fess & fees

6
I. Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) A.Definisi Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) adalah teknik operasi pada sinus paranasal dengan menggunakan endoskop yang bertujuan memulihkan “mucociliary clearance” dalam sinus. Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks osteomeatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. Dibandingkan dengan prosedur operasi sinus sebelumnya yang bersifat invasif radikal seperti operasi Caldwel-Luc, fronto-etmoidektomi eksternal dan lainnya, maka BSEF merupakan teknik operasi invasif yang minimal yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1960 oleh Messerklinger dan kemudian dipopulerkan di Eropa oleh Stammberger dan di Amerika oleh Kennedy. Sejak tahun 1990 sudah mulai diperkenalkan dan dikembangkan di Indonesia. Dengan alat endoskop maka mukosa yang sakit dan polip-polip yang menyumbat diangkat sedangkan mukosa sehat tetap dipertahankan agar transportasi mukosilier tetap berfungsi dengan baik sehingga terjadi peningkatan drenase dan ventilasi melalui ostium-ostium sinus. Teknik bedah BSEF sampai saat ini dianggap sebagai terapi terkini untuk sinusitis kroniks dan bervariasi dari yang ringan yaitu hanya membuka drenase dan ventilasi kearah sinus maksilaris (BSEF mini) sampai kepada pembedahan lebih luas membuka seluruh sinus (fronto-sfeno-

Upload: anggie-bp-diponegoro

Post on 10-Feb-2016

11 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

jjjj

TRANSCRIPT

Page 1: FESS & FEES

I. Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS)

A. Definisi

Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus

Surgery (FESS) adalah teknik operasi pada sinus paranasal dengan menggunakan

endoskop yang bertujuan memulihkan “mucociliary clearance” dalam sinus. Prinsipnya

ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks osteomeatal yang menjadi sumber

penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar kembali melalui

ostium alami.

Dibandingkan dengan prosedur operasi sinus sebelumnya yang bersifat invasif

radikal seperti operasi Caldwel-Luc, fronto-etmoidektomi eksternal dan lainnya, maka

BSEF merupakan teknik operasi invasif yang minimal yang diperkenalkan pertama kali

pada tahun 1960 oleh Messerklinger dan kemudian dipopulerkan di Eropa oleh

Stammberger dan di Amerika oleh Kennedy. Sejak tahun 1990 sudah mulai diperkenalkan

dan dikembangkan di Indonesia. Dengan alat endoskop maka mukosa yang sakit dan polip-

polip yang menyumbat diangkat sedangkan mukosa sehat tetap dipertahankan agar

transportasi mukosilier tetap berfungsi dengan baik sehingga terjadi peningkatan drenase

dan ventilasi melalui ostium-ostium sinus. Teknik bedah BSEF sampai saat ini dianggap

sebagai terapi terkini untuk sinusitis kroniks dan bervariasi dari yang ringan yaitu hanya

membuka drenase dan ventilasi kearah sinus maksilaris (BSEF mini) sampai kepada

pembedahan lebih luas membuka seluruh sinus (fronto-sfeno-etmoidektomi). Teknik bedah

endoskopi ini kemudian berkembang pesat dan telah digunakan dalam terapi bermacam-

macam kondisi hidung, sinus dan daerah sekitarnya seperti mengangkat tumor hidung dan

sinus paranasal, menambal kebocoran liquor serebrospinal, tumor hipofisa, tumor dasar

otak sebelah anterior, media bahkan posterior, dakriosistorinostomi, dekompresi orbita,

dekompresi nervus optikus, kelainan kogenital (atresia koana) dan lainnya.

Keuntungan dari teknik BSEF, dengan penggunaan beberapa alat endoskop

bersudut dan sumber cahaya yang terang, maka kelainan dalam rongga hidung, sinus dan

daerah sekitarnya dapat tampak jelas. Dengan demikian diagnosis lebih dini dan akuratdan

operasi lebih bersih / teliti, sehingga memberikan hasil yang optimal. Pasien juga

diuntungkan karena morbiditas pasca operasi yang minimal. Penggunaan endoskopi juga

Page 2: FESS & FEES

menghasilkan lapang pandang operasi yang lebih jelas dan luas yang akan menurunkan

komplikasi bedah.

B. Indikasi

Indikasi umumnya adalah untuk rinosinusitis kronik atau rinosinusitis akut berulang dan

polip hidung yang telah diberi terapi medikamentosa yang optimal. Indikasi lain BSEF

termasuk didalamnya adalah rinosinusitis dengan komplikasi dan perluasannya, mukokel,

sinusitis alergi yang berkomplikasi atau sinusitis jamur yang invasif dan neoplasia. Bedah sinus

endoskopi sudah meluas indikasinya antara lain untuk mengangkat tumor hidung dan sinus

paranasal, menambal kebocoran liquor serebrospinal, tumor hipofisa, tumor dasar otak

sebelah anterior, media bahkan posterior, dakriosistorinostomi, dekompresi orbita,

dekompresi nervus optikus, kelainan kogenital (atresia koana) dan lainnya.

C. Kontraindikasi

1) Osteitis atau osteomielitis tulang frontal yang disertai pembentukan sekuester.

2) Pasca operasi radikal dengan rongga sinus yang mengecil (hipoplasi).

3) Penderita yang disertai hipertensi maligna, diabetes mellitus, kelainan hemostasis yang

tidak terkontrol oleh dokter spesialis yang sesuai.

D. Persiapan Pra-operasi

1) Persiapan Kondisi Pasien.

Pra-operasi kondisi pasien perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Jika ada inflamasi

atau udem, harus dihilangkan dahulu, demikian pula jika ada polip, sebaiknya diterapi

dengan steroid dahulu (polipektomi medikamentosa). Lihat. Kondisi pasien yang

hipertensi, memakai obat-obat antikoagulansia juga harus diperhatikan, demikian pula

yang menderita asma dan lainnya.

2) Naso-endoskopi prabedah untuk menilai anatomi dinding lateral hidung dan variasinya.

Pada pemeriksaan ini operator dapat menilai kelainan rongga hidung, anatomi dan variasi

dinding lateral misalnya meatus medius sempit karena deviasi septum, konka media

bulosa, polip meatus medius, konka media paradoksikal dan lainnya. Sehingga operator

Page 3: FESS & FEES

bisa memprediksi dan mengantisipasi kesulitan dan kemungkinan timbulnya komplikasi

saat operasi.

3) CT Scan.

Gambar CT scan sinus paranasal diperlukan untuk mengidentifikasi penyakit dan

perluasannya serta mengetahui landmark dan variasi anatomi organ sinus paranasal dan

hubungannya dengan dasar otak dan orbita serta mempelajari daerah-daerah rawan

tembus ke dalam orbita dan intra kranial. Konka-konka, meatus-meatus terutama meatus

media beserta kompleks ostiomeatal dan variasi anatomi seperti kedalaman fossa

olfaktorius, adanya sel Onodi, sel Haller dan lainnya perlu diketahui dan diidentifikasi,

demikian pula lokasi a.etmoid anterior, n.optikus dan a.karotis interna penting diketahui.

Gambar CT scan penting sebagai pemetaan yang akurat untuk panduan operator saat

melakukan operasi. Berdasarkan gambar CT tersebut, operator dapat mengetahui daerah-

daerah rawan tembus dan dapat menghindari daerah tersebut atau bekerja hati-hati

sehingga tidak terjadi komplikasi operasi. Untuk menilai tingkat keparahan inflamasi dapat

menggunakan beberapa sistem gradasi antaranya adalah staging Lund-Mackay. Sistem ini

sangat sederhana untuk digunakan secara rutin dan didasarkan pada skor angka hasil

gambaran CT scan.

II. FEES (Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing)

Adalah pemeriksaan evaluasi fungsi menelan dengan menggunakan nasofaringoskop

serat optik lentur. Pasien diberikan berbagai jenis konsistensi makanan dari jenis makanan

cair sampai padat dan dinilai kemampuan pasien dalam proses menelan.

Tahapan pemeriksaan dibagi menjadi 3 tahap:

1. Pemeriksaan sebelum pasien menelan (preswalowing assessment) untuk menilai fungsi

muskular dari oromotor dan mengetahui kelainan fase oral.

2. Pemeriksaan langsung dengan memberikan berbagai konsistensi makanan, dinilai

kemampuan pasien dan diketahui konsistensi apa yang paling aman untuk pasien

3. Pemeriksaan terapi dengan meng-aplikasikan berbagai maneuver dan posisi kepala untuk

menilai apakah terdapat peningkatan kemampuan menelan.

Page 4: FESS & FEES

Dengan pemeriksaan FEES, dinilai 5 proses fisiologi dasar, seperti

1. Sensitivitas

Pada daerah orofaring dan hipofaring yang sangan berperan dalam terjadinya aspirasi

2. Spillage (preswallowing leakage)

Masuknya makanan ke dalam hipofaring sebelum reflex menelan dimulai, sehingga

mudah terjadi aspirasi

3. Residu

Menumpuknya sisa makanan pada daerah valekula, sinus piriformis kanan dan kiri,

poskrikoid dan dinding faring posterior sehingga makanan tersebut akan mudah masuk ke

jalan napas pada saat proses menelan terjadi maupun sesudah proses menelan.

4. Penetrasi

Masuknya makanan ke vestibulum laring tetapi belum melewati pita suara. Sehingga

menyebabkan mudah masuknya makanan ke jalan napas saat inhalasi

5. Aspirasi

Masuknya makanan ke jalan napas melewati pita suara yang sangat berperan dalam

terjadinya komplikasi paru.