fakultas hukum universitas sebelas maret …/analisis... · analisis yuridis konstruksi hukum...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ANALISIS YURIDIS KONSTRUKSI HUKUM PEMBUKTIAN HAKIM
PENGADILAN NEGERI TANGERANG DALAM MENJATUHKAN
PUTUSAN BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA
PENCEMARAN NAMA BAIK RUMAH SAKIT OMNI
INTERNASIONAL DENGAN TERDAKWA
PRITA MULYASARI DAN UPAYA HUKUMNYA
(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NO. 1269/PID. B/2009/PN TNG,
TANGGAL 28 DESEMBER 2009)
SKRIPSI
Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat
Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
Stella Kirana Nindya Putri
E1107216
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS YURIDIS KONSTRUKSI HUKUM PEMBUKTIAN HAKIM
PENGADILAN NEGERI TANGERANG DALAM MENJATUHKAN
PUTUSAN BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA
PENCEMARAN NAMA BAIK RUMAH SAKIT OMNI
INTERNASIONAL DENGAN TERDAKWA
PRITA MULYASARI DAN UPAYA HUKUMNYA
(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NO. 1269/PID. B/2009/PN TNG,
TANGGAL 28 DESEMBER 2009)
Oleh :
Stella Kirana Nindya Putri
E1107216
Penulisan Hukum (Skripsi) ini telah disetujui untuk dipertahankan
dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dosen Pembimbing Skripsi
Pembimbing
Bambang Santoso,S.H.,M.Hum. NIP. 19620209 198903 1001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum ( Skripsi )
ANALISIS YURIDIS KONSTRUKSI HUKUM PEMBUKTIAN HAKIM
PENGADILAN NEGERI TANGERANG DALAM MENJATUHKAN
PUTUSAN BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA
PENCEMARAN NAMA BAIK RUMAH SAKIT OMNI
INTERNASIONAL DENGAN TERDAKWA
PRITA MULYASARI DAN UPAYA HUKUMNYA
(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NO. 1269/PID. B/2009/PN TNG,
TANGGAL 28 DESEMBER 2009)
Disusun oleh :
STELLA KIRANA NINDYA PUTRI
E 1107216
Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum ( Skripsi )
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Selasa
Tanggal :
TIM PENGUJI
1. ..................................................... : (…………………………………………....)
Ketua
2. …………………………………. : (...................................................................)
Sekretaris
3. .................................................... : (....................................................................)
Anggota
MENGETAHUI
Dekan
Mohammad Jamin, S.H, M.Hum
NIP : 196109301986011001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Stella Kirana Nindya Putri
NIM : E 1107216
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) ANALISIS
YURIDIS KONSTRUKSI HUKUM PEMBUKTIAN HAKIM
PENGADILAN NEGERI TANGERANG DALAM MENJATUHKAN
PUTUSAN BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA
PENCEMARAN NAMA BAIK RUMAH SAKIT OMNI INTERNASIONAL
DENGAN TERDAKWA PRITA MULYASARI DAN UPAYA
HUKUMNYA (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NO. 1269/PID.
B/2009/PN TNG, TANGGAL 28 DESEMBER 2009)
adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan
hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan
gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Maret 2011
yang membuat pernyataan
Stella Kirana Nindya Putri
NIM E1107216
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Life is about making running changes. You cant stop to fix things, you
have to mend the sail while you’re still at sea (John c. mayer)
You were born an original, don’t die a copy (John Mason)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati karya kecil ini hendak penulis persembahkan :
• Kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu memberikan yang terbaik
dalam setiap langkah hidupku
• Kedua orangtuaku tercinta Bapak F. Riyadi Sunindyo, SH dan Ibu A. Rini
Astiani, BSc
• Seluruh Keluarga besarku atas perhatian, doa, dan semangatnya
• Kekasihku tersayang
• Kepada sahabat-sahabatku dan teman-temanku angkatan 2007 FH UNS,
terima kasih untuk saat-saat terindah yang kita lalui bersama
• Almamaterku, Universitas sebelas Maret Surakarta
• Untuk pembaca yang budiman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRAK
Stella Kirana Nindya Putri,E1107216. 2011 ANALISIS YURIDIS KONSTRUKSI HUKUM PEMBUKTIAN HAKIM PENGADILAN NEGERI TANGERANG DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA PENCEMARAN NAMA BAIK RUMAH SAKIT OMNI INTERNASIONAL DENGAN TERDAKWA PRITA MULYASARI DAN UPAYA HUKUMNYA (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NO. 1269/PID. B/2009/PN TNG, TANGGAL 28 DESEMBER 2009). Fakultas Hukum UNS. Hukum acara pidana mempunyai tujuan untuk mencari dan mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat waktu dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwa melakukan suatu pelanggaran hukum, Dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum doktrinal yang keilmuan hukumnya bersifat prespektif, dengan mengambil pendekatan pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum yang terdiri dari primer, sekunder dan tersier. Bahan hukum primer merupakan data utama dalam penelitian ini sedangkan bahan hukum sekunder dan tersier digunakan untuk mendukung data primer. Teknik pengumpulan bahan hukum adalah dengan menggunakan dokumentasi dan studi pustaka.
Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bebas dalam perkara pencemaran nama baik dengan terdakwa Prita Mulyasari adalah berdasarkan pasal 311 ayat (1) KUHP unsur-unsurnya adalah : Unsur “barang siapa”, Unsur “melakukan kejahatan atau menista dengan tulisan” dan Unsur “membuktikan tuduhannya benar atau tidak”, karena salah satu unsur dari dakwaan Kesatu tidak terpenuhi, maka Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Kesatu, oleh karena itu Terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan tersebut. Upaya hukum yang bisa ditempuh oleh Penuntut Umum terhadap putusan adalah Banding berdasarkan Pasal 67 KUHAP, Kasasi berdasarkan 244 KUHAP dan Peninjuaan Kembali (PK) berdasarkan 263 (1) KUHAP terdakwa dan penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan Pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas.
Kata kunci : Konstruksi, bebas murni, pencemaran nama baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa semata alam atas
segala rahmat dan karuniaNya yang telah diberikan kepada Penulis, sehingga
Penulis mampu menyelesaikan tugas penulisan hukum dengan judul ANALISIS
YURIDIS KONSTRUKSI HUKUM PEMBUKTIAN HAKIM
PENGADILAN NEGERI TANGERANG DALAM MENJATUHKAN
PUTUSAN BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA
PENCEMARAN NAMA BAIK RUMAH SAKIT OMNI INTERNASIONAL
DENGAN TERDAKWAPRITA MULYASARI DAN UPAYA HUKUMNYA
(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NO. 1269/PID. B/2009/PN TNG,
TANGGAL 28 DESEMBER 2009)
Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi syarat-
syarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penulisan hukum ini, penulis mengalami banyak hambatan dan
permasalahan baik secara langsung maupun tidak langsung mengenai
penyelesaian penulisan hukum ini. Namun atas bimbingan, bantuan moral maupun
materiil, serta saran dari berbagai pihak yang tidak henti-hentinya memberi
semangat dan selalu mendukung penulis. Sehingga tidak ada salahnya dengan
kerendahan hati dan perasaan yang tulus dari hati yang paling dalam, penulis
memberikan penghargaan berupa ucapan terima kasih atas berbagai bantuan yang
telah banyak membantu Penulis selama melaksanakan studi sampai
terselesaikannya penyusunan penulisan hukum ini, maka pada kesempatan kali ini
Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang kepada :
1. Bapak Moh. Jamin, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret yang telah banyak memberikan kemudahan
kepada penulis dalam proses belajar mengajar dan menyelesaikan
penulisan hukum ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
2. Bapak Edy Herdyanto, S.H, M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Acara.
Yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dan memberikan
ilmu-ilmu tentang hukum acara pidana..
3. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum Selaku Pembimbing Skripsi yang
telah sabar menyediakan waktu dan tidak lelah memberikan bimbingan,
dukungan, nasihat, motivasi demi kemajuan Penulis.
4. Bapak Muhammad Rustamaji S.H. M.H. dan Bapak Kristiyadi, S.H,
M.Hum. selaku dosen Hukum acara pidana yang telah memberikan dasar-
dasar hukum acara pidana.
5. Bapak Harjono, S.H, M.H selaku ketua program non reguler Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
atas segala bimbingannya kepada seluruh mahasiswa termasuk Penulis
selama Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
7. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
yang telah banyak membantu segala kepentingan Penulis selama Penulis
menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Kedua Orangtua Ku Bapak F. Riyadi Sunindyo dan Ibu A. Rini Astiani
yang telah memberikan kasih sayang sepanjang masa, jirih payahnya
dalam bekerja untuk dapat memenuhi segala kebutuhan dan
menyekolahkan penulis sampai saat ini. Bapak, Ibu, ku takkan
mengecewakanmu dan ku berjanji takan membahagiakan mu sampai akhir
hayat.
9. Keluarga Besar Penulis yang telah memberikan perhatian dan dukungan
baik moril maupun materiil.
10. Cintaku Ivan Samuel yang selalu memberiku motivasi dalam mengerjakan
karya tulis ini.
11. Sahabat sahabat kuliah seperjuanganku tim rempong, jambe, dan kipan
Alyn, Mayang, Anjani, Mutiara, Nana yang telah membantu selama
kuliah, menyelesaikan skripsi dan mengisi hari-hari ku dengan candatawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
baik dikampus maupun diluar kampus dan seluruh teman-teman Angkatan
2007 FH UNS yang tak dapat ku sebutkan satu persatu yang telah mengisi
hari-hari Penulis selama ini hingga lebih berwarna
12. Sahabat terbaikku Mita dan Dicky terimakasih selalu ada disaat yang tepat
dan telah berbagi bersama dalam suka maupun duka selama bertahun
tahun.
13. Crew pengaman parkiran FH UNS Pak Wardi, Mas Wahyono, Mas Didit,
Mas Eko dan Mas Bimo.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini masih jauh dari
kesempurnaan, mengingat kemampuan Penulis yang masih sangat terbatas. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penulisan
hukum ini dan kedepannya akan Penulis terima dengan senang hati. Semoga
penulisan ini dapat bermanfaat dalam kemajuan hukum di Indonesia dan bagi
semua pihak. Amin.
Surakarta, 30 Maret 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
PERNYATAAN............................ ........................................................................ iv
ABSTRAK.. .......................................................................................................... v
MOTTO ................................................................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ...................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6
E. Metode Penelitian ......................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan ................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 12
A. Kerangka Teori ............................................................................ 12
1. Tinjauan tentang Pembuktian Pidana ...................................... 12
2. Tinjauan tentang Pertimbangan Hakim ................................... 20
3. Tinjauan tentang Putusan ..................... .................................. 25
4. Tinjauan tentang Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik ...... 29
5. Pengertian Pencemaran Nama Baik ........................................ 34
B. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 35
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... .................................. 38
A Konstruksi Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Tangerang
dalam Menjatuhkan Putusan Bebas Murni (vrijspraak) dalam
Perkara Prita Mulyasari ............................................................... 38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
1. Deskripsi Kasus ………………………………………….. .... 38
2. Identitas Terdakwa ................................................................ 38
3. Dakwaan ................................................................................ 39
4. Tuntutan Pidana ..................................................................... 45
5. Pertimbangan Hakim ............................................................... 46
6. Amar Putusan .......................................................................... 53
B Upaya Hukum yang dimungkinkan terhadap putusan bebas yang
dijatuhkan oleh PN Tangerang dalam perkara pencemaran nama
baik RS. Omni Internasional ...................................................... .. 54
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 61
A. Simpulan ....................................................................................... 61
B. Saran-Saran .................................................................................. 61
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 62
LAMPIRAN-LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum acara pidana mempunyai tujuan untuk mencari dan mendekati
kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu
perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur
dan tepat waktu dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat
didakwa melakukan suatu pelanggaran hukum, selanjutnya meminta
pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti
bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan oleh orang yang didakwa itu.
Penanganan suatu perkara pidana mulai dilakukan oleh penyidik
setelah menerima laporan dari masyarakat ataupun diketahui sendiri tentang
terjadinya tindak pidana, atau bisa juga tertangkap tangan, kemudian dituntut
oleh penuntut umum dengan jalan melimpahkan perkara tersebut ke
pengadilan negeri. Selanjutnya hakim melakukan pemeriksaan apakah
dakwaan penuntut umum terhadap terdakwa terbukti atau tidak.
Bagian yang paling penting dari tiap-tiap proses pidana adalah
persoalan mengenai pembuktian, karena dari hal inilah tergantung apakah
tertuduh akan dinyatakan bersalah atau dibebaskan. Untuk kepentingan
pembuktian tersebut maka kehadiran benda-benda yang tersangkut dalam
suatu tindak pidana, sangat diperlukan. Benda-benda dimaksud lazim dikenal
dengan istilah “barang bukti”.
Bagi Terdakwa atau Penasihat Hukum akan digunakan untuk mengantisipasi dakwaan Penuntut Umum, melakukan pembelaan sekaligus upaya meyakinkan hakim bahwa ia tidak bersalah. Bagi hakim pembuktian dipergunakan untuk menilai kebenaran dakwaan Penuntut Umum dan pembelaan Terdakwa sehingga hakim dapat memperoleh atau tidak memperoleh keyakinan akan kesalahan, sebagai dasar membuat putusan (vonis). Hal ini menunjukkan pembuktian merupakan bagian yang sangat penting dalam proses peradilan dan pemeriksaan suatu perkara pidana. Dalam pemeriksaan perkara pidana pembuktian bertujuan untuk menemukan
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
kebenaran materiil. Kebenaran materiil adalah kebenaran yang sesungguhnya, sehingga merupakan hal yang sukar untuk mencapai itu. Dimana dengan pembuktian hakim akan dapat menemukan dan menetapkan kebenaran yang sesungguhnya.
Istilah barang bukti dalam perkara pidana yaitu barang mengenai mana delik dilakukan (obyek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan yaitu alat yang dipakai untuk melakukan delik misalnya pisau yang dipakai menikam orang. Termasuk juga barang bukti ialah hasil dari delik misalnya uang negara yang dipakai (korupsi) untuk membeli rumah pribadi, maka rumah pribadi itu merupakan barang bukti, atau hasil delik.
Di samping itu ada pula barang bukti yang bukan merupakan obyek, alat atau hasil delik, tetapi dapat pula dijadikan barang bukti sepanjang barang tersebut mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana, misalnya pakaian yang dipakai korban pada saat ia dianiaya atau dibunuh.
Dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya. Selanjutnya ketentuan tersebut di atas ditegaskan lagi dalam 183 KUHAP yang menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Dalam penjelasan 183 KUHAP disebutkan bahwa ketentuan ini
adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum
bagi seseorang. Adanya ketentuan sebagaimana tersebut dalam 183 KUHAP
menunjukkan bahwa negara kita menganut sistem atau teori pembuktian
secara negatif menurut undang-undang, di mana hakim hanya dapat
menjatuhkan hukuman apabila sedikit-dikitnya terdapat dua alat bukti dalam
peristiwa pidana yang dituduhkan kepadanya. Walaupun alat-alat bukti
lengkap, akan tetapi jika hakim tidak yakin tentang kesalahan terdakwa maka
harus diputus lepas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Adapun yang dimaksud dengan sistem pembuktian secara negatif
menurut undang-undang adalah:
1. Untuk mempersalahkan seorang terdakwa diperlukan suatu minimum
Pembuktian yang ditetapkan dalam undang-undang.
2. Namun demikian biarpun bukti bertumpuk-tumpuk melebihi minimum
yang ditetapkan dalam undang-undang tadi, jika hakim tidak berkeyakinan
tentang kesalahan terdakwa, ia tidak mempersalahkan dan menghukum
terdakwa.
Alat bukti yang sah menurut 184 ayat (1) KUHAP adalah:
a. Keterangan saksi.
b. Keterangan ahli.
c. Surat
d. Petunjuk.
e. Keterangan terdakwa.
Dalam acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung
oleh satu alat bukti yang sah. Dengan kata lain, walaupun hanya didukung
oleh satu alat bukti yang sah, dan hakim yakin atas kesalahan terdakwa maka
terdakwa tersebut dapat dihukum. Dengan demikian hakim baru boleh
menghukum seorang terdakwa apabila kesalahannya terbukti secara sah
menurut undang-undang. Bukti-bukti itu harus pula diperkuat dan didukung
oleh keyakinan hakim. Jadi walaupun alat bukti sebagaimana tersebut dalam
184 ayat (1) KUHAP terpenuhi, namun apabila hakim tidak berkeyakinan atas
kesalahan terdakwa, maka terdakwa tersebut dapat dibebaskan. Hal ini sejalan
dengan tugas hakim dalam pengadilan pidana yaitu mengadili dalam arti
menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas,
jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan ( 1 butir 9 KUHAP).
Undang-undang selalu menempatkan keyakinan hakim sebagai suatu
kunci terakhir dalam pemeriksaan pengadilan di persidangan. Keyakinan
hakim memegang peranan yang tidak kalah pentingnya dengan upaya-upaya
bukti yang diajukan di persidangan, bahkan keyakinan hakim diletakkan oleh
pembuat undang-undang di tingkat teratas. Karena berapapun saja upaya bukti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
yang diajukan di persidangan mengenai suatu tindak pidana, kalau hakim tidak
yakin atas kesalahan (kejahatan) yang dituduhkan kepada terdakwa, maka
terdakwa tidak dapat dipidana ( 183 KUHAP), berarti dibebaskan atau setidak-
tidaknya dilepaskan.
Faktor keyakinan itulah yang memberi bobot dan sekaligus ciri pada
prinsip-prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, peradilan yang bebas dan
kebebasan hakim dalam mengenai perkara yang disidangkan. Untuk
mendukung dan menguatkan alat bukti yang sah sebagaimana tersebut dalam
184 ayat (1) KUHAP, dan untuk memperoleh keyakinan hakim atas kesalahan
yang didakwakan penuntut umum kepada terdakwa, maka di sinilah letak
pentingnya barang bukti tersebut.
Putusan hakim mempunyai peranan yang menentukan dalam
menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena itu di dalam menjatuhkan
putusannya hakim diharapkan agar selalu berhati-hati. Hal ini dimaksudkan
untuk menjaga agar jangan sampai suatu putusan penuh dengan kekeliruan
yang akibatnya akan menimbulkan rasa tidak puas, ketidakadilan dan dapat
menjatuhkan kewibawaan pengadilan. Dengan demikian, dapatlah
dikonklusikan lebih jauh bahwasanya ”putusan hakim” di satu pihak berguna
bagi terdakwa memperoleh kepastian hukum (rechtszekerheids) tentang
”statusnya” dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya terhadap
putusan tersebut dalam artian dapat berupa menerima putusan; melakukan
upaya hukum verzet, banding, atau kasasi; melakukan grasi; dan sebagainya.
Sedangkan di lain pihak, apabila ditelaah melalui visi hakim yang
mengadili perkara, putusan hakim adalah ”mahkota” dan ”puncak”
pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran hakiki, hak asasi manusia,
penguasaan hukum atau fakta secara mapan, mumpuni, dan faktual, serta
visualisasi etika, mentalitas, dan moralitas dari hakim yang bersangkutan
(Lilik Mulyadi, 2007: 119). Karena begitu kompleksitasnya dimensi dan
substansi putusan hakim tersebut, memang tidaklah mudah untuk memberikan
rumusan aktual, memadai, dan sempurna terhadap pengertian putusan hakim.
Uraian kasus tuduhan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh
Prita Mulyasari adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Bahwa Prita Mulyasari didakwa mencemarkan nama baik dari RS
OMNI Internasional karena menulis surat elektronik (Email) kepada sesama
rekan-rekannya tentang hal-hal keluhan-keluhan pada pelayanan kepada
pasien yang dilakukan oleh RS Omni Internasional, isi surat ini disinyalir
sangat merugikan pihak RS Omni Internasional sehingga memperkarakan Ibu
Pritamulyasari dengan tuduhan pencemaran nama baik. Setelah melalui proses
yang panjang sehingga terbitlah putusan dari PN Negeri Tangerang dalam
putusan No. 1269/Pid. B/2009/PN TNG, tanggal 28 Desember 2009 isi
putusan menyatakan bahwa terdakwa Pritamulyasari dinyatakan bebas murni.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin mengkaji lebih jauh tentang
pembuktian hakim dalam menjatuhkan putusan bebas murni dalam perkara
Kasus Prita Mulyasari dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi dengan judul:
“ANALISIS YURIDIS KONSTRUKSI HUKUM PEMBUKTIAN
HAKIM PENGADILAN NEGERI TANGERANG DALAM
MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM
PERKARA PENCEMARAN NAMA BAIK RUMAH SAKIT OMNI
INTERNASIONAL DENGAN TERDAKWA PRITA MULYASARI
DAN UPAYA HUKUMNYA (Studi Kasus Dalam Putusan No. 1269/Pid.
B/2009/PN TNG, tanggal 28 Desember 2009)”
B. Perumusan Masalah
Agar permasalahan yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan
penulisan skripsi mencapai tujuan yang diinginkan maka perlu disusun
perumusan masalah yang didasarkan pada latar belakang masalah dimana
perumusan tersebut antara lain :
1. Bagaimana konstruksi hukum pembuktian Hakim Pengadilan Negeri
Tangerang dalam menjatuhkan putusan bebas murni (vrijspraak) dalam
perkara Prita Mulyasari ?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Upaya hukum apakah yang dimungkinkan terhadap putusan bebas yang
dijatuhkan oleh PN Tangerang dalam perkara pencemaran nama baik RS.
Omni Internasional ?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai.
Tujuan dari penelitian dalam penulisan penelitian ini adalah :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui konstruksi hukum pembuktian Hakim Pengadilan
Negeri Tangerang dalam menjatuhkan putusan bebas murni dalam
perkara Prita Mulyasari
b. Untuk mengetahui upaya hukum yang dimungkinkan terhadap
putusan bebas yang dijatuhkan oleh PN Tangerang dalam perkara
pencemaran nama baik RS. Omni Internasional.
2. Tujuan Subyektif
a. Mengumpulkan dan mengolah data yang diperlukan guna penulisan
penelitian, sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana
dalam bidang ilmu hukum.
b. Menambah pengetahuan penulis dalam penulisan ilmu hukum acara
pidana.
c. Membandingkan materi di perkuliahan dengan kenyataan dalam
persidangan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu
hukum terutama hukum pidana.
b. Hasil penelitian ini diharapkan bisa mendeskripsikan konstruksi
hukum pembuktian hakim dalam menjatuhkan putusan bebas murni
pada kasus Prita Mulyasari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui upaya hukum yang
dimungkinkan terhadap putusan bebas yang dijatuhkan oleh PN
Tangerang dalam perkara pencemaran nama baik RS. Omni
Internasional
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan dan saran bagi
pihak terkait dengan konstruksi hukum pembuktian hakim dalam
menjatuhkan putusan bebas murni pada kasus Prita Mulyasari.
E. Metode Penelitian
Salah satu tahapan yang penting dalam penelitian ilmiah adalah
penentuan metode penelitian yang akan dipakai dapat selaras dengan tujuan
yang ingin dicapai dengan efektif. Metode penelitian ini akan sangat
berpengaruh dalam penelitian data, teknik analisis data dan yang paling utama
hasil penelitian nantinya.
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna
menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006:35).
Metode penelitian adalah cara-cara berpikir, berbuat yang dipersiapkan
dengan baik untuk mengadakan dan mencapai suatu tujuan penelitian,
sehingga penelitian tidak mungkin dapat merumuskan, menemukan,
menganalisa maupun memecahkan masalah dalam suatu penelitian tanpa
metode penelitian.
Dengan demikian masalah pemilihan metode adalah masalah yang
sangat signifikan dalam suatu penelitian ilmiah, karena mutu, nilai, validitas
dari hasil penelitian ilmiah tersebut sangat ditentukan oleh pemilihan
metodenya. Berdasarkan pengertian metode dan penelitian oleh para ahli
tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan metodologi penelitian adalah
suatu ilmu yang mempelajari atau membicarakan cara-cara yang digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
dalam usaha menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu ilmu
pengetahuan dalam rangka mencapai suatu tujuan penelitian.
1. Jenis Penelitian
Jenisnya penelitian hukum yang penulis lakukan termasuk jenis
penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum doktrinal adalah penelitian
hukum yang dilakukan dengan cara menyediakan suatu penampilan yang
sistematis. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji
kemudian dibandingkan dan ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya
dengan konstruksi hukum pembuktian hakim dalam menjatuhkan putusan
bebas murni pada kasus Prita Mulyasari.
2. Sifat Penelitian
Berdasarkan sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian hukum
doktrinal yang keilmuan hukumnya bersifat prespektif. Sebagai ilmu yang
bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai
keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-
norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006:22). Sifat preskriptif ini
merupakan hal substansial yang tidak mungkin dapat dipelajari oleh
disiplin lain yang obyeknya juga hukum.
3. Pendekatan penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006:93). Pada penelitian ini mengambil pendekatan pendekatan kasus (case approach) karena penelitian ini lebih terfokus pada putusan dari suatu kasus hukum.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dasar yang berupa data sekunder. Ruang lingkup data sekunder sangat luas meliputi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
data atau informasi, penelaahan dokumen, hasil penelitian sebelumya, dan bahan kepustakaan seperti, buku-buku literatur, koran, majalah, dan arsip yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
4. Sumber Data Sumber data yang digunakan berupa data sekunder, yang berupa : a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum atau bahan pustaka yang mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam perbuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2006:141). Adapun yang penulis gunakan adalah : 1) Undang-undang Dasar 1945 2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 4) Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) 5) Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor : No. 1269/Pid.
B/2009/PN TNG, tanggal 28 Desember 2009. b. Bahan Hukum Sekunder
Yang dimaksud bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan bahan hukum primer, seperti :
1) Hasil karya ilmiah para sarjana yang relevan atau terkait dalam penelitian ini.
2) Hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini. 3) Buku-buku penunjang lain.
c. Bahan Hukum Tertier Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, diantaranya bahan dari media internet yang relevan dengan penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan datanya adalah
dengan dokumentas, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan bahan-bahan yang berupa buku-buku dan bahan pustaka
lainnya yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti yang
digolongkan sesuai dengan katalogisasi.
Metode pengumpulan data ini berguna untuk mendapatkan
landasan teori yang berupa pendapat para ahli mengenai hal yang menjadi
obyek penelitian seperti peraturan perundangan yang berlaku dan
berkaitan dengan hal-hal yang diteliti.
Peneliti melakukan penelusuran untuk mencari bahan-bahan
hukum sekunder yang relevan terhadap isu yang dihadapi. Peneliti
menggunakan teknik studi pustaka dengan mengumpulkan putusan-
putusan pengadilan mengenai isu hukum yang dihadapi, yaitu Putusan
Kasus Prita Mulyasari di Pengadilan Negeri Tangerang. Peneliti juga
mendokumentasikan bahan-bahan hukum sekunder yang berupa buku-
buku teks yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
6. Teknik Analisa Data
Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil
penelitian menjadi suatu laporan. Di dalam sebuah penelitian hukum
normatif, pengelolaan data hakekatnya merupakan kegiatan untuk
mengadakan sistematika terhadap bahan hukum tertulis. Sistematika
berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk
memudahkan pekerjaan analisis.
Menurut Philipus M.Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter
Mahmud metode deduktif sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh
aristoteles penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis
mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor
(bersifat khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu
kesimpulan atau conclusion (Peter Marzuki, 2006: 47).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
F. Sistematika Penelitian
Dalam penelitian ini akan diuraikan tentang sistematika penulisan
sebagai gambaran tentang penulisan ilmiah ini secara keseluruhan, artinya
pada sub bab ini akan diuraikan secara sistematis keseluruhan isi yang
terkandung dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisannya sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan titik tolak dari penulisan skripsi dimana
dipaparkan tema dan permasalahan, pada bab ini terdiri dari dari
sub pokok yaitu latar belakang masalah, pembatasan masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dikemukakan teori-teori yang mendasari masalah yang
akan dibahas yaitu tinjauan tentang Pembuktian dalam Perkara
Pidana, Bahan Untuk Membentuk Alat Bukti, Tinjauan Tentang
Pertimbangan Hakim, Pengertian Tindak Pidana, Tinjauan Tentang
Tentang Hak Kemerdekaan (Kebebasan).
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang analisis data yang terdiri dari jawaban dari
permasalahan yang diungkapkan pada bab-bab sebelumnya, serta
pembahasan sesuai dengan kajian teori maupun dalam praktek
pelaksanaan.
BAB V PENUTUP
Berisi tentang simpulan dan saran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Pembuktian Pidana
a. Pengertian Pembuktian
Pekerjaan pembuktian adalah pekerjaan yang paling utama di
antara proses panjang penegakan hukum pidana. Pada pekerjaan inilah
dipertaruhkan nasib terdakwa dan pada pembuktian inilah titik sentral
pertanggungjawaban hakim dalam segala bidang, yakni segi intelektual,
moral, ketetapan hukum, dan yang tidak kalah penting ialah segi
pertanggungjawabannya kepada Tuhan Yang Maha Esa mengenai amar
putusan yang akan diambilnya. Bagaimana amar yang ditetapkan oleh
hakim, seluruhnya bergantung pada hasil pekerjaan pembuktian didalam
sidang pengadilan. (Adami Chazawi,2005:398).
Kegiatan pembuktian yang dijalankan dalam peradilan, pada
dasarnya adalah suatu upaya untuk merekonstruksi atau melukiskan
kembali suatu peristiwa yang sudah berlalu. Hasil kegiatan peradilan
akan diperoleh suatu konstruksi peristiwa yang terjadi, bentuk sempurna
tidaknya atau benar tidaknya rekonstruksi itu sepenuhnya bergantung
pada pekerjaan pembuktian. Dalam hal merekonstruksi peristiwa itu
diperlukan alat bukti dan cara penggunaannya sesuai dengan ketentuan
yang ada tentang pembuktian sesuatu. Atas dasar apa yang diperoleh
dari kegiatan itu, maka dibentuklah konstruksi peristiwa yang sudah
berlalu yang sebisanya sama persis dengan peristiwa yang sebenarnya.
(Adami Chazawi,2005:399).
Pembuktian sebagai suatu kegiatan adalah usaha membuktikan
sesuatu (objek yang dibuktikan) melalui alat-alat bukti yang boleh
dipergunakan dengan cara-cara tertentu pula untuk menyatakan apa
yang dibuktikan itu sebagai terbukti ataukah tidak menurut Undang-
Undang. Sebagaimana diketahui bahwa proses kegiatan pembuktian
12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
yang dilaksanakan bersama oleh tiga pihak: hakim, jaksa dan terdakwa
yang (dapat) didampingi penasihat hukum, segala seginya telah
ditentukan dan diatur oleh Undang-Undang.
Keseluruhan ketentuan hukum yang mengatur segala segi tentang
pembuktian itulah yang disebut dengan hukum pembuktian. Apabila
dilihat dari visi letaknya dalam kerangka yuridis aspek pembuktian
terbilang unik karena dapat diklasifikasikan dalam kelompok hukum
acara pidana/hukum pidana formal maupun hukum pidana materiil.
Apabila dikaji lebih mendalam ada polarisasi pemikiran aspek
pembuktian dikatagorisasikan ke dalam hukum pidana materiil karena
dipengaruhi oleh adanya pendekatan dari hukum perdata sehingga aspek
pembuktian ini masuk dalam katagori hukum perdata materiil dan
hukum perdata formal (hukum acara perdata). Akan tetapi setelah
berlakunya KUHAP aspek pembuktian tampak diatur dalam ketentuan
Hukum Pidana Formal. (Lilik Mulyadi,2008:91)
Segi-segi hukum pembuktian umum dalam KUHAP, terutama
1) Mengenai alat bukti yang dapat digunakan untuk membuktikan.
objek yang harus dibuktikan bersumber pada tindak pidana yang
didakwakan. Oleh karena itu, tindak pidana yang didakwakan adalah
objek pokok apa yang harus dibuktikan. Tindak pidana terdiri dari
unsur-unsur.Unsur-unsur ini, baik perbuatan dan unsur-unsur yang
melekat pada perbuatan, unsur mengenai diri si pembuat itulah yang
harus dibuktikan untuk menyatakan terbukti tidaknya tindak pidana.
2) Mengenai kedudukan, fungsi pihak Jaksa Penuntut Umum,
Penasehat Hukum dan Hakim yang terlibat dalam kegiatan
pembuktian. Dari sudut pihak mana yang berkewajiban
membuktikan, maka disini terdapat sistem pembebanan pembuktian.
3) Mengenai nilai atau kekuatan alat-alat bukti dalam pembuktian dan
cara menilainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
4) Mengenai cara bagaimana membuktikan dengan menggunakan alat-
alat bukti tersebut. Dengan kata lain bagaimana alat-alat bukti
tersebut dipergunakan dalam kegiatan pembuktian.
5) Mengenai standar minimal pembuktian sebagai kriteria yang harus
dipenuhi untuk menarik kesimpulan pembuktian tentang terbukti
ataukah tidak dan hal apa yang dibuktikan.
6) Mengenai syarat subyektif (keyakinan) hakim dalam hubungannya
dengan standar minimal pembuktian dalam hal hakim menarik amar
putusan akhir.
Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.
b. Jenis Alat Bukti
Pada dasarnya, perihal alat-alat bukti secara limitatif diatur dalam ketentuan 184 ayat (1) KUHAP, yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Walaupun alat bukti petunjuk disebutkan pada urutan keempat, tidak berarti bahwa alat bukti ini ada pengaruhnya untuk merekonstruksi peristiwanya lebih rendah daripada alat-alat bukti pada urutan diatasnya. Dalam sistem pembuktian tidak mengenal kekuatan pembuktian yang didasarkan pada urutannya. Daya pengaruh atau kekuatan alat bukti pada 184 ayat (1) itu sama, yang satu tidak lebih kuat daripada yang lain. Hal ini juga tercermin pada ketentuan tentang minimal pembuktian dalam 183.
Khususnya pada anak kalimat “sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah” menunjukkan pada kita bahwa nilai atau kekuatan daya pengaruh masing-masing alat bukti adalah sama. Dua alat bukti itu salah satunya bisa berupa petunjuk dan yang satunya berupa jenis lain. Misalnya, keterangan terdakwa atau keterangan saksi sudah cukup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
memenuhi syarat untuk dapat membentuk keyakinan hakim bahwa tindak pidana memang telah terjadi dan terdakwalah pembuatnya.
Ketentuan minimal pembuktian memerlukan keyakinan ini tidak dikenal dalam sistem pembuktian menurut hukum formil perdata. Itulah perbedaan sistem pembuktian dalam hukum formil pidana dengan hukum formil perdata. Keyakinan hakim tidak diperlukan dalam hukum acara perdata. (Adami Chazawi, 2007:400).
Walaupun pada dasarnya daya pengaruh atau kekuatan dari masing-masing alat bukti adalah sama, namun bisa jadi penilaian hakim dalam menggunakan haknya yang berbeda. Hal ini disebabkan karena dalam menggunakan haknya untuk menilai alat-alat bukti, hakim bisa saja berada diantara sekian banyak alat bukti, baik dalam jenis yang berlainan maupun dalam jenis yang sama. Hal ini menyebabkan daya pengaruhnya dalam membentuk keyakinan hakim berbeda. Padahal, keyakinan itu sangat penting dalam usaha merekonstruksi peristiwa yang sedang ditangani. Undang-Undang telah mendefinisikan bukti petunjuk ini sebagai “perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.” ( 188 ayat 1).
c. Teori Pembuktian
Dalam sistem hukum acara pidana dikenal beberapa sistem
pembuktian, menurut membagi menjadi empat sistem yaitu :
1) Sistem Negatief Wettelijk.
Menurut sistem ini ada dua hal yang merupakan syarat :
(a) Wettelijk, oleh karena alat-alat bukti yang sah dan yang
ditetapkan oleh Undang-Undang.
(b) Negatief, oleh karena dengan alat-alat bukti yang sah dan
ditetapkan oleh Undang-Undang, belum cukup untuk memaksa
hakim pidana. Bukti sudah diberikan akan tetapi masih
dibutuhkan adanya keyakinan hakim.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2) Conviction Intime
Ajaran ini didasarkan semata-mata atas keyakinan belaka, dan
tidak terikat kepada aturan-aturan hingga keyakinan menurut aliran
ini sangat subyektif (perorangan) dalam menentukan apakah
Terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan
kepadanya.
3) Positief Wettelijk.
Ajaran ini didasarkan pada alat-alat bukti yang ditetapkan oleh
Undang-Undang dalam menentukan apakh Terdakwa terbukti bersalah
melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya tanpa ada
keyakinan hakim.
4) Conviction Raisonee (Martiman Prodjohamidjojo, 1997, hal 57)
. Ajaran ini didasarkan semata-mata kepada keyakinan atas dasar
pertimbangan akal pikiran dan hakim tidak terikat kepada alat-alat
bukti yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Dengan demikian
hakim dapat mempergunakan alat-alat bukti lainyang di luar
ketentuan Undang-Undang. (Martiman Prodjohamid, 1983, hal 14)
Pada sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim, hakim
dapat menjatuhkan putusan berdasarkan keyakinan belaka dengan tidak
terikat oleh satu peraturan. Dalam perkembangan lebih lanjut sistem
pembuktian berdasarkan keyakinan hakim mempunyai 2 (dua) bentuk
polarisasi, yaitu “Conviction Intime dan Conviction Rainsonne”. Melalui
sistem pembuktian “Conviction Intime” kesalahan terdakwa bergantung
kepada keyakinan belaka, sehingga hakim tidak terikat oleh suatu
peraturan. Dengan demikian, putusan hakim di sini tampak timbul nuansa
subyektifnya. (Lilik Mulyadi, 2008:245).
Bias subyektifnya yaitu apabila pembuktian conviction intime
menentukan salah tidaknya terdakwa, semata-mata ditentukan oleh
penilaian keyakinan hakim. Keyakinan hakimlah yang menentukan
keterbuktian kesalahan terdakwa. Dari mana hakim menarik dan
menyimpulkan keyakinannya, tidak menjadi masalah dalam sistem ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat bukti yang
diperiksanya dalam siding pengadilan. Bisa juga hasil pemeriksaan alat-
alat bukti itu diabaikan hakim, dan langsung menarik kesimpulan dari
keterangan atau pengakuan terdakwa. Sistem ini, sudah barang tentu
mengandung kelemahan. Hakim dapat saja menjatuhkan hukuman pada
seorang terdakwa semata-mata atas dasar keyakinan belaka tanpa
didukung oleh alat bukti yang cukup. Sebaliknya, hakim leluasa
membebaskan terdakwa dari tindak pidana yang dilakukannya walaupun
kesalahan terdakwa telah cukup terbukti dengan alat-alat bukti yang
lengkap, selama hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa. Jadi, dalam
sistem ini sekalipun kesalahan terdakwa sudah cukup terbukti, pembuktian
yang cukup itu dapat dikesampingkan oleh keyakinan hakim. Sebaliknya,
walaupun kesalahan terdakwa tidak terbukti berdasar alat-alat bukti yang
sah, terdakwa bias dinyatakan bersalah semata-mata atas dasar keyakinan
hakim. Keyakinan hakimlah yang paling dominan/yang paling
menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Keyakinan tanpa alat bukti
yang sah, sudah cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Seolah-olah
sistem ini menyerahkan sepenuhnya nasib terdakwa kepada keyakinan
hakim semata-mata. Keyakinan hakimlah yang menentukan wujud
kebenaran sejati dalam sistem pembuktian ini. (Lilik Mulyadi, 2008:246).
Sistem keyakinan dengan alasan logis ini lebih maju sedikit
daripada system yang keyakinan belaka, walaupun kedua sistem dalam hal
menarik hasil pembuktian tetap didasarkan pada keyakinan. Sistem
keyakinan dengan alas an logis ini lebih maju, karena dalam sistem ini
dalam hal membentuk dan menggunakan keyakinan hakim untuk menarik
kesimpulan tentang terbuktinya kesalahan terdakwa melakukan tindak
pidana, didasarkan pada alasan-alasan yang logis. Walaupun alasan-alasan
itu dengan menggunakan alat-alat bukti yang baik yang ada disebutkan
dalam Undang-Undang maupun di luar Undang-Undang.
Dalam sistem ini, walaupun Undang–Undang menyebut dan
menyediakan alat-alat bukti, tetapi dalam hal menggunakannya dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
menaruh kekuatan alat-alat bukti tersebut terserah pada pertimbangan
hakim dalam hal membentuk keyakinannya tersebut, asalkan alasan-alasan
yang dipergunakan dalam pertimbangannya logis. Artinya, alasan yang
digunakannnya dalam hal membentuk keyakinan hakim masuk akal,
artinya dapat diterima oleh akal orang pada umumnya. Sistem ini kadang
disebut dengan sistem pembuktian keyakinan bebas (vrije bewijstheorie),
karena dalam hal membentuk keyakinan hakim bebas menggunakan alat-
alat bukti dan menyebutkan alasan-alasan dari keyakinan yang diperoleh
dari alat-alat bukti tersebut. (Adami Chazawi, 2007:26).
Sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara positif
berkembang sejak abad pertengahan. Menurut teori ini, sistem pembuktian
positif bergantung kepada alat-alat bukti sebagaimana disebut secara
limitatif dalam Undang-Undang. Singkatnya, Undang-Undang telah
menentukan tentang adanya alat bukti mana yang dapat dipakai hakim,
cara bagaimana hakim harus mempergunakannya, kekuatan alat-alat bukti
tersebut dan bagaimana caranya hakim harus memutus terbukti atau
tidaknya perkara yang sedang diadili. Dalam aspek ini, hakim terikat
kepada adagium kalau alat bukti tersebut telah dipakai sesuai ketentuan
Undang-Undang, hakim mesti menentukan terdakwa bersalah, walaupun
hakim berkeyakinan bahwa sebenarnya terdakwa tidak bersalah.
Begitupun sebaliknya, apabila tidak dapat dipenuhi cara mempergunakan
alat bukti sebagaimana ditetapkan Undang-Undang, hakim harus
menyatakan terdakwa tidak bersalah walaupun menurut keyakinannya
sebenarnya terdakwa bersalah (Lilik Mulyadi, 2007:243).
Sistem pembuktian positif mempunyai segi negatif dan segi positif,
berdasarkan asumsi M.Yahya Harahap dalam Lilik Mulyadi (2007:244)
menyatakan bahwa pembuktian menurut Undang-Undang secara positif,
keyakinan hakim tidak ikut ambil bagian dalam membuktikan kesalahan
terdakwa. Keyakinan hakim dalam sistem ini, tidak ikut berperan
menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Sistem ini berpedoman pada
prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan Undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Undang. Untuk membuktikan salah atau tidaknya terdakwa semata-mata
bergantung kepada alat-alat bukti yang sah. Asal sudah dipenuhi syarat-
syarat dan ketentuan pembuktian menurut Undang-Undang, sudah cukup
menentukan kesalahan terdakwa tanpa mempersoalkan keyakinan hakim.
Apakah hakim yakin atau tidak tentang kesalahan terdakwa, bukan
menjadi masalah. Pokoknya, apabila sudah dipenuhi cara-cara pembuktian
dengan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang, hakim tidak lagi
menanyakan keyakinan hati nuraninya akan kesalahan terdakwa. Dalam
sistem ini, hakim seolah-olah robot pelaksana Undang-Undang yang tidak
memiliki hati nurani. Hati nuraninya seolah-olah tidak ikut hadir dalam
menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Meskipun demikian, dari satu
segi sistem ini mempunyai kebaikan. Sistem ini benar-benar menuntut
hakim, suatu kewajiban mencari dan menemukan kebenaran salah atau
tidaknya terdakwa sesuai dengan tata cara pembuktian dengan alat-alat
bukti yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. Dari sejak semula
pemeriksaan perkara, hakim harus melemparkan dan mengenyampingkan
jauh-jauh faktor keyakinan. Hakim semata-mata berdiri tegak pada nilai
pembuktian objektif tanpa mencampuradukan hasil pembuktian yang
diperoleh di persidangan dengan unsur subyektif keyakinannya. Sekali
hakim majelis menemukan hasil pembuktian yang obyektif sesuai dengan
cara dan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang, mereka tidak
perlu lagi menanya dan menguji hasil pembuktian tersebut dengan
keyakinan hati nuraninya. Kemudian dalam perkembangannya dengan
titik tolak aspek negatif dan positif mana baik secara teoritis dan praktik
sistem pembuktian menurut Undang-Undang secara positif (Positief
Wettelijke Bewijs Theorie) sudah tidak pernah diterapkan lagi. (Lilik
Mulyadi, 2007:244)
Sistem pembuktian menurut Undang-Undang negatif (Negatief
Wettelijke Bewijs Theorie) menentukan bahwa hakim hanya boleh
menjatuhkan pidana terhadap terdakwa apabila alat bukti tersebut secara
limitatif ditentukan oleh Undang-Undang dan didukung pula oleh adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
keyakinan hakim terhadap eksistensinya alat-alat bukti tersebut. Dari
aspek historis ternyata system pembuktian menurut Undang-Undang
secara negatif, hakikatnya merupakan peramuan antara sistem pembuktian
menurut Undang-Undang secara positif dan sistem berdasarkan keyakinan
hakim. Dengan ini, substansi sistem pembuktian menurut Undang-Undang
secara negatif tentulah melekat adanya unsur prosedural dan tata cara
pembuktian sesuai dengan alat bukti sebagaimana limitative ditentukan
Undang-Undang dan terhadap alat bukti tersebut hakim baik secara
materiil maupun secara procedural.
Dari berbagai sistem pembuktian yang diuraikan di atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 mengenai Hukum Acara Pidana,
menggunakan sistem Negatief Wettelijk. 183 KUHAP mengatur bahwa
hakim tidak menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila
sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa Terdakwalah yang bersalah melakukannya. Tujuan dari ini adalah
untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, kepastian hukum bagi
seseorang Dari ketentuan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk
menjatuhkan pidana disyaratkan untuk dipenuhi dua macam syarat yaitu :
a). Alat bukti yang sah.
b). Keyakinan hakim
2. Tinjauan tentang Pertimbangan Hakim
Pertimbangan Hakim adalah pertimbangan yang dilakukan oleh
Hakim yang mengadili perkara pidana tersebut, berdasarkan alat bukti
yang ada didukung oleh keyakinan Hakim yang berdasar pada hati nurani
dan kebijaksanaan, untuk memutus suatu perkara pidana. Pertimbangan
hakim dalam suatu putusan yang mengandung penghukuman terdakwa
harus ditujukan terhadap hal-hal terbuktinya peristiwa pidana yang
dituduhkan kepada terdakwa. Oleh karena suatu perbuatan yang diancam
dengan hukuman pidana, selalu terdiri dari beberapa bagian, yang
merupakan syarat bagi dapatnya perbuatan itu dikenakan hukuman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
(elementen dari delick), maka tiap-tiap bagian itu harus ditinjau, apakah
sudah dapat dianggap nyata terjadi (Laden Marpaung, 1992:423).
Keyakinan Hakim dalam sebuah persidangan dapat diperkuat dengan
keberadaan barang bukti, secara barang bukti memiliki faedah secara
material, untuk hal ini dikarenakan Hakim tidak boleh memutus perkara
apabila tidak didasari pada sedikitnya dua alat bukti yang sah dan
meyakinkan. Seringkali Hakim dapat membebaskan seseorang yang
didakwa melakukan tindak pidana berdasar barang bukti yang ada dalam
proses persidangan ( 183 KUHAP). Menurut Rusli Muhammad
(2006:124), dalam memberikan telaah kepada pertimbangan hakim dalam
berbagai putusannya terdapat dua kategori, yaitu :
a. Pertimbangan yang bersifat yuridis
Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim
yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam
persidangan dan oleh Undang-undang ditetapkan sebagai hal yang
harus dimuat di dalam putusan. Hal-hal yang dimaksud antara lain:
1) Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Dakwaan merupakan dasar dari hukum acara pidana karena
berdasar itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan. Perumusan
dakwaan didasarkan atas hasil pemeriksaan pendahuluan yang
disusun tunggal, komulatif, alternatif ataupun subsidair.
2) Keterangan terdakwa
Keterangan terdakwa menurut 184 huruf e KUHAP,
digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah apa
yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia
lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau dialami sendiri. Dalam
Hukum Acara Pidana keterangan terdakwa dapat dinyatakan dalam
bentuk pengakuan ataupun penolakan, baik sebagian ataupun
keseluruhan terhadap dakwaan penuntut umum dan keterangan
yang disampaikan oleh para saksi. Keterangan terdakwa sekaligus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
juga merupakan jawaban atas pertanyaan hakim, jaksa penuntut
umum ataupun dari penasihat hukum.
3) Keterangan saksi
Salah satu komponen yang harus diperhatikan dalam
menjatuhkan putusan adalah keterangan saksi. Keterangan saksi
dapat dikategorikan sebagai alat bukti sepanjang keterangan itu
mengenai sesuatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri, alami sendiri, dan harus disampaikan di dalam sidang
pengadilan dengan mengangkat sumpah. Keterangan saksi yang
disampaikan di sidang pengadilan yang merupakan hasil pemikiran
saja atau hasil rekaan yang diperoleh dari orang lain atau kesaksian
testimonium de auditu tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang
sah.
Menurut 185 KUHAP ayat (5) dalam menilai keterangan
saksi, hakim harus memperhatikan:
a) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain.
b) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan alat bukti yang
lain.
c) Alasan yang mungkin dipergunakan saksi untuk memberikan
keterangan yang tertentu.
d) Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada
umumnya dapat mempengaruhi dan dapat tidaknya keterangan
itu dipercaya.
4) Barang-barang bukti
Pengertian barang bukti di sini adalah semua benda yang
dapat dikenakan penyitaan dan diajukan oleh penuntut umum di
depan sidang pengadilan, yang meliputi:
a) benda atau tagihan tersangka atau terdakwa seluruhnya atau
sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil
tindak pidana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
b) benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan
tindak pidana atau untuk mempersiapkan.
c) benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan
tindak pidana.
d) benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak
pidana yang dilakukan.
Barang-barang bukti yang dimaksud di atas tidak termasuk
alat bukti. Adanya barang bukti yang terungkap pada persidangan
akan menambah keyakinan hakim dalam menilai benar tidaknya
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa, dan sudah barang
tentu hakim akan lebih yakin apabila barang bukti itu dikenal dan
diakui oleh terdakwa ataupun saksi.
5) - dalam peraturan Hukum Pidana dan sebagainya
Dalam praktek persidangan, peraturan hukum pidana itu
selalu dihubungkan dengan perbuatan terdakwa. Dalam hal ini,
penuntut umum dan hakim berusaha untuk membuktikan dan
memeriksa melalui alat-alat bukti tentang apakah perbuatan
terdakwa telah atau tidak memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan
dalam peraturan hukum pidana. Apabila ternyata perbuatan
terdakwa memenuhi unsur-unsur dari setiap yang dilanggar,
berarti terbuktilah menurut hukum kesalahan terdakwa, yakni telah
melakukan perbuatan seperti diatur dalam hukum pidana tersebut.
Meskipun belum ada ketentuan yang menyebutkan bahwa yang
termuat dalam putusan yang menyebutkan di antara yang termuat
dalam putusan itu merupakan pertimbangan yang bersifat yuridis di
sidang pengadilan, dapatlah digolongkan sebagai pertimbangan
yang bersifat yuridis.
b. Pertimbangan yang bersifat non yuridis
Pertimbangan yang bersifat non yuridis, terdiri dari :
1) Latar belakang terdakwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Pengertian latar belakang perbuatan terdakwa adalah setiap
keadaan yang menyebabkan timbulnya keinginan serta dorongan
keras paksa diri terdakwa dalam melakukan tindak pidana kriminal.
Latar belakang perbuatan terdakwa dalam melakukan perbuatan
kriminal meliputi :
a) Keadaan ekonomi terdakwa.
b) Ketidak harmonisan hubungan sosial terdakwa baik dalam
lingkungan keluarganya, maupun orang lain.
2) Akibat perbuatan terdakwa
Perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa sudah pasti
membawa korban ataupun kerugian pada pihak lain. Bahkan akibat
dari perbuatan terdakwa dari kejahatan yang dilakukan tersebut
dapat pula berpengaruh buruk kepada masyarakat luas, paling tidak
keamanan dan ketentraman mereka senantiasa terancam.
3) Kondisi diri terdakwa
Pengertian kondisi terdakwa dalam pembahasan ini adalah
keadaan fisik maupun psikis terdakwa sebelum melakukan
kejahatan, termasuk pula status sosial terdakwa. Keadaan fisik
dimaksudkan adalah usia dan tingkat kedewasaan, sementara
keadaan psikis dimaksudkan adalah berkaitan dengan perasaan
yang dapat berupa : mendapat tekanan dari orang lain, pikiran
sedang kacau, keadaan marah dan lain-lain. Adapun yang
dimaksudkan dengan status sosial adalah predikat yang dimiliki
dalam masyarakat.
4) Agama terdakwa
Keterikatan para hakim terhadap ajaran agama tidak cukup
bila sekedar meletakkan kata “Ketuhanan” pada kepala putusan,
melainkan harus menjadi ukuran penilaian dari setiap tindakan baik
tindakan para hakim itu sendiri maupun dan terutama terhadap
tindakan para pembuat kejahatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
3. Tinjauan tentang Putusan
a. Pengertian Putusan
Putusan diartikan sebagai berikut “Hasil atau kesimpulan dari
suatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-
masaknya yang dapat berbentuk tertulis ataupun lisan” (Leden
Marpaung, 1992: 406). Di dalam pasal 1 butir 11 KUHAP disebutkan
bahwa putusan pengadilan adalah : ”pernyataan hakim yang
diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa
pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam
hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini ”. Leden
Marpaung, mendefinisikan putusan hakim sebagai ”hasil atau
kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai
dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis maupun
lisan”.
Sedangkan Lilik Mulyadi mempunyai pendapat tersendiri
mengenai putusan hakim dengan berlandaskan pada visi teoritik dan
praktik peradilan, yaitu : ”putusan yang diucapkan oleh hakim karena
jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk
umum setelah melalui proses dan prosedural hukum acara pidana pada
umumnya berisikan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari
segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan
menyelesaikan perkara”.
b. Jenis Putusan
Melalui optik perumusan KUHAP, pandangan doktrin serta
aspek teoritik dan praktek peradilan maka pada asasnya putusan hakim
atau putusan pengadilan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis, yaitu:
1) Putusan akhir
”Putusan akhir” dalam praktik lazim disebut dengan istilah
”putusan” atau ”eind vonnis” dan merupakan jenis putusan bersifat
materiil. Pada hakikatnya putusan akhir dapat terjadi setelah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Majelis Hakim memeriksa terdakwa yang hadir di persidangan
sampai dengan ”pokok perkara” selesai diperiksa ( 182 ayat (3)
dan (8), 197, serta 199 KUHAP).
2) Putusan yang bukan putusan akhir
Bentuk dari putusan yang bukan putusan akhir dapat berupa
”penetapan” atau ”putusan sela” atau dengan istilah bahasa
Belanda ”tussen-vonnis”. Pada hakekatnya putusan ini dapat
berupa :
a) Penetapan yang menentukan ”tidak berwenangnya pengadilan
untuk mengadili suatu perkara” karena merupakan kewenangan
relatif Pengadilan Negeri lain sebagaimana limitatif 148 ayat
(1) dan 156 ayat (1) KUHAP.
b) Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan jaksa/ penuntut
umum batal demi hukum, yang diatur oleh ketentuan 156 ayat
(1) KUHAP.
c) Putusan yang berisikan bahwa dakwaan jaksa/ penuntut umum tidak dapat diterima sebagaimana ketentuan 156 ayat (1) KUHAP disebabkan materi perkara tersebut telah kedaluwarsa, materi perkara seharusnya merupakan materi hukum perdata, perkara disebabkan telah nebis in idem, dan sebagainya.
Selanjutnya ”penetapan” atau ”putusan sela” secara formal dapat mengakhiri perkara apabila terdakwa atau penasihat hukum serta penuntut umum telah menerima apa yang diputuskan oleh Majelis Hakim. Tetapi secara materiil perkara dapat dibuka kembali apabila jaksa atau penuntut umum melakukan perlawanan atau verzet yang dibenarkan, sehingga Pengadilan Tinggi memerintahkan Pengadilan Negeri melanjutkan pemeriksaan perkara yang bersangkutan (Lilik Mulyadi , 2007:124).
c. Bentuk Putusan
Bentuk putusan yang akan dijatuhkan pengadilan tergantung hasil musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan (M.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Yahya Harahap, 1985: 864). Berdasar kemungkinan-kemungkinan dari hasil musyawarah diatas, putusan yang akan dijatuhkan pengadilan mengenai suatu perkara dapat berbentuk : 1) Putusan bebas Putusan bebas diatur dalam 191 ayat (1) yang berarti
terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan bebas dari tuntutan hukum (vrij spraak) atau ”acquittal”, yakni terdakwa dibebaskan dari pemidanaan. Putusan bebas ditinjau dari segi yuridis ialah putusan yang dinilai oleh majelis hakim yang bersangkutan :
a) Tidak memenuhi asas pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif. Dari hasil pembuktian yang diperoleh di persidangan tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa dan sekaligus tidak diyakini oleh hakim.
b) Tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian. Kesalahan
yang didakwakan kepada terdakwa hanya didukung oleh satu
alat bukti saja, hal ini bertentangan dengan ketentuan dalam
183 KUHP.
2) Putusan pengelepasan dari segala tuntutan hukum
Putusan pengelepasan dari segala tuntutan hukum atau
biasa disebut dengan ”onslag van recht vervolging” diatur dalam
191 ayat (2), yang bunyinya : ”Jika pengadilan berpendapat bahwa
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi
perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa
diputus lepas dari segala tuntutan hukum.”
Dari bunyi diatas, kiranya putusan penglepasan dari segala
tuntutan hukum didasarkan pada kriteria :
a) Apa yang didakwakan kepada terdakwa memang terbukti secara
sah dan meyakinkan.
b) Tetapi sekalipun terbukti, hakim berpendapat bahwa perbuatan
yang didakwakan tidak merupakan tindak pidana.
3) Putusan pemidanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Bentuk putusan pemidanaan diatur dalam 193 yang berarti
terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman yang
ditentukan dalam tindak pidana yang didakwakan kepada
terdakwa berdasarkan pada penilaian pengadilan.
4) Penetapan tak berwenang mengadili
Kemungkinan dapat terjadi sengketa mengenai wewenang
mengadili terhadap suatu perkara, oleh sebab itu 147
memperingatkan agar setelah pengadilan negeri menerima surat
pelimpahan perkara dari penuntut umum, tindakan pertama yang
harus dilakukan ketua pengadilan negeri adalah mempelajari
berkas perkara. Jika suatu perkara bukan merupakan kewenangan
suatu pengadilan negeri untuk mengadili, maka untuk itu
pengadilan negeri mengeluarkan surat ”penetapan” tidak
berwenang mengadili.
5) Putusan yang menyatakan dakwaan tidak dapat diterima
Penjatuhan putusan yang menyatakan dakwaan penuntut
umum tidak dapat diterima berpedoman pada 156 ayat (1)
KUHAP. Jika terdakwa atau penasehat hukum keberatan bahwa
surat dakwaamn harus dibatalkan, maka setelah penuntut umum
diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya, hakim
mempertimbangkannya untuk selanjutnya mengambil keputusan.
6) Putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum
Putusan pengadilan yang didasarkan pada 143 ayat (3) dan
156 ayat (1) ini dapat menjatuhkan putusan yang menyatakan
dakwaan batal demi hukum, baik karena atas permintaan yang
diajukan terdakwa atau penasihat hukum dalam eksepei maupun
atas wewenang hakim karena jabatannya. Alasan pokok yang dapat
dijadikan dasar menyatakan dakwaan jaksa batal demi hukum
adalah :
a) Apabila dakwaan tidak merumuskan semua unsur dalih yang
didakwakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
b) Tidak memperinci secara jelas peran dan perbuatan yang
dilakukan terdakwa dalam dakwaan.
c) Dakwaan kabur atau obscur libel, karena tidak dijelaskan cara
bagaimana kejahatan dilakukan..
4. Tinjauan tentang Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik
a. Pengertian Tindak Pidana
Strafbaarfeit, atau yang dalam ilmu pengetahuan hukum
disebut delik. Sedangkan pembuat Undang-undang dalam merumuskan
Undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau
perbuatan pidana atau tindak pidana. Strafbaarfeit sendiri berarti suatu
kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundangan,
jadi yang diancam pidana adalah manusia, sehingga banyak ahli
hukum yang mengartikan Strafbaarfeit sebagai tindak pidana.
Menurut pendapat Simons (dalam Wirjono
Prodjodikoro,1986:56) :
“Strafbaarfeit yaitu kelakuan yang diancam dengan pidana yang
bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan
dilakukan oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab”.
Beberapa pendapat yang antara lain :
“ Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat
dikenakan hukuman dan pelakunya dikatakan sebagai subyek tindak
pidana”. ( Wirjono Prodjodikoro, 1996: 55). Menurut Moeljatno
:“Perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukun, larangan mana disertai ancaman atau sanksi yang berupa
pidana tertentu bagi siapa yang melanggar”.(Moeljatno,1983: 54)
Menurut Pompe sebagaimana dikutip Wirjono, pengertian
Strafbaarfeit dibedakan :
1) Definisi menurut teori memberikan pengertian “Strafbaarfeit”
adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena
kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan
umum.
2) Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian
“Strafbaarfeit”adalah suatu kejadian (fekt) yang oleh peraturan
Undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat
dihukum. Sedangkan menurut Simons, Strafbaarfeit diartikan
sebagai kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat
melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan yang
dilakukan orang yang mampu bertanggung jawab. Simons (dalam
Wirjono Prodjodikoro, 1992 : 4).
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, dapat dibuatkan
suatu simpulan mengenai tindak pidana, yaitu sebagai berikut :
1) Suatu perbuatan yang melawan hukum.
2) Orang yang dikenai sanksi harus mempunyai kesalahan (asas tiada
pidana tanpa kesalahan). Kesalahan sendiri terdiri dari kesalahan
yang disebabkan secara sengaja dan yang disebabkan karena
kelalaian.
3) Subjek atau pelaku baru dapat dipidana jika ia dapat bertanggung
jawab dalam artian berfikiran waras.
b. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Suatu perbuatan untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan
pidana atau tindak pidana, maka perbuatan tersebut harus memenuhi
unsur-unsur pidana yaitu :
1) Subyek Tindak pidana
Pada awalnya dalam hukum pidana, yang dianggap sebagai
subjek tindak pidana hanyalah manusia sebagai
natuurlijkepersoonen, sedangkan badan hukum atau rechts-
persoonen tidak dianggap sebagai subjek. Meskipun demikian,
pada perkembangannya terjadi perluasan terhadap subjek tindak
pidana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Siapa yang bisa menjadi subyek tindak pidana sebagaimana
tercantum dalam KUHP, yaitu seorang manusia sebagai pelaku, hal
ini terdapat dalam perumusan tindak pidana KUHP, sebagaimana
dikemukakan oleh Moeljatno dalam bukunya yaitu:
“Yang dapat menjadi subyek tindak pidana sebagaimana
tercantum dalam KUHP yaitu seorang manusia sebagai pelaku hal
ini terdapat di dalam perumusan tindak pidana KUHP. Daya pikir
merupakan syarat bagi subyek tindak pidana, juga pada wujud
hukumnya yang tercantum dalam KUHP yaitu hukuman penjara
dan hukuman denda.” (Moeljatno,1982: 54).
KUHP dalam perumusannya menggunakan kata “Barang
siapa”, hal ini menunjukkan yang menjadi subyek tindak pidana
adalah manusia. Namun dalam perkembangan selanjutnya dalam
pergaulan hidup kemasyarakatan bukan hanya manusia saja yang
terlibat, seperti contohnya badan hukum, sehingga yang dapat
memungkinkan melakukan tindak pidana bukan hanya manusia
akan tetapi badan hukum pun juga bisa melakukan tindak pidana
karena pada dasarnya badan hukum juga dapat melakukan
perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh manusia, sehingga
bisa termasuk dalam perumusan tindak pidana. Kemungkinan
badan hukum atau perundang-undangan yang berlaku, hukuman
yang dikenakan dapat berupa denda yang dibayarkan oleh badan
hukum yang bersangkutan.
2) Harus Ada Perbuatan Manusia
Untuk menguraikan perbuatan manusia dalam
perkembangannya dapat dilihat dari aktifitasnya. Biasanya
perbuatan yang dilakukan bersifat positif atau aktif tetapi ada pula
perbuatan yang negatif atau pasif yang dapat dikatakan sebagai
perbuatan pidana yaitu :
a) Mengetahui adanya permufakatan jahat tetapi tidak dilaporkan
walaupun ada kesempatan untuk melapor pada yang berwajib.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
b) Tidak bersedia menjadi saksi
Akibat perbuatan manusia, merupakan syarat mutlak dari
perbuatan atau tindak pidana.
3) Bersifat Melawan Hukum
Mengenai sifat melawan hukum, merupakan sesuatu hal
yang sangat penting, karena dalam tindak pidana hal-hal yang
bersifat tidak melawan hukum sudah tidak lagi menjadi persoalan
hukum pidana. Pengertian melawan hukum itu sendiri ada dua,
yaitu melawan hukum formil dan melawan hukum materiil, seperti
yang dikemukakan oleh Moeljatno :
a) Melawan hukum formil, yaitu :
Apabila perbuatan telah sesuai dengan larangan Undang-
Undang, maka disitu ada kekeliruan letak melawan hukumnya
perbuatan sudah nyata, dan sifat melanggarnya ketentuan
Undang-Undang kecuali jika termasuk perkecualian yang telah
ditentukan oleh Undang-Undang.
b) Melawan hukum materiil, yaitu :
Ada yang berpendapat, bahwa belum tentu kalau semua
perbuatan yang sesuai dengan larangan Undang-Undang itu
bersifat melawan hukum. Bagi mereka yang dinamakan hukum
bukanlah Undang-Undang saja, tetapi di samping Undang-
Undang terdapat hukum tertulis, yaitu norma-norma atau
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
(Moeljatno, 1982 : 130)
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan melawan hukum formil adalah telah memenuhi
unsur-unsur yang disebutkan dalam rumusan dari dalam Undang-
Undang dan sifat melawan hukumnya harus berdasar Undang-
Undang. Sedangkan yang dimaksud dengan melawan hukum
material adalah suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak
dilihat dari Undang-Undang dan juga aturan-aturan yang hukum
tertulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
4) Kesalahan
Seseorang yang telah melakukan perbuatan melawan
hukum atau melakukan perbuatan yang sesuai dengan rumusan
delik dalam Undang-Undang hukum pidana belum tentu dapat
dipidana. Untuk dapat dipidananya perbuatan melawan hukum
harus memenuhi dua syarat yang menjadi satu keadaan yaitu
bersifat melawan hukum sebagai tindak pidana dan suatu
perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai suatu
kesalahan. Pengertian kesalahan menurut beberapa ahli hukum
antara lain :
Menurut Vos ada tiga ciri khusus kesalahan yaitu :
a) Kemampuan bertanggung jawab dari orang yang melakukan
perbuatan tersebut.
b) Hubungan batin tertentu dari orang yang berniat yang
perbuatannya itu dapat berupa kesengajaan atau kealpaan.
c) Tidak terdapat dasar alasan yang menghapus
pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.
5) Kesengajaan (Op Zet)
KUHP tidak memberikan pengertian definisi kesengajaan
secara tegas, sehingga untuk mendapatkan batasan/menentukan
pengertian kesengajaan diambilkan dari Memory Van Toelichting
(M.V.T). Dari Memory Van Toelichting ini diperoleh petunjuk
bahwa pidana pada umumnya hendaklah dikenakan pada barang
siapa yang melakukan perbuatan yang dilarang :
a) Dikehendaki (Willens) maksudnya orang yang berbuat
mempunyai niat atau kemauan menghendaki untuk melakukan
perbuatan yang dilarang.
b) Diketahui (Wittens) maksudnya orang yang melakukan
perbuatan sudah memperhitungkan akibat yang akan terjadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
5. Pengertian Pencemaran Nama Baik
Apabila dicermati isi 27 ayat (3) jo 45 ayat (1) UU ITE tampak
sederhana apabila dibandingkan dengan - penghinaan dalam KUHP yang
lebih rinci. Oleh karena itu, penafsiran 27 ayat (3) UU ITE harus merujuk
pada - penghinaan dalam KUHP. Misalnya, dalam UU ITE tidak terdapat
pengertian tentang pencemaran nama baik. Dengan merujuk 310 ayat (1)
KUHP, pencemaran nama baik diartikan sebagai perbuatan menyerang
kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal
yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum.
27 ayat (3) UU ITE
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik"
310 ayat (1) KUHP :
”Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang
dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu
diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.”
Rumusan 27 ayat (3) jo 45 ayat (1) UU ITE yang tampak
sederhana berbanding terbalik dengan sanksi pidana dan denda yang lebih
berat dibandingkan dengan sanksi pidana dan denda dalam - penghinaan
KUHP. Misalnya, seseorang yang terbukti dengan sengaja
menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan pencemaran nama
baik seperti yang dimaksudkan dalam 27 ayat (3) UU ITE akan dijerat
dengan 45 Ayat (1) UU ITE, sanksi pidana penjara maksimum 6 tahun
dan/atau denda maksimum 1 milyar rupiah.
45 UU ITE :
” (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam
27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Masih ada lain dalam UU ITE yang terkait dengan pencemaran
nama baik dan memiliki sanksi pidana dan denda yang lebih berat lagi,
yaitu
36 UU ITE :
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam 27 sampai 34
yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain"
Misalnya, seseorang yang menyebarluaskan informasi elektronik yang
bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dan
mengakibatkan kerugian bagi orang lain akan dikenakan sanksi pidana
penjara maksimum 12 tahun dan/atau denda maksimum 12 milyar rupiah
(dinyatakan dalam 51 ayat 2)
51 ayat (2) UU ITE :
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam 36
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)”
B. Kerangka Pemikiran
Untuk memberikan kemudahan dalam memahami tentang teori-teori
yang digunakan dalam penelitian ini maka dapat digambarkan dalam bagan
kerangka pemikiran sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Tabel 1. Skematik Kerangka Pemikiran
Keterangan Bagan:
Suatu perkara pidana berawal dari terjadinya tindak pidana (delict)
atau perbuatan pidana yaitu berupa kejahatan atau pelanggaran. Kasus ini
merupakan tindak pidana pencemaran nama baik dalam perkara No:
1269/PID.B/2009/PN Tng.
TINDAK PIDANA Kasus Posisi Perkara No:1269/PID.B/2009/PN Tng
PENUNTUT UMUM
PEMBUKTIAN Berdasarkan alat bukti : 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat 4. Petunjuk 5. Keterangan terdakwa
FAKTA YURIDIS
PERTIMBANGAN HAKIM
Undang-Undang No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
PUTUSAN
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Bebas Murni (Vrijspraak)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Perkara tersebut diterima oleh Jaksa Penuntut Umum dari berkas yang
di limpahkan oleh penyidik. Penuntut Umum memeriksa berkas tersebut
apakah sudah lengkap dan benar. Penuntut Umum melakukan pembuktian
tindak pidana yang terjadi berdasarkan alat bukti yaitu keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa dalam menerapkan
yang nantinya digunakan sebagai dasar penuntutan dengan menerapkan yang
sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan. Setelah semua dianggap lengkap
dan sesuai, maka Penuntut Umum dapat menyusun surat dakwaan yang
nantinya dilimpahkan kepada pihak Pengadilan.
Pertimbangan Hakim tersebut berdasarkan fakta hukum pada perkara
pencemaran nama baik tersebut di atas. Pertimbangan seorang Hakim sangat
penting dilakukan sebelum memutus suatu perkara pidana, hal tersebut
dimaksudkan agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam penegakkan hukum di
Indonesia. Pada kasus tersebut di atas Hakim melakukan pertimbangan
berdasarkan Undang-Undang No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
Kehakiman dan Undang-undang No. 11 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE), sebelum melakukan putusan tindak pidana yang dilakukan
oleh terdakwa. Setelah semua penilaian upaya hukum alat bukti dianggap
selesai oleh Hakim berdasarkan pertimbangan Hakim, maka Hakim dapat
memutus suatu perkara tindak pidana sesuai dengan tindak pidana yang
dilakukan oleh terdakwa sehubungan dengan kaitannya sistem penjatuhan
hukuman yang ditentukan dalam - pidana yang bersangkutan. Yang
berhubungan dengan pertimbangan Hakim dalam menilai upaya hukum dan
alat bukti yang dihadirkan Penuntut Umum dalam memeriksa dan memutus
perkara tindak pidana percobaan pembunuhan dalam perkara Nomor:
1269/PID.B/2009/PN Tng.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Konstruksi Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Tangerang dalam
Menjatuhkan Putusan Bebas Murni (vrijspraak) dalam Perkara Prita
Mulyasari
1. Deskripsi Kasus
Telah terjadi perkara hukum antara OMNI International Hospital Alam
Sutera Tangerang dengan mendakwa PRITA MULYASARI melakukan
tindak pidana “dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atan membuat dapat diaksesnya
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam 27 ayat (3) Jo 45 ayat (1) Undang-
undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik
dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum NO. REG. PERKARA :
PDM-432/TNG/05/2009, tanggal 20 Mei 2009;
Prita Mulyasari telah melakukan suatu tindakan dengan mengirimkan
email sebagai barang bukti sebagai berikut :
- email yang dikirimkan PRITA MULYASARI tanggal 15 Agustus
2008, dengan subject “Penipuan OMNI International Hospital Alam
Sutera Tangerang;
- email berjudul " Selamat Pagi .......... SEMOGA TIDAK TERJADI DI
RSIB !!! Selamat Bekerja .....
2. Identitas Terdakwa
Nama lengkap : PRITA MULYASARI;
Tempat lahir : Jakarta;
Umur/tanggal lahir : 31 tahun /27 Maret 1977;
Jenis kelamin : Perempuan;
Kebangsaan : Indonesia;
Tempat tinggal : Komp. Sekneg. Cidodol No. 42 Rt. 008/011
38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Kelurahan Grogol Kecamatan Kebayoran Lama
Jakarta Selatan;
Agama : Islam;
Pekerjaan : Karyawati;
Terdakwa didampingi oleh Penanihat Hukum Syamsu Anwar, SH.,
dari Kantor Hukum Syamsu Anwar, SH. & Associate, berdasarkan surat
kuasa khusus tanggal 11 Mei 2009, Prof. DR. (Jur) O.C. Kaligis, SH., DR.
Y.B. Purwaning M. Yanuar, Eliza Trisuci, SH., Slamet Yuono, SH., Aldila
Chereta Warganda, SH., Hadyu Ikrami, SH., Adinda Utami A., SH. dan
Eka Sumaryani, SH. dari Kantor Hukum Otto Cornelis Kaligis &
Associates Advocates & Legal Consultants, berdasarkan surat kuasa
khusus tanggal 3 Juni 2009;
3. Dakwaan
Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan
sebagai berikut:
KESATU :
Bahwa ia terdakwa PRITA MULYASARI pada tanggal 15
Agustus 2008 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Agustus
2008, bertempat di Rumah Sakit Internasional Bintaro Tangerang atau
setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam
daerah hukum Pengadilan Negeri Tangerang, yang memenuhi unsur dalam
27 ayat (3) yaitu dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan / atau
mentransmisikan dan / atau membuat informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik buatan penghinaan dan / atau pencemaran nama baik
Gosal, Sp.PD dan dr. Grace H. Yarlen Nela, perbuatan tersebut dilakukan
terdakwa dengan cara sebagai berikut:
- Awalnya pada tanggal 7 Agustus 2008 sekitar jam 20.30 wib terdakwa
datang ke R.S. Omni Internasional Tangerang dengan kondisi panas
tinggi dan pusing kepala. Setelah dilakukan pemeriksaan darah
diperoleh hasil bahwa trombositnya adalah 27.000, pada waktu itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
terdakwa ditangani oleh dr. Indah (umum) dan dinyatakan harus rawat
inap;
Kemudian dr. Indah menanyakan dokter spesialis mana yang akan
terdakwa pilih untuk menangani terdakwa. Selanjutnya terdakwa
meminta referensi dari dr. Indah karena terdakwa sama sekali tidak
tahu. Dan referensi dr. Indah adalah dr. Hengky;
Setelah itu dr. Hengky memeriksa kondisi terdakwa yang disampaikan
melalui anamnesa yaitu lemas, demam 3 hari, sakit kepala yang hebat,
nyeri seluruh tubuh, mnal, muntah dan tidak bisa makan serta dari
observasi febris (demam) yaitu suspect demam berdarah dengan
dianogsa banding viral infektion (infeksi virus) dan infektion secunder,
sehingga malam itu terdakwa diinfus dan diberikan suntikan.
Keesokan paginya dr. Hengky menginformasikan bahwa ada revisi
hasil laboratorium semalam bukan 27.000 tetapi 181.000, selanjutnya
tangan kiri terdakwa mulai membengkak dan terdakwa meminta
dihentikan infus dan suntikan;
- Kemudian karena menurat terdakwa kondisinya semakin memburuk
yaitu pada bagian leher dan mata terdakwa mengalami membengkak
akhirnya terdakwa keluar dari R.S. Omni Internasional Alam Sutera
Tangerang pada tanggal 12 Agustus 2008 dengan hasil diagnosa akhir
parotitis (gondokan) dan langsung menuju RSI Bintaro Tangerang
serta dirawat dari tanggal 12 s/d 15 Agustus 2008;
- Dan sehubungan dengan perawatan terdakwa di R.S. Omni
Internasional Alam Sutera Tangerang, terdakwa menyampaikan
komplin secara tertulis ke manajemen Omni yang diterima oleh OGI
(Customer Service Coordinator) dan dr. Grace Hiiza Yarlen Nela
(Customer Service Manager) dimana yang menjadi obyek komplin
adalah kondisi kesehatan tubuh terdakwa pada saat masuk UGD, hasil
laboratorium dan pada saat keluar dari R.S. Omni Internasional Alam
Sutera Tangerang mengalami keluhan lain selain itu selama perawatan
terdakwa tidak mendapatkan pelayanan dan informasi yang baik dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
jelas mengenai kondisi kesehatan terdakwa dari dr. Hengky Gosal,
Sp.PD. Akan tetapi tanggapan dr. Grace mengenai masalah komplin
terdakwa tidak profesional sehingga terdakwa pada waktu dirawat di
RSI Bintaro Tangerang membuat dan mengirimkan E-mail atau surat
elektronik, dan yang dimaksud dengan E-mail atau surat elektronik
adalah cara pembuatan, pengiriman, penyimpanan dan penerimaan
surat/pesan dengan cara menyimpan dan mengirimkan data surat/pesan
melalui media komunikasi elektronik. Selanjutnya terdakwa rnengirim
E-mail tersebut melalui alamat email "Prita [email protected]" ke
sejumlah orang yang berjudul "Penipuan Omni Internasional Hospital
Alam Sutera Tangerang" yang isinya antara lain "Saya informasikan
juga dr. Hengky praktek di RSCM juga, saya tidak mengatakan
RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari
dokter ini" dan "Tanggapan dr. Grace yang katanya adalah
penanggungjawab masalali complaint saya ini tidak profesional sama
sekali dan "Tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan
customer";
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
45 ayat (1) Jo. 27 ayat (3) UU RI No. 11 Tahun 2008;
Atau
KEDUA:
Bahwa ia terdakwa PRITA MULYASARI pada tanggal 15
Agustus 2008 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Agustus
2008, bertempat di Rumah Sakit Internasional Bintaro Tangerang atau
setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam
daerah hukum Pengadilan Negeri Tangerang, sengaja menyerang
kehormatan atau nama baik seseorang yaitu dr. Hengky Gosal, Sp.PD dan
dr. Grace H. Yarlen Nela, dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya
terang supaya hal itu diketahui umum jika hal, itu dilakukan dengan
tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
dimuka umum, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai
berikut:
- Awalnya pada tanggal 7 Agustus 2008 sekitar jam 20.30 wib terdakwa
datang ke R.S. Omni Intemasional Tangerang dengan kondisi panas
tinggi dan pusing kepala. Setelah dilakukan pemeriksaan darah
diperoleh hasil bahwa trombositnya adalah 27.000, pada waktu itu
terdakwa ditangani oleh dr. Indah (umum) dan dinyatakan harus rawat
inap;
Kemudian dr. Indah menanyakan dokter spesialis mana yang akan
terdakwa pilih untuk menangani terdakwa. Selanjutnya terdakwa
meminta referensi dari dr. Indah karena terdakwa sama sekali tidak
tahu. Dan referensi dr. Indah adalah dr. Hengky;
Setelah itu dr. Hengky memeriksa kondisi terdakwa yang disampaikan
melalui anamnesa yaitu lemas, demam 3 hari, sakit kepala yang hebat,
nyeri seluruh tubuh, mual, muntah dan tidak bisa makan serfa dari
observasi febris (demam) yaitu suspect demam berdarah dengan
dianogsa banding viral infektion (infeksi virus) dan infektion secunder,
sehingga malam itu terdakwa diinfus dan diberikan suntikan.
Keesokan paginya dr. Hengky menginformasikan bahwa ada revisi
hasil laboratorium semalam bukan 27.000 tetapi 181.000, selanjutnya
tangan kiri terdakwa mulai membengkak dan terdakwa meminta
dihentikan infus dan suntikan;
- Kemudian karena menurut terdakwa kondisinya semakin memburuk
yaitu pada bagian leher dan mata terdakwa mengalami membengkak
akhirnya terdakwa keluar dari R.S. Omm Internasional Alam Sutera
Tangerang pada tanggal 12 Agustus 2008 dengan hasil diagnosa akhir
parotitis (gondokan) dan langsung menuju RSI Bintaro Tangerang
serta dirawat dari tanggal 12 s/d 15 Agustus 2008;
- Dan sehubungan dengan perawatan terdakwa di R.S. Omni
Internasional Alam Sutera Tangerang, terdakwa menyampaikan
komplin secara tertulis ke manajemen Omni yang diterima oleh OGI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
(Customer Service Coordinator) dan dr. Grace Hilza Yarlen Nela
(Customer Service Manager) dimana yang menjadi obyek komplin
adalah kondisi kesehatan tubuh terdakwa pada saat masuk UGD, hasil
laboratorium dan pada saat keluar dari R.S. Omni Internasional Alam
Sutera Tangerang mengalami keluhan lain selain lama perawatan
terdakwa tidak mendapatkan pelayanan dan informasi yang baik dan
jelas mengenai kondisi kesehatan terdakwa dari dr. Hengky Gosal,
Sp.PD. Akan tetapi tanggapan dr. Grace mengenai masalah komplin
terdakwa tidak profesional sehingga terdakwa pada waktu dirawat di
RSI Bintaro Tangerang membuat dan mengirimkan E-mail melalui
alamat email "Prita [email protected]" ke sejumlah orang yang
berjudul "Penipuan Omni Internasional Hospital Alam Sutera
Tangerang yang isinya antara lain "Saya informasikan juga dr.
Hengky praktek di RSCM juga, saya tidak mengatakan RSCM bunik
tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini dan
"Tanggapan dr. Grace yang katanya adalah penanggungjawab
masalah complaint saya ini tidak profesional sama sekali dan Tidak
ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer"
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
310 ayat (2) KUHP;
A t a u
KETIGA:
Bahwa jika ia terdakwa PRITA MULYASARI pada tanggal 15
Agustus 2008 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Agustus
2008, bertempat di Rumah Sakit Internasional Bintaro Tangerang atau
setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam
daerah hukum Pengadilan Negeri Tangerang, yang melakukan kejahatan
pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa
yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan
bertentangan dengan apa yang diketahui, perbuatan tersebut dilakukan
terdakwa dengan cara sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
- Awalnya pada tanggal 7 Agustus 2008 sekitar jam 20,30 wib terdakwa
datang ke R.S. Omni Internasional Tangerang dengan kondisi panas
tinggi dan pusing kepala, setelah dilakukan pemeriksaan darah
diperoleh hasil bahwa trombositnya adalah 27.000, pada waktu itu
terdakwa ditangani oleh dr. Indah (umum) dan dinyatakan harus rawat
inap;
Kemudian dr. Indah menanyakan dokter spesialis mana yang akan
terdakwa pilih untuk rnenangani terdakwa. Selanjutnya terdakwa
meminta referensi dari dr. Indah karena terdakwa sama sekali tidak
tahu. Dan referensi dr. Indah adalah dr. Hengky;
Setelah itu dr. Hengky memeriksa kondisi terdakwa yang disampaikan
melalui anamnesa yaitu lemas, demam 3 hari, sakit kepala yang hebat,
nyeri seluruh tubuh, mual, muntah dan tidak bisa makan serta dari
observasi febris (demam) yaitu suspect demam berdarah dengan
dianogsa banding viral infektion (infeksi virus) dan infektion seconder,
sehingga malam itu terdakwa diinfus dan diberikan suntikan.
Keesokan paginya dr. Hengky menginformasikan bahwa ada revisi
hasil laboratorium semalam bukan 27.000 tetapi 181.000, selanjutnya
tangan kiri terdakwa mulai membengkak dan terdakwa meminta
dihentikan infus dan suntikan;
- Kemudian karena menurut terdakwa kondisinya semakin memburuk
yaitu pada bagian leher dan mata terdakwa mengalami membengkak
akhirnya terdakwa keluar dari R.S. Omni Internasional Alam Sutera
Tangerang pada tanggal 12 Agustus 2008 dengan hasil diagnosa akhir
parotitis (gondokan) dan langsung menuju RSI Bintaro Tangerang
serta dirawat dari tanggal 12 s/d 15 Agustus 2008.
- Dan sehubungan dengan perawatan terdakwa di R.S. Omni
Internasional Alam Sutera Tangerang, terdakwa menyampaikan
komplin secara tertulis ke manajemen Omni yang diterima oleh OGI
(Customer Service Coordinator) dan dr. Grace Hilza Yarlen Nela
(Customer Service Manager) dimana yang menjadi obyek komplin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
adalah kondisi kesehatan tubuh terdakwa pada saat masuk UGD, hasil
laboratorium dan pada saat keluar dari R.S. Omni Intemasional Alam
Sutera Tangerang mengalami keluhan lain selain itu selama perawatan
terdakwa tidak mendapatkan pelayanan dan informasi yang baik dan
jelas mengenai kondisi kesehatan terdakwa dari dr. Hengky Gosal,
Sp.PD. Akan tetapi tanggapan dr. Grace mengenai masalah komplin
terdakwa tidak profesional sehingga terdakwa pada waktu dirawat di
RSI Bintaro Tangerang membuat dan mengirimkan E-mail melalui
alamat email "Prita [email protected]" ke sejumlah orang yang
berjudul "Penipuan Omni Internasional Hospital Alam Sutera
Tangerang yang isinya antara lain "Saya infonnasikan juga dr.
Hengky praktek di RSCM juga, saya tidak mengatakan RSCM buruk
tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini dan
"Tanggapan dr. Grace yang katanya adalah penanggungiawab
masalah complaint saya ini tidak profesional sama sekali dan
"Tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan
customer";
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
311 ayat (1) KUHP;
4. Tuntutan Pidana Tuntutan Pidana dari Penuntut Umum yang menuntut agar Majelis Hakim
yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan sebagai berikut:
a. Menyatakan terdakwa PRITA MULYASARI bersalah melakukan tindak
pidana “dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atan membuat dapat diaksesnya informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” sebagaimana diatur
dan diancam pidana dalam 27 ayat (3) Jo 45 ayat (1) Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik dalam
Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum NO. REG. PERKARA : PDM-
432/TNG/05/2009, tanggal 20 Mei 2009 dakwaan Kesatu;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
b. Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa PRITA MULYASARI dengan
pidana penjara selama 6 (enam) bulan;
Dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan
perintah supaya terdakwa segera ditahan;
c. Menyatakan Barang Bukti berupa :
- 1 (satu) eksemplar print out web site / email yang dikirimkan PRITA
MULYASARI tanggal 15 Agustus 2008, dengan subject “Penipuan
OMNI International Hospital Alam Sutera Tangerang;
- 1 (satu) eksemplar email berjudul " Selamat Pagi .......... SEMOGA
TIDAK TERJADI DI RSIB !!! Selamat Bekerja .....
Salam, Juni, bertanggal 22 Agustus 2008;
Tetap terlampir dalam berkas perkara;
d. Menetapkan agar terdakwa jika dinyatakan bersalah, membayar biaya
perkara sebesar Rp. 1.000 (seribu rupiah);
5. Pertimbangan Hakim Unsur-unsur yang menjadi pertimbangan Hakim sebagai berikut:
a. Unsur “Setiap orang”
- Bahwa yang dimaksud dengan “ setiap orang “ adalah siapa saja
yang diajukan Penuntut Umum sebagai Terdakwa ke persidangan
dan kepadanya dapat diminta pertanggungan jawab pidana ;
- Bahwa yang diajukan Penuntat Umum sebagai Terdakwa dalam
perkara ini adalah Prita Mulyasari, dimana ia telah dewasa, dalam
keadaan sehat dan selama persidangan dapat mengikutinya dengan
baik ;
- Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas Majelis Hakim
berpendapat unsur setiap orang telah terpenuhi;
b. Unsur “Dengan sengaja”
- Bahwa dalam Memorie van Toelichting, yang dimaksud dengan
sengaja adalah “wilens en weten” yang artinya kehendak untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
melakukan suatu perbuatan tertentu dan mengetahui atau dapat
mengetahui perbuatan tersebut dapat menimbulkan akibat
sebagaimana yang dikehendaki ;
- Bahwa dari keterangan dr. Hengky Gosal, Sp.PD, dr. Grace Yarlen
Nela, Supriyanto, Wiwin Sugiarti, Ogianna Yandri, dr. Indah
Pramesh Warie Andrea diperoleh fakta yang pada pokoknya
Terdakwa telah mengirim email kepada beberapa temannya dengan
judul "Penipuan Omni Inernational Hospital Alam Sutera
Tangerang" yang isinya a.ntara lain "Saya informasikan juga dr.
Hengky praktek di RSCM juga, saya tidak mengatakan RSCM
buruk tetapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini
dan tanggapan dr. Grace yang katanya adalah penanggungjawab
masalah complaint saya ini tidak professional sama sekali dan
tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayan custumer,
sedangkan Terdakwa menerangkan bahwa ia ada mengirim email
kepada beberapa orang temannya hanya sekedar curhat karena
tidak puas atas pelayanan medis oleh dr. Hengky dan tidak puas
ata3 pelayanan dr. Grace sebagai penanggungjawab customer
service Rumah Sakit Omni;
- Bahwa dari pengertian willens en weten (kehendak untuk
melakukan suatu perbuatan tertentu dan mengetahui atau dapat
mengetahui perbuatan tersebut dapat menimbulkan akibat
sebagaimana yang dikehendaki) jika dihubungkan dengan fakta,
maka atas pengiriman e-mail oleh Terdakwa tersebut telah
diketahui oleh orang yang dikenal maupun tidak dikenal oleh
Terdakwa, maka dengan demikian apa yang dikehendaki oleh
Terdakwa atas perbuatannya telah tercapai;
- Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, Majelis Hakim
berpendapat unsur "dengan sengaja" telah terpenuhi;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
c. Unsur “Tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik”
- Bahwa menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi ketiga Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional terbitan Balai Pustaka
tahun 2007, yang dimaksud dengan distribusi antara lain adalah
penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau
ke beberapa tempat sedangkan yang dimaksud dengan transmisi
adalah antara lain pengiriman (penerusan) dan sebagainya dari
seseorang kepada orang lain ;
- Bahwa menumt Undang-undang RI No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, yang dimaksud dengan
informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik,
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto, elektronik data interchange (EDI), surat elektronik
(electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah
yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya. Sedangkan yang dimaksud dengan dokumen
elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat,
diteruskan, dikirimkan, diterima atau disimpan dalam bentuk
analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang
dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui computer atau
sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka,
kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya ;
- Bahwa dari fakta hukum yang terungkap dipersidangan yakni :
- Bahwa benar Terdakwa dirawat map di Rumah Sakit Omni sejak
tanggal 7 sampai dengan tanggal 12 Agustus 2008 ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
- Bahwa benar pada malam pertama telah dilakukan tindakan medis
dengan memeriksa darah Terdakwa di laboratorium dengan hasil
trombosit 27.000 ; -
- Bahwa benar pada malam itu juga dilakukan pemeriksaan darah
yang kedua kalinya dengan hasil trombosit 181.000 ;
- Bahwa benar Terdakwa telah minta hasil pemeriksaan darah yang
trombositnya 27.000, tetapi rumah sakit tidak memberikan karena
hasil terscbut tidak valid dan hal tersebut sesuai SOP Rumah Sakit
Omni;
- Bahwa benar dr. Hengky memberitahukan kepada Terdakwa
bahwa ia kena gejala DBD, tetapi selama dirawat tidak pernah
diberikan obat untuk DBD ; -
- Bahwa benar selama berobat di Rumah Sakit Omni Terdakwa
diinfus, pertama tangan sebelah kiri dan setelah pada hari ketiga
tangan kiri bengkak infus dipindahkan ke tangan kanan, tetapi
akhirnya tangan kanan juga bengkak ;
- Bahwa benar karena merasa kondisinya semakin mernburuk dan
pelayanan tidak memuaskan, maka Terdakwa minta keluar dari
Rumah Sakit Omni dan minta agar rekam medis diberikan
kepadanya secara utuh, tetapi Rumah Sakit Omni tidak
menyerahkannya secara utuh yaitu tidak melampirkan hasil
pemeriksaan laboratorium yang 27.000 ;
- Bahwa benar pada tanggal 12 Agustus 2008 Terdakwa pindah
berobat ke Rumah Sakit Internasional Bintaro dan disana kembali
diperiksa darahnya, disimpulkan bahwa Terdakwa penyakit
gondongan yang dapat menular dan bahwa. Benar sebelum keluar
dari Rumah Sakit Omni Terdakwa telah mengisi form masukan
dan saran yang tersedia di Rumah Sakit Omni ;
- Bahwa benar atas masukan dan saran Terdakwa, Rumah Sakit
Omni telah mengirim surat kepada Terdakwa yang isinya
“permohonan maaf atas ketidaknyamanan saudara “;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
- Bahwa benar pada saat Terdakwa pindah dari Rumah Sakit Omni
ke Rumah Sakit Bintaro dengan kondisi kedua tangan, kedua mata,
leher bengkak, dan demam ;
- Bahwa benar dengan rekomendasi dokter Terdakwa keluar dari
Rumah Sakit Bintaro pada tanggal 15 Agustus 2008 ;
- Bahwa benar setelah keluar dari Rumah Sakit Bintaro Terdakwa
mengirim email ke beberapa temannya dengan subjek PENIPUAN
OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA
TANGERANG;
- Bahwa benar dalam email Terdakwa tersebut ada tertulis kalimat
“Saya informasikan juga dr. Hengky praktek di RSCM juga, saya
tidak mengatakan RSCM buruk, tetapi hati-hati dengan perawatan
medis dari dokter ini dan tanggapan dr. Grace yang katanya adalah
penanggungjawab masalah complaint saya ini tidak professional
sama sekali dan tidak ada sopan santun dan etika mengenai
pelayanan costumer”;
- Bahwa benar dengan adanya email Terdakwa tersebut dr. Hengky
dan dr. Grace melalui kuasanya/pengacaranya mengadukan
Terdakwa ke Polda Metro Jaya ;
- Bahwa bila definisi-definisi tersebut diatas jika dikaitkan dengan
fakta hukum yang terungkap dipersidangan dimana Terdakwa telah
mengirim email kepada beberapa orang temannya, maka perbuatan
Terdakwa telah memenuhi pengertian mendistribusikan dokumen
elektronik ;
- Bahwa yang menjadi permasalahan dalarn mendistribusikan
dokumen elektronik tersebut apakah Terdakwa berhak atau tidak ;
- Bahwa dalam perkara ini berhak atau tidaknya haras dikaitkan
dengan apakah dokumen elektronik yang telah didistribusikan
Terdakwa memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik atau tidak, terhadap dr. Hengky dan dr. Grace ;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
- Bahwa dalam dakwaan Penuntut Umum diuraikan bahwa
Terdakwa mengirimkan email tersebut melalui alamat email Prita
Mulyasari@ yahoo.com ke sejumlah orang yang berjudul
“Penipuan Omni Internasional Hospital Alam Sutera Tangerang
“isinya antara lain “Saya infornasikan juga dr. Hengky praktek di
RSCM juga, saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-
hati dengan perawatan medis dari dokter ini dan tanggapan dr.
Grace yang katanya adalah penanggungjawab masalah complaint
saya ini tidak professional sama sekali dan tidak ada sopan santun
dan etika mengenai pelayanan customer” ;
- Bahwa mengenai hal ini tidak bisa dilihat dari sepotong kalimat
tetapi harus dilihat secara kontekstual yaitu bagaimana hubungan
hukum antara Terdakwa dengan dr. Hengky dan Grace, apa yang
terjadi dalam hubungan hukum tersebut, apakah benar atau tidak isi
sepotong kalimat tersebut diatas dengan apa yang terjadi dalam
hubungan hukum antara Terdakwa dengan dr. Hengky dan dr.
Grace ;
- Bahwa dari fakta hukum seperti telah diuraikan diatas, Terdakwa
adalah pasien dibawah perawatan medis dr. Hengky, dimana
setelah hasil pemeriksaan darah Terdakwa yang pertama trombosit
27.000, dr. Hengky mengatakan bahwa Terdakwa gejala DBD dan
setelah pemeriksaan darah yang kedua trombosit 181.000 dr.
Hengky tidak memberikan penjelasan apakah perubahan trombosit
gejala DBD tetap atau tidak ;
- Bahwa pada hari ketiga Terdakwa dirawat di Rumah Sakit Omni
kedua tangan, mata dan leher mengalami pembekakan ;
- Bahwa karena merasa kurang puas dengan perawatan medis dr.
Hengky, Terdakwa mau keluar dan Rumah Sakit Omni, namun
sebelum keluar Terdakwa terlebih dahulu mengajukan complaint
melalui dr. Grace sebagai customer service yang oleh dr. Grace
menyarankan agar Terdakwa mengisi form masukan dan saran,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
dimana form diisi oleh Terdakwa dengan perasaan tidak puas dan
memberitahukan bahwa pengalamannya tersebut akan dimasukkan
dalam surat pembaca, dan atas form masukan dan saran Terdakwa
dr. Grace mengirim surat kepada Terdakwa tetapi surat tersebut
tidak ada diterima Terdakwa, sehingga Terdakwa menghubungi dr.
Grace melalui telepon dan oleh dr. Grace dijelaskan bahwa surat
telah diterima oleh Rukiah, sedangkan kata Terdakwa tidak ada
nama Rukiah di rumahnya, sehingga Terdakwa mengatakan
“Managemen Omni pembohong besar semua, hati-hati dengan
permainan mereka” ;
- Bahwa apabila dicermati judul email dari Terdakwa yaitu
“PENIPUAN OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM
SUTERA TANGERANG” maka seharusnya yang mengajukan
keberatan laporan terhadap Terdakwa adalah manajemen Rumah
Sakit Omni International Tangerang ;
- Bahwa dari rangkain kejadian tersebut dihubungkan dengan
kalimat email Terdakwa “Saya informasikan juga bahwa dr.
Hengky praktek di RSCM juga, saya tidak mengatakan RSCM
buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dokter ini”,
Majelis Hakim berpendapat kalimat tersebut adalah merupakan
kritikan kepada pelayanan dr. Hengky, dimana hasil perawatan
medis yang dilakukannya selama 5 hari ternyata tidak dapat
menganalisa penyakit yang diderita oleh Terdakwa hal ini terbukti
setelah Terdakwa pindah berobat ke Rumah Sakit Bintaro
Terdakwa langsung dimasukkan ke mangisolasi karena mengidap
penyakit gondongan yang dapat menular dan setelah dirawat
selama 3 hari Terdakwa telah diijinkan untuk berobat jalan dan
kalimat email Terdakwa tersebut merupakan salah satu cara untuk
menghindarkan masyarakat yang hendak berobat mendapat
pelayanan medis dari dokter yang tidak baik dan demikian juga
halnya kalimat email Terdakwa terhadap dr. Grace adalah kritikan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
karena sebagai customer service setelah menerima masukan dan
saran yang berisi keluhan harus memberikan penjelasan kepada
pasien dan penjelasan tersebut harus sampai kepada pasien, bukan
seperti yang terjadi dalam perkara ini dr. Grace hanya menitipkan
surat kepada orang yang tidak dikenal, baik oleh Terdakwa
maupun oleh pihak Rumah Sakit Omni, dengan demikian maka
memang perbuatan dr. Grace tersebut dapat dikatakan tidak
professional dan tidak menghargai seorang pasien yang sedang
mengharapkan sembuh dari penyakitnya ;
- Bahwa dari uraian tentang unsur tersebut dalam poin 3, maka
Majelis Hakim berpendapat bahwa email Terdakwa sebagaimana
telah diuraikan diatas tidak bermuatan penghinaan dan atau
pencemaran nama baik, karena kalimat tersebut adalah kritik dan
demi kepentingan umum agar masyarakat terhindar dari praktek-
praktek rumah sakit dan/atau dokter yang tidak memberikan
pelayanan medis yang baik terhadap orang sedang sakit yang
mengharapkan sembuh dari penyakit;
- Bahwa Majelis Hakim tidak sependapat dengan Penuntut Umurn
yang mengatakan bahwa apabila Terdakwa tidak puas dengan
pelayanan dokter maka seharusnya Terdakwa mengadukan dokter
tersebut ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran, karena
walaupun kasus ini telah menjadi berita yang sangat menjadi
perhatian publik, namun hingga saat ini belum ada terdengar
tindakan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran, apalagi kalau
hanya Terdakwa yang melaporkannya ;
6. Amar Putusan
Mengadili :
a. Menyatakan Terdakwa PRITA MULYASARI tersebut diatas tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
sebagaimana dakwaan Kesatu, Kedua dan Ketiga;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
b. Membebaskan Terdakwa dari semua dakwaan tersebut;
c. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat
serta martabatnya;
d. Menetapkan barang bukti berupa :
- 1 (satu) eksemplar berita di Yahoo email dengan subyek : Penipuan
OMNI International Hospital Alam Sutera Tangerang, tanggal 22
Agustus 2008;
- (satu) eksemplar email From : Prita Mulyasari, Sent : Friday,
August 15, 2008, 3 : 51 PM, subyek : Penipuan OMNI
International Hospital Alam Sutera Tangerang;
tetap terlampir dalam berkas perkara;
e. Membebankan biaya perkara kepada Negara;
7. Pembahasan
Prita Mulyasari, seorang ibu rumah tangga yang juga karyawati salah
satu bank swasta divonis "bebas murni" oleh Majelis Hakim PN Kelas I A
Tangerang dalam sidang pembacaan putusan tertanggal 29 desember 2009.
Prita yang sebelumnya didakwa telah melakukan pencemaran nama baik
dengan mengirimkan keluhan mengenai pelayanan RS Omni Internasional
melalui e-mail kepada rekan-rekannya akhirnya mampu bernafas lega setelah
majelis hakim menilai bukti-bukti yang diajukan jaksa berupa transkrip e-mail
Prita beserta barang-barang bukti lainnya tidak memenuhi syarat untuk
mempidanakan Prita. Barang bukti itu diantaranya sebagai berikut :
1. 1 (satu) eksemplar print out web site / email yang dikirimkan PRITA
MULYASARI tanggal 15 Agustus 2008, dengan subject “Penipuan OMNI
International Hospital Alam Sutera Tangerang;
2. 1 (satu) eksemplar email berjudul " Selamat Pagi .......... SEMOGA
TIDAK TERJADI DI RSIB !!! Selamat Bekerja .....
Salam, Juni, bertanggal 22 Agustus 2008;
Pasal 184 KUHAP mengenal 5 macam alat bukti yang dapat
dipergunakan di persidangan, yaitu alat bukti keterangan saksi, keterangan
ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Akan tetapi dalam RUU
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
KUHAP alat bukti yang sah di persidangan berubah menjadi alat bukti barang
bukti, surat-surat, alat bukti elektronik, keteranangan saksi, keterangan ahli,
keterangan terdakwa dan pengamatan hakim.
Prita yang dituntut 6 bulan penjara oleh JPU sempat mengajukan
pledoi (pembelaan) yang intinya mengemukakan bahwa dirinya sama sekali
tidak bermaksud untuk mencemarkan nama baik RS Omni Internasional.
Keluhan prita via e-mail tersebut hanyalah sebagai ungkapan hati atas
ketidaknyamanan pelayanan yang didapatkannya selama menjalani perawatan
di RS tersebut.
Setali tiga uang dengan pembelaan Prita, Majelis Hakim menilai
bahwa, meski Prita terbukti mengirim e-mail, namun substansi dari e-mail
tersebut bukanlah sebuah pencemaran nama baik, melainkan kritik bagi pihak
RS Omni untuk meningkatkan kualitas layanannya agar ke depan, tidak ada
lagi pasien yang merasa dirugikan atau dilayani secara tidak patut.
Apabila berpikir secara common sense, apa yang dilakukan Prita pada
dasarnya merupakan hal biasa, terutama dalam konteks pelayanan jasa
kesehatan. Complaint atau keluhan sejatinya, harus didengar pihak rumah
sakit, karena selain berkaitan dengan nama baik rumah sakit bersangkutan,
juga berkaitan dengan keselamatan pasien agar terhindar dari malpraktik.
Tindakan RS yang cenderung mempidanakan pasiennya karena suatu
complaint yang disampaikan pada orang lain terkesan berlebihan. Seharusnya,
rumah sakit menjadi mitra bagi pasien, terutama dalam peningkatan kualitas
kehidupan masyarakat.
RS Omni Internasional, seharusnya berbenah, kasus Prita sepatutnya
menjadi pelajaran bagi pihak rumah sakit agar melakukan introspeksi dan
perbaikan pada sistem dan kualitas layanannya. Demi sebuah kemashlahatan,
sudah saatnya ego dipinggirkan untuk memberi sedikit ruang pada nurani
dalam menimbang baik dan benar serta akibat yang ditimbulkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
B. Upaya Hukum yang Dimungkinkan terhadap Putusan Bebas yang
Dijatuhkan oleh PN Tangerang dalam Perkara Pencemaran Nama Baik
RS. Omni Internasional
Pasal 244 KUHAP (Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pid.ana)
menentukan bahwa terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada
tingkat rakhir oleh pengadilan 1ain, selain dari pada Mahkamah Agung
Terdakwa at.au Jaksa/penuntut Umum dapat mengajukan permintaan kasasi
kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas. Mahkamah Agung
berpendapat bahwa selaku badan Peradilan Tertinggi yang rnempunyai tugas
untuk membina dan menjaga agar semua hukum dan Undang-Undang di
seluruh wilayah Negara diterapkan secara tepat dan adi1, maka Mahkamah
Agung wajib memeriksa apabila ada pihak yang mengajukan permohonan
kasasi terhadap putusan pengadilan bawahan, yang membebaskan Terdakwa
yaitu guna menentukan sudah tepat dan adilkah putusan pengadilan
bawahannya itu.
Sesuai yurisprudensi yang sudah ada apabila ternyata putusan
pengadilan yang membebaskan Terdakwa itu merupakan pembebasan yang
murni sifatnya, maka sesuai ketentuan Pasal 244 KUHAP (Kitab Undang-
Undang Hukum Acara pidana) tersebut permohonan kasasi t.ersebut harus
dinyatakan tidak dapat diterim. Sebaliknya apabila pembebasan itu didasarkan
pada penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang dimuat
dalam surat dakwaan dan bukan didasarkan pada tidak terbuktinya suatu unsur
perbuatan yang didakwakan atau apabila pembebasan itu sebenarnya adalah
merupakan putusan lepas dari segala tuntutan hukum, atau apabila dalam
menjatuhkan putusan pengadilan t.elah melampaui batas kewenangannya
(meskipun hai ini tidak diajukan sebagai alasan kasasi), Mahkamah Agung
atas dasar pendapatnya bahwa pembebasan itu bukan merupakan pembebasan
yang murni harus menerima permohonan kasasi tersebut .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Berdasarkan ketentuan Pasal 244 KUHAP, terhadap putusan bebas
tidak dapat diajukan permohonan kasasi. Akan tetapi kenyataan praktek,
larangan pada Pasal 244 tersebut telah disingkirkan oleh Mahkamah Agung
secara contra legem. Mengenai hal ini sudah dibicarakan baik pada ulasan
yang berhubungan dengan putusan bebas berkaitan dengan upaya banding
dan kasasi maupun pada pendahuluan uarian kasasi. Dalam uraian
dimaksud secara panjang lebar sudah dijelaskan :
1) Permohonan banding terhadap putusan bebas, mutlak tidak dapat
diajukan. Jadi, dengan dalih dan alasan apapun, permohonan banding
terhadap putusan bebas mutlak tidak dapat diajukan. Hal ini sesuai
dengan Pasal 67 KUHAP. Nyatanya praktek peradilan sampai pada saat
ini, masih berpegangan teguh secara murni dan konsekuen terhadap
Pasal 67 tersebut.
2) Permohonan pemeriksaan kasasi terhadap putusan bebas dapat diajukan.
Inilah yang kita jumpai dalam kenyataan praktek peradilan, telah
dengan sengaja menyingkirkan Pasal 244 apa yang telah dilarang Pasal
itu telah dibenarkan dalam kenyataan praktek. Hal ini jelas-jelas
merupakan contra legem , yakni praktek dan penerapan hukum yang
secara terang-terangan “bertentangan dengan undang-undang” (Yahya
Harahap,2006:534).
Alasan kasasi yang sudah ditentukan secara “limitatiif” dalam Pasal
253 ayat (1). Pemeriksaan kasasi dilakukan Mahkamah Agung
berpedoman kepada alasan-alasan tersebut. Sejalan dengan itu,
permohonan kasasi harus mendasarkan keberatan-keberatan kasasi bertitik
tolak dari alasan yang disebutkan pada Pasal 253 ayat (1). Yang harus
diutarakan dalam memori kasasi ialah keberatan atas putusan yang telah
dijatuhkan pengadilan kepadanya, karena isi putusan itu mengandung
kekeliruan atau kesalahan yang tidak dapat dibenarkan oleh Pasal 253 ayat
(1). Alasan kasasi yang diperkenankan atau yang dapat dibenarkan Pasal
253 ayat (1) terdiri dari :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
1) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan
tidak sebagaimana mestinya.
2) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan
undang-undang.
3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
Ketiga hal ini kebertan kasasi yang dibenarkan oleh undang-undang
sebagai alasan kasasi. Diluar ketiga alasan ini, keberatan kasasi ditolak
karena tidak dibenarkan undang-undang. Penentuan alasan kasasi yang
limitatif dengan sendirinya serta sekaligus “membatasi” wewenang
Mahkamah Agung memasuki pemeriksaan perkara dalam tingkat kasasi,
terbatas hanya meliputi kekeliruan pengadilan atas ketiga hal tersebut.
Diluar ketiga hal itu, undang-undang tidak membenarkan Mahkamah
Agung menilai dan memeriksanya. Oleh karena itu, bagi seseorang yang
mengajukan permohonan kasasi harus benar-benar memperhatikan
keberatan kasasi yang disampaikan dalam memori kasasi, agar keberatan
itu dapat mengenai sasaran yang ditentukan Pasal 253 ayat (1).
Menyimpang dari makna dan jiwa yang terkandung dari ketiga alasan tadi,
tidak diperhatikan dan tidak dibenarkan oleh Mahkamah Agung. Sedapat
mungkin permohonan kasasi dapat memeperlihatkan dalam memori kasasi
bahwa putusan pengadilan yang dikasasi mengandung :
(1) Kesalahan penerapan hukum.
(2) Atau pengadilan dalam mengadili dan memutus perkara tidak
melaksanakan cara mengadili menurut undang-undang.
(3) Atau pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, baik hal itu
mengenai wewenang absolut maupun relatif atau pelampauan
wewenang dengan cara memasukkan hal-hal yang nonyuridis dalam
pertimbangannya.
Alasan Kasasi Tidak dapat Dibenarkan oleh Undang-undang
meliputi :
(1) Keberatan kasasi putusan pengadilan tinggi mengutakan putusan
pengadilan negeri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
(2) Alasan yang memuat keberatan, putusan pengadilan tinggi tanpa
pertimbangan yang cukup menguatkan putusan pengadilan negeri,
tidak dapat dibenarkan dalm pemeriksaan kasasi. Percuma
permohonan kasasi mengajukan alasan keberatan yang demikian,
sebab seandainya pengadilan tinggi menguatkan putusan serta
sekaligus menyetujui perimbangan pengadilan negeri, hal itu :
(a) Tidak merupakan kesalahan penerapan hukum, dan tidak
merupakan pelanggaran dalam melaksanakan peradilan
menurut ketentuan undang-undang seta tidak dapat
dikategorikan melampaui batas wewenang yang ada
padanya;
(b) Malahan tindakan pengadilan tinggi menguatkan putusan
pengadilan negeri, masih dalam batas wewenang yang ada
padanya, karena berwenang penuh menguatkan dan
mengambil alih putusan pengadilan negeri yang dianggap
telah tepat.
(3) Keberatan atas penilaian pembuktian.
Keberatan kasasi atas penilaian pembuktian termasuk diluar
alasan kasasi yang dibenarkan Pasal 253 ayat (1). Oleh karena itu,
mahkamah agung tidak berhak menilainya dalam pemeriksaan
tingkat kasasi. Hal ini berbeda dengan kesalahan penerapan
hukum pembuktian, kesalahan penerapan hukum pembuktian
bukan atau tidak merupakan penilaian pembuktian. Oleh karena
itu, keberatan tersebut “dapat dibenarkan” dalam tingkat kasasi;
(4) Alasan kasasi yang bersifat pengulangan fakta.
Alasan kasasi yang sering dikemukakan pemohon
adalah”pengulangan fakta”, padahal sudah jelas alasan kasasi
seperti ini tidak dapat dibenarkan oleh undang-undang. Arti
pengulangan fakta ialah mengulang-ulang kembali hal-hal dan
peristiwa yang telah pernah dikemukakannya baik dalam
pemeriksaan sidang pengadilan negeri maupun dalam memori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
banding. Isi memori kasasi yang diajukan hanya mengulang
kembali kejadian dan keadaan yang telah pernah dikemukakannya
dalam pemeriksaan pengadilan negeri, pemohon telah
mengemukakan keadaan dan fakta-fakta. Kemudian hal itu
kembali lagi diutarakannya dalam memori kasasi menjadi alasan
kasasi. Keberatan kasasi yang seperti ini, tidak dibenarkan
undang-undang, dan Mahkamah Agung menganggapnya sebagai
pengulangan fakta yang tidak perlu dipertimbangkan dalam
tingkat kasasi.
(5) Alasan Yang Tidak Menyangkut Persoalan Perkara.
Alasan yang seperti ini pun sering dikemukakan pemohon
dalam memori kasasi, mengemukakan keberatan yang
menyimpang dari apa yang menjadi pokok persoalan dalam
putusan perkara yang bersangkutan. Keberatan kasasi yang seperti
ini dianggap irrelevant karena berada diluar jangkauan pokok
permasalahan atau dianggap tidak mengenai masalah pokok yang
bersangkutan dengan apa yang diputus pengadilan.
(6) Berat Ringannya Hukuman atau Besar Kecilnya Jumlah Denda.
Keberatan semacam ini pun pada prinsipnya tidak dapat
dibenarkan undang-undang, sebab tentang berat ringannya
hukuman pidana yang dijatuhkan maupun tentang besar kecilnya
jumlah denda adalah wewenang pengadilan yang tidak takhluk
pada pemeriksaan tingkat kasasi.
(7) Keberatan Kasasi Atas Pengembalian Barang Bukti.
Alasan kasasi semacam ini pun tidak dapat dibenarkan.
Pengembalian barang bukti dalam perkara pidana adalah
wewenang pengadilan yang tidak tahluk pada pemeriksaan kasasi.
Pengadilan sepenuhnya berhak menentukan kepada siapa barang
bukti dikembalikan.
(8) Keberatan Kasasi Mengenai Novum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Suatu prinsip yang juga perlu diingat dalam masalah
keberatan kasasi harus mengenai hal-hal yang telah “pernah
diperiksa” sehubungan dengan perkara yang bersangkutan, baik
dalam sidang pengadilan negeri maupun dalam tingkat banding.
Berarti suatu hal yang diajukan dalam keberatan kasasi, padahal
hal itu tidak dapat diperiksa dan diajukan baik pada pemeriksaan
sidang pengadilan negeri maupun pada pemeriksaan tingkat
banding , tidak dapat dibenarkan karena tidak takhluk pada
pemeriksaan kasasi. Pengajuan hal seperti ini dalam keberatan
kasasi dianggap “hal baru” atau “novum”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan apa yang diuraikan dalam hasil penelitian dan
pembahasan, maka dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut :
1. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bebas dalam perkara
pencemaran nama baik dengan terdakwa Prita Mulyasari adalah
berdasarkan pasal 311 ayat (1) KUHP unsur-unsurnya adalah : Unsur
“barang siapa”, Unsur “melakukan kejahatan atau menista dengan
tulisan” dan Unsur “membuktikan tuduhannya benar atau tidak”, karena
salah satu unsur dari dakwaan Kesatu tidak terpenuhi, maka Terdakwa
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana sebagaimana dakwaan Kesatu, oleh karena itu Terdakwa harus
dibebaskan dari dakwaan tersebut
2. Upaya hukum yang bisa ditempuh oleh Penuntut Umum terhadap putusan
bebas dalam perkara pencemaran nama baik dengan terdakwa Prita
Mulyasari dapat dijelaskan bahwa sesuai yurisprudensi yang sudah ada
apabila ternyata putusan pengadilan yang membebaskan Terdakwa itu
merupakan pembebasan yang murni sifatnya, maka sesuai ketentuan Pasal
244 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara pidana) tersebut
permohonan kasasi tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Sebaliknya apabila pembebasan itu didasarkan pada penafsiran yang
keliru terhadap sebutan tindak pidana yang dimuat dalam surat dakwaan
dan bukan didasarkan pada tidak terbuktinya suatu unsur perbuatan yang
didakwakan atau apabila pembebasan itu sebenarnya adalah merupakan
putusan lepas dari segala tuntutan hukum, atau apabila dalam menjatuhkan
putusan pengadilan telah melampaui batas kewenangannya (meskipun hal
ini tidak diajukan sebagai alasan kasasi), Mahkamah Agung atas dasar
pendapatnya bahwa pembebasan itu bukan merupakan pembebasan yang
murni harus menerima permohonan kasasi tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
B. Saran-Saran
Pada penulisan hukum ini dapat diberikan saran sebagai berikut :
1. Dari kasus Prita Mulyasari ini sepatutnya menjadi pelajaran bagi hakim
agar dalam menangani perkara perkara pidana yang menggunakan sarana
informasi dan transaksi elektronik semestinya berdasarkan pada alat bukti
keterangan ahli
2. Hendaknya putusan hakim PN Tangerang dapat dijadikan inspirasi bagi
hakim hakim yang lain di Indonesia oleh karena putusan hakim tersebut
mencerminkan putusan hakim yang progresif yang lebih
mempertimbangkan keadilan substantif dan prosedural
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
DAFTAR PUSTAKA
Adami Chazawi, 2005. Hukum Pidana Materiil dan Formil, Malang : Bayu
Media. Andi Hamzah. 2000. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : CV. Sapta Artha
Jaya. H.M.A. Kuffal. 2008. Penerapan KUHAP dalam Praktek Hukum. Edisi Revisi.
Malang : UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang. . 2005. KUHAP dalam Praktik Hukum. Malang: UMM Press. Leden Marpaung. 1992. Proses Penanganan Perkara Pidana. Jakarta: Sinar
Grafika. Lilik Mulyadi, 2008. Bunga Rampai Hukum Pidana Perspektif, Teoritis dan
Praktik, Bandung : Alumni. Martiman Prodjohamidjojo, 2001. Penerapan Hukum Pembuktian, Bandung :
Mandar Maju. Moelyatno. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta. Oemar Seno Adji. 1984. Hukum-Hakim Pidana. Jakarta: Erlangga Peter Mahmud Marzuki. 2006. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana Predana
Media Group. Rusli Muhammad. 2006. Potret Lembaga Pengadilan Indonesia. Jakarta : Raja
Grafindo Persada. R. Soesilo, 1998, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor :
Politenia Samidjo. 1993. Pengantar Hukum Indonesia. Bandung : Armico. ______________1994. Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta : Duta
Karya. Sudikno Mertokusuma, (1999). Mengenal Hukum Suatu Pengantar.
Yogyakarta : Liberty.
64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE)
65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66