sawit baru

41
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan salah satu komoditi dari tiga komoditi (karet, kakao, dan kelapa sawit) pada sub sektor perkebunan yang mendapat prioritas utama pemerintah dalam revitalisasi perkebunan seluas 2 juta ha yang dimulai tahun 2007-2009 (Dirjen Perkebunan 2007) Provinsi Lampung merupakan daerah pengembangan kelapa sawit rakyat dengan program sawitisasi sejuta hektar, pada tahun 2001 luas kebun sawit rakyat baru mencapai 66.516 ha dan pada tahun 2005 menjadi 77.114 ha, rata-rata pertumbuhan 29,29 %/tahun dengan produktivitas TBS 15 – 18 ton/ha/tahun serta tingkat kepemilikan lahan rata-rata 1 – 1,5 ha dan jumlah petani yang terlibat 51.409 kepala keluarga (Badan Pusat Statistik, 2001; Syofuah, 2001; Pemda Lampung, 2007). Syahbana (2007) mengemukakan bahwa luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 5,6 1

Upload: deni-ramadoni

Post on 11-Jun-2015

1.827 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: sawit baru

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan salah satu

komoditi dari tiga komoditi (karet, kakao, dan kelapa sawit) pada sub sektor

perkebunan yang mendapat prioritas utama pemerintah dalam revitalisasi perkebunan

seluas 2 juta ha yang dimulai tahun 2007-2009 (Dirjen Perkebunan 2007)

Provinsi Lampung merupakan daerah pengembangan kelapa sawit rakyat

dengan program sawitisasi sejuta hektar, pada tahun 2001 luas kebun sawit rakyat

baru mencapai 66.516 ha dan pada tahun 2005 menjadi 77.114 ha, rata-rata

pertumbuhan 29,29 %/tahun dengan produktivitas TBS 15 – 18 ton/ha/tahun serta

tingkat kepemilikan lahan rata-rata 1 – 1,5 ha dan jumlah petani yang terlibat 51.409

kepala keluarga (Badan Pusat Statistik, 2001; Syofuah, 2001; Pemda Lampung,

2007).

Syahbana (2007) mengemukakan bahwa luas perkebunan kelapa sawit di

Indonesia pada tahun 2005 mencapai 5,6 juta ha, melibatkan 2,7 juta KK petani,

dengan produksi tandan buah segar (TBS) rata-rata nasional baru dapat mencapai 14

– 16 ton/ha/tahun, sedangkan Malaysia telah mencapai 30 ton/ha/tahun. Rendahnya

produksi TBS yang dicapai sebagai akibat rendahnya produksi tandan bunga betina,

yaitu 8 -12/pohon/tahun, sedangkan produksi tersebut dapat mencapai 16 – 24

tandan/pohon/tahun (Hardon dan Corley, 1982; Tahir, 2003).

Produksi tanaman ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan, rendahnya

produksi tandan bunga betina kelapa sawit salah satunya dipengaruhi oleh tingkat

1

Page 2: sawit baru

radiasi matahari yang diterima, jumlah daun (pelepah), kerapatan pelepah, dan

serapan hara, terutama unsur nitrogen, khusus daerah tropis seperti Indonesia radiasi

matahari bukan merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan dan produksi

tanaman kelapa sawit (Iopri, 2008).

Gardner dkk., (1985) mengemukakan bahwa berat kering tanaman yang

dipanen ditentukan oleh radiasi matahari yang diabsorpsi dan efisiensi translokasi

energi matahari untuk fiksasi karbondioksida melalui daun sebagai organ utama

dalam menyerap radiasi matahari dan merupakan tempat berlangsungnya proses

fotosintesis. Ada dua faktor yang mempengaruhi fotosintesis, yaitu (a) faktor

tanaman, meliputi struktur daun, kedudukan daun, kandungan klorofil, dan

translokasinya dari daun serta, (b) faktor lingkungan seperti tersedianya

karbondioksida, air, hara (terutama nitrogen), dan cahaya (Fitter dan Hay, 1981).

Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman golongan C4, yaitu memiliki titik

kompensasi cahaya tinggi sampai cahaya terik, tidak dibatasi oleh fotorespirasi,

besaran yang menggambarkan banyak sedikit radiasi matahari yang mampu diserap

tanaman tergantung pada indeks luas daun (ILD). Selain itu, dalam daunnya terdapat

dua klroplast, yaitu sel mesopil dan seludang berkas, pada kloroplast terdapat klorofil

yang berfungsi untuk (a) panen cahaya, (b) mengubah energi cahaya menjadi energi

kimia, (c) penyumbang elktron utama (P 680 dan P 700), (d) penerima elektron utama

dan eflouresensinya, keadaan inilah bila optimal yang diikuti dengan serapan N

optimal, maka produksi tanaman meningkat, yaitu terbentuknya bunga dan buah

maksimal (Sallisbury dan Ross, 1992).

2

Page 3: sawit baru

Sallisbury dan Ross (1992) melaporkan bahwa suatu tanaman budidaya

seyogianya mempunyai indeks luas daun (ILD) yang memungkinkan untuk

fotosintesis optimum, jika ILD rendah artinya cukup rendah cahaya yang diserap dan

bila yang terjadi sebaliknya daun pada bagian bawah tidak mendapat cukup cahaya

atau saling menaungi. Fisher, 1992 menelaah hubungan kemampuan suatu tanaman

untuk fotosintetik dengan indeks luas daun, yaitu bila ILD 3 – 5 untuk tanaman

pangan dan 9 - 14 pada tanaman tahunan, laju assimilasi tanaman maksimum dan

penyerapan radiasi matahari dapat mencapai 95%. Selanjutnya Badron dan Tius,

2008 mengemukakan bahwa unsur N juga berperan dalam merangsang pertumbuhan

vegetatif, penyusun klorofil, dan pertambahan luas daun. Bila unsur N yang diserap

tanaman juga rendah maka menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi lambat dan

jumlah akar berkurang. Dengan demikian, akan mempengaruhi pertumbuhan dan

berat kering tanaman. Selain itu, sudut datangnya sinar matahari dan sudut daun

mempengaruhi produk fotosintesis, yaitu bila sudut daun 0 – 35 derajat, dari bidang

datar akan diperoleh fotosintesis 33 mg C02/dm2/jam dengan laju penyerapan cahaya

tampak 90 – 95 persen dengan panjang gelombang 400 – 700 nm (Fisher, 1992; Iopri,

2008).

Schaffer, 1996 mengemukakan bawa pertumbuhan tanaman erat kaitannya

dengan hara yang diserap dari dalam tanah, terutama unsur N, karena unsur tersebut

terfokus pada sintesis klorofil dan sintesa protein maupun enzim, yaitu enzim rubisco

(Ribulosa bifosfat carboksilase)yang berperan sebagai katalisator dalam fiksasi

karbondioksida yang dibutuhkan tanaman untuk fotosintesis. Selanjutnya penurunan

kadar N dalam tanaman berpengaruh terhadap fotosintesis baik lewat kandungan

3

Page 4: sawit baru

klorofil maupun enzim fotosintetik yang akhirnya menurunkan hasil (pati) yang

terbentuk, keadaan tersebut mempengaruhi produktivitas tanaman, terutama

pembentukan bunga dan buah.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Membandingkan dosis pupuk N yang diaplikasikan terhadap pertumbuhan daun,

yang meliputi jumlah daun/pelepah, luas daun, kandungan klorofil, dan sudut

daun (pelepah) kelapa sawit,

2. Untuk mengetahui seberapa besar dosis N yang diaplikasikan mempengaruhi

pembentukan tandan bunga betina dan bunga jantan kelapa sawit,

3. Untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara karakter daun dengan jumlah

tandan bunga betina dan bunga jantan yang terbentuk,

1.3 Kerangka Pemikiran

Permasalahan utama rendahnya produktivitas pertumbuhan, perkembangan,

dan produksi suatu tanaman ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor genetik

dan faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat menentukan laju

pertumbuhan, perkembangan, dan produksi suatu tanaman adalah tersedianya unsur

hara yang cukup di dalam tanah, diantaranya 105 unsur yang ada di atas permukaan

bumi, ternyata baru 16 unsur yang mutlak diperlukan oleh suatu tanaman untuk dapat

menyelesaikan siklus hidupnya dengan sempurna. Ke 16 unsur tersebut terdiri dari 9

unsur makro dan 7 unsur mikro. 9 unsur makro dan 7 unsur mikro inilah yang disebut

sebagai unsur esensial (Suwandi dan Tobing, 1982).

4

Page 5: sawit baru

Kriteria yang harus dipenuhi sehingga suatu unsur dapat disebut sebagai unsur

esensial adalah (a). Unsur tersebut diperlukan untuk menyelesaikan satu siklus hidup

tanaman secara normal (dari biji kebiji), (b). Unsur tersebut memegang peran penting

dalam proses biokhemis tertentu dalam tubuh tanaman dan peranannya tidak dapat

digantikan atau disubtitusi secara keseluruhan oleh unsur lain, (c). Peranan dari unsur

tersebut dalam proses biokimia tanaman adalah secara langsung dan bukan secara

tidak langsung (Iopri, 2008).

Fisher, 1992 mengemukakan ketersediaan unsur-unsur esensial di dalam tanah

sangat ditentukan oleh pH, unsur N tersedia pada pH 5.5 - 8.5, P pada pH 5.5 - 7.5

sedangkan K pada pH 5.5 - 10 sebaliknya unsur mikro relatif tersedia pada pH

rendah. Pelajaran penting yang perlu diingat dari ketersediaan unsur esensial dalam

hubungannya dengan pH, yaitu bahwa untuk melakukan percobaan lapang disarankan

agar dilakukan pada area dengan pH tanah kurang lebih 7. Hal ini disebabkan karena

pada pH tersebut semua unsur hara esensial baik makro maupun mikro berbeda dalam

keadaan yang siap untuk diserap oleh akar tanaman sehingga dapat menjamin

pertumbuhan dan produksi tanaman.

Winarno, dkk., 2000 mengemukakan bahwa pemberian pupuk nitrogen dalam

bentuk urea lebih cepat tersedia dibanding dengan pupuk majemuk dan reaksinya

sudah dapat diamati pada hari ke 15 setelah aplikasi. Selain itu, pengaruh tunggal

pupuk urea pada tanaman kelapa sawit dapat meningkatkan berat tandan buah dari

21,74 ton/ha/tahun menjadi 27,60 ton/ha/tahun pada dosis 1,0 - 4,5 kg/pohon.

5

Page 6: sawit baru

Selanjutnya persentase bunga yang terbentuk juga tinggi, walaupun dalam penelitian

tersebut tidak disebutkan jumlah bunga/tandan betina yang terbentuk.

Tingginya produksi tandan buah pada tanaman kelapa sawit erat kaitannya

dengan aktivitas fotosintesis, yaitu bila cahaya penuh hasil assimilat diperoleh pada

produk bahan kering tanaman 0,6 – 1,0 kg/pohon/hari pada pengamatan daun ke 9

bagian atas dan 17 bagian tengah serta daun ke 25 bagian bawah (Iopri, 2008).

Faktor cahaya pada daerah tropis seperti di Indonesia tidak menjadi hambatan, artinya

sepanjang tahun panjang hari sekitar 11 – 12 jam/hari (Iman, dkk., 1998). Penelitian

pemberian unsur N pada tanaman dengan dosis tertentu akan diperoleh hasil

maksimal pada tanaman golongan C4, tingginya hasil tersebut akibat adanya korelasi

antar karakter daun dengan hasil, yaitu fotosintesis yang dihasilkan 33 mg

C02/dm2/jam (Iopri, 2008).

Tanaman yang dijadikan sebagai bahan penelitian adalah kelapa sawit yang

berumur 8 tahun (PTPN VII Kebun Rejosari) dengan pH tanah 5,96 . Dengan

demikian, ketersedian unsur hara baik makro maupun mikro bukan merupakan faktor

pembatas, sehingga pengaruh pemberian unsur nitrogen dengan pupuk urea pada

tanaman dapat terdeteksi hasilnya.

Untuk itu, dalam penelitian ini akan ditelaah apakah pemberian pupuk N pada

tanaman kelapa sawit akan mempengaruhi karakter daun, terutama kandungan

klorofil, jumlah daun/pelepah, sudut daun/kerapatan pelepah, luas daun, dan jumlah

tandan bunga betina yang terbentuk optimum.

6

Page 7: sawit baru

1.4 Hipotesis

Dari uraian di atas, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh pemberian pupuk urea dengan dosis yang berbeda terhadap

pertumbuhan karakter daun kelapa sawit,

2. Terdapat pengaruh pemberian pupuk urea dengan dosis yang berbeda terhadap

pembentukan bunga betina dan bunga jantan kelapa sawit,

3. Terdapat korelasi antara karakter daun dengan tandan bunga betina dan bunga

jantan yang terbentuk akibat pemberian pupuk urea dengan dosis yang

berbeda.

1.5 Kontribusi Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan mempunyai kontribusi berikut:

1. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi dalam pengembangan

budidaya kelapa sawit serta peningkatan kualitas pengabdian kepada

masyarakat dalam rangka peningkatan ekonomi kerakyatan,

2. Hasil penelitian diharapkan sebagai bahan pembelajaran dalam mata kuliah

Budidaya Tanaman Kelapa Sawit, Teknik Pembibitan, dan Perbanyakan

tanaman pada program studi Produksi Tanaman Perkebunan Jurusan

Budidaya Tanaman Perkebunan.

7

Page 8: sawit baru

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembentuk Jaringan Tanaman

Carbon, Oksigen, dan Hidrogen merupakan bahan baku dalam pembentukan

jaringan tubuh tanaman, berada dalam bentuk H2O (air), H2CO3 ( asam karbonat) dan

CO2 (gas karbondioksida). Karbon adalah unsur penting sebagai pembangun bahan

organik, karena sebagian besar bahan kering tanaman terdiri dari bahan organik.

Unsur Karbon ( C ) diserap tanaman dalam bentuk gas CO2 yang selanjutnya

digunakan dalam proses yang sangat penting, yaitu fotosintesis CO2 + H2O --- C6H

12O6, tanpa gas CO2 proses tersebut akan terhambat sehingga pertumbuhan dan

produksi tanamanpun akan terhambat (Sallisbury dan Ross, 1992; Schaffer, 1996).

Landegrardh (1924) dalam Iopri, (2008) menyatakan bahwa CO2 pada

permukaan tanah sekitar 0.053 - 0.28 %, di atas daun 0.04 - 0.06 %, dan satu meter

di atas tanah + 0.07 % serta sama halnya dengan karbon, ternyata Hydrogen (H)

merupakan elemen pokok pembangunan bahan organik dan unsur H ini diserap oleh

tanaman dalam bentuk H2O. Esensi unsur ini bagi tanaman adalah pada proses

fotosintesis ( CO2 + H2O ----- C6H12O6 ) di sini jelas terlihat bahwa, unsur H sama

pentingnya dengan unsur C. Sedangkan Oksigen ( O ) juga terdapat dalam bahan

organik sebagai atom dan termasuk pembangun bahan organik, diambil oleh tanaman

8

Page 9: sawit baru

dalam bentuk gas O2 esensi utama dari unsur Oksigen ini adalah pada proses

respirasi.

Proses respirasi tanaman adalah proses perombakan gula (karbohidrat) hasil

fotosintesis dan hasil akhir dari dari proses respirasi yaitu terbentuknya ATP yang

merupakan sumber energi utama bagi tanaman untuk melakukan semua kegiatan

seperti absorbsi, transpirasi, transportasi, pembelahan sel, pembungaan maupun

fotosintesis Aerobrespirasi C6H12O6------ CO2 + H2O (Gardner, dkk., 1985).

2.2 Peranan Unsur Nitrogen (N)

Gardner dkk., 1985; Sallisbury dan Ross, 1992 mengemukakan bahwa

tanaman menyerap unsur N dalam bentuk ion NO3 dan (NH4 ). Ion mana yang akan

lebih dahulu diserap tergantung pada keadaan pH. Pada pH di atas 7 ( keadaan basa)

maka ion NH4 ( amonium) yang akan lebih cepat diserap sedangkan pada pH dibawah

7 ( keadaan asam ) maka ion NO3 ( nitrat) yang lebih besar peluangnya untuk diserap.

Hal ini disebabkan karena pada pH di atas 7 ( keadaan basa ) banyak terdapat ion

(OH ) sehingga ion NH3 yang sama-sama bervalensi satu dan bermuatan negatif akan

saling bersaing akibatnya ion NH4 yang berpeluang lebih besar untuk diserap dan

sebaliknya pada pH rendah banyak tersedia ion H berarti ion NH4 yang sama-sama

valensi satu dan bermuatan positif akan berkompetisi sehingga peluang ion NO3

untuk diserap akan jauh lebih besar kalau diberikan dalam bentuk pupuk urea, yaitu

CO(NH2)2=O2--->2HNO2+2H2O+Energi 2HNO2+O2---->2HNO3-------H+-------NO3

- (

9

Page 10: sawit baru

Diserap ), sebaliknya kalau diberikan pupuk ZA (Amonium sulfat ) (NH4)2 SO4-----

>2NH4 +(Diserap )SO4 (Diserap). Bentuk pupuk urea disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Pupuk Urea

Schaffer, 1996 menyatakan bahwa protein dan asam nukleat yang diperoleh

dalam fotosintesis dipakai untuk pengisian inti sel yang terus membelah dari satu

menjadi dua, dua menjadi empat, empat menjadi delapan dan seterusnya sehingga

tanaman dapat tumbuh dan membesar. Suatu hal yang perlu diingat bahwa apabila

pemberian N yang berlebihan akan menyebabkan rasa pahit seperti yang terjadi pada

timun, sedang untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit daun menjadi lemah dan

mudah terserang hama penyakit.

Bila pemberian N melalui pemupukan daun terlalu sering, maka NH3 akan

tertimbun dalam tubuh tanaman, dilain pihak ada hambatan pembentukan protein dan

asam nukleat menyebabkan tanaman mencari alternatif lain yaitu pembentukan amida

10

Page 11: sawit baru

yaitu senyawa sekunder yang rasanya pahit. Sebab bila NH3 ini tertimbun dalam

jumlah banyak justru akan berbalik meracuni tanaman (Sukarji, dkk., 2000).

Gejala sehubungan dengan kekurangan unsur hara ini dapat terlihat dimulai

dari daunnya, warnanya yang hijau agak kekuningan selanjutnya berubah menjadi

kuning. Jaringan daun mati dan inilah yang menyebabkan daun selanjutnya menjadi

kering dan berwarna merah kecoklatan. Pada tanaman dewasa pertumbuhan yang

terhambat ini akan berpengaruh pada pertumbuhan, yang dalam hal ini perkembangan

buah tidak sempurna, umumnya kecil-kecil dan cepat matang (Winarno, dkk., 2000).

Kandungan unsur N yang rendah dapat menimbulkan daun penuh dengan

serat, hal ini dikarenakan menebalnya membran sel daun sedangkan selnya sendiri

berukuran kecil-kecil. Nilai kritis unsur nitrogen pada daun kelapa sawit adalah 2,50

persen dan terdapat pada daun ke 17 dihitung dari daun yang mulai mekar sempurna

dari atas (Sukarji dan Tobing, 1982).

Pupuk Urea adalah pupuk kimia yang mengandung nitrogen (N) berkadar

tinggi atau sekitar 46 persen, pupuk tersebut merupakan zat hara yang sangat

diperlukan tanaman. Pupuk urea berbentuk butir kristal berwarna putih dengan

rumus kimia NH2CONH2 mudah larut dalam air dan bersifat higroskopis, sehingga

dalam aplikasinya di lapangan ditaburkan di sekitar bokoran/batang tanaman .

Kegunaan pupuk tersebut adalah daun tanaman berwarna hijau dan meningkatkan

kandungan klorofil daun, mempercepat pertumbuhan tanaman terutama organ

vegetatif dan perakaran serta menambah kandungan protein tanaman (Iopri, 2008).

11

Page 12: sawit baru

2.3 Hubungan Karakter Daun dengan Pertumbuhan Tanaman (Fotosintesis)

Pertumbuhan daun tanaman kelapa sawit setiap tahun menghasilkan 18 – 30

pelepah, dengan daun minimal setiap pohon adalah 40 pelepah, keadaan ini

menyebabkan adanya penaungan antar daun dalam setiap pohon (Suwandi dan

Tobing, 1982).

Sallisbury dan Ros (1992), mengemukakan bahwa penaungan antar daun

berklorofil menyebabkan berkurangnya secara kuantitas dan kualitas yang diterima

oleh daun yang ternaungi, pada kondisi tersebut, energi cahaya yang digunakan untuk

mengeksitasi klorofil pada daun yang ternaungi menjadi berkurang. Selain itu,

penaungan daun berklorofil juga menyebabkan terpantulkannya cahaya hijau pada

daun yang ternaungi. Cahaya hijau dan kuning dengan panjang gelombang 500 – 600

nm merupakan cahaya dengan energi eksitasi yang kecil dalam proses fotosintesis.

Terbatasnya cahaya yang diterima daun yang ternaungi juga menyebabkan

tidak teraktivasinya sejumlah enzim yang berperan dalam fotosintesis, enzim tersebut

adalah rubisko, 3-fosfogliseraldehid dehidrogenase, fruktosa 1-6 bifosfat fosfatse,

sedoheptulosa 1-7 bifosfat fosfatase, dan ribulosa 5 fosfatase kinase. Oleh karena itu,

berkurangnya cahaya yang diterima daun yang saling ternaungi mengurangi

fotosintesa, yaitu ukuran daun lebar, daun tipis, kandungan grana pada kloroplas dan

tilakoid banyak, dan kandungan protein stroma pada kloroplas, rubisko dan

pengangkut elektron juga rendah menyebabkan pertumbuhan karakter daun tidak

maksimal (Fitter dan Hay, 1981).

12

Page 13: sawit baru

Fisher, 1992 mengemukakan bahwa indeks luas daun yang diperoleh tinggi

pada setiap tanaman menunjukkan bahwa tanaman tersebut daunnya saling menaungi,

akibatnya produk fotosintesis menurun dan hasil ekonomis seperti daun, bunga, dan

buah rendah. Efek lanjutnya adalah terjadi pertumbuhan meninggi atau efek etiolasi

pada tanaman dan rentang terhadap kerebahan. Fenomena pertumbuhan daun kelapa

sawit pada umur 8 tahun dapat di lihat pada Gambar 2.

Gambar 2 . Pertumbuhan Daun Kelapa Sawit Umur 8 tahun.

Selanjutnya tekanan cahaya dapat menimbulkan respon fisiologis, yaitu

fotosintesis dan respon morfologi, yaitu berubahnya ukuran, ketebalan, dan

kandungan klorofil daun. Besar kecilnya fotosintesis tergantung pada suplai air,

unsur hara, dan sifat morfologi tanaman. Puncak fotosintesis terkait dengan besarnya

sinar matahari dan temperatur. Kandungan klorofil lebih tinggi pada daun yang

menerima cahaya penuh (tanpa naungan), sedangkan pada daun yang tebal dan sudut

daun lebar terjadi pada tanaman yang menerima cahaya lebih rendah (ternaungi).

13

Page 14: sawit baru

Bandron dan Tius, 2008 mengemukakan bahwa pembentukan klorofil daun rendah

bila drainase tanah jelek akibat serapan hara terutama nitrogen rendah, walaupun

diketahui bahwa unsur N merupakan penyusun utama berat kering tanaman (Hakim,

dkk, 1986). Selanjutnya Gardner dkk., 1985 mengemukakan, selain karakter daun,

yaitu kandungan klorofil, jumlah daun, luas daun, dan sudut daun yang

mempengaruhi produksi tanaman, juga dipengaruhi oleh ketersediaan dan serapan

nitrogen oleh tanaman. Siahaan, 1990 melaporkan bahwa jumlah unsur N yang

diangkut kelapa sawit setiap tahun adalah 418,5 kg/tahun dan sekitar 75 – 80 persen

diperuntukan untuk pertumbuhan daun dan buah.

2.4 Pembentukan Tandan Bunga Betina Kelapa Sawit

Hardon dan Corley, 1982 mengemukakan bahwa setiap pelepah daun kelapa

sawit yang terbentuk diikuti dengan bakal bunga, bunga kelapa sawit yang terbentuk

hingga anthesis memerlukan waktu hingga dua bulan. Hal tersebut terjadi bila

keadaan menguntungkan. Terhambatnya pembentukan bunga pada tanaman kelapa

sawit akibat faktor lingkungan, seperti serapan hara terutama unsur N. Bila unsur N

pada daun nomor 17 yang dihitung dari pucuk kurang dari 2,5 persen, maka bunga

yang terbentuk rendah atau 1- 2 bunga setiap dua bulan.

Pembentukan bunga secara optimal terjadi bila serapan N tinggi diikuti

dengan sudut daun yang menangkap radiasi matahari juga maksimal, keadaan

tersebut dapat menyebabkan bunga tandan bunga pada kelapa sawit terbentuk sekitar

dua buah setiap bulan (Iopri, 2008). Selanjutnya penurunan kadar N dalam tanaman

14

Page 15: sawit baru

berpengaruh terhadap fotosintesis baik lewat kandungan klorofil maupun enzim

fotosintetik yang akhirnya menurunkan hasil (pati) yang terbentuk, keadaan tersebut

mempengaruhi produktivitas tanaman, terutama pembentukan bunga dan buah.

III. METODE PELAKSANAAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan dalam bentuk percobaan yang berlangsung di kebun PTPN

VII Rejosari, penelitian dimulai pada bulan Agustus 2008 sampai dengan Februari

2009. Umur tanaman yang dijadikan sebagai bahan penelitian adalah 8 tahun dengan

jenis tanah Ultisol, dengan pH 6,3

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan: pupuk Urea. Sedangkan alat yang digunakan adalah

gelas ukur, Erlenmeyer, tabung reaksi, pipet, cawang petri, botol kultur, cangkul,

tangga, Klorofil meter type SPAD 502, Meteran, cat, seng, yang dijadikan sebagai

simbol perlakuan, tali plastik, ember, timbangan, dan alat tulis menulis.

3.3 Metode Penelitian.

Percobaan disusun dengan menggunakan rancangan acak kelompok, yaitu dua

belas perlakuan dosis pupuk urea dengan tiga ulangan, setiap ulangan terdiri dari tiga

tanaman/pohon kelapa sawit dan perlakuan dosis pemupukan/tanaman adalah :

1. 0 g 5.1.250 g 9. 2.250 g

15

Page 16: sawit baru

2. 500 g 6. 1.500 g 10. 2.500 g

3. 750 g 7. 1.750 g 11. 2.750 g

4. 1.000 g 8. 2.000 g 12. 3.000 g

dengan model linier (Steel dan Torrie, 1991) sebagai berikut:

Yij = u + gi + rj + Eij

Yij = Hasil pengamatan pada petak percobaan ke-i dan ulangan ke-j

u = Rata-rata umum

gi = Pengaruh perlakuan ke-i

rj = Pengaruh ulangan ke-j

Eij = Faktor acak perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

Analisis varians untuk model linier mengikuti Baihaki (1982), disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisis Varians Rancangan Acak Kelompok (RAK)

S K DB MS E(MS) Uji F

Ulangan r – 1 M3 s2e + gs2r M3/M1

Perlakuan g - 1 M2 s2e + rs2g M2/M1

Galat (r-1)(g-1) M1 s2e

Total rg – 1

Dari hasil uji F, pada analisis varians menunjukkan perbedaan yang bermakna

pada taraf 0.01%, maka dilanjutkan pengujiannya dengan uji LSI (Least Significant

Increase) berikut,

LSI = ta (Petersen, 1994)

ta= nilai pada t tabel 0.01.

16

Page 17: sawit baru

Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara dosis pupuk N dengan karakter

daun terhadap pembentukan tandan bunga betina, diuji dengan analisis korelasai yang

dikemukakan oleh Johnson dkk., (1955 dikutip Daradjat, 1987).

r =

sij = Kovarians variabel i dan j

si = Varian karakter ke-i

sj = Varians karakter ke-j.

Uji beda nyata korelasinya dihitung dengan uji t berikut :

t =

n-2 = derajat bebas

3.4 Pelaksanaan Percobaan

Tanaman yang dijadikan sebagai objek penelitian diatur berdasarkan jarak

tanam dan blok, yaitu setiap perlakuan terdiri dari tiga tanaman dan diulang tiga kali,

jadi setiap perlakuan terdapat sembilan tanaman, jumlah tanaman yang digunakan

untuk duabelas perlakuan adalah 108 tanaman. Sebelum aplikasi pemupukan terlebih

dahulu dilakukan pembersihan bokoran sepanjang 1,5 m yang melingkar dari pohon,

pupuk disebarkan di sekitar bokoran dan dibenamkan sedalam 10 cm. Pupuk

diberikan pada awal percobaan. Analisis klorofil daun dilakukan dengan

menggunakan klorofil meter SPAD 502 pada daun ke 9 ; 17 dan daun ke 25 yang

dihitung dari atas dan mekar sempurna. Sedangkan analisis luas daun, sudut daun,

17

Page 18: sawit baru

berat kering daun, dan jumlah daun dilakukan dengan metode grafimetri (Sitompul

dan Guritno, 1995). Pelaksanaan analisis tersebut di atas dilakukan setelah aplikasi

dengan memperhatikan kondisi lingkungan, yaitu bila waktu pengamatan dilakukan

dan turun huujan, maka pengamatan ditunda hingga satu hari untuk kesempurnaan

pengamatan, terutama pada pengamatan klorofil daun.

3.5 Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada umur tiga bulan setelah aplikasi pemupukan pada

setiap variabel, adapun variabel yang diamati adalah sebagai berikut,

1. Kandungan klorofil daun, yaitu diperoleh dengan menggunakan alat kloropil

meter SPAD 502,

2. Luas daun, dihitung berdasarkan jumlah daun pada pelepah ke 9, 17, dan 25

dengan metode grafimetri,

3. Sudut pelepah, dihitung dengan menggunakan busur

4. Pelepah yang terbentuk, dihitung dari jumlah pelepah yang terbentuk,

5. Pelepah total yang terbentuk, dihitung dari seluruh pelepah yang ada pada

tanaman,

6. Jumlah tandan bunga betina yang terbentuk, dihitung setiap bulan, setelah

tiga bulan aplikasi perlakuan pemupukan, hal tersebut dilakukan karena

bunga yang terbentuk hingga mekar/anthesis memerlukan waktu 2 – 2,5

bulan,

7. Bunga jantan yang terbentuk, jumlah bunga jantan yang mekar.

18

Page 19: sawit baru

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PT. Perkebunan VII Unit Usaha Rejosari berdasarkan data hasil analisis tanah

PPKS Marihat yang diperoleh pada bulan Agustus, 2008 secara geologis tergolong

dalam formasi tertier dengan bahan induk batuan liat/batuan pasir, fisiografi sebagian

besar areal adalah lipatan dengan bentuk wilayah datar samapai berombak. Jenis

tanah typic palendult (Podsolik kuning), kesuburan sedang, tekstur lempung liat

berpasir dengan struktur tanah gumpal-remah dan konsistensi tergolong agak tegak,

kedalaman efektif cukup dalam > 100 cm, pH 5,47 – 5,97 rendah-sedang, C organik

(0,34 – 0,97 %) rendah, N tergolong rendah-agak rendah (0,07 - 0,17 %), C/N

tergolong rendah-agak rendah = 4,86 – 6,80, P tersedia rendah-agak rendah (5 – 8

ppm), kation-kation yang dapat dipertukarkan (-dd) seperti K-dd tergolong agak

rendah 0,29 – 0,38 me/100 g, Ca-dd tergolong rendah-agak rendah (1,55 – 4,99

me/100 g), Mg-dd tergolong rendah-tinggi 0,34 – 1,115 me/100 g, kejenuhan basah

rendah-agak rendah (16 – 25 %), KTK agak rendah-sedang (9,83 – 13,50 me/100 g.

4.2. Karakter Daun dan Produksi Bunga

Hasil analisis sidik ragam, menunjukan bahwa nilai rata-rata karakter daun dan

produksi, yang terdiri dari kandungan klorofil daun, sudut pelepah, luas daun, pelepah

19

Page 20: sawit baru

yang terbentuk, pelepah total dan bunga jantan yang terbentuk tidak menunjukan

perbedaan yang nyata antara perlakuan. Sedangkan jumlah bunga betina yang

terbentuk menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan, data rata-rata

variabel karakter daun dan produksi bunga disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata Karakter Daun dan Produksi Bunga

No Perlakuan Klorofil Sudut

Plp

Luas Daun Plp

Tbtk

Pelepah

Total

Bunga

Jantan

Bunga

Betina

1 0 gr 67,4 73,3 8.864,9 5,3 45,0 3.0 2,72 500 gr 68,7 80,0 10.382,0 6,6 51,0 0,7 7,33 750 gr 74,4 86,6 11.784,6 6.3 48,0 1,6 4,64 1000 gr 71,3 80,0 12.013,3 6,3 51,0 1,6 6,75 1250 gr 69,8 76,6 10.005,6 6,0 44,0 1,0 7,36 1500 gr 73,4 75,0 11.742,1 6,0 46,5 1,0 5,67 1750 gr 73,7 73,3 9.230,7 5,6 46,5 1,0 8,68 2000 gr 67,9 78,3 10.954,3 6,0 49,5 0,3 6,69 2250 gr 69,3 76,6 10.465,2 6,0 49,5 0,6 7,010 2500 gr 73,1 86,6 14.745,4 6,3 52,5 1,3 8,011 2750 gr 70,8 73,3 15.977.7 5,6 43,5 1,0 7,012 3000 gr 71,7 76,6 17.144,7 6,3 46,5 4,3 6,6

Rata-rata

LSI - - - - --

1.5

Hasil rata-rata bunga betina yang terbentuk (Tabel 2) menunjukkan perbedaan

yang nyata dengan kontrol, tingginya bunga betina yang diperoleh pada perlakuan

dengan dosis pupuk urea 1750 g/pohon, yaitu 8.6 buah. Walaupun tidak berbeda

nyata dengan perlakuan (2), (5), (9), (10), dan (11), Tingginya bunga betina yang

terbentuk diduga adanya kontribusi sudut pelepah daun, karena dengan sudut pelepah

70 - 75 derajat akan menghasilkan fotosintesis pada tanaman kelapa sawit sekitar 26

mg/C02/dm2/jam(Iopri, 2008). Nilai N daun yang di peroleh sebelum penelitian di

lakukan adalah 55,1, sedang angka kritisnya adalah 51. Dengan demikian,

20

Page 21: sawit baru

kandungan N daun yang di atas kritis menunjukkan bahwa dengan penambahan

sekitar 1750 g/tanaman dapat meningkatkan pembentukan bunga betina. Adanya

peningkatan tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gardner, dkk., 1985,

bahwa meningkatnya serapan nitrogen pada tanaman dapat meningkatkan kandungan

klorofil daun dan enzim fotosintesisi dalam menghasilkan pati. Hal inilah, yang yang

memungkinkan adanya peningkatan pembentukan bunga betina lebih tinggi.

Walaupun karakter seperti luas daun dan sudut daun juga tidak kala pentingnya.

Faktor lain yang mendukung tingginya bunga betina yang terbentuk adalah pH tanah

lokasi percobaan adalah 5,47 – 5,97, dengan pH tanah tersebut memungkinkan

terserapnya N maksimal (pH 5,5)

4.3 Pola Korelasi Antar Karakter Daun dan Bunga

Korelasi antar karakter daun dengan bunga pada tanaman kelapa sawit,

dimaksudkan untuk mengukur derajat keeratan antar dua peubah, akan tetapi keeratan

pada ke dua peubah tersebut tidak memberikan implikasi bahwa peubah yang satu

memberikan pengaruh terhadap peubah lainnya. Pola korelasi antar karakter daun

dengan bunga disajikan pada Tabel 3. Korelasi dua peubah yang dihitung tersebut,

merupakan korelasi yang diakibatkan oleh pertumbuhan tanaman bukan merupakan

korelasi akibat faktor genetik, karena tanaman yang ditelaah dari varietas yang sama,

yaitu Tenera. Korelasi antar karakter pada sudut pelepah dengan kandungan klorofil

daun (r = 0.355*) berimplikasi bahwa sudut pelepah yang rapat meningkatkan

kandungan klorofil daun, hal tersebut terjadi akibat penaungan antar pelepah daun

relatif kecil.

21

Page 22: sawit baru

Tabel 3. Korelasi Karakter Daun dan Bunga Kelapa Sawit

NO Variabelsudut

pelepah (X1)

kloropil (X2)

LD (X3)Pelepah

terbentuk (X4)

Pelepah Total (X5)

Bunga Betina

(X6)

Bunga Jantan

(X7)

1 X1 -            2 X2 0,355* -          3 X3 0,192 0,328 -        4 X4 0,711* 0,228 0,296 -      5 X5 0,697* 0,041 - 0,010 0,688 * -    6 X6 - 0,047 0,072 - 0,422* - 0,414* 0,087 -  

7X7

-0,126 0,052 0,768 * 0,076 - 0,361* - 0,427* -

0.1 = 0.34

Sedangkan pada karakter sudut pelepah dengan pelepah yang terbentuk (r = 0.711*)

dan pelepah total (r = 0.697*) juga menunjukkan korelasi yang nyata. Dengan

demikian, bila sudut pelepah sempit, maka jumlah pelepah terbentuk juga tinggi (r =

0.688*) dan selanjutnya berimplikasi pada pelepah total. Akan tetapi, bila bunga

betina yang terbentik tinggi, maka akan mempengaruhi jumlah daun yang terbentuk,

hal tersebut ditunjukkan dengan adanya korelasi negatif antar karakter pelepah yang

terbentuk dengan bunga betina yang terbentuk ( r = - 0.414*), hal yang sama juga

terjadi pada korelasi antar karakter luas daun dengan bunga yang terbentuk ( r = -

0.422*) keadaan tersebut menunjukkan bahwa luas daun juga tidak bertambah bila

bunga betina yang terbentuk tinggi. Hal sebaliknya terjadi bila luas daun meningkat,

maka diikuti dengan terbentuknya bunga jantan yang tinggi ( r = 0.768*). Korelasi

karakter bunga betina dengan bunga jantan terjadi korelasi yang negatif ( r = -

0.427*), keadaan tersebut terjadi bila bunga betina yang terbentuk tinggi, maka bunga

jantan yang terbentuk terjadi sebaliknya.

22

Page 23: sawit baru

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Pemberian unsur N dengan pupuk urea berbagai dosis pada tanaman kelapa sawit

tidak memberikan pengaruh terhadap luas daun, kandungan klorofil, jumlah daun

terbentuk, jumlah daun total, sudut pelepah dan bunga jantan,

2. Bunga betina yang terbentuk tertinggi diperoleh pada dosis 1750 g/pohon,

walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan (500 g/pohon), (1250 g/pohon),

(2250 g/pohon), (2500 g/pohon), dan (2750 g/pohon),

3. Bunga betina yang terbentuk tinggi akan diikuti dengan pembentukan bunga

jantan , luas daun, dan pelepah daun yang rendah.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, perlu disarankan hal-hal sebagai

berikut :

1. Perlu penelitian lanjut yang dilakukan pada musim kemarau dengan variasi umur

tanaman,

2. Untuk pengamatan variabel karakter daun, sebaiknya diamati jarak antar pelepah

pada semua daun untuk mengetahui adanya efek saling menaungi.

23

Page 24: sawit baru

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2001. Lampung dalam angka. Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, Bandar Lampung

Badron,S dan Tius S, 2008. Mobilitas Pupuk an Organik N dan P. http:ww.Unhas.ac.id/lemlit/researches/vieuw/320.htm (26 Juni 2008).

Baihaki, A. 1982. Pengertian “Nested and Cross Clasified” Variabel serta Mencari dan Penulisan Varians Dalam suatu Rancangan Percobaan dengan Cara Sederhana (Pengenalan Pendahuluan untuk Estimasi Varians Genetik Total) Bagian Statistik Fakultas Pertanian Unpad. Bandung.

Daradjad, A.A. 1987. Variabilitas dan Adaptasi Genotip Terigu (E. aestivum, L ) pada Beberapa Lingkungan Tumbuh di Indonesia. Disertasi Program Pascasarjana Unpad. Tidak dipublikasikan.

Direktur Jendral Perkebunan, 2007. Fokus Pembangunan Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Fisher, N.M, 1992. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman: fase vegetatif. Dalam Goldsworthy, P.R., dan N.M. Fisher (Penyunting). Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Terjemahan Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Fitter, K.H., and R.K.M., Hay, 1981. Environment Physiology of Plant. Academic

Press, Inc. London.

Gardner, F.P., R.B. Perarce, dan R.L. Mitchell. 1985. Fisiologi Tanaman Budidaya. Alih Bahasa H. Susilo dan Subiyanto, 1991. UI Press. Jakarta.

Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A.M. Lubis, Sutopo, G. N., M. Rusdi,G.D. Hong, H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. UniversitasLampung. Lampung 488 hal.

Hardon, J.J. and R.H.V. Corley, 1982. Oil Palm Research. Elsevier Scientifie

Publishing Company, Johor. Malaysia.

Iman, Y., Subronto, W., dan W. Darmosarkoro, 1998. Penghitungan Laju Respirasi Kelapa Sawit (E. guineensi Jacq) Berdasarkan Analisis Keseimbangan Assimilat PPKS Medan. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit Vol. 2: 113-120.

24

Page 25: sawit baru

Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, 2007. Kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung dalam Rangka Pengembangan Agroindustri Kelapa Sawit. Lokakarya Industri Pengelolaan Kelapa Sawit. PoliteknikNegeri Lampung. Bandar Lampung.

Iopri, 2008. Pengaruh unsur esensial terhadap pertumbuhan dan produksi. www.iopri.org/webned/ioprind.htm. (26 juni 2008).

Petersen, R.G. 1994. Agriculture Field Experimentals Design and Analisis. Marcel Dekker. Inc. USA.

Saini, H.S., and A.K., Srivastapa, 1981. Osmotic strea and the nitrogen metabolism of two groundnut (Arachis hypogea. L) cultivar. Irrig.Sci.2:185-192.

Sallisbury , F.B., and C.W., Ross, 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Diterjemahkan Diah R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung.

Schaffer, AA., 1996. Photoassimilate Distribution in Plant and Crops. New York. Marsel Dekker, Inc.

Siahaan, D., 1990. Unsur hara yang diambil tanaman. PPKS Medan.

Sitompul, SM dan B. Guritno, 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Suharji, R., Sugiono, and W. Darmosarkoro, 2000. The aplication of N,P, K and Mg fertilizer on oil palm on typic Dystropept soil in Nort Sumatera. Jurnal PPKS Vol. 8-1: 31-37.

Sukarji, R dan R.L, Tobing, 1982. Jenis Pupuk pada Tanaman Kelapa Sawit. PPM. Pematang Siantar. Medan.

Suwandi dan E.L., Tobing, 1982. Pengambilan Contoh Daun Tanaman Kelapa Sawit. Pedoman Teknis. Pusat Penelitian Marihat. Medan.

Steel G.D. Robert dan J.H. Torrie, 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pedekatan Biometrika. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Syahbana, S. 2007. Palm Oil and Rubber Plantation Business Prospects. Pidato Ilmiah pada Peringatan Dies Natalis ke 23 Politeknik Negeri Lampung. Bandar Lampung.

25

Page 26: sawit baru

Syofuah, 2001. Program Pengawasan Mutu Benih/Bibit Perkebunan. UPTD BPPMB Perkebunan Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Tahir, M. 2003. Uji Perbandingan Pollen Extractor Motor 3,6 v dan 4,8 V Terhadap Bobot, Kemurnian, dan Kemurnian Pollen Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) serta Pengaruhnya Terhadap Pollinasi Buatan dan Hasil Tandan Buah Segar (TBS). Politeknik Negeri Lampung. Laporan Penelitian. Tidak dipublikasikan.

Winarno, E.S., E.S, Sutarto., R. Yuliasari., dan Z Poelongan, 2000. Pelepasan Hara Pupuk Majemuk Kelapa Sawit, Jurnal Penekitian Kelapa Sawit Vol. 9 (2-3):103-109..

26