fantom episiotomi dan robekan jalan lahir

31
Fantom EPISIOTOMI DAN ROBEKAN JALAN LAHIR Kelompok B Nadia Ayu Tiarasari 04084811416001 Maria Winarti 04054811416103 Abdul Wahyu Yudistira 04054811416122 Ariyani Sukma Putri 04054811416123 Nadia Aini Putri P. 04084811416006 Anisa Karamina Wardani 04084811416005 Anugerah Ramadhan Putra 04084811416007 Asriandi Sumantri 04101001047 Ramdhani 04101001049 Pembimbing: dr. Iskandar Zulkarnain, Sp.OG (K) DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 0

Upload: nadiaappnorman

Post on 12-Dec-2015

266 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Episiotomi dan robekan jalan lahir

TRANSCRIPT

Fantom

EPISIOTOMI

DAN ROBEKAN JALAN LAHIR

Kelompok B

Nadia Ayu Tiarasari 04084811416001

Maria Winarti 04054811416103

Abdul Wahyu Yudistira 04054811416122

Ariyani Sukma Putri 04054811416123

Nadia Aini Putri P. 04084811416006

Anisa Karamina Wardani 04084811416005

Anugerah Ramadhan Putra 04084811416007

Asriandi Sumantri 04101001047

Ramdhani 04101001049

Pembimbing:

dr. Iskandar Zulkarnain, Sp.OG (K)

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN

PALEMBANG

2015

0

BAB I

PENDAHULUAN

Angka kematian maternal di negara–negara maju berkisar antara 5-10 per

100.000 kelahiran hidup, sedangkan di negara – negara berkembang berkisar

antara 750-1000 per kelahiran hidup. Tingkat kematian maternal di Indonesia

diperkirakan sekitar 450 per 100.000 kelahiran hidup. Perdarahan postpartum

merupakan salah satu penyebab kematian maternal terbesar. Salah satu penyebab

perdarahan postpartum adalah perlukaan jalan lahir. Perlukaan dapat berbentuk

perlukaan ringan berupa luka lecet hingga berat berupa suatu robekan yang

disertai perdarahan hebat.

Episiotomi merupakan tindakan untuk memperlebar jalan lahir untuk

mencegah terjadinya ruptur perineum yang sering kali menjadi penyebab

kesakitan pada ibu bersalin dan tingginya angka kesakitan pada ibu nifas.

Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat

pada jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau

elastisitas jaringan tersebut. Oleh sebab itu, pertimbangan untuk melakukan

episiotomi harus mengacu pada pertimbangan klinik yang tepat dan tehnik yang

paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi.

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang

menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara,

jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit

sebelah depan perineum. 1

Episiotomi dalam arti sempit adalah insisi pudenda. Insisi ini dapat

dibuat di linea mediana (episiotomi mediana) atau dapat mulai di linea

mediana tetapi diarahkan ke lateral dan kebawah menjauhi rektum

(episiotomi mediolateralis).

B. Tujuan

Tujuan episiotomi, yaitu membentuk insisi bedah yang lurus, sebagai

pengganti robekan tak teratur yang mungkin terjadi. Episiotomi dapat

mencegah vagina robek secara spontan, karena jika robekanya tidak teratur

maka menjahitnya tidak rapi, tujuan lain dari episiotomi adalah

mempersingkat waktu ibu dalam mendorong bayinya keluar. 2

Tindakan upaya episiotomi memiliki tujuan, berupa :

1. Mempercepat persalinan dengan memperlebar jalan lahir lunak

2. Mengendalikan robekan perineum untuk memudahkan menjahit

3. Menghindari robekan perineum spontan

4. Memperlebar jalan lahir pada operasi persalinan pervaginam.

C. Indikasi dan Kontraindikasi4

Indikasi

Indikasi episiotomi dapat berasal dari faktor ibu maupun faktor janin.

2

Indikasi ibu antara lain adalah:

a. Primigravida umumnya

b. Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada

persalinan yang lalu

c. Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan

misalnya pada persalinan sungsang, persalinan dengan

cunam, ekstraksi vakum dan anak besar

d. Arkus pubis yang sempit

Indikasi janin antara lain adalah:

a. Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk

mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala

janin.

b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, janin

besar.

c. Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala

II seperti pada gawat janin, tali pusat menumbung.

Kontraindikasi

a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam

b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak

seperti penyakit kelainan darah maupun terdapatnya varises yang

luas pada vulva dan vagina.

D. Jenis Episiotomi3

Macam-macam Episiotomi

1. Episiotomi Medialis

Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina

sampai batas atas otot-otot sfingter ani.

Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi infiltrasi antara lain

dengan larutan procain 1%-2%; atau larutan lidonest 1%-2%; atau

larutan xylocain 1%-2%. Setelah pemberian anestesi, dilakukan insisi

dengan mempergunakan gunting yang tajam dimulai dari bagian

3

terbawah introitus vagina menuju anus, tetapi tidak sampai memotong

pinggir atas sfingter ani, hingga kepala dapat dilahirkan. Bila kurang

lebar disambung ke lateral (episiotomi mediolateralis).

Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot perineum

kiri dan kanan dirapatkan dengan beberapa jahitan. Kemudian fasia

dijahit dengan beberapa jahitan. Lalu selaput lendir vagina dijahit

pula dengan beberapa jahitan. Terakhir kulit perineum dijahit

dengan empat atau lima jahitan. Jahitan dapat dilakukan secara

terputus-putus (interrupted suture) atau secara jelujur (continuous

suture). Benang yang dipakai untuk menjahit otot, fasia, dan

selaput lendir adalah catgut khromik, sedang untuk kulit perineum

dipakai benang sutera.

a. Perineum digunting mulai dari ujung paling bawah introitus vagina menuju anus melalui kulit, selaput lender vagina, fasia dan otot perineum.

b. Otot perineum kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.c. Pinggir fasia kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.d. Selaput lendir vagina dan kulit perineum dijahit dengan benang sutera.

2. Episiotomi Mediolateralis

a. Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina

menuju ke arah belakang dan samping. Arah insisi dapat dilakukan

ke arah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang

melakukannya. Panjang insisi kira-kira 4 cm.

4

b. Teknik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama

dengan teknik menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan

sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya lurus

simetris.

a. Menjahit jaringan otot-otot dengan jahitan terputus-putusb. Benang jahitan pada otot-otot ditarikc. Selaput lendir vagina dijahitd. Jahitan otot-otot dikaitkane. Fasia dijahitf. Penutupan fasia selesaig. Kulit dijahit

5

Keuntungan dan kerugian dari 2 tipe episiotomi.

Episiotomi medialis lebih superior namun terdapat kemungkinan

terjadinya laserasi derajat 3-4. Combs (1990) melaporkan bahwa ada

beberapa faktor yang berhubungan dengan meningkatnya risiko laserasi

derajat 3 dan 4 sepert:

- Nuliparitas

- Kala II memanjang

- Posisi oksiput posterior yang persisten

- Mild/ low forcep

- Penggunaan anestesi lokal

- Ras Asia

6

Anthony dan teman-teman (1994) menemukan bahwa laserasi perineum

yang berat lebih rendah 4 kali lipat bila dilakukan episiotomi

mediolateralis dibandingkan dengan insisi medialis.

3. Episiotomi Lateralis.

a. Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira

pada jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam.

b. Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh karena banyak

menimbulkan komplikasi. Luka insisi dapat melebar ke arah dimana

terdapat pembuluh darah pudendeal interna, sehingga dapat

menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi

dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.

E. Saat Melakukan Episiotomi

1. Episiotomi sebaiknya dilakukan ketika kepala bayi meregang

perineum pada janin matur, sebelum kepala sampai pada otot-otot

perineum pada janin matur. Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat,

maka perdarahan yang timbul dari luka episiotomi bisa terlalu banyak,

sedangkan bila episiotomi dilakukan terlalu lambat maka laserasi tidak

dapat dicegah. sehingga salah satu tujuan episiotomi itu sendiri tidak

akan tercapai.

2. Episiotomi biasanya dilakukan pada saat perineum menipis dan pucat

serta kepala janin sudah terlihat dengan diameter 3 - 4 cm  pada saat

kontraksi . Jika dilakukan bersama dengan penggunaan ekstraksi

forsep, sebagian besar dokter melakukan episiotomi setelah

pemasangan sendok atau bilah forsep.

3. Pertama pegang  gunting tajam disinfeksi tingkat tinggi atau

steril dengan satu tangan, kemudian letakkan jari telunjuk dan jari

tengah di antara kepala bayi dan perineum searah dengan rencana

sayatan.  Hal ini akan melindungi kepala bayi dari gunting dan

7

meratakan perineum sehingga membuatnya lebih mudah di

episiotomi.

4. Setelah itu, tunggu fase acme (puncak his). Kemudian selipkan

gunting dalam keadaan terbuka di antara jari telunjuk dan tengah.

Gunting perineum  mengarah ke sudut yang diinginkan untuk

melakukan episiotomi, misalnya episiotomi mediolateral  dimulai dari

fourchet (komissura posterior) 45 derajat ke lateral kiri atau

kanan. Pastikan untuk melakukan palpasi/ mengidentifikasi sfingter

ani eksternal dan mengarahkan gunting cukup jauh kearah samping

untuk rnenghindari sfingter.

5. Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral

menggunakan satu atau dua guntingan yang mantap. Hindari

“menggunting” jaringan sedikit demi sedikit karena akan

menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga akan menyulitkan

penjahitan dan waktu penyembuhannya lebih lama.

6. Jika kepala bayi belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka

episiotomi dengan di lapisi kain atau kasa disinfeksi tingkat tinggi

atau steril di antara kontraksi untuk membantu mengurangi

perdarahan.  Karena dengan melakukan tekanan pada luka episiotomi

akan menurunkan perdarahan.

7. Kendalikan kelahiran kepala, bahu dan badan bayi untuk mencegah

perluasan episiotomi.

8. Setelah bayi dan plasenta lahir, periksa dengan hati-hati apakah

episiotomi, perineum dan vagina mengalami perluasan atau laserasi,

lakukan penjahitan jika terjadi perluasan episiotomi atau laserasi

tambahan.

F. Prinsip Penjahitan Episiotomi

Teknik penjahitan luka episiotomi sangat menentukan hasil

penyembuhan luka episitomi, bahkan lebih penting dari jenis episitomi itu

8

sendiri. Penjahitan biasanya dilakukan setelah palsenta lahir, kecuali bila

timbul perdarahan yang banyak dari luka episiotomi maka dilakukan

dahulu hemostasis dengan mengklem atau mengikat pembuluh darah yang

terbuka

Beberapa prinsip dalam penjahitan luka episiotomi yang harus

diperhatikan adalah sebagai berikut:

a. Penyingkapan luka episiotomi yang adekuat dengan penerangan yang

baik, sehingga restorasi anatomi luka dapat dilakukan dengan baik.

b. Penggunaan benang jahitan yang mudah diabsorbsi

c. Pencegahan penembusan kulit oleh jahitan dan mencegah tegangan

yang berlebihan

d. Jumlah jahitan dan simpul jahitan diusahakan seminimal mungkin

e. Hati-hati agar jahitan tidak menembus rektum

f. Untuk mencegah kerusakan jaringan, sebaiknya dipakai jarum

atraumatik.

9

G. Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan sangat dihubungi oleh usia, berat badan, status

nutrisi, dehidrasi, aliran darah yang adekuat ke area luka, dan status

imunologinya. Penyembuhan luka sayatan episiotomi yang sempurna

tergantung kepada beberapa hal. Tidak adanya infeksi pada vagina sangat

mempermudah penyembuhan. Keterampilan menjahit juga sangat

diperlukan agar otot-otot yang tersayat diatur kembali sesuai dengan

fungsinya atau jalurnya dan juga dihindari sedikit mungkin pembuluh

darah agar tidak tersayat. Jika sel saraf terpotong, pembuluh darah tidak

akan terbentuk lagi.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka

1. Status nutrisi yang tidak tercukupi memperlambat penyembuhan

luka

2. Kebiasaan merokok dapat memperlambat penyembuhan luka

3. Penambahan usia memperlambat penyembuhan luka

4. Peningkatan kortikosteroid akibat stress dapat memperlambat

penyembuhan luka

5. Ganguan oksigenisasi dapat mengganggu sintesis kolagen dan

menghambat epitelisasi sehingga memperlambat penyembuhan

luka

6. Infeksi dapat memperlambat penyembuhan luka

Menurut Walsh (2008) proses penyembuhan terjadi dalam tiga fase,

yaitu:

1. Fase 1: Segera setelah cedera, respons peradangan menyebabkan

peningkatan aliran darah ke area luka, meningkatkan cairan dalam

jaringan,serta akumulasi leukosit dan fibrosit. Leukosit akan

memproduksi enzim proteolitik yang memakan jaringan yang

mengalami cedera.

2. Fase 2: Setelah beberapa hari kemudian, fibroblast akan

membentuk benang – benang kolagen pada tempat cedera.

10

3. Fase 3: Pada akhirnya jumlah kolagen yang cukup akan melapisi

jaringan yang rusak kemudian menutup luka.

H. Anastesi Lokal Pada Episiotomi4

Obat anastesi disuntikkan disekitar daerah operasi dengan cara

infiltrasi. Pada episiotomi, infiltrasi obat anastesi harus mengenai mukosa

vagina dan kulit perineum.

I. Prosedur Tindakan Episiotomi

PROSEDUR/LANGKAH KLINIK

1 PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK

1.1 Memperkenalkan diri selaku petugas yang akan menolong pasien

1.2 Menjelaskan diagnosis dan penanganan luka episiotomi dan robekan perineum

1.3 Menjelaskan pula bahwa setiap tindakan medik mempunyai risiko

1.4 Memastikan bahwa pasien dan keluarganya telah mengerti semua aspek diatas

1.4 Memberi kesempatan pasien dan keluarganya mendapat penjelasan ulang

1.6 Membuat Persetujuan Tindakan Medik tertulis dan memasukkan kedalam catatan medik pasien

11

2 PERSIAPAN SEBELUM TINDAKAN

2.1 Memeriksa dan menyiapkan peralatan

Alat episiotomi Sarung tangan steril Gunting episiotomi

Set jahit dalam keadaan steril Gunting benang Pinset anatomis Pinset sirugis Klem arteri Needle Holder Jarum rounded dan traumatic 2-0 Benang kromik Tampon bola Kasa steril Kain duk steril Semprit 5cc berisi lidokain 1%

Peralatan lain Lampu sorot Stetoskop dan tensimeter Oksigen Bahan anti septic (povidone iodine 10%) Larutan khloin 0,5% Tempat sampah

2.2 Menjelaskan pada ibu untuk tidur terlentang dengan posisi litotomi

3 PENCEGAHAN INFEKSI SEBELUM TINDAKAN

3.1 Mencuci tangan dan lengan sampai siku dan keringkan dengan handuk DTT

3.2 Memakai baju dan perlengkapan kamar tindakan dan sarung tangan tindakan DTT/ steril

4 EPISIOTOMI PADA PERTOLONGAN PERSALINAN (KALAII)

4.1 Anestesi Lokal

4.1.1 Jelaskan pada ibu tentang apa yang akan dilakukan dan bantulah agar ibu merasa tenang

4.1.2 isi semprit 5cc dengan bahan anestesi (lidokain HCl 1% atau Xilokain 10 mg/ml)

4.1.3 Letakkan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) di antara kepala janin dan perineum. Masuknya bahan anestesi (secara tidak sengaja) ke dalam sirkulasi bayi, dapat menimbulkan akibat fatal, oleh sebab itu gunakan jari-jari

12

penolong sebagai pelindung kepala bayi.

4.1.4 Tusukkan jarum tepat di bawah kulit perineum pada daerah comissura posterior (fourchette) yaitu bagian sudut bawah vulva

4.1.5 Arahkan jarum dengan membuat sudut 45° ke sebelah kiri(atau kanan) garis tengah perineum. Lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak memasuki pembuluh darah (terlihat cairan darah dalam semprit). (Intravasasi bahan anestesi lokal kedalam pembuluh darah, dapat menyebabkan syok padaibu)

4.1.6 Sambil menarik mundur jarum suntik, infiltrasikan 3-4 ml lidokain 1%

4.1.7 Tunggu 1-2 menit agar efek anestesi bekerja maksimal, sebelum episiotomi dilakukan.

-Penipisan dan peregangan perineum berperan sebagai anestesi alamiah.

-Apabila kepala bayi menjelang ke luar, lakukan episiotomi dengan segera.

* Jika kepala janin tidak segera lahir, tekan insisi episiotomi di antara his sebagai upaya untuk mengurangi perdarahan

* Penyuntikan sambil menarik mundur, bertujuan untuk mencegah akumulasi

bahan anestesi hanya pada satu tempat dan mengurangi kemungkinan penyuntikan ke dalam pembuluh darah.

4.2 Tindakan Episiotomi

4.2.1 Pegang gunting yang tajam dengan satu tangan.

4.2.2 Letakkan jari telunjuk dan tengah di antara kepala bayi dan perineum, searah dengan rencana sayatan

4.2.3 Tunggu fase acme (Puncak His) kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka di antara telunjuk dan tengah

4.2.4 Gunting perineum, dimulai dari fourchet (comissura posterior) 45° ke mediolateral (kiri atau kanan)

4.2.5 Lanjutkan pimpinan persalinan

4.3 Penjahitan Luka Episiotomi

4.3.1 Atur posisi ibu menjadi posisi litotomi dan arahkan cahaya lampu sorot pada daerah yang benar

4.3.2 Keluarkan sisa darah dari dalam lumen vagina, bersihkan daerah vulva dan perineum

13

4.3.3 Kenakan sarung tangan yang bersih/DTT. Bila diperlukan pasanglah tampon atau kasa ke dalam vagina untuk mencegah darah mengalir ke daerah yang akan dijahit

4.3.4 Letakkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu

4.3.5 Uji efektifitas anestesi lokal yang diberikan sebelum episiotomi masih bekerja (sentuhkan ujung jarum pada kulit tepi luka). Jika terasa sakit, tambahkan anestesi lokal sebelum penjahitan dilakukan

4.3.6 Atur posisi penolong sehingga dapat bekerja dengan leluasa dan aman dari cemaran

4.3.7 Telusuri daerah luka menggunakan jari tangan dan tentukan secara jelas batas luka. Lakukan jahitan pertama kira-kira 1 cm di atas ujung luka di dalam vagina. Ikat dan potong salah satu ujung dari benang dengan menyisakan benang kurang lebih 0,5 cm

4.3.8 Jahitlah mukosa vagina dengan menggunakan jahitan jelujur dengan jerat ke bawah sampai lingkaran sisa himen

4.3.9 Kemudian tusukkan jarum menembus mukosa vagina di depan himen dan keluarkan pada sisi dalam luka perineum. Periksa jarak tempat keluarnya jarum di perineum dengan batas atas irisan episiotomi

4.3.10 Lanjutkan jahitan jelujur dengan jerat pada lapisan subkutis dan otot sampai ujung luar luka (pastikan setiap jahitan pada ke dua sisi memiliki ukuran yang sama dan lapisan otot tertutup dengan baik)

4.3.11 Setelah mencapai ujung luka, balikkan arah jarum ke lumen vagina dan mulailah merapatkan kulit perineum dengan jaitan subkutikuler

4.3.12 Bila telah mencapai lingkaran himen, tembuskan jarum keluar mukosa vagina

pada sisi yang berlawanan dari tusukkan terakhir subkutikuler

4.3.13 Tahan benang (sepanjang 2 cm) dengan klem, kemudian tusukkan kembali jarum pada mukosa vagina dengan jarak 2 mm dari tempat keluarnya benang dan silangkan ke sisi berlawanan hingga menembus mukosa pada sisi berlawanan

4.3.15 Ikat benang yang dikeluarkan dengan benang pada klem dengan simpul kunci

4.3.16 Lakukan kontrol jahitan dengan pemeriksaan colok dubur (lakukan tindakan yang sesuai bila diperlukan)

4.3.17 Tutup jahitan luka episiotomi dengan kasa yang dibubuhi cairan antiseptik

5 PENCEGAHAN INFEKSI PASCA TINDAKAN

14

5.1 Kumpulkan dan masukkan instrumen kedalam wadah yang berisi khlorin 0,5%

5.2 Kumpulkan bahan habis pakai dan masukkan ke tempat sampah medis

5.3 Bubuhilah benda-benda didalam kamar tindakan yang terkena darah atau

cairan tubuh pasien dengan khlorin 0,5%

5.4 Bersihkanlah sarung tangan, dilepaskan dan direndam dalam khlorin 0,5%

5.5 Cuci tangan dengan sabun dalam air mengalir

5.6 Keringkan tangan dengan handuk/kertas tissue yang bersih

6 PERAWATAN PASCA TINDAKAN

6.1 Periksa tanda vital pasien

6.2 Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan dalam status pasien

6.3 Buat insruksi pengobatan lanjutan dan pemantauan kondisi pasien

6.4 Memberitahu pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai

6.5 Tegaskan kepada perawat untuk menjalankan instruksi dan pengobatan serta melaporkan segera apabila ditemukan perubahan pascatindakan

J. ROBEKAN JALAN LAHIR5

Robekan Perineum

Ada beberapa penyebab robekan pada perineum, antara lain :

1. Kepala janin terlalu cepat lahir

2. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya

3. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut

4. Pada persalinan dengan distosia bahu.

Laserasi vagina dan perineum diklasifikasikan menjadi derajat I-IV, yaitu :

15

1. Laserasi derajat I melibatkan fourchette, kulit perineum, dan

membran mukosa vagina tapi tidak mengenai fascia dan otot.

Penjahitan robekan perineum derajat I dapat dilakukan hanya

dengan catgut yang dijahitkan secara kontinu atau dengan cara

angka delapan.

Gambar 2. Laserasi Derajat I

2. Laserasi derajat II melibatkan fascia dan otot (muskulus perinei

transversalis) dari badan perineum tapi tidak mengenai sfinkter

anus. Robekan ini biasanya melebar ke atas pada salah satu atau

kedua sisi vagina, membentuk luka segitiga yang ireguler.

Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II

atau III, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau

bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan

terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-

masing diklem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah

pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.

Mula-mula otot dijahit dengan catgut. Kemudian selaput lendir

vagina dijahit dengan catgut secara interuptus atau kontinu.

Penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari puncak robekan.

Terakhir kulit perineum dijahit dengan benang secara interuptus.

16

Gambar 3. Laserasi Derajat II

3. Laserasi derajat III meluas melewati kulit, membran mukosa, dan

badan perineum, dan melibatkan sfinkter anus. Sama seperti

teknik menjadi pada laserasi derajat 2, namun otot-otot levator ani

dijahit terlebih dahulu dengan jahitan interuptus.

Gambar 4. Laserasi Derajat III

4. Laserasi derajat IV meluas sampai mukosa rektum sampai ke

lumen rektum. Robekan di daerah uretra dengan perdarahan hebat

bisa menyertai laserasi tipe ini. Teknik menjahit : Mula-mula

dinding depan rektum yang robek dijahit. Kemudian fasia

perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut

kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani

yang terpisah oleh karena robekan dikelm dengan klem Pean

17

lurus, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik

sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi

lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.

Gambar 5. Laserasi Derajat IV

Robekan Vulva

Perlukaan vulva sering terjadi pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan cermat, akan sering terlihat robekan-robekan kecil pada labium minus, vestibulum, atau bagian belakang vulva. Jika robekan atau lecet hanya kecil dan tidak menimbulkan perdarahan banyak, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Tetapi jika luka robek agak besar dan banyak berdarah, lebih-lebih jika robekan terjadi pada pembuluh darah di daerah klitoris, perlu dilakukan penghentian perdarahan dan penjahitan luka robekan. Luka robekan dijahit dengan catgut secara interuptus ataupun kontinu. Jika luka robekan terdapat di sekitar orifisium uretra atau diduga mengenai vesika urinaria, sebaiknya sebelum dilakukan penjahitan, dipasang dulu kateter tetap.

Robekan Dinding Vagina

Perlukaan vagina sering terjadi sewaktu:

a. Melahirkan janin dengan cunam

b. Ekstraksi bokong

c. Ekstraksi vakum

d. Reposisi presentasi kepala janin, umpamanya pada letak

oksipito posterior

18

e. Sebagai akibat lepasnya tulang simpisis pubis

Bentuk robekan vagina bisa memanjang atau melintang

Penanganan:

Pada luka robek yang kecil dan superficial, tidak perlukan penanganan

khusus. Pada luka robek yang lebar dan dalam, perlu dilakukan

penjahitan secara terputus-putus atau jelujur. Biasanya robekan pada

vagina sering diiringi dengan robekan pada vulva maupun perineum.

19

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang

menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara,

jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit

sebelah depan perineum. Episiotomi bertujuan untuk membentuk insisi

bedah yang lurus, sebagai pengganti robekan tak teratur yang mungkin

terjadi. Episiotomi terdiri atas beberapa macam, antara lain episiotomi

medial, mediolateralis, lateral dan Insisi Schuchardt. Tujuan menjahit

laserasi atau episiotomi adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh

(mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu

(memastikan hemostasis). Ingat bahwa setiap kali jarum masuk ke dalam

jaringan tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi tempat yang potensial

untuk timbulnya infeksi. Proses penyembuhan sangat dihubungi oleh usia,

berat badan, status nutrisi, dehidrasi, aliran darah yang adekuat ke area luka,

dan status imunologinya.

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

2. Cunningham FG, et al. 2010. Williams Obstetrics, ed. 23. Appleton and

Lange.

3. Wiknjosastro,Hanifa. 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

4. Rusda,Muammad. 2004. Anastesi Infiltrasi pada Episiotomi. USU Digital

Library.

5. Bonica, John J. Principles and Practice of Obstetric Analgesia and

Anesthesia, FA Davis Co. Philadelphia, 2nd ed, 1995;501-513

6. Sastrawinata S. Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi, ed. 2.

Bandung : EGC, hal. 179-186.

21