fakultas hukum...pendidikan budaya anti korupsi cetakan pertama - 2018 pendidikan budaya anti...

110

Upload: others

Post on 25-Dec-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA
Page 2: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA
Page 3: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

FAKULTAS HUKUM

Pendidikan BUDAYA ANTI KORUPSI

Cetakan Pertama - 2018

Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH

Page 4: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

Cetakan Pertama - 2018

PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

Fakultas Hukum

Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH

ISBN : 978-602-0974-09-5

Page 5: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

KATA PENGANTAR .................................................................................................

DAFTAR ISI................................................................................................................

BAB I

BAB II

BAB III

BAB IV

BAB V

BAB VI

BAB VII

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN..................................................................................

TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN...................

PENANAMAN NILAI NILAI KEJUJURAN DAN PENDIDIKAN

ANTI KORUPSI....................................................................................

NILAI - NILAI ANTI KORUPSI DALAM PENDIDIKAN.............

STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI MELALUI BUDAYA

ANTI KORUPSI......................................................................................

PENGATURAN TENTANG BUDAYA ANTI KORUPSI MENU-

RUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA...........................................

PENUTUP ...............................................................................................

iii

i

iii

1

9

17

23

39

51

97

101

Page 6: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA
Page 7: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat dan ketertiban merupakan dua hal yang berhubungan sangat erat bagaikan

dua sisi dari satu mata uang. Sulit untuk mengatakan adanya masyarakat tanpa ada suatu

ketertiban. Ketertiban dalam masyarakat diciptakan bersama-sama oleh berbagai lembaga,

seperti hukum dan tradisi. Oleh karena itu dalam masyarakat juga dijumpai berbagai macam

norma yang masing-masing memberikan peranan dalam menciptakan ketertiban itu.1 Korupsi

sebagai bentuk penyalahgunaan kedudukan (jabatan), kekuasaan, kesempatan untuk memenuhi

kepentingan diri sendiri dan atau kelompoknya yang bertentangan dengan kepentingan

masyarakat.2

Indonesia merupakan negara yang berada dalam satu posisi penguasaan trihibrid, yaitu

posisi dimana terdapat tiga aspek yang berbeda sifatnya, yaitu politik, hukum dan korupsi yang

menyatu. Korupsi merupakan kontruksi sosial bersifat struktural, dan diduga korupsi kalangan

masyarakat bawah sebagai kontruksi sosial terkait pengaruh korupsi kalangan masyarakat atas

(elite sosial ekonomi), seperti pemimpin dan tokoh masyarakat lainnya.3

Dua faktor penyebab timbulnya tindak pidana korupsi dipengaruhi faktor-faktor obyektif

yang mendorong perbuatan korupsi antara lain tidak adanya ketertiban dalam segala bidang,

lemahnya organisasi aparatur pemerintahan, aparatur penegak hukum dan peradilan maupun

aparatur perekonomian negara, lemahnya pengawasan, dan sebagainya. Disamping faktor-faktor

obyektif tadi, faktor subyektif yang mendorong perbuatan korupsi adalah sifat-sifat perorangan:

mental yang lemah, moral yang rendah dan nafsu duniawi yang tidak terkendali.4 Korupsi sudah

menjadi bagian dari “sistem” yang ada, karenanya usaha maksimal bagi penegakan hukum ,

khususnya pemberantasan tindak pidana korupsi, harus dilakukan dengan pendekatan sistem

1 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000. Hlm. 13.2 RB. Soemanto, dkk. Pemahaman Masyarakat tentang Korupsi, Jurnal Yustisia, Vol. 88, (April, 2014). Hlm.

80.3 Ibid.,4 Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia (Normatif, Teoritis, Praktik dan Masalahnya),

(Bandung: PT. Alumni, 2007), hlm. 2.

Page 8: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

2

yang dikaitkan dengan peranan institusi peradilan yang sangat menentukan sebagai salah satu

institusi penegakan hukum dalam proses akhir pemberantasan korupsi.5

Sistem haruslah ditelaah sebagai suatu kesatuan yang meliputi tindakan re-evaluasi,

reposisi dan pembaharuan (reformasi) terhadap struktur (Structure), substansi (Substance)

hukum dan khususnya budaya hukum (Legal Culture) sebagai cermin etika dan integritas

penegakan hukum. Systemic Approach sebagai bahan untuk memecahkan persoalan hukum

(legal issue) atau penyelesaian hukum (legal solution), maupun pendapat hukum (legal opinion).

Legal Culture (budaya hukum ) merupakan aspek signifikan yang melihat bagaimana masyarakat

menganggap ketentuan sebagai civic-minded sehingga masyarakat akan selalu taat dan sadar

pentingnya hukum sebagai suatu regulasi umum. Persoalan korupsi sebagai budaya hukum ini

berkaitan erat dengan etika, moral masyarakat, khususnya pejabat penegak hukum. Pendekatan

struktur dan Substansif tidak akan berhasil apabila tidak diikuti secara bersamaan dengan

pendekatan budaya dan etika dari penegak hukum itu sendiri yang sering terkontaminasi dengan

soal suap.6

Selanjutnya, tindakan secara terintegrasi dari lembaga penegak hukum harus memiliki

suatu balanced and equal of power, suatu kewenangan yang berimbang dan sama diantara para

penegak hukum. Hal ini untuk menghindari diskriminasi kewenangan lembaga yang justru akan

melemahkan penegakan hukum terhadap korupsi, selain itu justru diskrimansi kewenangan akan

menimbulkan disintegrasi penegakan hukum. Kewenangan diskriminatif antara KPK disatu sisi,

dengan Kejaksaan Agung/Polri disisi lain harus ditiadakan. Pendekatan system up-down dalam

pemberantasan korupsi merupakan karakter representasi keseriusan Negara dalam

pemberantasan korupsi. Pemberantasan korupsi, sebagaimana Konvensi PBB 1985, harus

dimulai dari upper power class dan upper economic class dengan memperhatikan prinsip-prinsip

praduga tidak bersalah.7

Berdasarkan beberapa permasalahan diatas, sangat berarti peran kebijakan kriminal

(criminal policy) melalui pendekatan non-penal, yaitu dengan meningkatkan langkah kampanye

anti korupsi seperti sebagai bagian dari pencegahan tindak pidana korupsi, antara lain melalui

pendekatan antara masyarakat khususnya dunia pendidikan dari berbagai level mulai dari SD,

5 Ibid.,6 Ibid., Hlm. 68.7 Ibid. Hlm. 69.

Page 9: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

3

SMP, SMA, Mahasiswa, pers (sebagai social power) dan institusi kenegaraan (sebagai political

power), mengingat masalah korupsi di Indonesia sekarang ini sudah tidak dapat dikatakan lagi

sebagai persoalan eksekutif saja, tetapi sudah terkontaminasi sebagai institusi kenegaraan

lainnya, baik itu legislatif, yudikatif maupun institusi negara non departemen.

Pengertian pemberantasan tindak pidana korupsi dapat dijelaskan dalam Pasal 1 angka 3

Bab Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002:

“Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah

dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor,

penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan

peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Memperhatikan definisi tentang pemberantasan tindak pidana korupsi di dalam Pasal 1

angka 3 Bab Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 disebutkan tentang

pengertian pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu serangkaian tindakan untuk mencegah

dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor,

penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, bahkan lebih luas

lagi pendefinisian tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan adanya peran serta

masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam

pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan ketentuan Pasal 41 dan Pasal 42 Bab V

tentang Peran Serta Masyarakat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Pasal 41 dinyatakan

bahwa:

1) Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak

pidana korupsi

2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalam bentuk:

a. Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah

terjadi tindak pidana korupsi.

b. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan

informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak

hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.

Page 10: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

4

c. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada

penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;

d. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang

diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari;

e. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal;

1) Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c;

2) Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan disidang

pengadilan sebagai saksi pelapor.

3) Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai hak dan tanggung jawab

dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

4) Hak dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan

dengan berpegang teguh pada asas-asas atau ketentuan yanng diatur dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan dengan menaati norma agama dan norma sosial

lainnya.

5) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Selanjutnya Pasal 42,dinyatakan bahwa:

1) Pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berjasa

membantu upaya pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi.

2) Ketentuan mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Tindak pidana korupsi di Indonesia telah digolongkan sebagai kejahatan luar biasa atau

extraordinary crimes, karena alasan-alasan sebagai berikut:

Pertama, masalah korupsi di Indonesia sudah berakar dalam kehidupan kita berbangsa

dan bernegara, sehingga penegakan hukum secara konsisten dan pemberantasan KKN harus

dilakukan.8 Kedua, korupsi yang telah berkembang demikian pesatnya bukan hanya merupakan

8 Ibid. Hlm, 29.

Page 11: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

5

masalah hukum semata-mata melainkan sesungguhnya merupakan pelanggaran atas hak-hak

ekonomi sosial masyarakat Indonesia.

Ketiga, kebocoran APBN selama 4 (empat) Pelita sebesar 30% telah menimbulkan

kemiskinan dan kesenjangan sosial yang besar dalam kehidupan masyarakat karena sebagian

terbesar rakyat tidak dapat menikmati hak yang seharusnya ia peroleh.9 Keempat, penegakan

hukum terhadap korupsi dalam kenyataannya telah diberlakukan secara diskriminatif baik

berdasarkan status sosial maupun berdasarkan latar belakang politik seorang tersangka atau

terdakwa.10 Kelima, korupsi di Indonesia dalam era perdagangan global dewasa ini merupakan

hasil kolaborasi antara sektor publik dan sektor swasta.11

Untuk melakukan penanggulangan tindak pidana korupsi maka masyarakat dapat

berperan serta aktif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Peran serta masyarakat

sebelumnya telah diatur dalam Pasal 8 ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 28

Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi,

Nepotisme, yang menyatakan bahwa peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Negara

merupakan hak dan tanggungjawab masyarakat untuk ikut mewujudkan penyelenggaraan Negara

yang bersih12. Bentuk peran serta masyarakat telah pula diatur lebih lanjut dalam Pasal 2

Peraturan Pemerintah RI No.68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta

Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara, yang menyatakan bahwa peran serta masyarakat

dalam penyelenggaraan Negara untuk mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih

dilaksanakan dalam bentuk :

a. hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai penyelenggara

Negara;

b. hak memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari Penyelenggara Negara ;

c. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab terhadap kebijakan

penyelenggara Negara;dan d. hak memperoleh perlindungan dalam hal :

9 Ibid.,

10 Ibid.,

11 Ibid. Hlm. 30.12. Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor.75.

Page 12: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

6

1). Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c;

2). Meminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadilan

sebagai saksi pelapor, saksi atau saksi ahli sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Dalam beberapa ketentuan tersebut di atas telah secara jelas diatur bentuk peran serta

masyarakat dalam pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi, meskipun Peraturan

Pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 41 Undang-Undang RI Nomor 31. Tahun

1999 di atas belum diterbitkan. Selanjutnya paragraf 12 penjelasan Undang-Undang Nomor. 31

Tahun 1999 menyatakan bahwa undang-undang ini juga memberi kesempatan yang seluas-

luasnya kepada masyarakat berperan serta untuk membantu upaya pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana korupsi, dan terhadap anggota masyarakat yang berperan serta

tersebut diberikan perlindungan hukum dan penghargaan.

Namun demikian, dalam pelaksanaannya peran serta masyarakat dinilai belum mampu

secara optimal berperan dalam usaha pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia. Disisi lain,

keberadaan peraturan yang ada juga belum mampu mengoptimalkan kedudukan masyarakat dan

bentuk peran serta masyarakat dalam menjadikan pencegahan tindak pidana korupsi sebagai

sebuah budaya anti korupsi yang semestinya dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan yang lebih

nyata. Pengaturan tentang budaya anti korupsi masih belum secara eksplisit terdapat dalam

berbagai jenis peraturan perundang-undangan sector pendidikan dan juga pengaturan tentang

pemberantasan tindak pidana korupsi. Secara lebih khusus didalam UU No. 31 Tahun 1999 jo

UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi belum memberikan

amanat yang lebih eksplisit terkait budaya anti korupsi, dimana pengaturan tentang persoalan

korupsi lebih cenderung mengatur mengatur tentang hokum materielnya dan juga tentang

pemberantasannya. Padahal penyelesaian persoalan korupsi tidak hanya dapat diselesaikan dari

aspek pemberantasannya saja, namun justru semestinya harus secara lebih jelas dan terstruktur

diatur tentang pencegahannya yang dalam hal ini mengatur tentang peran serta masyarakat dan

juga stakeholder terkait dalam membudayakan budaya anti korupsi sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dalam pendidikan anti korupsi. Buku ini merupakan hasil penelitian tentang budaya

anti korupsi dengan judul “Pendidikan Budaya Anti Korupsi Di Indonesia”.

Page 13: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

7

B. Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan tentang pendidikan budaya anti korupsi di Indonesia menurut

peraturan yang berlaku?

2. Bagaimanakah peran pemerintah dalam pendidikan budaya anti korupsi di masyarakat

guna mendukung dan mendorong pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia?

3. Bagaimana implementasi pengaturan pendidikan budaya anti korupsi di Indonesia dalam

pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini antara lain meliputi:

1. Untuk mengkaji dan menganalisis tentang pengaturan tentang pendidikan budaya anti

korupsi di Indonesia menurut peraturan yang berlaku.

2. Untuk mengkaji dan menganalisis tentang peran pemerintah dalam pendidikan budaya

anti korupsi di masyarakat guna mendukung dan mendorong pencegahan tindak pidana

korupsi di Indonesia.

3. Untuk mengkaji dan menganalisis tentang implementasi pengaturan pendidikan budaya

anti korupsi di Indonesia dalam pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia.

Page 14: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

8

Page 15: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN

A. Tinjauan Kepustakaan

Penelitian tentang “Analisis Tentang Pengaturan Pendidikan Budaya Anti Korupsi Di

Indonesia: Suatu Pendekatan Perbandingan Hukum” yang didahului dengan penelitian

sebelumnya yaitu menumbuh kembangkan budaya anti korupsi bagi siswa dan mahasiswa di

lingkungan Pendidikan YPI Al Azhar dan dari penelusuran yang peneliti lakukan belum ada yang

melakukan penelitian dengan tema tersebut di atas.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Agus Surono dalam Judul Analisis Yuridis

Pengaturan Mengenai Cost Recovery Dalam Industri Migas di Indonesai (Tahun 2012)

menjelaskan bahwa Bagi Indonesia, pengaturan mengenai cost recovery menjadi sangat penting

mengingat bahwa hal tersebut merupakan insentif yang paling utama yang dapat pemerintah

berikan kepada kontraktor migas di Indonesia sebagai dorongan untuk melakukan proses

investasi di Indonesia. Walaupun proses pemberian insentif ini dapat berbeda antara negara satu

dengan yang lainnya, tetapi tujuan utama dari pemberian insentif ini adalah untuk

memaksimalkan pendapatan dengan resiko finansial yang seminimal mungkin. Dengan latar

belakang inilah menjadi salah satu sebab pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun

2010 yang lebih dikenal dengan PP cost recovery.

Dapat dikatakan cost recovery dianggap sebagai katalis untuk mencapai tujuan

penambahan pendapatan negara. Memang sederhananya adalah para kontraktor minyak tersebut

menyediakan modal dan teknologi. Namun pada prinsipnya, mereka menyediakan “pelayanan”

pengadaan untuk dan atas nama pemerintah serta diri mereka sendiri, baik modal maupun

teknologi. Pemerintah menggunakan cost recovery sebagai pelindung agar mereka tidak

menempatkan sumber daya terbatas yang mereka miliki dalam resiko, sementara di sisi lain

mereka berharap akan adanya keuntungan yang pemerintah dapatkan dari setiap eksplorasi yang

berhasil. Di sisi lain, pemerintah tidak diharuskan mengeluarkan modal di muka akan tetapi

dengan resiko keberhasilan yang masih probabilitas. Mengingat bahwa bisnis dalam industri

Page 16: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

10

migas resiko kegagalannya dapat dikatakan lebih besar dibandingkan keberhasilannya. Sehingga

negara tidak dihadapkan pada kondisi yang merugi atas bisnis yang gagal.

Adapun aspek positif yang diperoleh Indonesia dalam konteks cost recovery adalah

sebagai berikut:

a. Resiko bisnis tetap di tanggung oleh kontraktor, tetapi pemerintah juga dapat menikmati

keuntungan apabila terdapat eksplorasi migas yang berhasil.

b. Perusahaan kontraktor (dalam banyak kasus) hanya berhak mengklaim biaya yang berada

di bawah kontrak PSC yang berasal dari bagian produksi dari area subjek di dalam

kontrak.

c. Biaya plafon desain untuk memastikan negara mendapatkan bagian keuntungan atas

minyak ketika produksi dimulai. Keuntungan ini penting karena apabila dilakukan setelah

balik modal, maka secara politik sulit untuk dibenarkan.

d. Batasan atas biaya yang dapat ditagihkan melindungi pemerintah atas perilaku semboro

oleh perusahaan kontraktor.

e. PSC memiliki rezim fiskal yang relatif sederhana dibandingkan dengan sistem

royalti/konsesi, dengan demikian, perintah biasanya tidak perlu menghabiskan waktu dan

sumber daya merancang peraturan perpajakan yang kompleks.

Namun disisi lain, ada aspek negatif dari sistem cost recovery mengingat cost recovery

dirancang untuk menguntungkan negara tuan rumah. Namun, bahkan dengan biaya pemulihan,

potensi bagi pemerintah membayar lebih kepada perusahaan minyak asing adalah nyata. Rezim

fiskal yang tersusun secara tidak baik seringkali digunakan oleh kontraktor. Hal ini telah terjadi

di banyak negara-negara berkembang yang mana industri minyak bumi sedikit memberikan

manfaat dalam hal memacu pertumbuhan ekonomi. Ditambah lagi dengan perusahaan minyak

asing yang inefisien, manajemen sumber daya yang buruk dan kurangnya kesadaran sosial serta

lingkungan akan menjadi bencana bagi Indonesia.

Lebih jauh dikatakan bahwa struktur cost recovery dapat menyebabkan kontraktor besar

menetapkan biaya di saat harga minyak tinggi yang kemudian bisa menyebabkan perselisihan

kontrak dengan pemerintah yang memang bertekad menemukan cara-cara untuk membatasi

perusahaan minyak asing.

Page 17: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

11

Dengan segala perdebatan yang muncul, apakah sistem cost recovery ini dapat menjadi

solusi atas permasalahan dalam industri migas di Indonesia adalah lebih penting dibahas.

Mengingat bahwa sistem apapun yang digunakan dapat secara nyata memberikan kontribusi

positif atas pendapatan negara dengan optimalisasi berbagai sumber daya yang ada di dalamnya.

Mengingat bahwa permasalahan mendasar dalam pengelolaan industri migas di Indonesia adalah

keterbatasan modal, teknologi dan sumber daya manusia dimana ketiga hak tersebut dapat

dikatakan dimiliki oleh negara-negara maju yang selama ini mengingcar keberadaan migas di

Indonesia sejak lama.

Sehingga dengan demikian, titik tolak pengelolaan industri migas di Indonesia, terlepas

mekanisme apapun yang digunakan, dapat secara nyata menyadari kelemahan yang dimiliki.

Namun disisi lain, dengan potensi minyak dan gas bumi yang besar, hendaknya ada upaya-upaya

yang dilakukan dalam konteks pengelolaannya agar anugrah minyak dan gas bumi tersebut dapat

memberikan kebermanfaatan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan segala tantangan yang dihadapi dalam industri minyak dan gas bumi, harapan

terbesar dalam industri ini semakin membesar seiring pertumbuhan investasi yang diharapkan

akan mendorong kegiatan eksplorasi untuk menambah cadangan dan mempertahankan produksi

migas. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan pemberian insentif bagi para

kontraktor melalui mekanisme cost recovery seperti yang telah dijelaskan di atas. Pemberian

insentif lainnya adalah dengan menyediakan iklim perundang-undangan yang stabil.

Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Fathur Rahman (2011) tentang Kajian

Evaluatif Implementasi Problem Based Learning Dalam Pendidikan Antikorupsi Di Beberapa

Perguruan Tinggi Yogyakarta, berusaha melakukan eksplorasi dan identifikasi proses

pembelajaran kelas yang terdiri dari model dan metode pembelajaran, interaksi dosen dan

mahasiswa, serta level partisipasi mahasiswa, berusaha untuk mengetahui persepsi mahasiswa

terhadap kinerja pembelajaran di kelas, relevansi materi dengan keterlaksanaan dan ketercapaian

pembelajaran serta kinerja dosen dalam proses pembelajaran. Dari penelitian ini dapat dihasilkan

dari 435 mahasiswa yang menjadi responden dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta

menyatakan bahwa partisipan menilai bahwa pembelajaran antikorupsi dengan model kasus

dapat dikatakan memadai (34,5 %). Walaupun demikian, sebagian besar partisipan menganggap

bahwa model PBL dapat membantu mereka dalam meningkatkan kesadaran kolektif tentang

Page 18: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

12

dampak-dampak yang diakibatkan oleh tindakan korupsi. Beberapa hal penting yang dapat

disimpulkan dari penelitian ini, yaitu sebagian besar partisipan menilai bahwa pembelajaran

antikorupsi dengan model kasus dapat dikatakan memadai (sedang; 34,5%). Namun, jika dilihat

berdasarkan perbandingan rata-rata empiris dan hipotetik per-variabel, angkat yang diperoleh

menunjukkan hasil evaluasi yang tinggi terhadap model PBL yang dimaksud. Adapun rata-rata

tiap variabel adalah: Aspek pengajaran (26.64), antusiasme pengajar (19.94), relasi dosen-

mahasiswa (28.51), pengelolaan kelas (27.59), luas cakupan materi (46.52), dan interaksi

antarkelompok (26.07).

Sebagian besar partisipan juga menganggap bahwa model PBL dapat membantu mereka

dalam meningkatkan kesadaran kolektif tentang dampak-dampak yang diakibatkan oleh tindakan

korupsi dan membantu mereka untuk mendesain ulang cara belajar yang lebih berorientasi pada

apa yang akan dipelajari oleh mereka sendiri secara mandiri dan berkelompok.

Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Febri Diansyah, Emerson Yuntho dan

Donal Fariz (tahun 2011) yang berjudul tentang Penguatan Pemberantasan Korupsi Melalui

Fungsi Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan bahwa

Disadari atau tidak, pemberantasan korupsi tidak dapat digantungkan semata-mata pada

penindakan tersangka oleh KPK. Semangat kerja pemberantasan korupsi juga harus ditularkan

KPK kepada institusi penegak hukum lainnya. Sebab, keberadaan KPK sesuai dengan semangat

pembentukannya adalah dalam rangka mengisi kosongan kepercayaan masyarakat pada lembaga

penegak hukum yang ada.13

Terkait hal itu, ada dua mandat pokok yang dimiliki KPK. Pertama, melaksanakan tugas-

tugas penindakan yang juga menjadi kewenangan lembaga penegak hukum lainnya. Tugas ini

dikerjakan dalam rangka memenuhi harapan masyarakat agar para koruptor dihukum. Kedua,

tugas yang jauh lebih penting, yaitu bagaimana KPK mengkoordinir sekaligus mensupervisi

lembaga-lembaga penegak hukum yang ada agar menjadi lembaga yang kuat dan mampu

menjalankan tugas penegakan hukum dengan baik. Koordinasi dan supervisi yang dilakukan

KPK juga mencakup mengambil langkah-langkah untuk mendorong dilakukannya percepatan

reformasi di tubuh kejaksaan dan kepolisian.14

13 Laporan Hasil Penelitian, hlm. 60.

14 Ibid.,

Page 19: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

13

Pada akhirnya, fase pemberantasan korupsi kita akan masuk pada tingkatan yang lebih

tinggi, dimana KPK, Kepolisian dan Kejaksaan berbagi tugas dan bersinergi dalam

pemberantasan korupsi. Laporan penelitian ini menegaskan bahwa efektifitas pemberantasan

korupsi dapat dicapai dengan setidaknya tiga pondasi dasar institusi penegak hukum, selain

peradilan. Ini menegaskan, bahwa meskipun Kepolisian dan Kejaksaan sudah dinilai cukup kuat,

keberadaan KPK tetap punya arti penting dalam pemberantasan korupsi. Satu hal krusial yang

harus diformulasikan ke depan adalh konsep pembagian tugas antara lembaga penegak hukum

(dari segi penindakan), dan pemeliharaan sistem, pengawasan, serta pemantauan yang rutin

terhadap kemungkinan adanya bolong dan celah dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal ini

akan selalu dibutuhkan sampai kapan pun juga. Karena potensi korupsi sesungguhnya melekat

pada kewenangan dan kekuasaan yang ada dalam sistem negara.15

Sementara di sisi lain, kualitas kejahatan juga terus berkembang dan menemukan

jalannya sendiri. Sehingga, upaya pemberantasan korupsi dalam bentuk penindakan,

pembenahan sistem, perawatan dan pengawasan adalah upaya yang tidak pernah berhenti, dan

tidak pernah sampai pada titik paling akhir.

B. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif yakni dengan menggambarkan berbagai

permasalahan secara komprehensif-integratif mengenai budaya hokum khususnya terkait dengan

bagaimana menumbuhkan budaya hukum anti korupsi bagi siswa dan mahasiswa di lingkungan

pendidikan YPI Al Azhar. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif atau

penelitian hukum kepustakaan, karena penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti

bahan pustaka atau data sekunder.

Penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual (conseptual approach), sejarah

(historical approach), dan perbandingan (comparative approach), 16 serta hukum yang akan

datang (futuristic approach).17 Pendekatan konseptual diperlukan untuk menganalisis

pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang tentang filosofi Hukum budaya

hukum anti korupsi sejak dahulu hingga sekarang, yang dianut dan berkembang di negara-negara

15 Ibid., hal. 61-62.16Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet. 3, Jakarta: Prenada Media Grup, 2005, hlm 93-136.17Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Cet. 2., Bandung: Alumni,

2006, hlm. 144.

Page 20: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

14

lain serta pandangan politik hukum sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai

pedoman atau panduan sosialisasi budaya anti korupsi bagi masyarakat oleh stakeholder terkait

di Indonesia.

Pendekatan sejarah diperlukan untuk meneliti perkembangan hukum positif serta arah

politik hukum pada saat peraturan perundang-undangan dibentuk dalam kurun waktu tertentu.

Sejarah hukum berusaha untuk mengadakan identifikasi terhadap tahap-tahap perkembangan

hukum, yang dapat dipersempit ruang lingkupnya menjadi sejarah peraturan perundang-undang

tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia maupun di negara-

negara di dunia. Pendekatan perbandingan diperlukan untuk mengetahui perbandingan umum

mengenai hukum positif dengan membandingkan sistem hukum di satu negara dengan sistem

hukum di negara lainnya. Tujuan perbandingan ini yaitu untuk mengetahui persamaan dan

perbedaan antara sistem negara yang satu dengan yang lainnya.

Perbandingan hukum dilakukan untuk mengkaji bagaimana sistem hukum yang berbeda

menghadapi permasalahan hukum tertentu.18 Proses perbandingan dimaksudkan untuk

memperoleh kesimpulan mengenai perbedaan kararkteristik pada masing-masing sistem hukum

dan atau penggunaan komponen yang sama untuk menghadapi pokok persoalan tertentu.19

Perbandingan juga dilakukan dengan cara penafsiran antisipatif artinya perbandingan dilakukan

untuk mencari hal-hal yang belum terungkap sebelumnya, sebagai bahan-bahan bagi sumber

material yaitu bahan-bahan untuk memperbaharui peraturan perundang-undangan pada masa

yang akan datang (futuristik).20 Pendekatan hukum yang akan datang (futuristic approach)

adalah penelitian mengenai hukum apa yang seyogyanya diciptakan untuk masa yang akan

datang misalnya untuk menyusun suatu rencana pembangunan hukum khususnya dalam

pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, khususnya terkait dengan bagaimana

menumbuhkan budaya anti korupsi di Indonesia pada masa yang akan datang.21

Bahan hukum yang dikaji dan dianalisis dalam penelitian hukum normatif terdiri dari:22

18David J. Gerber, Globalization and knowledge: Implications for Comparative Law, 75 Tul. LRev. 949,

2001, hlm. 969.19John C. Reitz, How To Do Comparative Law, 46 Am. J Comp. L 617, 1998, hlm.619.20Matthew S Roalf, A Sheep in Wolf’s Clothing: Why The Debate Surrounding Comparative

Constitutional Law Is Spectaculary Ordinary, 73 Fordham . Rev 1239, 2004, hlm. 1273-1281.21Sunaryati Hartono, Op.Cit., hlm 144.22Ibid., hlm 16..

Page 21: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

15

(1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang memiliki kekuatan mengikat yang

meliputi :

(a) Norma atau kaidah dasar yaitu pembukaan UUD 1945;

(b) Peraturan dasar yaitu batang tubuh UUD 1945

(c) Peraturan perundang-undangan di bidang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001)

(d) Bahan hukum yang tidak dikodifikasi seperti hukum adat

(e) Yurisprudensi

(f) Traktat

(g) Bahan hukum yang merupakan warisan penjajah seperti

faillissementsverordening.

(2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti risalah Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo UU No.

20 Tahun 2001, hasil penelitian ahli hukum dan lain-lain.

(3) Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus Bahasa Inggris,

Black’s law Dictionary, ensiklopedia dan lain-lain.

Teknik untuk mengkaji dan mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier

dilakukan dengan menggunakan studi dokumen. Studi dokumen merupakan studi yang mengkaji

tentang berbagai dokumen-dokumen, baik yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan

maupun dokumen-dokumen yang sudah ada.23 Cara memperoleh data sekunder berupa bahan

hukum atau literatur selain melalui kepustakaan juga dengan memanfaatkan jaringan internet

seperti journal West Law, J. Store, Lexus Nexus dan lain sebagainya. Teknik pengumpulan data

selain melalui studi dokumen atau studi kepustakaan, juga dilakukan dengan teknik wawancara

mendalam yakni memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu.24

Wawancara dilakukan kepada informan dan narasumber yang terkait dengan penelitian ini.

Informan yang dimaksud adalah mereka yang berdasarkan tugas dan fungsinya berkaitan erat

dengan proses pembentukan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, proses

penegakan hukum dan proses penerapan hukum di Indonesia termasuk pihak-pihak yang

23Ibid., hlm 19. 24Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Cet. 6, Jakarta: Rineka Cipta, 2010, hlm 95.

Page 22: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

16

berperkara dalam kasus tindak pidana korupsi. Narasumber yang akan diwawancarai adalah

akademisi dan ahli dalam Hukum Pidana Korupsi, Budaya Hukum.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif adalah analisis kualitatif.

Sedangkan metode analisis data yang digunakan bersifat deskripstif analitis yaitu analisis data

yang digunakan adalah analisis kualitatif terhadap data sekunder. Deskriptif tersebut meliputi isi

dan struktur hukum positif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan peneliti untuk menentukan isi

atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum

yang menjadi obyek kajian.25

Tempat diperolehnya data sekunder berupa bahan hukum atau literatur yang berhubungan

dengan obyek penelitian adalah di:

a. Perpustakaan Universitas Indonesia di Depok;

b. Pusat Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Depok;

c. Perpustakaan Universitas Al Azhar Indonesia

d. Perpustakaan Mahkamah Agung;

e. Perpustakaan Nasional

f. Badan Legislasi DPR RI di Jakarta;

g. Perpustakaan-perpustakaan pribadi.

25Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Cet. 3, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm 107.

Page 23: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

17

BAB III

PENANAMAN NILAI-NILAI KEJUJURAN DAN PENDIDIKAN

ANTI KORUPSI

A. PentingnyaPenanaman Nilai Anti Korupsi

Masalah pemberantasan korupsi di Indonesia merupakan salah satu program reformasi

yang dicetuskan oleh para mahasiswa sejak tahun 1998, sebagai respon atas rezim pada waktu itu

yang dianggap terdapat berbagai penyimpangan dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan

bernegara. Namun demikian, dalam kenyataannya tindak pidana korupsi hingga saat buku ini

dibuat telah membawa bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional dan pada tatanan

kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Upaya pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi ( TPK ) yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai

hambatan sehingga perlu metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan

badan khusus dengan kewenangan luas, independen, serta bebas dari kekuasaan manapun

Oleh karena TPK merupakan suatu kehatan yang luar biasa (extra ordinary crime), maka

dalam upaya pemberantasan TPK, pelaksanaannya harus dilakukan secara optimal, intensif,

efektif, profesional serta berkesinambungan. Pemikiran inilah yang melandasi lahirnya Undang-

undang No. 30 Tahun 2002 tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).

Selama ini indikator korupsi yang digunakan di tingkat internasional adalah Indeks Persepsi

Korupsi (IPK) yang dikeluarkan tiap tahun oleh Tranparancy Internasional. Skala IPK yang

digunakan adalah 1 hingga 10, dimana semakin besar nilai IPK berarti semakin tidak korup suatu

negara demikian sebaliknya. Untuk tahun 2004, nilai IPK Indonesia adalah sebesar 2,0 dan tahun

2005 sebesar 2,2. Indonesia sendiri menduduki rangking 137 negara terkorup di dunia. Kenaikan

IPK dari 2,0 di tahun 2004 menjadi 2,2 di tahun 2005 menunjukkan bahwa pemberantasan

korupsi di Indonesia belum dapat mendongkrak nilai IPK Indonesia secara maksimal.26

Korupsi adalah salah satu bentuk pelanggaran moral dan oleh sebab itu merupakan tanggung

jawab moral dari pendidikan nasional untuk memberantasnya. Suatu tantangan bagi dunia

pendidikan karena pendidikan mempunyai fungsi menanamkan, mengembangkan, dan

26 Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta, 2011, Hlm. 109

Page 24: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

18

melaksanakan nilai rasional, keberaturan, rajin (diligent), dan sikap produktif yang pada

gilirannya mampu membawa manusia yang memiliki watak mulia, taqwa kepada Tuhan YME,

dan mempunyai nilai-nilai kemanusiaan terhadap sesama. Sebagai proses pembudayaan dan

membudaya, pendidikan diharapkan berperan dalam ikut memberantas korupsi yaitu dengan

menyelenggarakan pendidikan antikorupsi. Jika korupsi merupakan suatu gejala kebudayaan

dalam masyarakat Indonesia maka adalah tanggung jawab moral dari pendidikan nasional untuk

membenahi pendidikan nasionalnya. Hal menarik yang perlu dicermati adalah bahwa di dalam

salah satu laporan badan resmi menunjukkan bahwa Departemen Pendidikan Nasional

menempati peringkat ke-2 terkorup di tingkat pemerintahan setelah Departemen Agama pada

peringkat pertama dan diikuti Departemen Kesehatan peringkat ke-3. Kenyataan ini

menunjukkan masih ada celah bagi pemberantasan korupsi melalui sektor pendidikan apabila

kita bersungguh-sungguh bertekad memberantas korupsi tidak hanya di tingkat lembaga atau

organisasi yang besar tetapi pada tingkat interaktif sesama manusia termasuk di dalam proses

belajar pada generasi muda.27

Korupsi di Indonesia bagaikan suatu “penyakit” yang sukar disembuhkan dan merupakan

suatu fenomena yang kompleks. Untuk memberantas korupsi di Indonesia tidak cukup hanya

dengan melakukan suatu tindakan represif, namun yang lebih mendasar lagi adalah melakukan

tindakan preventif atau pencegahan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan melalui tindakan

preventif ini adalah dengan menumbuhkan kepedulian untuk melawan berbagai tindakan

korupsi, dan sekaligus juga mendidik generasi muda dengan menanamkan nilai-nilai etika dan

moral yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Banyak hal yang dapat dilakukan,

misalnya melalui kampanye publik, maupun melalui penanaman nilai-nilai moral dan etika yang

dapat dimasukkan dalam kurikulum pada berbagai level terutama pada level pendidikan awal

seperti SD, SMP dan SMA. Dengan upaya ini diharapkan mereka dapat tumbuh menjadi

generasi yang “bersih” dan “anti korupsi” sekaligus menjadi contoh bagi generasi sesudahnya

dan sebelumnya. Kesadaran dan kepedulian masyarakat perlu ditumbuhkan melalui berbagai

cara, antara lain dengan mencanangkan ”Gerakan Anti Korupsi”, yang menandai komitmen

berbagai elemen masyarakat dalam memberantas korupsi.

27 H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme Tantangan - Tantangan Global Masa Depan Dalam Tranformasi

Pendidikan Nasional, PT.Grasindo, Jakarta, 2004, hlm.237.

Page 25: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

19

Selama ini upaya menumbuhkan generasi yang bersih dan anti korupsi ini telah dilakukan

melalui kerjasama antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku lembaga pemerintah,

Depdiknas dan sekolah sebagai pelaksanaan pasal 13 UU. No. 30 Tahun 2002 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu bahwa KPK menyelenggarakan program

pendidikan antikorupsi bekerja sama dengan Depdiknas pada setiap jenjang pendidikan melalui

sosialisasi, komunikasi, dan pendidikan. Tujuan pembelajaran pendidikan antikorupsi adalah: 1)

pada saat terjun ke masyarakat siswa telah mendapat bekal yang cukup untuk dapat memahami

etika di setiap level “social leaders” yang dijalaninya, 2) memahami secara komprehensif

pentingnya etika baik di sektor publik maupun di sektor privat, 3) mengenali dan memahami

dampak buruk korupsi terhadap kepercayaan masyarakat dan persaingan di dunia internasional,

dan 4) memiliki keberanian dan kebijaksanaan untuk memberantas korupsi.28

Oleh karena masalah korupsi sangat erat kaitannya dengan moral seseorang, maka

penanaman nilai-nilai anti korupsi terhadap berbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara

kepada masyarakat luas, baik swasta maupun pemerintah sangatlah penting. Penanaman nilai-

nilai anti korupsi bahkan dapat disampaikan kepada siswa-siswa sejak dini yang dimulai dari

siswa-siswa SD, siswa-siswa SMP, siswa-siswa SMA dan juga terhadap mahasiswa yang

kegiatannya akan diuraikan pada sub bab berikutnya.

B. Kegiatan Penanaman Nilai-Nilai Anti Korupsi

Kegiatan pengabdian tentang penanaman nilai-nilai kejujuran melalui pendidikan anti

korupsi di Lingkungan YPI Al Azhar dengan kegiatan kegiatan ceramah. Ceramah dilaksanakan

di Siswa-siswa SD, SMP, SMA dan juga mahasiswa, khususnya mahasiswa Fakultas Hukum,

sebagai bentuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Pada kesempatan pengabdian ini,

masing-masing siswa mendapat materi untuk memahami tindak pidana korupsi. Narasumber

tidak memberikan materi secara detail dan terinci, melainkan mengemasnya dalam contoh-

contoh tindak pidana korupsi yang secara sengaja maupun tidak sengaja dilakukan oleh siswa

sekolah pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Sebagai contoh perilaku korupsi antara

lain ketika seorang siswa dan juga mahasiswa menjawab soal ujian dan mengerjakan tugas harus

28 Sjahrudin, …….., 2006

Page 26: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

20

dilakukan dengan jujur dan tidak boleh melakukan kecurangan merupakan salah satu bentuk

perilaku yang digolongkan sebagai perilaku anti korupsi.

Sesuai dengan pasal 13 UU No. 30 Tahun 2002, maka KPK memiliki kewenangan untuk

menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan. Upaya

penyelenggaraan program pendidikan antikorupsi ditindaklanjuti dengan dilakukannya

kerjasama antara Universitas Al Azhar dengan Indonesia Corruption Watch yaitu dengan telah

ditandatangani MoU sebagai bentuk upaya pendidikan antikorupsi dan kampanye antikorupsi

melaluii kegiatan sosialisasi, antara lain kegiatan pengabdian penanaman nilai-nilai kejujuran

melalui pendidikan anti korupsi.

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat tentang penanaman nilai-nilai kejujuran melalui

pendidikan anti korupsi dimaksudkan untuk melengkapi materi pendidikan antikorupsi yang

telah disisipkan pada setiap mata pelajaran di setiap tingkat pendidikan. Materi budi pekerti

dinilai penting karena pelajaran budi pekerti tidak secara khusus membahas antikorupsi, tetapi

juga mengajarkan keberanian, tanggung jawab, keteguhan, kerja sama, kejujuran, dan hormat-

menghormati. Berdasarkan penelitian di lapangan dengan melakukan wawancara kepada para

responden baik di lingkungan Al Azhar maupun diluar lingkungan Al Azhar, ditemukan hal-hal

sebagai berikut: Pertama, secara umum siswa-siswa ini mempunyai kesadaran (awareness) yang

tinggi atas kasus korupsi yang mereka peroleh dari beberapa media baik media cetak maupun

elektronik. Kedua, pengetahuan (knowledge) tentang korupsi. Pengetahuan mereka hanya

terbatas pada kasus ataupun tempat (locus) terjadinya korupsi namun mereka tidak memiliki

pemahaman yang tepat mengenai definisi dan aturan hukum tentang korupsi. Ketiga, sikap

(attitude). Umumnya responden menunjukkan sikap tidak setuju terhadap tindak korupsi yang

banyak terjadi. Hal ini didukung oleh opini yang muncul yang cenderung bernada negatif,

meskipun sebagian besar opininya masih sangat normatif (sangat terlihat pd kelompok

SMP/SMA). Keempat, tingkah laku (behavior). Awareness, respon terhadap fenomena korupsi

yang terjadi sangat tinggi. Knowledge, responden yang cukup baik menyangkut tempat kejadian

korupsi dan kasus korupsi yang terjadi. Akan tetapi pemahaman menjadi rendah pada bagian

definisi dan aturan hukum mengenai korupsi. Attitude, umumnya responden menunjukkan sikap

tidak setuju thd tindak korupsi yang banyak terjadi. Hal ini didukung oleh opini yang muncul

yang cenderung bernada negatif, meskipun sebagian besar opininya masih sangat normatif

Page 27: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

21

(sangat terlihat pd kelompok SMP/SMA). Behavior, responden cenderung memilih bersikap

tidak melakukan apa-apa. Untuk mengatasi kondisi tersebut, maka perlu dikembangkan nilai-

nilai luhur dalam setiap karakter individual yang berperan penting untuk membentuk karakter

sosial suatu bangsa, antara lain: kejujuran, kepercayaan diri, kompetitif, kebersamaan dan saling

berbagi dan menghargai. Materi inilah yang akan termuat dalam pendidikan antikorupsi yang

pada dasarnya berisi penanaman nilai-nilai etika dan moral yang diperlukan dalam kehidupan

bermasyarakat, yang pada gilirannya mampu mewujudkan generasi yang “bersih” dan “anti

korupsi”.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, faktor yang menghambat pelaksanaan pendidikan

antikorupsi di sekolah dan juga di kampus adalah sebagai berikut:

Pertama, Faktor paradigma pendidikan antikorupsi. Hingga saat ini paradigma pendidikan

antikorupsi masih dikembangkan paradigma pendidikan lama yang lebih menitikberatkan pada

aspek kognitif yang bersifat formalitas dengan mengabaikan sikap, moralitas, kecerdasan

emosional dan spiritual, bukan paradigma pendidikan kritis, yakni pendidikan yang dikaitkan

dengan kesadaran yakni perilaku individu dalam memandang dan mengkonseptualisasikan

dunianya sebagaimana wawasan yang mereka miliki. Pendidikan kritis ini meliputi: 1) belajar

tentang kontradiksi sosial, politik, ekonomi, budaya, pengambilan keputusan, dan tindakan untuk

mengatasi unsur-unsur yang bersifat menindas, 2) memunculkan problematik yang mengancam

kehidupan kelompok tertindas yang difantasikan dalam bentuk penindasan untuk dikaji secara

kritis, dan 3) melahirkan aksi bersama untuk mengatasi masalah. Melalui pendidikan antikorupsi

diharapkan dapat terjadi perubahan kondisi struktural lingkungan dan perubahan masyarakat

sesuai dengan nilai dan norma yang harus mereka miliki.

Kedua, Faktor diri pribadi siswa. Kurangnya pemahaman bahwa kebiasaan yang

dianggap wajar dan lumrah oleh siswa-siswa sekolah menengah di kota Semarang, antara lain

sikap suka menerabas (cutting-corner attitude), tidak disiplin dan menyontek merupakan bagian

dari korupsi. Adalah menjadi tugas dari lembaga pendidikan untuk merubahnya. Pada tataran ini

diperlukan adanya pemahaman etika di level sosial leaders yang dijalaninya, pemahaman secara

komprehensif etika di sektor publik dan privat, mengenali dan memahami dampak buruk korupsi

terhadap kepercayaan masyarakat dan persaingan di dunia internasional, serta memiliki

keberanian dan kebijaksanaan untuk memberantas korupsi yang pada akhirnya mampu

Page 28: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

22

membangun budaya antikorupsi. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) di sekolah-sekolah baik kepada guru-guru maupun kepada para

siswa menyebabkan pendidikan antikorupsi belum banyak dipahami oleh guru dan siswa sekolah

menengah. Keterbatasan modul pendidikan antikorupsi baik dari segi kualitas dan kuantitas yang

dapat digunakan untuk pembelajaran pendidikan antikorupsi. Modul ini harus disesuaikan

dengan situasi dan kondisi pada masing-masing jenjang pendidikan meliputi jenjang pendidikan

pra sekolah (TK), SD, SMP, dan SMA.

Penanaman nilai-nilai anti korupsi dan contoh-contoh penanaman nilai-nilai anti korupsi

dalam berbagai mata pelajaran di TK, SD, SMP, SMA dan juga dalam mata kuliah di Universitas

juga penting sebagai bentuk penanaman nilai-nilai anti korupsi. Bagi siswa TK antara lain dapat

diberikan dalam bentuk berbagai permainan khususnya bagaimana menanamkan nilai-nilai

kejujuran bagi anak-anak siswa TK. Selanjutnya bagi siswa-siswa SD, SMP dan SMA dapat

disampaikan dalam beberapa mata pelajaran seperti pendidikan agama, mata pelajaran PPKn,

dengan menyelipkan materi tentang nilai-nilai anti korupsi. Sedangkan bagi mahasiswa dapat

disampaikan dalam bentuk Mata Kuliah Universitas yang menjadi kekahasan dari universitas

atau bahkan dapat saja menjadi kurikulum wajib nasional. Khusus mengenai dimasukkannya

mata kuliah anti korupsi sebagai mata kuliah wajib kurikulum nasional diperlukan political will

dari pemerintah melalui Kementerian terkait baik Kementrian Pendidikan dan juga melalui

Kemenristekdikti.

Page 29: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

23

BAB IV

NILAI-NILAI ANTI KORUPSI DALAM PENDIDIKAN

A. Dimensi Korupsi

Korupsi sebagai suatu fenomena sosial bersifat delicate dan kompleks, sehingga sulit

mendefenisikannya secara tepat tentang ruang lingkup konsep korupsi. Pengamatan dalam

kehidupan sehari-hari fenomena korupsi dapat terjadi secara tidak kentara (subtle) antara

hubungan dua individu sampai dengan hubungan yang kompleks seperti dalam suatu korporasi.

Pada tingkat hubungan antara individu korupsi terjadi ketika salah satu individu melakukan

cheating terhadap individu lainnya. Sejalan dengan hal tersebut diatas, Transparancy

Internasional menyebutkan bahwa korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi

maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau

memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang

dipercayakan kepada mereka. Semua bentuk pemerintah, rentan terhadap korupsi dalam

prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan

pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi

berat.

Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi.

Defenisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi

menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memamfaatkan

kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestic maupun

asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannya yang

resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikatagorikan melakukan tindak korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi mendefenisikan semua peyalahgunaan penggunaan

kewenangan yang menyebabkan kerugian negara dan oleh karena itu dianggap sebagai tindak

pidana. Berdasarkan pada defenisi ini penyalahgunaan kewenangan tersebut berbentuk: Suap

menyuap; Penggelapan dalam jabatan; Perbuatan pemerasan; Perbuatan curang; Benturan

kepentingan dalam pengadaan. Korupsi tidak hanya mempuyai dimensi formal sebagaimana

yang diartikan/dideskripsikan oleh KPK, namun juga memiliki dimensi sosial seperti : ekonomi,

Page 30: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

24

sosiologi, dan politik, serta pedagogis. Berikut disajikan empat dimensi korupsi yang bukan

merupakan dimensi formal, dan saling melengkapi antara satu dengan lainnya.

Pertama, Dimensi Ekonomi.

Korupsi sangat menghambat dan mempersulit pembangunan ekonomi serta mengurangi

kualitas pelayanan pemerintah antara lain dengan membuat kekacauan (distorsi) dan ketidak

efesianan yang tinggi. Sebagai contoh dalam sektor publik, korupsi menimbulkan distorsi dengan

mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat dimana suap dan upah tersedia lebih

banyak. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan

hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintah dan

infrastruktur, serta menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

Korupsi pada bidang ekonomi juga menyebabkan persaingan yang tidak kompetitif antar

pelaku ekonomi (pengusaha) karena semua proses harus melalui uang pelicin. Hal ini

mengakibatkan munculnya kekacauan “sektor perniagaan”. Perusahaan yang memiliki koneksi

dilindungi dan terus menerus mendapat keistimewaan dalam mendapatkan proyek-proyek dari

pemerintah. Akibat dari korupsi ini muncul banyak pengemis, penganguran, pemerasan, hingga

pembunuhan yang sumber utamanya adalah uang untuk memenuhi kebutuhan dan

mempertahankan hidup. Inilah yang menyebabkan korupsi di kualifikasikan sebagai pelanggaran

Hak Ekonomi.29

Kedua, Dimensi Sosiologi

Pada prinsipnya sosiologi merupakan cabang Ilmu Sosial yang mempelajari masyarakat

dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, meliputi sifat, perilaku, dan perkembangan

masyarakat dalam arti pembangunan. Allan Jhonson, mengemukakan bahwa sosiologi adalah

ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem

sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang

terlibat didalamnya mempengaruhi sistem tersebut.30

Penyimpangan sosial dapat dilakukan secara individu (individual deviation), yaitu tindak

kejahatan atau kerusuhan dengan tidak peduli terhadap peraturan atau norma yang berlaku secara

29 Jaleswari Pramodhawardani, Korupsi = Pelanggaran HAM, https://antikorupsi.org/id/news/korupsi-pelanggaran-ham, diakses pada 14 April 2019 pkl. 13.49

30 Allan G. Jhonson, The Blackwell Dictionary of Sociology : a User's Guide to Sociological Language. Malden, Mass. :Blackwell Publishers, 2000, Hlm.

Page 31: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

25

umum dalam lingkungan masyarakat sehingga menimbulkan kerugian, keresahan,

ketidakamanan, ketidaknyamanan atau bahkan menyakiti. Sedangkan penyimpangan yang

berbentuk kelompok atau kolektif (group deviation) merupakan suatu perilaku menyimpang

yang dilakukan oleh kelompok orang secara bersama-sama dengan melanggar norma-norma

yang berlaku dalam masyarakat. Akibat yang ditimbulkannya sama dengan halnya

penyimpangan yang dilakukan secara individu.

Berkaitan dengan korupsi yang merupakan salah satu bentuk penyimpangan sosial, maka

dalam hal ini perlu dilakukan pengendalian sosial melalui sistem mendidik dan mengarahkan

melalui mekanisme tertentu. Mendidik dimaksudkan agar dalam diri seseorang terdapat

perubahan sikap dan tingkah laku untuk bertindak sesuai dengan norma-norma yang berlaku

yaitu bersikap ANTI KORUPSI, yaitu bertujuan mengarahkan agar perbuatan seseorang

didasarkan pada norma-norma yang berlaku dan tidak menurut kemauan individu-individu atau

kelompok yang melakukan korupsi.

Ketiga, Dimensi politik

Salah satu prosedur kelembagaan untuk mencapai keputusan politik adalah demokrasi.

Untuk memperoleh suatu keputusan yang demokratis, suatu lembaga harus mengikutsertakan

individu untuk memberikan aspirasi. Berdasarkan aspirasi tersebut, setiap individu berhak

bersaing dengan sehat dan rasional untuk mendapatkan suara rakyat, misalnya hak setiap

individu untuk berkampanye dalam rangka pemilihan umum yang bertujuan untuk mendapatkan

simpati dan pengikut yang mendukungnya.

Korupsi dipemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akutanbilitas dan

perwakilan dalam pembentukan kebijaksanaan. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah

sering menguntungkan pemberi suap bukan kepada rakyat luas, misalnya ketika politikus

membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-

perusahaan kecil. Politikus yang “pro-bisnis” ini hanya menolong perusahaan besar yang

memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka. Secara umum, korupsi

mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan

sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikkan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat

Page 32: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

26

bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintah dan nilai demokrasi seperti kepercayaan

dan tolenrasi.

Keempat, Dimensi Pedagogis

Ditinjau dari konteks pendidikan, tindakan untuk mencegah, mengurangi dan bahkan

memberantas korupsi adalah keseluruhan upaya untuk mendorong generasi mendatang

mengembangkan sikap tidak bersedia menerima dan memaafkan suatu perbuatan korupsi dan

bahkan menolak secara tegas setiap bentuk tindak korupsi. Perubahan persepsi dari sikap

membiarkan dan menerima ke sikap menolak terhadap korupsi tidak akan pernah terwujud

apabila tidak dilakukan pembinaan secara sadar terhadap kemampuan generasi mendatang untuk

memperbarui system nilai yang diwarisi sesuai dengan tuntutan yang muncul dalam setiap tahap

perjalanan bangsa.

Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

dinyatakan secara eksplisit bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Dengan demikian pembinaan ANTI KORUPSI pada jalur pendidikan diseluruh satuan

pendidikan (sekolah) merupakan wahana untuk melindungi dan mewujudkan fungsi dan tujuan

pendidikan nasional tersebut. Mengenai perspektif anti korupsi dari segi pendidikan ini akan

dijelaskan lebih lanjut pada bab selanjutnya.

B. Pendidikan Budaya Anti Korupsi Dalam Aspek Kewarganegaraan

Setiap Negara di dunia senantiasa memiliki cara-cara yang tepat menurut Negara atau

bangsa yang bersangkutan untuk mendidik warganegaranya. Warganegara ialah penduduk

sebuah negara atau bangsa yang berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dsb mempuyai

kewajiban dan hak pemilu sebagai warga negara itu. Sedangkan Chandler, Enslen dan Renstrom,

menjelaskan bahwa warganegara atau Citizenship adalah status seseorang yang kepadanya

diberikan seluruh jaminan hak-hak istimewa (privileges) dan dilindungi oleh undang-undang.

Page 33: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

27

Siapa warganegara, ditentukan oleh aturan perundang-undangan baik karena kelahiran maupun

melalui naturalisasi. Pendidikan bagi warganegara merupakan sebuah keniscayaan bagi setiap

warganegara atau Civic Education/Citizenship Education. Istilah Pendidikan Kewarganegaraan

yang dikenal dengan nama Civic Education atau Citizenship Education sebagai perluasan dari

Civics (Ilmu Kewarganegaraan). Sebenarnya pada saat pertama kali istilah warganegara

dikenalkan di Greek (Yunani) dikenal dengan nama Civicius yang berarti warga dari sebuah

negara kota (City State) yang pada masa itu hanya berlaku di seputar kota.31

Perkembangan Pancasila dan Kewarganegaraan (PKn) Indonesia sejak kemerdekaan telah

melalui satu perjalanan sejarah yang panjang. Pada dasarnya mata pelajaran tersebut diharapkan

dapat menumbuhkan rasa kebangsaan/nasionalisme yang kuat. Namun perjalanan sejarah bangsa

Indonesia telah diwarnai dengan berbagai perubahan dan gejolak politik yang pada dasarnya

menuntut satu bentuk pendidikan bagi warganegara atau PKn agar setiap individu dan pribadi

dalam masyarakat Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari bangsa yang majemuk atau

masyarakat yang pluralistik yang hanya mungkin terbentuk karena adanya rasa persatuan sebagai

bangsa yang berdaulat yang dinamakan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

1. Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan

Adanya perubahan paradigm pendidikan kewarganegaraan telah membawa dan

mengantarkan bangsa Indonesia mengalami pergeseran dengan lebih cenderung berpihak kepada

masyarakat/rakyatnya. Hal ini sesuai dengan tujuan Negara yang salah satunya untuk melindungi

masyarakatnya.

Uraian di atas telah membawa dan mengantarkan Bangsa Indonesia kepada situasi yang

mendorong bangsa ini untuk tidak mengulangi langkah-langkah politik yang keliru yang

cenderung lebih menekankan kepada kekuasaan dengan menomorduakan rakyat dan masyarakat

dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengakuan terhadap hak-hak individu yang

rasa tanggung jawab harus terus ditumbuhkan, penghargaan dan penghormatan terhadap hak-hak

dasar manusia serta lebih menekan lagi pada kemajuan dan kesejahtraan rakyat harus sudah

mulai menjadi dasar-dasar kebijakan nasional dengan senantiasa membuka diri terhadap

perubahan global dan dengan respon yang dilakukan secara cerdas. Semua ini hanya mungkin

31 Hamid Darmadi, Pengantar pendidikan kewarganegaraan, Alfabeta, Bandung 2010, Hlm. 7

Page 34: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

28

dapat dicapai jika dilakukan perubahan terhadap PKn. Paradigma baru tersebut menuntut

dilakukannya redefinisi dan revitalisasi implementasi konsep PKn sehingga benar-benar menjadi

sebuah wadah yang dapat membangun dan mengembangkan berbagai kemampuan warganegara

agar lebih sensitiv, proaktif, inovatif, dan kratif, dan cerdas sehingga dapat berpartisipasi secara

aktif dan efektif dalam kehidupannya sebagai warganegara dan warga masyarakat.

Redefinisi dan revitalisasi pengertian serta tujuan PKn akan mendorong lahirnya

paradigma baru PKn tersebut. Paradigma baru tersebut harus disusun di atas pilar-pilar

demokrasi yang akan mendukung nuansa demokrasi yang saat ini telah berkembang di

masyarakat. Atas dasar itu wahab beberapa konsep dimaksud akan mendasari Paradigma Baru

PKn Indonesia adalah Konstitusionalisme, Percaya kepada tuhan yang maha esa, Warganegara

yang cerdas, Kedaulatan perorangan (People Souvereignity), Pers yang bebas, Kekuasaan

Undang-Undang (The Rule of Law), Hak-hak dasar manusia, Pembagian kekuasaan (Division of

Power), Sistem pengadilan yang bebas, Desentralisasi (Decentralization/Local Autonomy),

Kesejahteraan Sosial dan Keadilan Sosial (Social Welfare and Social Justice), Patriotisme dan

Nasionalisme (Patriotism and Nationalism).32

Paradigma baru PKn tersebut menuntut adanya perubahan dalam seluruh aspek

pembelajaran PKn dimulai dari tujuan sampai pada pengembangan bahan ajar, metode mengajar

dan penilaiannya. Warganegara juga dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan

serta nilai-nilai sosial dan budaya yang berubah itu menyebabkan selain memiliki kemampuan

dan keterampilan juga dibutuhkan pemaknaan yang lebih luas dari arti warganegara yang baik.

Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut juga dituntut pengetahuan dan keterampilan yang

lebih dari “sekedar” warganegara yang tahu tentang hak-hak dan kewajibannya tetapi juga

mampu melakukan yang lebih luas daripada itu sebagai akibat dari perubahan-perubahan yang

cepat dalam era reformasi dan globalisasi tersebut.

Menurut Udin kewarganegaraan dalam demokrasi konstitusional berarti bahwa setiap

warganegara : (a) merupakan anggota penuh dan sederajat dari sebuah masyarakat yang

berpemerintahan sendiri dan (b) diberi hak-hak dasar dan dibebani tanggung jawab.

Warganegara hendaknya mengerti bahwa dengan keterlibatnnya dalam kehidupan politik dan

32 Tim Pegembang Ilmu Pendidikan, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu,

PT. Imperial Bhakti Utama, Bandung 2007, Hal. 155

Page 35: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

29

dalam masyarakat demokratis, mereka dapat membantu meningkatkan kualitas hidup di

lingkungan tetangga, masyarakat, dan bangsanya.33

Dalam masa transisi atau proses perjalanan bangsa menuju masyarakat madani (civil

society), pendidikan kewarganegaraan (PKn) sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah perlu

menyesuaikan diri sejalan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang sedang berubah.

Proses pembangunan karakter bangsa yang sejak proklamasi kemerdekaan RI telah mendapat

prioritas, perlu direvitalisasi agar sesuai dengan arah dan pesan kontitusi negara RI. Pada

hakekatnya proses pembentukan karakter bangsa diharapkan mengarah pada penciptaan suatu

masyarakat Indonesia yang menempatkan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

sebagai titik sentral. Dalam proses itulah, pembangunan karakter bangsa kembali dirasakan

sebagai kebutuhan yang sangat mendesak dan tentunya memerlukan pola pemikiran atau

paradigma baru.

Secara kebijakan PKn adalah nama salah satu mata pelajaran sebagai muatan wajib dalam

kurikulum pendidikan dasar dan menengah (Pasal 37 ayat 1 UU SPN). Selanjutnya dalam

lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi

ditegaskan bahwa PKn termasuk cakupan kelompok mata pelajaran Kewarganegaraan dan

Kepribadian, dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status,

hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta

peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan

kebangsaan, jiwa dan patriotism bela negara, penghargaan terhadap hal-hak asasi manusia,

kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung

jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti

korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Oleh kerena itu kehidupan yang demokratis dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan

keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintahan dan organisasi-organisasi non-pemerintah perlu

dikenal, dipahami, diinternalisasi, dan diterapkan demi terwujudnya pelaksanaan prinsip-prinsip

demokrasi, selain itu perlu pula ditanamkan kesadaran wawasan kebangsaan, jiwa patriotism dan

bela negara, penghargaan terhadap hak azasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian

33 Udin S. Winataputra. dkk., Materi dan Pembelajaran PKn SD. Universitas Terbuka, Jakarta, 2009, hlm.

110

Page 36: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

30

lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum,

ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PKn merupakan hasil dari keseluruhan

program sekolah meliputi pembelajaran, model/metode pembelajaran, aktifitas peserta didik,

pengalaman peserta didik, dan fungsi peserta didik sebagai warganegara dengan segala hak dan

tanggungjawabnya dalam suasana demokratis. Dengan demikian PKn bukan hanya mempelajari

materi kewarganegaraan, melainkan harus melakukan sesuatu sesuai dengan hak dan

kewajibannya, dan secara lebih luas meliputi pengaruh belajar di luar kelas/sekolah/masyarakat,

dan pendidikan di rumah. Selanjutnya dengan mempelajari PKn diharapkan setiap peserta didik

dapat menjadi warga Negara yang baik, memahami hak dan kewajibannya yang diwujudkan

melalui partisipasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam suasana

yang demokratis dengan tetap berlandaskan pada pancasila dan UUD 1945.

National Council for the Social Studies atau NCSS merumuskan bahwa PKn merupakan

gabungan dari seluruh hal positif yang menunjukkan peran serta warga Negara terhadap

negaranya. PKn bukan hanya dipelajari peserta didik di dalam kelas, namun dapat dipelajari di

lingkungan masyarakat dari kelompok masyarakat terkecil yaitu keluarga sampai dengan

kelompok masyarakat secara luas yaitu bangsa dan negara.34 Dengan demikian setelah

mempelajari PKn diharapkan peserta didik dapat berpartisipasi secara efektif dalam kehidupan

sehari-hari sebagai warga negara yang baik (good citizenship). Dengan demikian, PKn

merupakan program pendidikan yang digunakan untuk membantu generasi muda (peserta didik)

memperoleh pemahaman tentang hal-hal yang berkaitan dengan negara seperti pemerintahan,

konstitusi, lembaga-lembaga, hak azasi manusia, demokrasi, hukum dan peradilan serta dapat

berpartisipasi aktif secara kritis analitis, bersikap dan bertindak secara demokratis.35

Berdasarkan paparan di atas, dapat dikemukakan bahwa makna PKn adalah

pengorganisasian dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora dengan penekanan pada

pengetahuan dan kemampuan dasar tentang hubungan antar warganegara dengan negara yang

dilandasi keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, nilai luhur dan moral

34 National Council for the Social Studies atau NCSS, 1970, Curriculum Standards for Social Studies.

United States of America, hlm. 10.35 Pembinaan Pendidikan Lalu Lintas Melalui Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) (PLL - PKn) SD/MI

Dan SMP/MTs, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kegiatan Pembinaan Pendidikan Kewarganegaraan Jakarta, 2012, Hlm. 8

Page 37: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

31

budaya bangsa, memiliki rasa kebangsaan (nasionalisme) yang kuat dengan memperhatikan

keragaman agama, sosiokultural, bahasa dan suku bangsa, dan memiliki jiwa demokratis yang

diharapkan dapat diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.

Selanjutnya, secara filosofis PKn adalah mengkaji bagaimana warganegara bertindak,

dalam arti melakukan sesuatu berdasarkan apa yang diketahui dan dipahami melalui materi PKn,

dan akhirnya dapat membuat keputusan-keputusan secara demokratis, cerdas dan

bertangungjawab dalam menghadapi berbagai masalah baik pribadi, masyarakat, bangsa, dan

negara.

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang

memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-

hak dan kewajiban untuk menjadi warga Negara yang memahami dan mampu melaksanakan

hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga Negara yang cerdas, terampil dan berkarakter

sebagaimana yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan hal tersebut dapat di simpulkan tujuan PKn dapat diasumsikan bahwa pada

hakekatnya dalam setiap tujuan membekali kemampuan kepada peserta didik dalam hal

tanggung jawabnya sebagai warganegara. Yaitu warganegara yang beriman dan bertaqwa

terhadap Tuhan yang Maha Esa; berpikir kritis, rasional, dan kreatif ; berpartisipasi dalam

kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ; berkembang secara demokratis ; dan

membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup

bersama dengan bangsa-bangsa lainnya serta interaksi dengan bangsa-bangsa lain dalam

percaturan dunia dengan memamfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Secara singkat

tujuan PKn adalah membina paserta didik agar menjadi warganegara yang baik (good citizens).

Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang dituangkan dalam UU SPN Pasal 3 yang

telah dipaparkan di atas. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa pada dasarnya tujuan

PKn mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional, yakni berusaha mengembangkan

potensi peserta didik secara optimal berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan

UUD 1945.

Page 38: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

32

Praktik belajar kewarganegaraan dan kepribadian merupakan suatu inovasi pembelajaran

yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori kewarganegaraan yang dilandasi

karakter bangsa Indonesia melalui pengalaman belajar praktik-empirik. Dengan adanya praktek,

perserta didik diberikan latihan untuk belajar secara kontekstual. Praktik belajar ini dapat

menjadi program pendidikan yang mendorong kompetensi dan tanggungjawab partisipasi peserta

didik, belajar bagaimana menilai dan mempengaruhi kebijaksanaan umum, memberanikan diri

untuk berperan serta dalam kegiatan antar-peserta didik, antar sekolah, dan antar anggota

masyarakat. Pada hakekatnya merupakan suatu aktivitas yang dapat dilakukan oleh perorangan,

kelompok, kelas, atau sekolah dan bermamfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, dan negara.

Dengan adanya Praktik Belajar Kewarganegaraan ini diharapkan dapat meminimalisasi

kesenjangan antara teori dan praktik kewarganegaraan. Dengan demikian praktik ini mempuyai

kegunaan praktis bagi peserta didik dalam mendalami konsep dan praktik kewarganegaraan dan

kepribadian. Dengan kata lain peserta didik harus dapat menguasai ilmu tentang

kewarganegaraan (sains) dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan

nilai-nilai yang ada di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan negara. Dengan demikian

Pendidikan Kewarganegaraan berkaitan erat dengan pembentukan karakter bangsa yang meliputi

civic knowledge, civic virtue, and civic skill (pengetahuan, karakter kewarganegaraan, dan

keterampilan). Ketiga hal tersebut merupakan karakteristik Mata Pelajaran PKn, sekaligus

merupakan bekal bagi peserta didik untuk meningkatkan kecerdasan multidimensional yang

memadai untuk menjadi warga negara yang baik.36

Civic Knowledge berkaitan dengan pengetahuan tentang kewarganegaraan. Yakni setiap

warga Negara harus memahami terhadap hak-haknya dan kewajiban yang harus dipenuhi

sebagai warga Negara. Civic virtue berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan yang diterapkan

melalui sikap warga negara yang harus dimiliki dan ditunjukkan sesuai dengan sistem nilai

bangsa Indonesia. Sistem nilai dimaksudkan adalah keseluruhan norma-norma yang berlaku

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sedangkan civic skill berkaitan

dengan praktik kewarganegaraan yang harus dilakukan berdasarkan sistem nilai dalam bentuk

perilaku-perilaku sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran PKn harus dinamis dan mampu

36 Marni Anastasia Tamba, Pendidikan Anti Korupsi Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, Prosiding

Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hlm. 517

Page 39: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

33

menarik perhatian peserta didik. Sekolah hendaknya memberikan bantuan kepada peserta didik

untuk mengembangkan pemahaman baik materi maupun keterampilan intelektual (thinking

skill), keterampilan sosial (sosial skill) dan partisipatori dalam kegiatan sekolah yang berupa

intra dan ekstrakurikuler.37

Melalui pembelajaran bermakna, peserta didik diharapkan dapat mengembangkan dan

menerapkan keterampilan intelektual, keterampilan tentang arti pemerintahan dari rakyat, oleh

rakyat, dan untuk rakyat. Disamping itu peserta didik akan memperoleh keuntungan dan

kesempatan dari pembelajaran yang bermakna untuk berpartisipasi dalam pengambilan

keputusan (politics) dan peyelenggaraan organisasi yang baik (good governance) pada tingkat

kelas dan sekolah mereka sendiri, berpartisipasi dalam simulasi kegiatan ke parlemen (misalnya:

prosedur dengan pendapat dan judicial di lembaga legislative), mengamati cara kerja di non-

pemerintahan, belajar bagaimana anggota pemerintahan dan organisasi non-pemerintahan

berusaha mempengaruhi kebijaksanaan umum dan/atau Negara, dan bertemu dengan pejabat-

pejabat publik/pemerintahan.

Karakteristik mata pelajaran PKn adalah pengetahuan, keterampilan, dan karakter

kewarganegaraan. Ketiga hal tersebut merupakan bekal bagi peserta didik untuk meningkatkan

kecerdasan multidimensional yang memadai untuk menjadi warga negara yang baik. Karakter

kewarganegaraan, adalah karekater warga Negara yang memahami akan hak dan kewajibannya.

Pendidikan Anti Korupsi juga membina karakter bangsa melaui pendidikan nilai-nilai kebaikan.

Dengan demikian pendidikan anti korupsi dengan PKn memiliki karakteristik yang sama.

Keterkaitan antara Mata Pelajaran PKn dengan Pendidikan Anti Korupsi berdasarkan

standar kompetensi lulusan satuan pendidikan, adalah38:

a. Memahami dan menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma kebiasaan, adat istiadat,

dan peraturan, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

b. Menampilkan perilaku yang baik sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945

37 Budimansyah, D dan Winataputra. (2007). Civic Education ‘Konteks,Landasan, Bahan Ajar, Dan Kultur

Kelas’ Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pasca Sarjana UPI, Hlm. 21938 Marni Anastasia Tamba, op.cit.

Page 40: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

34

c. Menunjukkan sifat positif terhadap pelaksanaan kehidupan demokrasi dan kedaulatan

rakyat

d. Menunjukkan sikap kritis dan apersiatif terhadap dampak globalisasi

e. Memahami prestasi diri untuk berprestasi sesuai dengan keindividuannya (Permendiknas

No.22 Tahun 2006)

2. Implementasi Pendidikan Anti Korupsi pada PKn di Sekolah

Korupsi dilihat dalam konteks pendidikan adalah tindakan untuk mengendalikan atau

mengurangi korupsi, merupakan keseluruhan upaya untuk mendorong generasi-generasi

mendatang mengembangkan sikap menolak secara tegas setiap bentuk tindak korupsi. Korupsi

seakan-akan sudah membudaya di negeri ini, karena sejak sebelum penjajahan belanda (masa

kerajaan di nusantara) korupsi sudah ada. Pasca reformasi, korupsi semakin menggejala dan

semakin tersistem karena banyak melibatkan orang, instansi maupun organisasi sosial serta

LSM. Terbukti di media massa menunjukkan banyak pejabat negara, pimpinan lembaga, LSM

terlibat kasus korupsi dan banyak pula yang sudah di vonis dan dipenjarakan. Namun tindakan

tegas yang dilakukan pemerintah sepertinya tidak memberikan efek jera terhadap pelaku-pelaku

korupsi. Ini menunjukkan bahwa dorongan untuk melakukan korupsi terkait erat dengan sikap

mental seseorang terhadap sistem nilai yang diwarisi. Oleh karena itu Pendidikan Anti Korupsi

(PAK) sangat penting dilakukan melalui jalur pendidikan, dengan harapan agar generasi muda

secara sadar mampu membangun sistem nilai yang baru yaitu anti korupsi.39

Pendidikan anti korupsi melalui jalur pendidikan lebih efektif, karena pendidikan

merupakan proses perubahan sikap mental yang terjadi pada diri seseorang, dan melalui jalur ini

lebih tersistem serta mudah terukur, yaitu perubahan perilaku anti korupsi. Perubahan dari sikap

membiarkan dan memamfaatkan para koruptor ke sikap menolak secara tegas tindakan korupsi,

tidak pernah terjadi jika kita tidak secara sadar membina kemampuan generasi mendatang untuk

memperbaharui sisitem nilai yang diwarisi (korupsi) sesuai dengan tuntutan yang muncul dalam

setiap tahap perjalanan bangsa.

Berdasarkan uraian tersebut, Pendidikan Anti Korupsi memfokuskan pada penanaman

nilai-nilai pada generasi muda, sehingga akan muncul sistem nilai baru yang terinternalisasi pada

39 Ibid.

Page 41: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

35

diri generasi muda sebagai pedoman hidup (tidak melakukan korupsi) dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai anti korupsi yang perlu ditanamkan kepada

generasi muda melalui jalur pendidikan yang direkomendasikan oleh Komisi Pemberantasan

Korupsi yaitu tanggung jawab, disiplin, jujur, sederhana, kerja keras, mandiri, adil, berani, dan

peduli.

Selanjutnya, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional pada pasal 3 dinyatakan secara eksplisit bahwa; “Pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang

demokratis serta bertanggung jawab”. Dengan demikian, pembinaan anti korupsi pada jalur

pendidikan (sekolah) merupakan wahana untuk mendukung dan mewujudkan fungsi dan tujuan

pendidikan nasional tersebut.

Untuk mewujudkan Pendidikan Anti Korupsi, pendidikan di sekolah harus dioreantasikan

pada tataran moral action agar peserta didik tidak hanya berhenti pada kompetensi (competence)

saja, tetapi sampai memiliki kemauan (will), dan kebiasaan (habit) dalam mewujudkan nilai-nilai

kehidupan sehari-hari. Likcona, menyatakan bahwa untuk mendidik moral anak sampai pada

tataran moral action diperlukan tiga proses pembinaan yang berkelanjutan mulai dari proses

moral knowing, moral felling, hingga sampai pada moral action. Ketiganya harus dikembangkan

secara terpadu dan seimbang. Dengan demikian diharapkan potensi peserta didik dapat

berkembang secara optimal, baik pada aspek kecerdasan intelektual, yaitu memiliki kecerdasan,

kemampuan membedakan yang baik dan buruk, benar dan salah, serta menentukan mana yang

bermamfaat. Kecerdasan emosional, berupa kemampuan mengendalikan emosi, menghargai dan

mengerti perasaan orang lain, dan mampu bekerja dengan orang lain. Kecerdasaan sosial, yaitu

memiliki kemampuan berkomunikasi, senang menolong, berteman, senang bekerjasama, senang

berbuat untuk menyenangkan orang lain. Kecerdasan spiritual, yaitu memiliki kemampuan iman

yang anggun, merasa selalu diawasi Allah, gemar berbuat baik karena lillahi ta’alah, disiplin

beribadah, sabar, ikhtiar, jujur, pandai bersyukur dan berterima kasih. Sedangkan kecerdasan

kinestetik, adalah menciptakan keperdulian terhadap dirinya dengan menjaga kesehatan jasmani,

Page 42: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

36

tumbuh dari rizki yang halal, dan sebagainya. Maka sosok manusia yang mengembangkan

berbagai kecerdasan tersebut, diharapkan siap menghadapi dan memberantas perbuatan korupsi

atau bersikap anti korupsi.40

Menurut Indonesia Corruption Watch pada diskusi tentang pendidikan untuk membasmi

korupsi yang diselenggarakan tanggal 8 februari 2007, bahwa ada tiga gagasan yang

disampaikan, pertama, korupsi hanya dapat dihapuskan dari kehidupan kita secara berangsur-

angsur. Artinya membasmi korupsi di tanah air ini tidak seperti membasmi hama ulat di tanaman

sekali disemprot dengan pestisida, hama ulat akan hilang, tetapi harus dilakukan secara terus-

menerus. Kedua pendidikan membasmi korupsi sebaiknya berupa persilangan (intersection)

antara pendidikan watak (character) dan Pendidikan Kewarganegaraan, dimana pendidikan

watak terkait dengan pembentukan sikap sesuai dengan sistem nilai, sedangkan Pendidikan

kewarganegaraan lebih memfocuskan pada pemahaman sikap dan perilaku warganegara sesuai

hak dan kewajiban seperti amanat Pancasila dan UUD 1945. Ketiga, pendidikan untuk

mengurangi atau memberantas korupsi harus berupa pendidikan nilai, yaitu pendidikan untuk

mendorong setiap generasi menyusun kembali sistem nilai yang diwarisi dari pendahulunya.

Sistem nilai yang tidak cocok segera diperbaharui atau membuat sistem nilai baru. Sistem nilai

warisan inilah seakan-akan korupsi telah membudaya, tidak putus-putusnya korupsi terus

dilakukan dari generasi ke generasi.

Keterkaitan antara Pendidikan Anti Korupsi dengan Pendidikan Kewarganegaraan dapat

ditinjau dari berbagai aspek, antara lain : Pendidikan Anti Korupsi secara konsep merupakan

upaya melalui jalur pendidikan untuk mengendalikan atau mengurangi serta mengembangkan

sikap menolak secara tegas setiap bentuk korupsi. Keterkaitan antara Pendidikan Anti Korupsi

(PAK) dengan Pendidikan PKn sangatlah relevan karena keduanya memfokuskan pada

pembentukan sikap yang sesuai dengan sistem nilai yang diterima oleh masyarakat Indonesia.

Salah satu tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di persekolahan adalah berpartisipasi secara aktif

dan bertanggung jawab, bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara termasuk Anti Korupsi. Pendidikan Anti Korupsi adalah tindakan untuk

mengendalikan atau mengurangi korupsi, merupakan keseluruhan upaya untuk mendorong

40 Ibid.

Page 43: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

37

generasi-generasi mendatang mengembangkan sikap menolak secara tegas setiap bentuk tindak

korupsi.

Page 44: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

38

Page 45: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

39

BAB V

STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI MELALUI BUDAYA

ANTI KORUPSI

A. Peran Budaya Hukum Sebagai Strategi Kebijakan Anti Korupsi

Agenda utama reformasi yang diamanatkan oleh masyarakat Indonesia adalah

pemberantasan korupsi.Tindakan ini telah mengakar begitu kuat dan menjadi bahaya laten yang

kian mengikis perilaku masyarakat. Berbagai macam persoalan terkait korupsi dianggap sebagai

hal yang biasa, karena seringkali persoalan itu muncul di berbagai media masa dan tidak ada

ujung penyelesaianya. Parahnya lagi,penanganan serta hukuman bagi koruptor tidak membuat

jera seseorang untuk melakukan tindakan yang sama. Akibatnya adalah semakin merebaknya

para koruptor yang bermunculan di negeri ini. Kata korupsi berasal dari bahasa Latin

“corruputio” atau “corruptus” yang berarti kerusakan atau kebobrokan. Arti kata korupsi secara

harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,

penyimpangan dari kesucian.41

Seiring berjalannya waktu, definisi korupsi senantiasa berkembang, baik secara normatif

maupun sosiologis. Perkembangan masyarakat di segala bidang kehidupan menyebabkan

meluasnya tindakan dan perbuatan yang bisa dikategorikan sebagai tindakan korupsi. Robert

Klitgaard, dalam bukunya Membasmi Korupsi mendefinisikan korupsi adalah tingkah laku yang

menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang

yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri) atau melanggar aturan-

aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi. Tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan

oleh Klitgaard, Unesco Courier sebagaimana yang dikutip oleh Harahap mendefinisikan korupsi

sebagai tindakan penyimpangan jabatan publik demi keuntungan pribadi dan golongan (misuse

of office for personal gain). Begitu pula pengakuan KPK, bahwa korupsi adalah setiap perilaku

yang mengarah untuk merugikan masyarakat dan perilaku untuk memperkaya diri sendiri. 42

41 Ma’as Shobirin, Model Penanaman Nilai Antikorupsi Di Sekolah Dasar, Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar

Unissula, Vol. 2 Jilid 1. Tahun 2014 Hlm. 10842 Robert Klitgaard, A Holistic Approach to the Fight against Corruption, 29 January 2008, Hlm. 2

Page 46: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

40

Berdasarkan pemahaman pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana yang diubah dengan

UU No. 20 Tahun 2001, korupsi adalah perbuatan secara melawan hukum dengan maksud

memperkaya diri sendiri yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, sehingga

dari sini ada beberapa unsur yang harus dipenuhui agar suatu perbuatan dapat dianggap sebagai

korupsi, yaitu;1) Secara Melawan Hukum; 2) Memperkaya diri sendiri/orang lain; 3) Dapat

merugikan keuangan/ perekonomian negara. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat

disimpulkan bahwa korupsi adalah tindakan penyalahgunaan wewenang jabatan atau amanah

secara melawan hukum untuk memperoleh keuntungan dan manfaat pribadi atau kelompok

tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum. Suyuthi Pulungan menjelaskan bahwa faktor

penyebab tindakan korupsi bersifat internal dan eksternal. Faktor internal bisa meliputi sifat

tamak yang ada dalam diri manusia, moral yang tidak kuat menahan godaan didepan mata, dan

penghasilan yang kurang memadai.Sedangkan penyebab eksternal adalah situasi lingkungan atau

adanya peluang, dan kesempatan yang sangat mendukung. Korupsi merupakan penyelewengan

terhadap wewenang publik yang timbul karena kurangnya kontrol terhadap kekuasaan yang

dimiliki dan terbukanya kesempatan untuk menyelewengkan kekuasaan tersebut.

Disamping itu motif-motif pribadi juga turut mendorong tejadinya tindakan korupsi

sepertihalnya ingin cepat kaya dan memperoleh pengakuan akan status sosial. Adapun alasan

mengenai faktor penyebab terjadinya korupsi, antara lain43:

a. Penegakan hukum tidak konsisten karena penegakan hukum hanya sebagai alat politik

yang sifatnya sementara dan selalu berubah setiap berganti pemerintahan.

b. Penyalahgunaan kekuasaan/wewenang,

c. Langkanya lingkungan yang anti korup; system dan pedoman anti korupsi hanya dilakukan

sebatas formalitas.

d. Rendahnya pendapat penyelenggara Negara. Pendapatan yang diperoleh harus memenuhi

kebutuhan penyelenggara Negara, mampu mendorong penyelenggara Negara untuk

berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.

e. Kemiskinan keserakahan;

43 Arya Maheka, Mengenali dan memberantas korupsi, KPK, Jakarta, 2006, hlm. 23-24.

Page 47: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

41

f. Masyarakat kurang mampu melaksanakan korupsi karena kesulitan ekonomi, sedangkan

mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan

menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.

g. Budaya member upeti, imbalan jasa dan hadiah

h. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi; saat tertangkap

bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan

hukumannya.

i. Budaya serba membolehkan, tidak mau tahu: menganggap biasa apabila ada korupsi,

karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal kepentingan sendiri terlindungi.

Gagalnya pendidikan agama dan etika; ada benarnya pendapat Franz Magniz Suseno

bahwa agama telah gagal membendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku

masyarakat yang memeluk agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja.

Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam memainkan peran sosial. Aspek budaya hukum

inilah yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam penegakan hukum pidana di

Indonesia. Menurut Lawrence M. Friedman menjelaskan mengenai konsep budaya hukum adalah

sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta

harapannya. Dengan kata lain budaya hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial

yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalah gunakan, tanpa adanya

budaya/kultur hukum maka sistem hukum sendiri tak berdaya44. Unsur budaya hukum ini

mencakup opini-opini, kebiasaan-kebiasaan, cara berpikir, dan cara bertindak baik

kepemimpinaan dalam hal ini presiden, pejabat penyelenggara Negara, pejabat aparatur Negara,

maupun dari aparat penegak hukum harus memberi tauladan untuk tidak melanggar aturan

hukum seperti melakukan tindak piidana korupsi, maka budaya hukum akan dapat membantu

mengurangi tindak pidana korupsi. Hal ini dikarenakan budaya masyarakat Indonesia suka

mengikuti atau meniru apa yang dilakukan pimpinannya. Tanpa budaya hukum maka sistem

hukum akan kehilangan kekuatannya seperti yang di katakan Lawrence M. Friedman: "without

legal culture, the legal system is meet-as dead fish lying in a basket, not a living fish swimming

44 Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia (Penyebab dan Solusinya), (Jakarta, Ghalia Indonesia,

2003), hal.9.

Page 48: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

42

in its sea". Gambaran mengenai budaya hukum dalam unsur-unsur sistem hukum adalah struktur

hukum diibaratkan sebagai mesin yang menghasilkan sesuatu, substansi hukum diibaratkan

produk yang di hasilkan oleh mesin, dan budaya hukum merupakan apa saja atau siapa saja yang

memutuskan untuk menjalankan mesin serta membatasi penggunaan mesin.45 Menurut

Satjipto Rahardjo bahwa dalam usaha untuk membenahi hukum di Indonesia kita perlu menaruh

perhatian yang seksama terhadap masalah perilaku bangsa, kehidupan hukum tidak hanya

menyangkut urusan hukum teknis, seperti pendidikan hukum tetapi menyangkut soal pendidikan

dan pembinaan perilaku individu dan sosial yang luas.46 Menurut Esmi Warassih bahwa aspek

perilaku (budaya hukum) aparat penegak hukum perlu dilakukan penataan ulang dari perilaku

budaya hukum yang selama ini dilakukan oleh aparat penegak hukum sebelumnya karena

seseorang menggunakan hukum atau tidak menggunakan hukum sangat tergantung pada kultur

(budaya) hukumnya. Telah terbukti bahwa akibat perilaku hukum aparat penegak hukum yang

tidak baik, tidak resisten terhadap suap, konspirasi, dan KKN, menyebabkan banyak perkara

tindak pidana korupsi yang tidak dapat dijerat oleh hukum.47

Korupsi sebagai kejahatan terjadi, apabila dalam diri seseorang terdapat adanya niat,

kemampuan, adanya peluang dan target yang sesuai dengan yang diinginkan. Kelemahan bangsa

kita adalah mengenai mental /moral, budaya latah sering ikut-ikutan , kurang adanya kontrol

terhadap diri sendiri, tidak mempunyai kesadaran terhadap hukum mana yang baik mana yang

tidak baik misalnya dengan menyogok aparat penegak hukum. Seperti dikemukakan Soerjono

Soekanto, bahwa budaya hukum erat hubungannya dengan kesadaran hukum. Jika budaya

hukum merujuk pada penilaian tentang hukum yag baik atau tidak baik (sehingga menentukan

pilihan untuk digunakan atau tidak digunakan) oleh individu dan masyarakat, maka kesadaran

hukum lebih merujuk pada kesadaran atau nilai-nilai yang diharapkan ada. Menurut Sunaryati

Hartono, bahwa kesadaran hukum merupakan abstarksi yang lebih rasional daripada perasaan

hukum yang hidup di dalam masyarakat.48

45 Syafruddin Makmur, Budaya Hukum Dalam Masyarakat Multikultural, Salam: Jurnal Sosial Dan Budaya

Syar’i, Vol 2, No 2 (2015), Hlm. 2246 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2008), hal.5.47 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, (Semarang: Surya Alam Utama, 2005), hal.82

48 Sunaryati Hartono, Peranan Kesadaran Hukum Rakyat dalam Pembaharuan Hukum, Kertas Kerja pada Simposium Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Masa Transisi, (Jakarta : BPHN-Bina Cipta, 1975) hlm. 89-90.

Page 49: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

43

Apabila pelaku tindak pidana korupsi ternyata tidak juga diadili berarti ada dukungan dari

aparat penegak hukum itu sendiri dengan menutup-nutupi kasus para koruptor dengan negosiasi

materi atau juga karena ada kepentingan politis untuk suatu kekuasaan. Untuk itu Aparat

penegak hukum yang benar dalam menunaikan tugasnya dapat berperan dalam membangun dan

menata kembali budaya hukum dalam penegakan hukum pidana di Indonesia sesuai sila ke 5

Pancasila yaitu Keadilan seluruh Rakyat Indonesia, tidak memandang kaya atau miskin, pejabat

atau bukan. Hal ini tentunya harus dimulai dari pimpinannya itu sendiri yaitu Presiden dan para

penegak hukum seperti Kapolri, Jaksa Agung, maupun dari Ketua KPK, mereka dituntut untuk

mengambil peran melalui budaya kerja yang tidak melanggar aturan hukum dan mempunyai

sikap mental yang baik dan jujur, tidak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi untuk memperkaya

diri sendiri sehingga keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana tercantum dalam

Pancasila dan asas persamaan dalam bidang hukum dapat terwujud dan secara konsisten dapat

dilaksanakan dengan benar.

Dalam rangka menciptakan peran budaya hukum dari sisi aparat hukum maka perilaku

pimpinan dan para aparat penegak hukum mencakup polisi, jaksa, hakim agar dapat

mengembalikan kepercayaannya kepada masyarakat dan menjalankan tugasnya dengan

profesional maka hukum harus dikembalikan kepada akar moralitas, kultural dan religius, dan

mengembalikan rasa keadilan rakyat tanpa diskriminasi.

Meskipun saat ini banyak para pemimpin yang memiliki kekuasaan tertinggi pada

penyelenggara negara bahkan pemimpin partai yang sebelumnya mendengung-dengungkan anti

korupsi, setelah menjabat di pemerintahan ternyata banyak yang melakukan tindak pidana

korupsi bahkan dilakukan oleh para pejabat tinggi yang tidak diragukan ilmu pengetahuan

agamanya, yang seharusnya mereka tahu mana yang benar mana yang salah malah sepertinya

melakukan korupsi sudah dianggap biasa tanpa ada rasa malu dan tanpa merasa bersalah.

Padahal kemajuan dan kesuksesan sebuah bangsa amat ditentukan seberapa kuat budaya malu

memengaruhi perilaku masyarakatnya. Semakin maju dan beradab sebuah bangsa semakin kuat

dan kokoh budaya malunya yang menjadi pijakan dalam kehidupan sehari-hari. Budaya malu

tersebut secara jelas ditunjukkan negara-negara maju.

B. Budaya Malu Sebagai Strategi Kebijakan Anti Korupsi

Page 50: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

44

Steven Box mengemukakan bahwa publikasi kejahatan white-collar dapat menjadi sarana

pencegahan ampuh dan berperan sebagai katalisator pe ningkatan keyakinan kultural publik akan

ketidaksetujuan, penolakan dan pence laan terhadap kejahatan white-collar. John Braithwaite

menyatakan bahwa publikasi dapat merupakan strategi ampuh pemberian rasa malu (shaming)

atas diri pelaku. Terdapat bukti-bukti yang meyakinkan bahwa pelaku kejahatan white-collar

merasa khawatir, ngeri apabila kasus dan dirinya dipublikasikan. Benson menemukan bukti-

bukti bahwa para pelaku kejahatan white-collar yang kasusnya dilaporkan merasa sangat malu

dan tercekam berat. Hutter juga melihat bahwa pemanggilan sidang dan publikasi atas diri

pelaku merupakan sumber kegelisahan utama si pelaku.49

Dari cuplikan berbagai pendapat para pakar di atas, tak berkelebihan kiranya apabila

pemberian rasa malu atas diri pelaku kejahatan white-collar patut dipertimbangkan sebagai

sarana penanggulangan terhadap gejala itu. Erat kaitan dengan pemberian rasa malu atas diri

pelaku, menarik untuk dikemukakan pandangan teoritik dari John Braithwaite. Teori Brathwaite

berangkat dari asumsi dasar, masyarakat yang tinggi angka kejahatannya adalah masyarakat

yang warganya kurang efektif mencela kejahatan, dan masyarakat yang rendah kejahatannya

bukanlah masyarakat yang secara efektif menjatuhkan pidana terhadap kejahatan melainkan

masyara kat yang warganya secara efektif bersikap tidak tolerans terhadap kejahatan.50 Sikap

tidak tolerans ini salah satunya berupa pemberian rasa malu atas diri pelaku (shaming), suatu

proses sosial tentang pernyataan pencelaan yang mengakibatkan timbulnya penyesalan paling

dalam dari seseorang yang dipermalukan, atau pencelaan oleh pihak lain yang telah menyadari

hal itu. Pemberian rasa malu (shaming) yang dilaksanakan melalui pendidikan moral tentang

ketidakterpujian perilaku jahat dan pendidikan moral tentang pentingnya pencegahan kejahatan

lewat pencelaan sosial dan pencelaan diri pe-laku yang timbul dari nurani terdalam di kalangan

warga masyarakat, bila beroperasi secara sinergik akan lebih efektif daya tangkalnya

dibandingkan dengan penjatuhan sanksi pidana secara formal dalam pencegahan kejahatan di

masyarakat. Perlu diingat bahwa sikap ketaksetujuan, penolakan dan pencelaan itu mempunyai

lingkup yang luas, tidak sekedar tak setuju atau mencela, namun harus juga ada sikap tak

49 Paulus Hadisuprapto, Pemberian Malu: Alternatif Antisipatif Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme (K.K.N),

Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 1 No. I September 2000, Hlm. 650 Hugh D. Barlow, Crime and Public Policy, Putting Theory to Work, Westview Press, Boulder, 1995 Hlm.

191

Page 51: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

45

tolerans serta penolakan dari ma-syarakat terhadap segala hal (materiil, immateriil) yang

diperkirakan berasal dari tindak kejahatan.51

Sikap tak toleran dan penolakan di atas, bila dikaitkan dengan kejahatan korupsi, kolusi

dan nepotisme (KKN), berarti bahwa seluruh lapisan masyarakat harus bersikap tak toleran dan

menolak segala hal yang berbau KKN baik material maupun immaterial. Termasuk dalam hal

itu, sikap isteri dan anak-anak dari suatu keluarga seyogyanya menolak pemberian uang dari

suaminya atau ayahnya apabila ada kecurigaan uang itu hasil korupsi atau kolusi. Seorang

pemborong bangunan menolak pemberian proyek dari pejabat tertentu karena ada kecurigaan

proses “tender”nya berlangsung tak sehat atau karena hubungan kekerabatan. Mungkin ada yang

berpikir bahwa harapan ini sangat musykil dan mustahil, “mimpi” , melihat kondisi masyarakat

yang tengah menggejala dewasa ini. Permasa-lahannya lalu menyangkut proses, pembudayaan

sikap anti korupsi, kolusi dan nepotisme di kalangan masyarakat luas di negeri ini, memerlukan

proses, proses yang mungkin memerlukan waktu lama, tapi ada baiknya mulai dipi-kirkan

kemungkinan-kemungkinan ke arah itu. Sebagai ilustrasi di bawah ini dikemukakan contoh

pembudayaan “antri” yang didukung oleh sikap tak toleran dan penolakan terhadap mental

penerobos.

Seseorang dari Indonesia berada di luar negeri, suatu saat ia membawa surat dan sudah

ditempeli perangko pergi ke kantor pos untuk mengirimnya ke Indonesia. Pikirnya, ia hanya

sekedar menyerahkan surat itu (titip) pada pegawai kantor pos di salah satu loket pengiriman.

Kebiasaan di Indonesia, hal itu dapat dilakukan dengan “nylonong” langsung ke loket

menyerahkan surat itu tanpa harus antri. Namun apa yang terjadi, pegawai di loket menolak dan

mengembalikan suratnya dan meminta agar ia mengikuti antrian yang ada. Pegawai kantor pos

menolak memberikan pelayanan kepada siapa saja yang tidak mau mengikuti antrian. Hal yang

sama juga dialami si orang Indonesia itu ketika ia ingin menggunakan taksi, rupanya budaya

antri pun berlaku dalam hal pertaksian. Ia langsung nylonong ke depan tak mengikuti antrian

yang ada, taksi berhenti, namun pengemudi taksi mempersilahkan seseorang yang berdiri paling

depan di antrian untuk naik, sementara kepada si “penyerobot” diminta untuk antri di belakang.

Kasus di atas memberikan gambaran bahwa budaya antri sudah merupakan kebiasaan yang

kental melekat di kalangan masyarakat di negeri itu, oleh karenanya sikap ketaksetujuan,

51John Braithwaite, Crime, Shame and Reintegration, Cambridge University Press, Cambridge, 1989, Hlm.

100

Page 52: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

46

penolakan terhadap mental penerobos antrian pun menjadi begitu kuat melekat dan ditampilkan

dengan kongkrit dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

C. Pendidikan Anti Korupsi Sebagai Strategi Pencegahan Korupsi

Pendidikan antikorupsi melalui jalur pendidikan lebih efektif, karena

pendidikan merupakan proses perubahan sikap mental yang terjadi pada diri seseorang, dan

melalui jalur ini lebih tersistem serta mudah terukur, yaitu perubahan perilaku anti korupsi.

Perubahan dari sikap membiarkan dan memaafkan para koruptor ke sikap menolak secara tegas

tindakan korupsi, tidak pernah terjadi jika kita tidak secara sadar membina kemampuan generasi

mendatang untuk memperbaharui sistem nilai yang diwarisi (korupsi) sesuai dengan tuntutan

yang muncul dalam setiap tahap pernjalanan bangsa.

Pendidikan antikorupsi merupakan tindakan untuk mengendalikan dan mengurangi

korupsi berupa keseluruhan upaya untuk mendorong generasi mendatang untuk mengembangkan

sikap menolak secara tegas terhadap setiap bentuk korupsi. Mentalitas antikorupsi ini akan

terwujud jika kita secara sadar membina kemampuan generasi mendatang untuk mampu

mengidentifkasi berbagai kelemahan dari sistem nilai yang mereka warisi dan memperbaharui

sistem nilai warisan dengan situasi-situasi yang baru. Dalam konteks pendidikan, “memberantas

korupsi sampai ke akar-akarnya” berarti melakukan rangkaian usaha untuk melahirkan generasi

yang tidak bersedia menerima dan memaafkan suatu perbuatan korupsi yang terjadi.

Tujuan pendidikan antikorupsi tersebut dapat dipahami tujuan pendidikan antikorupsi

adalah menanamkan pemahaman dan perilaku antikorupsi. Jika merujuk pada UU No. 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 ayat (3) disebutkan bahwa pendidikan

diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang

berlangsung sepanjang hayat. Atas dasar ini, signifikansi penyelenggaraan pendidikan

antikorupsi lewat jalur pendidikan tidak dapat diabaikan potensinya sebagai salah satu cara untuk

membudayakan antikorupsi di Perubahan dari sikap membiarkan dan menerima ke sikap tegas

menolak praktik korupsi. Dengan adanya pendidikan antikorupsi juga diharapkan membentuk

kesadaran akan bahaya korupsi bagi negara, kemudian bangkit melawannya dan menjadi

pemenang dalam pemberantasan korupsi serta menentang bentuk kemungkaran sosial, kejahatan

kemanusiaan yang komunal dan melibatkan public tersebut dan juga berguna mempromosikan

nilai-nilai kejujuran dan tidak mudah menyerah demi terwujudnya kebenaran hakiki.

Page 53: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

47

Pendidikan anti korupsi ini sangat penting bagi perkembangan psikologis peserta didik.

Pola pendidikan yang sistematik akan mampu membuat peserta didik mengenal lebih dini hal-hal

yang berkenaan dengan korupsi temasuk sanksi yang akan diterima kalau melakukan korupsi.

Dengan begitu, akan tercipta generasi yang sadar dan memahami bahaya korupsi dan tahu akan

sanksi yang akan diterima jika melakukan korupsi. Sehingga, masyarakat akan mengawasi setiap

tindak korupsi yang terjadi dan secara bersama memberikan sanksi moral bagi koruptor. Gerakan

bersama anti korupsi ini akan memberikan tekanan bagi penegak hukum dan dukungan moral

bagi KPK sehingga lebih bersemangat dalam menjalankan tugasnya.

Pemahaman mengenai dampak korupsi ini sangat penting untuk dipahami, karena dengan

memahami dampak-dampak yang ditimbulkan oleh korupsi. Maka akan semakin memperbesar

motivasi untuk memberantas korupsi dan pentingnya pendidikan antikorupsi. Pemahaman

tentang dampak korupsi ini sangatlah penting karena hal ini akan menunjukan seberapa

pentingkah pendidikan antikorupsi bagi masyarakat demi terwujudnya Negara yang bersih dari

budaya korupsi. Dalam memaknai pendidikan antikorupsi, tentu tidak lepas dari sebuah nilai

yang ada di dalamnya. Berikut merupakan nilai-nilai antikorupsi yang perlu ditanamkan pada

diri siswa.

Keberhasilan penanaman nilai-nilai anti korupsi dipengaruhi cara penyampaian dan

pendekatan pembelajaran yang dipergunakan. Untuk tidak menambah beban peserta didik yang

sudah cukup berat, perlu dipikirkan secara matang bagaimana model dan pendekatan yang akan

dipilih. Ada tiga model penyelenggaraan pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai anti korupsi

yang dapat dilakukan di sekolah, yaitu;

Pertama, Model Terintegrasi dalam mata pelajaran.

Penanaman nilai anti korupsi dalam pendidikan anti korupsi juga dapat disampaikan secara

terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Guru dapat memilih nilai-nilai yang akan ditanamkan

melalui materi bahasan mata pelajarannya. Nilai-nilai anti korupsi dapat ditanamkan melalui

beberapa pokok atau sub pokok bahasan yang berkaitan dengan nilainilai hidup. Dengan model

seperti ini, semua guru adalah pengajar pembelajaran anti korupsi tanpa kecuali. Keunggulan

model ini adalah semua guru ikut bertanggungjawab akan penanaman nilai-nilai anti korupsi

kepada peserta didik. Pemahaman nilai hidup anti korupsi dalam diri peserta didik tidak melulu

bersifat informative-kognitif, melainkan bersifat terapan pada tiap mata pelajaran. Kelemahan

Page 54: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

48

dari model ini adalah pemahaman dan persepsi tentang nilai-nilai anti korupsi yang akan

ditanamkan harus jelas dan sama bagi semua guru. Tidak boleh ada perbedaan persepsi dan

pemahaman tentang nilai karena bila hal ini terjadi maka justru akan membingungkan peserta

didik.

Kedua, Model di Luar Pembelajaran Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler.

Penanaman nilai antikorupsi dapat ditanamkan melalui kegiatan-kegiatan di luar

pembelajaran misalnya dalam kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan insidental.Penanaman nilai

dengan model ini lebih mengutamakan pengolahan dan penanaman nilai melalui suatu kegiatan

untuk dibahas dan dikupas nilai-nilai hidupnya. Keunggulan model ini adalah peserta didik

sungguh mendapat nilai melalui pengalaman–pengalaman konkrit. Pengalaman akan lebih

tertanam dalam jika dibandingkan sekadar informasi apalagi informasi yang monolog. Peserta

didik-peserta didik lebih terlibat dalam menggali nilai-nilai hidup dan pembelajaran lebih

menggembirakan. Kelemahan model ini adalah tidak ada struktur yang tetap dalam kerangka

pendidikan dan pengajaran di sekolah dan membutuhkan waktu lebih banyak. Model ini juga

menuntut kreativitas dan pemahaman akan kebutuhan peserta didik secara mendalam, tidak

hanya sekadar acara bersama belaka, dibutuhkan pendamping yang kompak dan mempunyai

persepsi yang sama. Kegiatan semacam ini tidak bisa hanya diadakan setahun sekali atau dua

kali tetapi harus berulang kali.

Ketiga, Model Pembudayaan, Pembiasaan Nilai dalam Seluruh Aktifitas dan

Suasana Sekolah.

Penanaman nilai-nilai antikorupsi dapat juga ditanamkan melalui pembudayaan dalam

seluruh aktifitas dan suasa sekolah. Pembudayaan akan menimbulkan suatu pembiasaan. Untuk

menumbuhkan budaya antikorupsi sekolah perlu merencanakan suatu budaya dan kegiatan

pembiasaan. Bagi peserta didik yang masih kecil, pembiasaan sangat penting. Karena dengan

pembiasaan itulah akhirnya suatu aktivitas akan menjadi milik peserta didik di kemudian hari.

Pembiasaan yang baik akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian yang baik pula.

Sebaliknya, pembiasaan yang buruk akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian yang

buruk pula. Berdasarkan pembiasaan itulah peserta didik terbiasa menurut dan taat kepada

peraturan-peraturan yang beralaku di sekolah dan masyarakat, setelah mendapatkan pendidikan

Page 55: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

49

pembiasaan yang baik di sekolah pengaruhnya juga terbawa dalam kehidupan sehari-hari di

rumah dan sampai dewasa nanti. Menanamkan kebiasaan yang baik memang tidak mudah dan

kadangkadang membutuhkan waktu yang lama untuk menanamkan nilai-nilai anti korupsi

melalui pembiasaan pada peserta didik-peserta didik Tetapi sesuatu yangsudah menjadi

kebiasaan sukar pula untuk mengubahnya.

Page 56: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

50

Page 57: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

51

BAB VI

PENGATURAN TENTANG BUDAYA ANTI KORUPSI MENURUT HUKUM

POSITIF INDONESIA

Maraknya kasus korupsi yang terjadi saat ini memerlukan perhatian serius dari semua

kalangan dalam rangka mengurangi angka korupsi yang terjadi.52 Kasus korupsi yang baru--baru

saja terjadi adalah dugaan kasus korupsi massal yang dilakukan oleh anggota DPRD Tingkat II

Kota Malang yang melibatkan setidaknya hampir 80 % anggota DPRD yang ada.53 Kondisi

demikian mengharuskan adanya upaya yang massif dan terstruktur dari berbagai elemen

masyarakat, khususnya dunia pendidikan dalam rangka menciptakan calon-calon pemimpin

bangsa yang memiliki nilai-nilai luhur agama dan negara serta mampu menjalankan amanah

kepemimpinan yang mereka emban sebagai pejabat publik.54

Berbagai upaya serius harus terus dilakukan oleh seluruh elemen bangsa dalam rangka

mengurangi angka korupsi yang semakin tinggi dan tidak hanya melibatkan pejabat pada tingkat

pusat saja, tetapi juga pejabat-pejabat daerah. Tidak hanya pemerintah saja, tetapi juga

masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat dan lembaga-lembaga lainnya harus mampu menjadi

garda terdepan dalam rangka mengurangi angka korupsi yang semakin merajalela. Selain itu,

institusi pendidikan menjadi salah satu faktor penting dalam rangka menanamkan nilai-nilai

luhur agama dan bangsa dalam menyiapkan agen-agen perubah bangsa dan iron stock bagi

kepemimpinan di masa yang akan datang.55

Selanjutnya, hukum sebagai suatu sistem yang mampu mendukung dan mendorong

perubahan sosial yang ada, harus mampu menjadi alat yang efektif dalam rangka mendorong

upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di tingkat nasional. Budaya anti korupsi

harus mampu di tanamkan sejak dini melalui institusi pendidikan dimana hukum harus mampu

52 Rosida Tiurma Manurung, Pendidikan Anti Korupsi Sebagai Satuan Pembelajaran Berkarakter dan

Humanistik, Jurnal Soioteknologi Edisi 27 Tahun 11, Desember 2012, hlm. 234.53 Korupsi Massal DPRD Kota Malang Jadi Kasus Pertama yang Bikin Lumpuh Lembaga,

https://www.liputan6.com/regional/read/3640942/korupsi-massal-dprd-kota-malang-jadi-kasus-pertama-yang-bikin-lumpuh-lembaga, diakses pada 10 September 2018.

54 Rosida Tiurma Manurung, op.cit., hl,. 234.55 Elpina, Pendidikan Anti Korupsi Di Perguruan Tinggi Untuk Pembentukan Karakter Mahasiswa,

www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen, hlm. 2.

Page 58: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

52

mendukung pelaksanaan institusi pendidikan sebagai garda terdepan dalam menanamkan budaya

anti korupsi di Indonesia.

Upaya menanamkan budaya antikorupsi merupakan proses yang berkesinambungan dan

dan memerlukan waktu yang panjang dalam mewujudkannya. Keberhasilan pencegahan dan

pemberantasan korupsi tidak hanya tergantung pada faktor penegakan hukumnya semata, tetapi

juga bagaimana aspek pendidikan mampu memainkan peranan penting dalam pendidikan budaya

antikorupsi dalam setiap jenjang pendidikan yang ada, baik formal maupun non formal.

Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam rangka upaya pemberantasan korupsi secara umum

dapat dilakukan melalui 2 (dua) hal, yaitu penindakan dan pencegahan. Dalam hal penindakan,

merupakan ranah aparat penegak hukum dalam melaksanakannya menurut hukum positif

Indonesia, baik yang menagtur secata materil maupun formil. Dalam hal ini, diatur dalam

undang-undang yang mengatur mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Undang-

Undang Nomo 31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 serta aturan formil lainnya yang

mengatur seperti Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana maupun aturan khusus lainnya

seperti UU Komisi Pemberantasan Korupsi dan aturan formil lainnya.

Aspek yang tak kalah penting dalam rangka menanamkan budaya antikorupsi adalah

aspek pencegahan. Hal ini dilakukan dalam bentuk memberikan pendidikan budaya antikorupsi

kepada siapa saja, tanpa terkecuali. Dengan demikian, peran institusi pendidikan dalam rangka

menanamkan budaya antikorupsi menjadi sangat penting dalam mewujudkan hal ini. Oleh karena

itu, pentingnya aturan hukum yang dapat menjamin terlaksananya pendidikan budaya antikorupsi

di Indonesia dalam rangka upaya menanamkan budaya antikorupsi sebagai salah satu upaya

pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

1. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam ketata negaraan Indonesia, Pancasila merupakan sumber hukum tertinggi yang

menjadi landasan falsafah dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan tata urutan peraturan perundang-undangan

tertinggi yang menjadi dasar hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di

bawahnya.

Page 59: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

53

Dalam sila pertama Pancasila telah menegaskan mengenai “Ketuhanan Yang Maha Esa”,

hal ini berarti bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus senantiasa berlandaskan

pada nilai-nilai Ketuhanan, agama dan akhlak mulia. Hal ini ditegaskan kembali dalam UUD

1945 yang menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara Ketuhanan yang berbentuk

Republik”.56

Dengan demikian, bahwa hakekat sebagai hamba Tuhan tidak lepas dalam setiap

kehidupan yang ada. Warga negara Indonesia selalu melekatkan diri kepada Tuhan sebagai Zat

yang menciptakan manusia dan tunduk pada aturan-aturan yang telah di tetapkanNya, salah

satunya adalah aspek kejujuran. Aspek kejujuran inilah yang pada akhirnya mendasari budaya

anti korupsi dalam setiap aspek kehidupan.

Selanjutnya di jelaskan bahwa negara Indonesia memiliki tujuan yaitu:57

“…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan

keadilan sosial …”.

Dengan demikian, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa maka perlu adanya suatu

sistem pendidikan nasional yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan nilai luhur Pancasila dan

UUD 1945.

2. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Pendidikan merupakan upaya yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah dalam

rangka menjamin keberlangsungan hidup dan kehidupan suatu bangsa di masa yang akan datang.

Selanjutnya, pendidikan harus mampu mengantisipasi kondisi di masa depan yang senantiasa

berubah dan kontekstual dengan perkembangan budaya yang ada akibat adanya proses interaksi

yang ada dengan negara-negara lain atau bertemunya dua budaya atau lebih. Pendidikan juga

merupakan adanya proses interaksi mendalam yang terjalin secara erat antara peserta didik

dengan pendidik untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.

56 Lihat selanjutnya dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (3).57 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Page 60: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

54

Sebagai amanat dari Undang-Undang Dasar 1945, bahwa pemerintah wajib melaksanakan

suatu pendidikan nasional yang mampu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan

Yang Maha Esa serta akhlak mulia. Selain itu, sistem pendidikan nasional juga harus mampu

menciptakan peserta didik yang dapat menghadapi tantangan dengan tuntutan perubahan

kehidupan lokal, nasional dan global.58

Selanjutnya dijelaskan definisi pendidikan adalah sebagai berikut:59

“…. adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara”.

Berdasarkan hal tersebut di atas, ditegaskan bahwa pentingnya pendidikan sebagai upaya

dalam rangka mengembangkan potensi-potensi spiritual keagamaan, pengendalian diri dan

kepribadian serta akhlak mulia yang didasarkan pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional

Indonesia.60

Selanjutnya dijelaskan bahwa bahwa pendidikan nasional yang ada harus berfungsi dalam

rangka mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban bangsa bagi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak

mulia.61 Kemudian, pendidikan nasional juga harus mampu dilaksanakan dengan tetap

menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan dan nilai kultural.62

Berdasarkan hal tersebut di atas dijelaskan bahwa aturan pendidikan nasional Indonesia

yang di atur melalui UU No.20 Tahun 2003 telah menjadi bagian normatif yang tidak

terpisahkan dalam rangka menjadi bagian sebagai upaya menanamkan nilai-nilai keagamaan dan

budaya bangsa, salah satunya adalah budaya anti korupsi. Nilai-nilai keagamaan dan budaya

58 Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Konsideran

Menimbang.59 Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 butir 1. 60 Ibid., pasal 1 butir 2 jo pasal 1 butir 3. 61 Ibid., pasal 3. 62 Ibid, pasal 4.

Page 61: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

55

luhur bangsa yang menjadi tujuan dilaksanakannya pendidikan nasional di Indonesia harus

mampu dan mendorong upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Korupsi harus dianggap sebagai nilai yang bertentangan dengan nilai agama manapun yang

diakui oleh Indonesia dan bertentangan dengan budaya bangsa Indonesia yang telah diturunkan

secara turun temurun. Oleh karena itu, dalam kurikulum yang diajarkan dalam jenjang

pendidikan yang ada di Indonesia harus mengakomodir pembelajaran anti korupsi di dalamnya,

dalam berbagai jenjang yang ada.

3. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi

Sebagai salah satu elemen penting dalam sistem pendidikan yang ada di Indonesia,

pendidikan tinggi menjadi salah satu sarana penting dalam rangka menanamkan budaya anti

korupsi di kalangan peserta didiknya (dalam hal ini adalah mahasiswa). Oleh karena itu, dalam

rangka mencapai tujuan yang diinginkan maka keberadaan pendidikan tinggi harus mampu di

topang dengan aturan hukum yang memadai dalam rangka mencapai sistem pendidikan nasional

yang ada.

Sebagai amanat pasal 31 UUD 1945 khususnya ayat (3) menegaskan bahwa

penyelenggaraan suatu pendidikan tinggi harus tetap merujuk pada sistem pendidikan nasional

yang dapat meningkatkan keimanan da ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak

mulia. Keberadaan Perguruan Tinggi harus mampu menjadi garda terdepan dalam mencerdaskan

kehidupan bangsa, dengan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajuka

kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 63

Keberadaan UU tentang Pendidikan Tinggi ini dalam rangka memastikan bahwa

penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang dapat meningkatkan keimanan, ketakwaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta akhlak mulia dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai

agama dalam rangka memajuka ilmu pengetahuan dan teknologi.64 Selanjutnya di jelaskan dalam

pasal 4 bahwa Pendidikan Tinggi berfungsi untuk :65

a. Mengembangkan kemampuan dna membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;

63 Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, Lembaran Negara Nomor 158 Tahun2012, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5336, Bagian Penjelasan.

64 Ibid., Bagian mengingat.65 Ibid., pasal 3.

Page 62: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

56

b. Mengembangkan sivitas akademika yang inovatif, responsive, kreatif, terampil,

berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; dan

c. Mengembangkan Ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan

menerapkan nilai Humaniora.

Kemudian, ditegaskan bahwa pendidikan tinggi bertujuan dalam rangka mengembangkan

potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten dan

berbudaya untuk kepentingan bangsa.66

Sebagai implementasi lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pendidikan Tinggi, maka tiap

institusi Pendidikan tinggi wajib menyusun suatu kurikulum Pendidikan Tinggi yang mengacu

kepada peraturan perundang-undangan yang ada. Kurikulum ini di buat dalam rangka

memastikan bahwa tujuan pendidikan tinggi dapat terwujud dalam serangkaian mata kuliah yang

diberikan kepada peserta didik pada tiap institusi pendidikan tinggi yang ada.

Selanjutnya di tegaskan bahwa dalam pasal 35 ayat 3, menjelaskan bahwa Kurikulum

Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, wajib memuat mata kuliah:

a. Agama;

b. Pancasila;

c. Kewarganegaraan; dan

d. Bahasa Indonesia.

Hal ini menegaskan dengan diberikannya mata kuliah sebagaimana ditegaskan tersebut di

atas dalam rangka tercapainya tujuan hakiki dari pendidikan nasional sebagaimana termaktub

dalam UU Sistem Pendidikan Nasional. Selanjutnya, dijelaskan keberadaan mata kuliah agama

islam sebagai Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU), pada dasarnya tidak menjadikan mahasiswa

sebagai ahli di bidang agama Islam, melainkan untuk menjadikan mereka semakin taat

menjalankan perintah agama dengan baik dan benar. Mata kuliah agama, beserta dengan mata

kuliah wajib umum lainnya harus menjiwai pengembangan kurikulum pendidikan tinggi dan

diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia, serta

66 Ibid., pasal 4 ayat 1.

Page 63: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

57

kemampuan dalam memecahkan berbagai permasalahan yang datang dan mampu menahan diri

dari berbagai ujian yang datang dari luar dirinya.67

Dalam kontkes pengembangan kepribadian mahasiswa, mata kuliah agama islam

merupakan instrument untuk membentuk pribadi yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.

Dan untuk selanjutnya, dilaksanakan secara sadar dalam bingkai pemahaman, penghayatan dan

pengamalan ajaran islam bagi seluruh mahasiswa yang mengikutinya.68

Selanjutnya, dalam konteks mata kuliah Pancasila dan/atau mata kuliah kewarganegaraan,

bahwa bangsa Indonesia pada perkembangannya menghadapi tantangan yang cukup berat

dimana peluang dis-integrasi bangsa selalu siap datang kapan saja, sehingga perlu dikuatkan rasa

persaudaraan sebangsa dan setanah air. Salah satu langkah strategis untuk mengatasi hal tersebut

di atas adalah dengan selalu membina rasa kebangsaan dan jiwa patriotism serta kecakapan

partisipasi kewarganegaraan bagi mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa di masa yang akan

datang. Dengan demikian, membina wawasan kebangsaan, jiwa patriotisme dan partisipasi

kewarganegaraan harus terus di kembangkan.

Keberadaan dua mata kuliah ini juga merupakan amanah dari pasal 9 ayat (2) UU No.3

Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, sebagai salah satu bentuk wujud keikutsertaan warga

negara dalam bela negara adalah keikutsertaan warga negara dalam mata kuliah Pancasila

dan/atau kewarganegaraan. Selanjutnya, hal ini ditegaskan kembali dalam Perpres RI nomor 8

tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, dimana bahwa capaian

pembelajaran umum bagi semua jenjang pendidikan adalah berperan sebagai warga negara yang

bangga dan cinta tanah air.69

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pengembangan kurikulum Pendidikan Tinggi harus

berlandaskan pada keberadaan Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) yang tercantum dalam UU

Pendidikan Tinggi dalam rangka mencapai tujuan dari pendidikan nasional Indonesia. Hal ini

tentu saja sejalan dengan upaya menanamkan budaya anti korupsi melalui integrasi dalam sistem

pendidikan nasional Perguruan Tinggi.

67 Panduan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2012 Tentang Pendidikan Tinggi.68 Ibid., hlm. 4.69 Panduan Bimbingan Teknis Dosen Mata Kuliah Pancasila dan/atau Kewarganegaraan di Perguruan

Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Direktorar Jenderal Sumber Daya IPTEK dan Pendidikan Tinggi, April 2018.

Page 64: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

58

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2000 Tentang Tata Cara

Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan

dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam rangka menanamkan budaya antikorupsi pada setiap sendi kehidupan, maka yang

tak kalah penting adalah upaya melibatkan masyarakat dalam berperan aktif dan sebagai bagian

yang tidak terpisahkan dalam proses pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Hadirnya PP ini merupakan amanah dari pasal 41 ayat (5) dan Pasal 42 ayat (5) Undang-undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam PP ini mengatur mengenai hak bagi setiap orang, organisasi masyarakat atau

Lembaga Swadaya Masyarakat dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi tentang

adanya dugaan tindak pidana korupsi serta menyampaikan saran-saran yang di perlukan kepada

aparata penegak hukum mengenai perkara tindak pidana korupsi.70 Hal terpenting dari aturan ini

adalah jaminan perlindungan yang diberikan kepada masyarakat yang telah berkontribusi dalam

rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi pada suatu kasus tertentu dalam bentuk

perlindungan hukum yang diperlukan baik daam bentuk status hukum maupun rasa aman. Aspek

kerahasiaan identitas juga menjadi penting di lindungi oleh penegak hukum yang melaporkan

adanya dugaan tindak pidana korupsi tertentu.71

Selanjutnya, dijelaskan bahwa bagi setiap orang, organisasi masyarakat , atau Lembaga

Swadaya Masyarakat yang telah berjasa dalam membantu pencegahan dan pemberantasan

antikorupsi di Indonesia berhak atas penghargaan yang dapat berupa piagam atau premi.72

Dengan demikian, keberadaan PP ini dalam rangka mengajak masyarakat dalam rangka terlubat

secara aktif menanamkan budaya antikorupsi dengan menimbulkan kepedulian untuk

melaporkan jika ada dugaan terjadinya tindak pidana korupsi tertentu tanpa adanya kekhawatiran

akan keamanan bagi pelapor.

70 Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2000 Tentang Tata Cara

Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3995 pasal 2.

71 Ibid., pasal 3.

72 Ibid., pasal 7.

Page 65: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

59

5. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 Tentang Strategi Nasional Pencegahan dan

Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK)

Pada tahun 2012 yang lalu, Pemerintah telah menetapkan aturan dalam rangka acuan

pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Aturan ini merupakan acuan langkah-

langkah strategis Kementerian/Lembaga dan Pemerintahan Daerah untuk memastikan

terwujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi. Aturan ini

dimaksudkan untuk melakukan percepatan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi

dengan menyusun strategi nasional jangka panjang (2012-2025) dan jangka menengah (2012-

2014).

Adapun yang menjadi visi jangka panjang Stranas PPK adalah “terwujudnya kehidupan

bangsa yang bersih dari korupsi dan didukung nilai budaya yang berintegritas”. Sedangkan yang

menjadi visi jangka menengah adalah “terwujudnya tata kepemerintahan yang bersih dari

korupsi dengan didukung kapasitas pencegahan dan penindakan serta nilai budaya yang

berintegritas”.

Sedangkan yang menjadi misi Stranas PPK adalah sebagai berikut:

a. Membangun dan memantapkan sistem, mekanisme, kapasitas pencegahan, dan

penindakan korupsi yang terpadu secara nasional.

b. Melakukan reformasi peraturan perundang-undangan nasional yang mendukung

pencegahan dan penindakan korupsi secara konsisten, terkonsolidasi, dan

tersistematis.

c. Membangun dan mengonsolidasikan sistem dan mekanisme penyelamatan aset hasil

korupsi melalui kerja sama nasional dan internasional secara efektif.

d. Membangun dan menginternalisasi budaya anti korupsi pada tata kepemerintahan

dan masyarakat.

e. Mengembangkan dan mempublikasikan sistem pelaporan kinerja implementasi

Stranas PPK secara terintegrasi.

Adapun yang menjadi salah satu titik tekan aturan ini adalah bagaimana melakukan

pendidikan dan budaya antikorupsi (PBAK), yang bertujuan dalam rangka memperkuat setiap

Page 66: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

60

individu dalam proses pengambilan putusan yang etis dan berintegritas, dalam menciptakan

budaya zero tolerance terhadap peluang korupsi yang ada. Dalam hal ini, masyarakat diharapkan

menjadi pelaku aktif pencegahan dan pemberantasan korupsi sehingga mampu mempengaruhi

keputusan yang etis dan berintegritas di lingkungannya, tidak hanya dirinya.73

Dalam hal ini, yang menjadi fokus kegiatan adalah menyatukan cara pandang dan pola

pikir bahwa korupsi merupakan suatu tindakan yang akan merugikan masyarakat, sehingga perlu

dilakukan upaya integratif yang dilakukan dalam jangka menengah, antara lain:74

a. Melakukan pengembangan sistem nilai dan sikap antikorupsi dalam berbagai pilar

yang ada, yaitu masyarakat, sektor swasta dan aparat pemerintah.

b. Mengembangkan nilai-nilai antikorupsi dalam berbagai aktifitas pendidikan dalam

rangka menciptakan karakter bangsa yang berintegritas melalui kurikulum yang

diajarkan, maupun di luar kurikulum.

c. Kampanye anti korupsi yang massif.

d. Strategi komunikasi, informasi dan edukasi yang jelas dan terencana.

e. Adanya kerjasama dengan media dalam mengembangkan budaya antikorupsi melalui

media kreatif.

f. Keterpaduan manajemen kampanye antikorupsi.

g. Publikasi dan sosialisasi hasil-hasil masukan masyarakat kepada publk

h. Publikais praktek-praktek terbaik antikorupsi.

i. Memperluan ruang partisipasi masyarakat.

Terkait dengan pendidikan antikorupsi, sekurang-kurangnya terdapat 22 rrncana aksi

kebijakan antikorupsi yang dijelaskan dalam 4 (empat) rencana aksi dimana melibatkan peran

perguruan tinggi dalam pelaksanaannya, baik dalam hal konten pembelajaran, hubungan antar

lembaga, pentingnya upaya sosialisasi dan pendidikan non formal.

6. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi

Diktum kesebelas Butir 7.

73Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, https://www.ksap.org/sap/strategi-nasional-

pencegahan-dan-pemberantasan-korupsi/, diakses pada 10 September 2018.74 Ibid.,

Page 67: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

61

Aturan hukum yang menegaskan mengenai pentingnya pendidikan anti korupsi telah diatur

secara khusus dalam aturan sebagaimana disebut di atas. Dalam aturan tersebut, menyatakan

bahwa Menteri Pendidikan Nasional menyelenggarakan pendidikan yang berisikan substansi

penanaman semangat dan perilaku dalam rangka membudayakan antikorupsi pada setiap jenjang

pendidikan yang ada baik forma maupun nonformal. Harapannya adalah dapat memberikan

bekal yang memadai kepada peserta didik melalui aktivitas pembelajaran yang diberikan. Selain

itu, hal ini bertujuan dalam rangka memberikan pengetahuan yang memadai tentang korupsi

secara keseluruhan dan bagaimana upaya pemberantasannya sebagai upaya menanamkan budaya

antikorupsi.

7. Peraturan Menteri Riset dan Dikti Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional

Pendidikan Tinggi

Sebagai salah satu turunan dari UU Pendidikan Tinggi yaitu terdapat Permenristekdikti

No.44 tahun 2015 tentang SN-PT dimana menjelaskan lebih lanjut mengenai standar apa saja

yang harus dipenuhi oleh institusi pendidikan tinggi yang berdiri berdasarkan hukum Indonesia.

Adapun yang menjadi tujuan dari SN Dikti sebagaimana tercantum dalam pasal 3 adalah

sebagai berikut:

a. Menjamin tercapainya tujuan pendidikan tinggi yang berperan strategis dalam

mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi

dengan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa

Indonesia yang berkelanjutan;

b. Menjamin agar pembelajaran pada program studi, penelitian, dan pengabdian kepada

masyarakat yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum

Negara Kesatuan Republik Indonesia mencapai mutu sesuai dengan kriteria yang

ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan Tinggi; dan

c. Mendorong agar perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan

Republik Indonesia mencapai mutu pembelajaran, penelitian dan pengabdian kepada

msyarakat melampaui kriteria yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan

Tinggi secara berkelanjutan.

Page 68: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

62

Selanjutnya dijelaskan bahwa lulusan dari Perguruan Tinggi harus mencerminkan

tercapainya profil lulusan yang memiliki sikap berperilaku benar dan berbudaya sebagai hasil

dari internalisasi dan aktualisasi nilai dan norma yang tercermin dalam kehidupan spiritual dan

sosial melalui proses pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, penelitian dan/atau

pengabdian kepada masyarakat yang terkait dengan pembelajaran.75 Dengan demikian,

menciptakan profil luusan yang berintegritas menjadi prioritas utama dan tolak ukur keberhasilan

sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Pentingnya peran Perguruan Tinggi dalam rangka

pencegahan korupsi di Indonesia, tetapi juga sebagai institusi pendidikan yang mampu menjadi

motor penggerak menanamkan budaya antikorupsi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam

mempersiapkan pemimpin bangsa di masa yang akan datang.

Melawan korupsi melalui jalur formal diharapkan dapat menjadi sarana yang efektif dan

strategi yang jitu membudayakan antikorupsi sejak dini. Para peserta didik tidak hanya dibekali

pengetahuan dan kemampuan dalam rangka menghadapi dunia kerja, tetapi juga berintegrasi

dan memiliki sikap-sikap luhur yang dilandasi nilai-nilai agama khususnya budaya antikorupsi,

termasuk di dalamnya bagaimana melawan korupsi atas dorongan ataupun motivasi akibat

adanya kesempatan yang datang di hadapan.76

Harapannya adalah agar mahasiswa mendapatkann pengetahuan yang cukup tentang seluk

beluk korupsi serta menanamkan budaya antikorupsi. Selain itu,diharapkan juga mampu

berperan aktif dalam setiap gerakan antikorupsi yang dilaksanakan. Tujuan jangka panjangnya

adalah bisa menghasilkan generasi penerus, sarjana lulusan perguruan tinggi yang tidak “catat

nilai”, profesional dan berintegritas serta memiliki komitmen kuat pada upaya pencegahan dan

pemberantasan korupsi di Indonesia.77

Tantangan besar perguruan tinggi kita saat ini adalah mengembalikan pendidikan pada

fungsinya sebagai pembentuk karakter bangsa yang tidak hanya bertugas sebagai wahana

transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, penguasaan keterampilan dan seni, tetapi juga

75 Indonesia, Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44

Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, pasal 6 ayat (1). 76 Yusrianto Kadir, Kebijakan Pendidikan Anti Korupsi di Perguruan Tinggi,

https://www.researchgate.net/publication/322789761/download, diakses pada 9 September 2018.77 Ibid.,

Page 69: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

63

membangun semangat dan kompetensinya sebagai agent of change bagi kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang bersih dan bebas dari ancaman korupsi.78

Oleh karena itu, telah terdapat capaian pembelajaran lulusan dari aspek sikap yang

terkandug dalam Standar Nasional Pendidikan Tinggi Indonesia, yang meliputi:79

a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religius;

b. menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan agama, moral

dan etika;

c. berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara,

dan peradaban berdasarkan Pancasila;

d. berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air, memiliki nasionalisme

serta rasa tanggungjawab pada negara dan bangsa;

e. menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan kepercayaan, serta pendapat

atau temuan orisinal orang lain;

f. bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap masyarakat dan

lingkungan; taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara

g. menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik;

h. menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang keahliannya secara

mandiri;

i. menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan kewirausahaan

Menyikapi fenomena korupsi yang marak terjadi. Pendidikan pun melakukan pembenahan-

pembenahan untuk menjawab tantangan derasnya arus korupsi. Salah satu upaya yang dilakukan

adalah perubahan kurikulum. Perubahan kurikulum yang gencar dibicarakan belakangan ini

adalah masuknya Pendidikan Anti Korupsi pada tingkat pendidikan prasekolah hingga Perguruan

Tinggi.

C. Peran Pemerintah Dalam Rangka Pendidikan Budaya Anti Korupsi Di Masyarakat

78 Ibid.,79 Indonesia, Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44

Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi,

Page 70: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

64

Pada sub judul ini akan diuraikan mengenai peran pemerintah dalam pendidikan budaya

anti korupsi di masyarakat dan peran pemerintah dalam mendukung dan mendorong pencegahan

tindakan korupsi di Indonesia.

1. Peran Pemerintah Dalam Pendidikan Budaya Anti Korupsi di Masyarakat

Korupsi adalah perbuatan melawan hukum, menyalahgunakan wewenang, menyuap

penegak hukum atau pegawai pemerintahan untuk mengambil kebijakan yang menguntungkan,

sehingga dapat melancarkan urusan demi kepentingan pribadi atau kepentingan golongannya.

Untuk memberantas kejahatan korupsi harus diterapkan penataan pemerintahan yang baik (Good

Governance) menjadi acuan untuk menciptakan kualitas pemerintahan yang lebih baik. Asumsi

yang dibangun dengan tata pemerintahan yang baik adalah meningkatnya kualitas pelayanan

publik yang baik akan menurunkan tingkat korupsi serta mendekatkan pemerintah kepada

pemenuhan kepentingan masyarakat. Langkah yang diambil di era tekhnologi saat ini untuk

mencegah tindak korupsi adalah dengan penerapan sistem pengelolaan sumberdaya pemerintah

secara terintegrasi berbasis internet atau yang biasa disebut dengan E-government. Dengan

sistem ini diharapkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme bisa dicegah serta mampu

mengawal perencanaan dan pembangunan baik di Pusat maupun di daerah.

Korupsi merupakan fenomena sosial, ekonomis, dan politis di dalam praktiknya dapat

mengambil pola perilaku dan bentuk yang beraneka macam. Korupsi bisa dilakukan oleh petugas

administrasi tingkat bawah sampai atas. Korupsi (dalam bentuknya yang beragam)80 dapat juga

melibatkan banyak pihak, menggerus keuangan negara, dan meruntuhkan sendi sosial maupun

agama. Penataan pemerintahan yang baik (Good Governance) menjadi acuan untuk menciptakan

kualitas pemerintahan yang lebih baik. Asumsi yang dibangun dengan tata pemerintahan yang

baik adalah meningkatnya kualitas pelayanan publik yang baik akan menurunkan tingkat korupsi

serta mendekatkan pemerintah kepada pemenuhan kepentingan masyarakat.81

80 Syed Hussein Alatas menulis, setidaknya ada tujuh ragam korupsi, yakni, korupsi transaktif (transactve

corruption); pemerasan (extortive corruption); korupsi investif (investive corruption); nepotisme; korupsi defensif (defensive corruption); korupsi otogenik (autogenic corruption); dan korupsi dukungan (supportive corruption). Disarikan dari Syed Hussein Alatas, Korupsi: Sifat, Sebab, dan Fungsi, (Jakarta: LP3ES, Jakarta, 1987), hlm. vii-x.

81 Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008), hlm. 1.

Page 71: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

65

United Nation Development Program merumuskan prinsip tata kelola pemerintahan yang

baik dalam delapan bentuk, sebagai berikut:82

a. Participation, setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik

secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili

kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan

berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif;

b. Rule Of Law, kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa perbedaan, terutama

hukum hak asasi manusia;

c. Transparancy, Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses lembaga

dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi

harus dapat dipahami dan dapat dipantau;

d. Responsivienes, Lembaga dan proses harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders;

e. Consensus orientation. Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda

untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal

kebijakan maupun prosedur;

f. Effectiveness and efficiency, proses dan lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang

telah digariskan dengan menggunakan sumber yang tersedia sebaik mungkin;

g. Accountability, para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sector swasta dan

masyarakat bertanggungjawab kepada public; dan

h. Lembaga Stakeholders, akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan

yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal

organisasi.

Dalam perjalanannya, pemerintah kadang kala menghadapi banyak kesulitan untuk

membentuk kebijakan dan program perbaikan praktik tata kelola pemerintahan yang baik. Hal ini

disebabkan karena, pertama, praktik tata kelola pemerintahan yang baik memiliki dimensi yang

luas sehingga terdapat banyak aspek yang harus diintervensi. Kedua, belum banyak tersedia

informasi mengenai aspek strategis yang perlu memperoleh prioritas untuk dijadikan sebagai

entry point dalam memperbaiki kinerja pemerintahan (governance). Ketiga, kondisi antar daerah

82 Lihat, Husni Thamrin, cetakan II, Hukum Pelayanan Publik di Indonesia, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo,

2013), hlm. 48-49.

Page 72: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

66

di Indonesia yang sangat beragam membuat setiap daerah memiliki kompleksitas masalah

pengelolan pemerintahan yang berbeda. Keempat, komitmen dan kepedulian dari berbagai

stakeholders mengenai reformasi pemerintahan berbeda-beda dan pada umumnya masih

rendah.83

Untuk menciptakan penataaan dan pengelolaan pemerintahan yang baik, kesadaran di

antara para pegawai pemerintah mengenai pentingnya mengubah citra pelayanan publik sangat

diperlukan. Akuntabilitas adalah suatu derajat yang menunjukan besarnya tanggungjawab aparat

atas kebijakan maupun proses pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah.

Dalam hal ini, ada dua bentuk akuntabilitas, yaitu akuntabilitas eksplisit dan akuntabilitas

implisit. Akuntabilitas eksplisit adalah pertanggungjawaban pejabat atau pegawai pemerintah

manakala dia diharuskan untuk menjawab atau menanggung konsekuensi dari cara-cara yang

mereka gunakan dalam melaksanakan tugas-tugas kedinasan. Sedangkan akuntabilitas implisit

berarti bahwa setiap pejabat atau pegawai pemerintah secara implisit bertanggungjawab atas

setiap kebijakan, tindakan atau proses pelayanan publik yang dilaksanakan. Termasuk di dalam

tanggungjawab implisit yang harus dipikul oleh setiap pegawai atau pejabat pemerintah adalah

menghindari penyakit birokrasi yang senantiasa dikeluhkan masyarakat: korupsi, kolusi, dan

nepotisme. Penciptaan aparat yang akuntabel adalah sebuah prasyarat mutlak agar sistem

pelayanan publik tidak terjangkit korupsi. 84

Demi mendorong akuntabilitas dan transparansi penyelenggara pemerintahan yang baik,

penggunaan sistem informasi menemukan tempat yang selaras di dalam pegorganisasian organ

pemerintah. Akuntabilitas dan transparansi ini merupakan syarat organisasi sektor publik dapat

dipercaya oleh publik, dimana dapat ditempuh dengan menggunakan teknologi informasi dan

komunikasi yang dipenuhi melalui penerapan electronic government atau e-government (e-

gov).85

Pelayanan publik oleh pemerintah daerah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi

pemerintah menurut kemampuan dan kreatifitasnya untuk mengatur dan menentukan sendiri

83 Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance..., hlm 2.84 Ibid., hlm 99.

85 Yogi Suprayogi Sugandi, Administrasi Publik: Konsep dan Perkembangan Ilmu di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm. 193-194.

Page 73: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

67

rumah tangganya. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan nuansa legalitas terhadap sistem

pelayanan publik diperlukan suatu instrument yuridis sebagai sarana kontrol terhadap

penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun di

daerah.86

Tata pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, dan transparan merupakan indikator dari

rendahnya tingkat korupsi di lingkungan birokarasi. Secara umum, salah satu komponen utama

e-gov adalah aplikasi sistem informasi pemerintahan yang mampu memberikan layanan secara

online melalui media internet. Aplikasi ini memberi fasilitas interaksi antara anggota masyarakat

dengan penyelenggara layanan publik tanpa harus bertatap muka secara langsung yang pada

dasarnya tatap muka secara langsung memberi ruang untuk kongkalikong yang menjurus pada

tindakan korupsi.87

Kebijakan melawan korupsi yang sudah dicanangkan Presiden Republik Indonesia

memperoleh sambutan positif dari kalangan pegiat telematika. Hal tersebut diwujudkan dengan

partisipasi aktif mencegah korupsi melalui karya nyata sesuai dengan bidang keahliannya.

Standar modul e-procurement sebagai salah satu komponen e-gov merupakan salah satu

kontribusi yang ditawarkan untuk dapat diterapkan di semua instansi pemerintah. Bagi organisasi

publik, dalam merencanakan sesuatu program biasanya memerlukan dua hal pokok. Pertama,

data mengenai kelengkapan layanan. Kedua, data mengenai kebutuhan layanan di masa

mendatang. Menurut Conyers rencana yang diterapkan untuk membangun Negara-negara

berkembang pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua. Tipe pertama adalah bentuk rencana

yang hanya mencakup satu jenis layanan publik khusus (misalnya rencana pendidikan,

infrastruktur, kesehatan dan perumahan). Rencana semacam ini cenderung memiliki rentang

waktu yang relatif panjang (hingga 5 tahun) dengan persiapan yang memakan waktu berbulan-

bulan guna mencoba melibatkan sebanyak mungkin organisasi dan pejabat terkait. Maka rencana

tipe ini biasanya memuat analisis statistik mengenai situasi yang sedang dihadapi, saran-saran

86 Raharjo, Satjipto, Hukum Progresif: Aksi bukan Teks Dalam Memahami Hukum, (Jakarta: Rajawali Press,

2011), hlm. 3.

87 Husni Thamrin, Hukum Pelayanan Publik Di Indonesia, Aswaja Pressindo, Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013, hlm. 55.

Page 74: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

68

terhadap isu kebijakan yang besar, serta usulan rinci mengenai perkembangan di masa

mendatang dari setiap aspek layanan yang dimaksudkan.88

Rencana tipe kedua adalah rencana yang terintegrasi ke dalam rencana pembangunan

nasional yang teramat luas. Rencana dengan skala nasional biasanya memiliki sektor atau

bagian-bagian tertentu seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial dan lainnya. Rencana

semacam ini biasanya berjalan relatif rutin dan tidak banyak membutuhkan waktu untuk

membutuhkan banyak waktu untuk mempersiapkannya. Karena telah digabungkan dengan

rencana skala nasional, rencana tipe kedua ini biasanya telah dikoordinasikan dengan rencana

sektor-sektor lain yang terkait. Umumnya rencana semacam ini cenderung lebih realistis dalam

arti bahwa usulan yang dibuat biasanya tidak terlalu ambisius dan sudah diperhitungkan supaya

lebih praktis dan meminimalkan biaya atau tenaga yang terlibat serta kemungkinan terjadinya

permasalahan yang menyangkut faktor politis dan sosial lainnya.

Hampir di semua media massa menyuguhkan informasi mengenai banyaknya pejabat

negara, pimpinan lembaga, tokoh nasional, dan pengusaha terlibat kasus korupsi kemudian

terungkap. Banyak dari sejumlah kasus yang terungkap, para pelakunya dilakukan tindakan

hukum (divonis dan dipenjarakan). Namun tindakan tegas tersebut, seolah tidak berdampak

menimbulkan “efek jera”, justru sebaliknya semakin merajalela. Mirisnya lagi sebagian besar

dari pelaku tindakan korupsi tidak merasa bersalah dan cenderung mengelak serta memberikan

alibi pembenaran karena ia telah menjadi korban konspirasi. Sikap dan perilaku para pelaku

tindakan korupsi juga setelah menjalani hukuman tidak nampak adanya penyesalan dan perasaan

bersalah.

Sepertinya ada yang salah dalam tata nilai, sikap, perilaku dari para pelaku korupsi di

negeri ini. Betapa tidak, mereka justru memperlihatkan senyuman kebanggan dan sering terlihat

melambaikan tangan saat wartawan mengambil foto dirinya. Semakin banyak orang yang

melakukan korupsi, nampaknya membuat lahirnya sebuah pandangan baru akan “pelumrahan

keadaan” sehingga korupsi tidak lagi tabu dan dipandang sebagai sebuah perbuatan negatif atau

kriminal. Fenomena ini menunjukkan bahwa dorongan untuk melakukan korupsi terkait erat

dengan sikap mental seseorang terhadap sistem nilai yang diyakini dan diwarisi sebelumnya.

Oleh karena itu perlu ada langkah preventif untuk kembali membangun tatanan nilai, moral, dan

88 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2009), hlm. 210.

Page 75: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

69

kebiasaan perilaku positif (kejujuran dan keterbukaan) melalui usaha yang terencana dan

berkesinambungan yaitu melalui pendidikan.

Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi

peserta didik secara optimal. Usaha sadar tersebut tidak boleh dilepaskan dari lingkungan dimana

peserta didik berada terutama dari lingkungan budayanya karena peserta didik hidup dalam

lingkungan tersebut dan bertindak sesuai dengan kaedah-kaedah budayanya. Pendidikan yang

tidak dilandasi oleh prinsip tersebut akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar

budayanya. Ketika hal ini terjadi maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik

sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing,

yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukainya budayanya.

Budaya yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang dimulai dari budaya di

lingkungan terdekat, kemudian berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional

bangsanya dan budaya universal yang dianut oleh ummat manusia. Apabila peserta didik

menjadi asing terhadap budaya terdekatnya maka dia tidak mengenal dengan baik budaya

bangsanya dan dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian maka dia sangat

rentan terhadap pengaruh budaya luar dan bahkan cenderung untuk menerima budaya luar tanpa

proses pertimbangan.

Dengan demikian peserta didik sebagai anak bangsa dan warganegara Indonesia akan

memiliki wawasan, pola berpikir, pola sikap, dan pola tindak dan menyelesaikan masalah yang

sesuai dengan norma dan nilai ciri ke-Indonesia-annya. Hal ini sesuai dengan fungsi utama

pendidikan yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas yaitu “mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa”. Oleh karena itu aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional (UUD 1945

dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan yang kokoh untuk mengembangkan keseluruhan

potensi diri seseorang sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Secara kultural pendidikan

berfungsi untuk mewariskan nilai-nilai dan prestasi masa lalu ke generasi muda melalui proses

enkulturasi. Nilai-nilai dan prestasi tersebut akan menjadi kebanggaan bangsa dan pada

gilirannya akan menjadikan bangsa tersebut lebih dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain

berfungsi mewariskan nilai, pendidikan juga memiliki fungsi untuk mengembangkan nilai-nilai

budaya dan prestasi masa lalu itu menjadi nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai dengan

Page 76: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

70

kehidupan masa kini dan masa yang akan datang serta mengembangkan prestasi baru yang

menjadi karakter baru bangsa. Oleh karena itu, pendidikan karakter merupakan inti dari suatu

pendidikan.

Pendidikan anti korupsi sangat penting dilakukan melalui jalur pendidikan yang

terencana dan didukung berbagai kebijakan dari pemerintah sebagai regulator, dengan harapan

agar generasi muda bangsa di masa yang akan secara sadar mampu membangun sistem nilai

yang baru yaitu anti korupsi untuk Indonesia yang lebih bersih dan maju. Pendidikan anti korupsi

jika dilihat dalam konteks pendidikan adalah tindakan terencana untuk mengendalikan atau

mengurangi korupsi, merupakan keseluruhan upaya untuk mendorong generasi-generasi

mendatang mengembangkan sikap menolak secara tegas setiap bentuk tindak korupsi.

Pendidikan anti korupsi melalui jalur pendidikan dinilai oleh sejumlah pengamat

pendidikan dan buadayawan lebih efektif, karena pendidikan merupakan proses perubahan sikap

mental yang terjadi pada diri seseorang, dan melalui jalur ini akan lebih tersistematis serta

mudah terukur keberhasilannya, yaitu adanya perubahan sikap dan perilaku anti korupsi.

Perubahan dari awalnya berupa sikap membiarkan dan memaafkan para koruptor ke sikap

menolak secara tegas tindakan korupsi, tidak pernah terjadi jika kita tidak secara sadar membina

kemampuan generasi mendatang untuk memperbaharui sistem nilai yang diwarisi (korupsi)

sesuai dengan tuntutan yang muncul dalam setiap tahap pernjalanan bangsa.

Sistem nilai yang ada sekarang seolah “melumrahkan” tindakan korupsi harus segera

direhabilitasi dengan maksud supaya bisa memperbaharui sistem nilai lama warisan (korupsi) itu

berdasarkan situasi baru yang diupayakan bersamamelalui proses pendidikan. Pada dasarnya

sistem nilai yang lebih baik, datang dari berbagai pengalaman nyata dari perjalanan suatu bangsa

yang bersifat dramatis yang lahir dari kontemplasi mendalam mengenai makna aneka peristiwa

kehidupan yang dijumpai selama suatu kurun waktu tertentu. Misalnya saja lahirnya organisasi

Boedi Oetomo dan deklarasi sumpah pemuda yang menyadarkan bangsa Indonesia akan

pentingnya rasa persatuan dan kesatuan, hingga akhirnya memperoleh kemerdekaan.

Dalam konteks dunia pendidikan, keinginan masyarakat untuk ” mencabut korupsi

sampai se akar-akarnya” berarti melakukan serangkaian usaha untuk melahirkan generasi yang

tidak bersedia menerima dan memaafkan suatu perbuatan korupsi. Oleh karena itu harus

dilakukan usaha-usaha untuk melahirkan perubahan radikal dalam sikap bangsa terhadap

Page 77: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

71

korupsi.Pendidikan anti korupsi menfokuskan pada penanaman nilai-nilai pada generasi muda,

sehingga akan muncul sistem nilai baru yang terinternalisasi pada diri generasi muda sebagai

pedoman hidup (tidak melakukan korupsi) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Nilai-nilai anti-korupsi yang perlu ditanamkan kepada generasi mudah melalui jalur

pendidikan yang direkomendasikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yaitu tanggung jawab,

disiplin, jujur, sederhana, kerja keras, mandiri, adil, berani, dan peduli (ada sembilan nilai).

Seorang sosiolog ternama, Franz Magnis Suseno mengemukakan, terdapat tiga sikap

moral fundamental yang akan membuat seseorang menjadi kebal/ kuat terhadap godaan korupsi:

kejujuran, rasa keadilan, dan rasa tanggung jawab. Jujur berarti berani menyatakan keyakinan

pribadi dan menunjukkan siapa dirinya secara terbuka tanpa ditutup-tutupi. Kejujuran adalah

modal dasar dalam menjalin kehidupan bersama. Ketidakjujuran akan menghancurkan jalinan

hubungan komunitas bersama. Siswa atau peserta didik perlu belajar bahwa berlaku tidak jujur

merupakan sesuatu yang amat buruk yang mempengaruhi hubungan pertemanan dengan yang

lainnya.

Adil berarti memenuhi hak orang lain dan mematuhi segala kewajiban yang mengikat diri

sendiri. Masih menurut Magnis yang mennyatakan bahwa seseorang yang bersikap baik tetapi ia

juga melanggar keadilan, itu pun akan berbuah tidak pernah baik. Keadilan adalah tiket utama

menuju kebaikan. Sedangkan tanggung jawab berarti teguh dan tekun melaksanakan

tugas/kewajiban hingga tuntas. Misalnya, peserta didik diberi tanggung jawab mengelola dana

kegiatan olahraga di sekolahnya. Rasa tanggung jawab peserta didik terlihat ketika dana dipakai

seoptimal mungkin menyukseskan kegiatan olahraga. Menurut Magnis, pengembangan rasa

tanggung jawab adalah bagian terpenting dalam pendidikan anak menuju kedewasaan. Menjadi

orang yang bermutu sebagai manusia.

Selanjutnya, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional pada Pasal 3 dinyatakan secara eksplisit bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.” Dengan demikian, pembinaan pendidikan anti korupsi

Page 78: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

72

pada jalur pendidikan di seluruh satuan pendidikan (sekolah) merupakan wahana untuk

mendukung dan mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut.

Langkah awal perwujudan pendidikan anti korupsi tertuang dalam pertemuan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) dengan melakukan penandatanganan nota kesepahaman bersama (MoU) tentang Kerja

Sama dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada tahun 2012. Salah satu bentuk

penerapan kerja sama ini adalah pendidikan antikorupsi di sekolah (mulai dari pendidikan dasar,

menengah, sampai atas) dan perguruan tinggi. Konsep pendidikan ini tidak hanya diberlakukan

kepada peserta didik, tetapi juga insan pendidikan termasuk kepala sekolah beserta jajarannya

untuk menonjolkan aspek edukasinya. Adapun ruang lingkup MoU meliputi pendidikan anti

korupsi, penelitian dan pengembangan, pertukaran data dan informasi, dan laporan harta

kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

Di lapangan praktek pengaplikasian kurikulum anti korupsi masih mencari format dan

terkesan trial and error dan lebih tepat memakai kata “gamang” karena tidak jelas. Di suatu

daerah ada yang menterjemahkan dengan konteks “correlated curriculum” yakni memasukkan

muatan materi pendidikan anti korupsi dalam berbagai mata pelajaran, berbeda di sejumlah

daerah lain berupa mata pelajaran sendiri yang bersifat mulok (muatan lokal), dan umumnya

sebagian besar di berbagai daerah di Indonesia masih kebingungan akan dimulai dari mana untuk

menerapkan kurikulum anti korupsi yang secara resmi mulai dilaksanakan sejak Juli 2012 lalu.89

Kebingungan pengaplikasian kurikulum tahun 2012 mengenai pendidikan anti korupsi

yang tidak jelas akan berimplikasi pada efektifitas pencapaian tujuan dari penyelenggaraan

konsep kurikulum terebut. Ditambah dengan kebijakan peberapan kurikulum tahun 2013

semakin membuat tidak jelas nasib kelanjutan dari konsep pendidikan anti korupsi yang termuat

dalam kurikulum nasional.

Idealnya untuk mewujudkan pendidikan anti korupsi, pendidikan di sekolah harus

diorientasikan pada tataran moral action yang terintegrasi, agar peserta didik tidak hanya

berhenti pada pengetahuan (knowledge) dan kompetensi (competence) saja, tetapi sampai

memiliki kemauan (will), serta kebiasaan (habit) dalam mewujudkan nilai-nilai dalam kehidupan

sehari-hari. Lickona (1991), menyatakan bahwa untuk mendidik moral anak sampai pada tataran

89 Iyan Sofyan, Nasib Kurikulum Pendidikan Anti Korupsi, Wacana Atau Rencana Dalam Kurikulum 2013?,

Reaktualisasi Dan Refleksi Kurikulum, Mandiri Graffindo Press, Yogyakarta, 2013, Hlm. 248

Page 79: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

73

moral action diperlukan tiga proses pembinaan yang berkelanjutan mulai dari proses moral

knowing, moral feeling, hingga sampai pada moral action. Ketiganya harus dikembangkan secara

terpadu dan seimbang. Dengan demikian diharapkan potensi peserta didik dapat berkembang

secara optimal, baik pada aspek kecerdasan intelektual, yaitu memiliki kecerdasan, kemampuan

membedakan yang baik dan buruk, benar dan salah, serta menentukan mana yang bermanfaat.90

Praktek dilapangan saat ini banyak sekolah hanya melakukan pendidikan anti korupsi

masih sebatas pada pengetahuan dimana korupsi diajarkan masuk dalam mata pelajaran tertentu.

Ada juga sejumlah sekolah yang mulai menyentuh sampai ke ranah moral action dengan

menyelenggarakan kantin kejujuran. Sayangnya hal itu juga terkesan seperti anjuran dari pihak

sekolah dan faktualnya hanya diapresiasi oleh sebagian siswa saja yang itu pun dilakukan oleh

siswa yang sama setiap harinya. Ada juga kasus kantin kejujuran di sekolah tertentu hanya

mampu terselenggara sesaat karena tidak berjalan sesuai dengan konsep awal, kantin menjadi

merugi dan akhirnya tutup operasional.

Sejumlah perguruan tinggi di berbagai wilayah di Indonesia juga mencoba berlomba-

lomba menjadi pioneer dalammenggagas dan mengaplikasikan pendidikan anti korupsi dalam

proses pendidikan di institusinya, mulai dari dibuatnya mata kuliah anti korupsi hingga

diselenggarakannya pelatihan anti korupsi secara berkala terhadap mahasiswa. Namun

perkembangan kajian dan penelitian akan efektivitas pelaksanaan pendidikan anti korupsi sampai

sekarang belum banyak dan menunjukan hasil yang signifikan.

Kementerian Pendidikan, sepertinya belum membuat konsep pendidikan anti korupsi

dalam bentuk pedoman pelaksanaan secara komprehensif. Keputusan menteri atau aturan serupa

yang mengatur proses dan penyelenggaraan pendidikan anti korupsi untuk setiap tingkat satuan

dan jenjang pendidikan nampaknya belum dibuat juga, sehingga “kegamangan” sekolah dan

perguruan tinggi dalam menyelenggarakan pendidikan anti korupsi menjadi keniscayaan.

Dalam dokumen kurikulum nasional 2013 terbaru yang sudah ditetapkan oleh pemerintah

dan di sejumlah wilayah tertentu di Indonesia mulai diaplikasikan, ternyata materi atau muatan

pendidikan anti korupsi itu “tidak tampak” tertulis. Rupanya kerjasama antara KPK dengan

Depdikbud pada tahun 2012 lalu dan klaim pemerintah yang menyatakan bahwa pendidikan anti

korupsi sudah dimasukan dalam kurikulum tahun 2012 dan dilaksanakan perlu dipertanyakan

90 Ibid, Hlm. 255.

Page 80: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

74

ulang. Bukan hanya sekedar pertanyaan biasa melainkan juga sebagai refleksi bagi pemerintah

era sekarang dan di era selanjutnya sejauh mana pemerintah mengupayakan perbaikan generasi

muda di Indonesia agar benar-benar terbina mempunyai sikap dan perilaku anti korupsi melalui

proses pendidikan.91

Peran pemerintah dalam pendidikan budaya anti korupsi di masyarakat dapat tercermin

dalam tata pengelolaan pemerintahan yang diwujudkan dalam prinsip Good Public Governance

(GPG). GPG diperlukan dalam rangka mencapai tujuan nasional yaitu melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut memelihara ketertiban dunia berlandaskan

kedaulatan negara, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut harus

diwujudkan negara berdaya-saing sehat dan tinggi yang mampu menciptakan nilai tambah secara

berkesinambungan melalui pengelolaan sumberdaya secara bertanggung jawab sehingga

terbangun kredibilitas negara baik secara nasional maupun dalam pergaulan internasional. GPG

memiliki pengaruh yang besar terhadap terwujudnya good governance secara menyeluruh, baik

dalam rangka penyelenggaraan negara itu sendiri, maupun dalam berbagai aspek kehidupan

masyarakat, termasuk penerapan good corporate governance oleh dunia usaha. Di pihak lain

dunia usaha dan masyarakat juga berkepentingan dan memiliki peran dalam mewujudkan GPG.

Oleh karena itu, dalam rangka menciptakan situasi kondusif untuk melaksanakan GPG

diperlukan tiga pilar, yaitu negara, dunia usaha dan masyarakat. Ketiga pilar tersebut perannya

sebagai berikut92:

Pertama, negara harus merumuskan dan menerapkan GPG sebagai pedoman dasar dalam

melaksanakan fungsi, tugas dan kewenangannya. Negara juga berkewajiban untuk menciptakan

situasi kondusif yang memungkinkan penyelenggara negara dan jajarannya melaksanakan

tugasnya dengan baik.

Kedua, dunia usaha harus merumuskan dan menerapkan good corporate governance

(GCG) dalam melakukan usahanya sehingga dapat meningkatkan produktivitas nasional. Dunia

usaha juga berkewajiban untuk berpartisipasi aktif memberikan masukan dalam perumusan dan

91 Pendidikan Anti Korupsi disepakati baru akan dimasukkan ked ala Kurikulum Pendidikan 2019.

https://kumparan.com/@kumparannews/pendidikan-antikorupsi-ditargetkan-masuk-kurikulum-pada-juli-2019-1544518041550928471, diakses pada Tanggal 14 April 2019 Pkl. 17.52

92 Handoko A Hasthoro, Tata Kelola Publik Dan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume XIX No. 1, April 2016, Hlm. 55

Page 81: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

75

pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik yang bertalian dengan sektor

usahanya.

Ketiga, masyarakat harus melakukan kontrol sosial secara efektif terhadap pelaksanaan

fungsi, tugas dan kewenangan negara. Masyarakat juga berkewajiban untuk berpartisipasi aktif

memberikan masukan dalam perumusan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan

kebijakan publik. Untuk itu masyarakat harus:

a. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan untuk dapat melaksanakan kontrol sosial

secara sehat dan bertanggungjawab.

b. Meningkatkan konsolidasi sumberdaya agar dapat memberikan kontribusi secara

maksmimal.

Meskipun negara dalam hal ini pemerintah mempunyai peran yang sangat penting dalam

pendidikan budaya anti korupsi di masyarakat, namun demikian peran ketiga pilar tersebut dalam

pendidikan budaya anti korupsi sangatlah penting. Adapun peran masing-masing pihak tersebut

secara rinci antara lain sebagai berikut93:

Pertama, Negara (pemerintah) yang mempunyai peran sebagai berikut:

a. Menyusun peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik yang

berorientasi pada pelayanan dan perlindungan kepentingan masyarakat dan dunia usaha

atas dasar prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

b. Melakukan proses penyusunan peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik yang

didasari pada kajian yang mendalam serta melibatkan masyarakat dan atau dunia usaha.

c. Melakukan deseminasi dan sosialisasi terhadap perundang-undangan dan kebijakan publik

yang telah ditetapkan.

d. Menciptakan sistem sosial politik yang sehat dan terbuka untuk mewujudkan

penyelenggara negara yang memiliki integritas dan profesionalisme yang tinggi serta

meningkatkan kemampuan warga negara dalam berdemokrasi melalui pendidikan sosial

politik.

e. Memastikan agar dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, penyelenggara negara

mematuhi dan memberdayakan sistem hukum nasional.

93 Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Public Governance Indonesia, Tahun

2008, Hlm. 13

Page 82: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

76

f. Menerapkan etika penyelenggara negara secara konsisten dan mencegah terjadinya

korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

g. Mengupayakan kesejahteraan yang memadai serta menyediakan sarana dan prasarana bagi

penyelenggara negara dan jajarannya untuk memungkinkan pelaksanaan fungsi, tugas dan

kewenangannya dengan baik.

h. Membangun iklim persaingan usaha yang sehat.

i. Menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien.

Kedua, Dunia Usaha yang mempunyai peran sebagai berikut:

a. Melaksanakan usaha secara sehat sehingga dapat menunjang pertumbuhan ekonomi secara

berkelanjutan serta meningkatkan kesempatan kerja.

b. Membangun sistem yang dapat memastikan perusahaan mematuhi peraturan perundang-

undangan dan kebijakan publik serta melaksanakan good corporate governance secara

konsisten.

c. Melaksanakan etika bisnis secara konsisten termasuk mencegah dan menghilangkan

perilaku koruptif, kolusif dan nepotisme.

d. Melakukan kajian yang mendalam terhadap peraturan perundang-undangan dan kebijakan

publik yang berdampak terhadap usahanya.

e. Memberikan masukan secara aktif dalam proses penyusunan peraturan perundang-

undangan dan kebijakan publik baik langsung maupun tidak langsung.

Ketiga, Masyarakat yang mempunyai peran sebagai berikut:

a. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan untuk dapat melaksanakan control sosial

secara sehat dan bertanggungjawab.

b. Meningkatkan konsolidasi sumberdaya agar dapat menata dan menciptakan sistem dan

organisasi masyarakat yang sehat.

c. Mencegah dan menghilangkan sikap dan perilaku koruptif, kolusif dan nepotisme.

d. Melakukan kontrol sosial terhadap pelaksanaan GPG.

e. Memberikan masukan secara aktif dalam proses penyusunan peraturan perundang-

undangan dan kebijakan publik, baik langsung maupun tidak langsung.

f. Memahami dan mematuhi peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik.

Page 83: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

77

g. Melaksanakan hak dan kewajibannya secara bertanggungjawab dalam pemilihan

penyelenggara negara.

2. Peran Pemerintah Dalam Mendukung dan Mendorong Pencegahan Tindakan Korupsi

di Indonesia

Friedman, menyatakan bahwa dalam hal pengkajian Sistem Hukum (legal system) dapat

didekati dari tiga komponen, yaitu struktur, substansi, dan kultur (budaya). Komponen struktur

adalah bagian-bagian yang bergerak dalam suatu mekanisme, komponen substansi merupakan

hasil aktual yang dihasilkan oleh sistem hukum dan meliputi kaedah-kaedah hukum yang tidak

tertulis. Sedangkan komponen kultur adalah nilai-nilai dan sikap-sikap yang mengikat sistem

hukum itu secara bersama dan menghasilkan suatu bentuk penyelenggaraan hukum dalam

budaya masyarakat secara keseluruhan.

Komponen kultur (budaya) memegang peranan yang sangat penting dalam penegakan

hukum pidana. Adakalanya tingkat keberhasilan penegakan hukum pada suatu masyarakat tinggi

karena didukung oleh kultur masyarakat, misalnya melalaui partisipasi masyarakat (public

participation) yang sangat tinggi pula dalam pencegahan kejahatan, melaporkan dan membuat

pengaduan terjadinya kejahatan di lingkungannya dan bekerjasama dengan aparat penegak

hukum dalam usaha penanggulangan kejahatan, meskipun komponen struktur dan substansinya

tidak begitu baik, dan bahkan masyarakat tidak menginginkan prosedur formal itu ditetapkan

sebagaimana mestinya.

Sebaliknya komponen struktur dan substansi yang sangat baik atau “modern” dalam

kenyataannya tidak menghasilkan output penegakan hukum yang tinggi, karena kultur

masyarakat tidak mendukung prosedur formal yang telah ditetapkan. Padahal penegakan hukum

akan selalu berinteraksi dan berinterelasi dengan lingkungan sosialnya : pelaksanaannya akan

dapat mencapai tujuan sebagaimana yang telah ditentukan melalui fungsi dari bekerjanya proses

dan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat, yaitu sosial, politik, dan kebudayaan. Dengan

demikian, maka hukum akan menjadi wadah bagi penyaluran proses-proses dalam masyarakat,

yang secara teoritis fungsi demikian itu dapat dilaksanakannya, baik dengan cara memberikan

jalan agar proses-proses berjalan dengan tertib dan teratur, maupun untuk mengalurkannya sesuai

dengan tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan.

Page 84: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

78

Sebagaimana kejahatan pada umumnya, korupsi dapat terjadi kapan saja dan dimana saja,

dilakukan baik oleh kalangan atas (elit) di pusat dan daerah, maupun oleh kalangan bawah

(pegawai rendahan), seperti : dalam pembuatan KTP, SIM dan berbagai macam perizinan.

Korupsi menggoroti kehidupan masyarakat terutama rakyat kecil yang menanggung beban

ekonomi biaya tinggi, dan melambungnya harga barang-barang kebutuhan pokok ditengah

sulitnya kehidupan. Jajaran birokrasi adalah pelaksana administrasi pemerintahan yang memiliki

wewenang cukup besar dalam mengelola aset publik, memberikan layanan publik, dan

menentukan kebijakan. Kekuasaan yang demikian besar memerlukan kontrol untuk mencegah

penyalahgunaan wewenang dan pedoman untuk terciptanya kualitas pemerintahan yang baik

(good governance). Salah satu kontrol utama yang sekarang menjadi isu adalah etika dan

integritas jajaran birokrasi. Tanpa adanya standar etika dan integritas, maka akan sangat sulit

untuk mencegah penyalahgunaan wewenang, korupsi, dan sejenisnya.

Untuk menegakkan etika dan integritas di jajaran pemerintah, diperlukan tata kelola

pemerintahan yang baik, agar: (i) perilaku jajaran birokrasi sesuai dengan tuntutan tugas dan

fungsinya sebagai pelayan masyarakat; (ii) masyarakat memperoleh layanan publik yang

berkualitas dan dapat diandalkan (reliable); (iii) masyarakat memperoleh perlakuan yang adil

dan non-diskriminatif secara hukum; (iv) asset-aset publik dan kekayaan negara dikelola dan

dimanfaatkan secara efektif, efisien, dan taat azas; dan (v) pengambilan keputusan atau kebijakan

publik bersifat transparan dan terbuka, serta tersedia mekanisme bagi masyarakat untuk

mengkritisinya.94

Dalam rangka penguatan etika dan integritas aparatur pemerintah guna pencegahan korupsi

telah diterbitkan beberapa acuan atau rujukan dalam bentuk TAP-MPR Nomor VI Tahun 2001,

Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004, dan

berbagai Peraturan Menteri. Untuk meningkatkan kinerja birokrasi, sejak tahun 2004, pemerintah

telah mencanangkan pelaksanaan reformasi birokrasi, yang diawali dengan pelaksanaan pilot

project di 3 instansi, yaitu Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa

Keuangan. Untuk mempercepat dan memperluas pelaksanaan reformasi birokrasi instansi

tersebut, telah dibentuk Tim Reformasi Birokrasi Nasional yang dipimpin oleh Menteri Negara

PAN. Dengan berbagai kebijakan nasional tersebut, pada dasarnya setiap kementerian/ lembaga

94Dayat NS Wiranta, Transformasi Birokrasi: Cara untuk Penguatan Etika dan Integritas dalam Pencegahan

Korupsi, Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 2 No. 4, Okt – Des 2015, Hlm. 45

Page 85: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

79

dan Pemda dapat melakukan reformasi birokrasi di instansinya masing-masing, yang pada

dasarnya terfokus pada penataan organisasi, penataan proses bisnis, dan penataan sumberdaya

manusia.

Sesuai dengan perkembangan jaman, tuntutan masyarakat terhadap jajaran birokrasi

sebagai penyelenggara pemerintahan, dan pelayan masyarakat semakin gencar dan kuat untuk

dapat menyelenggarakan pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan berkualitas. Termasuk di

antaranya adalah memberikan layanan publik yang prima, serta mengelola sumber daya publik

secara akuntabel, dan transparan, dan bebas dari segala bentuk penyalahgunaan. Landasan

utama untuk terbentuknya pemerintahan yang akuntabel, transparan, dan pelayanan prima

tersebut adalah penguatan etika dan integritas jajaran birokrasi. Tuntutan tersebut telah dirasakan

oleh pemerintahan di seluruh dunia, sehinggga Organization for Economic Cooperation and

Development (OECD, 2000) merasa perlu untuk menyusun pedoman yang komprehensif agar

penguatan etika dan integritas di lingkungan jajaran birokrasi dapat berjaan efektif. Pedoman

tersebut dituangkan dalam bentuk 8 infrastruktur etika dan 12 prinsip pengelolaan etika. Kini

pedoman tersebut merupakan rujukan utama yang digunakan oleh berbagai negara di Eropa,

Amerika, Asia, dan Australia, dan dipakai digunakan sebagai acuan untuk mengukur dan menilai

kekuatan etika birokrasi.95

Standar etika pada jajaran birokrasi telah menjadi perhatian pemerintah di banyak negara.

Perkembangan teknologi informasi dan tatanan global yang lebih terbuka mempertanyakan

tradisi-tradisi lama birokrasi yang cenderung tertutup. Globalisasi dan semakin meningkatkanya

tingkat hubungan ekonomi antar bangsa menuntut jajaran birokrasi untuk berkinerja lebih baik

secara transparansi dan akuntabel. Meningkatnya peluang ekonomi dan interaksi antara jajaran

birorasi dengan pihak swasta juga semakin membuka potensi untuk korupsi dan bentuk

penyalahgunaan wewenang lainnya. Pencegahan terhadap penyelahgunaan wewenang adalah

prosedur yang sangat kompleks, dan membutuhkan sistem mekanisme pengawasan secara

terintegrasi, termasuk di dalamnya sistem manajemen etika. Penyalahgunaan yang terjadi di

banyak negara telah menyebabkan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,

khususnya jajaran birokrasi. Untuk itu pemerintah perlu melakukan evaluasi dan perubahan

terhadap mekanisme pengendalian etika dan perilaku aparat birokrasi.

95 Ibid.

Page 86: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

80

Untuk mendalami permasalahan mengenai penguatan etika dan integritas dalam

pencegahan korupsi melalui transformasi birokrasi, maka perlu dikemukakan mengenai etika dan

integritas. Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya

adalah ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput,

kandang, kebiasaan/ adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Sedangkan ta etha

berarti adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah

Etika, yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis

(asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang sesuatu yang biasa dilakukan atau ilmu

tentang adat kebiasaan.96

Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama etika mempunyai arti sebagai: “ilmu

pengetahuan tentang asas-asas akhlak atau (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia yang baru, mempunyai arti97:

a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral

(akhlak);

b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;

c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Bertens mempertajam definisi etika yang ada dalam Kamus besar Bahasa Indonesia

sebagai berikut98:

a. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam

mengatur tingkah lakunya. Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika

agama Islam, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan

etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini

bisa berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial;.

b. Kumpulan asas atau nilai moral yang sering dikonotasikan sebagai kode etik. Contohnya

adalah Kode Etik Jurnalistik, atau kode etik keanggotaan organisasi tertentu, termasuk

Kode Etik Pegawai Negeri Sipil

c. Ilmu tentang yang baik atau buruk yang dikaitkan dengan asas-asas dan nilai-nilai global

yang diterima sebagai hal yang dianggap baik dan buruk. Etika yang dimaksud dalam

96 Ibid, Hlm. 46.97 Ibid.98 Ibid.

Page 87: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

81

definisi ini menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis, atau sering

disebut sebagai filsafat moral.

Etika merupakan pedoman penting dalam birokrasi. Etika akan memberikan alat untuk

mengupayakan agar proses dalam organisasi berjalan dengan baik dan dapat memuaskan banyak

pihak. Ada dua alasan yang dapat dikaitkan dengan hal ini antara lain bahwa: (i) pertama,

masalah yang ada dalam birokrasi semakin lama semakin kompleks sehingga interaksi antar

individu atau tim dapat mengalami konflik karena beberapa sebab terkait dengan budaya, nilai

individu, atau nilai yang dibangun dalam tim/organisasi; dan (ii) . Kedua, keberhasilan

pembangunan yang telah meningkatkan dinamika dan kecepatan perubahan dalam lingkungan

birokrasi. Birokrasi melakukan adjusment (penyesuaian) yang menuntut discretionary power

(kekuatan pertimbangan/ kebijaksanaan) yang besar, sehingga etika organisasi dapat dijadikan

referensi bagi pengambilan kebijakan tertentu.

Pemerintah memiliki pola prilaku yang wajib dijadikan sebagai pedoman atau kode etik

berlaku bagi setiap aparaturnya. Etika dalam birokrasi harus ditimbulkan dengan berlandaskan

pada paham dasar yang mencerminkan sistem yang hidup dalam masyarakat, yang harus menjadi

pedoman serta diwujudkan oleh setiap aparat dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara. Secara umum nilai-nilai suatu etika yang perlu dijadikan pedoman dan perlu

dipraktekkan secara operasional antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang

Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

Kode Etik Pegawai Negeri Sipil adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan

Pegawai Negeri Sipil didalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari. Kode

etik bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diatur dalam Pasal 7 sampai dengan pasal 12

meliputi etika: dalam bernegara; dalam penyelenggaraan pemerintahan; dalam berorganisasi;

dalam bermasyarakat; serta terhadap diri sendiri dan sesama Pegawai Negeri Sipil.

Integritas atau integrity sesuai kamus kompetensi adalah tindakan yang konsisten dengan

nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi, sekalipun keadaan memberi tantangan

besar dalam melaksanakannya. Dalam pelaksanaannya, perilaku dengan integritas tinggi dapat

diukur dengan beberapa indikator berikut99:

99 Ibid, Hlm. 47.

Page 88: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

82

a. Melakukan tindakan yang menunjukkan pemahaman dan pengenalan perilaku sesuai kode

etik, termasuk jujur dalam menggunakan sumber daya dalam lingkup atau otoritasnya dan

meluangkan waktu untuk memastikan bahwa apa yang dilakukannya tidak melanggar kode

etik;

b. Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai dan keyakinannya meskipun sulit

dilaksanakan, mampu menyampaikan kasus ketidaketisan kepada teman dekat atau rekan

kerja secara gamblang sekalipun menyakitkan, jujur dalam berhubungan dengan

pelanggan, dan secara terbuka mengakui telah melakukan kesalahan,

c. Bertindak berdasarkan nilai meskipun ada resiko biaya dan investasi lain yang cukup besar.

Dalam hal ini termasuk mengambil tindakan atas perilaku yang tidak etis, bersedia untuk

mundur atau menghentikan produk, jasa, praktek bisnis yang tidak etis, serta melakukan

perlawanan terhadap pihak-pihak yang memiliki kekuasaan demi menegakkan nilai,

Penanggulangan terhadap kejahatan (termasuk korupsi) pada hakikatnya adalah suatu

policy atau kebijakan yang dipilih oleh penguasa (pemerintah) dalam kerangka kebijakan atau

politik kriminal . (Sudarto) mengemukakan 3 (tiga) arti mengenai kebijakan kriminal, yaitu100:

a. Dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dan reaksi

terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana ;

b. Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk di

dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi ;

c. Dalam arti paling luas, ialah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-

undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sosial

dalam masyarakat.

Politik kriminal merupakan suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam

menanggulangi kejahatan, dan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social

defence), serta upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). Oleh karena itu tujuan

akhir dan utamanya adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

100 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, PT. Alumni, Bandung, 2010, Hlm

Page 89: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

83

Agar penanggulangan korupsi efektif dan efisien, maka perlu diketahui terlebih dahulu

faktor-faktor penyebabnya. Menurut Syed Hussein Alatas faktor-faktor penyebab korupsi

adalah101:

a. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu

memberikan ilham dan tingkah laku yang menjinakkan korupsi.

b. Kelemahan pengajaran agama dan etika.

c. Kolonialisme, suatu pemerintah asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang

diperlukan untuk membendung korupsi.

d. Kurangnya pendidikan.

e. Kemiskinan.

f. Tiadanya tindakan hukum yang keras.

g. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.

h. Struktur pemerintahan.

i. Perubahan radikal, tatkala suatu sistem nilai mengalami perubahan radikal, korupsi muncul

sebagai suatu penyakit transisional.

j. Keadaan masyarakat, korupsi dalam suatu birokrasi bisa memberikan cerminan keadaan

masyarakat keseluruhan.

Dari berbagai faktor penyebab korupsi di atas, sangat erat kaitannya dengan aspek budaya

(hukum), maka perlu suatu gerakan membudayakan nilai-nilai dan sikap-sikap anti korupsi di

tengah masyarakat Indonesia, sehingga akan menjadi motor penggerak bagi bekerjanya hukum.

Seperti dikemukakan Satjipto Rahardjo, dengan mengutip Friedman ; bahwa nilai-nilai dan

sikap-sikap ini dianggap semacam bensin yang akan menggerakkan motor tatanan hukum yang

ada, bahwa tanpa motor penggerak ini maka pranata hukum itu akan menjadi lembaga yang mati

belaka. Unsur nilai-nilai dan sikap-sikap inilah yang kemudian dikenal dengan nama kultur

hukum. Dalam hal nilai-nilai hukum dan sikap-sikap anti korupsi dimaksud adalah agar setiap

warga masyarakat tidak mentolerir segala bentuk pengimpangan yang cenderung korup dan

merugikan pihak lain, seperti: tidak mau menerima dan memberi suap sebagai jalan pintas dalam

mengurus suatu keperluan, melaporkan kepada aparat penegak hukum jika mengetahui adanya

101 Syed Hussein Alatas, Sosiologi Korupsi: Sebuah Perkenalan Singkat Mengenai Korupsi, Al Ghozie

Usman (Terj), LP3ES, Jakarta, 1975, Hlm. 46.

Page 90: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

84

praktek suap atau korupsi dalam segala bentuk, seperti dirumuskan dalam Undang-undang

Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, terdapat 30 (tiga puluh)

bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Kerugian uang negara ;

b. Suap-menyuap ;

c. Penggelapan dalam jabatan ;

d. Pemerasan ;

e. Perbuatan curang ;

f. Benturan kepentingan dalam pengadaan, dan

g. Gratifikasi.

Bukan rahasia lagi bahwa pengurusan hampir semua keperluan hidup dalam masyarakat,

seperti masuk sekolah, mencari pekerjaan, berbagai macam perizinan, pengasahan hak dan

sebagainya dapat diatur, dalam arti bagi mereka yang mau dam mampu memberi suap urusannya

akan lancar dan sesuai dengan keinginan. Sedangkan bagi mereka yang tidak mau dan tidak

mampu memberi suap urusannya akan tersendat atau resiko ditolak meski telah melengkapi

semua persyaratan yang diperlukan untuk itu. Fakta atau kenyataan ini telah lama berlangsung

namun sampai saat ini belum tersentuh oleh hukum. Seakan-akan hal semacam ini sudah menjadi

hal yang biasa dalam masyarakat. Dengan kata lain sudah menjadi budaya. Keadaan ini tidak

boleh dibiarkan berlarut jika tidak menginginkan bangsa Indonesia semakin terpuruk dan perlu

tindakan reaktif yang tegas dan berkelanjutan (counter act) dari pemerintah dan semua pihak

yang masih memiliki integritas dan moral yang tinggi.

Muladi, mengatakan satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa tidak boleh

mengharapkan terlalu besar tentang peranan sistem peradilan pidana sebagai pengendali

kejahatan, sebab sistem ini hanya merupakan salah satu sarana saja dalam politik kriminal (yang

bersifat penal). Sistem peradilan pidana hanya berfungsi terhadap recorded crimes yang menjadi

masukannya. Fungsinya pun kadang-kadang tidak dapat bersifat maksimal (total anforcement)

sebab demi menjaga keseimbangan antara ketertiban umum (public order) dan hak-hak

Page 91: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

85

individual (individual right) maka batas-batas penegakan hukum dibatasi oleh ketentuan-

ketentuan yang ketat.102

Keterbatasan hukum pidana dangan sistem peradilan pidananya mengakibatkan tidak

semua pelaku kejahatan korupsi dapat diajukan ke pengadilan, bahkan tidak jarang meski sampai

ke pengadilan hasilnya adalah putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, karena

syarat-syarat pembuktian yang harus dipenuhi menurut Undang-Undang tidak mencukupi atau

kurang memadainya alat bukti yang ada.

Hal itu menunjukkan betapa pentingnya sarana penanggulangan lainnya yang diharapkan

dapat berfungsi dengan baik, yaitu sarana non penal atau pencegah tanpa menggunakan pidana

(prevention without punishment). Kenyataan tersebut akan lebih memprihatinkan apabila di

tubuh aparat yang seharusnya menegakkan hukum ternyata dapat “diatur” oleh pihak koruptor

dengan diimingi imbalan (suap) untuk mementahkan perkaranya yang dikenal dengan istilah

mafia hukum, makelar kasus dan sebagainya.

Reaksi masyarakat dalam membudayakan anti korupsi terasa hebat ketika peristiwa

kriminalisasi Bibit-Chandra, sehingga telah melahirkan gerakan moral yang dahsyat dan belum

pernah terjadi selama ini, dimana masyarakat luas memberikan dukungan kepada KPK untuk

tetap melaksanakan tugasnya dalam memberantas korupsi. Mengingat korupsi telah menjalar

pada semua bidang kehidupan dan telah dinyatakan sebagai kejahatan luar biasa (exstra ordinary

crime), sehingga untuk menanggulangi korupsi diperlukan cara-cara yang luar biasa pula.

Hal tersebut merupakan momentum bagi seluruh lapisan masyarakat meningkatkan gerakan

anti korupsi dengan membudayakan nilai-nilai dan sikap-sikap anti korupsi pada seluruh lapisan

masyarakat melalui pendidikan baik formal maupun non formal secara berkesinambungan,

dengan menanamkan pemahaman bahwa korupsi dalam segala bentuknya adalah perbuatan yang

merugikan masyarakat dan tercela secara moral, etika, dan agama. Meskipun demikian

penegakan hukum pidana (sistem peradilan pidana) harus terus ditingkatkan dengan melakukan

perbaikan-perbaikan dalam pelaksanaannya. Karena walaupun penegakan hukum pidana dalam

rangka penanggulangan kejahatan (termasuk korupsi) bukan merupakan satu-satunya tumpuan

harapan, namun keberhasilannya sangat diharapkan karena pada bidang penegakan hukum inilah

dipertaruhkan makna dari negara berdasarkan hukum.

102 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang,

1995, Hlm. Viii Dan 18

Page 92: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

86

KPK sebagai motivator masyarakat menjadi ujung tombak dalam pencegahan tindak

pidana korupsi mempunyai tugas dan wewenang KPK berdasarkan Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2002, yang antara lain menyatakan :

Bahwa berdasarkan pasal 6 UU KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas :

a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi ;

d. Melakukan tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, dan

e. Melakukan motivator terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Selanjutnya dalam Pasal 13 UU KPK menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas

pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, Komisi Pemberantasan Korupsi

berwenang melaksanakan langkah atau upaya pencegahan sebagai berikut :

a. Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara

negara ;

b. Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi ;

c. Menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi pada setiap jenjang pendidikan ;

d. Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan tindak pidana

korupsi ;

e. Melakukan kampanye anti korupsi kepada masyarakat umum ;

f. Melakukan kerjasama bilateral dan multilateral dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 huruf d, dan Pasal 13 huruf c, d, dan e terdsebut di atas,

maka jelas bahwa KPK bertugas dan memiliki wewenang untuk menyelenggarakan gerakan anti

korupsi pada semua jenjang pendidikan, dan melakukan kampanye anti korupsi kepada

masyarakat umum dalam rangka melaksanakan tugas pencegahan tindak pidana korupsi,

disamping tugas represif atau penegakan hukum pidana. Dengan demikian diaharapkan suatu

saat nanti timbulnya budaya malu (bukan takut) melakukan korupsi dan budaya anti terhadap

perbuatan korupsi dalam masyarakat Indonesia.

Budaya hukum mengandung unsur penegakan hukum (law inforcement) secara tegas

tanpa pandang bulu dan ketaatan terhadap hukum oleh masyarakat berdasarkan kesadaran.

Page 93: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

87

Budaya Hukum harus dibangun agar lembaga negara dan penyelenggara negara dalam

melaksanakan tugasnya selalu didasarkan pada keyakinan untuk berpegang teguh pada ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk itu, setiap lembaga negara dan

penyelenggara negara berkewajiban untuk membangun sistim dan budaya hukum secara

berkelanjutan baik dalam proses penyusunan dan

penetapan perundang-undangan serta kebijakan publik maupun dalam pelaksanaan dan

pertanggungjawabannya. Penetapan perundang-undangan dan kebijakan publik harus dilakukan

atas dasar kepentingan umum dan dilaksanakan secara konsekuen.

Terkait dengan budaya hukum anti korupsi dapat diwujudkan dalam prinsip-prinsip

sebagai berikut:

a. Peraturan perundang-undangan harus dilaksanakan atas dasar prinsip Negara hukum yang

demokratis agar penegakan hukum dapat dilakukan secara benar, adil dan taat asas.

b. Setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan harus dikenakan sanksi sesuai

dengan peraturan yang berlaku secara konsisten dan konsekuen.

c. Penyelenggara negara yudikatif harus melaksanakan fungsi dan tugasnya secara

profesional, jujur dan taat asas serta menghindarkan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.

Berdasarkan uraian tersebut diatas peran pemerintah dalam mendukung dan mendorong

pencegahan tindakan korupsi di Indonesia dapat dilakukan secara nyata melalui berbagai

kebijakan, yang salah satunya melalui sector pendidikan dengan melalui budaya anti korupsi

yang masih perlu ditegaskan kembali dalam berbagai peraturan perundang-undangan, serta

implementasi yang nyata. Upaya tersebut dapat dilakukan oleh berbagai stakeholder baik

pemerintah, masyarakat baik sektor swasta maupun lembaga swadaya masyarakat. Masyarakat

secara luas disini dapat diperankan oleh sector pendidikan baik mulai dari pendidikan anak usia

dini, Sekolah Menegah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan juga Perguruan Tinggi yang harus

dapat tercermin dalam kurikulumnya.

D. Implementasi Pengaturan Tentang Pendidikan Budaya Anti Korupsi Di Indonesia

Dalam Pencegahan Budaya Anti Korupsi Di Indonesia

Page 94: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

88

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.103

Pendidikan merupakan sebuah proses terus menerus yang tanpa henti, hingga ia menjadi manusia

yang kuat, sempurna dan paripurna. Oleh karena itu, jika pendidikan menghasilkan pribadi-

pribadi yang lemah, tidak bertanggungjawab, tidak bermoral, dan semakin menjadi jauh dari

tujuan pendidikan, maka berarti program pendidikan itu gagal.

Pendidikan Budaya Anti Korupsi bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang cukup

tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai anti korupsi.

Tujuan jangka panjangnya adalah menumbuhkan budaya anti korupsi di masyarakat dan

mendorong masyarakat untuk dapat berperan serta aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di

Indonesia104.

Korupsi merupakan sebuah masalah pelik yang tiada habisnya diperbincangkan di negeri

ini. Mulai dari pemahaman mengenai apa itu korupsi, bentuk-bentuk tindakan korupsi sampai

pada sanksi hukum atas tindakan korupsi. Namun, perbincangan dari waktu ke waktu itu belum

berbuah maksimal. Masih sangat mudah dijumpai praktek-praktek korupsi di lapangan. Bahkan

apabila kita mau jujur, korupsi sudah sangat telanjang. Menghukum koruptor ternyata juga

bukanlah pekerjaan yang mudah, sempat menjadi viral bagaimana tersangka rompi oranye masih

bisa tersenyum dan bangga ketika difoto. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi telah melanda

wilayah yang diharapkan mampu memberi efek jera pada para koruptor. Begitu besar kekuatan

uang untuk membeli kebebasan para koruptor. Belum lama negeri ini juga dihebohkan dengan

ruang tahanan yang disulap bak hotel berbintang. Kulkas, AC, TV, DVD, dan perlengkapan lain

menghiasi ruangan yang semestinya menciptakan renungan atas perbuatan yang telah dilakukan.

Menurut Mohtar Mas'oed, dalam bukunya Politik, Birokrasi dan Pembangunan (Pustaka

Pelajar, 1999), yang dikutip oleh Indonesian Corruption Watch dalam situs antikorupsi.org105,

103 Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Lembaran

Negara Nomor 78 Tahun 2003 Pasal 1.

104 Dirjen Dikti Kemendikbud, Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, Kata Pengantar Editorial, Jakarta, hlm v.

105 Indonesia Corruption Watch, 2005, dalam https://antikorupsi.org/id/news/korupsi-dan-budaya-0, diakses 13 September 2018

Page 95: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

89

menjelaskan, masyarakat Indonesia dan Thailand, mempunyai faktor budaya yang dapat

mendorong timbulnya korupsi. Pertama, adanya tradisi pemberian hadiah, oleh-oleh, kepada

pejabat pemerintah. Tindakan seperti itu, di Eropa atau Amerika Utara bisa dianggap korupsi.

Kedua, orang Indonesia dan Thailand lebih mementingkan ikatan keluarga dan kesetiaan

parokial lainnya. Dalam masyarakat Indonesia, kewajiban seseorang pertama-tama adalah

memerhatikan saudara terdekatnya, kemudian trah atau sesama etnisnya. Sehingga, seorang

saudara yang mendatangi seorang pejabat untuk meminta perlakuan khusus, sulit ditolak.

seringkali orang tua tanpa sengaja telah mengajarkan perilaku korupsi kepada anaknya.

Meskipun sebenarnya orang tua tidak bermaksud demikian, namun kita tidak boleh lupa bahwa

anak adalah peniru terbaik, mereka meniru apapun yang dilakukan oleh orang-orang dewasa di

sekitarnya.

Di era reformasi seperti sekarang ini, masih jarang dijumpai masyarakat secara individual

yang memiliki keberanian mengungkap kasus korupsi. Korupsi yang sudah dilakukan secara

sistematis dan terorganisir mungkin adalah salah satu penyebab ketakutan setiap orang untuk

membedah tindak korupsi. Siapa yang berani mengungkap perilaku korupsi malah akan sangat

mungkin tersisihkan. Hal ini tentunya akan berujung pada keterbatasan ruang gerak para penegak

hukum. Salah satu contoh praktek korupsi yang licin untuk dibuktikan adalah saat penerimaan

calon pegawai negeri. Praktek-praktek korupsi terdengar di mana-mana, namun, begitu sulit

untuk dibuktikan di meja hijau. Bahkan kasusnyapun jarang sampai ke gerbang kantor penegak

hukum. Tidak ada seorangpun yang nampaknya berani mengungkap kasus ini. Ironisnya,

sebagian besar masyarakat yang dapat dikategorikan sebagai orang terdidik tidak mampu berbuat

banyak. Bahkan terkesan mengikuti arus permainan. Siapa yang patut dipersalahkan?

Pemerintah, lembaga hukum, ataukah dunia pendidikan yang belum mampu memberikan bekal

‘keberanian’ dan ‘kesetiaan’ akan kejujuran?

Menurut Djabbar106, memerangi korupsi bukan cuma menangkapi koruptor. Sejarah

mencatat, dari sejumlah kejadian terdahulu, sudah banyak usaha menangkapi dan menjebloskan

koruptor ke penjara. Era orde baru, yang berlalu, kerap membentuk lembaga pemberangus

korupsi. Mulai Tim Pemberantasan Korupsi di tahun 1967, Komisi Empat pada tahun 1970,

Komisi Anti Korupsi pada 1970, Opstib di tahun 1977, hingga Tim Pemberantas Korupsi.

106 Djabbar, Faisal. 2009. Tentang Kurikulum Antikorupsi dalam

http://smk3ae.wordpress.com/2009/02/02/tentang-kurikulum-antikorupsi-2/. Diakses 13 September 2018.

Page 96: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

90

Nyatanya, penangkapan para koruptor tidak membuat jera yang lain. Koruptor junior terus

bermunculan. Mati satu tumbuh seribu, kata pepatah.

Salah satu kekeliruan upaya pemberantasan korupsi selama ini adalah terlalu fokus pada

upaya menindak para koruptor. Sedikit sekali perhatian pada upaya pencegahan korupsi. Salah

satunya lewat upaya pendidikan antikorupsi. Terakhir, era reformasi melahirkan Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK), yang selain diserahi tugas penindakan, juga tugas pencegahan

tindak pidana korupsi, seperti pendidikan antikorupsi kepada masyarakat.

Di sini pendidikan sering menjadi komponen yang paling disoroti. Jika tujuan akhir

pendidikan adalah membentuk manusia cerdas, berakhlak mulia, terampil dan seterusnya, maka

semestinya rumusan itu dijadikan patokan atau alat ukur, sejauh mana bisa dicapai. Jika ternyata

para lulusan pada jenjang tertentu masih menggambarkan penampilan yang belum sebagaimana

dirumuskan dalam tujuan, maka apa salahnya segera dilakukan perbaikan dan bahkan perubahan.

Apa yang telah terjadi sudah selayaknya dijadikan renungan untuk memperbaiki kualitas

pendidikan di negeri ini.

Korupsi adalah masalah bersama yang penuntasannya tidak dapat dilakukan seketika.

Kekuatan hukum dalam menimbulkan efek jera pun terkesan belum maksimal. Banyak pelaku

tindak korupsi yang mendapat hukuman minim dan bahkan lolos dari jerat hukum. Untuk itu,

jalur pendidikan ditilik sebagai wahana terbaik untuk memutus arus korupsi dengan peningkatan

moral generasi penerusnya.

Pertanyaan berikutnya, apakah pengaturan pendidikan budaya antikorupsi di Indonesia

telah berperan positif dalam rangka pencegahan budaya antikorupsi di Indonesia. Menurut

Sondang P Siagian107, pengukuran efektivitas suatu kebijakan ada delapan, yaitu:

1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai hal ini dimaksudkan supaya dalam pelaksanaan

kebijakan tersebut tercapai sasaran yang terarah dan tujuan organisasi dapat tercapai

2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan. Strategi pencapaian tujuan merupakan jalan yang

diikuti dalam melaksanakan berbagai upaya untuk mencapai sasaran yang ditentukan agar

implementer tidak tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi.

107 Siagian, Sondang., P. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi Pertama). Jakarta: Binapura

Aksara, Hlm 77.

Page 97: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

91

3. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan yang hendak

dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan harus mampu menjembatani

tujuan tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional.

4. Perencanaan yang matang, berarti memutuskan apa yang dikerjakan organisasi di masa yang

akan datang

5. Penyusunan program yang tepat sesuai rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam

program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, maka para pelaksana akan

kurang memiliki pedoman untuk bertindak dan bekerja.

6. Tersedianya saran dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas kebijakan adalah

dapat dilaksanakan secara efektif dan maksimal dengan arana dan prasarana yang di

sediakan oleh organisasi.

7. Pelaksanaan yang efektif dan efiien, bagaimanapun baiknya suatu program apabila tidak

dilaksanakan secara efektif dan efiien maka kebijakan tersebut tidak akan mencapai sasaran

dan tujuannya.

8. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat sifat manusia yang

tidak sempurna maka efektivitas kebijakan menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan

pengendalian.

Pada akhirnya, pendidikan diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk pendekatan dalam

pencegahan antikorupsi. Secara Internasional, korupsi diakui sebagai masalah yang sangat

kompleks, bersifat sistemik, dan meluas. Centre for Crime Prevention (CICP) sebagai salah satu

organ PBB secara luas mendefiisikan korupsi sebagai : “Missus of (public) power for private

gain”. Korupsi mempunyai dimensi perbuatan yang luas meliputi tindak pidana suap (bribery),

penggelapan (emblezzlement), penipuan (fraud), pemerasan yang berkaitan dengan jabatan

(exortion), penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), pemanfaatan kedudukan seseorang

dalam aktivitas bisnis untuk kepentingan perorangan yang bersifat illegal (exploiting a conflct

interest, insider trading), nepotisme, komisi illegal yang diterima oleh pejabat publik (illegal

commission) dan kontribusi uang secara illegal untuk partai politik. Sebagai masalah dunia,

korupsi sudah bersifat kejahatan lintas negara (trans national border crime), dan mengingat

kompleksitas serta efek negatifnya, maka korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan yang

Page 98: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

92

luar biasa (extra ordinary crime) memerlukan upaya pemberantasan dengan cara-cara yang luar

biasa (extra ordinary measure)108.

Pendidikan formal maupun non formal akhirnya menjadi pilihan untuk menjadi salah satu

bentuk pendekatan pencegahan korupsi dari sisi budaya. Secara umum, pendidikan ditujukan

untuk membangun kembali pemahaman yang benar dari masyarakat mengenai korupsi,

meningkatkan kesadaran (awareness) terhadap segala potensi tindak koruptif yang terjadi, tidak

melakukan tindak korupsi sekecil apapun, dan berani menentang tindak korupsi yang terjadi.

Mengacu kepada pendapat Sondang P Siagian di atas, maka untuk mengukur efektif atau

tidaknya suatu kebijakan pendidikan anti korupsi dalam hal pencegahan korupsi dapat dilihat

dalam beberapa kriteria sebagai berikut:

1. Kejelasan Tujuan Yang Hendak Dicapai

Pendidikan Anti Korupsi pada dunia pendidikan bertujuan untuk memberikan

pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta

menanamkan nilai-nilai anti korupsi. Tujuan jangka panjangnya adalah menumbuhkan

budaya anti korupsi di kalangan pelajar dan mahasiswa dan mendorong mereka untuk

dapat berperan serta aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Pendekatan

Pendidikan anti korupsi tidak berlandaskan pada salah satu perspektif keilmuan secara

khusus namun berlandaskan pada fenomena permasalahan serta pendekatan budaya dan

menekankan pada pembangunan karakter anti-korupsi (anti-corruption character

building) pada diri individu.109

2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan.

Pendidikan Anti-korupsi yang dilaksanakan oleh setiap institusi pendidikan memiliki

kesamaan tujuan dan kompetensi peserta didik yang ingin dicapai yaitu agar dapat

melahirkan individu yang dapat memberikan solusi yang konkrit bagi masyarakat

disekitarnya.

3. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan yang

hendak dicapai

108 Nyoman Sarikat Putra Jaya, Beberapa pemikiran ke arah pengembangan hukum pidana, Citra Aditya

Bakti, Bandung 2008, hlm 92.

109 Dirjen Dikti Kemendikbud, Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, Kata Pengantar Editorial, Jakarta, hlm 4.

Page 99: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

93

Pendidikan formal maupun non formal akhirnya menjadi pilihan. Secara umum,

pendidikan ditujukan untuk membangun kembali pemahaman yang benar dari

masyarakat mengenai korupsi, meningkatkan kesadaran (awareness) terhadap segala

potensi tindak koruptif yang terjadi, tidak melakukan tindak korupsi sekecil apapun, dan

berani menentang tindak korupsi yang terjadi.

4. Perencanaan yang matang.

Pelaksanaan pendidikan anti korupsi direncanakan menyesuaikan tingkat peserta didik,

maka kompetensi yang ingin dicapai adalah110;

(1) Peserta Didik mampu mencegah dirinya sendiri agar tidak melakukan tindak korupsi

(individual competence).

(2) Peserta Didik mampu mencegah orang lain agar tidak melakukan tindak korupsi

dengan cara memberikan peringatan orang tersebut.

(3) Peserta didik mampu mendeteksi adanya tindak korupsi (dan melaporkannya kepada

penegak hukum). Adapun penjelasan adalah sebagai berikut :

a. Kompetensi individual dimulai dari diri peserta didik memiliki persepsi negatif

mengenai korupsi dan persepsi positif mengenai anti-korupsi, menguatnya

kesadaran (awareness) terhadap adanya potensi tindak korupsi. Peserta didik

akhirnya memiliki sikap anti-korupsi dalam arti berusaha untuk tidak melakukan

tindak korupsi sekecil apapun.

b. Sikap anti-korupsi ini kemudian memberikan efek-tular ke lingkungan sekitar

dimana peserta didik berani mengingatkan atau mencegah orang lain agar tidak

melakukan tindak korupsi dalam bentuk apapun, termasuk mampu memberikan

informasi kepada orang lain mengenai hal-hal terkait korupsi dan anti-korupsi.

c. Kompetensi selanjutnya adalah peserta didik mampu mendeteksi adanya suatu

tindak korupsi secara komprehensif mulai dari bentuk, proses, peraturan yang

dilanggar, pelaku, kerugian/dampak yang ditimbulkan; selanjutnya mampu

menghasilkan penyelesaian masalah (problem solving). Melaporkan kepada

penegak hukum mungkin saja dilakukan, namun harus memiliki bukti-bukti yang

valid.

110 Ibid, hlm 5

Page 100: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

94

5. Penyusunan program yang tepat sesuai rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam

program-program pelaksanaan yang tepat.

6. Tersedianya sarana dan prasarana.

Pengembangan materi pembelajaran pendidikan anti korupsi perlu didukung kurikulum,

silabus, maupun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau Satuan Acara

Perkuliahan (SAP) yang khusus mengenai pendidikan anti korupsi di setiap mata kuliah.

7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien.

Peran penting pendidikan sebagai salah satu bagian dari wacana pemberantasan korupsi

secara holistik adalah pendidikan antikorupsi sebagai salah satu instrumen

pengembangan kurikulum serta potensi peserta didik menjadi sangat relevan terhadap

perkembangan kurikulum Pendidikan anti korupsi selanjutnya, dimana membentuk

karakter individu yang menentang bentuk kemungkaran sosial, kejahatan kemanusiaan

yang komunal dan melibatkan publik.

8. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik.

Upaya pencegahan korupsi pada pendidikan tinggi, tampak bahwa aspek sikap yang

harus dimiliki oleh lulusan pendidikan tinggi serta memiliki karakter yang kuat, jujur,

sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggungjawab.

Sikap-sikap tersebut sejalan dengan upaya penanaman sikap anti korupsi.

Berdasarkan penjelasan diatas, upaya pemberantasan korupsi, upaya pencegahan tindak

pidana korupsi di Indonesia tidak akan pernah berhasil secara optimal jika hanya dilakukan oleh

pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat luas dan kalangan akademis dan pesrta

didik. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika lembaga pendidikan, peserta didik dan mahasiswa

sebagai salah satu bagian penting dari masyarakat yang merupakan pewaris masa depan bangsa

diharapkan dapat terlibat aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Keterlibatan

peserta didik dan mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya

penindakan yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum. Peran aktif peserta didik dan

mahasiswa diharapkan lebih difokuskan pada upaya pencegahan korupsi

dengan ikut membangun budaya anti korupsi di masyarakat. Peserta didik dan mahasiswa

Page 101: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

95

diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor penggerak gerakan anti korupsi di

masyarakat.

Page 102: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

96

Page 103: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

97

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut diatas pada sub judul pembahasan dapat disimpulkan sebagai

berikut:

Pertama, bahwa pengaturan tentang pendidikan budaya anti korupsi tersebar dalam

berbagai peraturan perundang-undangan meskipun tidak secara eksplisit mengatur tentang

budaya anti korupsi. Setidaknya terdapat beberapa pengaturan yang dapat diidentifikasi sebagai

berikut: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2000 Tentang Tata Cara

Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi,

Peraturan Menteri Riset dan Dikti Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan

Tinggi.

Kedua, bahwa peran pemerintah dalam rangka pendidikan budaya anti korupsi di

masyarakat dalam rangka mendukung dan mendorong pencegahan tindak pidana korupsi di

Indonesia antara lain sebagai berikut:

a. Menyusun peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik yang berorientasi pada

pelayanan dan perlindungan kepentingan masyarakat dan dunia usaha atas dasar prinsip

pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

b. Melakukan proses penyusunan peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik yang

didasari pada kajian yang mendalam serta melibatkan masyarakat dan atau dunia usaha.

c. Melakukan deseminasi dan sosialisasi terhadap perundang-undangan dan kebijakan publik

yang telah ditetapkan.

d. Menciptakan sistem sosial politik yang sehat dan terbuka untuk mewujudkan

penyelenggara negara yang memiliki integritas dan profesionalisme yang tinggi serta

meningkatkan kemampuan warga negara dalam berdemokrasi melalui pendidikan sosial

politik.

e. Memastikan agar dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, penyelenggara negara

mematuhi dan memberdayakan sistem hukum nasional.

Page 104: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

98

f. Menerapkan etika penyelenggara negara secara konsisten dan mencegah terjadinya

korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

g. Mengupayakan kesejahteraan yang memadai serta menyediakan sarana dan prasarana bagi

penyelenggara negara dan jajarannya untuk memungkinkan pelaksanaan fungsi, tugas dan

kewenangannya dengan baik.

h. Membangun iklim persaingan usaha yang sehat.

i. Menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien.

Ketiga, tidak diaturnya secara eksplisit pengaturan tentang pendidikan budaya anti

korupsi di Indonesia saat ini dalam peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan dan

peraturan lainnya di luar pendidikan belum mampu memberikan peran positif secara nyata dalam

rangka pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika

lembaga pendidikan, peserta didik dan mahasiswa sebagai salah satu bagian penting dari

masyarakat yang merupakan pewaris masa depan bangsa diharapkan dapat terlibat aktif dalam

upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Keterlibatan peserta didik dan mahasiswa dalam

upaya pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya penindakan yang merupakan kewenangan

institusi penegak hukum. Peran aktif peserta didik dan mahasiswa diharapkan lebih difokuskan

pada upaya pencegahan korupsi dengan ikut membangun budaya anti korupsi di masyarakat.

Peserta didik dan mahasiswa diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor

penggerak gerakan anti korupsi di masyarakat.

B. Saran

Adapun saran yang dapat dikemukakan dengan memperhatikan uraian pada bab-bab

sebelumnya dapat diberikan saran sebagai berikut:

Pertama, bahwa perlu diatur secara khusus pengaturan dalam peraturan perundang-

undangan di bidang pendidikan yang mengatur tentang budaya anti korupsi.

Kedua, bahwa agar pemerintah dapat secara nyata mempunyai peran dalam pendidikan

budaya anti korupsi maka perlu secara nyata dituangkan dalam kebijakan kurikulum pendidikan

baik mulai pendidikan dasar hingga perguruan tinggi yang dapat diimplementasikan dalam

berbagai mata pelajaran di sekolah dan juga mata kuliah dalam kurikulum perguruan tinggi.

Page 105: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

99

Ketiga, bahwa diatur pengaturan teknis tentang pelibatan lembaga pendidikan, guru dan

dosen serta peserta didik dalam penyelenggaraan pendidikan budaya anti korupsi dalam berbagai

jenjang tingkatan pendidikan.

Page 106: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

100

Page 107: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

101

DAFTAR PUSTAKA

Burhan Ashshofa. 2010. Metode Penelitian Hukum, Cet. 6, Jakarta: Rineka Cipta.

David J. Gerber. 2001. Globalization and knowledge: Implications for Comparative Law, 75 Tul.

LRev. 949.

Indriyanto Seno Adji. 2009. Korupsi dan Penegakan Hukum, Jakarta: Diadit Media.

John C. Reitz. 1998. How To Do Comparative Law, 46 Am. J Comp. L 617,

Lilik Mulyadi. 2007. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia (Normatif, Teoritis, Praktik dan

Masalahnya. Bandung: PT. Alumni.

Matthew S Roalf. 2004. A Sheep in Wolf’s Clothing: Why The Debate Surrounding Comparative

Constitutional Law Is Spectaculary Ordinary, 73 Fordham . Rev 1239.

Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum, Cet. 3, Jakarta: Prenada Media Grup.

RB. Soemanto, dkk. 2014. Pemahaman Masyarakat tentang Korupsi, Jurnal Yustisia, Vol. 88,

April.

Sunaryati Hartono. 2016. Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Cet. 2.,

Bandung: Alumni.

Zainuddin Ali. 2011. Metode Penelitian Hukum, Cet. 3, Jakarta: Sinar Grafika.

Mahfud MD, Prof. Dr. Moh. 2006. Bunga RampaiPolitik dan Hukum. Semarang: Rumah

Indonesia.

Page 108: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA

102

Wiyono, S.H., R. 2005. Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika.

Susetyo, Benny. 2004. Hancurnya Etika Politik. Jakarta: Buku Kompas.

Rasul, Sjahrussin. 2006. Dalam Makalah KPK dalam Seminar Nasional tanggal 13 September

2006.

KPK. 2006. Modul I – Pendidikan Anti Korupsi Bagi Pelajar.

Miles. Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis data Kualitatif. Terjemahan

Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI-Press.

Paton, Michael Quinn. 1989. Qualitative Evaluation Methods. London and New Delhi: Sage

Publication, Inc.

Yin, Robert K. 1997. Studi Kasus Desain dan Metode. Terjemahan M. Djauzi Mudzakir. Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Syam, M.Noor.dkk. 1987. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Tilaar, H.A.R. 2004. Multikulturalisme Tantangan - Tantangan Global Masa Depan

Dalam Tranformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: PT.Grasindo.

Undang - Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Page 109: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA
Page 110: FAKULTAS HUKUM...PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Cetakan Pertama - 2018 PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI Fakultas Hukum Dr. Agus Surono, SH, MH Dr. Maslihati Nur Hidayati, SH, MH KATA