faktor psikososial dalam abnormaliti

25
Daftar Isi Kata Pengantar Daftar Isi Bab I Pendahuluan Bab II Faktor Psikososial Dalam Abnormalitas 2.1 Faktor Penyebab Abnormalitas 2.2 Perilaku Abnormal sebagai Produk Belajar 2.3 Perkembangan Psiko-Sosial Individu 2.4 Berbagai Gangguan Perilaku Ditinjau dari Faktor Psikososial Bab III Penutup 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran Daftar Pustaka

Upload: anurulaimi

Post on 18-Jun-2015

595 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Faktor Psikososial Dalam Abnormaliti

Daftar Isi

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

Bab II Faktor Psikososial Dalam Abnormalitas

2.1 Faktor Penyebab Abnormalitas

2.2 Perilaku Abnormal sebagai Produk Belajar

2.3 Perkembangan Psiko-Sosial Individu

2.4 Berbagai Gangguan Perilaku Ditinjau dari Faktor Psikososial

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Daftar Pustaka

Page 2: Faktor Psikososial Dalam Abnormaliti

Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat dan

nikmatnya kepada kita semua, terutama nikmat iman dan nikmat sehat. Shalawat

serta salām semoga senantiasa terlimpahkan ke hadirat Nabi Muhammad SAW,

keluarganya, para sahabat, dan kita semua selaku ummatnya hingga akhir zaman.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen atas segala arahannya

hingga kami mulai memahami lebih jauh tentang Faktor Psikososial dalam

abnormalitas. Banyak sekali manfaat yang kami peroleh dari mata kuliah ini

sebagai bekal bagi kami dalam usaha untuk mengembangkan diri, keluarga dan

masyarakat. Serta tidak lupa untuk rekan-rekan di jurusan Psikologi yang turut

mendukung penyusunan makalah ini, kami ucapkan terima kasih atas kerja

samanya yang baik.

Kami tetap menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang ada dalam

penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami mohon saran dan kritik yang

membangun sebagai sarana pembelajaran bagi kami sehingga terjadi perubahan ke

arah yang lebih baik.

Bandung, 9 Maret 2009

Penyusun

Page 3: Faktor Psikososial Dalam Abnormaliti

Bab I

Pendahuluan

Membedakan antara normalitas dan abnormalitas tidaklah mudah.

Menurut Prof. Suprapti Sumarno Markam dalam Fausiah dan Widuri (2005)

terdapat dua pendekatan dalam membuat pedoman normalitas, yaitu pendekatan

kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif didasarkan pada

patokan statistik dengan melihat pada sering tidaknya sesuatu terjadi. Sedangkan

pendekatan kualitatif lebih menegakkan pedoman-pedoman normative yang

berdasarkan observasi empirik pada tipe-tipe ideal dan sering terkait pada faktor

sosial kultural setempat (Fausiah & Widuri, 2005).

Saanin (1976) mengungkapkan tiga sudut pandang yang dapat

dipergunakan untuk meninjau masalah normal-abnormal, yaitu : (a) pandangan

dari sudut patologi, (b) pandangan dari sudut statistik, (c) pandangan dari sudut

kebudayaan.

Sedangkan menurut Robert S. Feldman dalam bukunya Elements of

Psychology (1992) dan Essential of Understanding Psychology (2003), perilaku

abnormal didefinisikan berdasarkan kriteria berikut, yaitu :

1. Abnormalitas sebagai Penyimpangan dari Rata-rata

Dalam menggunakan pendekatan statistik, kita hanya mengobservasi

perilaku apa yang jarang dilakukan, yang dilabelkan abnormal oleh

masyarakat atau budaya. Masalahnya adalah perilaku yang meskipun jarang

dilakukan, bukan berarti perilaku tersebut abnormal. Contohnya, apabila

biasanya orang makan cornflakes untuk sarapan, tapi kamu memilih raisin

bran, maka hal ini tidak bisa dikatakan abnormal.

2. Abnormalitas sebagai Penyimpangan dari yang Ideal

Suatu pendekatan alternatif mengenai abnormalitas dalam hubungannya

dengan suatu standar bagi sebagian besar orang adalah – yang ideal. Definisi

dari pendekatan ini mengenai perilaku abnormal adalah apabila perilaku

Page 4: Faktor Psikososial Dalam Abnormaliti

tersebut telah cukup menyimpang dari hal yang ideal atau standard budaya.

Bagaimanapun, karena masyarakat mempunyai sangat sedikit standar yang

disetujui, dan standar yang muncul juga cenderung berubah dari waktu ke

waktu dan berbeda di setiap budaya.

3. Abnormalitas sebagai Perasaan dari Kegelisahan Pribadi

Dalam pendekatan ini, sesuatu dikatakan abnormal jika itu menimbulkan

stress pribadi, ketakutan/kecemasan, atau perasaan bersalah – atau apabila itu

menyakiti orang lain dalam berbagai cara.

4. Abnormalitas sebagai Ketidakmampuan untuk Berfungsi secara Efektif

Berdasarkan pandangan ini tentang abnormalitas, orang yang tidak dapat

berfungsi/bekerja dengan efektif dan beradaptasi dengan masyarakat adalah

abnormal. Contohnya, seorang pengangguran yang tidak punya rumah, hidup

di jalanan, ia akan dianggap tidak dapat berfungsi dengan efektif, maka

perilakunya akan anggap abnormal meskipun ia memilih hidup seperti itu.

Ketidakmampuannya untuk beradaptasi dengan tuntutan masayarakat-lah

yang membuatnya “abnormal” dalam sudut pandang pendekatan ini.

5. Abnormalitas sebagai Konsep yang Sah Berdasar Undang-undang

Menurut dewan juri yang mendengar kasusnya, pembunuh massal Jeffery

Dahmer sepenuhnya sadar ketika ia membunuh korbannya. Walaupun kita

mempertanyakan pandangan ini, tapi seperti inilah hukum menggambarkan

perilaku abnormal. Dalam sistem peradilan, pembeda antara perilaku normal

dan abnormal berdasar pada definisi gannguan jiwa (insanity), yang mana

adalah sah menurut undang-undang, tetapi bukan istilah psikologis.

Jadi definisi dari abnormalitas tidaklah sesederhana “abnormal = tidak

normal”. Karena, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa batas antara

normal dan abnormal itu sendiri jauh dari jelas. Tapi berdasarkan pemaparan di

atas, dapat kita tarik kesimpulan definisi abnormal tidak dapat kita lihat hanya dari

satu sudut pandang saja. Ada beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan, yang

mana masing-masing kriteria tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya.

Page 5: Faktor Psikososial Dalam Abnormaliti

Bab II

Faktor Psikososial Yang Mengakibatkan Abnormalitas

2.1 Faktor Penyebab Abnormalitas

Sebab-sebab perilaku abnormal dapat ditijau dari berbagai sudut, antara

lain berdasarkan tahap berfungsinya dan berdasarkan sumber asalnya (Baihaqi

dkk., 2005). Menurut tahap berfungsinya sebab-sebab perilaku abnormal

dibedakan oleh Coleman, Butcher, dan Carson (1980) sebagai dalam Baihaqi dkk.

(2005) adalah berikut :

a. Penyebab primer (primary cause)

Adalah kondisi yang secara langsung menyebabkan terjadinya gangguan jiwa

atau perilaku abnormal atau kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan

tidak akan muncul.

b. Penyebab yang menyiapkan (predisposing cause)

Adalah faktor yang menyebabkan seseorang rentan atau peka terhadap salah

satu bentuk gangguan jiwa, misalnya kondisi fisik (seseorang dengan penyakit

menahun, keturunan, atau kecacatan), genetik, intelegensia, kepribadian, dan

keadaan sosial ekonomi.

c. Penyebab Pencetus (precipitating cause)

Adalah tegangan-tegangan atau kejadian-kejadian traumatik yang langsung

atau segera menyebabkan gangguan jiwa atau mencetuskan gejala gangguan

jiwa.

d. Penyebab yang menguatkan (reinforcing cause)

Adalah kondisi yang cenderung mempertahankan atau memperteguh tingkah

laku salah-suai (maladaptive) yang sudah terjadi.

e. Sirkulasi faktor-faktor Penyebab (multiple cause)

Page 6: Faktor Psikososial Dalam Abnormaliti

Adanya serangkaian faktor penyebab yang kompleks serta saling

mempengaruhi, dalam kenyataannya bahwa gangguan perilaku jarang

disebabkan oleh faktor tunggal.

Sedangkan berdasarkan sumber asalnya, sebab perilaku abnormal

dikategorikan menjadi tiga faktor, yaitu faktor biologis, faktor psikososial, dan

faktor sosiokultural.

a. Faktor biologis

Adalah berbagai keadaan biologis atau jasmani yang dapat menghambat

perkembangan maupun fungsi pribadi atau individu dalam kehidupan sehari-

hari, biasanya bersifat menyeluruh artinya mempengaruhi seluruh aspek

tingkah laku. Contoh kasus adalah masalah kurang gizi, kelainan genetik, dan

penyakit-penyakit lain.

b. Faktor psikososial

Adalah perilaku abnormal yang diakibatkan oleh keadaan psikologis dan

pengaruh dari lingkungan sosial selama masa perkembangan individu.

Contohnya adalah pola asuh orangtua yang mengakibatkan tinbulnya gangguan

perilaku pada seseorang ketika dewasa. faktor psikososial ini akan dibahas

lebih mendalam dalam makalah ini.

c. Faktor sosiokultural

Meliputi keadaan objektif dalam masyarakat atau tuntutan dari masyarakat

yang dapat berakibat timbulnya tekanan pada individu dan selanjutnya

melahirkan berbagai bentuk gangguan. Contohnya adalah bencana alam

tsunami yang mengakibatkan beberapa individu yang mengalaminya menjadi

trauma.

2.2 Perilaku Abnormal sebagai Produk Belajar

Dalam pandangan behavioral, perkembangan kepribadian merupakan hasil

interaksi antara sumbangan genetis dan pengalaman kita. Behaviorisme

kontemporer atau behaviorisme radikal menekankan pada pentingnya

kemungkinan three-term contingency dan meniadakan hubungan yang sederhana

Page 7: Faktor Psikososial Dalam Abnormaliti

antara stimulus dan respon. Teori ekstingsi depresi muncul pada tahun 1970-an

dengan P.M. Lewinsohn sebagai pelopornya. Kini Lewinsohn menyatakan bahwa

teori ekstingsi tidak lagi cocok untuk menangani depresi. Lewinsohn dan

koleganya mengemukakan teori lingkaran setan yang melibatkan banyak

komponen, dimana stres mengarahkan pada gangguan pola tingkah laku,

mereduksi penguat positif (teori ekstingsi), meningkatkan kewaspadaan diri dan

kritisisme diri (pemrosesan kognitif), perasaan putus asa, perilaku mengalah yang

berlebihan yang menimbulkan stres lebih parah, sehingga menyebabkan individu

masuk kembali ke dalam lingkaran setan tersebut.

Lebih kompleks lagi, pandangan behavioral radikal menekankan pada

keseluruhan sejarah hidup individu, daripada penyebab-penyebab yang sederhana.

Sebagai akibatnya, para behavioris menghindari istilah-istilah seperti “normal”

dan “abnormal”, karena kata-kata tersebut mengimplikasikan perbedaan yang

absolut antara sesuatu yang sehat dan sesuatu yang sakit. Dalam pandangan

behavioral, tidak ada satupun yang absolut; karena tingkah laku didefinisikan

berdasarkan konteksnya. Para behavioris cenderung menggunakan istilah

“maladaptif” daripada abnormal.

Dalam aplikasi analisis abnormalitas psikologis, para behavioris mengakui

bahwa tidak semua abnormalitas merupakan hasil dari proses belajar saja, tapi

belajar adalah kontributor penting dalam terjadinya abnormalitas. Apapun

penyebabnya, pembelajaran kembali dapat membantu mengubah perilaku

abnormal. Contohnya, tidak seorangpun mengatakan bahwa penyebab utama

keterbelakangan mental adalah kegagalan belajar, tapi banyak orang-orang dengan

keterbelakangan mental telah ditolong oleh para terapis behavior.

2.3 Perkembangan Psiko-Sosial Individu

2.3.1 Keluarga

Lingkungan yang terdekat, yang paling awal dan yang terlama dialami

seseorang adalah lingkungan keluarga. Keluarga adalah salah satu mata rantai

kehidupan yang paling esensial dalam sejarah perjalanan hidup manusia. Keluarga

Page 8: Faktor Psikososial Dalam Abnormaliti

sebagai pranata sosial pertama dan utama, mempunyai arti paling strategis dalam

mengisi dan membekali nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan oleh anak yang

sedang mencari makna kehidupannya.

Dengan kata lain, pranata keluarga adalah titik awal keberangkatan,

sekaligus sebagai modal awal perjalanan hidup anak yang kemudian dilengkapi

dengan rambu-rambu perjalanan yang digariskan pranata sosial lainnya di

lingkungan pergaulan sehari-hari.

Keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak harmonis, penuh konflik

dapat memicu timbulnya berbagai masalah kesehatan mental bagi anak.

Menurut Zakiah Daradjat dalam jurnal Pendidikan Keluarga Dalam

Membentuk Kesehatan Mental (2008), pengalaman-pengalaman yang dilalui anak

ketika kecil, termasuk perilaku orang tua dan sikap mereka terhadap anak

mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan anak nantinya. Karena

kepribadian terbentuk dari pengalaman sejak kecil. Sebagaimana diterangkan

Zakiah berikut ini:

Pengalaman-pengalaman yang dilalui anak ketika kecil, baik pengalaman pahit ataupun yang menyenangkan, mempunyai pengaruh dalam kehidupan nantinya. Karena kepribadian (kebiasaan, sikap dan pandangan hidup) terbentuk dari pengalaman sejak kecil, terutama pada tahun-tahun pertama kehidupan anak. Pengalaman itu termasuk pendidikan, perlakuan orang tua, sikap orang tua terhadap anak atau sikap orang tua satu sama lain (ayah dan ibu).

Selanjutnya Zakiah mengatakan bahwa pengalaman-pengalaman pada

tahun-tahun pertama itulah yang menentukan kesehatan mental seseorang, bahagia

atau tidaknya di kemudian hari. Kesehatan mental mempunyai pengaruh atas

keseluruhan hidup seseorang, yaitu terhadap perasaan, pikiran, kelakuan dan

kesehatannya.

Secara sosiopsikologi, fungsi keluarga antara lain adalah :

Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya,

Sumber pemenuhan kebutuhan, baik fisik maupun psikis,

Sumber kasih sayang dan penerimaan,

Page 9: Faktor Psikososial Dalam Abnormaliti

Model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi

anggota masyarakat yang baik,

Pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara sosial

dianggap tepat, dan lain sebagainya.

Sedangkan dari sudut pandang sosiologis, fungsi keluarga itu dapat

diklasifikasikan ke dalam fungsi biologis, ekonomis, edukasi, sosialisasi, proteksi,

rekreasi dan religius. Apabila dilihat dari sudut pandang agama, peran agama

dianggap memiliki peranan penting dalam penerapannya untuk menjadi landasan

fundamental bagi perkembangan tatanan masyarakat yang damai dan sejahtera.

Dan apabila terjadi erosi nilai-nilai dalam agama dalam keluarga maka akan

timbul malapetaka kemanusiaan.

Berikut adalah faktor-faktor penyebab munculnya abnormalitas yang

berasal dari lingkungan keluarga :

a. Trauma di masa kanak-kanak, deprivasi dini biologi maupun psikologik yang

terjadi pada waktu bayi, anak-anak, misalnya anak yang ditolak (rejected

child).

b. Deprivasi parental, misalnya anak-anak yang kehilangan asuhan ibu di rumah

sendiri, terpisah dengan ibu atau ayah kandung, tinggal di asrama dan

sebagainya.

c. Hubungan orang tua dengan anak yang patogenik. Menurut Coleman

(1976:160) dan Maramis (1994:140-141), bahwasanya keluarga pada masa

kanak-kanak memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian,

kadang orang tua berbuat terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi

kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya orang tua berbuat terlalu

sedikit dan tidak merangsang anak, dan tidak memberi bimbingan dan anjuran

yang dibutuhkannya.Struktur keluarga yang patogenik. Struktur keluarga inti,

kecil, atau besar mempengaruhi terhadap perkembangan jiwa anak, apalagi

bila terjadi ketidaksesuaian perkawinan dan problem rumahtangga yang

berantakan.

Page 10: Faktor Psikososial Dalam Abnormaliti

Pola asuh atau sikap orangtua terhadap anak mempunyai beberapa

pengaruh dalam perkembangan kepribadian dan sifat anak sehingga kemungkinan

menimbulkan beberapa sikap (Maramis, 1994 : 138).

Sikap Orang TuaPengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak

dan sifat atau sikap yang mungkin timbul

1 Melindungi anak

secara berlebihan

karena

memanjakannya

Hanya memikirkan dirinya sendiri, hanya tahu

menuntut saja, kurang bertanggung jawab, lekas

berkecil hati, tidak tahan kekecewaan, ingin

menarik perhatian pada dirinya sendiri, cenderung

menolak peraturan dan minta dikecualikan.

2 Melindungi anak

secara berlebihan

karena sikap

‘berkuasa’ dan ‘harus

tunduk saja’

Kurang berani dalam pekerjaan, condong lekas

menyerah. Bersikap pasif dan bergantung pada

orang lain. Ingin menjadi “anak emas” dan

menerima saja segala perintah.

3 Penolakan anak (anak

tidak disukai)

Merasa gelisah dan diasingkan. Bersikap melawan

orang tua dan mencari bantuan kepada orang lain.

Tidak mampu memberi dan menerima kasih

sayang.

4 Menentukan norma-

norma etika dan moral

yang terlalu tinggi

Menilai dirinya dan hal lain juga dengan norma

yang terlalu keras dan tinggi, sering kaku dan keras

dalam pergaulan. Cenederung menjadi sempurna

(perfeksionism) dengan cara yang berlebihan. Lekas

merasa bersalah, berdosa, dan tidak berarti.

5 Disiplin yang terlalu

keras

Menilai dan menuntut dirinya terlalu keras, agar

dapat meneruskan dan menyelesaikan sesuatu usah

dengan baik, diperlukannya sikap menghargai yang

tinggi dari luar.

6 Disiplin yang tak

teratur atau yang

Sikap anak terhadap nilai dan norma pun tidak

teratur, kurang tetap dalam menghadapi berbagai

Page 11: Faktor Psikososial Dalam Abnormaliti

bertentangan persoalan, didorong kesana kemari antara berbagai

nilai yang bertentangan.

7 Perselisihan antara

ayah-ibu (penikahan

yang cedera)

Bergelisah hati terus-menerus, berkurangnya rasa

dirinya terjamin dan rasa disayangi (yang sangat

diperlukan oleh setiap anak). Cenderung

menafsirkan orang lain sebagai berbahaya, sehingga

bersikap bermusuhan dan agresif.

8 Perceraian Timbul perasaan dirinya terasing, gelisah dan

cemas. Rasa setianya berlawanan, berpindah-pindah

dari ibu ke ayah dan sebaliknya.

9 Persaingan yang

kurang sehat di antara

para saudaranya

Timbul sifat bermusuhan, merasa kurang aman,

serta terancam terus-menerus. Kurang percaya pada

diri sendiri, tingkah lakunya menyerupai anak di

bawah umur.

10 Nilai-nilai yang buruk

atau yang tidak

bermoral

Anak mengambil alih dan nilai yang buruk itu.

Timbul berbagai persoalan dan kesukaran, sehingga

sangat memungkinkan terjadinya pelanggaran

hukum.

11 Perfeksionisme dan

ambisi (cita-cita yang

terlalu tinggi bagi si

anak)

Anak pun mengalami over prefeksionisme itu.

Demikian ia akan gagal dalam mengejar cita-cita

yang sudah melampaui batas kemampuannya,

kemudian ia menjadi kecewa yang berlebihan,

merasa dirinya bersalah, berdosa dan tidak berarti

apa-apa lagi. Mudah timbul reaksi depresi (rasa

sedih yang terlalu keras dan terlalu lama).

12 Ayah dan ibu neurotik

(menderita gangguan

jiwa)

Anak condong mewarisi segala gangguan jiwa itu

yang dapat berupa kecemasan, keyakinan yang tak

berdasarkan kenyataan atau prasangka. Semua ini

akan menghambat perkembangan kepribadian anak

itu.

Page 12: Faktor Psikososial Dalam Abnormaliti

2.3.2 Lingkungan Pergaulan

Individu pada umumnya banyak menghabiskan waktunya untuk

melakukan kontak sosial dengan orang lain dalam hal ini bertujuan untuk

mencapai kepuasannya dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Dalam

kehidupan sehari-hari, kontak sosial paling sering individu tersebut lakukan

dengan lingkungan yang paling dekat dengannya dan yang paling sering ia temui,

yaitu lingkungan tempat dirinya bergaul dengan individu lain terutama yang

sebaya dengan dirinya dengan alasan, memiliki tujuan dan latar belakang yang

serupa. Contohnya, setiap hari seseorang akan melakukan aktivitas-aktivitas

umum seperti sekolah dan bekerja yang membuatnya berada pada suatu

lingkungan tertentu dan berakhir pada aktivitasnya bergaul dengan individu-

individu dalam lingkungan tersebut, dalam hal ini teman sekolah dan rekan kerja.

Salah satu penyimpangan yang kemudian mungkin terjadi dalam interaksi yang

terjadi secara terus-menerus tersebut adalah terjadinya tindakan bullying. Menurut

Ketua Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA) Diena Haryana, secara sederhana

bullying diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti

seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tidak

berdaya.

2.3.3 Pasangan Hidup

Salah satu tugas perkembangan dewasa adalah membentuk suatu

komitmen dengan pasangan hidup atau membina rumah tangga. Pasangan hidup

mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam perkembangan psikososial.

Dalam Hurlock (1980) disebutkan bahwa kematian pasangan hidup adalah

penyebab stress (stressor) yang paling utama. Banyak terjadi kasus pasangan

suami istri yang setelah ditinggal pasangan oleh kematian atau perceraian

mengalami stress dan berpengaruh terhadap kehidupan social mereka.

Konflik dengan pasangan hidup juga dapat menimbulkan berbagai

gangguan seksual seperti disfungsi seksual. Menurut Davison dan Neale, 2001

Page 13: Faktor Psikososial Dalam Abnormaliti

yang dikutip dari Fausiah dan Widuri (2005) seseorang yang mengalami disfungsi

seksual dapat ditangani dengan terapi pasangan karena seringkali menyertai

kehidupan perkawinan yang buruk atau masalah dengan pasangannya. Oleh

karena itu dibutuhkan terapi yang juga melibatkan keterampilan komunikasi non-

seksual bagi masing-masing pasangan.

2.4 Berbagai Gangguan Perilaku Ditinjau dari Faktor Psikososial

2.3.1 Gangguan afektif

Gangguan afektif merupakan gangguan pada afeksi atau suasana hati

(mood). Orang yang terganggu ini dapat mengalami depresi atau manik yang

parah atau yang dapat berganti-ganti antara saat-saat depresi atau saat-saat manik.

Pendekatan mengenai gangguan afektif ditinjau dari teori belajar lebih

memusatkan perhatian pada apa yang sedang terjadi sekarang, terhadap hidup

seseorang ketimbang pengalaman masa lalunya. Di dalam teori belajar, terdapat

dua pendekatan utama yang menyebabkan depresi. Pendekatan pertama

menekankan penguatan; yang lainya faktor kognitif.

Pendekatan penguatan (reinforcement approach) didasarkan pada asumsi

bahwa orang akan mengalami depresi jika lingkungan sosialnya sedikit sekali

memberi penguatan positif. Banyak peristiwa yang menyebabkan depresi, seperti

kematian orang yang disayangi, kesehatan yang rapuh, yang pada akhirnya

menyebabkan pengurangan penguatan.

Model depresi pengurangan penguatan

Beberapa peristiwa yang secara potensial memperkuat yang berhubungan dengan ciri-ciri pribadi.

Sedikit penguatan yang ada pada lingkungan.

Tingkat

penguatan positif yang render.

Depresi

Page 14: Faktor Psikososial Dalam Abnormaliti

Apabila orang mengalami depresi dan tidak aktif, sumber penguatan utama

mereka adalah simpati dan perhatian yang mereka terima dari keluarga dan teman-

teman. Perhatian ini pada mulanya menguatkan perilaku maladaptif (menangis,

mengeluh, membicarakan tentang bunuh diri). Tetapi karena berada di sekitar

seseorang yang selalu gundah sangat menjemukan, perilaku orang depresi

akhirnya terasing dari teman-teman dekat sekalipun; hal ini menyebabkan lebih

berkurangnya penguatan dan meningkatkan isolasi sosial dan kesedihan

seseorang. Intinya tingkat penguatan positif yang rendah makin mengurangi

kegiatan individu dan ekspresi perilaku yang dapat dikuatkan.

2.3.2 Skisofrenia

Skisofrenia merupakan nama yang diberikan pada beberapa gangguan

yang ditandai dengan parahnya kekacauan kepribadian, distorsi realita, dan

ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Kadang-kadang

gangguan ini berkembang secara lamban sebagai proses yang sedikit demi sedikit

meningkatkan perilaku mengasingkan diri dan perilaku yang tidak wajar. Dilain

hal skisofrenia terjadi secara tiba-tiba, ditandai dengan adanya kerancuan yang

intens dan kekacauan emosi; kasus-kasus semacam ini biasanya timbul dengan

segera yang disebabkan oleh adanya saat-saat stres pada seseorang yang hidupnya

cenderung menyendiri, suka bekerja sendiri, dan merasa tidak aman.

Untuk memahami gangguan skisofrenia dapat ditinjau dari beberapa faktor, yang

diantaranya faktor sosial dan psikologis.

Penelitian tentang peran faktor sosial-psikologis sebagai sebab timbulnya

skisofrenia berfokus pada hubungan orangtua-anak dan pola komunikasi dalam

Perilaku dan keterampilan individu yang tidak begitu efektif.

Penguatan sosial untuk depresi.

Page 15: Faktor Psikososial Dalam Abnormaliti

keluarga. Penelitian keluarga penderita skisofrenia mengidentifikasikan dua

macam hubungan keluarga yang tampaknya dapat menyebabkan gangguan

tersebut. Pertama orangtua sangat menarik batas dan tidak mau bekerja sama

untuk mencapai tujuan bersama; masing-masing tidak menghargai dan mencoba

mendominasi yang lain serta berlomba memperoleh kesetiaan anak. Yang kedua,

tidak terdapat perselisihan yang terbuka; orangtua yang dominan menunjukan

psikopatologi yang serius sehingga orangtua yang satunya secara pasif menerima

sebagai normal. kedua macam keluarga di atas menggambarkan orangtua yang

aneh, tidak dewasa, dan yang memanfaatkan anaknya untuk memenuhi kebutuhan

mereka dan dapat dengan mudah menyebabkan anak-anak merasa bingung,

terasing dan tidak yakin akan perasaan orang yang sebenarnya. Dalam arti

tertentu, anak akan tumbuh dan belajar menerima distorsi-distorsi realita

orangtuanya sebagai hal yang normal.

Pengamatan interaksi pada keluarga skisofrenik menunjukan bahwa

masalah-masalah dalam komunikasi merupakan bagian penting dari

penyimpangan orangtua. Mereka seringkali tidak dapat memusatkan perhatianya

dan mengkomunikasikan pesan yang bertalian secara logis kepada pendengarnya.

2.4.3 Gangguan kecemasan

Kecemasan dianggap abnormal jika terjadi dalam situasi yang oleh

kebanyakan orang dapat diatasi dengan mudah. Gangguan kecemasan mencakup

sekelompok gangguan, dimana rasa cemas merupakan gejala utama (kecemasan

merata dan gangguan panik) atau kecemasan dialami jika individu berupaya

mengendalikan perilaku maladaptif tertentu (gangguan obsesif-kompulsif dan

gangguan fobia).

Menurut teori belajar sosial, kecemasan lebih ditimbulkan oleh peristiwa

eksternal tertentu ketimbang oleh konflik internal. Seorang yang menderita

kecemasan merata merasa bahwa dia tidak dapat mengendalikan situasi kehidupan

yang bermacam-macam sehingga perasaan kecemasan hampir selalu ada. Fobia

dianggap sebagai respon penghindaran yang dapat dipelajari secara langsung

Page 16: Faktor Psikososial Dalam Abnormaliti

(melalui pengalaman yang menakutkan) atau secara tidak langsung dengan

mengamati respon yang menakutkan pada orang lain. Perilaku obsesif-kompulsif

tetap ada karena hal ini dikaitkan dengan pengurangan kecemasan. Misalnya,

seorang yang terganggu oleh pikiran takut pada kuman atau penularan penyakit

dapat beranggapan bahwa mencuci tangan sedikit-sedikit akan melegakan rasa

takutnya. Oleh karena itu, cuci tangan dapat diasosiasikan dengan pengurangan

kecemasan dan sedikit demi sedikit menjadi respon yang ritual jika orang tersebut

merasa cemas.

Bab III

Penutup

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Daftar Pustaka

Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Smith, E., dan Bem, D.J. t.t. Pengantar Psikologi,

Edisi Kesebelas, Jilid 2. Interaksara. Batam.

Baihaqi, MIF., Sunardi, Akhlan, R.N.R., Heryati, E. 2005. Psikitari (Konsep

Dasar dan Gangguan-gangguan). PT. Refika Aditama. Bandung.

Fausiah, Fitri & Julianti Widury. 2005. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. UI

Press : Jakarta.

Feldman, Robert S. 1992. Elements of Psychology, International Edition.

McGraw-Hill, Inc. United States of America.

Feldman, Robert S. 2003. Essential of Understanding Psychology, Fifth Edition.

McGraw-Hill, Inc. New York.

Hurlock, Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan. Erlangga : Jakarta.

Page 17: Faktor Psikososial Dalam Abnormaliti