bab ii pembahasan -...

53
12 BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Teori Tujuan Hukum Gustav Radbruch adalah seorang filosof hukum dan seorang legal scholar dari Jerman yang terkemuka yang mengajarkan konsep tiga ide unsur dasar hukum. Ketiga konsep dasar tersebut dikemukakannya pada era Perang Dunia II. Tujuan hukum yang dikemukakannya tersebut oleh berbagai pakar diidentikkan juga sebagai tujuan hukum. Adapun tiga tujuan hukum tersebut adalah keadilan, kepastian, dan kemanfaatan 1 . a. Keadilan Di dalam keadilan terdapat aspek filosofis yaitu norma hukum, nilai, keadilan, moral, dan etika. Hukum sebagai pengemban nilai keadilan, nilai keadilan juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum. Keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi hukum. Keadilan menjadi landasan moral hukum dan sekaligus tolok ukur sistem hukum positif dan tanpa keadilan, sebuah aturan tidak pantas menjadi hukum. 1 Omer, Artikel Politik Hukum : Tujuan Hukum Menurut Gustav Radbruch, http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/10/07/artikel-politik-hukum-tujuan-hukum-menurut- gustav-radbruch, 7 Oktober 2011, diakses pada tanggal 10 Agustus 2014

Upload: phungdat

Post on 06-May-2018

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

12

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Teori Tujuan Hukum

Gustav Radbruch adalah seorang filosof hukum dan seorang

legal scholar dari Jerman yang terkemuka yang mengajarkan

konsep tiga ide unsur dasar hukum. Ketiga konsep dasar tersebut

dikemukakannya pada era Perang Dunia II. Tujuan hukum yang

dikemukakannya tersebut oleh berbagai pakar diidentikkan juga

sebagai tujuan hukum. Adapun tiga tujuan hukum tersebut adalah

keadilan, kepastian, dan kemanfaatan1.

a. Keadilan

Di dalam keadilan terdapat aspek filosofis yaitu norma

hukum, nilai, keadilan, moral, dan etika. Hukum sebagai

pengemban nilai keadilan, nilai keadilan juga menjadi dasar dari

hukum sebagai hukum.

Keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi

hukum. Keadilan menjadi landasan moral hukum dan sekaligus

tolok ukur sistem hukum positif dan tanpa keadilan, sebuah

aturan tidak pantas menjadi hukum.

1 Omer, Artikel Politik Hukum : Tujuan Hukum Menurut Gustav Radbruch,

http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/10/07/artikel-politik-hukum-tujuan-hukum-menurut-

gustav-radbruch, 7 Oktober 2011, diakses pada tanggal 10 Agustus 2014

Page 2: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

13

Sedangkan makna keadilan itu sendiri masih

menjadi perdebatan. Namun keadilan itu terkait dengan

pendistribusian yang merata antara hak dan kewajiban.

Demikian sentral dan dominan kedudukan dan peranan dari nilai

keadilan bagi hukum, sehingga Gustav Radbruch menyatakan

”rechct ist wille zur gerechtigkeit” (hukum adalah kehendak

demi untuk keadilan).

Sedangkan Soejono K.S (dalam Artikel Politik Hukum)

mendefinisikan keadilan adalah keseimbangan batiniah dan

lahiriah yang memberikan kemungkinan dan perlindungan atas

kehadiran dan perkembangan kebenaran yang beriklim toleransi

dan kebebasan. Selanjutnya, hukum tidak ada untuk diri dan

keperluannya sendiri melainkan untuk manusia, khususnya

kebahagiaan manusia. Hukum tidak memilki tujuan dalam

dirinya sendiri. Hukum adalah alat untuk menegakkan keadilan

dan menciptakan kesejahteraan sosial.

Tanpa keadilan sebagai tujuan ultimumnya, hukum akan

terperosok menjadi alat pembenar kesewenang-wenangan

mayoritas atau pihak penguasa terhadap minoritas atau pihak

yang dikuasai. Itulah sebabnya maka fungsi utama dari hukum

pada akhirnya menegakkan keadilan. Keadilan merupakan salah

satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang

perjalanan sejarah filsafat hukum. Tujuan hukum bukan hanya

keadilan, tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan hukum.

Page 3: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

14

Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya.

Putusan hakim misalnya, sedapat mungkin merupakan resultant

dari ketiganya. Sekalipun demikian, tetap ada yang

berpendapat, bahwa di antara ketiga tujuan hukum tersebut,

keadilan merupakan tujuan hokum yang paling penting, bahkan

ada yang berpendapat, bahwa keadilan adalah tujuan hukum

satu-satunya.

Hubungannya dengan hal tersebut, maka Plato (428-348

SM) pernah menyatakan, bahwa negara ideal apabila didasarkan

atas keadilan, dan keadilan baginya adalah keseimbangan dan

harmoni. Harmoni di sini artinya warga hidup sejalan dan serasi

dengan tujuan negara (polis), di mana masing-masing warga

negara menjalani hidup secara baik sesuai dengan kodrat dan

posisi sosialnya masing-masing. Namun di lain sisi, pemikiran

kritis memandang bahwa keadilan tidak lain sebuah

fatamorgana, seperti orang melihat langit yang seolah-olah

kelihatan, akan tetapi tidak pernah menjangkaunya, bahkan juga

tidak pernah mendekatinya.Walaupun demikian, haruslah diakui,

bahwa hukum tanpa keadilan akan terjadi kesewenang-

wenangan. Sebenarnya keadilan dan kebenaran merupakan nilai

kebajikan yang paling utama, sehingga nilai-nilai ini tidak bisa

ditukar dengan nilai apapun. Dari sisi teori etis ini, lebih

mengutamakan keadilan hukum dengan mengurangi sisi

kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, seperti sebuah

Page 4: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

15

bandul (pendulum) jam. Mengutamakan keadilan hukum saja,

maka akan berdampak pada kurangnya kepastian hukum dan

kemanfaatan hukum, demikian juga sebaliknya.

b. Kepastian

Kepastian hukum itu adalah kepastian undang-undang atau

peraturan, segala macam cara, metode dan lain sebagainya harus

berdasarkan undang-undang atau peraturan. Di dalam kepastian

hukum terdapat hukum positif dan hukum tertulis. Hukum

tertulis ditulis oleh lembaga yang berwenang, mempunyai sanksi

yang tegas, sah dengan sendirinya ditandai dengan

diumumkannya di Lembaga Negara. Kepastian hukum

merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif,

bukan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah

ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti

karena mengatur secara jelas dan logis.

Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan

(multi-tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem

norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau

menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan

dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma,

reduksi norma atau distorsi norma. Pemikiran mainstream

beranggapan bahwa kepastian hukum merupakan keadaan

dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok, maupun

organisasi, terikat dan berada dalam koridor yang sudah

Page 5: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

16

digariskan oleh aturan hukum. Secara etis, pandangan seperti ini

lahir dari kekhawatiran yang dahulu kala pernah dilontarkan

oleh Thomas Hobbes bahwa manusia adalah serigala bagi

manusia lainnya (homo hominilupus). Manusia adalah makhluk

yang beringas yang merupakan suatu ancaman. Untuk itu,

hukum lahir sebagai suatu pedoman untuk menghindari jatuhnya

korban.

Kemudian muncul pengaruh pemikiran Francis Bacon di

Eropa terhadap hukum pada abad XIX nampak dalam

pendekatan law and order (hukum dan ketertiban). Salah satu

pandangan dalam hukum ini mengibaratkan bahwa antara

hukum yang normatif (peraturan) dapat dimuati ketertiban yang

bermakna sosiologis.

Sejak saat itu, manusia menjadi komponen dari hukum

berbentuk mesin yang rasional dan terukur secara kuantitatif

dari hukuman-hukuman yang terjadi karena pelanggarannya.

Jadi kepastian hukum adalah kepastian aturan hukum, bukan

kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan

aturan hukum. Karena frasa kepastian hukum tidak mampu

menggambarkan kepastian perilaku terhadap hukum secara

benar.

Page 6: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

17

c. Kemanfaatan

Bekerjanya hukum di masyarakat efektif atau tidak. Dalam

nilai kemanfaatan, hukum berfungsi sebagai alat untuk

memotret fenomena masyarakat atau realitasosial. Dapat

memberi manfaat atau berdaya guna (utility) bagi masyarakat.

Penganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum

semata-mata untuk memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan

yang sebesar-besarnya bagi sebanyak- banyaknya warga

masyarakat. Penanganannya didasarkan pada filsafat sosial,

bahwa setiap warga masyarakat mencari kebahagiaan, dan

hukum merupakan salah satualatnya.

Salah seorang tokoh aliran utilitas yang paling radikal

adalah Jeremy Benthan (1748-1832) yakni seorang filsuf,

ekonom, yuris, dan reformer hukum, yang memiliki kemampuan

untuk memformulasikan prinsip kegunaan/kemanfaatan (utilitas)

menjadidoktrin etika, yang dikenal sebagai utilitarianism atau

madzhab utilitis. Prinsip utility tersebut dikemukakan oleh

Bentham dalam karya monumentalnya Introduction to the

Principles of Morals and Legislation (1789). Bentham

mendefinisikannya sebagai sifat segala benda tersebut

cenderung menghasilkan kesenangan, kebaikan, atau

kebahagiaan, atau untuk mencegah terjadinya kerusakan,

penderitaan, atau kejahatan,serta ketidakbahagiaan pada pihak

yang kepentingannya dipertimbangkan. Aliran utilitas

Page 7: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

18

menganggap bahwa pada prinsipnya tujuan hukum itu hanyalah

untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan masyarakat.

Aliran utilitas memasukkan ajaran moral praktis yang menurut

penganutnya bertujuan untuk memberikan kemanfaatan atau

kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin

warga masyarakat. Bentham berpendapat, bahwa negara dan

hukum semata-mata ada hanya untuk manfaat sejati, yaitu

kebahagiaan mayoritas rakyat. Akan tetapi, konsep utilitas pun

mendapatkan kritikan tajam seperti halnya yang dialami oleh

nilai pertama di atas, sehingga dengan adanya kritik-kritik

terhadap prinsip kemanfaatan hukum tersebut, maka John

Rawls, mengembangkan sebuah teori baru yang menghindari

banyak masalah yang tidak terjawab oleh utilitarianism. Teori

kritikan terhadap utilitas dinamakan teori Rawls atau justice as

fairness (keadilan sebagai kejujuran).

Hubungan ketiga nilai dasar diantara ketiga nilai dasar

terdapat suatu Spannungsverhaltnis (ketegangan), oleh karena di

antara ketiga nilai dasar hukum tersebut masing-masing

mempunyai tuntutan yang berbeda satu sama lainnya, sehingga

ketiganya mempunyai potensi untuk saling bertentangan.

Apabila diambil sebagai contoh kepastian hukum maka sebagai

nilai ia segera menggeser nilai-nilai keadilan dan kegunaan

kesamping. Menurut Radbruch, jika terjadi ketegangan antara

nilai-nilai dasar tersebut, kita harus menggunakan dasar atau

Page 8: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

19

asas prioritas dimana prioritas pertama selalu jatuh pada nilai

keadilan, baru nilai kegunaan atau kemanfaatan dan terakhir

kepastian hukum. Ini menunjukkan bahwa Radbruch

menempatkan nilai keadilan lebih utama daripada nilai

kemanfaatan dan nilai kepastian hukum dan menempatkan nilai

kepastian hukum dibawah nilai kemanfaatan hukum.

2. Tujuan Teori Keadilan

Ada dua tujuan teori menurut John Rawls (1973 : 50 -57),

yaitu :

Pertama, teori ini mau mengartikulasikan sederet prinsip –

prinsip umum keadilan yang mendasari dan menerangkan berbagai

keputusan moral yang sungguh – sungguh dipertimbangkan dalam

keadaan – keadaan khusus kita. Yang dia maksudkan dengan

“keputusan moral” adalah sederet evaluasi moral yang telah kita

buat dan sekiranya menyebabkan tindakan sosial kita. Keputusan

moral yang sungguh dipertimbangkan menunjuk pada evaluasi

moral yang kita buat secara refleksif.

Kedua, Rawls mau mengembangkan suatu teori keadilan

sosial yang lebih unggul atas teori utilitarianisme. Rawls

memaksudkannya “rata – rata” (average utilitarianisme).

Maksudnya adalah bahwa institusi sosial dikatakan adil jika

diabdiakan untuk memaksimalisasi keuntungan dan kegunaan.

Sedang utilitarianisme rata – rata memuat pandangan bahwa

Page 9: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

20

institusi sosial dikatakan adil jika hanya diandikan untuk

memaksimilasi keuntungan rata – rata perkapita. Untuk kedua versi

utilitarianisme tersebut “keuntungan” didefinisikan sebagai

kepuasan atau keuntungan yang terjadi melalui pilihan – pilihan.

Rawls mengatakn bahwa dasar kebenaran teorinya membuat

pandangannya lebh unggul dibanding kedua versi utilitarianisme

tersebut. Prinsip – prinsip keadilan yang ia kemukakan lebih

unggul dalam menjelaskan keputusan moral etis atas keadilan

sosial.

3. Prinsip Keadilan Rawls

Ada dua Prinsip Keadilan menurut John Rawls (1973 : 50 -

57), yaitu :

Prinsip pertama disebut “prinsip kebebasan yang sama sebesar-

besarnya” principle of greates Equal Liberty). Pada prinsip ini

mencakup :

a) Kebebasan untuk berperan dalam kehidupan politik,

b) Kebebasan untuk berbicara,

c) Kebebasan untuk berkeyakinan (menganut salah satu agama di

dunia ini),

d) Kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri,

e) Kebebasan dari penangkapan dan penahanan sewenang-

wenang,

f) Hak untuk mempertahankan milik pribadi.

Page 10: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

21

Prinsip kedua, terdiri dari dua bagian yaitu :

a) Prinsip perbedaan” (the difference principle). Dan

b) “Prinsip persamaan yang adil atas Kesempatan” (the principle of

fair equality of opportunity)

Prinsip perbedaan (the difference principle) mengandung

arti bahwa perbedaan sosial dan ekonomi harus diukur agar

memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang

paling kurang beruntung. Istilah “perbedaan sosial

ekonomi” menunuk pada ketidaksamaan dalam prospek

seseorang untuk mendapatkan unsure pokok kesejahteraan,

pendapatan, dan wewenang. Sedangkan istilah “yang

paling kurang beruntung” menunjuk pada mereka yang

paling kurang mempunyai peluang atau kesempatan, dan

wewenang.

“ Prinsip persamaan yang adil atas Kesempatan” (the

principle of fair equality of opportunity) atau mengandung

arti bahwa ketidaksamaan sosial ekonomi harus diatur

sedemikian rupa sehingga membuka jembatan dan

kedudukan sosial bagi semua yang ada di bawah kondisi

persamaan kesempatan. Orang- \orang dengan ketrampilan,

kopetensi, dan motivasi, yang sama dapat menikmati

kesempatan yang sama pula.

Page 11: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

22

4. Pengertian Warga Negara Asing

Pengertian warga negara asing didefinisikan sebagai orang

yang tinggal dalam suatu negara dan bukan warga negara dari

negara tersebut2.

Dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang

Kewarganegaraan menjelaskan bahwa “setiap orang yang bukan

Warga Negara Indonesia diperlakukan sebagai warga negara

asing”. Warga negara asing yang sudah menetap di Indonesia

memiliki pengertian berdomisili belaka, atau berada saja di

Indonesia. Jadi untuk dapat dikatakan sebagai Warga Negara

Indonesia, harus ada suatu kenyataan menetap sebelum warga

negara asing ini dipandang sebagai penduduk negara Indonesia.3

5. Pengertian Properti

Pengertian properti menurut “common law” atau hukum Anglo

Saxon dari Inggris disebutkan bahwa properti artinya pemilikan

atau hak untuk memiliki sesuatu benda, atau segala benda yang

dapat dimiliki. Artinya properti dapat dibedakan kepemilikannya

atas benda-benda bergerak (personal property) dan tanah serta

bangunan permanen (real property). Sedangkan dalam kamus

online memberikan penjelasan tentang pengertian properti seperti

2 R. Subekti, Tjitrosoedibio. 2012. Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita (Persero).

Hal. 45 3 Gautama, S. 1987. Warga Negara dan Warga negara asing. Bandung:Alumni. Hal. 79.

Page 12: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

23

berikut, “property is something that is owned, whether it is goods,

land or creative. An example of property is a person's house”4.

Dalam bidang ilmu hukum, istilah properti digunakan juga

sebagai hak atas benda, baik bergerak maupun tidak, salah satunya

ialah tanah beserta rumah tempat tinggal atau hunian yang berada

di atasnya5. Properti biasanya digunakan dalam hubungannya

dengan kesatuan hak termasuk:

a. Kontrol atas penggunaan dari properti.

b. Hak atas segala keuntungan dari properti.

c. Suatu hak untuk mengalihkan properti.

d. Suatu hak secara eksklusif.

Sistem hukum saat ini telah berkembang sedemikian rupa

untuk melindungi transaksi dan sengketa atas penguasaan,

penggunaan, pemanfaatan, dan pengalihan properti melalui suatu

perjanjian. Hukum positif di Indonesia menegaskan mengenai hak-

hak tersebut dan untuk pelaksanaan penerapannya, maka digunakan

suatu sistem hukum sebagai sarananya.

Istilah properti menurut Poerwadarminta dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan sebagai harta berupa tanah

dan bangunan serta sarana dan prasarana yang merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari tanah atau bangunan tersebut. Harta

yang dimaksud salah satunya ialah rumah tempat tinggal atau

4 Kamus Online, http://www.sederet.com/ diakses pada tanggal 25 Februari 2014

5 R. Subekti, Tjitrosoedibio. 2012. Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita (Persero).

Hal. 105

Page 13: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

24

hunian.6 Dalam kamus hukum menyebutkan penjelasan mengenai

properti ialah the right to posses, use, and enjoy a determinate

thing (either a tract of land or a chattel), the right of ownership

(the institution of private property is protected from undue

govermental interference). Any external thing over which the

Rights of possession, use, and enjoyment are exercised.

Berdasarkan pengertian di atas, kata properti berarti

kepemilikan, yang meliputi dua unsur yaitu barang berwujud dan

barang tidak berwujud. Unsur barang berwujud terbagi menjadi

menjadi dua, yaitu immovable dan movable, yang termasuk dalam

immovable inilah yang disebut sebagai real estate, sedangkan

movable ialah personal property7.

6. Pengertian Real estate

Real estate merupakan sebuah istilah hukum yang mencakup

tanah bersama dengan apa pun yang tinggal tetap di atas tanah

tersebut, seperti bangunan, maupun tempat tinggal atau hunian.

Real estate sering dianggap sinonim dengan real property, tetapi

kontras dengan hak milik pribadi, namun, dalam penggunaan

tekniknya, beberapa orang tetap memilih membedakan antara real

estate, yang menunjuk ke arah tanah dan benda diatasnya, dan real

property, menunjuk ke arah hak pemilikan atas real estate.

6 Poerwadarminta, 2002., “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Depdiknas, edisi III,

Cetakan Kedua, Jakarta: Balai Pustaka. 7 R. Subekti, Tjitrosoedibio. 2012. Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita (Persero).

Hal. 45

Page 14: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

25

Istilah real estate dan real property utamanya digunakan

dalam common law. Properti dalam bahasa asing seringkali disebut

juga real property yang kadang-kadang disebut juga realty (di

Indonesia istilah real estate lebih digunakan untuk menunjukkan

suatu wilayah perumahan yang dikembangkan oleh perusahaan

pengembang perumahan)8.

7. Pengertian Tempat tinggal

Tempat tinggal dalam KBBI disebut dengan rumah yang

berfungsi sebagai tempat orang tinggal. Sebuah tempat tinggal

biasanya berwujud sebagai bangunan rumah, tempat berteduh, atau

struktur lainnya yang digunakan sebagai tempat manusia tinggal,

istilah ini dapat digunakan untuk macam-macam tempat tinggal,

mulai dari tenda-tenda nomaden sampai apartemen-apartemen

bertingkat. Dalam konteks tertentu tempat tinggal memiliki arti

yang sama dengan rumah, kediaman, akomodasi, perumahan, dan

arti-arti yang lain.

Unit sosial yang tinggal di sebuah tempat tinggal disebut

sebagai rumah tangga. Menurut Serfianto (2001), rumah tangga

ialah sebuah keluarga, walaupun rumah tangga dapat berupa

kelompok sosial lainnya, seperti seorang tunggal, atau sekelompok

individu yang tidak berhubungan keluarga, baik warga negara

Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA) yang

8 Diakses dari, http://id.wikipedia.org/wiki/Properti pada tanggal 26 Maret 2014

Page 15: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

26

berkedudukan di Indonesia, untuk itu jenis-jenis properti yang

tergolong dalam residensial (tempat hunian) meliputi rumah,

perumahan, rumah susun/ kondominium atau apartemen.9

8. Jenis – Jenis Hak Atas Tanah di Indonesia

1. Hak Milik

Ketentuan Umum mengenai Hak Milik diatur dalam Pasal

16 ayat (1) huruf a, 20 s/d 27, 50 ayat (1), 56 UUPA.

Pengertian Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan

terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan

memperhatikan fungsi sosial tanah. Turun temurun artinya Hak

Milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya

masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka Hak

Miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang

memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik. Terkuat artinya

Hak Milik atas tanah lebih kuat dibandingkan hak atas tanah

yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah

dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah

hapus. Terpenuh artinya Hak Milik atas tanah memberi

wewenang kepada pemiliknya paling luas bila dibandingkan

dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak

atas tanah yang lain, tidak berinduk pada hak atas tanah yang

9 Serfianto.dan Iswi Hariyani. 2010. Buku Pintar Hukum Bisnis Pasar Modal.

JakartaSelatan: Visi media. Hal. 64.

Page 16: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

27

lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan

dengan hak atas tanah yang lain.

a. Subyek Hak Milik.

Yang dapat mempunyai tanah Hak Milik menurut UUPA

dan peraturan pelaksanaanya, adalah:

1. Perseorangan. Warga Negara Indonesia, baik pria maupun

wanita, dan tidak berkewarganegaraan rangkap.

2. Badan-badan hukum tertentu.

Badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik

atas tanah, yaitu bank-bank yang didirikan oleh negara,

koperasi pertanian, badan keagamaan dan badan sosial.

b. Terjadinya Hak Milik.

Hak Milik atas tanah dapat terjadi melalui 3 cara sebagai

mana disebutkan dala Pasal 22 UUPA, yaitu:

1. Hak Mik atas tanah yang terjadi Menurut Hukum Adat;

a) Terjadi karena Pembukaan tanah (pembukaan hutan)

b) Terjadi karena timbulnya Lidah Tanah.

2. Hak Milik Atas tanah tertadi karena Penetapan Pemerintah;

a) Pemberian hak baru (melalui permohonan)

b) Peningkatan hak

3. Hak Milik atas tanah terjadi karena Undang-undang;

a) Ketentuan Konversi Pasal I, II. VI

c. Sifat dan ciri-ciri Hak Milik.

Page 17: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

28

1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PP No.

24/1997.

2. Dapat diwariskan.

3. Dapat dialihkan, seperti jual beli, hibah, tukar-menukar,

lelang, penyertaan modal.

4. Turun temurun

5. Dapat dilepaskan untuk kepentingan sosial

6. Dapat dijadikan induk hak lain.

7. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak

Tanggungan.

d. Hapusnya Hak Milik.

Pasal 27 UUPA menetapkan faktor-faktor penyebab

hapusnya Hak Milik atas tanah dan tanahnya jatuh kepada

negara, yaitu;

1. Karena Pencabutan Hak berdasarkan Pasal 18 UUPA.

2. Dilepaskan secara suka rela oleh pemiliknya.

3. Dicabut untuk kepentinga umum.

4. Tanahnya ditelantarkan.

5. Karena subyek haknya tidak memenuhi syarat sebagai

sunyek hak milik atas tanah.

6. Karena peralihan hak yang mengakibatkantanahnya

berpindah kepada pihak lain yang tidak memenuhi syarat

sebagai subyek Hak Milik atas tanah.

7. Tanahnya musnah, misalnya terjadi bencana alam.

Page 18: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

29

2. Hak Guna Usaha

Ketentuan Hak Guna Usaha (HGU) disebutkan dalam Pasal

16 ayat (1) huruf b, 28 s/d 34, 50 ayat (2) UUPA, Pasal 2 s/d

18 PP No. 40/1996 tentang HGU, HGB dan HP.

Pengertian HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang

dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu

guna kegiatan usaha pertanian, perkebunan, perikanan, atau

peternakan.10

a. Subyek HGU.

Yang dapat mempunyai HGU menurut Pasal 30 UUPA,

Pasal 2 PP No. 40/1996, adalah:

2. Warga Negara Indonesia.

3. Badan Hukum yang didirkan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia.

b. Asal dan terjadinya HGU.

Asal HGU adalah tanah negara. Asal tanah HGU berupa

tanah hak, maka tanah hak tersebut harus dilakukan pelepasan

atas penyerahan hak oleh pemegang hak dengan pemberian

ganti kerugian oleh calon pemegang hak HGU. Terjadinya

HGU dapat melalui penetapan pemerintah (pemberian hak)

dan ketentuan Undang-undang.

c. Luas HGU.

10

Pasal 28 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996

Page 19: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

30

Luas tanah HGU adalah untuk perserorangan minimal 5

Ha dan maksimal 25 Ha. Sedangkan untuk badan hukum luas

minimal 5 Ha dan luas maksimal 25 Ha atau lebih (menurut

UUPA). Ketentuan luas maksimal tidak ditentukan dengan

jelas tetapi PP No. 40/1996 menyebutkan luas maksimal

ditetapkan oleh menteri dengan memperhatikan pertimbangan

pejabat yang berwenang.

Dengan membandingkan kewenangan Surat Keputusan

Pemberian Hak seperti kewenangan Ka BPN Kota/kab

maksimal 25 Ha, Kanwil BPN maksimal 200 Ha, di atas 200

Ha kewenangan Menteri Agraria/Ka BPN.

d. Jangka waktu HGU.

HGU mempunyai jangka waktu untuk pertama kalinya

paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka

waktu paling lama 25 tahun11

. Sedang menurut Pasal 8 PP No.

40/1996 mengatur jangka waktu HGU untuk pertama kalinya

35 tahun, diperpanjang paling lama 25 tahun dan dapat

diperbaharui paling lama 35 tahun. Permohonan perpanjangan

dan pembaharuan diajukan palaing lambat 2 tahun sebelum

berakhirnya jangka waktu HGU. Syarat yang harus dipenuhi

untuk dapat dilakukan perpanjangan waktu atau pembaharuan

adalah;

11

Pasal 29 Undang – Undang Pokok Agraria

Page 20: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

31

1. Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai keadaan,

sifat dan tujuan pemberian haknya.

2. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik

oleh pemegang hak.

3. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang

hak.

e. Kewajiban pemegang HGU12

:

1. Membayar uang pemasukan kepada negara.

2. Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan

atau peternakan.

3. Mengusahakan sendiri tanah HGU dengan baik sesuai

kelayakan usaha berdasarkan kriteria dari instansi teknis.

4. Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan

fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan HGU.

5. Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber

daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan

hidup.

6. Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai

penggunaan HGU.

7. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGU

kepada negara setelah hapus.

8. Menyerahkan sertifikat HGU yang telah hapus kepada

kepala Kantor Pertanahan.

12

Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996.

Page 21: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

32

f. Hak pemegang HGU13

:

1. Menguasai dan mempergunakan tanah untuk usaha

pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan.

2. Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya

alam lainnya di atas tanah.

3. Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain.

4. Membebani dengan Hak Tanggungan

g. Sifat dan ciri-ciri HGU

1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PP No.

24/1997.

2. Dapat diwariskan.

3. Dapat dialihkan, seperti jual beli, hibah, tukar-menukar,

lelang, penyertaan modal.

4. Dapat dilepaskan untuk kepentingan sosial.

5. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak

Tanggungan.

6. Haknya mempunyai jangka waktu tertentu.

7. Dapat berinduk pada hak atas tanah yang lain.

8. Peruntukkannya terbatas.

h. Hapusnya HGU14

;

1. Jangka waktunya berakhir.

2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena

sesuatu syarat yang tidak dipenuhi.

13

Pasal 14 Peraturan P emerintah No. 40.1996 14

Pasal 34 Undang – Undang Pokok Agraria.

Page 22: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

33

3. Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya.

4. Dicabut untuk kepentingan umum.

5. Ditelantarkan.

6. Tanahnya musnah.

7. Pemegang HGU tidak memenuhi syarat sebagai subyek

pemegang HGU

3. Hak Guna Bangunan

Ketentuan menegnai Hak Guna Bangunan (HGB)

disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c, 35 s/d 40, 50 ayat

(2) UUPA dan Pasal 19 s/d 38 PP No. 40/1996).

Pengertian Hak Guna Banguna adalah hak untuk mendirikan

dan mempunyai bangunan yang bukan miliknya sendiri dengan

jangka waktu tertentu.

a. Subyek HGB.

Yang dapat mempunyai HGB menurut Pasal 36 UUPA Jo.

Pasal 19 PP No. 40/1996, adalah:

1. Warga Negara Indonesia.

2. Badan Hukum yang didirkan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia.

b. Asal atau obyek tanah HGB.

HGB berasal dari tanah yang dikuasai langsung oleh

negara, tanah Hak Pengelolaan atau tanah milik orang lain.

c. Terjadinya HGB.

HGB dapat terjadi karena;

Page 23: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

34

1. Penetapan Pemerintah (tanah negara dan tanah Hak

Pengelolaan).

2. Perjanjian pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan

akta yang dibuat oleh PPAT.

3. Undang-undang, ketentuan tentang Konversi

d. Jangka waktu HGB.

Jangka waktu HGB berbeda sesuai dengan asal tanahnya,

sebagai berikut:

1. HGB atas tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan

berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 30 tahun,

dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20

tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama

30 tahun.

2. HGB atas tanah Hak Milik berjangka waktu paling lama 30

tahun, tidak ada perpanjangan waktu. Namun, atas

kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang HGB

dapat diperbarui dengan pemberian HGB baru dengan akta

yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada kantor

BPN setempat.

e. Kewajiban pemegang HGB

1. Membayar uang pemasukan kepada negara.

2. Menggunakan tanah sesuai peruntukkannya.

3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada

di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Page 24: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

35

4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan

HGB kepada negara, pemegang Hak Pengelolaan atau

pemegang Hak Milik sesudah HGB hapus.

5. Menyerahkan sertifikat HGB yang telah hapus kepada

kepala Kantor Pertanahan.

6. Memberikan jaln keluar atau jalan air atau kemudahan

lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkuryng

oleh tanah HGB.

f. Hak pemegang HGB

1. Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu

tertentu.

2. Mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan

pribadi atau usahanya.

3. Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain.

4. Membebani dengan Hak Tanggungan

g. Sifat dan ciri-ciri HGB

1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PP No.

24/1997.

2. Dapat diwariskan.

3. Dapat dialihkan, seperti jual beli, hibah, tukar-menukar,

lelang, penyertaan modal.

4. Dapat dilepaskan untuk kepentingan sosial.

5. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak

Tanggungan.

Page 25: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

36

6. Haknya mempunyai jangka waktu tertentu.

7. Dapat berinduk pada hak atas tanah yang lain.

8. Peruntukkannya terbatas.

h. Hapusnya HGB15

1. Jangka waktunya berakhir.

2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang

Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum

jangka waktu berakhir, karena;

a. Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang

hak dan atu dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam

HGB.

b. Tidak terpenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-

kewajiban yang tertuang dalam perjanjian

pemberian hak antara pemegang HGB dengan

pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak

Milik.

c. Putusan pengadilan yang berkekuatan tetap.

3. Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya.

4. Dicabut untuk kepentingan umum.

5. Ditelantarkan.

6. Tanahnya musnah.

7. Pemegang HGB tidak memenuhi syarat sebagai subyek

pemegang HGB.

15

Pasal 40 Undang – Undang Pokok Agraria

Page 26: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

37

4. Hak Pakai

Hak Pakai (HP) diatur dalam Pasal 16 ayat 9) huruf d, 41

s/d 43, 50 ayat (2) UUPA dan Pasal 39 s/d 58 PP No. 40/1996.

Pengertian Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau

memungut hasil dari tanah yang dikuasai oleh negara atau tanah

milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang

ditentukan dalam keputusan pemberian haknya atau dalam

perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian

sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah16

.

a. Subyek HP

1. Warga Negara Indonesia.

1. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia

dan berkedudukan di Indonesia.

2. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan

Pemerintah Daerah.

3. Badan-badan keagamaan dan sosial.

4. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia

5. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di

Indonesia.

6. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan

internasional.

b. Objek Hak Pakai17

:

1. Tanah Negara.

16

Pasal 41 (1) Undang – Undang Pokok Agraria. 17

Pasal 41 (1) Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996.

Page 27: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

38

2. Tanah Hak Pengelolaan.

3. Tanah Hak Milik.

Hak Pakai dapat terjadi karena,

1. Penetapan Pemerintah (tanah negara dan tanah Hak

Pengelolaan).

2. Perjanjian pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan

akta yang dibuat oleh PPAT.

3. Undang-undang, ketentuan tentang Konversi.

c. Jangka waktu Hak Pakai.

Jangka waktu Hak Pakai berbeda sesuai dengan asal

tanahnya, berikut adalah rincian jangka waktu

1. Hak Pakai atas tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan

berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun,

dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20

tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama

20 tahun. Khusus Hak Pakai yang dipunyai oleh

Departemen, Lembaga Non Departemen, Pemerintah

Daerah, badan-badan keagamaan dan sosial, perwakilan

negara asing, dan perwakilan badan internasional diberikan

untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya

dipergunakan untuk keperluan tertentu.

2. Hak Pakai atas tanah Hak Milik berjangka waktu paling

lama 25 tahun, tidak ada perpanjangan waktu. Namun, atas

kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang Hak

Page 28: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

39

Pakai dapat diperbarui dengan pemberian Hak Pakai baru

dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan

pada kantor BPN setempat.

d. Kewajiban pemegang Hak Pakai

1. Membayar uang pemasukan kepada negara, perjanjian

penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau Hak Milik.

2. Menggunakan tanah sesuai peruntukkannya sesuai

keputusan pemberian haknya, perjanjian pengguanaan tanah

Hak Pengelolaan atau Hak Milik.

3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di

atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.

4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak

Pakai kepada negara, pemegang Hak Pengelolaan atau

pemegang Hak Milik sesudah Hak Pakai hapus.

5. Menyerahkan sertifikat Hak Pakai yang telah hapus kepada

kepala Kantor Pertanahan.

6. Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain

bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung oleh

tanah Hak Pakai.

e. Hak pemegang Hak Pakai18

1. Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu

tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya.

2. Memindahkan hak tersebut kepada pihak lain.

18

Pasal 52 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996

Page 29: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

40

3. Membebani dengan Hak Tanggungan.

4. Menguasai dan menggunakan tanah untuk janga waktu

yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk

keperluan tertentu.

f. Sifat dan ciri-ciri Hak Pakai.

1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut Peraturan

Pemerintah No. 24/1997.

2. Dapat diwariskan.

3. Dapat dialihkan, seperti jual beli, hibah, tukar-menukar,

lelang, penyertaan modal.

4. Dapat dilepaskan untuk kepentingan sosial.

5. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak

Tanggungan.

6. Haknya mempunyai jangka waktu tertentu.

7. Dapat berinduk pada hak atas tanah yang lain.

8. Peruntukkannya terbatas.

g. Hapusnya Hak Pakai19

1. Jangka waktunya berakhir.

2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak

Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka

waktu berakhir, karena:

19

Pasal 55 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996

Page 30: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

41

a. Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak

dan atu dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam Hak

Pakai.

b. Tidak terpenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-

kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak

antara pemegang Hak Pakai dengan pemegang Hak

Pengelolaan atau pemegang Hak Milik.

c. Putusan pengadilan yang berkekuatan tetap.

3. Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya.

4. Dicabut untuk kepentingan umum.

5. Ditelantarkan.

6. Tanahnya musnah.

7. Pemegang Hak Pakai tidak memenuhi syarat sebagai

subyek pemegang Hak Pakai.

5. Hak Sewa Untuk Bangunan

Ketentuan mengenai Hak Sewa Untuk Bangunan (HSUB)

disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1), 44, 45, 52 ayat(2) UUPA.

Pengertian HSUB adalah hak yang dimiliki seseorang atau

badan hukum untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di

atas tanah Hak Milik orang lain dengan membayar sejumlah

uang sewa tertentu dalam jangka waktu tertentu yang disepakati

oleh pemilik tanah dengan pemegang HSUB20

. HSUB

merupakan hak pakai yang mempunyai sifat-sifat khusus. Hak

20

Pasal 44 (1) Undang – Undang Pokok Agraria

Page 31: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

42

sewa hanya disediakan untuk bangunan-banguna yang

berhubung dengan pertanian

d. Subyek HSUB21

.

1. Warga Negara Indonesia.

2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.

3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia.

4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di

Indonesia.

e. Objek HSUB.

Hak atas tanah yang dapat disewakan kepada pihak lain

adalah Hak Milik dan objek yang disewakan pemilik tanah

kepada pemeganag HSUB adalah tanah bukan bangunan.

Terjadinya HSUB karena perjanjian persewaan tanah yang

tertulis antara pemilik tanah dengan pemegang HSUB, yang

tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengadung unsur-unsur

pemerasan.

f. Jangka waktu HSUB.

UUPA tidak mengatur secara tegas berapa lama jangka

waktu HSUB, jangka waktu HSUB diserahkan kepada

kesepakatan anatar pemilik tanah dengan pemegang HSUB.

Pembayaran uang sewa dalam HSUB. Ketentuan mengenai

pembanyaran uang sewa dapat dilakukan satu kali atau tiap-tiap

21

Pasal 45 Undang – Undang Pokok Agraria

Page 32: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

43

waktu tertentu. Juga dapat dilakukan sebelum atau sesudah

tanahnya dipergunakan oleh pemegang HSUB. Tergantung

kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang HSUB.

g. Peralihan HSUB.

Pada dasarnya pemegang HSUB tidak diperbolehkan

mengalihkan hak sewanya kepada pihak lain tanpa seizin dari

pemilik tanah. Pelanggaran terhadap larangan ini dapat

berakibat terputusnya hubungan sewa-menyewa antara pemili

tanah dan pemegang HSUB.

h. Sifat dan ciri-ciri HSUB.

1. Tujuan pengunaannya sementara, artinya jangka waktu

terbatas.

2. Bersifat pribadi dan tidak boleh dialihkan.

3. Tidak dapat diwariskan.

4. Hubungan hak sewa tidak terputus dengan dialihkannya Hak

Milik yang bersangkutan kepada pihak lain.

5. Tidak dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak

Tanggungan.

6. Pemegang HSUB dapat melepas sendiri hak sewanya.

7. Tidak termasuk golongan hak-hak yang harus didaftarkan.

i. Hapusnya HSUB.

Faktor-faktor penyebab hapusnya HSUB, adalah:

1. Jangka waktunya berakhir.

Page 33: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

44

2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena

pemegang HSUB tidak memenuhi syarat sebagai pemegang

HSUB.

3. Dilepaskan oleh pemegang HSUB sebelum jangka waktu

berakhir.

4. Hak Milik atas tanahnya dicabut untuk kepentingan umum.

5. Tanahnya musnah.

B. Hasil Penelitian

1. Tinjauan Kepemilikan Properti Dari Sisi HAM

Berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak

Asasi Manusia (HAM) dijelaskan:

a. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada

hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang

Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib di hormati,

dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan

setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan

martabat manusia.

b. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang

apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan

tegaknya hak asasi manusia.

c. Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau

pengecualian yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada

pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok,

Page 34: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

45

golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,

keyakinan politik, yang berakibat, pengurangan, penyimpangan atau

penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi

manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual

maupun kelompok dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial,

budaya, dan aspek kehidupan lainnya.

d. Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan

sengaja,sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang

hebat, baik jasmani maupun rohani pada seseorang untuk

memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari

orang ketiga,dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah

dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang

ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga

atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk

diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan

oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau pengetahuan

siapapun dan atau pejabat publik.

e. Anak adalah setiap manusia yang berusia 18 (delapan belas) tahun

dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan

apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

f. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

atau kelompok orang termasuk aparat negara baik sengaja ataupun

tidak disengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum

mengurangi, menghalangi, membatasi, atau mencabut hak asasi

Page 35: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

46

manusia seseorang atau kelompok orangyang dijamin oleh Undang-

undang ini dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan

memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan

mekanisme hukum yang berlaku.

g. Komisi Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Komnas HAM

adalah lembaga yang mandiri yang kedudukannya setingkat dengan

lembaga Negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,

penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.

Adanya hak azasi manusia untuk memiliki atau membeli barang

sesuai dengan keinginannya merupakan salah satu HAM sosial maupun

ekonomi. Begitu pula dengan kepemilikan properti untuk orang asing yang

ada di Indonesia, kepemilikan properti yang ada di Indonesia merupakan

HAM sebagai mahluk sosial dan mahluk ekonomi.

Berkaitan dengan hak ekonomi dan sosial kepemilikan propertinya

di Indonesia, Hak WNA tersebut dibatasi oleh adanya diskriminasi HAM.

Diskriminasi HAM ini berasal dari adanya peraturan disetiap Negara yang

berbeda. Di Indonesia, Negara hanya mengakui hak sosial dan ekonomi

WNA mengenai kepemilikan propertinya ini hanya terbatas sebagai Hak

Pakai. Kondisi ini berbeda dengan kepemilikan properti bagi WNI, Negara

mengakui kepemilikan propertinya sampai dengan Hak Milik. Adanya

diskriminasi HAM oleh WNA dan WNI ini disebabkan oleh status

kebangsaannya, kewajibannya sebagai warga Negara, dan hak yang

dimiliki sesuai dengan kewarganegaraannya.

Page 36: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

47

Pengaturan HAM mengenai kepemilikan propertinya ini oleh WNA

maupun WNI memberikan segala macam kebebasan yang telah diatur oleh

Negara. Adanya diskriminasi tentang Hak WNA dengan Hak WNI ini juga

diatur oleh Negara. Karena setiap Negara memiliki peraturan dan

kebijakan yang berbeda antara Negara satu dengan Negara yang lain

mengenai hak dan kewajiban setiap WNA dan WNI yang ada di Indonesia.

Pengaturan ini dilakukan demi menjaga pertahanan, keamanan, kedamaian

dan ketertiban yang ada di Indonesia.

2. Hak WNA Terhadap Penguasaan Tanah di Indonesia

a. Hak Pakai

Berdasarkan undang - undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria, Warga Negara Asing hanya

diperbolehkan memiliki hak pakai. Adapun definisi hak pakai terdapat

dalam Pasal 41 ayat (1) UUPA yang berbunyi:

“Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsungoleh Negara atau tanah milik orang

lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan

dalamkeputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang

memberikannya atau dalam perjanjian denganpemilik tanahnya, yang

bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,

segalasesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-

ketentuan Undang-undang ini.”

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 42 Undang – Undang Pokok

Agraria yang hanya membolehkan WNA untuk memiliki hak pakai. Bunyi

selengkapnya pasal tersebut adalah:

“Yang dapat mempunyai hak pakai ialah: a. warga-negara Indonesia;

b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

c. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia;

Page 37: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

48

d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.”

b. Kepemilikan Rumah Tinggal/Hunian oleh WNA

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 Tentang

Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing.

“Warga negara asing dapat memiliki rumah yang berdiri sendiri

diatas bidang tanah Hak Pakai atas Tanah Negara (HPTN) atau

diatas bidang tanah yang dikuasai berdasarkan perjanjian

dengan pemegang hak atas tanah. Perjanjian tersebut harus

dalam bentuk tertulis dengan akta PPAT dan wajib didaftarkan.

Berdasarkan peraturan diatas maka pada hakikatnya, WNA

yang berdomisili di Indonesia diperbolehkan memiliki satu

rumah tempat tinggal, bisa berupa rumah yang berdiri sendiri

atau satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak

Pakai.

c. Hak Sewa untuk Bangunan

Menurut setiabudi Hak sewa merupakan Hak Pakai yang

mempunyai sifat-sifat yang mempunyai sifat-sifat khusus dan

diatur tersendiri. 22

Hak sewa hanya disediakan untuk

bangunan-bangunan. Dalam UUPA pasal 44 disebutkan bahwa

seseorang atau suatu badan hukum memiliki hak sewa atas

tanah apabil ia berhak menggunakan tanah milik orang lain

untuk keperluan bangunan dengan melakukan pembayaran

kepada pemilik sejumlah uang sebagai sewa. Berbeda dengan

22

Jayadi, Setiabudi. 2012. Tata Cara Mengurus Tanah Rumah dan

Perizinannya.Yogyakarta: Buku Pintar.

Page 38: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

49

Hak Pakai. Hak Sewa untuk Bangunan (HSUB) hanya dapat

terjadi di atas tanah Hak Milik. Disebabkan tanah Hak Milik

merupakan hak terkuat dan terpenuhi sehingga dapat dipakai

sebagai dasar pemberian hak tanah lain, termasuk Hak Sewa

untuk Bangunan. Untuk mendapatkan hak memiliki bangunan

di atas tanah Hak Milik maka harus dibayarkan sejumlah uang

sewa. Dimana pembayaran uang sewa ini diatur dalam pasal

44 ayat 2 dengan ketentuan dapat dilakukan satu kali pada tiap

waktu tertentu atau sebelum maupun sesudah tanah tersebut

digunakan. Perjanjian sewa tanah ini tidak boleh disertai

dengan syarat yang mengandung unsur pemerasan.

Selanjutnya pada pasal 45 disebutkan pihak-pihak yang dapat

menggunakan Hak Sewa, adalah:

Warga Negara Indonesia

Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia

Badan Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia

dan berkedudukan di Indonesia

Badan Hukum asing yang memiliki perwakilan di

Indonesia

Page 39: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

50

3. Kepastian Hukum Dari Kepemilikan Properti Untuk Warga negara

asing.

Kepastian hukum adalah salah satu dari tujuan hukum, di samping

yang lainnya yakni kemanfaatan dan keadilan bagi setiap insan manusia

selaku anggota masyarakat yang plural dalam interaksinya dengan insan

yang lain tanpa membedakan asal usul dari mana dia berada23

. Kepastian

hukum dari kepemilikan properti untuk warga Negara asing ini diatur

dalam:

a. Pasal 57 UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman (PKP)

Aturan kepemilikan properti untuk warga negara asing di

Indonesia pada sektor properti saat ini ada dalam Pasal 57 UU No.1

Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP)

yang menyebutkan warga negara asing dapat menghuni atau

menempati rumah dengan cara hak sewa atau hak pakai. Terkait

lamanya kepemilikan asing di properti, disesuaikan dengan

UU.5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang

menyebutkan pembagian periode hak pakai WNA waktu untuk

pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk

jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk

jangka waktu paling lama 20 tahun.

23

Budiman Ginting, Kepastian Hukum dan Implikasinya Terhadap Pertumbuhan

Investasi http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17190 diakses tgl 16/09/2014

Page 40: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

51

b. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1996 tentang pemilikan

rumah tempat tinggal atau hunian oleh warga negara asing yang

berkedudukan di Indonesia diatur dalam pasal-pasal dibawah ini:

1. Pasal 1

a) Warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia dapat

memiliki sebuah rumah untuk tempat tinggal atau hunian

dengan hak atas tanah tertentu.

b) Warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah warga

negara asing yang kehadirannya di Indonesia memberikan

manfaat bagi pembangunan nasional.

2. Pasal 2

Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki

oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal

1 adalah24

:

a) Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas bidang

tanah:

b) Hak Pakai atas tanah Negara;

c) Yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemengang

hak atas tanah.

d) Satuan rumah susun yang dibangun di atas bidang tanah

Hak Pakai atas tanah Negara.

3. Pasal 3

24

Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996

Page 41: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

52

a) Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1

dibuat secara tertulis antara warga negara asing yang

bersangkutan dengan pemegang hak atas tanah.

b) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

harus dibuat dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.

4. Pasal 4

Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka

1 wajib dicatat dalam buku tanah dan sertipikat hak atas

tanah yang bersangkutan.

5. Pasal 5

a) Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1

dibuat untuk jangka waktu yang disepakati, tetapi tidak

lebih lama dari dua puluh lima tahun.

b) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dapat diperbaharui untuk jangka waktu yang tidak lebih

lama dari dua puluh lima tahun, atas dasar kesepakatan

yang dituangkan dalam perjanjian yang baru, sepanjang

warga negara asing tersebut masih berkedudukan di

Indonesia.

6. Pasal 6

a) Apabila warga negara asing yang memiliki rumah yang

dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara, atau

berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah

tidak lagi berkedudukan di Indonesia, maka dalam

Page 42: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

53

jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau

mengalihkan hak atas rumah dan tanahnya kepada orang

lain yang memenuhi syarat.

b) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) hak atas tanah tersebut belum dilepaskan

atau dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat,

maka apabila:

1) Rumah tersebut dibangun di atas tanah Hak Pakai atas

tanah Negara, rumah beserta tanahnya dikuasai

Negara untuk dilelang;

2) Rumah tersebut dibangun di atas tanah berdasarkan

perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

angka 1 huruf b, rumah tersebut menjadi milik

pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

7. Pasal 7

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi

pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh

Menteri Negara Agraria setelah mendengar pertimbangan

Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan

Perumahan dan Permukiman Nasional.

c. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 ayat (4)

Hak milik adalah hak yang sangat asasi dan merupakan hak

dasar yang dijamin konstitusi. Undang-Undang Dasar Tahun 1945

Pasal 28 ayat (4) mengatur bahwa setiap orang berhak mempunyai

Page 43: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

54

hak milik dan hak tersebut tidak boleh diambil alih secara

sewenang-wenang oleh siapapun.

Berdasarkan status subyek menentukan status hukum tanah

yang boleh dikuasai, yaitu:

1. Warga Negara Indonesia: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Gadai, Hak

Usaha Bagi Hasil, Hak Manumpang;

2. Badan Hukum Indonesia terdiri dari: Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Pengelolaan

(khusus badan hukum Indonesia yang sahamnya milik negara)

3. Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing meliputi Hak

Pakai (Pasal 24 UUPA) mengatur penggunaan tanah milik oleh

bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan peraturan

perundang-undangan.

4. Hak Sewa (Pasal 45 UUPA), yang dapat menjadi pemegang

hak sewa adalah:

a) Warga Negara Indonesia

b) Warga negara asing Yang Berkedudukan di Indonesia

c) Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia

dan berkedudukan di Indonesia

d) Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di

Indonesia.

Berdasarkan tinjauan yuridis kepemilikan properti bagi WNA yang

berada di Indonesia dari sisi HAM dan kepastian hukum, diketahui status

Page 44: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

55

kepemilikan properti, status kewarisan dan lama pemakaian seperti tertian

dalam tabel dibawah ini:

Tabel 1. Pengaturan Properti bagi WNA yang ditinjau dari

peraturan perundang-undangan

No Dasar Peraturan Status Kepemilikan

Properti

Lama Pemakaian

1 Pasal 57 UU

No.1/2011

tentang

Perumahan dan

Kawasan

Permukiman

(PKP)

Kepemilikan properti

bagi warga negara asing

dapat menghuni atau

menempati rumah

dengan cara hak sewa

atau hak pakai.

Waktu untuk pertama kali paling

lama 25 tahun, dapat

diperpanjang untuk jangka

waktu paling lama 20 tahun, dan

dapat diperbarui untuk jangka

waktu paling lama 20 tahun

2 PP No. 41

tahun

1996 tentang

pemilikan

rumah tempat

tinggal atau

hunian oleh

warga negara

asing yang

berkedudukan

di Indonesia

Hak pakai dibuat untuk jangka waktu yang

disepakati, tetapi tidak lebih

lama dari dua puluh lima tahun

dan dapat diperbaharui untuk

jangka waktu yang tidak lebih

lama dari dua puluh lima tahun,

atas dasar kesepakatan yang

dituangkan dalam perjanjian

yang baru, sepanjang warga

negara asing tersebut masih

berkedudukan di Indonesia

3 UUD Tahun

1945 Pasal 28

ayat (4)

Setiap orang berhak

mempunyai hak milik

dan hak tersebut tidak

boleh diambil alih

secara sewenang-

wenang oleh siapapun

-

4 UUPA Pasal 20

Ayat (1)

Hak Pakai Waktu untuk pertama kali paling

lama 25 tahun, dapat

diperpanjang untuk jangka

waktu paling lama 20 tahun, dan

dapat diperbarui untuk jangka

waktu paling lama 20 tahun

Page 45: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

56

Sumber: Berbagai literatur

Berdasarkan temuan penelitian mengenai hak kepemilikan properti untuk

warga negara asing yang ditinjau dari sisi HAM dan kepastian hukum,

diketahui bahwa status kepemilikan properti untuk WNA telah memenuhi hak

asasi manusia dengan diskriminasi atau pembatasan karena status kewarga

negaraannya dengan status kepemilikan hak pakai selama 25 tahun dan untuk

tahun berikutnya dapat diperpanjang berdasarkan ketentuan yang ada.

C. Analisis

a. Pengaturan kepemilikan properti untuk warga negara asing dalam

perpektif hukum Indonesia telah memenuhi hak ekonomi sosial, dan

budaya.

Berdasarkan paparan dari hasil penelitian di atas, diketahui bahwa

warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia dalam rangka

pemenuhan kebutuhan akan hak asasi manusia atas status kepemilikan

propertinya yang berada di Indonesia telah mendapatkan hak asasi

manusianya, yang terwujud dalam status kepemilikan properti yang

berkekuatan hukum sebagai hak pakai. Hak pakai atas properti yang dimiliki

oleh WNA tersebut memiliki jangka waktu yang berbeda sesuai dengan asal

tanahnya.

Hak pakai atas properti yang dimiliki oleh WNA atas tanah negara

dapat dikelola oleh WNA untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat

diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat

diperbarui untuk jangka waktu paling lama 20 tahun. Sedangkan hak pakai

Page 46: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

57

atas kepemilikan properti yang pergunakan oleh Departemen, Lembaga

Non Departemen, Pemerintah Daerah, badan-badan keagamaan dan sosial,

perwakilan negara asing, dan perwakilan badan internasional diberikan

jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk

keperluan tertentu. Sedangkan Hak Pakai atas tanah Hak Milik seseorang

yang dijualbelikan terhadap WNA memiliki jangka waktu paling lama 25

tahun dan tidak ada perpanjangan waktu, tetapi atas kesepakatan antara

pemilik tanah dengan pemegang hak pakai, properti tersebut masih dapat

diperbarui dengan pemberian hak pakai baru dengan akta yang dibuat oleh

PPAT yang baru dan wajib didaftarkan pada kantor BPN setempat.

Berdasarkan ketentuan yang ada dalam hak pakai, pemenuhan atas

hak ekonomi dan social ini tercermin dari adanya hak dan kewajiban oleh

individu atau lembaga yang memegang properti dengan status sebagai

pemegang hak pakai. Kewajiban sebagai pemegang hak pakai ini antara lain

membayar uang pemasukan kepada Negara atas perjanjian penggunaan

tanah atau properti tersebut sebagai Hak Pengelolaan atau Hak Milik, selain

itu pemegang hak pakai ini dapat mempergunakan propertinya tersebut

sesuai peruntukkannya yang telah disepakati oleh pemberi keputusan atas

pemberian haknya sesuai dengan perjanjian yang dibuat (dalam hal ini

pemilik properti dengan status hak milik, atau pemerintah). Warga Negara

asing sebagai pemegang hak pakai atas properti yang dimilikinya di

Indonesia ini juga memiliki kewajiban untuk memelihara dengan baik atas

properti (tanah dan bangunan) serta menjaga kelestarian lingkungan

hidupnya. Kewajiban yang lainnya adalah menyerahkan kembali tanah yang

Page 47: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

58

diberikan dengan hak pakai kepada negara, pemegang Hak Milik sesudah

hak pakainya habis atau terhapus. Selanjutnya adalah WNA yang memegang

hak pakai harus menyerahkan kembali sertifikat Hak Pakainya kepada

kepala Kantor Pertanahan.

Selain kewajiban oleh WNA sebagai pemegang hak pakai atas

propertinya, pemegang hak pakai ini juga memiliki hak untuk menguasai

dan mempergunakan properti atau tanahnya tersebut selama waktu tertentu

untuk keperluan pribadi atau usahanya, hak lainnya adalah pemegang hak

pakai dapat memindahkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebani

dengan Hak Tanggungan, hak selanjutnya yang dapat dimiliki oleh

pemegang hak pakai adalah dapat menguasai dan menggunakan tanah untuk

janga waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk

keperluan tertentu.

Berdasarkan atas prespektif hukum yang berlaku di Indonesia,

pemenuhan atas hak ekonomi dan sosial ini terwujud dalam pemberian

kepastian hukum atas hak kepemilikan properti bagi WNA yaitu sama-sama

memiliki hak dan kewajiban atas status hak pakai dari properti yang

dimilikinya.

Pemberian hak dan kewajiban atas status hak pakai dari properti yang

dimilikinya ini dapat ditunjukkan dengan adanya hak dan kewajiban sebagai

pemegang hak pakai. WNA sebagai pemegang hak pakai atas propertinya

ini memiliki hak untuk menggunakan propertinya selama waktu tertentu

untuk keperluan pribadi atau usahanya, dalam haknya tersebut WNA dapat

memindahkan haknya tersebut kepada pihak lain. Dengan hak pakai yang

Page 48: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

59

dimilikinya WNA dapat menguasai dan dapat menggunakan propertinya

tersebut untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya

dipergunakan untuk keperluan tertentu. Berdasarkan hak-hak yang telah

dijelaskan tersebut, terbukti bahwa dengan pemberian hak sebagai

pemegang hak pakai, WNA dapat memenuhi hak sosial dan ekonominya.

Adanya pembatasan atau diskriminasi antara HAM dari segi sosial

dan ekonomi atas kepemilikan properti bagi WNA yang ada di Indonesia

hanya diberikan status sebagai pemegang hak pakai sedangkan WNI

diberikan status sebagai pemegang hak milik ini dianggap telah sesuai dan

adil. Keadilan ini diperoleh berdasarkan pandangan atas status

kewarganegaraannya antara WNI dan WNA yang berbeda, dimana WNI

memiliki kewajiban-kewajiban atas bela Negara dan kewajiban-kewajiban

yang lain sesuai kewajibannya sebagai WNI untuk kepentingan Negara

Indonesia, sedangkan WNA tidak memiliki kewajiban bela Negara atau

kewajiban-kewajiban yang lain untuk kepentingan Negara Indonesia.

b. Pengaturan kepemilikan properti untuk Warga Negara Asing telah

memenuhi prinsip keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum

Pengaturan kepemilikan properti oleh warga negara asing sesuai

dengan prinsip keadilan dalam kepastian hukum yang berada di wilayah

Indonesia, berdasarkan temuan penelitian diketahui bahwa warga negara

asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki sebuah rumah untuk

tempat tinggal atau hunian dengan staus hak pakai. Hak pakai atas

property yang dikuasai oleh warga negara asing tersebut dapat

Page 49: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

60

dipergunakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban yang

tertera dalam hak pakai, yang dapat dimanfaatkan sesuai keperluan WNA

tersebut.

1. Pemenuhan hak kepemilikan properti untuk warga negara asing sesuai dengan

prinsip keadilan

Diperbolehkannya penggunaan properti atau tanah yang ada di

Indonesia ini oleh WNA sebagai pemegang hak pakai ini menurut tipe

kewajiban dari Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya telah memenuhi prinsip

keadilan, karena Negara maupun WNI memenuhi hak atau memiliki

kewajiban kepada WNA sebagai pemegang hak pakai untuk

menghormati, melindungi dan memenuhi kebutuhannya.

Bentuk keadilan tersebut tercermin dari adanya kewajiban yang

mengharuskan negara tidak mengganggu baik langsung maupun tidak

langsung keberadaan hak pakai propertinya. Bukti keadilan yang lain

adalah adanya perlindungan dari Negara untuk menghalangi campur

tangan pihak ketiga dengan cara apapun keberadaan hak pakai atas

properti yang dimilikinya, dan adanya kewajiban pemenuhan fasilitas

yang mengharuskan pemerintah untuk mengambil langkah dalam

memenuhi hak pakai atas propertinya tersebut.

Bentuk keadilan bagi WNA sebagai pemegang hak pakai ini telah

sesuai dengan prinsip keadilan, karena berdasarkan pemenuhan hak-hak

atas status hak pakai kepemilikan properti ini telah sesuai dengan aspek

filosofis yaitu norma hukum, nilai, keadilan, moral, dan etika menjadi

dasar dari hukum sebagai hukum.

Page 50: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

61

Keadilan yang diperoleh oleh WNA sebagai pemegang hak pakai

ini telah tercermin dari sifat normatif dan konstitutif dari segi hukum,

sehingga sesuai dengan aspek keadilan tersebut, dapat dijadikan landasan

moral hukum dan sekaligus tolok ukur sistem hukum positif yang berada

di Negara Indonesia.

Pengaturan antara hak dan kewajiban yang dimiliki oleh WNA

sebagai pemegang hak pakai atas properti yang berada di Indonesia ini

akan memiliki makna sesuai dengan makna yang dimiliki oleh setiap

manusia yang sesuai dengan kewarganegaraannya masing-masing dengan

pendistribusian yang merata antara hak dan kewajiban. Pemenuhan dari

keadilan yang diterima oleh WNA dengan status pemegang hak pakai ini

telah mencapai tujuan dari keadilan. Tujuan keadilan tersebut tertera pada

pengaturan ketentuan hukum kepemilikan properti oleh warga negara

asing di Indonesia, yang merupakan suatu kebenaran, memiliki nilai

kebajikan yang paling utama, karena nilai-nilai ini tidak bisa ditukar

dengan nilai apapun.

Berdasarkan atas azas prinsip keadilan ini, maka dapat diketahui

bahwa kepemilikan properti bagi warga negara asing yang berada di

Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang merata dan telah sesuai

dengan prinsip keadilan yang ada.

2. Pemenuhan hak kepemilikan properti untuk warga negara asing sesuai

dengan prinsip kemanfaatan

Pengaturan kepemilikan properti bagi WNA sebagai pemegang hak

pakai ini sudah dianggap memenuhi tujuan dari aspek kemanfaatan.

Page 51: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

62

Pemberian status hukum atas hak pakai kepada WNA ini memiliki fungi

bekerjanya sistem hukum di masyarakat yang efektif. Sesuai dengan

fungsi kemanfaatan hukum, pemberian status kepemilikan properti bagi

WNA dengan sttus hak pakai dapat berfungsi sebagai alat atau kekuatan

hukum dalam rangka memanfaatkan propertinya tersebut dalam realita

kehidupan di Indonesia yang sebagai Negara hukum. Pemberian hak

pakai ini dapat memberi manfaat atau berdaya guna (utility) bagi

masyarakat WNA maupun WNI sebagai pemegang hak pakai.

Tujuan pengaturan kepemilikan properti untuk warga negara asing

sesuai dengan hukum ini semata-mata untuk memberikan kemanfaatan

atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak- banyaknya

warga masyarakat WNA yang ada di Indonesia sebagi pemegang hak

pakai. Penanganan hukumnya ini didasarkan pada filsafat sosial, bahwa

setiap warga masyarakat mencari kebahagiaan, dan hukum merupakan

salah satu alatnya.

3. Pemenuhan hak kepemilikan properti untuk warga negara asing sesuai

dengan prinsip kemanfaatan

Pengaturan hukum tentang kepemilikan properti untuk warga

negara asing yang ada di Indonesia yang bertolak ukur pada asas

kepastian hukum telah tercermin dalam Undang-Undang atau peraturan

pemerintah yang ada di Negara Indonesia. Kepemilikan properti untuk

warga negara asing sesuai dengan aspek kepastian hukum ini terbukti

atas pengakuan Negara dengan pemberian status hak pakai atas

kepemilikan propertinya yang ada di Indonesia. Dalam pengakuan atau

Page 52: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

63

pemberian hak pakai oleh pemerintah kepada WNA ini tertuang dalam

hukum positif dan hukum tertulis. Hukum tertulis tersebut ditulis oleh

lembaga yang berwenang (PPAT) yang disahkan oleh BTN setempat.

Pelanggaran atas hukum yang telah disahkan oleh BTN tersebut apabila

dilanggar akan memberikan sanksi yang tegas, sah dengan sendirinya dan

ditandai dengan diumumkannya di Lembaga Negara.

Kepastian hukum atas status hak pakai yang dimiliki oleh WNA ini

merupakan suatu peraturan yang dibuat dan diundangkan secara pasti

karena mengatur secara jelas dan logis. Dari adanya kepastian hukum ini

jelas bahwa pengaturan kepemilikan properti oleh warga negara asing ini

tidak menimbulkan keragu-raguan atau multi-tafsir dan logis dalam

artian menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak

berbenturan atau menimbulkan konflik norma.

Berdasarkan tujuan dari pemberian status hukum atas kepemilikan

properti bagi WNA sebagai pemegang hak pakai ini, untuk memberikan

pengetahuan mengenai tingkatan norma-norma yang berlaku yang

berkaitan dengan kepemilikan properti bagi warga negara asing, dan dari

tingkatan norma tersebut dapat memberikan kekuatan berlakunya dari

tiap norma kepemilikan properti bagi warga negara asing yang berada di

Indonesia yang bergantung dari hubungan yang logis dengan norma yang

lebih tinggi, atau tingkatan norma yang lebih rendah, sesuai dengan

tingkatannya masing-masing.

Pemberian pengakuan dari pemerintah atau Negara mengenai status

kepemilikan properti kepada WNA sebagai pemegang hak pakai ini

Page 53: BAB II PEMBAHASAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4800/3/T1_312009025_BAB II.pdfPenganut aliran utilitas menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk

64

secara tidak langsung akan menimbulkan suatu perintah ketaatan warga

Negara asing yang kemudian menjadikannya sebagai suatu kewajiban

yang dipaksakan oleh norma, dan dapat menimbulkan suatu sanksi yang

diberikan oleh norma bagi WNA yang melanggar norma tersebut.

Adanya kepastian hukum tentang kepemilikan properti oleh warga

negara asing ini merupakan keadaan yang pasti akan status, hak dan

kewajiban setiap individu di suatu wilayah tertentu. Pemberian kepastian

hokum ini berlaku untuk setiap perilaku manusia, baik individu,

kelompok, maupun organisasi, terikat dan berada dalam koridor yang

sudah digariskan oleh aturan hukum yang terlahir sebagai suatu pedoman

untuk menghindari jatuhnya korban dari persengketaan kepemilikan

properti untuk warga negara asing dan warga Negara indonesia. Adanya

pengaturan hukum tentang kepemilikan properti bagi warga negara asing

dalam batasannya memperoleh hak dan kewajibannya dalam kepemilikan

properti yang ada di Indonesia ini. Adanya penjelasan tentang tujuan

pengaturan hukum kepemilikan properti untuk warga negara asing

tersebut memiliki hubungan dari ketiga nilai dasar diantara ketiga nilai

dasar hukum tersebut yang masing-masing yang saling mendukung

antara satu sama lainnya.