan berikut ini: “…untuk menjadi sedikit makmur saja kita harus dapat berusaha, bekerja, menghemat, dan sebagainya, paling sedikit tiga kali lebih keras dan intensif daripada sekarang. Jelas bahwa suatu kenaikan tekanan intensitas usaha sebesar itu tidak bisa tidak kita harus mengubah beberapa sifat dan mentalitas kita”. Proses pembudayaan pada dasarnya ialah suatu proses untuk melakukan reorientasi nilai-nilai budaya lama atau tradisional ke arah orientasi nilai baru yang sesuai dengan tatanan masyarakat yang dicita-citakan. Misalnya, jika tatanan masyarakat industri yang ingin dicapai, maka orientasi nilai industri – seperti disiplin dan etos kerja industri – perlu dikembangkan dan ditanamkan dalam masyarakat.Orientasi Nilai

Seperti dikemukakan terdahulu, untuk menjadi produktif, manusia tidak hanya memerlukan keterampilan, keahlian, dan penguasaan iptek, tetapi juga perlu memiliki suatu sistem nilai budaya. Sistem nilai budaya mempengaruhi sikap mental dan mentalitas manusia sebagai landasan perilakunya sehari-hari. Produktivitas manusia akan berubah sejalan dengan perubahan yang terjadi dalam sikap mental atau mentalitas. Perubahan mentalitas sifatnya sangat mendasar sehingga dapat juga disebut perubahan dalam orientasi nilai. David McClelland (1961) memusatkan perhatiannya pada tiga orientasi nilai yang perlu dibenahi dalam diri manusia dan masyarakat Indonesia agar lebih produktif di kemudian hari, yaitu: berorientasi ke depan (future orientation); hasrat untuk mengeksplorasi lingkungan (efficacy); dan orientasi terhadap kekaryaan (achievement orientation).

Ketiga orientasi nilai tersebut memiliki kaitan yang sangat erat dengan produktivitas manusia dan masyarakat dalam era industri dan persaingan global. Asumsinya ialah bahwa revolusi peningkatan produktivitas nasional dapat dicapai dalam skala besar jika dilakukan perubahan dalam orientasi nilai budaya manusia dan masyarakatnya. Berdasarkan pandangan McClelland dan para ahli budaya Indonesia seperti Koentjaraningrat, terdapat paling tidak tiga orientasi nilai yang perlu mendapat perhatian, yaitu:

17

Page 19: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

orientasi ke depan; orientasi terhadap inovasi dan perubahan; dan orientasi kekaryaan.Orientasi ke Depan

Orientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan ke depan dengan memperhitungkan berbagai kecenderungan dan tantangan secara cermat dan teliti. Selama masa pemerintahan Orde Baru, kita menyaksikan kemajuan pembangunan secara berfluktuasi dalam berbagai bidang. Ketidakpastian sering terjadi dalam cara-cara mencapai kemajuan dari suatu sektor pembangunan. Kemajuan yang sudah dicapai pada suatu titik waktu tertentu sering tidak menjadi landasan bagi kemajuan yang harus dicapai pada waktu-waktu berikutnya. Sering pula ditemukan kemajuan suatu bidang pembangunan hanya merupakan suatu kemujuran yang mungkin tidak akan dapat dicapai dalam waktu-waktu berikutnya.

Keadaan ini dapat diamati, misalnya, dalam fluktuasi pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1970-an sampai sekarang. Pada dasawarsa 1970-an, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai tingkat yang sangat tinggi (pertumbuhan pertahun di atas 11%). Namun pertumbuhan semacam ini tidak dialami pada masa-masa berikutnya karena kejenuhan dalam sektor pertambangan minyak bumi. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menurun dan mencapai titik di bawah nol pada tahun 1982. Baru setelah diberlakukannya kebijaksanaan deregulasi dalam berbagai sektor, ekonomi Indonesia tumbuh kembali secara perlahan sehingga mencapai pertumbuhan cukup tinggi pada awal dasawarsa 1990-an sebagai hasil dari peningkatan produktivitas dunia usaha dalam memacu peningkatan ekspor non-migas.

Tingginya pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai sampai dengan pertengahan dasawarsa 1990-an ini bukan merupaan landasan yang kokoh untuk perkembangan pada waktu berikutnya. Ramalan Prof. Sumitro Djojohadikusumo, beberata tahun silam (Kompas, Oktober 1992) bahkan cenderung menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan tidak cerah jika tidak dapat dibenahi inti permasalahannya. Kemampuan dasar sektor-sektor ekonomi Indonesiadalam berproduksi tampaknya masih terbatas, sehingga upaya peningkatan skala produksi nasional, yang diarahkan pada pertumbuhan yang lebih

18

Page 20: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

tinggi, bahkan mengakibatkan mesin ekonomi yang mulai memanas. Walaupun pertumbuhan tinggi tetapi dibarengi oleh inflasi yang tinggi pula maka akan menjadi kendala bagi pertumbuhan produktivitas nasional. Pemanasan mesin ekonomi ini disebabkan oleh struktur dasar industri Indonesia yang belum kuat, baik dilihat dari infrastruktur dasarnya maupun manusianya itu sendiri sebagai pelaku ekonomi.

Pertumbuhan yang berkelanjutan akan dapat dicapai jika ekonomi Indonesia memiliki landasan yang kokoh. Landasan yang kokoh tersebut ternyata tidak dimiliki bahkan Indonesia dihadapkan pada krisis ekonomi yang mengakibatkan kotraksi ekonomi yang hebat mulai pertengahan tahun 1997. Fluktuasi 10-15 tahunan ini terjadi sebagai akibat dari peoses pembangunan yang masih tidak mengindahkan pada asas kemandirian SDM sebagai pelaku-pelaku industri. Dengan kata lain, pembangunan selama ini masih ditandai oleh ketergantungan yang berlanjut terhadap sumber-sumber luar negeri.

Bila dikaji pengalaman Indonesia selama ini, faktor SDM tampaknya merupakan faktor paling berpengaruh terhadap penurunan atau pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan tinggi yang dicapai dalam dasawarsa 1970-an lebih banyak ditentukan oleh keberuntungan dari sumber daya alam (khususnya minyak bumi), terbukti pada saat sumber minyak mulai menurun (jumlah produksi maupun harga) ekonomi Indonesia terus menurun dengan tajam. Pertumbuhan ekonomi yang mulai merayap sejak tahun 1983, disebabkan oleh unsur manusia yang kelakuannya mulai dikerahkan melalui kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi. Pertumbuhan tersebut terus membaik tetapi hanya sampai pada suatu titik waktu, dimana sumber-sumber produksi terpasang terpaksa seluruhnya. Yang dimaksud sumber produksi terpasang adalah manusia-manusia produktif yang terampil dan professional yang karena iklim usaha dan infrasktruktur ekonominya memungkinkan untuk itu.

Krisis yang menimbulkan kontraksi ekonomi yang hebat itu sekaligus menunjukkan bahwa sumber-sumber produksi terpasang (infrastruktur dan pelaku ekonomi yang professional) yang semakin terbatas. Ketergantungan Indonesia terhadap sumber-sumber luar negeri – baik modal investasi maupun SDM yang terampil – terus berlanjut dalam

19

Page 21: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

batas-batas yang tidak wajar sehingga krisis moneter yang melanda Indonesia secepatnya menjadi krisis dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan demikian, yang paling bisa dipercaya untuk membangun kembali ekonomi Indonesia dalah sektor SDM yang benar-benar professional dan mandiri sehingga memiliki dampak positif dan berjangka panjang. Perbaikan dan penambahan infrastruktur industri (seperti komunikasi, transportasi, energi, dsb), tampak lebih mudah dibandingkan dengan penyiapan unsur SDM sebagai pelaku ekonomi. Jika modernisasi ini yang ingin diwujudkan, maka pengembangan SDM sebagai pelaku ekonomi inilah yang menjadi tantangan terbesar di masa depan.

Titik berat pembangunan nasional pada pengembangan kualitas SDM sudah merupakan suatu komitmen dari pemerintah. Untuk terwujudnya kemandirian, perlu dibentuk manusia-manusia yang selalu berorientasi ke depan, yaitu manusia dan masyarakat yang memiliki nilai dan sikap yang luwes, tanggap terhadap perubahan, memiliki semangat untuk melakukan inovasi dalam kegiatannya sehari-hari, dan dapat menghargai karya yang bermutu. Nilai-nilai tersebut merupakan bagian penting dari konsep Achievement Orientation yang telah dilakukan pengukuran secara operasional menjadi skala modernitas (modernity index) oleh Inkeles dan Smith (1976) dalam studi-studinya di beberapa negara maju dan berkembang.

Pembangunan unsur manusia yang berorientasi ke depan tidak hanya memerlukan kemampuan menguasai keahlian, keterampilan, dan iptek, tetapi juga kemampuan untuk membangun unsur ‘insani’ dari SDM itu sendiri sebagai pelaku ekonomi. Anggapan bahwa SDM produktif hanya ditentukan oleh penguasaan keterampilan dan keahlian merupakan suatu mitos yang berkepanjangan. Mitos tersebut mengatakan bahwa manusia (baca tenaga kerja) dianggap sebagai salah satu faktor produksi di dalam suatu sistem produksi. Padahal secara umum telah diketahui bahwa manusialah yang membuat, mengatur, dan mengelola seluruh faktor produksi agar produktivitasnya meningkat secara berkelanjutan.

Penelitian Inkeles dilakukan pada tahun 1976 terhadap para pegawai industri di enam negara berkembang, yaitu India, Pakistan, Peru, Turki, Chili, dan Brazil. Penelitian tersebut menemukan bahwa semakin tinggi pendidikan karyawan, semakin tinggi pula nilai modernitasnya secara

20

Page 22: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

individual, pada awal-awal mereka bekerja. Namun, pola seperti ini tidak ditemukan pada saat mereka yang memiliki pengalaman kerja di atas 10 tahun. Bagi para pegawai yang lebih senior, pengalaman kerja, jenis jabatan, dan pengalaman mengikuti kursus-kursus ternyata memiliki hubungan yang sangat erat. Bagi kelompok karyawan senior ini, latar belakang pendidikan karyawan tidak memiliki hubungan yang konsisten. Dari penemuan Inkeles dan Smith ini dapat dilihat bahwa nilai-nilai modernitas karyawan berkembang sejalan dengan tantangan dan permasalahan pekerjaan yang secara terus menerus dihadapi oleh para karyawan pada waktu mereka sudah bekerja dan bukan diakibatkan oleh pendidikan mereka di bangsu sekolah. Tantangan itu menuntut mereka untuk belajar dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi secara terus menerus hingga ditemukannya metode dan cara kerja baru.Orientasi terhadap Perubahan

Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan yang diarahkan untuk mencapai kemakmuran dan keadilan di dalam masyarakat suatu negara. Titik berat pembangunan nasional seharusnya tetap ditujukan untuk mewujudkan masyarakat yang dapat membangun berdasarkan kekuatan sendiri. Titik berat pembangunan tersebut dioperasionalkan melalui pembangunan mutu manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya. Keduanya tidak berbeda, yaitu membangun manusia dan masyarakat Indonesia yang berorientasi terhadap perubahan, mampu berinovasi dengan bekal penguasaan iptek, serta orientasi terhadap perbaikan dan penyempurnaan. Jika faktor manusia yang menjadi titik berat, maka proses pembangunan pada dasarnya ialah proses perubahan yang sistematis dari orientasi nilai dan sikap mental manusia dan masyarakatnya.

Beberapa ahli berpendapat bahwa orientasi terhadap perubahan merupakan satu-satunya faktor mendasar yang menentukan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial. Perbedaan pendapat juga sering terjadi apakah perubahan suatu sikap mental ini yang mempengaruhi pertumbuhan atau sebaliknya. Di negara-negara industri baru (di kawasan tepian Pasifik), misalnya perubahan-perubahan sosial, budaya dan nilai diyakini merupakan suatu gejala yang terjadi secara bersamaan dengan proses-proses industrialisasi itu sendiri. Dengan demikian, industrialisasi

21

Page 23: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

juga merupakan suatu proses pendidikan karena dapat menimbulkan perubahan dalam sikap dan nilai.

Salah satu orientasi nilai yang sangat inti dalam sistem nilai sebagai akar produktivitas, baik bagi individu maupun masyarakat, ialah “belajar untuk mengikuti dan memelopori perubahan”. Peter M. Senge (1992) dengan konsepnya yang terkenal dengan sebutan personal master-nya memiliki kesamaan dengan konsep orientasi nilai yang dikemukakan Koentjaraningrat di muka, yaitu selalu berorientasi terhadap inovasi dan perubahan. Dengan kata lain, orientasi terhadap perubahan harus berwujud dalam bentuk kemampuan untuk belajar sepanjang hayat, sehingga mampu untuk selalu berorientasi terhadap inovasi dan perubahan.

Dalam dunia perusahaan, Senge – dengan istilah yang disebut learning organization – mengemukakan bahwa suatu organisasi juga belajar dan berubah melalui kegiatan belajar dari para karyawannya secara individual. Perusahaan-perusahaan yang berhasil – di Amerika, Jepang maupun negara-negara lain – adalah yang memiliki komitmen terhadap tumbuhnya keterbukaan untuk menerima hal-hal baru. Seorang pendiri perusahaan teknologi keramik terkemuka di Jepang, Kazuo Inamori, mengatakan bahwa dalam pengelolaan perusahaan dan aspek-aspek lain dari dunia usaha, kekuatan pendorong utama produktivitas ialah “orang-orang” (people), yaitu pihak yang memiliki hasrat, kecerdasan, dan cara-cara berpikir yang dapat membawa perusahaan ke arah perubahan yang terus menerus. Jika para pegawai perusahaan tidak ditantang dengan tujuan-tujuan perubahan, pertumbuhan, dan perkembangan sesuai dengan perkembangan iptek, maka pertumbuhan dan perkembangan produktivitas seperti yang diharapkan di dalam perusahaan tidak akan terjadi (Suryadi dan Budimansyah,2008).

Orientasi terhadap perubahan ini harus didukung oleh pendidikan moral baik melalui sekolah maupun dalam kehidupan masyarakat. Dalam kaitannya dengan pendidikan moral, Menteri Pendidikan Singapura menegaskan bahwa “…setiap kesempatan harus digunakan untuk menanamkan nilai-nilai budaya inovatif dan menerapkannya dalam praktek kehidupan sehari-hari, pendidikan moral merupakan program pendidikan yang paling tepat, penting, dan memungkinkan di antara mata-mata pelajarasn yang lain untuk menanamkan dan melaksanakan nilai-nilai yang dapat mendukung perubahan sosial dalam masyarakat. Melalui pendidikan

22

Page 24: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

moral, kerja sama kelompok, tanggung jawab sosial, kepemimpinan, dan semangat belajar adalah nilai-nilai budaya yang perlu dikembangkan dalam situasi apapun di sekolah ataupaun di luar sistem persekolahan” (Suryadi dan Budimansyah,2008).Orientasi terhadap Kekaryaan

Orientasi terhadap kekaryaan adalah orientasi nilai yang bersumber dari konsep yang dikemukakan oleh seorang ahli psikologi yang bernama David McClelland (1961), yaitu “Achievement Orientation” (AO). Orientasi nilai ini dibahas secara meluas dalam bukunya yang berjudul The Achieving Society. Orientasi terhadap kekaryaan akan berwujud mentalitas manusia yang selalu menilai tinggi terhadap hasil karyanya. Dorongan untuk membuahkan hasil karya adalah kepuasan untuk mencapai karya itu sendiri, dan bukan dorongan dalam bentuk lain, seperti mengejar harta, kedudukan, kehormatan, kekuasaan, dan sebagainya. Untuk mencapai karya yang bermutu, manusia modern merasa berkepentingan untuk selalu memperbaharui kemampuan, wawasan, dan produktivitas mereka melalui kegiatan belajar secara terus menerus.

Jack Adam (Presiden Hanover Insurance Company) menggunakan konsep personal mastery untuk membangun kembali perusahaan yang semula telah dinyatakan bangkrut. Yang dibangun dalam perusahaan tersebut bukanlah faktor-faktor fisik seperti modal, mesin industri, alat-alat, perluasan pasar atau struktur organisasi, seperti yang biasa dilakukan oleh para pemimpin pendahulunya, tetapi mengkonsepkan kembali nilai-nilai dasar dan hakikat manusia dalam perusahaan yang menganggap tinggi hasil karya yang bermutu. Sebagai akibat dari rekonstruksi tersebut, sekarang Hanover merupakan perusahaan yang berada dalam posisi tiga perempat teratas jika dilihat dari aspek manfaat dan telah tumbuh 50 persen lebih cepat dari perusahaan-perusahaan sejenis yang didirikan satu dasawarsa sebelumnya. Yang ditekankan dalam pembangunan kembali perusahaan tersebut ialah apa yang disebut human spirit yaitu dorongan untuk berkarya dan menghargai karya-karya inovatif sebagai perwujudan dari konsep McClelland tadi, yaitu achievement orientation.

Berkembangnya orientasi nilai dalam suatu sistem nilai budaya modern, selain dipengaruhi oleh pendidikan juga oleh sistem manajemen yang demokratis dan partisipatif.

23

Page 25: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

Produktivitas pekerja di Indonesia saat ini dinilai masih rendah, hal ini disebabkan karena sistem manajemen yang berlaku tidak berupaya untuk menggali dan mengembangkan semangat inovasi bagi para pekerja. Perusahaan-perusahaan yang terlalu mendewakan pendekatan rasional birokrasi dalam mengelola kegiatan perusahaan akan secepatnya menemukan bahwa perusahaannya sangat rigid dan tidak lentur terhadap perubahan sehingga menjadi rutin, konstan dan tidak berubah walaupun menghadapi pasar yang berubah. Akibatnya perusahaan tersebut kurang mampu mengikuti perkembangan metode-metode baru yang mungkin lebih memungkinkan untuk menghasilkan karya yang diminati masyarakat.

Pendekatan rasional (scientific management) yang dapat dikemukakan oleh Frederich Tylor (tahun 1930-an) yang mencoba membakukan proses atau prosedur dalam kegiatan organisasi, cenderung selalu menganggap bahwa metode kerja lama akan tetap baik. Perusahaan yang menganut pendekatan rasional ini menganggap pekerja adalah faktor produksi yang harus tunduk terhadap peraturan birokrasi yang baku dan tidak berubah. Hal ini sangat tidak menguntungkan untuk memacu produktivitas pekerja karena dewasa ini usia teknologi semakin pendek, dan metode kerja yang sekarang dianggap sangat mungkin sudah tidak efisien lagi jika digunakan pada waktu-waktu dekat berikutnya. Dengan orientasi nilai tersebut, dimungkinkan bagi setiap individu pekerja untuk mencari cara-cara baru setiap saat sebagai akibat dari penguasaan teknologi dan cara berpikir yang terus berkembang.

Dalam suatu sistem manajemen modern, prinsip belajar terus menerus ditanamkan agar dapat memahami kenyataan secara lebih mendalam. Hal ini akan memungkinkan perusahaan dapat menjadi lebih produktif. Kenyataan sering berbeda dengan apa yang dipersepsikan karena seorang manajer tidak memiliki cukup informasi lapangan yang benar dan teliti. Di dalam suatu perusahaan atau birokrasi pada umumnya, informasi yang benar sering tidak dimunculkan karena adanya sikap-sikap para pelaksana menyembunyikan kenyataan sebenarnya. Orientasi nilai budaya yang terlalu mementingkan motivasi untuk mencapai kedudukan atau kehormatan sering membuat para pekerja selalu ingin dinilai baik oleh pimpinannya, sehingga cenderung tidak menunjukkan kenyataan yang sesungguhnya. Budaya minta petunjuk yang berlebihan merupakan manifestasi dari

24

Page 26: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

orientasi nilai yang dapat mencegah timbulnya inisiatif dan tanggung jawab para karyawan, dan terlalu menganggap tinggi perintah atau petunjuk atasan daripada belajar untuk menemukan sendiri secara kreatif.

D. MODEL IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN

1.Pergeseran Kebijakan Pendidikan Nasional Mencermati perkembangan kebijakan pendidikan

nasional sekurang-kurangnya mempunyai tiga makna. Pertama, untuk mengetahui kondisi pendidikan beserta social-setting yang mempengaruhinya; kedua, untuk mengetahui pergeseran kebijakan pendidikan dari masa prakemerdekaan hingga kini, sehingga diketahui apa yang telah berubah dan respons masyarakat atas kebijakan yang diambil; ketiga, untuk dapat memprediksikan arah pendidikan nasional masa depan yang berbasis akar budaya dan berwawasan kebangsaan.

Interval waktu untuk memahami pergeseran kebijakan pendidikan nasional disistematisasikan dalam beberapa periodisasi sebagai berikut (Kuntoro, 1997:1-2; Djojonegoro, dkk., 1995:vii-viii). Periode pertama, masa perjuangan, yakni masa pergerakan nasional, bermula pada masa imperialisme hingga kemerdekaan. Dalam hal ini difokuskan sejak masa pendudukan Jepang sampai kemerdekaan: 1942-1945. Periode kedua, masa awal kemerdekaan atau masa Orde Lama, tahun 1945 sampai terbentuknya secara yuridis-formal Undang-undang RI Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah hingga berakhirnya Orde Lama, tahun 1965. Periode ketiga, masa pembangunan atau masa Orde Baru, diawali dengan berakhirnya periode kedua sampai tahun 1994, yang ditandai diberlakukannya Kurikulum Tahun 1994, hingg era Reformasi sejak 1998 sampai dikembangkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi pada 2004 dan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.

Masa perjuangan. Merupakan masa transisi kebijakan dari Kolonial Belanda ke Jepang. Perubahan mendasar akibat transisi kebijakan tersebut sedikitnya tampak dalam lima hal. Pertama, perubahan misi, dari upaya Kristenisasi oleh Belanda ke Nipponisasi oleh Jepang. Kedua, perubahan tipe kepemimpinan, dari sosok pemerintahan sipil Belanda ke militeristik Jepang. Ketiga, perubahan strategi politik dari

25

Page 27: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

devide et impera Belanda ke taktik integrasi ala Jepang. Keempat, perubahan sistem pendidikan yang semula bersifat diskriminatif dengan diferensiasi sekolah menuju ke arah penyeragaman pendidikan. Kelima, perubahan yang berkaitan dengaan materi dan tujuan pendidikan dan pengajaran.

Masa awal kemerdekaan. Masa ini dihiasi oleh perubahan situasi sosial politik yang sangat dahsyat. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 menandai berakhirnya masa pendudukan Jepang atas Indonesia dan pada saat yang sama mengawali bangkitnya pendidikan nasional. Oleh karena itu pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan, tidak lepas dari pengaruh kondisi sosial politik yang ada. Karenanya transisi kebijakan pendidikan nasional pada masa ini dapat dibagi dalam tiga fase seiring dengan suasana politik yang mempengaruhinya. Fase pertama, sejak proklamasi kemerdekaan sampai terbentuknya Undang-undang RI Nomor 4 tahun 1950. Iklim pendidikan nasional saat itu, antara lain berupa: (a) masa jabatan menteri Pengajaran relatif singkat akibat sering terjadi penggantian menteri; (b) minimnya jumlah guru, terutama guru sekolah dasar, akibat keikutsertaan guru dalam perang kemerdekaan, demikian pula halnya dengan para pelajar yang merangkap fungsi sebagai tentara, menimbulkan terpecahnya konsentrasi pendidikan ke arah perjuangan nasional; (c) fasilitas sekolah banyak yang hancur akibat perang atau karena dipakai sebagai barak militer, mengakibatkan terhentinya proses pembelajaran di kelas; (d) belum terbentuknya undang-undang tentang pendidikan nasional.

Fase kedua, dari akhir fase pertama sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Fase ini dalam konteks politik saat itu dikenal sebagai masa Demokrasi Liberal atau Demokrasi Paralementer (1951-1959). Pada fase ini beberapa faktor sosial politik yang memengaruhi situasi pendidikan nasional telah berubah dari fase sebelumnya. Faktor dimaksud antara lain: (a) terjadi perubahan bentuk negara dari RIS ke Negara Kesauan; (b) berlakunya sistem Demokasi Liberal atau Demokrasi Parlementer; (c) adanya Dekrit Presiden yang menyatakan berlakunya kembali UUD 1945; dan (d) melalui perjuangan bangsa Indonesia di bidang pendidikan maka dibentuklah Undang-undang RI Nomor 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran

26

Page 28: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

di Sekolah yang lebih dikenal dengan nama Undang-undang Pendidikan dan Pengajaran (UUPP).

Fase ketiga, dari akhir fase kedua sampai berakhirnya masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Makna dari Demokrasi Terpimpin itu nyatanya bergeser dari dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, sebagaimana makna sila keempat Pancasila, menjadi dipimpin oleh Presiden/Panglima Besar Revolusi. Pada tanggal 17 Agustus 1959 Presiden Sukarno menyampaikan pidato yang diberi judul Manifesto Politik. Manifeto Politik inilah yang dijadikan doktrin dalam era Demokrasi Terpimpin dan sekaligus sebagai penjelasan resmi Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Era kehidupan ini dikenal sebagai era Maniesto Politik (disingkat Manipol).

Lalu, apa pengaruh Manipol bagi pendidikan nasional saat itu ? Pertama, dari sisi ideologi, Manipol diindoktrinasikan pada seluruh lapisan masyarakat Indonesia termasuk di semua jenjang dan jenis pendidikan. Kedua, dari sisi kebjakan pendidikan, asas pendidikan nasional adalah Pancasila dan Manipol USDEK (UUD 1945, Sosialisme Demokrasi, Ekonomi, dan Kepribadian). Ketiga, dari sisi materi pembelajaran. Pancasila dan Manipol USDEK dijadikan mata pelajaran di perguruan rendah sampai perguruan tinggi.

Masa pembangunan hingga reformasi. Sejak 1966 Indonesia diperintah oleh regim Orde Baru. Peralihan dari masa Orde Lama ke Orde Baru membawa konsekuensi perubahan strategi politik dan kebijakan pendidikan nasional (Liddle, 1995:1). Fokus perhatian Orde Baru ditujukan pada empat tahap strategi politik. Semuanya berpengaruh langsung bagi kebijakan pendidikan nasional. Pertama, penghancuran PKI beserta ideologi Marxisme dari kehidupan politik bangsa, serta membersihkan semua lembaga dan kekuatan sosial politik dari kader-kader PKI dan proses de-Nasakomisasi seluruh aspek kehidupan bangsa. Kedua, konsolidasi pemerintahan dan pemurnian Pancasila dan UUD 1945. Ketiga, menghapuskan dualisme dalam kepemimpinan nasional. Untuk itu diadakan Sidang Istimewa MPRS tahun 1967 dengan hasil diangkatnya Jederal Soeharto sebagai Presiden. Keempat, mengembalikan kestabilan politik dan merencanakan pembangunan. Strategi ini dilakukan dengan jalan mengisi kemerdekaan melalui pembangunan ekonomi serta mengembalikan wibawa pemerintah dari pusat sampai

27

Page 29: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

ke desa (Soemitro, 1994:185). Itu sebabnya maka Orde Baru ini diidentikan dengan masa pembangunan.

Pada pertengahan 1997 negara kita dilanda krisis ekonomi dan moneter yang sangat hebat. Akibat dari krisis tersebut, harga-harga melambung tinggi, sedangkan daya beli masyarakat terus menurun. Sementara itu nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutama dolar Amerika, semakin merosot. Menyikapi kondisi seperti itu Pemerintah berusaha menanggulanginya dengan berbagai kebijakan. Namun kondisi ekonomi tidak kunjung membaik. Bahkan kian hari semakin bertambah parah.

Krisis yang terjadi meluas pada aspek politik. Masyarakat mulai tidak lagi mempercayai Pemerintah. Maka timbullah krisis kepercayaan pada Pemerintah. Gelombang unjuk rasa secara besar-besaran terjadi di Jakarta dan di daerah-daerah. Unjuk rasa tersebut dimotori oleh mahasiswa, pemuda, dan berbagai komponen bangsa lainnya. Pemerintah sudah tidak mampu lagi mengendalikan keadaan. Maka pada 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan presiden. Berhentinya Presiden Soeharto menjadi awal era reformasi di tanah air.

Era reformasi memberikan harapan besar bagi bangsa Indonesia untuk melakukan perubahan. Perubahan apa yang kita harapkan itu ? Tiada lain adalah perubahan menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan, memiliki akuntabilitas tinggi, terwujudnya good governance, adanya kebebasan berpendapat. Perubahan-perubahan tersebut diharapkan makin mendekatkan bangsa kita untuk mewujudkan tujuan nasional. Maka dari itu gerakan reformasi harus mampu mendorong perubahan mental para pemimpin dan rakyat, yakni menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, keadilan, kejujuran, tanggung jawab, persamaan, dan persaudaraan.

Pada awal era reformasi (pertengahan 1998), populer di masyarakat banyaknya tuntutan reformasi. Tuntutan tersebut didesakkan oleh berbagai komponen bangsa, terutama oleh mahasiswa dan pemuda. Beberapa tuntutan reformasi itu adalah: (a) Amandemen UUD 1945; (b) Penghapusan Doktrin Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI); (c) Penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN); (d) Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan

28

Page 30: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

daerah (otonomi daerah); (e) Mewujudkan kebebasan pers; dan (f) Mewujudkan kehidupan demokrasi. Mengiringi era Reformasi ini terjadilah pergeseran paradigma sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi.

TABEL 1PERGESERAN TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL DAN

ANALISIS FAKTOR PERUBAHAN

KURUN WAKTU TUJUAN PENDIDIKAN ANALISIS FAKTOR

PERUBAHANMasa Belanda: Membentuk kelas elite Untuk memenuhi

kebutuhan tenaga buruh, kepentingan kaum modal dan tenaga administrasi Belanda.

Sebelum 1900Sesudah 1900

Masa Jepang(1942-1945)

Memenuhi tenaga buruh dan militer.

Kepentingan Perang Asia Timur Raya.

Tahun 1946 Membentuk warganegara yang sejati dan dapat menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara.

Semangat nasionalisme dan patriotisme bangsa.

UUPP No. 4 Tahun 1950

Membentuk manusia susila yang cakap dan warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.

Pengaruh bentuk negara RIS dan Sistem Demokrasi Parlementer.

Kepres RI No.145 Tahun 1965

Melahirkan warganegara sosialis Indonesia yang susila yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan

Ide manipol USDEK dan pengaruh PKI.

29

Page 31: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

makmur baik spiritual maupun materiil yang berjiwa Pancasila, yaitu: a. KeTuhanan Yang Maha Esa; b. Perikemanusiaan yang adil dan beradab; c.. Kebangsaan; d. Kerakyatan; e. Keadilan sosial, seperti dijelaskan dalam Manipol USDEK.

TAP MPRS RI No.XXVII/MPRS/1966Bab II Pasal 30.

Membentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945.

Pembubaran PKI; Munculnya Orde Baru dengan semangat kembali kepada Pancasila dan UUD 1945.

GBHN 1973 Membentuk manusia-manusia pembangunan yang ber-Pancasila untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dan menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tanggung jawab, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama mansuia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.

Kebijakan politik pembangunan dalam Repelita I

GBHN 1978 Pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap

Kebijakan politik pembangunan dalam Repelita II

30

Page 32: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya serta serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

GBHN 1983 Meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

Kebijakan politik pembangunan dalam Repelita III

GBHN 1988 Meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, trampil, serta sehat jasmani dan rohani.

Kebijakan politik pembangunan dalam Repelita IV dan menguatnya pengaruh Islam.

UUSPN No. 2 Mencerdaskan Kebijakan politik

31

Page 33: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

Tahun 1989 kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

pembangunan dalam Repelita V dan menguatnya pengaruh Islam.

UUSPN No. 20 Tahun 2003

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk waak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kebijakan reformasi pendidikan nasional.

Sumber: Assegaf (2005:98)

2. Kebijakan Pembangunan Pendidikan dalam Perspektif Masa Depan

Pembangunan sistem pendidikan nasional sebagai salah satu sektor terpenting yang berorientasi pada pengembangan kualitas SDM sangatlah berbeda dengan

32

Page 34: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

pembangunan pada sektor-sektor fisik. Keberhasilan pembangunan pendidikan tidak semata-mata ditentukan oleh tersedianya anggaran pendidikan yang besar, namun juga ditentukan oleh faktor-faktor lain yang lebih penting. Faktor yang mungkin selama ini belum pernah, tetapi di masa depan akan, dianggap paling penting adalah apa yang disebut policy perspective atau "cara berpikir yang benar" dalam proses pembuatan kebijakan pendidikan sesuai dengan data dan informasi yang relevan sebagai sektor pelayanan publik.

Cara berpikir dalam pembangunan pendidikan berkembang dari waktu ke waktu, bahkan mungkin berbeda-beda bagi kelompok orang yang satu dengan kelompok orang yang lainnya. Cara berpikir yang benar-benar dipergunakan sebagai landasan untuk proses pengambilan keputusan inilah yang disebut sebagai perspektif dalam pembangunan sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu perencanaan dan program-program pembangunan pendidikan akan terlahir berdasarkan pada suatu perspektif. Dengan suatu perspektif inilah maka pemikiran-pemikiran progresif terlebih dahulu disosialisasikan untuk menyebarluaskan pemahaman menuju perubahan pendidikan yang dikehendaki di masa depan.

Pada masa yang lalu, pendidikan lebih dipandang semata-mata sebagai upaya pemerintah dalam rangka mencerdaskan masyarakat tanpa harus dikaitkan dengan pembangunan pada sektor lain, misalnya pembangunan ekonomi. Konsep ini lebih menonjolkan tujuan pendidikan yang bersifat ke dalam (inward looking) — yaitu mendidik manusia agar cerdas, berkepribadian, dan berpengetahuan luas. Adakah manfaat dari kecerdasan, pengetahuan dan kepribadian tersebut terhadap pembangunan di berbagai sektor kehidupan tidaklah dianggap sebagai isu kebijakan pendidikan yang penting. Zaman terus berubah dan setiap bidang kehidupan semakin memiliki saling ketergantungan (interdependent) satu sama lain di dalam suatu sistem yang integral. Oleh karena itu, pembangunan pendidikan haruslah semakin berorientasi keluar (outward looking) karena sistem pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem yang lebih luas yaitu sistem sosial-ekonomi yang kompleks yang harus dihadapi oleh setiap anggota masyarakat sesuai dengan sistem ketahanan nasional yang dimiliki di dalam masyarakat.

Dalam kaitan dengan pemikiran di atas, pendidikan nasional akan dinilai bermutu dan efisien jika benar-benar

33

Page 35: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

memiliki manfaat bagi percepatan kemajuan dalam berbagai bidang dan sektor pembangunan. Titik singgung antara pendidikan dengan masing-masing sektor pembangunan dan kehidupan masyarakat adalah SDM yang bermutu, karena SDM itulah yang akan menjadi pelaku-pelaku utama untuk pembangunan sektoral maupun kehidupan bersama. Pendidikan harus mampu menghasilkan manusia yang tidak menjadi beban tetapi sebaliknya menjadi sumber kekuatan atau sumber penggerak (driving force) bagi keseluruhan proses pembangunan dan kehidupan masyarakat. Dari sini, muncullah suatu konsep pendidikan yang terkenal dengan efisiensi eksternal (External Efficiency) dengan penekanan pada hubungan timbal balik antara pendidikan dengan pembangunan dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial-budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Konsep ini muncul sebagai basis pemikiran utama yang memayungi berbagai isu kebijaksanaan penting serta program-program prioritas dalam pembangunan pendidikan, seperti pemerataan kesempatan belajar, mutu dan keunggulan, serta efisiensi manajemen pendidikan.

Sejak saat itulah berkembang kajian-kajian tentang pendidikan yang dikaitkan dengan berbagai sektor pembangunan. Munculnya kajian-kajian tersebut merupakan perwujudan dari berkembangnya ilmu-ilmu profesional yang menelaah sistem pendidikan dari perspektif yang luas berdasarkan asas kemanfaatannya. Beberapa perspektif yang mengkaitkan antara pendidikan dengan pembangunan telah berkembang paling tidak sejak empat dasawarsa yang lalu, dan dapat digolongkan ke dalam empat perspektif dalam kebijaksanaan pembangunan sektor pendidikan yang berbeda, sebagai berikut.

Pertama adalah perspektif pemerataan pendidikan (equality of educational opportunity) — yang mulai muncul pada awal tahun 1960-an — memandang pendidikan sebagai sarana untuk me-ningkatkan pemerataan kesejahteraan masyarakat, dengan catatan bahwa kesempatan pendidikan yang semakin merata merupakan faktor yang dapat mewujudkan kesejahteraan yang semakin merata pula. Melalui perspektif ini berbagai kajian mengenai misalnya pemerataan kesempatan pendidikan dapat dikaji dari berbagai sudut pandang, — yaitu: kesamaan dalam akses terhadap pendidikan (equality of access), kesamaan dalam memperoleh kemampuan untuk bertahan selama proses pendidikan (survival), dan pemerataan kesempatan untuk

34

Page 36: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

menyelesaikan pendidikan (equality of output) — telah menjadi pusat perhatian yang seksama melalui berbagai studi kebijakan pendidikan. Dari studi-studi yang menggunakan perspektif ini, muncul berbagai implikasi kebijaksanaan pemerataan pendidikan, khususnya pemerataan dan perluasan kesempatan pendidikan dasar, di berbagai belahan dunia.

Kedua adalah perspektif pendidikan dan pencapaian kedudukan seseorang (education and status attainment) yang mulai muncul pada akhir dasawarsa 1960-an dan telah melakukan kajian pendidikan dalam kaitannya dengan peningkatan status dan kedudukan seseorang dalam masyarakat. Perspektif ini mulai berkembang pada akhir dasawarsa 1960-an (di antaranya, Blau and Duncan (1967) dalam "Education and the American Occupational Structure) yang lebih menekankan pada kajian terhadap peranan pendidikan dalam memberikan keterampilan dan kecakapan untuk bekerja dalam suatu sistem produksi tertentu. Di antara pendekatan yang digunakan dalam kajian yang berkembang sejak munculnya perspektif ini adalah perencanaan pendidikan dan ketenagakerjaan (Manpower Requirement Approach) yang mengarahkan analisisnya pada keseimbangan antara persediaan dan kebutuhan tenaga kerja terdidik dalam berbagai sektor ekonomi.

Ketiga perspektif Human Capital yang lebih menekankan pada fungsi pendidikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan penguasaan keterampilan, keahlian, profesi, dan penguasaan keilmuan yang dapat menjadikan para pekerja menjadi lebih produktif. Salah satu model kajian dalam perspektif ini, di antaranya, adalah analisis tingkat balikan terhadap pendidikan (rate of return to education) yang mengarahkan perhatian pada produktivitas tenaga kerja serta pertumbuhan ekonomi. Namun pertumbuhan ekonomi itu sendiri dapat dijelaskan oleh berbagai faktor ekonomi maupun faktor non-ekonomi termasuk di dalamnya faktor pendidikan. Perspektif ini lahir pada awal dasawarsa 1960-an dan berkembang terus sampai dengan awal 1980-an yang telah mendorong sejumlah penelitian di bidang ekonomi pendidikan sampai sekarang ini.

Keempat adalah perspektif pendidikan dan pengembangan SDM (education and human resources development). Perspektif ini muncul belakangan sejak

35

Page 37: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

mencuatnya isu pertumbuhan ekonomi yang cepat (economic miracle) di sejumlah negara wilayah Asia Timur sebagai akibat dari tumbuhnya ekonomi industri dan profesionalisasi. Dalam kaitan ini, pemikiran mengenai peranan kualitas SDM dalam kaitannya dengan produktivitas industri dalam konteks persaingan dunia telah berkembang sejak disepakatinya 'World Trade Organisation'(WTO) dan mencuatnya isu persaingan global dan pasar bebas baik dalam lingkup regional maupun internasional.

Dari perspektif yang terakhir muncul berbagai kajian mengenai peranan SDM yang berkualitas terhadap berkembangnya masyarakat kelas menengah (middle class society) di berbagai negara maju dan berkembang yang pada tahap awal berfungsi sebagai kelompok masa kritis (critical mass) dan kelompok ini selanjutnya berfungsi sebagai sumber penggerak (driving force) dalam pembangunan suatu negara di berbagai bidang. Perspektif ini tidak hanya memandang pendidikan berpengaruh terhadap pemerataan kesempatan belajar, status pekerjaan, pertumbuhan ekonomi, tetapi juga telah mencoba membalikkan logika. Menurut perspektif ini, pendidikan berperan dalam menghasilkan SDM yang berkualitas, yaitu yang kreatif, mandiri, mampu belajar terus-menerus, serta inovatif sehingga dapat menjadi pelaku-pelaku utama pembangunan serta dalam menciptakan kesempatan kerja pada berbagai sektor pembangunan, dalam rangka memacu pertumbuhan yang berkelanjutan (sustainable growth).

Investasi SDM melalui pendidikan dapat dibedakan dengan berlandaskan pada tiga konsep dalam ekonomi publik, yaitu pendidikan sebagai barang dan jasa umum (public goods); pendidikan sebagai barang dan jasa produktif (productive goods); dan pendidikan sebagai barang atau jasa kapital (capital goods). Ketiga konsep ini dapat dijadikan dasar untuk menentukan baik dalam penentuan prioritas pembangunan pendidikan, maupun dalam pembagian tanggung jawab investasi SDM melalui pendidikan antara pemerintah dengan masyarakat. Menyangkut ketiga komponen tersebut, perimbangan antara investasi pendidikan baik oleh pemerintah maupun swasta dan perorangan adalah isu kebijaksanaan pendidikan yang penting untuk dikaji lebih jauh.

Pertama, pendidikan sebagai barang dan jasa umum; investasi sektor pendidikan merupakan pembangunan

36

Page 38: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

infrastruktur publik (public investment) yang tidak berbeda dengan investasi pada infrastruktur umum lainnya seperti jalan, air bersih, drainase, tilpon dan sebagainya. Tujuannya untuk memberikan pelayanan umum yang memadai dalam rangka memacu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang umumnya diukur melalui tingkat balikan pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Komponen utama pendidikan ini adalah pendidikan massal atau sering juga disebut pendidikan untuk semua (education for all) yang diselenggarakan melalui pendidikan kompulsori, seperti: satuan pendidikan sekolah dasar, satuan pendidikan SMP, atau satuan pendidikan keaksaraan (litteracy). Komponen utama lainnya adalah bidang-bidang kajian pada berbagai jenjang dan jenis pendidikan seperti: pendidikan kewarganegaraan, pendidikan budi pekerti, pendidikan agama, dan sejenisnya. Pelaku utama dalam investasi pendidikan sebagai 'public goods' adalah pemerintah. Sementara itu, masyarakat, rumah tangga, dan pihak swasta hanya berfungsi sebagai pembantu pelaksana. Penyelenggara pendidikan kompulsori ini bisa dilakukan oleh lembaga pemerintah, lembaga swasta ataupun perorangan tetapi tetap berada di bawah kendali pemerintah.

Kedua, pendidikan juga sebagai barang dan jasa produktif (productive goods); investasi pendidikan pada komponen ini diarahkan pada peningkatan produktivitas lulusan yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah SDM setelah lulus pendidikan dan bekerja. Nilai yang dimiliki oleh seseorang (SDM) sangat ditentukan oleh bertambahnya penguasaan keterampilan, keahlian dan profesi untuk melakukan pekerjaan produktif yang menguntungkan baik bagi perorangan, masyarakat maupun negara. Komponen pendidikan yang masuk dalam kategori 'productive investment' ini diselenggarakan melalui pendidikan persiapan kerja, di antaranya melalui: pendidikan kejuruan, pendidikan profesional atau keahlian, kursus-kursus keahlian atau keterampilan, dan pelatihan kerja industri. Selain pemerintah, investasi pendidikan dalam komponen ini adalah lembaga swasta dan perorangan yang merasa berkepentingan untuk meningkatkan nilai tambah baik bagi yang bersangkutan maupun bagi lembaga swasta yang melakukan investasi tersebut.

Ketiga, pendidikan yang berorientasi pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan oleh pendidikan tinggi untuk mencapai keunggulan (capital

37

Page 39: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

goods); investasi pendidikan pada komponen ini bertujuan untuk membentuk SDM unggulan yang menguasai-ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga menjadi sumber penggerak bagi produktivitas sektoral. Walaupun investasi pada komponen pendidikan ini sangat mahal tetapi memiliki efek jangka panjang dalam rangka membentuk SDM yang memiliki penguasaan dalam spesialisasi keilmuan atau teknologi termasuk di dalamnya kemampuan dalam melakukan penelitian, pengembangan serta penerapan metode-metode baru dalam berbagai sektor ekonomi industri. Dengan demikian, investasi ini sangat menguntungkan masa depan industri suatu negara apalagi dalam konteks persaingan dunia yang semakin ketat. Oleh karena tu maka peran pemerintah baik sebagai pemrakarsa, sebagai pendukung maupun sebagai fasilitator dalam investasi pendidikan dalam komponen ini sangatlah penting dan menentukan.

Untuk membangun dan menerapkan konsep pendidikan sebagai suatu investasi produktif ini, sistem pendidikan nasional dibangun berdasarkan tiga fungsi dasar secara seimbang, yaitu:(a) mencerdaskan kehidupan bangsa;(b) mempersiapkan tenaga kerja cakap, terampil, dan terlatih

untuk dapat bekerja dalam berbagai sektor ekonomi industri, serta

(c) membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketiga fungsi dasar pendidikan dalam kaitannya dengan investasi SDM melalui pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, dalam kaitan dengan fungsinya mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan amanat yang dituangkan dalam Pembukaan UUD-1945. Pendidikan dasar berfungsi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan diperuntukkan bagi semua warga negara — dengan tanpa membedakan status sosial-ekonomi, letak geografis, dan jenis kelamin — agar dapat memperoleh kesempatan belajar secara adil (equitable) dan merata (equalized). Fungsi pendidikan tersebut tercermin pada ketentuan pasal 31 bahwa 'setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran; dan Pemerintah mengusahakan satu sistem pendidikan nasional'. Pasal ini merupakan landasan bagi Pemerintah untuk menyediakan kesempatan belajar secara

38

Page 40: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

adil dan merata bagi semua warga negara. Pasal 31 UUD 1945 ini selanjutnya diamandemen pada tahun 1999, dengan menambahkan dua unsur penting, yaitu bahwa pendidikan dasar yang bebas biaya yang ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah, serta anggaran pendidikan minimal 20% baik dari APBN maupun APBD.

Kedua, fungsinya dalam menyiapkan tenaga kerja (job preparation) dilakukan oleh komponen pendidikan yang disebut pendidikan keterampilan, pendidikan kejuruan dan pendidikan profesional baik di dalam (formal education) sekolah maupun di luar sekolah (non-formal education), termasuk kursus-kursus dan pelatihan kerja industri. Fungsi ini dilakukan sebagai upaya untuk menyiapkan tenaga kerja terdidik, terampil, dan terlatih sesuai dengan kebutuhan masyarakat industri. Pendidikan dalam kaitannya dengan penyiapan tenaga kerja dapat dilakukan: oleh setiap jalur pendidikan (pendidikan formal dan non-formal); pada setiap cabang dan jenis keahlian; untuk membentuk keahlian yang berjenjang (terampil, mahir, ahli); serta pada setiap jenjang pendidikan (menengah dan tinggi).

Ketiga, fungsinya dalam penyiapan penguasaan keilmuan dilakukan melalui komponen pendidikan tinggi akademis. Cakupan dari komponen sistem pendidikan akademis ini ialah semua program pendidikan yang berorientasi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada setiap jenjang pendidikan sebagai sarana untuk mencapai keunggulan sektor industri di Indonesia dalam era persaingan global. Program pendidikan yang berorientasi terhadap penguasaan keilmuan bersifat elitis (keunggulan) agar mampu memilih peserta didik yang berbakat istimewa dan berprestasi luar biasa; tetapi tetap harus berideologi kerakyatan, yaitu yang memberikan kemungkinan kepada semua peserta didik — tanpa membedakan jenis kelamin, suku bangsa, agama, dan golongan — untuk memperoleh pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi hingga memperoleh keberhasilan.

Ketiga fungsi dasar sistem pendidikan nasional ini saling berkaitan, saling melengkapi, dan saiing bergantung satu sama lain. Fungsi pendidikan dalam menyiapkan pekerja terampil dan profesional serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam pendidikan dasar. Begitu juga,

39

Page 41: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

pendidikan persiapan penguasaan akademis yang dilakukan melalui pendidikan di SMA akan sangat menentukan terhadap keberhasilan dalam pendidikan keilmuan pada jenjang pendidikan tinggi. Agar masing-masing fungsi dasar tersebut dapat diperankan dengan baik, sistem pendidikan nasional harus dilengkapi dengan tiga komponen sistem yang juga saling bergantung, yaitu: komponen pendidikan kompulsori; komponen pendidikan persiapan kerja; dan komponen pendidikan keilmuan.1. Komponen Pendidikan Kompulsori

Komponen kompulsori adalah komponen penting dalam sistem pendidikan nasional yang diperuntukkan bagi semua warga negara, baik melalui satuan pendidikan dasar (SD dan SMP) maupun melalui bidang kajian, pelajaran, atau mata kuliah dasar (core subjects) pada berbagai jenjang dan jenis pendidikan. Tanggung jawab utama dalam investasi SDM dalam komponen sistem pendidikan ini adalah pemerintah baik dalam pembiayaan, substansi maupun pengendalian mutunya. Dengan kata lain, walaupun diselenggarakan oleh lembaga-lembaga swasta namun Pemerintah tetap memegang fungsi yang utama dalam kaitan dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa serta pembangunan karakter bangsa.

Satuan pendidikan untuk semua diperankan oleh komponen pendidikan yang paling dasar, yaitu pendidikan dasar. Pendidikan dasar terdiri atas sekolah dasar selama 6 tahun dan sekolah lanjutan tingkat pertama (SMP) atau yang setara selama tiga tahun (UUSPN, No. 20/2003). Tujuannya adalah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara agar memiliki kemampuan dasar untuk belajar (basic learning skills) dan kecakapan dasar (basic learning contents) seperti yang direkomendasikan oleh Konferensi Jomtien (1990) mengenai 'Education for All di Thailand. Selain melalui satuan pendidikan SD atau SMP, komponen pendidikan untuk semua terdiri atas bidang-bidang kajian yang bersifat kompulsori, antara lain seperti pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan (PKn) yang diberikan pada pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan.2. Komponen Pendidikan Persiapan Kerja

Program pendidikan persiapan tenaga kerja harus lenturterhadap perubahan kebutuhan pasar kerja dan senantiasa berwawasan lingkungan agar komponen

40

Page 42: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

pendidikan ini selalu sesuai dengan kebutuhan akan jenis-jenis keterampilan, keahlian, dan profesi yang berubah. Komponen pendidikan persiapan kerja ini menyiapkan lulusan yang memiliki tiga tingkatan kecakapan, yaitu: terampil dan mahir, semi profesional, dan profesional, seperti dikemukakan sebagai berikut.a. Pekerja tingkatan terampil dan mahir dipersiapkan

melalui sekolah lanjutan tingkat pertama ditambah dengan program-program pendidikan lanjutan seperti kursus-kursus keterampilan, pendidikan menengah kejuruan pelatihan kerja industri; atau belajar sendiri sampai memperoleh sertifikat keterampilan.

b. Pekerja tingkatan semi professional dipersiapkan melalui pendidikan menengah umum/kejuruan ditambah dengan kursus-kursus keahlian, pelatihan kerja industri, atau pendidikan tinggi professional program diploma dalam satu bidang profesi tertentu. Pekerja semi professional ini, terlepas dari jenis pendidikan yang ditempuh, harus memiliki setifikat semi professional dari lembaga asosiasi profesi yang berwenang untuk itu.

c. Pekerja tingkatan professional dipersiapkan oleh pendidikan tinggi professional pada berbagai tingkatan, yaitu pendidikan sarjana professional, pendidikan magister professional dan, pendidikan doktor professional. Pendidikan professional ini tidak menyiapkan perkerja ahli dalam bidang keilmuan tetapi praktisi yang melaksanakan pekerjaan secara professional termasuk melakukan penelitian dan pengembangan terapan yang berguna untuk mendukung pekerjaannya.

Sebelum berkembangnya tenaga profesiobal terdapat ketegori pekerja yang disebut “buruh kasar”, yaitu pekerja tidak terampil (unskill worker) yang tidak memiliki latar belakang pendidikan formal, atau paling tinggi sekolah dasar 6 tahun. Tenaga buruh kasar ini sangat dominan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia karena perluasan pendidikan dasar belum berhasil merubah struktur angkatan kerjanya. Tenaga pada tingkat ini merupakan pekerja yang tidak produktif karena lebih mengandalkan kekuatan tenaga fisik daripada kekuatan intelektual. Sejalan dengan meluasnya pendidikan persiapan kerja pada berbagai tingkat, meka tenaga buruh kasar ini semakin lama akan semakin kecil jumlahnya, sampai dengan suatu titik waktu struktur angkatan kerja menurut pendidikan akan membentuk kurva seperti “Genta”.

41

Page 43: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

Di masa depan, pendidikan persiapan kerja perlu dikembangkan melalui upaya-upaya untuk menjadikan pendidikan kejuruan semakin efisien dan sesuai dengan tantangan zaman yang berubah. Berbagai inovasi dalam kebijaksanaan pendidikan kejuruan dan pendidikan profeseional agar benar-benar berfungi untuk menyiapkan tenaga kerja terampil dan professional dalam kerangka industrialisasi. Pendidikan kejuruan dan profesi juga perlu diperluas sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat secara merata. Kesempatan memperoleh pendidikan kejuruan yang semakin meluas dan merata ini diharapkan dapat mendorong terwujudnya pemerataan dalam meperoleh keterampilan dan keahlian sebagai landasan untuk pemerataan dan keadilan dalam perolehan pendapatan serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat.3. Komponen Pendidikan Keilmuan

Pendidikan keilmuan dilakukan oleh pendidikan tinggi yang juga dilakukan pada berbagai tingkatan, yaitu: pendidikan akademis, pendidikan sarjana akademis, pendidikan magister akademis, dan pendidikan doktor akademis. Program pendidikan ini secara khusus menyiapkan tenaga ahli yang memiliki keunggulan dalam menguasai suatu bidang keilmuan yang khusus, termasuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam kerangka memperkaya pembendaharaan ilmu pengetahuan pada bidang keilmuan yang bersangkutan. Namun, pendidikan keilmuan harus mulai dilakukan sejak, atau didukung oleh, pendidikan dasar dan pendidikan persiapan keilmuan pada jenjang pendidikan menengah umum agar pendidikan keilmuan pada tingkatan sarjana ke atas menjadi semakin bermutu.

Pendidikan keilmuan pada jenjang pendidikan dasar lebih mengutamakan pembentukan kemampuan dasar kelimuan yang secara umum paling tidak bertujuan untuk menanamkan dan mengembangkan kemampuan dasar untuk belajar (basic learning skill), dan kecakapan dasar (basic learning content). Kemampuan dasar untuk belajar itu antara lain: kemampuan membaca, berhitung, memecahkan masalah, dan sebagainya. Kecakapan dasar antara lain terdiri dari: agama, moral masyarakat industri (seperti kerja keras, disiplin, mengharagai waktu, etos kerja, sikap mandiri),pengenalan permasalah lingkungan, serta pengetahuan umum. Pendidikan keilmuan pada jenjang pendidikan menengah sudah mulai mengarah pada persiapan

42

Page 44: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

penguasaan ilmu-ilmu dasar keilmuan disamping pendidikan kemampuan dasar keilmuan. Semenatara itu pendidikan keilmuan pada pendidikan tinggi harus memiliki muatan yang lebih banyak pada penguasaan disiplin ilmu murni, serta penelitian dan pengembangan.

E.SIMPULAN DAN REKOMENDASI1.Simpulan

a. Pada kenyataannya, pendidikan bukanlah semata-mata merupakan sektor terpengaruh dari krisis ekonomi dan krisis-krisis lain dalam berbagai bidang kehidupan, melainkan akibat adaanya permasalahan dalam mutu, relevansi, keadilan serta efisiensi pendidikan bisa merupakan salah satu faktor penyebab yang paling mendasar terhadap terjadinya krisis dalam berbagai bidang kehidupan di Indonesia. Krisis pendidikan yang telah berlangsung lama ini terjadi sebagai akibat dari sejumlah faktor, di antaranya yang paling dominan adalah faktor ketergantungan dan penyeragaman.

b. Untuk tidak mengulangi kekeliruan pada masa lalu pembangunan pendidikan harus lebih berbasis pada 'kemandirian' atas dasar seluruh potensi kekuatan bangsa melalui pengerahan partisipasi masyarakat seluas mungkin yang didukung oleh SDM yang bermutu, kesadaran berpartisipasi yang tinggi, serta kemampuan mengembangkan pemikiran dan gagasan-gagasan inovatif pada berbagai tingkatan manajemen pendidikan yang dilakukan secara terus-menerus mulai dari tingkatan kebijakan perencanaan, pengelolaan, sampai pada pelaksanaan pendidikan sehari-hari.

c. Pembangunan pendidikan menuju pada terwujudnya “Civil Society” Indonesia yaitu suatu masyarakat sipil yang demokratis dan berkeadaban, dimana warganya melaksanakan tindakan-tindakan secara independen mapun melakukan kemitraan dengan lembaga-lembaga pemerintah, berkiprah dalam urusan-urusan publik, memiliki kepedulian untuk selalu mengetahui, menganalisis, dan mengapresiasi setiap permasalahan dalam berbagai bidang kehidupan negara dan nasyarakat sebagai landasan utama untuk mewujudkan bangsa yang maju.

43

Page 45: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

d. Diperlukan cara berpikir yang berbeda dengan pola pemikiran makro-ekonomi, dalam membangun konsep manusia produktif secara lebih realistis. Salah satunya adalah menggunakan pendekatan berpikir manusia dalam proses pembudayaan, yaitu pemahaman terhadap struktur dan sistem nilai yang dimiliki oleh manusia sebagai pelaku ekonomi dalam kaitannya dengan produktivitas. Untuk itu diperlukan penanaman sistem nilai budaya yang dapat mendorong dan memberikan semangat untuk :1) memperbaharui kemampuannya;2) selalu dapat mengikuti bahkan menjadi pelopor untuk

melakukan inovasi dan perubahan;3) mengembangkan nilai dan sikap yang mendorong

tumbuh-kembangnya kemampuan belajar sepanjang hayat;

4) selalu berorientasi ke depan;5) mempelajari tantangan-tantangan perubahan dan

kecenderungan di masa depan sebagai landasan untuk berpikir dan bertindak pada masa sekarang serta melakukan antisipasi yang lebih realistis;

6) tidak sepenuhnya tunduk terhadap kehendak alam, bahkan selalu ingin mengeksplorasi lingkungan alam dengan kemampuan menguasai;

7) mencari, memperbaharui dan mendayagunakannya secara arif dan bijaksana;

8) berkeinginan melakukan inovasi untuk memperbaharui cara dan pendekatan berpikir sehingga dapat menyempurnakan cara kerjanya agar dapat menghasilkan karya yang bermutu;

9) selalu tertarik dan peka terhadap hal-hal baru;10) selalu menghargai karya yang bermutu tinggi

sebagai faktor pendorong meningkatnya produktivitas karena karya yang bermutu itulah yang menjadi panutannya.

e. Pembangunan sistem pendidikan nasional sebagai salah satu sektor terpenting yang berorientasi pada pengembangan kualitas SDM perlu menggunakan empat perspektif pemikiran:1) Perspektif pemerataan pendidikan (equality of

educational opportunity) yang memandang pendidikan sebagai sarana untuk meningkatkan pemerataan kesejahteraan masyarakat, dengan catatan bahwa kesempatan pendidikan yang semakin

44

Page 46: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

merata merupakan faktor yang dapat mewujudkan kesejahteraan yang semakin merata pula.

2) Perspektif pendidikan dan pencapaian kedudukan seseorang (education and status attainment) yang lebih menekankan pada kajian terhadap peranan pendidikan dalam memberikan keterampilan dan kecakapan untuk bekerja dalam suatu sistem produksi tertentu.

3) Perspektif Human Capital yang lebih menekankan pada fungsi pendidikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan penguasaan keterampilan, keahlian, profesi, dan penguasaan keilmuan yang dapat menjadikan para pekerja menjadi lebih produktif.

4) Perspektif pendidikan dan pengembangan SDM (education and human resources development) yang menekankan perlunya SDM berkualitas untuk menjawab tantangan pertumbuhan ekonomi yang cepat (economic miracle) sebagai akibat dari tumbuhnya ekonomi industri dan profesionalisasi.

f. Untuk membangun dan menerapkan konsep pendidikan sebagai suatu investasi produktif ini, sistem pendidikan nasional dibangun berdasarkan tiga fungsi dasar secara seimbang, yaitu:1) mencerdaskan kehidupan bangsa;2) mempersiapkan tenaga kerja cakap, terampil, dan

terlatih untuk dapat bekerja dalam berbagai sektor ekonomi industri, serta

3) membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketiga fungsi dasar pendidikan dalam kaitannya dengan investasi SDM melalui pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut.

g. Agar masing-masing fungsi dasar tersebut dapat diperankan dengan baik, sistem pendidikan nasional harus dilengkapi dengan tiga komponen sistem yang juga saling bergantung, yaitu: komponen pendidikan kompulsori; komponen pendidikan persiapan kerja; dan komponen pendidikan keilmuan.

2.Rekomendasia. Pembangunan pendidikan tinggi di masa depan perlu

diarahkan pada perwujudan otonomi perguruan tinggi

45

Page 47: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

seiring dengan upaya penataan manajemen yang lebih kondusif bagi peningkatan mutu dan keunggulan pendidikan secara berkelanjutan, menyiptakan iklim persaingan mutu yang semakin sehat, baik dalam lingkup nasional, regional maupun global dalam upaya nenuju kemandirian bangsa, dalam wadah masyarakat sipil Indonesia yang demokratis dan berkeadilan sosial, serta menuju berkembangannya nilai budaya modern yang dijiwai oleh nilai moral budaya bangsa.

b. Tantangan otonomi pendidikan tinggi dapat diwujudkan melalui penerapan konsep industri pendidikan (education as industry) dengan menjadikan sebagian perguruan tinggi dapat dikelola secara otonom sebagai suatu industri yang bertujuan untuk memaksimalkan pelayanan mutu kepada masyarakat pemakai jasa pendidikan.

c. Sebagian perguruan tinggi perlu diberikan keleluasaan yang lebih besar untuk mengembangkan kemampuan sendiri dalam mengembangkan dan melaksanakan program-program secara efisien. Universitas sebagai lembaga professional penghasil SDM bermutu, tidak sepenuhnya bertanggung jawab kepada atasan atau pemerintah tetapi juga kepada pihak-pihak lain yang memberikan kontribusi terhadap pendidikan. Pemerintah harus lebih berperan sebagai pemberi bantuan dan fasilitas kemudahan (fasilitator) daripada sebagai atasan (superordinate) karena pendidikan sebagai industri juga bisa menjadi subjek pajak bagi pemerintah. Dari sumber pajak tersebut, pemerintah juga memberikan subsidi kepada calon-calon mahasiswa yang berprestasi luar biasa tetapi dari segi ekonomi kurang mampu, dalam bentuk beasiswa atau pinjaman kredit investasi pendidikan.

d. Kemampuan perguruan tinggi dalam penyusunan angggaran pendidikan perlu ditingkatkan melalui dua pendekatan, sebagai berikut.1) Pengkajian, penataan, serta peningkatan efisiensi

pengelolaan pendapatan universitas – seperti: uang kuliah, sumbangan masyarakat, penelitian – sehingga dapat memberikan peelayanan pendidikan yang semakin bermutu dan dapat ‘dijual’ dengan harga yang memadai. Perguruan tinggi perlu menjalin hubungan dengan industri atau lembaga lain yang antara lain bertujuan untuk penelitian dan pengembangan, magang, dan pelatihan kerja.

46

Page 48: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

2) Penerapan sistem subsidi pemerintah dengan menggunakan pendekatan berdasarkan output. Subsidi ini diberikan berdasarkan tinggi atau rendahnya mutu pelayanan pendidikan yang dipertanggungjawabkan kepada pemerintah.

e. Hasil-hasil akreditasi yang dilaksanakan oleh lembaga yang netral dapat digunakan untuk menentukan kualitas pelayanan suatu perguruan tinggi. Namun demikian, penentuan kualitas suatu perguruan tinggi seyogiyanya tetap didasarkan pada tinggi rendahnya kualitas pelayanan pendidikan yang mereka berikan dan dapat dirasakan oleh lulusan sebagai pemakai jasa pendidikan.

1) Prof. Furqon, MA, Ph.D. adalah Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung.

2) Prof. Dr. Dasim Budimansyah, M.Si. adalah Ketua Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung.

DAFTAR BACAAN

Assegaf, Abd. Rahman. 2005. Politik Pendidikan Nasional: Pergeseran Kebijakan Pendidikan Agama Islam dari Praproklamasi ke Reformasi, Yogyakarta: Penerbit Kurnia Kalam.

Blau, P.M. and Duncan, O.D. (1967). The American Occupational Structure, New York: Wiley.

Budimansyah, D. (2009). Membangun Karakter Bangsa di Tengah Arus Globalisasi dan Gerakan Demokratisasi, Bandung: Prodi PKn SPS UPI Press.

Budimansyah, D. dan Suryadi, K. (2008). PKn dan Masyarakat Multikultural, Bandung: Prodi PKn SPS UPI Press.

Djojonegoro, Wardiman, dkk. (1995). Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Haekal, M.H. (2008). Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta: Litera Antar Nusa.

Heater, D. (2004). A Brief History of Citizenship, NY: New York University Press.

47

Page 49: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

Inkeles, Alex dan David H. Smith (1974). Becoming Modern: Individual Change In Six Developing Countries, Cambridge-Massachusetts: Harvard University Press.

Kluckhohn, Clyde (1951). “Values and value Orientation in The Theory of Action and Exploration” dalam Talcott Parsons dan Edwards Shils, Toward A General Theory of Action, Cambridge: Harvard University Press.

Kluckhohn, Florence (1961). Variation In Value Orientation, Cambridge: Harvard University Press.

Koentjaraningrat (1985). Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan, Jakarta: PT Gramedia.

Kuntoro, Sodik A. (1997). Menelusuri Perkembangan Pendidikan Nasional di Indonesia: Peran Pendidikan Bagi Integritas Bangsa, pidato Pengukuhan Guru Besar, IKIP Yogyakarta.

McClelland, David (1961). The Achieving Society, New Jersey: D. van Nostrand Company, Inc.

Mubarakpuri, S.R. (1998). When The Moon Split: Biography of Prophet Muhammad, Ryadh: Darussalam.

Osborne, David and Ted Gaebler (1992). Reinventing Government: How The Enterpreneurial Spirit Is Transforming The Public Sector, Reading: Addison Wesley Publ. Co. Inc.

Patrick, J.J. and Leming, R.SW. (2001). Principles and Practices of Democracy in The Education of Social Studies Teacher, Bloomington: The ERIC Clearinghouse.

Senge, P. M. (2006). The Fifth Discipline: The Art and Practice of The Learning Organization, Second Ed, New York: Doubleday Piublishing.

Senge, P.M.; Laur, Joe Schley, Sara Smith, Bryan (2006). Learning for Sustainability,New York: Doubleday Publishing.

48

Page 50: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._KEWARGANEGARAAN... · Web viewOrientasi ke depan merupakan orientasi nilai yang menganggap tinggi manusia yang memiliki wawasan

Suryadi, A. dan Dasim Budimansyah (2008). Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru, Bandung: Penerbit Genesindo Pustaka Utama.

Wafi, A.A. (1957). Muqaddima Ibn Khaldun (Ibn Khaldun’s Introduction to History, 4 Vols, Cairo.

Winataputra, U.S. dan Budimansyah, D. (2007). Civic Education: Landasan, Konteks, Bahan Ajar dan Kultur Kelas, Bandung: Prodi PKn SPS UPI Press.

49