fakultas psikologi universitas kristen satya...

44
HUBUNGAN KEBAHAGIAAN DENGAN BEBAN KERJA PADA RELIGIUS PEREMPUAN OLEH BARBARA TRI TOSIYANI 80 2013 060 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

Upload: phungtram

Post on 12-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

HUBUNGAN KEBAHAGIAAN DENGAN BEBAN KERJA PADA

RELIGIUS PEREMPUAN

OLEH

BARBARA TRI TOSIYANI

80 2013 060

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

Page 2: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia
Page 3: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

2

Page 4: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang

bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Barbara Tri Tosiyani

Nim : 80 2013 060

Program Studi : Piskologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

UKSW hal bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya

ilmiah saya berjudul:

HUBUNGAN KEBAHAGIAAN DENGAN BEBAN KERJA PADA

RELIGIUS PEREMPUAN

Dengan hak bebas royality non-exclusive ini, UKSW berhak menyimpan mengalih

media/mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan

mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga

Pada Tanggal: 13 Desember 2016

Yang menyatakan,

Barbara Tri Tosiyani

Mengetahui,

Pembimbing Utama

Drs. Aloysius L. S. Soesilo, MA

Page 5: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Barbara Tri Tosiyani

Nim : 802013060

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana.

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:

HUBUNGAN KEBAHAGIAAN DENGAN BEBAN KERJA PADA

RELIGIUS PEREMPUAN

Yang dibimbing oleh :

Drs. Aloysius L. S. Soesilo, MA

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau

gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk

rangkai kalimat atau gambar serta symbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya

sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 13 Desember 2016

Yang memberi pernyataan

Barbara Tri Tosiyani

Page 6: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN KEBAHAGIAAN DENGAN BEBAN KERJA PADA

RELIGIUS PEREMPUAN

Oleh

Barbara Tri Tosiyani

802013060

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui pada tanggal : 4 Januari 2017

Oleh:

Pembimbing Utama

Drs. Aloysius L. S. Soesilo, MA

Diketahui oleh, Disahkan oleh,

Kaprogdi Dekan

Dr. Christiana Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

Page 7: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

HUBUNGAN KEBAHAGIAAN DENGAN BEBAN KERJA PADA

RELIGIUS PEREMPUAN

Barbara Tri Tosiyani

Aloysius L. S. Soesilo

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

Page 8: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

i

Abstrak

Kebahagiaan merupakan suatu kehidupan yang penuh makna baik bagi diri sendiri

maupun bagi orang lain. Hal ini mungkin terjadi saat manusia memiliki emosi yang

positif, mau terlibat dalam kehidupan disekitarnya, dan memiliki hidup yang bermakna.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat signifikansi hubungan antara kebahagiaan dengan

beban kerja pada religius perempuan. Metode penelitian menggunakan metode

kuantitatif dengan partisipan para religius perempuan di jawa tengah yang berjumlah

155 orang dengan teknik purposive sampling. Metode analisis data dalam penelitian ini

menggunakan analisis korelasi Pearson Product Moment. Dari hasil analisis data

diperoleh hasil koefisien korelasi r = 0,580 dengan signifikansi sebesar 0,001 (p < 0,05)

yang berarti terdapat hubungan positif yang signifikan antara kebahagiaan dengan beban

kerja pada religius perempuan.

Kata Kunci: Kebahagiaan, Beban Kerja, Religius perempuan

Page 9: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

ii

Abstract

Happiness is a life that is meaningful both for one’s self and for others. This may occur

when people have positive emotions, get involved in his environment, and have a

meaningful life. This study aimed to examine the significance of the relationship on

happiness with the workload on women religious. The research method uses

quantitative methods, with the participation of religious women in Central Java which

amounted to 155 people with purposive sampling techniques. Methods of data analysis

in this study used Pearson Product Moment correlation analysis. From the analysis of

the data obtained by the correlation coefficient r = 0.580 with a significance of 0.001 (p

<0.05), which means there is a significant positive relationship between happiness with

the workload on women religious.

Keywords: Happiness, Workload, women Religious

Page 10: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

1

PENDAHULUAN

Manusia memiliki kehendak untuk mencari kebahagiaan di dalam hidup.

Aristoteles (dalam Seligman, 2013) berpendapat bahwa seluruh tindakan manusia

adalah untuk mencapai kebahagiaan. Happiness atau kebahagiaan menurut Biswas,

Diener dan Dean (2007) merupakan kualitas dari keseluruhan hidup manusia, apa yang

membuat kehidupan menjadi baik secara keseluruhan seperti kesehatan yang lebih baik,

kreativitas yang tinggi ataupun pendapatan yang lebih tinggi. Seligman (2013)

menambahkan bahwa segala yang kita lakukan adalah untuk membuat kita bahagia.

Kebahagiaan dioperasionalkan atau didefinisikan oleh kepuasan hidup. Dengan

demikian, manusia cenderung memperjuangkan kebahagiaan demi mendapatkan

kepuasan hidup.

Kebahagiaan merupakan suatu kehidupan yang penuh makna baik bagi diri

sendiri maupun bagi orang lain. Hal ini mungkin terjadi saat manusia memiliki emosi

yang positif, mau terlibat dalam kehidupan di sekitarnya, dan memiliki hidup yang

bermakna. Seligman (2013) menjelaskan bahwa orang yang memiliki emosi positif,

keterlibatan dan makna yang tinggi di dalam hidup adalah orang yang paling bahagia.

Orang dalam keadaan ini memiliki kepuasan hidup yang paling tinggi. Carr (2004)

mengungkapkan bahwa orang yang berbahagia adalah orang yang dapat membuka diri,

optimis, memiliki harga diri yang tinggi serta memiliki kontrol diri yang baik. Ryff,

Keyes, dan Shmotkin (2002) lebih lanjut mengungkapkan bahwa psychological well-

being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia. Dalam hal ini individu

yang memiliki psychological well-being yang tinggi memiliki perasaan senang,

Page 11: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

2

memiliki hubungan yang baik dengan orang lain, merasa puas dengan kehidupan dan

sebagainya.

Keith (2009) menjelaskan bahwa kebahagiaan yang dalam adalah kebahagiaan

yang menyentuh roh dan berhubungan dengan jiwa. Kebahagiaan dapat diartikan

sebagai aktualisasai diri, pemenuhan diri atau memfokuskan diri. Para pemeluk agama

menyebutnya menemukan kehendak Tuhan dalam hidup mereka. Menemukan makna

kehidupan adalah kunci untuk memperoleh kebahagiaan yang dalam. Makna kehidupan

itu bisa menjadi milik individu, apapun yang terjadi. Individu dapat merasakan

kebahagiaan disaat mampu menemukan makna hidup sekalipun dalam saat yang sulit.

Untuk menemukan kebahagiaan, secara umum orang cenderung menggunakan

segala cara untuk mendapatkan hal-hal yang ingin dicapai. Kebahagiaan ini biasanya

direpresentasikan sebagai hal yang bersifat materil seperti rumah, mobil, uang dan

kebutuhan lainnya. Wilson (dalam Seligman, 2010) menyatakan bahwa orang-orang

yang bahagia adalah orang yang berpenghasilan besar, menikah, muda, sehat,

berpendidikan, dan religius. Maka pemenuhan kebutuhan secara materil menjadi hal

yang biasa dalam kehidupan sosial masyarakat. Seseorang akan berusaha dan bekerja

keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bekerja menjadi salah satu sarana untuk

memperoleh kebahagiaan, karena dengan bekerja orang dapat memperoleh uang dan

dapat mengaktualisasikan dirinya. Kebahagiaan yang diharapkan ini bisa dicapai lewat

faktor psikologis dan fisiologis. Abraham Maslow (dalam Feist & Feist, 2010)

mengungkapkan mengenai hierarki kebutuhan yang meliputi kebutuhan fisiologis

(physiological), keamanan (safety), cinta dan keberadaan (love and belongingness),

penghargaan (esteem), dan aktualisasi diri (self-actualization). Selain kebutuhan

fisiologis pemenuhan kebutuhan psikologis seperti rasa nyaman, aman dan diterima

Page 12: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

3

oleh lingkungan sosial juga menjadi salah satu hal yang mendukung seseorang untuk

merasakan kebahagiaan. Religius perempuan memiliki pandangan yang berbeda

mengenai kebahagiaan. Perbedaan terletak pada usaha tidak mengejar hal-hal duniawi

seperti harta kekayaan dan popularitas melainkan pembaktian diri pada Tuhan dan

pelayanan penuh cinta kasih kepada sesama.

Manusia memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan hidup. Gereja Katolik

Roma memiliki paradigma tersendiri mengenai pilihan hidup. Pilihan hidup ini terbagi

menjadi dua bagian yaitu pilihan sebagai awam dan pilihan hidup khusus sebagai

religius (imam, biarawan dan biarawati). Yohanes Paulus (dalam Vita consecrata, 2006)

mengungkapkan karena dilahirkan kembali dalam Kristus, semua orang beriman

memiliki martabat yang sama, mereka semua dipanggil untuk kekudusan; semua

bekerjasama dalam membangun satu Tubuh Kristus masing-masing menurut panggilan

dan karunia yang diterimanya dari Roh. Jacobs (1987) menambahkan bahwa kekhasan

hidup membiara ialah mau menyatakan dengan sejelas-jelasnya bahwa hidup kristiani

secara hakiki bersifat panggilan. Panggilan hidup ini memiliki tugas dan misi yang

berbeda-beda tetapi tetap memiliki hubungan timbal balik sehingga saling melengkapi.

Yohanes Paulus (dalam Kitab Hukum Kanonik, 2006) mengatakan bahwa hidup

religius sebagai pembaktian seluruh pribadi, menampakkan di dalam Gereja pernikahan

yang mengagumkan yang diadakan oleh Allah, pertanda dari zaman yang akan datang.

Demikianlah hendaknya religius menyempurnakan penyerahan diri seutuhnya bagaikan

kurban yang dipersembahkan kepada Allah; dengan itu seluruh eksistensi dirinya

menjadi ibadat yang terus menerus kepada Allah dalam cintakasih. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa religius perempuan merupakan perempuan yang

mempersembahkan diri pada Allah dengan seluruh eksistensi dirinya menjadi ibadat

Page 13: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

4

yang terus-menerus kepada Allah dalam cinta kasih. Religius perempuan dalam

kalangan masyarakat biasa dikenal sebagai biarawati atau suster.

Biarawati adalah perempuan yang memilih cara khusus dalam mengikuti

Kristus, guna membaktikan diri kepada Tuhan dengan berkomitmen pada tiga kaul atau

tri kaul. Aleksander (2007) menuturkan bahwa seorang biarawati adalah seorang

perempuan yang hidup di biara yang secara sukarela meninggalkan kehidupan duniawi

dan memfokuskan dirinya dan hidupnya untuk kehidupan agama di suatu tempat

ibadah. Seorang biarawati diikat oleh „tri suci‟ atau janji suci yang harus ia patuhi

seumur hidupnya. Hidup yang dibaktikan ini diteguhkan dengan semangat injil yaitu

penghayatan ketiga kaul yang meliputi kaul ketaatan, kemiskinan dan kemurnian.

Ridick (1989) kaul ketaatan mengacu pada panggilan bersama sebagai sesama anggota

gereja untuk melayani, siap siaga untuk menderita sebagai ungkapan untuk mau ikut

ambil bagian dalam penyerahan diri Kristus kepada Bapa. Kaul kemiskinan tidak hanya

merujuk pada sikap lepas bebas terhadap harta benda melainkan pengarahan taraf hidup,

suatu usaha untuk menjadi tidak terlekat pada satu tahap kehidupan saja agar dapat

bebas meraih dan memiliki keintiman yang total dan terpadu dengan Kristus. Kaul

kemurnian merupakan persembahan hidup total kepada Tuhan, di mana seksualitas

dipadukan dan disertakan secara terarah untuk menanggapi panggilan Tuhan, yaitu

hidup bakti untuk dan kepada Yesus sebagai nilai yang terutama dalam rencana hidup

dan tugas perutusan. Realisasi ketiga kaul ini diwujudkan dalam semangat Ordo lewat

bidang kerasulan yang berupa pelayanan kesehatan, pendidikan, sosial dan bidang karya

lainnya.

Biarawati memiliki dorongan untuk mencari dan merasakan kebahagiaan. Bagi

para biarawati kebahagiaan ini mengacu pada kebahagiaan eskatologis atau kebahagiaan

Page 14: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

5

kekal. Jacobs (1987) mengungkapkan arti hidup eskatologis yaitu orang tidak lagi

mengakui tujuan hidup di dunia ini, tetapi semata-mata hidup dari harapan akan hidup

di akhirat. Kebahagiaan dicapai melalui pembaktian hidup pada Tuhan dan pelayanan

pada sesama. Kebahagiaan di dunia bukan semata-mata kepenuhan akan kebutuhan

materil melainkan keterlibatan untuk peduli pada orang-orang disekitarnya. Delapan

sabda Bahagia (dalam Injil Matius 5: 1-12) merujuk pada sikap untuk mengandalkan

dan menggantungkan seluruh hidup hanya pada Allah dan peduli pada sesama.

Kebahagiaan akan sangat dirasakan saat religius mampu menjalin relasi dengan Tuhan

dan mampu melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan. Kebahagiaan itu dapat

dirasakan saat mampu melayani dan berbagi kasih pada orang lain atau sesama. Seorang

biarawati harus mampu bertanggung jawab pada tugas panggilan dan perutusan yang

dipercayakan yang meliputi bidang kesehatan, pendidikan, sosial, pastoral dan bidang

karya lannya seperti asrama dan rumah retret. Dalam pelaksanaan tugas perutusan itu

biarawati bekerja sama dengan orang lain. Biarawati dapat menemukan kebahagiaan

lewat pelayanan, persahabatan, relasi dan dukungan sosial yang baik dari lingkungan

sosialnya, rekan kerja dan dari saudara-saudari sepanggilan baik di dalam maupun di

luar komunitas.

Berdasarkan pengamatan dan melalui ungkapan beberapa biarawati dalam

melaksanakan tugas perutusan mereka mengalami kebingungan, dan merasakan

munculnya emosi-emosi negatif yang dirasakan terutama saat menjalankan tugas yang

tidak sesuai dengan kemampuan. Beberapa biarawati yang sudah memiliki pengalaman

bekerja sebelum menjadi biarawati juga mengalami kesulitan dalam melaksanakan

tugas. Kesulitan itu muncul karena tugas yang dipercayakan berbeda dengan pekerjaan

yang biasa dilakukan. Dalam situasi ini para biarawati berusaha menyesuaikan diri

Page 15: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

6

dengan rekan kerja dan lingkungan baru. Keadaan ini mendorong mereka untuk belajar

memahami dan mengenali rekan-rekan kerja yang dipercayakan. Beberapa biarawati

juga memiliki tugas rangkap. Dalam proses melaksanakan tugas mereka menyatakan

bahwa merasakan kelelahan emosional dan kelelahan fisik saat harus membagi

konsentrasi dan waktu untuk melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan. Fenomena

yang dialami para suster ini merujuk pada terganggunya emosi-emosi positif seperti

kebahagiaan.

Konsep mengenai kebahagiaan secara teoritis berasal dari teori dalam psikologi

positif. Teori kebahagiaan ini menekankan potensi individu akan emosi positif masa

lalu berkaitan dengan kepuasan, kelegaan, kesuksesan, kebanggaan dan kedamaian.

Emosi positif masa sekarang berkaitan dengan kegembiraan, ekstase, keriangan dan rasa

senang. Emosi positif pada masa depan mencakup optimisme, harapan, keyakinan, dan

kepercayaan (Seligman, 2010). Seligman (2013) menjelaskan kembali mengenai teori

kebahagiaan yang mencakup tiga unsur yaitu: emosi positif, keterlibatan dan makna.

Emosi positif mencakup tentang apa yang dirasa, keterlibatan berkaitan dengan hidup

yang mengalir dan makna berkaitan dengan hidup yang menjadi bagian dari dan

melayani sesuatu yang lebih besar.

Rosetti (2011) mengungkapkan bahwa kebahagiaan para imam terletak pada

kehidupan rohani yaitu kedalaman relasi dengan Tuhan dan sesama yang diwujudkan

dalam tugas pelayanan dan perutusan. Dalam studi mengenai kesehatan psikologi dan

spiritual para imam, ia mengungkapkan beberapa faktor yang berkontribusi terhadap

kebahagiaan yaitu a) relasi dengan Allah; b) kedamaian batin; c) devosi kepada Maria;

d) pandangan terhadap selibat; e) dukungan antar religius; f) dukungan keluarga;

Page 16: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

7

g) masa kecil kurang bahagia; h) kesepian dan rasa tidak dihargai; i) problem

emosional; j) narcissistic traits; dan k) konflik seksual.

Penelitian yang dilakukan oleh Rosetti (2011) berkaitan dengan kebahagiaan

para Imam di Amerika Serikat menunjukkan hasil bahwa para Imam merasakan

kebahagiaan dan mengalami kepenuhan dalam hidup panggilannya. Yamrewav (2016)

juga melakukan penelitian yang sama dalam konteks di Indonesia mengenai

kebahagiaan imam dan menunjukkan hasil bahwa para Imam merasakan kebahagiaan.

Penelitian yang dilakukan Hanggoro (2015) mengenai Subjective Well-being pada

biarawati di Jogjakarta menunjukkan bahwa biarawati mengalami kepuasan hidup

terhadap hidupnya yang sekarang dan cenderung banyak mengalami perasan

menyenangkan dalam hidupnya (positive affect) dan sedikit mengalami perasaan yang

tidak menyenangkan (negative affect) dalam hidup membiara. Desy (2015) juga

melakukan penelitian pada Biarawati di Kalimantan Timur mengenai kebermaknaan

hidup. Penelitian ini menunjukkan hasil yang sama bahwa biarawati dapat menemukan

makna dalam hidupnya. Dari keempat penelitian ini dapat dilihat bahwa kaum religius

merasakan kebahagiaan dan kebermaknaan hidup. Dalam penelitian di atas khususnya

di Indonesia belum melibatkan faktor pekerjaan atau beban kerja. Maka, peneliti tertarik

untuk melihat hubungan kebahagiaan dengan beban pekerjaan para religius perempuan

atau biarawati.

Konsep mengenai Beban kerja menurut Munandar (2001) adalah kombinasi

beban kerja kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja secara kuantitatif yaitu timbul karena

tugas-tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan beban kerja kualitatif jika pekerja

merasa tidak mampu melakukan tugas atau tidak menggunakan keterampilan atau

potensi dari pekerja. Manuaba (dalam Tarwaka, 2000) mengungkapkan pula bahwa

Page 17: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

8

hubungan antara beban kerja dan kapasitas kerja dipengaruhi oleh faktor eksternal

maupun faktor internal. Faktor eksternal berkaitan dengan beban kerja yang berasal dari

luar tubuh pekerja. Faktor internal berkaitan dengan faktor yang berasal dari dalam

tubuh itu sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Kedua faktor

ini saling terkait dan dapat mempengaruhi keadaan seseorang dalam melaksanakan

pekerjaanya. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa beban kerja merupakan

sutu pekerjaan yang diberikan kepada seseorang dan harus dipertanggungjawabkan.

Dalam studinya Rosetti (2011) menggunakan dan memodifikasi Maslach

Burnout Inventory Manual, dan disesuaikan dengan konteks para imam. Rosetti

mengungkapkan adanya empat variabel dalam skala beban pekerjaan, yang meliputi a)

kepuasan atas pilihan hidup; b) pencapaian pribadi; dan c) depersonalisasi; d) kelelahan

emosional. Beban kerja menjadi salah satu bagian dalam kehidupan biarawati. Setiap

biarawati pasti memiliki tugas perutusan yang harus dipertanggung jawabkan pada

kongregasi. Persoalan akan muncul disaat biarawati harus melaksanakan tugas tanpa

memiliki kemampuan yang sesuai. Biarawati juga harus siap ditugaskan dimanapun dan

kapanpun sesuai dengan kebutuhan kongregasi. Walaupun sulit dan berat para biarawati

akan tetap melaksanakan tugasnya karena menyadari akan kaul yang telah diikrarkan.

Kaul inilah yang mendorong para biarawati untuk setia dengan tugas perutusan yang

dipercayakan.

Untuk mencapai kebahagiaan ada beberapa hambatan seperti munculnya krisis

dan kesulitan yang dihadapi para biarawati berkaitan dengan tugas pelayanan,

kurangnya dukungan sosial, kesenjangan antara kemampuan dan tuntutan tugas dan

beban kerja yang diemban atau tugas yang dipercayakan. Beban pekerjaan ini akan

menguras tenaga dan konsentrasi sehingga bagi para suster sangat diperlukan

Page 18: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

9

kemampuan untuk membagi waktu antara berdoa, hidup berkomunitas dan bekerja.

Pada saat ketiga hal ini tidak dapat terlaksana dengan baik maka akan menjadi sebuah

tekanan yang berdampak pada krisis hidup membiara. Pada saat krisis inilah seseorang

dapat meninggalkan kongregasi atau keluar dari hidup membiara.

Berdasarkan dari latar belakang diatas, peneliti mencoba merumuskan fokus

penulisan yakni: adakah hubungan yang signifikan antara kebahagiaan dengan beban

kerja pada religius perempuan? Penelitian ini bertujuan untuk melihat signifikansi

hubungan antara kebahagiaan dengan beban kerja pada religius perempuan.

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

H0: Tidak ada hubungan positif dan signifikan antara kebahagiaan dengan beban kerja

pada religius perempuan.

H1: Ada hubungan positif dan signifikan antara kebahagiaan dengan beban kerja pada

religius perempuan.

METODE PENELITIAN

a. Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini adalah para religius perempuan yang berada di

Keuskupan Agung Semarang (KAS). Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah 190

biarawati dengan karakteristik bertugas di Keuskupan Agung Semarang, aktif dalam

tugas pelayanan atau karya dan berada dalam tahapan yunior, medior balita, medior

muda, medior madya dan senior. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam

Page 19: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

10

penelitian ini adalah Purposive Sampling dengan 26 religius perempuan yang tidak

diikutsertakan karena tidak memenuhi kriteria dari karakteristik tersebut.

Pengisian angket dilakukan dengan cara peneliti datang langsung kekomunitas-

komunitas para religius perempuan di wilayah Keuskupan Agung Semarang.

b. Instrumen pengambilan data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Tingkat

Kebahagiaan dan Beban Pekerjaan yang disusun oleh Mgr. Stephen Rosetti (2011).

Kedua skala tersebut kemudian dimodifikasi serta disesuaikan dengan konteks di

Indonesia oleh Yamrewav (2016). Pada skala tingkat kebahagiaan diperoleh Alpha

Cronbach sebesar 0,767. Skala tingkat kebahagiaan merupakan Skala Likert dengan

lima alternatif jawaban dari “Sangat Tidak Setuju” hingga “Sangat Setuju”. Skala ini

mempunyai 59 item pernyataan dan terdiri dari 11 faktor yang meliputi: relasi dengan

Allah, kedamaian batin, devosi kepada Maria, pandangan terhadap selibat, dukungan

antar religius, dukungan keluarga, masa kecil kurang bahagia, kesepian dan rasa tidak

dihargai, problem emosional, narcissistic traits, dan konflik seksual.

Pada Skala beban pekerjaan yang dimodifikasi oleh Yamrewav (2016) diperoleh

Alpha Cronbach sebesar 0,817. Skala beban pekerjaan merupakan Skala Likert dengan

lima alternatif jawaban dari “Tidak Pernah” hingga “Selalu”. Dalam skala ini terdapat

22 item pernyataan dan terdiri dari 4 faktor yang meliputi: kepuasan atas pilihan hidup,

pencapaian pribadi, depersonalisasi dan kelelahan emosional. Dalam keperluan ini

peneliti menyesuaikan kedua instrumen untuk konteks biarawati. Kedua instrument

akan diuji coba sebelum digunakan oleh peneliti.

Page 20: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

11

Penyebaran skala dilakukan pada tanggal 25 Juli sampai 14 Agustus 2016.

Peneliti menyebar 190 skala, namun hanya 155 skala yang dapat diolah karena

mendapat kendala seperti beberapa angket tidak dikembalikan oleh subyek, pengisian

identitas kurang lengkap dan beberapa item pernyataan yang tidak terisi. Data yang

diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan bantuan komputer SPSS.

HASIL

Data Demografis

Tabel 1. Usia

Usia para biarawati saat ini adalah 22-89 tahun, dengan rataan usia 51,85 tahun

dan usia pada saat masuk biara 18-32, dengan rataan 22,43 tahun. Tabel ini

menunjukkan bahwa dalam situasi jaman saat ini yang marak dengan perilaku

konsumtif dan hedonisme mengakibatkan sedikitnya jumlah calon-calon yang masuk

dan sedikit pula yang bertahan.

Page 21: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

12

Tabel 2. Level Formasi

Tahapan dalam kehidupan membiara meliputi: yunior, medior balita, medior

muda, medior madya dan senior. Tahap yunior merupakan tahap setelah menyelesaikan

masa novisiat (pendidikan para biarawati) dan pada masa kaul sementara; tahap medior

balita merupakan tahap setelah menyelesaikan masa yunior yaitu usia kaul kekal 0-5

tahun. Tahap medior muda yaitu kaul kekal tahun keenam sampai dengan usia 45 tahun.

Tahap medior madya yaitu kaul kekal usia 46 sampai 60 tahun, dan tahap senior kaul

kekal usia 61-75 tahun atau lebih. Para biarawati yang berada pada tahap medior hingga

senior sudah mengikrarkan kaul kekal yang merupakan tahapan puncak dalam

kehidupan membiara.

Tabel frekuensi level formasi menunjukkan bahwa para biarawati memiliki lebih

banyak anggota senior dan medior madya. Bahkan apabila anggota yunior, medior

balita, dan medior muda digabung, tetap lebih sedikit dibanding medior madya dan

senior.

Page 22: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

13

Tabel 3. Pendidikan

Tabel frekuensi pendidikan menunjukkan bahwa cukup banyak biarawati yang

berada pada tingkat pendidikan SMA dan Strata satu. Tingkat pendidikan strata satu dan

strata dua lebih banyak pada biarawati yang berada pada level formasi medior muda,

medior madya dan senior. Sementara itu untuk kategori SMA tersebar merata pada

seluruh level formasi.

Tabel 4. Ekaristi Harian

Tabel frekuensi Ekaristi harian menunjukkan bahwa hampir semua biarawati

merayakan Ekaristi setiap hari. Ekaristi menjadi sumber dan puncak iman Kristiani.

Para biarawati merayakan perayaan Ekaristi setiap hari untuk menjalin relasi dan

menimba kekuatan dari Tuhan agar dapat menjalankan tugas perutusan yang

dipercayakan. Sebagian para biarawati yang tidak melaksanakan Ekaristi harian

terkendala dengan keterbatasan fisik seperti sakit dan juga adanya keterbatasan

pelayanan Ekaristi ditempat bertugas.

Page 23: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

14

Tabel 6. Doa Pribadi

Tabel ini menunjukkan bahwa secara umum para biarawati memperhatikan

kehidupan rohani yaitu hidup doa yang dilaksanakan dalam waktu yang bervariasi. Doa

menjadi kesempatan untuk menjalin relasi secara intens dengan Tuhan. Sebagian besar

para biarawati menggunakan waktu untuk doa pribadi dengan rentang 16-60 menit.

Rentang waktu yang digunakan ini tidak termasuk waktu yang digunakan untuk doa

bersama.

Uji Validitas dan Uji Realibilitas

Uji Validitas dihitung dengan korelasi Product Moment. Hasil yang diperoleh

dari satu kali perhitungan dan pengujian data pada skala Kebahagiaan yang terdiri dari

59 item, 18 item gugur dan tersisa 41 item valid. Perhitungan dan pengujian data pada

skala Beban Pekerjaan yang terdiri dari 22 item, 6 item gugur dan tersisa 16 item valid.

Penentuan item-item yang valid menggunakan ketentuan Azwar (2015), yaitu dikatakan

valid bila korelasi tiap faktor bernilai positif dan sebesar 0,30; namun bila jumlah item

belum mencukupi batas kriteria dapat diturunkan dari 0,30 menjadi 0,25. Peneliti dalam

hal ini menggunakan batas kriteria 0,25. Koefisien korelasi item total pada skala

Page 24: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

15

Kebahagiaan bergerak antara 0,260 sampai 0,573 dan pada skala Beban Pekerjaan

korelasi item total bergerak antara 0,260 sampai 0,495.

Pengujian reliabilitas data dalam penelitian ini menggunakan koefisien Alpha-

Chronbach. Koefisien alpha pada skala Kebahagiaan sebesar 0,912 dan pada skala

Beban Pekerjaan sebesar 0,771. Hasil ini menunjukkan bahwa skala Kebahagiaan

reliabel karena interval koefisiennya berada pada tingkat yang sangat kuat yaitu antara

0.80-1.000. Pada skala Beban Pekerjaan juga reliabel karena interval koefisiennya

berada pada tingkat yang kuat yaitu antara 0,60-0,799 (Sugiyono, 2011).

Hasil Analisis Deskriptif

Hasil perhitungan nilai rata-rata, maksimal, minimal dan standar deviasi skala

Kebahagiaan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 8

Kategori Kebahagiaan

No Interval Kategori F % Mean SD

1 172,2 ≤ × ≤ 205 Sangat Tinggi 74 47,74 %

169, 6

14,312 2 139,4 ≤ × < 172,2 Tinggi 78 50,32 %

3 106,6 ≤ × < 139,4 Sedang 3 1,93 %

4 73,8 ≤ × < 106,6 Rendah 0 0 %

5 41 ≤ × < 73,8 Sangat Rendah 0 0 %

Jumlah 155 100 %

Max = 202 Min = 127

Page 25: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

16

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa skor Kebahagiaan para biarawati berada pada

kategori tinggi dengan Mean 169,64. Dengan demikian secara umum para biarawati

merasakan kebahagiaan dalam hidup panggilannya. Dari 155 biarawati yang terlibat

sebagai partisipan terdapat 74 biarawati yang memiliki kebahagiaan yang sangat tinggi,

78 biarawati dalam kategori tinggi dan 3 biarawati berada pada kategori sedang. Skor

yang diperoleh partisipan bergerak dari skor minimum sebesar 127 sampai dengan skor

maksimum sebesar 202 dengan dan Standar Deviasi 14,312.

Tabel 9

Kategori Beban Pekerjaan

No Interval Kategori F % Mean SD

1 67,2 ≤ × ≤ 80 Sangat Tinggi 71 45,80 %

65,77

5,982 2 54,4 ≤ × < 67,2 Tinggi 81 52,26 %

3 41,6 ≤ × < 54,4 Sedang 3 1,93 %

4 28,8 ≤ × < 41,6 Rendah 0 0 %

5 16 ≤ × < 28,8 Sangat Rendah 0 0 %

Jumlah 155 100 %

Max = 79 Min = 49

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa skor Beban Pekerjaan para biarawati berada

pada kategori tinggi dengan Mean 65,77. Secara umun para biarawati memilki Beban

pekerjaan yang tinggi. Dari 155 partisipan dalam penelitian ini terdapat 71 biarawati

memiliki beban pekerjaan yang berada pada kategori sangat tinggi, 81 biarawati berada

pada kategori tinggi dan 3 biarawati berasa pada kategori sedang. Skor yang diperoleh

Page 26: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

17

partisipan bergerak dari skor minimum sebesar 49 sampai dengan skor maksimum

sebesar 79 dengan Standar Deviasi 5,982.

Hasil kedua tabel diatas menunjukkan bahwa secara umum tingkat kebahagiaan

dan tingkat beban pekerjaan para biarawati berada pada kategori tinggi.

Uji Asumsi

Uji asumsi yang dilakukan adalah uji normalitas dan uji linearitas. Uji

normalitas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 10. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Kebahagiaan Pekerjaan

N 155 155

Normal Parametersa Mean 169.64 65.77

Std. Deviation 14.312 5.982

Most Extreme

Differences

Absolute .046 .070

Positive .024 .039

Negative -.046 -.070

Kolmogorov-Smirnov Z .573 .870

Asymp. Sig. (2-tailed) .898 .435

a. Test distribution is Normal.

Pada tabel 10 dapat dilihat nilai K-S-Z Kebahagiaan sebesar 0,573 dengan

probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0, 898 (p>0,05). Nilai K-S-Z Beban Pekerjaan

sebesar 0,870 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,435 (p>0,05). Hasil ini

menunjukkan bahwa data Kebahagiaan dan Beban Pekerjaan berdistribusi normal.

Page 27: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

18

Hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel 11 di bawah ini:

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara

variabel bebas dengan variabel terikat. Uji linearitas antara Kebahagiaan dengan Beban

Pekerjaan diperoleh F sebesar 0,857 dengan nilai probabilitas sebesar 0,732 atau p>

0,05. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel Kebahagiaan mempunyai

korelasi yang linear dengan variabel Beban Pekerjaan.

Tabel 11. Uji Linearitas

ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Pekerjaan *

Kebahagiaan

Between

Groups

(Combined) 3040.471 56 54.294 2.154 .000

Linearity 1852.058 1 1852.058 73.464 .000

Deviation from

Linearity 1188.413 55 21.608 .857 .732

Within Groups 2470.626 98 25.210

Total 5511.097 154

Page 28: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

19

Korelasi Kebahagiaan dan Beban Pekerjaan

Tabel 12. Uji Korelasi

Pada Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa Pearson correlation (r) antara variabel

Kebahagiaan dengan Beban Pekerjaan sebesar 0,580 dengan signifikan antara keduanya

adalah 0,001 (p < 0,05). Hubungan korelasi antara Kebahagiaan dengan Beban

Pekerjaan berada pada kategori kuat yaitu antara 0,50-0,69 (De Vaus, 2002). Tanda

positif menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi antara Kebahagiaan dan Beban

Pekerjaan adalah hubungan yang berbanding lurus artinya semakin tinggi Kebahagiaan

maka semakin tinggi pula Beban Pekerjaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

korelasi antara kedua variabel adalah kuat, signifikan dan searah.

Correlations

Kebahagiaan Pekerjaan

Kebahagiaan Pearson

Correlation 1 .580

**

Sig. (1-tailed) .000

N 155 155

Pekerjaan Pearson

Correlation .580

** 1

Sig. (1-tailed) .000

N 155 155

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Page 29: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

20

Tabel 13. Korelasi kebahagiaan dengan faktor kebahagiaan

Faktor Kebahagiaan Pearson Correlation Sig. (1-tailed)

Relasi dengan Allah ,628** ,000

Pandangan terhadap selibat ,550** ,000

Dukungan keluarga ,543** ,000

Devosi kepada Maria ,375** ,000

Kedamaian batin ,369** ,000

Dukungan antar religius ,298** ,000

Masa kecil kurang bahagia -,296** ,000

Problem emosional -,278** ,000

Konflik seksual -,248** ,001

Kesepian dan rasa tidak dihargai -,237** ,001

Narcissistic traits -,175* ,015

Dari tabel di atas diketahui bahwa faktor relasi dengan Allah dan faktor

pandangan terhadap selibat berkorelasi paling kuat. Beberapa faktor yang berkorelasi

positif terhadap kebahagiaan para religius perempuan meliputi faktor relasi dengan

Allah, pandangan terhadap selibat, dukungan keluarga, devosi kepada Maria, kedamaian

batin dan dukungan antar religius. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi faktor-

faktor tersebut maka para religius perempuan semakin merasakan kebahagiaan. Faktor-

faktor yang berkorelasi negatif terhadap kebahagiaan meliputi faktor masa kecil kurang

bahagia, problem emosional, konflik seksual, kesepian dan rasa tidak dihargai, serta

narcissistic traits. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin rendah faktor-faktor tersebut

maka para religius perempuan akan semakin merasakan kebahagiaan.

Page 30: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

21

Tabel 14. Korelasi Beban kerja dengan faktor beban kerja

Faktor beban kerja Pearson Correlation Sig. (1-tailed)

Kepuasan atas pilihan hidup ,626** ,000

Pencapaian pribadi ,359** ,000

Depersonalisasi -,213** ,004

Kelelahan emosional -,141* ,040

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berkorelasi secara

positif terhadap beban kerja adalah faktor kepuasan atas pilihan hidup dan pencapaian

pribadi. Sementara itu, faktor-faktor yang berkorelasi negatif terhadap beban kerja

meliputi faktor depersonalisasi dan faktor kelelahan emosional.

Korelasi Kebahagiaan dengan Faktor Beban Pekerjaan

Tabel 15. Korelasi kebahagiaan dengan faktor-faktor beban kerja

Faktor beban kerja Pearson Correlation Sig. (1-tailed)

Kepuasan atas pilihan hidup ,171* ,016

Pencapaian pribadi ,140* ,041

Kelelahan emosional -,182* ,012

Depersonalisasi -,141* ,040

Pada tabel 15 di atas dapat dilihat bahwa Pearson correlation (r) antara

kebahagiaan dengan faktor kepuasan atas pilihan hidup dan pencapaian pribadi sebesar

0,171 dan 0,140 dengan signifikan antara keduanya adalah 0,016 dan 0,041 (p < 0,05).

Tanda positif menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi antara kebahagiaan dengan

Page 31: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

22

faktor kepuasan atas pilihan hidup dan pencapaian pribadi berbanding lurus, artinya

semakin tinggi kebahagiaan semakin tinggi pula faktor kepuasan atas pilihan hidup dan

pencapaian pribadi.

Pearson correlation (r) antara kebahagiaan dengan faktor kelelahan emosional

dan faktor depersonalisasi sebesar -0,182 dan -0,141 dengan signifikan antara keduanya

adalah 0,012 dan 0,040 (p < 0,05). Tanda negatif menunjukkan bahwa korelasi yang

terjadi antara kebahagiaan dengan faktor kelelahan emosional dan faktor depersonalisasi

bebanding terbalik, artinya semakin tinggi kebahagiaan maka semakin rendah faktor

kelelahan emosional dan faktor depersonalisasi.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Hubungan Kebahagiaan dengan Beban

Kerja pada Biarawati diperoleh hasil perhitungan koefisien korelasi (r) sebesar 0,580

dengan signifikansi sebesar 0,001 (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

positif dan signifikan antara Kebahagiaan dengan Beban Kerja pada Religius

Perempuan, artinya semakin tinggi kebahagiaan para religius perempuan, maka semakin

tinggi pula beban kerja para religius perempuan. Sebaliknya semakin rendah

kebahagiaan, maka semakin rendah pula beban kerja para religius perempuan.

Hasil penelitian ini mendukung riset yang pernah dilakukan oleh Guzman,

Largo, Mandap & Munoz (2014) bahwa kebahagiaan memiliki dampak pada kepuasan

kerja. Bakker dan Oerlemans (2016) dalam penelitiannya juga menuliskan bahwa

terdapat hubungan antara Kebahagiaan dengan Pekerjaan, yaitu orang dengan tingkat

keterlibatan kerja yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tetap bahagia.

Hubungan antara kebahagiaan dengan pekerjaan sejalan dengan pendapat Seligman

Page 32: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

23

(2013), bahwa kebahagiaan mencakup tiga unsur yang meliputi: emosi positif,

keterlibatan dan makna. Emosi positif mencakup tentang apa yang dirasa, keterlibatan

berkaitan dengan hidup yang mengalir dan makna berkaitan dengan hidup yang menjadi

bagian dari dan melayani sesuatu yang lebih besar. Emosi positif, keterlibatan dan

tingkat pemaknaan hidup yang tinggi mampu memberikan pengaruh dan berhubungan

dengan kebahagiaan.

Dari penelitian yang dilakukan Jale (2015) tentang hubungan antara kebahagiaan

subjektif, pengampunan dan perenungan pada kepuasan hidup diperoleh hasil bahwa

kebahagiaan subjektif dan pengampunan berkorelasi positif dengan kepuasan hidup

sedangkan perenungan berkorelasi negatif terhadap kepuasan hidup. Penelitian ini

membuktikan bahwa kebahagiaan berkorelasi positif dengan kepuasan hidup.

Kebahagiaan juga berkorelasi positif dengan religiusitas. Menurut Lewis dan Cruise

(2006) agama memiliki hubungan positif dengan kebahagiaan disaat adanya dukungan

sosial, memberikan tujuan hidup, memberikan harapan, memberikan kepastian

eksistensial, dan pengalaman menyenangkan dalam praktik keagamaan; di sisi lain

agama juga dapat menimbulkan dampak negatif karena munculnya ketakutan terhadap

kematian, lingkungan sosial yang kurang mendukung seperti perbedaan keyakinan.

Sillick dan Cathcart (2013) menambahkan bahwa orientasi keagamaan secara intrinsik

cenderung berkorelasi rendah terhadap kebahagiaan dan orientasi keagamaan secara

ekstrinsik berkorelasi tinggi terhadap kebahagiaan.

Dalam penelitian ini diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa para biarawati

memiliki kebahagiaan yang tinggi (dengan perolehan Mean: 169,6 dan SD: 14,312).

Tingginya kebahagiaan para biarawati didukung dengan hasil wawancara yang

diperoleh peneliti dari beberapa biarawati yang mengungkapkan bahwa merasakan

Page 33: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

24

sukacita karena diberi rahmat untuk mensetiai hidup panggilan dan perutusan yang

dipercayakan. Walaupun terkadang mengalami kesulitan dan tantangan mereka tetap

merasa bahwa Tuhan selalu menolong. Semangat Deus Providebit (Tuhan akan

menyelenggarakan) menjadi kekuatan para biarawati untuk setia. Dukungan dan relasi

dengan para biarawati juga menjadi faktor yang membantu mereka untuk bertahan dan

berjuang dalam situasi yang sulit.

Ditinjau dari faktor yang berkorelasi terhadap kebahagiaan dihasilkan bahwa

faktor relasi dengan Allah dan pandangan terhadap selibat menjadi faktor yang

berkorelasi paling kuat. Hasil ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Rosetti

(2011) bahwa semakin tinggi relasi dengan Allah maka semakin tinggi pula tingkat

kebahagiaan dan kepuasan hidup. Para biarawati yang memiliki relasi yang dekat

dengan Allah dan memiliki pandangan yang positif akan hidup selibat maka akan

semakin merasakan kebahagiaan. Kuatnya relasi dengan Allah nampak pada data

demografis yang menunjukkan bahwa para biarawati melaksanakan ekaristi harian yang

merupakan sumber dan puncak iman Kristiani. Para biarawati juga memperhatikan

kehidupan rohani dengan berdoa baik secara pribadi maupun bersama, salah satunya

melalui devosi kepada Bunda Maria. Usaha yang dilakukan untuk memelihara

kehidupan rohani membuat para biarawati semakin merasakan kedamaian batin. Faktor

dukungan keluarga, kedamaian batin, devosi kepada Maria, dukungan antar religius dan

keterlibatan berkorelasi positif terhadap kebahagiaan para biarawati. Artinya, semakin

tinggi faktor-faktor tersebut maka para biarawati semakin merasakan kebahagiaan.

Faktor problem emosional, kesepian dan kurang dihargai, masa kecil kurang bahagia,

narcissistic traits dan konflik seksual berkorelasi negatif terhadap kebahagiaan para

Page 34: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

25

biarawati. Artinya, jika semakin rendah faktor-faktor tersebut para biarawati semakin

merasakan kebahagiaan.

Para biarawati yang berpartisipasi dalam penelitian ini memiliki beban kerja

yang tinggi (dengan perolehan Mean: 65.77 dan SD: 5, 982). Tingginya beban

pekerjaan didukung dengan ungkapan beberapa biarawati yang mengatakan bahwa

merasa bahagia saat bisa melayani orang-orang yang dipercayakan dalam tugas

perutusan. Meskipun tugas-tugas tersebut terasa berat dan menguras energi mereka

melihat bahwa hal ini sebagai sebuah konsekwensi dari tugas yang dipercayakan.

Mereka melihat bahwa orientasi kehidupan ini bukan pada diri sendiri melainkan demi

kemuliaan Tuhan dan demi kesejahteraan sesama. Berdasarkan pengalaman peneliti

sendiri yang merupakan seorang biarawati perasaan yang serupa juga dialami.

Meskipun tugas yang dipercayakan terasa berat dan sulit, akan tetap berusaha untuk

bertanggung jawab dan mempersembahkan segalanya pada Tuhan. Peneliti melihat

bahwa tugas yang dipercayakan bukan demi kepentingan sendiri melainkan demi

kebutuhan karya pelayanan. Paradigma ini akan membantu para biarawati untuk lebih

bahagia dalam menjalankan tugas-tugas yang dipercayakan.

Menurut Wilson (dalam Seligman, 2010) kebahagiaan secara umum dipengaruhi

oleh faktor penghasilan besar, menikah, muda, sehat, berpendidikan, dan religius.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Schiffrin dan Nelson (2010) tentang hubungan

antara kebahagiaan dan stres menunjukkan adanya hubungan terbalik antara kedua

variabel tersebut. Semakin tinggi stres yang dirasakan maka kebahagiaan yang

dirasakan semakin rendah begitu pula sebaliknya. Stres menjadi salah satu faktor

ketidakbahagiaan. Lutfiyah (2011) dalam penelitiannya tentang faktor yang

mempengaruhi stres kerja pada polisi lalu lintas mengungkapkan bahwa stres yang

Page 35: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

26

dirasakan dipengaruhi oleh beban kerja, pengembangan karir dan sub divisi. Beban

kerja menjadi faktor yang berpengaruh paling kuat terhadap stress. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa beban kerja cukup mempengaruhi kebahagiaan, karena jika

beban kerja rendah maka tingkat stres juga rendah. Semakin individu memiliki tingkat

stres dan beban kerja yang rendah maka akan merasakan kebahagiaan yang tinggi.

Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan perspektif kebahagiaan antara para

biarawati dengan masyarakat pada umumnya. Para biarawati memaknai beban kerja

sebagai salah satu sarana untuk melayani Tuhan dan sesama. Paradigma ini membantu

para biarawati untuk semakin merasakan kepuasan hidup. Sedangkan masyarakat pada

umumnya merasa bahwa beban kerja merupakan salah satu faktor yang dapat

mengakibatkan kelelahan sehingga dapat menimbulkan stress. Aspek religiusitas dan

spiritualitas menjadi faktor yang mempengaruhi perspektif ini. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Aghababaeia dan Błachnio (2014) ditemukan bahwa Religiusitas

berhubungan dengan tingginya tujuan hidup, kebahagiaan dan kepuasan hidup. Tujuan

hidup menjadi prediktor kebahagiaan dan kepuasan hidup. Kozaryn (2010)

menambahkan bahwa aspek instrinsik religiusitas yang mempromosikan kegiatan sosial

mampu meningkatkan kepuasan hidup. Pada penelitian yang dilakukan oleh Carroll,

Sicking dan Thompson (2014) menunjukkan bahwa aspek kerohanian dalam bekerja

menjadi prediktor yang signifikan pada kepuasan kerja, naiknya omset, dan komitmen

organisasai. Walt dan Klerk (2014) juga menemukan adanya hubungan yang signifikan

antara spiritualitas ditempat kerja dengan kepuasan kerja. Spiritualitas karya pelayanan

membantu para biarawati untuk merasakan kepuasan kerja. Dengan demikian dapat

dilihat bahwa dengan memasukkan unsur spiritualitas dan kerohanian dalam karya

Page 36: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

27

pelayanan yang dipercayakan para biarawati merasakan kepuasan hidup sehingga

semakin merasakan kebahagiaan.

Ditinjau dari faktor yang berkorelasi pada beban pekerjaan, kepuasan atas

pilihan hidup dan pencapaian pribadi berkorelasi kuat. Hal ini berarti bawa para

biarawati merasa puas dalam pilihan hidup sebagai biarawati dan puas dengan

pencapain yang diperolehnya dalam tugas pelayanan dan perutusan, walaupun memiliki

banyak beban pekerjaan. Faktor depersonalisasi dan kelelahan emosional berkorelasi

negatif terhadap beban kerja. Ini artinya semakin rendah depersonalisasi dan kelelahan

emosional yang dirasakan maka para biarawati akan semakin merasakan kepuasan

hidup dalam tugas pelayanan dan perutusan.

Hasil korelasi antara kebahagiaan dengan faktor-faktor beban kerja

menunjukkan bahwa faktor kepuasan atas pilihan hidup dan faktor pencapaian pribadi

berkorelasi positif, artinya semakin tinggi kebahagiaan maka semakin tinggi pula

kepuasan atas pilihan hidup dan pencapaian pribadi para biarawati. Faktor kelelahan

emosional dan faktor depersonalisasi berkorelasi negatif terhadap kebahagiaan, artinya

semakin tinggi kebahagiaan maka semakin rendah faktor kelelahan emosional dan

faktor depersonalisasi para biarawati. Hasil ini menunjukkan bahwa para biarawati

merasakan kebahagiaan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dipercayakan

karena melalui pekejaan tersebut mereka merasakan kepuasan atas pilihan hidup.

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat

ditarik suatu kesimpulan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara

Kebahagiaan dengan Beban Kerja pada Religius perempuan. Faktor tingkat kebahagiaan

Page 37: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

28

dan Beban kerja memiliki kontribusi pada kebahagiaan para religius perempuan sebesar

54,8% dan 45,2% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Dalam research yang dilakukan Mujcic dan Oswald (2016) dengan partisipan

orang dewasa di Australia menemukan bahwa meningkatnya kebahagiaan, kepuasan

hidup dan kesejahteraan diprediksi dengan meningkatnya konsumsi buah dan sayur.

Pola hidup sehat memiliki kontribusi pada kebahagiaan sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Peltzer dan Pengpid (2013) pada 800 mahasiswa teknik dan ilmu program

pendidikan di Gitam University, Visakhapatnam di India, yang melihat adanya

hubungan antara kebahagiaan dengan perilaku hidup sehat. Selain pola hidup sehat

aktivitas fisik, status kesehatan dan fungsi sosial menentukan tingkat kebahagiaan

(Barreto, 2014).

Eryilmaz (2014) melakukan penelitian pada 68 orang dewasa Turki tentang

strategi yang diadopsi oleh orang dewasa Turki untuk meningkatkan kebahagiaan dalam

kehidupan sehari-hari. Penelitian ini menunjukkan bahwa Keterlibatan bekerja menjadi

salah satu strategi untuk meningkatkan kebahagiaan. Usaha meningkatkan kebahagiaan

dalam kehidupan kerja dapat dilakukan dengan membangun relasi yang positif dengan

rekan kerja, memiliki kontrol mental, melakukan aktivitas keagamaan dan menjaga

keadaan fisik yang baik. Chancellor, Layous dan Lyubomirsky (2015) mengemukakan

bahwa kegiatan positif dapat membantu karyawan lebih bahagia dan berpotensi lebih

produktif dan lebih terlibat di tempat kerja.

Hu (2015) dalam penelitian yang dilakukan pada penduduk perkotaan Cina

menemukan bahwa pendidikan tinggi memiliki hubungan positif dengan kebahagiaan.

Strobel, Tumasjan, dan Sporrle (2011) dalam penelitiannya tentang hubungan self-

efficacy dengan faktor kepribadian dan subjective well-being pada 180 partisipan yang

Page 38: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

29

terdiri dari mahasiswa dan wiraswasta, ditemukan bahwa self-efficacy memediasi

hubungan faktor kepribadian dan dua komponen SWB (Subjective well-being) yaitu

kepuasan hidup dan kebahagiaan.

Dukungan sosial juga menjadi faktor yang mempengaruhi kebahagiaan. Calvo,

Arcaya, Baum, Lowe dan Waters (2015) dalam penelitiannya tentang kebahagiaan para

korban selamat sebelum dan sesudah bencana badai Katrina dengan partisipan 491

perempuan. Hasil penelitan menunjukkan bahwa kebahagiaan sebelum bencana dan

dukungan sosial setelah bencana menjadi pelindung terhadap afek negatif dari bencana.

Penelitian ini sejalan dengan Chan dan Lee (2006) yang melakukan penelitian pada para

lansia di Cina. Hasil menunjukkan bahwa para lansia yang memiliki jaringan sosial

yang lebih tinggi cenderung merasakan kebahagiaan. Hubungan antara jaringan sosial

dengan kebahagiaan dimediasi oleh dukungan sosial. Para lansia memperoleh dukungan

sosial melalui jaringan sosial atau relasi sosial sehingga dapat merasakan kebahagiaan.

Dengan demikian dapat dilihat bahwa faktor-faktor lain yang mempengaruhi

kebahagiaan adalah: faktor kesehatan, keterlibatan kerja, pendidikan, self-efficacy

(efikasi diri) dan dukungan sosial.

Page 39: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

30

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan tentang mengenai Hubungan

Kebahagiaan dengan Beban Kerja diperoleh kesimpulan hasil perhitungan koefisien

korelasi (r) dan signifikansi yang dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang

signifikan antara Kebahagiaan dan Beban Kerja pada Religius Perempuan. Dalam

penelitian ini diperoleh hasil Kebahagiaan dan Beban Kerja para religius perempuan

dalam kategori yang tinggi. Hasil menunjukkan bahwa semakin tinggi kebahagiaan

akan semakin tinggi pula beban pekerjaan. Faktor yang berkorelasi paling kuat terhadap

kebahagiaan adalah faktor relasi dengan Allah dan pandangan terhadap selibat,

sedangkan faktor yang berkorelasi paling kuat terhadap beban pekerjaan adalah faktor

kepuasan atas pilihan hidup dan pencapaian pribadi. Penelitian ini menunjukkan bahwa

para biarawati merasakan kebahagiaan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan yang

dipercayakan karena melalui tugas tersebut para biarawati dapat merasakan kepuasan

atas pilihan hidup. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa adanya aspek religiusitas dan

spiritualitas yang dimiliki para biarawati dalam melaksanakan tugas pelayanan sehingga

dapat merasakan kebahagiaan dan kepuasan atas pilihan hidup.

Faktor tingkat kebahagiaan dan Beban kerja memiliki kontribusi pada

kebahagiaan para biarawati sebesar 54,8% dan 45,2% dipengaruhi oleh faktor-faktor

lain. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas dapat dilihat bahwa

beberapa faktor lain yang berkontribusi pada kebahagiaan adalah faktor kesehatan,

keterlibatan kerja, pendidikan, efikasi diri dan dukungan sosial.

Page 40: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

31

Saran

Setelah penulis melakukan penelitian dan pengamatan langsung di lapangan serta

melihat hasil penelitian yang ada, maka berikut ini beberapa saran yang penulis ajukan:

1. Bagi subjek penelitian.

a. Dengan dilakukannya penelitian ini para religius perempuan atau biarawati

mampu mempertahankan kebahagiaan dengan memperhatikan faktor relasi

dengan Allah, pandangan terhadap hidup selibat, kepuasan atas pilihan

hidup dan pencapaian pribadi serta meningkatkan aspek spiritualitas.

b. Para religius perempuan/biarawati dapat mengembangkan potensi yang

dimiliki dalam melaksanakan tugas pelayanan dan perutusan sehingga

semakin merasakan kepuasan atas pilihan hidup.

c. Para religius perempuan/biarawati dapat memperhatikan faktor kesehatan,

keterlibatan kerja, pendidikan, efikasi diri dan dukungan sosial, karena

faktor tersebut dapat mempengaruhi kebahagiaan.

2. Bagi peneliti selanjutnya.

a. Dapat menggunakan skala Kebahagiaan yang lain mengingat skala

kebahagiaan dan skala beban pekerjaan ini belum tentu representatif saat

digunakan pada partisipan yang lain.

b. Dapat melakukan atau mengukur lebih mendalam tentang hubungan

Kebahagiaan dan Beban Kerja dengan mengambil partisipan dari berbagai

Page 41: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

32

macam tarekat religius perempuan/biarawati, untuk melihat perbandingan

hubungan apakah hasilnya sama dengan partisipan dalam penelitian ini.

c. Dapat melakukan atau mengukur hubungan kebahagiaan dan Beban kerja

dengan partisipan para imam dan biarawan. Dapat juga ditambahkan

variabel baru kesehatan, pendidikan dan jenis pekerjaan.

d. Dapat melakukan penelitian mengenai Kebahagiaan dan Beban Kerja pada

para religius perempuan/biarawati dengan menggunakan metode penelitian

yang lainnya, seperti menggunakan mixed method (metode kualitatif dan

kuantitatif).

Page 42: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

33

DAFTAR PUSTAKA

Aghababaei, N & Blachnio, A. (2014). Purpose in life mediates the relationship

between religiosity and happiness: Evidence from Poland. Journal Mental

Health, Religion & Culture, 217, 827–831.

Aleksander (2007). Aku sebagai citra Allah. Medan. Bina Media Perintis.

Alkitab (1987). Bogor: lembaga alkitab Indonesia.

Azwar, S. (2015). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bakker, A & Oerleman, W. (2016). Mommentary work happiness as a function of

enduring burnout and work engagement. Journal of Psychology, 150, 755-778

Barreto, S. P (2014). Direct and indirect relationships between physical activity and

happiness levels among older adults: a cross-sectional study. Journal Aging &

Mental Health, 18, 861–868.

Biswas, M.A., Diener, E.D & Dean, U. (2007). Personality, culture, and subjective well-

being: Emotional and cognitive evaluations of life. Annual

Revision Psychological Journal, 54, 403-25.

Calvo, R., Arcaya, M., Baum, C.F., Lowe, S.R & Waters, M.C. (2015). Happily ever

after? Pre-and-post disaster determinants of happiness among survivors of

hurricane Katrina. J Happiness Stud (2015) 16, 427–442.

Carr, A. (2004). Positive psychology the science of happiness and human strengths.

Canada: Routledge.

Carroll, S. T., Sicking, S. J. & Thompson, B. (2014). Sanctification of work: assessing

the role of spirituality in employment attitudes. Journal Mental Health, Religion

& Culture, 17, 545–556.

Chan, Y.K & Lee, R.P.L (2006). Network size, social support and happiness in later

life: A comparative study of Beijing and Hong Kong. Journal of Happiness

Studies, 7, 87-112.

Chancellor, J., Layous, K. & Lyubomirsky, S. (2015). Recalling positive events at work

makes employees feel happier, move more, but interact less: A 6-week

randomized controlled intervention at a Japanese workplace. Journal of

Happiness Studies (2015) 16, 871–887.

Page 43: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

34

Desy, A. (2015). Kebermaknaan hidup pada biarawati di Kalimantan Timur. eJournal

Psikologi, 4, 107-119.

De Vaus, David (2002). Survey in social research 5th edition. London: Routledge

Eryilmaz, A. (2014). Strategies adopted by Turkish adults for increasing happiness in

daily life. Mental Health, Religion & Culture, 17, 680–689.

Feist, J & Feist, G (2010). Teori kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika

Guzman, A.B., Largo, E., Mandap, L & Munoz, V.M (2014). The mediating effect of

happiness on the job satisfaction of aging Filipino workers: A structural equation

model (SEM). Journal Educational Gerontology, 40, 767-782.

Hanggoro, Y. (2015). Penelitian deskriptif subjective well-being pada biarawati di

yogjakarta. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Psikologi, Universitas Sanata

Dharma.

Hu, A (2015). The changing happiness-enhancing effect of a college degree under

higher education expansion: Evidence from China. Journal of Happiness Studies

(2015) 16, 669–685.

Jacobs, T. (1987). Hidup membiara makna dan tantangannya. Yogyakarta: Kanisius.

Jale, E. (2015). Predictive effects of subjective happiness, forgiveness, and rumination

on life satisfaction. Journal Social Behaviour and Personality, 43, 1563-1574.

Keith, M. K. (2009). Do it anyway. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.

Kozaryn, A. O (2010). Religiosity and life satisfaction across nations. Journal Mental

Health, Religion & Culture, 13, 155–169.

Lewis, C & Cruise, S (2006). Religion and happiness: Consensus, contradictions,

comments and concerns. Journal Metal Health, Religion and Culture, 9, 213-

225.

Lutfiyah (2011). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi stress kerja pada polisi lalu

lintas. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Mujcic, R & Oswald, A. J. (2016). Evolution of well-being and happiness after

increases in consumption of fruit and vegetables. AJPH Research, 106, 1504-

1510.

Munandar, A (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: UI Press

Page 44: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13149/1/T1_802013060_Full... · being menunjukkan arti pemenuhan diri dari potensi manusia

35

Paulus, Y (2006). Kitab hukum kanonik (Codex iuris canonoci). Bogor: Grafika Mardi

Yuana.

Peltzer, K & Pengpid, S (2013). Subjective happiness and health behavior among

a sample of university students in india. Social Behavior And Personality, 41(6),

1045-1056

Ridick, J (1989). Kaul harta melimpah dalam bejana tanah liat. Yogyakarta: Kanisius

Rosetti, S. (2011). Why priest are happy: A study of the psychological and spiritual

health of priest. Indiana: Ave Maria Press Notre Dame.

Ryff, D., Keyes., Corey Lee M. & Shmotkin, D. (2002). Optimizing well-being: The

empirical encounter of two traditions. Journal of Personality and Social

Psychology, 82, 1007-1022.

Schiffrin, H. H & Nelson, K. S (2010). Stressed and happy? Investigating the

relationship between happiness and perceived stress. Journal of Happiness

Studies (2010), 11, 33-39.

Seligman, M. (2005). Authentic happiness: Menciptakan kebahagiaan dengan

psikologi positif. Bandung: kaifa.

Seligman, M. (2013). Beyond authentic happiness menciptakan kebahagiaan sempurna

dengan psikologi positif. Bandung: kaifa.

Seri Dokumen Gerejawi. (2006). Vita consecrata (hidup bhakti). Jakarta: Departemen

Dokumentasi dan Penerangan KWI.

Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r&d. Bandung: Alfabeta.

Sillick, W & Chartcart, S. (2013). The relationship between religious orientasion and

happiness: The mediating role of purpose in life. Journal Metal Health, Religion

and Culture, 5, 494-507.

Strobel, M., Tumasjan, A., & Sporrle, M. (2011) Be yourself, believe in yourself, and

be happy: Self-efficacy as a mediator between personality factors and subjective

well being. Scandinavian Journal of Psychology, 52, 43–48.

Tarwaka. (2004). Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan produktivitas.

Surakarta: Uniba

Walt, F. & Klerk, J. (2014). Workplace spirituality and job satisfaction. International

Review of Psychiatry, 26 (3), 379–389.

Yamrewav, F. I (2016). Apakah imam dan religius di Indonesia bahagia? Rohani no. 04

edisi ke-63. Yogyakarta: Kanisius.