fh.unram.ac.id · web viewdalam undang-undang nomor 6 tahun 2016 tentang desa dalam ketentuan umum...

27
i TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN TUKAR GULING TANAH PECATU DUSUN MONTONG DESA APITAIK KABUPATEN LOMBOK TIMUR JURNAL ILMIAH Oleh : GILVA MELINDA INGESWARI D1A 013 122 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2017

Upload: others

Post on 08-Jul-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN TUKAR GULING TANAH

PECATU DUSUN MONTONG DESA APITAIK KABUPATEN LOMBOK

TIMUR

JURNAL ILMIAH

Oleh :

GILVA MELINDA INGESWARI

D1A 013 122

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM

2017

ii

HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN TUKAR GULING TANAH

PECATU DUSUN MONTONG DESA APITAIK KABUPATEN LOMBOK

TIMUR

Program Studi Ilmu Hukum

Oleh :

GILVA MELINDA INGESWARI

D1A 013 122

Menyetujui,

Pembimbing Pertama,

Sahruddin, S.H.,M

iii

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN TUKAR GULING TANAH PECATU DUSUN MONTONG DESA APITAIK KABUPATEN LOMBOK

TIMUR

GILVA MELINDA INGESWARI D1A 013 122

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS MATARAM

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan yaitu (1) Untuk mengetahui dapatkah tanah pecatu menjadi obyek tukar guling (2) Untuk mengetahui pelaksanaan tukar guling Dusun Montong Desa Apitaik Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur. Manfaat dari penelitian ini ialah untuk memberikan sumbangsih pada ilmu hukum khususnya tentang perjanjian dan memberikan masukan kepada Pemerintah daerah dalam membuat kebijakan tentang tukar menukar tanah pecatu. Metode penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif empiris. Hasil penelitian ini menerangkan bahwa tanah pecatu dapat menjadi obyek tukar guling, sedangkan pelaksanaan tukar guling tanah pecatu Dusun Montong Desa Apitaik Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 tahun 2016 dimana dalam Pemendagri tersebut harus adanya persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Kata Kunci :PerjanjianTukar-Menukar, Tanah Pecatu, Aset Daerah.

A JURDICAL REVIEW OF THE IMPLEMENTATION OF A PECULIAR LAND SWAP AGREEMENT IN HAMLET MONTONG VILLAGE

APITAIK REGENCY EAST LOMBOKABSTRACT

The purpose of study (1) To know can the pecatu land be object exchange blosters (2) To know the implementation of exchang bloster Montong Hamlet Apitaik Village district Pringgabaya east Lombok. The benefit of this study can contribute to the science of law, especially the law of land exchange agreement pecatu research methods used empirical normative. The results of this study explaining about pecatu land can be the object of exchange bloster, while the execution of land swapple pecatu village Montong Apitaik village Pringgabaya sub-district East Lombok is not accordance with the regulation of the minister of home affairs number 19 of 2016, where the approval of the local parliament should be agreed.

Keyword : Exchange Agreements, Pecatu Land, Regional Assets

i

I. PENDAHULUAN

Desa sebagai salah satu pemerintahan terendah dibawah kecamatan, yang

berhak melaksanakan pemerintahannya sendiri. Dalam Undang-undang Nomor 6

Tahun 2016 tentang Desa dalam ketentuan umum Pasal 1 Ayat (1) disebutkan:

“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria tidak disebutkan secara lengkap

tentang tanah pecatu, namun tanah pecatu dapat dikategorikan sebagai hak ulayat

karena tanah pecatu masih diatur dengan ketentuan hukum adat setempat dan

melekat hak komunal yang secara umum dalam Pasal 3 Undang-undang Pokok

Agraria menyebutkan:

“Pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa dan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi”.

Di samping itu dengan kebutuhan yang semakin meningkat yang juga

mengakibatkan berbagai persoalan yang timbul dalam masyarakat, seperti

masyarakat Lombok yang melakukan perjanjian “tukar guling” tanah pecatu desa.

Pelepasan hak atas tanah dilakukan apabila status tanah yang dimohonkan adalah

tanah hak dan adanya kesediaan pemegang hak untuk melepaskan tanahnya.

Seperti halnya dengan kasus yang terjadi di Desa Apitaik Kecamatan

Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur pada Tahun 2007 silam, dimana kasus

tersebut menjadi isu dimasyarakat pada waktu itu, bahwa ada salah satu bagian

dari tanah pecatu bagi kepala dusun yang ditukarkan oleh Kepala Desa Apitaik

ii

yang menjabat pada waktu itu dengan tanah warga yang lebih luas, tetapi nilainya

lebih kecil dari tanah tanah pecatu. Dalam penukaran tanah pecatu bagian dari

Kepala Dusun Montong Desa Apitaik dengan tanah milik salah seorang warganya

juga mendapatkan penolakan dari Kepala Dusun Montong yang tanah pecatunya

akan ditukarkan. Surat penolakannya tertanggal 22 Desember 2007 yang ditanda

tangani langsung oleh Kepala Dusun Montong, hal ini menandakan bahwa telah

terjadi ketidakjujuran didalam proses tukar menukar tanah pecatu yang dilakukan

oleh Kepala Desa.

Rumusan Masalah dalam penelitian ini yaitu : (1) Apakah tanah pecatu

dapat menjadi obyek tukar guling ? (2) Bagaimana pelaksanaan tukar guling tanah

pecatu Dusun Montong Desa Apitaik Kecamatan Pringgabaya Kabupaten

Lombok Timur ?.

Tujuan penelitian ini yaitu : (a) Untuk mengetahui dapatkah tanah pecatu

menjadi obyek tukar guling. (b) Untuk mengetahui pelaksanaan tukar guling

Dusun Montong Desa Apitaik Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok

Timur. Adapun manfaat penelitian yaitu : (a) Manfaat secara teoritis yakni

memberikan sumbangsih bagi pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya dalam

bidang Hukum Perdata mengenai Perjanjian pada khususnya Perjanjian Tukar

Guling Tanah Pecatu. (b) Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberikan

masukan atau saran bagi Pemerintah Daerah (Pemda) dan DPRD Kabupaten

Lombok Timur dapat dijadikan bahan masukan dan mengambil kebijakan dan

mengatur regulasi tentang Tukar Guling Tanah Pecatu.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif empiris.

Metode pendekatan yang digunakan adalah : (a) Pendekatan Perundang-undangan

iii

(statute approach), (b) Pendekatan Konseptual (conceptual approach), dan (c)

Pendekatan Sosiologis. Sumber dan jenis bahan hukum yang digunakan adalah :

(a) Data kepustakaan, dan (b) Data lapangan. Teknik dan Alat Pengumpulan

bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui Studi Dokumen

dan Teknik Wawancara, dan menggunakan analisis bahan hukum dengan metode

deduktif.

iv

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanah Pecatu Sebagai Obyek Tukar Guling

Dalam kamus Sasak Indonesia, pengertian tanah pecatu atau mider

adalah sawah yang diberikan kepada kepala kampung selama menjabat

sebagai pengganti gaji.1 Sumber tanah pecatu diwilayah Kabupaten Lombok

Timur dikategorikan menjadi 3 sumber diantaranya, yaitu:2 (1) Untuk Tanah

pecatu yang bersumber dari tanah adat, (2) Tanah pecatu yang bersumber dari

pemberian pemerintah daerah, dan (3) Penertiban oleh pemerintah.

Tanah pecatu di Kabupaten Lombok Timur diklaim sebagai aset

daerah karena sejak tahun 2003 sudah tercatat di buku inventaris daerah.

Setelah dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Lombok Timur Nomor

188.45/319/PPKA/2014 tentang Pengembalian Tanah-tanah Pecatu Yang

Tercantum Dalam Neraca Pemerintahan Kabupaten Lombok Timur Kepada

Pemerintah Desa, dan Surat Keputusan Bupati Lombok Timur Nomor

188.45/320/PPKA/2014 tentang Pemindahtanganan Dalam Bentuk Hibah

Tanah Pecatu Kepada Pemerintah Desa, dijelaskan bahwa tanah pecatu yang

semula dikuasai oleh daerah kemudian dikembalikan dalam bentuk

penghibahan kepada Pemerintah Desa, maka sudah jelas bahwa tanah pecatu

di Kabupaten Lombok Timur dikuasai oleh Desa, namun tetap atas

pengawasan Pemerintah Daerah. Surat inilah yang dijadikan sebagai syarat

untuk dapat mendaftarkan tanah pecatu di Dusun Montong Desa Apitaik

1 Nazir Thoir et. all., Kamus Sasak Indonesia, Depatemen P&K, Jakarta, hlm. 85.2 Wawancara dengan Staf Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa,

pada tanggal 10 Mei 2017.

v

Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timut ke Badan Pertanahan

Nasional (BPN) dan akan mendapatkan sertifikat.

Tanah pecatu desa atau dusun seringkali “dijual” atau ditukarkan oleh

kepala desa, maupun oleh pejabat desa. Pengaturan tentang tukar menukar

didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata terdapat pada Pasal 1541

sampai dengan Pasal 1546. Adapun pengertian tukar menukar menurut Pasal

1541 :

“Tukar menukar ialah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai ganti suatu barang lain”.

Tukar menukar dianggap sah jika telah memenuhi syarat sah perjanjian

pada umumnya, yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Perdata,

yaitu :

1. Sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya;2. Kecakapan untuk para pihak dalam membuat perikatan;3. Suatu hal tertentu (barang yang diperjanjikan);4. Kausa yang halal (yang diperbolehkan).

Subjek hukum dalam perjanjian tukar menukar adalah pihak pertama

dan pihak kedua sedangkan yang dapat menjadi objek tukar menukar adalah

semua barang sesuai dengan yang terdapat pada Pasal 1542 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata. Baik barang bergerak maupun barang yang tidak

bergerak dengan syarat barang yang menjadi objek tukar menukar tidak

bertentangan dengan undang–undang, ketertiban umum dan

kesusilaan.Adapun mengenai Pasal 1542 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata berbunyi sebagai berikut :

“Segala apa yang dapat dijual, dapat pula menjadi bahan tukar menukar”.

vi

Yang dimaksud dengan apa yang dapat dijual dalam hal ini adalah

barang-barang yang dapat diperdagangkan, ketentuan ini adalah sesuai dengan

Pasal 1332 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan :

“hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan sajalah yang dapat menjadi pokok suatu perjanjian”.

Dengan uraian di atas, maka sudah dijelaskan bahwa yang dapat

menjadi obyek tukar menukar (tukar guling) adalah barang–barang yang dapat

dijual atau diperdagangkan. Begitupun dengan tanah pecatu yang dapat

menjadi obyek dari tukar menukar (tukar guling) karena tanah pecatu tersebut

sejatinya adalah berupa tanah yang dapat dijual atau diperdagangkan.

Pelaksanaan Tukar Guling Tanah Pecatu Dusun Montong Desa Apitaik

Kabupaten Lombok Timur

Tanah pecatu desa atau dusun seringkali “dijual” atau ditukar oleh

kepala desa, juga oleh oknum aparat pemerintah daerah (kabupaten/kota).

Namun, tanah pecatu dapat dialihkan dengan cara pemindahtanganan misalnya

tukar menukar yang dalam prosesnya harus sesuai dengan peraturan. Dalam

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 Pasal 329 Ayat (2)

menyatakan :

“Bentuk pemindahtanganan barang milik daerah meliputi :1. Penjualan;2. Tukar menukar;3. Hibah; atau4. Penyertaan modal pemerintah daerah”.

Dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor

350/KMK.03/1994 tentang Tata Cara Tukar Menukar Barang Milik/Kekayaan

Negara, terdapat penjelasan tentang Tanah pecatu yang boleh atau dapat

vii

dialihkan dengan tata cara pengalihan yang benar sesuai dengan Keputusan

Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 350/KMK.03/1994 Pasal 2

menyatakan :

“Tukar menukar barang milik/kekayaan Negara adalah pengalihan pemilikan dan atau penguasaan barang tidak bergerak milik Negara kepada pihak lain dengan menerima pengganti utama dalam bentuk barang tidak bergerak dan tidak merugikan Negara”.

Secara lebih khususnya terhadap ketentuan pengelolaan

barang/kekayaan milik daerah, diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.

dijelaskan bahwa dalam Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat (42) menyatakan :

“Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, atau antara pemerintah daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang, paling sedikit dengan nilai seimbang”.

Tukar menukar barang milik daerah seharusnya lebih

“menguntungkan” pemerintah daerah itu sendiri. Kata menguntungkan itu

sendiri harus meliputi keuntungan dari segi ekonomi dan sosial.

Cara tukar menukar Barang Milik Daerah di atur dalam Pasal 377 dan

Pasal 385 sampai dengan Pasal 391 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah yaitu :

Pasal 377 menyatakan :

“Tukar menukar barangmilik daerahdapat dilakukan dengan pihak:1. Pemerintah Pusat;2. Pemerintah Daerah lainnya;3. Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum milik

pemerintah lainnya yang dimiliki negara;4. Pemerintah Desa; atau5. Swasta;”.

viii

Pasal 385 menyatakan :“Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang dilakukan berdasarkan:a. kebutuhan dari Pengelola Barang untuk melakukan tukar

menukar; ataub. permohonan tukar menukar dari pihak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 377 ayat (4)”.

Pasal 386 menyatakan :“(1) Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang didasarkan

pada kebutuhan pengelola barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 385 huruf a, diawali dengan pembentukan Tim oleh Gubernur/Bupati/Walikota untuk melakukan penelitian mengenai kemungkinan melaksanakan tukar menukar yang didasarkan pada pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 377 ayat (1) dan ayat (3).

(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. penelitian kelayakan tukar menukar, baik dari aspek teknis, ekonomis, maupun yuridis;

b. penelitian data administratif; dan c. penelitian fisik.

(3) Penelitian administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan untuk meneliti:a. status penggunaan dan bukti kepemilikan, gambar situasi

termasuk lokasi tanah, luas, peruntukan, kode barang, kode register, nama barang, dan nilai perolehan, untuk data barang milik daerah berupa tanah;

b. tahun pembuatan, kode barang, kode register, nama barang, konstruksi bangunan, luas, status kepemilikan, lokasi, nilai perolehan, dan nilai buku, untuk data barang milik daerah berupa bangunan;

c. tahun perolehan, kode barang, kode register, nama barang, jumlah, nilai perolehan, nilai buku, kondisi barang, dan bukti kepemilikan kendaraan untuk data barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan.

(4) Penelitian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dengan cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang akan ditukarkan dengan data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) dituangkan dalam berita acara penelitian.

(6) Tim menyapaikan berita acara hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat 5 kepada gubernur/ bupati/ walikota untuk menetapkan barang milik daerah menjadi objek tukar menukar.

Pasal 387 menyatakan :

ix

“(1) Berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 386 ayat (6), Pengelola Barang menyusun rincian rencana barang pengganti sebagai berikut:a. tanah meliputi luas dan lokasi yang peruntukannya sesuai

dengan tata ruang wilayah;b. bangunan meliputi : jenis, luas, dan konstruksi angunan serta

sarana dan prasarana penunjang;c. selain tanah dan bangunan meliputi jumlah, jenis barang,

kondisi barang dan spesifikasi barang.(2) Pengelola Barang melakukan penilaian sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 326 dan Pasal 327 terhadap barang milik daerah yang akan ditukarkan dan barang pengganti.

(3) Hasil Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan Pengelola Barang kepada Gubernur/Bupati/Walikota”.

Pasal 388 menyatakan :“(1) Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal

387ayat (3), Gubernur/Bupati/Walikota melakukan penetapan mitra tukar menukar.

(2) Gubernur/Bupati/Walikota menerbitkan keputusan tukar menukar paling sedikit memuat:

a. mitra tukar menukar;b. barang milik daerah yang akan dilepas;c. nilai wajar barang milik daerahyang akan dilepas yang masih

berlaku pada tanggal keputusan diterbitkan; dand. rincian rencana barang pengganti.

(3) Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan tukar menukar kepada Gubernur/Bupati/Walikota.

(4) Dalam hal tukar menukar memerlukan persetujuan DPRD, Gubernur/Bupati/Walikota terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan tukar menukar kepada DPRD.

(5) Berdasarkan surat persetujuan tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Gubernur/Bupati/Walikota dan mitra tukar menukar menandatangani perjanjian tukar menukar.

(6) Setelah menandatangani perjanjian tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (5), mitra tukar menukar melaksanakan:a. pekerjaan pembangunan/pengadaan barang pengganti sesuai

dengan perjanjian tukar menukar, untuk tukar menukar atas barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan;

b. pekerjaan melaksanakan pekerjaan pengadaan barang pengganti sesuai dengan perjanjian tukar menukar termasuk menyelesaikan pengurusan dokumen administratif yang diperlukan, tukar menukar atas barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan”.

Pasal 389 menyatakan :

x

“(1) Gubernur/Bupati/Walikota membentuk Tim untuk melakukan monitoring pelaksanaan pengadaan/pembangunan barang pengganti berdasarkan laporan konsultan pengawas dan penelitian lapangan.

(2) Sebelum dilakukan penyerahan barang milik daerahyang dilepas, Pengelola Barang melakukan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 326 dan Pasal 327 terhadap kesesuaian barang pengganti sesuai dengan yang tertuang dalam perjanjian tukar menukar.

(3) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana tersebut pada ayat (2) menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuian spesifikasi dan/atau jumlah barang pengganti dengan perjanjian tukar menukar, mitra tukar menukar berkewajiban melengkapi/memperbaiki ketidaksesuai tersebut.

(4) Dalam hal kewajiban mitra tukar menukar untuk melengkapi/memperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dipenuhi, maka mitra tukar menukar berkewajiban untuk menyetorkan selisih nilai barang milik daerah dengan barang pengganti ke rekening Kas Umum Daerah.

(5) Gubenur/Bupati/Walikota membentuk Tim untuk melakukan penelitian kelengkapan dokumen barang pengganti, antara lain bukti kepemilikan, serta menyiapkan Berita Acara Serah Terima (BAST) untuk ditandatangani oleh Pengelola Barang dan mitra tukar menukar”.

Pasal 390 menyatakan :“(1) Berdasarkan perjanjian Tukar Menukar sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 388 ayat (5) Pengelola Barang melakukan serah terima barang, yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST).

(2) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima (BAST) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah yang dilepas dari daftar barang Pengelola kepada Gubernur/Bupati/Walikota serta Pengelola Barang mencatat dan mengajukan permohonan penetapan status penggunaan terhadap barang pengganti sebagaibarang milik daerah”.

Pasal 391 menyatakan :“(1) Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang didasarkan

pada permohonan dari pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 385 huruf b, diawali dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Gubernur/Bupati/Walikota.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai data pendukung berupa:a. rincian peruntukan;b. jenis/spesifikasi;c. lokasi/data teknis;

xi

d. perkiraan nilai barang pengganti; dane. hal lain yang diperlukan.

(3) Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang didasarkan pada kebutuhan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 386 sampai dengan Pasal 390 berlaku mutatis mutandis pada Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang didasarkan pada permohonan dari pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 377 ayat (4)”.

Karena pada kasus tukar guling tanah pecatu di Desa Apitaik tanah

pecatu masih dianggap sebagai aset daerah yang sejak tahun 2003 tanah

pecatu sudah didaftar di buku inventaris Pemerintah Daerah Lombok Timur.

Pada saat penyerahan tukar menukar tanah pecatu juga tidak melibatkan dan

tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dimana dalam

Pasal 388 Ayat (4) Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 19 Tahun 2016

menebutkan :

“Dalam hal tukar menukar memerlukan persetujuan DPRD, Gubernur/Bupati/Walikota terlebih dahulu mengajukan Permohonan persetujuan tukar menukar kepada DPRD”.

Dalam kasus tukar guling tanah pecatu di Desa Apitaik, yang

dilakukan oleh Kepala Desa Apitaik, tidak memenuhi syarat karena dalam

Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 19 tahun 2016 Pasal 382 Ayat (1),

yang menyebutkan :

“Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikanbarang milik daerahyang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, atau antara pemerintah daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang, paling sedikit dengan nilai seimbang.”

Namun dalam perjanjian tersebut tidak memiliki nilai tukar yang

seimbang, karena Tanah Pecatu di Desa Apitaik memiliki luas 5.062 m² yang

memiliki nilai (harga) Rp. 294.397.099,00 dan terletak di area yang strategis

karena berdekatan dengan jalan raya dan perkampungan, sedangkan tanah

xii

yang dijadikan sebagai penukar (tanah milik warga) memiliki luas 8.600 m²

yang memiliki nilai (harga) Rp. 92.887.000.00 yang letaknya jauh dari

perkampungan warga.

Dalam hal ini Kepala Desa Apitaik yang melakukan tukar guling tanah

pecatu yang merupakan aset daerah tidak memenuhi syarat sah dalam

perjanjian, yaitu objek dari perjanjian yang bertentangan dengan Kitab

Undang-undang Hukum Perdata dalam Pasal 1333 menyatakan :

“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung”.

Sehingga dalam keabsahan perjanjian tukar menukar tanah pecatu

Desa Apitaik Kecamatan Peringgabaya Kabupaten Lombok Timur yang

dilakukan oleh Kepala Desa Apitaik dengan tanah milik warga, dalam proses

pelaksanaan perjanjian tukar menukar tidak dilaksanakan sesuai Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 19 tahun 2016, karena tanpa adanya

persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat, maka

perjanjian tukar menukar tersebut dinyatakan tidak sah. Lain halnya apabila

tanah pecatu yang kini menjadi aset desa, tentunya mekanisme tukar guling

tidak memerlukan izin dari Pemerintah Daerah sepanjang untuk kepentingan

masyarakat. Mekanisme pelepasan tanah didasarkan pada stakeholder dan

perwakilan masyarakat desa setempat, yang biasanya dilakukan melalui

musyawarah yang difasilitasi oleh kepala desa, tokoh masyarakat,Badan

Permusyawaratan Desa (BPD), sebelum disetujui untuk dilakukan tukar

menukar (tukar guling) serta harus berdasarkan pada aturan hukum yang

berlaku.

xiii

III. PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Bahwa tanah pecatu dapat dijadikan sebagai obyek dari perjanjian tukar

menukar (tukar guling) karena tanah sebagai obyek tukar menukar (tukar

guling) dimana tanah dapat dijual atau diperdagangkan. 2. Bahwa pelaksanaan

tukar menukar (tukar guling) tanah pecatu Dusun Montong Desa Apitaik

Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur dalam proses tukar

menukar (tukar guling) tanah pecatu tidak melibatkan atau tanpa persetujuan

dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, hal tersebut tidak sesuai dengan ke

tentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 dimana

dalam ketentuan Pasal 388 Ayat (4) menyatakan :

“Dalam hal tukar menukar memerlukan persetujuan DPRD, Gubernur/Bupati/Walikota terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan tukar menukar kepada DPRD”.

Serta dalam proses tukar menukar (tukar guling) tanah pecatu dan tanah

penukar sebagai obyek dari tukar menukar (tukar guling) tersebut tidak sesuai

atau tidak seimbang. Dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh Tim Peneliti

tukar menukar (tukar guling) menemukan bahwa tanah penukar memiliki luas

yang lebih besar dari tanah pecatu dan dengan nilai (harga) yang lebih rendah

karena terletak jauh dari perkampunganDimana dalam ketentuan mengenai

tukar menukar (tukar guling) harus memiliki nilai tukar yang seimbang dan

lebih menguntungkan Pemerintah Daerah. Disni sudah terlihat jelas bahwa

adanya persekongkolan antara oknum Kepala Desa dengan oknum Pemerintah

daerah yang mengakibatkan kerugian bagi Pemerintah Daerah.

xiv

Saran

Dari hasil kesimpulan diatas, ada beberapa hal yang dapat

disimpulkan, antara lain : 1. Bahwa seharusnya ada sosialisasi yang dilakukan

oleh Pemerintah Daerah secara langsung tentang aset yang dimiliki oleh setiap

desa dan segala asset yang dimiliki oleh daerah serta aturan yang berlaku

kepada setiap kepala desa sebelum menjalani tugasnya. 2. Bahwa perlu adanya

pengawasan yang terhadap pelaksanaan tukar menukar (tukar guling) tanah

pecatu yang dilakukan oleh Pemerintah Desa agar tidak terjadinya atau tidak

menimbulkan kerugian bagi daerah.

xv

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Nazir Thoir et. all., Kamus Sasak Indonesia, Jakarta, Depatemen P&K.

Tesis

Mirza Amelia, 2015, Eksistensi Tanah Pecatu di Kabupaten Lombok Timur (Studi Kasus di Desa Kecamatan Terara Kabupaten Lombok Timur), Mataram

Peraturan

Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Indonesia, Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 350/KMK/.03/1994 tentang Tata Cara Tukar Menukar Barang Milik/Kekayaan Negara.

Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Pokok-pokok Agraria.

Indonesia, Undang-undang Nomor 6 tentang Desa.

Indonesia, Surat Keputusan Bupati Kabupaten Lombok Timur Nomor 188.45/319/PPKA/2014 tentang Pengembalian Tanah-tanah Pecatu Yang Tercantum Dalam Neraca Pemerintahan Kabupaten Lombok Timur Kepada Pemerintah Desa.

Indonesia, Surat Keputusan Bupati Kabupaten Lombok Timur Nomor 188.45/320/PPKA/2014 tentang Pemindahtanganan Dalam Bentuk Hibah Tanah Pecatu Kepada Pemerintahan Desa.