f7 mini project tbc

47
USAHA KESEHATAN MASYARAKAT MINI PROJECT Tanggal : 5 Oktober 2015 Kode Kegiatan : F7 Uraian Kegiatan : Management Kasus Tuberculosis di Puskesmas Rambipuji Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang telah lama menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Sejak tahun 1993, penyakit ini telah dideklarasikan sebagai Global Health Emergency oleh World Health Organization (WHO). Berdasarkan laporan terbaru dari WHO pada tahun 2009, insiden kasus TB di dunia telah mencapai 8,9–9,9 juta, prevalensi mencapai 9,6–13,3 juta, dan angka kematian mencapai 1,1–1,7 juta pada kasus TB dengan HIV negatif dan 0,45–0,62 juta pada kasus TB dengan HIV 1

Upload: deffylettyzia

Post on 12-Apr-2016

92 views

Category:

Documents


32 download

DESCRIPTION

F7 Mini Project Deffy

TRANSCRIPT

Page 1: F7 Mini Project TBC

USAHA KESEHATAN MASYARAKAT

MINI PROJECT

Tanggal : 5 Oktober 2015

Kode Kegiatan : F7

Uraian Kegiatan : Management Kasus Tuberculosis di Puskesmas Rambipuji

Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang telah lama

menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Sejak tahun 1993, penyakit ini telah

dideklarasikan sebagai Global Health Emergency oleh World Health Organization

(WHO). Berdasarkan laporan terbaru dari WHO pada tahun 2009, insiden kasus TB

di dunia telah mencapai 8,9–9,9 juta, prevalensi mencapai 9,6–13,3 juta, dan angka

kematian mencapai 1,1–1,7 juta pada kasus TB dengan HIV negatif dan 0,45–0,62

juta pada kasus TB dengan HIV positif. Data yang dilaporkan tiap tahun

menunjukkan insiden atau kasus TB baru cenderung meningkat setiap tahun, sebagai

contoh insiden pada tahun 2008 diestimasi sebesar 9,4 juta, dibandingkan dengan

tahun 2007 dan 2006 sebelumnya yang masing-masing sebesar 9,27 juta dan 9,24

juta.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menangani kasus TB yang terjadi di

dunia, dan tidak sedikit biaya yang telah dikeluarkan. Persebaran kasus TB di dunia

memang tidak merata dan justru 86% dari total kasus TB global ditanggung oleh

1

Page 2: F7 Mini Project TBC

negara berkembang. Sekitar 55% dari seluruh kasus global tersebut terdapat pada

negara-negara di benua Asia, 31% di benua Afrika, dan sisanya yang dalam proporsi

kecil tersebar di berbagai negara di benua lainnya. Berdasarkan tingginya angka

insiden TB di setiap negara, sampai tahun 2007 Indonesia masih menduduki

peringkat ke-3 setelah India dan Cina, disusul oleh Nigeria pada peringkat ke-4 dan

Afrika Selatan pada peringkat ke-5. Sementara berdasarkan laporan pada tahun 2008,

kelima negara tersebut masih tetap masuk dalam daftar lima besar negara dengan

kasus TB baru terbanyak tetapi dengan urutan yang berubah dimana Indonesia

menduduki peringkat ke-5 dengan insiden yang mengalami penurunan dari sekitar

528-ribu di tahun 2007 menjadi 429-ribu di tahun 2008

Untuk wilayah kerja dari Puskesmas Rambipuji sendiri, jumlah insiden kasus

TB yang ditemukan sejak awal tahun 2015 adalah 66 kasus. Kasus-kasus TB ini

didapatkan dari pemeriksaan skrining dahak beberapa pasien yang datang berobat di

puskesmas Rambipuji dan dicurigai sebagai pengidap TB paru. Dimana data insidens

ini merupakan keseluruhan jumlah kasus TB baru yang ditemukan mulai dari awal

bulan Januari sampai akhir bulan September 2015. Menurut Leavell (1953), terdapat

lima tahapan dalam pencegahan penyakit menular, yaitu promosi kesehatan, proteksi

khusus, diagnosis dini dan pengobatan yang cepat, pembatasan disabilitas, dan

rehabilitasi. Berkaitan dengan upaya penurunan angka kasus TB di wilayah Indonesia

secara umum dan wilayah Puskesmas Empagae secara khusus, maka tahapan ke-3

sangat penting guna memutuskan rantai penularan dari penderita ke orang yang sehat.

Selama ini, upaya yang ditempuh dalam hal pengobatan penderita TB di Indonesia

adalah dengan pemberian obat anti-tuberkulosis (OAT) lini-1. Pada tahun 2006,

angka keberhasilan pengobatan mencapai 91%, tapi keberhasilan pengobatan ulangan

hanya mencapai 77%, dan tidak semua kasus TB mendapatkan pengobatan seperti

yang diharapkan sebab angka case detection rate Indonesia hanya 51% pada tahun

yang sama.

2

Page 3: F7 Mini Project TBC

1.2 Pernyataan Masalah

Dari data tahun 2015 di Puskesmas Rambipuji diperoleh terdapat 66 penderita

klinis TB Paru, diantaranya yang memiliki hasil pemeriksaan positif pada sputum

BTA sebesar 29 penderita, negative sebesar 26 penderita.

Permasalahan lain yang biasanya ditemukan selama menjelang 4 bulan

terakhir, pada saat kunjungan pasien ke poliklinik Puskesmas, ditemukannya 43 kasus

TB paru baru. Hal ini tentunya perlu dievaluasi lebih lanjut dan dilakukan

pencegahan dan memberikan penatalaksanaan yang tepat sehingga tingkat penularan

dapat dicegah.

Semua permasalahan yang dijelaskan sebelumnya disebabkan oleh kurangnya

pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai TB paru meliputi gambaran

penyakit, cara pencegahan dan pengobatan penyakit dan bagaimana mengurangi

tingkat penularan di lingkungan masyarakat.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat mengenai TBC

terutama untuk membedakannya dengan penyakit paru lainnya, sehingga diharapkan

dapat membantu menurunkan prevalensi penyakit TBC yang terjadi di kecamatan

Rambipuji pada umumnya dan di wilayah kerja Puskesmas Rambipuji pada

khususnya.

1.3.1 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan masyarakat mengenai penyakit

TB terutama dalam hal membedakannya dengan penyakit paru lainnya.

2. Mengidentifikasi gambaran sikap masyarakat terhadap penyakit TB dalam upaya

pencegahan dan pengobatan TB di Puskesmas Rambipuji.

3

Page 4: F7 Mini Project TBC

1.4 Manfaat

Adapun manfaat yang didapatkan dengan berjalannya intervensi yang

dilakukan antara lain:

Dapat menambahkan pengetahuan masyarakat mengenai TB

Dapat menemukan lebih dini kasus TB sehingga pengobatan dapat dimulai lebih

cepat

Dapat meningkatkan angka kesembuhan penderita TB

Dapat mencegah penularan TB dari penderita ke orang sehat

Dapat meningkatkan kepedulian dan kesadaran seluruh lapisan masyarakat,

khususnya masyaraka di kecamatan Rambipuji.

4

Page 5: F7 Mini Project TBC

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh

basil aerob yang tahan asam, Mycobacterium tuberculosis atau spesies lain yang

dekat seperti M. bovis dan M. africanum. Tuberkulosis biasanya menyerang paru-

paru tetapi dapat pula menyerang susunan saraf pusat, sistem limfatik, sistem

pernapasan, sistem genitourinaria, tulang, persendian, bahkan kulit.

2.2 Epidemiologi

TB merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia, terutama di

kawasan Asia dan Afrika. Sekitar 55% dari seluruh kasus global TB terdapat pada

negara-negara di benua Asia, 31% di benua Afrika, dan sisanya yang dalam proporsi

kecil tersebar di berbagai negara di benua lainnya. Secara global, pada tahun 2008

tercatat 9,4 juta kasus baru TB, dengan prevalensi 11,1 juta, dan angka kematian

berkisar 1,3 juta pada kasus TB dengan HIV negatif dan 0,52 juta pada kasus TB

dengan HIV positif. Sementara itu, hingga tahun 2007, Indonesia berada di urutan

ketiga penyumbang kasus tuberkulosis di dunia, dan termasuk ke dalam 22 high-

burden countries dalam penanggulangan TB.

.Di Indonesia, angka insidensi TB secara perlahan bergerak ke arah kelompok

usia lanjut (dengan puncak pada 55-64 tahun), meskipun saat ini sebagian besar kasus

masih terjadi pada kelompok umur 15-64 tahun.

2.3 Anatomi Paru Manusia

Paru‐paru adalah organ berbentuk spons yang terdapat di dada. Paru-paru

kanan memiliki 3 lobus, sedangkan paru‐paru kiri memiliki 2 lobus. Paru‐paru kiri

lebih kecil, karena jantung membutuhkan ruang yang lebih pada sisi tubuh ini. Paru‐paru membawa udara masuk dan keluar dari tubuh, mengambil oksigen dan

menyingkirkan gas karbon dioksida (zat residu pernafasan). (Sherwood, 2001)

5

Page 6: F7 Mini Project TBC

Gambar 1. Anatomi Paru

Lapisan di sekitar paru‐paru disebut pleura, membantu melindungi paru-paru

dan memungkinkan mereka untuk bergerak saat bernafas. Batang tenggorokan

(trakea) membawa udara ke dalam paru‐paru. Trakea terbagi ke dalam tabung yang

disebut bronkus, yang kemudian terbagi lagi menjadi cabang lebih kecil yang disebut

bronkiol. Pada akhir dari cabang-cabang kecil inilah terdapat kantung udara kecil

yang disebut alveoli. Di bawah paru‐paru, terdapat otot yang disebut diafragma yang

memisahkan dada dari perut (abdomen). Bila bernapas, diafragma bergerak naik dan

turun, memaksa udara masuk dan keluar dari paru‐paru. (Sherwood, 2001)

2.4 Fisiologi Paru

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang

terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang

telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume

toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi

6

Page 7: F7 Mini Project TBC

beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot

seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga. Selama pernapasan

tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-

paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan

lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume

toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura

maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir

menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan

tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi. Tahap kedua dari proses

pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler

yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini

adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen

dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu

oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami

penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi

berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi

anatomic saluran udara dan Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses

difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari

0,5 μm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial

antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan

laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di

alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103

mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi

tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan uap

air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh lebih

rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini

kemudian dikeluarkan ke atmosfir. Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan

keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira

0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan

bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa

7

Page 8: F7 Mini Project TBC

penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga

ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu

kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia,

tetapi tidak diakui sebagai faktor utama. (Sherwood, 2001)

2.5 Etiologi

Terdapat 60 lebih spesies Mycobacterium, tetapi hanya separuhnya yang

merupakan patogen terhadap manusia. Hanya terdapat 5 spesies dari Mycobacterium

yang paling umum menyebabkan infeksi, yaitu: M. tuberculosis, M. bovis, M.

africanum, M. microti dan M. canetti. Dari kelima jenis ini M. tuberculosis

merupakan penyebab paling penting dari penyakit tuberkulosis pada manusia. Ada 3

varian M. tuberculosis yaitu varian humanus, bovinum dan avium. Yang paling

banyak ditemukan menginfeksi manusia M. tuberkulosis varian humanus. (Chintu,

2002)

Mycobacterium tuberkulosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran

panjang 1-4/µm dan tebal 0,3-0,6/µm. M. tuberculosis tumbuh optimal pada suhu 37-

410C dan merupakan bakteri aerob obligat yang berkembang biak secara optimal pada

jaringan yang mengandung banyak udara seperti jaringan paru. Dinding sel yang kaya

akan lipid menjadikan basil ini resisten terhadap aksi bakterisid dari antibodi dan

komplemen. Sebagian besar dari dinding selnya terdiri atas lipid (80%),

peptidoglikan, dan arabinomannan. Lipid membuat kuman tahan terhadap asam

sehingga disebut BTA dan kuman ini tahan terhadap gangguan kimia dan fisika. Oleh

karena ketahanannya terhadap asam, M. tuberculosis dapat membentuk kompleks

yang stabil antara asam mikolat pada dinding selnya dengan berbagai zat pewarnaan

golongan aryl methan seperti carbolfuchsin, auramine dan rhodamin. Kuman ini

dapat bertahan hidup di udara yang kering atau basah karena kuman dalam keadaan

dorman. Dan dari keadaan dorman ini kuman dapat reaktivasi kembali. (Soeparman,

1990)

Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yaitu di dalam

sitoplasma makrofag karena pada sitoplasma makrofag banyak mengandung lipid.

8

Page 9: F7 Mini Project TBC

Kuman ini bersifat aerob, sifat ini menunjukan bahwa kuman ini menyenangi

jaringan yang tinggi mengandung oksigen sehingga tempat predileksi penyakit ini

adalah bagian apikal paru karena tekanan O2 pada apikal lebih tinggi dari pada tempat

lainnya. (Madhi, 2000)

M. tuberculosis dapat tumbuh pada medium klasik yang terdiri kuning telur

dan glyserin (medium Lowenstein-Jensen). Bakteri ini tumbuh secara lambat, dengan

waktu generasi 12-24 jam. Pengisolasian dari spesimen klinis dari media sintetik

yang solid membutuhkan waktu 3-6 minggu dan untuk uji sensitivitas terhadap obat

membutuhkan tambahan waktu 4 minggu. Sementara itu, pertumbuhan bakteri ini

dapat dideteksi dalam 1-3 minggu dengan menggunakan medium cair yang selektif

seperti BACTEC dan uji sensitivitas terhadap obat hanya membutuhkan waktu

tambahan 3-5 hari. (Chintu, 2002)

2.6 Faktor Resiko

Perkembangan TB pada manusia melalui dua proses, yaitu pertama seseorang

yang rentan bila terpajan oleh kasus TB yang infeksius akan menjadi tertular TB

(infectious TB), dan setelah beberapa lama kemudian baru menjadi sakit. Oleh karena

itu faktor risiko untuk infeksi berbeda dengan faktor risiko menjadi sakit TB.

(Lienhardt, 2003) Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi

TB maupun timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor risiko tersebut dibagi menjadi

faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi penyakit (resiko

penyakit). (Supriyatno, 2007)

a. Resiko infeksi TB

Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang

terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah

endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi yang

tidak membaik), tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara atau panti

perawatan lain) yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. Risiko

timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika

pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif, infiltrat luas atau

9

Page 10: F7 Mini Project TBC

kavitas pada lobus atas, produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif

dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat terutama

sirkulasi udara yang kurang baik. (Behrman, 2002)

Penularan M. tuberculosis adalah dari orang ke orang, droplet lendir

berinti (droplet nuclei) di udara. Penularan jarang terjadi dari barang-barang

yang terkontaminasi kuman TB. Faktor lingkungan terutama sirkulasi udara

yang buruk, memperbesar peluang penularan. Penularan dari anak ke anak

jarang terjadi, karena basil tuberkel sedikit disekresi endobronkial. Hal

tersebut karena :

a.) Jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit (paucibacillary), tetapi

karena imunitas anak masih lemah jumlah yang sedikit tersebut sudah

mampu menyebabkan sakit.

b.) Lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB

primer biasanya terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus,

sehingga tidak terjadi produksi sputum.

c.) Sedikitnya atau tidak ada produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor

batuk di daerah parenkim menyebabkan jarangnya gejala batuk pada TB

anak. (Behrman, 2002)

b. Resiko sakit TB

Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB.

Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya

infeksi TB menjadi sakit TB :

a.) Usia

Anak berusia ≤5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi

infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum berkembang

sempurna (imatur). Akan tetapi, risiko sakit TB ini akan berkurang secara

bertahap seiring dengan pertambahan usia. Anak berusia ≤5 tahun

memiliki risiko lebih tinggi mengalami TB diseminata (seperti TB milier

dan meningitis TB). Pada bayi, rentang waktu antara terjadinya infeksi

10

Page 11: F7 Mini Project TBC

dan timbulnya sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan biasanya timbul

gejala yang akut.

b.) Infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberkulin (dari

negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir.

c.) Sosial ekonomi yang rendah, kepadatan hunian, penghasilan yang kurang,

pengangguran, pendidikan yang rendah.

d.) Faktor lain yaitu malnutrisi, immunocompromise (misalnya pada infeksi

HIV, keganasan, transplantasi organ dan pengobatan imunosupresi).

e.) Virulensi dari M. tuberculosis dan dosis infeksinya. (Behrman, 2002)

2.7 Patogenesis / Patologi

Paru merupakan port d entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena

ukurannya yang sangat kecil (<5 µm), kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup

dapat mencapai alveolus. Kuman TB tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada

individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan

memfagosit kuman TB. Kuman TB tersebut akan terus berkembang biak dalam

makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB

membentuk lesi ditempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon. (IDAI, 2008)

Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju

kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi

fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe

(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer

terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar

limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang

akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis,

dan limfadenitis dinamakan kompleks primer. (IDAI, 2008)

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya

kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda

dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang

diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi

11

Page 12: F7 Mini Project TBC

TB berlangsung selama 4-8 minggu, dengan rentang waktu 2-12 minggu. Dalam

masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah

yang cukup untuk merangsang respon imunitas seluler. (IDAI, 2008)

Selama minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik

kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap

tuberkulin mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks

primer, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer,

imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya

hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa

inkubasi uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem

imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun seluler berkembang, proliferasi

kuman TB terhenti. Akan tetapi sebagian kecil kuman TB akan dapat tetap hidup

dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk

ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas seluler spesifik (cellular

mediated immunity, CMI ). (IDAI, 2008)

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru mengalami

resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami

nekrosis perkijuan dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sempurna.

Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini,

tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB. (IDAI, 2008)

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi

dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di

paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi

nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui

bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe

parahilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal infeksi, akan

membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus akan terganggu.

(IDAI, 2008)

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi

penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar

12

Page 13: F7 Mini Project TBC

ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer atau berlanjut menyebar

secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu

kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya

penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit

sistemik. (IDAI, 2008)

Melalui penyebaran hematogen, kuman TB menyebar secara sporadik dan

sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian

mencapai berbagai organ di seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai

vaskularisasi baik, paling sering di limpa dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu,

dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada

umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif, demikian pula

dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang

di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.

(IDAI, 2008)

Menurut Wallgren, ada tiga bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu

penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Tuberkulosis

paru kronik adalah TB pascaprimer sebagai akibat reaktivasi kuman di dalam fokus

yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak

tetapi sering terjadi pada remaja dan dewasa muda. (Jeena, 2002)

Tuberkulosis ekstrapulmonal, yang biasanya juga merupakan manifestasi TB

pascaprimer, dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. Tuberkulosis sistem

skeletal terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, paling banyak terjadi dalam 1 tahun

setelah infeksi primer, tetapi dapat juga 2-3 tahun setelah infeksi primer. Tuberkulosis

ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer. (Supriyatno, 2007)

13

Page 14: F7 Mini Project TBC

Gambar 2. Patogenesis Tuberkulosis

14

Page 15: F7 Mini Project TBC

Keterangan :

*1 : penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult

hematogenis

spread). Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ

dengan vaskularisasi baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di

kemudian hari

*2 : kompleks primer terdiri dari fokus primer, limfangitis, dan limfeadenitis

regional

*3 : tuberkulosis primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadinya

penyebaran

hematogen, terbentuknya kompleks primer dan imunitas seluler spesifik,

hingga pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer

*4 : sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya

dapat

melalui reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder

dan seterusnya) oleh kuman TB dari luar (eksogen)

(Zar HJ, 2001)

15

Page 16: F7 Mini Project TBC

Gambar 3. Perjalanan Penyakit Tuberkulosis

Gambar 4. Gambaran Paru yang Terinfeksi Kuman TB

2.8 Klasifikasi

A. Berdasarkan Organ yang Terkena

1. Tuberkulosis paru

16

Page 17: F7 Mini Project TBC

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan

(parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada

hilus

2. Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya

pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang,

persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-

lain. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku

kuduk pada meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (pleuritis),

pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan

deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.

Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat

ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat dengan

menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis

tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan

ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi

anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain. (Depkes RI, 2007)

B. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya

1. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau

sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu)

2. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya

pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh

atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA postif

(apusan atau kultur)

3. Kasus setelah putus berobat (default) adalah pasien yang telah berobat

dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif

4. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan

dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima

atau lebih selama pengobatan

17

Page 18: F7 Mini Project TBC

5. Kasus pindahan (transfes in) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK

yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya

6. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.

Dalam kasus ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil

pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan

(Depkes RI, 2007)

2.9 Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisis, radiologi, dan

laboratorium.

a. Anamnesis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.

Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk

darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,

malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari

satu bulan.

b. Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan demam (subfebris), badan kurus atau

berat badan menurun, dan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia.

Pada tuberkulosis paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi

dan retraksi otot-otot interkostal.

c. Pemeriksaan radiologi

Akan tetapi, tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan

foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada

TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Foto toraks penderita TB dapat

memberikan gambaran berupa kompleks Ghon yang membentuk nodul perifer

bersama dengan kelenjar limfe hilus yang mengalami kalsifikasi. Infiltrasi

multinodular pada segmen apikal posterior lobus atas dan segmen superior lobus

bawah merupakan lesi yang paling khas pada tuberkulosis paru.

d. Pemeriksaan laboratorium:

18

Page 19: F7 Mini Project TBC

Tes tuberkulin/PPD yang paling sering digunakan adalah tes Mantoux yakni

dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purifed Protein Derivative)

intrakutan berkekuatan 5 TU (intermediate strength).18

Pada pemeriksaan darah saat tuberkulosis baru mulai (aktif) ditemukan jumlah

leukosit sedikit meninggi, limfosit dibawah normal, dan peningkatan laju endap

darah.18

Pada pemeriksaan sputum, kriteria sputum BTA (Bakteri Tahan Asam) positif

adalah bila ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman BTA pada satu

sediaan. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,

yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa

ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB

nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan

diagnosis utama.17,18

Pemeriksaan biakan sangat berperan dalam mengidentifikasi M.tuberkulosis

pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang

bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas

memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes

resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi: 1) Pasien TB yang masuk

tipe pasien kronis, 2) Pasien TB ekstra paru dan pasien TB anak, dan 3) Petugas

kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.17

Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat mendeteksi DNA bakteri

tuberkulosis dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi bakteri yang tidak

tumbuh pada sediaan biakan.18

2.10 Terapi

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya

resistensi kuman terhadap OAT. Jenis, sifat, dan dosis OAT lini-1 dapat dilihat pada

tabel 2.1 berikut ini.

19

Page 20: F7 Mini Project TBC

Tabel 2.1 Jenis dan sifat obat anti tuberkulosis (OAT) dan dosis yang

direkomendasikan sesuai dengan berat badan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah

cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan, dan OAT tidak dapat

digunakan secara tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap

(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung

(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat

(PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi

secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.Bila pengobatan tahap

intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak

menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif

menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat

jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan

penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya

kekambuhan.

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis di Indonesia:

20

Page 21: F7 Mini Project TBC

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru

TB paru BTA positif, pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif, atau

pasien TB ekstra paru.

Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Paduan OAT ini diberikan untuk

pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya, yakni pasien yang

kambuh, pasien gagal OAT, dan pasien dengan pengobatan setelah putus

berobat (default).

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).

Kategori Anak: 2HRZ/4HR.

Terdapat beberapa tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya, yaitu:

Baru: penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT < 4 minggu.

Kambuh (Relaps): penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan

lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

Putus berobat (Default): penderita yang telah berobat dan putus berobat 2

bulan atau lebih dengan BTA positif.

Gagal (Failure): penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

Kronik: penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai

pengobatan ulangan.

21

Page 22: F7 Mini Project TBC

BAB III

METODE DAN PELAKSANAAN INTERVENSI

3.1 Pemilihan Intervensi

Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di masyarakat maka harus

ditingkatkan partisipasi puskesmas untuk melakukan penyuluhan penyakit

Tuberkulosis secara bertahap dan menyeluruh di setiap dusun, dan kelurahan di

Kecamatan Rambipuji. Hal penting yang harus disampaikan dalam penyuluhan yaitu

bagaimana gambaran penyakit TB, siapa saja yang bisa mengidap penyakit TB,

bagaimana penularan, pencegahan, dan pengobatan penyakit, bahaya dan komplikasi

bila pasien tidak diobati segera dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana

memotivasi penderita dan keluarganya serta masyarakat agar dapat hidup terbebas

dari infeksi TB paru.

Hal lain yang dapat dilakukan adalah mengkomunikasikan hak-hak pasien TB

(TB Patient Charter) kepada kelompok-kelompok masyarakat, organisasi masyarakat,

organisasi keagamaan, penyedia pelayanan dan pihak lainnya yang terkait. Intervensi

yang dilakukan mencakup kampanye TB (Stop TB Campaign) untuk meningkatkan

pengetahuan dan dukungan untuk Stop TB secara nasional, mengurangi stigma TB

dengan cara meningkatkan jumlah tersangka TB yang memeriksakan ke fasilitas

pelayanan kesehatan, mempromosikan obat TB program yang berkualitas dan tanpa

biaya serta pengobatan pasien TB di setiap fasilitas kesehatan.

Intervensi kedua yaitu dengan menegakkan diagnosis dini dan

penatalaksanaan yang cepat terhadap penderita TB Paru guna memutuskan rantai

penularan dari penderita ke orang sehat. Salah satu caranya dengan memantau secara

aktif setiap pasien-pasien dengan gejala klinis TB paru yang pernah datang berobat ke

Puskesmas Rambipuji, khususnya pasien-pasien yang tidak kembali membawa dahak

yang hendak diperiksa.

3.2 Metode dan Pelaksanaan Intervensi

22

Page 23: F7 Mini Project TBC

Deteksi dini kasus TB dilakukan melalui skrining pasien TB di poliklinik

Pasien yang di suspek TB di puskesmas Rambipuji akan di periksa dahak. Jika

terbukti hasil pemeriksaan dahak dengan BTA (+) maka akan diberikan terapi TB

serta dilakukan penyuluhan di wilayah desa-desa dengan bantuan kader dan tokoh

masyarakat setempat tentang bagaimana gambaran penyakit TB, siapa saja yang bisa

mengidap penyakit TB, bagaimana penularan, pencegahan, dan pengobatan penyakit,

bahaya dan komplikasi bila pasien tidak diobati segera dan yang tidak kalah

pentingnya adalah bagaimana memotivasi penderita dan keluarganya serta

masyarakat agar dapat hidup terbebas dari infeksi TB paru.

Penyuluhan dan pemeriksaan dilakukan di balai pengobatan Puskesmas

Rambipuji pada bulan Juli – September 2015. Ditemukan 43 penderita TB klinis,

masing-masing 16 pasien dengan sputum BTA positive, dan 6 pasien dengan sputum

BTA negative.

3.3 Kerangka Konseptual

23

Page 24: F7 Mini Project TBC

3.4 Kerangka Operasional

24

Balai Pengobata

n Puskesmas

Puskesmas

Kader

Masyarakat

Screening pasien suspect TB dengan melakukan pemeriksaan dahak dan management

Mengadakan Penyuluhan “ Tuberculosis serta penanggulangannya”

Kader menunjuk salah satu keluarga pasien sebagai pengawas minum obat untuk meningkatkan kepatuhan pasien

Kesadaran masyarakat mengenai bahaya TB serta cara untuk hidup sehat agar dapat hidup terbebas dari infeksi TB paru.

Page 25: F7 Mini Project TBC

25

Identifikasi masalah

Melalui pengenalan kasus penyakit terbanyak

Masalah yang ditemukan

Pengetahuan masyarakat mengenai TBC masih kurang

Kader Posyandu, Petugas kesehatan( perawat, dokter)

Akar Masalah

Alternatif Pemecahan Masalah

Peran Kader

Peran Masyarak

at

Peran TENAKES

PKMPeran tokoh

Masyarakat

Penyuluhan “gambaran penyakit TB serta bagaimana memotivasi penderita dan keluarganya serta masyarakat agar dapat hidup terbebas dari infeksi TB paru.” dilanjutkan diskusi dengan kader dan masyarakat

Monitoring dan evaluasi dengan petugas kesehatan,kader kesehatan mengenai kepatuhan minum obat setiap pasien kontrol ke puskesmas

Tenaga Kesehatan Puskesmas meningkatkan pengetahuan tentang pengenalan, pencegahan, pengobatan dan komplikasi TB melalui diskusi kasus dan deteksi dini penyakit TB.

Page 26: F7 Mini Project TBC

BAB IV

HASIL

4.1Profil Komunitas

Berdasarkan laporan program TB di Puskesmas Rambipuji Kabupaten Jember

data tahun 2015 di diperoleh 66 penderita klinis TB Paru, diantaranya yang memiliki

hasil pemeriksaan positif pada sputum BTA sebesar 29 penderita, negative sebesar 26

penderita. Sedangkan 21 pasien diantaranya sudah dinyatakan sembuh dari TB

4.2 Data Kesehatan Masyarakat

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan di balai pengobatan Puskesmas

Rambipuji pada bulan Juli – September 2015. Ditemukan 43 penderita TB klinis,

masing-masing 16 pasien dengan sputum BTA positive, dan 6 pasien dengan sputum

BTA negative.

26

Page 27: F7 Mini Project TBC

BAB V

PEMBAHASAN

Kegiatan ini dilaksanakan Balai Pengobatan Puskesmas Rambipuji dan

penyuluhan dilakukan di balai desa Rambipuji, Kelurahan Rambipuji, Kecamatan

Rambipuji, Kabupaten Jember dimana peserta merupakan kader yang hadir pada saat

kegiatan dan penyuluhan “gambaran penyakit TB serta bagaimana memotivasi

penderita dan keluarganya serta masyarakat agar dapat hidup terbebas dari infeksi TB

paru”. Para kader tampak antusias menyimak penyuluhan tentang TB, mengingat

banyaknya jumlah pasien TB di sekitar lingkungan mereka yang juga berisiko sebagai

sumber penularan.

5.1 Monitoring

Monitoring yang dilakukan pada saat pasien kontrol ke Puskesmas untuk

mengambil obat. Dimana setiap pasien yang datang untuk mengambil obat tiap

minggunya, semuanya di catat dalam buku catatan pelaporan pasien, sehingga para

petugas kesehatan bisa mengkontrol apakah pasien tersebut minum obat secara teratur

atau tidak.

27

Page 28: F7 Mini Project TBC

Pendekatan kepada peserta dilakukan melalui penyuluhan dan diskusi, terlihat

bahwa peserta tampak antusias dan lebih leluasa bertanya kepada narasumber. Setelah

diadakan penyuluhan ini, peserta tampak lebih paham mengenai TB dan diharapkan

kedepannya semakin memperlihatkan kewaspadaan terhadap penularan penyakit TB

5.2 Evaluasi

Dari hasil kegiatan penyeluhan terkait TB dapat di evaluasi dengan

bekerjasama antara petugas kesehatan dengan kader dan keluarga yang ditunjuk

sebagai pengawas minum obat.Dan melihat perkembangan dari status kesehatan

terkait masalah TB dan menyesuaikan dengan data kesehatan pada kegiatan

sebelumnya apakah ada perkembangan ke lebih baik peningkatan kesembuhan pada

pasie TB.

BAB VI

DISKUSI

6.1 Pembahasan

Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai TB sehingga pentingnya

melakukan pemeriksaan kesehatan menjadi salah satu factor tingginya pasien TB .

Pentingnya menjaga kesehatan dan memutus rantai penularan TB merupakan cara

efektif untuk mengurangi peningkatan pasien TB..

Tujuan dari pemberian penyuluhan adalah meningkatkan pengetahuan bagi

masyarakat. Pengetahuan merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengetahuan (kognitif) merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).

Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.

Ada beberapa langkah atau proses sebelum orang mengadopsi perilaku baru.

Pertama adalah awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari stimulus

tersebut. Kemudian dia mulai tertarik (interest). Selanjutnya, orang tersebut akan

menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus tersebut (evaluation). Setelah itu,

28

Page 29: F7 Mini Project TBC

dia akan mencoba melakukan apa yang dikehendaki oleh stimulus (trial). Pada tahap

akhir adalah adoption, berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan

sikapnya. Dengan mendapatkan informasi yang benar, diharapkan masyarakat

mendapat bekal pengetahuan yang cukup untuk dapat melaksanakan pola hidup sehat

sehingga dapat mencegah terjadinya penularan TB sedangkan bagi yang sudah

menderita dapat memberikan gambaran bahwa TB adalah penyakit yang dapat

disembuhkan apabila meminum obat dengan rutin sehingga pasien dapat sembuh

secara total dan menguangi komplikasi yang terjadi diakibatkan karena putus obat

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil screening dan pemantauan pengobatan pasien TB di

puskesmas, respon terapi obat TB memberikan respon efek yang sangat baik

terhadap keadaan umum pasien dimana kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi

obat TB dinilai sangat baik. Hal ini dikarenakan motivasi yang kuat dari dalam

diri dan juga dukungan dari keluarganya yang telah mendapat penyuluhan

mengenai TB. Hal ini dirasakan sangat bermanfaat karena dapat memperbaiki

keadaan umum pasien dan mencegah penularan penderita terhadap keluarganya

sendiri. Hal ini dikaitkan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan

bahwa dengan kepatuhan pasien meminum obat TB selama minimal selama 2

minggu sudah dapat menurunkan angka virulensi bakteri Mycobacterium

tuberculosis.

Sebagai saran untuk pihak Puskesmas agar agar lebih meningkatkan

memberikan pelatihan terhadap kader kesehatan mengenai TB Paru dan

melakukan kunjungan rumah untuk mengawasi apakah keluarga yang tinggal

serumah dengan pasien tidak tertular penyakit yang sama. Serta lebih

29

Page 30: F7 Mini Project TBC

meningkatkan kualitas data statistik setiap kasus penyakit pada umumnya dan TB

Paru pada khususnya untuk membantu dalam proses penetapan kebijakan-

kebijakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jember.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff, et al. 2010. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Ilmu

Penyakit Paru Universitas Airlangga

2. Behrman, et al. 2002. Nelson - Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta : EGC

3. Chintu C, Mudenda V, Lucas S. 2002. Lung Diseases at Necropsy in African

Children Dying from Respiratory Illnesses : a Descriptive Necropsy Study.

Berlin : Lancet

4. Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan

pertama edisi ke 2. Jakarta : Depkes RI

5. Donald PR. 2004. Chilhood Tuberculosis. Berlin : Springer

6. Hassan, et al. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Infomedika.

7. Jeena PM, et al. 2002. Impact of HIV-1 Co-infection on Presentation and

Hospital-related Mortality in Children with Culture Proven Pulmonary

Tuberculosis in Durban, South Africa. Berlin : Spinger

8. Kartasasmita CB, et al. 2001. Penapisan dan Pengobatan Tuberkulosis pada

Anak Sekolah Dasar di Majalaya. Bandung : MKB

30

Page 31: F7 Mini Project TBC

9. Kelompok Kerja TB Anak Depkes-IDAI. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana

Tuberkulosis Anak. Jakarta : IDAI

10. Lienhardt C, et al. 2003. Risk Factors for Tuberculosis Infection in Sub-

Sahara Africa. Berlin : Springer

11. Madhi SA, et al. 2000. Increased Disease Burden and Antibiotic Resistance of

Bacteria Causing Severe Community-aquired Lower Respiratory Tract

Infections in Human Immunodeficiency Virus type I Infected Children.

Berlin : Springer

12. Maldonado, Y. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC

13. Nelson LJ, et al. 2004. Global Epidemiology of Childhood Tuberculosis.

Berlin : Springer

14. Notoatmodjo S. 1993. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Arti

Pendidikan. Yogyakarta : PT. Andi Offset

15. Riduwan. 2009. Pengantar Statistika. Bandung : Alfabeta

16. Rikesdas. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta : Depkes RI

17. Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam - FKUI. Jakarta : Fakultas

Kediokteran Universitas Indonesia

18. Supriyatno B, et al. 2007. Pedomen Nasional Tuberkulosis Anak Edisi ke-2.

Jakarta : UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia

19. Kandun, I Nyoman. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit TB. Jakarta :

EGC

20. Zar HJ, et al. 2001. Etiology and Outcome of Pneumonia in Children

Hospitalized in South Africa. Berlin : Springer

31

Page 32: F7 Mini Project TBC

Lampiran

32