evaluasi pemberian dekanter sawit dan beberapa …repository.unja.ac.id/889/5/skripsi lengkap...

41
EVALUASI PEMBERIAN DEKANTER SAWIT DAN BEBERAPA HIJAUAN TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN KAMBING PERANAKAN ETAWAH SKRIPSI OLEH RIYANI E10013001 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JAMBI 2017

Upload: others

Post on 27-Dec-2019

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

EVALUASI PEMBERIAN DEKANTER SAWIT DAN BEBERAPA

HIJAUAN TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN

KAMBING PERANAKAN ETAWAH

SKRIPSI

OLEH

RIYANI

E10013001

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2017

EVALUASI PEMBERIAN DEKANTER SAWIT DAN BEBERAPA

HIJAUAN TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN

KAMBING PERANAKAN ETAWAH

Oleh

RIYANI

E10013001

TelahDiujiDihadapan Tim Penguji

Pada Hari , Tanggal 2017 dan Dinyatakan Lulus

Ketua : Dr.Ir. Yurleni. Msi

Sekretaris : Dr. Ir. H. M.Afdal, MSc., MPhil

Anggota : 1. Dr.Ir. Endri Musnandar,Ms

2. Ir. Darlis, MSc., PhD

3. Dr.Ir.Bayu Rosadi,S.Pt,MP

Menyetujui :

PembimbingUtama, PembimbingPendamping,

Dr.Ir.Yurleni.Msi Dr. Ir. H. M.Afdal, MSc., MPhil

NIP. NIP. 196408131989031003

Tanggal: Tanggal:

Mengetahui:

Wakil Dekan BAKSI KetuaJurusan/Prodi Peternakan

Dr. Sc. Agr. Ir. Teja Kaswari, M.Sc Ir. Darmawan, M.P

NIP. 196612151992031002 NIP. 195706151987101001

Tanggal: Tanggal:

EVALUASI PEMBERIAN DEKANTER SAWIT DAN BEBERAPA

HIJAUAN TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN

KAMBING PERANAKAN ETAWAH

Disajikan Oleh

Riyani (E100113001), di bawah bimbingan :

Dr.Ir. Yurleni. Msi 1) dan Dr.Ir.H.M.Afdal, MSc.,MPhil 2)

Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi

Alamat Kontak : JL. Jambi-Ma. Muara Bulian KM 15 Mendalo Darat Jambi 36361

email: [email protected]

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konsumsi, pertambahan

bobot badan , dan konversi pakan pada Kambing Peranakan Etawah yang diberi

dekanter sawit yang diawetkan dengan serbuk kayu manis dan beberapa hijauan

konvensional. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bujur

Sangkar Latin (BSL) 4x4 dengan 4 perlakuan 4 ulangan dan 4 periode. Apabila

perlakuan berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Perlakuan terdiri

dari A= Dekanter Sawit 100%, B = Rumput Gajah (Pannisetum Purpureum)

100%, C = Rumput Setaria (Setaria sphacelata) 100% dan D = Rumput

Kolonjono(Panicum Titanum) 100%. Data diolah dengan menggunakan analisis

ragam. Hasil peneltian menunjukan bahwa konsumsi bahan kering dari dekanter

sawit lebih rendah di bandingkan hijauan lain, serta rendah nya nilai konversi

dikarenakan penurunan bobot badan dan karena pakan yang di konsumsi hanya

cukup untuk hidup pokok.

Kata Kunci : Konsumsi,Pertambahan Bobot Bada Harian, Konversi, Dekanter sawit,

kambing peranakan etawa.

Keterangan : 1) Pembimbing Utama

2) Pembimbing Pendamping

Evaluasion GOAT

Presented By

Riyani (E10013001), Under The Guidance:

Dr.Ir.Yurleni.Msi1) and Dr.Ir.H.M.Afdal, MSc.,MPhil 2)

ABSTRACT

Decanter palm is one of alternative feed ingredients that can be used as animal

feed. Oil decanter are potentially used as feed material for this waste is produced every

day.

Keywords:digestibility of dry matter, organic matter, crude fiber, oil decanter, etawa

cross breed

Description: 1).Top Advisors

2).Supervising Companion

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan Skripsi saya yang berjudul “Evaluasi

Pemberian Dekanter Sawit dan Beberapa Hijauan Terhadap Pertambahan Bobot

Badan Kambing Peranakan Etawa” adalah karya sendiri dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar

pustaka dibagian ahir skripsi ini sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah yang

berlaku.

Jambi, Juni 2017

Riyani

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Rantau Jaya 09 Maret 1995, sebagai anak kedua dari

tiga bersaudara dari pasangan Ayah Minto dan Ibu Suti. Penulis menyelesaikan

pendidikan dasar di SD Negeri 46/X Rantau Jaya pada tahun 2007, pendidikan

menengah pertama di SMP Negeri 9 Rantau Rasau, dan pendidikan menengah

atas SMA Negeri 1 Rantau Rasau pada tahun 2013.Pada tahun 2013 penulis

diterima sebagai mahasiswa Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan

Universitas Jambi melalui jalur SNMPTN. Pada bulan Maret 2016 penulis

melaksanakan Farm Experince di Peternakan Pak Jumono didesa Pudak

Kecamatan Kumpe Ulu Kabupaten Muaro Jambi. Penulis mengikuti kegiatan

Kuliah Kerja Nyata (KUKERTA) di Desa Nyogan kecamatan Mestong

Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi.

PRAKATA

Dekanter sawit merupakan salah satu bahan pakan alternatif yang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Dekanter sawit sangat potensial

digunakan sebagai bahan pakan karena limbah ini diproduksi setiap hari.

Sehubungan dengan ini, serangkaian penelitian telah dilakukan dilaboratorium

Fakultas Peternakan Universitas Jambi di Mendalo Darat, Kabupaten Muaro

Jambi. Hasil penelitian yang diperoleh dituangkan dalam tulisan ini.

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah Swt, atas berkat,

rahmat, kesehatan dan kesempatan yang telah dianugrahkanNya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul” Evaluasi

Pemberian Dekanter Sawit dan Beberapa Hijaun Terhadap Pertambahan Bobot

Badan Kambing Peranakan Etawa”. Skripsi ini merupakan persyaratan akademik

untuk menyelesaikan Pendidikan Strata Satu (S1) pada Program Studi Ilmu

Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian skripsi ini telah

melibatkan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada

kesempatan ini penulis ucapkan terimaksih kepada ibu Dr.Ir.Yurleni.Msi selaku

pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, motivasi serta diskusi

berharga yang diberikan dalam proses penyusunan skripsi. Kepada Bapak Dr. Ir.

H. M.Afdal, MSc., Mphil selaku pembimbing pendamping sekaligus dosen yang

telah memberikan kesempatan untuk ikut serta dalam penelitiannya. Atas

bimbingan, dorongan, serta waktu diskusi yang sangat berharga yang diberikan

sejak penyusunan usulan penelitian hingga penulisan skripsi, saya ucapkan

terimakasih. Dan kepada Bapak Ir.Farizal, MP sebagai dosen pembimbing

akademik (PA) yang telah memberikan perhatian, kesabaran dalam membimbing

dan mengarahkan selama menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan, saya

ucapkan terimakasih.

Terima kasih juga saya sampaikan kepada Darma Putra, Sidiq dan Prayogo

yang telah membantu selama proses penelitian berlangsung. Ucapan terimakasih

untuk teman-teman seperjuangan kelas A B C dan D mahasiswa Fakultas

Peternakan angkatan 2013, Terkhusus kepada Indri Seftiana yang setia menemani

sebagai sahabat yang sedari awal menduduki bangku kuliah telah bersama.

Kepada kakak Putri Pratama Sari S.Pt yang telah banyak membantu dalam ilmu

dan semngatnya saya ucapkan terimakasih.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ayah Tercinta atas

kesabaran, motivasi, arahan, doa, dan dukungan yang tidak henti-hentinya

diberikan kepada saya. Kepada Ibu saya tercinta yang telah berada di surga saya

ucapkan terimakasih atas restu selama saya menempuh pendidikan ini. Serta

kakak saya Andoko, Murni Handayani,Adik saya Hendra Safu ono dan Ponakan

saya Aldo Febriansyah yang selalu memberikan dukungan, motivasi baik secara

moral maupun materil serta doa yang selalu terucap. Maaf belum bisa membuat

kalian semua bahagia saat ini.

Terahir ucapan terimakasih kepada rekan-rekan Kuliah Kerja Nyata

Posko41 Desa Nyogan, Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro Jambi motivasi,

dorongan, semangat serta membantupenulis selama proses kuliah kerja nyata

berlangsung. Terkhusus untuk Bayu Krisna yang telah banyak membantu dan

menemani penulis baik suka maupun duka, penulis ucapkan terima kasih.

Jambi, Juni 2017

Riyani

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ............................................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. iv

DAFTAR TABEL ................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2 Tujuan ........................................................................................ 3

1.3 Manfaat ...................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 4

2.1 Ternak Kambing Peranakan Etawa ............................................ 4

2.2Tanaman Kelapa Sawit ............................................................... 5

2.3Dekanter Sawit ............................................................................ 6

2.4Kelemahan Dekanter Sawit ......................................................... 8

2.5Kerusakan Dekanter Sawit .......................................................... 9

2.6Dekanter Sawit sebagai Pakan Ternak ........................................ 10

2.7Konsumsi Pakan .......................................................................... 11

2.8Kecernaan dan Faktor-faktor yang mempengaruhi .................... 11

BAB III MATERI DAN METODE ..................................................... 14

3.1 Waktu dan Tempat....…..................... ........................................ 14

3.2 Materi dan Peralatan .................................................................. 14

3.3 Metode ....................................................................................... 14

3.3.1Analisis Sampel ................................................................... 14

3.4 Rancangan Penelitian ................................................................. 15

3.5Peubah yang Diamati .................................................................. 15

3.6Analisis Data ............................................................................... 16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 17

4.1 Kecernaan Bahan Kering ....…..................... ............................. 17

4.2 Kecernaan Bahan Organik ......................................................... 18

4.3 Kecernaan Serat Kasar ............................................................... 19

BAB V PENUTUP ................................................................................. 20

5.1 Kesimpulan ....…..................... .................................................. 20

5.2 Saran .......................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 21

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel : Halaman

1. Pengacakan perlakuan selama penelitian ...................... 15

2. Komposisi kimia ransum perlakuan (%) ....................... 15

3. Rataan nilai kcbk, kcbo, dan kcsk dekanter sawit pada

ransum kambing PE ....................................................... 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan produksi Kelapa Sawit (Elneis guinensis) di Indonesia

cukup pesat. Seiring dengan meningkatnya produksi kelapa sawit, produksi

limbah industri pabrik pengolahan minyak kelapa sawit turut meningkat. Luas

lahan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2013 adalah 10.010.824 Ha dengan

jumlah produksi tandan buah segar (TBS) 27.746.125 ton/Ha (Direktorat Jendral

Perkebunan 2013). Limbah dari produksi kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan

sebagai pakan ternak salah satunya yaitu dekanter sawit.

Dekanter sawit merupakan limbah dari pengolahan minyak kasar Crude

Palm Oil (CPO) yang belum dimanfaatkan secara optimal, ketersedian limbah ini

cukup menjanjikan sesuai dengan luas areal perkebunan kelapa sawit. Menurut

Deptan, (2006) menyatakan pada 1 kg tandan buah segar (TBS) akan

menghasilkan limbah dekanter 4%, sesuai dengan data BPS (2013) di Provinsi

Jambi jumlah produksi TBS 2.065.185 ton/Ha. Sehingga dapat diperkiraan jumlah

produksi dekanter sawit sebanyak 82.607,4 kg/Ha yang dapat dimanfaatkan

sebagai pakan dalam ransum ternak.

Peningkatan kebutuhan pangan membawa pengaruh terhadap peningkatan

teknologi dalam bidang peternakan. Salah satunya dari segi pengolahan pakan

ternak. Pemanfaatan limbah industri pertanian dan perkebunan adalah salah satu

cara untuk mencari bahan pakan alternatif untuk ternak. Industri kelapa sawit

menghasilkan limbah yang berpotensi sebagai pakan ternak, seperti bungkil inti

sawit , serat perasan buah, tandan, buah kosong, dan solid (Utomo dan widjaja,

1999).

Dekanter sawit sangat potensial untuk digunakan sebagai pakan ternak

karena limbah ini diproduksi setiap hari sebanyak 6-11 ton (bahan segar) per unit

pabrik kelapa sawit (PKS) dan memiliki kandungan gizi PK 15%, DE 2,7

Mkall/kg (Sianipar dkk., 1995). Kualitas kimiawi dekanter sawit menurut Afdal

et al, (2013) berdasarkan hasil analisis proksimat dalam g/kg kadar Bahan Kering

26.7 g/kg, Bahan Organik (Abu) 603.6 g/kg, Protein Kasar 117 g/kg dan Serat

Kasar 28.0 g/kg Menurut Utomo dan Widjaja (2001), kelemahan dekanter sawit

untuk pakan adalah tidak tahan lama disimpan. Hal ini karena dekanter sawit

masih mengandung 1,50% CPO, sehingga akan mudah menjadi tengik bila

dibiarkan ditempat terbuka serta mudah ditumbuhi kapang.

Tingginya kadar air yang dimiliki dekanter sawit mengakibatkan dekanter

sawit cepat tengik. Untuk mengatasi permasalahan ini maka dilakukan

penambahan bahan antioksidan alami berupa tepung atau serbuk kayu manis.

Menurut Halliwell (2007), menyatakan bahwa kayu manis mempunyai kandungan

senyawa kimia berupa fenol, terpenoid dan saponin yang merupakan sumber

antioksidan dan (E)-cinnamaldehyde (minyak atsiri) dan proanthocyanidins

(polifenol) merupakan kandungan yang terdapat dalam herbal oil kulit batang

kayu manis (Cinnamomum burmannii) yang memberikan efek antibakteri (Shan et

al., 2007).

Penelitian mengenai dekanter sawit sebagai pakan domba telah dilakukan

oleh Devendra (1978), yang menunjukkan hasil penelitian kecernaan gizi dekanter

sawit yang dihasilkan pada domba cukup tinggi. Kualitas bahan pakan dekanter

sawit yang diberikan pada ternak domba dapat dilihat melalui kecernaannya.

Namun sejauh ini belum dilakukan penelitian tentang evaluasi pemberian pakan

dekanter yang dibandingkan dengan pemberian pakan hijauan.

1.2 Perumusan Masalah

Percobaan pemanfaatan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit sebagai

ransum komplit (100%) atau pun sebagai campuran pakan penguat lainnya telah

banyak dilakukan, seperti yang dilaporkan Wong And Zahari (1992); Jelan et

al.,(1991) pada ternak domba dan sapi. Namun, penelitian pemanfaatan limbah

perkebunan kelapa sawit berupa dekanter sawit sebagai pakan pada ransum

kambing peranakan etawah masih belum dilakukan. Hal ini dipandang perlu untuk

mengetahui tingkat optimalisasi penggunaan dekanter sawit sampai sejauh mana

pengaruhnya terhadap pertambahan bobot badan (PBB) , Konversi pakan dan

Konsumsi.

1.3 Hipotesis

Pemberian dekanter sawit dalam ransum meningkatkan pertambahan

bobot badan (PBB), konsumsi dan Konversi pakan pada kambing peranakan

etawah yang lebih tinggi dari pemberian beberapa hijauan.

1.4 Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk membandingkan status pakan dekanter sawit

terhadap hijauan sebagai pakan pengganti hijauan pada ternak kambing perakan

etawa.

1.5 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pakan pengganti rumput

untuk ternak ruminansiadalam pemanfaatan limbah kelapa sawit (dekanter sawit)

sebagai pakan pengganti rumput untuk ruminansia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintaan Hindia Belanda

pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor dan sisa

benihnya ditanam ditepi-tepi jalan sebagai tanaman hias. di Deli Sumatra Utara

pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak

nabati akibat berkembangnya Industri dipertengahan abad ke 19. Dari sini

kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan seleksi dari

Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit “Deli Dura”

Tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan saat ini terdiri dari dua jenis

yang umum ditanam yaitu Elaeis guineensis dan Elaeis oleifera. Kelapa sawit

Elaeis guinensis Jacq merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Afrika Barat.

Tanaman ini dapat tumbuh diluar daerah asalnya, termasuk Indonesia. Tanaman

kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan nasional (Syahputra, 2011).

Masa umur ekonomis kelapa sawit cukup lama sejak mulai tanam sampai

akhir produksi, yaitu sekitar 25 tahun. Masa produksi yang lama ini menjadikan

investasi disektor ini menjadi salah satu pertimbangan yang ikut menentukan bagi

kalangan dunia usaha (Krisnohardi,2011). Berikut merupakan susunan taksonomi

tanaman kelapa sawit yaitu :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Devisi : Spermatophyta

Devisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Sub Kelas : Arecidae

Bangsa : Arecales

Suku : Arecaceae

Marga : Elaeis

Jenis : Elaeis Guineensis Jacq

: Elaeis oleifera

: Cortes, Elaeis odora

Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763

berdasarkan pengamatan pohon-pohon kelapa sawit yang tumbuh di Martinique,

kawasan Hindia Barat, Amerika Tengah. Kata Elaeis (Yunani) berarti minyak,

sedangkan kata guineensis dipilih berdasarkan keyakinan Jacquin bahwa kelapa

sawit berasal dari Guinea (Afrika).

Komposisi dan persentase dari tandan buah segar (TBS) dapat dilihat pada

gambar 1.

Gambar 1: Komposisi dan persentase tandan buah segar sawit

(Prasertsan and prasertsan, 1996)

2.2 Dekanter Sawit

Dekanter sawit merupakan salah satu olahan produk dari pabrik kelapa

sawit. Dekanter sawit berasal dari ekstraksi mekanik minyak sawit mentah CPO.

Padatan Palm Oil Decanter Meal (Dekanter sawit) merupakan hasil dari

decanting, pemusingan dan aplikasi termal. Jumlah dekanter sawit sekitar 3% dari

total tandan buah segar (TBS) Utomo dan Widjaja (2004) dalam (Afdal, 2013).

TBS

(100%)

Buah Sawit

(70-74%)

Tandan Kosong

(20-30%)

Biji (18.9-19.2%) AIR (12-14%)

BK (14-16%) Daging (serabut) buah

(51-55%)

Tempurung

(6.8-7.4%)

Inti sawit

(5%)

Kadar air

(3.3-3.4%)

Kadar Air

(13-14%)

Serabut

(12-13%)

Minyak

(25-28%)

Berikut merupakan proses ekstraksi CPO dekanter sawit PT. Sumbertama

Nusa Pertiwi dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2 :Skema proses ektraksi CPO dekanter sawit PT. Sumbertama Nusa

Pertiwi Sungai Gelam Muaro Jambi (Juli, 2015)

Dekanter sawit merupakan sumber daya yang cukup potensial sebagai

pakan ternak dan tersedia dalam jumlah besar serta relatif tersedia sepanjang

waktu (Hidayat et al, 2007). Pada proses pengolahan 1 kg tandan sawit diperoleh

4-6% dekanter sawit. Jumlah produksi dekanter sawit sangat tergantung pada

jumlah kelapa sawit yang diolah, semakin banyak produk yang diolah maka akan

Penerimaan

TBS

Disterilisasi

Penebahan

Buah Kelapa Sawit Tandan Kosong

Pelumatan dalam

digester

Pengepressan

Limbah Padat Limbah Cair

Kolam penampungan

Aliran bagian bawah (Ampas)

Fase 3

Light Phase

Fase 2

Heavy Phase

Fase 1

Decanter solid

semakin banyak pula dekanter sawit yang dihasilkan. Dekanter sawit (setara

kering) akan dihasilkan sebanyak 2% dari tandan buah segar atau sekitar 10% dari

minyak sawit kasar yang diperoleh (Sianipar et al, 2003).

Dekanter sawit dapat mengganti sepenuhnya dedak padi dalam konsentrat,

dan memberi pengaruh yang positif terhadap konsumsi ransum, kadar lemak susu

dan efisiensi penggunaan energi dan protein (Widyati et al.,1992). Pada kambing

dan domba penggunaan dekanter sawit sebanyak 1% dari bobot badan mampu

menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 50-60 g dengan nilai

konversi pakan 17-18% (Handayani et al., 1987).

2.2.1. Kelemahan Dekanter Sawit

Menurut Suharto (2004) Kandungan air yang cukup tinggi, menyebabkan

dekanter sawit mudah busuk. Apabila dibiarkan dilapangan bebas dalam waktu

sekitar 2 hari, bahan ini terlihat ditumbuhi oleh jamur yang berwarna kekuningan.

Apabila dikeringkan, lumpur sawit berwarna kecoklatan dan terasa sangat kasar

dan keras. Kandungan air yang cukup tinggi, merupakan salah satu faktor

pembatas dalam penggunaan dekanter sawit karena membutuhkan upaya

pengeringan. Faktor pembatas lain dari penggunaan dekanter sawit sebagai bahan

pakan adalah tingginya kadar serat kasar (29,76%) dan kecernaan asam amino

yang rendah (Sinurat 2010).

Menurut Utomo dan Widjaja (2004), kelemahan dekanter sawit untuk

pakan adalah tidak tahan lama disimpan. Hal ini karena dekanter sawit masih

mengandung 1,50% CPO, sehingga akan mudah menjadi tengik bila dibiarkan di

tempat terbuka serta mudah ditumbuhi kapang yang berwarna keputihan. Namun

dari hasil pemeriksaan dilaboratorium, kapang tersebut tidak bersifat patogen.

Namun menurut Utomo dan Widjaja (2004), dekanter sawit dapat tahan

lama apabila disimpan dalam tempat tertutup, misalnya dalam kantong plastik

hitam dengan meminimumkan jumlah oksigen yang masuk. Selanjutnya

ketengikan pada dekanter sawit dapat dicegah dengan antioksidan diantaranya

menggunakan tepung kayu manis. Tepung kayu manis dapat menghambat proses

oksidasi (Stojanovic et al., 2001). Dapat digunakan pada dekanter sawit sehingga

dekanter sawit akan bertahan lebih lama dan dapat digunakan dalam jangka

panjang.

2.2.2. Ketengikan

Kerusakan timbulnya bau dan rasa tengik disebut proses ketengikan

(rancidity), ketengikan terjadi karena asam lemak pada suhu ruang dirombak

akibat hidrolisis atau oksidasi menjadi hidrokarbon, alkanal, atau keton, serta

sedikit epoksi dan alkohol (alkanol). Bau yang kurang sedap muncul akibat

campuran dari berbagai produk. Selain pada suhu kamar, proses ini dapat terjadi

selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi. Hasil oksidasi minyak atau

lemak dalam bahan pangan tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau tidak enak,

tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi karena rusaknya vitamin (karoten dan

tokoferol) dan asam lemak esensial dalam lemak. Oksidasi terjadi pada ikatan

tidak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu kamar sampai dengan suhu 100°C,

setiap ikatan tidak jenuh dapat mengabsorbsi 2 atom oksigen, sehingga terbentuk

persenyawaan peroksida yang bersifat labil. Peroksida ini dapat menguraikan

radikal tidak jenuh yang masih utuh sehingga terbentuk 2 molekul persenyawaan

oksida. Proses pembentukan peroksida ini dipercepat oleh adanya cahaya, suasana

asam, kelembaban udara dan katalis (Ketaren, S., 1986).

Berbagai macam persenyawaan organic dapat menghambat proses

oksidasi disebut antioksidan. Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang

dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti

khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya

reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Harvey and Bader,1986).

Antioksidan dapat menghambat proses ketengikan karena antioksidan lebih reaktif

dari oksigen. Molekul aktif dari antioksidan menggagalkan terbentuknya

peroksida dengan mengikat oksigen. Antioksidan dari minyak untuk bahan

makanan biasanya merupakan bentuk phenolic. Aktifitas antioksidan type

phenolic dapat disetarakan dengan reaksi kesetimbangan redoks antara quinol dan

quinine. Orto dan para hydroxyphenol merupakan antioksidan yang sangat kuat,

tetapi meta hydroxyphenol tidak.

Menurut (Halliwell, 2007) Kayu manis (Cinnamomum burmani) memiliki

kandungan senyawa kimia berupa fenol, terpenoid dan saponin yang merupakan

sumber antioksidan dan pemanfaatan tumbuhan kayu manis sebagai sumber

antioksidan cukup potensial, mengingat beberapa penelitian tentang aktivitas

antioksidan dari berbagai lingkungan tumbuh yang berbeda menunjukkan tingkat

aktivitas antioksidan yang beragam.

Kayu manis (Cinnamomum burmannii) adalah rempah-rempah yang

terdapat di Indonesia dan memiliki banyak manfaat. Khususnya di Provinsi Jambi,

kayu manis termasuk salah satu dari lima komoditi unggulan selain karet, kelapa

sawit, kelapa dan kopi (Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2009). Salah satu

bahan herbal yang diteliti memiliki aktivitas antibakteri adalah kayu manis,

berdasarkan hasil riset yang dilakukan para peneliti, disebutkan bahwa herbal oil

kayu manis maupun ekstrak etanol (50%) kayu manis (Cinnamomum burmannii)

memiliki aktivitas antibakteri terhadap 10 jenis bakteri (Gupta et al., 2008).

Peneliti lainnya menyatakan bahwa (E)-cinnamaldehyde (minyak atsiri) dan

proanthocyanidins (polifenol) merupakan kandungan yang terdapat dalam herbal

oil kulit batang kayu manis (Cinnamomum burmannii) yang memberikan efek

antibakteri (Shan et al., 2007). Menurut Ravindran (2004), minyak atsiri kulit

kayu manis mengandung sinamaldehida (51–76%), eugenol, eugenol asetat,

sinamil asetat, sinamil alkohol, metil eugenol, benzaldehida, benzil benzoat,

linalool, monoterpena, hidrokarbon, kariofilena, safrol, dan lainnya. Sedangkan

herbal oil daun kayu manis (Cinnamomum burmannii) mengandung

cinnamaldehyde yang memiliki aktivitas antibakteri (Chang et al., 2001). Ekstrak

kulit kayu manis dapat digunakan sebagai antidiabet dan antioksidan (Kannappan

et al., 2006) sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah

proses oksidasi lipid. Senyawa ini dapat meredam pengaruh negatif dari radikal

bebas. Radikal bebas merupakan molekul yang sangat reaktif, yang dapat

mengganggu integritas sel, dapat bereaksi dengan komponen struktur sel seperti

enzim dan DNA (Stojanovic et al., 2001). Berdasarkan uraian tersebut maka

digunakan tepung kayu manis sebagai bahan pengawet dekanter sawit.

2.3. Dekanter Sawit sebagai Pakan Ternak

Dekanter sawit dapat diberikan dalam bentuk segar atau dikeringkan

terlebih dahulu. Pada kambing dan domba penggunaan solid sebanyak 1% bobot

badan mampu menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 50-60 g

dengan nilai konversi pakan 17-18 (Handayani et al., 1987). Penggunaan dekanter

sawit sebagai suplemen tunggal pada pakan kambing, mempunyai respon ternak

yang cukup baik yaitu mencapai tingkat konsumsi 3,5–3,8% dari bobot badan

(berdasarkan bahan kering) (Krisnan et al,.2006). Menurut (Azmi dan Gunawan

2005) komposisi pakan dengan imbangan pelepah sawit 55%, rumput lapangan

30% dan dekanter sawit 15% yang dicobakan pada sapi potong, dinilai merupakan

pakan alternatif cukup baik untuk ruminansia karena dapat menambah bobot

hidup harian rata-rata (average daily gain/ADG) 226,66 gram per ekor dan jumlah

konsumsi pakan sebesar 8,85 kg per ekor.

2.4 Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum)

Rumput gajah (Pennisetum Purpureum) adalah tanaman yang dapat

tumbuh di daerah yang minimal nutrisi. Runput gajah membutuhkan minimal atau

tanpa tambahan nutrient. Tanaman ini dapat memperbaiki kondisi tanah yang

rusak akibat erosi. Tanaman ini juga dapat hidup pada tanah kritis dimana

tanaman lain relatif tidak dapat tumbuh dengan baik (Sanderson dan Paul, 2008).

Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Rumput gajah (Pennisetum

purpureum) merupakan salah satu jenis rumput yang dapat tumbuh di daerah

tropis. Kandungan Bahan Kering rumput gajah umumnya rendah yaitu 12-18%,

tetapi seiring dengan meningkatnya umur tanaman kandungan BK ini cepat

meningkat. Kandungan serat kasar berkisar dari 26,0-40,5%. Beta-N sekitar 30,4 -

49,6% dengan kandungan lemak kasar 1,0-3,6%. Kandungan Phosphornya cukup

tinggi yaitu 0,28-0,39% dan pada batang 0,38-0,52%, sedangkan Ca masing-

masing 0,43-0,48% dan 0,14-0,23% pada daun dan batang. Kandungan TDN

berkisar dari 40-67% dengan kecernaan Bahan Kering sekitar 48-71%. (Tim

Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB, 2003).

Rumput gajah mempunyai kandungan bahan kering yang sangat tinggi tapi rendah

kandungan protein jika dipotong masih muda. Mc Donald et al. (1988)

menyatakan rumput gajah segar dengan kandungan air dan serat kasar yang tinggi

(81,50% dan 33,10%) akan membatasi kemampuan ternak dalam mengkonsumsi

ransum. Hal ini dikarenakan kapasitas tampung rumen terbatas sehingga

menyebabkan konsumsi BK menjadi turun. Pakan dasar rumput gajah dapat

meningkatkan nilai balance energi sehingga dapat meningkatkan pertambahan

bobot badan. Pada pakan dasar rumput gajah ini, peningkatan aras konsentrat

60%, 70%, dan 80% meningkatkan balance energi (3,31; 3,73 dan 4,76 Mcal/hari)

dan pertambahan bobot badan yang dihasilkan adalah 96,83; 120,04; dan 142,86

g/hari (Purbowati, 2001). Purbowati (2001) menambahkan bahwa nilai balance

energi pada kelompok pakan rumput gajah (3,93 Mcal) lebih tinggi daripada

pakan jerami padi (3,13 Mcal). hal ini dikarenakan konsumsi energi pada pakan

rumput gajah (0,47 Mcal/kgBB0,75) lebih tinggi daripada jerami padi (0,42

Mcal/kgBB0,75).

2.5 Rumput Setaria (Setaria sphacelata)

Rumput Setaria berasal dari Afrika, yang mempunyai nama-nama spesifik

diwilayahnya. Dalam bahasa latin Setaria dikenal dengan nama Setaria sphacelata,

sedangkan dalam bahasa Inggris cukup dikenal dengan Setaria, Malaysia

mengenal dengan sebutan Sekoi, Filipina mengenal dengan nama Bunga-bunga,

sedangkan Vietnam mengenal rumput ini dengan sebutan Coduoi cho. Rumput

Setaria pertama kali dibudidayakan sebagai tanaman pakan di Kenya, sehingga

penanamannya meluas sampai kedaerah subtropika terutama Afrika, Asia, dan

Australia, di Asia Tenggara tumbuhan ini banyak ditanam di Indonesia dan

Malaysia (Prosea, 1992).

Pada kondisi baik satu rumpun Rumput Setaria biasanya menghasilkan

ratusan batang, pertumbuhan kembali (regrowth) setelah dipotong sangat cepat

namun dengan bertambahnya umur rasio batang dan daun cepat meningkat akan

dibarengi oleh menurunnya nilai nutrisi. Produksi berat segar Rumput Setaria

mencapai 100-110 ton/ha/tahun. Nilai gizi yang terkandung dalam Rumput Setaria

adalah protein kasar 6-7 %, serat kasar 42,0 %, Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen

(BETN) 36,1% dan lemak 2,8%. Di samping sebagai rumput potong untuk pakan,

juga digunakan sebagai rumput untuk padang penggembalaan, karena tahan

injakan (Prawiradiputra dkk, 2006).

Komposisi bahan kering Rumput Setaria terdiri atas : Abu 11,5%, Ekstrak

Eter (EE) 2,0%, Serat Kasar (SK) 32,5%, Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)

44,8%, Protein Kasar (PK) 8,3% dan Total Degistible Nutrien (TDN) 52,88%

Alveoli (2008).

2.6. Kolonjono (Panicum Muticum)

Rumput kolonjono dipergunakan sebagai rumput potongan untuk makanan

ternak, hay atau disenggut ternak dan penggembalaan harus dilakukan secara

rotasi, karena tidak taham penggembalaan berat. Rumput dapat dipotong tiap 6-8

minggu (Reksohadiprojo, 1985).

Nilai gizi rumput ini cukup tinggi dan diakui para peternak sebagai

makanan ternak yang baik, bila rumput masih muda dan remah batangnya yang

masih muda dapat dijadikan rumput kering atau silase (Rismunandar, 1986).

Kandungan nutrisi rumput kolonjono yaitu BK 8,59%, PK 1,31%, LK 43,41%,

SK 12,80%, BETN 33,89% (Lubis, 1992).

2.7. Pertambahan Bobot Badan (PBB)

Peningkatan produksi ternak melalui pemanfaatan solid merupakan salah

satu usaha untuk mengoptimumkan pemanfaatan sumber daya lokal melalui

penerapan teknologi yang sesuai. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah upaya

memberdayakan petani yang mandiri, maju, dan berkeadilan (Solahuddin 1999).

Pemberian solid pada domba juga memberikan hasil yang baik. Solid dapat

diberikan dalam bentuk segar atau complete feed block (CFB), baik yang

difermentasi dengan efective microorganism (EM4) maupun tanpa di fermentasi.

Pemberian solid meningkatkan PBBH secara nyata dibandingkan tanpa pemberian

solid. Rata-rata PBBH domba yang diberi 1% solid dalam bentuk segar, 1% solid

dalam bentuk CFB tanpa fermentasi, dan 1% CFB fermentasi selama 3 bulan

masing-masing adalah 45, 64, dan 83g/ekor/hari, sedangkan PBBH domba yang

tidak diberi solid hanya mencapai 25g/ekor/hari (Widjaja Et al.2000).dan di

perkuat denagan pendapat Utomo (2001), alasan utama peternak memanfaatkan

solid adalah mampu meningkatkan pertambahan bobot badan ternak dan secara

ekonomis menguntungkan untuk penggemukan. Namun yang menjadi masalah

utama adalah peternak harus mengambil solid ke pabrik yang jaraknya relatif jauh

dari tempat tinggal mereka.

Pemanfaatan solid untuk pakan ternak ruminansia di Indonesia belum

banyak dilaporkan. Kamaruddin (1997) Keberhasilan pengembangan peternakan

sangat ditentukan oleh penyediaan pakan ternak (Djaenudin et al. 1996).Upaya

peningkatan produksi ternak tidak cukup hanya dengan memberikan rumput alam

saja, tetapi perlu adanya pakan tambahan. Pakan tambahan yang potensial untuk

dimanfaatkan adalah limbah kelapa sawit yang berupa “solid” (Utomo et al. 1999;

Widjaja 1999; 2000; 2000; Utomo 2001) selanjutnya dijelaskan bahwa solid atau

lumpur minyak sawit dapat diberikan dalam bentuk segar atau dikeringkan

terlebih dahulu. Tingkat penggunaan solid decanter/lumpur minyak sawit sebagai

suplemen bervariasi tinggi. Pada sapi perah kisaran berada antara 15–65% dari

total konsentrat yang diberikan. Solid dapat mengganti sepenuhnya dedak padi

dalam konsentrat, dan memberi pengaruh yang positif terhadap konsumsi ransum,

kadar lemak susu dan efisiensi penggunaan energi dan protein (Widyati et al.,

1992) pada kambing dan domba penggunaan solid sebanyak 1% bobot badan

mampu menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 50-60 g dengan

nilai konversi pakan 17-18 (Vadiveloo , 1986; Handayani et al., 1987).

2.8. Konsumsi

Konsumsi bahan kering makanan oleh ternak ruminansia dapat berkisar

antara 1,5– 3,5%, tetapi pada umumnya 2–3% dari berat badannya (Bamualim,

1988). Jumlah bahan kering yang dapat dimakan oleh seekor hewan selama sehari

perlu diketahui. Dengan mengetahi jumlah bahan kering yang dimakan dapat

dipenuhi kebutuhan seekor hewan akan zat amakan yang perlu untuk

pertumbuhannya, hidup pokok maupun produksinya. Bahan kering merupakan

tolak ukur dalam menilai palatabilitas makanan yang diperlukan untuk

menentukan mutu suatu pakan. Pakan sangat dibutuhkan kambing untuk tumbuh

dan berkembang biak (Sarwono, 1991). Pakan yang sempurna mengandung gizi

seperti protein, karbohidrat lemak, vitamin dan mineral yang seimbang (Mulyono,

2003). Pemberian pakan yang efisien mempunyai pengaruh lebih besar dari pada

faktor-faktor yang lainnya, dan merupakan cara yang sangat penting untuk

peningkatan produktivitas (Devendra dan Burns, 1994).

2.9 Konversi Pakan

Ternak yang mendapatkan energi dan protein yang rendah dalam

ransumnya, ternak akan mengalami pertumbuhan yang terlambat dan memiliki

efisiensi pakan yang lebih rendah daripada ternak yang diberi kandungan energi

dan protein yang tinggi (Ensminger dan Parker 1986).

Konversi pakan pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan,

besarnya pertambahan bobot badan, dan nilai kecernaan sehingga dengan

pemberian kualitas pakan yang baik akan mendukung ternak untuk memiliki

pertumbuhan yang lebih cepat (Juarini et al. 1995).

Konversi pakan khususnya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh

kualitas pakan, pertambahan bobot badan dan nilai kecernaan Martawidjaya et al.,

(1999).

BAB III

MATERI DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 2 bulan dilapangan pada tanggal

13 November 2016 s/d 15 Desember 2016 bertempat dikandang IBKK Ternak

kambing perah dan dilanjutkan analisis sampel dilaboratorium Fakultas

Peternakan Universitas Jambi.

3.2 Materi dan Peralatan

Bahan yang digunakan adalah 4 ekor kambing betina Peranakan Etawah,

hijauan, dekanter sawit, tepung kayu manis, air.

Alat yang digunakan adalah toples, jaring, arit, parang, terpal, ember,

kayu, centong, karung, meteran, timbangan, nampan, plastik putih, stepless, alat

tulis, paku, gergaji,mesin pencampur (Mencampur dekanter dengan kayu manis),

dan palu.

3.3 Metoda

3.3.1 Persiapan Dekanter Sawit

Dekanter sawit diambil dari PT. Sumbertama Nusa Pertiwi (SNP) Sungai

Gelam Muaro Jambi selanjutnya dibawa kegudang penyimpanan pakan di Fapet

Farm Universitas Jambi. Dekanter sawit ditimbang dan beri campuran tepung

kayu manis sebanyak 0.8%, lalu aduk hingga homogen dengan menggunakan

mesin pencampur dan dimasukkan kedalam kantong plastik hitam dalam ember

dan ditutup rapat selanjutnya dekanter siap digunakan.

3.3.2 Pelaksanaan Penelitian

Sebelum dilakukan penelitian, dilakukan persiapan kandang. Ternak

dikandangakan secara individu, minum ternak tersedia secara Ad libitum. Ternak

diberi tanda pengenal (kalung).

Penelitian ini terdiri dari 4 periode, setiap periode terdiri dari 6 hari

adaptasi dan 5 hari pengambilan data. Ternak ditimbang untuk mendapatkan

bobot badan awal dan bobot badan selanjutnya ditimbang setiap 11hari sekali.

susunan ransum perlakuan disesuaikan dengan kebutuhan ternak.

3.4 Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bujur Sangkar

Latin yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 periode sebagai ulangan, dengan

perlakuan sebagai berikut:

A = 100% Dekanter Sawit

B = 100% Rumput (Panicum Purpureum) Gajah

C = 100% Rumput (Setaria sphacelata) setaria

D = 100% Rumput (Panicum Titanum) kolonjono

Gambar 3 : Susunan periode dan perlakuan ternak selama penelitian

BARIS

(Nomor Kambing)

KOLOM

1 2 3 4

1 D B C A

2 A D B C

3 C A D B

4 B C A D

*Kolom= jumlah periode

Baris = jumlah Perlakuan ternak/tanda pengenal ternak

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh dari setiap parameter yang diamati dianalisis

menggunakan analisis ragam, apabila terdapat perbedaan akibat perlakuan pada

masing-masing paremeter maka dilanjutkan dengan uji Duncan.

Model matematik rancangan percobaan linear aditif BSL yang digunakan

adalah sebagai berikut :

Yij(t) = µ + Bi + Kj + P(t) + εij(t)

Dimana :

Yij(t) = Nilai pengamatan pada baris ke-i, kolom ke-j yang mendapat

perlakuan ke-t.

µ = Nilai rata-rata umum

Bi = Pengaruh perlakuan ke-i

Kj = Pengaruh baris/blok ke-j

P(k) = Pengaruh periode ke-k

eij(t) = Pengaruh galat pada baris ke-i, kolom ke-j yang memperoleh

perlakuan ke-k

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian Evaluasi Pemberian Dekanter Sawit dan Beberapa

Hijauan Terhadap Pertambahan Bobot Badan Kambing Peranakan Etawah didapat

rataan nilai pertambahan bobot badan harian (PBBH), konsumsi bahan kering dan

konversi pakan pada Kambing Peranakan Etawah pada masing-masing perlakuan

selama penelitian. Rataan hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan PBBH, konsumsi bahan kering dan konversi pakan masing-

masing perlakuan

Perlakuan

Pakan

Konsumsi BK

(g/ekor/hr)

PBBH (g/ekor/hr) Konversi Pakan

DS 156,40C ± 83,32 -166,5 ± 201,54 0,32 ± 2,29

R. Gajah 1045,66 A ± 270,84 71 ± 80,24 1,04 ± 16,25

R. Setaria 390,09BC ± 147,10 -10,5 ± 273,75 -2,28 ± 3,54

R. Kolonjono 833,13B ± 170,64 19 ± 240,62 0,82 ± 5,73

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom

yang sama berarti berbeda nyata (P<0.05)

Konsumsi Bahan Kering

Dari hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian DS berpengaruh

nyata (P<0,05) terhadap konsumsi bahan kering pada Kambing Peranakan

Etawah. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan pemberian DS

menyebabkan konsumsi bahan kering lebih rendah dibandingkan dengan

pemberian hijauan. Faktor yang paling berpengaruh terhadap rendahnya

konsumsi bahan kering ransum DS adalah kandungan lemak dalam DS. Menurut

Elisabeth dkk (2004) dan Mathius dkk (2004) bahwa kandungan lemak DS

sebesar 10.4% dari BK. Pada ternak ruminansia kandungan lemak dalam pakan

tidak boleh melebihi 5% karena kandungan lemak yang tinggi akan

mempengaruhi aktivitas mikroba rumen yaitu menurunkan populasi mikroba

pencerna serat. Suplementasi lemak sebesar 6% dalam pakan akan menurunkan

pemanfaatan zat-zat makanan dalam rumen (Hess et al, 2008).

Selain itu DS merupakan pakan baru dan asing bagi kambing penelitian,

sehingga palatabilitas ternak terhadap dekanter sawit ini sangat rendah. Kambing

yang digunakan berasal dari pemeliharaan secara ekstensif dan tidak pernah

diberikan pakan dekanter sawit sehingga kambing belum terbiasa dengan jenis

pakan tersebut. Church (1988), menyatakan bahwa jumlah konsumsi pakan

dipengaruhi beberapa faktor, antara lain palatabilitas, kecernaan pakan, laju alir

pakan, dan status protein.

Selain itu DS mempunyai sifat fisik dengan kandungan kadar air yang

cukup tinggi, hal ini memberikan sensasi kenyang lebih cepat pada saat

dikonsumsi ternak sehingga dapat membatasi konsumsi pada ternak. DS

merupakan lumpur minyak sawit (LMS) yang agak padat dengan kandungan air

yang tinggi yaitu sekitar 70-80% (Sindu, 2010).

Konsumsi bahan kering rumput setaria lebih rendah dibandingkan dengan

konsumsi bahan kering rumput gajah dan rumput kolonjono. Rumput setaria

mengandung zat anti nutrisi yaitu asam oksalat. Menurut Jonas et al., (1970)

bahwa rumput setaria yang mengandung kadar oksalat 5% dapat menyebabkan

kematian ternak. Oksalat di dalam rumput setaria terdapat dalam dua bentuk yaitu

bentuk terlarut dan bentuk terikat. Bentuk terlarut lebih berbahaya dari pada

nemtuk terikat karena dapat diserap oleh tubuh dan menyebabkan ketersediaan

unsur kalsium menjadi menurun. Sedangkan level oksalat pada setaria sering kali

melebihi 5% terutama pada umur panen yang relatif muda (Sutikno et al., 1989).

Salah satu cara untuk menurunkan asam oksalat yaitu dengan teknik silase,

dengan penambahan molases 3%. Dilaporkan bahwa penambahan molases dapat

meningkatkan kualitas silase dan dapat meningkatkan kandungan gula tersedia

yang dapat dikonversikan menyadi asam laktat (Watson dan Nash, 1960, Barnett,

1954).

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan merupakan suatu refleksi dari akumulasi

konsumsi, fermentasi, metabolisme dan penyerapan zat-zat makanan di dalam

tubuh ternak (Antonius, 2009). PBB erat kaitannya dengan tinggi rendahnya

konsumsi bahan kering.

Hasil analisis ragam perlakuan berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap

pertambahan bobot badan ternak kambing PE. Pertambahan bobot badan

berkaitan erat dengan konsumsi bahan kering pakan. Konsumsi bahan kering

pakan DS dan rumput setaria lebih rendah dibandingkan dengan rumput gajah dan

kolonjono.

Zat-zat makanan yang dikonsumsi pada pakan DS dan rumput setaria tidak

mencukupi untuk kebutuhan hidup pokok. Hal ini terlihat dari penurunan PBBH

(PBBH negatif). Zat nutrisi yang dikonsumsi oleh ternak pertama sekali

digunakan untuk hidup pokok, setelah hidup pokok tercukupi nutrisi yang

diperoleh digunakan untuk kebutuhan produksi serta selanjutnya untuk kebutuhan

reproduksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Williamson dan Payne (1993) yang

mengatakan bahwa pertambahan bobot badan terjadi apabila pakan yang

dikonsumsi telah melebihi kebutuhan hidup pokok, maka kelebihan dari zat

makanan akan diubah menjadi urat daging dan lemak.

Rendahnya PBBH pada ternak kambing PE yang mengkonsumsi DS

diduga disebabkan oleh kandungan lemak yang tinggi sehingga menghambat

proses ferementasi dalam rumen oleh mikroba rumen. Sedangkan pada rumput

setaria mengandung zat antinutrisi yaitu asam oksalat. Kandungan asam oksalat

dalam rumen menghambat proses penyerapan zat-zat makanan dalam rumen.

Pemberian rumput gajah dan kolonjono memberikan pengaruh terhadap

pertambahan bobot badan yang positif tetapi pertambahan bobot badannya belum

optimal. Rataan pertambahan bobot badan tertinggi adalah perlakuan pemberian

Rumput Gajah yaitu sebesar 71 g/ekor/hari. Tetapi hasil ini lebih rendah dari

penelitian Purbowati et al. (2009) yang berkisar 115.33-128.90 g/hari.

Pemberian DS secara tunggal pada penelitian ini pengaruhnya terhadap

pertambahan bobot badan adalah sebesar 0,82% dan hasil ini tidak sejalan dengan

penelitian Krisnan et al,.(2006) yang menyatakan bahwa penggunaan dekanter

sawit sebagai suplemen tunggal pada pakan kambing, mempunyai respon ternak

yang cukup baik yaitu mencapai tingkat konsumsi 3,5–3,8% dari bobot badan

(berdasarkan bahan kering).

Konversi Pakan

Konversi pakan adalah salah satu cara untuk mengetahui seberapa besar

kebutuhan pakan yang harus dikonsumsi untuk menaikan satu kilogram daging

atau PBBH. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pakan yang

diberikan pada kambing PE berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap konversi

pakan.

Semakin rendah nilai konversi pakan artinya semakin efisien dalam

penggunaan pakan untuk dirubah menjadi daging. Penggunaan dekanter sawit

secara tunggal memberikan nilai konversi yang kecil, tetapi nilai ini tidak diikuti

oleh PBBH yang positif. Artinya pemberian DS menurunkan PBBH ternak,

sehingga nilai konversi yang rendah belum tentu memberikan pertambahan bobot

badan yang tinggi.

Hal ini sesuai dengan pendapat Juarini et al. (1995) yang menyatakan

bahwa konversi pakan pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan,

besarnya pertambahan bobot badan, dan nilai kecernaan sehingga dengan

pemberian kualitas pakan yang baik akan mendukung ternak untuk memiliki

pertumbuhan yang lebih cepat. Selain itu hal ini juga didukung oleh pendapat

Martawidjaya et al., (1999) yang menyatakan bahwa konversi pakan khususnya

pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, pertambahan bobot

badan dan nilai kecernaan.

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

dekanter sawit tidak dapat digunakan secara tunggal sebagai pakan ternak

kambing PE hal ini dapat dilihat dari tingkat konsumsi bahan kering dan PBBH

yang rendah.

5.2 SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai level pemberian dekanter

sawit dicampur dengan hijauan pada ternak kambing Peranakan Etawa.

DAFTAR PUSTAKA

Afdal M, 2013. Preservatie Effect of Cinnamon Cinnamomun Burmannii (Ness &

T Ness) Blume Bark Powder on Fresh Palm Oil Decanter Meal for Goats,

P,hD Thesis. University Malaysia. ᵃ

Afdal M, 2013. Preservatie Effect of Cinnamon Cinnamomun Burmannii (Ness &

T Ness) Blume Bark Powder on Fresh Palm Oil Decanter Meal for Goats,

P,hD Thesis. University Malaysia. ᵇ

Anggoridi, R., 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Jakarta

Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Jakarta.ᵃ

Anonim, 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit. Subdit

Pengelolaan Lingkungan Direktorat Pengelolaan Hasil Pertanian Ditjen

PPHP Departemen Pertanian.

Antonius. 2009. Pemanfaatan jerami padi fermentasi sebagai subtitusi rumput

Gajah dalam ransum. JITV 14(4): 8 – 16

Arnold Parlindungan Sinurat 2010. Teknologi Pernanfaatan Hasil Samping

Industri Sawit untuk Meningkatkan Ketersediaan Bahan Pakan Unggas

Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jln. Ragunan

29 Pasar minggu, Jakarta Selatan.

Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Hewan Ruminansia. Penerjemah: R.

Muwarni. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.ᵃ

Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Hewan Ruminansia. Penerjemah: R.

Muwarni. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.ᵇ

Association of Official Analytical Chemists, 1990. Official Methods of Analysis.

15ᵗᵗͪ Ed. The Association of Official Analytical Chemists Inc., Airlington,

Virgina, USA.

Ayuni, N. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan dan Pengembangan Ternak Sapi

Potong Berdasarkan Sumber Daya lahan di Kabupaten Agam, Sumatera

Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Azmi, Gunawan 2005. Pemanfaatan Pelepah Kelapa Sawit Dan Solid Untuk

Pakan Sapi Potong. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, Jl.

Irian Km.6,5 Bengkulu

Bamualim, A.1988. Prosedur dan Parameter Dalam Penelitian Makanan Ternak

RuminansiaDalam Prinsip Produksi dan Penelitian Peternakan,Kupang.

Chang ST. Chen PF, Chang SC, 2001 Antibacterial Activity of Leaf Essential Oils

and Their Constituents from Cinnamomun osmophloeum, Journal of

Ethnopharmacology, Vol. 77 p. 123-127, (online),

http://www.sciencedirect.com

Church, D.C. (1988). The ruminant animal digestive physiology and nutrition.

New Jersey: Prentice Hall.

Chuzaemi S. dan Hartutik, 1990. Ilmu Makanan Ternak Khusus Ruminansia.

Nuffic. Universitas Brawijaya. Malang.

Crampton,E.W.and L.E.Harris.1969. Applied Animal Nutrition2nd Ed.

W.H.Freeman and Co.San Fransisco.

Despal, I.G. Permana, S. N. Safarina, dan A. J. Tatra. 2011. Penggunaan Berbagai

Sumber Karbohidrat Terlarut Air untuk Meningkatkan Kualitas Silase

Daun Rami. Media Peternakan. Vol 34 (1): 69-76.

Devendra, C. and Burns. 1983. Goat Production In The Tropic. Commonwealth

Agricultural Bureux, Uk.

Devendra, C. dan M. Burns, 1994. Produksi kambing di Daerah Tropis. Penerbit

ITB Bandung.

Devendra,C, 1978 The Utilization offeedingstuffe from the oil palm plant.

Proc.syamp.on feedingstuffs for livestock in Sounth East Asia. 17-19

Oktober 1977. Kuala Lumpur.

Dinas Perkebunan Propinsi Jambi. 2009. Kondisi dan Peluang Investasi

Perkebunan di Provinsi Jambi. Jambi.

http://www.disbun.jambiprov.go.id/

Direktorat Jendral Perkebunan, 2013. Produktivitas dan Luas Lahan Kelapa Sawit.

Jakarta. (10 September 2015) http://ditjenbun.pertanian.go.id/

Ensminger ME, Parker EO. 1986. Sheep and Goat Science. Danville Illonis (US):

The Interstate Printers and Publishers, Inc. p 235-253.

Ginting, S.P., S.W. Handayaniand P.P. Ketaren. 1987. Utilization Of Palm Kernel

Cake For Sheep Production. In:Advances In Animal Feeds And Feeding

In The Tropics. R.I. Hutagalung, C.C. Peng, Wan M Embong, L.A.

Theem And S. Sivarajasingam(Eds.). Proc. 10 Th Annual Conference Of

The Malaysian Soc. Anim. Prod. Pahang, Malaysia. Pp. 235-239.ᵃ

Ginting, S.P., S.W. Handayaniand P.P. Ketaren. 1987. Utilization Of Palm Kernel

Cake For Sheep Production. In:Advances In Animal Feeds And Feeding

In The Tropics. R.I. Hutagalung, C.C. Peng, Wan M Embong, L.A.

Theem And S. Sivarajasingam(Eds.). Proc. 10 Th Annual Conference Of

The Malaysian Soc. Anim. Prod. Pahang, Malaysia. Pp. 235-239. ᵇ

Gupta C, Garg AP, Uniyal RC 2008, Comparative Analysis of the Antimicrobial

Activity of Cinnamon Oil and Cinnamon extract on Somefood-borne

Microbes, African Journal of Microbiology Research Vol.(2)9

pp. 247-251. (online), http://www.academicjournals.org/ajmr

Halliwell.2007. Dietary polyphenols: Good, Bad, or Indifferent for your health

Cardiovascular Reseaarch.ᵃ

Halliwell.2007. Dietary polyphenols: Good, Bad, or Indifferent for your health

Cardiovascular Reseaarch.ᵇ

Halliwell.2007. Dietary polyphenols: Good, Bad, or Indifferent for your health

Cardiovascular Reseaarch.

Handayani, S.W., S.P. Gintingand P.P. Ketaren. 1987. Effects of supplementation

of palm oil mill effluent to sheep fed a basal diets of native grass.

In:Advances in Animal Feeds and Feeding in the Tropics. R.I.ᵃ

Handayani, S.W., S.P. Gintingand P.P. Ketaren. 1987. Effects of supplementation

of palm oil mill effluent to sheep fed a basal diets of native grass.

In:Advances in Animal Feeds and Feeding in the Tropics. R.I.ᵇ

Harahap, O.H. 2011. Efektifitas Pemberian Kompos Tandan Kosong Kelapa

Sawit dan Cendawan Mikoriza Arbuskula Pada Tanaman Gaharu.

Diakses dari http://repository.usu.ac.id./bistream/.../chapterII.pdf.

Harvey, D.R. and Bader, A., 1986. Catalog Handbook of Fine Chemicals, 1 ed,

Aldrich Chemical Company, Inc., Wisconsin.

HARYANTO, B. and A. DJAJANEGARA. 1992. Energy and Protein

Requirements for Small Ruminants. In. New Technologies for Small

Ruminant Production in Indonesia. LUDGATE P and S. SCHOLZ (Eds).

Winrock Int. Institute for Agric. Dev., Moririlton, Arkansas. USA.

Haryanto, B., dan A. Djajanegara. 1993. Pemenuhan kebutuhan zat-zat makanan

ternak ruminansia kecil. In: Manika, I.M. Wodzicka-Tomaszewska,

Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner, T.R. Wiradarya, editor. Produksi

Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press.

Hendra Permana, S. Chuzaemi, Marjuki dan Mariyono. 2013. Pengaruh Pakan

dengan Level Serat Kasar Berbeda Terhadap Konsumsi, Kecernaan dan

Karakteristik VFA pada Ternak Ruminansia. Fakultas Peternakan,

Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang 65145

Hess BW, Moss GE, Rule DC. 2008. A decade of developments in the area of fat

supplementation research with beef cattle and sheep. J Anim Sci. 86:E188-

E20

Hidayat, Soetrisno, E,. Akbarillah, T. 2007. Produksi Ternak Sapi Berbasis Hasil

Ikutan Kebun Sawit Melalui Peningkatan Kualitas Pakan, Manipulasi

Ekosistem Mikroba Rumen dan Protein By Pas. Laporan Penelitian

Hibah Bersaing. Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu.

Ishida, M. Dan A. Hasan. 1993. Effects Of Oil Palm Frond Silage Feeding On

Utilization Of Diet And Meat Production In Fattening Cattle In The

Tropics. Proc. 86 Th Annual Meeting Of Jpn. Zootech. Sci. Soc. Iwate

University. Pp. 75.

Jelan, Z.A., Y. Ishakand T. Yaakub. 1991. Feedlotting Of Cattle Based On Palm

Kernel Cake In Smallholders. Proc. 14 Th Annual Conference Msap.

Iashak(Ed.). Pp. 99-102.ᵃ

Jelan, Z.A., Y. Ishakand T. Yaakub. 1991. Feedlotting Of Cattle Based On Palm

Kernel Cake In Smallholders. Proc. 14 Th Annual Conference Msap.

Iashak(Ed.). Pp. 99-102.ᵇ

Juarini E, Hasan II, Wibowo B, Tahar A. 1995. Penggunaan konsentrat komersial

dalam ransum domba di pedesaan dengan agroekosistem campuran

(tanahtegalan) di Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Sains dan

Teknologi Peternakan. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak. hlm 176-

181.

Juarini E, Hasan II, Wibowo B, Tahar A. 1995. Penggunaan konsentrat komersial

dalam ransum domba di pedesaan dengan agroekosistem campuran

(tanahtegalan) di Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Sains dan

Teknologi Peternakan. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak. hlm 176-181.

Kamal, M., 1994. Nutrisi Ternak I. Laboratorium Makanan Ternak. Jurusan

Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah

Mada. Yogyakarta.

Kannapan S, T. Jayaraman, P. Rajasekar, M.K. Ravichandran, and CV. Anuradha.

2006. Cinnamon Bark

Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak

Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta.

Kearl, L. C. 1982. Nutrient Requirement of Ruminant in Developing Countries.

International Feedstuff Institute Utah Agricultural Experiment Station.

Utah State University, Logan Utah.

Ketaren, P.P. 1986 . Bungkil inti sawit dan ampas minyak sawit sebagai pakan

ternak. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 8(4-6): 10-11 .

Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Universitas

Indonesia (UI Press).

Krisnohardi, A. 2011. Analisis Pengembangan Lahan Gambut Untuk Tanaman

Kelapa Sawit Kabupaten Kubu Raya. J.Tek Perkebunan & Psdl 1 (1):1-7

Kuswandi, 1993. Kegiatan Mikroba Dalam Rumen dan Manipulasinya untuk

Meningkatkan Efisiensi Produksi Ternak. Buletin Peternakan Unibraw

Malang.

Lubis, D. A 1963. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan, Jakarta.

Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.ᵃ

Lubis, D.A. 1960. Ilmu Makanan Ternak. Jakarta: Pembangun. Pasca sarjana,

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Manurung, T. 1996. Penggunaan hijauan leguminose pakan sebagai sumber

protein ransum sapi potong. J.Ilmu Ternak dan Vet. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Departemen Pertanian. 1 (3): 143-148.

Mariam, T. 2004. Perbedaan Pertambahan Bobot Badan, Konsumsi dan Efisiensi

Pakan Antara Sapi Jantan PO Dengan Fries Holland Dalam Kondisi

Peternakan Rakyat. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran,

Bandung.

Martawidjaja, M, B. Setiadi, S.S. Sitorus. 1999. Pengaruh tingkat protein-energi

ransum terhadap kinerja produksi kambing kacang muda. Jurnal Ilmu

Ternak dan Veteriner. 4.(3). 167-172.

Mastur dan Kristianto, L. K., 2010. Hasil-Hasil Pengkajian/Penelitian

Pengembangan Sapi Terpadu dengan Kelapa Sawit di Kabupaten Paser,

Samarinda.

Mukarom. 2010 Ciri-ciri kambing PE (Peranakan Ettawa) Purworejo 18

Desember 2010.

Mulyono, S. 2003. Ternak Pembibitan Kambing dan Domba. Cetakan Ke-V.

Penerbit; PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ngaji, B. U. Dan Widjaja, E., 2004. Limbah Padat Pengolahan Minyak Sawit

Sebagai Sumber Nutrisi Ternak Ruminansia. Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Kalimantan Tengah. Palangkaraya.

Nurdiansah, 2010. Evaluasi peningkatan kualitas pakan serat bermutu rendah

yang berasal dari limbah pertanian dengan amoniasi dan inokulasi digesta

rumen. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan UNJA. Jambi

Oshio, S., M.J. Daudand A.H. Osman. 1988. The Use Of Palm Trunks

Asruminant Feed. Jarq 25:125-133

Parakkasi, A. (1999). Ilmu nutrisi dan makanan ternak ruminansia. Jakarta:

Universitas Indonesia Press.

Pond WG, Church DC, Pond KR. 2005. Basic Animal Nutrition and Feeding. 5th

Edition. Canada (US): John Wiley and Sons, Inc.

Prasertsan and prasertsan, 1996. Biomas Residues Palm Oil Mills In Thailand An

Overview On Quantity and Potential Usage. Departement of Mechanical

Engineering, Prince of Songkla University, Hat Yai, 90110, Thailand.

Vol.11 No.5 pp 387-395, 1996

Purba, A., S.P. Ginting, Z. Poeloengan, K. Simanihurukdan Junjungan. 1997.

Nilai Nutrisi Dan Manfaat Pelepah Kelapa Sawit Sebagai Pakan Domba.

J. Penel. Kelapa Sawit5(3): 161-177.

Purbowati. E., Sutrisno, C.I., Baliarti, E., dan Budhi, S.P.S., 2009. Penampilan

domba lokal jantan dengan pakan komplit dari berbagai limbah pertanian

dan agroindustri. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan, Semarang.

130-138.

Purnomo, A., Hartatik, Khusnan, S.I.O. Salasia dan Soegiyono. 2006. Isolasi dan

Karakterisasi Staphylococcus aureus Asal Susu Kambing Perah

Peranakan Etawa. Media Kedokteran Hewan. 22:142

Ranjhan,S.K. and N.N.Pathak. 1979. Management and Feeding of Buffaloes.

Vikas Publishing House Put. Ltd. New Delhi.

Rantan Krisnan, Leo P. Batubara, K. Simanihuruk Dan J. Sianipar 2006. The

Optimize of Exdecanter Solid Waste Utilization as Single Supplement in

Goat Ration. Loka Penelitian Kambing Potong, Sungei Putih, Sumatera

Utara.

Ravindran 2004 Isolasi Senyawa Sinamaldehida dari Minyak Kulit Kayu Manis

sedagai Antioksidan. Institut Pertanian Bogor (IPB) bogor.

Sarwono, B. 1991. Beternak Kambing Unggul. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Setiadi, B., I -W. Mathius Dan I -Ketut Sutama. 1997. Identifikasi dan

Karakterisasi Sumberdaya Kambing Gembrong dan Alternatif Pola

Konservasinya. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Ternak,

Bogor.

Shan B, Cai YZ, Brooks JD, 2007 Antibacterial Properties and MajorBioctive

Components of Cinnamomun Stick (Cinnamomun burmannii): Activity

against Foodborne Pathogenic Bacteria, Journal of Agricultural and

Food Chemistry, Vol.55, p.5484-5490 (online),

http://www.aseanfood.info.pdf. ᵃ

Shan B, Cai YZ, Brooks JD, 2007 Antibacterial Properties and MajorBioctive

Components of Cinnamomun Stick (Cinnamomun burmannii): Activity

against Foodborne Pathogenic Bacteria, Journal of Agricultural and

Food Chemistry, Vol.55, p.5484-5490 (online),

http://www.aseanfood.info.pdf. ᵇ

Sianipar, J. L. P, Batubara, Simom P Ginting, Kiston Simanuhuk dan Andi

Tarigan. 2003. Analisis Potensi Ekonomi Limbah dan Hasil Ikutan

Perkebunan Kelapa Sawit Sebagai Pakan Kambing Potong. Laporan

Hasil Penelitian, Loka Penelitian Kambing Potong Sungai Putih, Sumatra

Utara.

Sianipar, J. L. P, Batubara, Simom P Ginting, Kiston Simanuhuk dan Andi

Tarigan. 2003. Analisis Potensi Ekonomi Limbah dan Hasil Ikutan

Perkebunan Kelapa Sawit Sebagai Pakan Kambing Potong. Laporan Hasil

Penelitian, Loka Penelitian Kambing Potong Sungai Putih, Sumatra Utara.

Sianipar, J., Batubara, L. P. Simon E., Artaria, M dan Peter H. 1995. Penggunaan

Solid Sawit dalam Pakan Tambahan Domba. JPPS 1 (1). Februari 1995.

Sub Balitnak Sei Putih, Medan.

Simanjuntak, A. 1994 Kecernaan Zat Makanan dan Energi Ransum yang

menggunakan Solid Sawit pada Ternak Domba. Fakultas Peternakan

Universitas Andalas, Padang.

Sindu, A. 2010. Peningkatan nilai nutrisi limbah lumpur minyak sawit sebagai

pakan ternak. Jurnal Rekayasa Lingkungan. Vol 6 (2): 175-186.

Stojanovic, H. Sprinz, and O. Brede. 2001. Efficiency and mechanism of the

antioxidant action of trans-resveratrol and its analogues in the radical

liposome oxidation. Archives of Biochemistry and Biophysics 291 : 79-

89.

Suharto. 2004. Pengalaman pengembangan usaha. system integrasi sapi-kelapa

sawit di Riau. Pros. Lokakarya Nasional. Hal. 57-63. Dept. Pertanian,

Pemda rov. Bengkulu dan P.T. Agricinal. Bengkulu.

Sutama, I-K., I-G-M. Budiarsana, H. Setiyanto and A. Priyanti. 1995. Productive

and reproductive performances of young Etawah-Cross does. JITV. 1:81-

85.

Syahputra, E. dkk. 2011. Weeds Assessment Di Perkebunan Kelapa Sawit Lahan

Gambut. J. Tek. Perkebunan & PSDL 1 (1): 37-42.

Tanuwiria, U.H., 2013. Efek suplementasi kompleks mineral-minyak dan

mineralorganik dalam ransum terhadap kecernaan ransum, populasi

mikroba rumen dan performa produksi domba jantan. Seminar Nasional

dan Kongres Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Ternak Indonesia,

Yogyakarta. 27 Juli 2007. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.

327-334.

Tillman, A. D. 1981. Animal Agriculture in Indonesia. Winrock International

Livestock Research and Training Center. Petit Jean Mountain, Morrilton,

Arkansas, USA. 72110.

Tillman, A.D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo., dan S

Lebdosoekojo., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Tilman AD 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta : Gama PR. Fakultas

Peternakan UGM.

Tomaszewska, M.W., I.K. Sutama, I.G.Putu dan T.D. Chaniago. 1991.

Reproduksi Tingkah Laku dan Produksi Ternak di Indonesia. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta. 1993.

Treacher, T. T. 1979. The nutrition of the lactating ewe. In The British Council

(Ed). Management and Diseases of Sheep. The British Council, London.

pp. 241-256.

Utomo, B, N,. & Widjaja E, 2001. Limbah Padat Pengelolaan Minyak Sawit

Sebagai Sumber Nutrisi Ternak Ruminansia. Jurnal Litbang Pertanian

23(1). 22-28.

Utomo, B. N don E. Widjaja. 2001. Limbah Padat Pengolahan Minyak Sawit

Kasar sebagai Sumber Nutrisi Ternak Ruminansia. BPTP Kalimantan

Tengah, Kalimantan Tengah.

Utomo, B. N don E. Widjaja. 2004. Limbah Padat Pengolahan Minyak Sawit

Kasar sebagai Sumber Nutrisi Ternak Ruminansia. BPTP Kalimantan

Tengah, Kalimantan Tengah.

Utomo, B.N., E. Widjaja, S. Mokhtar, S.E. Prabowo, dan H.Winarno. 1999.

Laporan Akhir Pengkajian Pengembangan TernakPotong pada

SistemUsaha Tani Kelapa Sawit. Balai Pengkajian TeknologiPertanian

Palangkaraya, Palangkaraya.

Widyati, S.D., T. Sutardi, D. Sastradipradja dan A. Sudono. 1992. Penggunaan

Lumpur sawit kering sebagai pengganti dedak padi dalam ransum sapi

perah laktasi. J. Il. Pert. Indon. 2: 89-95.

Wilkinson, J. M and B. A. Stark. 1987. The Nutrition of Goats. In. Recent

Advances in Animal Nutrition-1987. Haresign, W. and D.J.A. Cole

(Eds). Butterworths, London. pp. 91-106.

Williamson, G. dan W. J. A Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.

Terjemahan oleh : IGN Djiwa Darmadja.Gajah Mada University Press.

Yogyakarta.

Wong, H.K And W.M. Wan Zahari. 1992. Oil Palm By Products As Animal Feed.

Proc. Of Th Masp Ann. Conf. Kuala Trengganu Pp. 58 – 61.