farkhan basyirudin fps

134
HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DENGAN PERILAKU BULLYING PARA SANTRI MADRASAH ALIYAH PONDOK PESANTREN ASSA’ADAH SERANG BANTEN Skripsi diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Disusun Oleh: FARKHAN BASYIRUDIN 104070002346 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M/1432 H

Upload: recca-damayanti

Post on 09-Feb-2016

51 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

bully

TRANSCRIPT

Page 1: Farkhan Basyirudin Fps

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DENGAN PERILAKU

BULLYING PARA SANTRI MADRASAH ALIYAH PONDOK

PESANTREN ASSA’ADAH SERANG BANTEN

Skripsi diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun Oleh:

FARKHAN BASYIRUDIN

104070002346

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010 M/1432 H

Page 2: Farkhan Basyirudin Fps

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya Farkhan Basyirudin, mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini adalah hasil karya asli sendiri, guna mendapatkan gelar sarjana

Strata 1 (S 1) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, tanpa meniru karya lainnya baik dari Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atau Universitas lainnya.

2. Semua sumber penulisan yang tercantum sudah sesuai dengan kebijakan

atau aturan yang sudah di tentukan oleh Fakultas Psikologi Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti melanggar aturan yang ada, penulis siap

mengikuti aturan atau kebijakan yang telah di tetapkan oleh Fakultas

Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 Desember 2010

Farkhan Basyirudin

Page 3: Farkhan Basyirudin Fps

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DENGAN PERILAKU

BULLYING PARA SANTRI MADRASAH ALIYAH PONDOK

PESANTREN ASSA’ADAH SERANG BANTEN

Skripsi diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun Oleh:

FARKHAN BASYIRUDIN

104070002346

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Diana Mutiah, M.Si Gazi Saloom, M.Si.

NIP 196710291996032001 NIP 19711214 2007011 014

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2010 M

Page 4: Farkhan Basyirudin Fps

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DENGAN PERILAKU BULLYING PARA SANTRI MADRASAH ALIYAH PONDOK PESANTREN ASSA’ADAH SERANG BANTEN telah di ujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 9 Desember 2010

Sidang Munaqasyah

Dekan/ Pembantu Dekan/ Ketua Merangkap Anggota Sekertaris Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 130 885 552 NIP. 195612231983032001

Anggota :

Penguji II

Gazi Saloom, M.Si NIP. 19711214 2007011 014

Pembimbing I

Dra. Diana Mutiah, M.Si NIP. 196710291996032001

Page 5: Farkhan Basyirudin Fps

MOTTO

Keep on trying Keep on moving Keep on fighting

Page 6: Farkhan Basyirudin Fps

Hadiah kecil ini aku persembahkan untuk

Bapak dan Ibu serta kakak-kakakku tercinta

Semoga Tuhan selalu mendampingi setiap

langkah keluarga ini…

Page 7: Farkhan Basyirudin Fps

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi (B) Desember, 2010 (C) Farkhan Basyirudin (D) Hubungan Antara Penalaran Moral Dengan Perilaku Bullying Para Santri

Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Assa’adah Serang Banten (E) Halaman xviii + 73

Nilai-nilai keagamaan yang di ajarkan di pesantren bertujuan membentuk kepribadian santri yang sesuai dengan standar moral yang berlaku di masyarakat. Ternyata hal itu tidak mempengaruhi dan menekan perilaku bullying di kalangan santri. Ini disebabkan adanya kegagalan dalam pembentukan kode moral benar atau salah, dan kegagalan dalam merubah konsep moral khusus ke umum. Moralitas pasca-konvensional seharusnya dicapai selama masa remaja. Tapi dengan masih adanya remaja pada tingkat pra-konvensional atau konvensional, maka tidaklah heran apabila diantara remaja masih banyak yang melakukan perilaku bullying.

Perilaku bullying adalah tindakan negatif, yang bersifat agresif atau manipulatif dalam rangkaian tindakan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih terhadap orang lain selama periode waktu tertentu yang didasarkan pada ketidakseimbangan kekuatan. Jenis penindasan (bullying): verbal, fisik, dan relasional/psikologis yang melibatkan pelaku bullying, korban bullying, dan penonton/saksi. Penalaran moral adalah suatu bentuk pertimbangan atau pemikiran yang digunakan dalam menilai dan mengambil keputusan apakah tindakan yang dilakukan tersebut benar atau salah yang didasari oleh prinsip moral yang dimilikinya. Tahap-tahap perkembangan penalaran moral yaitu pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari secara empirik hubungan antara penalaran moral dengan perilaku bullying. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian korelasi. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 100 orang santri pondok pesantren Assa’adah, Serang, Banten. Dari jumlah tersebut dipilih 80 orang responden sebagai sampel penelitian dengan menggunakan teknik simple random sampling. Instrumen pengumpulan data adalah Skala model Likert. Bentuk pengolahan dan analisa data menggunakan analisa statistika dengan menggunakan program SPSS 18.00, pada uji validitas menggunakan korelasi Product Moment dari Pearson dan untuk menguji reliabilitas instrument dengan Alpha Cronbach. Sedangkan untuk menguji hipotesis penelitian digunakan Korelasi Product Moment. Jumlah item yang valid untuk skala penalaran moral 25 item dan 11 item yang tidak valid. Reliabilitas skala penalaran moral adalah 0.923. sedangkan pada skala perilaku bullying terdapat 29 item yang valid dan 7 ietm yang tidak valid. Reliabilitas perilaku bullying adalah 0.908. Berdasarkan analisa korelasi Product Moment dari Pearson terhadap hipotesis yang diajukan, diperoleh hasil bahwa terdapat

i

Page 8: Farkhan Basyirudin Fps

hubungan yang negatif dan signifikan antara penalaran moral dengan perilaku bullying. Karena r hitung (- 0.298) p < 0.01 yang berarti jika penalaran moralnya rendah maka perilaku bullyingnya tinggi. Disarankan agar pembina pondok pesantren lebih meningkatkan penalaran moral santri sehingga dapat menekan perilaku bullying. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan menguji faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku bullying seperti situasi sosial, pola asuh, dan tipe kepribadian.

(F) Daftar Pustaka : 26 buku (1980-2009) + 1 jurnal + 5 website

ii

Page 9: Farkhan Basyirudin Fps

ABSTRACT

(A) Faculty of Psychology (B) December, 2010 (C) Farkhan Basyirudin (D) The correlation Between Moral Reasoning With Bullying behavior in students. (E) Pages xviii + 73 (F) Religious values that induced in the boarding school students aimed at creating a personality that fit with the prevailing moral standards in society. Apparently it did not affect and reduce bullying behavior among students. This is due to the failure in forming a moral code of right or wrong, and failure to change the moral concepts specific to the general. Post-conventional morality should be achieved during adolescence. But with still there are teenagers at the pre-conventional or conventional, it would not be surprised if among adolescents are still many who do the bullying behavior. Bullying behavior is a negative action, that is aggressive or manipulative in a series of actions taken by one or more persons against another person during a specified time period based on the imbalance of power. Type of persecution (bullying): verbal, physical, and relational / psychological bullying involving the perpetrator, victim of bullying, and spectators / witnesses. Moral reasoning is a form of consideration or thought that is used to evaluate and make a decision whether the action taken is right or wrong based on moral principles he had. Stages of development of moral reasoning is pre-conventional, conventional, and post-conventional. This research was conducted to study empirically the correlation between moral reasoning with bullying behavior. This type of research used in this study is the quantitative approach with correlation research method. The population in this study were 100 people boarding school students Assa'adah, Serang, Banten. Of these respondents 80 people selected as the study sample using random sampling technique. Data collection instruments are Likert Scale model. Forms processing and data analysis using statistical analysis using SPSS 18.00, on the validity test using the correlation Product Moment from Pearson and to test the reliability of the instrument with Cronbach Alpha. Meanwhile, to test the research hypothesis using the Product Moment. The number of valid items for the scale of moral reasoning are 25 items and 11 items that are not valid. Reliability scale of moral reasoning is 0923. Whereas on the scale of bullying behavior there are 29 valid items and 7 items invalid. Reliability of bullying behavior is 0908. Based on the correlation analysis of Product Moment from Pearson to the hypothesis proposed, results showed there is a negative and significant relationship between moral reasoning with bullying behavior. Because the count r (- 0298) <r table (p <0.01) which means that if the low moral reasoning, the behavior of high its bullying.

iii

Page 10: Farkhan Basyirudin Fps

Hopefully, the students further enhance moral reasoning in order to reduce bullying behavior. For further research is expected to examine other factors that influence bullying behavior such as social situation, parenting, and personality type. (G) References: 26 books (1980-2009) + 1 journal + 5 websites

iv

Page 11: Farkhan Basyirudin Fps

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL

DENGAN PERILAKU BULLYING PARA SANTRI MADRASAH ALIYAH

PONDOK PESANTREN ASSA’ADAH SERANG BANTEN” untuk

memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian Sarjana Psikologi Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini belum dapat dikatakan

sempurna, karena keterbatasan penulis dalam hal pengetahuan, kemampuan,

pengalaman, dan juga waktu. Namun demikian penulis berharap semoga skripsi

ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan

dorongan serta saran dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Jahja Umar,Ph.D Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk

menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Dra. Diana Mutiah, M.Si dosen pembimbing I dan Bapak Gazi Saloom,

M.Si. Selaku Dosen Pembimbing II serta sebagai dosen penasehat akademik,

v

Page 12: Farkhan Basyirudin Fps

yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi dan

bantuannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh dosen, staf administrasi dan keluarga besar Fakultas Psikologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendukung

dan membantu penulis selama penulis mengikuti perkuliahan.

4. Pimpinan Pondok pesantren Assa’adah Ust. Mujib, para staf ustadz/ustadzah,

dan para santriwan/i yang telah memberikan bantuan pada penulis dalam

pengumpulan informasi dan data penelitian ini. Segenap pengurus dan santri

pondok pesantren Bina Tahfiz Al Qur’an yang telah memberikan bantuan

dalam pelaksanaan Try Out penelitian.

5. Penulis secara khusus menyampaikan terimakasih yang sangat pribadi kepada

kedua orang tua penulis, Bapak Nasikin, Ibu Harsunah, kakak-kakaku Mas

Yazid, Mba Khusnul, Mas Badruz, Bang Saiman, Mba Lasmi, Nur, Iis,

Keponakanku Najma, Najah, dan Yasmine serta saudara-saudara yang selalu

memberikan doa, dorongan, kepercayaan dan dukungan baik secara moril

maupun materil serta kasih sayang yang tiada terkira.

6. Kawan-kawan seperjuangan di KPA. Arkadia, FP2I, Alumni MWI ’04,

teman-teman kelas C ’04. Teruslah berkarya dalam bendera keilmuan,

semoga persahabatan kita tidak terputus oleh ruang dan waktu.

vi

Page 13: Farkhan Basyirudin Fps

Semoga semua kebaikan dan bantuan yang diberikan akan mendapatkan imbalan

yang setimpal dari Allah SWT. Akhir kata penulis mohon maaf apabila terdapat

kesalahan, kekurangan atau kekeliruan dalam menyusun skripsi ini. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca umumnya.

Amin ya Robbal’alamin.

Jakarta, Desember 2010

Penulis

vii

Page 14: Farkhan Basyirudin Fps

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERNYATAAN

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PENGESAHAN

MOTTO

PERSEMBAHAN

ABSTRAK ………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. v

DAFTAR ISI………………………………………………………………. viii

DAFTAR SKEMA………………………………………………………… x

DAFTAR TABEL …………………………………………………………. xi

DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xiii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1

1.1. Latar Belakang Masalah…………………..……………….. 1

1.2. Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah……….……. 10

1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ……….………... 12

1.4. Sistematika Penulisan …………………..…………………. 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………….…………………………. 14

2.1. Bullying…………………………………………….…….. 14

2.5. Pengertia Penalaran Moral………………………..………. 26

2.8. Kerangka Berpikir…………………………...…………… 43

2.9. Hipotesis …………………………………………………. 43

BAB III METODE PENELITIAN ……..…………………………………. 44

3.1. Jenis dan Tipe Penelitian ……….………………….……. 44

3.2. Identifikasi dan Klasifikasi Variabel……………………… 45

3.3. Definisi konseptual dan operasional variabel.………......... 45

3.4. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel……… 46

viii

Page 15: Farkhan Basyirudin Fps

3.5. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data …………..….. 47

3.6. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian…………….……….. 50

3.7. Teknik Uji Instrumen Penelitian……………..…………… 53

3.8. Teknik Analisa Data………………………………………. 53

3.9. Prosedur Penelitian………………………….…………… 54

BAB IV HASIL PENELITIAN …………………………………………… 56

4.1. Gambaran Umum Sample Penelitian........ ………………. 56

4.2. Uji Persyaratan………………………………..………….. 58

4.3. Distribusi Penyebaran Skor Responden..…………………. 63

4.4. Hasil Utama Penelitian atau Uji Hipotesis…………..…… 66

BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN ………….………….. 70

5.1. Kesimpulan ...………………………………….….……… 70

5.2. Diskusi …………………………………….……...……… 70

5.3. Saran…………...………………………….……………... 72

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 75

ix

Page 16: Farkhan Basyirudin Fps

DAFTAR SKEMA

Halaman

SKEMA 1 Tahap Perkembangan Moral Kohlberg …………………..….. 34

SKEMA 2 Kerangka berpikir ……………………………..…………….. 42

x

Page 17: Farkhan Basyirudin Fps

DAFTAR TABEL Halaman

Tabel 3.1. Rasio populasi dan sample……………………………………. 45

Tabel 3.2. Bobot Nilai Skala……………………………………………... 47

Tabel 3.3.. Blue Print Skala Perilaku Bullying............................................ 48

Tabel 3.4 Blue Print Skala Perilaku Moral................................................ 48

Tabel 3.5 Kisi-kisi Skala Perilaku Bullying.............................................. 49

Tabel 3.6. Kisi-kisi Skala Penalaran Moral................................................ 50

Tabel 3.7 Klasifikasi Reliabilitas......................................................... 51

Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin … 55

Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia …………… 56

Tabel 4.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jurusan …… 56

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Skala Penalaran Moral 58

Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas Skala Perilaku Bullying 59

Tabel 4.6. Hasil Uji Homogenitas Penalaran Moral……………………….. 61

Tabel 4.7. Hasil Uji Homogenitas Perilaku Bullying................................... 61

Tabel 4.8 Statistik Deskriptif..................................................................... 62

Tabel 4.9 Norma Penalaran Moral............................................................. 63

Tabel 4.10 Norma Perilaku Bullying........................................................... 63

Tabel 4.11 Kategorisasi Skor Penalaran Moral Berdasarkan Usia..............

64

Tabel 4.12 Kategorisasi Skor Perilaku Bullying Berdasarkan Usia.............

65

Tabel 4.13 Hasil Uji Hubungan Penalaran Moral dengan Perilaku Bullying..

66

Tabel 4.14 Regresi Sederhana.......................................................................

67

Tabel 4.15 Uji Beda Penalaran Moral Berdasarkan Jenis Kelamin.............. 67

Tabel 4.16 Uji Beda Perilaku Bullying Berdasarkan Jenis Kelamin............. 68

xi

Page 18: Farkhan Basyirudin Fps

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Skatterplot skala Penalaran Moral………………… 58

Gambar 4.2 Skatterplot skala Perilaku Bullying………………… 59

xii

Page 19: Farkhan Basyirudin Fps

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Try Out skala Penalaran Moral

Lampiran 2 Hasil Try Out skala Prilaku Bullying

Lampiran 3 Validitas dan Reliabilitas skala Penalaran Moral

Lampiran 4 Validitas dan Reliabilitas skala Prilaku Bullying

Lampiran 5 Hasil penelitian skala Penalaran Moral

Lampiran 6 Hasil penelitian skala Prilaku Bullying

Lampiran 7 Kategori skor Penalaran Moral dan Perilaku Bullying

Lampiran 8 Frekuensi Penalaran Moral dan Perilaku Bullying

Lampiran 9 Normalitas Penalaran Moral dan Perilaku Bullying

Lampiran 10 Homogenitas Penalaran Moral dan Perilaku Bullying

Lampiran 11 Korelasi antara Penalaran Moral dengan Perilaku Bullying

Lampiran 12 Regresi Sederhana

Lampiran 13 Uji Beda

Lampiran 14 Skala try out Penelitian

Lampiran 15 Skala Penelitian

xiii

Page 20: Farkhan Basyirudin Fps

xiv

Page 21: Farkhan Basyirudin Fps

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang paling penting dalam penentuan masa depan

suatu bangsa dimana pendidikan adalah sebagai alat atau metode untuk

membentuk kepribadian dan karakter bangsa. Sukses tidaknya dunia pendidikan

bergantung pada peserta didik, tenaga pendidik dan pemerintah sebagai regulasi

pendidikan.

Oleh karena itu, peran pemerintah dalam memperhatikan dunia pendidikan

dengan meningkatkan mutu pendidikan sesuai Peraturan Pemerintah No. 19

Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab II Pasal 4 menjelaskan

bahwa standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat (LeKDiS, 2005),

Namun, dewasa ini banyak beredar berita baik di media cetak maupun

elektronik mengenai kasus tindak kekerasan yang ditimbulkan oleh para pelajar.

Mulai dari kasus tawuran antar sekolah, geng, sampai tindak kekerasan dan

penindasan siswa sekolah yang dilakukan para senior kepada juniornya.

Pada dasarnya perilaku-perilaku yang mengandung unsur tindakan

agresivitas yang sistematis, terencana dan bertujuan dari satu pihak dengan pihak

lain melalui penggunaan kekuasaan secara sewenang-wenang, terjadi secara

Page 22: Farkhan Basyirudin Fps

2

berulang selama periode waktu tertentu baik berupa kekerasan fisik maupun

psikologis, merupakan karakteristik khusus yang dikenal dengan istilah bullying

(Sullivan, 2001).

Masih menurut Sullivan (2005) Bullying adalah tindakan negatif, yang

bersifat agresif atau manipulatif dalam rangkaian tindakan yang dilakukan oleh

satu orang atau lebih terhadap orang lain. Biasanya selama periode waktu tertentu

yang didasarkan pada ketidakseimbangan kekuatan.

Sedangkan menurut Coloroso (2007), bullying adalah tindakan intimidasi

yang dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah. Tindakan

penindasan ini dapat diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk

menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan

tidak berdaya. Bentuknya bisa bersifat fisik seperti memukul, menampar, dan

memalak. Bersifat verbal seperti memaki, menggosip, dan mengejek, serta

psikologis seperti mengintimidasi, mengucilkan, mengabaikan, dan

mendiskriminasi. Kekerasan dan perilaku negatif ini dapat terjadi di luar maupun

di dalam sekolah.

Coloroso (2007) menambahkan, perilaku bullying/bullies tidak

memperhitungkan alasan mengapa mereka melakukan bullying tersebut.

Terkadang pelaku hanya mencari alasan yang dapat diterima atas tindakan yang ia

lakukan, misalnya melakukan bullying untuk mendisiplinkan adik kelas atau

korban. Tetapi perilaku tersebut berlangsung selama periode yang cukup lama dan

membuat korban mengalami luka baik fisik maupun psikologis.

Page 23: Farkhan Basyirudin Fps

3

Menurut Lipkins (2008), kebanyakan mereka menjadi pelaku karena

terbentuk, bukan karena berbakat. Mereka terbentuk karena pernah menjadi

korban penindasan. Mereka pernah di tindas, menyaksikan penindasan, dan pada

akhirnya sampai tiba giliran mereka untuk menindas. Mereka itulah para anggota

senior yang mempunyai kedudukan penting, kemampuan yang lebih, atau

kepribadiannya yang disegani.

Biasanya siswa-siswa senior bergerak dalam satu angkatan. Mereka

melakukan bullying terhadap siswa-siswa juniornya karena mereka merasa

mendapatkan kesempatan melakukannya lantaran pernah menjadi korban bullying

saat menjadi siswa junior. Sementara siswa-siswa korban mereka pun dibina

untuk menyimpan dendam dan kejengkelan yang akan mereka lampiaskan saat

mereka menjadi siswa senior pada angkatan yang akan datang (SEJIWA, 2008).

Seperti halnya kasus yang menyita banyak perhatian masyarakat terjadi di

SMAN 82 (3/11/2009). Korban adalah Ade Fauzan, siswa kelas I yang menjadi

korban kekerasan dari siswa kelas III. terpaksa dirawat di RS Pusat Pertamina

(RSPP), Jakarta Selatan karena di pukul dan dikeroyok oleh siswa kelas III hingga

pingsan selama 3 jam. (www.detiknews.com).

Pada kenyataannya, tindak kekerasan pada remaja tidak hanya berlaku

pada institusi pendidikan SMA saja, melainkan sudah merambah ke dunia

pesantren. Sebagai contoh kasus, dua santri Pondok Pesantren (Ponpes) Assalaam

di Pabelan, Kartasura, Sukoharjo, masuk RS Panti Waluyo dipukuli seniornya

(13/7/2007). Pemukulan itu dilakukan oleh para santri pembimbing usai santri-

Page 24: Farkhan Basyirudin Fps

4

santri Takhassus belajar malam. Sebab siswa Assalaam berasal dari berbagai suku

di Indonesia (www.suaramerdeka.com).

Setidaknya berdasarkan data yang dikumpulkan Komnas Perlindungan

Anak (KPA) angka kekerasan di sekolah pada tahun 2009 meningkat hinga 20%

dibanding pada tahun 2008. Menurut Sekjen KPA, Sirait (2009) telah terjadi aksi

bullying atau kekerasan di sekolah sebanyak 472 kasus. Angka ini meningkat dari

tahun 2008, yang jumlahnya sebanyak 362 kasus. (www.detiknews.com)

Di Indonesia belum ada data memadai karena penelitian tentang fenomena

bullying masih baru. Akan tetapi dari hasil studi yang dilakukan ahli intervensi

bullying asal Amerika, Huneck (2006) mengungkapkan bahwa 10-16 persen siswa

Indonesia melaporkan mendapat ejekan, cemoohan, pengucilan, pemukulan,

tendangan ataupun didorong, sedikitnya sekali dalam seminggu.

(http://run18.multiply.com)

Dijkstra dkk, (2008) menyebutkan bahwa, dari 3.312 subjek laki-laki dan

perempuan, yang terbagi antara kelompok remaja populer dan non-populer

menunjukkan perilaku bullying oleh remaja populer berhubungan pada alasan

perbedaan status sosial yang melekat pada mereka.

Menurut penelitian dari Yayasan Sejiwa sebuah lembaga swadaya

masyarakat yang peduli dengan masalah kekerasan di sekolah, melakukan survey

pada workshop antibullying pada 28 April 2006. hasil survey yang di hadiri oleh

250 peserta tersebut, 94,9 % peserta yang hadir menyatakan bahwa bullying

Page 25: Farkhan Basyirudin Fps

5

memang terjadi di sekolah-sekolah Indonesia. Namun jenis-jenis tindakan

bullying yang mereka laporkan dalam workshop tersebut amat beragam (SEJIWA,

2008).

Dengan banyaknya fenomena perilaku remaja melakukan tindak kekerasan

dan penindasan atau bisa disebut dengan perilaku bullying, menimbulkan

pertanyaan mengenai penalaran dan nilai-nilai moral yang mereka anut sehingga

muncul perilaku tersebut.

Menurut Kohlberg perkembangan penalaran moral manusia terdiri dari

tiga tingkat, yaitu tingkat pra-konvensional, konvensional, dan pasca-

konvensional. Masing-masing tingkat diikuti dengan dua tahap perkembangan

moral (Santrock, 2002).

Kohlberg menambahkan bahwa moralitas pasca-konvensional seharusnya

dicapai selama masa remaja dalam tahap ini individu mempunyai keyakinan

moral dan dapat menyesuaikan diri dengan standar sosial yang diinternalisasikan

dengan didasarkan pada rasa hormat kepada orang lain (Hurlock, 1980).

Akan tetapi Kohlberg (1995) dalam penelitian empirisnya menyebutkan

bahwa tidak semua orang akan mencapai tahap tertinggi, melainkan hanya

minoritas kecil yaitu hanya 5 sampai 10 persen dari seluruh penduduk, bahkan

kemudian angka inipun masih diragukannya. Diakui pula, suatu saat orang dapat

jatuh kembali pada tahap moral yang lebih rendah, yang disebutnya sebagai

“regresi fungsional”.

Page 26: Farkhan Basyirudin Fps

6

Senada dengan hal tersebut, Hurlock (1980) menjelaskan bahwa remaja

yang tidak berhasil melakukan peralihan ke dalam tahap moralitas dewasa, maka

tugas tersebut di selesaikan pada awal masa dewasa. Sehingga mereka membentuk

kode moral berdasarkan tahapan konsep moral sebelumnya yang secara sosial

belum tentu dapat di terima.

Artinya, sesuai yang dikatakan oleh Yusuf (2002), dengan masih adanya

remaja pada tingkat pra-konvensional atau konvensional, maka tidaklah heran

apabila diantara remaja masih banyak yang melakukan dekadensi moral termasuk

didalamnya perilaku bullying.

Hal ini dikarenakan masa remaja sebagai periode badai dan tekanan. Suatu

masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan

kelenjar. Adapun meningginya emosi terutama karena masa remaja berada

dibawah tekanan sosial menghadapi kondisi baru, sedangkan saat masa kanak-

kanak kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan itu (Hurlock,

1980).

Pada dasarnya remaja diharapkan sudah mampu menggali konsep-konsep

yang berlaku khusus di masa kanak-kanak, dengan prinsip moral yang berlaku

umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai

pedoman bagi perilakunya. Sekarang ia akan membentuk kode moral sendiri

berdasarkan konsep benar dan salah yang telah diubah dan diperbaikinya agar

sesuai dengan tingkat perkembangan yang lebih matang dan telah dilengkapi

Page 27: Farkhan Basyirudin Fps

7

dengan hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang dipelajari dari orangtua dan

gurunya (Hurlock, 1980).

Oleh karena itu, remaja diharapkan mampu mengendalikan perilakunya

sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua atau guru. Namun

terkadang remaja mudah dipengaruhi oleh stimuli yang bersifat negatif dari

lingkungannya tanpa berfikir panjang terhadap akibat yang akan ditimbulkannya.

Apabila ia mengalami ketidakmatangan dalam proses perkembangan perilaku

sosialnya.

Selain itu pada sisi kognitif, remaja mempunyai persepsi untuk bersikap

dan mencari nilai ideal dengan berbagai perangkat untuk meraihnya. Sebagaimana

diungkapkan oleh Piaget bahwa, semakin orang terbuka dengan banyak

pengalaman di dunia luar, maka ia akan semakin dibantu untuk mengembangkan

pengetahuan dan cara berfikirnya (Suparno, 2001).

Selanjutnya menurut Gunarsa (1989), remaja hendaknya mampu bersikap

kritis terhadap tata cara yang pernah diterimanya, dan menyadari penilaian baik

dan buruk yang telah dianutnya. Akan tetapi jika remaja belum memperoleh azas-

azas baru yang lebih bersifat umum dan belum terikat pada sistem penilaian yang

pasti, maka ia masih akan mengalami kebimbangan dan keraguan. Sehingga ia

akan melakukan segala sesuatunya dengan semaunya. Ini menandakan bahwa

moralitas pada masa ini masih dipengaruhi oleh dirinya sendiri, dan belum

mencapai taraf objektivitas.

Page 28: Farkhan Basyirudin Fps

8

Hal ini menunjukkan bahwa proses perkembangan tidak selalu berjalan

dalam alur yang linier, lurus atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai

yang dianut, karena banyak faktor yang menghambatnya. Faktor penghambat ini

bisa bersifat internal maupun eksternal (Yusuf, 2002).

Adapun Usia remaja ditandai dengan terjadinya perubahan yang besar

dalam aspek biologis, perubahan kognitif, maupun perubahan sosio-emosional

(Santrock, 2003). Remaja pada umumnya berada pada tingkat Sekolah Menengah

Atas (SMA ), atau setara dengan santri pada tingkat Aliyah.

Santri adalah sebutan bagi murid yang mengikuti pendidikan di pondok

pesantren. Pondok Pesantren adalah sekolah pendidikan agama yang

kurikulumnya lebih banyak ilmu-ilmu keagamaan dibanding ilmu-ilmu umum.

Selanjutnya, tujuan Pondok pesantren adalah membentuk kepribadian Muslim

yang menguasai ajaran-ajaran Islam dan mengamalkannya, sehingga bermanfaat

bagi agama, masyarakat dan Negara (Qomar, 2005).

Pada kenyataannya, kebanyakan alasan para orang tua menyekolahkan

anaknya di pesantren, mereka ingin membina atau memperbaiki akhlak anaknya.

Terlebih untuk masuk pesantren belum ada test masuk. Sehingga semua orang

bebas masuk asal membayar biaya administrasi. Anak-anak dari keluarga broken

home dan anak-anak nakal pun seringkali dititipkan ke pesantren agar insaf.

Akibatnya, anak-anak yang “bermasalah” ini kerap kali mempengaruhi teman-

temannya, termasuk didalamnya memicu perilaku bullying.

Page 29: Farkhan Basyirudin Fps

9

Sebagaimana dari pengamatan dan observasi penulis pada salah satu

pondok pesantren, di Pondok Pesantren Assa’adah di daerah Serang, Banten,

terkait dengan hal tersebut di atas, ada beberapa tindak kekerasan dan penindasan

yang sering terjadi pada sebagian santri. Perilaku negatif tersebut berupa

pemalakan yang biasa dilakukan para senior kepada juniornya. Sebagaimana

pengakuan salah seorang santri yang bernama SH (nama samaran), siswa kelas 1

Takhassus atau sederajat tingkat kelas satu SMA bahwa sering kali setiap baru

mendapat kiriman uang, beberapa dari santri senior meminta uang. Biasanya

diikuti dengan intimidasi, pengucilan, bahkan kekerasan fisik jika kemauan para

seniornya tidak terpenuhi. Santri baru atau junior seringkali tidak mampu berbuat

apapun selain membentuk kelompok sendiri untuk menghindari penindasan dari

para senior.

Selain kasus tersebut, masih banyak kasus-kasus lain yang lebih kompleks

mengenai penindasan senior dengan alasan demi mendisiplinkan juniornya. Pada

akhirnya mereka tidak memandang aturan-aturan atau nilai-nilai yang berlaku di

sekolah maupun masyarakat sehingga para santripun dapat melakukan tindakan

demikian.

Sebagaimana dikatakan Kohlberg bahwa perkembangan moral

bersangkutan dengan bertambahnya kemampuan menyesuaikan diri terhadap

aturan-aturan dalam masyarakatnya. Seseorang telah memperkembangkan aspek

moral, bilamana ia telah menginternalisasikan atau telah mempelajari aturan-

Page 30: Farkhan Basyirudin Fps

10

aturan kehidupan di dalam masyarakat dan bisa memperhatikan dalam perilaku

yang terus-menerus atau menetap (Gunarsa, 1997).

Maka jelaslah bahwa, ternyata banyaknya nilai-nilai keagamaan yang di

tanamkan di pesantren untuk menciptakan kepribadian-kepribadian santri yang

sesuai dengan standar moral yang berlaku di masyarakat, tidak mempengaruhi dan

menekan perilaku bullying di kalangan santri.

Melihat fenomena tersebut diatas, terjadinya perilaku bullying pada santri

merupakan salah satu topik yang menarik untuk dibahas, apalagi jika hal tersebut

dikaitkan dengan dengan penalaran moral. Oleh karena itu, timbullah persoalan

yang menarik untuk diteliti yaitu tentang hubungan antara penalaran moral dengan

perilaku Bullying para santri Aliyah

1.2. Perumusan dan Pembatasan Masalah

A. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka perumusan

masalah pada penelitian ini adalah:

”Apakah ada hubungan antara penalaran moral dengan perilaku Bullying

para santri Aliyah pondok pesantren Assa’adah Serang Banten?”

Page 31: Farkhan Basyirudin Fps

11

B. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak meluas maka perlu adanya pembatasan masalah sebagai

berikut :

a. Perilaku Bullying disini merupakan perilaku kekerasan yang terjadi di

pesantren, yang dilakukan oleh santri senior terhadap juniornya dilakukan

secara berulang-ulang dan dalam periode waktu tertentu. Bentuk dari

perilaku Bullying dapat berupa fisik, psikologis, baik verbal maupun non

verbal, atau gabungan dari keduanya (Coloroso, 2007).

b. Penalaran moral adalah pertimbangan individu mengenai baik dan buruk

suatu hal untuk memperkuat aturan, norma atau nilai etis yang dianut yang

diterapkan dalam berbagai situasi yang melibatkan proses kognitif

(Kohlberg, 1995).

c. Santri yang dimaksud, adalah Santri yang meliputi santri laki-laki dan

perempuan kelas 3 pada jenjang Aliyah Pondok Pesantren Assa’adah,

Serang, Banten. Menurut Gunarsa (1989), pada jenjang ini merupakan

masa remaja, yang meliputi adanya perubahan fisik dan psikis, seperti

halnya pelepasan diri dari ikatan emosionil dengan orang tua dan

pembentukan rencana hidup dan sistem nilai sendiri

Page 32: Farkhan Basyirudin Fps

12

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

A. Tujuan

Penelitan ini mempunyai tujuan untuk mencari hubungan antara penalaran moral

dengan perilaku Bullying para santri Aliyah pondok pesantren Assa’adah Serang

Banten.

B. Manfaat

Praktis.

Penelitian ini diharapkan memberi maanfaat secara pragmatis secara khusus

kepada para santri, pembina pondok pesantren, dan bagi masyarakat luas pada

umumnya. Hal tersebut supaya dapat dijadikan suatu bahan pengetahuan tentang

hubungan antara penalaran moral dengan perilaku Bullying pada santri.

Teoritis

Pada tataran teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang

bermanfaat bagi khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang

pengetahuan ilmu Psikologi yang mengkaji tentang penalaran moral dan perilaku

bullying santri, serta keterkaitan antara keduanya.

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini, yang berjudul “Hubungan antara penalaran

moral dengan perilaku Bullying pada santri” yang terdiri dari lima bab

pembahasan, yaitu:

Page 33: Farkhan Basyirudin Fps

13

BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang didalamnya mencakup

pembahasan dari latar belakang masalah, perumusan masalah,

pembatasan masalah, tujuan dan manfaat, serta sistematika

penulisan.

BAB II : Adalah bab yang membahas kajian pustaka mengenai Definisi

penalaran moral, Tahapan-tahapan penalaran moral, faktor-faktor

yang mempengaruhi penalaran moral, definisi perilaku bullying,

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bullying, definisi

santri, pondok pesantren, kerangka berpikir dan keterkaitan antara

ketiganya, serta hipotesis.

BAB III : Adalah bab metodologi penelitian yang didalamnya mencakup

jenis penelitian, subjek penelitian, teknik pengambilan sample,

metode dan instrument penelitian, prosedur penelitian, teknik

pengolahan dan analisa data.

BAB IV : Berisi tentang hasil penelitian, yaitu gambaran umum subjek

penelitian, pelaksanaan penelitian, dan analisis data.

BAB V : Berisi kesimpulan yang mengemukakan uraian tentang

pernyataan mengenai hasil penelitian sebagai jawaban atas

tujuan dan masalah penelitian. Kemudian dilanjutkan diskusi

dan saran.

Page 34: Farkhan Basyirudin Fps

14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Bullying

Kamus Marriem Webster menjelaskan bully sebagai to treat abusively (perlakuan

secara tidak sopan) atau to affect by means of force or coercion (mempengaruhi

dengan paksaan dan kekuatan).

(www.e-psikologi.com).

Sullivan (2005) memberikan definisi bullying sebagai berikut: Bullying is

a negative and often aggressive or manipulative act or series of acts by one or

more people against another person or people usually over a period of time. it is

abusive and is based on imbalance of power.

Bullying adalah tindakan negatif, yang bersifat agresif atau manipulatif

dalam rangkaian tindakan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih terhadap

orang lain. Biasanya selama periode waktu tertentu yang didasarkan pada

ketidakseimbangan kekuatan.

Menurut Coloroso (2007) Penindasan atau Bullying adalah aktivitas sadar,

disengaja, dan keji yang dimaksudkan untuk melukai, menanamkan ketakutan

melalui ancaman agreasi lebih lanjut, dan menciptakan teror. Apakah penindasan

ini direncanakan lebih dulu atau terjadi tiba-tiba saja, nyata atau tersembunyi,

dihadapan anda atau dibelakang punggung anda, mudah diidentifikasi atau

Page 35: Farkhan Basyirudin Fps

15

terselubung dibalik pertemanan yang tampak, dilakukan oleh seorang anak atau

sekelompok anak.

Sedangkan menurut Lipkins (2008) bullying atau penindasan adalah

tindakan penyerangan dengan sengaja yang tujuannya melukai korban secara fisik

atau psikologis, atau keduanya.

Istilah bullying diilhami dari kata bull (bahasa Inggris) yang berarti

“banteng” yang suka menanduk. Pihak pelaku bullying biasa disebut bully.

Sedangkan pengertian Bullying itu sendiri adalah sebuah situasi dimana terjadinya

penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/kelompok

(SEJIWA, 2008).

Menurut Sullivan (2001), bullying mengandung unsur-unsur berikut :

1. Dimaksudkan untuk merugikan

2. Ketidakseimbangan kekuatan

3. Terorganisasi dan sistematis

4. Dilakukan berulang, terjadi selama periode waktu tertentu

5. Kekerasan yang dialami oleh korban bullying dapat bersifat eksternal (fisik)

dan internal (psikologis).

Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa perilaku Bullying merupakan

perilaku kekerasan yang sistematis dilakukan oleh senior terhadap juniornya

dilakukan secara berulang-ulang dan dalam periode waktu tertentu. Bentuk dari

perilaku Bullying dapat berupa fisik, psikologis, baik verbal maupun non verbal,

atau gabungan dari keduanya.

Page 36: Farkhan Basyirudin Fps

16

Selanjutnya Coloroso (2007) menambahkan ada empat tanda-tanda

penindasan :

1. Ketidak seimbangan kekuatan: penindas bisa saja orang yang lebih tua, lebih

besar, lebih kuat, lebih mahie secara verbal, lebih tinggi dalam status sosial,

berasal dari ras yang berbeda, atau tidak berjenis kelamin sama. Sejumlah

besar anak yang berkumpul bersama-sama untuk menindas dapat menciptakan

ketidakseimbangan. Penindasan bukan persaingan antar saudara kandung dan

bukan pula perkelahian yang melibatkan dua pihak yang setara.

2. Niat untuk mencederai: penindasan berarti menyebabkan kepedihan emosional

dan/atau luka fisik, memerlukan tindakanuntuk dapat melukai, dan

menimbulkan rasa senang di hati sang penindas saat menyaksikan luka

tersebut. Tidak ada kecelakaan atau kekeliruan, tidak ada keseleo lidah atau

godaan yang main-main, tidak ada kaki yang salah tempat, tidak ada

ketidaksengajaan dalam pengucilan.

3. Ancaman agresi lebih lanjut: baik pihak penindas maupun pihak yang

tertindas mengetahui bahwa penindasan dapat dan kemungkinan akan terjadi

kembali. Penindasan tidak dimaksudkan sebagai peristiwa yang hanya terjadi

sekali saja.

Ketika eskalasi penindasan meningkat tanpa henti, elemen keempat muncul:

4. Teror: penindasan adalah kekerasan sistematik yang digunakan untuk

mengintimidasi dan memelihara dominasi. Terror yang menusuk tepat

dijantung korban penindasan bukan hanya merupakan sebuah cara untuk

mencapai tujuan penindasan, terror itulah yang menjadi tujuan penindasan. Ini

Page 37: Farkhan Basyirudin Fps

17

bukanlah suatu insiden agresi sekali saja yang dikeluarkan oleh kmarahan

karena sebuah isu tertentu, bukan pula tanggapan impulsive atas suatu celaan.

Para penindas (bullies) biasanya bertindak sendirian atau dalam kelompok

kecil dan memilih orang-orang yang mereka anggap rentan untuk mereka jadikan

korban. Dan biasanya menginginkan sesuatu bisa berupa uang, bekal makan

seorang siswa, jawaban pekerjaan rumah, atau mungkin cuma perhatian. Atau

mungkin penindas bertingkah hanya untuk memperlihatkan bahwa mereka lebih

kuat, dengan demikian mereka menandaskan status sebagai “jagoan” (Lipkins,

2008). Pihak yang kuat di sini bukan saja kuat secara fisik, tapi juga kuat secara

mental (SEJIWA, 2008).

Dalam dunia anak-anak, bullying biasanya terjadi karena adanya

kerjasama yang bagus dari ketiga pihak, yang oleh Coloroso (2007), disebutnya

dengan istilah tiga mata rantai penindasan. Pertama, bullying terjadi karena ada

pihak yang menindas. Kedua, ada penonton yang diam atau mendukung, entah

karena takut atau karena merasa satu kelompok. Ketiga, ada pihak yang dianggap

lemah dan menganggap dirinya sebagai pihak yang lemah (takut bilang sama guru

atau orangtua, takut melawan, atau malah memberi permakluman). Atas

kerjasama ketiga pihak itu biasanya praktek bullying sangat sukses dilakukan oleh

anak yang merasa punya punya power atau kekuatan. Dari penjelasan sejumlah

pakar tentang korban bullying, umumnya para korban itu memiliki ciri-ciri "ter",

misalnya: terkecil, terbodoh, terpintar, tercantik, terkaya, dan seterusnya.

Page 38: Farkhan Basyirudin Fps

18

Abraham Maslow (1970, dalam Sullivan, 2001) mengembangkan teori

bahwa manusia memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sebelum mencapai

tahapan kebutuhan selanjutnya. Teori Maslow berguna untuk menjelaskan

beberapa kemungkinan efek bullying. Jika anak-anak diintimidasi, kebutuhan rasa

aman mereka belum dipenuhi. Sebaliknya, mereka berusaha untuk menghindari

perilaku bullying atau melarikan diri dengan mencari tempat aman di sekolah dan

masyarakat. jika mereka secara emosional mendapat intimidasi, dikucilkan atau

terisolasi, maka mereka sulit untuk mendapatkan teman di sekolah.

2.2. Jenis-jenis Perilaku Bullying

Coloroso (2007) menyebutkan terdapat tiga jenis penindasan: verbal, fisik, dan

relasional. Pada dasarnya secara substansi, masing-masing dapat menimbulkan

masalah sendiri-sendiri. Namun ketiganya kerap membentuk kombinasi untuk

menciptakan tekanan yang lebih kuat.

2.2.1. Penindasan Verbal

Kekerasan secara verbal mungkin adalah bentuk penindasan yang paling umum

digunakan baik oleh anak perempuan maupun anak laki-laki. Penindasan verbal

dapat diteriakan di sekolah dan bercampur dengan hingar-bingar yang terdengar

oleh para guru, diabaikan karena hanya dianggap sebagai dialog yang bodoh dan

tidak simpatik diantara rekan sebaya. Ketika seorang anak menjadi sasaran

lelucon, ia kerap diabaikan oleh yang lain, terutama dalam aktivitas sosial,

menjadi yang terakhir dipilih dan menjadi yang pertama dieliminasi (untuk

kegiatan tertentu).

Page 39: Farkhan Basyirudin Fps

19

Penindasan verbal dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam,

penghinaan baik bersifat pribadi maupun rasial, dan pernyataan berupa ajakan-

ajakan seksual atau pelecehan seksual. Selain itu penindasan verbal dapat berupa

perampasan uang jajan atau barang-barang, telepon yang kasar, e-mail yang

mengintimidasi, surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan, tuduhan-tuduhan

yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji dan keliru, serta gosip bisa menjadi

bentuk penindasan.

2.2.2. Penindasan Fisik

Yang termasuk jenis penindasan ini adalah memukul, mencekik, menyikut,

meninju, menendang, menggigit, memiting, mencakar, meludahi, menekuk

anggota tubuh anak yang ditindas hingga posisi yang menyakitkan, dan merusak

serta menghancurkan pakaian dan barang-barang milik anak yang tertindas.

Semakin kuat dan dewasa sang penindas, semakin berbahaya jenis penindasan ini,

bahkan walaupun tidak dimaksudkan untuk menciderai secara serius.

2.2.3. Penindasan Relasional/Psikologis

Jenis penindasan ini paling sulit dideteksi dari luar. Penindasan relasional adalah

pelemahan harga diri si korban penindasan secara sistematis melalui pengabaian,

pengucilan, pengecualian, atau penghindaran. Penghindaran suatu tindakan

penyingkiran adala alat penindasan yang terkuat. Anak yang digunjingkan

mungkin tidak mengetahui gosip tersebut, namun tetap akan mengalami efeknya.

Penindasan relasional dapat digunakan untuk mengasingkan atau menolak

seorang teman atau secara sengaja untuk merusak persahabatan. Perilaku ini dapat

mencakup sikap-sikap tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata,

Page 40: Farkhan Basyirudin Fps

20

helaan nafas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek, dan bahasa tubuh yang

kasar.

Menurut Smith (1999, dalam Sullivan, 2001) perilaku bullying anak laki-

laki dan perempuan berbeda. Anak laki-laki lebih cenderung melakukan secara

langsung yaitu bullying secara fisik, dan anak perempuan lebih cenderung

melakukan secara tidak langsung, seperti menyebarkan gosip tentang korban.

2.3. Komponen-komponen dalam Perilaku Bullying

Pada dasarnya perilaku bullying merupakan sebuah situasi yang tercipta ketika

tiga komponen atau karakter bertemu di satu tempat, yaitu pelaku bullying,

korban bullying, dan penonton/saksi (Coloroso, 2007). Situasi ini bagaikan sebuah

pertunjukan dengan tiga aktor yang memainkan perannya masing-masing.

2.3.1. Pelaku Bullying

Inilah aktor utama perilaku bullying. Dialah sang agresor, provokator, sekaligus

inisiator situasi bullying. Si pelaku bullying umumnya seorang anak atau murid

yang berfisik besar dan kuat, namun tidak jarang juga ia bertubuh kecil atau

sedang namun memiliki dominasi psikologis yang besar di kalangan teman-

temannya. Selain itu pelaku bullying umumnya temperamental. Mereka

melakukan bullying terhadap orang lain sebagai pelampiasan kekesalan dan

kekecewaannya. Ada kalanya karena mereka merasa tidak punya teman, sehingga

menciptakan situasi bullying supaya memiliki pengikut dan kelompok sendiri.

Atau mereka takut menjadi korban bullying, sehigga menggambil inisiatif sebagai

pelaku bullying untuk keamanan sendiri (SEJIWA, 2008).

Page 41: Farkhan Basyirudin Fps

21

Menurut Sullivan (2005), karakteristik dari pelaku bullying adalah mereka

tahu bagaimana menggunakan kekuasaan, dan menggunakan kepemimpinan yang

dimiliki sebagai kekuatan untuk menindas.

Menurut Lipkins (2008), mereka adalah para anggota senior kelompok

atau anggota-anggota yang punya kedudukan penting karena besar badan,

kedudukan, kemampuan, atau kepribadian. Kebanyakan dari mereka menjadi

pelaku karena terbentuk, bukan karena berbakat. Mereka terbentuk karena pernah

menjadi korban.

2.3.2. Korban Bullying

Korban bullying bukanlah sekedar pelaku pasif dari situsi bullying. Ia turut

berperan serta memelihara dan melestarikan situasi bullying dengan bersikap

diam. Sang korban umumnya tidak berbuat apa-apa dan membiarkan saja perilaku

bullying berlangsung padanya, karena ia tidak memiliki kekuatan diri untuk

membela diri atau melawan. Sikap diam sang korban ini tentunya beralasan.

Alasan yang utama, mereka berpikir bila melaporkan kegiatan bullying yang

menimpanya tidak akan menyelesaikan masalah. Karena jika guru menindak

pelaku bullying, hasilnya justru akan memperparah situasi bullying pada sang

korban.

Selain itu, anak-anak bisa jadi telah mempunyai sistem nilai bahwa dengan

mengadukan orang lain adalah wujud sifat kekanak-kanakan, manja, lemah dan

sama sekali tidak dewasa. Bagi sang korban, lebih baik menanggung beban

penderitaan ini daripada harus melanggar tata nilai di kalangan anak-anak dan

mengadukan anak lain.

Page 42: Farkhan Basyirudin Fps

22

Akibatnya, para korban bullying merasa terisolasi dan dikucilkan oleh

kelompok, teman-teman, dan hubungan sosialnya, tetapi juga menyebabkan

mereka merasa tidak mampu dan tidak menarik. Orang-orang yang telah

diintimidasi sering mengalami kesulitan membentuk hubungan yang baik, dan

cenderung sulit untuk hidup secara normal (Sullivan, 2001).

2.3.3. Saksi Bullying/Penonton

Menurut Lipkins (2008), Penonton adalah orang-orang yang diterima kelompok

dan sudah dilantik menjadi anggota. Dalam beberapa kasus, mereka yang juga

baru bergabung dalam kelompok bisa menjadi penonton, atau beberapa anggota

senior bisa menjadi penonton dengan tipe yang beraneka ragam.

Lipkins (2008) menambahkan, pada dasarnya ada dua jenis penonton,

yakni aktif dan pasif. Saksi aktif biasanya ikut berseru dan turut menertawakan

korban bullying yang tengah dianiaya, atau bisa jadi telah menjadi anggota

kelompok yang di pimpin oleh pelaku bullying. Atau hanya sekedar ikut-ikutan

untuk menyelamatkan dirinya daripada menjadi korban atau nalurinya untuk

bergabung dengan pelaku bullying.

Saksi pasif yang juga berada di arena bullying lebih memilih diam karena

alasan yang wajar yaitu takut. Jika ia melakukan intervensi, atau melaporkan

kepada orang dewasa, ia tidak mau mengambil resiko sebagai korban pelaku

bullying selanjutnya. Situasi seperti ini biasanya menumpulkan empati para saksi

demi keselamatan dirinya.

Ada banyak alasan mengapa beberapa anak menggunakan kecakapan dan

bakat mereka untuk menindas orang lain. Para penindas tidak muncul dari rahim

Page 43: Farkhan Basyirudin Fps

23

sebagai penindas, tapi temperamen sejak lahir merupakan sebuah faktor. Namun

ada faktor lain, yaitu apa yang dikatakan oleh Bronfenbrenner (dalam Coloroso,

2007), seorang ilmuwan sosial, sebagai pengaruh lingkungan: kehidupan di rumah

si penindas, kehidupan di sekolah, masyarakat, serta budaya (termasuk media)

yang mengizinkan atau mendorong perilaku semacam itu. Satu hal yang perlu

diketahui adalah bahwa para penindas diajari untuk menindas. Penindasan

bukanlah tentang kemarahan, tetapi juga bukan konflik. Penindasan adalah sebuah

penghinaan, yaitu sebuah perasaan tidak suka yang kuat terhadap seseorang yang

dianggap tidak berharga, lemah, atau tidak layak, mendapatkan penghargaan.

Dengan kata lain, penindasan adalah arogansi yang terwujud dalam

tindakan. Anak-anak yang menindas memiliki semacam hawa superioritas yang

kerap merupakan sebuah topeng untuk menutupi luka yang dalam dan

ketidakmampuannya. Mereka berdalih bahwa superioritas yang dimilikinya

membolehkan mereka melukai seseorang yang mereka anggap hina, padahal ini

merupakan dalih untuki merendahkan seseorang sehingga mereka dapat merasa

lebih unggul (Coloroso, 2007).

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying

Kebanyakan perilaku bullying berkembang dari berbagai faktor lingkungan yang

kompleks. Tidak ada faktor tunggal menjadi penyebab munculnya bullying.

Faktor-faktor penyebabnya antara lain:

Page 44: Farkhan Basyirudin Fps

24

2.4.1. Faktor Internal

Secara internal pada dasarnya perilaku bullying muncul dari penalaran

moral anak yang rendah. Anak yang melakukan bullying pada temannya karena

anak ingin mendapatkan penghargaan diri dari orang lain dan anak belum

memahami suatu perbuatan benar atau salah berdasarkan norma moral.

Sebagaimana pendapat Budiningsih (2004) mengatakan bahwa penalaran moral

menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan apakah tindakan

tersebut baik atau buruk. Penalaran moral ini yang menjadi indikator dari tahapan

kematangan moral seseorang.

Adanya penalaran moral anak tersebut dapat mengakibatkan anak

memiliki kemampuan untuk menilai tindakan bullying yang menyakiti orang lain

sebagai perbuatan yang tidak boleh di lakukan, sehingga anak dengan penalaran

moral yang tinggi tidak melakukan perilaku bullying. Akan tetapi bagi anak yang

kurang memiliki penalaran moral, tidak memikirkan setiap tindakannya apakah

mengandung nilai-nilai yang baik atau buruk. Anak tersebut tidak mau tahu

apakah perbuatannya akan melukai temannya atau tidak. Sebagaimana yang di

katakan Bukhim (2008) bahwa perilaku menyimpang yang dilakukan anak

disebabkan oleh minimnya pemahaman anak terhadap nilai diri yang positif.

Akibatnya anak tersebut memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku

bullying.

Page 45: Farkhan Basyirudin Fps

25

2.4.2. Faktor Eksternal

a. Faktor Keluarga

Anak yang melihat orang tuanya atau saudaranya melakukan bullying sering akan

mengembangkan perilaku bullying juga. Ketika anak menerima pesan negatif

berupa hukuman fisik di rumah, mereka akan mengembangkan konsep diri dan

harapan diri yang negatif, yang kemudian dengan pengalaman tersebut mereka

cenderung akan lebih dulu meyerang orang lain sebelum mereka diserang.

Bullying dimaknai oleh anak sebagai sebuah kekuatan untuk melindungi diri dari

lingkungan yang mengancam.

b. Faktor Sekolah

Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini, anak-anak

sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka

untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya. Bullying berkembang

dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan masukan yang

negatif pada siswanya misalnya, berupa hukuman yang tidak membangun

sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama

anggota sekolah.

c. Faktor Kelompok Sebaya

Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman sekitar rumah

kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Kadang kala beberapa anak

melakukan bullying pada anak yang lainnya dalam usaha untuk membuktikan

bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri

merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.

Page 46: Farkhan Basyirudin Fps

26

2.5. Pengertian Penalaran Moral

Moral berasal dari kata latin mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat

istiadat, atau kebiasaan (Gunarsa, 1986 dalam Ali, Asrori, 2009).

Sedangkan menurut Hurlock (1981) moral berasal dari bahasa latin

“Mores”, yang berarti budi bahasa, adat istiadat, dan cara kebiasaan rakyat.

Perilaku moral merupakan perilaku di dalam konformitas dengan suatu tata cara

moral kelompok sosial.

Menurut Yusuf (2002), Istilah moral dari bahasa Latin “mos” (Moris),

yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai, atau tata cara

kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan

melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Seseorang dikatakan

bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang

dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya.

Moral menurut Rogers (1986, dalam Ali, Asrori, 2009) merupakan kaidah

norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam hubungannya dengan

kelompok sosial dan masyarakat. moral merupakan standar baik dan buruk yang

ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai

anggota sosial.

Kohlberg menegaskan bahwa moral merupakan bagian dari penalaran.

Maka ia pun menamakannya penalaran moral. Dengan demikian orang yang

bertindak sesuai dengan moral adalah orang yang mendasarkan tindakannya atas

penilaian baik buruknya sesuatu ( dalam Lickona, 1976, dalam Sarwono, 2005).

Page 47: Farkhan Basyirudin Fps

27

Menurut Kohlberg perkembangan moral bersangkut-paut dengan

bertambahnya kemampuan menyesuaikan diri terhadap aturan-aturan atau kaidah-

kaidah yang ada dalam lingkungan hidupnya atau dalam masyarakatnya.

Seseorang telah memperkembangkan aspek moral, bilamana ia telah

menginternalisasikan atau telah mempelajari aturan-aturan atau kaidah-kaidah

kehidupan di dalam masyarakat dan bisa memperhatikan dalam perilaku yang

terus-menerus atau menetap (Gunarsa, 1997)

Penalaran moral berhubungan dengan peraturan dan nilai-nilai mengenai

apa yang dilakukan seseorang dalam interaksinya dengn orang lain, yang diteliti

dalam 3 domain (Santrock : 2003) :

1. Bagaimana remaja mempertimbangkan dan memikirkan peraturan-peraturan

melakukan tingkah laku etis.

2. Bagaimana remaja bertingkah laku dalam situasi moral yang sebenarnya?

3. Bagaimana perasaan remaja mengenai perasaan moral?

Dari beberapa pengertian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa yang

dimaksud penalaran moral adalah pertimbangan individu mengenai baik dan

buruk suatu hal untuk memperkuat aturan, norma atau nilai etis yang dianut yang

diterapkan dalam berbagai situasi yang melibatkan proses kognitif.

2.5.1. Teori Penalaran Moral Piaget

Piaget membagi perkembangan penalaran moral menjadi dua tahap, yaitu:

1. Heteronomous morality ialah tahap pertama perkembangan moral Piaget, yang

terjadi kira-kira umur 4 – 7 tahun. Keadilan dan aturan-aturan dibayangkan

Page 48: Farkhan Basyirudin Fps

28

sebagai sifat-sifat dunia yang tidak boleh diubah, yang lepas dari kendali

manusia.

2. Autonomous morality ialah tahap kedua perkembangan moral Piaget, yang

diperlihatkan oleh anak-anak yang lebih tua (kira-kira usia 10 tahun dan

lebih). Anak menjadi sadar bahwa aturan-aturan dan hukum-hukum diciptakan

oleh manusia dan dalam menilai suatu tindakan, seseorang harus

mempertimbangkan maksud-maksud pelaku dan juga akibat-akibatnya. Anak

usia 7 -10 tahun berada di dalam suatu transisi diantara dua tahap,

menunjukkan ciri dari keduanya.

Pemikir heteronomous juga yakin akan keadilan yang immanen (immanent

justice), yakni suatu konsep bila aturan dilanggar, maka hukuman akan dikenakan

segera. Anak-anak kecil yakin bahwa pelanggaran dihubungkan secara otomatis

dengan hukuman. Oleh karena itu, anak-anak kecil seringkali melihat disekitar

dengan kuatir setelah melakukan suatu pelanggaran, sambil mengharapkan

hukuman yang tidak terelakkan. Anak-anak yang lebih tua yakni pemikir yang

otonomous, menyadari bahwa hukuman ditengahi secara sosial dan hanya terjadi

bila seseorang yang relevan menyaksikan kesalahan dan bahwa, hukuman tidak

terelakkan (Santrock, 2002).

Piaget berpendapat bahwa, seraya berkembang anak-anak juga menjadi

lebih canggih dalam berpikir tentang persoalan-persoalan sosial, khususnya

tentang kemungkinan-kemungkinan dan kondisi-kondisi kerjasama. Piaget yakin

bahwa pemahaman sosial ini terjadi melalui relasi-relasi teman sebaya yang saling

memberi dan menerima. Dalam kelompok teman sebaya, dimana semua anggota

Page 49: Farkhan Basyirudin Fps

29

memiliki kekuasaan dan status yang sama, rencana-rencana dirundingkan dan di

kordinasikan, dan ketidaksetujuan diungkapkan sehingga pada akhirnya

disepakati. Relasi orang tua–anak, dimana orang tua memiliki kekuasaan

sementara anak tidak, tampaknya kurang mengembangkan pemikiran moral,

karena aturan selalu diteruskan dengan cara otoriter. (Santrock, 2002).

2.5.2. Teori Psikoanalisa Freud

Freud menyebutkan bahwa struktur kepribadian seseorang terbagi menjadi tiga

bagian, yaitu id, ego, dan super ego. Super ego merupakan cabang moral dan salah

satu dari tiga struktur utama kepribadian. Terbentuk ketika anak mengatasi konflik

Oedipus dan mengidentifikasi dirinya dengan orang tua yang berjenis kelamin

sama di awal masa kanak-kanak. Melalui identifikasi anak-anak dan remaja

memasukan standar orang tua mereka terhadap apa yang benar dan apa yang

salah. Individu menyesuaikan diri mereka dengan standar masyarakat untuk

menghindari rasa bersalah.

Dalam pandangan Freud, Super ego terdiri dari dua komponen utama yaitu

ego ideal dan concience (kata hati). Ego ideal merupakan persepsi manusia

mengenai sosok manusia yang didambakan. Seseorang akan memberikan reward

dengan memunculkan rasa bangga, dan nilai pribadi bila ia melakukan tindakan

yang sesuai dengan standar moral. Sementara concience (kata hati) akan

menghukum individu tersebut bila ia melakukan tindakan yang tidak bermoral,

dengan cara membuat dirinya merasa bersalah dan tidak berharga (Santrock,

2003).

Page 50: Farkhan Basyirudin Fps

30

2.5.3. Teori Erikson

Erikson (dalam Santrock, 2003) mengemukakan bahwa ada tiga tahap

perkembangan moral yaitu pembelajaran moral yang spesifik di masa anak-anak,

perhatian terhadap ideologi pada masa remaja, dan konsolidasi etis di masa

dewasa. Menurut Erikson selama masa remaja individu melakukan pencarian

identitas. Bila remaja dikecewakan oleh keyakinan moral dan keagamaan yang

mereka peroleh selama masa kanak-kanak, mereka merasa kehilangan tujuan dan

merasa hidup mereka kosong setidaknya untuk sementara. Hal ini dapat membawa

remaja ke usaha mencari ideologi yang akan memberikan tujuan dalam hidup

mereka. Agar suatu ideologi dapat diterima harus ada bukti nyata dan haruslah

sesuai dengan kemampuan remaja untuk berpikir logis. Bila orang lain juga

memiliki ideologi yang sama maka perasaan sebagai bagian dari suatu kelompok

masyarakatpun terbentuk. Bagi Erikson ideologi berperan sebagai pelindung

identitas selama masa remaja karena ideologi memberikan perasaan adanya

tujuan, membantu menghubungkan masa kini dengan masa depan, dan memberi

arti bagi tingkah laku.

2.5.4. Teori Kohlberg

Menurut teori Kohlberg (dalam Santrock, 2002) telah menekankan bahwa

perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang

secara bertahap. Dalam Teori Kohlberg mendasarkan teori perkembangan moral

pada prinsip-prinsip dasar hasil temuan Piaget. Menurut Kohlberg sampai pada

pandangannya setelah 20 tahun melakukan wawancara yang unik dengan anak-

anak. Dalam wawancara , anak-anak diberi serangkaian cerita dimana tokoh-

Page 51: Farkhan Basyirudin Fps

31

tokohnya menghadapi dilema-dilema moral. Berikut ini ialah dilema Kohlberg

yang paling populer:

” Di Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker khusus.

Ada satu obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat tersebut

adalah sejenis radium yang baru-baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di

kota yang sama. Biaya membuat obat ini sangat mahal, tetapi sang apoteker

menetapkan harganya 10X lebih mahal dari biaya pembuatan obat tersebut.

Untuk pembuatan 1 dosis obat ia membayar $ 200 dan menjualnya $2.000. Suami

pasien perempuan, Heinz pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk meminjam

uang, tetapi ia hanya dapat mengumpulkan $1.000 atau hanya setengah dari

harga obat. Ia memberitahu apoteker bahwa istrinya sedang sakit dan memohon

agar apoteker bersedia menjual obatnya lebih murah atau membolehkannya

membayar setengahnya kemudian. Tetapi sang apoteker berkata ”tidak, aku

menemukan obat, dan aku harus mendapatkan uang dari obat itu.” Heinz menjadi

nekat dan membongkar toko obat itu untuk mencuri obat bagi istrinya.”

Cerita ini adalah salah satu dari 11 cerita yang dikembangkan oleh Kohlberg

untuk menginvestigasi hakekat pemikiran moral. Setelah membaca cerita, anak-

anak yang menjadi responden menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema

moral. Haruskah Heinz mencuri obat? Apakah mencuri obat tersebut benar atau

salah? Pataskah suami yang baik itu mencuri?. Dengan adanya cerita di atas

menurut Kohlberg menyimpulkan terdapat 3 tingkat perkembangan moral, yang

masing-masing ditandai oleh 2 tahap.

Page 52: Farkhan Basyirudin Fps

32

Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya teori

Kohlberg , ialah internalisasi yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang

dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal.

Teori Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlberg

terdapat 3 tingkat dan 6 tahap pada masing-masing tingkat terdapat 2 tahap pada

masing-masing tingkat terdapat 2 tahap diantaranya sebagai berikut :

Tingkat satu : Penalaran Pra-konvensional

Penalaran Pra-konvensional (preconventional reasoning) adalah tingkat yang

paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak

tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral. Penalaran moral

dikendalikan oleh imbalan (hadiah) atau hukuman eksternal.

Tahap 1. Orientasi hukuman dan ketaatan (punishment and obedience

orientation) ialah tahap pertama dalam teori perkembangan Kohlberg. Pada

tahap ini penalaran moral didasarkan atas hukuman. Anak-anak taat karena

orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat.

Tahap 2. Individualisme dan tujuan (individualism and purpose) ialah tahap

kedua dalam perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini penalaran moral

didasarkan atas imbalan (hadiah) dan kepentingan sendiri. Anak-anak taat bila

mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat.

Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap

menghasilkan hadiah.

Page 53: Farkhan Basyirudin Fps

33

Tingkat dua: Penalaran Konvensional

Penalaran Konvensional (conventional reasoning) adalah tingkat kedua atau

menengah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini

internalisasi individual ialah menengah. Seseorang mentaati standar-standar

(internal) tertentu, tetapi mereka tidak mentaati standar-standar orang lain

(eksternal), seperti orang tua atau aturan masyarakat.

Tahap 3. Norma-norma interpersonal (interpersonal norms) ialah tahap ketiga

dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini seseorang

menghargai kebenaran, kepedulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai

landasan pertimbangan moral. Anak-anak sering mengadopsi standar-standar

moral orangtuanya pada tahap ini, sambil mengharapkan dihargai oleh

orangtuanya sebagai “perempuan yang baik” atau seorang “laki-laki yang baik”.

Tahap 4. Moralitas sistem sosial (social system morality) ialah tahap keempat

dari perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini pertimbangan-pertimbangan

didasarkan atas pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, keadilan, dan

kewajiban.

Tingkat Tiga: Penalaran Pasca-konvensional

Penalaran Pasca-Konvensional (postconventional reasoning) ialah tingkat

tertinggi dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini moralitas

benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang

lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternaltif, menjajaki pilihan-

pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.

Page 54: Farkhan Basyirudin Fps

34

Tahap 5. Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual (community rights

versus individual rights) ialah tahap kelima dalam perkembangan moral

Kohlberg. Pada tahap ini, seseorang memahami bahwa nilai-nilai dan aturan-

aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang

ke orang lain. Seseorang menyadari bahwa hukum penting bagi masyarakat, tetapi

juga mengetahui bahwa hukum dapat diubah. Seseorang percaya bahwa beberapa

nilai, seperti kebebasan, lebih penting daripada hukum.

Tahap 6. Prinsip-prinsip etis universal (universal ethical principles) ialah tahap

keenam dan tertinggi dalam perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini

seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-

hak manusia yang universal. Bila menghadapi konflik antara hukum dan suara

hati, seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun keputusan itu mungkin

melibatkan resiko pribadi.

Kohlberg percaya bahwa seluruh tingkatan dalam tahap perkembangannya

terjadi secara berurutan sesuai dengan usia. Sebelum mencapai usia 9 tahun

kebanyakan penalaran anak dalam menghadapi dilema moral dilakukan dengan

cara yang pra-konvensional. Pada awal masa remaja, penalaran mereka dilakukan

dengan cara yang lebih konvensional. Kebanyakan penalar remaja berada pada

tahap 3, dengan menunjukkan adanya ciri-ciri pada tahap 2 dan 4. pada awal masa

dewasa, sejumlah kecil individu berpikir dengan cara pasca konvensional

(Santrock, 2002).

Akan tetapi tahap pasca-konvensional tidak terjadi pada semua remaja,

tetapi hanya terjadi pada sebagian dari mereka. Mereka yang mencapai tahap ini

Page 55: Farkhan Basyirudin Fps

35

mendasarkan penilaian terhadap aturan harapan masyarakat pada prinsip-prinsip

moral umum sesuai dengan tingkat 5 dan 6 (Sarwono, 2008).

Skema 2.1 Tahap Perkembangan Moral menurut Kohlberg (Gunarsa, 1997) :

Tingkat Tahap Ciri Khusus

Tingkat I : Pra-konvensional

Tahap 1. Orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman.

Tahap 2. Relativistik hedonism

Harus patuh agar tidak di hukum. Ada faktor pribadi yang relatif dan prinsip kesenangan.

Tingkat II : Konvensional

Tahap 3. Orientasi mengenai anak yang baik.

Tahap 4. Mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas.

Agar menjadi anak yang baik, perbuatannya harus diterima oleh masyarakat. Menyadari kewajibannya untuk ikut melaksanakan norma-norma yang ada dan mempertahankan pentingnya ada norma-norma.

Tingkat III : Pasca-konvensional Tahap 5. terhadap perjanjian antara dirinya

dengan lingkungan sosial. Tahap 6. Prinsip universal.

Perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial. Berbuat baik agar diperlakukan baik. Berkembangnya norma etik (kata hati) untuk menentukan perbuatan moral dengan prinsip uiversal.

Menurut Kohlberg (1995) dalam penelitian empirisnya memperlihatkan

bahwa tidak semua orang akan mencapai tahap tertinggi, melainkan hanya

minoritas kecil yaitu hanya 5 sampai 10 persen dari seluruh penduduk, bahkan

kemudian angka inipun masih diragukannya. Diakui pula, suatu saat orang dapat

jatuh kembali pada tahap moral yang lebih rendah, yang disebutnya sebagai

“regresi fungsional”.

Page 56: Farkhan Basyirudin Fps

36

Kohlberg menambahkan, semua tahap-tahap perkembangan tidak

ditentukan oleh pendapat atau pertimbangan-pertimbangan khusus, melainkan

oleh cara berpikir mengenai soal-soal dan dasar-dasar moral untuk mengadakan

pilihan. Tahap 1 dan 2 yang khas bagi anak-anak muda dan anak-anak nakal,

dilukiskan sebagai tahap “pra-moral” sebab semua putusan sebagian besar dibuat

atas dasar kepentingan diri dan pertimbangan-pertimbangan material. Tahap 3 dan

4 yang berorientasi pada kelompok merupakan tahap “konvensional”, pada tingkat

inilah kebanyakan orang dewasa bertingkah laku. Dua tahap akhir yang mengacu

pada “prinsip” merupakan ciri khas dari 20 hingga 25 persen populasi orang

dewasa, dengan kemungkinan hingga 5 hingga 10 persennya mencapai tahap 6.

2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penalaran Moral.

Menurut Kohlberg (1995) faktor-faktor utama yang didapat dari pengalaman bagi

perkembangan moral, tampaknya berupa jumlah dan keanekaragaman

pengalaman sosial, kesempatan untuk mengambil sejumlah peran dan untuk

berjumpa dengan sudut pandang yang lain.

Senada apa yang telah disebutkan Kohlberg, Gunarsa (1989) menjelaskan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral erat kaitannya

dengan proses kemampuan menentukan sesuatu peran dalam pergaulan dan

menjalankan peran tersebut. Kemampuan berperan memungkinkan individu

menilai berbagai situasi sosial dari berbagai sudut pandangan. Dengan

perkembangan moral, cara berperan bertambah luas sehingga semakin

Page 57: Farkhan Basyirudin Fps

37

bertambahnya peran yang di pegang, semakin banyak pengalaman yang

merangsang perkembangan moral.

2.6.1. Perubahan Konsep Moral

Menurut Hurlock, (1980) salah satu tugas penting yang harus diakuasai remaja

adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompoknya dan kemudian mau

membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing,

diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.

Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku khusus dimasa

kanak-kanak dengan prinsip moral yang berlaku umum dan merumuskannya

kedalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.

Tidak kalah pentingnya, remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang

sebelumnya menjadi tanggung jawab orangtua dan guru.

Hurlock (1980) menambahkan, ada dua kondisi yang membuat

penggantian konsep moral khusus ke dalam konsep yang berlaku umum tentang

benar dan salah yang lebih sulit daripada yang seharusnya

1. Kurangnya bimbingan dalam mempelajari prinsip pokok tentang benar dan

salah, orangtua dan guru jarang menekankan dalam usaha pembinaan remaja

untuk melihat hubungan antara prinsip khusus yang dipelajari sebelumnya

dengan prinsip umum yang penting untuk mengendalikan perilaku dalam

kehidupan orang dewasa.

2. Kondisi kedua yang membuat sulitnya penggantian konsep moral yang

berlaku khusus dengan konsep moral yang berlaku umum berhubungan

dengan jenis disiplin yang diterapkan dirumah dan disekolah. Karena

Page 58: Farkhan Basyirudin Fps

38

orangtua dan guru mengasumsikan bahwa remaja mengetahui apa yang

benar, maka penekanan kedisiplinan hanya terletak pada pemberian hukuman

pada perilaku salah yang dianggap sengaja dilakukan. Penjelasan mengenai

alasan salah tidaknya suatu perilaku jarang ditekankan dan bahkan jarang

memberi ganjaran bagi remaja yang berperilaku benar.

2.6.2. Pembentukan Kode Moral

Selanjutnya Hurlock (1980) menjelaskan, ketika memasuki masa remaja, anak-

anak tidak lagi begitu saja menerima kode moral dari orangtua, guru, bahkan

teman-teman sebaya. Sekarang ia sendiri ingin membentuk kode moral sendiri

berdasarkan konsep benar dan salah yang telah diubah dan diperbaikinya agar

sesuai dengan tingkat perkembangan yang lebih matang dan telah dilengkapi

dengan hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang dipelajari dari orangtua dan

gurunya. Beberapa remaja bahkan melengkapi kode moral mereka dengan

pengetahuan yang diperoleh dari pelajaran agama.

Pembentukan kode moral terasa sulit bagi remaja karena

ketidakkonsistenan dalam konsep benar dan salah yang ditemukan dalam

kehidupan sehari-hari. Ketidakkonsistenan membuat remaja bingung dan

terhalang dalam proses pembentukan kode moral yang tidak hanya memuaskan

tetapi akan membimbingnya untuk memperoleh dukungan sosial. Bagi anak-anak

berbohong merupakan hal yang buruk, namun bagi banyak remaja “berbohong

sosial” atau berbohong untuk menghindari kemungkinan menyakikan hati orang

lain kadang-kadang dibenarkan (Hurlock, 1980).

Page 59: Farkhan Basyirudin Fps

39

2.7. Pondok Pesantren

Menurut Qomar (2005), Pesantren adalah suatu tempat pendidikan dan pengajaran

yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat

tinggal santri yang bersifat permanen.

Dhofier (1994, dalam Qomar, 2005) memandang membagi pesantren

menjadi dua kategori yaitu pesantren salafi dan khalafi. Pesantren salafi tetap

mengajarkan pengajaran kitab-kitab islam klasik sebagai inti pendidikannya.

Penerapan sistem madrasah untuk memudahkan sistem sorongan yang dipakai

dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran

pengetahuan umum. Sedang pesantren khalafi telah memasukan pelajaran-

pelajaran umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkan atau membuka

tipe-tipe sekolah umum di lingkungan pesantren.

Disamping itu Dhofier juga membagi berdasarkan jumlah santri dan

pengaruhnya. Ada pesantren kecil, menengah dan besar. Pesantren kecil biasanya

mempunyai santri mempunyai santri di bawah seribu dan pengaruhnya terbatas

pada tingkatan kabupaten. Pesantren menengah biasanya mempunyai seribu

sampai dua ribu santri, yang mempunyai pengaruh dan menarik santri-santri dari

berbagai kabupaten. Pesantren besar biasanya memiliki lebih dari dua ribu santri

yang berasal dari berbagai kabupaten dan propinsi.

Pesantren pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan lembaga pendidikan

lain seperti sekolah. Bedanya, di pesantren para pelajar disediakan tempat untuk

menginap. Tindak kekerasan di pesantren muncul karena para santri dalam jumlah

besar tinggal di satu tempat. Dalam satu kamar kecil bisa dihuni oleh banyak

Page 60: Farkhan Basyirudin Fps

40

santri. Mereka beraktivitas, mandi, mencuci, makan, dan tidur bersama. Mulai

dari santri junior maupun senior.

Terlebih untuk masuk pesantren belum ada test masuk. Sehingga semua

orang bebas masuk asal membayar biaya administrasi. Anak-anak dari keluarga

broken home dan anak-anak nakal pun seringkali dititipkan ke pesantren agar

insaf. Sehingga para santri dan santriwati bermasalah ini kadangkala

mempengaruhi teman-temannya.

Ada dugaan bahwa pengelolaan konflik tidak penting di pesantren,

mengingat secara demonstratif di lembaga pendidikan tersebut tidak nampak

adanya konflik. Hal itu karena semua hal yang terkait dengan pesantren tunduk

pada inisiatif dan kebijakan Kiyai. Akan tetapi perlu dicatat bahwa di lingkungan

pendidikan apapun sebenarnya akan ditemukan dua macam konflik. Yaitu konflik

yang nyata (manifested conflict) dan konflik tersembunyi (hidden or latent

conflict) (Mastuki dkk, 2004).

Namun begitu, pada dasarnya peran kependidikan menurut Haedari

(2007), pesantren tidak terhenti pada mobilitas vertikal saja (materi-materi

agama), tetapi juga berkembang hingga memasuki wilayah mobilitas horizontal

(kesadaran sosial).

Banyaknya nilai-nilai keagamaan yang di tanamkan di pesantren

hendaknya mampu menciptakan kepribadian-kepribadian santri yang sesuai

dengan standar moral yang berlaku di masyarakat.

Page 61: Farkhan Basyirudin Fps

41

2.8. Kerangka Berpikir

Pesantren merupakan salah satu model pendidikan yang sudah lama mengakar

dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan pesantren merupakan cikal bakal

dari sistem pendidikan Islam yang ada di tanah air ini. Namun begitu, peristiwa

bullying di pesantren terkadang bisa dilihat tapi sulit dibuktikan karena, sering

diselesaikan secara kekeluargaan. Lantas mengapa praktik tersebut sering terjadi

dilembaga yang bertugas mencetak pada agamawan?

Tindakan bullying ini dapat diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau

kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa

tertekan, trauma, dan tidak berdaya. Bentuknya bisa bersifat fisik seperti

memukul, menampar, dan memalak. Bersifat verbal seperti memaki, menggosip,

dan mengejek, serta psikologis seperti mengintimidasi, mengucilkan,

mengabaikan, dan mendiskriminasi (Coloroso, 2007).

Akibatnya, para korban bullying merasa terisolasi dan dikucilkan oleh

kelompok, teman-teman, dan hubungan sosialnya, tetapi juga menyebabkan

mereka merasa tidak mampu dan tidak menarik. Orang-orang yang telah

diintimidasi sering mengalami kesulitan membentuk hubungan yang baik, dan

cenderung sulit untuk hidup secara normal (Sullivan, 2001).

Dengan banyaknya fenomena perilaku remaja melakukan tindak kekerasan

atau bullying, menimbulkan pertanyaan mengenai alasan, pola pikir dan nilai-

nilai moral yang mereka anut sehingga muncul perilaku tersebut. Terlebih mereka

hidup di lingkungan pondok pesantren.

Page 62: Farkhan Basyirudin Fps

42

Menurut teori Kohlberg perkembangan moral manusia terdiri dari tiga

tingkat. Yaitu tingkat pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional.

Masing-masing tingkat diikuti dengan dua tahap perkembangan moral (Santrock,

2002).

Kohlberg menambahkan bahwa, moralitas pasca-konvensional seharusnya

dicapai selama masa remaja. dalam tahap ini individu mempunyai keyakinan

moral dan dapat menyesuaikan diri dengan standar sosial yang diinternalisasikan

dengan didasarkan pada rasa hormat kepada orang lain (Hurlock, 1980).

Hurlock menambahkan, bahwa remaja diharapkan mampu mengganti

konsep-konsep moral yang berlaku khusus dimasa kanak-kanak dengan prinsip

moral yang berlaku umum dan merumuskannya kedalam kode moral yang akan

berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya. Remaja yang tidak berhasil

melakukan peralihan ke dalam tahap moralitas dewasa, maka tugas tersebut di

selesaikan pada awal masa dewasa. Sehingga mereka membentuk kode moral

berdasarkan tahapan konsep moral sebelumnya yang secara sosial belum tentu

dapat di terima.

Menurut Yusuf (2002), Proses perkembangan itu tidak selalu berjalan

dalam alur yang linier, lurus atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai

yang dianut, karena banyak faktor yang menghambatnya. Ini artinya bahwa

dengan masih adanya remaja pada tingkat pra-konvensional atau konvensional,

maka tidaklah heran apabila diantara remaja masih banyak yang melakukan

dekadensi moral termasuk didalamnya perilaku bullying.

Page 63: Farkhan Basyirudin Fps

43

Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat

penalaran moral santri, maka semakin rendah perilaku bullyingnya dan semakin

rendah tingkat penalaran moral santri, maka semakin tinggi perilaku bullyingnya.

Skema 2.2

Kegagalan membentuk kode moral

Benar/ Salah

Kegagalan merubah

konsep moral Khusus/ Umum

Pondok Pesantren

Bullying

Penalaran Moral

Non-Fisik Fisik

Konvensional Pra-konvensional Pasca-konvensional

Tidak terjadi Bullying

Psikologis

2.9. Hipotesa Penelitian

a. Hipotesis Nihil (Ho)

“Tidak ada hubungan yang signifikan antara Penalaran Moral dengan

Perilaku Bullying”

b. Hipotesis Alternatif (Ha)

“Ada hubungan yang signifikan antara Penalaran Moral dengan Perilaku

Bullying”

Page 64: Farkhan Basyirudin Fps

44

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Tipe Penelitian

Penelitian ini mengkaji hubungan antara penalaran moral dengan perilaku

Bullying pada santri. Berdasarkan pendekatan penelitian, peneliti menggunakan

pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menjelaskan,

meramalkan dan/atau mengontrol fenomena melalui pengumpulan data terfokus

dari data numerik (Santoso, 2000).

Pada penelitian kuantitatif ini menggunakan metode deskriptif dengan

jenis penelitian korelasional (descriptive correlational study), sebab peneliti ingin

mencari hubungan antara penalaran moral dengan perilaku bullying. Menurut

Suryabrata (2006), penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan

menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada

satu atau lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi. Dengan penelitian

korelasional, pengukuran terhadap beberapa variabel serta saling hubungan antara

variabel-variabel tersebut dapat dilakukan secara serentak dalam kondisi yang

realistik. Hal ini juga memungkinkan bagi peneliti untuk memperoleh informasi

mengenai taraf hubungan yang terjadi, bukan mengenai ada tidaknya efek variabel

satu dengan variabel yang lain.

Page 65: Farkhan Basyirudin Fps

45

3.2. Identifikasi dan klasifikasi variabel

Yang menjadi variabel bebas (independence variable) adalah penalaran moral,

sedangkan yang menjadi variable terikat (dependence variable) adalah perilaku

Bullying.

3.3. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel

3.3.1. Definisi Konseptual

Perilaku Bullying merupakan perilaku kekerasan yang dilakukan oleh senior

terhadap juniornya dilakukan secara berulang-ulang dan dalam periode waktu

tertentu. Bentuk dari perilaku Bullying dapat berupa fisik, psikologis, baik verbal

maupun non verbal, atau gabungan dari keduanya(Coloroso, 2007).

Penalaran moral adalah pertimbangan individu mengenai baik dan buruk suatu hal

untuk memperkuat aturan, norma atau nilai etis yang dianut yang diterapkan

dalam berbagai situasi yang melibatkan proses kognitif (Kohlberg, 1995).

3.3.2. Definisi Operasional

Perilaku Bullying adalah skor yang diperoleh dari responden melalui skala

perilaku Bullying yang diajukan kepada santriwan dan santriwati tingkat Aliyah

(SMA) berdasarkan penilaiannya yang mencakup penindasan secara fisik,

penindasan verbal, dan penindasan psikologis.

Page 66: Farkhan Basyirudin Fps

46

Penalaran moral adalah skor yang diperoleh dari jawaban responden

terhadap skala penalaran moral yang di ukur melalui aspek-aspeknya, yaitu

orientasi hukuman dan ketaatan, individualisme, norma-norma interpersonal,

moral dalam sistem sosial, hak-hak masyarakat, prinsip-prinsip etis universal.

3.4. Populasi dan Subyek Penelitian

3.4.1. Populasi

Gay (1976; dalam Sevilla, 1993) mendefinisikan populasi sebagai kelompok di

mana peneliti akan menggeneralisasikan hasil penelitiannya. Sebagai suatu

populasi, kelompok subjek ini harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik bersama

yang membedakannya dari kelompok subjek yang lain. Untuk penelitian ini

jumlah populasi sebesar 108 santri kelas 3 Aliyah Pondok Pesantren Assa’adah

Serang, Banten.

3.4.2. Subyek (sampel)

Sedangkan subyek (sampel), menurut Ferguson (1980; dalam Sevilla, 1993),

adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi atau porsi

dari suatu populasi. Ukuran sampel minimum yang dapat diterima berdasarkan

tipe penelitian korelasional adalah sampel dapat dikatakan besar bila terdiri dari

30 orang atau lebih. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 108 santri kelas 3

Aliyah. Sedangkan sampel yang di ambil sebanyak 80 subjek.

Tabel 3.1 : Jumlah populasi dan sampel

Populasi Sampel 108 orang 80 orang

Page 67: Farkhan Basyirudin Fps

47

3.4.3. Teknik Pengambilan Subyek

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara probability sampling

dengan teknik simple random sampling. Menurut Suryabrata (2006), bahwa

teknik simple random sampling adalah suatu teknik pengambilan sampel yang

digunakan jika populasi dianggap homogen, dan tersedia daftar, nomor urut dari

seluruh unit populasi. Karena dilakukan secara probability sampling, maka semua

individu akan mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel

dalam penelitian ini. Sesuai dengan tujuan penelitian, yang menjadi subyek

penelitian ini adalah santri kelas 3 Aliyah Pondok Pesantren Assa’adah Santri

kelas 3 Aliyah jurusan IPA, IPS dan Bahasa.

Teknik penelitian ini dengan undian menggunakan kertas kecil-kecil yang

di tuliskan nomor subjek, satu nomor untuk setiap kertas. Kemudian kertas

digulung, dengan tanpa prasangka di ambil beberapa gulungan kertas sehingga

nomor-nomor yang tertera pada gulungan kertas yang terambil itulah yang

merupakan nomor subjek penelitian (Arikunto, 2006).

3.5. Instrumen Penelitian

Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan skala, yaitu sejumlah pernyataan

tertulis untuk memperoleh jawaban dari responden, dengan item pernyataan

positif (favorable) dan negatif (unfavorable). Skor akhir subjek adalah skor total

dari jawaban pada setiap pernyataan. Terdapat empat jawaban alternatif, yaitu

sangat sesuai (SS), sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Page 68: Farkhan Basyirudin Fps

48

Subyek diminta memilih derajat kesetujuan dan ketidaksetujuan untuk setiap

pernyataan. Skoring yang digunakan untuk setiap kategori pada setiap item dalam

penelitian ini adalah berdasarkan norma pada tabel di bawah ini.

Skor untuk untuk masing-masing penyataan:

Tabel 3.2 : Bobot Nilai Skala

Skala Favorable Unfavorable Sangat Sesuai

Sesuai Tidak Sesuai

Sangat Tidak Sesuai

4 3 2 1

1 2 3 4

Adapun skala dalam penelitian ini adalah menggunakan skala model Likert, yang

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi responden terhadap suatu

objek karena pembuatannya relatif mudah dan reliabilitasnya tinggi. Dalam skala

ini subjek diharuskan memilih jawaban yang paling menggambarkan tentang

dirinya sendiri dan bukan pendapat orang lain tentang suatu pernyataan (Umar,

2008)

Peneliti menggunakan skala model Likert yang terdiri dari 2 macam, yaitu skala

Penalaran Moral dan Perilaku Bullying .

Page 69: Farkhan Basyirudin Fps

49

Tabel 3.3: Blue Print Skala Perilaku Bullying

Jenis Indikator No item favorable

No item unfavorable Jml.

• Menghina secara rasial 14, 18 20, 21, 22, 23

• Memberikan julukan nama jelek kepada korban 13 19

Penindasan Verbal

• Mengintimidasi secara kasar 15, 16, 17 24

12

• Menyakiti anggota tubuh 1, 2, 3, 4, 5 8, 9, 10 Penindasan Fisik • Menghancurkan barang-barang

milik korban 6, 7 11, 12 12

• Pandangan yang agresif 26, 30 31, 32, 36

• Bahasa tubuh yang kasar. 25, 34 Penindasan Psikologis

• Mengabaikan persahabatan korban 27, 28, 29 33, 35

12

Total 19 17 36

Selanjutnya skor subyek pada setiap pernyataan dijumlahkan dan nilai total

menjadi skor setiap subyek. Makin tinggi skor subjek, maka perilaku Bullying

subyek semakin tinggi. Dan sebaliknya, semakin rendah skor subyek, maka

semakin rendah perilaku Bullying subyek.

Tabel 3.4: Blue Print Skala Penalaran Moral

Aspek Indikator No Item Favorable

No Item Unfavorable Jml.

Orientasi Hukuman dan ketaatan

Penalaran moral didasarkan atas penghindaran hukuman 1, 2, 3 4, 5, 6 6

Individualisme Penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah) dan kepentingan sendiri.

7, 8, 9 10, 11, 12 6

Norma-norma interpersonal

Agar menjadi anak yang baik, perbuatannya harus diterima oleh masyarakat

13, 14, 15 16, 17, 18 6

Moral dalam sistem social

Menyadari kewajibannya untuk ikut melaksanakan norma-norma yang ada dan mempertahankan pentingnya

19, 20, 21 22, 23, 24 6

Page 70: Farkhan Basyirudin Fps

50

adanya norma

Orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial.

Berbuat baik agar diperlakukan baik oleh lingkungan.

25, 26, 27 28, 29, 30 6

Prinsip-prinsip etis universal

Berkembangnya norma etik (kata hati) 31, 32, 33 34, 35, 36 6

Jumlah 18 18 36

Selanjutnya skor subyek pada setiap pernyataan dijumlahkan dan nilai

total menjadi skor setiap subyek. Makin tinggi skor subyek, maka penalaran moral

subyek semakin tinggi. Dan jika sebaliknya, yaitu semakin rendah skor subyek,

maka semakin rendah pula penalaran moralnya.

3.6. Hasil Uji Coba Instrumen Peneliltian

3.6.1. Hasil Uji Skala Perilaku Bullying

Dari 36 item yang di uji cobakan, terdapat 29 item yang valid pada taraf

kepercayaan 95 %, sedangkan 7 item lainnya tidak valid. Nomor item skala

perilaku bullying yang valid dapat di lihat pada tabel berikut:

Tabel 3.5:

Kisi-kisi Skala Perilaku Bullying

Jenis No item favorable No item unfavorable

Jumlah Item Valid

14*, 18* 20*, 21*, 22*, 23* 13* 19* Penindasan Verbal

15, 16*, 17* 24*

11

1*, 2*, 3*, 4*, 5* 8*, 9*, 10* Penindasan Fisik 6, 7 11*, 12*

10

Page 71: Farkhan Basyirudin Fps

51

26, 30 31*, 32*, 36*

25*, 34* Penindasan Psikologis

27, 28*, 29* 33, 35*

8

Jumlah Item Valid 13 16 29

Keterangan : * Item valid

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 36 item skala perilaku bullying,

ada 29 item yang valid dengan α = 0,05, yaitu item 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 11, 12,

13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 28, 29, 31, 32, 34, 35, dan 36. Item-

item yang valid itulah yang dijadikan alat ukur untuk penelitian. Dari uji coba

reliabilitas item yang valid pada skala perilaku bullying, diperoleh koefisien alpha

cronbach sebesar 0.908. angka tersebut dapat dikatakan reliabel karena menurut

Azwar (2003), koefisien yang tinggi adalah yang mendekati angka 1.00.

3.6.2. Hasil Uji Skala Penalaran Moral

Dari 36 item yang di uji cobakan, terdapat 25 item yang valid pada taraf

kepercayaan 95 %, sedangkan 11 item lainnya tidak valid. Nomor item skala

penalaran moral yang valid dapat di lihat pada tabel berikut:

Tabel 3.6:

Kisi-kisi Skala Penalaran Moral

Aspek No Item Favorable

No Item Unfavorable

Jumlah Item Valid

Orientasi Hukuman dan ketaatan 1*, 2*, 3* 4*, 5, 6*

5

Individualisme 7*, 8, 9 10*, 11*, 12* 4

Norma-norma interpersonal 13, 14*, 15* 16*, 17*, 18*

5

Page 72: Farkhan Basyirudin Fps

52

Moral dalam sistem sosial 19, 20, 21* 22*, 23*, 24*

4

Orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial.

25, 26, 27* 28*, 29*, 30

3

Prinsip-prinsip etis universal 31*, 32, 33* 34*, 35*, 36 4

Jumlah Item Valid 10 15 25

Keterangan : * item valid

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 36 item skala perilaku bullying,

ada 25 item yang valid dengan α = 0,05, yaitu item 1, 2, 3, 4, 6, 7, 10, 11, 12, 14,

16, 17, 18, 21, 22, 23, 24, 27, 28, 29, 31, 33, 34, dan 35. Item-item yang valid

itulah yang dijadikan alat ukur untuk penelitian.

Selanjutnya item yang valid pada skala penalaran moral, diperoleh

koefisien alpha cronbach sebesar 0.923. Hasil tersebut menunjukkan bahwa skala

penalaran moral ini dapat dikatakan reliabel karena menurut Azwar (2003),

koefisien reliabilitas yang tinggi adalah yang mendekati angka 1.00.

Adapun untuk mengetahui klasifikasi reliabilitas alat ukur dapat dilihat

pada penjelasan berikut :

Tabel 3.7: Klasifikasi Reliabilitas

Koefisien reliabilitas Klasifikasi reliabilitas

> 0.90 Sangat reliabel 0.70 – 0.89 Reliabel 0.40 – 0.69 Cukup reliabel 0.20 – 0.39 Tidak reliabel

Page 73: Farkhan Basyirudin Fps

53

3.7. Teknik Uji Instrumen Penelitian

Sesuai dengan kaidah penelitian, maka peneliti mengadakan uji instrumen

penelitian yang akan peneliti gunakan. Tahap awal peneliti membuat item skala

yang kemudian melakukan try out. Untuk menguji validitas dari setiap item

pernyataan dilakukan analisis item, yaitu mengkorelasikan setiap item dengan

skor total, koefesien korelasinya diperhitungkan sebagai validitas item-item yang

memiliki korelasi signifikan langsung dipilih sebagai skala final dan dihitung,

sedangkan item yang tidak memiliki korelasi signifikan diabaikan. Penghitungan

korelasi dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi pearson-product

moment, dan penghitungannya menggunakan program perangkat lunak SPSS

18.00.

Adapun untuk menghitung reliabilitas dari kedua skala ini dilakukan

dengan menggunakan rumus alpha cronbach, yaitu dalam pengolahannya,

penghitungan reliabilitas ini menggunakan program komputer khusus untuk

penghitungan data penelitian yaitu program perangkat lunak SPSS 18.00.

3.8. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisa data yang berkaitan dengan tujuan penelitian yang

menghubungkan antara penalaran moral dengan perilaku bullying santri, maka

akan digunakan rumus korelasi pearson product moment dengan mengunakan

program perangkat lunak SPSS 18.00.

Page 74: Farkhan Basyirudin Fps

54

Adapun untuk menganalisa data yang berkaitan dengan penelitian yang

membandingkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan terhadap penalaran moral

maupun perilaku bullying, maka digunakan t-test antar kelompok dan statistika

sederhana dengan menggunakan program perangkat lunak SPSS 18.00.

3.9. Prosedur Penelitian

3.9.1. Tahap Persiapan

1. Di mulai dengan perumusan masalah

2. Menentukan variabel penelitian

3. Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan landasan

teoritis yang tepat

4. Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan

dalam penelitian ini, yaitu skala penalaran moral dan skala perilaku

bullying.

5. Menentukan lokasi penelitian

6. Melakukan uji coba alat ukur (try out)

3.9.2. Tahap Pengambilan Data

1. Menentukan sampel penelitian

2. Memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan meminta

kesediaan subyek untuk mengisi kuesioner penelitian.

3. Melaksanakan pengambilan data dengan memberikan kuesioner yang telah

disiapkan kepada subjek penelitian

Page 75: Farkhan Basyirudin Fps

55

3.9.3. Tahap Pengolahan Data

1. Melakukan skoring terhadap hasil kuesioner yang telah diisi oleh

responden.

2. Menghitung dan mencatat tabulasi data yang diperoleh, kemudian

membuat tabel data.

3. Melakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik untuk

menguji hipotesis penelitian.

3.9.4. Tahap Pembahasan

1. Menginterpretasikan dan membahas hasil analisis statistik berdasarkan

teori.

2. Merumuskan kesimpulan hasil penelitian yang di peroleh dan dibahas

berdasarkan data dan teori yang ada.

Page 76: Farkhan Basyirudin Fps

56

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Sampel

4.1.1. Gambaran Umum Berdasarkan Jenis Kelamin

Pengambilan responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 80 orang remaja

yang berusia 17-20 tahun berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, dapat di

gambarkan sebagai berikut:

Tabel 4.1 Gambaran Responden berdasarkan jenis kelemin

Jenis kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 41 51.3

Perempuan 39 48.8

Jumlah 80 100.0

Dari tabel diatas dapat terlihat, frekuensi sampel dalam penelitian ini

diperoleh dari 80 responden berdasarkan jenis kelamin. Dalam penelitian ini

sebanyak 51.3 % dari 41 responden laki-laki sedangkan untuk perempuan

sebanyak 48.8 % dari 39 responden.

4.1.2. Gambaran Umum Berdasarkan Usia

Rentang usia dalam penelitian ini adalah remaja akhir yaitu usia 17-20 tahun,

berikut adalah tabel responden berdasarkan usia.

Page 77: Farkhan Basyirudin Fps

57

Tabel 4.2. Gambaran Responden Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persentase 17 3 3.8 18 58 72.5 19 15 18.8 20 4 5.0

Jumlah 80 100.0

Dari tabel 4.2 terlihat bahwa responden dalam penelitian ini adalah remaja

yang berusia 17-20 tahun , dimana responden berusia 17 tahun sebanyak 3 orang

yaitu 3.8 %, responden berusia 18 tahun sebanyak 58 orang yaitu 72.5 %,

responden berusia 19 tahun sebanyak 15 orang yaitu 18.8 %, dan responden

berusia 20 tahun sebanyak 4 orang yaitu 5.0 %.

4.1.3. Gambaran Umum Berdasarkan Jurusan

Selanjutnya responden berdasarkan jurusan, berikut tabel jumlah responden

berdasarkan jurusan.

Tabel 4.3 Gambaran responden berdasarkan jurusan

Jurusan Frekuensi Persentase IPA 26 32.5 IPS 26 32.5

Bahasa 28 35.0 Jumlah 80 100.0

Responden pada kelompok kelas jurusan IPA sebanyak 26 orang atau 32.5

%, kelas jurusan IPS sebanyak 26 orang atau 32.5 %, dan kelas jurusan Bahasa

sebanyak 28 orang atau 35.0 %.

Page 78: Farkhan Basyirudin Fps

58

4.2. Uji Persyaratan

4.2.1. Uji Normalitas

Uji kenormalan bertujuan untuk menguji apakah data sampel terdistribusi secara

normal atau tidak normal, untuk menguji kenormalan data yang responden

pengujiannya kurang dari 100 maka digunakan Shapiro Wilk. Karena uji Shapiro

Wilk adalah salah satu cara untuk menguji kebaikan yang pantas (goodness of fit)

dan baik digunakan apabila responden pengujian kurang dari 100 (Kuncono,

2005). Dalam hal ini digunakan untuk menentukan apakah distribusi frekuensi

pengamatan dari suatu variabel secara signifikan berbeda dari yang diharapkan

atau distribusi frekuensi teoritis. Sehingga hipotesis statistiknya adalah distribusi

frekuensi hasil pengamatan bersesuaian dengan distribusi frekuensi harapan

(teoritis) (Sevilla, 1993). Adapun yang dapat diajukkan adalah :

Hο = Sampel dari populasi yang bedristribusi normal

H¹ = Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Dengan demikian, berdasarkan hasil uji normalitas shapiro wilk diperoleh data

pada skala penalaran moral, dinyatakan nilai signifikansi adalah p 0,051 dengan

menggunakan taraf signifikansi alpha 5 % (α 0,05). Maka diketahui nilai 0,051 >

0,05 sehingga data dalam penelitian ini berdistribusi normal, dan dalam uji

hipotesanya termasuk dalam statistik parametrik.

Page 79: Farkhan Basyirudin Fps

59

Tabel 4.4 Hasil uji normalitas skala Penalaran Moral

Tests of Normality

.121 80 .006 .969 80 .051Penalaran_MoralStatistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Lilliefors Significance Correctiona.

Gambar 4.1

Scatterplot skala Penalaran Moral

Normal Q-Q Plot of Penalaran_Moral

Observed Value40

Expected Normal

-2.5

0.0

2.5

50 60 70 80 90 100

Dari gambar di atas, dapat terlihat bahwa sebaran data variabel sikap terhadap

penalaran moral tersebar dekat di sekeliling garis, yang berarti data tersebut bisa

dikatakan berdistribusi normal (Santoso, 2000).

Page 80: Farkhan Basyirudin Fps

60

Sedangkan untuk uji normalitas skala perilaku Bullying dapat dilihat

dalam tabel berikut :

Tabel 4.5 : Hasil uji normalitas skala perilaku bullying

Tests of Normality

.129 80 .002 .972 80 .081Perilaku_BullyingStatistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Lilliefors Significance Correctiona.

Dari tabel di atas dapat diketahui hasil uji normalitas data pada perilaku bullying

diperoleh angka probabilitas sebesar 0.081 dengan menggunakan taraf signifikansi

5 %, maka diketahui bahwa nilai probabilitas 0.081 > 0.05 sehingga dapat di

simpulkan bahwa data berdistribusi normal.

Gambar 4.2 : Scatterplot skala perilaku bullying

Normal Q-Q Plot of Perilaku_Bullying

Observed Value

30 -2

0

2 Expected Normal

40 50 60 70 80 90

Page 81: Farkhan Basyirudin Fps

61

Dari gambar di atas, dapat terlihat bahwa sebaran data variabel perilaku

bullying tersebar dekat di sekeliling garis, yang berarti data tersebut bisa di

katakan berdistribusi normal (Santoso, 2000).

4.2.2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk menguji bahwa dua atau lebih kelompok dari

data sampel berasal dari populasi yang memiliki varian yang sama (Suharsimi,

2006). Kesamaan asal sampel ini antara lain dibuktikan dengan adanya kesamaan

variasi-variasi kelompok yang membentuk sampel tersebut. Jika ternyata tidak

terdapat perbedaan variasi di antara kelompok dan ini mengandung arti bahwa

kelompok-kelompok tersebut homogen, maka dapat di katakan bahwa kelompok-

kelompok sampel tersebut berasal dari populasi yang sama. Pengujian

homogenitas sampel sangat penting apabila peneliti bermaksud melakukan

generalisasi untuk hasil penelitiannya serta penelitian yang data penelitiannya di

ambil dari kelompok-kelompok terpisah yang berasal dari satu populasi

(Suharsimi, 2006).

Dalam penelitian ini, uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan

rumus One-Way Anova. Adapun hipotesis yang dapat diajukan adalah :

Hο = Varians data bersifat homogen atau identik

H¹ = Varians data bersifat tidak homogen atau tidak identik

Ada dua macam cara pengambilan keputusan yang dapat dilakukan, yaitu

menggunakan probabilitas dan membandingkan uji F hitung dengan F tabel. Jika

pengambilan keputusan menggunakan probabilitas, maka kesimpulan yang dapat

Page 82: Farkhan Basyirudin Fps

62

di ambil adalah probabilitas > 0,05, maka Hο diterima. Sedangkan probabilitas <

0,05, maka Hο ditolak. Jika pengambilan keputusan menggunakan perbandingan F

hitung dan F tabel, maka kesimpulan yang dapat di ambil adalah F hitung < F

tabel, maka Hο diterima. Tetapi, jika F hitung > F tabel, maka Hο ditolak.

Berdasarkan hasil uji homogenitas yang dilakukan melalui program SPSS

18.00 diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.6

Test of Homogeneity of Variances

Penalaran_Moral

1.503 3 76 .220Levene Statistic df1 df2 Sig.

Tabel 4.7

Test of Homogeneity of Variances

Perilaku_Bullying

.775 3 76 .511Levene Statistic df1 df2 Sig.

Pengambilan keputusan untuk data penelitian ini menggunakan

perbandingan probabilitas. Dari tabel uji homogenitas di atas sebagaimana

terdapat dalam lampiran kolom Test of Homogenity of Variances pada Levene

Statistic, dapat diketahui bahwa skala sikap terhadap Penalaran Moral memiliki

nilai signifikansi 0.220 > 0.05 sehingga Hο diterima, artinya varians data bersifat

homogen atau populasi-populasi berasal dari varians yang sama. Sedangkan pada

skala perilaku bullying memiliki nilai signifikansi 0.511 > 0.05 sehingga Hο

diterima dan artinya varians data bersifat homogen.

Page 83: Farkhan Basyirudin Fps

63

4.3. Distribusi Penyebaran Skor Responden

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan program SPSS

versi 18.00 diperoleh sebagai berikut :

Tabel 4.8 : Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Penalaran_Moral 80 47 91 69.07 10.887

Perilaku_Bullying 80 36 89 60.93 12.655

Valid N (listwise) 80

Dari tabel 4.8 dapat dijelaskan bahwa penalaran moral memiliki nilai

minimum 47 dan nilai maksimum 91 dengan mean atau rata-rata 69.07 serta

standard deviasi sebesar 10.887. Sedangkan untuk perilaku bullying diperoleh

nilai minimum 36 dan nilai maksimum 89 dengan mean atau rata-rata 60.93 serta

standard deviasi sebesar 12.655.

4.3.1. Kategorisasi Skor Responden

Untuk mengetahui norma penalaran moral, maka penulis membaginya dalam tiga

kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Dari perhitungan statistik diketahui

untuk skala penalaran moral dengan mean sebesar 69.07dengan SD sebesar

10.887, maka untuk mengklasifikasikan berdasarkan skor yang diperoleh dapat

dilihat pada tabel berikut :

Page 84: Farkhan Basyirudin Fps

64

Tabel 4.9 : Norma Penalaran Moral

Kategori Klasifikasi Skor Interval/Norma Jumlah Persentase Tinggi Mean + 1 SD ke atas > 79.96 10 12.8 % Sedang Mean ± 1 SD 58.18 - 79.96 59 73.1 % Rendah Mean – 1 SD ke bawah < 58.18 11 14.1 % Jumlah 80 100

Dari tabel di atas diketahui bahwa responden yang memiliki kategori

tinggi terhadap penalaran moral berjumlah 10 orang (12.8 %), responden yang

memiliki kategori sedang penalaran moral berjumlah 59 orang (73.1 %), dan

responden yang memiliki kategori rendah penalaran moral berjumlah 11 orang

(14.1 %).

Sedangkan, untuk mengetahui norma perilaku bullying maka penulis

membaginya dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Dari

perhitungan statistik diketahui untuk skala perilaku bullying dengan mean sebesar

60.93 dengan SD sebesar 12.655, maka untuk mengklasifikasikan berdasarkan

skor yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.10 : Norma Perilaku Bullying

Kategori Klasifikasi Skor Interval/Norma Jumlah Persentase Tinggi Mean + 1 SD ke atas > 73.58 15 19.1 % Sedang Mean ± 1 SD 48.27- 73.58 51 63.3 % Rendah Mean – 1 SD ke bawah < 48.27 14 17.6 % Jumlah 80 100 %

Dari tabel di atas diketahui bahwa responden yang memiliki kategori

tinggi terhadap perilaku bullying berjumlah 15 orang (19.1 %), responden yang

memiliki kategori sedang perilaku bullying berjumlah 51 orang (63.3 %), dan

responden yang memiliki kategori rendah perilaku bullying berjumlah 14 orang

(17.6 %).

Page 85: Farkhan Basyirudin Fps

65

4.3.2. Kategorisasi Skor Responden Berdasarkan Usia

Sesuai dengan keterangan di atas, maka data yang diperoleh berdasarkan sampel

yang di ambil adalah sebagai berikut :

Tabel 4.11 : Kategori Penalaran Moral

Usia Tinggi Sedang Rendah Jumlah Persentase

17 tahun 0 2 1 3 3.75 % 18 tahun 8 42 9 59 73.75 % 19 tahun 1 14 0 15 18.75 % 20 tahun 1 1 1 3 3.75 %

Total 80 100 %

Berdasarkan data di atas diketahui banyaknya sebaran responden pada

skala penalaran moral yang berusia 17 tahun berjumlah 3 orang, yaitu yang

memiliki penalaran moral tinggi tidak ada, penalaran moral sedang 2 orang,

penalaran moral rendah 1 orang santri. Usia 18 tahun berjumlah 59 orang, yaitu 8

santri memiliki penalaran moral yang tinggi, 42 orang santri memiliki penalaran

moral sedang, dan 9 orang santri memiliki penalaran moral rendah. Usia 19 tahun

berjumlah 15 orang, yaitu 1 orang memiliki penalaran moral tinggi, 14 orang

santri memiliki penalaran moral sedang, dan tidak ada yang memiliki penalaran

moral rendah. Usia 20 tahun berjumlah 3 orang, yaitu 1 santri memiliki penalaran

moral yang tinggi, 1 orang santri memiliki penalaran moral sedang, dan 1 orang

santri memiliki penalaran moral rendah.

Page 86: Farkhan Basyirudin Fps

66

Tabel 4.12 : Kategori Perilaku Bullying

Usia Tinggi Sedang Rendah Total Persentase

17 tahun 0 3 0 3 3.75 % 18 tahun 13 35 10 58 72.5 % 19 tahun 2 11 2 15 18.75 % 20 tahun 1 2 1 4 5 %

Total 80 100 %

Berdasarkan data di atas diketahui banyaknya sebaran responden pada

skala perilaku bullying yang berusia 17 tahun berjumlah 3 orang, yaitu yang

memiliki perilaku bullying tinggi tidak ada, penalaran moral sedang 3 orang,

perilaku bullying rendah tidak ada. Usia 18 tahun berjumlah 58 orang, yaitu 13

santri memiliki perilaku bullying yang tinggi, 35 orang santri memiliki perilaku

bullying sedang, dan 10 orang santri memiliki perilaku bullying rendah. Usia 19

tahun berjumlah 15 orang, yaitu 2 orang memiliki perilaku bullying tinggi, 11

orang santri memiliki perilaku bullying sedang, dan 2 orang santri memiliki

perilaku bullying rendah. Usia 20 tahun berjumlah 4 orang, yaitu 1 santri memiliki

perilaku bullying yang tinggi, 2 orang santri memiliki perilaku bullying sedang,

dan 1 orang santri memiliki perilaku bullying rendah.

4.4. Hasil Utama Penelitian atau Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product

moment dari Pearson, yaitu dengan mengkorelasikan jumlah skor variabel

penalaran moral dengan perilaku bullying. Rumus korelasi product moment ini

digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan antar dua variabel. Lalu peneliti

menggunakan analisis uji beda (uji T) untuk melihat

Page 87: Farkhan Basyirudin Fps

67

perbedaan antara dua kelompok subjek pada masing-masing variabel. Untuk

penghitungannya dilakukan dengan menggunakan program SPSS 18.00 for

windows.

4.4.1. Uji Hubungan Penalaran Moral Dengan Perilaku Bullying

Tabel 4.13 : Hubungan antara Penalaran Moral dengan Perilaku Bullying

Correlations

Penalaran_Moral Perilaku_Bullying

Pearson Correlation 1 -.298**

Sig. (2-tailed) .007

Penalaran_Moral

N 80 80

Pearson Correlation -.298** 1

Sig. (2-tailed) .007 Perilaku_Bullying

N 80 80

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Berdasarkan tabel di atas diketahui, bahwa koefisien korelasi antara skala

Penalaran Moral dengan Perilaku Bullying adalah sebesar - 0.298 dengan nilai

signifikansi atau probabilitas 0.005 (p < 0.01) maka dapat disimpulkan bahwa H0

ditolak. Artinya bahwa jika penalaran moralnya rendah maka perilaku

bullyingnya tinggi. Hal ini menunjukkan ada hubungan yang negatif dan

signifikan antara Penalaran Moral dengan Perilaku Bullying.

Dalam hal ini, untuk mengetahui sejauhmana penalaran moral di masa

mendatang dapat diprediksi munculnya perilaku bullying, peneliti menggunakan

regresi sederhana. Berikut penghitungan regresi sederhana dengan menggunakan

SPSS 18.00 for windows.

Page 88: Farkhan Basyirudin Fps

68

Tabel 4.14 : Regresi Sederhana

Model Summary

.298a .089 .077 12.156Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

Predictors: (Constant), Penalaran_Morala.

Hubungan antara variabel penalaran moral (x) dan perilaku bullying (y)

mempunyai R = 0,298 atau 29,8%. Dan besar sumbangan pengaruh variabel (x)

terhadap (y) sebesar R Square (r2) = 0,089 atau 0,9%. R Square (r2) disebut

koefisien determinasi, yang menggambarkan seberapa besar perubahan antar

variasi dari variabel dependen yang dalam hal ini berarti 0,9% dari variansi

perilaku bullying bisa dijelaskan oleh variabel penalaran moral. Sedangkan

sisanya (100% - 0,9% = 99,1%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti

dalam penelitian ini. r2 berkisar pada angka 0 sampai 1, dengan catatan semakin

kecil r2, semakin lemah hubungan kedua variabel.

4.4.2. Uji Beda Penalaran Moral dan Perilaku Bullying Berdasarkan Jenis

Kelamin

Tabel 4.15 : Uji Beda Penalaran Moral Berdasarkan Jenis Kelamin

Independent Samples Test

1.443 .233 .736 78 .464 1.797 2.442 -3.065 6.660

.734 75.752 .465 1.797 2.450 -3.082 6.677

Equal variancesassumedEqual variancesnot assumed

Penalaran_MoralF Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Page 89: Farkhan Basyirudin Fps

69

Terlihat bahwa t hitung untuk penalaran moral dengan equal variances assumed

adalah 0,736, sedangkan t tabel bisa di hitung pada tabel t-test dengan α = 0,05, df =

80 (didapat dari rumus n-2, dimana n adalah jumlah sampel, 80 – 2 = 78) didapat t

tabel 2.00 (0,736< 2,00). Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom sig. (2-

tailed) adalah 0.464 atau probabilitas di atas 0,05 (0,464 > 0,05). Dengan

demikian Ho diterima atau tidak terdapat perbedaan penalaran moral antara

remaja akhir laki-laki dengan remaja akhir perempuan. Artinya, penalaran moral

antara remaja akhir laki-laki dengan remaja akhir perempuan adalah sama.

Tabel 4.16 : Uji Beda Perilaku Bullying Berdasarkan Jenis Kelamin

Independent Samples Test

.590 .445 -.104 78 .917 -.296 2.848 -5.967 5.374

-.104 77.363 .917 -.296 2.851 -5.974 5.381

Equal variancesassumedEqual variancesnot assumed

Perilaku_BullyingF Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Terlihat bahwa t hitung untuk penalaran moral dengan equal variances assumed

adalah 0,445, sedangkan t tabel bisa di hitung pada tabel t-test dengan α = 0,05, df =

80 (didapat dari rumus n-2, dimana n adalah jumlah sampel, 80 – 2 = 78) didapat t

tabel 2.00 (0,445< 2,00). Terlihat bahwa nilai probabilitas pada kolom sig. (2-

tailed) adalah 0.917 atau probabilitas di atas 0,05 (0,917 > 0,05). Dengan

demikian Ho diterima atau tidak terdapat perbedaan perilaku bullying antara

remaja akhir laki-laki dengan remaja akhir perempuan. Artinya, perilaku bullying

antara remaja akhir laki-laki dengan remaja akhir perempuan adalah sama.

Page 90: Farkhan Basyirudin Fps

70

BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data dan pengujian hipotesis yang telah dikemukakan

pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif dan

signifikan antara penalaran moral dengan perilaku bullying. Hal ini ditunjukkan

dari hasil perolehan nilai koefisien sebesar -0,298 yang signifikan, baik pada level

significancy 0,01 atau pun 0,05. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa

semakin rendah penalaran moral maka semakin tinggi perilaku bullying. Selain itu

dalam hasil tambahan dalam hasil Regresi sederhana aspek penalaran moral

mempunyai pengaruh sebesar 0,9 %, sisanya 99,1% dijelaskan oleh variabel lain

yang belum diteliti dalam penelitian ini.

5.2. Diskusi

Dari hasil penelitian diketahui bahwa adanya hubungan yang negatif signifikan

antara penalaran moral terhahadap perilaku bullying berdasarkan pada

perhitungan uji hipotesis dari Pearson terhadap skor skala penalaran moral dan

perilaku bullying. Terdapat korelasi yang negative dan signifikan antara

penalaran moral terhahadap perilaku bullying. Ini menjelaskan bahwa semakin

tinggi penalaran moral maka semakin rendah perilaku bullying dan begitu juga

sebaliknya.

Page 91: Farkhan Basyirudin Fps

71

Dalam sebuah kajian yang dilakukan oleh Kaiser Fondation, Nickelodeon,

dan Children Now (2001) hampir ¾ anak pra remaja di Amerika yang di

wawancarai mengungkapkan bahwa bullying adalah peristiwa yang biasa terjadi

di sekolah ketika mulai memasuki SMU; 86 % anak-anak yang berusia 12-15

tahun mengatakan bahwa mereka di ejek dan di tindas saat di sekolah (Coloroso,

2007).

Selanjutnya, Pepler dkk (1991) melakukan studi deskriptif di Toronto

Board of Education melakukan penelitian pada 211 siswa, mulai dari SD hingga

SMP, juga guru-guru dan para orang tua memperoleh data statistik bahwa 35 %

reponden terlibat langsung insiden bullying, 38% siswa pendidikan khusus

mengalami bullying di banding presentase siswa lain hanya 18 %, 24 % perilaku

bullying terkait dengan ras, selanjutnya 23 % siswa merasa di tindas dan 71 %

guru-guru terlibat perilaku bullying (Coloroso, 2007).

Dari hasil penelitian tersebut menandakan bahwa jenis keluarga, sekolah

dan masyarakat memainkan peranan penting, namun sekolah adalah tempat anak-

anak mendapat pelajaran dalam pendidikan moral mereka. Pendidkan moral tidak

hanya untuk mengajari kebaikan, tetapi juga untuk mengajari tentang hal yang

termasuk perbuatan baik dan agar memiliki kekuatan untuk berbuat baik.

Sebagaimana penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Miller dan

Bersoff (Santrock, 2003) menunjukkan bahwa penalaran moral yang tinggi dapat

memberikan prioritas yang utama pada kebutuhan interpersonal dalam situasi-

situasi konflik moral.

Page 92: Farkhan Basyirudin Fps

72

Selain itu, kebanyakan penelitian yang menggunakan sistem skoring

Kohlberg tidak menemukan adanya perbedaan jenis kelamin (Walker, 1984,

1991a,1991b). Sebagai contoh, dalam suatu penelitian diketahui bahwa 53 dari 80

perempuan dan laki-laki menunjukkan salah satu, baik dari perspektif kepedulian

maupun dari perspektif keadilan, namun 27 subyek menggunakan kedua orientasi

tersebut tanpa ada yang lebih mendominasi (Gilligan & Attanucci, 1988 dalam

Santrock, 2003).

Bila sebuah pesantren secara konsisten membahas dan mengangkat nilai

hormat menjadi salah satu prinsip yang ditegakkan oleh semua pihak, maka sikap

guru terhadap santri, sikap santri dengan santri lain akan santun, penuh dukungan,

saling memahami, dan menimbulkan kerjasama yang lebih kuat. Dengan demikian

tindakan bullying akan dapat ditekan, karena fokus dan energi semua pihak

tertuju pada kerjasama dan bagaimana untuk saling mengisidan menguatkan.

5.3. Saran

Berdasarkan pengalaman yang dialami dalam melakukan penelitian dan dari hasil

penelitian, maka peneliti dapat memberikan saran untuk menyempurnakan

penelitian-penelitian selanjutnya.

5.3.1. Saran Teoritis

1. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk mencari faktor-faktor lain

yang mempengaruhi perilaku bullying seperti situasi sosial, pola asuh, dan

tipe kepribadian. Hal ini dikarenakan perilaku bullying selain dipengaruhi

Page 93: Farkhan Basyirudin Fps

73

oleh faktor internal, di pengaruhi pula oleh faktor eksternal atau

lingkungan melalui pergaulan teman sebaya dan tipe pengasuhan di

rumah.

2. Wilayah pengambilan responden penelitian ini hanya terbatas pada lokasi

tertentu, sehingga untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat

memperluas wilayah peneltian. Sehingga dapat memperoleh hasil secara

representatif dari berbagai tipe maupun wilayah pondok pesantren lainnya.

3. Ada baiknya untuk penelitian yang sejenis selanjutnya mengambil subjek

penelitian dari fase-fase perkembangan yang lain. Hal ini penting supaya

dapat diketahui adanya suatu perbedaan di setiap fase perkembangan

lainnya.

4. Disarankan untuk peneliti selanjutnya agar dapat mempertimbangkan

dengan cermat untuk meneruskan penelitian ini, mengingat hasil regresi

sederhana aspek penalaran moral hanya mempunyai pengaruh sebesar 0,9

%, terhadap perilaku bullying, sisanya 99,1% dijelaskan oleh variabel lain

yang belum diteliti dalam penelitian ini.

5.3.2. Saran Praktis

1. Untuk remaja/para santri pada umumnya agar terus menjaga dan

mempertahankan kepribadian yang menghargai toleransi dan sikap

menghargai orang lain serta meningkatkan perilaku tolong menolong,

yakni dimulai dari diri pribadi masing-masing, keluarga dan lingkungan.

Page 94: Farkhan Basyirudin Fps

74

2. Harapan bagi para pengasuh pondok pesantren hendaknya mampu

meningkatkan kualitas kepribadian santrinya melalui kegiatan Outbond,

training kepemimpinan, atau kegiatan ektrakurikuler yang membangun

kerjasama para santri. Mengingat pondok pesantren secara khas lebih

dominan mengajarkan para santrinya pelajaran keagamaan, sehingga

model pengajaran atau kegiatan-kegiatan pendukung di rasa penting pula.

3. Ada baiknya para orang tua turut ikut mengawasi pola pergaulan anak-

anaknya dengan memilih sekolah atau pesantren yang tepat, mengenal

dengan dekat teman-teman sebayanya, menciptakan suasana keterbukaan

di lingkungan rumah, supaya dapat termonitor dengan baik sehingga jika

ada suatu hal yang sekiranya anak tersebut terlibat menjadi korban ataupun

pelaku bullying maka dengan cepat di tangani.

Page 95: Farkhan Basyirudin Fps

75

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Asrori, (2009) Psikologi remaja perkembangan peserta didik, Jakarta, Bumi aksara

Arikunto, Suharsimi, (2006) Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, edisi

revisi vi, Jakarta, PT Asdi Mahasatya Azwar, S. (2003). Reliabilitas dan validitas, Yogyakarta: Pustaka Belajar

Burdiningsih, C A. (2004) Pembelajaran moral. berpijak pada karakteristik siswa dan budayanya. Jakarta: Rineka Cipta

Bukhim, M. (2008). Membentuk moral anak melalui PAUD informal. Di akses 15

Desenber 2010. dari http://koranpendidikan.com Coloroso, Barbara. (2007). Stop bullying (memutus rantai kekerasan anak dari

prasekolah hingga SMU). Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.

Dijkstra Jan Kornelis dkk, Beyond the class norm: bullying behavior of popular adolescents and its relation to peer acceptance and rejection, dalam jurnal behavioral science; psychology and child and school psychology, journal of abnormal child psychology, volume 36, number 8, 2008, pages1289-1299 , University of Groningen, The Netherlands

Gunarsa, Singgih., (1997), Dasar dan teori perkembangan anak, Jakarta; BPK

Gunung Mulia. Gunarsa, Singgih & Ny. Gunarsa D. Y. Singgih (1989). Psikologi remaja. Jakarta:

PT. BPK. Gunung Mulia. Hurlock. Elizabeth, (1980), Psikologi perkembangan (suatu pendekatan

sepanjang rentang kehidupan) Ed. 5, Jakarta, Erlangga Haedari, Amin, H. (2007) Transformasi pesantren; pengembangan aspek

pendidikan, keagamaan, dan sosial, Jakarta: LekDis & Media Nusantara.

Kohlberg, Lawrence, (1995) Tahapan-tahapan perkembangan moral, Kanisius, Yogyakarta

Kuncono, (2005) Aplikasi komputer psikologi; diktat kuliah dan panduan

praktikum, edisi ke II, Jakarta, Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia

Page 96: Farkhan Basyirudin Fps

76

Lipkins, Susan. (2008) Menghentikan perploncoan di sekolah/kampus.

Tangerang: Inspirita Publishing.

Lembaga Kajian Pendidikan Keislaman Dan Sosial (LeKDiS), (2005), Standar nasional pendidikan (PP RI NO. 19 TAHUN 2005), LeKDiS, Ciputat

Mastuki dkk, (2004) Manajemen pondok pesantren, Jakarta, Diva Pustaka

Qomar, Mujamil (2005) Pesantren dari transformasi metodologi menuju demokratisasi institusi. Jakarta : Erlangga

Santrock, W. John. (2002). Life span development (perkembangan masa hidup), jilid I. Jakarta: Erlangga

Santrock, W. John. (2003). Adolence perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga.

Sarwono, Sarlito,. (2004) Psikologi remaja. Jakarta: PT. Grasindo Persada

Santoso, Singgih (2000) Buku latihan spss statistik parametrik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Sevilla, C.G., dkk. (1993). Pengantar metode penelitian. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia SEJIWA, (2008), Mengatasi kekerasan di sekolah dan lingkungan sekitar anak.

Jakarta: PT. Grasindo.

Sullivan, Keith (2001) The anti bullying handbook, New Zealand, Oxford University Press

Sullivan, Keith (2005) Bullying in secondary schools; what it looks like and how

to manage it, London, Paul Chapmans Publishing Suparno, Paul. (2001). Teori perkembangan kognitif Jean Piaget. Yogyakarta:

Kanisius. Suryabrata, S. (2006). Metodologi penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Umar, Husen. (2008). Riset sumber daya manusia dalam organisasi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Yusuf. Syamsu. (2002). Psikologi perkembangan anak & remaja. Bandung : PT.

Remaja Rosdakarya Offset.

Page 97: Farkhan Basyirudin Fps

77

Internet: http://www.detiknews.com/read/2009/11/06/125625/1236590/10/siswa-sman-82-

dihajar-senior-gara-gara-lewat--jalur-gaza- /9:19 pm/04-07-2010 http://www.suaramerdeka.com/harian/0708/23/nas01.htm/ 12:15 pm/04-07-2010

http://www.detiknews.com/read/2009/11/17/095752/1243038/159/ruang-eksekusi-di-zona-antikekerasan/08:15 pm/04-07-2010

http://run18.multiply.com/reviews/item/3/11:12 pm/04-07-2010

http://www.e-psikologi.com/epsi/search.asp/11:19 pm/04-07-2010

Page 98: Farkhan Basyirudin Fps

LAMPIRAN 3 : Reliabilitas dan Validitas skala penalaran moral

Case Processing Summary

N %

Valid 80 100,0

Excludeda 0 ,0

Cases

Total 80 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

,923 36

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

VAR00001 3,0500 ,52531 80

VAR00002 2,6250 ,62389 80

VAR00003 2,9000 ,34126 80

VAR00004 2,7250 ,61572 80

VAR00005 2,3875 ,80338 80

VAR00006 2,9375 ,60261 80

VAR00007 2,6875 ,70430 80

VAR00008 2,4875 ,67494 80

VAR00009 2,5000 ,77948 80

VAR00010 2,7125 ,67868 80

VAR00011 2,6750 ,59054 80

VAR00012 2,6500 ,65796 80

VAR00013 3,0875 ,69708 80

VAR00014 2,7125 ,65976 80

VAR00015 2,6750 ,77582 80

VAR00016 2,6750 ,63195 80

VAR00017 2,9000 ,78917 80

VAR00018 2,5625 ,65301 80

VAR00019 3,1625 ,60470 80

VAR00020 2,8750 ,64386 80

VAR00021 2,9625 ,66454 80

Page 99: Farkhan Basyirudin Fps

VAR00022 2,6000 ,72216 80

VAR00023 2,8750 ,48718 80

VAR00024 2,6500 ,67693 80

VAR00025 2,8250 ,63195 80

VAR00026 2,8000 ,56029 80

VAR00027 2,9125 ,73250 80

VAR00028 2,6375 ,71589 80

VAR00029 2,9500 ,54888 80

VAR00030 2,8875 ,74619 80

VAR00031 2,6250 ,62389 80

VAR00032 2,5625 ,83959 80

VAR00033 2,7750 ,72871 80

VAR00034 2,9000 ,66751 80

VAR00035 2,7000 ,70081 80

VAR00036 2,9125 ,76628 80

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance

if Item Deleted

Corrected Item-

Total

Correlation

Cronbach's

Alpha if Item

Deleted

VAR00001 96,5125 152,481 ,316 ,922

VAR00002 96,9375 145,021 ,762 ,918

VAR00003 96,6625 153,695 ,360 ,922

VAR00004 96,8375 150,163 ,418 ,921

VAR00005 97,1750 151,260 ,251 ,924

VAR00006 96,6250 151,073 ,366 ,922

VAR00007 96,8750 142,769 ,808 ,917

VAR00008 97,0750 152,399 ,240 ,923

VAR00009 97,0625 154,794 ,075 ,926

VAR00010 96,8500 143,471 ,795 ,917

VAR00011 96,8875 145,696 ,758 ,918

VAR00012 96,9125 144,157 ,776 ,917

VAR00013 96,4750 153,873 ,144 ,925

VAR00014 96,8500 144,458 ,754 ,917

VAR00015 96,8875 149,721 ,344 ,923

VAR00016 96,8875 143,848 ,832 ,917

VAR00017 96,6625 146,783 ,494 ,921

VAR00018 97,0000 150,152 ,392 ,922

VAR00019 96,4000 154,547 ,129 ,924

VAR00020 96,6875 152,850 ,226 ,923

Page 100: Farkhan Basyirudin Fps

VAR00021 96,6000 150,370 ,371 ,922

VAR00022 96,9625 141,606 ,857 ,916

VAR00023 96,6875 149,635 ,586 ,920

VAR00024 96,9125 143,245 ,812 ,917

VAR00025 96,7375 152,171 ,275 ,923

VAR00026 96,7625 153,981 ,184 ,924

VAR00027 96,6500 149,749 ,367 ,922

VAR00028 96,9250 142,121 ,833 ,916

VAR00029 96,6125 149,886 ,496 ,921

VAR00030 96,6750 151,969 ,235 ,924

VAR00031 96,9375 143,983 ,834 ,917

VAR00032 97,0000 150,962 ,252 ,924

VAR00033 96,7875 143,815 ,716 ,918

VAR00034 96,6625 146,201 ,633 ,919

VAR00035 96,8625 143,715 ,753 ,917

VAR00036 96,6500 152,661 ,191 ,924

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

99,5625 156,857 12,52425 36

Page 101: Farkhan Basyirudin Fps

LAMPIRAN 4 : Reliabilitas dan validitas skala Bullying

Case Processing Summary

N %

Valid 80 100,0

Excludeda 0 ,0

Cases

Total 80 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

,908 36

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

VAR00001 1,9000 ,43864 80

VAR00002 1,8375 ,58339 80

VAR00003 1,6500 ,47998 80

VAR00004 2,1000 ,88016 80

VAR00005 1,6250 ,60326 80

VAR00006 1,8625 ,70699 80

VAR00007 1,6625 ,59414 80

VAR00008 2,2375 ,86043 80

VAR00009 2,1375 ,89646 80

VAR00010 2,5500 ,70979 80

VAR00011 1,7000 ,70081 80

VAR00012 1,9500 1,14627 80

VAR00013 2,1750 ,65168 80

VAR00014 2,0625 ,76875 80

VAR00015 2,5750 ,70755 80

VAR00016 1,8625 ,38133 80

VAR00017 1,9125 ,57794 80

VAR00018 2,0250 ,74587 80

VAR00019 1,7000 ,68251 80

Page 102: Farkhan Basyirudin Fps

VAR00020 2,0250 ,63595 80

VAR00021 1,7375 ,49667 80

VAR00022 2,1750 ,68943 80

VAR00023 1,9500 ,67317 80

VAR00024 2,1750 ,72522 80

VAR00025 2,0750 ,68943 80

VAR00026 1,8000 ,58244 80

VAR00027 1,9375 ,48636 80

VAR00028 1,9625 ,53825 80

VAR00029 1,9250 ,56870 80

VAR00030 2,3000 ,64435 80

VAR00031 1,8625 ,74194 80

VAR00032 2,1625 ,77040 80

VAR00033 2,3625 ,90349 80

VAR00034 2,1625 ,86337 80

VAR00035 2,3750 ,78555 80

VAR00036 2,3500 ,87294 80

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance

if Item Deleted

Corrected Item-

Total

Correlation

Cronbach's

Alpha if Item

Deleted

VAR00001 70,9625 146,163 ,563 ,905

VAR00002 71,0250 144,253 ,552 ,904

VAR00003 71,2125 147,790 ,369 ,906

VAR00004 70,7625 138,892 ,610 ,903

VAR00005 71,2375 142,082 ,687 ,902

VAR00006 71,0000 147,570 ,248 ,908

VAR00007 71,2000 149,428 ,175 ,909

VAR00008 70,6250 143,250 ,405 ,906

VAR00009 70,7250 138,328 ,626 ,902

VAR00010 70,3125 143,711 ,476 ,905

VAR00011 71,1625 140,113 ,706 ,902

VAR00012 70,9125 135,499 ,581 ,903

VAR00013 70,6875 146,167 ,364 ,906

VAR00014 70,8000 140,795 ,599 ,903

VAR00015 70,2875 149,271 ,148 ,909

VAR00016 71,0000 147,443 ,511 ,905

VAR00017 70,9500 146,403 ,399 ,906

Page 103: Farkhan Basyirudin Fps

VAR00018 70,8375 146,062 ,316 ,907

VAR00019 71,1625 144,340 ,458 ,905

VAR00020 70,8375 146,796 ,332 ,907

VAR00021 71,1250 145,604 ,540 ,905

VAR00022 70,6875 146,395 ,327 ,907

VAR00023 70,9125 144,410 ,461 ,905

VAR00024 70,6875 141,104 ,621 ,903

VAR00025 70,7875 143,030 ,535 ,904

VAR00026 71,0625 148,135 ,271 ,907

VAR00027 70,9250 152,728 -,053 ,910

VAR00028 70,9000 146,648 ,413 ,906

VAR00029 70,9375 145,072 ,506 ,905

VAR00030 70,5625 147,869 ,258 ,908

VAR00031 71,0000 141,013 ,611 ,903

VAR00032 70,7000 139,757 ,657 ,902

VAR00033 70,5000 149,975 ,069 ,912

VAR00034 70,7000 138,922 ,622 ,902

VAR00035 70,4875 143,671 ,427 ,906

VAR00036 70,5125 138,177 ,652 ,902

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

72,8625 152,323 12,34191 36

Page 104: Farkhan Basyirudin Fps
Page 105: Farkhan Basyirudin Fps

LAMPIRAN 8 : Frekuensi

Statistics

80 80 800 0 0

ValidMissing

N

penalaran_moral

perilaku_bullying gender

penalaran_moral

1 1.3 1.3 1.33 3.8 3.8 5.01 1.3 1.3 6.31 1.3 1.3 7.51 1.3 1.3 8.83 3.8 3.8 12.51 1.3 1.3 13.82 2.5 2.5 16.33 3.8 3.8 20.03 3.8 3.8 23.85 6.3 6.3 30.05 6.3 6.3 36.36 7.5 7.5 43.83 3.8 3.8 47.51 1.3 1.3 48.82 2.5 2.5 51.34 5.0 5.0 56.32 2.5 2.5 58.88 10.0 10.0 68.82 2.5 2.5 71.36 7.5 7.5 78.84 5.0 5.0 83.83 3.8 3.8 87.51 1.3 1.3 88.81 1.3 1.3 90.01 1.3 1.3 91.32 2.5 2.5 93.81 1.3 1.3 95.02 2.5 2.5 97.51 1.3 1.3 98.81 1.3 1.3 100.0

80 100.0 100.0

47495152535458596061626364657071727374757778798085868788899091Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Page 106: Farkhan Basyirudin Fps

perilaku_bullying

3 3.8 3.8 3.81 1.3 1.3 5.04 5.0 5.0 10.02 2.5 2.5 12.52 2.5 2.5 15.02 2.5 2.5 17.51 1.3 1.3 18.83 3.8 3.8 22.52 2.5 2.5 25.05 6.3 6.3 31.33 3.8 3.8 35.04 5.0 5.0 40.09 11.3 11.3 51.37 8.8 8.8 60.02 2.5 2.5 62.55 6.3 6.3 68.82 2.5 2.5 71.32 2.5 2.5 73.81 1.3 1.3 75.01 1.3 1.3 76.33 3.8 3.8 80.01 1.3 1.3 81.32 2.5 2.5 83.82 2.5 2.5 86.31 1.3 1.3 87.51 1.3 1.3 88.83 3.8 3.8 92.51 1.3 1.3 93.81 1.3 1.3 95.01 1.3 1.3 96.31 1.3 1.3 97.51 1.3 1.3 98.81 1.3 1.3 100.0

80 100.0 100.0

364142444647505152565758596062646667687172737476777980828384858689Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

gender

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent laki-laki 41 51.3 51.3 51.3perempuan 39 48.8 48.8 100.0

Valid

Total 80 100.0 100.0

Page 107: Farkhan Basyirudin Fps

LAMPIRAN 9 : Normalitas

Explore [DataSet1] H:\Hasil penelitian.sav

Case Processing Summary

80 100.0% 0 .0% 80 100.0%Penalaran_MoraN Percent N Percent N Percent

Valid Missing TotalCases

Descriptives

69.08 1.21766.65

71.50

69.0771.00

118.52610.887

47914415

.030 .269-.638 .532

MeanLower BoundUpper Bound

95% ConfidenceInterval for Mean

5% Trimmed MeanMedianVarianceStd. DeviationMinimumMaximumRangeInterquartile RangeSkewnessKurtosis

Penalaran_MoraStatistic Std. Error

Tests of Normality

.121 80 .006 .969 80 .051Penalaran_MoralStatistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Lilliefors Significance Correctiona.

Page 108: Farkhan Basyirudin Fps

Penalaran_Moral

9080706050

Penalaran_Moral

12.5

10.0

7.5

5.0

2.5

0.0

Freq

uenc

y

Mean =69.08�Std. Dev. =10.887�

N =80

Histogram

Penalaran_Moral Stem-and-Leaf Plot Frequency Stem & Leaf 4.00 4 . 7999 9.00 5 . 123444899 25.00 6 . 0001112222233333444444555 32.00 7 . 01122223344444444557777778888999 8.00 8 . 05677899 2.00 9 . 01 Stem width: 10 Each leaf: 1 case(s)

Page 109: Farkhan Basyirudin Fps

Normal Q-Q Plot of Penalaran_Moral

-2.5

0.0

2.5Expected Normal

Observed Value

40 50 60 70 80 90 100

Detrended Normal Q-Q Plot of Penalaran_Moral

Observed Value

10090807060 50 40

0.2

0.1

0.0

-0.1

-0.2

-0.3

Dev from Normal

0.3

Page 110: Farkhan Basyirudin Fps

100

90

80

70

60

50

40

Penalaran_Moral

Explore [DataSet1] H:\Hasil penelitian.sav

Case Processing Summary

80 100.0% 0 .0% 80 100.0%Perilaku_BullyingN Percent N Percent N Percent

Valid Missing TotalCases

Page 111: Farkhan Basyirudin Fps

Descriptives

60.93 1.41558.11

63.74

60.8559.00

160.14612.655

36895317

.152 .269-.408 .532

MeanLower BoundUpper Bound

95% ConfidenceInterval for Mean

5% Trimmed MeanMedianVarianceStd. DeviationMinimumMaximumRangeInterquartile RangeSkewnessKurtosis

Perilaku_BullyingStatistic Std. Error

Tests of Normality

.129 80 .002 .972 80 .081Perilaku_BullyingStatistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Lilliefors Significance Correctiona.

Perilaku_Bullying

Page 112: Farkhan Basyirudin Fps

908070605040

Perilaku_Bullying

25

20

15

10

5

0

Freq

uenc

y

Mean =60.92�Std. Dev. =12.655�

N =80

Histogram

Perilaku_Bullying Stem-and-Leaf Plot Frequency Stem & Leaf 3.00 3 . 666 11.00 4 . 12222446677 27.00 5 . 011122666667778888999999999 19.00 6 . 0000000224444466778 12.00 7 . 122234466799 8.00 8 . 00234569 Stem width: 10 Each leaf: 1 case(s)

Page 113: Farkhan Basyirudin Fps

90807060504030

Observed Value

2

0

- 2

Expe

cted

Nor

mal

Normal Q- Q Plot of Perilaku_Bullying

90807060504030

Observed Value

0.25

0.00

- 0.25

Dev

from

Nor

mal

Detrended Normal Q- Q Plot of Perilaku_Bullying

Page 114: Farkhan Basyirudin Fps

Perilaku_Bullying

90

80

70

60

50

40

30

Page 115: Farkhan Basyirudin Fps

LAMPIRAN 11 : Korelasi

Correlations [DataSet1] H:\Hasil penelitian.sav

Correlations

1 -.298**.007

80 80-.298** 1.007

80 80

Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N

Penalaran_Moral

Perilaku_Bullying

Penalaran_Moral

Perilaku_Bullying

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.

Page 116: Farkhan Basyirudin Fps

LAMPIRAN 10 : Homogenitas

Oneway [DataSet1] H:\Hasil penelitian.sav

Test of Homogeneity of Variances

Penalaran_Moral

1.503 3 76 .220Levene Statistic df1 df2 Sig.

ANOVA

Penalaran_Moral

186.547 3 62.182 .515 .6739177.003 76 120.7509363.550 79

Between GroupsWithin GroupsTotal

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Post Hoc Tests

Page 117: Farkhan Basyirudin Fps

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Penalaran_Moral

-5.178 6.506 .856 -22.27 11.91-7.800 6.950 .677 -26.06 10.46-3.833 8.393 .968 -25.88 18.215.178 6.506 .856 -11.91 22.27

-2.622 3.183 .843 -10.98 5.741.345 5.681 .995 -13.58 16.277.800 6.950 .677 -10.46 26.062.622 3.183 .843 -5.74 10.983.967 6.184 .918 -12.28 20.213.833 8.393 .968 -18.21 25.88

-1.345 5.681 .995 -16.27 13.58-3.967 6.184 .918 -20.21 12.28-5.178 6.506 1.000 -22.80 12.45-7.800 6.950 1.000 -26.63 11.03-3.833 8.393 1.000 -26.57 18.905.178 6.506 1.000 -12.45 22.80

-2.622 3.183 1.000 -11.24 6.001.345 5.681 1.000 -14.04 16.737.800 6.950 1.000 -11.03 26.632.622 3.183 1.000 -6.00 11.243.967 6.184 1.000 -12.79 20.723.833 8.393 1.000 -18.90 26.57

-1.345 5.681 1.000 -16.73 14.04-3.967 6.184 1.000 -20.72 12.79

(J) Usia181920171920171820171819181920171920171820171819

(I) Usia17

18

19

20

17

18

19

20

Tukey HSD

Bonferroni

MeanDifference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval

Homogeneous Subsets

Page 118: Farkhan Basyirudin Fps

Penalaran_Moral

3 63.674 67.50

58 68.8415 71.47

.611

Usia17201819Sig.

Tukey HSDa,bN 1

Subset foralpha = .

05

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.995.a.

The group sizes are unequal. The harmonic mean of thegroup sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

b.

Oneway [DataSet1] H:\Hasil penelitian.sav

Test of Homogeneity of Variances

Perilaku_Bullying

.775 3 76 .511Levene Statistic df1 df2 Sig.

ANOVA

Perilaku_Bullying

101.269 3 33.756 .204 .89312550.28 76 165.13512651.55 79

Between GroupsWithin GroupsTotal

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Post Hoc Tests

Page 119: Farkhan Basyirudin Fps

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Perilaku_Bullying

-2.632 7.609 .986 -22.62 17.35-3.933 8.127 .962 -25.28 17.421.083 9.815 1.000 -24.70 26.862.632 7.609 .986 -17.35 22.62

-1.301 3.722 .985 -11.08 8.483.716 6.643 .944 -13.73 21.173.933 8.127 .962 -17.42 25.281.301 3.722 .985 -8.48 11.085.017 7.231 .899 -13.98 24.01

-1.083 9.815 1.000 -26.86 24.70-3.716 6.643 .944 -21.17 13.73-5.017 7.231 .899 -24.01 13.98-2.632 7.609 1.000 -23.24 17.98-3.933 8.127 1.000 -25.95 18.081.083 9.815 1.000 -25.51 27.672.632 7.609 1.000 -17.98 23.24

-1.301 3.722 1.000 -11.39 8.783.716 6.643 1.000 -14.28 21.713.933 8.127 1.000 -18.08 25.951.301 3.722 1.000 -8.78 11.395.017 7.231 1.000 -14.57 24.61

-1.083 9.815 1.000 -27.67 25.51-3.716 6.643 1.000 -21.71 14.28-5.017 7.231 1.000 -24.61 14.57

(J) Usia181920171920171820171819181920171920171820171819

(I) Usia17

18

19

20

17

18

19

20

Tukey HSD

Bonferroni

MeanDifference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval

Homogeneous Subsets

Page 120: Farkhan Basyirudin Fps

Perilaku_Bullying

4 57.253 58.33

58 60.9715 62.27

.906

Usia20171819Sig.

Tukey HSDa,bN 1

Subset foralpha = .

05

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.995.a.

The group sizes are unequal. The harmonic mean of thegroup sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

b.

Page 121: Farkhan Basyirudin Fps

LAMPIRAN 12 : Regresi

Regression [DataSet1] H:\Hasil penelitian.sav

Variables Entered/Removedb

Penalaran_Moral

a . Enter

Model1

VariablesEntered

VariablesRemoved Method

All requested variables entered.a.

Dependent Variable: Perilaku_Bullyingb.

Model Summary

.298a .089 .077 12.156Model1

R R SquareAdjusted R

SquareStd. Error ofthe Estimate

Predictors: (Constant), Penalaran_Morala.

ANOVAb

1125.651 1 1125.651 7.618 .007a

11525.90 78 147.76812651.55 79

RegressionResidualTotal

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Penalaran_Morala.

Dependent Variable: Perilaku_Bullyingb.

Coefficientsa

84.875 8.783 9.663 .000-.347 .126 -.298 -2.760 .007

(Constant)Penalaran_Mora

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig.

Dependent Variable: Perilaku_Bullyinga.

Page 122: Farkhan Basyirudin Fps

LAMPIRAN 13 : Uji beda

T-Test [DataSet1] H:\Hasil penelitian.sav

Group Statistics

41 69.95 10.247 1.60039 68.15 11.584 1.855

GenderLaki-lakiPerempuan

Penalaran_MoraN Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean

Independent Samples Test

1.443 .233 .736 78 .464 1.797 2.442 -3.065 6.660

.734 75.752 .465 1.797 2.450 -3.082 6.677

Equal variances assumeEqual variances notassumed

Penalaran_MoraF Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% Confidence Intervalof the Difference

t-test for Equality of Means

T-Test [DataSet1] H:\Hasil penelitian.sav

Group Statistics

41 60.78 12.483 1.95039 61.08 12.995 2.081

GenderLaki-lakiPerempuan

Perilaku_BullyingN Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean

Independent Samples Test

.590 .445 -.104 78 .917 -.296 2.848 -5.967 5.374

-.104 77.363 .917 -.296 2.851 -5.974 5.381

Equal variances assumedEqual variances notassumed

Perilaku_BullyingF Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

t-test for Equality of Means95% Confidence Interval

of the Difference

Page 123: Farkhan Basyirudin Fps

LAMPIRAN 14 : SKALA TRY OUT PENELITIAN

PENDAHULUAN

Assalamu’alaikum Wr. Wb Responden yang terhormat, Saya adalah mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melaksanakan tugas skripsi mengenai remaja.

Dalam rangka mengumpulkan data, Saya memohon kesediaan Anda meluangkan waktu untuk menjawab kuesioner ini. Data ini sangat tergantung jawaban Anda yang sejujurnya dan sesuai dengan diri Anda. Bantuan Anda sangat berharga bagi penelitian yang sedang saya lakukan.

Atas segala bantuan dan kerjasama yang Anda berikan, saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Peneliti

IDENTITAS RESPONDEN

Nama (inisial) : .....................

Usia : .....................

Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Jakarta, Agustus 2010

( )

Page 124: Farkhan Basyirudin Fps

Data Diri Responden

1. Usia : ....... 2. Jenis Kelamin : L / P 3. Suku : ........ 4. Tingkat Pendidikan: ......... 5. Masa Kerja : .......

Berikut ini terdapat sejumlah pernyatan. Baca dan pahami dengan baik setiap pernyataan tersebut. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda silang (X) dalam kotak di depan salah satu pilihan jawaban yang tersedia, yaitu

SS = Sangat Sesuai

S = Sesuai

TS = Tidak Sesuai

STS = Sangat Tidak Sesuai

Setiap orang dapat mempunyai jawaban yang berbeda dan tidak ada jawaban yang di anggap salah, karena itu pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda.

Contoh :

No Pernyataan STS TS S SS

1 Saya merasakan ketenangan setelah selesai shalat

X

***SELAMAT MENGERJAKAN***

Page 125: Farkhan Basyirudin Fps

Skala Try Out Perilaku Bullying

Pertimbangan No Pernyataan SS S TS STS

1 Saya akan mendorong adik kelas/teman yang tidak saya sukai, agar ia tidak mendekati saya.

2 Saya menendang adik kelas/teman karena kesal kepadanya

3 Saya akan memukul adik kelas/teman yang tidak saya sukai, agar tidak mengganggu saya dan kelompok geng saya

4 Saya merasa berani untuk menampar orang yang tidak saya sukai, ketika bersama teman-teman saya.

5 Saya merasa sangat puas jika bisa memukul/menendang musuh/teman yang tidak saya sukai di depan teman-teman saya.

6 Saya akan mengambil/merusak secara diam-diam barang milik teman saya yang mempunyai sifat pelit

7 Saya meminta dengan paksa ketika adik kelas/teman yang terlihat lemah, baru saja mendapat uang kiriman/oleh-oleh dari keluarganya.

8 Bagi saya, mengganggu adik kelas/ teman yang lebih lemah sama saja sebagai pengecut.

9 Bagi saya, tindakan memukul/menendang, dan menampar teman adalah tindakan diluar batas.

10 Mengancam orang yang tidak saya sukai dengan hal-hal yang membuatnya merasa takut, merupakan hal yang diluar batas.

11 Meski tidak mempunyai uang, saya tidak akan memaksa meminta uang kepada adik kelas/teman.

12 Bagi saya merusak/atau memeras barang milik orang lain merupakan tindakan kriminal

13 Saya memanggil nama teman/adik kelas saya dengan nama yang jelek

14 Saya mengejek teman-teman lain dengan ejekan yang menyangkut bentuk tubuh, seperti sebutan ‘gendut/cungkring’.

15 Saya tidak segan-segan untuk memaki teman/adik kelas jika perilakunya sangat menyebalkan

16 Saya langsung membentak jika adik kelas/teman ada yang menertawakan kesalahan saya

17 Saya menggertak adik kelas/teman yang tidak saya sukai jika memandang ke arah saya

18 Jika teman-teman mengolok-olok adik kelas/teman, saya ikut bergabung karena menyenangkan

19 Saya selalu memanggil nama teman saya dengan nama aslinya.

20 Saya mengabaikan untuk ikut bersorak ketika adik kelas/teman sedang di olok-olok/berkelahi dengan teman

21 Bagi saya, sangat tidak penting mengejek teman yang tidak kita sukai dengan kekurangan atau kelebihan dari bentuk badannya

Page 126: Farkhan Basyirudin Fps

(seperti sebutan: gendut/cungkring).

22 Jika ada teman yang menjadi bahan ejekan, maka saya akan mencoba untuk merangkulnya

23 Jika ada teman yang mengejek, maka saya cukup membalasnya dengan senyuman tipis.

24 Saya bersikap biasa kepada orang yang saya benci

25 Saya akan membuat gerakan ejekan sambil berkata ‘bencong’ pada teman yang tidak saya sukai.

26 Saya akan membuat bentuk muka yang sangat mengejek, sehingga teman yang tidak saya sukai menunduk dan pergi.

27 Saya mengabaikan teman yang saya anggap tidak penting/tidak untuk menjadi teman saya

28 Tanpa memperdulikan perasaan sahabat/teman sekamar saya, saya akan memilih teman baru yang menguntungkan bagi saya.

29 Saya akan mempengaruhi teman dari musuh saya untuk membuat persahabat mereka retak.

30 Saya akan memandang dengan sinis, jika teman yang tidak saya sukai lewat di depan saya.

31 Saya akan mencoba ramah pada orang yang tidak saya sukai/musuh saya sekalipun.

32 Jika teman yang tidak saya sukai datang menghampiri saya, maka saya akan memberikan senyuman manis padanya.

33 Suatu hal yang tidak pantas bagi saya untuk merusak persahabatan orang yang tidak saya sukai/musuh saya sekalipun

34 Saya rasa teman yang aneh (bencong) itu bukan untuk dikucilkan, tapi ditemani dan diarahkan

35 Menurut saya, rasa setia kawan antar teman tidak perlu jika hal tersebut hanya akan menyakiti orang lain

36 Saya akan memandang dengan ramah, teman yang tidak saya sukai lewat di depan saya.

Page 127: Farkhan Basyirudin Fps

Skala Try Out Penalaran Moral

Pertimbangan No Pernyataan SS S TS STS

1 Saya patuh pada peraturan Pondok Pesantren karena takut mendapat hukuman

2 Saya tidak menyukai segala bentuk hukuman yang diberikan oleh ustadz/pengurus pondok

3 Saya sangat takut untuk kabur dari pesantren karena hukuman yang di terapkan oleh pihak pondok pesantren sangat keras

4 Saya mengabaikan peraturan yang di terapkan oleh pengurus pondok pesantren

5 Bagi saya melanggar peraturan merupakan tantangan tersendiri yang sangat menyenangkan di lingkungan pesantren

6 Saya kabur dari asrama tanpa memperdulikan hukuman yang diterapkan jika saya ketahuan oleh pengurus pondok

7 Saat ustadz favorit saya sedang mengajar, saya selalu berusaha aktif di dalam kelas supaya dapat menarik perhatiannya dan dapat nilai bagus

8 Saya lebih memilih mendekati teman yang popular/berprestasi di pesantren, supaya saya bisa ikut di kenal/mudah mengerjakan tugas.

9 Saya sangat menginginkan menjadi pengurus OSIS supaya bisa mendapat kesempatan beasiswa/populer di lingkungan pesantren

10 Saat pelajaran berlangsung, saya lebih memilih diam karena takut di tunjuk oleh ustadz untuk mengerjakan soal di depan santri lain

11 Bagi saya, menjadi pengurus OSIS merupakan hal yang tidak penting karena hanya membuang-buang waktu saja.

12 Saya selalu merasa malu jika prestasi saya mendapat pujian/sanjungan dari teman-teman dan para ustadz

13 Ketika saya melakukan kesalahan pada santri lain, saya tidak sungkan terlebih dulu untuk meminta maaf

14 Saya sangat senang membuat teman saya merasa bahagia walau kadang saya sedang merasa sedih

15 Jika ada berita tidak baik tentang teman saya, sebisa mungkin saya menyimpannya sendiri

16 Saya merasa gengsi jika saya yang terlebih dahulu untuk meminta maaf kepada santri lain

17 Bagi saya, menceritakan gosip terbaru mengenai santri lain merupakan suatu hal yang menyenangkan di waktu luang

18 Ketika saya sedang sedih, saya merasa cuek dengan permasalahan teman-teman saya

19 Peraturan Pondok Pesantren merupakan hal yang penting

Page 128: Farkhan Basyirudin Fps

sebagai acuan dalam kenyamanan belajar mengajar

20 Bagi saya, mengerjakan piket kelas atau asrama suatu hal yang menyenangkan karena telah menjalankan peratuan yang ada

21 Saya akan menolak ajakan teman untuk menghisap rokok secara sembunyi-sembunyi

22 Kadang-kadang saya ingin melanggar peraturan sekolah yang menyebalkan

23 Bagi saya, mengerjakan piket kelas/asrama merupakan aktifitas paling menyebalkan

24 Saya suka mencuri waktu ketika sedang istirahat untuk dapat menghisap rokok

25 Sebisa mungkin saya menghindari pertengkaran dengan santri lain di pesantren

26 Saya berusaha untuk menepati janji kepada siapapun, walaupun saya sering di ingkari

27 Saya ikut mengantri saat mengambil makan di asrama, walaupun banyak yang menyerobot antrian

28 Saya sering terlibat pertengakaran dengan santri lain, hal itu merupakan hal yang biasa terjadi pesantren

29 Saya merupakan orang yang susah untuk menepati janji karena banyaknya kesibukan saya

30 Jika saya terburu-buru, saya suka menyerobot antrian makan

31 Jika saya kehabisan bekal, saya mengambil barang milik teman saya

32 Ketika saya tidak mendapat izin untuk pulang menjenguk orang tua saya yang sakit, Saya takut untuk nekat kabur dari pesantren

33 Saya semangat untuk masuk kelas, walau sedang malas/sakit.

34 Jika saya kehabisan bekal, maka saya puasa

35 Jika saya tidak di beri izin untuk pulang secara mendadak karena orang tua saya sakit, saya akan nekat untuk kabur dari pesantren

36 Ketika saya merasa malas masuk kelas, saya pura-pura sakit

Page 129: Farkhan Basyirudin Fps

LAMPIRAN 15 : SKALA PENELITIAN

PENDAHULUAN

Assalamu’alaikum Wr. Wb Responden yang terhormat, Saya adalah mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melaksanakan tugas skripsi mengenai remaja.

Dalam rangka mengumpulkan data, Saya memohon kesediaan Anda meluangkan waktu untuk menjawab kuesioner ini. Data ini sangat tergantung jawaban Anda yang sejujurnya dan sesuai dengan diri Anda. Bantuan Anda sangat berharga bagi penelitian yang sedang saya lakukan.

Atas segala bantuan dan kerjasama yang Anda berikan, saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Peneliti

IDENTITAS RESPONDEN

Nama (inisial) : .....................

Usia : .....................

Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Jakarta, September 2010

( )

Page 130: Farkhan Basyirudin Fps

Data Diri Responden

1. Usia : ....... 2. Jenis Kelamin : L / P 3. Suku : ........ 4. Tingkat Pendidikan: ......... 5. Masa Kerja : .......

Berikut ini terdapat sejumlah pernyatan. Baca dan pahami dengan baik setiap pernyataan tersebut. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda silang (X) dalam kotak di depan salah satu pilihan jawaban yang tersedia, yaitu

SS = Sangat Sesuai

S = Sesuai

TS = Tidak Sesuai

STS = Sangat Tidak Sesuai

Setiap orang dapat mempunyai jawaban yang berbeda dan tidak ada jawaban yang di anggap salah, karena itu pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda.

Contoh :

No Pernyataan STS TS S SS

1 Saya merasakan ketenangan setelah selesai shalat

X

***SELAMAT MENGERJAKAN***

Page 131: Farkhan Basyirudin Fps

Skala Perilaku Bullying

Pertimbangan No Pernyataan SS S TS STS

1 Saya akan mendorong adik kelas/teman yang tidak saya sukai, agar ia tidak mendekati saya.

2 Saya menendang adik kelas/teman karena kesal kepadanya

3 Saya akan memukul adik kelas/teman yang tidak saya sukai, agar tidak mengganggu saya dan kelompok geng saya

4 Saya merasa berani untuk menampar orang yang tidak saya sukai, ketika bersama teman-teman saya.

5 Saya merasa sangat puas jika bisa memukul/menendang musuh/teman yang tidak saya sukai di depan teman-teman saya.

6 Bagi saya, mengganggu adik kelas/ teman yang lebih lemah sama saja sebagai pengecut.

7 Bagi saya, tindakan memukul/menendang, dan menampar teman adalah tindakan diluar batas.

8 Mengancam orang yang tidak saya sukai dengan hal-hal yang membuatnya merasa takut, merupakan hal yang diluar batas.

9 Meski tidak mempunyai uang, saya tidak akan memaksa meminta uang kepada adik kelas/teman.

10 Bagi saya merusak/atau memeras barang milik orang lain merupakan tindakan kriminal

11 Saya memanggil nama teman/adik kelas saya dengan nama yang jelek

12 Saya mengejek teman-teman lain dengan ejekan yang menyangkut bentuk tubuh, seperti sebutan ‘gendut/cungkring’.

13 Saya langsung membentak jika adik kelas/teman ada yang menertawakan kesalahan saya

14 Saya menggertak adik kelas/teman yang tidak saya sukai jika memandang ke arah saya

15 Jika teman-teman mengolok-olok adik kelas/teman, saya ikut bergabung karena menyenangkan

16 Saya selalu memanggil nama teman saya dengan nama aslinya.

17 Saya mengabaikan untuk ikut bersorak ketika adik kelas/teman sedang di olok-olok/berkelahi dengan teman

18 Bagi saya, sangat tidak penting mengejek teman yang tidak kita sukai dengan kekurangan atau kelebihan dari bentuk badannya (seperti sebutan: gendut/cungkring).

19 Jika ada teman yang menjadi bahan ejekan, maka saya akan mencoba untuk merangkulnya

20 Jika ada teman yang mengejek, maka saya cukup membalasnya dengan senyuman tipis.

Page 132: Farkhan Basyirudin Fps

21 Saya bersikap biasa kepada orang yang saya benci

22 Saya akan membuat gerakan ejekan sambil berkata ‘bencong’ pada teman yang tidak saya sukai.

23 Tanpa memperdulikan perasaan sahabat/teman sekamar saya, saya akan memilih teman baru yang menguntungkan bagi saya.

24 Saya akan mempengaruhi teman dari musuh saya untuk membuat persahabat mereka retak.

25 Saya akan mencoba ramah pada orang yang tidak saya sukai/musuh saya sekalipun.

26 Jika teman yang tidak saya sukai datang menghampiri saya, maka saya akan memberikan senyuman manis padanya.

27 Saya rasa teman yang aneh (bencong) itu bukan untuk dikucilkan, tapi ditemani dan diarahkan

28 Menurut saya, rasa setia kawan antar teman tidak perlu jika hal tersebut hanya akan menyakiti orang lain

29 Saya akan memandang dengan ramah, teman yang tidak saya sukai lewat di depan saya.

Page 133: Farkhan Basyirudin Fps

Skala Penalaran Moral

Pertimbangan No Pernyataan SS S TS STS

1 Saya patuh pada peraturan Pondok Pesantren karena takut mendapat hukuman

2 Saya tidak menyukai segala bentuk hukuman yang diberikan oleh ustadz/pengurus pondok

3 Saya sangat takut untuk kabur dari pesantren karena hukuman yang di terapkan oleh pihak pondok pesantren sangat keras

4 Saya mengabaikan peraturan yang di terapkan oleh pengurus pondok pesantren

5 Saya kabur dari asrama tanpa memperdulikan hukuman yang diterapkan jika saya ketahuan oleh pengurus pondok

6 Saat ustadz favorit saya sedang mengajar, saya selalu berusaha aktif di dalam kelas supaya dapat menarik perhatiannya dan dapat nilai bagus

7 Saat pelajaran berlangsung, saya lebih memilih diam karena takut di tunjuk oleh ustadz untuk mengerjakan soal di depan santri lain

8 Bagi saya, menjadi pengurus OSIS merupakan hal yang tidak penting karena hanya membuang-buang waktu saja.

9 Saya selalu merasa malu jika prestasi saya mendapat pujian/sanjungan dari teman-teman dan para ustadz

10 Saya sangat senang membuat teman saya merasa bahagia walau kadang saya sedang merasa sedih

11 Jika ada berita tidak baik tentang teman saya, sebisa mungkin saya menyimpannya sendiri

12 Saya merasa gengsi jika saya yang terlebih dahulu untuk meminta maaf kepada santri lain

13 Bagi saya, menceritakan gosip terbaru mengenai santri lain merupakan suatu hal yang menyenangkan di waktu luang

14 Ketika saya sedang sedih, saya merasa cuek dengan permasalahan teman-teman saya

15 Saya akan menolak ajakan teman untuk menghisap rokok secara sembunyi-sembunyi

16 Kadang-kadang saya ingin melanggar peraturan sekolah yang menyebalkan

17 Bagi saya, mengerjakan piket kelas/asrama merupakan aktifitas paling menyebalkan

18 Saya suka mencuri waktu ketika sedang istirahat untuk dapat menghisap rokok

19 Saya ikut mengantri saat mengambil makan di asrama, walaupun banyak yang menyerobot antrian

20 Saya sering terlibat pertengakaran dengan santri lain, hal itu

Page 134: Farkhan Basyirudin Fps

merupakan hal yang biasa terjadi pesantren 21 Saya merupakan orang yang susah untuk menepati janji karena

banyaknya kesibukan saya

22 Jika saya kehabisan bekal, saya mengambil barang milik teman saya

23 Saya semangat untuk masuk kelas, walau sedang malas/sakit.

24 Jika saya kehabisan bekal, maka saya puasa

25 Jika saya tidak di beri izin untuk pulang secara mendadak karena orang tua saya sakit, saya akan nekat untuk kabur dari pesantren