ferdinand de saussure

36
FERDINAND DE SAUSSURE De Saussure, Ferdinand. 1988. Pengantar Linguistik Umum. Terj. Rahayu S. Hidayat. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Upload: maria-dovita

Post on 21-Jul-2015

124 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

FERDINAND DE SAUSSUREDe Saussure, Ferdinand. 1988. Pengantar Linguistik Umum. Terj. Rahayu S. Hidayat. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

1. LANGUE & PAROLE

LANGAGELanguesosial

Paroleindividual

Konvensi masyarakat

Ekspresi pribadi

Psikis

Psikis-fisik

LANGAGE Pengkajian

langage terdiri dari dua bagian: yang satu, berobjek langue yang pada dasarnya sosial dan tidak tergantung dari individu: pengkajian ini khususnya psikis. Yang lain, yang sekunder berobjek tataran individual dari langage, artinya parole termasuk di dalam pembunyian: bagian ini sifatnya psikis-fisik. (p: 86)

LANGUE Langue

adalah bagian sosial dari langage, berada di luar individu, yang secara mandiri tidak mungkin menciptakan maupun mengubahnya. Langue hanya hadir sebagai hasil kontrak di masa lalu di antara para anggota masyarakat. (p: 81) Langue hadir secara utuh dalam bentuk guratan yang tersimpan dalam otak, kira-kira seperti sebuah kamus yang semua eksemplarnya identik, yang terbagi di kalangan individu. (p: 86 -87)

LANGUE

Langue memiliki tradisi lisan yang bebas dari aksara, dan juga tetap, tetapi prestise bentuk tertulis menghalangi kita untuk melihatnya. (p: 94) Prestise aksara antara lain: 1. Gambar grafis kata-kata tampil mencolok sebagai objek permanen yang kokoh; 2. Kesan visual lebih langgeng daripada kesan akustis sehingga membuatnya lebih dipercayai; 3. Bahasa tulis meningkatkan prestise aksara; 4. Bentuk tertulis selalu berada di atas angin karena penyelesaian apapun yang diuntutnya lebih mudah. Aksara merampas kepentingan yang bukan haknya. (p: 94 95}

Bahasa tulis lebih meningkatkan pentingnya aksara, suatu hal yang sebenarnya tidak pantas. Bahasa sastra memiliki kamus dan tata bahasa. Berdasarkan buku dan melalui buku lah orang mengajar di sekolah. Bahasa muncul sebagai sesuatu yang diatur oleh kode, sedangkan kode sendiri adalah aturan tertulis yang tunduk pada suatu penggunaan yang ketat: yaitu ortografi, dan inilah yang membuat aksara begitu pentingnya. Akhirnya orang lupa bahwa orang belajar bicara sebelum belajar menulis, dan hubungan alaminya dibalik. (p: 95)

PAROLE Pengungkapan

tidak pernah dilakukan secara massal, pengungkapan selalu individual, dan individu menjadi tuan pengungkapannya sendiri (p: 79) Parole adalah jumlah dari apa yang dituturkan orang dan mengandung: 1. Kombinasi individual yang tak tergantung kemauan mereka yang menuturkannya; 2. Tindak pembunyian yang sukarela dan perlu bagi pengungkapan kombinasi tersebut (86 87)

LANGUE & PAROLE Langue

perlu agar parole dapat saling dipahami dan menghasilkan segala dampaknya, tetapi parole perlu agar langue terbentuk. Secara historis, fakta parole selalu mendahului. Parole membuat langue berubah: kesan-kesan yang kita tangkap saat mendengar orang lai mengubah kebiasaan bahasa. Jadi ada saling ketergantungan antara langue dan parole: langue sekaligus alat dan produk parole. Tetapi semua ini tidak menghalangi keduanya untuk menjadi 2 hal yang berbeda sama sekali. (p: 86)

2. PETANDA & PENANDA

TATA NAMA

sapi

KRITIK Bagi

orang-orang tertentu bahasa merupakan tata nama. Konsepsi ini dapat dikritik dari segala segi: 1. Prinsip tsb mensyaratkan adanya gagasan yang sudah jadi sebelum ada kata; 2. Prinsip tsb tidak mengatakan apakah kata berwujud bunyi atau psikis; 3. Prinsip tsb membiarkan orang menganggap bahwa hubungan yang menyatukan kata dengan hal/benda merupakan kegiatan yang sangat sederhana (p: 146)

CONCEPT & SOUND-IMAGE

Tanda bahasa menyatukan, bukan hal dengan nama, melainkan konsep dan gambaran akustis, yang terakir ini bukannya bunyi materiil, sesuatu yang murni fisik, melainkan kesan psikis yang ditinggalkan bunyi tersebut, pengungkapan yang diberikan kepada kita oleh kesaksian bunyi tersebut; ia bersifat sensorial dan kalau kita terpaksa menyebutnya materiil, itu hanyalah dengan makna di atas dan berbeda dengan istilah lain dalam asosiasi, yaitu konsep yang pada umumnya lebih abstrak. (p: 146)

PETANDA & PENANDA

Kami usulkan untuk tetap memakai kata signe (tanda) untuk menunjuk keseluruhannya, dan mengganti concept dan image acoustique dengan petanda dan penanda: istilah-istilah yang terakhir ini memiliki kelebihan, yaitu menandai oposisi yang memisahkan keduanya, atau memisahkan mereka dari keseluruhan di mana mereka menjadi bagian. (p; 147)

CIRI TANDA

Arbitrer

Linear

1. ARBITRER Tanda

bahasa bersifat semena (arbitrer). Gagasan sapi tidak ada hubungan intern dengan bunyi s-a-p-i (penandanya). Gagasan sapi dapat diungkapkan dengan penanda lainnya, misalnya c-o-w. Kata semena tidak boleh memberi gagasan bahwa penanda tergantung dari pilihan bebas penutur (bukan wewenang individu unuk mengganti lambang); maksudnya adalah tanpa motif, semena dalam kaitannya dengan petanda karena penanda tidak memiliki kaitan alami apa pun dengan petanda di dalam kenyataan. (p: 149)

2. LINEAR Penanda

yang hakekatnya auditif, berlangsung dalam waktu dan memiliki ciri-ciri yang sama dengan waktu: 1. Mengisi masa tertetu dalam waktu; 2. Masa ukur dalam satu-satunya dimensi, yaitu sebuah garis. Penanda akustis hanya ada dalam garis waktu; unsur-unsur terungkap satu persatu; semua itu membentuk suatu rangkaian. (p: 151)

KETAKTERUBAHAN TANDA Penanda

tidak bebas, namun dipaksakan kepada masyarakat. Penanda yang dipilih oleh langue tidak mungkin diganti dengan yang lain. Baik individu dan masyarakat tidak dapat memaksakan kekuasaanya pada satu kata pun, masyarakat terikat pada langue (p: 152) Langue selalu nampak seperti warisan dari abad sebelumnya. Tak satu masyarakat pun pernah mengenal langue yang lain daripada daripada sebagai warian generasi sebelumnya dan harus diterima seperti apa adanya (p: 153)

KETERUBAHAN TANDA Jalannya

waktu yang menjamin kesinambungan langue menimbulkan dampak yang nampak kontradiktif. Waktu memungkinkan tanda bahasa diganti dengan kecepatan tertentu (p: 156) Kata Jerman kuno dritteil, menjadi Drittel dalam Jerman modern. Meskipun konsepnya sama, hubungan telah berubah. Penanda berubah secara materiil dan gramatikal, tidak lagi mengandung gagasan teil; sekarang ia menjadi kata biasa. (p: 157)

3. SINKRONIS & DIAKRONIS

TELAAH LINGUISTIKDiakronis evolutif metode modern

Sinkronis

statis metode tradisional

SINKRONIS Hal

yang paling menonjol ketika orang meneliti fakta-fakta langue adalah bahwa bagi penutur urutan fakta tersebut dalam waktu tidak ada, penutur berhadapan dengan suatu keadaan. Untuk memahaminya harus mengenyampingkan semua yang telah menghasilkan keadaan tersebut dan tidak memperhatikan diakroni. Hanya dengan meniadakan masa lalu, keadaan itu dapat masuk dalam kesadaran penutur. (p: 165)

DIAKRONIS Sejak

linguistik modern, ia tenggelam dalam diakroni. Tata bahasa bandingan bahasa Indo Eropa menggunakan data yang dimilikinya untuk merekonstruksi secara hipotetis suatu tipe langue terdahulu. Perbandingan baginya hanyalah suatu sarana untuk menghidupkan kembali masa lalu. (p: 165)

PERBANDINGANKalau kita memotong batang pohon secara melintang kita akan melihat penampang dengan gambar yang kurang lebih rumit. Padahal ini hanya gambar serat-serat yang memanjang, yang akan terlihat apabila kita memotong secara memanjang. Potongan memanjang menunjukkan serat-serat yang membentuk tumbuhan, dan potongan melintang menunjukkan pengelompokkan dengan pengaturan tertentu. (p: 173) Potongan memanjang = diakroni. Potongan melintang = sinkroni.

PERSPEKTIF Sinkroni

hanya mengenal 1 perspektif, yaitu perspektif penutur dan seluruh metodenya adalah mengumpulkan kesaksian mereka; untuk mengetahui sejauh mana suatu hal merupakan suatu kenyataan, cukuplah dicari sejauh mana kenyataan tsb hadir di alam sadar subjek. Diakroni harus membedakan 2 perspektif, yang satu prospektif, yang mengikuti arus waktu; yang lain retrospektif, yang melawan arus waktu. (p: 175)

CAKUPAN Studi

sinkronis tidak mengambil sebagai objeknya semua yang bersifat simultan, tetapi mengambil sebagai fakta-fakta yang berhubungan dengan setiap langue, dan jika perlu pemisahan dilakukan sampai dialek dan dialek bawahan; Sebaliknya linguistik diakronis bukan hanya tidak memerlukannya, tapi juga menolak perincian semacam ini, unsur-unsur yang ditelaahnya tak selalu harus berasal dari 1 bahasa. Untuk membuktikan kekerabatan 2 bentuk, cukup jika keduanya memiliki hubungan sejarah, meskipun tidak langsung. (p: 176)

4. SINTAGMATIS & ASOSIATIF

SINTAGMA DAN ASOSIATIFA S O S I A T I F SINTAGMATIK Asosiasi In absentia

Kombinasi In praesentia

SINTAGMA Di

satu pihak, dalam wacana, kata-kata bersatu demi kesinambungan, hubungan yang didasari oleh sifat langue yang linear, yang meniadakan kemungkinan untuk melafalkan 2 unsur sekaligus; Unsur-unsur itumengatur diri yang satu sesudah yang lain di rangkaian parole. Kombinasi itu ditunjang oleh keluasan, dapat disebut sintagma. Jadi, sintagma selalu dibentuk oleh dua atau sejumlah satuan berurutan. (p: 219)

ASOSIATIF Di

lain pihak, di luar wacana, kata-kata yang mempunyai kesamaan berasosiasi dalam ingatan dan membentuk kelompok-kelompok tempat berbagai hubungan berkuasa; Koordinasi ini sangat berbeda dengan bentuk koordinasi yang sebelumnya. Koordinasi ini tidak ditunjang oleh keluasan; kedudukannya adalah di otak dan menjadi bagian dari kekayaan dalam yang membentuk langue dalam diri individu. Kami akan menyebutnya hubungan asosiatif. (p: 220)

CONTOHMisalnya enseignement pengajaran memiliki hubungan asosiatif dengan enseigner mengajar, enseignons mari mengajar dst. Kata ini juga dapat terlibat dalam deretan yang didasari dengan unsur yang sama lainnya, yaitu sufiks. (enseignment pengajaran, armement persenjataan, changement perubahan dsb. Atau berdasarkan analogi pada petanda (enseignement pengajaran, instruction latihan apprentisage pendidikan keterampilan, dll. Atau berdasarkan persatuan gambaran akustis (misalnya enseignement pengajaran dengan justement justru) (p: 223)

enseignement

enseigner

apprentissage

changement

clement

enseignons

education

armement

justement

Hubungan sintagmatis adalah in praesentia. Hubungan itu didasari oleh dua atau sejumlah istilah yang juga hadir dalam suatu seri yang efektif. Sebaliknya, hubungan asosiatif menyatukan istilahistilah in absentia di dalam sederet mnmonis yag potensial. (p: 220)