fareengetees khrokiques hiperuplastika

3
Faringitis Kronis Hiperplastik Definisi: Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain- lain. Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi local. Penularan infeksi melalui secret hidung dan saliva (droplet infection). Pada faringitis kronis hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa dibawah permukaan faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranular (Soepardi, Iskandar, Bashiruddin dan Restuti, 2007). Etiologi Faringitis yang paling umum disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes yang merupakan Streptocci Grup A hemolitik. Bakteri lain yang mungkin terlibat adalah Streptocci Grup C, Corynebacterium diphteriae, Neisseria Gonorrhoeae. Streptococcus Hemolitik Grup A hanya dijumpai pada 15-30% dari kasus faringitis pada anak-anak dan 5-10% pada faringitis dewasa. Penyebab lain yang banyak dijumpai adalah nonbakteri, yaitu virus- virus saluran napas seperti adenovirus, influenza, parainfluenza, rhinovirus dan respiratory syncytial virus (RSV). Virus lain yang juga berpotensi menyebabkan faringitis adalah echovirus, coxsackievirus, herpes simplex virus (HSV) . Epstein barr virus (EBV) seringkali menjadi penyebab faringitis akut yang menyertai penyakit infeksi lain. Faringitis oleh karena virus dapat merupakan bagian dari influenza (Soepardi, Iskandar, Bashiruddin dan Restuti, 2007).

Upload: dhauatha-yudhistira

Post on 05-Nov-2015

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Faringitis Kronis HiperplastikDefinisi:

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain. Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi local. Penularan infeksi melalui secret hidung dan saliva (droplet infection). Pada faringitis kronis hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa dibawah permukaan faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranular (Soepardi, Iskandar, Bashiruddin dan Restuti, 2007).

Etiologi

Faringitis yang paling umum disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes yang merupakan Streptocci Grup A hemolitik. Bakteri lain yang mungkin terlibat adalah Streptocci Grup C, Corynebacterium diphteriae, Neisseria Gonorrhoeae. Streptococcus Hemolitik Grup A hanya dijumpai pada 15-30% dari kasus faringitis pada anak-anak dan 5-10% pada faringitis dewasa. Penyebab lain yang banyak dijumpai adalah nonbakteri, yaitu virus-virus saluran napas seperti adenovirus, influenza, parainfluenza, rhinovirus dan respiratory syncytial virus (RSV). Virus lain yang juga berpotensi menyebabkan faringitis adalah echovirus, coxsackievirus, herpes simplex virus (HSV). Epstein barr virus (EBV) seringkali menjadi penyebab faringitis akut yang menyertai penyakit infeksi lain. Faringitis oleh karena virus dapat merupakan bagian dari influenza (Soepardi, Iskandar, Bashiruddin dan Restuti, 2007).

Epidemiologi

Setiap tahunnya 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis. Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 35 kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Frekuensi munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak. Kira-kira 1530% kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah dan 10% kasus faringitis pada orang dewasa. Biasanya terjadi pada musim dingin yaitu akibat dari infeksi Streptococcus hemolyticus group A. Faringitis jarang terjadi pada anak-anak kurang dari tiga tahun (Soepardi, Iskandar, Bashiruddin dan Restuti, 2007).Patogenesis

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis epitel sehingga jaringan limfoid superfisial bereaksi dan akan terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemis, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan keadaan hiperemis, pembuluh darah dinding faring akan melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu akan didapatkan di dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior atau yang terletak lebih ke lateral akan menjadi meradang dan membengkak (Soepardi, Iskandar, Bashiruddin dan Restuti, 2007).Manifestasi klinis

Mula-mula pasien mengeluh tenggorok kering, gatal dan pada akhirnya batuk yang berdahak. Faringitis mempunyai karakteristik yaitu demam yang tiba-tiba, nyeri tenggorokan, nyeri telan, adenopati servikal, malaise dan mual. Faring, palatum, tonsil berwarna kemerahan dan tampak adanya pembengkakan. Eksudat yang purulen mungkin menyertai peradangan. Gambaran leukositosis dengan dominasi neutrofil akan dijumpai. Khusus untuk faringitis oleh streptococcus gejala yang menyertai biasanya berupa demam tiba-tiba yang disertai nyeri tenggorokan, tonsillitis eksudatif, adenopati servikal anterior, sakit kepala, nyeri abdomen, muntah, malaise, anoreksia, dan rash atau urtikaria (Soepardi, Iskandar, Bashiruddin dan Restuti, 2007).Sumber:

Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., dan Restuti, R.D., 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. FK UI: Jakarta.