faktor-faktor yang mempengaruhi penemuan...

273
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN KASUS PNEUMONIA BALITA DI PUSKESMAS KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2015 SKRIPSI Oleh: Lina Sri Marlinawati (1111101000122) PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

Upload: lenhi

Post on 09-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN KASUS

PNEUMONIA BALITA DI PUSKESMAS KOTA TANGERANG

SELATAN TAHUN 2015

SKRIPSI

Oleh:

Lina Sri Marlinawati

(1111101000122)

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2015

Page 2: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, September 2015

Lina Sri Marlinawati

NIP. 1111101000122

Page 3: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

Skripsi, September 2015

Lina Sri Marlinawati, NIM : 1111101000122

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penemuan Kasus Pneumonia Balita

di Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

xxi+ 188 halaman, 13 tabel, 10 gambar, 7 lampiran

ABSTRAK

Pneumonia adalah penyebab kematian balita tertinggi di dunia, lebih

banyak dibandingkan dengan penyakit lainnya seperti AIDS, malaria, campak

sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian dengan target cakupan

penemuan kasus pneumonia balita. Pada tahun 2014, dari 25 puskesmas yang

ada di Kota Tangerang Selatan, hanya 3 puskesmas yang mampu memenuhi

target penemuan kasus pneumonia balita (100%). Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penemuan kasus pneumonia

balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan.

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif pendekatan

mixed methods (kualitatif dan Kuantitatif) dengan desain studi kasus.

Informan dalam penelitian adalah kepala puskesmas, penanggung jawab

program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan data

dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen yang

dilakukan di Puskesmas Kota Tangerang Selatan yaitu puskesmas yang

berhasil mencapai target penemuan kasus pneumonia balita (Puskesmas

Baktijaya dan Serpong 1) dan puskesmas yang tidak berhasil mencapai target

nasional (Puskesmas Kranggan dan Pisangan).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

penemuan kasus pneumonia balita di puskesmas yaitu penyusunan rencana

program, kegiatan program, pencatatan dan pelaporan, faktor petugas

kesehatan (pelatihan, pengetahuan, dan lama kerja petugas), motivasi kerja,

kepemimpinan kepala puskesmas, ketersediaan media cetak dan media

penyuluhan. Sedangkan faktor yang tidak berpengaruh dengan penemuan

kasus pneumonia yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, tatalaksana MTBS

dan kegiatan evaluasi.

Simpulan, agar cakupan penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas

kota Tangerang Selatan mencapai target, dapat dilakukan dengan

meningkatkan pembinaan dan pelatihan kepada penanggung jawab P2 ISPA

dan petugas MTBS mengenai pengetahuan pneumonia balita. Puskesmas juga

Page 4: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

iii

perlu melakukan kegiatan penemuan kasus secara aktif dengan melakukan

pelacakan kasus dan kunjungan rumah penderita pneumonia balita.

Kata kunci : Pneumonia balita, Cakupan penemuan, Puskesmas

Daftar Bacaan : 59 (1987-2014)

Page 5: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

SCHOOL OF PUBLIC HEALTH

DEPARTEMENT EPIDEMIOLOGY

Undergraduate Thesis, September 2015

Lina Sri Marlinawati, NIM : 1111101000122

xxi+ 188 pages, 13 tables, 10 images, 7 attahments

Factors That Affecting The Discovery Of Pneumonia Cases in Toddlers At

Public Health Center South Tangerang City 2015

Abstract

Pneumonia is the highest cause of toddlers mortality in the world, more than

any other diseases such as AIDS, malaria, and measles, so it is necessary to

control with a target coverage of pneumonia cases in toddlers. In 2014, 25 public

health centers in South Tangerang, only 3 health centers that were able to meet the

target of the discovery pneumonia cases in toddlers (100%). This study aims to

determine the factors that influence the findings pneumonia cases in toddlers in

Public Health Centers South Tangerang City.

This research is a descriptive epidemiological mixed methods approach

(qualitative and quantitative) with a case study design. Informants in this study

was the head of the clinic, person in charge of P2 ISPA program IMCI officer and

expert informants. Data collected by interview, observation and document review

conducted in Public Health Center South Tangerang City to reach the target of the

discovery infant pneumonia cases (PHC Baktijaya and Serpong 1) and Public

health centers were not successful (PHC Kranggan and Pisangan).

Results showed that the factors that influence the discovery of pneumonia

cases in toddlers at the public health center are programming, activities program,

recording and reporting, health workers factors (training, knowledge, and working

time), motivation, the head public health center’s leadership, availability of print

and reach media. While the factors that do not affect the discovery of pneumonia

cases are gender, education level, management of IMCI and activies evaluation.

The conclusion is, in order to th coverage of pneumonia cases in toodlers at

South Tangerang health center reaches the target, it can be done by improving

guidance and training to the person in charge of P2 ISPA and IMCI officer on

toddler pneumonia knowledge. PHC also need to conduct a finding case actively

by doing cases tracking and visit the home of the toddlers who is suffering from

pneumonia..

Keywords: Toddler Pneumonia, Coverage discovery, Public health centers

Reading List; 59 (1987-2014)

Page 6: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

v

Page 7: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

vi

Page 8: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

vii

LEMBAR PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk Pencipta-ku. Allah SWT, yang selalu

memberikan apa yang hamba-Nya butuhkan tanpa diminta.

Juga untuk kedua orangtua dan keluarga tercinta, tanpa kasih dan sayang

mereka, aku takkan mampu menjadi seperti sekarang.

Serta untuk para Pejuang Toga yang terus berusaha melawan rasa kantuk dan

malas dalam mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan agar lolos ketahapan

kehidupan selanjutnya.

≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈

(5) Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan. (6) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu

ada kemudahan. (QS. Al Insyiraah; 5-6)

Page 9: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

viii

RIWAYAT HIDUP

Nama : Lina Sri Marlinawati

Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 06 Januari 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 22 Tahun

Agama : Islam

. HP : 089646455576

Alamat : Kp. Kebon Kelapa No. 19, Rt. 04/ 006, Ds.

Buaranjati, Kec. Sukadiri, Kab. Tangerang,

Banten

Alamat Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan :

1. S1 Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta :2011-2015

2. SMA Negeri 2 Kabupaten Tangerang :2008-2011

3. MTs. Daarul Muqimien Buaran Jati Tangerang :2005-2008

4. SD Negeri 01 Buaran Jati Tangerang :1999-2005

5. TK Dharma Aeni Pekayon Tangerang :1997-1999

Riwayat Organisasi :

1. Anggota PSDM (Pengembangan Sumber Daya Manusia) ESA (Epidemiology

Students Association) periode 2013-2014

2. Anggota Divisi Syiar, Komisariat Dakwah FKIK periode 2012-2013

3. Anggota di Lembaga Dakwah Kampus UIN Jakarta periode 2011- 2012

4. Sekertaris Departemen Pendidikan Ikatan Remaja Masjid Nurul Falah periode

2009-2010

5. Anggota Rohis SMAN 2 Kabupaten Tangerang periode 2009-2010

Page 10: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

ix

KATA PENGANTAR

السالم عليكن ورحمة اهلل وبركاتة

Alhamdulillaahi robbil „aalamiin, segala puji bagi Allah SWT yang selalu

memberikan rahmat dan ridho sehingga melancarkan proses penyelesaian skripsi

ini. Skripsi ini berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penemuan Kasus

Pneumonia Balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2015”.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi

penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan”.

Terdapat beberapa hambatan dan kesulitan selama proses penulisan skripsi

ini, namun atas Rahmat-Nya bantuan berbagai pihak akhirnya tulisan ini dapat

diselesaikan. Atas segala bantuan tersebut, pada kesempatan kali ini dengan

segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Dr. H. Arif Sumantri, S.K.M., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan

Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Minsarnawati Tahangnaca, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing

1 dan Penanggung Jawab Peminatan Epidemiologi, yang senantiasa

meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan berdiskusi. Terima

kasih ibu, semoga Allah SWT membalas kebaikan ibu.

Page 11: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

x

4. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS selaku dosen pembimbing 2 skripsi yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan serta

bimbingannya sehingga tugas akhir ini selesai. Terima kasih ibu,

semoga Allah SWT membalas kebaikan ibu.

5. Kedua orang tua, Ibu Marwati dan Bapak Nurali, kasih sayang dari

beliau begitu menginspirasi dan menjadi motivasi begitu berharga bagi

penulis. Aldi Rojali dan Taufik Rozki yang selalu memberikan semangat

kepada penulis, untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Ibu Hoirun Nisa, Ph. D selaku dosen peminatan epidemiologi,

7. dr. Sholah Imari selaku dosen peminatan epidemiologi dan informan

ahli dalam penelitian ini.

8. Kepala Puskesmas Bakti Jaya, Serpong 1, Kranggan dan Pisangan,

terima kasih sudah diberikan izin penelitian.

9. Para Informan di Puskesmas Bakti Jaya, Serpong 1, Kranggan dan

Pisangan, terima kasih untuk waktu dan informasi yang sudah diberikan.

10. Putri Anggraeni (pipi), terima kasih untuk bantuannya dari mulai

magang, pengumpulan data sampai penyusunan skripsi. Terima kasih

banyak pi.

11. Putri Widyastuti (PW) dan Sukma Mardiyah, terima kasih banyak untuk

koreksiannya di skripsi ini, sehingga penulis mengetahui begitu banyak

kesalahan dalam penulisan

12. Teman-teman Kostn Balans, Fuji, Annisa Azhima, Risa, Ka Omi, Dani,

terima kasih atas motivasi dan dukungannya selama ini.

Page 12: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

xi

13. Teman-teman Epideiologi 2011: Ila, Kiki Iis, Rini, Upit, Nayla, Lia,

Desy, Fica, Dina, Denok, Safira, Anjar, Lela, Siti, Kemal, Karim, Falah,

Dea yang selalu menghibur, memberi dukungan lewat doa atau

berbagai bantuan.

14. Sarah Ajeng, terima kasih atas koreksian abstrak bahasa inggris.

15. Lusi, Uus, Syifa, Iis, Isti yang selalu menyediakan waktu untuk berbagi

suka dan duka.

16. Kak Lutfi, Kak Tika, Kak Nida dan Kak Putri, terima kasih atas arahan

dan sarannya.

17. Pejuang toga, teman-teman Kesmas 2011 serta semua pihak yang tidak

dapatdisebutkan satu persatu.

Penulis menyadari, skripsi ini belum mencapai kesempurnaan. Penulis

mengharapkan kritik yang membangun dari Pembaca. Semoga tulisan ini

bermanfaat.

والسالم عليكن ورحمة اهلل وبركاتة

Jakarta, September 2015

Penulis

Page 13: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

xii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i

ABSTRAK ............................................................................................................ ii

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. v

LEMBAR PERSEMBAHAN ............................................................................. vii

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ viii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xv

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvi

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

Latar Belakang ................................................................................................ 1

Rumusan Masalah .......................................................................................... 7

Pertanyaan Penelitian ..................................................................................... 8

Tujuan ............................................................................................................ 9

Manfaat ....................................................................................................... 11

Ruang Lingkup ............................................................................................ 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 13

Definisi ISPA dan Pneumonia ...................................................................... 13

Hubungan ISPA dan Pneumonia ................................................................. 14

Klasifikas dan Tatalaksana Pneumonia ....................................................... 14

Epidemiologi Pneumonia ............................................................................. 15

Cakupan Penemuan Pneumonia .................................................................. 16

Program P2 ISPA untuk Pengendalian Pneumonia Balita .......................... 17

1. Arah dan Tujuan Pengendalian ISPA/Pneumonia ........................... 17

2. Tujuan dan Sasaran .......................................................................... 18

3. Kebijakan dan Strategi Program ...................................................... 21

4. Kegiatan Program P2 ISPA ............................................................. 24

5. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ...................................... 24

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cakupan Penemuan Pneumonia ......... 26

1. Faktor Petugas Kesehatan ................................................................. 29

2. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Penunjang ............................... 37

3. Faktor Lain ....................................................................................... 40

Pemantauan Wilayah Setempat .................................................................... 52

Page 14: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

xiii

1. Kegiatan Surveilans dengan Penemuan Pneumonia ........................ 52

2. Peran Kader ..................................................................................... 53

Puskesmas .................................................................................................... 53

1. Pengertian Puskesmas ...................................................................... 53

2. Fungsi Puskesmas ............................................................................ 54

3. Upaya Puskesmas ............................................................................ 55

Petugas Puskesmas ...................................................................................... 57

Kerangka Teori ............................................................................................ 58

BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI OPERASIONAL ................... 61

A. Kerangka Pikir ...................................................................................... 61

B. Definisi Istilah ...................................................................................... 66

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 73

A. Desain Penelitian .................................................................................. 73

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 73

C. Informan Penelitian .............................................................................. 74

1. Informan Utama ................................................................................ 75

2. Informan Pendukung ........................................................................ 75

3. Informan Ahli .................................................................................. 75

D. Instrumen Penelitian ............................................................................. 76

1. Kualitatif .......................................................................................... 76

2. Kuantitatif ........................................................................................ 77

E. Data dan Sumber Data .......................................................................... 77

1. Data Primer ...................................................................................... 77

2. Data Sekunder .................................................................................. 77

F. Pengumpulan Data Penelitian ............................................................... 79

1. Pengumpulan Data ........................................................................... 79

2. Tahap Pengumpulan Data ................................................................ 81

G. Triangulasi Data ................................................................................... 82

1. Sumber ............................................................................................. 82

2. Metode ............................................................................................. 82

H. Pengolahan dan Analisis Data .............................................................. 85

1. Kualitatif .......................................................................................... 85

2. Kuantitatif ........................................................................................ 86

BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................. 87

A. Karakteristik Informan Penelitian ........................................................ 87

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................................................... 88

C. Gambaran Umum Penemuan Kasus Pneumonia Balita di Puskesmas

Kota Tangerang Selatan ........................................................................ 90

Page 15: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

xiv

D. Faktor yang Mempengaruhi Penemuan Kasus Pneumonia Balita di

Puskesmas ............................................................................................. 93

1. Perencanaan Program Penemuan Kasus Pneumonia Balita ............. 94

2. Kegiatan Program Penemuan Kasus Pneumonia Balita .................. 99

3. Tatalaksana Pneumonia Balita/MTBS ............................................ 104

4. Kegiatan Pencatatan dan Pelaporan ............................................... 109

5. Faktor Petugas Kesehatan ............................................................... 115

6. Motivasi Petugas ............................................................................. 124

7. Kepemimpinan Kepala Puskesmas ................................................. 127

8. Ketersediaan Sarana dan Prasarana ................................................ 129

9. Kegiatan Evaluasi ........................................................................... 136

BAB VI PEMBAHASAN ......................................................................... 142

A. Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 142

B. Faktor yang Mempengaruhi Penemuan Kasus Pneumonia Balita di

Puskesmas ........................................................................................... 143

1. Perencanaan Program Penemuan Kasus Pneumonia Balita ........... 143

2. Kegiatan Program Penemuan Kasus Pneumonia Balita ................ 147

3. Tatalaksana Pneumonia Balita/MTBS ............................................ 151

4. Kegiatan Pencatatan dan Pelaporan ............................................... 155

5. Faktor Petugas Kesehatan ............................................................... 159

6. Motivasi Petugas ............................................................................. 172

7. Kepemimpinan Kepala Puskesmas ................................................. 175

8. Ketersediaan Sarana dan Prasarana ................................................ 177

9. Kegiatan Evaluasi ........................................................................... 181

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 184

A. Simpulan ......................................................................... 184

B. Saran ................................................................................. 189

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 193

LAMPIRAN

Page 16: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tatalaksana Penderita Batuk dan atau Kesukaran Bernapas Umur < 2

Bulan ...................................................................................................................... 45

Tabel 2.2 Tatalaksana Penderita Batuk dan atau Kesukaran Bernapas Umur 2

Bulan ≤ 5 Tahun ..................................................................................................... 46

Tabel 3.1 Definisi Istilah ........................................................................................ 66

Tabel 4.1 Daftar Tempat penelitian ....................................................................... 74

Tabel 4.2 Informan Penelitian ................................................................................ 76

Tabel 4.3 Pengumpulan Data Penelitian ................................................................ 78

Tabel 4.4 Triangulasi Data Penelitian .................................................................... 83

Tabel 5.1 Karakteristik Informan ........................................................................... 88

Tabel 5.2 Cakupan Penemuan Kasus Pneumonia Balita di Puskesmas Kota

Tangerang Selatan tahun 2014 ............................................................................... 92

Tabel 5.3 Pengetahuan Petugas dalam Penemuan Kasus Pneumonia Balita di

Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2014 .................................................... 123

Tabel 5.4 Motivasi Kerja Petugas dalam Penemuan Kasus Pneumonia Balita di

Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2014 .................................................... 126

Tabel 5.5 Kepemimpinan Kepala Puskesmas dalam Penemuan Kasus

Pneumonia Balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2014 .................. 128

Tabel 5.6 Observasi Ketersediaan Sarana dan Prasarana dalam Kegiatan

Penemuan Kasus Pneumonia Balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan

Tahun 2015 ............................................................................................................ 132

Page 17: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

xvi

Page 18: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Teori Perilaku Kinerja dari Gibson (1987) ........................................ 27

Gambar 2.2 Kerangka Teori ................................................................................... 60

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................ 65

Gambar 5.1 Stempel ISPA ..................................................................................... 133

Gambar 5.2 Register Harian Pneumonia ................................................................ 133

Gambar 5.3 Formulir Laporan Bulanan ................................................................. 133

Gambar 5.4 Buku Pedoman P2 ISPA .................................................................... 134

Gambar 5.5 Pedoman Tatalaksana Pneumonia/MTBS ........................................... 134

Gambar 5.6 Media Poster Pneumonia .................................................................... 134

Gambar 5.7 Lembar Balik Pneumonia Balita ....................................................... 135

Page 19: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

xviii

DAFTAR SINGKATAN

1. AIDS :Acquired Imuno Deficiency Syndrome

2. Binwil :Bina Wilayah

3. BP :Balai Pengobatan

4. Depkes :Departemen Kesehatan

5. Dinkes : Dinas Kesehatan

6. Form :Formulir

7. ISPA :Infeksi Saluran Pernapasan Akut

8. KB :Keluarga Berencana

9. Kememkes :Kemenkenterian Kesehatan

10. Kesling :Kesehatan Lingkungan

11. KIA :Kesehatan Ibu dan Anak

12. KLB :Kejadian Luar Biasa

13. Lokbul :Loka Karya Bulanan

14. Lokmin :Loka Karya Mini

15. LP :Lembaga Pemerintah

16. LS :Lembaga Swasta

17. LSM :Lembaga Swadaya Masyarakat

18. MTBS :Manajemen Terpadu Balita Sakit

19. OB :Office Boy

20. ORMAS :Organisasi Kemsyarakatan

21. P2 ISPA : Pengendalian Penyaki Infeksi Saluran Pernapasan Akut

Page 20: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

xix

22. P2PL :Program Pengendalian Penyakit Lingkungan

23. PAUD :Pendidikan Anak Usia Dini

24. PKM :Pusat Kesehatan Masyarakat

25. POA :Plan of Action

26. Posyandu :Pos Pelayanan Terpadu

27. Promkes :Promosi Kesehatan

28. Puskesmas :Pusat Kesehatan Masyarakat

29. PWS :Pemantauan Wilayah Setempat

30. Riskesdas :Riset Kesehatan Dasar

31. SD :Sekolah Dasar

32. SDM :Sumber Daya Manusia

33. SK :Surat Keputusan

34. SKM : Sarajana Kesehatan Masyarakat

35. SMD :Survey Mawas Diri

36. Tangsel :Tangerang Selatan

37. TB :Tuberkolosis

38. TDDK :Tarikan Dinding Dada Bagian Bawah Ke Dalam

39. TK :Taman Kanak-kanak

40. UKS :Unit Kesehatan Sekolah

41. UPTD :Unit Pelaksana Teknis Daerah

42. WHO :World Health Organization

Page 21: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

xx

Daftar Lampiran

Lampiran 1 Persetujuan Menjadi Informan

Lampiran 2 Pedoman Wawancara Mendalam

Lampiran 3 Matriks Hasil Wawancara Mendalam dengan Informan Utama

Lampiran 4 Matriks Hasil Wawancara Mendalam dengan Informan

Pendukung

Lampiran 5 Matriks Hasil Wawancara Mendalam dengan Informan Kunci

Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian

Lampiran 7 Surat Izin Penelitian

Page 22: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan

penyakit yang sering terjadi pada anak. ISPA juga merupakan salah satu

penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40%-

60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15%-30% kunjungan berobat di

bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA.

Salah satu penyakit ISPA yang menjadi target program pengendalian ISPA

adalah pneumonia (Setyati, 2014).

Pneumonia adalah penyebab kematian balita tertinggi di dunia,

lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lainnya seperti AIDS,

Malaria, Campak. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta

balita meninggal karena pneumonia (1 balita / 15 detik) dari 9 juta total

kematian balita. Diantara 5 kematian balita, 1 diantaranya meninggal

karena pneumonia. Di negara berkembang (termasuk Indonesia), 60%

kasus pneumonia disebabkan oleh bakteri, sedangkan di negara maju

disebabkan oleh virus. Oleh sebab itu pneumonia juga disebut pembunuh

anak nomor 1 (the number one killer of children). Di negara berkembang

pneumonia merupakan penyakit terabaikan (the neglegted disease) atau

terlupakan (the forgotten disease). Banyak anak meninggal karena

pneumonia, namun sangat sedikit perhatian yang diberikan terhadap

Page 23: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

2

masalah tersebut (UNICEF, WHO, 2009). Kurangnya perhatian tersebut

disebabkan gejala pasti pneumonia anak tidak mudah diketahui sehingga

diperlukan kecermatan petugas kesehatan dalam mendeteksinya.

World Health Organization (WHO) memperkirakan di negara

berkembang kejadian pneumonia anak-balita sebesar 151,8 juta kasus

pneumonia per tahun, sekitar 8,7% (13,1 juta) diantaranya pneumonia

berat. Di dunia terdapat 15 negara dengan prediksi kasus baru dan kejadian

pneumonia paling tinggi anak-balita sebesar 74% (115,3 juta) dari 156 juta

kasus diseluruh dunia. Lebih dari setengah terjadi pada 6 negara, yaitu:

India 43 juta, China 21 juta, Pakistan 10 juta, Bangladesh, Indonesia, dan

Nigeria sebesar 6 juta kasus, mencakup 44% populasi anak balita di dunia

pertahun (World Pneumonia Day, 2012).

Menurut profil kesehatan Indonesia tahun 2013, angka kematian

akibat pneumonia pada balita sebesar 1,19%, pada kelompok bayi angka

kematian lebih tinggi yaitu sebesar 2,89% dibandingkan pada kelompok

umur 1-4 tahun yang sebesar 0,20%. Pneumonia juga selalu berada pada

daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Hal ini

menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit yang menjadi

masalah kesehatan masyarakat utama dan berkontribusi tinggi terhadap

angka kematian balita di Indonesia (Kemenkes, 2013). Kematian yang

disebabkan pneumonia merupakan peringkat teratas kematian pasien di

fasilitas kesehatan (Kemenkes, 2012).

Page 24: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

3

Menurut Riskesdas 2013, periode prevalens pneumonia balita

(Kejadian pneumonia sebulan terakhir) di Indonesia sebesar 18,5 per 1000

balita. Di provinsi Banten, periode prevalens pneumonia balita

berdasarkan diagnosis/gejala berada di atas rata-rata periode prevalens

nasional yaitu sebesar 18,7 per 1000 balita. Sedangkan menurut Profil

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2014 diketahui bahwa

penyebab kematian balita tertinggi adalah pneumonia. Dengan prevalensi

pneumonia balita sebesar 42,3 per 1000 balita (Dinkes Kota Tangerang

Selatan, 2014).

Salah satu upaya penurunan angka kesakitan dan kematian yang

berhubungan dengan pneumonia pada balita ditentukan oleh keberhasilan

upaya penemuan dan tatalaksana penderita, pada tahun 2014 cakupan

nasional yang telah ditetapkan Kemenkes yaitu 100%. Pada tahun 2013

cakupan penemuan kasus pneumonia balita di Indonesia mencapai

23,52%, sedangkan provinsi Banten hanya mencapai 29% dari target

penemuan kasus pneumonia balita yang sudah ditetapkan. Hal ini

menyebabkan tidak ada satupun provinsi yang mencapai target tersebut.

Setiap wilayah mempunyai perkiraan kasus pneumonia pada balita sebesar

10% dari jumlah balita di wilayah tersebut. Untuk menjalankan upaya

tersebut, penemuan kasus dilaksanakan melalui kegiatan yang menunjang

upaya masyarakat untuk mencari pengobatan kasus pneumonia secara

tepat dan deteksi dini oleh petugas kesehatan. Selain itu perlu dilakukan

dan dioptimalkan penemuan dan tatalaksana penderita di rumah tangga

Page 25: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

4

dan masyarakat (keluarga, kader dan posyandu), di tingkat pelayanan

kesehatan tingkat pertama atau dasar (puskesmas pembantu dan pelayanan

kesehatan di desa) dan di sarana kesehatan rujukan (rumah sakit)

(Kemenkes, 2012).

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan mempunyai 25

puskesmas. Pencapaian penemuan kasus pneumonia di Kota Tangerang

selatan pada tahun 2014 menurun sebelumnya pada tahun 2013 sebesar

44% menjadi 42,4%, pencapaian angka penemuan kasus tersebut sangat

jauh dari target nasional dan hanya ada 3 puskesmas yang mempunyai

angka penemuan kasus pneumonia balita di atas target nasional

diantaranya Puskesmas Serpong I, Puskesmas Pondok Aren dan

Puskesmas Bakti Jaya. Dengan demikian ada 22 puskesmas yang tidak

mencapai target penemuan penderita pneumonia (Dinkes Tangerang

Selatan, 2014). Pencapaian angka penemuan kasus terebut sangat jauh

berbeda dengan penemuan kasus di Dinkes Kabupaten Tangerang pada

tahun 2013,dengan angka penemuan sebesar 84,06% lebih tinggi dari

Dinkes Tangerang Selatan (Dinas Kabupaten Tangerang, 2014). Padahal

Kota Tangerang Selatan, dalam hal pelayanan kesehatan lebih modern dan

mempunyai mobilitas yang tinggi dari pada Kabupeten Tangerang

Menurut Kementrian Kesehatan (2012), rendahnya angka

penemuan pneumonia Balita tersebut disebabkan antara lain: sumber

pelaporan rutin terutama berasal dari puskesmas, hanya beberapa dan

Kabupaten/Kota yang mencakup rumah sakit dan sarana pelayanan

Page 26: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

5

kesehatan lainnya. Deteksi kasus di puskesmas masih rendah karena

sebagian besar tenaga belum terlatih, kelengkapan pelaporan masih rendah

terutama pelaporan dari Kabupaten/Kota ke Provinsi.

Berdasarkan laporan magang oleh peneliti pada tahun 2015, dengan

teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan

analisis data, mengenai pelaksanaan program P2 ISPA tahun 2014 di

Puskesmas Pamulang, salah satu puskesmas yang ada di Kota Tangerang

Selatan. Diketahui bahwa rendahnya penemuan pneumonia balita karena

kegiatan P2 ISPA belum berjalan dengan baik seperti: deteksi kasus di

puskesmas belum optimal, penemuan penderita secara aktif belum berjalan

dengan baik, pencatatan kasus, pelacakan dan pemantauan dengan

kunjungan rumah belum berjalan dengan baik, sarana dan prasarana serta

sumber pelaporan rutin dari penyelenggaran pelayanan kesehatan swasta

yang belum terlaporkan.

Hasil penelitian kuantitatif yang dilakukan Dharoh, dkk (2014)

menunjukkan, bahwa faktor–faktor yang berhubungan dengan cakupan

penemuan kasus pneumonia pada balita adalah motivasi (p=0,020).

Sedangkan pendidikan (p=1,000), pengetahuan (p=1,000), perencanaan

(p=1,000), pelaksanaan (p=0,292), dan penilaian (p=0,567) tidak ada

hubungan dengan cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita.

Sedangkan menurut penelitian lain faktor yang berpengaruh adalah:

profesionalisme petugas P2 ISPA puskesmas, pelatihan program P2 ISPA

dan supervisi pengelola program P2 ISPA Kabupaten/ Kota ke puskesmas

Page 27: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

6

(Nurcik, 2000). Penelitian lainnya menemukan bahwa pengetahuan,

ketersediaan sarana, pencatatan laporan kasus pneumonia, kerjasama lintas

program dan pelayanan standar P2 ISPA, mempunyai hubungan yang

bermakna dengan cakupan penemuan penderita pneumonia balita

(Irmawati, 2012). Semua penelitan tersebut hanya menggunakan

pendekatan kuantitatif, sehingga perlu digali lebih mendalam dengan

pendekatan kuantitatif dan kualitatif, mengenai faktor yang mempengaruhi

cakupan penemuan kasus pneumonia balita, pendekatan kualitatif

dilakukan untuk mendapatkan faktor yang mempengaruhi cakupan

penemuan kasus pneumonia balita yang tidak bisa diukur dengan

pendekatan kuantitatif.

Sehubungan dengan uraian tersebut, dengan ini penulis

memandang perlu untuk meneliti lebih lanjut dengan pendekatan

kuantitatif dan kualitatif (mixed methods) mengenai faktor yang

mempengaruhi penemuan kasus pneumonia balita di wilayah kerja

masing-masing Puskesmas Kota Tangerang Selatan, penelitian ini

dilakukan di puskesmas karena puskesmas sebagai sarana kesehatan

terdepan yang langsung berhubungan dengan masyarakat merupakan

ujung tombak dalam mencapai pembangunan kesehatan yang optimal dan

akan mencapai target nasional apabila seorang petugas mampu

menjalankan program puskesmasnya dengan baik. Selain itu penelitian

kualitatif dalam studi epidemiologi sekarang ini lebih kekinian terutama

Page 28: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

7

epidemiologi sosial dan epidemiologi perencanaan kesehatan untuk dapat

memecahkan masalah kesehatan di Puskemas dan masyarakat.

Adapun puskesmas yang akan diteliti adalah puskesmas yang

mempunyai angka penemuan kasus pneumonia yang rendah pada tahun

2014 yaitu Puskesmas Pisangan, Puskesmas Kranggan dan puskesmas

dengan penemuan pneumonia balita yang mencapai target nasional (100%)

yaitu Puskesmas Serpong 1 dan Puskesmas Bakti Jaya. Dengan tujuan

dapat mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi penemuan kasus

pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2015.

B. Rumusan Masalah

Penemuan kasus pneumonia balita di Kota Tangerang Selatan masih

terbilang rendah, sehingga tidak mencakup sasaran kasus yaitu balita atau

10% dari jumlah balita yang ada. Menurut beberapa hasil penelitian yang

telah dilakukan, faktor yang mempengaruhi penemuan kasus pneumonia

balita adalah peran petugas kesehatan (tenaga terlatih, tingkat pendidikan,

pengetahuan petugas, lama memegang program P2 ISPA, motivasi

petugas, kepemimpinan kepala puskesmas), ketersediaan sarana kesehatan

(alat dianostik, media cetak/buku cetakan terkait program P2 ISPA, bagan

tatalaksana peneumonia/MTBS) dan kegiatan supervisi, evaluasi,

pencatatan dan pelaporan, perencanaan kegiatan dan kegiatan penemuan

kasus yang dilakukan serta kegiatan tatalaksana kasus. Oleh karena itu

perlu diteliti lebih lanjut melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif

Page 29: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

8

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penemuan pneumonia di

Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2015.

C. Pertanyaan Peneliti

1. Bagaimana penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas Kota

Tangerang Selatan tahun 2014?

2. Bagaimana perencanaan program kegiatan penemuan kasus

pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2015?

3. Bagaimana kegiatan penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas

Kota Tangerang Selatan tahun 2015?

4. Bagaimana pengaruh kegiatan pencatatan dan pelaporan dalam

penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang

Selatan tahun 2015?

5. Bagaimana pengaruh kegiatan tatalaksana pneumonia atau MTBS

dalam penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas Kota

Tangerang Selatan tahun 2015?

6. Bagaimana pengaruh faktor petugas kesehatan (jenis kelamin petugas,

Pelatihan petugas, pendidikan Petugas, lama memegang program P2

ISPA, pengetahuan petugas) dalam penemuan penderita pneumonia

balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2015?

7. Bagaimana pengaruh faktor motivasi dalam penemuan kasus

pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2015?

Page 30: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

9

8. Bagaimana pengaruh faktor kepemimpinan kepala puskesmas dalam

penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang

Selatan tahun 2015?

9. Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana (media cetak/buku

cetakan dan media penyuluhan) dalam penemuan penderita

pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2015?

10. Bagaimana kegiatan evaluasi dalam penemuan kasus pneumonia

balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2015

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor yang mempengaruhi penemuan kasus

pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas

Kota Tangerang Selatan tahun 2014

b. Mengetahui perencanaan kegiatan penemuan kasus pneumonia

balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2015

c. Mengetahui kegiatan penemuan kasus pneumonia balita di

Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2015

d. Mengetahui kegiatan pencatatan dan pelaporan kasus

pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun

2015

Page 31: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

10

e. Mengetahui kegiatan tatalaksana penemuan kasus pneumonia

balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2015

f. Mengetahui faktor petugas kesehatan (jenis kelamin petugas,

pelatihan petugas, pendidikan Petugas, lama memegang

program P2 ISPA, pengetahuan petugas, motivasi petugas dan

kepemimpinan kepala puskesmas) dalam kegiatan pelaksanaan

penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas Kota

Tangerang Selatan tahun 2015

g. Diketahuinya faktor motivasi mempengaruhi penemuan kasus

pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun

2015

h. Diketahuinya faktor kepemimpinan kepala Puskesmas yang

mempengaruhi cakupan penemuan kasus pneumonia balita di

Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2015

i. Mengetahui ketersediaan sarana dan prasarana (media

cetak/buku cetakan dan media penyuluhan) dalam kegiatan

pelaksanaan penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas

Kota Tangerang Selatan tahun 2015

j. Mengetahui kegiatan evaluasi dalam kegiatan pelaksanaan

penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas Kota

Tangerang Selatan tahun 2015.

Page 32: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

11

E. Manfaat

1. Bagi Dinas Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau

saran dan bahan pertimbangan dalam merencanakan pembuatan

program penemuan kasus pneumonia balita serta menyempurnakan

pelaksanaan penemuan kasus pneumonia di Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan. Selain itu , sebagai bahan evaluasi program P2

ISPA di Dinas Kota Tangerang Selatan.

2. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan atau saran

untuk program penemuan kasus pneumonia balita di puskesmas

sehingga dapat meningkatkan cakupan penemuan kasus pneumonia

balita. Selain itu juga dapat dimanfaatkan oleh kepala puskesmas

bagaimana cara memimpin bawahannya di puskesmas agar petugas

termotivasi dalam pekerjaanya di puskesmas kinerja

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan di

perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang diharapkan bermanfaat sebagai referensi untuk melakukan

penelitian lebih lanjut terkait dengan faktor determinan penemuan

kasus pneumonia balita.

Page 33: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

12

4. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan atau

pertimbangan bagi penelitian lainnya dalam mengembangkan

penelitian serupa.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor yang

mempengaruhi penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas Kota

Tangerang Selatan tahun 2015. Penelitian ini merupakan penelitian

epidemiologi deskriptif pendekatan mixed methods (kualitatif dan

Kuantitatif), desain studi kasus. Informan utama dalam penelitian adalah

kepala puskesmas, dengan triangulasi sumber yaitu penanggung jawab

program P2 ISPA di puskesmas dan petugas MTBS (Manajemen Terpadu

Balita Sakit). Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam,

observasi dan telaah dokumen. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-

Juli di Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2015 dengan memilih

masing-masing 2 puskesmas yang mempunyai penemuan kasus

pneumonia balita yang rendah yaitu Puskesmas Pisangan, Puskesmas

Kranggan dan 2 puskesmas yang mempunyai penemuan kasus pneumonia

balita yang tinggi yaitu Puskesmas Serpong 1, Puskesmas Bakti Jaya.

Page 34: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai

jaringan paru (alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan

merupakan penyakit saluran pernapasan akut yang sering menyebabkan

kematian (UNICEF, WHO, 2009; Kemenkes, 2010). Penyebab p neumonia

adalah infeksi bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia mengakibatkan

jaringan paru mengalami peradangan. Pada kasus pneumonia, alveoli

terisi nanah dan cairan menyebabkan kesulitan penyerapan oksigen

sehingga terjadi kesulitan bernafas (Rudan, 2008).

Anak dengan pneumonia menyebabkan kemampuan paru

mengembang berkurang sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat

agar tidak terjadi hipoksia. Apabila pneumonia bertambah parah, paru

akan menjadi kaku dan timbul tarikan dinding bawah ke dalam (Ni

Nyoman, 2013). Anak dengan pneumonia dapat meninggal karena

hipoksia dan sepsis. Akibatnya kemampuan paru untuk menyerap oksigen

menjadi berkurang. Kekurangan oksigen membuat sel­sel tidak bisa

bekerja (UNICEF, WHO, 2006).

Page 35: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

14

B. Hubungan ISPA dan Pneumonia

ISPA dan Pneumonia sangat erat hubungannya terutama pada Balita.

ISPA yang berlanjut dapat menjadi pneumonia hal tersebut sering terjadi

pada balita terutama apabila mengalami gizi kurang atau gizi buruk dan

dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak higienis (Rudan,

2008, Mardjanis, 2010). Oleh karena itu, jika balita menderita ISPA perlu

mendapatkan penanganan segera, agar penyakit tidak berlanjut menjadi

pneumonia.

C. Klasifikasi pneumonia balita

Program Pengendalian Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit

ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan bukan pneumonia.

Pneumonia dibagi atas derajat beratnya yaitu pneumonia berat dan

pneumonia tidak berat (Kemenkes, 2012). Penyakit batuk pilek seperti

rinitis, faringitis, tonsilitis, dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya

digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar

penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan

terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan

pada Balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin.

Semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik (Setyati, 2014).

Klasifikasi berdasarkan frekuensi nafas, tarikan dinding dada

bagian bawah, bunyi nafas (stridor):

Page 36: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

15

1. Pneumonia

Batuk, demam lebih dari 380 C disertai sesak nafas.

Frekuensi nafas lebih dari 40 x / menit, ada tarikan dinding dada

bagian bawah. Pada auskultasi didapati bunyi stridor pada paru.

2. Non Pneumonia

Bila bayi dan Balita batuk, demam 380 C tidak disertai nafas

cepat lebih dari 40 x / menit, tidak ada tarikan dinding dada bagian

bawah dan tidak ada bunyi stridor pada paru (Kemenkes, 2012).

Program P2 ISPA mengklasifikasi kasus keadaan ke dalam 2

kelompok usia yaitu dibawah 2 bulan (Pneumonia berat dan bukan

Pneumonia). Usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun menjadi

pneumonia berat dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke

dalam, pneumonia dan bukan pneumonia.

D. Epidemiologi Pneumonia

Epidemologi pneumonia dapat terjadi di semua negara tetapi data

untuk perbandingan sangat sedikit, terutama di negara berkembang.

Pneumonia adalah penyakit umum di semua bagian dunia dan penyebab

utama kematian pada masa neonatus. WHO memperkirakan bahwa 1 dari

5 kematian bayi baru lahir disebabkan pneumonia. Lebih dari dua juta

anak balita meninggal setiap tahun di seluruh dunia (E-jurnal, 2013).

WHO juga memperkirakan bahwa sampai dengan 2 juta kematian yang

disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dapat di cegah dengan

Page 37: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

16

vaksin, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di negara-negara

berkembang. Kematian akibat pneumonia umumnya menurun dengan usia

sampai dewasa akhir (News Medical, 2011).

World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat 15

negara dengan prediksi kasus baru dan kejadian pneumonia paling tinggi

anak-balita sebesar 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus diseluruh dunia.

Lebih dari setengah terjadi pada 6 negara, yaitu: India 43 juta, China 21

juta, Pakistan 10 juta, Bangladesh, Indonesia, dan Nigeria sebesar 6 juta

kasus, mencakup 44% populasi anak balita di dunia pertahun (World

Pneumonia Day, 2012). Berdasarkan data WHO/UNICEF tahun 2009

dalam “Pneumonia: The Forgotten Killer of Children”, Indonesia

menduduki peringkat ke-6 dunia untuk kasus pneumonia pada balita

dengan jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa. Diperkirakan sekitar

separuh dari total kasus kematian pada anak yang menderita pneumonia di

dunia disebabkan oleh bakteri pneumokokus (UNICEF, WHO, 2009).

E. Cakupan Penemuan Kasus Pneumonia Balita

Cakupan penemuan pneumonia balita adalah jumlah kasus

pneumonia balita yang ditemukan di suatu wilayah kerja puskesmas dari

estimasi jumlah balita diwilayah kerja puskesmas tersebut. (target yang

ditemukan adalah 10% dari populasi balita). Adapun perhitungan

rumusnya adalah sebagai berikut:

Page 38: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

17

Angka cakupan penemuan pneumonia Balita di Indonesia pada

tahun 2000, berkisar antara 20%-36%. Angka cakupan tersebut masih jauh

dari target nasional yaitu periode 2000-2004 adalah 86%, sedangkan pada

periode 2005-2009 pencapaian target cakupan sebesar 46%-86%, Masih

jauh dari target cakupan yang ditetapkan oleh Kemenkes. Tujuan khusus

pengendalian pneumonia balita yaitu tercapainya cakupan penemuan

pneumonia balita pada tahun 2010 sebesar 60%, tahun 2011 sebesar 70%,

tahun 2012 sebesar 80%, tahun 2013 sebesar 90% dan tahun 2014 sebesar

100% (Kemenkes, 2012).

F. Program P2 ISPA untuk Pengendalian Pneumonia Balita

Program P2 ISPA adalah suatu program pemberantasan penyakit

menular yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka

kematian akibat ISPA, terutama pneumonia (infeksi paru akut) pada usia

di bawah lima tahun. Program P2 ISPA dikembangkan dengan mengacu

pada konsep menajemen terpadu pemberantasan penyakit menular dan

penyehatan lingkungan berbasis wilayah. Konsep terpadu meliputi

penanganan pada sumber penyakit, faktor risiko lingkungan, faktor risiko

perilaku dan kejadian penyakit dengan memperhatikan kondisi lokal

(Kemenkes, 2012).

1. Arah dan Tujuan Pengendalian ISPA/Pneumonia

Pelaksanaan program P2 ISPA ditujukan pada kelompok

usia Balita, yaitu bayi (0-12 bulan) dan anak balita (1 tahun ≤ 5

Page 39: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

18

tahun) dalam bentuk upaya penanggulangan penyakit pneumonia.

Pemilihan kelompok balita sebagai target populasi program

didasarkan pada kenyataan bahwa angka mortalitas dan morbiditas

ISPA pada kelompok umur balita masih tinggi di Indonesia. Di

samping itu keberhasilan upaya program P2 ISPA dapat

mempunyai daya ungkit dalam penurunan angka kematian bayi di

Indonesia (Kemenkes, 2012). Dengan menitikberatkan pelaksanaan

upaya pada penanggulangan penumonia maka program P2 ISPA

dapat disebut sebagai program P2 ISPA untuk penanggulangan

Balita (Rita, 2002).

2. Tujuan dan Sasaran

a. Tujuan Umum

Tujuan umum pengendalian penyakit ISPA adalah

menurunkan angka kesakitan dan kematian karena pneumonia.

b. Tujuan Khusus

1) Pengendalian Pneumonia Balita

a) Tercapainya cakupan penemuan balita sebagai

berikut (tahun 2010: 60%, tahun 2011:70%, tahun

2012:80%, tahun 2013: 90%, tahun 2014: 100%)

b) Menurunkan angka kematian pneumonia balita

sebagai kontribusi penurunan angka kematian bayi

dan balita, sesuai dengan tujuan MDGs (44

menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup) dan

Page 40: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

19

indikator nasional angka kematian bayi (34

menjadi 23 per 1.000 kelhiran hidup).

2) Kesiapsiagaan dan respon terhadap pandemi influenza

serta penyakit saluran pernapasan lain yang berpotensi

wabah.

a) Tersusunnya dokumen rencana kontijensi

kesiapsiagaan dan respon terhadap pandemi

influenza di 33 provinsi pada akhir tahun 2014.

b) Tersusunnya pedoman dan petunjuk pelaksanaan

penanggulangan pandemi influenza pada akhir

tahun 2014.

c) Tersosialisasinya pedoman-pedoman yang terkait

dengan kesiapsiagaan dan respon pandemi

influenza pada akhir tahun 2014.

d) Tersusunya pedoman latihan (Exercise) dalam

kesiapsiagaan dan respon pandemi influenza pada

akhir tahun 2014.

3) Pengendalian ISPA umur ≥ 5 tahun

Terlaksananya kegiatan Surveilans Sentinel Pneumonia

di rumah sakit dan puskesmas dari 10 provinsi pada

tahun 2007 menjadi 33 provinsi pada akhir tahun 2014.

4) Faktor risiko ISPA

Page 41: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

20

Terjalinnya kerjasama/kemitraan dengan unit program

atau institusi yang kompeten dalam pengendalian faktor

risiko ISPA khususnya pneumonia (Kemenkes, 2012).

c. Sasaran

1) Pengendalian Pneumonia Balita

a) Balita (≥ 5 tahun)

2) Kesiapsiagaan dan respon terhadap pandemi influenza

serta penyakit saluran pernapasan lain yang berpotensi

wabah.

a) Pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan

terkait di pusat dan daerah.

b) Unit-unit esensial, swasta, media massa serta lembaga

swadaya masyarakat.

3) Pengendalian ISPA umur ≥ 5 tahun

a) Kelompok umur ≥ 5 tahun di fasilitas pelayanan

kesehatan.

4) Faktor risiko ISPA

a) Lintas program dan lintas sektor

b) Masyarakat (Kemenkes, 2012).

Page 42: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

21

3. Kebijakan dan Strategi Program

a. Kebijakan

Untuk mencapai program penemuan kasus

pneumonia maka ditetapkan kebijakan operasional

sebagai berikut:

1) Advokasi kepada pemangku kepentingan di

semua tingkat untuk membangun komitmen

dalam pencapain tujuan pengendalian ISPA.

2) Pengendalian ISPA dilaksanakan sesuai

dengan peraturan perundangan yang berlaku.

3) Peningkatan penemuan kasus dan tatalaksana

pnemonia Balita sesuai dengan standar

disemua fasilitas pelayanan kesehatan.

4) KIE pengendalian ISPA melalui berbagai

media sesuai dengan kondisi sosial budaya

setempat.

5) Ketersediaan logistik pengendalian ISPA

menjadi tanggung jawab pusat dan daerah.

6) Pengendalian ISPA dilaksanakan melalui

kerjasama dan jejaring dengan lintas program,

lintas sektor, swasta, perguruan tinggi dan

organisasi non pemerintah lintas nasional

maupun internasional.

Page 43: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

22

7) Meningkatkan kualitas pelayanan melalui

peningkatan kemampuan sumber daya,

pembinaan/supervisi, sistem pemantauan dan

evaluasi program serta sosialisasi

pemberdayaan masyarakat.

8) Autopsi verbal dilakukan dalam rangka

menentukan penyebab kamatian Balita.

9) Penyusunan rencana kontijensi kesiapsiagaan

dan respon pandemi influenza semua tingkat.

10) Rencana pengendalian pneumonia disususn

berbasis bukti (evidence based) (Kemenkes,

2012).

b. Strategi

Strategi pengendalian ISPA di Indonesia

adalah sebagai berikut:

1) Membangun komitmen dengan pengambil

kebijakan disemua tingkat dengan

melaksanakan advokasi dan sosialisasi

pengendalian ISPA dalam rangka pencapaian

tujuan nasional dan global.

2) Penguatan jejaring internal dan eksternal

(LP/LS, profesi, perguruan tinggi, LSM, ormas

swasta, lembaga internasional, dan lain-lain).

Page 44: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

23

3) Penemuan kasus pneumonia dilakukan secara

aktif dan pasif.

4) Peningkatan mutu pelayanan melalui

ketersediaan tenaga terlatih dan logistik.

5) Peningkatan peran serta masyarakat dalam

rangka deteksi dini pneumonia balita dan

pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan

kesehatan.

6) Pelaksanaan autopsi balita di masyarakat.

7) Penguatan kesiapsiagaan dan respon pandemi

influenza melalui penysusunan rencana

kontijensi disemua jejaring, latihan (exercise),

penguatan surveilans dan penyiapan sarana

prasarana.

8) Pencatatan dan pelaporan dikembangkan

secara bertahap dengan sistem komputerisasi

berbasis web.

9) Monitoring dan pembinaan teknis dilakukan

secara berjenjang, terstandar dan berkala.

10) Evaluasi program dilaksanakan secara berkala

(Kemenkes, 2012).

Page 45: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

24

4. Kegiatan Program P2 ISPA

Kegiatan program P2 ISPA yang harus dilakukan

berdasarkan buku pedoman pengendalian ISPA adalah

sebagai berikut (Kemenkes, 2012):

a. Advokasi dan sosialisasi

b. Penemuan dan tatalaksana pneumonia balita,

kegiatannya antara lain: penemuan penderita

pneumonia, perkiraan jumlah penderita pneumonia

balita (perkiraan pneumonia balita), target penemuan

penderita pneumonia dan tatalaksana Pneumonia balita

c. Ketersediaan Logistik

d. Supervisi

e. Pencatatan dan pelaporan

f. Kemitraan dan jejaring

g. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia

h. Pengembangan program

i. Autopsi verbal

j. Monitoring dan evaluasi

5. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

MTBS singkatan dari Manajemen Terpadu Balita

Sakit atau Integrated Management of Childhood Illness

(IMCI dalam bahasa Inggris) adalah suatu pendekatan yang

terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan

Page 46: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

25

fokus kepada kesehatan anak usia 0-5 tahun (balita) secara

menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program

kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana

balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya yang

ditujukan untuk menurunkan kesakitan dan kematian

sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan anak

balita di unit rawat jalan kesehatan dasar seperti puskesmas,

Pustu, Polindes, Poskesdes, dan lain-lain (Depkes, 2008).

Kegiatan MTBS memliliki 3 komponen khas yang

menguntungkan yaitu:

a. Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam

tatalaksana balita sakit (petugas kesehatan non-dokter

yang telah terlatih MTBS dapat memeriksa dan

menangani pasien balita)

b. Memperbaiki sistem kesehatan (banyak program

kesehatan terintegrasi didalam pendekatan MTBS)

c. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam

perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan

balita sakit (berdampak meningkatkan pemberdayaan

masyarakat dalam pelayanan kesehatan) (Direktoran

Bina Kesehatan Anak, 2009).

Page 47: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

26

G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penemuan Kasus Pneumonia

Menurut Kemenkes (2012) Rendahnya angka cakupan penemuan kasus

pneumonia Balita disebabkan karena sumber pelapoan rutin terutama

berasal dari puskesmas, hanya beberapa provinsi dan kabupaten/kota yang

mencakup rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya. penyebablainnya

yaitu program deteksi kasus di puskesmas masih rendah karena sebagian

besar tenaga belum terlatih, serta kelengkapan pelaporan masih rendah

terutama pelaporan dari kabupaten/Kota ke provinsi (Kemenkes, 2012).

Cakupan penemuan penderita pneumonia di puskesmas berhubungan

dengan beberapa faktor diantaranya yaitu faktor petugas sebagai pelaksana

pelayanan kesehatan di puskesmas, faktor sarana penunjang kegiatan

program P2 ISPA berupa ketersediaan sound timer untuk mendiagnosa

pneumonia, buku pedoman pelaksana program P2 ISPA, bagan tatalaksana

penderita ISPA, media untuk penyuluhan kepada masyarakat terutama ibu

balita yaitu berupa poster dan lembar balik (flip chart), ketersediaan obat-

obatan untuk penderita ISPA serta kegiatan pemantauan program P2 ISPA

yaitu berupa supervisi yang dimaksud untuk memeriksa kegiatan

pelaksanaan program apakah telah sesuai dengan yang telah digariskan

oleh kebijaksanaan program (Dharoh, 2013).

Dari penjelasan sebelumnya dijelaskan bahwa penemuan

pneumonia berhubungan dengan beberapa faktor, salah satunya adalah

petugas sebagai pelaksana pelayanan kesehatan atau hasil dari kinerja

petugas. Menurut Stephen P. Robbins (1986) yang dikutif oleh I Gusti

Page 48: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

27

Agung Rai (2008) bahwa kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap

pekerjaan yang telah dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah

ditetapkan bersama. Pada pihak lain Ahuya (1996) dalam kutipan yang

sama, menjelaskan kinerja adalah cara perseorangan atau kelompok dari

suatu organisasi menyelesaiakan suatu pekerjaan atau tugas. Dari kedua

istilah tersebut terlihat bahwa istilah kinerja mengarah pada dua hal yaitu

proses dan hasil yang dicapai. Maka berikut ini akan diuraikan beberapa

teori yang berhubungan dengan kinerja.

Gibson (2006) menyampaikan model teori kinerja dan melakukan

analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan

kinerja individu. Diagram skematis yang mempengaruhi perilaku dan

kinerja seperti pada gambar berikut:

Gambar 2.1

Teori perilaku dan kinerja

(Sumber: Gibson (1987) dalam Gibson (2006))

Faktor Individu

1. Kemampuan dan

keterampilan

- Mental

- Fisik

2. Latar belakang

- Keluarga

- Tingkat sosial

- Pengalaman

3. Demografi

- Umur

- Etnis

- Jenis kelamin

Perilaku individu

(apa yang dikerjakan)

Faktor organisasi

1. Sumber daya

2. Kepemimpinan

3. Imbalan

4. Struktur

5. Desain pekerjaan

Faktor Psikologis

1. Persepsi

2. Sikap

3. Kepribadian

4. Beban kerja

5. Motivasi

Kinerja

(hasil yang diharapkan)

Page 49: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

28

Teori dari Gibson tersebut menyatakan bahwa terdapat 3 kelompok

yang mempengaruhi kinerja dan perilaku yakni variabel individu, variabel

organisasi, dan variabel psikologis. Variabel individu terdiri dari

subvariabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografi,

subvariabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang

mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Variabel demografis

mempunyai hubungan tidak langsung dengan perilaku dan kinerja.

Variabel psikologis terdiri dari subvariabel persepsi, sikap, kepribadian,

belajar dan motivasi. Variabel ini menurut gibson banyak dipengaruhi

keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel

demografis. Variabel psikologis seperti persepsi, sikap, kepribadian dan

belajar merupakan hal yang komplek dan sulit diukur.

Berdasarkan teori Gibson tersebut Yaslis Ilyas (2002) menyatakan

dalam kinerja (teori, penilaian dan penelitian), ketiga kelompok variabel

yang mempengaruhi perilaku kerja pada akhirnya akan berpengaruh pada

kinerja personal. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah

berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk

mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.

Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Tangkilisan (2005), bahwa

kinerja tergantung pada ability (kemampuan pembawaan), capacity

(kemampuan yang dapat dikembangkan), help (bantuan untuk terwujudnya

performance), incentive (insentif material maupun non material),

Page 50: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

29

environment (lingkungan) dan evaluation (evaluasi). Berdasarkan

beberapa teori tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa faktor yang

berhubungan dengan cakupan penemuan pneumonia oleh petugas

puskesmas adalah berkaitan dengan teori kinerja di atas.

Menurut penelitian Nurcik (2002), dengan menggunakan teori

Gibson didapatkan hasil penelitian yaitu, ada hubungan yang kuat dan

bermakna secara sendiri-sendiri antara, pelatihan (OR=6,26 P=0,000;

95% CI 2,20-17,87), sarana penatalaksanaan penderita ISPA (OR 3,08

;P=0,033; 95% CI 1,09-9,67), dan supervisi lebih dari 2 kali (OR 4,80

;p=0,001;95% CI 1,76-13,12) dengan cakupan penemuan penderita

pneumonia balita. Peneliti lainnya yang menggunakan kerangka teori

Gibson, menunjukkan bahwa 91,67 % puskesmas mempunyai cakupan

rendah dan beban kerja (p=0,012) mempunyai hubungan yang bermakna

dengan cakupan penemuan pneumonia balita. Sedangkan variabel yang

tidak berhubungan secara statistik yaitu, pelatihan, pengetahuan, supervisi

dan kelengkapan sarana program P2 ISPA (Agusman, 2001).

1. Faktor Petugas Kesehatan

a. Jenis Kelamin

Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah

perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis

sejak seseorang lahir. Seorang laki-laki pada dasarnya

mempunyai sifat yang tegas dalam menjalankan suatu

program. Sedangkan seorang perempuan memiliki sifat atau

Page 51: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

30

naluri keibuan yang sangat dibutuhkan bagi petugas kesehatan

terutama petugas MTBS pada saat memeriksa balita.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara jenis kelamin dengan kinerja petugas

kesehatan (Mulyaningsih, 2013). Hasil penelitian ini didukung

oleh pendapat ahli yang menyatakan bahwa secara umum tidak

ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin perempuan

dengan jenis kelamin laki-laki dalam kepuasaan kerja.

Perempuan dan laki-laki juga tidak ada perbedaan yang

konsisten dalam kemampuan memecahkan masalah,

keterampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi dan

sosiabilitas dan kemampuan belajar (Rival dan Mulyadi, 2010).

b. Pelatihan Petugas

Pelatihan menurut Sihula (dalam Hasibuan, 2008) adalah

suatu proses pendidikan pendek dengan menggunakan prosedur

sistematik dan terorganisir sehingga karyawan operasional

belajar pengetahuan teknik pengerjaan dan keahlian untuk

tujuan tertentu. Sedangkan menurut Azwar (2002), tujuan

pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan karyawan sehingga lebih percaya diri dalam

menyelenggarakan tugas selanjutnya.

Pelatihan merupakan usaha untuk menghilangkan

terjadinya kesenjangan (gap) antara unsur-unsur yang dimiliki

Page 52: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

31

oleh seorang tenaga kerja dengan unsur-unsur yang

dikehendaki organisasi. Usaha tersebut dilakukan melalui

peningkatan kemampuan kerja yang dimiliki tenaga kerja

dengan cara menambah pengetahuan dan keterampilannya

(Notoatmodjo, 2003).

Kementrian Kesehatan (2012) menegakan bahwa pelatihan

kesehatan dilakukan melalui pelatihan teknis program dan

teknis fungsional secara berjenjang disemua tingkat

administrasi untuk menunjang profesionalisme. Dengan

demikian, dalam kaitannya dengan peningkatan mutu kualitas

pelayanan kesehatan, pelatihan berperan penting untuk

peningkatan kualitas.

Penelitian Ivantika (2001) di Bandung menyatakan bahwa

petugas yang telah mendapatkan pelatihan sebelumnya,

memiliki peluang 1,353 kali lebih besar untuk mendapat

cakupan program yang lebih tinggi dibandingakn dengan

petugas yang tidak mendapat pelatihan. Berbeda dengan

penelitian Sonara (2005), Pudjiastuti (2002) menyatakan bahwa

tidak ada hubungan yang bermakna antara pelatihan yang

pernah diikuti petugas kesehatan dengan dengan cakupan yang

harus dicapai, dalam hal ini cakupan penemuan pneumonia

balita. Hal ini kemungkinan disebabkan karena selam ini

pelatihan yang dilaksanakan hanya untuk memenuhi tuntutan

Page 53: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

32

program semata tanpa mempertimbangkan perencanaan proses

belajar mengajar dengan matang serta asas manfaat yang

diperoleh. Disamping itu adanya kendala operasional untuk

menerapkan hasil penelitian tersebut di lapangan menyebabkan

keterampilan yang telah diperolah petugas lama-kelamaan

menjadi minimal kembali (Sonara, 2005).

Dalam program P2 ISPA, pelatihan yang diberikan kepada

petugas kesehatan di puskesmas meliputi pelatihan tatalaksana

penderita ISPA (terintegrasi dengan pelatihan MTBS) dan

pelatihan manajemen program P2 ISPA (Kemenkes, 2012).

c. Pendidikan

Pendidikan adalah tugas untuk meningkatkan pengetahuan,

wawasan, pengertian dan keterampilan dari para personil

sehingga mereka lebih dapat berkualitas (Notoatmodjo, 2003).

Dengan pendidikan, seseorang diharapkan menjadi pribadi

yang cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja

profesional, bertanggung jawab, dan produktif.

Pengembangan dan peningkatan tenaga kesehatan

dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (Kemenkes,2010)

karena menurut Flippo (dalam Hasibuan 2008), pendidikan

berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum dan

pemahaman atas lingkungan kita secara menyeluruh.

Lingkungan disini adalah pelayanan kesehatan yang diartikan

Page 54: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

33

sebagai proses dalam pemberian pelayanan kesehatan.

Pernyataan lainnya Hersey dan Blanchard (dalam Sinora, 2005)

yang mengungkapkan bahwa pendidikan formal dan non-

formal dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil

keputusan dan berperilaku.

Namun demikian, penelitian Ivantika (2001), Sinora (2005)

dan Dharoh, dkk (2014) menyatakan bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara pendidikan petugas dengan cakupan

penemuan penderita pneumonia. Selain itu hasil penelitian

Duhri, dkk (2013) menyebutkan bahwa petugas P2TB yang

memiliki jenjang pendidikan yang tinggi belum tetntu memilki

kinerja yang baik.

d. Lama Kerja

Masa kerja seseorang dalam organisasi perlu diketahui

karena masa kerja dapat merupakan salah satu indikator tentang

kecenderungan petugas tersebut dari berbagai segi kehidupan

organisasional, misalnya dikaitkan dengan produktivitas kerja

(siagian, 2002). Menurut wahyudi (2006) pengalaman seorang

tenaga kerja utuk melakukan suatu pekerjaan tertentu

dinyatakan dalam lamanya melaksanakan pekerjaan tersebut.

Pada umumnya, semakin lama orang bekerja maka

pengalaman bekerjanya akan bertmbah luas, sehingga orang

tersebut akan menjadi semakin terampil dalam melaksanakan

Page 55: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

34

pekerjaannya. Dengan demikian, produktivitasnya diharapkan

juga akan semakin tinggi. Tetapi lamanya masa kerja tersebut

di satu sisi akan menimbulkan kebosanan dan kejenuhan, yang

pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerjanya.

Hal ini tentu saja tergantung pada kepribadian dan motivasi

masing-masing individu. Pada individu yang memilki dedikasi

dan etos kerja yang tinggi, maka status lama kerja justru akan

meningkatkan kualitas pekerjaanya, yang pada gilirannya akan

meningkatkan kualitas pelayanan.

Penelitian Ivantika (2001) menyatakan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara lama kerja pengelola P2 ISPA

dengan cakupan penemuan penderita pneumonia. Berbeda

dengan penelitian Sonara (2005) tidak ada hubungan yang

bermakana antara lama masa kerja petugas pelaksana MTBS

dengan cakupan penemuan penderita pneumonia.

e. Pengetahuan petugas

Pengatahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui

proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek

tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku

yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng. Proses

adopsi perilaku, menurut Rogers dalam Notoatmodjo, sebelum

Page 56: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

35

seseorang mengadopsi sesuatu, di dalam diri orang tersebut

terjadi suatu proses yang berurutan yaitu (Notoatmodjo, 2003):

1) Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya

stimulus.

2) Interest (tertarik), individu mulai tertarik kepada stimulus.

3) Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-

nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya. Pada tahap ini subjek memiliki sikap yang lebih

baik.

4) Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku

baru.

5) Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, sikap dan kesadarannya terhadap stimulus.

Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif,

mencakup 6 tingkatan, yaitu:

a) Tahu (know): Tahu dapat diperhatikan sebagai mengingat

suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

b) Memahami (comprehension): diartikan sebagai

kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut

secara benar.

Page 57: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

36

c) Aplikasi (application): diartikan sebagai kemampuan

untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada

situasi atau kondisi sebenarnya (real).

d) Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk

menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-

komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi

tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e) Sintesis (synthesis): suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun,

dapat merencanakan dan dapat meringkas, dapat

menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

f) Evaluasi (evaluation): berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek,

penilaian didasarkan pada kriteria tertentu (Notoatmodjo,

2007)

Dalam program P2 ISPA, petugas kesehatan harus memiliki

pengetahuan tentang tatalaksana kasus penderita ISPA dan

tentang kebijakan program P2 ISPA, sehingga diharapkan

petugas mampu memberikan pelayanan yang baik.

Menurut Wawan (2010), peningkatan pengetahuan tidak

mutlak diperoleh dari pengetahuan formal saja, tetapi dapat

diperoleh melalui pendidikan informal seperti mengikuti

Page 58: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

37

pelatihan, membaca buku pedoman atau media elektronik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Adnan (2013)

bahwa pengetahuan berhubungan dengan keterampilan petugas

dalam tatalaksana pneumonia balita. Hasil penelitian ini juga

didukung dengan hasil penelitian Duhri, dkk (2013) yang

menyebutkan bahwa pengetahuan memiliki kontribusi dalam

peningkatan kinerja petugas P2TB.

2. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Penunjang

Sarana merupakan salah satu perangkat administrasi, yaitu

sesuatu yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan

administrasi (Azwar,2002). Sarana terdiri dari peralatan, obat dan

bahan habis pakai serta dana. Sementara menurut pendapat tokoh

lain sarana termasuk dalam elemen struktur yang meliputi

bangunan fisik fasilitas dan peralatan.

Saran dalam program P2 ISPA untuk kegiatan penemuan

dan tatalaksana kasus penderita meliputi obat, alat bantu hitung,

barang cetakan dan buku pedoman.

a. Ketersediaan alat diagnostik

Ketersediaan sound timer sebagai alat bantu hitung

nafas dalam program P2 ISPA sebenarnya sangat diperlukan

karena alat tersebut digunakan untuk membantu petugas

dalam mengklasifikasikan penderita ISPA dengan tepat

melalui penghitungan frekuensi nafas dalam 1 menit.

Page 59: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

38

b. Ketersediaan Barang Cetakan

Logistik media cetak yang disediakan program P2

ISPA untuk kegiatan komunikasi dan penyebaran informasi

terdiri dari buku pedoman program P2 ISPA, pedoman

autopsi verbal, buku tatalaksana penderita ISPA

(terintegrasi dengan MTBS), buku pedoman ISPA untu

kader , poster dan lembar balik.

Penelitian Leida (dalam Sinora, 2005) menunjukkan

bahwa puskesmas yang mempunyai barang cetakan

mengenai ISPA berpeluang untuk lebih berkualitas dalam

tatalaksana kasus dibandingkan puskesmas yang tidak

tersedia barang cetakan mengenai ISPA. Hal ini sejalan

dengan penelitian Sinora (2005) menyatakan bahwa, ada

hubungan yang bermakna antara ketersediaan barang

cetakan pada puskesmas pelaksna MTBS dengan penemuan

penderita penumonia di Kabupaten Cianjur.

Besarnya kemungkinan adanya hubungan antara

ketersediaan barang cetakan dengan cakupan penemuan

penderita pneumonia ini disebabkan karena barang cetakan

berperan penting sebagai salah satu bahan informasi dan

bahan acuan dalam tatalaksana kasus.

Page 60: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

39

c. Bagan Tatalaksana

Bagan tatalaksana yang terpasang diruang periksa

yang berisi petunjuk mengenai cara pemeriksaan terhadap

penderita dengan batuk dan kesukaran bernapas pada balita,

penentuan klasifikasi dan tindakan yang harus dilakukan ,

akan membantu petugas pada saat menangani kasus ISPA.

(Rasmuson, 1988, dalam Sinora, 2005).

d. Media penyuluhan

Media komunikasi, informasi dan edukasi, salah

satunya berupa lembar balik merupakan suatu alat

komunikasi yang efektif, yang telah dicoba terutama pada

negara-negara berkembang untuk perubahan yang positif.

Adapun media penyuluhan (Elektronik dan Cetak) menurut

pedoman P2 ISPA adalah tersedianya DVD tatalaksana

pneumonia balita, TV spot dan radio spot tentang pneumonia

balita, poster, lefleat, lembar balik, kit advokasi dan kit

pemberdayaan masyarakat (Kemenkes, 2012).

e. Media Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan Pelaporan yang baik, dinilai dari data dan

informasi yang tepat dan akurat, karena tanpa adanya hal

tersebut hasil kegiatan pencatatan dan pelaporan tersebut

akan sangat diragukan kebenarannya, oleh karena itu perlu

Page 61: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

40

adanya media pencatatan dan pelaporan (Rajab, 2009).

Adapun macam-macam media pencatatan dan pelaporan

menurut pedoman P2 ISPA adalah sebagai berikut

(Kemenkes, 2012):

1) Stempel ISPA merupakan alat bantu untuk pencacatan

penderita pneumonia balita sebagai status penderita

2) Register harian pneumonia

3) Formulir laporan bulanan.

3. Faktor Lain

a. Perencanaan Program

Suatu kegiatan yang dilaksanakan di puskesmas

dimulai dengan perencanaan, agar kegiatan yang dijalankan

terarah dan mencapai tujuan yang diinginkan, adapun

pengertian perencanaan adalah sebagai berikut, perencanaan

menurut Drucker adalah suatu proses yang diorganisasi dan

dilaksanakan secara sistematis dengan menggunakan

pengetahuan yang ada sesuai keputusan yang telah ditetapkan

bersama. Keberhasilan pelaksanaan dapat dilihat dari

perbandingan antara hasil yang dicapai dengan target yang

telah ditetapkan (Herijulianti, dkk, 2002).

Sedangkan menurut Goetz, perencanaan adalah

kemampuan memilih satu kemungkinan dari berbagai

kemungkinan yang telah tersedia dan dipandang paling tepat

Page 62: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

41

untuk mencapai tujuan. Dari berbagai pengertian tersebut

dapat dikatakan bahwa perencanaan adalah suatu rangkaian

kegiatan yang disusun secara sistematis untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan/diputuskan bersama

(Herijulianti, dkk, 2002). Berdasarkan penelitian Warsihayati

(2002) menunjukkan bahwa pembuatan rencana kerja

tahunan memberikan pengaruh terhadap cakupan kasus

pneumonia balita disuatu puskesmas. Sedangkan penelitian

Dharoh, dkk (2014) menyebutkan bahwa tidak ada hubungan

antara perencanaan program dengan penemuan penderita

pneumonia balita.

Menurut Koontz dan O’Donnel dalam Sukarna (1992)

dan Hasibuan (1990) menyebutkan prinsip-prinsip/asas

perencanaan adalah prinsip membantu tercapainya tujuan,

efisiensi dari perencanaan, pengutamaan perencanaan, prinsi

pemerataan perencanaan, patokan perencanaan,

kebijaksanaan pola kerja, prinsip waktu, tata hubungan

perencanaan, prinsip alternatif, prinsip pembatasan faktor,

prinsip keterikatan, prinsip flexibilitas, prinsip ketetapan

arah, prinsip Perencanaan strategi.

Berdasarkan uraian prinsip tersebut, Sukarna (1992)

menyimpulkan sebagai berikut:

Page 63: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

42

a. Perencanaan merupakan fungsi utama dari pada

manajer. Pelaksanaan pekerjaan tergantung kepada

baik-buruknya suatu perencanaan.

b. Perencanaan harus diarahkan terhadap tercapainya

tujuan. Oleh karena itu apabila tujuan tidak tercapai

mungkin disebabkan oleh kurang sempurnanya

perencanaan.

c. Perencanaan harus didasarkan atas kenyataan-kenyataan

objektif dan rasional untuk mewujudkan adanya kerja

sama yang efektif

d. Perencanaan harus mengandung atau dapat

memproyeksi kejadian-kejadian pada masa yang akan

datang.

e. Perencanaan harus memikirkan dengan matang tentang

budget, program, policy, procedure, methode dan

standar, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

b. Kegiatan Program Penemuan Kasus Pneumonia Balita

Dalam kegiatan pengendalian pneumonia balita,

kegiatan penemuan kasus pneumonia balita adalah kegiatan

inti. Penemuan kasus pneumonia merupakan salah satu

strategi dalam pengendalian pneumonia. Penemuan kasus

pneumonia dilakukan secara aktif maupun pasif. Penemuan

kasus secara pasif dilaksanakan diseluruh Unit Pelayanan

Page 64: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

43

Kesehatan (UPK) yang ada dengan melihat data jumlah

penderita yang datang untuk berobat ke UPK tersebut

(Kemenkes, 2012).

Penemuan kasus secara aktif dilaksanakan oleh

petugas UPK aktif dilaksanakan oleh petugas dengan

mendatangi pasien di wilayah kerja UPK berdasarkan

kriteria klinis. Penderita dinyatakan positif berdasarkan

gejala klinis kemudian dilakukan konfirmasi dari

laboratorium darah dan sputum serta hasil rotgen thorax.

Data dari hasil konfirmasi laboratorium rotgen dan

pemeriksaan gejala klinis kemudian dikumpulkan yang

kemudian dikirim untuk dilakukan analisis dan pelaporan

data (Handayani, 2012).

Penelitian Handayani (2012) yang dilakukan di

seluruh puskesmas Kota Semarang menyebutkan bahwa

penemuan kasus yang dilakukan puskesmas di Kota

Semarang adalah penemuan kasus secara pasif. Selain itu

menurut penelitian lainnya yaitu penelitian, Dharoh dkk

(2014) menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara

pelaksanaan program dengan cakupan penemuan kasus

penderita pneumonia balita. Hal sama juga terjadi pada

penelitian yang dilakukan oleh Marisa (2011) bahwa tidak

Page 65: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

44

ada hubungan antara pelaksanaan program dengan angka

bebas jentik di Kota Semarang.

Penemuan penderita pasif dan aktif melalui proses

sebagai berikut:

a. menayakan balita yang batuk dan atau kesukaran

bernapas.

b. melakukan pemeriksaan dengan melihat Tarikan Dinding

Dada bagian bawah Ke dalam (TDDK) dan hitung napas.

c. melakukan penentuan tanda bahaya sesuai golongan unur

<2 bulan dan 2 bulan -< 5 tahun

d. melakukan klasifikasi balita batuk dan atau kesukaran

bernapas; pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan

pneumonia (Kemenkes, 2012).

c. Tatalaksana Pneumonia Balita

Pola tatalaksana penderita yang dipakai dalam

pelaksanaan pengendalian ISPA untuk penanggulangan

pneumonia pada balita didasarkan pada pola tatalaksana

penderita ISPA yang diterbitkan WHO tahun 1988 yang

telah mengalami adaptasi sesuai kondisi Indonesia. Menurut

Hasil penelitian Hidayati dan Wahyono (2011) diketahui

bahwa terdapat hubungan antara tatalaksana pelayanan

MTBS dengan kejadian pneumonia balita atau penemuan

kasus pneumonia.

Page 66: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

45

Tabel 2.1

Tatalaksana Penderita Batuk dan atau Kesukaran Bernapas

Umur < 2 Bulan

(Sumber: Kemenkes, 2012)

Setelah penderita pneumonia balita ditemukan dilakukan

tatalaksana sebagai berikut:

a. Pengobatan dengan menggunakan antibiotik: kotrimoksazol,

amoksilin selama 3 hari dan obat simptomatis yang diperlukan

seperti parasetamol dan salbutamol.

b. Tindak lanjut bagi penderita yang kunjungan ulang yaitu

penderita 2 hari setelah mendapat antibiotik di fasilitas

pelayanan kesehatan.

c. Rujukan bagi penderita pneumonia berat atau penyakit sangat

berat (Kemenkes, 2012).

Page 67: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

46

Tabel 2.2

Tatalaksana Anak Batuk dan atau Kesukaran Bernapas Umur

2 Bulan ≤ 5 tahun

(Sumber: Kemenkes, 2012)

d. Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dan Pelaporan merupakan kegiatan yang harus

disperhatikan oleh tenaga kesehatan (khususnya epidemiolog)

dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik bagi

individu, keluarga dan masyarakat. Untuk dapat melakukan

kegiatan Pencatatan dan Pelaporan dengan baik, maka dibutuhkan

data dan informasi yang tepat dan akurat, karena tanpa adanya hal

tersebut hasil kegiatan pencatatan dan pelaporan tersebut akan

sangat diragukan kebenarannya (Rajab, 2009).

Page 68: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

47

Pengertian Pencatatan dan Pelaporan menurut Kron dan Gray,

pencatatan dan pelaporan adalah mengkomunikasikan secara

tertulis kepada tim kesehatan lain yang memerlukan data kesehatan

atau data epidemiologi secara teratur. Jika disimpulkan pencatatan

dan pelaporan mempunyai arti sebagai berikut:

a) Suatu kegiatan mencatat dengan berbagai alat/media

tentang data kesehatan yang diperlukan sehingga terwujud

tulisan yang bias dibaca dan dapat dipahami isinya.

b) Salah satu kegiatan administrasi kesehatan yang harus

dikerjakan dan dipertanggungjawabkan oleh petugas

kesehatan (khususnya epidemiolog).

c) Kumpulan Informasi kegiatan upaya pelayanan kesehatan

yang berfungsi sebagai alat/sarana komunikasi yang penting

antar petugas kesehatan (Sutomo, 2010).

pencatatan dan pelaporan dalam kegiatan penemuan kasus

pneumonia balita, mencakup analisis data yang dilakukan

berdasarkan kategori kelompok umur untuk mempermudah

pengambilan kebijakan dalam rangka pengendalian dan

pencegahan pneumonia. Data hasil analisis kemudian dilaporkan

dalam bentuk laporan mingguan ke pusat, serta dilakukan umpan

balik dan penyebarluasan informasi kepada publik berupa buletin,

website dan laporan hasil kegiatan penemuan kasus (WHO, 2011

dalam Handayani, 2012).

Page 69: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

48

e. Motivasi Petugas

Motivasi menurut Walgito (2002) adalah kekuatan

yang terdapat dalam diri organisme itu bertindak atau

berbuat dan dorongan ini biasanya tertuju pada suatu tujuan

tertentu. Sejalan dengan pendapat tersebut, Suryabrata

(2000) menyatakan motivasi suatu keadaan dalam diri

individu yang mendorong individu untuk melakukan

aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan.

Berdasarkan pengertian dari beberapa tokoh

tersebut, dapat disimpulkan pengertian motivasi yaitu suatu

dorongan dalam diri individu karena adanya suatu

rangsangan baik dari dalam maupun dari luar untuk

memenuhi kebutuhan individu dan tercapainya tujuan

individu. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Agusman

(2001) mengenai cakupan penemuan pneumonia balita,

menemukan bahwa faktor motivasi (p=0,040) mempunyai

hubungan yang bermakna dengan cakupan penemuan

pneumonia balita.

Selain itu hasil penelitan Sabuna (2011) dan

Dharoh, dkk (2014) menyebutkan bahwa motivasi petugas

(p=0,020) mempunyai hubungan dengan cakupan

penemuan penderita pneumonia balita atau tatalaksana

Page 70: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

49

pneumonia balita. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa

motivasi kerja (p=0,02) berhubungan dengan kinerja tenaga

kesehatan di puskesmas (Rosita, dkk, 2013).

f. Kepemimpinan Kepala Puskesmas

Terry (dalam azwar, 2002) menyatakan bahwa

kepemimpinan adalah hubungan yang tercipta dari adanya

pengaruh yang dimilki oleh seseorang terhadap orang lain

sehingga orang lain tersebut secara sukarela mau dan

bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang

diinginkan.

Kepemimpinanan yang ditetapkan oleh seorang

pemimpin dalam organisasi dapat menciptakan integrasi

yang serasi dan mendorong semangat kerja karyawan

untuk mencapai sasaran yang maksimal (Hasibuan, 2001).

Pelaksanaan kepemimpinan cenderung menumbuhkan

kepercayaan partisipasi, loyalitas dan internal motivasi para

bawahan dengan cara persuasif.

Hasil penelitian Sinora (2005), menyatakan bahwa

tidak ada hubungan yang bermakna antara kepemimpinan

pada puseksmas pelaksana MTBS dengan cakupan

penemuaan penderita pneumonia balita. Sedangkan hasil

penelitian Rosita, dkk (2013) menyebutkan bahwa gaya

kepemimpinan (p=0,04) berhubungan dengan kinerja

Page 71: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

50

tenaga kesehatan di puskesmas. penelitian ini juga

didukung dengan penelitian Ivantika (2001) menyebutkan

bahwa kepemimpinan kepala puskesmas (p=0,034)

mempunyai hubungan yang bermakna dengan cakupan

penemuan penderita pneumonia balita.

Selain itu setiap kepala puskesmas mempunyai gaya

kepemimpinan yang berbeda-beda dalam pemecahan

masalah dan pengambilan keputusan. Adapun gaya

kepemimpinan kepala puskesmas yaitu gaya kepemimpinan

partisipasi, gaya kepemimpinan konsultasi, gaya

kepemimpinan instruksi dan gaya kepemimpinan delegasi.

Menurut Thoha (2009) gaya kepemimpinan

konsultasi memilki esensi dimana pimpinan dan bawahan

saling bergantian dalam hal pemecahan masalah. Pemimpin

yang mempunyai gaya kepemimpinan instruksi berfungsi

sebagai komunikator yang menentukan apa (isi perintah),

bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu

memulai, melaksanakan, dan melaporkan hasilnya), dan

dimana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan

dapat diputuskan secara efektif. Kepemimpinan partisipasi

dalam menjalankan fungsi partisipasi, pemimpin berusaha

mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam

pengambilan keputusan maupun dalam melaksanakannya.

Page 72: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

51

Sedangkan kepemimpinan delegasi, pemimpin memberikan

pelimpahan wewenang dalam membuat atau menetapkan

keputusan (Dimyati, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian Salam, dkk (2013)

diketahui bahwa terdapat hubungan antara gaya

kepemimpinan (instruktif, konsultasi, partisipasi dan

delegasi) dengan kinerja di puskesmas. Selain itu penelitian

Parawangsyah (2012) menyebutkan bahwa terdapat

hubungan antara gaya kepemimpinan berdasarkan

pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dengan

disiplin kerja.

g. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan

informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah

dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu

standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih di

antara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah

dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan

yang ingin diperoleh (Umar, 2002). Berdasarkan hasil

penelitian penelitian Warsihayati (2002) menunjukkan

bahwa kegiatan evaluasi di puskesmas tidak memberikan

pengaruh terhadap cakupan penemuan kasus pneumonia

balita.

Page 73: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

52

H. Pemantauan Wilayah Setempat

Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS

KIA) adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA

disuatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak

lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi

pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi

kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan

komplikasi, bayi, dan balita. Dengan manajemen PWS KIA diharapkan

cakupan pelayanan dapat menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah

kerja sehingga kasus dengan pneumonia balita dapat ditemukan sedini

mungkin untuk dapat memperoleh penanganan yang memadai (Kemenkes,

2010).

1. Kegiatan Surveilans dengan Penemuan Pneumonia

Definisi dan kegiatan PWS tersebut sama dengan definisi

Surveilens. Menurut WHO, Surveilens adalah suatu kegiatan

sistematis berkesinambungan, mulai dari kegiatan mengumpulkan,

menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya

dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana,

implementasi dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan masyarakat

(Kemenkes, 2010). Oleh karena itu, pelaksanaan surveilens ada

kaitannya dengan penemuan pneumonia balita, jika kegiatan

Page 74: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

53

surveilans sudah optimal dan dilaksanakan dengan baik maka

kegiatan penemuan pneumonia dapat mencapai indikator.

2. Peran Kader

Kegiatan PWS KIA atau pelaksanaan surveilans dalam

penemuan pneumonia balita, tidak lepas dari peran kader kesehatan

disetiap wilayah puskesmas. Kader adalah seorang tenaga sukarela

yang direkrut dari, oleh dan untuk masyarakat, yang bertugas

membantu kelancaran pelayanan kesehatan (Public Health, 2014).

Menurut Depkes RI (2003), berbagai peran kader,

khususnya pada kegiatan Posyandu, antara lain:

1. Melakukan pendekatan kepada aparat pemerintah dan tokoh

masyarakat.

2. Melakukan Survey Mawas Diri (SMD) bersama petugas yang

antara lain untuk melakukan kegiatan pendataan sasaran,

pemetaan, serta mengenal masalah dan potensi.

3. Melaksanakan musyawarah bersama masyarakat setempat

untuk membahas hasil SMD, menyusun rencana kegiatan,

pembagian tugas, dan jadwal kegiatan.

I. Puskesmas

1. Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan

kabupaten atau kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Page 75: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

54

pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas

merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau

kota (UPTD). Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian

dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten atau kota

dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak

pembangunan kesehatan di Indonesia (Sulastomo, 2007).

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarkan oleh

Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan

kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal

di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat

(Depkes, 2004).

2. Fungsi Puskesmas

Berikut fungsi puskesmas berdasarkan lampiran Keputusan

Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang

Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat (Depkes, 2004):

a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan

memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor

termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah

kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung

pembangunan kesehatan.

Page 76: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

55

b. Pusat pemberdayaan masyarakat

Puskesmas selalu berupaya agar masyarakat memiliki

kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan

masyarakat serta berperan aktif untuk hidup lebih sehat. Pusat

pelayanan kesehatan strata pertama. Puskesmas bertanggung

jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama

secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan

kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab

puskesmas meliputi:

a) Pelayanan kesehatan perorangan

b) Pelayanan kesehatan masyarakat

3. Upaya Puskesmas

Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua

yakni (Depkes, 2004):

a. Upaya Kesehatan Wajib

Upaya kesehatan wajib Puskesmas adalah upaya yang

ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global

serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan

derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus

diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah

Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:

1) Upaya Promosi Kesehatan

Page 77: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

56

2) Upaya Kesehatan Lingkungan

3) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga

Berencana

4) Upaya Perbaikan Gizi

5) Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

6) Upaya Pengobatan

b. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah

upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan

yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan

kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan

dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang

telah ada, yakni:

1) Upaya Kesehatan Sekolah

2) Upaya Kesehatan Olah Raga

3) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat

4) Upaya Kesehatan Kerja

5) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut

6) Upaya Kesehatan Jiwa

7) Upaya Kesehatan Mata

8) Upaya Kesehatan Usia Lanjut

c. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional

Page 78: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

57

Upaya laboratorium medis dan laboratorium kesehatan

masyarakat serta upaya pencatatan dan pelaporan tidak

termasuk pilihan karena ketiga upaya ini merupakan pelayanan

penunjang dari setiap upaya wajib dan upaya pengembangan

Puskesmas (Depkes, 2004).

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula

bersifat upaya inovasi, yakni upaya lain di luar upaya

puskesmas tersebut di atas yang sesuai dengan kebutuhan.

Pengembangan dan pelaksanaan upaya inovasi ini adalah

dalam rangka mempercepat tercapainya visi puskesmas

(Depkes, 2004).

J. Petugas Puskesmas

Petugas puskesmas yang secara langsung berhubungan dengan

masyarakat bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan dan

pengobatan penderita penyakit adalah, dokter puskesmas, perawat, dan

bidan. Dokter puskesmas yang merangkap sebagai kepala puskesmas,

mempunyai fungsi rangkap yaitu sebagai seorang dokter dan manajer

artinya tanggung jawab seorang dokter tidak hanya mengobati orang sakit

saja, tetapi jauh lebih besar yaitu memelihara dan meningkatkan kesehatan

dari masyarakat di dalam wilayah kerjanya. Perawat yang bertugas di

bagian Poli umum puskesmas mempunyai tanggung jawab melaksanakan

pelayanan pengobatan jalan yaitu memeriksa dan mengobati penderita

penyakit menular secara pasif.

Page 79: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

58

Bidan puskesmas mempunyai tanggung jawab melaksanakan

pelayanan KIA dan KB, salah satu diantaranya yaitu melaksanakan

pemeriksaan berkala kepada ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak-anak

di puskesmas. Untuk beberapa puskesmas yang kekurangan tenaga

perawatnya, maka tenaga bidan seringkali di tempatkan di bagian poli

umum puskesmas begitu pula sebaliknya. Petugas pemegang program P2

ISPA adalah petugas paramedis yang bertanggung jawab dalam

pelaksanaan program P2 ISPA di puskesmas termasuk pencatatan dan

pelaporan P2 ISPA.

K. Kerangka Teori

Dari tinjauan kepustakaan di atas, peneliti mencoba menyusun

kerangka teori penelitian yaitu faktor yang mempengaruhi penemuan

kasus pneumonia balita di Kota Tangerang Selatan, dengan memodifikasi

penjelasan dari Kemenkes (2012), teori kinerja dari Gibson tahun 1987,

karena hasil dari kinerja yang baik dari pegawai akan menghasilkan

kegiatan yang baik pula. Menurut Ahuya (1996) dalam I Gusti (2008),

menjelaskan kinerja adalah cara perseorangan atau kelompok dari suatu

organisasi menyelesaiakan suatu pekerjaan atau tugas.

Menurut penelitian Nurcik (2002), dengan menggunakan teori

Gibson didapatkan hasil penelitian yaitu: ada hubungan yang kuat dan

bermakna secara sendiri-sendiri antara: Pelatihan (OR=6,26 P=0,000;

95% CI 2,20-17,87), sarana penatalaksanaan penderita ISPA (OR 3,08

;P=0,033; 95% CI 1,09-9,67), dan supervisi lebih dari 2 kali (OR 4,80

Page 80: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

59

;p=0,001;95% CI 1,76-13,12) dengan cakupan penemuan penderita

pneumonia balita. Peneliti lain yang menggunakan kerangka teori Gibson,

menunjukkan bahwa motivasi (p=0,012) mempunyai hubungan yang

bermakna dengan cakupan penemuan pneumonia balita (Agusman, 2001).

Pembuatan rencana kerja tahunan berpengaruh terhadap penemuan kasus

(Warsihayati, 2002). Adapun kerangka teori yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 81: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

60

Gambar 2.2

Kerangka Teori Faktor yang Mempengaruhi Penemuan Kasus Pneumonia

Balita

Faktor Petugas Kesehatan:

a. Jenis Kelamin

b. Pelatihan

c. Tingkat Pendidikan,

d. Pengetahuan Petugas

e. Lama Kerja

Faktor Sarana Kesehatan:

a. Alat Diagnostik Pneumonia,

b. Media cetakan

c. Media Penyuluhan

Faktor Lain:

a. Beban Kerja

b. Supervisi

c. Perencanaan program

d. kegiatan program

e. tatalaksana pneumonia

f. Pencatatan dan Pelaporan

g. Motivasi petugas

h. Kepemimpinan Kepala

Puskesmas

i. Evaluasi

Penemuan Kasus

Pneumonia Balita

Sumber: Kemenkes (2012), Gibson (1987)

Page 82: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

61

61

BAB III

KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

A. Kerangka Pikir

Kerangka pikir menjelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui faktor yang mempengaruhi penemuan pneumonia balita di

Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2015. Subjek utama yang dipilih

dalam penelitian ini adalah kepala puskesmas. Untuk itu pertama-tama

peneliti akan mengidentifikasi angka penemuan pneumonia balita pada

tahun 2014 di setiap Puskesmas yang diteliti, selanjutnya peneliti

mengidentifikasi perencanaan dan kegiatan penemuan pneumonia balita di

Puskesmas.

Penemuan pneumonia balita di puskesmas menurut beberapa hasil

penelitian dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pembuatan

rencana kerja tahunan, kegaiatan penemuan kasus, tatalaksana kasus di

puskesmas, faktor petugas kesehatan (tenaga terlatih, tingkat pendidikan,

pengetahuan petugas, lama memegang program P2 ISPA), faktor motivasi

petugas, kepemimpinan kepala puskesmas, faktor sarana kesehatan (alat

diagnostik Pneumonia, Buku pedoman P2 ISPA terbaru, bagan tata

laksana, media penyuluhan) dan faktor lainnya (evaluasi, supervisi,

pencatatan dan pelaporan) (Agusman, 2001; Nurcik, 2002, Warsihayati,

2002).

Page 83: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

62

Dalam penelitian ini, peneliti membuat kerangka pikir penelitian dari

pemikiran kerangka teori, dan disesuaikan dengan tujuan dalam penelitian.

Adapun yang diteliti yaitu angka penemuan kasus pneumonia balita,

perencanaan kegiatan tahunan, kegiatan penemuan kasus pneumonia

balita, kegiatan tatalaksana pneumonia balita, kegiatan pencatatan dan

pelaporan, faktor petugas kesehatan, ketersediaan saran dan prasarana,

kegiatan evaluasi. kegiatan penemuan kasus pneumonia balita di

Puskesmas Kota Tangerang Selatan dilakukan secara pasif yaitu

menunggu balita yang sakit berobat ke puskesmas, seharusnya kegiatan

penemuan kasus pneumonia balita dilakukan secara aktif. kegiatan

tatalaksana pneumonia balita dapat mempengaruhi cakupan penemuan

kasus pneumonia balita, tatalaksana yang tidak sesuai prosedur dapat

menyebabkan laporan kasus tidak valid dan reliable. sehingga

menyebabkan kesalahan pada saat kegiatan pencatatan dan pelaporan

kasus pneumonia balita.

Faktor peran petugas kesehatan meliputi jenis kelamin, pelatihan

petugas; Pendidikan petugas, lama memegang program P2 ISPA,

pengetahuan petugas, hal ini mempengaruhi cakupan program penemuan

pneumonia balita, jika tenaga kesehatan tidak terlatih dalam program P2

ISPA maka pada saat mendiagnosis balita yang sakit akan mengalami

kesulitan. Tingkat pendidikan atau latar belakang pendidikan petugas

kesehatan, lama memegang program P2 ISPA. Teorinya semakin lama

maka semakin terampil dan tahu kondisi wilayah kerja dan bagaimana

Page 84: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

63

upaya yang harus dilakukan untuk mencapai target cakupan penemuan

pneumonia balita.

Selanjutnya yaitu pengetahuan petugas kesehatan mengenai

pneumonia seperti klasifikasi pneumonia, gejala dan tanda-tanda

penderita pneumonia serta tatalaksana penderita ISPA, petugas MTBS

(manajemen terpadu balita sakit) harus mengetahui hal tersebut. Faktor

motivasi petugas dan kepemimpinan kepala puskesmas juga

mempengaruhi penemuan pneumonia balita di suatu puskesmas. Motivasi

petugas dan kepemimpinan kepala puskesmas berperan penting dalam

pencapaian angka penemuan pneumonia balita, karena semakin

termotivasi petugas kesehatan dengan program kesehatan yang dijalankan

maka semakin baik program tersebut dilaksanakan begitu pula dengan

kepemimpinan kepala puskesmas.

Selain itu tidak cukupnya sarana dan prasarana dalam program

penemuan pneumonia balita juga mempengaruhi cakupan penemuan

penderita pneumonia balita, seperti media cetak/buku cetakan dan media

penyuluhan sebagai sarana dan prasarana penunjang program. Selanjutnya

kegiatan pencatatan dan pelaporan mempengaruhi cakupan penemuan

pneumonia balita. Kegiatan evaluasi pada umumnya dilakukan sebulan

sekali untuk mengetahui kondisi kesehatan masyarakat di wilayah kerja

puskesmas. Hal ini jika evaluasi dilakukan secara rutin perbulan dan

dilakukan dengan baik dan benar akan mempengaruhi cakupan penemuan

penderita pneumonia. Pencatatan dan pelaporan kasus ISPA yang

Page 85: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

64

dilakukan penanggungjawab P2 ISPA mempengaruhi jumlah cakupan

penemuan pneumonia balita.

Adapun beberapa faktor yang peneliti tidak teliti yaitu beban kerja,

alat diagnostik dan bagan tatalaksana. Faktor beban kerja tidak diteliti

karena di setiap puskesmas petugas puskesmas mempunyai beban kerja

ganda karena keterbatasan sumber daya manusia sehingga bersifat

homogen untuk diteliti. Alat diagnostik dan bagan tatalaksana tidak diteliti

karena setiap puskesmas pasti mempunyai alat diagnostik dan bagan

tatalaksana karena sarana tersebut disediakan oleh Dinas Kesehatan,

sehingga bersifat homogen untuk diteliti. Kegiatan supervisi yang

dilakukan Dinkes tidak diteliti karena kegiatan supervisi tidak dilakukan di

semua puskesmas, hanya pada beberapa puskesmas, seperti puksemas

yang mempunyai masalah, misalnya terjadi KLB pneumonia balita atau

adanya kematian balita yang disebabkan oleh pneumonia.

Berikut gambaran kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Page 86: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

65

Gambar 3.1

Kerangka Pikir

Faktor petugas kesehatan

- Jenis kelamin petugas

- Pelatihan petugas

- Pendidikan Petugas

- Lama memegang program

P2 ISPA

- Pengetahuan petugas

Penemuan Penderita

Pneumonia Balita

- Perencanaan \ penemuan

pneumonia balita

-

- Kegiatan Evaluasi

Ketersediaan Sarana dan Prasarana

- Media cetak/buku cetakan

- Media Penyuluhan

- tatalaksana pneumonia

balita/MTBS

- Motivasi Petugas

- Kegiatan Pencatatan dan

pelaporan

- Kepemimpinan Kepala

Puskesmas

- Kegiatan penemuan

pneumonia balita

-

Page 87: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

66

B. Definisi Istilah

Tabel 3.1

Definisi Istilah

No Istilah Definisi Alat Ukur Cara

Pengambilan

Data

Hasil Ukur Skala Ukur Sumber

1 Penemuan

kasus

pneumonia

balita tahun

2014

Tanggapan yang

diberikan informan

mengenai jumlah

penemuan kasus

pneumonia balita

dalam 1 tahun (2014)

dan dibandingkan

dengan target

penemuan kasus pada

tahun tersebut.

- Pedoman

wawancara

- Daftar

dokumen

- Wawancara

mendalam

- telaah

dokumen

Informasi

mengenai angka

penemuan kasus

pneumonia di

Puskesmas

- - Kepala

Puskesmas

- Penanggung

jawab

program P2

ISPA di

Puskesmas

- Profil

Puskesmas

atau laporan

tahunan

kinerja

Puskesmas

2 Perencanaan

program

kegiatan

penemuan

kasus

pneumonia

balita

Tanggapan informan

mengenai rencana

kegiatan penemuan

kasus pneumonia

balita di Puskesmas

- Pedoman

wawancara

- Daftar

dokumen

- Wawancara

mendalam

- telaah

dokumen

Informasi

mengenai

ketersediaan

pembuatan

perencanaan dan

adanya

dokumen

- - Kepala

Puskesmas

- Penanggung

jawab

program P2

ISPA di

Puskesmas

Page 88: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

67

No Istilah Definisi Alat Ukur Cara

Pengambilan

Data

Hasil Ukur Skala Ukur Sumber

perencanaan

program

- Profil

Puskesmas

atau laporan

tahunan

kinerja

Puskesmas

3 Kegiatan

penemuan

pneumonia

balita

Bentuk implementasi

dari perencanaan

program PMTP guna

mencapai tujuan yang

telah ditetapkan.

- Pedoman

wawancara

- Daftar

dokumen

- Wawancara

mendalam

- telaah

dokumen

Informasi

mengenai

kegiatan yang

telah dibuat dan

pelaksanaan

kegiatan di

lapangan.

- - Kepala

Puskesmas

- Penanggung

jawab

program P2

ISPA di

Puskesmas

- Kepala

Puskesmas

4 tatalaksana

pneumonia

balita/MTB

S

Tata cara yang

dilakukan petugas

dalam mengurus atau

menangani penderita

pneumonia balita di

Puskesmas

- Pedoman

wawancara

- Wawancara

mendalam

Informasi

mengenai

kesesuaian

pedoman

tatalaksana

pneumonia

dengan kegiatan

tatalaksana

pneumonia

balita yang

- - Kepala

Puskesmas

- Penanggung

jawab

program P2

ISPA di

Puskesmas.

- Petugas MTBS

Page 89: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

68

No Istilah Definisi Alat Ukur Cara

Pengambilan

Data

Hasil Ukur Skala Ukur Sumber

dilakukan oleh

petugas

kesehatan.

5 Pencacatan

dan

pelaporan

Kegiatan pencacatan

dan pelaporan kasus

pneumonia dengan

mengikuti pola

pencatatan kegiatan

yang sudah ada dan

alur pelaporan sesuai

dengan jalur yang ada

di tingkat Puskesmas

sampai Dinkes.

- Pedoman

wawancara

- daftar

observasi

- Wawancara

mendalam

- observasi

Informasi

mengenai

kesesuaian alur

pencatatan dan

pelaporan

dengan pola

pencatatan yang

telah ditentukan.

- - Kepala

Puskesmas

- Penanggung

jawab program

P2 ISPA

6. Faktor Tenaga Kesehatan

A Jenis

Kelamin

penanggung

jawab P2

ISPA dan

petugas

MTBS

(Manajemen

Terpadu

Balita Sakit)

Kondisi informan

secara biologis sejak

lahir

- pedoman

wawancara

- Wawancara 0. Laki-laki

1. Perempu

an

- Nominal - Kepala

Puskesmas

- Penanggung

jawab

program P2

ISPA di

Puskesmas

- Petugas MTBS

Page 90: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

69

No Istilah Definisi Alat Ukur Cara

Pengambilan

Data

Hasil Ukur Skala Ukur Sumber

B Pendidikan

petugas

pelaksana

Pendidikan formal

terakhir yang pernah

ditempuh oleh

petugas pelaksana.

- pedoman

wawancara

- Wawancara 0. D3

1. S1

2. S2

(Ibantika,

2001.

Sinora,

2005)

- Ordinal - Kepala

Puskesmas

- Penanggung

jawab

program P2

ISPA di

Puskesmas

- Petugas MTBS

C Pelatihan

petugas

penanggung

jawab P2

ISPA dan

petugas

MTBS

(Manajemen

Terpadu

Balita Sakit)

Tenaga kesehatan

yang pernah

mengikuti Pelatihan

program P2 ISPA

tentang tatalaksana

penderita ISPA atau

pelatihan MTBS yang

diselenggarakan oleh

Dinas Kesehatan

Kota.

- Pedoman

wawancara

- Wawancara

mendalam

Informasi

mengenai

pelatihan

petugas

Puskesmas

terkait

pneumonia

balita.

- - Kepala

Puskesmas

- Penanggung

jawab

program P2

ISPA di

Puskesmas

- Petugas MTBS

D Lama Kerja Berapa lama petugas

P2 ISPA

bertanggung jawab

terhadap program

tersebut sampai

dengan waktu di

- Pedoman

wawancara

- Wawancara

mendalam

Informasi

mengenai lama

kerja petugas

Puskesmas

- - Kepala

Puskesmas

- Penanggung

jawab program

P2 ISPA

Page 91: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

70

No Istilah Definisi Alat Ukur Cara

Pengambilan

Data

Hasil Ukur Skala Ukur Sumber

wawancara

E Pengetahua

n petugas

Pengetahuan tentang

klasifikasi

pneumonia, gejala

dan tanda-tanda

penderita pneumonia

serta tatalaksana

penderita ISPA .

- Kuesioner - Wawancara

(dengan cara

mengajukan

pertanyaan-

pertanyaanke

mudian di

skor, jika

benar =1 dan

salah =0)

0. Pengetahua

n buruk

Bila skor <

80

1. Pengetahua

n baik bila

skor ≥ 80

- Ordinal - Kepala

Puskesmas

- Penanggung

jawab program

P2 ISPA

- petugas MTBS

(Manajemen

Terpadu Balita

Sakit)

7 Motivasi

Petugas

Dorongan kerja yang

timbul pada diri

tenaga pelaksana

tekhnis program P2

ISPA untuk

berperilaku dalam

pencapaian hasil kerja

yang baik.

- Kuesioner - Wawancara 0. Motivasi

buruk : bila

skor < dari

40

1. Motivasi

baik: bila

skor 40-50.

(Dharoh,

dkk, 2013)

- Ordinal - Kepala

Puskesmas

- Penanggung

jawab program

P2 ISPA

- petugas MTBS

(Manajemen

Terpadu Balita

Sakit)

8 Kepemimpi

nan Kepala

Puskesmas

Kemampuan kepala

Puskesmas dalam

memimpin dan

memberikan

- Kuesioner - Wawancara 0. Kurang, bila

skor < 80

1. Cukup,bila

skor ≥ 80

- Ordinal - Kepala

Puskesmas

- Penanggung

jawab program

P2 ISPA

Page 92: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

71

No Istilah Definisi Alat Ukur Cara

Pengambilan

Data

Hasil Ukur Skala Ukur Sumber

dukungan terhadap

pelaksana program P2

ISPA dalam

tatalaksana penderita

pneumonia.

(Nurcik,

2002)

- petugas MTBS

(Manajemen

Terpadu Balita

Sakit)

9. Ketersediaan sarana dan prasarana

A Media

ceatak/ buku

cetakan

Ketersediaan buku

pedoman P2 ISPA,

stempel ISPA, Buku

pencatatan dan

pelaporan, pedoman

MTBS, Pedoman

autopsi verbal.

- Pedoman

wawancara

- daftar

observasi

- Wawancara

mendalam

- observasi

Informasi

mengenai

kesesuaian

antara sarana

dan prasarana

penunjang

program

pneumonia yang

sudah

ditentukan

Kemenkes

dengan

ketersedian

sarana tersebut

di Puskesmas

- - Kepala

Puskesmas

- Penanggung

jawab program

P2 ISPA

B Media

Penyuluhan

Tersedianya media

penyuluhan untuk

kegiatan promosi

kesehatan kepada ibu

balita.

- Pedoman

wawancara

- daftar

observasi

- Wawancara

mendalam

- Observasi

- - Kepala

Puskesmas

- Penanggung

jawab program

P2 ISPA

Page 93: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

72

No Istilah Definisi Alat Ukur Cara

Pengambilan

Data

Hasil Ukur Skala Ukur Sumber

10 Evaluasi Kegiatan evaluasi

yang diadakan

Puskesmas setiap

sebulan sekali atau

rapat bulanan untuk

membahas program

upaya kesehatan.

- Pedoman

wawancara

- Wawancara

mendalam

Informasi

mengenai

kegiatan

evaluasi yang

dilakukan di

Puskesmas

- - Kepala

Puskesmas

- Penanggung

jawab program

P2 ISPA di

Puskesmas

Page 94: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

73

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

epidemiologi deskriptif pendekatan kualitatif dan kuantitaif dengan desain

studi kasus. Studi kasus merupakan penelitian yang berusaha menemukan

makna, menyelidiki proses dan memperoleh pengertian yang mendalam

tentang individu, satu kelompok, satu organisasi, satu program kegiatan,

dan situasi dalam waktu tertentu. Tujuannya untuk memperoleh deskripsi

yang utuh dan mendalam dari sebuah entitas (Moleong, 2009; Emzir,

2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang

mempengaruhi penemuan penderita pneumonia balita di Puskesmas Kota

Tangerang Selatan tahun 2015. Dengan memilih 2 Puskesmas yang

berhasil mencapai target nasional penemuan kasus pneumonia balita dan 2

puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional penemuan kasus

tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengeneralisasi penyebab masalah

penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di puskesmas yang ada di wilayah dinas

kesehatan Kota Tangerang Selatan, dengan spesifikasi puskesmas yang

berhasil mencapai target nasional yaitu puskesmas yang mencapai target

penemuan kasus pneumonia balita yang sudah ditetapkan Kemenkes pada

tahun 2014, dan puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional

Page 95: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

74

74

yaitu puskesmas yang tidak mencapai target penemuan kasus pneumonia

balita yang sudah ditetapkan Kemenkes pada tahun 2014. Adapun nama

Puskesmas yang diteliti dalam penelitian ini adalah Puskesmas Pisangan,

Puskesmas Kranggan (Puskesmas yang tidak berhasil mencapai target

nasional) dan Puskesmas Serpong 1, Puskesmas Bakti Jaya (Puskesmas

yang berhasil mencapai target nasional). Penelitian ini dilakukan selama

kurang lebih 2 bulan dimulai sejak bulan Juni hingga Juli 2015.

Tabel 4.1

Daftar Tempat Penelitian

No. Puskemas

Jenis

Puskesmas

Perkiraan Penderita

Pneumonia Balita

Tahun 2014 *(10%

dari jumlah balita

di Puskesmas dalam

satu tahun)

Penemuan Kasus

Pneumonia Balita

Tahun 2014

1 Pisangan

Kelurahan

687 1

2 Kranggan 1

3 Bakti

Jaya 259 291

4 Serpong

1 310 545

(Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014)

C. Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah Kepala puskesmas. Pemilihan

informan ini disesuaikan dengan prinsip penelitian kualitatif yaitu

kesesuaian (Appropriateness) dan kecukupan (Adequacy) Kesesuain dalam

penelitian ini ialah informan dipilih berdasarkan pengetahuan yang

dimiliki informan yang berkaitan dengan topik penelitian. Prinsip

kecukupan adalah informasi yang didapatkan harus bervariasi dan

Page 96: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

75

75

memenuhi kriteria atau kategori yang berkaitan dengan penelitian

(Sugiyono, 2009). Pada penelitian ini ada beberapa kategori informan

penelitian yang harus terpenuhi agar informasi didapatkan bervariasi yaitu:

1. Informan Utama

Informan utama adalah mereka yang terlibat secara

langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, dalam penelitian ini

informan utama yang diplih untuk wawancara mendalam adalah

kepala Puskesmas yang bersedia menyepakati informed consent.

2. Informan Pendukung

Informan pendukung dalam penelitian ini adalah staf

penanggung jawab program P2 ISPA di Puskesma dan petugas

kesehatan yang melakukan tatalaksana pneumonia balita atau

petugas MTBS Puskesmas. Hal ini dapat memberikan telaah secara

mendalam mengenai pelaksanaan penemuan pneumonia balita di

Puskesmas.

3. Informan Ahli

Informan ahli yaitu para ahli yang sangat memahami dan

dapat memberikan penjelasan berbagai hal yang berkaitan dengan

penelitian dan tidak dibatasi dengan wilayah tempat tinggal,

misalnya: akdemisi, budayawan, tokoh masyarakat dan lain-lain

(Sugiyono, 2013). Informan ahli dalam penelitian ini adalah

informan yang mengerti mengenai program penemuan kasus

Page 97: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

76

76

pneumoni balita, yang tidak ada keterkaitan dengan tempat

penelitian.

Tabel 4.2

Informan Penelitian

No. Kategori

Informan

Jabatan Jumlah

Informan

Puskesmas/Instansi

1. Informan Utama

Kepala

Puskesmas

4

- Puskesmas

Pisangan

- Puskesmas

Kranggan

- Puskesmas

Bakti Jaya

- Puskesmas

Serpong 1

2. Informan

Pendukung

Penanggung

jawab P2 ISPA

di puskesmas

4

Petugas MTBS 1

3. Informan Ahli Purna Bakti

P2PL Kemenkes 1

P2PL Kemenkes

D. Instrumen Penelitian

1. Kualitatif

Pada penelitian kualitatif, peneliti memiliki kedudukan

khusus, yaitu sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data,

analisis, penafsir data, serta hasil penelitiannya (Moleong, 2010).

Kedudkan peneliti tersebut menjadikan peneliti sebagai key

instrument atau instrumen kunci yang mengumpulkan data

berdasarkan kriteria-kriteria yang dipahami (Sugiyono, 2009).

Instrumen penelitian dalam penelitian ini menggunakan

pedoman wawancara yang tergolong dalam bagian wawancara

mendalam untuk mewawancarai informan terkait masalah

penemuan kasus pneumonia balita. Instrumen penelitian lainnya

Page 98: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

77

77

dalam pengumpulan data adalah pedoman wawancara, observasi

dan daftar dokumen. Selain itu, peneliti juga menggunakan alat

bantu berupa alat tulis, kamera, dan perekam suara agar dapat

memperkuat akurasi data.

2. Kuantitatif

Penemuan pneumonia balita di puskesmas diperoleh dari

data sekunder, tujuannya untuk mengklarifikasi data rekap ISPA

yang diperoleh dari dinas kesehatan. Instrumen penelitian ini

berupa kuesioner mengenai pengetahuan, motivasi petugas dan

petugas MTBS dan kepemimpinan kepala Puskesmas.

E. Data dan Sumber Data

1. Data Primer

Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan

menggunakan instrumen berupa kuesioner dan pedoman

wawancara mengenai faktor yang mempengaruhi penemuan

penderita pneumonia balita, setelah itu dilakukan juga observasi

untuk domain sarana dan prasarana pendukung penemuan

penderita pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan

tahun 2015.

2. Data Sekunder

Data Sekunder didapat dari laporan program P2 ISPA di

Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2014. Data Sekunder

Page 99: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

78

78

ditelaah untuk mengetahui Puskesmas di Kota Tangerang Selatan

yang mempunyai penemuan kasus pneumonia balita yang rendah

dan tinggi, pada tahun 2014. Data sekunder selanjutnya yaitu profil

Puskesmas dan laporan tahunan kinerja Puskesmas terkait

pelaksanaan penemuan pneumonia balita.

Tabel 4.3

Pengumpulan Data Penelitian

No

. Data

Sumber Data

Instrumen Primer Sekunder

Wawancara Observa

si

Telaah

Dokumen

1. Penemuan pneumonia balita

√ - √

Pedoman

Wawancara dan

Daftar Dokumen

2

- Perencanaan kegiatan

penemuan pneumonia balita

- Kegiatan penemuan

pneumonia balita

- Tatalaksana pneumonia balita

- Pencatatan dan pelaporan

√ - √

Pedoman

Wawancara dan

Daftar Dokumen

√ - -

√ - -

Faktor petugas Kesehatan

3 - Jenis kelamin petugas

- Pelatihan petugas

- Pendidikan Petugas

- Lama memegang program P2

ISPA

- Pengetahuan petugas

√ - -

Pedoman

Wawancara dan

Kuesioner

4 - Motivasi petugas √ - -

Kuesioner 5 - Kepemimpinan kepala

Puskesmas √ - -

ketersedian sarana kesehatan

6 - Media penyuluhan

- Media cetak/buku cetakan

√ √ -

Pedoman

Wawancara dan

Lembar Observasi

7

- kegiatan evaluasi

√ - - Pedoman

Wawancara

Page 100: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

79

79

F. Pengumpulan data Penelitian

1. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada tahap penelitian kualitatif

dan kuantitaif menggunakan teknik wawancara, wawancara

mendalam, observasi dan telaah dokumen.

a. Wawancara da Wawancara Mendalam

Dalam penelitian ini ada beberapa faktor yang diteliti

dengan menggunakan kuesioner seperti pengetahuan petugas,

motivasi petugas dan kepemimpinan kepala Puskesmas.

Wawancara mendalam dilakukan dengan penggalian secara

mendalam terhadap satu topik dengan pertanyaan terbuka

menurut perspektif informan. Peneliti melakukan pengumpulan

data dengan menggunakan alat bantu berupa pertanyaan-

pertanyaan tertulis dengan pedoman untuk wawancara

mendalam, buku catatan dan perekam suara untuk merekam

wawancara.

Selain menggunakan alat perekam, selama wawancara.

Peneliti juga membuat catatan yang bertujuan untuk

menuliskan keadaan atau situasi saat berlangsungnya

wawancara dan semua respon yang diperlihatkan oleh

partisipan berupa respon non verbal. Hal ini dimaksudkan

untuk membantu peneliti agar dapat merencanakan pertanyaan

Page 101: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

80

80

baru berikutnya serta membantu untuk mencari pokok-pokok

penting dalam wawancara, sehingga hal ini dapat

mempermudah analisis.

Peneliti memberikan kebebasan yang seluas-luasnya

pada informan dalam menjawab pertanyaan yang diajukan,

peneliti juga berusaha mendorong partisipan agar

mengungkapkan berbagai hal ditanyakan berkenaan dengan

persepsi informan tentang cakupan penemuan pneumonia

balita di Puskesmas. Prosuder ini berlaku pada semua

informan. Melalui wawancara ini diharapkan terdapat

informasi dan ide dari informan yang dapat digunakan peneliti

untuk membangun makna dalam setiap topik (Moleong, 2010).

b. Observasi

Observasi dilakukan sebagai bahan konfirmasi terhadap

setiap pertanyaan informan dalam melaksanakan upaya

penemuan pneumonia balita di Puskesmas. Adapun daftar

observasi adalah media cetak/buku cetakan dan media

penyuluhan guna mendukung berjalanya upaya penemuan

pneumonia balita.

c. Telaah Dokumen

Dokumen yang diamati dalam penelitian ini adalah

dokumen resmi. Seperti profil Puskesmas dan laporan tahunan

Page 102: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

81

81

kinerja Puskesmas. Dokumen ini dapat memberikan petunjuk

mengenai cakupan penemuan pneumonia balita di Puskesmas.

2. Tahap Pengumpulan Data

Sebelum penelitian dilakukan, peneliti mengurus perizinan

pengumpulan data di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

Surat izin diserahkan kepada kepala Dinas Kesehatan dan

kemudian di diteruskan kepada kepala seksi program P2 ISPA

untuk mendapatkan data penemuan penderita pneumonia balita,

kemudian dipilih 2 Puskesmas yang mempunyai penemuan

pneumonia balita terendah dan 2 Puskesmas yang mempunyai

penemuan pneumonia balita tertinggi.

Selanjutnya surat tersebut ditindak lanjuti untuk perizinan

kegiatan penelitian faktor yang mempengaruhi penemuan penderita

pneumonia balita di Puskesmas. Setelah izin diberikan peneliti

melakukan wawancara dan wawancara mendalam dengan informan

yang telah ditentukan yaitu kepala Puskesmas. Setelah itu peneliti

melakukan triangulasi sumber dengan mewawancarai infroman

pendukung yaitu; penanggung jawab P2 ISPA dan petugas

tatalaksana pneumonia balita atau petugas MTBS di Puskesmas.

Selanjutnya hasil wawancara dan observasi dianalisis dan disajikan

dalam bentuk narasi.

Page 103: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

82

82

G. Triangulasi Data

Triangulasi data yang dilakukan peneliti adalah dengan cara

menilai validitas penelitian, maka dilakukan triangulasi diantaranya:

1. Sumber

Dilakukan dengan cara cross check data dengan fakta dari

sumber lainnya yang terkait untuk menggali topik yang sama.

Seperti melakukan wawancara mendalam kepada penanggung

jawab P2 ISPA dan petugas tatalaksana pneumonia balita atau

petugas MTBS di Puskesmas.

2. Metode

Dilakukan dengan menggunakan beberapa metode dalam

melakukan pengumpulan data diantaranya wawancara mendalam,

observasi dan telaah data sekunder berupa dokumen-dokumen

terkait penemuan penderita pneumonia balita.

Page 104: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

83

Tabel 4.3

Triangulasi Data Penelitian

No Informasi

Teknik Pengumpulan Data Triangulasi

Wawancar

a

Mendalam

Telaah

Dokume

n

Obs

erva

si

Kepala

Puskesmas

Penanggung

Jawab P2 ISPA

di Puskesmas

Petugas

MTBS di

Puskesmas

1 Penemuan pneumonia balita √ √ - √ √ -

2 Perencanaan kegiatan

penemuan kasus pneumonia

balita

√ √ - √ √ -

2 Kegiatan penemuan

pneumonia balita √ - - √ √ -

3 Tatalaksana pneumonia

balita √ - -

4 Pencatatan dan Pelaporan √ - √ √ √ -

5 Faktor petugas kesehatan

- Jenis kelamin

petugas √ - - √ √

- Pelatihan petugas √ - - √ √

- Pendidikan Petugas √ - - √

- Lama Kerja √ - - √

Page 105: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

84

No Informasi

Teknik Pengumpulan Data Triangulasi

Wawancar

a

Mendalam

Telaah

Dokume

n

Obs

erva

si

Kepala

Puskesmas

Penanggung

Jawab P2 ISPA

di Puskesmas

Petugas

MTBS di

Puskesmas

8

Ketersediaan saran dan prasarana

- Media cetak/buku

cetakan √ - √

√ √

-

- Media penyuluhan √ - √

√ √

-

9 Evaluasi √ - -

-

Page 106: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

85

85

H. Pengolahan dan Analisis Data

1. Data Kualitatif

Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini

sebagai berikut:

a. Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari seluruh

informan melalui wawancara mendalam, observasi dan telaah

dokumen.

b. Hasil wawancara mendalam dicatat kembali, berdasarkan

rekaman yang diperoleh pada saat wawancara mendalam dalam

bentuk tulisan (transkip).

c. selanjutnya dilakukan analisis data dan interpertasi data secara

kualitatif dan membandingkannya dengan teori yang ada.

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan

analisis isi (content analysis). Menurut Holsti (1969) dalam

Moleong (2009), analisis isi merupakan suatu teknik penelitian

untuk menarik kesimpulan dengan mengidentifikasi karakteristik-

karakteristik khusus suatu pesan objektif dan sistematik.

Sesuai dengan penjelasan teknik analisis data kualitatif

yaitu analisis isi, semua data yang sudah diperoleh selanjutnya

dinarasikan dan disusun kedalam transkrip untuk kemudian dibuat

matriksnya. Data yang telah disusun kemudian diidentifikasi faktor

mana yang menjadi penyebab masalah dalam penemuan penderita

pneumonia balita. Seluruh data yang diperoleh disajikan dalam

Page 107: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

86

86

bentuk narasi, dilengkapi dengan matriks. Hasil penelitian

tersebut kemudian dibandingkan dengan teori dari hasil

kepustakaan untuk menjelaskan dan melihat apakah terdapat

perbedaan hasil penelitian dengan teori.

2. Data Kuantitatif

Pengolahan data dalam data kuantitatif yaitu dengan

memberi kode, memeriksa kuesioner, memberi kode ulang, skoring

dan mengolah data. Adapun analisis data yang digunakan pada

pendekatan kuantitatif secara univariat dengan menggunakan hasil

skor dari variabel pengetahuan, pendidikan, motivasi dan

kepemimpinan kepala Puskesmas.

Page 108: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

87

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Informan

Informan pada penelitian ini terdiri dari informan utama yaitu

kepala Puskesmas dan informan pendukung yaitu penanggung jawab P2

ISPA dan petugas MTBS di Puskesmas Kota Tangerang Selatan. Dalam

penelitian ini peneliti memilih 4 Puskesmas yang diteliti dengan

membandingkan 2 Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional dan

2 Puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional pada tahun

2014. Adapun Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional adalah

Puskesmas Baktijaya dan Puskesmas Serpong 1, sedangkan Puskesmas

yang tidak berhasil mencapai target nasional yaitu Puskesmas Pisangan

dan Puskesmas Kranggan. Selain itu peneliti juga mewawancarai informan

ahli untuk memberikan penjelasan mengenai permasalahan dalam

penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang selatan.

Berikut data informan pada penelitian ini yang disajikan dalam

bentuk tabel:

Page 109: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

88

Tabel 5.1 Karakteristik Informan

Kode

Informan

Jenis

Kelamin

Usia

(tahun)

Lama

Bekerja

Pendidikan

Terakhir Jabatan/Pekerjaan

Infroman 1 Laki-laki 51

5 bulan SI Ked.

Gigi

Kepala PKM Bakti

jaya

Infroman 2 Perempuan 56

5 bulan SI Ked.

Gigi

Kepala PKM

Serpong 1

Infroman 3 Laki-laki 52

4 tahun SI Ked.

Gigi

Kepala PKM

Pisangan

Infroman 4 Perempuan 43

5 bulan SKM Kepala PKM

Kranggan

Infroman 5 Perempuan

40

4 tahun D3

Kebidanan

Penanggung jawab

P2 ISPA dan

Petugas MTBS

Bakti Jaya

Infroman 6 Perempuan

54

28 tahun D3

Kebidanan

Penanggung jawab

P2 ISPA dan

Petugas MTBS

Serpong 1

Infroman 7 Perempuan 28

1 tahun D3

Kebidanan

Penanggung jawab

P2 ISPA Pisangan

Infroman 8 Perempuan 24

1 tahun D3

Kebidanan

Penanggung jawab

P2 ISPA Kranggan

Infroman 9 Perempuan 39

5 bulan S1

Kedokteran

Petugas MTBS

PKM Pisangan

Infroman10 Perempuan 26

2 tahun D3

Kebidanan

Petugas MTBS

PKM Kranggan

Infroman 11 Laki-laki

61

S2

Epidemiolog

i

Informan

Ahli/Purna Bakti

P2PL Kemenkes Sumber: Form Identitas Informan, 2015

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom yang terbentuk

pada akhir tahun 2008 berdasarkan Undang-undang Nomor 51 tahun 2008,

tentang pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten

tertanggal 26 November 2008. Pembentukan daerah otonom baru tersebut

yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Hal ini

Page 110: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

89

dilakukan dengan tujuan salah satunya untuk meningkatkan pelayananan

dalam bidang kesehatan.

Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten

yaitu pada titik koordinat 106'38' - 106'47’ Bujur Timur dan 06'13'30' -

06'22'30' Lintang Selatan dan secara administratif terdiri dari 7 (tujuh)

kecamatan, 49 (empat puluh sembilan) kelurahan dan 5 (lima) desa dengan

luas wilayah 147,19 Km2 atau 14.719 Ha. Batas wilayah Kota Tangerang

Selatan adalah sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta & Kota

Tangerang

b. Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta & Kota Depok

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor & Kota Depok

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang

(Tangerangselatan.go.id, 2014)

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan memiliki 25 Puskesmas

terdiri dari 18 Puskesmas perawatan dan 7 Puskesmas non perawatan, 25

Puskesmas tersebut yaitu Puskesmas Pamulang, Benda Baru, Pondok

Benda, Serpong 2, Bakti Jaya, Rawa Buntu, Paku Alama, Pondok Kacang

Timur, Pondok Pucung, Pondok Ranji, Pondok Betung, Rengas, Pisangan,

Pondok Jagung, Jurang Mangu, Serpong 1, Serpong 2, Situ Gintung,

Kranggan, Setu, Ciputat Timur, Ciputat, Kampung Sawah, Pondok Aren,

Jombang dan Parigi (Dinas Kota Tangerang Selatan, 2013).

Page 111: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

90

C. Gambaran Umum Penemuan Kasus Pneumonia Balita di Puskesmas

Kota Tangerang Selatan

Penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas dapat dilihat dari

cakupan penemuan kasusnya. Dalam pelaksanaan program P2 ISPA ada

beberapa indikator yang dapat digunakan untuk memantau dan menilai

pelaksanaan program. Salah satu indikator utama yang digunakan yaitu

cakupan penemuan kasus pneumonia. Dalam penelitain ini yang dimaksud

cakupan penemuan pneumonia adalah jumlah kasus yang berhasil

ditemukan dan dilakukan tindakan tatalaksana penderita. Angka cakupan

penemuan kasus pneumonia didapatkan dari hasil pembagian antara

jumlah kasus pneumonia yang ditemukan disuatu wilayah kerja Puskesmas

selama tahun 2014 dengan jumlah estimasi kasus pneumonia balita di

Wilaya kerja Puskesmas tersebut. Adapun cakupan nasional yang

ditetapkan Kemenkes pada tahun 2014 sebesar 100%. Berikut ini adalah

grafik mengenai cakupan penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas

Kota Tangerang Selatan selama tahun 2012-2014.

Page 112: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

91

Grafik 5.1

Penemuan Kasus Pneumonia di Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012-2014

Sumber: Dinkes Kota Tangerang Selatan (2012,2013,2014)

Berdasarkan grafiks tersebut dapat diketahui bahwa penemuan

kasus pneumonia selama tahun 2012-2014 belum dapat mencapai target

yang ditetapkan Kemenkes. Pada tahun 2012 penemuan pneumonia balita

di Tangsel masih terbilang rendah yaitu 14,75% sedangkan target

penemuan secara nasional sebesar 80%. Pada tahun 2013 mengalami

peningkatan, akan tetapi masih jauh dari target yang ditetapkan Kemenkes

yaitu sebesar 90% dan pada tahun 2014 menjadi 100%. Rendahnya angka

penemuan kasus pneumonia balita di Kota Tangerang Selatan, disebabkan

karena pencatatan dan pelaporan kasus di Puskesmas. Berikut ini adalah

tabel mengenai cakupan penemuan kasus pneumonia di Puskesmas Kota

Tangerang Selatan tahun 2014.

14.75%

44% 42.40%

80%

90%

100%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

2012 2013 2014

Pre

sen

tase

Tahun

Pencapaian di Tangsel

Target Nasional

Page 113: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

92

Tabel 5.2

Penemuan Kasus Pneumonia Balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan

Bulan Januari-Desember 2014

No. Puskesmas Perkiraan

Penderita

Jumlah

Penderita

Pneumonia

Cakupan

penemuan

pneumonia

balita (%)

1 Pamulang 1.614 1.197 74,1 2 Pondok Benda 396 268 67,6 3 Benda Baru 1.122 174 15,5 4 Ciputat 587 61 10,4 5 Situ Gintung 328 102 31 6 Jombang 522 203 38,8 7 Kampung Sawah 665 43 6,4 8 Ciputat Timur 688 71 10,3 9 Pondok Ranji 317 100 31,5 10 Pisangan 687 1 0,14 11 Rengas 263 248 94,2 12 Pondok Jagung 613 90 14,6 13 Paku Alam 771 564 73 14 Pondok Aren 434 957 220 15 Pondok Pucung 299 127 42,4 16 Pondok Betung 817 165 20,2 17 Jurang Mangu 890 172 19,3 18 Parigi 286 29 10,1 19 Pndk. Kacang

Timur 591 409

69,2

20 Serpong I 310 545 175,8 21 Serpong II 387 63 16,3 22 Rawa Buntu 805 16 2 23 Setu 217 86 39,6 24 Kranggan 249 1 0,4 25 Bakti Jaya 259 291 112

Dinkes Tangsel 14118 5983 42,2

Sumber: Laporan P2 ISPA Dinkes Tangerang Selatan, 2014

Berdasarkan tabel 5.2, dapat diketahui bahwa cakupan penemuan

kasus pneumonia di Puskesmas Kota Tangerang Selatan sebesar 42,2%,

hal ini menunjukkan bahwa cakupan penemuan kasus pneumonia masih

rendah. Angka tersebut masih jauh dari cakupan penemuan kasus

pneumonia balita yang ditetapkan Kemenkes yaitu 100%, dari 25

Page 114: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

93

Puskesmas yang ada di Kota Tangerang Selatan hanya 3 Puskesmas

yang sudah mencapai target yaitu Puskesmas Pondok Aren, Puskesmas

Serpong 1, dan Puskesmas Bakti Jaya. Sedangkan Puskesmas dengan

cakupan penemuan kasus pneumonia < 1% yaitu Puskesmas Kranggan

dan Puskesmas Pisangan, dengan penemuan kasus dalam satu tahun

hanya ditemukan 1 penderita pneumonia balita di Puskesmas tersebut.

Dalam penelitian ini, Puskesmas diklasifikasikan menjadi dua

kelompok yaitu kelompok Puskesmas yang berhasil mencapai target

nasional dan kelompok Puskesmas yang tidak berhasil mencapai target

nasional. Adapun kelompok Puskesmas yang berhasil mencapai target

nasional dalam penelitian ini yaitu Puskesmas Bakti Jaya dan Serpong 1.

Sedangkan Puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional yaitu

Puskesmas Pisangan dan Puskesmas Kranggan.

D. Faktor yang Mempengaruhi Penemuan Kasus Pneumonia Balita di

Puskesmas

Penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu faktor yang menunjukkan antara Puskesmas yang

berhasil mencapai target nasional dan tidak berhasil mencapai target

nasional dalam penemuan kasus pneumonia balita, faktor tersebut meliputi

pembuatan perencanaan program, kegiatan program penemuan kasus

pneumonia, pelatihan petugas, pengetahuan petugas, lama memegang

program P2 ISPA, motivasi petugas, kepemimpinan kepala Puskesmas,

ketersediaan sarana kesehatan (media cetak/buku cetakan terkait program

P2 ISPA, bagan tatalaksana peneumonia/MTBS). Berikut ini adalah uraian

Page 115: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

94

hasil penelitian analisis faktor yang mempengaruhi penemuan kasus

pneumonia balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan.

1. Perencanaan Program Penemuan Kasus Pneumonia Balita

Kegiatan penemuan kasus pneumonia balita yang dilaksanakan di

puskesmas dimulai dengan perencanaan program terlebih dahulu, agar

kegiatan yang dilakukan terarah dan sesuai pencapaian program yang

diinginkan. Dalam penelitian ini, untuk mengetahui informasi

mengenai perencanaan program di Puskesmas, maka peneliti

melakukan pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam,

observasi dan telaah dokumen. Adapun pertanyaan yang ditanyakan

meliputi, ada tidaknya perencanaan program, kapan perencanaan

program dibuat dan siapa saja yang terlibat dalam perencanaan

program tersebut.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan pada saat

penelitian diketahui bahwa, semua Puskesmas membuat perencanaan

program penemuan kasus pneumonia balita, tetapi Puskesmas tersebut

tidak mempunyai bukti telah melakukan perencanaan program

tersebut. Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional pada

umumnya membuat perencanaan program tahun 2014 pada akhir tahun

2013. Hal tersebut dibenarkan oleh informan 5 dan 6, adapun hasil

wawancaranya adalah sebagai berikut.

Page 116: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

95

Informan 1

“dilakukan dong. awal januari, januari, februari lah”

“kan kemarin saya juga baru, dari sini kan februari pertengahan.

Sebelumnya tuh januari, februari, maret, Cuma itu harus ada profil

Puskesmasnya baru dibuat perencanaan”

Informan 2

“ya rata-rata sih hampir sama dengan di Puskesmas lain,

misalnya pendataan kemudian temuan-temuan di Posyandu

pertemuan di dalam gedung,tapi apa yang dilakukan disini saya

enggak tahu persis terutama tahun 2014, karena ibu baru masuk

Februari 12-13”

Informan 5

“POA itu”

“ POA itu dibuat sebelum akhir tahun, Desember-november lah”

Informan 6

“iya ada, bulan Desember biasnya diakhir tahun”

“ iya buatnya dibantu sama dokter yang mimpinnya, kerja sama

kesling, iya”

Rencana program penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas

yang berhasil mencapai target nasional, dibuat oleh penanggung jawab

program tersebut. Dalam perencanaannya penanggung jawab program

bekerjasama dengan petugas kesehatan lingkungan (kesling), promosi

kesehatan (promkes), petugas MTBS dan dokter umum di Puskesmas.

Berikut ini adalah hasil wawancara dengan kepala Puskesmas dan

penanggung jawab P2 ISPA, untuk mendukung informasi tersebut.

Informan 1

“yang buat perencanaan penanggung jawab P2 ISPA”

Informan 2

“Semuanya terlibat, terutama yang megang program mbak”

Page 117: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

96

Informan 5

“oh iya kita namanya masing-masing program itu pasti bekerja

sama dengan promkes, kalau berhubungan dengan pneumonia bisa

promkes bisa kesling, MTBS bisa juga dengan apa namanya

binwil-binwil”

Informan 6

“ iya buatnya dibantu sama dokter yang mimpinnya, kerja sama

kesling, iya”

Perencanaan program penemuan kasus pneumonia balita, juga

dibuat di Puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional.

Menurut informasi yang diperoleh dari informan 7 dan 8, selaku

penanggung jawab P2 ISPA, diketahui bahwa pembuatan perencanaan

di Puskesmas tahun 2014 dilakukan pada awal tahun 2014. Berikut ini

adalah pernyataan yang disampaikan oleh beberapa informan untuk

mendukung informasi tersebut.

Informan 3

“dibuat Dibuat, oh kita ada sistem laporan, semua program sama

dibuat, ada laporan mingguan bulanan tahunan di rangkum dalam

satu laporan”

“perencanaan setahun sebelumnya, em, awal bulan ya”

Informan 4

“disini pasti ada perencanaan. Tapi jujur disini saya baru 5 bulan,

kalau rencana program sih setiap bulan. kalau cakupan

pencapaian target MTBS sih saya targetkan minamal 1-5 MTBS”

Informan 7

“ada, biasanya bulan Desember atau Januari lah”

Informan 8

“Ada buat 1 tahun, pas awal tahun”

Page 118: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

97

“bulan, paling bulan Januari-februari, yaa desember akhir lah,

Rencana program penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas

yang tidak berhasil mencapai target nasional, tidak berbeda jauh

dengan Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional.

Perencanaan tersebut dibuat oleh penanggung jawab program P2

ISPA. Berdasarkan informasi dari informan 7 dan 8, diketahui bahwa

dalam perencanaannya penanggung jawab program bekerjasama

dengan petugas kesehatan lingkungan (kesling), dokter umum di

Puskesmas dan kader posyandu. Berikut ini adalah hasil wawancara

yang mendukung informasi tersebut.

Informan 3

“yang buat bidan Septi, penanggung jawab pneumonia untuk anak

ya”, “program itu misalnya ada kaitan dengan posyandu dengan

bina wilayah bidan-bidan, kalau lintas program em lintas sektoral

itu bisa dengan BP-BP swasta atau klinik-klinik untuk meminta

laporan”

Informan 4

“MTBS belum berjalan maksimal, dan petugasnya pun belum

pernah ikut pelatihan MTBS.tapi saya coba terapkan, kalau yang

buat perencanaan yang megang programnya, melibatkan

seluruhnya. Terutama dokter. Ya dokter, soalnya yang menentukan

diagnosa itu kan dokter. Tidak ada lagi bidan atau perawat yang

memeriksa”

Informan 7

“yang buat saya sendiri”

Informan 8

“yang buat perencanaannya saya sendiri, jadi kan kayak

perencanaan untuk satu tahun kedepan kan, kerjasama sama sama

kesling pasti sama kader sama dokter di Puskesmas itu aja”

Page 119: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

98

Informasi yang diperoleh dari informan, mengenai perencanaan

program di Puskesmas, sesuai dengan pendapat informan ahli bahwa,

suatu organisasi dalam hal ini Puskesmas, harus membuat perencanaan

program jika akan melakukan kegiatan untuk mencapai target

program. Sebelum prencanaan program dibuat, hal pertama yang harus

dilakukan adalah membuat peta masalah kemudian mengidentifikasi

masalah tersebut di wilayah Puskesmas. Selain itu, Puskesmas juga

harus membuat rencana atau agenda dalam periode bulanan dah harian.

Informasi ini didukung dengan hasil wawancara berikut ini:

Informan 11

“em, jadi organisasi mau melaksanakan kegiatan suka atau tidak

dia harus menyusun rencana kerja untuk mencapai targetnya,

berarti di jelas punya target punya peta masalah yang menjadi apa

namanya upaya yang mau dicari sesuai dengan targetnya

kemudian dia mengidentifikasi masalahnya, Puskesmas itu punya

jeda lima tahun dan dia bedah dalam lima tahun agendanya mau

berapa, kemudian dia bedah lagi dalam peroide bulanan,

pengalaman kita di Puskesmas, kita harus punya rencana harian

lebih opreasional misalnya tempat itu ada sepuluh, sepuluh itu

kira-kira gimana mulai diharian”

Rencana program penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas

Baktijaya, Serpong 1, Pisangan dan Kranggan, bekerjasama atau

melibatkan semua staf Puskesmas dalam penyusunan rencana tersebut.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh informan ahli,

bahwa dalam pembuatan perencanaan program harus melibatkan

semua staf Puskesmas terutama kepala Puskesmas. Berikut ini adalah

Page 120: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

99

pernyataan yang disampaikan oleh informan ahli mengenai hal

tersebut.

Informan 11

“untuk pneumonia itu, mau tak mau harus ada kontribusi dari

semua staf, terutama kepala Puskesmas harus menggabungkan

pneumonia sendiri, imunisasi sama ibu dan anak, terutama

lingkungan, apa lagi dalam upaya penemuan program pneumonia

menginginkan penemuan pneumonia dan peran kader semakin

dekat kan gitu, apa lagi petugas”

Berdasarkan informasi-informasi tersebut dapat diketahui bahwa,

semua Puskesmas membuat perencanaan program penemuan kasus

pneumonia balita tahun 2014, akan tetapi waktu penyusunananya

berbeda-beda. Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional,

membuat perencanaan program tersebut pada akhir tahun 2013 dengan

melibatkan penanggung jawab program, petugas kesling, promkes dan

petugas MTBS serta dokter umum. Sedangkan Puskesmas yang tidak

berhasil mencapai target nasional, penyusunan rencananya dilakukan

pada awal tahun 2014, adapun petugas yang terlibat yaitu petugas

kesling, dokter umum dan kader posyandu. Hal ini sesuai dengan

pendapat informan ahli bahwa, perencanaan dalam suatu organisasi

harus dibuat untuk mencapai target program dengan melibatkan semua

staf Puskesmas.

2. Kegiatan Program Penemuan Kasus Pneumonia Balita

Kegiatan program penemuan kasus pneumonia balita, di setiap

Puskesmas berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi wilayah

Page 121: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

100

tersebut. Dalam kegiatan pengendalian pneumonia balita, kegiatan

penemuan kasus merupakan kegiatan inti dan dapat dilakukan di

Puskesmas (secara pasif) ataupun di Posyandu atau masyarakat (secara

aktif). Dalam penelitian informasi tersebut dapat diperoleh dengan

melakukan wawancara mendalam kepada kepala Puskesmas dengan

dikonfirmasi kembali melalui pernyataan penanggung jawab P2 ISPA,

baru kemudian dapat ditarik kesimpulan mengenai hal tersebut.

Menurut informasi yang didapat pada saat penelitian, diketahui

bahwa kegiatan program penemuan kasus pneumonia balita di

Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional dilakukan secara

aktif dan pasif. Penemuan secara aktif dilakukan dengan mencari

penderita pneumonia balita di Posyandu dan di masyarakat. Selain itu

dalam pelaksanaanya Puskesmas bekerja sama dengan kader dan

Binwil. Sedangkan penemuan secara pasif di lakukan dengan

menunggu pasien datang ke Puskesmas tersebut. Tidak hanya itu,

Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional juga melakukan

pelacakan jika ada kasus pneumonia atau kematian bayi akibat

pneumonia. Berikut ini adalah hasil wawancara kepala Puskesmas dan

penanngung jawab P2 ISPA yang mendukung informasi tersebut.

Informan 1

“ya paling ya kalau kegiatan pneumonia sama MTBS, pelaksanaan

pelayanan MTBS di sini,

“iya, di posyandu juga. Kan di posyandu juga terus yaudah jadi

gitu kalo pelaksanaan pelayanan MTBS di sini kan, iya aktif kalau

Page 122: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

101

itu kan di posyandu ya diperiksa terus kalau misalnya pneumonia

udah disuruh kesini kalau enggak sibuk”

Informan 2

“Saya tidak tahu persis kalau disini, ya tapinya pasti pelaksanaan

penyuluhan di posyandu pemeriksaan balita, iya bagusnya ya aktif dan

pasif, tapi sepertinya pasif saja”

Informan 5

“kalau pneumonia itu programnya 1 pelacakan kalau ada kasus

pneumonia, atau kematian bayi akibat pneumonia pelacakannya

ya, mungkin dalam setahun itu bisa tergantung kasus, kalau saya

di perencanaanya kan ada targetnya itu 2 kali, dilihat dari

banyaknya kasus aja itu baru kunjungan bayi yang meninggal

dalam setahun karena kasus pneumonia baik bayi ataupun balita

itu kunjungannya tapi kalau misalnya planing buat bulanan nya

mungkin kita sambil posyandu bisa juga menanyakan ke kader

atau kita juga sama binwil bisa mencari bayi dengan napas cepat

kita bisa bilang pneumonia kan, setiap haripun bahkan setiap

bulan pun kita di balai pengobatan di Puskesmas itu di poli itu kan

tiap hari ada yang berobat di poli anak kan kalau misalnyan bayi

dengan napas cepat bisa kita ambil data dari situ , tapi kalau

untuk POA nya sendiri bersamaan dengan posyandu atau binwil

kita bisa kadang ada bayi atau balita dengan napas cepat itu

disebut juga dengan pneumonia”

Informan 6

“selama ini sih itu pasif, tapi dicari juga neng di posyandu”

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa informan,

diketahui bahwa kegiatan program penemuan kasus pneumonia balita

di Puskemas yang tidak berhasil mencapai target nasional, hanya

melakukan penemuan kasus di Puskesmas dan di klinik-klinik swasta.

Sehingga dapat dikatakan penemuan kasus di Puskesmas tersebut

dilakukan secara pasif. Menurut pengakuan informan di Puskemas

Page 123: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

102

tersebut tidak ditemukan kasus pneumonia balita hanya 1 balita yang

tercatatat menderita pneumonia balita di tahun 2014.

Informan 3

“ke klinik-klinik mencari sasaran bisa juga dengan kunjungan

rumah, tergantung kasus, kalau ada kasus ya pernah, pernah

terkadang kalau jemput bola kita ke klinik-klinik swasta”

Informan 4

“strateginya ya kita di posyandu, penyuluhan perorangan,

penyuluhan perkelompok ibu-ibu di posyandu. Pokonya setiap ada

anak yang batuk pilek, demam pokoknya jangan dianggap enteng.

Kita kan disini cakupan TB juga masih rendah ya, ada batuk lebih

dari 2 minggu ya itu harus segera periksa dahak. Penyuluhan

motivasi perorangna, di luar dan dalam gedung ya itu tetap

dilakukan.”

Informan 7

“kalau kita, kita ke klinik-klinik, wilayah kerja Pisangan itu kita

nyari pasien jadi kita bikin formnya sepuluh penyakit terbesar

salah satunya untuk pneumonia karena kalau untuk di Puskesmas

kita kurang dari target kita jadi kita ke klinik-klinik yang ada di

wilayah kerja pisangan kita nyari nanti kan disitu di dapatkan

jumlah penderita yang ditemukan tapi ini lebih ke anak-anak ya

kita kalau dewasa enggak, cuma sampai lima tahun”

Informan 8

“paling penyuluhannya aja, di Posyandu-posyandu, paling kita

nunggu pasien saja”

Kegiatan program penemuan kasus di Puskesmas yang berhasil

mencapai target nasional, sesuai dengan pendapat informan ahli

bahwa, kegiatan penemuan kasus pneumonia balita harus dilaksanakan

secara kombinasi yaitu aktif (pencaraian di masyarakat seperti di

Posyandu) dan pasif (menunggu pasien yang datang ke Puskesmas),

Page 124: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

103

dengan membuka pelayanan sebanyak mungkin. Adapun informasi

tersebut dapat didukung dari hasil wawancara berikut:

Informan 11

“sebenarnya gini kita punya istilah aktif sama pasif, seharusnya

kan akyif sama pasif itu berjalan barengan upaya paling penting

adalah aktif menjadi tonggak penemuan kasus tapi makna dari

aktif tiba-tiba menjadi penting ketika apa penyebarluasan

informasi ketika orang sakit tertentu harus datang ke pelayanan

menjadikan yang pasif itu tiba-tiba jadi aktif mendorong orang

untuk datang ke pelayanan yang menjadi pasif ketika saya

mendektkan pelayanan saja ke masyarakat melalui Puskesmas

keliling, melalu pos kesehatan desa dan banyak pos kesehatan desa

di Puskesmas ini semakin banyak frekuensinya berarti semakin

dekat dengan masyarakat, kombinasi pun yang disebut aktif itu

bisa jadi membuka pelayanan sebanyak mungkin”

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa Puskesmas yang

berhasil mencapai target nasional melakukan kegiatan penemuan kasus

secara aktif maupun pasif untuk mencapai target penemuan kasus

pneumonia balita, sedangkan Puskesmas yang tidak berhasil mencapai

target nasional hanya melakukan penemuan kasus secara pasif dan

mereka hanya melakukan penyuluhan saja di Posyandu. Selain itu,

informasi yang diperoleh dari penanggung jawab P2 ISPA di

Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional dalam

penjelasannya lebih detail dari pada Puskesmas yang tidak berhasil

mencapai target nasional. Menurut informan ahli target tersebut dapat

dicapai dengan membuka pelayanan sebanyak mungkin atau dengan

melakukan kegiatan penemuan kasus di masyarakat (secara aktif) dan

di Puskesmas (secara pasif).

Page 125: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

104

3. Tatalaksana Pneumonia Balita/ MTBS

Kegiatan yang terpenting dalam penemuan kasus pneumonia balita

adalah tatalaksana kasusnya atau saat ini lebih dikenal dengan MTBS.

Melalui MTBS tersebut dapat diketahui seorang balita menderita

pneumonia atau tidak. Oleh karena kegiatan tatalaksana

pneumonia/MTBS adalah ujung tombak dari penemuan kasus

pneumonia balita di Puskesmas. Berikut ini adalah hasil penelitian,

mengenai tatalaksana pneumonia balita/MTBS yang dilakukan di

Puskesmas.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan, diketahui

bahwa semua Puskesmas melakukan kegiatan tatalaksana pneumonia

balita. Kegiatan tersebut di Puskesmas yang berhasil mencapai target

nasional dilakukan di MTBS dengan penatalaksananya adalah dokter

yang dibantu dengan perawat atau bidan. Akan tetapi, jika dokter

tersebut tidak ada maka penatalaksananya adalah perawat atau bidan

yang sudah mendapatkan pelatihan atau mengetahui tatalaksana

pneumonia balita. Selain itu tatalaksana pneumonia balita juga

dilakukan di Posyandu untuk mencapai cakupan penemuan kasus

pneumonia balita di Puskesmas tersebut. Berikut ini adalah hasil

wawancara dengan beberapa informan yang mendukung informasi

tersebut.

Informan 1

Page 126: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

105

“ya dokter sama bidan atau perawat yang membantunya, balita

sakit kan, iya biasanya kalau pemeriksaan petugas yang sudah

paham atau sudah dilatih sebentar kalau petugas belum dilatih kan

lama ya meriksanya, kalau dia enggak begitu lama meriksanya”

Informan 2

“MTBS itu saya mengerti MTBS itu seharusnya ada, saya ngerti

dan itu sangat patuh bagaimana kita lebih detail dalam temuan iya

kan”

“iya petugas di bagian anak, seharusnya dia berdekatan juga

dengan gizi makanya ruangan gizi saya taro berdekatan dengan

anak”

“kita kekurangan tenaga disini,saya rasa tidak selalu dokter tapi

kadang-kadang”

Informan 5

“kan didalam MTBS itu kan ada standarnya, ada bayi/balita yang

di MTBS itu kan semua kita tanyain dia sudah kategori bahaya

atau tidak. Terus ada optionnya juga mengenai anak ada batuk /

sukar bernapas atau tidak. Kalau memang sukar bernapas, kan

kita hitung napasnya ddalam satu menit ada berapa napasnya,

sudah berapa lama iya kan jadi kita bisa lihat disitu dia

sebenarnya sakit apa. Kita bisa liat apa batuk, apa diare, apa

demam, campak atau malaria, disitu ada tu optionnya di MTBS itu

apa gangguan telinga,imunisasi, kurang gizi cacing, apa

pneumonia kan ada semua. tapi Kalau pneumonia paling kita

disini optionnya apakah anak batuk atau sukar bernapas. Nah

jadikan nanti kita hitung napasnya. dari situ Ketauan dia

pneumoni atau tidak gitu”

“Dokter umum yang periksa, kalau memang dia kesulitan

bernapas misalnya baru pneumonia ringan saja biasanya di kasih

obat untuk meredakan batuk, bahkan kalau misalnya itu pun

antibiotik yang sesuai dengan gejalanya dia, iya terus lanjut lagi”

Informan 6

“ya dua-duanya kadang dokter atau bidan, seharusnya emang

dokter ya tapi enggak selalu ada dokter di Puskesmas kadang-

kadang kan ada dinas malam nya pagi-pagi libur, yang pasti

dijelaskan menurut prosedur gitu”

Page 127: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

106

“kan pasien datang harus ditanya, datang suruh duduk lalau

ditimbang duduk ditanya kenapa kan pasti dia jawabkan sakit

batuk apa sesak atau panas dan batuk nah diperiksa dilihat kan,

dilihat apakah ada napas cepat kalau kita lihat memang ada napas

cepat otomatis harus dihitung napasnya iya kan, kita kan target

juga sehari minimal 3 ya menemukan penderita pneumonia,

minimal 3 kalau lagi banyak mah banyak, kalau sekarang

menurun, dulu banyak banget ada 4 , karna mereka datangnya

dari luar wilayah mungkin kalau dari penduduk serpongnya

sendiri dia banyaknya kan ke dokter karena udah pada apa

namanya, bukan SDM nya ya, mungkin golongannya udah

menengah ke atas ya jadi dia banyaknya ke dokter praktek yang

swasta gitu ya jadi penduduknya yang ada di serpong sendiri itu

enggak banyak yang berobat kesini padahal mungkin ada

pneumonia yang enggak bisa ditemukan yang enggak datang ya

itulah jadi kita dilihatnya di posyandu kita pasti kalau di posyandu

kan balita yang ditimbang pas ditanya kenapa anaknya enggak

datang atau kenapa enggak disuntik kan , anak demam sakit atau

apa pasti sama bidannya diperiksa, saya sebagai petugasnya

sering mensosialisasikan tentang penyakit ISPA untuk penjaringan

pneumonia kan, yang pneumonia itu seperti apa gejalanya tanda-

tandanya dan seperti apa gitu kalau misalnya yang bukan

pneumonia seperti apa gitu kan mereka, minimalnya kan sudah

tahu yang ke posyandu pasti dilihat, oh iniada napas cepat ini

pneumonia, nah itu yang apa kata neng tadi aktif ya”

Menurut informasi yang diperoleh dari beberapa informan yaitu

kepala Puskesmas, penanggung jawab P2 ISPA dan petugas MTBS.

Diketahui bahwa, Puskesmas yang tidak berhasil mencapai target

nasional dalam penemuan kasus pneumonia, juga melakukan

tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas dengan menggunakan

pedoman MTBS. Sedangkan untuk penatalaksananya adalah dokter

yang dibantu oleh perawat atau bidan. Akan tetapi, sebagaimana yang

telah dijelaskan di Puskesmas tersebut hanya ada satu kasus dalam

Page 128: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

107

setahun. Adapun informasi tersebut didukung dengan hasil wawancara

berikut ini :

Informan 3

“tatalaksananya dari MTBS, dokter umum yang melakukannya”

”selama ini sesuai aja, kalau banyak pasien kan tatalaksana itu

cukup rumit ya”

Informan 4

“Kalau dari MTBS ini ya lebih diketahui ya deteksi dininya .

karena kan kadang ada batuk yang buka pneumoni, ya pokoknya

banyak lah. Saya kan juga pernah ini lah MTBS, seperti itu”

“oleh dokter”

“ya dari anamnesis ,terus diagnosa. Misalnya kan batuk. Nah

batuk kan ada klasifikasinya seperti batuk bukan pneumoni. Jadi

ya itu, berdasarkan anamnesis dan klasifikasi itu”

Informan 7

“iya MTBS kan hanya penyakit-penyakit tertentu saja yang kita

masukan ke MTBS misalnya kayak ada pasien demam diare

yaudah kita masukin ke form”

“kebetulan kalau disini yang meriksa dokter”

“kalau pneumonia beratkan harus di rujuk ya kan disini kita

tindakannya udah batuk pilek ada sesak napas itu kita uab aja”

Informan 8

“Paling diperiksa sama dokter, nanti kan ada kasus pneumonia

diagnosanya sama dokter , jadi kita tahunya dari dokter”

“iya dokter”

“paling ditanya batuknya dari kapan?terus udah berobat kemana,

nanti kan kita lihat ada inian apa sih penarikan dinding

pernapasannya”

Informan 9

“di MTBS, sebelum masuk ke penyakitnya kan ada tuh didalam

form nya MTBS apa coba,tahu penyakit berat atau tidak gimana

caranya, sebelum kita melakukan MTBS syarat mutlaknya adalah

apa, tahu kan?hehe”

Page 129: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

108

“nomor satu kalau MTBS itu pneumonia dibawah lima tahun ya”

“terus untuk MTBS sendiri nomor satu yang paling banyak itu kan

batuk pilek kan, yang nomor satu ini kalau ada penyakit beratnya

enggak bisa diwawancara di MTBS karena harus dirujuk segera,

kalau yang kedua ada batuk misalnya apa yang ditanya”

“berapa hari dilihat lagi batuknya dihitungnya pas sudah dihitung,

dihitung sama kita pakai apa, alatnya?”

“sound timer, pas sudah di hitung, lanjut yang berikutnya apa lagi,

tahu enggak kalau yang pneumonia”

Infroman 10

“kalau tatalaksananya ya sesuai prosedur saja, konsultasi sama

dokter kita punya ini apa namanya”

“pedoman dari MTBS”

“Dokter dibantu sama asisten bisa bidan atau perawat, tapi

biasanya dokter”

Sedangkan menurut pendapat informan ahli dalam penemuan kasus

pneumonia balita boleh siapa saja yang melakukan asalkan dalam

penatalaksanaanya diserahkan kepada yang berwenang. Adapun

pernyataanya adalah sebagai berikut:

Infroman 11

“sebetulnya urusan yang menemukan pneumonia adalah semuanya

termasuk kader, yang jadi perdebatan kan menentukan ini sesak

napas sering itu semuanya kan berstandar pada itu pada waktu

mengobati menetapkan diagnosa nya menurut saya kewenangan

tidak selalu bidan sama perawat boleh petugas kesehatan

lingkungan walaupun petugas kesehatan lingkungan bisa

menemukan penderita pneumonia dan diserahkan kepada yang

berwenang dalam pelanatalaksanaanya”

Berdasarkan informasi tersebut dapat disimpulkan bahwa,

kegiatan tatalaksana pneumonia balita atau MTBS di Puskesmas

dilakukan di semua Puskesmas dengan penatalaksananya adalah dokter

Page 130: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

109

umum. Akan tetapi, jika dokternya tidak ada, tatalaksana tersebut

diserahkan kepada bidan atau perawat yang sudah memahami

pneumonia. Pernyataan yang disampaikan informan 6 dan 7 (puskemas

yang berhasil mencapai target nasional) penjelasannya sangat detail

dan jelas berbeda dengan pernyataan dari petugas Puskesmas yang

tidak berhasil mencapai target nasional. Menurut informan ahli

penemuan kasus pneumonia balita dapat dilakukan oleh siapa saja

asalkan pada saat penatalaksanaannya diserahkan kepada yang

berwenang yaitu dokter atau petugas yang sudah terlatih dalam

tatalaksana pneumonia balita atau MTBS.

4. Kegiatan Pencatatan dan Pelaporan

Kegiatan pencatatan dalam penemuan kasus pneumonia balita

harus dilakukan secara rutin, untuk memantau jumlah kasus

pneumonia balita di Puskesmas dan melakukan kunjungan rumah

penderita pneumonia. Kegiatan pencatatan dan pelaporan sebaiknya

dilakukan oleh penanggung jawab program tersebut, hal ini dilakukan

untuk mengetahui pencapaian target program yang telah dibuat. Dalam

penelitian ini, dilakukan wawancara mendalam dan observasi media

pencatatan dan pelaporan (lihat gambar 5.2 dan gambar 5.3) untuk

mendukung informasi yang didapatkan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari kepala Puskesmas dan

penanggung jawab P2 ISPA di Puskesmas yang berhasil mencapai

Page 131: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

110

target nasional, diketahui bahwa kegiatan pencatatan dan pelaporan

dilakukan oleh penanggung jawab P2 ISPA. Pencatatan dilakukan

setelah jam pelayanan secara rutin, hal ini dapat diketahui dari register

P2 ISPA pada saat observasi. Berikut ini adalah hasil wawancara

dengan kepala Puskesmas dan penangung jawab P2 ISPA yang

mendukung informasi tersebut.

Informan 1

“iya yang melakukannya penanggung jawab program, kan nanti

ada di LB3, dicatat setelah pelayanan”

Informan 2

“ iya petugasnya”

“ dilaksanakannya pastinya sesudah dong, sesudah selesai pasien

pelayanan lalu pencatatan register, iya setelah pelayanan. Saya

berharap setiap hari harus sudah dilakukan, ada tidaknya form

MTBS pneumonia harus di lakukan di register anak selesai hari itu

juga di bagian umum juga gitu, Cuma kadang terkendala kalau

petugas anaknya ada rapat diganti sama orang lain, kadang-

kadang itu yang sedikit hambatan”

Informan 5

“disini kan pencatatanya ada pneumonia ada form

sendiri,misalnya kita periksa terus kalo kita curiga pneumonia ya

sudah kita masukin aja ada registernya”

“iya setiap hari”

Informan 6

“setiap hari, di register”

“register ISPA ada yang bukan ISPA ada harus dicatat kalau

yang khusus pneumonia ada lagi dibukunya”

Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional tidak hanya

mencatat dari kasus yang datang ke Puskesmas, tetapi juga mencatat

Page 132: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

111

dari laporan klinik swasta yang ada di wilayah kerja Puskesmas

tersebut. Tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas menggunakan

formulir MTBS, sedangkan di klinik swasta tidak menggunakan

formulir tersebut. Berikut ini adalah hasil wawancara yang mendukung

informasi tersebut.

Informan 1

“ iya ada laporan kasus , dari klinik swasta pencatatannya dilakukan

sama penangung jawab P2 ISPA tapi kadang mereka saling bantu”

Informan 2

“sebetulnya harus ada tapi biasanya temuan di klinik swasta di

laporin jarang paling ada ISPA pneumonia ringan, tapi itupun

mereka ngerjainnya tanpa MTBS”

Informan 5

“dari klinik swasta itu tiap bulannya itu dia yang kasus pneumonia

sejauh ini kita paling dari bidan-bidan prakter, mantri kaya

perawat balai pengobatan ya ada sih”

Informan 6

“ada kalau lagi ada, pasti kalau swasta harus kaya jemput bola

aja, kalau yang orangnya ini apa”

Kegiatan pelaporan kasus pneumonia balita di Puskesmas yang

berhasil mencapai target nasional yaitu Puskesmas Baktijaya dan

Serpong 1, dilakukan setiap bulan, jika laporannya sudah lengkap.

Pelaporan kasus tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur dan

ketentuan dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, adapun

formulir pelaporannya sudah disediakan. Berikut ini adalah hasil

wawancara dengan informan yang mendukung informasi tersebut.

Page 133: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

112

Informan 1

“kalau laporan ke dinkes setiap bulan"

Informan 2

“saya berharap kalau laporan bulanan sudah lengkap ya

dilaporkan ke Dinkes”

Informan 5

“iya nanti data kasus tersebut, baru dilaporkan ke dinke, sesuai

dengan ketentuan Dinkes”

Informan 6

“itu mah pasti neng, kan dinkes juga puya target penemuan kasus,

jadi Puskesmas harus lapor setiap bulannya”

Kegiatan pencatatan dan pelaporan di Puskesmas yang tidak

berhasil mencapai target nasional dalam penemuan kasus pneumonia

balita, menurut informasi yang didapat, diketahui bahwa di wilayah

kerjanya tidak terdapat kasus pneumonia balita sehingga targetnya

tidak tercapai. Dengan demikian, petugas hanya melakukan kegiatan

pencatatan penyakit ISPA saja, adapun kegiatan pencatatan dilakukan

di Puskesmas oleh penanggung jawab programnya tetapi ada juga

dokter yang melakukannya. Adapun informasi tersebut dapat dilihat

dari hasil wawancara berikut ini:

Informan 3

“yang biasanya dokternya”

“iya, tapi ada juga tuh petugas P2 ISPA nya bantu”

“em rutin-rutin, biasanya setelah jam pelayanan”

Informan 4

“ada di laporan W2. Kita setiap hari senin, yang mencatat

laporannya penanggung jawab program”

Page 134: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

113

Informan 7

“setiap bulan dari tanggal 25 ketemu tanggal 25 itu kita salin”

Informan 8

“habis pelayanan paling kita ngerekap, ada di register ISPA nya”

“Ada paling itu juga ISPA dewasa, ISPA yang sudah dewasa

yang ringan juga. Paling bukan pneumonia. kalau disini kan

pneumonia jarang, bukan jarang bahkan enggak ada pneumonia

kan”

Tidak berbeda jauh dengan Puskesmas yang berhasil mencapai

target nasional, Puskesmas yang tidak mencapai target nasional juga

memperoleh laporan dari klinik swasta mengenai kasus pneumonia.

Pelaporan dari klinik swasta sudah ditentukan oleh kebijakan Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan, bahwa klinik swasta yang di

Wilayah kerja Puskesmas harus melaporkan kunjungan pasiennya ke

Puskesmas tersebut. Sejauh ini, kegiatan tersebut belum maksimal,

sehingga belum ada kasus pneumonia yang dilaporkan oleh klinik

swasta ke Puskesmas Pisangan dan Kranggan. Berikut ini adalah hasil

wawancara yang mendukung informasi tersebut.

Informan 3

“kebanyakan kita sih yang jemput bola ya. iya kadang klinik

swasta ini langsung ke dinas enggak melalui kita dipikirnya kita

minta ke dinas padahal kita sendiri harus mencari gitu”

Informan 4

“hmmm kalo klinik swasta paling dari BPS. Tapi disini mah

enggak maksimal ya”

Informan 7

“iya nerima laporan dari klinikswasta, tapi paling ISPA dewas,

jarang yang pneumonia, malah enggak ada”

Page 135: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

114

Informan 8

“dilaksanakan juga”

Kegiatan pelaporan kasus pneumonia balita di Puskesmas yang

tidak berhasil mencapai target nasional, dilakukan setiap bulan.

Prosedurnya dimulai dari register anak lalu dipindahkan ke register

ISPA baru kemudian dilaporkan ke Dinkes. Kasus pneumonia di

Puskesmas ini tidak ditemukan, sehingga hanya kasus ISPA saja yang

dilaporkan ke Dinkes setiap bulannya, Berikut ini adalah hasil

wawancara dengan informan yang mendukung informasi tersebut

Informan 3

“pelaporan ke Dinkes pasti ada, karena itu sudah tugas

Puskesmas”

Informan 4

“ya.. kita punya register tersendiri dan itu dilakukan setiap hari

ispa, diare, dan itu dilakukan setiap hari terus petugasnya

melaporkan ke dinas kesehtan seminggu sekali setiap hari senin.

Via email”

Informan 7

“ada, di register anak itu kita pindahin lagi ke register ISPA baru

kita laporin ke dinas”

Informan 8

“iya disini setiap bulan”

Menurut informan ahli kegiatan pencatatan dan pelaporan di

Puskesmas seharusnya tidak dilakukan berkali-kali. Sehingga beban

kerja penanggung jawab program tidak banyak, selain itu, untuk

pelaporan dari klinik swasta hanya bersifat sukarela saja. Adapun

informasi dari informan dapat dilihat dari hasil wawancara berikut ini:

Page 136: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

115

Informan 11

“enggak, sehingga kalau dia enggak lapor enggak bisa dipaksa-

paksa yang bisa adalah meminta kesukarelaan”

“nah itu yang dibuat oleh aturan teman-teman di ISPA, nah

kemaren kita menyelasiakan pencatatan dan pelaporan

diPuskesmas yang peacatatan seperti itu aku minta hilang karena

di catat di bagian umum dari situ datanya diambil boleh nah

jangan buat pencatatan lagi nanti tugasnya banyak”

Berdasarkan informasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan

pencatatan dan pelaporan di lakukan di Puskesmas. Akan tetapi untuk

Puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional, berdasarkan

pernyataan informan 8 kasus pneumonia tidak ditemukan di

Puskesmas tersebut dan tidak ada pelaporan dari klinik swasta,

sehingga kasus pneumonia balita di Puskesmas tersebut tidak ada.

Berbeda dengan Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional,

berdasarkan pernyataan informan 5 dan 6 mengakui bahwa, Puskesmas

Baktijaya dan Serpong 1 menerima laporan dari klinik swasta jika ada

kasus pneumonia balita. Sedangkan menurut Informan ahli kegiatan

pencatatan di puskesmas seharusnya tidak dilakukan berkali-kali dan

pelaporan dari klinik swasta bersifat sukarela.

5. Faktor Petugas Kesehatan

Petugas kesehatan dalam penemuan kasus pneumonia balita

berperan penting, karena sebagian besar kegiatan tersebut dilaksanakan

oleh petugas kesehatan di Puskesmas. Adapun faktor petugas

kesehatan yang diteliti yaitu jenis kelamin petugas, pelatihan petugas,

pendidikan petugas, lama kerja dan pengetahuan petugas. Dalam

Page 137: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

116

penelitian ini, untuk mengetahui informasi tersebut, maka peneliti

melakukan pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam dan

kuesioner. Berikut ini adalah penjelasan mengenai faktor petugas

kesehatan.

1. Jenis Kelamin Petugas

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari tabel 5.1, jenis kelamin

petugas penanggung jawab P2 ISPA dan petugas MTBS semua

petugas adalah perempuan. Sedangkan untuk kepala Puskesmasnya

yaitu 2 laki-laki dan 2 perempuan. Sehingga tidak ditemukan adanya

perbedaan terkait faktor jenis kelamin petugas dalam penemuan kasus

pneumonia, baik Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional

maupun Puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional. Hal

ini tidak sesuai dengan pendapat yang disampaikan informan ahli

bahwa, antara perempuan dan laki-laki dalam melaksanakan tugas ada

perbedaannya. Seorang laki-laki pada dasarnya mempunyai sifat yang

tegas dalam menjalakan suatu program program. Sedangkan seorang

perempuan memiliki sifat atau naluri keibuan yang sangat dibutuhkan

bagi petugas kesehatan terutama petugas MTBS pada saat memeriksa

balita. Berikut ini adalah pernyataan informan ahli mengenai hal

tersebut:

Informan 11

“saya tidak tahu persis secara teori tapi sepengalaman saya kalau

laki-laki lebih intens dan tegas gitu, tapi kalau merawat balita

lebih teliti kepada perempuan”

Page 138: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

117

2. Pelatihan Petugas

Pada dasarnya pelatihan petugas Puskesmas dilakukan untuk

meningkatkan pengetahuan dan pemahaman, sehinga petugas

mempunyai keterampilan yang baik dalam pelayanan kesehatan.

Selain itu, jika petugas tidak terlatih, akan kesulitan pada saat

tatalaksana pneumonia terutama untuk mengetahui adanya TTDK

(Tarikan Dinding Dada bagian bawah Ke dalam). Sedangkan petugas

yang sudah dilatih akan terbiasa dalam menangani kasus pneumonia.

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui apakah penangung jawab P2

ISPA dan petugas MTBS sudah terlatih atau tidak, maka peneliti

melakukan wawancara mendalam, dengan menanyakan apakah

petugas sudah mendapatkan pelatihan mengenai pneumonia balita atau

MTBS.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan diketahui

bahwa, salah satu petugas di Puskesmas yang berhasil mencapai target

nasional dalam penemuan kasus pneumonia sudah pernah

mendapatkan pelatihan mengenai pneumonia balita. Menurut informan

6, petugas sudah mengikuti pelatihan beberapa kali yang

diselanggarakan dinas kesehatan. Oleh karena itu, penemuan kasus di

Puskesmas tersebut dapat mencapai target cakupan yang sudah

ditetapkan secara nasional. Berikut ini adalah hasil wawancara dengan

beberapa informan, yang mendukung informasi tersebut.

Page 139: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

118

Informan 1

“kalau petugas yang di MTBS ya dilatih jadi enggak semua, ini

baru bu leny itu aja sih”

“dinas provinsi kalau disini khusus bu Leny saja kan enggak

semua, ya sudah siapa yang dilatih ngajarin temannya, kalau yang

dilatih bu Leny setahu saya harusnya juga melatih staf yang lain”

Informan 2

“seharusnya sudah”

“ setahu saya dia senior dan harusnya sudah”

Informan 5

“kalau saya belum, nah itu dokter lia itu dulunya pernah megang

program ISPA diare di situ gintung untuk pelatihan khususnya

sepertinya sudah ada Bu euis dulu dia itu sudah pernah dilatih”

“dari dinas , namun masih kabupaten soalnya posisinya itu bu euis

dulunya yang megang program ISPA diare, yang baru td itu bu

euis kayaknya dia itu sudah pernah mengikuti pelatihan kalau

yang dokter lia itu kayaknya belum tapi dia sudah megang ISPA

diare itu”

Informan 6

“sering”

“ya itu itu aja kayak gitu, penatalaksanaan ISPA dan Diare itu aja

paling ya intinya ya apa namanya cara pemeriksaanya gimana itu

itu aja sih saya juga bosen itu itu aja”

Berbeda dengan Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional

dalam penemuan kasus pneumonia, petugas P2 ISPA dan petugas

MTBS di Puskesmas tersebut, salah satunya ada petugas yang sudah

mendapatkan pelatihan. Sedangkan, Puskesmas yang tidak berhasil

mencapai target nasional, sebagian besar petugasnya belum

mendapatkan pelatihan mengenai pneumonia balita. Hanya terdapat

satu petugas MTBS yaitu dokter yang pernah mendapatkan pelatihan

di Puskesmas sebelumnya, dan baru 5 bulan bekerja di Puskesmas

Page 140: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

119

Pisangan. Adapun informasi mengenai hal tersebut, dapat terlihat dari

hasil wawancara berikut:

Informan 3

“kalau pelatihan belum, pelatihan kan enggak gampang ya nanti

kalau dinas mengadakan pelatihan lagi gantian”

Informan 4

“hemm saya kira di sini petugasnya banyak yang belum di latih

MTBS ya”

“belum, disini belum ada yang terlatih. Tapi mereka udah punya

modul-modulnya .kan klasifikasinya sudah ada”

Informan 7

“belum ada”

“belum ada untuk P2 ISPA, kita belum ada”

Informan 8

“Blm pernah, belum ada”

“ya enggak tahu, mungkin dari Dinkesnya”

Informan 9

“pernah dulu perwakilan dari Puskesmas Jombang”

“itu kan pedoman dari Kemenkes”

“pedoman MTBS, semuanya ada ya dari Kemenkes aja sih”

Informan 10

“belum ada sejauh ini, belum ada jadi hanya buku pedoman

MTBS”

“belum”

“dari dinasnya kayaknya belum mengadakan pelatihan itu”

Menurut informan ahli, seharusnya petugas Puskesmas sudah

mendapatkan pelatihan atau setidaknya memahami sebatas mana

penemuan kasus pneumonia balita, yaitu dengan melakukan pelatihan

kecil di Puskesmas pada saat loka karya mini. Sehingga tidak diperlu

Page 141: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

120

dana yang besar untuk mengadakan pelatihan tersebut. Berikut

pernyataan mengenai pentingnya pelatihan petugas.

Informan 11

“iya, kader saja dilatih, petugas juga seharusnya tahu sebatas

mana penemuan kasus pneumonia balita gitu”

“emang perlu anggaran kalau pelatihan gitu, karena gini

pengalaman saya menjelaskan tentang apa penemuan pneumonia

dibahas di loka karya jadi petugas ISPA menjelaskan bagaimana

pneumonia balita, loka karya dilaksanakan setiap bulan sebetulnya

pelatihan itu cukup begitu gitu enggak perlu ada hari pelatihan

khusus”

Berdasarkan informasi-informasi tersebut, dapat disimpulkan

bahwa, banyak petugas yang belum mendapatkan pelatihan mengenai

pneumonia balita bahkan penanggung jawab program P2 ISPA dan

petugas MTBS belum pernah dilatih terutama di Puskesmas yang tidak

berhasil mencapai target nasional. Sama halnya dengan kepala

Puskesmas, semua kepala Puskesmas belum pernah mendapatkan

pelatihan mengenai pneumonia balita. Menurut informan ahli pelatihan

petugas dapat dilakukan pada saat loka karya mini dengan berbagi

pengalaman dari petugas yang sudah pernah mendapatkan pelatihan.

3. Pendidikan Petugas

Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa pendidikan penanggung

jawab P2 ISPA dan MTBS semuanya adalah D3 Kebidanan dan

terdapat satu dokter umum sebagai petugas MTBS. Sedangkan,

pendidikan kepala Puskesmas sebagian besar adalah S1 kedokteran

Page 142: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

121

gigi dan hanya satu saja, yang berpendidikan SI Kesehatan

Masyarakat.

Berdasarkan pengamatan peneliti, pada saat wawancara dengan

informan. Diketahui bahwa, kepala Puskesmas dengan latar belakang

pendidikan SKM lebih memahami penyakit pneumonia secara

menyuluruh dan lebih terbuka dalam menyampaikan pendapat pada

saat wawancara, dibandingkan dengan kepala Puskesmas dengan latar

belakang pendidikan bukan SKM. Menurut informan ahli, seharusnya

petugas Puskesmas mempunyai latar belakang pendidikan kesehatan

seperti D3 Kebidanan, Sedangkan, kepala Puskesmas seharusnya SI

Kesehatan Masyarakat. Selain itu, pada saat ini orang bekerja bukan

karena pendidikan terakhirnya tetapi karena golongan atau pangkatnya.

penjelasan tersebut terlihat dalam pernyataan informan ahli berikut ini:

Informan 11

“sekarang ini kita ruwet itu problematika negara, saya enggak

tahu kalian nanti kerjanya dimana yang jelas kejadian dilapangan

itu kita sering kali memberi tugas kepada orang yang sebetulnya

bukan profesinya gitu yang paling banyak di jawa barat termasuk

di banten itu petugas kesling jadi sopir ambulan, apapun sebabnya

itu terjadi gitu, terus orang yang dilatih ISPA enggak tahu di

pindah kemana itu menjadi persoalan gitu, apa lagi sekarang

ketika menduduki jabatan apa jabatan di Puskesmas jadi eselon,

kepala Puskesmas eselon berapa? dengan kepala stafnya satu itu

dan itu jabatan daerah itu enggak lihat kamu siapa gitu pokoknya

kamu golongannya sekian pangkat kamu sekian memenuhi tingkat

jabatan seperti ini kamu saya pindahkan kemana gitu, makanya

perawat banyak yang jadi staf, termasuk dari tempat lain masuk ke

Puskesmas tiba-tiba jadi kepala Puskesmas karena golongannya”

4. Lama Kerja

Page 143: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

122

Pengalaman seorang petugas Puskesmas utuk melakukan suatu

pekerjaan tertentu dinyatakan dalam lamanya melaksanakan pekerjaan

tersebut. Dalam penelitian ini untuk mengetahui lama kerjanya petugas

disuatu Puskesmas, maka peneliti melakukan wawancara mendalam.

Berdasarkan tabel 5.2, lama kerja kepala Puskesmas di Puskesmas

Bakti Jaya, Serpong 1 dan Keranggan baru berjalan 5 bulan, karena

ada pergantian kepala Puskesmas dan petugas lainnya yang dilakukan

oleh dinas kesehatan Kota Tangerang Selatan pada Februari 2015.

Akan tetapi, sebelumnya kepala Puskesmas sudah bekerja lama

menjadi kepala Puskesmas di Puskesmas sebelumnya.

Selain itu, berdasarkan tabel 5.2, diketahui bahwa, lama kerja

penangung jawab P2 ISPA dan petugas MTBS di Puskesmas yang

berhasil mencapai target nasional, mempunyai waktu lama kerja yang

lama, seperti informan 6 sudah 28 tahun bekerja sebagai penanggung

jawab P2 ISPA. Sedangkan, lama kerja petugas Puskesmas yang

tidak berhasil mencapai target nasional berkisar antara 1-2 tahun di

Puskesmas tersebut. Menurut informan ahli lama kerja petugas

mempengaruhi pencapaian program di Puskesmas. Adapun pernyataan

informan ahli, tergambar dalam hasil wawancara berikut ini :

Informan 11

“ya pengalaman saya kerja orang bekerja itu dikasih sama butuh

waktu minimal enam bulan, kalau dia kerja kurang dari enam

bulan itu tidak bagus kecuali beberapa orang yang mempunyai

kemampuan berbeda rata-rata enam bulan tapi kalau dia sudah

bekerja empat tahun perlu ada perubahan kalau enggak motivasi

sama inovasinya hilang apalagi akalu sudah dua periode jabatan

Page 144: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

123

kecuali beberapa orang ya kita membangun motivasinya tetap

ada"

5. Pengetahuan Petugas

Pengetahuan petugas dalam penemuan kasus pneumonia balita

sangat dibutuhkan terutama pada saat pemeriksaan pasien atau deteksi

dini di masyarakat. pengetahuan petugas mengenai pneumonia

meliputi, klasifikasi pneumonia, gejala dan tanda-tanda penderita

pneumonia serta tatalaksana kasus pneumonia balita. Dalam penelitian

ini, untuk menilai pengetahuan petugas, maka peneliti melakukan

wawancara dengan menggunakan kuesioner pengetahuan yang

berpedoman pada peanggulangan P2 ISPA. Adapun hasil pengetahun

petugas tersebut, dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 5.3

Pengetahuan Petugas dalam Penemuan Kasus Pneumonia Balita di

Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

Puskesmas Pengetahuan Petugas

P2 ISPA MTBS P2 ISPA dan

MTBS

Pisangan Buruk Baik

Keranggan Buruk Buruk

Bakti Jaya Baik

Serpong 1 Baik

Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa pengetahuan petugas

Puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional tergolong

buruk. Berdasarkan pengamatan pada saat wawancara, penangung

jawab P2 ISPA dan petugas MTBS, kesulitan dalam menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang peneliti ajukan. Hal ini terjadi karena di

Page 145: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

124

puskesma tersebut, petugasnya belum pernah mendapatkan pelatihan

mengenai pneumonia balita. Menurut informan ahli pengetahuan yang

dimilki petugas, dalam penemuan kasus pneumonia balita sangat

penting, terutama untuk membangun motivasi petugas. Adapun

pernyatan informan yang mendukung informasi tersebut, dapat terlihat

dari hasil wawancara berikut ini.

Infroman 11

“iya pengetahuan akan membangun motivasi”

6. Motivasi Petugas

Motivasi petugas dalam bekerja dapat mempengaruhi pencapaian

target program, dengan adanya motivasi kerja yang dimiliki kepala

Puskesmas, penangung jawab P2 ISPA dan petugas MTBS, akan

dapat memberikan semangat kerja kepada petugas Puskesmas. Dalam

penelitian ini, untuk mengetahui motivasi kepala Puskesmas, maka

peneliti melakukan wawancara mendalam dengan informan tersebut.

Sedangkan, untuk penanggung jawab P2 ISPA dan petugas MTBS,

motivasi petugas juga dapat dilihat dari kuesioner dengan

menggunakan skala likert 1 samapai 5.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa informan,

diketahui bahwa, semua kepala Puskesmas mempunyai motivasi untuk

menjadikan Puskesmas yang dipimpinnya menjadi lebih baik. Selain

itu, menurut informan 2, motivasinya yaitu lebih menekankan disiplin

kerja kepada petugas Puskesmas. Adapun pernyataan, mengenai

Page 146: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

125

informasi tersebut dapat digambarkan dari hasil wawancara berikut

ini:

Informan 1

“dari sekarang saya harus menyiapkan impian saya Puskesmas

bakti jaya menjadi Puskesmas Kecamatan jangka lima tahun kan

begitu, kalau di Puskesmas Setu kan non perawatan Puskesmasnya

kecil kan, kalau Setu kan enggak mungkin karena enggak ada

perawatan, kalau Puskesmas keranggan kan dipojok sana”

Informan 2

“yang jelas lebih baik dong”

“ yang jelas saya tahap pertama yang dilakukan sebagai pimpinan

yang baru saya berusaha untuk semua staf disiplin yang baik ,

bekerja dengan baik. semua tugas akan dikerjakan dengan baik

kalau dia bekerja dengan baik tidak sekadar intruksi kamu

kerjakan MTBS, Yang kedua dapat memahami tugas tenaga

kesehatan tugas pokoknya, meskipun kan kadang kala MTBS

adapetugas yang mengerjakan tapi saya berharap dari petugas

yang sudah di latih dapat mentrasferkan ilmunya bagaimana

caramelaksanakan MTBS harus seperti itu dengan demikian semua

dia pahami termasuk pencatatan pelaporannya jadi siapa yang

bertugas, karena SDM yang ada di Puskesmas sering kali double

job, pekerjaan kita tumpang tindih , kalau pasien kan enggak

mungkin tidak tiap hari enggak bisa kita cegah”

Informan 3

“motivasi saya senyum sapa sabar mengutamakan pelayanan

menggalakan pelayanan promotif preventif”

Informan 4

“motivasinya saya ingin Puskesmas ini lebih baik ya. Puskesmas

ini kan sebagai pelayanan yang kita hadapi kan manusia. Jadi

saya selalu mengatakan keseluruh staf mengutamakan ke

disiplinan. Artinya jika meeka disiplin insha Allah kerjanya juga

akan baik. Mereka butuh kesolid an, butuh kerja sama,

keterbukaan. Alhamdulillah disini 5 buln, evaluasi triwulan

pertama kita memiliki kinerja yang tepat. Berartikan kita bukan

apa-apa tanpa temen-temen. Jadi memang saya selalu memotivasi

mereka untuk bekerjalah untuk hati, karena kalau bekerja tidak

Page 147: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

126

dengan hati itu sulit. Pasien datang, periksa, pulang. Jadi saya

selalu menanamkan kepada temen-temen anggaplah Puskesmas ini

sebagai rumah kedua. Jadi ada rasa memiliki, rasa tanggung

jawab. Anggaplah semua pasien yang datang kesini keluarga kita.

Jadi misal keluarga kita datang ke Puskesmas, petugasnya asal-

asalan, tdak menyampaikan maksud dengan baik, apa rasanya?

Sebagai contoh, tempat tidur rawat inap tidak bersih, saya tanya

ke temen-temen. Mau gak tidur disitu? Mereka jawab gak mau bu.

Ya pasien sama gak mau. Jadi Alhamdulillah OB pun bekerja

dengan baik. Jadi pukesmas di tangerang selatan ini sudah ada”

Selain itu, untuk melihat motivasi penanggung jawab P2 ISPA

dan petugas MTBS, dapat dilihat dari penjelasan tabel berikut ini

Tabel 5.4

Motivasi Kerja Petugas dalam Penemuan Kasus Pneumonia Balita di

Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

Puskesmas Motivasi Kerja

P2 ISPA MTBS P2 ISPA dan

MTBS

Pisangan Baik Buruk

Keranggan Buruk Buruk

Bakti Jaya Baik

Serpong 1 Baik

Berdasarkan tabel 5.4, diketahui bahwa, motivasi yang dimilki

petugas Puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional, motivasi

kerjanya tergolong buruk. Berbeda dengan Puskesmas yang berhasil

mencapai target nasional, petugasnya mempunyai motivasi yang tergolong

baik dalam penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas. Sedangkan,

menurut informasi dari informan ahli, semua petugas memilki motivasi

kerja yang dinilai dari kinerja petugas tersebut. Jika kinerja baik maka

motivasi petugasnya pun akan baik. Adapun pernyataan informan ahli,

Page 148: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

127

yang mendukung informasi tersebut dapat terlihat dari hasil wawancara

berikut ini.:

Informan 11

“semua orang kan memiliki motivasi, tapi pada era sekarang ini

orang yang bekerja akan diukur pada apa itu dia harus

melaporkan kinerjanya kan dia sekarang dibayar lebih, saya

bekerja di Puskesmas gitu kalau kamu bekerja segini mendapatkan

angka segini, kalau ukur kinerja itu maka kamu dibayar bonus

tambahan sekian , sekarang semuanya seperti itu karena menteri

penertiban aparatur negara memformulasikan pegawai negeri

dibayar sesuai dengan kinerjanya”

7. Kepemimpinan Kepala Puskesmas

Kepemimpinan kepala Puskesmas pada dasarnya dapat

mempengaruhi kinerja petugas atau bawahannya. Kepemimpinan yang

baik yang dimilki kepala Puskesmas, akan mempengaruhi pencapaian

target penemuan kasus pneumonia balita yang baik pula. Dalam

penelitian ini, untuk mengatahui kepemimpinan kepala Puskesmas,

dapat diketahui berdasarkan kuesioner yang telah diisi dalam

wawancara mendalam oleh kepala Puskesmas, penanggung jawab P2

ISPA dan petugas MTBS. Adapun hasil penelitian tersebut dapat

diketahui dari penjelasan tabel berikut ini.

Page 149: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

128

Tabel 5.5

Kepemimpinan Kepala Puskesmas dalam Penemuan Kasus

Pneumonia Balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

Puskesmas Kepemimpinan kepala Puskesmas

Kepala

Puskesmas

P2 ISPA MTBS P2 ISPA

dan

MTBS

Pisangan Tidak Baik Tidak Baik TidakBaik

Keranggan Baik Baik Tidak Baik

Bakti Jaya Tidak Baik Baik

Serpong 1 Baik Tidak Baik

Berdasarkan tabel 5.5, diketahui bahwa, kepemimpinan kepala

Puskesmas menurut penilaian petugasnya masih tergolong tidak baik,

terutama Puskesmas Serpong 1 Puskesmas yang berhasil mencapai

target nasional, Puskesmas Pisangan dan Kranggan Puskesmas yang

tidak berhasil mencapai target nasional. Hal ini terjadi karena, kepala

Puskesmas di Puskesmas Serpong 1 dan Puskesmas Kranggan, baru 5

bulan menjabat sebagai kepala Puskesmas. Pada saat peneliti

mengobservasi informan penelitian dengan melihat gaya bicara, sikap,

kemudian peneliti mengasosiasikan bahwa kepemimpinan kepala

puskesma bakti jaya dan Puskesmas Kranggan, memiliki kepemipinan

yang baik, berdasarkan observasi tersebut.

Selain itu, sebagaian besar kepala Puskesmas terbuka dalam

pengambilan keputusan dan pemecahan masalah di Puskesmas. Akan

tetapi, belum ada kepala Puskesmas yang meberikan penghargaan

kepada petugas sebagai prestasi kerjanya di Puskesmas. Sedangkan

menurut informan ahli kepemimpinan yang dimilki kepala Puskesmas

Page 150: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

129

adalah kepemimpinan dalam manajemen dan epidemiologi. Adapun

penjelasan informan ahli tergambar dalam pernyataan berikut ini:

Informan 11

“yang jelas tuntutan kita itu kepada kepala Puskesmas yang

mempunyai kemampuan manajemen sama epidemiologi,

epidemiologi nanti masuknya kepada pasiennya karena bayak

teman-teman kita kepala Puskesmas orientasinya klinik jadi

enggak tahu medan pertempuran jadi kalau ada pasien di periksa

secara klinik, enggak begitu jeli mereka kasusnya berapa itu

mengakibatkan dia sendiri enggak punya orientasi public health,

kalau itu bias Puskesmas walaupun nanti petugasnya lihai-lihai”

8. Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Ketersediaan sarana dan prasarana sebagai penunjang dalam

kegiatan pneumonia balita di Puskesmas sangat penting, tanpa adanya

sarana dan prasaran suatu program tidak dapat berjalan dengan baik.

Dalam penelitian ini ketersediaan sarana dan prasarana di Puskesmas,

dapat diketahui melalui wawancara mendalam dan observasi. Adapun

sarana dan prasarana yang diteliti dalam penelitian ini adalah media

cetak dan media penyuluhan dalam kegiatan tersebut.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara

mendalam dan observasi yang sudah dilakukan. Diketahui bahwa,

pernyataan informan mengenai ketersediaan sarana dan prasarana tidak

sesuai dengan hasil observasi di Puskesmas. Semua Puskesmas

mengatakan, mempunyai semua media cetak dan media penyuluhan

yang ditanyakan. Sedangkan, berdasarkan hasil observasi dapat

diketahui bahwa, Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional

Page 151: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

130

mempunyai buku pedoman P2 ISPA, stempel ISPA dan lembar balik.

Akan tetapi sarana tersebut tidak dimiliki oleh Puskesmas yang tidak

berhasil mencapai target nasional. Adapun informasi tersebut dapat

terlihat dari hasil wawancara berikut ini.

Informan 1

“disana itu kan ada meja tuh nah ada buku-buku gede iya itu

poster-poster itu nanti dari petugas promkes dan di distribusikan

ke posyandu sekolah-sekolah”

Informan 2

“setahu saya ada dari Diinkes”

“ itu saya kumpulin karena saya enggak mau kehilangan ini masuk

ke data saya tapi saya enggak ragu-ragu untuk

mendistribusikannya mulai dari TK, PAUD, posyandu termasuk

swasta sekolah kita distribusikan apabila mencukupi sesuai

dengan tujuan kita jadi saya tidak asal bagi pada saat yang

berkaitan dengan UKS tidak sekedar ISPA kalau di UKS kan

enggak ada karena anak-anaknya sudah besar-besar di Posyandu

ISPA kita berikan kecacingan di taro di SD, jadi saya

mendistribusikan itu pun disesuaikan dengan kebutuhan”

Informan 5

“Lembar balik, leaflet-leafletnya, ada beberapa tapi enggak

banyak. jadi kita melakukan penyuluhan lembar baliknya. tapi

lembar balik ada melakukan penyuluhan ada lembar balik kita

kenalkan ada sound timer, buat menghitung napas cepat”

“Ada, pedoman P2 ISPA tapi masih yang lama ya”

Informan 6

“ada, yang diare juga ada pada dimana kali, kadang-kadang ada

yang pinjam, lemarinya belum diberesin waktu itu dipinjam siapa

gitu pas rapat ada yang pinjam enggak dikembaliin, kayak gini kan

pedomannya ada juga yang ini kan kayak pengendalian diare”

“ada tapi kemana tahu ya, dilemari coba nanti masih ada enggak

dilemari”

Page 152: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

131

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan, diketahui

bahwa ketersediaan media cetak dan media penyuluhan, tersedia di

Puskesmas yaitu pedoman P2 ISPA, bagan tatalaksana MTBS, lembar

balik dan brosur-brosur mengenai pneumonia. Akan tetapi pada saat

diminta, untuk menujukkan media tersebut, petugas Puskesmas tidak

dapat menujukkan media tersebut kepada peneliti. Adapun informasi

tersebut dapat terlihat dari hasil wawancara berikut ini:

Informan 3

“kita bisa pake in fokus bisa laptop bisa pake buku,”

“media, seperti apa brosur-brosur yang dibagikan ke posyandu

mengenai balita sakit atau apa kenali tanda-tandanya harus

segera mungkin ke pelayanan kesehatan”

Informan 4

“ada, coba nanti tanyakan lagi ke petugas ya, dibawah sepertinya

diruang poli anak”

Informan 7

“em, pedomannya ada sih , tatalaksananya juga ada, MTBS juga

kita punya bagannya ada di ruang anak”

Informan 8

“Ada . apa namanya Lembar balik”

“iya tentang pneumonia”

“leaflet juga ada di MTBS kalau enggak ada papan yang diruang

BP disitu yang BP dewasa ada tuh alur-alur nya alur-alur

pneumonia”

“Ada kayaknya Pedoman P2 ISPA, kalau mau lihat nanti di

ruang BP”

Selain itu, peeneliti juga melakukan observasi di Puskesmas

khususnya di bagian poli anak pada saat penelitian. Adapun hasil

observasi ketersediaan sarana dan prasarana yaitu media cetak dan

media penyuluhan dapat dilihat dari tabel observasi berikut ini:

Page 153: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

132

Tabel 5.6

Observasi Ketersediaan Sarana dan Prasarana dalam Kegiatan

Penemuan Kasus Pneumonia Balita di Puskesmas Kota Tangerang

Selatan Tahun 2015

No. Subjek yang di

Observasi

Puskesmas

Serpong

1

Bakti

Jaya

Pisangan Keranggan

Media cetakan

1 Stempel ISPA (lihat

gambar 5.1) √ - - -

2 Register harian

pneumonia (lihat

gambar 5.2)

√ √ √ √

3 Formulir laporan

bulanan (lihat gambar

5.3)

√ √ √ √

4 Pedoman

Pengendalian ISPA

(lihat gambar 5.4)

√ - - -

5 Pedoman tatalaksana

pneumonia/MTBS

(lihat gambar 5.5)

√ √

√ √

6 Pedoman Autopsi

Verbal - - -

Media Penyuluhan

1 Poster mengenai

pneumonia balita

(lihat gambar 5.6)

√ √ √ √

2 Lefleat mengenai

pneumonia balita - - - -

3 lembar balik

mengenai pneumonia

balita (lihat gambar

5.7)

- √ - -

4 Kit Advokasi dan Kit

pemberdayaan

Masyrakat

- - - -

5 Dvd tatalakasana

pneumonia balita - - - -

6 TV spot dan radio spot

tentang pneumonia

Balita

- - - -

Page 154: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

133

Gambar 5.1

Stempel ISPA

Gambar 5.2

Register Harian Pneumonia

Gambar 5.3

Formulir Laporan Bulanan

Page 155: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

134

Gambar 5.4

Buku Pedoman P2 ISPA

Gambar 5.5

PedomanTatalaksana Pneumonia/MTBS

Gambar 5.6

Media Poster Pneumonia

Page 156: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

135

Gambar 5.7

Lembar Balik Pneumonia Balita

Berdasarkan tabel observasi tersebut dapat diketahui bahwa,

hanya ada satu puskesmas yaitu Puskesmas serpong 1 yang mempunyai

stempel ISPA (lihat gambar 5.1) dan buku pedoman pengendalian ISPA

(lihat gambar 5.4). Sedangkan untuk media penyuluhan yaitu media

lembar balik mengenai pneumonia balita (lihat gambar 5.7) yang ada,

hanya Puskesmas Baktijaya saja. Menurut informan ahli ketersedian

sarana dan prasarana diadakan oleh dinas kesehatan sehingga semua

Puskesmas masing-masing mempunyai sarana dan prasarana penunjang

program penemuan kasus pneumonia balita. adapun pernyataan yang

disampaikan informan ahli mengenai ketersediaan sarana dan prasarana

adalah sebagai berikut:

Infroman 11

“saya enggak tahu tapi urusan pengadaan ada dinas kesehatan

walaupun sebetulnya Puskesmas boleh melakukan pengadaan di

undang-undangnya kan gitu tetapi untuk melakukan pengadaan

Page 157: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

136

tenaga yang mengadakan pengadaan harus ada itu di SK kan sama

bupati nah tapi kalau di Puskesmas enggak ada , boleh melakukan

pengadaan sendiri tetapi namanya penyuluhan kan butuh di copy

itu yang dilakukan temang-teman Puskesmas di copy atau kreasi

mungkin dianggarkan dengan dana yang tidak begitu banyak gitu,

kalau kreatif masyarakat juga”

“iya, kecuali kalau dia yang kreatif yang membuat posternya lalu

dikirimkan ke kabupaten bisa”

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan dan hasil

observasi pada saat penelitian, ketersediaan sarana dan prsarana masih

sangat minim. Hal ini dikarenakan adanya pergantian petugas atau

belum terkodinirnya sarana dan prasarana dari satu orang petugas.

Menurut informan ahli seharusnya Puskesmas melakukan pelaporan

sarana-prasarana tersebut dan perlu adanya petugas yang bertanggung

jawab dalam pengadaan dan pengelolaan sarana dan prsarana tersebut

di Puskesmas.

9. Kegiatan Evaluasi

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa informan,

diketahui bahwa kegiatan evaluasi di Puskesmas yang berhasil

mencapai target nasional dilakukan setiap bulan. Jika masalah itu

darurat, maka diadakan staff meeting mendadak. Kegiatan evaluasi di

puskesmas tersebut melibatkan semua petugas puskesmas mulai dari

office boy (OB) sampai petugas medis. Berikut ini adalah hasil

wawancara dengan beberapa informan yang mendukung informasi

tersebut:

Page 158: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

137

Informan 1

“tiap bulan ada lokmin lokbul”

“kadang enggak nentu juga tergantung keadaanya, tapi pastinya

tiap bulan, terlibat dari mulai OB, kalau kita kan ada staf

meeting””

Informan 2

“untuk waktunya tidak selalu, tapi paling tidak minimal sebulan

sekali, kalau misalnya sangat urgent saya janjian hari ini bisa

besok tapi minimal satu kali, setiap kali kita rapat, misalnya

masukan dari staf-staf, apa yang mereka harapkan dari teman-

temannya apa yang diharapkan nanti jatuhnya akan prioritas lagi

mana yang akan di tindak lanjuti, tapi hampir setiap bulan

programnya berjalan dengan rutin jadi tidak ada bulan ini

program ISPA bulan depan enggak, enggak mungkin ya jadi tetap

berjalan”

Informan 5

“Bisa dadakan namanya staf meeting, kalau bulanan lokbul”

Informan 6

“iya perbulan, semua petugas terlibat tapi kalau kebagian,

waktunya kadang-kadang kan yang diomongin rapat banyak neng

enggak satu masalah aja kan”

Kegiatan evaluasi di Puskesmas yang berhasil mencapai target

nasional dilalukan setiap bulan dengan membicarakan pencapaian

program, kendala atau hambatan dalam pelaksanaan kegiatan program

dan membahas kebijakan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

Selain itu, tidak semua program Puskesmas dibahas dalam rapat

evaluasi, karena keterbatasan waktu yang dimiliki petugas Puskesmas.

Dalam kegiatan rapat evaluasi, sesama petugas atau penangung jawab

Page 159: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

138

program saling bertukar pendapat mengenai masing-masing program

yang sedang petugas jalankan. Berikut ini adalah hasil wawancara

dengan beberapa informan yang mendukung informasi tersebut.

Informan 1

“dalam evaluasi yang dibicarakan ya pencapaian program atau

hambatan kendala atau membahas kebijakan di tangsel itu

disampaikan perencanaan yang dilakukan di tangsel. Kebijakan

dinas, nah itu semua dilakukan. di masyarakat ada kendala apa

engga. Ya gitu lah. Kegiatan rutin kan”

Informan 2

“ya ngebahas program, mungkin ngebahas semua program dalam

1 hari enggak mungkin, hari ini apa yang menjadi kemasalahan

utama satu itu, apakah bulan ini lagi trend apa, ada kejadian apa

kita bahas ada persoalan apa kita cermati pada bulan ini lalu kita

bicarakan, untuk di evaluasi di bulan depan biasnya kita dengan

kader-kader kesehatan biasanya kita lokmin, loka karya mini,

ketemuan UKS ketemuan kader ya kemudian kalau di dalam

gedung ya kita dengan staf”

Informan 5

“Apa kendalanya, bagaimana penangannya, kita juga sharing

supaya pencapaian kasusnya tercapai sama kaya yang lainnya.

jadi kita juga sharing sama-program yang lain bagaimana

program kita tercapai gitu lho jadi kerjasamanya sama kesling lah

sama promkes, semua petugas terlibat”

Informan 6

“Bicarakan kendala apa, upaya bagaiamana. gitu-gitu semua

dibicarakan programnya”

Kegaiatan evaluasi yang dilakukan Puskesmas yang tidak berhasil

mencapai target nasional, tidak jauh berbeda dengan Puskesmas yang

berhasil mencapai target nasional, yaitu kegiatan evaluasi dilakukan

setiap bulan, seperti loka karya mini atau loka karya bulanan. Hal ini

Page 160: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

139

terjadi, karena rapat evaluasi dilakukan oleh semua Puskesmas dengan

kebijakan dari Dinkes, adapun informasi tersebut dapat terlihat dalam

pernyataan berikut ini:

Informan 3

“adanya lokmin saya lokbul tiap bulan atau ada juga mingguan

bisa”

Informan 4

“evaluasi program kita lokakarya bulanan kita laksanankan

seluruhnya”

Informan 7

“kemaren baru kita evaluasi program jadi cakupannya dilihat tapi

kita lokbul akhir bulan juga terus ngasih tahu”

“ya akhir bulan lah kalau evaluasi mah tiap akhir bulan”

Informan 8

“Evaluasi nanti kita kan laporan perbulan, evaluasinya perbulan

nanti kita lihat ada juga triwulan, tahunan”

Pembicaraan dalam kegiatan evaluasi di Puskesmas yang tidak

berhasil mencapai target nasional, hampir sama dengan kegiatan

evaluasi di Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional. Adapun

yang dibahas yaitu semua program Puskesmas diantaranya petugas

menyampaiakan hasil program selama satu bulan, cakupan, targetnya

tercapai atau tidak, permasalahnnya apa, dan jika ada permasalahan apa

kendalanya serta dicarikan solusinya dalam evaluasi tersebut. Berikut

ini adalah hasil wawancara dengan beberapa informan yang mendukung

informasi tersebut.

Page 161: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

140

Informan 3

“kalau kita semua program dijadiin satu aja, karena keterbatasan

waktu mereka juga pada sibuk megang program”

“kita semua program di evaluasi enggak hanya pneumonia, dalam

satu kegiatan perencanaan kedepan apa sudah mencapai sasaran

apa yang akan dilaksanakan tahun depannya makanya kita

evaluasi program, jadi kita ada namanya loka karya bulanan

terus da yang mingguan”

“ya salah satunya kita disitu bicara program-program”

Informan 4

“Itu menyampaikan hasil program, cakupan, targetnya berapa,

capaiannya berapa, permasalahnnya apa, kalo ada permasalahan

apa kendalanya. Kemudian pada saat lokbul temen-temen juga

menyampaikan hasil rapat apa yang mereka dapat dari hasil rapat

itu yang dikasih tau ke kita”

Informan 7

“pencapaian program, apa masalah atau hambantannya, banyak

lah mbak yang dibicarakan dalam rapat mah”

Informan 8

“Pencapaian target programnya, sasaran nya kan kita lihat dari

jumlah penduduk, jadi kan kita dapat target dari dinas berapa

persen sudah mencapai atau belum , tapi enggak apa-apa sih

kalau enggak kecapai juga, kalau mau kecapai bantuin mbak

nyarinya bantuin susah”

Menurut informan ahli kegiatan evaluasi di Puskesmas dilakukan

untuk mengetahui pencapaian program dan membangun motivasi yang

dilakukan setiap bulan. Adapun informasi yang disampaikan informan

ahli adalah sebagai berikut:

Informan 11

“Puskesmas itu, kalau evaluasi kan setahun Puskesmas harus

melakukan monitoring itu monitoring itu artinya gini melakukan

evaluasi sampai bulan ini saya sudah mencapai berapa banyak,

Page 162: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

141

kemudian mengidentifikasi daerah-daerah mana yang sebetulnya

perlu diperhatikan atau pneumonia yang perlu menjadi perhatian

salah satunya tadi kebalik, jumlah yang kasusnya banyak berarti

sudah sukses yang tidak ada kasusnya berarti tidak sukses berarti

yang dikunjungi malah yang enggak banyak kasusnya dengan

melakukan evaluasi banyak faktor bisa kematian kondisi

lingkungan itu menjadi bahan monitoring”

“iya kan melakukan evaluasi bulanan untuk membangun motivasi

menginatkan teman-teman, kalau ada berita segini suapay

menjadi perhatian”

Berdasarkan informasi tersebut dapat disimpulkan, bahwa kegiatan

evaluasi di setiap Puskesmas dilakukan setiap bulan dalam kegiatan

lokmin dan lokbul. Setiap Puskesmas dalam kegiatan evaluasi

melibatkan semua staf dengan membahas pencapaian program. Akan

tetapi, tidak semua program dibahas dalam kegiatan evaluasi tersebut.

Menurut informan ahli kegiatan evaluasi juga berfungsi sebagai

pembangun motivasi petugas dalam bekerja.

Page 163: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

142

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

1. keterbatasan waktu informan ketika wawancara, sehingga peneliti

melakukan wawancara secara berulang pada waktu yang berbeda.

Kondisi ini menyebabkan informasi yang diberikan oleh informan ada

perbedaan antara yang pertama dan kedua. Oleh karena itu peneliti

menarik simpulan berdasarkan pengamatan dan informasi yang

diperoleh pertama kali.

2. Informan yang terdiri dari kepala puskesmas dan staf, namun pada

tahun 2015 ini tepatnya pada bulan Februari terjadi pergantian

pimpinan dan staf di Puskesmas Serpong 1, Baktijaya, Kranggan dan

Pisangan. Sehingga ada beberapa informasi yang tidak rinci atau tidak

jelas yang disampaikan informan tersebut, namun keterbatasan ini

dapat diminimalisir dengan adanya triangulasi sumber.

3. Semua puskesmas tidak memiliki dokumen terkait perencanaan

program penemuan pneumonia, sehingga tidak ada bukti fisik yang

bisa disajikan pada penelitian ini. Tetapi dengan adanya triangulasi

metode dan sumber keterbatasan ini dapat diatasi.

Page 164: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

143

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penemuan Kasus Pneumonia

Balita di Puskesmas

Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

penemuan kasus pneumonia balita di puskesmas, yang merupakan variabel

penelitian adalah perencanaan program, kegiatan program, tatalaksana

pneumonia balita/MTBS, pencatatan dan pelaporan, motivasi petugas,

kepemimpinan kepala puskesmas, ketersediaan sarana dan prasarana serta

kegiatan evaluasi. Selain itu, dari segi faktor petugas kesehatan yaitu jenis

kelamin, status pelatihan, tingkat pendidikan, lama kerja, pengetahuan

tentang konsep pneumonia balita. Berikut ini adalah pembahasan dari hasil

penelitian yang telah dilakukan.

1. Perencanaan Program Penemuan Kasus Pneumonia Balita

Perencanaan program merupakan suatu rangkaian kegiatan yang

disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan/diputuskan bersama (Herijulianti, dkk, 2002). Dari definisi

tersebut dapat disimpulkan, bahwa perencanaan program sangat

penting untuk dilakukan. Perencanaan program penemuan pneumonia

balita adalah bagian dari program P2 ISPA di puskesmas. Berdasarkan

hasil penelitian, diketahui bahwa puskesmas yang berhasil dan tidak

berhasil mencapai target nasional menyusun perencanaan program

penemuan kasus pneumonia balita tahun 2014. Akan tetapi waktu

penyusunan rencana program di kedua puskesmas tersebut berbeda.

Gambaran perencanaan program penemuan kasus pneumonia balita

di puskesmas yang berhasil mencapai target nasional. Berdasarkan

Page 165: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

144

hasil penelitian, diketahui bahwa pembuatan perencanaan program

tahun 2014 dilakukan pada akhir tahun 2013, tepatnya pada bulan

Desember. Puskesmas juga membuat perencanaan program dalam

bentuk POA (plan of action) setiap program kegiatan yang akan

dilaksanakan di puskesmas tersebut yang dibuat oleh penanggung

jawab program. Selain itu, kewajiban membuat POA ini merupakan

intruksi dari dinas kesehatan..

Perencanaan program yang dibuat oleh puskesmas yang berhasil

mencapai target nasional, adalah hasil kerjasama antar beberapa

petugas puskesmas yaitu Promkes, Kesling, MTBS, dokter dan Binwil.

Hal ini dilakukan karena antara satu program dengan program lainnya

saling terkait. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama untuk mencapai

tujuan program tersebut khususnya dalam pencapaian target penemuan

kasus pneumonia balita.

Untuk melakukan triangluasi metode pada penelitian ini, peneliti

memverifikasi dokumen perencanaan program kepada informan,

sebagai bukti telah membuat perencanaan tersebut. Namun, dalam

kenyataanya tidak ditemukan dokumen tersebut, alasannya informan

lupa menyimpan POA yang telah dibuat. Informan mengakui bahwa

POA tersebut dipakai secara berulang setiap tahunnya jadi hanya

mengganti tanggal dan waktu pelaksanaan saja. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa pembuatan perencanaan program tahun 2014

di Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional dilakukan pada

Page 166: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

145

akhir tahun 2013, dan bekerjasama dengan Promkes, Kesling, MTBS,

dokter dan Binwil.

Gambaran perencanaan program penemuan kasus pneumonia balita

di Puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pembuatan perencanaan

program di Puskesmas dilakukan pada awal tahun 2014, tepatnya

bulan Januari dan Februari. Adapun petugas yang membuatnya adalah

penanggung jawab program. Sehingga terkesan belum siap untuk

melakukan pelaksanaan program.

Tidak berbeda dengan puskesmas yang berhasil mencapai target

nasional, dalam perencanaan program petugas P2 ISPA di Puskesmas

yang tidak berhasil mencapai target nasional bekerjasama dengan

petugas puskesmas yaitu binwil, dokter dan petugas kesling dalam

perencanaa program tersebut. Selain itu, salah satu puskesmas

melakukan lintas program atau lintas sektoral dengan balai pengobatan

swasta atau klinik swasta, untuk meminta laporan kasus pneumonia

balita. Namun kasus pneumonia di puskesmas tersebut tidak mencapai

target, bahkan dalam satu tahun hanya satu penderita pneumonia yang

di temukan di wilayah kerja puskesmas tersebut.

Sama halnya dengan puskesmas yang berhasil mencapai target

nasional, untuk triangulasi metode mengenai perencanaan yang telah

dibuat, tidak ditemukan bentuk fisik, karena informan tidak

memberikan bukti perencanaan tersebut. Beberapa informan

Page 167: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

146

memberikan penjelasan, bahwa dokumen tersebut ada di penanggung

jawab program yang lama dan sudah tidak bekerja. Sehingga dalam

penelitian ini, tidak dapat disajikan dokumen tersebut.

Sebagaimana yang telah dijelaskan, agar program penemuan kasus

pneumonia balita mencapai target nasional maka harus menyusun

perencanaan program yang dilakukan pada akhir tahun, sehingga

kegiatan tersebut dapat dimulai pada awal tahun. Selain itu juga harus

bekerjasama dengan petugas puskesmas yaitu Promkes, Kesling,

MTBS, dokter dan Binwil. Hasil penelitian dengan pendekatan

kuantitaif, yang dilakukan Warsihayati (2002) menunjukkan bahwa

pembuatan rencana kerja tahunan memberikan pengaruh terhadap

cakupan kasus pneumonia balita disuatu puskesmas. Sedangkan

penelitian Dharoh, dkk (2014) menyebutkan bahwa tidak ada

hubungan antara perencanaan program dengan penemuan penderita

pneumonia balita. Hal ini terjadi, karena perencanaan dibuat hanya

untuk memenuhi kebutuhan Dinas Kesehatan, perencanaan tidak

digunakan sebagai acuan pelaksanaan kegiatan.

Tidak berbeda dengan pendapat informan ahli, bahwa perencanaan

dalam suatu organisasi harus dibuat untuk mencapai program dengan

melibatkan semua staf puskesmas. Menurut Hasibuan (1990)

menyebutkan prinsip-prinsip/asas perencanaan adalah prinsip

membantu tercapainya tujuan, efisiensi dari perencanaan, pengutamaan

perencanaan, prinsip pemerataan perencanaan, patokan perencanaan,

Page 168: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

147

kebijaksanaan pola kerja, prinsip waktu, tata hubungan perencanaan,

prinsip alternatif, prinsip pembatasan faktor, prinsip keterikatan,

prinsip flexibilitas, prinsip ketetapan arah, prinsip perencanaan

strategi. Sedangkan dalam penelitian ini tidak dapat diketahui

kebenaran puskesmas mana saja yang menggunakan prinsip

perencanaan tersebut dalam penyusunan perencanaan program. Hal ini

disebabkan, karena tidak adanya dokumen perencanaan dalam

penelitian ini. Sehingga secara objektif tidak dapat dinilai.

Dengan demikian diharapkan semua penanggung jawab P2 ISPA

di Puskesmas dapat membuat perencanaan program sesuai dengan

prinsip perencanaan dan dapat merealisasikan perencanaan tersebut

dengan baik. Selain itu, Dinas Kesehatan sebaiknya mewajibkan

penanggung jawab program di puskesmas untuk menyusun

perencanaan program, serta bekerjasama dengan petugas Puskesmas

lainnya. perlu adanya penyimpanan dokumentasi penyusunan

perencanaan program.

2. Kegiatan Program Penemuan Kasus Pneumonia Balita

Standar dari Kemenkes (2012) mengenai kegiatan penemuan kasus

pneumonia balita di puskesmas dapat dilakukan dengan penemuan

kasus pneumonia secara aktif maupun pasif. Penemuan kasus secara

aktif dilaksanakan oleh petugas puskesmas dengan mendatangi pasien

atau mencari kasus di masyarakat melalui deteksi dini. Sedangkan

penemuan kasus secara pasif dilaksanakan diseluruh wilayah kerja

Page 169: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

148

puskesmas yang ada, dengan melihat data jumlah penderita yang

datang, untuk berobat ke puskesmas tersebut. Kegiatan tersebut

berpengaruh terhadap pencapaian target penemuan kasus pneumonia

balita di puskesmas.

Gambaran kegiatan program penemuan kasus pneumonia balita, di

puskesmas yang berhasil mencapai target nasional. Berdasarkan hasil

penelitian, diketahui bahwa puskesmas melakukan kegiatan tersebut

secara aktif dan pasif untuk mencapai target cakupan. Kegiatan secara

pasif dilakukan di puskesmas terutama dibagian MTBS untuk

tatalaksana pneumonia balita dan selanjutnya petugas melakukan

pendataan kasus tersebut. Sedangkan kegiatan secara aktif dilakukan di

Posyandu dengan memeriksa pasien, jika ditemukan penderita

pneumonia, maka segera dirujuk ke puskesmas untuk mendapatkan

penanganan dan pengobatan segera.

Selain itu, kegiatan program penemuan kasus pneumonia balita di

puskesmas yang berhasil mencapai target nasional yaitu pelacakan

kasus pneumonia, kegiatan ini dilakukan jika ada kematian bayi akibat

pneumonia. Kegiatan selanjutnya yaitu pencarian kasus di Posyandu

yang bekerjasama dengan kader dan binwil, melakukan deteksi dini

pada bayi, jika ada napas cepat, maka bayi tersebut menderita

pneumonia. Di puskesmas ini, juga dilakukan kunjungan kerumah

untuk penderita pneumonia, jika dalam 2 hari tidak melakukan

Page 170: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

149

kunjungan ulang ke puskesmas, maka petugas yang melakukan

kunjungan tersebut, untuk melihat kondisi balita di rumah.

Pada saat wawancara dilakukan di puskesmas tersebut, berdasarkan

hasil observasi, ditemukan penderita pneumonia balita yang sedang

diperiksa di Poli anak/MTBS. Hal ini menunjukkan, adanya kebenaran

bahwa puskesmas tersebut melakukan kegiatan program penemuan

kasus tersebut. Selain itu, di puskesmas tersebut juga, setiap bulannya

ditemukan kasus pneumonia balita. Dapat disimpulkan bahwa

puskesmas yang berhasil mencapai target nasional, melakukan

kegiatan secara aktif dan pasif dalam kegiatan program penemuan

kasus pneumonia balita.

Gambaran kegiatan program penemuan kasus pneumonia balita di

puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional. Berdasarkan

hasil penelitian, diketahui bahwa kegiatan tersebut hanya dilakukan

secara pasif yaitu dengan menunggu pasien datang ke puskesmas, dan

hanya melakukan penyuluhan saja di Posyandu, tanpa melakukan

deteksi dini atau pencarian kasus pneumonia balita di masyarakat.

Selain itu, untuk mencapai target penemuan kasus pneumonia,

petugas puskesmas meminta laporan dari kilinik swasta yang ada di

wilayah kerja puskesmas tersebut, jika ada kasus pneumonia balita.

Informan juga mengakui, bahwa tidak ditemukan kasus pneumonia,

tetapi kasus ISPA yang paling banyak ditemukan di puskesmas

tersebut. Akibatnya puskesmas kesulitan untuk mencapai target. Hal

Page 171: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

150

ini mungkin terjadi, karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan

petugas mengenai pneumonia balita, sehingga mempengaruhi

penemuan kasus.

Kegiatan deteksi dini secara aktif perlu dilakukan oleh puskesmas,

agar penemuan kasus pneumonia balita dapat mencapai target

cakupan. Deteksi dini juga sangat penting untuk mengetahui kondisi

balita lebih awal, sebelum menderita pneumonia yang lebih berat dan

harus dirujuk ke dokter, kegiatan ini dapat dilakukan di Puskesmas

ataupun di masyarakat dengan bantuan kader dan Binwil. Adapun cara

melakukan deteksi dini pneumonia balita adalah dengan menanyakan

balita yang batuk atau kesukaran bernapas, selanjutnya dilihat apakah

ada TTDK atau tidak, kemudian penentuan tanda bahaya sesuai

golongan umur dan yang terakhir yaitu mengklasifikasikan balita

apakah pneumonia berat, pneumonia atau batuk bukan pneumonia

(Kemenkes, 2012). Deteksi dini dapat dilakukan oleh petugas yang

sudah terlatih ataupun mengetahui dan memahamai konsep pneumonia

balita.

Oleh karena itu, agar puskesmas berhasil mencapai target nasional

dalam pencapain target penemuan kasus pneumonia balita, maka perlu

dilakukan kegiatan program penemuan kasus secara aktif dan pasif,

serta perlu adanya kegiatan deteksi dini aktif. Menurut Kemenkes

(2012), menyatakan bahwa kegiatan penemuan kasus pneumonia balita

adalah kegiatan inti dalam program P2 ISPA. Penemuan kasus

Page 172: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

151

pneumonia merupakan salah satu strategi dalam pengendalian

pneumonia. Sehingga kegiatan inilah yang menjadi ujung tombak dari

pencapaian target program tersebut. Penelitain yang dilakukan

Handayani (2012) di Puskesmas Kota Semarang menyebutkan bahwa

penemuan kasus yang dilakukan Puskesmas tersebut adalah penemuan

kasus secara pasif hal ini menyebabkan hanya 10% Puskesmas yang

mencapai target nasional.

Berbeda dengan hasil penelitian kuantitatif yang dilakukan oleh

Dharoh, dkk (2014) menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara

pelaksanaan program dengan cakupan penemuan kasus penderita

pneumonia balita. Hal yang sama, juga terjadi pada penelitian yang

dilakukan oleh Marisa (2011) bahwa tidak ada hubungan antara

pelaksanaan program dengan angka bebas jentik di Kota Semarang.

Sedangkan menurut pendapat informan ahli untuk mencapai target

nasional dapat dilakukan dengan membuka pelayanan sebanyak

mungkin atau kombinasi dari kegiatan penemuan secara aktif dan

pasif. Dengan demikian, untuk puskesmas yang tidak berhasil

mencapai target nasional, diharapkan dapat melakukan penemuan

kasus secara aktif dan pasif.

3. Tatalaksana Pneumonia Balita/ MTBS

Pola tatalaksana penderita yang dipakai dalam penanggulangan

pneumonia balita didasarkan pada aturan tatalaksana pneumonia yang

diterbitkan WHO tahun 1988, dan telah mengalami adaptasi sesuai

Page 173: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

152

kondisi Indonesia (Kemenkes, 2012). Pada saat ini tatalaksana

pneumonia balita berpedoman pada MTBS di puskesmas. Sehingga

semua puskesmas wajib melakukan MTBS, dengan adanya MTBS di

puskesmas penyakit pneumonia yang diderita balita dapat diketahui

dan segera diatangani oleh petugas yang bewenang.

Gambaran tatalaksana pneumonia balita atau MTBS di puskesmas

yang berhasil mencapai target nasional. Berdasarkan hasil penelitian,

diketahui bahwa puskesmas tersebut melakukan kegiatan tatalaksana

pneumonia balita atau MTBS. Kegiatan tersebut, menurut informan

sudah dilaksanakan sesuai dengan standar atau pedoman MTBS.

Pemeriksaan MTBS pada balita yang pertama kali dilakukan adalah

menanyakan kepada orangtua balita, apakah ada batuk, sukar bernapas

atau tidak, jika ada dilakukan penghitungan napas dalam satu menit.

Hasil dari pemeriksaan itulah petugas dapat menyimpulkan balita

tersebut menderita pneumonia atau tidak.

Kegiatan tatalaksana pneumonia balita/MTBS di Puskesmas yang

berhasil mencapai target nasional dilakukan oleh dokter umum yang

bertugas di poli anak dan dibantu oleh dokter atau perawat. Jika dokter

umum tidak melakukan pelayanan di poli tersebut, maka

penatalaksananya adalah bidan atau perawat yang terlatih atau

setidaknya sudah memahami prosedur tatalakasana pneumonia.

Sehingga tidak ada kesalahan pada saat tatalaksana dan penanganan

kasus tersebut.

Page 174: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

153

Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional juga

menargetkan, dalam sehari penderita pneumonia yang ditemukan

harus 3 sampai 4 balita, yang ditatalaksana di MTBS. Tidak hanya di

puskesmas, tatalaksana tersebut juga dilakukan di Posyandu untuk

penjaringan pneumonia balita. Hal ini, dilakukan agar penemuan

kasus pneumonia balita dapat mencapai target nasional.

Gambaran tatalaksana pneumonia balita di puskesmas yang tidak

berhasil mencapai target nasional. Berdasarkan hasil penelitian,

diketahui bahwa tatalaksana tersebut dilakukan, jika ada kasus

pneumonia. Namun, sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya,

kasus pneumonia di puskesmas tersebut tidak ditemukan. Hal ini

terjadi, karena tidak adanya petugas terlatih mengenai penyakit

pneumonia, informasi tersebut disampaikan oleh salah satu kepala

puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional.

Tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas yang tidak berhasil

mencapai target nasional, dilakukan oleh dokter umum dan dibantu

oleh bidan atau perawat. Jika dokter tersebut tidak melakukan

pelayanan di puskesmas, maka yang melakukan tatalaksana tersebut

adalah bidan dan perawat. Namun, bidan atau perawat di puskesmas

tersebut, belum pernah mendapatkan pelatihan atau belum memahami

secara detail mengenai pneumonia balita. Akibatnya dalam kegiatan

tersebut tidak ditemukan kasus pneumonia balita.

Page 175: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

154

Dengan demikian, dalam penelitian ini tidak ditemukan perbedaan

dalam hal kegiatan tatalaksana pneumonia balita antara puskesmas

yang berhasil tidak berhasil mencapai target nasional. Karena semua

puskesmas melakukan kegiatan tatalaksana atau MTBS. Perbedaanya

terdapat pada petugas penatalaksana, untuk puskesmas yang berhasil

mencapai target nasional ada beberapa petugas yang sudah

mendapatkan pelatihan dan memahami mengenai pneumonia.

Sedangkan puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional,

petugasnya belum pernah mendapatkan pelatihan menganai hal

tersebut.

Hasil penelitian kualitatif ini, menyatakan bahwa puskesmas yang

berhasil mencapai target nasional mempunyai tenaga terlatih lebih

banyak, sehingga pada saat pelayanan MTBS, kasus yang ditemukan

dapat mencapai target nasional. Sama halnya dengan penelitian

kuantitatif yang dilakukan Hidayati dan Wahyono (2011), diketahui

bahwa terdapat hubungan antara tatalaksana pelayanan MTBS dengan

kejadian pneumonia balita atau penemuan kasus. Hal ini terjadi karena

sebagaian besar langkah atau tahapan dari proses pemeriksaan hingga

pengobatan berdasarkan pelayanan MTBS khususnya pneumonia

dilaksanakan sepenuhnya oleh petugas yang berwenang atau terlatih.

Hal tersebut didukung dengan pernyataan dari informan ahli.

Menurut informan ahli pada saat penatalaksanaan pneumonia balita.

seharusnya diserahkan kepada yang berwenang yaitu dokter dan

Page 176: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

155

petugas yang sudah terlatih dalam tatalaksana pneumonia balita atau

MTBS. Sedangkan, untuk penemuan kasus pneumonia balita boleh

dilakukan oleh siapa saja yang sudah mendapatkan pengetahuan

mengenai pneumonia balita. Dengan demikian untuk petugas

Puskesmas diharapkan dapat melaksanakan tatalaksana pneumonia

balita atau MTBS sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan

Kemenkes, guna untuk menemukan kasus pneumonia balita sedini

mungkin di Puskesmas.

4. Pencatatan dan Pelaporan

Definisi pencatatan dan pelaporan menurut Kron dan Gray, adalah

mengkomunikasikan secara tertulis kepada tim kesehatan lain yang

memerlukan data kesehatan atau data epidemiologi secara teratur

(Sutomo, 2010). Pencatatan dan pelaporan dalam kegiatan penemuan

kasus pneumonia balita, mencakup analisis data yang dilakukan

berdasarkan kategori kelompok umur. Hal ini dilakukan untuk

mempermudah pengambilan kebijakan dalam rangka pengendalian dan

pencegahan pneumonia (Kemenkes, 2012). Kegiatan pencatatan dan

pelaporan dalam penelitian ini adalah kegiatan pencatatan yang

dilakukan oleh P2 ISPA, baik data dari puskesmas maupun klinik

swasta. Berikut ini adalah pembahasan mengenai kegiatan pencatatan

dan pelaporan di puskesmas yang berhasil mencapai target nasional.

Gambaran kegiatan pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang

berhasil mencapai target nasional. Berdasarkan hasil penelitian,

Page 177: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

156

diketahui bahwa Puskesmas tersebut melakukan kegiatan pencatatan

kasus pneumonia secara rutin, setelah jam pelayanan. Kasus tersebut

dicatatat di formulir register pneumonia yang sudah disediakan oleh

Dinkes. Adapun kegiatan pencatatan bertujuan untuk mengetahui ada

atau tidaknya kasus pneumoni dan untuk mengetahui pasien yang tidak

melakukan kunjungan ulang ke puskesmas selama 2 hari setelah

berobat.

Puskesmas tersebut juga memperoleh laporan kasus pneumonia

dari klinik-klinik swasta, praktek bidan dan balai pengobatan, jika

ditemukan kasus pneumonia di wilayah kerja puskesmas. Namu

laporan kasus dari klinik tersebut, tidak dicatatat berdasarkan MTBS.

Hal tersebut dilaporkan ke puskesmas setiap bulan, dan biasanya

puskesmas yang menjemput data kasus tersebut atau dikenal dengan

istilah jemput bola.

Kegiatan pelaporan kasus pneumonia di Puskesmas yang berhasil

mencapai target nasional dilaksanakan setiap bulan. Dengan mengikuti

alur pelaporan yang sudah ditentukan oleh Dinkes. Format pelaporan

yang harus diisi oleh petugas puskesmas antara lain adalah usia, alamat

dan klasifikasi pneumonia. Laporan tersebut harus dikerjakan oleh

penanggung jawab program, agar Dinkes mengetahui penemuan kasus

pneumonia disetiap puskesmas.

Gambaran kegiatan pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang

tidak berhasil mencapai target nasional. Berdasarkan hasil penelitian,

Page 178: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

157

diketahui bahwa puskesmas tersebut telah melakukan pencatatan dan

pelaporan. Namun, kasus pneumonia tidak ditemukan di puskesmas

tersebut. Hal ini mungkin terjadi, karena petugas di puskesmas tersebut

belum mendapatkan pelatihan dan kurang memahami mengenai

tatalaksana pneumonia. Sehingga di puskesmas tersebut tidak ada

catatan kasus pneumonia.

Alur pelaporan kasus pneumonia di puskesmas yang tidak berhasil

hampir sama dengan puskesmas yang berhasil mencapai target

nasional. Perbedaanya puskesmas yang tidak berhasil mencapai target

nasional tidak ditemukan kasus pneumonia, sehingga laporan kasus

pneumonia setiap bulannya nol dan hanya terdapat 1 kasus saja di

tahun 2014. Dengan adanya hal ini, seharusnya penannggung jawab P2

ISPA di Dinkes melakukan supervisi ke puskesmas tersebut.

Selain itu, puskesmas tersebut tidak menerima laporan dari klinik

swasta mengenai kasus pneumonia, meskipun puskesmas melakukan

kegiatan pencarian kasus ke klinik-klinik swasta. Seharusnya petugas

dari Dinkes melakukan pembinaan atau pemantauan untuk mengetahui

hambatan apa saja yang ada di puskesmas tersebut. Sehingga

pencapaian target penemuan kasus tidak tercapai. Dapat disimpulkan

bahwa di Puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional sulit

menemukan kasus pneumonia balita dan tidak adanya pelaporan dari

klinik swasta.

Page 179: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

158

Pencatatan dan pelaporan adalah bagian dari kegiatan surveilans di

puskesmas. Surveilens adalah suatu kegiatan sistematis

berkesinambungan, mulai dari kegiatan mengumpulkan, menganalisis

dan menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya dijadikan

landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi dan

evaluasi suatu kebijakan kesehatan masyarakat (Kemenkes, 2010).

Selain itu, kegiatan surveilans dapat dilaksanakan secara aktif dan

pasif.

Surveilans pasif adalah kegiatan yang mengumpulkan,

menganalisis dan menginterpretasi data yang berasal dari puskesmas

yaitu dengan menunggu pasien datang ke Puskesmas. Sedangkan

kegiatan surveilans aktif datanya diperoleh dari penemuan kasus di

masyarakat seperti deteksi kasus di Posyandu. Dalam penelitian ini,

baik puskesmas yang berhasil maupun yang tidak berhasil mencapai

target nasional, keduanya belum melaksanakan kegiatan surveilans,

akan tetapi hanya melakukan bagian pencatatan dan pelaporan.

Sehingga bukti berbasis data belum ada, padahal dari hasil kegiatan

surveilans dapat dimanfaatkan untuk membuat perencanaan program

selanjutnya yang berdasarkan evidence base.

Menurut penelitian kuantitatif yang dilakukan oleh Ningrum

(2006), diketahui bahwa petugas yang terlambat dalam melakukan

pencatatan dan pelaporan kasus, akan menjadi salah satu faktor

penyumbang ketidakberhasilan program di puskesmas. Sedangkan

Page 180: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

159

menurut informan ahli kegiatan pencatatan di puskesmas seharusnya

tidak dilakukan berkali-kali dan pelaporan dari klinik swasta bersifat

sukarela.

Dengan demikian, sebaiknya puskesmas melakukan kegiatan

pencatatan dan pelaporan dengan memanfaatkan waktu secara efektif

dan efesien. Selain itu, perlu dilaksanakan surveilans berbasis

puskesmas, baik secara pasif maupun aktif, sehingga kegiatan

surveilans di puskesmas tidak hanya pencatatan dan pelaporan saja.

Untuk Dinkes perlu diadakannya kegiatan supervisi atau pembinaan di

puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional

5. Faktor Petugas Kesehatan

Dalam penelitian ini faktor petugas kesehatan, yang diteliti yaitu

jenis kelamin petugas, pelatihan petugas, pendidikan petugas, lama

memegang program dan pengetahuan petugas. Faktor petugas diteliti,

karena semua kegiatan dilakukan oleh petugas puskesmas. Berikut ini

adalah pembahasan mengenai faktor petugas kesehatan.

a. Jenis Kelamin

Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah

perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak

seseorang lahir. Adapun dalam penelitian ini, yang dimaksud

dengan jenis kelamin petugas adalah kondisi informan secara

biologis sejak lahir. Seorang laki-laki pada dasarnya mempunyai

sifat yang tegas dalam menjalankan suatu program. Sedangkan

Page 181: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

160

seorang perempuan memilki sifat atau naluri keibuan yang sangat

dibutuhkan bagi petugas kesehatan terutama petugas MTBS pada

saat memeriksa balita..

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa tidak ada

perbedaan jenis kelamin petugas antara puskesmas yang berhasil

maupun yang tidak berhasil mencapai target nasional. Semua

penanggung jawab P2 ISPA dan petugas MTBS adalah perempuan.

Sedangkan untuk kepala puskesmasnya yaitu 2 laki-laki dan 2

perempuan. Sebagaimana yang sudah dijelaskan bahwa perempuan

memiliki sifat keibuan pada saat memeriksa balita terutama pada

saat tatalaksana pneumonia.

Hasil penelitian ini, didukung dengan hasil penelitian

Mulyaningsih (2013) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara jenis kelamin dengan kinerja petugas

kesehatan. Perempuan dan laki-laki juga tidak ada perbedaan yang

konsisten dalam kemampuan memecahkan masalah, keterampilan

analisis, dorongan kompetitif, motivasi dan sosiabilitas dan

kemampuan belajar (Rival dan Mulyadi, 2010). Hal ini berbeda

dengan pendapat yang disampaikan informan ahli bahwa antara

perempuan dan laki-laki dalam melaksanakan tugas ada

perbedaannya yaitu laki-laki lebih intens, sedangkan perempuan

lebih teliti dalam merawat balita, terutama dalam penemuan kasus

pneumonia balita di Puskesmas.

Page 182: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

161

b. Pelatihan Petugas

Pelatihan petugas menurut Sihula (dalam Hasibuan, 2008)

adalah suatu proses pendidikan pendek dengan menggunakan

prosedur sistematik dan terorganisir, sehingga karyawan

operasional mempunyai pengetahuan teknik pengerjaan dan

keahlian untuk tujuan tertentu. Pelatihan petugas sangat penting

untuk dilakukan terutama dalam hal tatalaksana pneumonia. Selain

itu, Kemenkes (2012) menegaskan bahwa pelatihan kesehatan

dilakukan melalui pelatihan teknis program dan teknis fungsional

secara berjenjang disemua tingkat administrasi untuk menunjang

profesionalisme. Dalam program P2 ISPA, pelatihan yang

diberikan kepada petugas kesehatan di Puskesmas meliputi

pelatihan tatalaksana penderita pneumonia (terintegrasi dengan

pelatihan MTBS) dan pelatihan manajemen program P2 ISPA.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa penangung

jawab P2 ISPA dan MTBS di puskesmas yang berhasil mencapai

target nasional, sudah pernah mendapatkan pelatihan mengenai

pneumonia balita yang dilaksanakan oleh Dinkes. Selain itu,

beberapa petugas di puskesmas tersebut, juga sudah pernah

mendapatkan pelatihan. Pada saat wawancara, informasi yang

diberikan informan tersebut sangat detail dan jelas, berbeda dengan

jawaban petugas yang belumterlatih. Namun, kepala Puskesmas

belum pernah mengikuti pelatihan mengenai pneumonia. Kepala

Page 183: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

162

puskesmas, hanya sekadar memahami dari penjelasan petugas yang

sudah terlatih dan membaca buku mengenai penyakit tersebut.

Dengan adanya tenaga terlatih di puskesmas yang berhasil

mencapai target nasional, maka kegiatan penemuan kasus di

puskesmas tersebut, dapat berjalan dengan baik, terutama kegiatan

secara pasif yang dilakukan di MTBS atau poli anak. Sehingga

puskesmas tersebut dapat mencapai target nasional yang sudah

ditentukan. Dalam hal ini, secara kualitatif pelatihan petugas

berpengaruh terhadap penemuan kasus pneumonia balita di

puskesmas. Penelitian ini didukunga dengan hasil penelitian

kuantitaif, oleh Adnan (2013) diketahui bahwa pelatihan

berkontribusi paling dominan terhadap keterampilan petugas dalam

tatalaksana pneumonia.

Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa puskesmas yang

tidak berhasil mencapai target nasional, tidak mempunyai tenaga

terlatih, terutama penanggung jawab P2 ISPA dan petugas MTBS

mengakui bahwa belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai

pneumonia. Hanya ada satu petugas MTBS yaitu dokter umum

yang pernah dilatih, akan tetapi petugas tersebut baru 5 bulan

menjadi petugas MTBS. Sebelumnya petugas tersebut

mendapatkan pelatihan dari dinas kesehatan, ketika bekerja di

puskesmas yang dulu.

Page 184: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

163

Petugas yang tidak terlatih, di puskesmas tersebut didukung

oleh pendapat kepala Puskesmas yang tidak berhasil mencapai

target nasional, bahwa petugasnya, masih banyak yang belum

mendapatkan pelatihan, sehingga kesulitan dalam pelaksanaan

penemuan kasus pneumonia balita. tidak hanya cakupan

pneumonia yang tidak tercapai cakupan program lainnya seperti

cakupan penemuan kasus TB juga tidak tercapai. Hal tersebut

disampaikan oleh kepala puskesmas pada saat wawancara.

Tidak terlatihnya petugas di puskesmas tersebut. Hal ini

kemungkinan disebabkan karena adanya mutasi pegawai di

puskesmas, sehingga susunan pegawai di puskesmas relatif baru

dan petugas terlatih tidak lagi di puskesmas tersebut. Selain itu,

pelatihan yang diadakan dinas kesehatan juga bersifat berkala.

Hasil penelitian ini, sejalan dengan penelitian kuantitatif

yang dilakukan Ivantika (2001) di Bandung menyatakan bahwa

petugas yang telah mendapatkan pelatihan sebelumnya, memiliki

peluang 1,353 kali lebih besar untuk mendapat cakupan program

yang lebih tinggi dibandingakn dengan petugas yang tidak

mendapat pelatihan. Sama halnya dengan penelitian Nurcik (2002)

mengenai hubungan profesionalisme petugas P2 ISPA dengan

cakupan penemuan kasus pneumonia balita, diketahui bahwa

pelatihan petugas (OR=6,26 P=0,000; 95% CI 2,20-17,87)

Page 185: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

164

mempunyai hubungan yang kuat dan bermakna dengan cakupan

penemuan penderita pneumonia balita.

Menurut pendapat informan ahli, bahwa seharusnya

petugas puskesmas sudah mendapatkan pelatihan atau setidaknya

memahami sebatas mana penemuan kasus pneumonia balita yaitu

dengan melakukan pelatihan kecil di puskesmas pada saat loka

karya mini. Oleh karena itu perlu diadakan pelatihan petugas di

dinas kesehatan dan puskesmas, guna menambah pengetahuan dan

pemahaman petugas puskesmas mengenai pneumonia balita.

c. Pendidikan Petugas

Pendidikan adalah tugas untuk meningkatkan pengetahuan,

wawasan, pengertian dan keterampilan dari para personil, sehingga

mereka lebih dapat berkualitas (Notoatmodjo, 2003). Dengan

adanya pendidikan, seseorang diharapkan menjadi pribadi yang

cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja profesional,

bertanggung jawab dan produktif. Menurut Kemenkes (2010),

bahwa pengembangan dan peningkatan tenaga kesehatan dilakukan

melalui pendidikan dan pelatihan. Dalam penelitian ini yang

dimaksud dengan pendidikan petugas adalah pendidikan formal

terakhir yang pernah ditempuh oleh petugas pelaksana.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pendidikan

penanggung jawab P2 ISPA di Puskesmas yang berhasil maupun

yang tidak berhasil mencapai terget nasional yaitu D3 Kebidanan.

Page 186: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

165

Sama halnya dengan petugas MTBS di puskesmas tersebut. Hanya

1 puskesmas saja yaitu puskesmas yang tidak berhasil mencapai

terget nasional, dengan pendidikan terakihr petugas MTBSnya

adalah SI Kedokteran. Namun demikian, tidak ditemukan adanya

perbedaan pendidikan petugas antara puskesmas yang berhasil

maupun yang tidak berhasil mencapai target nasional dalam

penemuan kasus pneumonia balita.

Selain itu, berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa

pendidikan terakhir kepala Puskesmas di Puskesmas Baktijaya,

Serpong 1 dan Pisangan adalah S1 kedokteran gigi. Sedangkan

pendidikan terakhir kepala Puskesmas di Kranggan adalah SI

Kesehatan Masyarakat. Pada saat wawancara, berdasarkan hasil

pengamatan informasi yang diberikan kepala Puskesmas dengan

latar belakang pendidikan SKM, lebih memahami penyakit

pneumonia secara menyuluruh dan lebih terbuka dalam

menyampaikan pendapat dibandingkan kepala puskesmas yang

bukan SKM.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Handayani

(2012), bahwa pendidikan petugas P2 ISPA dan MTBS di

Puskesmas yaitu D3 Kebidanan, D3 Keperawatan dan D3

Kesehatan lingkungan. Hasil penelitian ini juga didukung dengan

penelitian Ivantika (2001), Sinora (2005) dan Dharoh, dkk (2014)

menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

Page 187: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

166

pendidikan petugas dengan cakupan penemuan penderita

pneumonia. Selain itu, hasil penelitian Duhri, dkk (2013)

menyebutkan bahwa petugas P2TB yang memiliki jenjang

pendidikan yant tinggi belum tentu memilki kinerja yang baik.

Sama halnya dengan penelitian Adnan (2013), menyatakan bahwa

pendidikan tidak berhubungan dengan keterampilan petugas dalam

tatalaksana pneumonia.

Hasil penelitian ini berbeda dengan pendapat Flippo (dalam

Hasibuan 2008), bahwa pendidikan berhubungan dengan

peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman atas lingkungan

kita secara menyeluruh. Sama halnya dengan pendapat Hersey dan

Blanchard (dalam Sinora, 2005) yang mengungkapkan bahwa

pendidikan formal dan non-formal dapat mempengaruhi seseorang

dalam mengambil keputusan dan berperilaku. Sedangkan menurut

pendapat informan ahli yaitu pada saat ini orang bekerja bukan

karena pendidikan terakhirnya, tetapi karena golongan dan

pangkatnya. Oleh karena itu dalam perekrutan petugas kesehatan di

Puskesmas latar belakang pendidikan kesehatan sangat penting

untuk diutamakan dalam perekrutan tersebut.

d. Lama Kerja petugas

Menurut Wahyudi (2006) pengalaman seorang tenaga kerja

untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dinyatakan dalam

lamanya melaksanakan pekerjaan tersebut. Lama kerja seseorang

Page 188: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

167

dalam organisasi perlu diketahui karena lama kerja dapat

merupakan salah satu indikator tentang kecenderungan petugas

tersebut dari berbagai segi kehidupan organisasional, misalnya

dikaitkan dengan produktivitas kerja (Siagian, 2002). Pada

umumnya, semakin lama orang bekerja maka pengalaman

bekerjanya akan bertambah luas, sehingga orang tersebut kan

menjadi semakin terampil dalam melaksanakan pekerjaanya.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan lama kerja petugas

adalah berapa lama penangung jawab P2 ISPA memegang program

tersebut sampai dengan waktu diwawancara.

Berdasarkan hasil penelitian, gambaran lama kerja petugas

di puskesmas yang berhasil mencapai target nasional, diketahui

bahwa penangung jawab P2 ISPA dan petugas MTBS di

Puskesmas tersebut sudah 28 tahun bekerja sebagai petugas

tersebut. Petugas juga sudah mengikuti pelatihan pneumonia

berkali-kali yang diadakan Dinkes Kabupaten dan Kota. Dengan

demikian, pengalaman kerja petugas inilah yang menyebabkan

kegiatan penemuan kasus pneumonia di Puskesmas tersebut

berhasil mencapai target nasional.

Selain itu, lama kerja kepala puskesmas di pusekesmas

tersebut baru berjalan 5 bulan. Hal ini disebabkan adanya

pergantian pimpinan dan staf puskesmas yang dilakukan Dinkes

pada bulan Februari 2015. Namun, kepala puskesmas tersebut

Page 189: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

168

sudah mempunyai pengalaman sebagai kepala puskesmas di

puskesmas sebelumnya. Pada dasarnya sistem yang dijalankan

disetiap puskesmas adalah sama terutama puskesmas dalam satu

Kota, yang berbeda hanyalah petugas dan wilayah kerjanya serta

prioritas penyakit yang ditangani puskesmas.

Gambaran lama kerja petugas di puskesmas yang tidak

berhasil mencapai target nasional. Berdasarkan hasil penelitian,

diketahui bahwa penangung jawab P2 ISPA baru berjalan 1 tahun,

menurut informasi dari informan bahwa petugas sebelumnya sudah

pindah ke puskesmas lain. Sehingga informan belum terlalu

memahami mengenai pneumonia balita. Sedangakan untuk petugas

MTBS di puskesmas tersebut, baru bertugas 5 bulan. Sebelumnya

petugas tersebut sudah menjadi petugas MTBS di puskesmas lain,

hal ini dapat terlihat dari informasi yang diberikan informan

mengenai tatalaksana pneumonia balita yang begitu detail.

Lama kerja kepala puskesmas di puskesmas tersebut baru

bertugas 5 bulan, hal ini disebabkan karena adanya mutasi pegawai

yang dilakukan Dinkes Kota Tangerang Selatan pada bulan

Februari 2015. Akan tetapi, kepala puskesmas tersebut sudah

mempunyai pengalaman sebagai kepala puskesmas di puskesmas

sebelumnya. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa lama

kerja petugas di puskesmas tersebut relatif baru.

Page 190: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

169

Hasil Penelitian ini sesuai dengan pendapat Gibson (1987),

menyatakan bahwa lama kerja memberikan pengaruh kepada

prestasi kerja. Menurut penelitian kuantitatif yang dilakukan oleh

Setiadi (2001). ditemukan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara lama kerja dengan kinerja bidan dalam penemuan

kasus ISPA. Penelitian ini juga didukung dengan hasil penelitian

yang dilakukan Ivantika (2001) menyatakan bahwa ada hubungan

yang bermakna antara lama kerja pengelola P2 ISPA dengan

cakupan penemuan penderita pneumonia.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan informan ahli yang

menyatakan bahwa lama kerja petugas mempengaruhi pencapaian

program di puskesmas. Dengan demikian, diharapakan petugas

yang sudah lama bekerja di puskesmas dapat memberikan

pengalamannya kepada petugas baru, dalam hal menjalankan

program puskesmas, terutama program penemuan kasus

pneumonia balita. Sehingga semua puskesmas dapat mencapai

tujuan program.

e. Pengetahuan Petugas

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2007) seseorang dikatakan

mencapai tingkat pengetahuan yang baik apabila mampu

menyebutkan, menguraikan, mendifinisikan, menyatakan dan

sebagainya serta menjelaskan secara benar obyek yang telah

dipelajari. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan

Page 191: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

170

penegatahuan petugas adalah pengetahuan mengenai klasifikasi

pneumonia, gejala dan tanda-tanda penderita pneumonia serta

tatalaksana penderita pneumonia. Pengetahuan petugas ditunjukkan

kepada penangung jawab P2 ISPA dan petugas MTBS.

Gambaran pengetahuan petugas puskesmas yang berhasil

mencapai target nasional, diketahui bahwa pengetahuan

penanggung jawab P2 ISPA dan MTBS sudah tergolong baik. Hal

ini, disebabkan karena petugas tersebut sudah bekerja lama dan

pernah mengikuti pelatihan mengenai pneumonia. Sehingga

pengetahuan petugas terkait penemuan kasus pneumonia balita

juga lebih baik. Selain itu, semua pertanyaan yang peneliti ajukan

terjawab semua dengan benar oleh petugas tersebut. Kepala

puskesmas dalam penelitian ini tidak ditanyakan pengetahuan

mengenai hal tersebut, karena kepala puskesmas tidak melakukan

pelayanan pengobatan di puskesmas.

Gambaran pengetahuan petugas di puskesmas yang tidak

berhasil mencapai target nasional masih tergolong buruk, ketika

mengisi pertanyaan pengetahuan yang diajukan peneliti, masih

banyak jawaban yang salah, hanya satu petugas MTBS di

puskesmas tersebut berpengetahuan baik, karena di puskesmas

sebelumnya petugas tersebut pernah menjadi petugas MTBS.

Petugas mempunyai pengetahuan buruk dikarenakan petugas

tersebut belum pernah mengikuti pelatihan dan lama kerja sebagai

Page 192: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

171

petugas tersebut masih realtif baru. Sehingga pengalaman yang

dimilki petugas tersebut masih kurang.

Dengan demikian, terdapat perbedaan pengetahuan petugas

di puskesmas yang berhasil dengan puskesmas yang tidak berhasil

mencapai target nasional. Puskesmas yang berhasil mencapai target

nasional, petugasnya mempunyai pengetahuan yang baik.

Sedangkan puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional

mempunyai pengetahuan yang buruk mengenai pneumonia balita.

Pengetahuan seseorang akan membentuk tindakan dalam

suatu kinerja. Namun bukan berarti seseorang yang berpendidikan

rendah mutlak berpengetahuan rendah. Menurut Wawan (2010),

peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pengetahuan

formal saja, tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan informal

seperti mengikuti pelatihan, membaca buku pedoman atau media

elektronik.

Dalam program P2 ISPA, petugas kesehatan harus memiliki

pengetahuan tentang tatalaksana kasus penderita ISPA dan tentang

kebijakan program P2 ISPA, sehingga diharapkan petugas mampu

memberikan pelayanan yang baik (Kemenkes, 2012). Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian Adnan (2013) bahwa

pengetahuan berhubungan dengan keterampilan petugas dalam

tatalaksana pneumonia balita. Penelitian ini juga didukung dengan

hasil penelitian Duhri, dkk (2013) yang menyebutkan bahwa

Page 193: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

172

pengetahuan memiliki kontribusi dalam peningkatan kinerja

petugas P2TB.

Hal tersebut didukung dengan pernyataan informan ahli,

bahwa pengetahuan yang dimilki petugas dalam penemuan kasus

pneumonia balita sangat penting diantaranya untuk membangun

motivasi petugas. Oleh karena itu petugas puskesmas disarankan

dapat mengetahui dan memahami pneumonia balita. Hal tersebut

dapat diperoleh dari kegiatan pelatihan, sharing dengan petugas

lain atau membaca buku pedoman P2 ISPA serta membaca media

elektronik terkait penemuan kasus pneumonia balita.

6. Motivasi Petugas

Menurut pendapat Suryabrata (2000) menyatakan motivasi

suatu keadaan dalam diri individu yang mendorong individu untuk

melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan.

Sedangkan menurut Wagito (2002) motivasi adalah kekuatan yang

terdapat dalam diri organisme itu bertindak atau berbuat dan dorongan

ini biasanya tertuju pada suatu tujuan tertentu. Adapun yang dimaksud

dengan motivasi petugas dalam penelitian ini adalah dorongan kerja

yang timbul pada diri informan untuk berperilaku dalam pencapaian

hasil kerja yang baik.

Gambaran motivasi petugas di puskesmas yang berhasil

mencapai target nasional, dapat diketahui bahwa motivasi petugasnya

tergolong baik. Hal ini dapat diketahui berdasarkan jawaban

Page 194: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

173

penanggung jawab P2 ISPA dan petugas MTBS, ketika mengisi

kuesioner motivasi dengan menggunakan sakal likert 1-5. Motivasi

yang dimiliki petugas puskesmas tersebut sesuai dengan pencapaian

target penemuan kasus pneumonia balita. Dengan adanya motivasi

yang baik akan mendorong petugas untuk bekerja menjadi lebih baik

terutama dalam pencapaian tujuan program.

Selain itu motivasi kepala puskesmas di puskesmas yang

berhasil mencapai target nasional yaitu ingin menjadikan Puskesmas

yang dipimpinnya sebagai puskesmas kecamatan untuk lima tahun

mendatang. Dalam hal ini puskesmas tersebut lebih menekankan

pelayanan kepada pasien. Selain itu juga kepala puskesmas

mempunyai motivasi ingin menjadi lebih baik terutama dalam

pelayanan kepada pasien dan lebih menekankan disiplin kerja para

petugas Puskesmas. Sehingga tugas yang dikerjakan dapat selesai

dengan baik dan cepat.

Gambaran motivasi petugas di puskesmas yang tidak berhasil

mencapai target nasional, diketahui bahwa motivasi yang dimilki

penanggung jawab P2 ISPA dan petugas MTBS masih tergolong

buruk, hanya satu petugas saja yang mempunyai motivasi baik di

puskesmas tersebut. Hal ini mungkin terjadi karena kuranngnya

motivasi yang diberikan pimpinan kepada bawahan dalam

melaksanakan penemuan kasus pneumonia balita. Karena motivasi

Page 195: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

174

yang dimiliki petugas buruk, maka target penemuan kasus di

puskesmas tersebut tidak tercapai.

Selain itu, motivasi yang dimiliki kepala puskesmas yang tidak

berhasil mencapai target nasional, diketahui bahwa kepala puskesmas

lebih mengutamakan pelayanana dengan senyum, sapa dan sabar serta

menggalakkan pelayanan promotif dan pereventif. Selain itu, kepala

puskesmas juga lebih menekankan disiplin kerja kepada para

petugasnya dan mengajarkan kepada petugas untuk bekerja dengan

hati dan mengnganggap pasien sebagai keluarga. Tidak hanya itu,

kepala puskesmas juga meminta kepada petugasnya, untuk mempunyai

rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap puskesmas.

Pada umumnya motivasi untuk mencapai target penemuan

kasus pneumonia balita, yang dimilki informan sangat tinggi. Namun

dalam prakteknya sering kali tidak sesuai dengan motivasi yang

dimilki. Menurut Notoatmodjo (2003), motivasi akan mempengaruhi

persepsi dan perilaku seseorang. Hasil penelitian ini didukung dengan

hasil penelitian kuantitatif yang dilakukan oleh Agusman (2001)

mengenai cakupan penemuan pneumonia balita, menemukan bahwa

faktor motivasi (p=0,040) mempunyai hubungan yang bermakna

dengan cakupan penemuan pneumonia balita.

Selain itu hasil penelitan Sabuna (2011) dan Dharoh, dkk

(2014) menyebutkan bahwa motivasi petugas (p=0,020) mempunyai

hubungan dengan cakupan penemuan penderita pneumonia balita atau

Page 196: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

175

tatalaksana pneumonia balita. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa

motivasi kerja (p=0,02) berhubungan dengan kinerja tenaga kesehatan

di puskesmas (Rosita, dkk, 2013). Menurut informan ahli semua

petugas memiliki motivasi kerja yang dinilai dari kinerja petugas

tersebut. Dengan demikian, diharapkan kepala puskesmas dapat

memotivasi atau memberikan semangat kepada petugas dalam bekerja,

dengan adanya motivasi dari kepala puskesmas tersebut, Akan

mendorong seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

7. Kepemimpinan Kepala Puskesmas

kepemimpinan adalah hubungan yang tercipta dari adanya

pengaruh yang dimilki oleh seseorang terhadap orang lain sehingga

orang lain tersebut secara sukarela mau dan bersedia bekerjasama

untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Terry dalam azwar, 2002).

Kepemimpinanan yang ditetapkan oleh seorang pemimpin dalam

organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong

semangat kerja karyawan untuk mencapai sasaran yang maksimal

(Hasibuan, 2001). Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan

kepemimpinan kepala puskesmas adalah kemampuan kepala

puskesmas dalam memimpin dan memberikan dukungan terhadap

pelaksanaan program penemuan kasus pneumonia balita di puskesmas.

Gambaran kepemimpinan kepala puskesmas di puskesmas yang

berhasil mencapai target nasional. Berdasarkan pengakuan informan

pendukung, kepemimpinan kepala puskesmas sudah tergolong baik,

Page 197: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

176

terutama dalam hal keterbukaan dalam pengambilan keputusan yang

selalu melibatkan staf. informasi tersebut diperoleh berdasarkan

jawaban informan pendukung pada saat menjawab kuesioner

penelitian. Sedangkan berdasarkan penilaian kepala puskesmasnya

sendiri, kepemimpinan yang dimilikinya sudah tergolong baik.

Gambaran kepemimpinan kepala puskesmas di puskesmas yang

tidak berhasil mencapai target nasional. Berdasarkan informasi dari

informan pendukung, kepemimpinan kepala puskesmas masih

tergolong tidak baik, hal ini sesuai dengan pengakuan atau jawaban

dari kepala puskesmas, terutama dalam hal penyampaian pendapat dan

penghargaan yang diberikan pimpinanan kepada petugas yang

berprestasi.

Dengan demikian, puskesmas yang berhasil mencapai target

nasional dengan kepemipinan kepala Puskesmas tergolong baik. Hasil

penelitian ini, di dukung dengan hasil penelitian Rosita, dkk (2013)

menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan (p=0,04) berhubungan

dengan kinerja tenaga kesehatan di puskesmas. penelitian ini juga di

dukung dengan penelitian Ivantika (2001) menyebutkan bahwa

kepemimpinan kepala puskesmas (p=0,034) mempunyai hubungan

yang bermakna dengan cakupan penemuan penderita pneumonia

balita.

Adapun macam-macam gaya kepemimpinan kepala puskesmas

yaitu gaya kepemimpinan partisipasi, konsultasi, instruksi delegasi.

Page 198: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

177

Gaya kepemimpinan partisipasi adalah gaya kepemimpinan yang

paling sering digunakan kepala Puskesmas dalam pemecahan masalah.

Sedangkan gaya kepemimpinan intruksi paling sering digunakan

dalam hal pengambilan keputusan (Thoha, 2009). Dalam penelitian ini,

gaya kepemimpinan yang dimiliki kepala puskesmas di puskesmas

yang berhasil mencapai target nasional yaitu gaya kepemimpinan

partisipasi dan intruksi, dengan adanya gaya kepemimpinan tersebut

petugas merasa lebih dihargai, sehingga dapat memotivasi dan

memberikan semangat kepada petugas dalam pelaksanaan kegiatan

program di puskesmas.

Hasil penelitian Salam, dkk (2013) menyebutkan bahwa terdapat

hubungan antara gaya kepemimpinan (intruksi, konsultasu, partisipasi

dan delegasi) dengan kinerja di puskesmas. Selain itu penelitian

Parawangsyah (2012) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara

gaya kepemimpinan berdasarkan pemecahan masalah dan pengambilan

keputusan dengan disiplin kerja. Sedangkan menurut informan ahli

kepemimpinan yang harus dimilki kepala puskesmas adalah

kepemimpinan dalam manajemen dan epidemiologi untuk dapat

memecahkan masalah dan mengambil keputusan dalam pelaksanaan

program di puskesmas.

8. Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Sarana adalah salah satu perangkat administrasi, yaitu sesuatu yang

dibutuhkan untuk melaksnakan pekerjaan administrasi (Azwar,2002).

Page 199: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

178

Sarana dan prasarana sangat penting dalam kegiatan program

penemuan kasus pneumonia balita. Sarana tersebut yang diteliti yaitu

media cetak dan media penyuluhan terkait program penemuan

pneumonia di puskesmas, yang dinilai berdasarkan observasi peneliti.

Adapun media cetak meliputi stempel ISPA, register harian

pneumonia, formulir laporan bulanan, buku pedoman pengendalian

ISPA, pedoman tatalaksana pneumonia/MTBS, pedoman autopsi

verbal. Sedangkan media penyuluhannya meliputi poster, lefleat

pneumonia balita, lembar balik, kit advokasi dan kit pemberdayaan

masyarakat, dvd tatalakasana, tv spot dan radio spot terkait pneumonia

balita. Berikut ini adalah penjelasan mengenai hal tersebut.

Gambaran media cetak di puskesmas yang berhasil mencapai target

nasional dalam penemuan kasus pneumonoa balita, berdasarkan hasil

observasi, puskesmas tersebut, mempunyai stempel ISPA, register

harian pneumonia, formulir laporan bulanan, buku pedoman

pengendalian ISPA, pedoman tatalaksana pneumonia/MTBS.

Puskesmas yang mempunyai stempel ISPA dan buku pedoman

pengendalian ISPA hanya puskesmas Serpong 1, dengan adanya

stempel ISPA dapat memudahkan pencatatan yang dilakukan petugas.

Sedangkan, untuk buku pedoman autopsi verbal, informan tidak dapat

menunjukkan buku tersebut, dikarenakan buku tesebut di simpan oleh

Binwil, untuk menginvestigasi kasus jika ditemukan balita meninggal

di wilayah kerja puskesmas.

Page 200: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

179

Selain itu, media penyuluhan yang ada di puskesmas yang berhasil

mencapai target nasional yaitu poster dan lembar balik mengenai

pneumonia balita. Puskesmas yang mempunyai lembar balik

pneumonia balita hanya Puskesmas Baktijaya saja. Selebihnya lembar

balik tersebut tidak ada di puskesmas. Media penyuluhan lainnya

seperti kit advokasi dan kit pemberdayaan masyarakat, dvd

tatalakasana, tv spot dan radio spot terkait pneumonia balita, tidak

ditemukan di puskesmas yang berhasil maupun yang tidak berhasil

mencapai target nasional, padahal media penyuluhan tersebut

disarankan oleh Kemenkes harus ada di Puskesmas dan pengadaanya

oleh Dinkes. Hal ini, mungkin terjadi karena pengelolaan media

penyuluhan dipegang oleh petugas lain, akan tetapi peneliti hanya

mewawancarai kepala Puskesmas, penanggung jawab P2 ISPA dan

petugas MTBS.

Gambaran media cetak dan media penyuluhan di puskesmas yang

tidak berhasil mencapai target nasional dalam penemuan kasus

pneumonoa balita, berdasarkan hasil observasi Puskesmas tersebut,

mempunyai register harian pneumonia, formulir laporan bulanan,

pedoman tatalaksana pneumonia/MTBS yang terpasang di dinding.

Selain itu, untuk media penyuluhannya hanya mempunyai poster

pneumonia balita. Sedangkan media lainnya sepeti stempel ISPA, buku

pedoman P2 ISPA dan lembar balik pneumonia balita tidak dimiliki

oleh puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional, padahal

Page 201: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

180

media tersebut diadakan oleh Dinkes. Hal ini mungkin terjadi, karena

adanya pergantian petugas atau penanggung jawab program, akan

tetapi terkait media cetak dan media penyuluhan tidak dipindah

tangankan ke petugas yang baru. Sehingga media tersebut di

puskesmas tidak dapat digunakan untuk program selanjutnya.

Menurut informan ahli ketersedian sarana dan prasarana diadakan

oleh dinas kesehatan sehingga semua puskesmas masing-masing

mempunyai sarana dan prasarana penunjang program penemuan kasus

pneumonia balita. Akan tetapi, pada kenyataannya media cetak dan

media penyuluhan yang dimiliki Puskesmas yang berhasil mencapai

target nasional, tidak dimiliki oleh Puskesmas yang tidak berhasil

mencapai target nasional dalam penemuan kasus pneumonia balita.

Media tersebut yaitu buku pedoman P2 ISPA, Stempel ISPA dan

lembar balik pneumonia balita.

Penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian yaitu penelitian

Warsihayati (2002), Nurcik (2002) dan Sinora (2005) menyatakan

bahwa, ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan barang

cetakan pada Puskesmas pelaksna MTBS dengan penemuan penderita

penumonia di Kabupaten Cianjur. Selain itu penelitian ini juga sejalan

dengan penelitian Hidayati dan Wahyono (2011) menunjukkan

adanya hubungan yang bermakana antara sarana dan prasarana

pendukung MTBS dengan kejadian pneumonia.

Page 202: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

181

Dengan demikian. seharusnya setiap petugas puskesmas yang

mengalami pergantian penanngung jawab program, memindah

tangankan media cetak dan media penyuluhan terkait program tersebut

kepada penanggung jawab program yang baru, serta adanya pencatatan

mengenai ketersediaan sarana tersebut dan jika tidak ada segera

melaporkannya ke Dinkes. Selain itu, sebaiknya Dinkes mengadakan

evaluasi dengan Puskesmas mengenai pengadaan sarana dan prasarana

penunjang program penemuan kasus pneumonia balita di puskesmas.

9. Kegiatan Evaluasi

Kegiatan evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan

informasi mengenai sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah tercapai,

bagaimana perbedaan pencapaian yang dilakukan dengan suatu standar

tertentu, untuk mengetahui apakah ada selisih diantara keduanya, serta

bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu dibandingkan dengan

harapan-harapan yang ingin diperoleh (Umar, 2002). Kegiatan evaluasi

pada dasarnya wajib dilakukan oleh suatu organisasi, dalam hal ini

misalnya puskesmas, adapun waktu kegiatannya dilaksanakan

berbeda-beda sesuai dengan kebijakan di puskesmas tersebut, tapi pada

umunya dilakukan setiap bulan. Berikut ini adalah penjelasan

mengenai kegiatan evaluasi yang dilakukan di puskesmas yang

berhasil maupun yang tidak berhasil mencapai target nasional.

Gambaran kegiatan evaluasi di puskesmas yang berhasil mencapai

target nasional, dilakukan setiap bulan dalam kegiatan loka karya mini

Page 203: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

182

(Lokmin)atau loka karya bulanan (Lokbul). Akan tetapi, jika ada

masalah yang darurat maka kegiatan tersebut bisa dilakukan lebih dulu

dari jadwal yang sudah ditentukan, dengan intruksi dari kepala

puskesmas. Dalam kegiatan tersebut, semua petugas puskesmas

terlibat mulai dari office boy (OB). Hal ini dilakukan agar semua staf

mengetahui sejauh mana pencapaian program yang dilakukan di

puskesmas.

Kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh puskesmas yang berhasil

mencapai target nasional, dalam kegiatannya membahas pencapaian

program, hambatan atau kendala selama menjalankan program dan

membahas kebijakan di Dinkes terkait program puskesmas. Namun

tidak semua program dibahas dalam kegiatan evaluasi tersebut, karena

keterbatasan waktu yang dimiliki petugas, dan untuk program

puskesmas selanjutnya, akan dibahas di evaluasi mendatang. Selain

itu, petugas puskesmas juga melakukan sharing dengan sesama

petugas, agar pencapaian atau tujuan program tercapai. Sehingga setiap

program dapat bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan

programnya, seperti program penemuan kasus pneumonia balita dapat

bekerjasama dengan kesling dan promkes.

Gambaran kegiatan evaluasi di puskesmas yang tidak berhasil

mencapai target nasional dalam penemuan kasus pneumonia balita,

dilakukan setiap bulan, seperti Lokmin dan Lokbul, karena kegiatan

tersebut sudah ditetapkan oleh Dinkes, sehingga semua puskesmas

Page 204: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

183

melakukan kegiatan tersebut. Adapun yang dibahas dalam evaluasi

yaitu pencapaian hasil program, permasalahan atau kendala yang

dihadapi, seperti tidak ditemukannya kasus pneumonia balita di

puskesmas tersebut. Dengan demikian, kegiatan evaluasi di puskesmas

yang tidak berhasil mencapai target nasional, tidak berbeda dengan

puskesmas yang berhasil mencapai target nasional, kerena puskesmas

melakukan evaluasi sesuai dengan kebijakan dari Dinkes.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Warsihayati (2002)

menunjukkan bahwa kegiatan evaluasi di puskesmas tidak

memberikan pengaruh terhadap cakupan penemuan kasus pneumonia

balita. Hal ini terjadi karena semua puskesmas setiap bulannya

melakukan evaluasi program untuk melihat sejauh mana tujuan dari

program dapat tercapai. Menurut informan ahli kegiatan evaluasi juga

berfungsi sebagai pembangun motivasi petugas dalam bekerja,

sehingga kegiatan evaluasi harus selalu dilakukan oleh puskesmas.

Dengan demikian, seharusnya setiap program melakukan kegiatan

evaluasi, karena pada saat evaluasi yang dilakukan setiap bulan tidak

semua program puskesmas dibahas.

Page 205: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

184

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1 Puskesmas yang Berhasil Mencapai Target Nasional dalam

Penemuan Kasus Pneumonia Balita

a. Penyusunan rencana program penemuan kasus pneumonia

balita tahun 2014 di Puskesmas yang berhasil mencapai

target nasional dibuat pada akhir tahun 2013. Sehingga

perencanaannya dibuat lebih awal, sebelum pelaksanaan

program.

b. Kegiatan program penemuan kasus pneumonia balita di

Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional yaitu

dilakukan dengan kunjungan rumah atau pelacakan kasus

pneumonia di masyarakat dan melakukan pelayanan medis

di puskesmas. Sehingga penemuan kasus pneumonia balita

dapat mencapai target.

c. Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional,

melakukan pencatatan dan pelaporan yang merangkum dari

semua pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja

puskesmas tersebut. Sehingga kasus yang ditemukan lebih

banyak.

d. Puskesmas yang berhasil mencapai target nasional,

mempunyai tenaga terlatih, sehingga Puskesmas tersebut

Page 206: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

185

dapat menemukan kasus pneumonia di Puskesmas dan di

masyarakat melalui kegiatan tatalaksana dan pelacakan

kasus.

e. Penanggung jawab P2 ISPA di Puskesmas yang berhasil

mencapai target nasional sudah bekerja selama 28 tahun.

Sehingga mempunyai pengalaman dan wawasan yang luas

dalam menjalankan program tersebut.

f. Pengetahuan penanggung jawab P2 ISPA di puskesmas

yang berhasil mencapai target nasional dalam penemuan

kasus pneumonia balita sudah tergolong baik, dengan

adanya pengetahuan yang baik mengenai penyakit

pneumonia, dapat memudahkan petugas dalam kegiatan

penemuan kasus tersebut.

g. Motivasi yang dimilki petugas di puskesmas yang berhasil

mencapai target nasional, sudah tergolong baik, dengan

adanya motivasi tersebut dapat memberikan semangat dan

dorongan kepada petugas dalam melaksanakan kegiatan

penemuan kasus pneumonia.

h. Kepemimpinan kepala puskesmas di puskesmas yang

berhasil mencapai target nasional, berdasarkan penilaian

petugasnya sudah tergolong baik, terutama dalam

pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang

Page 207: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

186

selalu melibatkan staf, sehingga staf merasa dihargai dalam

kegiatan tersebut .

i. Ketersediaan media cetak dan media penyuluhan di

puskesmas yang berhasil mencapai target nasional,

berdasarkan observasi puskesmas tersebut mempunyai

stempel ISPA, register harian pneumonia, formulir laporan

bulanan, buku pedoman pengendalian ISPA, pedoman

tatalaksana pneumonia/MTBS, poster dan lembar balik,

dengan adanya media tersebut dapat menunjang

pelaksanaan program penemuan kasus pneumonia balita di

puskesmas, sehingga target penemuan dapat tercapai.

2 Puskesmas yang Tidak Berhasil Mencapai Target Nasional

dalam Penemuan Kasus Pneumonia Balita

a. Penyusunan rencana program penemuan kasus pneumonia

balita tahun 2014 di Puskesmas yang tidak berhasil

mencapai target nasional dibuat pada awal tahun 2014.

Sehingga perencanaannya dibuat pada saat awal tahun

pelaksanaan program.

b. Kegiatan program penemuan kasus pneumonia balita di

puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional

hanya melakukan pelayanan medis di puskesmas dan

penyuluhan di Posyandu, sehingga penemuan kasus

pneumonia tidak mencapai target.

Page 208: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

187

c. Puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional,

tidak mendapatkan laporan kasus dari klinik swasta yang

ada di wilayah kerja puskesmas.

d. Puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional,

belum mempunyai tenaga terlatih, sehingga petugas belum

mengetahui dan memahami pneumonia balita secara

menyeluruh.

e. Penanggung jawab P2 ISPA dan MTBS di puskesmas yang

tidak berhasil mencapai target nasional baru bekerja 1-2

tahun, sehingga masih relatif baru dan belum mempunyai

pengalaman dan wawasan yang luas dalam menjalankan

program tersebut.

f. Pengetahuan penanggung jawab P2 ISPA di puskesmas

yang tidak berhasil mencapai target nasional masih

tergolong buruk, petugas belum memahami konsep

pneumonia balita.

g. Motivasi yang dimilki petugas di puskesmas yang tidak

berhasil mencapai target nasional masih tergolong buruk,

motivasi mempengaruhi petugas dalam bekerja.

h. Kepemimpinan kepala puskesmas di puskesmas yang tidak

berhasil mencapai target nasional, berdasarkan penilaian

petugasnya masih tergolong tidak baik. khususnya dalam

hal pengambilan keputusan.

Page 209: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

188

i. Ketersediaan media cetak dan media penyuluhan di

puskesmas yang tidak berhasil mencapai target nasional,

berdasarkan observasi puskesmas tersebut tidak

mempunyai stempel ISPA, buku pedoman pengendalian

ISPA, lembar balik pneumonia, padahal media ini dimiliki

oleh puskesmas yang berhasil mencapai target.

3 Puskesmas yang Berhasil dan yang Tidak Berhasil

Mencapai Target Nasional dalam Penemuan Kasus

Pneumonia Balita

a. Keduanya tidak menunjukkan adanya bukti penyusunan

perencanaan program (POA) tahun 2014. Sehingga secara

objektif dari segi perencanaan program tidak dapat dinilai.

b. Keduanya, melakukan tatalaksana pneumonia atau MTBS

dengan penatalaksananya adalah dokter, tetapi jika dokter

tidak ada tatalaksana tersebut dilakukan oleh bidan atau

perawat.

c. Keduanya belum menjalankan surveilans berbasis

puskesmas.

d. Penanggung jawab P2 ISPA dan petugas MTBS di

puskesmas yang berhasil maupun yang tidak berhasil

mencapai target adalah perempuan.

e. Pendidikan terakhir penanggung jawab P2 ISPA dan MTBS

di Puskesmas yang berhasil maupun yang tidak berhasil

mencapai target nasional adalah D3 Kebidanan.

Page 210: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

189

f. Keduanya, melakukan kegiatan evaluasi setiap bulan pada

saat kegiatan loka karya mini dan loka karya bulanan, akan

tetapi tidak semua program dibahas dalam kegiatan

evaluasi tersebut karena keterbatasan waktu yang dimilki

petugas.

B. Saran

1. Bagi Dinas Kesehatan

a. Sebaiknya Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

mewajibkan penangung jawab P2 ISPA di puskesmas

untuk melakukan perencanaan setiap tahunnya dan

merealisasikan perencanaan tersebut.

b. Melaksanakan kegiatan surveilans pasif dan aktif berbasis

Puskesmas di Kota Tangerang Selatan, agar dapat

membuat perencanaan yang evidence base.

c. Menggerakkan kader kesehatan di setiap Puskesmas,

sehingga kegiatan deteksi dini di masyarakat dapat

dilaksanakan.

d. Disarankan untuk meningkatkan pembinaan dan pelatihan

kepada penanngung jawab P2 ISPA mengenai

pengetahuan dasar tentang pneumonia balita, sehingga

tenaga kesehatan di Puskesmas mengetahui konsep dasar

pneumonia balita.

Page 211: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

190

e. Menjalin kerjasama dengan sektor lain dan melakukan

advokasi ke pemangku kebijakan dalam penemuan kasus

pneumonia balita, seperti bekerjasama dengan BLHD,

Badan Pemberdayaan Perempuan.

2. Bagi Puskesmas

a. Sebaiknya perlu melaksanakan penemuan kasus secara

aktif dan menggerakkan kader di tiap wilayah agar

cakupan penemuan kasus dapat meningkat.

b. Melaksanakan kegiatan surveilans berbasis Puskesmas

secara komprehensip, agar perencanaan dan evaluasi yang

dibuat berdasarkan evidence base.

c. Melakukan kegiatan deteksi dini atau penjaringan kasus

pneumonia balita di masyarakat dan bekerjasama dengan

kader, sehingga penemuan kasus pneumonia balita di

puskesmas dapat mencapai target nasional.

d. Menjalin kerjasama dengan sektor lain dalam hal

penemuan kasus pneumonia balita, seperti bekerjasama

dengan kelurahan, kecamatan, LSM.

e. Selain itu perlu diadakan sharing atau berbagi

pengalaman dengan petugas lain dalam menjalankan

program puskesmas, sehingga kegiatan penemuan kasus

pneumonia balita dapat dilaksanakan secara bersama-

sama dengan semua petugas puskesmas.

Page 212: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

191

f. Serta disarankan memberikan penghargaan berupa

predikat petugas terbaik setiap bulan atau setiap tahun

sekali, untuk meningkatkan motivasi petugas dalam

pekejaanya.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Untuk institusi pendidikan hendaknya menjalin kerjasama

dengan pihak puskesmas di Kota Tangerang Selatan terutama

dalam hal penemuan kasus pneumonia balita di masyarakat

dengan melakukan deteksi dini di masyarakat, terutama di

puskesmas yang cakupan penemuan kasusnya sedikit.

4. Bagi peneliti lain

Bagi peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut dengan kajian yang mendalam mengenai faktor-

faktor lain yang mungkin berpengaruh namun belum diteliti

dalam penelitian ini seperti penemuan kasus dimasyarakat dan

diharapakan peneliti selanjutnya dapat meneliti semua

puskesmas yang ada di Kota Tangerang Selatan.

Page 213: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

192

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Dewi Sartika. 2013. Evaluasi pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS) pada Petugas Kesehatan dalam Tatalaksana Pneumonia

Pada Balita di Kabupaten Aceh Besar. Tesis Pasca Sarjana UGM.

Yogyakarta.

Agusman, 2001. Faktor-faktorkan yang berhubungan dengan cakupan penemuan

oenderita pneumonia pada Puskesmas di Kota Palembang tahun 2000.

Tesis FKM UI, depok.

Azwar azrul, 2002, Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Pustaka Sinar Harapan,

Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman Pengelolaan Kesehatan di Kelompok

Usia Lanjut. Jakarta: Departemen Kesehatan.

____________________. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar

Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Departemen Kesehatan.

__________. 2008, Modul MTBS Revisi tahun 2008.

Derani M, Pope D, Mascarenchas, Smith KR, Weber M, Nigel B. 2008. Indoor

air polution from unprocessed solid fuel use and pneumonia risk in children

aged under five years; a systematic review and meta analysis. Bull WHO:

86:390-398.

Dharoh, Ana dkk. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Cakupan

Penemuan Penderita Pneumonia Pada Balita Di Kota Semarang. Jurnal

Kesehatan Masyarakat UDINUS: Semarang.

Dimyati, Hamdan. 2014. Model Kepemimpinan dan Sistem Pengambilan

Keputusan. Bandung; Pustaka Setia.

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2014. Data Program P2 ISPA

(Cakupan Penemuan Pneumonia Balita),

Direktorat Bina Kesehatan Anak, Depkes, 2009. Salah satu materi yang

disampaikan pada Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak, , Manajemen

Terpadu Balita Sakit. Diakses pada tanggal 9-April-2015. Dari

http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/3274

Duhri,dkk . 2013. Kinerja petugas Puskesmas dalam penemuan penderita TB Paru

di Puskesmas Kabupaten Wajo. Jurnal FKM UNHAS. Makassar.

Emzir. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif; Analisis Data. Jakarta: Rajawali

Pers.

Page 214: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

193

E-Jurnal. 2013. Epidemiologi Pneumonia. Diakses pada 25-Mei-2015. Dari:

http://www.e-jurnal.com/2013/09/epidemiologi-penumonia.html

Gibson, dkk. 1987. Perilaku, Struktur,Proses Edisi Kelima, Jilid 1, Ahli Bahasa

Djakarsih, Jakarta: Erlangga.

Handayani, Resti Paramita. 2012. Gambaran Kegiatan Penemuan Kasus

Pneumonia Pada Balita pSe-Kota Semarang. Tahun 2011. Jurnal Kesehatan

masyarakat UNDIP. 1 (2) ; 423-434.

Hasibuan. M. S. P. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi

Aksara.

Hidayati, A’laa Nurul dan Wahyono, Bambang. 2011. Pelayanan Puskesmas

Berbasis Manajemen Terpadu Balita Sakit Dengan Kejadian Pneumonia

Balita. Jurnal Kemas. 7 (1): 35-40.

Ilyas, Yaslil. 2002. Kinerja Teori penilaian dan penelitian . Pusat kajian ekonomi

kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyrakat UI.

Itma Annah,Rasdi Nawi, Jumriani Ansar. 2012. Faktor Kejadian Pneumonia

Anak Umur 6-59 Bulan di RSUD Salawengan Maros. Jurnal Epidemiologi

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar.

Ivantika, Elvira. 2001. Faktor-faktor yang berhubungan dengan cakupan

penemuan pednerita pneumonia pada Puskesmas di Kabupaten Bandung

tahun 2000, Tesis FKM UI. Depok.

Kartasamita, 2010, Pneumonia Pembunuh Balita, Buletin Jendela Epidemiologi,

Volume 3, Kemenkes RI, Jakarta.

Kemenkes RI. 2010. Pneumonia Balita. Buletin Jendela Epidemiologi Volume 3.

Jakarta: Kemenkes RI

___________. 2010. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan

Anak (PWS KIA). Jakarta: Dirjen Bina Kesmas Direktorak Bina Kesehatan

Ibu.

___________. 2012. Pedoman Pengendalian ISPA. Jakarta: Kemenkes RI.

___________.2012. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. Jakarta: Dirjen

P2PL.

___________. 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013. Jakarta:

Kemenkes RI.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999. Tentang

Persyaratan Kesehatan Perumahan.

Page 215: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

194

Kristie, Sinora. 2005. Gambaran Cakupan penemuan penderita pneumonia

berdasarkan karaketristik kualifikasi petugas dan sarana logistik pada

Puskesmas pelaksana MTBS di kabupetan Cianjur tahun 2004. Tesis FKM

UI. Depok

Mangkunegara AP. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Bandung:

Rafika Aditama.

Mardjanis. 2010, Pengendalian Pneumonia Anak Balita Dalam Rangka

Pencapaian MDG4, Buletin Jendela Epidemiologi, Volume 3, Kemenkes

RI, Jakarta.

Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya

Mulyaningsih. 2013. Peningkatan kinerja Perawat Dalam Penerapan MPKP

Dengan Supervisi Oleh Kepala Ruang di RSUD Surakarta. Jurnal Gaster.

Volume 10, No. 1.

News Medical, 2011. Epidemiologi Pneumonia. Diakses pada 25-Mei-2015. Dari

http://www.news-medical.net/health/Pneumonia-Epidemiology-

%28Indonesian%29.aspx :

Ni Nyoman Kristina, dkk. 2013. Mengenal Penyakit Pneumonia (Ispa). Diakses

pada 15-02-2015. dari http://www.diskes.baliprov.go.id/id/MENGENAL-

PENYAKIT-PNEUMONIA--ISPA-

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:

Rineka Cipta.

__________________. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta:

Rineka Cipta.

_________________.2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka

Cipta

Nurcik, Matdani. 2002. Hubungan Profesionalisme Petugas P2 ISPA Puskesmas

dengan Cakupan Penemuan Penderita Pneumonia Balita di Propinsi

Sumatera Selatan tahun 2000. Tesis Magister Pasca Sarjana Program Studi

Epidemiologi UI. Depok.

Parawangsyah, Ann, dkk. 2013. Hubungan Gaya Kepemimpinan Terhadap

Disiplin Tenaga Kerja Kesehatan di Puskesmas Batua kota Makassar, Jurnal

FKM UNHAS.

Public Health. 2014. Pengertian, Syarat dan Peran Kader Posyandu. Diakses

pada 26-Mei-2015. Dari : http://www.indonesian-

publichealth.com/2014/05/kader-posyandu-2.html

Page 216: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

195

Pudjiastuti, Wiwiek, 2002. Analisis kepatuhan petugas puskesmas terhadap

MTBS di Puskesmas DKI Jakarta tahun 2001, Tesis FKM UI. Jakarta.

Rai, I Gusti Agung. 2008. Audit Kinerja pada Sektor Publik. Jakarta: Salemba

Empat.

Rajab, W., 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. , pp.165-

171. EGC. Jakarta.

Rival, V., Mulyadi, D. 2010. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Rosita, dkk, 2013. Hubungan Gaya Kepemimpinan Motivasi dan Disiplin Kerja

Terhadap Kinerja Tenaga Kesehatan di Puskesmas Cempaka Kabupaten

Pinrang. Jurnal STIKES Nani Hasnuddin Makassar.Volume 2 (4).

Rudan, Igor et al. 2008. Epidemiologi dan Etiology of Chilhood Pneumonia.

Buletin of the world Health Organization.

Salam, Jumhur, dkk. 2013. Hubungan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja

Tenaga Kesehatan di Puskesmas Wara Selatan Kota Palopo. Jurnal AKK.

Vol 2 No. 2.

Sabuna, Apris. Hubungan antara pengetahuan dan motivasi perwata dengan

tatalaksana pneumonia balita di Puskesmas Kabupaten timor tengah selatan

NTT. Thesis. UNDIP.

Setyati, Amalia. 2014. Pneumonia: The Forgotten Killers Of Children. Diakses

pada 15 Januari 2015 dari : http://dinkes.jogjaprov.go.id/berita/detil_berita/716-pneumonia-the-

forgotten-killers-of-children

Sulastomo. . 2007. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Sutomo, A.H. & Machfoedz, I., Suriani & Rosmadewi, 2010. Epidemiologi

Kebidanan. , pp.175-180. Fitramaya. Yogyakarta.

Tangerangselatankota.go.id. 2014. Gambaran Umum Kota Tangerang Selatan.

Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2005. Manajemen Publik. Jakarta: Grasindo.

Umar, Husein. 2002. Evaluasi Kinerja Perusahaan.Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

UNICEF, WHO. 2006. Pneumonia The Forgotten Killer Of Children

_____________. 2009. Global Action Plan For Prevention and Control Of

Pneumonia (GAPP).

Page 217: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

196

Warsihayati D, Rita. 2002. Faktor-faktor yang berhubungan dengan cakupan

penemuan kasus pneumonia pada Puskesmas di Kabupaten Bekasi tahun

2001. Tesis FKM UI. Depok.

Wawan, dkk, 2010. Teori dan Pengukuran pengetahuan, Sikap dan perilaku

Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.

World Pneumonia Day. 2012. Fight Pneumonia, A save Child. Global Coalition

Againts Child Pneumonia.

Page 218: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

Bapak/Ibu/Sdr yang saya hormati,

Saya Lina Sri Marlinawati, mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat

Peminatan Epidemiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta, saat ini saya sedang melakukan penelitian sebagai

tugas akhir dengan judul “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penemuan Kasus

Pneumonia Balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2015”.

Pertama izinkan saya mengucapkan terimakasih atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr

untuk menjadi informan dan memberikan keterangan secara luas, bebas, mendalam,

benar, dan jujur. Hasil infromasi dan keterangan yang diberikan nanti akan digunakan

sebagai masukan untuk program penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas

Kota Tangerang Selatan. Peneliti memohon izin untuk merekam pembicaraan selama

proses wawancara berlangsung dan peneliti menjamin kerahasian isi informasi yang

diberikan dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.

Demikian atas segala perhatian dan bantuan Bapak/Ibu/Sdr saya ucapkan terima

kasih telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

Hormat Saya,

Lina Sri Marlinawati

FORM INFORM CONCERN

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penemuan Kasus

Pneumonia Balita di Puskesmas Kota Tangerang Selatan

Tahun 2015

LAMPIRAN 1

Page 219: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

PEDOMAN WAWANCARA

Tata cara wawancara:

1. Mengucapkan salam

2. Memperkenalkan diri

3. Menanyakan kesediaan menjadi informan (dan mendatangani menanyakan nama

informan)

4. Menanyakan nama informan

5. Meminta izin untuk merekam pembicaraan selama wawancara berlagsung

6. Memberikan pertanyaan pemanasan (sudah berapa lama bekerja, bagaimana kabar

hari ini)

7. Memberikan pertanyaan inti

8. Menutup sesi wawancara

9. Mengucapkan terima kasih

10. Memberikan souvenir

11. selesai

LAMPIRAN 2

Page 220: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

FORM IDENTITAS INFORMAN

Kode Informan : (.........)*

Nama Informan :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pendidikan :

Jabatan/Pekerjaan :

Lama Kerja :

Hari/Tanggal Wawancara :

Dengan ini saya bersedia menjadi informan untuk penelitian mengenai “Analisis Faktor

yang Mempengaruhi Penemuan Penderita Pneumonia di Puskesmas Kota Tangerang

Selatan tahun 2015”

Tangerang Selatan,..... Juni 2015

(.....................................................)

*) diisi peneliti

Page 221: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan
Page 222: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

Pertanyaan untuk Kepala Puskesmas (Informan Utama)

1. perencanaan kegiatan penemuan kasus pneumonia balita

a. Apakah setiap tahun puskesmas membuat perencanaan program

penemuan kasus pneumonia balita?

b. Jika tidak ada perencanaan, kenapa tidak dibuatkan perencanaan?

c. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan rencana tahunan terkait

penemuan kasus pneumonia balita?

2. kegiatan penemuan kasus pneumonia balita

a. Kegiatan apa saja yang termasuk dalam program penemuan kasus

pneumonia balita di Puskesmas?

b. Apakah ada kerjasama dengan MTBS dalam program penemuan kasus

pneumonia balita di Puskesmas?

c. kegiatan penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas yang bapak

pimpin, apakah penemuan secara aktif atau pasif? kenapa demikian? Selain

di puskesmas kegiatan penemuan pneumonia dilakukan dimana saja?

Dalam bentuk seperti apa?

3. Tatalaksana Pneumonua balita/MTBS

a. Apakah di Puskesmas dilakukan kegiatan tatalaksana pneumonia balita,

jika ada siapa yang melakukan hal tersebut?

b. Menurut saudara apakah petugas melakukan tatalaksana sesuai dengan

pedoman tatalaksana pneumonia balita/MTBS? Apakah saudara dapat

menyebutkan apa saja yang petugas lakukan pada saat tatalaksana

pneumonia balita?

4. Kegiatan Pencatatan dan Pelaporan

a. Apakah petugas puskesmas melakukan kegiatan pencatatan dan pelaporan

penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas dan di klinik swasta?

b. siapa yang melakukan kegiatan pencatatan dan pelaporan mengenai

pneumonia balita di Puskesmas?

c. apakah kegiatan tersebut dilakukan secara rutin?

d. apakah ada pelaporan dari fasilitas kesehatan swasta mengenai kasus

pneumonia balita?

e. Apakah ada pelaporan ke Dinkes mengenai kasus pneumonia?

5. Faktor petugas Kesehatan

d. Apakah petugas P2 ISPA di Puskesmas yang Bapak/Ibu pimpin, sudah

pernah mengikuti pelatihan P2 ISPA (tatalaksana pneumonia/MTBS)?

6. Motivasi Petugas

a. Apa motivasi atau upaya Bapak untuk memajukan puskesmas bapak

menjadi lebih baik, terutama dalam pencapaian target penemuan kasus

pneumonia balita?

Page 223: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

7. Ketersediaan Sarana dan Prasarana

a. Apakah di Puskesmas yang Bapak/Ibu pimpin, tersedia media cetak dan

media penyuluhan terkait penemuan kasus pneumonia balita?

b. jika ada apakah media cetak atau buku cetakan digunakan dalam kegiatan

puskesmas?

c. jika tidak tersedia, kenapa tidak tersedia, apakh tidak ada anggaran dalam

pemenuhan media cetak tersebut?

d. Apakah di Puskesmas saudara tersedia media penyuluhan dalam bentuk

apa ( apakah Poster, Lefleat, lembar balik, Kit Advokasi dan Kit

pemberdayaan Masyrakat atau dvd tatalakasana pneumonia balita, TV spot

dan radio spot tentang pneumonia Balita)?

e. jika ada apakah media penyukuhan tersebut digunakan dalam kegiatan

puskesmas?

f. jika tidak tersedia, kenapa tidak tersedia, apakh tidak ada anggaran dalam

pemenuhan media penyuluhan?

8. Kegiatan evaluasi

a. Apakah di Puskesmas yang Bapak/Ibu pimpin, dilakukan kegiatan

evaluasi, siapa saja yang dilibatkan dalam kegiatan tersebut?

b. Apa saja yang dibicarakan dalam kegiatan evaluasi di Puskesmas?

9. Kepemimpinan Kepala Puskesmas

No Pertanyaan Diisi oleh

peneliti

1 Apakah ada sanksi/peringatan bagi petugas pelaksna yang lalai

bertugas

a. Tidak

b. Ada

2 Apakah ada pertemuan formal/rapat rutin untuk

mengkoordinasikan pelaksanaan program di puskesmas

a. Tidak

b. Ada, dalam setahun... kali sebutkan

3 Apakah di puskesmas tersedia sarana dalam penyampaian keluhan

dari petugas puskesmas sehubungan dengan pelaksanaan program

a. Tidak ada

b. Ada dalam bentuk ... sebutkan

4 Didalam pengambilan suatu keputusan, apakah saudara bersikap

terbuka dalam menerima saran di bawahan ...

a. tidak

b. ya

Page 224: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No Pertanyaan Diisi oleh

peneliti

5 Apakah sudara pernah memberikan penghargaan/reward kepada

petugas puskesmas yang dinilai baik dalam melaksanakan tugas

a. tidak pernah

b. pernah dalam bentuk... sebutkan

6 Apakah saudara selalu mengingatkan petugas pelaksana untuk

selalu melaksanakan tatalaksana kasus ISPA sesuai dengan standar

program,

a. tidak

b. iya

7 Apakah saudara memberikan bimbigan dalam tatalaksana kasus

ISPA seseuai dengan program

a. .tidak

b. iya

8 Apakah saudara mengevaluasi secara berkala pelaksanaan

program P2 ISPA

a. tidak

b. iya

Page 225: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No Pertanyaan

Perencanaan kegiatan penemuan pneumonia balita

1 Apakah setiap tahun puskesmas membuat perencanaan program penemuan

kasus pneumonia balita?

2 Siapa saja petugas yang dilibatkan, dalam pembuatan perencanaan

penemuan kasus pneumonia balita di Puskesmas?

Kegiatan Program Penemuan Pneumonia Balita

1 Kegiatan apa saja yang termasuk dalam program penemuan kasus

pneumonia balita di Puskesmas?

2 Apakah ada kerjasama dengan MTBS dalam program penemuan kasus

pneumonia balita di Puskesmas?

Tatalaksana Pneumonia Balita

1 Apakah di Puskesmas dilakukan kegiatan tatalaksana pneumonia balita,

jika iya siapa yang melakukan hal tersebut?

2 Apakah Ibu dapat menjelaskan dengan rinci mengenai tatalaksana

pneumonia balita sesuai dengan pedoman tatalaksana pneumonia

balita/MTBS?

Faktor Tenaga Kesehatan : Pelatihan

1 Apakah Ibu pernah mengikuti pelatihan P2 ISPA (tatalaksana a.

pneumonia/MTBS) yang diselenggrakan Dinkes?

Ketersediaan Sarana dan Prasarana :Media Cetak/ Buku Cetakan dan media

penyuluhan

1 Apakah di Puskesmas yang tempat Ibu bekerja, tersedia media cetak dan

media penyuluhan terkait penemuan kasus pneumonia balita?

Kegiatan pencatatan dan pelaporan

1 Apakah Ibu melakukan kegiatan pencatatan dan pelaporan penemuan kasus

pneumonia balita di Puskesmas dan laporan dari klinik swasta?

2 Apakah ada pelaporan dari Puskesmas ke Dinkes mengenai kasus

pneumonia?

Kegiatan evaluasi

1 Apakah di Puskesmas tempat Ibu bekerja, dilakukan kegiatan evaluasi,

siapa saja yang dilibatkan dalam kegiatan tersebut?

2 Apa saja yang dibicarakan dalam kegiatan evaluasi di Puskesmas?

Pertanyaan untuk Staf Penanggung Jawab P2 ISPA (Informan

Pendukung)

Page 226: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No Pertanyaan

Tatalaksana Pneumonia Balita

1 Apakah di Puskesmas dilakukan kegiatan tatalaksana pneumonia balita,

jika iya siapa yang melakukan hal tersebut?

2 Apakah Ibu dapat menjelaskan dengan rinci mengenai tatalaksana

pneumonia balita sesuai dengan pedoman tatalaksana pneumonia

balita/MTBS?

Faktor Tenaga Kesehatan : Pelatihan

1 Apakah Ibu pernah mengikuti pelatihan P2 ISPA (tatalaksana a.

pneumonia/MTBS) yang diselenggrakan Dinkes?

Pertanyaan Untuk Petugas MTBS (Informan

pendukung)

Page 227: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

Pertanyaan Untuk Infroman Ahli

1. Perencanaan Penemuan Pneumonia Balita

a. Menurut Bapak, apa yang dimaksud dengan perencanaan dalam suatu

program puskesmas?

b. Kapan seharusnya perencanaan program dibuat puskesmas?

c. Siapa saja yang seharusnya terlibat dalam pembuatan perencanaan

program penemuan kasus pneumonia balita?

2. Kegiatan Penemuan Pneumonia Balita

a. Menurut Bapak, kegaiatan penemuan kasus secara pasif atau aktif kah

yang lebih meningkatan penemuan kasus pneumonia balita di

puskesmas?

3. Tatalaksana Pneumonia Balita/MTBS

a. Menurut Bapak, jika di Puskesmas dilakukan tatalaksana pneumonia

balita, siapa yang seharusnya melakukan tatalaksana tersebut?

4. Kegiatan Pencatatan Dan Pelaporan

a. Menurut Bapak, apakah seharusnya ada pelaporan mengenai kasus

pneumonia dari klinik swasta atau praktek dokter?

b. Menurut Bapak, pencatatan dan pelaporan yang seperti apa yang

harus dilakukan puskesmas dalam meningkatkan angka penemuan

kasus pneumonia balita? kapan sebaiknya kegiatan pencatatan kasus

dilakukan?

Page 228: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

5. Faktor petugas Kesehatan

a. Menurut Bapak, Apakah ada perbedaan antara petugas laki-laki

dengan petugas perempuan dalam menjalankan tugas, terutama dalam

pelaksanaan penemuan kasus pneumonia balita?

b. Menurut Bapak, apakah petugas puskesmas yang melakukan kegiatan

penemuan kasus pneumonia, harus mendapatkan pelatihan mengenai

hal tersebut?

c. Pelatihan yang seperti apa yang seharusnya diberikan kepada petugas

kesehatan, dalam hal penemuan kasus pneumonia balita, apakah

puskesmas harus mengadakan pelatihan tersebut?

d. Menurut bapak, pendidkan terakhir apa yang seharusnya dimiliki oleh

petugas kesehattan, seperti kepala Puskesmas, penangung jawab

program dan petugas MTBS?

e. Menurut Bapak, apakah lama kerja petugas puskesmas mempengaruhi

kinerjanya?

f. Menurut Bapak, apakah pengetahuan petugas berpengaruh dalam

pencapaian penemuan kasus pneumonia balita?

6. Motivasi Petugas

a. Menurut Bapak, apakah motivasi petugas di puskesmas dapat

mempengaruhi pencapaian penemuan kasus pneumonia balita di

puskesmaa?

Page 229: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

7. Kepemimpinan Kepala Puskesmas

a. Menurut Bapak, kepemimpinan seperti apa yang seharusnya dimilki

oleh kepala puskesmas sebagai pimpinan?

8. Ketersediaan Sarana Dan Prasarana

a. Menurut Bapak, apakah ketersediaan media penyuluhan dan media

cetak sebagai penunjang program penemuan kasus pneumonia balita,

disetiap puskesmas harus ada? apakah media penyuluhan diadakan

oleh pemerintah atau kebijakan masing-masing puskesmas?

b. Apakah puskesmas boleh melakukan pengadaan seperti poster atau

media penyuluhan lainnya

9. Kegiatan Evaluasi

a. Menurut Bapak, kegiatan evalusi seperti apa yang seharusnya

dilaksanakan oleh puskesmas ? Berapa kali seharusnya puskesmas

mengadakan kegiatan tersebut ?

b. Pada saat kegiatan evaluasi, apakah petugas puskesmas harus hadir

semua dalam kegiatan tersebut?

Page 230: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

Pedoman Observasi

No. Subjek yang di

Observasi

Ada Tidak

ada

Jumlah tersedia

Buku cetakan

1 Stempel ISPA

2 Register harian pneumonia

3 Formulir laporan bulanan

4 Pedoman Pengendalian

ISPA

5 Pedoman tatalaksana

pneumonia/MTBS

6 Pedoman Autopsi Verbal

Media Penyuluhan

1 Poster mengenai

pneumonia balita

2 Lefleat mengenai

pneumonia balita

3 lembar mengenai balik

pneumonia balita

4 Kit Advokasi dan Kit

pemberdayaan Masyrakat

5 Dvd tatalakasana

pneumonia balita

6 TV spot dan radio spot

tentang pneumonia

Balita

Dokumen Jumlah

balita

Penderita

pneumonia

balita

Cakupan

penemuan

pneumonia

balita

Profil Puskesmas 2014

Laporan tahunan Kinerja Puskesmas

2014

Daftar Dokumen

Page 231: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

Kuesioner Pengetahuan

No. Pertanyaan Diisi

Oleh

peneliti

1 Penyakit apa yang diprioritaskan dalam program P2 ISPA ?

a. Semua jenis penyakit ISPA termasuk radang telinga dan tenggorokan

b. Pneumonia

c. Khusus penyakit ISPA yang dapat dicegah dengan imunisasi

d. Khusus penyakit infeksi saluran pernafasan atas

2 Bagaimana klasifikasi pneumonia pada bayi usia kurang dari 2 bulan menurut program P2

ISPA

a. Bukan pneumonia, pneumonia

b. Bukan pneumonia, pneumonia, pneumonia berat

c. Bukan pneumonia, pneumonia sedang,pneumonia

d. Bukan pneumonia, pneumonia sedang , pneumonia berat

3 Aldi berumur 1 tahun, dibawa ibunya ke Puskesmas dia batuk pilek dengan demam ringan

dan tidak ada tanda-tanda lainnya. Apa klasifikasi anda?

a. Pneumonia

b. Peneumonia berat

c. Bukan pneumonia

4 Anak berumur 8 bulan, dia sangat ngantuk dan sukar dibangunkan serta ada nafas cepat 56

kali per menit disertai dengan tarikan dinding dada ke dalam, apa klasifikasi anda?

a. Pneumonia

b. Pneumonia berat

c. Bukan pneumonia

5 Batasan nafas cepat sesui umur adalah

a. Umur bayi 2 bulan ≤ 1 tahun adalah 60 kali per menit atau lebih

b. Umur bayi < 2 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih

c. Umur anak 1 tahun ≤5 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih

d. Umur anak 1 tahun ≤5 tahun adalah 50 kali per menit atau lebih

6 Kepada siapa seharusnya tablet antibiotika diberikan?

a. Semua pasien ISPA dengan keluhan batukpilek

b. Semua pasien ISPA dengan demam dan batuk

c. Kepada pasien pneumonia saja

d. Kepada pasien pneumonia berat dengan kesadaran menurun

7 Antibiotika apa yang disarankan dalam tatalaksana pneumonia?

a. Kotrimokszol

b. Tetrasiklin

c. Ampicilin

d. Trisulfa

8 Untuk “berapa lama” antibiotika tersebut diberikan kepada penderita pneumonia

a. 2 hari

b. 3 hari

Page 232: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No. Pertanyaan Diisi

Oleh

peneliti

c. 4 hari

d. 5 hari

9 Alat bantu apa yang dipakai untuk menghitung nafas?

a. Sound timer

b. Arloji

c. Jam dinding

d. Tak ada alat bantu

10 Pada tahap pernafasan yang mana dapat anda temukan tarikan dinding dada ke dalam?

a. Menarik nafas

b. Mengeluarkan nafas

No. Pertanyaan Diisi

Oleh

peneliti

1 Program pemberantasan penyakit ISPA memberikan prioritas pada pemeberantasan penyakit:

e. Semua jenis penyakit ISPA termasuk radang telinga dan tenggorokan

f. Pneumonia

g. Khusus penyakit ISPA yang dapat dicegah dengan imunisasi

h. Khusus penyakit infeksi saluran pernafasan atas

2 Bagaimana klasifikasi pneumonia pada bayi usia kurang dari 2 bulan menurut program P2

ISPA

e. Bukan pneumonia, pneumonia

f. Bukan pneumonia, pneumonia, pneumonia berat

g. Bukan pneumonia, pneumonia sedang,pneumonia

h. Bukan pneumonia, pneumonia sedang , pneumonia berat

3 Aldi berumur 1 tahun, dibawa ibunya ke Puskesmas dia batuk pilek dengan demam ringan

dan tidak ada tanda-tanda lainnya. Apa klasifikasi anda?

d. Pneumonia

e. Peneumonia berat

f. Bukan pneumonia

4 Anak berumur 8 bulan, dia sangat ngantuk dan sukar dibangunkan serta ada nafas cepat 56

kali per menit disertai dengan tarikan dinding dada ke dalam, apa klasifikasi anda?

d. Pneumonia

e. Pneumonia berat

f. Bukan pneumonia

5 Batasan nafas cepat sesui umur adalah

e. Umur bayi 2 bulan ≤ 1 tahun adalah 60 kali per menit atau lebih

f. Umur bayi < 2 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih

g. Umur anak 1 tahun ≤5 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih

h. Umur anak 1 tahun ≤5 tahun adalah 50 kali per menit atau lebih

Page 233: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No. Pertanyaan Diisi

Oleh

peneliti

6 Apa yang dilakukan terhadap penderita pneumonia

a. Semua di rujuk ke rumah sakit untuk dirawat

b. Harus mendapat antibiotika parental (suntikan)

c. Pada penderita pneumonia bisa berobat jalan dengan mendapatkan antibiotika per

oral

7 Kasus dibawah ini merupakan “pneumonia berat “ bagi bayi yang harus dirawat

a. Anak usia 1 tahun, batuk pilek,suhu 39 derajat celcius

b. Bayi usia 1 bulan, demam , ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam

c. Bayi usia 3 bulan, batuk tanpa tarikan dinding dda bagian bawah

d. Anak usia 1 tahun,batuk, frekuensi nafas 37 kali per menit

8 Kepada siapa seharusnya tablet antibiotika diberikan?

e. Semua pasien ISPA dengan keluhan batukpilek

f. Semua pasien ISPA dengan demam dan batuk

g. Kepada pasien pneumonia saja

h. Kepada pasien pneumonia berat dengan kesadaran menurun

9 Antibiotika apa yang disarankan dalam tatalaksana pneumonia?

e. Kotrimokszol

f. Tetrasiklin

g. Ampicilin

h. Trisulfa

10 Untuk “berapa lama” antibiotika tersebut diberikan kepada penderita pneumonia

e. 2 hari

f. 3 hari

g. 4 hari

h. 5 hari

11 Alat bantu apa yang dipakai untuk menghitung nafas?

e. Sound timer

f. Arloji

g. Jam dinding

h. Tak ada alat bantu

12 Pada tahap pernafasan yang mana dapat anda temukan tarikan dinding dada ke dalam?

c. Menarik nafas

d. Mengeluarkan nafas

13 Umar bayi berusia 9 bulan, dibawa ibunya ke puskesmas dengan keluhan batuk sudah 3 hari,

menetek seperti biasa, suhu badan 36,5 derajat celcius. Frekuensi ernafasannya 45 kali per

menit dan tidak terlihat adanya tarikan dindingh dada bagian bwah . umar tergolong

penderita?

a. Pneumonia berat

b. ISPA ringan

c. Pneumonia

d. Batuk pilek biasa

Page 234: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No. Pertanyaan Diisi

Oleh

peneliti

e.

14 Pengobatan untuk umar adalah

a. Beri kotrimoksazol

b. Perwatan dirumah tanpa antibiotika

c. Beri injeksi kloramphenicol

d. Rawat inap dirumah sakit.

15 Berikut ini adalah tindakan yang akan saudara lakukan pada bayi usia 6 minggu dengan

pneumonia berat kecuali

a. Beri perawatan dirumah

b. Selimuti bayi agar tetap hangat

c. Berikan dosis pertama antibiotika

d. Segera rujuk ke rumah sakit

(Sumber; Buku pedoman P2 ISPA)

Page 235: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

Kuesioner Kepemimpinan Kepala Puskesmas (untuk Peanggung jawab P2

ISPA dan Petugas P2 ISPA)

No Pertanyaan Diisi oleh

peneliti

1 Apakah kepala puskesmas memberikan sanksi/peringatan bagi

petugas pelaksana yang lalai bertugas

a. Tidak

b. Ada

2 Apakah kepala puskesmas mengadakan pertemuan formal/rapat

rutin untuk mengkoordinasikan pelaksanaan program di

puskesmas

a. Tidak

b. Ada, dalam setahun... kali sebutkan

3 Apakah di puskesmas tersedia sarana dalam penyampaian keluhan

dari petugas puskesmas sehubungan dengan pelaksanaan program

a. Tidak ada

b. Ada dalam bentuk ... sebutkan

4 Didalam pengambilan suatu keputusan, apakah kepala puskesmas

bersikap terbuka dalam menerima saran di bawahan ...

a. tidak

b. ya

5 Apakah kepala puskesmas pernah memberikan

penghargaan/reward keada petugas puskesmas yang dinilai baik

dalam melaksanakan tugas

a. tidak pernah

b. pernah dalam bentuk... sebutkan

6 Apakah kepala puskesmas selalu mengingatkan petugas pelaksana

untuk selalu melaksanakan tatalaksana kasus ISPA sesuai dengan

standar program,

a. tidak

b. iya

7 Apakah kepala Puskesmas memberikan bimbigan dalam

tatalaksana kasus pneumonia seseuai dengan program

a. .tidak

b. iya

8 Apakah kepala puskesmas mengevaluasi secara berkala

pelaksanaan program P2 ISPA

a. tidak

b. iya

Page 236: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No Pertanyaan Diisi oleh

peneliti

1 Apakah ada sanksi/peringatan bagi petugas pelaksna yang lalai

bertugas

c. Tidak

d. Ada

2 Apakah ada pertemuan formal/rapat rutin untuk

mengkoordinasikan pelaksanaan program di puskesmas

c. Tidak

d. Ada, dalam setahun... kali sebutkan

3 Apakah di puskesmas tersedia sarana dalam penyampaian keluhan

dari petugas puskesmas sehubungan dengan pelaksanaan program

c. Tidak ada

d. Ada dalam bentuk ... sebutkan

4 Didalam pengambilan suatu keputusan, apakah pimpinan saudara

bersikap terbuka dalam menerima saran di bawahan ...

c. tidak

d. ya

5 Apakah pimpinan sudara pernah memberikan penghargaan/reward

keada petugas puskesmas yang dinilai baik dalam melaksanakan

tugas

c. tidak pernah

d. pernah dalam bentuk... sebutkan

6 Apakah pimpinan saudara selalu mengingatkan petugas pelaksana

untuk selalu melaksanakan tatalaksana kasus ISPA sesuai dengan

standar program,

c. tidak

d. iya

7 Apakah pimpinan saudara memberikan bimbigan dalam

tatalaksana kasus ISPA seseuai dengan program

c. .tidak

d. iya

8 Apakah pimpinan saudara mengevaluasi secara berkala

pelaksanaan program P2 ISPA

c. tidak

d. iya

Page 237: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

Pertanyaan Motivasi Petugas Penanggung Jawab P2 ISPA dan Petugas MTBS

Keterangan

1=Sangat tidak setuju

2= tidak setuju

3=kurang setuju

4=setuju

5=sangat setuju

No Pernyataaan

Alternatif Jawaban

Sangat

tidak

Setuju

Tidak

Setuju

Kurang

setuju setuju

Sangat

Setuju

1 Bekerja pada instansi ini

membuat saya berguna di

dalam kehidupan

bermasyarakat

2 Pemberian penghargaan bagi

petugas yang berprestasi akan

memberikan motivasi kerja

pada petugas

3 Saya merasa bahwa dengan

bekerja di perusahaan ini.

kebutuhan perumahan yang

wajar sudah dapat terpenuhi

4 Atasan saya selalu memberikan

pujian apabila saya

menjalankan tugas pekerjaan

dengan hasil memuaskan

5 Bekerja di instansi ini, dapat

menjamin kehidupan saya di

hari tua

6 Saya merasa senang karena

petugas kesehatan dan petugas

lainnya bisa menerima saya

sebagai partner yang baik

7 Saya selalu dilibatkan dalam

pertemuan atau rapat dalam

mengambil keputusan dalam

kegiatan puskesmas

8 Saya mersa senang bila

pengabdian saya, selam bekerja

di Puskesmas ini diakui oleh

kepala Puskesmas

9 Puskesmas memberikan

kesempatan bagi petugas untuk

mengembangkan potensi yang

ada pada dirinya untuk lebih

maju

Page 238: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

10 Saya merasa tertantang untuk

menyelesaikan tugas yang

diberikan

No Pernyataaan

Alternatif Jawaban

Sangat

tidak

Setuju

Tidak

Setuju

Kurang

setuju setuju

Sangat

Setuju

1 Bekerja pada instansi ini

membuat saya berguna di

dalam kehidupan

bermasyarakat

2 Pemberian penghargaan bagi

petugas yang berprestasi akan

memberikan motivasi kerja

pada petugas

3 Saya merasa bahwa dengan

bekerja di perusahaan ini.

kebutuhan perumahan yang

wajar sudah dapat terpenuhi

4 Atasan saya selalu memberikan

pujian apabila saya

menjalankan tugas pekerjaan

dengan hasil memuaskan

5 Bekerja di instansi ini, dapat

menjamin kehidupan saya di

hari tua

6 Saya merasa senang karena

petugas kesehatan dan petugas

lainnya bisa menerima saya

sebagai partner yang baik

7 Saya selalu dilibatkan dalam

pertemuan atau rapat dalam

mengambil keputusan dalam

kegiatan puskesmas

8 Saya mersa senang bila

pengabdian saya, selam bekerja

di Puskesmas ini diakui oleh

kepala Puskesmas

9 Puskesmas memberikan

kesempatan bagi petugas untuk

mengembangkan potensi yang

ada pada dirinya untuk lebih

maju

10 Saya merasa tertantang untuk

menyelesaikan tugas yang

diberikan

Page 239: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan
Page 240: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

Matriks Hasil Wawancara Mendalam dengan Informan Utama (Informan 1 s/d 4)

No. Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4

1

Perencanaan

Program

Penemuan Kasus

Pneumonia Balita

a. Apakah setiap

tahun puskesmas

membuat

perencanaan

program

penemuan kasus

pneumonia

balita?

b. Siapa saja

petugas yang

dilibatkan, dalam

pembuatan

perencanaan

penemuan kasus

pneumonia balita

di Puskesmas?

“dilakukan dong. awal januari,

januari, februari lah,”

“kan kemarin saya juga baru,

dari sini kan februari

pertengahan.

“Sebelumnya tuh januari,

februari, maret, Cuma itu

harus ada profil puskesmasnya

baru dibuat perencanaan”

“yang buat perencanaan

penanggung jawab P2 ISPA,

kan nanti ngumpulin semua

tuh, setiap pemegang program

baru dibuat”

“ya rata-rata sih hampir sama

dengan di Puskesmas lain,

misalnya pendataan kemudian

temuan-temuan di Posyandu

pertemuan di dalam gedung,tapi

apa yang dilakukan disini saya

enggak tahu persis terutama

tahun 2014, karena ibu baru

masuk Februari 12-13”

“Semuanya terlibat, terutama

yang megang program mbak”

“Dibuat, oh kita ada

sistem laporan, semua

program sama dibuat, ada

laporan mingguan bulanan

tahunan di rangkum dalam

satu laporan”

“perencanaan setahun

sebelumnya, ehmm, awal

bulan ya”

“yang buat bidan Septi,

penanggung jawab

pneumonia untuk anak

ya”, “program itu

misalnya ada kaitan

dengan posyandu dengan

bina wilayah bidan-bidan,

kalau lintas program

“disini pasti ada

perencanaan. Tapi jujur

disini saya baru 5 bulan,

kalau rencana program sih

setiap bulan, kalau cakupan

pencapaian target MTBS sih

saya targetkan minamal 1-5

MTBS”

“MTBS belum berjalan

maksimal, dan petugasnya

pun belum pernah ikut

pelatihan MTBS.tapi saya

coba terapkan, kalau yang

buat perencanaan yang

megang programnya,

melibatkan seluruhnya.

LAMPIRAN 3

Page 241: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No. Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4

ehmm lintas sektoral itu

bisa dengan BP-BP swasta

atau klinik-klinik untuk

meminta laporan”

Terutama dokter. Ya dokter,

soalnya yang menentukan

diagnosa itu kan dokter.

Tidak ada lagi bidan atau

perawat yang memeriksa”

2

Program

Penemuan Kasus

Pneumonia Balita

a. Kegiatan apa saja

yang termasuk

dalam program

penemuan kasus

pneumonia balita

di Puskesmas?

“ya paling ya kalau kegiatan

pneumonia sama MTBS,

pelaksanaan pelayanan MTBS

di sini,

“iya, “iya di posyandu juga. Kan di

posyandu juga terus yaudah

jadi gitu kalo pelaksanaan

pelayanan MTBS di sini kan,

iya aktif kalau itu kan di

posyandu ya diperiksa terus

kalau misalnya pneumonia

udah disuruh kesini kalau

enggak sibuk”

“Saya tidak tahu persis kalau

disini, ya tapinya pasti

pelaksanaan penyuluhan di

posyandu pemeriksaan balita,

iya bagusnya ya aktif dan pasif,

tapi sepertinya pasif saja”

“ke klinik-klinik mencari

sasaran bisa juga dengan

kunjungan rumah,

tergantung kasus, kalau

ada kasus ya pernah,

pernah terkadang kalau

jemput bola kita ke klinik-

klinik swasta”

“strateginya ya kita di

posyandu, penyuluhan

perorangan, penyuluhan

perkelompok ibu-ibu di

posyandu. Pokonya setiap

ada anak yang batuk pilek,

demam pokoknya jangan

dianggap enteng. Kita kan

disini cakupan TB juga

masih rendah ya, ada batuk

lebih dari 2 minggu ya itu

harus segera periksa dahak.

Penyuluhan motivasi

perorangna, di luar dan

dalam gedung ya itu tetap

Page 242: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No. Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4

b. Apakah ada

kerjasama dengan

MTBS dalam

program

penemuan kasus

pneumonia balita

di Puskesmas?

“iya jadi dalam pemeriksaan

balita, dari situ bisa diketahui

penyakitnya apa, iya, jadi

begini kan ini puskesmas baru

sebelum tangsel jadi Kota dulu

kan Kabupaten Puskesmas ini

belum ada, dulu saya kan di

pondok jagung, jadi

petugasnya perlu dilatih MTBS

jadi yang belum dilatih berapa

gitu”

“Ya iya ada, MTBS yang

meriksa balita pas sakit., MTBS

penemuan pneumonia balita,

pneumonia balita bisa diketahui

melalui pelaksanaan MTBS

nya”

“sebagai fasilitator untuk

penemuan kasus itu sangat

penting sekali”

dilakukan”

“Kalau dari MTBS ini ya

lebih diketahui ya deteksi

dininya . karena kan kadang

ada batuk yang buka

pneumoni, ya pokoknya

banyak lah. Saya kan juga

pernah ini lah MTBS,

seperti itu”

3

Tatalaksana

Pneumonia Balita

b. Apakah di

Puskesmas

dilakukan

kegiatan

tatalaksana

pneumonia balita,

jika ada siapa

yang melakukan

hal tersebut?

“ya dokter sama bidan atau

perawat yang membantunya,

balita sakit kan, iya biasanya

kalau pemeriksaan petugas

yang sudah paham atau sudah

dilatih sebentar kalau petugas

belum dilatih kan lama ya

meriksanya, kalau dia enggak

begitu lama meriksanya”

“MTBS itu saya mengerti MTBS

itu seharusnya ada, saya ngerti

dan itu sangat patuh bagaimana

kita lebih detail dalam temuan

iya kan, jadi gimana saya

sarankan kamu ke pak Budi,

tadi kamu lihat enggak tadi ada

MTBS, laporan MTBS itu

enggak perlu lima, tiga orang

“tatalaksananya dari

MTBS, dokter umum yang

melakukannya”

“Kalau dari MTBS ini ya

lebih diketahui ya deteksi

dininya . karena kan kadang

ada batuk yang buka

pneumoni, ya pokoknya

banyak lah. Saya kan juga

pernah ini lah MTBS,

seperti itu”

“oleh dokter”

Page 243: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No. Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4

c. Menurut

bapak/ibu apakah

petugas

melakukan

tatalaksana

pneumonia balita

sesuai dengan

pedoman

tatalaksana

pneumonia

balita/MTBS?

“iya sudah sesuai, tapi

spertinya tidak semua petugas

menggunakan alat hitung

napas, karena itu harus dilatih

dulu jadi susah kalau petugas

yang belum dilatih

menggunakan alat hitung

napas itu”

juga enggak apa-apa”

“iya petugas di bagian anak,

seharusnya dia berdekatan juga

dengan gizi makanya ruangan

gizi saya taro berdekatan

dengan anak”

“kita kekurangan tenaga

disini,saya rasa tidak selalu

dokter tapi kadang-kadang”

”selama ini sesuai aja,

kalau banyak pasien kan

tatalaksana itu cukup rumit

ya. kalau sudah dilatih

mereka melaksanakannya

sesuai dengan prosedur ya

kan ada SOP nya disitu”

“belum sesuai karena tadi

mereka masih banyak yang

belum dilatih paling pake

modul-modul saja”

4

Kegiatan

pencatatan dan

pelaporan

a. Apakah petugas

puskesmas

melakukan

kegiatan

pencatatan dan

pelaporan

penemuan kasus

“iya yang melakukannya

penanggung jawab program,

kan nanti ada di LB3”

“iya ada laporan juga dari

klinik swasta, pencatatannya

dilakukan sama penangung

jawab P2 ISPA tapi kadang

“sebetulnya harus ada tapi

biasanya temuan di klinik

swasta di laporin jarang paling

ada ISPA pneumonia ringan,

tapi itupun mereka ngerjainnya

tanpa MTBS, iya petugasnya”

“pastinya sesudah dong,

“yang biasanya dokternya

yang melakukan

pencatatan” “iya, tapi ada

juga tuh petugas P2 ISPA

nya bantu,” “ehmm rutin-

rutin”

“biasanya setelah jam

“ada di laporan W2. Kita

setiap hari senin, iya

penanggung jawab

program”

“hmmm kalo klinik swasta

paling dari BPS. Tapi disini

mah enggak maksimal ya, “

Page 244: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No. Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4

pneumonia balita

di Puskesmas dan

di klinik swasta?

b. Apakah ada

pelaporan ke

Dinkes mengenai

kasus

pneumonia?

mereka saling bantu”

“kalau laporan ke dinkes

setiap bulan”

sesudah selesai pasien

pelayanan lalu pencatatan

register, iya setelah pelayanan,

sudah ada enggak tadi ? saya

berharap setiap hari harus

sudah dilakukan, ada tidaknya

form MTBS pneumonia harus

di lakukan di register anak

selesai hari itu juga di bagian

umum juga gitu, Cuma kadang

terkendala kalau petugas

anaknya ada rapat diganti sama

orang lain, kadang-kadang itu

yang sedikit hambatan”

“saya berharap kalau laporan

bulanan sudah lengkap ya

dilaporkan ke Dinkes”

pelayanan”

“kebanyakan kita sih yang

jemput bola ya. iya kadang

klinik swasta ini langsung

ke dinas enggak melalui

kita dipikirnya kita minta

ke dinas padahal kita

sendiri harus mencari

gitu”

“pelaporan ke Dinkes pasti

ada, karena itu sudah

tugas puskesmas”

“ya.. kita punya register

tersendiri dan itu dilakukan

setiap hari ispa, diare, dan

itu dilakukan setiap hari

terus petugasnya

melaporkan ke dinas

kesehtan seminggu sekali

setiap hari senin. Via email

Page 245: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No. Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4

5 Faktor petugas

(Pelatihan Petugas)

a. Apakah petugas

P2 ISPA di

Puskesmas yang

Bapak/Ibu

pimpin, sudah

pernah mengikuti

pelatihan P2

ISPA (tatalaksana

pneumonia/MTB

S)?

“kalau petugas yang di MTBS

ya dilatih jadi enggak semua,

ini baru bu leny itu aja sih”

“dinas provinsi kalau disini

khusus bu Leny saja kan

enggak semua, ya sudah siapa

yang dilatih ngajarin

temannya, kalau yang dilatih

bu Leny setahu saya harusnya

juga melatih staf yang lain”

“seharusnya sudah”

“ setahu saya dia senior dan

harusnya sudah”

“perawat atau dokter”

“kalau pelatihan belum,

pelatihan kan enggak

gampang ya nanti kalau

dinas mengadakan

pelatihan lagi gantian”

“hemm saya kira di sini

petugasnya banyak yang

belum di latih MTBS ya”

“belum, disini beum ada

yang terlatih. Tapi mereka

udah punya modul-

modulnya .kan

klasifikasinya sudah ada”

6 Motivasi

a. Apa motivasi

atau upaya Bapak

untuk memajukan

puskesmas bapak

menjadi lebih

baik, terutama

dalam pencapaian

target penemuan

kasus pneumonia

balita?

“dari sekarang saya harus

menyiapkan impian saya

puskesmas bakti jaya menjadi

Puskesmas Kecamatan jangka

lima tahun kan begitu, kalau di

Puskesmas Setu kan non

perawatan puskesmasnya kecil

kan, kalau Setu kan enggak

mungkin karena enggak ada

perawatan, kalau Puskesmas

“yang jelas lebih baik dong”

“ yang jelas saya tahap pertama

yang dilakukan sebagai

pimpinan yang baru saya

berusaha untuk semua staf

disiplin yang baik , bekerja

dengan baik. semua tugas akan

dikerjakan dengan baik kalau

dia bekerja dengan baik tidak

sekadar intruksi kamu kerjakan

“motivasi saya senyum

sapa sabar mengutamakan

pelayanan menggalakan

pelayanan promotif

preventif”

“motivasinya saya ingin

puskesmas ini lebih baik ya.

Puskesmas ini kan sebagai

pelayanan yang kita hadapi

kan manusia. Jadi saya

selalu mengatakan

keseluruh staf

mengutamakan ke

disiplinan. Artinya jika

meeka disiplin insha Allah

Page 246: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No. Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4

keranggan kan dipojok sana” MTBS, Yang kedua dapat

memahami tugas tenaga

kesehatan tugas pokoknya,

meskipun kan kadang kala

MTBS adapetugas yang

mengerjakan tapi saya

berharap dari petugas yang

sudah di latih dapat

mentrasferkan ilmunya

bagaimana caramelaksanakan

MTBS harus seperti itu dengan

demikian semua dia pahami

termasuk pencatatan

pelaporannya jadi siapa yang

bertugas, karena SDM yang ada

di puskesmas sering kali double

job, pekerjaan kita tumpang

tindih , kalau pasien kan enggak

mungkin tidak tiap hari enggak

bisa kita cegah”

kerjanya juga akan baik.

Mereka butuh kesolid an,

butuh kerja sama,

keterbukaan. Alhamdulillah

disini 5 buln, evaluasi

triwulan pertama kita

memiliki kinerja yang tepat.

Berartikan kita bukan apa-

apa tanpa temen-temen.

Jadi memang saya selalu

memotivasi mereka untuk

bekerjalah untuk hati,

karena kalau bekerja tidak

dengan hati itu sulit. Pasien

datang, periksa, pulang.

Jadi saya selalu

menanamkan kepada temen-

temen anggaplah puskesmas

ini sebagai rumah kedua.

Jadi ada rasa memiliki, rasa

tanggung jawab. Anggaplah

semua pasien yang datang

kesini keluarga kita. Jadi

Page 247: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No. Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4

misal keluarga kita datang

ke puskesmas, petugasnya

asal-asalan, tdak

menyampaikan maksud

dengan baik, apa rasanya?

Sebagai contoh, tempat

tidur rawat inap tidak

bersih, saya tanya ke temen-

temen. Mau gak tidur

disitu? Mereka jawab gak

mau bu. Ya pasien sama gak

mau. Jadi Alhamdulillah OB

pun bekerja dengan baik.

Jadi pukesmas di tangerang

selatan ini sudah ada”

7 Ketersediaan

Sarana dan

Prasarana

penunjang

a. Apakah di

Puskesmas yang

Bapak/Ibu

pimpin, tersedia

“disana itu kan ada meja tuh

nah ada buku-buku gede iya itu

poster-poster itu nanti dari

petugas promkes dan di

“setahu saya ada dari Diinkes”

“itu saya kumpulin karena saya

enggak mau kehilangan ini

masuk ke data saya tapi saya

“kita bisa pake in fokus

bisa laptop bisa pake

buku,”

“media, seperti apa

“ada, coba nanti tanyakan

lagi ke petugas ya, dibawah

sepertinya diruang poli

anak”

Page 248: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No. Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4

media cetak dan

media

penyuluhan

terkait penemuan

kasus pneumonia

balita?

distribusikan ke posyandu

sekolah-sekolah”

enggak ragu-ragu untuk

mendistribusikannya mulai dari

TK, PAUD, posyandu termasuk

swasta sekolah kita

distribusikan apabila mencukupi

sesuai dengan tujuan kita jadi

saya tidak asal bagi pada saat

yang berkaitan dengan UKS

tidak sekedar ISPA kalau di

UKS kan enggak ada karena

anak-anaknya sudah besar-

besar di Posyandu ISPA kita

berikan kecacingan di taro di

SD, jadi saya mendistribusikan

itu pun disesuaikan dengan

kebutuhan

brosur-brosur yang

dibagikan ke posyandu

mengenai balita sakit atau

apa kenali tanda-tandanya

harus segera mungkin ke

pelayanan kesehatan”

8 Kegiatan Evaluasi

c. Apakah di

Puskesmas yang

Bapak/Ibu

pimpin,

dilakukan

“tiap bulan ada lokmin lokbul”

“kadang enggak nentu juga

tergantung keadaanya, tapi

pastinya tiap bulan”

“ terlibat dari mulai OB, kalau

“untuk waktunya tidak selalu,

tapi paling tidak minimal

sebulan sekali, kalau misalnya

sangat urgent saya janjian hari

ini bisa besok tapi minimal satu

“waktu mereka juga pada

sibuk megang program”

adanya lokmin saya lokbul

tiap bulan atau ada juga

mingguan bisa”

“evaluasi program kita

lokakarya bulanan kita

laksanankan seluruhnya”

Page 249: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No. Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4

kegiatan evaluasi,

siapa saja yang

dilibatkan dalam

kegiatan

tersebut?

d. Apa saja yang

dibicarakan

dalam kegiatan

evaluasi di

Puskesmas?

kita kan ada staf meeting”

“dalam evaluasi yang

dibicarakan ya pencapaian

program atau hambatan

kendala atau membahas

kebijakan di tangsel itu

disampaikan perencanaan

yang dilakukan di tangsel.

Kebijakan dinas, nah itu semua

dilakukan. di masyarakat ada

kendala apa engga. Ya gitu

kali, setiap kali kita rapat,

misalnya masukan dari staf-staf,

apa yang mereka harapkan dari

teman-temannya apa yang

diharapkan nanti jatuhnya akan

prioritas lagi mana yang akan

di tindak lanjuti, tapi hampir

setiap bulan programnya

berjalan dengan rutin jadi tidak

ada bulan ini program ISPA

bulan depan enggak, enggak

mungkin ya jadi tetap berjalan”

“ya ngebahas program,

mungkin ngebahas semua

program dalam 1 hari enggak

mungkin, hari ini apa yang

menjadi kemasalahan utama

satu itu, apakah bulan ini lagi

trend apa, ada kejadian apa kita

bahas ada persoalan apa kita

cermati pada bulan ini lalu kita

bicarakan, untuk di evaluasi di

“kalau kita semua

program dijadiin satu aja,

karena keterbatasan

“kita semua program di

evaluasi enggak hanya

pneumonia, dalam satu

kegiatan perencanaan

kedepan apa sudah

mencapai sasaran apa

yang akan dilaksanakan

tahun depannya makanya

kita evaluasi program, jadi

kita ada namanya loka

karya bulanan terus da

yang mingguan”

“ya salah satunya kita

disitu bicara program-

program”

“Itu menyampaikan hasil

program, cakupan,

targetnya berapa,

capaiannya berapa,

permasalahnnya apa, kalo

ada permasalahan apa

kendalanya. Kemudian pada

saat lokbul temen-temen

juga menyampaikan hasil

rapat apa yang mereka

Page 250: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No. Pertanyaan Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4

lah. Kegiatan rutin kan” bulan depan biasnya kita

dengan kader-kader kesehatan

biasanya kita lokmin, loka karya

mini, ketemuan UKS ketemuan

kader ya kemudian kalau di

dalam gedung ya kita dengan

staf”

dapat dari hasil rapat itu

yang dikasih tau ke kita”

Page 251: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

Matriks Hasil Wawancara Mendalam dengan Informan Pendukung (Informan 5 s/d 10)

No Pertanyaan Informan 5 Informan 6 Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10

1

Perencanaan

Program

Penemuan Kasus

Pneumonia Balita

a. Apakah setiap

tahun

puskesmas

membuat

perencanaan

program

penemuan

kasus

pneumonia

balita?

b. Siapa saja

petugas yang

dilibatkan,

dalam

pembuatan

perencanaan

penemuan

kasus

“POA itu”

“ POA itu dibuat

sebelum akhir tahun,

Desember-november

lah”

“tapi lupa POA nya

dimana, ya,,nanti

saya cari dulu”

“oh iya kita namanya

masing-masing

program itu pasti

bekerja sama dengan

promkes, kalau

berhubungan dengan

pneumonia bisa

promkes bisa kesling,

“iya ada, bulan

Desember biasnya

diakhir tahun”

“ iya buatnya dibantu

sama dokter yang

mimpinnya, kerja

sama kesling, iya”

“ada, biasanya

bulan Desember

atau Januari lah”

“yang buat saya

sendiri”

“Ada buat 1 tahun,

Pas awal tahun”

“bulan, paling bulan

Januari-februari,

yaa desember akhir

lah,

“yang buat

perencanaannya

saya sendiri, jadi

kan kayak

perencanaan untuk

satu tahun kedepan

kan, kerjasama sama

sama kesling pasti

- -

LAMPIRAN 4

Page 252: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No Pertanyaan Informan 5 Informan 6 Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10

pneumonia

balita di

Puskesmas?

MTBS bisa juga

dengan apa namanya

binwil-binwil”

sama kader sama

dokter di puskesmas

itu aja”

2

Program

Penemuan Kasus

Pneumonia Balita

a. Kegiatan apa

saja yang

termasuk

dalam program

penemuan

kasus

pneumonia

balita di

Puskesmas?

“kalau pneumonia itu

programnya 1

pelacakan kalau ada

kasus pneumonia,

atau kematian bayi

akibat pneumonia

pelacakannya ya,

mungkin dalam

setahun itu bisa

tergantung kasus,

kalau saya di

perencanaanya kan

ada targetnya itu 2

kali, dilihat dari

banyaknya kasus aja

itu baru kunjungan

bayi yang meninggal

“selama ini sih itu

pasif, tapi dicari juga

neng di posyandu”

“kalau kita, kita ke

klinik-klinik,

wilayah kerja

Pisangan itu kita

nyari pasien jadi

kita bikin formnya

sepuluh penyakit

terbesar salah

satunya untuk

pneumonia karena

kalau untuk di

puskesmas kita

kurang dari target

kita jadi kita ke

klinik-klinik yang

ada di wilayah

kerja pisangan kita

“paling

penyuluhannya aja,

di Posyandu-

posyandu, paling

kita nunggu pasien

saja”

- -

Page 253: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No Pertanyaan Informan 5 Informan 6 Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10

dalam setahun karena

kasus pneumonia baik

bayi ataupun balita

itu kunjungannya tapi

kalau misalnya

planing buat bulanan

nya mungkin kita

sambil posyandu bisa

juga menanyakan ke

kader atau kita juga

sama binwil bisa

mencari bayi dengan

napas cepat kita bisa

bilang pneumonia

kan, setiap haripun

bahkan setiap bulan

pun kita di balai

pengobatan di

puskesmas itu di poli

itu kan tiap hari ada

yang berobat di poli

anak kan kalau

misalnyan bayi

nyari nanti kan

disitu di dapatkan

jumlah penderita

yang ditemukan

tapi ini lebih ke

anak-anak ya kita

kalau dewasa

enggak, Cuma

sampai lima

tahun”

Page 254: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No Pertanyaan Informan 5 Informan 6 Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10

b. Apakah ada

kerjasama

dengan MTBS

dalam program

penemuan

kasus

pneumonia

balita di

Puskesmas?

dengan napas cepat

bisa kita ambil data

dari situ , tapi kalau

untuk POA nya

sendiri bersamaan

dengan posyandu atau

binwil kita bisa

kadang ada bayi atau

balita dengan napas

cepat itu disebut juga

dengan pneumonia”

“iya ada, dari MTBS

itu kan dapat

diketahui penyakitnya

apa”

“pasti lah neng, kalau

MTBS nya buruk atau

petugasnya belum

terlatih, susah

menentukan kasus di

MTBS”

“iya kerjasama

sama MTBS”

“di Puskesmas

dengan MTBS, di

posyandu dengan

kader”

Page 255: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No Pertanyaan Informan 5 Informan 6 Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10

3

Tatalaksana

Pneumonia Balita

a. Apakah di

Puskesmas

dilakukan

kegiatan

tatalaksana

pneumonia

balita, jika iya

siapa yang

melakukan hal

tersebut?

b. Apakah Ibu

dapat

menjelaskan

dengan rinci

mengenai

“Dokter umum yang

periksa, kalau

memang dia kesulitan

bernapas misalnya

baru pneumonia

ringan saja biasanya

di kasih obat untuk

meredakan batuk,

bahakan kalau

misalnya itu pun

antibiotik yang sesuai

dengan gejalanya

dia, iya terus lanjut

lagi”

“kan didalam MTBS

itu Kan ada

standarnya, ada

bayi/balita yang di

MTBS itu kan semua

“ya dua-duanya

kadang dokter atau

bidan, seharusnya

emang dokter ya tapi

enggak selalu ada

dokter di puskesmas

kadang-kadang kan

ada dinas malam nya

pagi-pagi libur, yang

pasti dijelaskan

menurut prosedur

gitu”

“iya pasti itu mah

neng dari dinas

kesehatan”

“kan pasien datang

harus ditanya, datang

suruh duduk lalau

ditimbang duduk

ditanya kenapa kan

“iya MTBS kan

hanya penyakit-

penyakit tertentu

saja yang kita

masukan ke MTBS

misalnya kayak

ada pasien demam

diare yaudah kita

masukin ke form”

“kebetulan kalau

disini yang

meriksa dokter”

“kalau pneumonia

beratkan harus di

rujuk ya kan disini

kita tindakannya

udah batuk pilek

“Paling diperiksa

sama dokter, nanti

kan ada kasus

pneumonia

diagnosanya sama

dokter , jadi kita

tahunya dari

dokter”

“iya dokter”

“paling ditanya

batuknya dari

kapan?terus udah

berobat kemana,

nanti kan kita lihat

“di MTBS,

sebelum masuk ke

penyakitnya kan

ada tuh didalam

form nya MTBS

apa coba,tahu

penyakit berat

atau tidak gimana

caranya, sebelum

kita melakukan

MTBS syarat

mutlaknya adalah

apa, tahu

kan?hehe”

“nomor satu

kalau MTBS itu

pneumonia

dibawah lima

tahun ya”

“terus untuk

MTBS sendiri

“kalau

tatalaksananya

ya sesuai

prosedur saja,

konsultasi

sama dokter

kita punya ini

apa namanya”

“pedoman dari

MTBS”

“Dokter

dibantu sama

asisten bisa

bidan atau

perawat, tapi

biasanya

dokter”

Page 256: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No Pertanyaan Informan 5 Informan 6 Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10

tatalaksana

pneumonia

balita sesuai

dengan

pedoman

tatalaksana

pneumonia

balita/MTBS?

kita tanyain dia

sudah kategori

bahaya atau tidak.

terus ada Optionnya

juga mengenai anak

ada batuk / sukar

bernapas atau tidak.

Kalau memang sukar

bernapas, kan kita

hitung napasnya

ddalam satu menit

ada berapa

napasnya, sudah

berapa lama iya kan

jadi kita bisa lihat

disitu dia sebenarnya

sakit apa . Kita bisa

liat apa batuk, apa

diare, apa demam,

campak atau malaria,

disitu ada tu

optionnya di MTBS

itu apa gangguan

pasti dia jawabkan

sakit batuk apa sesak

atau panas dan batuk

nah diperiksa dilihat

kan, dilihat apakah

ada napas cepat kalau

kita lihat memang ada

napas cepat otomatis

harus dihitung

napasnya iya kan, kita

kan target juga sehari

minimal 3 ya

menemukan penderita

pneumonia, minimal 3

kalau lagi banyak

mah banyak, kalau

sekarang menurun,

dulu banyak banget

ada 4 , karna mereka

datangnya dari luar

wilayah mungkin

kalau dari penduduk

serpongnya sendiri

ada sesak napas itu

kita uab aja”

ada inian apa sih

penarikan dinding

pernapasannya”

nomor satu yang

paling banyak itu

kan batuk pilek

kan, yang nomor

satu ini kalau ada

penyakit beratnya

enggak bisa

diwawancara di

MTBS karena

harus dirujuk

segera, kalau

yang kedua ada

batuk misalnya

apa yang

ditanya”

“berapa hari

dilihat lagi

batuknya

dihitungnya pas

sudah dihitung,

dihitung sama

kita pakai apa,

alatnya?”

Page 257: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No Pertanyaan Informan 5 Informan 6 Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10

telinga,imunisasi,

kurang gizi cacing,

apa pneumonia kan

ada semua. tapi Kalau

pneumonia paling kita

disini optionnya

apakah anak batuk

atau sukar bernapas.

Nah jadikan nanti kita

hitung napasnya. dari

situ Ketauan dia

pneumoni atau tidak

gitu”

dia banyaknya kan ke

dokter karena udah

pada apa namanya,

bukan SDM nya ya,

mungkin golongannya

udah menengah ke

atas ya jadi dia

banyaknya ke dokter

praktek yang swasta

gitu ya jadi

penduduknya yang

ada di serpong sendiri

itu enggak banyak

yang berobat kesini

padahal mungkin ada

pneumonia yang

enggak bisa

ditemukan yang

enggak datang ya

itulah jadi kita

dilihatnya di

posyandu kita pasti

kalau di posyandu kan

“sound timer, pas

sudah di hitung,

lanjut yang

berikutnya apa

lagi, tahu enggak

kalau yang

pneumonia”

Page 258: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No Pertanyaan Informan 5 Informan 6 Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10

balita yang ditimbang

pas ditanya kenapa

anaknya enggak

datang atau kenapa

enggak disuntik kan ,

anak demam sakit

atau apa pasti sama

bidannya diperiksa,

saya sebagai

petugasnya sering

mensosialisasikan

tentang penyakit ISPA

untuk penjaringan

pneumonia kan, yang

pneumonia itu seperti

apa gejalanya tanda-

tandanya dan seperti

apa gitu kalau

misalnya yang bukan

pneumonia seperti

apa gitu kan mereka,

minimalnya kan sudah

tahu yang ke

Page 259: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No Pertanyaan Informan 5 Informan 6 Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10

posyandu pasti

dilihat, owh iniada

napas cepat ini

pneumonia, nah itu

yang apa kata neng

tadi aktif ya”

4

Kegiatan

pencatatan dan

pelaporan

a. Apakah Ibu

melakukan

kegiatan

pencatatan dan

pelaporan

penemuan

kasus

pneumonia

balita di

Puskesmas dan

laporan dari

klinik swasta?

“disini kan

pencatatanya ada

pneumonia ada form

sendiri,misalnya kita

periksa terus kalo

kita curiga pneumonia

ya sudah kita masukin

aja ada registernya”

“iya setiap hari”

“dari klinik swasta itu

tiap bulannya itu dia

yang kasus

pneumonia sejauh ini

kita paling dari

“setiap hari, di

register”

“register ISPA ada

yang bukan ISPA ada

harus dicatat kalau

yang khusus

pneumonia ada lagi

dibukunya”

“ada kalau lagi ada,

pasti kalau swasta

harus kaya jemput

bola aja, kalau yang

orangnya ini apa”

“ada, di register

anak itu kita

pindahin lagi ke

register ISPA baru

kita laporin ke

Dinas”

“habis pelayanan

paling kita

ngerekap, ada di

register ISPA nya”

“Ada paling itu juga

ISPA dewasa, ISPA

yang sudah dewasa

yang ringan juga.

Paling bukan

pneumonia. kalau

disini kan

pneumonia jarang ,

bukan jarang

bahkan enggak ada

- -

Page 260: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No Pertanyaan Informan 5 Informan 6 Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10

b. Apakah ada

pelaporan dari

Puskesmas ke

Dinkes

mengenai

kasus

pneumonia?

bidan-bidan prakter,

mantri kaya perawat

balai pengobatan ya

ada sih”

“iya nanti data kasus

tersebut, baru

dilaporkan ke dinkes”

“itu mah pasti neng,

kan dinkes juga puya

target penemuan

kasus, jadi puskesmas

harus lapor setiap

bulannya”

“setiap bulan dari

tanggal 25 ketemu

tanggal 25 itu kita

salin”

pneumonia kan”

“dilaksanakan juga”

“iya disini setiap

bulan”

5

Faktor petugas

(Pelatihan

Petugas)

a. Apakah Ibu

pernah

mengikuti

pelatihan P2

ISPA

(tatalaksana a.

pneumonia/MT

BS) yang

“kalau saya belum,

nah itu dokter lia itu

dulunya pernah

megang program

ISPA diare di situ

gintung untuk

pelatihan khususnya

sepertinya sudah ada

“sering”

“ya itu itu aja kayak

gitu, penatalaksanaan

ISPA dan Diare itu

aja paling ya intinya

ya apa namanya cara

pemeriksaanya

gimana itu itu aja sih

“belum ada”

“belum ada untuk

P2 ISPA, kita

belum ada”

“Blm pernah, belum

ada”

“ya enggak tahu,

mungkin dari

Dinkesnya‟

“pernah dulu

perwakilan dari

Puskesmas

Jombang”

“itu kan pedoman

dari Kemenkes”

“pedoman MTBS,

semuanya ada ya

“belum ada

sejauh ini,

belum ada jadi

hanya buku

pedoman

MTBS”

“belum”

“dari dinasnya

Page 261: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No Pertanyaan Informan 5 Informan 6 Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10

diselenggrakan

Dinkes?

Bu euis dulu dia itu

sudah pernah dilatih”

“dari dinas , namun

masih kabupaten

soalnya posisinya itu

bu euis dulunya yang

megang program

ISPA diare, yang baru

td itu bu euis

kayaknya dia itu

sudah pernah

mengikuti pelatihan

kalau yang dokter lia

itu kayaknya belum

tapi dia sudah

megang ISPA diare

itu”

saya juga bosen itu itu

aja”

dari Kemenkes

aja sih”

kayaknya

belum

mengadakan

pelatihan itu”

6

Ketersediaan

Sarana dan

Prasarana

penunjang

a. Apakah di

Puskesmas

“Lembar balik,

leaflet-leafletnya, ada

“ada, yang diare juga

ada pada dimana kali,

“ehmm,

pedomannya ada

“Ada . apa namanya

Lembar balik”

- -

Page 262: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No Pertanyaan Informan 5 Informan 6 Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10

yang tempat

Ibu bekerja,

tersedia media

cetak dan

media

penyuluhan

terkait

penemuan

kasus

pneumonia

balita?

beberapa tp gak

banyak. jadi kita

melakukan

penyuluhan lembar

baliknya. tapi lembar

balik ada melakukan

penyuluhan ada

lembar balik kita

kenalkan ada sound

timer, buat

menghitung napas

cepat”

“Ada, pedoman P2

ISPA tapi masih yang

lama ya”

kadang-kadang ada

yang pinjam,

lemarinya belum

diberesin waktu itu

dipinjam siapa gitu

pas rapat ada yang

pinjam enggak

dikembaliin, kayak

gini kan pedomannya

ada juga yang ini kan

kayak pengendalian

diare”

“ada tapi kemana

tahu ya, dilemari coba

nanti masih ada

enggak dilemari”

sih ,

tatalaksananya

juga ada, MTBS

juga kita punya

bagannya ada di

ruang anak”

“iya tentang

pneumonia”

“leaflet juga ada di

MTBS kalau enggak

ada papan yang

diruang BP disitu

yang BP dewasa ada

tuh alur-alur nya

alur-alur

pneumonia”

“Ada kayaknya

Pedoman P2 ISPA,

kalau mau lihat

nanti di ruang BP”

7

Kegiatan Evaluasi

a. Apakah di

Puskesmas

tempat Ibu

bekerja,

dilakukan

kegiatan

“Bisa dadakan

namanya staf meeting,

kalau bulanan lokbul.

Bicarakan kendala

apa, upaya

bagaiamana. gitu-gitu

“iya perbulan”

“semua petugas

terlibat”

“kemaren baru kita

evaluasi program

jadi cakupannya

dilihat tapi kita

lokbul akhir bulan

juga terus ngasih

“Evaluasi nanti kita

kan laporan

perbulan,

evaluasinya

perbulan nanti kita

lihat ada juga

- -

Page 263: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

No Pertanyaan Informan 5 Informan 6 Informan 7 Informan 8 Informan 9 Informan 10

evaluasi, siapa

saja yang

dilibatkan

dalam kegiatan

tersebut?

b. Apa saja yang

dibicarakan

dalam kegiatan

evaluasi di

Puskesmas?

semua dibicarakan

programnya”

“Apa kendalanya,

bagaimana

penangannya, kita

juga sharing supaya

pencapaian kasusnya

tercapai sama kaya

yang lainnya. jadi kita

juga sharing sama-

program yang lain

bagaimana program

kita tercapai gitu lho

jadi kerjasamanya

sama kesling lah

sama promkes, semua

petugas terlibat”

“program pasti itu

mah kalau kebagian

ya waktunya kadang-

kadang kan yang

diomongin rapat

banyak neng enggak

satu masalah aja

kan”

tahu”

“ya akhir bulan

lah kalau evaluasi

mah tiap akhir

bulan”

“pencapaian

program, apa

masalah atau

hambantannya,

banyak lah mbak

yang dibicarakan

dalam rapat mah”

triwulan, tahunan”

“Pencapaian target

programnya ,

sasaran nya kan kita

lihat dari jumlah

penduduk, jadi kan

kita dapat target

dari dinas berapa

persen sudah

mencapai atau

belum , tapi enggak

apa-apa sih kalau

enggak kecapai

juga, kalau mau

kecapai bantuin

mbak nyarinya

bantuin susah”

Page 264: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

Matriks Hasil Wawancara Mendalam dengan Informan Ahli (Informan 11)

No Pertanyaan Informan 11

1

Perencanaan Program penemuan

kasus pneumonia balita

d. Menurut Bapak, apa yang dimaksud

dengan perencanaan dalam suatu

program puskesmas?

e. Kapan seharusnya perencanaan

program dibuat puskesmas?

f. Siapa saja yang seharusnya terlibat

dalam pembuatan perencanaan

program penemuan kasus pneumonia

balita?

“ehm, jadi organisasi mau melaksanakan kegiatan suka atau tidak dia harus

menyusun rencana kerja untuk mencapai targetnya, berarti di jelas punya target

punya peta masalah yang menjadi apa namanya upaya yang mau dicari sesuai

dengan targetnya kemudian dia mengidentifikasi masalahnya,

“puskesmas itu punya jeda lima tahun dan dia bedah dalam lima tahun agendanya

mau berapa, kemudian dia bedah lagi dalam peroide bulanan, pengalaman kita di

Puskesmas, kita harus punya rencana harian lebih opreasional misalnya tempat itu

ada sepuluh, sepuluh itu kira-kira gimana mulai diharian”

“untuk pneumonia itu, mau tak mau harus ada kontribusi dari semua staf,

terutama kepala Puskesmas harus menggabungkan pneumonia sendiri, imunisasi

sama ibu dan anak, terutama lingkungan, apa lagi dalam upaya penemuan

program pneumonia menginginkan penemuan pneumonia dan peran kader semakin

dekat kan gitu, apa lagi petugas”

2

Kegiatan program penemuan kasus

pneumonia balita

a. Menurut Bapak, kegaiatan

penemuan kasus secara pasif atau

“sebenarnya gini kita punya istilah aktif sama pasif, seharusnya kan akyif sama

pasif itu berjalan barengan upaya paling penting adalah aktif menjadi tonggak

LAMPIRAN 5

Page 265: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

aktif kah yang lebih meningkatan

penemuan kasus pneumonia balita di

puskesmas?

penemuan kasus tapi makna dari aktif tiba-tiba menjadi penting ketika apa

penyebarluasan informasi ketika orang sakit tertentu harus datang ke pelayanan

menjadikan yang pasif itu tiba-tiba jadi aktif mendorong orang untuk datang ke

pelayanan yang menjadi pasif ketika saya mendektkan pelayanan saja ke

masyarakat melalui puskesmas keliling, melalu pos kesehatan desa dan banyak pos

kesehatan desa di puskesmas ini semakin banyak frekuensinya berarti semakin

dekat dengan masyarakat, kombinasi pun yang disebut aktif itu bisa jadi membuka

pelayanan sebanyak mungkin”

3

Kegiatan tatalaksana pneumonia balita

atau MTBS di Puskesmas

a. Menurut Bapak, jika di Puskesmas

dilakukan tatalaksana pneumonia

balita, siapa yang seharusnya

melakukan tatalaksana tersebut?

“sebetulnya urusan yang menemukan pneumonia adalah semuanya termasuk

kader, yang jadi perdebatan kan menentukan ini sesak napas sering itu semuanya

kan berstandar pada itu pada waktu mengobati menetapkan diagnosa nya menurut

saya kewenangan tidak selalu bidan sama perawat boleh petugas kesehatan

lingkungan walaupun petugas kesehatan lingkungan bisa menemukan penderita

pneumonia dan diserahkan kepada yang berwenang dalam pelanatalaksanaanya”

4

Kegiatan pencatatan dan pelaporan

kasus pneumonia balita

c. Menurut Bapak, apakah seharusnya

ada pelaporan mengenai kasus

pneumonia dari klinik swasta atau

praktek dokter?

d. Menurut Bapak, pencatatan dan

pelaporan yang seperti apa yang

“enggak, sehingga kalau dia enggak lapor enggak bisa dipaksa-paksa yang bisa

adalah meminta kesukarelaan”

“nah itu yang dibuat oleh aturan teman-teman di ISPA, nah kemaren kita

menyelasiakan pencatatan dan pelaporan dipuskesmas yang pencatatan seperti itu

Page 266: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

harus dilakukan puskesmas dalam

meningkatkan angka penemuan kasus

pneumonia balita? kapan sebaiknya

kegiatan pencatatan kasus dilakukan?

aku minta hilang karena di catat di bagian umum dari situ datanya diambil boleh

nah jangan buat pencatatan lagi nanti tugasnya banyak. jadi kan gini loket

mencatat, saya datang ke puskesmas identitas saya dicatat misalnya pak sholah

mau kemana saya ke poli umum, ya sudah ke poli umum, kemudian di poli umum

dicatat saya dapat pelayanan, begitu tapi jangan menandai nanti yang ISPA ada

register sendiri, TB karena dia diobati, diare , nanti kebayakan catatan”

5 Faktor petugas kesehatan

a. Jenis kelamin

a) Menurut Bapak, Apakah ada

perbedaan antara petugas laki-laki

dengan petugas perempuan dalam

menjalankan tugas, terutama

dalam pelaksanaan penemuan

kasus pneumonia balita?

“saya tidak tahu persis secara teori tapi sepengalaman saya kalau laki-laki lebih

intens dan tegas gitu, tapi kalau merawat balita lebih teliti kepada perempuan”

b. Pelatihan petugas

g. Menurut Bapak, apakah petugas

puskesmas yang melakukan

kegiatan penemuan kasus

pneumonia, harus mendapatkan

pelatihan mengenai hal tersebut?

h. Pelatihan yang seperti apa yang

seharusnya diberikan kepada

“iya, kader saja dilatih, petugas juga seharusnya tahu sebatas mana penemuan

kasus pneumonia balita gitu”

Page 267: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

petugas kesehatan, dalam hal

penemuan kasus pneumonia

balita, apakah puskesmas harus

mengadakan pelatihan tersebut?

“emang perlu anggaran kalau pelatihan gitu, karena gini pengalaman saya

menjelaskan tentang apa penemuan pneumonia dibahas di loka karya jadi petugas

ISPA menjelaskan bagaimana pneumonia balita, loka karya dilaksanakan setiap

bulan sebetulnya pelatihan itu cukup begitu gitu enggak perlu ada hari pelatihan

khusus”

c. Pendidikan petugas

a) Menurut bapak, pendidkan

terakhir apa yang seharusnya

dimiliki oleh petugas kesehattan,

seperti kepala Puskesmas,

penangung jawab program dan

petugas MTBS?

“sekarang ini kita ruwet itu problematika negara, saya enggak tahu kalian nanti

kerjanya dimana yang jelas kejadian dilapangan itu kita sering kali memberi tugas

kepada orang yang sebetulnya bukan profesinya gitu yang paling banyak di jawa

barat termasuk di banten itu petugas kesling jadi sopir ambulan, apapun sebabnya

itu terjadi gitu, terus orang yang dilatih ISPA enggak tahu di pindah kemana itu

menjadi persoalan gitu, apa lagi sekarang ketika menduduki jabatan apa jabatan di

puskesmas jadi eselon, kepala puskesmas eselon berapa? dengan kepala stafnya

satu itu dan itu jabatan daerah itu enggak lihat kamu siapa gitu pokoknya kamu

golongannya sekian pangkat kamu sekian memenuhi tingkat jabatan seperti ini

kamu saya pindahkan kemana gitu, makanya perawat banyak yang jadi staf,

termasuk dari tempat lain masuk ke puskesmas tiba-tiba jadi kepala puskesmas

karena golongannya”

d. Lama Kerja petugas

a) Menurut Bapak, apakah lama

kerja petugas puskesmas

mempengaruhi kinerjanya?

“ya pengalaman saya kerja orang bekerja itu dikasih sama butuh waktu minimal

enam bulan, kalau dia kerja kurang dari enam bulan itu tidak bagus kecuali

beberapa orang yang mempunyai kemampuan berbeda rata-rata enam bulan tapi

kalau dia sudah bekerja empat tahun perlu ada perubahan kalau enggak motivasi

sama inovasinya hilang apalagi akalu sudah dua periode jabatan kecuali beberapa

Page 268: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

orang ya kita membangun motivasinya tetap ada"

e. Pengetahuan petugas

a) Menurut Bapak, apakah

pengetahuan petugas

berpengaruh dalam

pencapaian penemuan kasus

pneumonia balita?

“iya pengetahuan akan membangun motivasi”

6

Motivasi petugas

b. Menurut Bapak, apakah motivasi

petugas di puskesmas dapat

mempengaruhi pencapaian

penemuan kasus pneumonia balita di

puskesmaa?

“semua orang kan memiliki motivasi, tapi pada era sekarang ini orang yang

bekerja akan diukur pada apa itu dia harus melaporkan kinerjanya kan dia

sekarang dibayar lebih, saya bekerja di puskesmas gitu kalau kamu bekerja segini

mendapatkan angka segini, kalau ukur kinerja itu maka kamu dibayar bonus

tambahan sekian , sekarang semuanya seperti itu karena menteri penertiban

aparatur negara memformulasikan pegawai negeri dibayar sesuai dengan

kinerjanya”

7

Kepemimpinan kepala puskesmas

b. Menurut Bapak, kepemimpinan

seperti apa yang seharusnya dimilki

oleh kepala puskesmas sebagai

pimpinan?

“yang jelas tuntutan kita itu kepada kepala puskesmas yang mempunyai

kemampuan manajemen sama epidemiologi, epidemiologi nanti masuknya kepada

pasiennya karena bayak teman-teman kita kepala puskesmas orientasinya klinik

jadi enggak tahu medan pertempuran jadi kalau ada pasien di periksa secara

klinik, enggak begitu jeli mereka kasusnya berapa itu mengakibatkan dia sendiri

enggak punya orientasi public health, kalau itu bias puskesmas walaupun nanti

petugasnya lihai-lihai”

Page 269: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

8

Ketersediaan sarana dan prsarana

c. Menurut Bapak, apakah ketersediaan

media penyuluhan dan media cetak

sebagai penunjang program

penemuan kasus pneumonia balita,

disetiap puskesmas harus ada?

apakah media penyuluhan diadakan

oleh pemerintah atau kebijakan

masing-masing puskesmas?

d. Apakah puskesmas boleh melakukan

pengadaan seperti poster atau media

penyuluhan lainnya?

“saya enggak tahu tapi urusan pengadaan ada dinas kesehatan walaupun

sebetulnya puskesmas boleh melakukan pengadaan di undang-undangnya kan gitu

tetapi untuk melakukan pengadaan tenaga yang mengadakan pengadaan harus

ada itu di SK kan sama bupati nah tapi kalau di puskesmas enggak ada , boleh

melakukan pengadaan sendiri tetapi namanya penyuluhan kan butuh di copy itu

yang dilakukan temang-teman puskesmas di copy atau kreasi mungkin dianggarkan

dengan dana yang tidak begitu banyak gitu, kalau kreatif masyarakat juga”

“iya, kecuali kalau dia yang kreatif yang membuat posternya lalu dikirimkan ke

kabupaten bisa”

9

Kegiatan evaluasi

c. Menurut Bapak, kegiatan evalusi

seperti apa yang seharusnya

dilaksanakan oleh puskesmas ?

Berapa kali seharusnya puskesmas

mengadakan kegiatan tersebut ?

d. Pada saat kegiatan evaluasi, apakah

petugas puskesmas harus hadir

semua dalam kegiatan tersebut?

“puskesmas itu, kalau evaluasi kan setahun puskesmas harus melakukan

monitoring itu monitoring itu artinya gini melakukan evaluasi sampai bulan ini

saya sudah mencapai berapa banyak, kemudian mengidentifikasi daerah-daerah

mana yang sebetulnya perlu diperhatikan atau pneumonia yang perlu menjadi

perhatian salah satunya tadi kebalik, jumlah yang kasusnya banyak berarti sudah

sukses yang tidak ada kasusnya berarti tidak sukses berarti yang dikunjungi malah

yang enggak banyak kasusnya dengan melakukan evaluasi banyak faktor bisa

kematian kondisi lingkungan itu menjadi bahan monitoring”

“iya kan melakukan evaluasi bulanan untuk membangun motivasi menginatkan

teman-teman, kalau ada berita segini suapay menjadi perhatian”

Page 270: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

Gambar Ruangan Poli Anak

Gambar Laporan Kasus

Gambar Soundtimer

Page 271: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

Gambar Pada Saat Wawancara

Gambar pada Saat MTBS

Page 272: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

Gambar Formulir MTBS

Gambar Tatalaksana Pneumonia

Page 273: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEMUAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28933/1/LINA SRI... · program P2 ISPA petugas MTBS serta informan ahli. Pengumpulan

Sumber: Kemenkes (2012), Gibson (1987)