evaluasi pelaksanaan - kementerian ppn/bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan...

110

Upload: nguyenmien

Post on 06-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk
Page 2: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

EVALUASI PELAKSANAAN

PROGRAM WAJIB BELAJAR

PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN

Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

2009

RREEPPUUBBLLIIKK IINNDDOONNEESSIIAA

Page 3: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

ii

Kata Pengantar

Laporan Evaluasi Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajardikdas) 9 Tahun

merupakan salah satu dari serangkaian kajian yang dilakukan di lingkup Deputi

Evaluasi Kinerja Pembangunan pada tahun 2008. Dengan penyesuaian dan

penyempurnaan laporan itu disusun kembali pada tahun 2009.

Program Wajardikdas 9 Tahun sebagai titik berat kajian merupakan upaya untuk

meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indonesia melalui peningkatan secara

nyata persentase penduduk yang dapat menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun.

Selain faktor output seperti jumlah guru dan jumlah sekolah, keberhasilan

pembangunan pendidikan dasar dipengaruhi pula oleh karakteristik sosial

ekonomi penduduk. Untuk itu, upaya lebih keras lagi perlu dilakukan agar rumah

tangga penduduk miskin dapat menyekolahkan anak-anaknya dengan baik.

Diharapkan laporan kajian ini dapat memberikan masukan dalam penyusunan

kebijakan pembangunan pendidikan di masa yang akan datang.

Kami sangat mengharap masukan, saran, dan kritik yang membangun apabila

masih terdapat kekurangan pada kajian ini. Terima kasih dan penghargaan kami

ucapkan kepada semua pihak yang telah bekerja sama dan membantu dalam

penyusunan kajian ini.

Jakarta, Desember 2009

Plt. Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan

Dr. Ir. Dedi M. Masykur Riyadi

Page 4: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

iii

Daftar Isi

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

Daftar Gambar v

Daftar Tabel vii

BAB I. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Ruang Lingkup 3

1.3. Tujuan Evaluasi 3

BAB II. SEKILAS TENTANG PROGRAM

WAJARDIKDAS 9 TAHUN 4

2.1. Tujuan Wajib Belajar 4

2.2. Pelaksanaan Wajib Belajar 5

2.3. Analisis Determinan Wajardikdas 7

2.4. Landasan Hukum Program Wajib Belajar

Pendidikan Dasar 9 Tahun 12

2.5. Outcome Program Wajardikdas 9 Tahun 14

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 23

3.1. Analisa Kuantitatif 23

3.2. Analisis Kualititatif 29

3.3. Data 30

BAB IV. HASIL REGRESI : FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMPENGARUHI APK DAN APM 33

4.1. Nasional 33

4.2. Sumatera 37

4.3. Jawa 41

4.4. Bali, NTB dan NTT 45

4.5. Kalimantan 48

4.6. Sulawesi 51

Page 5: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

iv

4.7. Papua dan Maluku 53

BAB V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN:

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM

WAJARDIKDAS 9 TAHUN (2005-2007) 57

5.1. Outcome Program Wajardikdas 57

Angka Partisipasi Kasar (APK) 58

Angka Partisipasi Murni (APM) 61

5.2. Faktor-Faktor yang Signifikan Mempengaruhi

Capaian APK dan APM 65

5.2.1. Produk Domestik Regional Bruto 65

5.2.2. Akses Air Bersih 66

5.2.3. Rasio Murid Sekolah 69

5.2.4. Tingkat Kemiskinan 71

5.2.5. Angka Melek Huruf 72

5.2.6. Dana Alokasi Umum (DAU) 74

5.2.7. Dana Alokasi Khusus (DAK) 80

5.2.8. Rasio Murid Guru 85

BAB VI. KESIMPULAN 95

Daftar Pustaka 98

Page 6: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

v

Daftar Gambar

Gambar 2.1. Target dan Realisasi Disparitas APK

Sekolah Dasar dan SMP Antara

Kabupaten dengan Kota 17

Gambar 2.2. APK dan APM Tingkat Sekolah Dasar

2007 18

Gambar 2.3. APK dan APM Tingkat Sekolah

Menengah Pertama 2007 19

Gambar 2.4. Disparitas APK dan APM Antara

Kabupaten-Kota Dalam Provinsi 2007 20

Gambar 2.5. APK SD dan SMP menurut Klasifikasi

Daerah 22

Gambar 5.1. APK SD/MI Tahun 2006 59

Gambar 5.2. APK SMP/MTs Tahun 2006 60

Gambar 5.3. APM SD/MI Tahun 2006 62

Gambar 5.4. APM SMP/MTs Tahun 2006 63

Gambar 5.5. Produk Domestik Regional Bruto

Tahun 2006 66

Gambar 5.6. Akses Air Bersih Tahun 2006 68

Gambar 5.7. Rasio Murid Sekolah SD/MI Tahun

2006 69

Gambar 5.8. Rasio Murid Sekolah SMP/MTs

Tahun 2006 70

Gambar 5.9. Tingkat Kemiskinan Tahun 2006 72

Gambar 5.10 Angka Melek Huruf Rata-Rata

2004-2006 73

Page 7: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

vi

Gambar 5.11. Perkembangan Alokasi Anggaran

Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar

9 Tahun Departemen Pendidikan Nasional 75

Gambar 5.12. Kontribusi DAU terhadap Total P

Penerimaan APBD Kabupaten/Kota 76

Gambar 5.13. Persentase DAU Rata-Rata 2004-2006 77

Gambar 5.14. Komposisi Dana Alokasi Khusus (DAK)

2004-2007 81

Gambar 5.15. Persentase DAK Rata-Rata Tahun

2004-2006 82

Gambar 5.16. Rasio Murid Guru 86

Gambar 5.17. Rasio Siswa per Guru

Tahun 2001/2002-2005/2006 88

Gambar 5.18. Kepala Sekolah dan Guru menurut

Tingkat Pendidikan Tahun 2006 89

Gambar 5.19. Persentase Guru SD dan SMP

yang Layak Mengajar Tahun 2007 91

Gambar 5.20. Persentase Guru yang Lulus Sertifikasi

Tahun 2007 93

Page 8: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

vii

Daftar Tabel

Tabel 2.1. Indikator Kunci dan Target Kebijakan

Pendidikan Nasional 2005-2009 16

Tabel 3.1. Pemilihan Sampel 32

Tabel 4.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

SD/MI Nasional 34

Tabel 4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

SD/MI Nasional 35

Tabel 4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

SMP/MTs Nasional 36

Tabel 4.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

SMP/MTs Nasional 37

Tabel 4.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

SD/MI Sumatera 38

Tabel 4.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

SD/MI Sumatera 39

Tabel 4.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

SMP/MTs Sumatera 40

Tabel 4.8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

SMP/MTs Sumatera 41

Tabel 4.9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

SD/MI Jawa 42

Tabel 4.10.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

SD/MI Jawa 43

Page 9: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

viii

Tabel 4.11.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

SMP/MTs Jawa 44

Tabel 4.12.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

SMP/MTs Jawa 45

Tabel 4.13.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

SD/MI Bali, NTB dan NTT 46

Tabel 4.14.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

SD/MI Bali, NTB dan NTT 46

Tabel 4.15.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

SMP/MTs Bali, NTB dan NTT 47

Tabel 4.16.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

SMP/MTs Bali, NTB dan NTT 48

Tabel 4.17.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

SD/MI Kalimantan 49

Tabel 4.18.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

SD/MI Kalimantan 49

Tabel 4.19.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

SMP/MTs Kalimantan 50

Tabel 4.20.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

SMP/MTs Kalimantan 50

Tabel 4.21.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

SD/MI Sulawesi 51

Tabel 4.22.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

SD/MI Sulawesi 52

Tabel 4.23.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

SMP/MTs Sulawesi 52

Page 10: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

ix

Tabel 4.24.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

SMP/MTs Sulawesi 53

Tabel 4.25.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

SD/MI Papua dan Maluku 54

Tabel 4.26.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

SD/MI Papua dan Maluku 54

Tabel 4.27.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK

SMP/MTs Papua dan Maluku 55

Tabel 4.28.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM

SMP/MTs Papua dan Maluku 56

Tabel 5.1. Variabel Bebas yang Mempengaruhi APK

dan APM 58

Tabel 5.2. DAU Tahun 2004-2007 78

Tabel 5.3. DAK Tahun 2004-2006 83

Tabel 5.4. Persentase Kelayakan Mengajar

Kepala Sekolah dan Guru menurut

Jenjang Pendidikan Tahun 2006 90

Page 11: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting bagi

pembangunan bangsa. Ketika di Asia Timur muncul negara-negara

industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan

negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

yang terdidik dalam jumlah yang memadai. Karena itu, hampir semua

bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama

dalam program pembangunan nasional mereka. Sumber Daya Manusia

bermutu yang merupakan produk pendidikan adalah merupakan kunci

keberhasilan pembangunan suatu negara. Pendidikan merupakan salah

satu pilar terpenting dalam pembangunan manusia, bahkan kinerja

pendidikan yaitu gabungan angka partisipasi kasar (APK) jenjang

pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi dan angka melek

aksara digunakan sebagai variabel dalam menghitung Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) bersama-sama dengan variabel kesehatan

dan ekonomi.

Pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin

pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi

dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan

sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.

Pembangunan pendidikan nasional di Indonesia dalam kurun waktu

2004–2009 telah mempertimbangkan kesepakatan-kesepakatan

internasional seperti Pendidikan Untuk Semua (Education For All),

Konvensi Hak Anak (Convention on the right of child) dan Millenium

Development Goals (MDGs) serta World Summit on Sustainable

Development yang secara jelas menekankan pentingnya pendidikan

sebagai salah satu cara untuk penanggulangan kemiskinan, peningkatan

Page 12: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

2

keadilan dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan

multikulturalisme, serta peningkatan keadilan sosial.

Deklarasi Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua (Education for

All Declaration) pada konferensi UNESCO, di Thailand (1990)

merupakan komitmen bersama dalam menyediakan pendidikan dasar

yang bermutu dan non diskriminatif. Realisasi deklarasi tersebut juga

sekaligus merupakan upaya untuk memenuhi Hak Pendidikan (sesuai

pasal 26 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia : “Setiap orang berhak

memperoleh pendidikan. Pendidikan harus Cuma-Cuma, setidak-

tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar.

Pendidikan dasar diperlukan untuk menjaga perdamaian”.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, menjamin hak atas “pendidikan dasar” bagi warga

negara Indonesia yang berusia 7-15 tahun. Salah satu upaya untuk

meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indonesia adalah melalui

peningkatan secara nyata persentase penduduk yang dapat

menyelesaikan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.

Program ini dimulai pada tahun 1994 dengan mentargetkan semua

warga negara Indonesia memiliki pendidikan minimal setara Sekolah

Menengah Pertama dengan mutu yang baik. Sehingga diharapkan

seluruh warga negara Indonesia dapat mengembangkan dirinya lebih

lanjut yang akhirnya mampu memilih dan mendapatkan pekerjaan yang

sesuai dengan potensi yang dimiliki, sekaligus berperan serta dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ketika

dicanangkan pada tahun 1994, Program Wajib Belajar Pendidikan

Dasar 9 Tahun diharapkan dapat tuntas pada tahun 2003/2004. Namun

krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 menyebabkan

target tersebut tidak dapat tercapai. Target penuntasan Wajar

disesuaikan dari 2003/2004 menjadi 2008/2009. Untuk mengetahui

pencapaian hasil kerja atau output berdasarkan alokasi biaya atau input

yang ditetapkan terkait dengan program Wajardikdas 9 Tahun, maka

evaluasi pelaksanaan program tersebut sangat penting untuk dilakukan.

Page 13: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

3

1.2. Ruang Lingkup

Evaluasi Pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan

Dasar 9 Tahun ini akan fokus pada evaluasi outcomes yang

berkaitan dengan:

1. Pengaruh faktor input dan faktor output SD/MI dan

SMP/MTs terhadap outcomes Wajardikdas (APK dan APM

tingkat SD/MI dan SMP/MTs).

2. Pengaruh faktor eksternal dan karakteristik wilayah terhadap

outcomes Wajardikdas (APK dan APM tingkat SD/MI dan

SMP/MTs).

1.3. Tujuan Evaluasi

Secara khusus, tujuan dari evaluasi ini adalah untuk; (1)

Mengidentifikasi faktor input dan output yang mempengaruhi outcomes

program Wajardikdas 9 tahun (APK dan APM tingkat SD/MI dan

SMP/MTs); (2) Memperoleh gambaran pelaksanaan program

Wajardikdas, yang berkaitan dengan faktor input dan faktor output

program Wajardikdas.

Page 14: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

4

BAB II

SEKILAS TENTANG PROGRAM

WAJARDIKDAS 9 TAHUN

Wajib Belajar telah menjadi prioritas kebijakan Pemerintah

Indonesia sejak awal tahun 70-an. Sejak dikeluarkan Inpres No 10 pada

tahun 1973, Pemerintah secara terencana meningkatkan pembangunan

sarana pendidikan dasar. Pada tahun 1983, Pemerintah Indonesia

mencanangkan program Wajib Belajar 6 Tahun untuk anak usia 7-12

tahun secara nasional. Sejalan dengan kesuksesan Program Wajib

Belajar 6 Tahun, sejak bulan Mei tahun 1994, Pemerintah Indonesia

melanjutkan program Wajib Belajar dengan Wajib Belajar 9 Tahun.

Kelanjutan Program Wajib Belajar 9 Tahun ini dipicu oleh beberapa

faktor sebagai berikut; (1) Lebih dari 50 persen angkatan kerja hanya

berpendidikan SD atau kurang; (2) Program wajib belajar 9 tahun akan

meningkatkan kualitas SDM dan dapat memberi nilai tambah pula pada

pertumbuhan ekonomi; (3) Semakin tinggi pendidikan akan semakin

besar partisipasi dan kontribusinya di sektor-sektor yang produktif; (4)

Dengan peningkatan program Wajib Belajar 6 Tahun menjadi Wajib

Belajar 9 Tahun akan meningkatkan kematangan dan keterampilan

siswa; dan (5) Peningkatan Wajib Belajar 9 Tahun akan meningkatkan

umur kerja minimum dari 10 sampai 15 tahun (Syarif, 1994).

2.1. Tujuan Wajib Belajar

Program Wajib Belajar 9 Tahun didasari konsep “pendidikan

dasar untuk semua” (universal basic education), yang pada hakekatnya

berarti penyediaan akses terhadap pendidikan yang sama untuk semua

Page 15: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

5

anak. Hal ini sesuai dengan kaedah-kaedah yang tercantum dalam

Piagam PBB tentang Hak Asasi Manusia, tentang Hak Anak, dan

tentang Hak dan Kewajiban Pendidikan Anak (Prayitno, 2000). Melalui

program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun diharapkan dapat

mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang

perlu dimiliki semua warga negara sebagai bekal untuk dapat hidup

dengan layak di masyarakat dan dapat melanjutkan pendidikannya ke

tingkat yang lebih tinggi baik ke lembaga pendidikan sekolah ataupun

luar sekolah. Dengan wajib belajar, mereka akan dapat menjalani hidup

dan menghadapi kehidupan dalam masyarakat. Di samping itu, menurut

May (1998) wajib belajar adalah merangsang aspirasi pendidikan anak

yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

kerja penduduk secara nasional. Oleh karena itu, target penyelenggaraan

Wajib Belajar 9 Tahun bukan semata-mata untuk mencapai target angka

partisipasi secara maksimal, namun perhatian yang sama ditujukan juga

untuk memperbaiki kualitas pendidikan dasar yang sekarang ini masih

jauh dari standar nasional. Agar sasaran tersebut terwujud secara

optimal perlu diupayakan adanya kesinambungan penyelenggaraan

pendidikan SD/MI dan SMP/MTs serta satuan pendidikan sederajat

berkenaan dengan berbagai komponen pendidikan yang mendukung.

2.2. Pelaksanaan Wajib Belajar

Pelaksanaan program Wajib Belajar 9 Tahun di Indonesia

memiliki empat ciri utama, yaitu; 1) dilakukan tidak melalui paksaan

tetapi bersifat himbauan, 2) tidak memiliki sanksi hukum tetapi

menekankan tanggung jawab moral dari orang tua untuk

menyekolahkan anaknya, 3) tidak memiliki undang-undang khusus

dalam implementasi program, 4) keberhasilan dan kegagalan program

diukur dari peningkatan partisipasi bersekolah anak usia 6-15 tahun.

Menurut Ibrahim (1992) pelaksanaan Wajib Belajar 9 Tahun dilakukan

melalui jalur sekolah maupun luar sekolah. Melalui jalur sekolah

meliputi program 6 tahun di SD dan program 3 tahun di SLTP. Untuk

Page 16: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

6

tingkat SD diberlakukan pada SD regular, SD Kecil, SD Pamong, SD

terpadu, MI, Pondok Pesantren, SDLT, dan kelompok belajar Paket A.

Sedangkan untuk tingkatan SLTP dilaksanakan SLTP Reguler, SLTP

Kecil, SLTP Terbuka dan SLTP-LB dan kelompok belajar Paket B.

Sejak mulai diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada

tahun 2000, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan yang lebih besar

dalam mengelola pemerintahan di daerah, termasuk pengelolaan

pendidikan (PP No.25 tahun 2000). Dengan kebijakan otonomi daerah

ini terbuka kesempatan bagi para ahli, praktisi, dan pengamat

pendidikan untuk bersama-sama memberdayakan pendidikan secara

menyeluruh, termasuk Wajib Belajar 9 Tahun. Otonomi pendidikan

merupakan salah satu kesempatan yang sangat baik bagi daerah untuk

meningkatkan kualitas pendidikan di daerah masing-masing yang

merupakan tolok ukur kualitas sumber daya manusia. Ada keberagaman

daerah dalam menyikapi diberlakukannya otonomi pendidikan. Di satu

pihak ada daerah yang optimis, dan di pihak lain ada yang pesimis.

Daerah yang merasa pesimis disebabkan oleh realitas kondisi

daerahnya, khususnya kemampuan masyarakat untuk

menyelenggarakan pendidikan yang berbeda-beda (Suyanto, 2001). Di

samping itu muncul pula “kepanikan” bagi daerah dalam menyediakan

dana alokasi umum (DAU) untuk menggaji guru dan pegawai yang

didaerahkan. Di lain pihak, daerah yang optimis, yaitu daerah yang

mampu membuat rencana anggaran untuk meningkatkan

penyelenggaraan pendidikan di daerahnya.

Namun demikian, apapun sikap daerah segala kendala yang

muncul dalam penyelenggaraan Wajib Belajar 9 Tahun harus ditangani

secara otonom oleh daerah masing-masing. Diyakini atau tidak,

pendidikan dasar 9 tahun merupakan wahana yang paling efektif untuk

meningkatkan pemerataan pendidikan dan peningkatan mutu

sumberdaya manusia Indonesia pada umumnya. Bagaimanapun berat

dan sulitnya permasalahan yang ada pada awalnya, dengan adanya

Page 17: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

7

kebijakan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan akan dapat

dikelola dengan lebih murah dan lebih cepat. Desentralisasi pendidikan

dapat mengembangkan kreativitas siswa, guru, kepala sekolah, dan

masyarakat. Untuk itu perlu diberlakukan manajemen berbasis sekolah

(school based management) dengan tujuan agar sekolah dapat

mengelola proses belajar mengajar dengan lebih baik sehingga dapat

meningkatkan pembelajaran siswa. Artinya, manajemen berbasis

sekolah harus mampu melaksanakan perbaikan proses belajar mengajar

di kelas (classroom change) agar membuahkan pengalaman yang

menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupan siswa (Zais, 1976).

2.3. Analisis Determinan Wajardikdas

Keberhasilan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar

Sembilan Tahun (Wajardikdas 9 Tahun) dapat dilihat dari beberapa

indikator capaian. Indikator utamanya adalah pencapaian APK

SD/MI dan SMP/MTs. Beberapa indikator pendidikan dasar

digunakan untuk menggambarkan kondisi dan tingkat pencapaian

pembangunan pendidikan dasar yang dilakukan pemerintah bersama

orangtua dan masyarakat yang berkaitan dengan aspek perluasan

dan pemerataan pendidikan, peningkatan mutu pendidikan,

relevansi, efesiensi dan efektivitas pengelolaan. Beberapa

indikator tersebut antara lain:

Angka Partisipasi, dilihat dari angka partisipasi kasar (APK) dan

angka partisipasi murni (APM). Jika angka APK lebih besar dari

APM, hal ini menunjukkan adanya anak di luar kelompok usia

7-12 tahun yang bersekolah di SD/MI. Mereka adalah anak yang

berusia di bawah 7 tahun dan diatas 12 Tahun. Sesuai dengan

prioritas program Wajardikdas 9 tahun, adanya anak-anak

berumur kurang dari 7 tahun tetapi sudah bersekolah di jenjang

SD/MI dapat terjadi karena Sekolah tersebut masih dapat

Page 18: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

8

menampung siswa. Di sisi lain, adanya anak-anak usia di atas 12

tahun yang masih bersekolah pada jenjang SD/MI dapat

disebabkan oleh dua kemungkinan, yaitu (1) anak-anak tersebut

terlambat masuk SD atau mereka masuk diatas usia 7 tahun, dan

(2) adanya anak-anak yang mengulang kelas, sehingga mereka

baru dapat menyelesaikan jenjang Sekolah Dasar (SD) pada usia

di atas 12 tahun. Selain itu, APK maupun APM juga dapat

dilihat berdasarkan gender sehingga dapat diketahui

keseimbangan pendidikan antara perempuan dan laki-laki. Hal

yang sama terkait dengan APK dan APM juga terjadi untuk

jenjang SMP/MTs.

Angka Putus Sekolah. Jika ditemukan masih adanya anak yang

putus sekolah pada umumnya disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah faktor sosial ekonomi seperti membantu

orang tuanya dalam mencari nafkah. Jika jumlah ini cukup tinggi

maka akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap angka

putus sekolah. Untuk itu perlu ditangani secara lebih serius,

dengan mengefektifkan sejumlah lembaga pendidikan alternatif,

sehingga tidak berdampak hilangnya akses anak usia 7-15 tahun

terhadap lembaga-lembaga pendidikan dasar.

Angka melanjutkan Lulusan SD/MI ke jenjang SMP/MTs.

Semakin tinggi nilainya menunjukkan semakin besar para

lulusan SD/MI dapat melanjutkan ke SMP sesuai dengan

program Wajardikdas 9 Tahun yang dicanangkan Pemerintah.

Rasio siswa per sekolah pada jenjang SD/MI dan SMP/MTs

yang menunjukkan kepadatan sekolah. Rasio siswa per sekolah

berkaitan erat dengan rasio siswa per kelas, dimana standar ideal

siswa per kelas adalah 32 siswa.

Rasio siswa per guru. Semakin besar rasio siswa per guru ini

menunjukkan adanya kekurangan guru pada jenjang tersebut.

Rasio kelas per ruang kelas. Semakin besar nilainya

menunjukkan ruang kelas tersebut digunakan untuk lebih dari

Page 19: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

9

satu kelas. Besarnya rasio tersebut mengindikasikan masih

perlunya ruang kelas tambahan. Dalam hal ini diharapkan ruang

kelas sama dengan jumlah kelas, sehingga tidak ada ruang kelas

yang digunakan lebih dari sekali.

Tingkat kelayakan guru. Angka ini menunjukkan persentase

guru yang layak mengajar pada jenjang SD/MI dan SMP/MTs.

Mutu guru. Kinerja sekolah dapat terlihat dari mutu guru yang

ditunjukkan dengan kesesuaian ijasah guru dengan bidang studi

yang diajarkan.

Tingkat Pelayanan Sekolah, yang menunjukkah terjadinya

pemerataan dan keberhasilan program Wajib Belajar Sekolah

Dasar sembilan tahun.

Tingkat kesulitan sekolah. Dari angka ini dapat diketahui ada

tidaknya hubungan antara angka partisipasi dengan keadaan

daerah. Misalnya APK cukup tinggi di daerah yang secara

geografis tidak mendukung (terpencil). Hal ini menunjukkan

minat anak untuk bersekolah di daerah tersebut cukup tinggi.

Jika dikaitkan dengan kinerja dari program pendidikan nasional

secara umum, berbagai indikator tersebut dapat dikelompokkan ke

dalam tiga prioritas kebijakan pendidikan sebagai berikut ini.

Mutu dan Relevansi Pendidikan

Terkait dengan mutu dan relevansi pendidikan, beberapa

indikator keberhasilan pendidikan perlu dimonitor. Mutu pendidikan

dapat diukur dari seberapa efektif pengelolaan sistem pendidikan dapat

memberikan efek terhadap prestasi belajar siswa secara optimal. Yang

paling tepat untuk mengukur mutu pendidikan sebenarnya adalah hasil

evaluasi ujian akhir yang diukur melalui Ujian Akhir Nasional, namun

kegiatan monitoring yang dilakukan ini tidak secara langsung mengukur

output pendidikan dalam pengertian prestasi belajar siswa secara

Page 20: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

10

akademis. Sedangkan yang dimaksud dengan relevansi pendidikan

adalah, kesesuaian hasil-hasil pendidikan dengan kebutuhan masyarakat

dalam berbagai bidang, misalnya penghasilan lulusan, keterampilan

lulusan, pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, dan

sebagainya.

Beberapa indikator mutu dan relevansi pendidikan yang dapat

dipantau oleh sistem ini antara lain sebagai berikut: (1) Peningkatan

persentase lulusan terhadap jumlah murid tingkat akhir yang mengikuti

ujian, (2) Pendayagunaan sarana-prasarana belajar yang lebih optimal di

sekolah-sekolah (seperti buku pelajaran, perpustakaan, alat pelajaran,

media pendidikan, dan pendayagunaan lingkungan sebagai sumber

belajar, (3) Peningkatan kualitas guru yang diukur dari rata-rata tingkat

pendidikan guru dan jumlah penataran yang diikuti, dan (4) Persentase

siswa pendidikan pra sekolah terhadap jumlah penduduk usia pra

sekolah.

Indikator Pemerataan dan Perluasan

Pemerataan dan perluasan pendidikan sebaiknya bukan hanya

diukur dari seberapa banyak jumlah sarana-prasarana belajar tetapi juga

menyangkut persebaran sarana-prasarana pendidikan antarsekolah dan

antardaerah. Hal ini akan menyangkut prinsip keadilan dalam

pendidikan bagi setiap anak-anak dimanapun untuk memperoleh akses

terhadap sarana pendidikan yang sama. Pemerataan dan perluasan

pendidikan juga akan berkaitan dengan tingkat partisipasi pendidikan

bagi semua anak usia sekolah dalam satuan-satuan pendidikan yang ada.

Partisipasi pendidikan itu merupakan indikator pendidikan yang

digunakan oleh semua negara, sehingga dapat dibandingkan antardaerah

dan bahkan antar negara.

Beberapa indikator pemerataan dan perluasan pendidikan yang

dapat dipantau adalah sebagai berikut: (1) Peningkatan Angka

Partisipasi Kasar (APK), yaitu persentase jumlah murid pada suatu

Page 21: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

11

satuan pendidikan terhadap jumlah penduduk usia yang berkaitan, baik

secara agregat maupun menurut karakteristik siswa, (2) Angka

Partisipasi Murni (APM), yaitu persentase jumlah murid pada usia

sekolah tertentu terhadap jumlah penduduk usia sekolah pada suatu

satuan pendidikan yang bersangkutan, baik secara agregat maupun

menurut karakteristik siswa, (3) Angka Partisipasi Sekolah (APS) yaitu

jumlah siswa pada kelompok usia tertentu yang merepresentasikan

beberapa satuan pendidikan, baik secara agregat maupun menurut

karakteristik siswa, (4) Jumlah penerima beasiswa pada suatu satuan

pendidikan atau suatu daerah tertentu, dengan tanpa membedakan

beberapa variabel karakteristik siswa seperti: jenis kelamin, daerah,

status sosial-ekonomi, dan sejenisnya, dan (5) Kelengkapan sarana dan

prasarana pendidikan pada setiap satuan pendidikan, baik yang

bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun

masyarakat.

Indikator Manajemen Pendidikan

Sampai saat ini masalah paling mendasar dalam sistem

pendidikan nasional adalah efisiensi manajemen pendidikan. Oleh

karena itu berbagai ukuran efisiensi dan optimasi dalam manajemen

pendidikan perlu dipantau dan dievaluasi secara terus-menerus dan

dalam waktu yang teratur. Beberapa indikator manajemen pendidikan

yang dapat dipantau secara terus-menerus adalah sebagai berikut:

1. Besarnya (kenaikan) anggaran pendidikan (sekolah dan daerah

otonom) yang diperoleh dari sumber-sumber pemerintah pusat,

pemerintah daerah dan masyarakat termasuk sumber lain seperti

dunia usaha;

2. Kemampuan pengadaan sarana-prasarana pendidikan di sekolah

yang diperoleh dari masyarakat;

3. Kemampuan pengadaan sumberdaya manusia (guru dan tenaga

kependidikan) yang diperoleh dari sumber masyarakat;

Page 22: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

12

4. Perubahan dalam tingkat efisiensi pendayagunaan tenaga guru di

sekolah yang diukur dengan tingkat “turn-over”;

5. Penurunan persentase mengulang kelas rata-rata pada suatu

satuan pendidikan tertentu;

6. Penurunan persentase putus sekolah rata-rata pada suatu satuan

pendidikan; serta

7. Peningkatan angka melanjutkan sekolah (transition rate) dari

suatu sekolah ke sekolah pada jenjang pendidikan berikutnya.

2.4. Landasan Hukum Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar

9 Tahun

Seluruh kebijakan pendidikan yang telah diambil tidak terlepas

dari reformasi kerangka hukum bidang pendidikan yang diawali dengan

amandemen UUD RI (Undang-Undang Dasar Republik Indonesia) 1945

pada tahun 1999 sampai dengan 2002. Melalui amandemen ini, bangsa

Indonesia menetapkan bahwa pendidikan tidak lagi hanya sekedar hak

warga negara sebagaimana termaktub dalam UUD RI 1945 sebelum

amandemen, melainkan lebih dari itu, juga merupakan hak azasi

manusia. Oleh karena itu, setiap warga negara wajib mengikuti

pendidikan dasar dan Pemerintah wajib pula membiayainya. Dalam

sejarah perjalanan UUD 1945 yang telah mengalami 4 (empat) kali

amandemen, hanya bidang pendidikan saja yang ditetapkan alokasi

anggarannya sebesar 20 persen dari anggaran dalam APBN dan APBD.

Hal tersebut menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah bertekad untuk

memajukan dunia pendidikan, terutama pendidikan dasar.

Perubahan sangat mendasar dalam pengelolaan di bidang

pendidikan terjadi setelah dilakukan amandemen kedua dan keempat.

Amandemen kedua pada tahun 2000 memasukkan BAB XA tentang

Hak Asasi Manusia, yang di dalamnya memuat Pasal 28 C ayat 1

Page 23: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

13

mengenai pendidikan sebagai hak azasi manusia. Sedangkan

amandemen keempat pada tahun 2002 memasukkan BAB XIII tentang

Pendidikan dan Kebudayaan, yang di dalamnya memuat Pasal 31 yang

khusus mengatur secara mendasar masalah pendidikan. Pasal 31 ayat 1

menetapkan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara,

yang tentu saja konsisten dengan pasal 28 C ayat 1. Ayat 2 mewajibkan

setiap warga negara mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib

membiayainya. Ayat 3 mengamanatkan Pemerintah untuk

mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.

Oleh karena itu, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar

dan pemerintah wajib membiayainya, dan mengusahakan serta

menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Untuk menjamin

terlaksananya semua hal itu ayat 4 mengamanatkan negara untuk

memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen

dari APBN dan APBD, serta ayat 5 mengamanatkan Pemerintah

memajukan teknologi.

Satu tahun kemudian, amanat reformasi dalam amandemen UUD

RI 1945 tersebut dijabarkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang tiga tahun

kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam UU Nomor 14 Tahun 2005

tentang Guru dan Dosen, dan selanjutnya pada tahun 2007 dalam UU

Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Pada tingkat operasional,

selanjutnya amanat UU No. 20 Tahun 2003 dan UU No. 14 Tahun 2005

dijabarkan dalam berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan pada tingkat

yang lebih teknis pada berbagai Peraturan Menteri (Permen). UU No.

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan

bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti

pendidikan dasar. Konsekuensi dari hal tersebut maka pemerintah wajib

memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat

pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs serta satuan pendidikan yang

sederajat). Selain itu yang penting adalah: (a) Kewajiban bagi orangtua

Page 24: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

14

untuk memberikan pendidikan dasar bagi anaknya (pasal 7 ayat 2), (b)

Kewajiban bagi masyarakat memberikan dukungan sumber daya dalam

penyelenggaraan pendidikan (pasal 9), dan (c) Pendanaan pendidikan

menjadi tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah, dan

masyarakat (pasal 46 ayat 1).

Pada tahun 1994 pemerintah telah mencanangkan Program Wajib

Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun sebagaimana tercantum

dalam Inpres No. 1 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar

Pendidikan Dasar, dan pada tahun 2006 tekad tersebut diperkuat dengan

diterbitkan Inpres No. 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional

Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan

Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan

Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota menyatakan

bahwa Pendidikan termasuk dalam urusan pemerintahan yang dibagi

bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Berdasarkan

PP tersebut maka Pendidikan termasuk urusan pemerintahan yang wajib

diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah

kabupaten/kota berkaitan dengan pelayanan dasar.

2.5. Outcome Program Wajardikdas 9 Tahun

Keberhasilan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar

(Wajardikdas) 9 tahun dapat dilihat dari outcomes nya, yaitu APM

SD/MI dan APK SMP/MTs. APM SD/MI mengalami peningkatan

antara periode tahun 2004-2007, walaupun tidak terlalu signifikan.

Sedangkan, APK SMP/MTs mengalami peningkatan yang sangat

signifikan pada periode tahun 2005-2007.

Arah kebijakan nasional secara umum sejalan dengan arah

kebijakan desentralisasi. Dalam Rencana Strategis Departemen

Page 25: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

15

Pendidikan Nasional 2005-2009 salah satu pilarnya adalah pemerataan

akses pendidikan. Pemerataan dan perluasan akses pendidikan

diarahkan pada upaya memperluas daya tampung satuan pendidikan

serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari

berbagai golongan masyarakat yang berbeda baik secara sosial,

ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan

intelektual serta kondisi fisik. Untuk itu, sampai dengan tahun 2009

Depdiknas melaksanakan upaya-upaya sistematis dalam pemerataan dan

perluasan pendidikan, yaitu dengan mempertahankan APM-SD/MI pada

tingkat 95 persen, memperluas SMP/MTs hingga mencapai APK 98

persen serta menurunkan angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke

atas hingga 5 persen.

Dari target di atas, tampak bahwa kebijakan pemerataan dan

perluasan akses pendidikan difokuskan pada pendidikan dasar dan

menengah. Hal ini erat kaitannya dengan program Wajib Belajar

Pendidikan Dasar 9 Tahun dan desentralisasi pemerintahan. Di satu sisi

Wajardikdas 9 tahun bertujuan untuk meningkatkan pemerataan dan

perluasan pelayanan pendidikan dasar sehingga semua anak usia 7-15

tahun setidaknya memperoleh pendidikan sampai sekolah menengah

pertama atau sederajat. Sedangkan desentralisasi pendidikan ditujukan

untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah.

Oleh karena itu dalam konteks desentralisasi, pemerataan dan

perluasan akses pendidikan ditujukan pula untuk mengurangi

kesenjangan akses pendidikan antar daerah. Pemerintah menargetkan

penurunan disparitas APK pendidikan dasar dan menengah antara kota

dan kabupaten secara signifikan. Hal ini tercermin dari Indikator kunci

dan target kebijakan pendidikan nasional yang ditetapkan dalam

Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005-2009. Untuk

tingkat pendidikan dasar misalnya, Depdiknas menargetkan penurunan

disparitas APK antara kabupaten dan kota dari 2,49 persen di tahun

2004 menjadi 2 persen di tahun 2009. Sementara itu, untuk tingkat

pendidikan menengah pertama ditargetkan penurunan disparitas APK

Page 26: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

16

antara kabupaten dan kota dari 25,14 persen di tahun 2004 menjadi 13

persen di tahun 2009.

Tabel 2.1.

Indikator Kunci dan Target Kebijakan Pendidikan Nasional

2005-2009

Pemerataan Akses

Pendidikan 2004 2005 2006 2007 2008 2009

1. Disparitas APK PAUD

antara kabupaten-kota

16,94 16,94 15,54 14,04 12,54 11,04

2. Disparitas APK

SD/MI/SDLB antara

kabupaten-kota

2,49 2,49 2,40 2,30 2,15 2,00

3. Disparitas APK

SMP/MTs/SMPLB antara

kabupaten-kota

25,14 25,14 23,00 19,00 16,00 13,00

4. Disparitas APK

SMA/MA/SMK/ SMALB

antara kabupaten-kota

33,13 33,13 31,00 29,00 27,00 25,00

5. Disparitas gender APK di

jenjang pendidikan

Menengah

6,16 6,07 5,98 5,89 5,80 5,71

6. Disparitas gender APK di

jenjang pendidikan tinggi

9,90 9,62 9,33 9,05 8,76 8,48

7. Disparitas gender persentase

buta aksara

7,32 6,59 5,86 5,13 4,40 3,65

Smber: Renstra Depdiknas 2005-2009.

Secara umum pencapaian target (realisasi) penurunan disparitas

APK antara Kabupaten dengan Kota baik pada tingkat SD dan sederajat

maupun SMP dan sederajat menunjukkan pencapaian-pencapain yang

positif. Pada tingkat SD, disparitas APK Kabupaten dengan Kota

mengalami penurunan dari 2,49 persen pada tahun 2004 menjadi 2,4

persen di tahun 2007. Sementara itu pada tingkat SMP disparitas APK

Kabupaten dengan Kota mengalami penurunan dari 25,1 persen di tahun

Page 27: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

17

2004 menjadi 23 persen di tahun 2007. Namun beberapa permasalahan

masih menjadi kendala dalam mengoptimalkan pemerataan akses

pendidikan dasar 9 tahun ini.

Gambar 2.1.

Target dan Realisasi Disparitas APK Sekolah Dasar dan SMP Antara

Kabupaten dengan Kota

19,0%

23,0%

25,1%25,1% 23,0%23,4%

25,1%25,1%

2,49% 2,49%2,40%

2,30%

2,49% 2,49%2,43%

2,40%

10%

12%

14%

16%

18%

20%

22%

24%

26%

28%

2004 2005 2006 2007

Disparitas APK SD

2,0%

2,1%

2,2%

2,3%

2,4%

2,5%

2,6%

2,7%

2,8%

2,9%

3,0%

Disparitas APK SMP

Target SMP Realisasi SMP Target SD Realisasi SD

Sumber: Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah, Depdiknas, 2007, diolah.

Pada tingkat SD dan sederajat misalnya, tahun 2007 ditargetkan

disparitas APK Kabupaten dengan Kota sebesar 2,3 persen namun

realisasinya masih mencapai 2,4 persen. Sementara itu disparitas

Kabupaten dengan Kota tingkat SMP dan sederajat yang ditargetkan

mencapai 19 persen pada tahun 2007, realisasinya sebesar 23 persen.

Selain itu pula, terdapat kecenderungan semakin besarnya rentang

antara target dengan realisasi disparitas APK antara Kabupaten dengan

Kota sepanjang 2005-2007 baik di tingkat SD maupun SMP (Gambar

2.1.).

Page 28: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

18

Gambar 2.2.

APK dan APM Tingkat Sekolah Dasar 2007

R i a u

B a l i

NTTNAD

Sumut

Sumbar

Kepri

Jambi

Sumsel

Bengkulu

Lampung

DKI Jakarta

Jabar Jateng

DIY

Jatim

NTBKalbar

KaltengKalsel

KaltimSulut

Sulteng

Sulsel

Sulbar

Sultra

Maluku

Malut

Banten

Babel

Gorontalo

90

91

92

93

94

95

96

97

98

105 110 115 120 125

APK SD

APM

SD

Indonesia: 94,90

Indonesia: 115,51

Papua barat107,3;87,51

Sumber: Departemen Pendidikan Nasional, 2007, diolah.

Belum optimalnya pemerataan akses pendidikan 9 tahun

khususnya dalam kerangka desentralisasi pendididikan dapat terlihat

dari beberapa hal. Pertama, masih terdapat provinsi-provinsi dengan

akses pendidikan di bawah rata-rata nasional. Hal ini terlihat dari

sebaran pencapaian APK dan APM baik di tingkat SD maupun tingkat

SMP. Gambar di atas merupakan analisis kuadran untuk capaian APK-

APM tahun 2007 tingkat Sekolah Dasar. Sumbu X dan Y dibentuk oleh

nilai rata-rata nasional APK dan APM. Dari gambar tersebut dapat

dilihat bahwa banyak provinsi yang telah memiliki APK tingkat SD di

atas rata-rata nasional, walaupun dari sisi APM masih berapa di bawah

tingkat nasional (kuadran II). Provinsi-provinsi dimaksud diantaranya

adalah Gorontalo, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau dan Kalimantan

Timur. Namun masih terdapat beberapa provinsi yang memiliki APM

dan APK di bawah rata-rata nasional (Kuadran III). Provinsi-provinsi

dimaksud diantaranya adalah Papua, Sulawesi Barat, Riau, Bengkulu

dan Sumatra Utara. Sementara itu provinsi-provinsi seperti Jawa Timur,

I

II III

IV

Page 29: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

19

Jawa Tengah, Bali dan Jawa Barat; memiliki APM dan APK di atas

rata-rata nasional (Kuadran I).

Sementara itu untuk APK-APM tingkat SMP menunjukkan

kondisi yang sedikit berbeda (Gambar 2.3). Pemetaan dengan analisis

kuadran untuk APK-APM SMP tahun 2007 menunjukkan 2

kecenderungan umum. Pertama, provinsi-provinsi yang memiliki APK-

APM di bawah rata-rata nasional (kuadran III). Provinsi-provinsi

dimaksud diantaranya adalah Papua, Kalimantan Barat, Kalimantan

Selatan dan NTT. Kedua, provinsi-provinsi yang memiliki APK-APM

di atas rata-rata nasional (Kuadran I). Provinsi-provinsi dimaksud

diantaranya Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Riau dan Sumatra Utara.

Hanya sedikit provinsi yang berada di kuadran II atau IV. Secara umum

dapat dikatakan masih cukup besar kesenjangan APK-APM di tingkat

SMP, apalagi jika dibandingkan dengan pencapaian APK-APM di

tingkat Sekolah Dasar.

Gambar 2.3.

APK dan APM Tingkat Sekolah Menengah Pertama 2007

NTT

NADSumut

Sumbar

RiauKepri

Jambi

Sumsel

Bengkulu

Lampung

Jabar

Jateng

Jatim

NTB

Kalbar

KaltengKalsel

Kaltim

Sulut

Sulteng

Sulsel

Sulbar

Sultra

Maluku

Malut

Papua

Papua Barat

Babel

Gorontalo

55

58

61

64

67

70

73

76

79

60 65 70 75 80 85 90 95 100APK SMP

APM

SM

P

Indonesia: 71,60

Indonesia: 85,15

DKI Jakarta (105,69; 88,48)

DI Yogyakarta (106,62; 87,68)

Banten (50,77; 57,15)

Sumber: Departemen Pendidikan Nasional, 2007, diolah.

III

IV I

II

Page 30: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

20

Gambar 2.4.

Disparitas APK dan APM Antara Kabupaten-Kota

Dalam Provinsi 2007

Sumber: Departemen Pendidikan Nasional, 2007, diolah.

Disparitas APK SD/MIKabupaten - Kota 2007

20,0719,7718,8718,0817,9717,89

13,5113,2013,0812,5611,6711,249,689,388,368,257,056,33

5,765,764,973,93

3,513,363,303,232,422,411,751,280,17

22,95

6,08

-204060

BengkuluSumbar

DIYBali

SultengGorontalo

KaltimSulut

KalbarNTB

KalselKepri

DKI JakartaPapuaSulteng

JatimJabar

MalukuNAD

IndonesiaSumut

KaltengPapua Barat

NTTBabelSulsel

SumselLampung

BantenJambiJateng

RiauMalut

Disparitas APK SMP/MTs Kabupaten - Kota 2007

51,645,3

34,133,333,132,832,232,132,030,830,430,129,428,728,327,1

25,725,6

23,523,523,222,822,622,6

18,417,9

13,712,111,611,0

8,61,3

23,9

- 20 40 60

KaltengNTTKalbarSumbarSultengPapuaPapua BaratBantenGorontaloBabelDIYSumutBengkuluJabarDKI JakartaMalukuNADKalselIndonesiaSumselKepriJatengKaltimBaliLampungSultraJatimSulselNTBJambiRiauSulutMalut

Page 31: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

21

Kedua, masih banyaknya provinsi dengan disparitas antara

kabupaten-kota yang lebih tinggi dibandingkan disparitas kabupaten-

kota secara nasional. Dari Gambar 2.4. ini tampak bahwa masih banyak

provinsi-provinsi dengan APK yang berada di bawah rata-rata nasional.

Untuk APK SD misalnya dengan disparitas antara kabupaten-kota di

tingkat nasional sebesar 6,08 persen (tahun 2007), provinsi-provinsi

seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara memiliki disparitas

di atas tingkat nasional. Bahkan Propinsi seperti Bengkulu dan

Sumatera Barat memeliki disparitas antara kota dan kabupaten hingga

di atas 20 persen. Hal yang sama ditunjukkan pula oleh disparitas APM

baik di tingkat SD maupun tingkat SMP.

Ketiga, masih tingginya disparitas antara kabupaten dengan kota

untuk tingkat pendidikan SD dengan SMP. Secara nasional disparitas

APM kabupaten-kota mencapai 2,2 persen untuk tingkat SD dan

mencapai 20,06 persen untuk SMP. Demikian juga untuk masing-

masing provinsi, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Tengah

memiliki disparitas kabupaten-kota untuk APK SMP masing-masing

sebesar 45,3 persen dan 51,6 persen serta 36,22 persen dan 40,14 persen

untuk APM. Kedua provinsi ini menunjukkan disparitas kabupaten-kota

yang terbesar diantara provinsi lainnya.

Keempat, kesenjangan akses pendidikan juga masih terjadi antar

daerah-daerah seperti misalnya kota-kabupaten, Jawa-Luar Jawa,

Daerah Tertinggal-Non Daerah Tertinggal maupun Daerah Otonom

Baru-Non Daerah Otonom Baru. Gambar 2.5. menunjukkan

kesenjangan antar daerah dimaksud. Secara umum, daerah kota

menunjukkan akses pendidikan yang lebih baik dibandingkan

kabupaten. Sementara itu, daerah-daerah tertinggal memiliki akses

relatif rendah dibandingkan daerah lainnya. Satu hal yang menarik

dalam hal pencapaian APK baik SD maupun SMP ini ditunjukkan

bahwa daerah otonom baru (DOB) menunjukkan rata-rata APK yang

Page 32: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

22

lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya (bukan DOB). Dari sini dapat

pula dikataan bahwa pemekaran daerah memiliki dampak yang positif

paling tidak dalam pemerataan akses pendidikan dasar 9 tahun.

Gambar 2.5.

APK SD dan SMP menurut Klasifikasi Daerah

Sumber: Departemen Pendidikan Nasional, 2007, diolah.

APK SD

121,8

Kota

119,4 119,5 119,5

113,47113,97113,73Kabupaten

113,49

Jawa

118,5

115,1114,9114,7Luar Jawa

114,0 115,1114,9114,7

110

112

114

116

118

120

122

124

2004 2005 2006 2007

APK SD

DOB

115,94

115,46115,29115,12

Non DOB

113,61

114,38114,14113,90

DT

112,06

113,84113,58113,32

Non DT

117,77

116,17116,02115,88

110

111

112

113

114

115

116

117

118

119

2004 2005 2006 2007

APK SMP

101,8

107,5

103,8Kota

119,4

Kabupaten

113,49

77,67

81,5983,08

88,9

93,2

96,8Jawa

118,5

76,3

79,5

83,4Luar Jawa

114,0

65

70

75

80

85

90

95

100

105

110

115

2004 2005 2006 2007

APK SMP

DOB

89,92

89,84

86,28

82,04 Non DOB

80,69 80,90

76,37

74,31DT

78,51 77,40

72,93

70,48

Non DT

93,90 94,84

91,46

86,90

65

70

75

80

85

90

95

100

2004 2005 2006 2007

Page 33: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

23

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Analisa Kuantitatif

Untuk dapat mengetahui dampak input dan output Wajardikdas

terhadap outcome, maka digunakan Metode Panel Data Analysis.

Sebagaimana metode ekonometrika lainnya, metode analisa data panel

ini dapat digunakan untuk menguji atau memperkirakan dampak dari

perubahan satu faktor terhadap outcome yang diharapkan (misalnya:

Angka Partisipasi Sekolah). Kelebihan estimasi menggunakan data

panel adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan kumpulan data yang lebih informatif, lebih

bervariasi, memperbaiki degree of freedom, lebih efisien dan

menurunkan colinearity antar variabel (Baltagi, 2001:6).

2. Memungkinkan menganalisa beberapa isu penting dalam

perekonomian yang tidak dapat diterangkan dengan analisa time

series atau cross section (Hsiao, 1989: 2).

3. Menghitung tingkat keberagaman karakteristik individu yang

lebih tinggi dibandingkan dengan analisa time series (Baltagi,

2001:6).

4. Memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dalam pemodelan

perbedaan perilaku dibandingkan dengan analisa cross section

(Greene, 1997:615).

5. Mampu menerangkan lebih baik dalam dynamic adjustment

(Baltagi, 2001:6).

Adapun model dasar yang digunakan dalam evaluasi ini adalah

Model Bank Dunia 2007 mengenai investasi pendidikan. Model ini

mengangkat masalah Investasi dalam Pendidikan di Indonesia dengan

Page 34: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

24

menggunakan satu model dasar yang meneliti sisi penawaran dan

permintaan sebagai penentu (determinat) dari outcomes pendidikan.

Spesifikasi model yang digunakan adalah sebagai berikut:

ii LKDScARPoGDRPSEER 111098765432211

Dimana:

= Kabupaten/ kota = 1…N

R = Net Enrollment Rates

E1 = Log dari pengeluaran pendidikan per jumlah penduduk

dalam usia sekolah (Total pengeluaran pendidikan per

jumlah penduduk usia 7-18 Tahun).

E2 = Log dari rata-rata belanja pemerintah kabupaten/kota

(per populasi penduduk usia sekolah) dari 2001-2003.

S = Belanja untuk gaji tenaga pendidikan terhadap total

belanja pendidikan (rasio belanja pegawai terhadap

toal belanja pendidikan).

GDRP = Log PDRB per kapita.

Po = Poverty Head Count

R = Remote Area (Jarak rata-rata geometrik dari desa

terhadap kabupaten terdekat)

A = Akses jalan (% desa dengan akses jalan paving)

Sc = Jumlah sekolah SD dan SMP tiap KM2

D = Bencana, variabel yang mengindikasi apakah daerah

merupakan daerah pasca bencana selama 1 tahun yang

lalu.

K = Dummy untuk kabupaten/ kota (urban /rural)

L = Persentase penduduk dalam usia sekolah yang bekerja

Berdasarkan model investasi pendidikan Bank Dunia tersebut,

maka dilakukan pengembangan model dan modifikasi model tanpa

meninggalkan esensinya dengan mempertimbangkan data yang dimiliki.

Pengembangan model dalam kajian ini bertujuan untuk menganalisis

dampak sejumlah faktor terhadap outcomes Wajardikdas 9 Tahun.

Page 35: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

25

Salah satu outcomes utama dalam pelaksanaan program Wajardikdas 9

Tahun adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk tingkat sekolah

dasar dan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk sekolah menengah

pertama. Faktor pertama yang digunakan adalah faktor output dalam

pendidikan yang dikombinasikan dengan faktor eksternal dan faktor

karakteristik wilayah. Dalam kajian ini akan disajikan hasil dari APK

dan APM baik untuk SD maupun SMP.

Adapun Persamaan Angka Partisipasi Murni dan Angka Partisipasi

Kasar dapat dituliskan sebagai berikut:

Dalam spesifikasi ini, simbol-simbol didefinisikan sebagai

berikut:

APSDMI = Angka Partisipasi Murni dan Angka

Partisipasi Kasar Sekolah Dasar dan

Madrasah Ibtidaiyah

APSSMMTs = Angka Partisipasi Murni dan Angka

Partsipasi Kasar Sekolah Menengah

Pertama dan Madrasah Tsanawiyah

Rycko = Rasio Produk Domestik Regional Bruto

Terhadap Rata-Rata Nasional

POV = Tingkat Kemiskinan

AIRA = Akses Air Bersih

RLF = Jumlah Angkatan Kerja

Page 36: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

26

LITER = Angka Melek Huruf

STAT = Dummy untuk kabupaten/kota

DT = Dummy untuk daerah Indonesia

Tertinggal

JAWA = Dummy untuk daerah yang berada di

Pulau Jawa/Luar Pulau Jawa

RDAU = Rasio Dana Alokasi Umum Terhadap

APBD

RDAK = Rasio Dana Alokasi Khusus Terhadap

APBD

RPAD = Rasio Pendapatan Asli Daerah Terhadap

APBD

MGSDMI = Rasio Murid Guru SD/MI (Murid/Guru

SD/MI)

DTSDMI = Rasio Murid Sekolah SD/MI

(Murid/Sekolah SD/MI)

MGSMTS = Rasio Murid Guru SMP/MTs

(Murid/Guru SMP/MTs)

DTSMTS = Rasio Murid Sekolah SMP/MTs

(Murid/Sekolah SMP/MTs)

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian

outcome dari Program Wajardikdas 9 Tahun, yaitu faktor input dan

output program serta faktor eksternal seperti karakteristik sosial

ekonomi suatu daerah. Yang termasuk faktor input antara lain alokasi

Dana Alokasi Khusus untuk Pendidikan, Rasio Dana Alokasi Umum

Terhadap APBD, Rasio Dana Alokasi Khusus Terhadap APBD, dana

BOS (BOS tunai dan BOS Buku). Dalam hal ini, tercapainya outcome

program Wajardikdas dipengaruhi oleh besarnya dana dan pembiayaan-

Page 37: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

27

pembiayaan yang dialokasikan untuk program tersebut. Dengan hipotesis

bahwa terdapat hubungan positif antara besarnya dana yang dialokasikan

dengan pencapaian APK dan APM.

Sedangkan, output Wajardikdas antara lain unit sekolah baru

(USB), ruang kelas baru (RKB), perpustakaan dan rehabilitasi prasarana

dan sarana SD/MI/SDLB/Paket A dan SMP/MTs/SMPLB, dan guru.

Melalui perbaikan ruang kelas, maka akan meningkatkan daya tampung

siswa secara maksimal. Demikian halnya dengan rehabilitasi gedung

sekolah, dengan demikian dapat meningkatkan daya tampung secara

maksimal dan memperlancar proses pembelajaran. Pembangunan USB-

RKB dapat mendekatkan lembaga pendidikan dengan tempat tinggal

siswa serta dapat menambah daya tampung. Pembangunan perpustakaan

dan laboratorium akan meningkatkan mutu dan proses pembelajaran.

Berkaitan dengan guru, maka yang harus diperhatikan adalah

peningkatan ketersediaan guru yang akan memperlancar proses

pembelajaran, serta peningkatan kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi

guru, sehingga guru dapat mengajar secara profesional sesuai dengan

kompetensinya.

Dalam model ini faktor output yang digunakan antara lain Rasio

Murid Guru SD/MI, Rasio Murid Sekolah SD/MI (daya tampung

sekolah SD/MI), Rasio Murid Guru SMP/MTs dan Rasio Murid

Sekolah SMP/MTs (daya tampung sekolah SMP/MTs). Dengan

hipotesis terdapat hubungan yang negatif antara Rasio Murid guru

SD/MI dan SMP/MTS terhadap APK dan APM SD/MI dan SMP/MTs.

Semakin banyak guru yang tersedia akan meningkatkan APK dan APM.

Sedangkan hubungan antara rasio murid sekolah dengan APK dan APM

diharapkan positif. Artinya semakin banyak sekolah yang tersedia akan

meningkatkan APK dan APM.

Sedangkan untuk faktor eksternal, antara lain angka melek huruf,

tingkat kemiskinan, pendapatan masyarakat, jumlah angkatan kerja,

serta akses terhadap fasilitas umum. Tingkat kemiskinan diharapkan

Page 38: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

28

mempunyai hubungan negatif terhadap besarnya APK dan APM.

Sedangkan, angka melek huruf diharapkan mempunyai hubungan

positif terhadap APK dan APM. Dengan argumentasi bahwa ketika

angka melek huruf meningkat (mencerminkan tingkat pendidikan

masyarakat) maka hal ini akan dapat meningkatkan kesadaran

masyarakat untuk menyekolahkan anaknya. Demikian juga dengan

tingkat kemiskinan. Tingkat pendapatan masyarakat dan akses terhadap

fasilitas umum mempunyai hubungan yang positif terhadap APK dan

APM. Dengan semakin terpenuhinya akses fasilitas umum, maka akan

memudahkan siswa untuk menjangkau sekolah. Tingkat pendapatan

masyarakat yang juga dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan

masyarakat, juga akan mempengaruhi orangtua dan anak untuk

melanjutkan sekolah.

Selain itu, juga terdapat beberapa faktor karakteristik daerah yang

dapat mempengaruhi pencapaian APK dan APM. Antara lain

Kabupaten/Kota, Daerah Tertinggal, dan keberadaan daerah di Pulau

Jawa/Luar Pulau Jawa. Faktor karakteristik daerah digunakan sebagai

variabel dummy. Dengan manggunakan beberapa variabel dummy

tersebut diharapkan dapat diketahui apakah karekteristik tertentu dari

suatu daerah akan mempengaruhi capaian APK dan APM. Sebagai

hipotesis sementara daerah kota akan mempunyai tingkat capaian yang

lebih tinggi daripada kabupaten. Hal ini dimungkinkan karena beberapa

indikator input dan output daerah kota lebih baik daripada kabupaten.

Demikian juga halnya jika daerah tersebut bukan merupakan daerah

tertinggal (dilihat dari besarnya desa tertinggal di daerah tersebut). Hal

yang sama juga terjadi untuk daerah di luar dan di Pulau Jawa. Dapat

diduga bahwa daerah di Jawa capaiannya lebih baik daripada daerah di

luar Jawa.

Terdapat beberapa penelitian yang mendukung adanya hubungan

antara tingkat pendidikan dan pendapatan yang menjadi salah satu

alasan bahwa capaian APK dan APM di daerah dipengaruhi oleh

Page 39: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

29

pendapatan yang diproksi dengan PDRB. Penelitian tersebut

diantaranya pernah dilakukan oleh Schultz (1960), Becker (1964) dan

Mincer (1974). Ketiganya menyimpulkan bahwa hubungan antara rata-

rata tingkat pendidikan dengan pendapatan (diperimbangkan juga faktor

distribusinya) mempunyai hubungan positif. Selain itu, Bils dan

Klenow (2000) melakukan penelitan yang menghasilkan kesimpulan

bahwa terdapat korelasi antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi,

dimana semakin tinggi tingkat pertumbuhan akan menyebabkan

pendidikan yang semakin meningkat. Pertumbuhan ekonomi sabagai

variabel bebas dan tingkat pendidikan sebagai variabel terikatnya,

bukan sebaliknya.

3.2. Analisis Kualititatif

Dari hasil analisis kuantitatif akan diperoleh gambaran secara

umum evaluasi kegiatan-kegiatan program Wajardikdas. Sebagai satu

hasil desk studi, hasil analisis kuantitatif ini perlu diverifikasi di

lapangan melalui diskusi dengan narasumber baik stakeholder di daerah

maupun tim teknis di tingkat pusat. Di samping itu, juga digunakan

analisis kualitatif untuk merumuskan berbagai bahan masukan

mengenai pelaksanaan program Wajardikdas 9 tahun. Analisis ini

dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkategorisasi dan meng-

interpretasikan secara komprehensif hasil studi yang dilakukan. Miles,

dalam Moleong (2000) juga mengungkapkan studi kualititatif dilakukan

beberapa tahap kegiatan analisis yakni :

1. Metode Identifikasi.

Kegiatan ini dilakukan setelah semua informasi dan data

terkumpul yang didasarkan atas beberapa fokus studi di atas.

Identifikasi ini secara sederhana dilakukan berdasarkan poin-

poin penting dan hal-hal yang menarik maupun kesamaan

informasi maupun pandangan narasumber.

Page 40: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

30

2. Metode Kategorisasi

Yaitu pengelompokkan data berdasarkan hasil identifikasi yang

disandingkan dalam sebuah matriks yang didasarkan pada fokus

studi serta sumber informasi. Kategorisasi juga dilakukan

sebagai dasar penyusunan kerangka kerja logis.

3. Metode Interpretasi/penafsiran

Yang dilakukan setelah pengaitan hubungan antar data.

Interpretasi juga dilakukan dengan disertai teori-teori yang

relevan. Sesuai kaidah penelitian kualitatif, melalui metode

analisis yang dipilih, tim peneliti dapat membuat interpretasi

dan dapat mempunyai kekuatan argumentasi didasarkan data

yang diperoleh dari lapangan.

3.3. Data

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder dan

data primer. Data sekunder yang digunakan dalam studi ini bersumber

dari berbagai publikasi instansi dan lembaga terkait. Untuk data-data

yang berkait dengan komponen kegiatan program Wajardikdas 9 tahun

seperti output Guru, ruang kelas, sekolah dan lainnya; digunakan data

sekunder yang bersumber dari Departemen Pendidikan Nasional.

Sementara itu data yang berkaitan dengan kerangka makro, perencanaan

dan anggaran digunakan data sekunder yang bersumber dari Bappenas

dan Departemen Keuangan. Data sekunder pendukung lainnya yang

berkaitan dengan kependudukan dan kewilayahan digunakan data yang

bersumber data BPS.

Selain itu juga untuk mendukung analisis dengan data sekunder di

atas, digunakan data dan informasi yang bersifat primer yang bersumber

Page 41: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

31

dari stakeholder pendidikan dasar baik di tingkat pusat maupun di

tingkat daerah. Data dan informasi yang bersifat primer ini

dikumpulkan melalui indepth interview dan FGD yang dilakukan baik

di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Deskripsi mengenai

mekanisme indepth interview dan FGD dijabarkan lebih lanjut pada

bagian lain laporan ini.

Pengumpulan Data dan Sampling

Evaluasi ini menggunakan data sekunder dari dokumen-dokumen

pemerintah, seperti RPJM, RKP, Renstra, laporan-laporan resmi dari

Depdiknas untuk analisa kuantitatif. Selain data sekunder, evaluasi ini

akan menggunakan data primer untuk mempertajam analisa kualitatif.

Provinsi dipilih berdasarkan kriteria besarnya Angka Partisipasi Murni

(APM) SD-SMP setara dan Anggaran Pendidikan Dasar dan Menengah.

Berdasarkan kriteria dan pertimbangan tersebut di atas, empat provinsi

terpilih adalah Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Riau dan Sumatera

Selatan. Jawa Timur mewakili daerah dalam kelompok normatif tinggi,

atinya baik APM maupun anggaran Dikdasmen 2006 berada di atas

rata-rata nasional. Kalimantan Selatan mewaliki daerah normatif

rendah, yaitu daerah yang mempunyai APM di atas rata-rata nasional

sedangkan anggaran Dikdasmen pada tahun 2006 berada di bawah rata-

rata nasional. Provinsi Riau mewakili daerah pada kelompok anomali

positif, artinya APM berada di bawah rata-rata nasional, sedangkan

anggaran Dikdasmen pada tahun 2006 berada di atas rata-rata nasional.

Sumatera Selatan mewakili kelompok anomali negatif, yaitu baik APM

maupun anggaran Dikdasmen 2006 berada di bawah rata-rata nasional.

Di setiap provinsi dilakukan in-depth interview dan Focus Group

Interview (FGI) terhadap stakeholder yang terkait dengan program

Wajardikdas 9 Tahun untuk verifikasi hasil analisa serta untuk

mengetahui persepsi program Wajardikdas di empat provinsi tersebut.

Page 42: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

32

Tabel 3.1.

Pemilihan Sampel

No. Sampling Based Normatif

Tinggi

Normatif

Rendah

Anomali

Positif

Anomali

Negatif

1 APK-Anggaran

Dikdasmen Jabar Sulteng Sumbar

Jawa

Timur

2 APM-Anggaran

Dikdasmen 2006 Jatim Kalsel Riau Sumsel

3 APM-APK DIY Papua Riau Gorontalo

4 APK-PDRB per

Kapita Kep. Riau NTT DIY Papua

5 APM-PDRB per

Kapita Riau NTT DIY Papua

Page 43: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

33

BAB IV

HASIL REGRESI:

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

APK DAN APM

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan model panel data

dari 440 kabupaten/kota di Indonesia dari tahun 2004-2006, maka

dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut:

4.1. Nasional

Hasil regresi menunjukkan bahwa Angka Partisipasi Murni

SD/MI, Angka Partisipasi Kasar SD/MI dan Angka Partisipasi Kasar

SMP/MTs dipengaruhi oleh Produk Domestik Regional Bruto, akses

air bersih, angka melek huruf, rasio murid sekolah, rasio murid guru dan

kemiskinan. Terlihat di sini bahwa APM SD/MI, APK SD/MI dan APK

SMP/MTs tidak hanya dipengaruhi oleh sisi penawaran dari sektor

pendidikan, tapi juga dari sektor permintaan. Semakin banyak guru dan

sekolah akan meningkatkan APM SD/MI, APK SD/MI dan APK

SMP/MTs.

Page 44: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

34

Tabel 4.1.

Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi APK SD/MI Nasional

Variabel Tidak Bebas: APK SD/MI

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio Produk Domestik Regional Bruto

terhadap rata-rata nasional 0.076778* 4.110717

Akses Air Bersih 2.711565* 37.45248

Angka Melek Huruf -1.904861* -20.60537

Rasio Murid Guru SD + MI -0.231774*** -1.700838

Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.131564* 3.297393

Rasio Dana Alokasi Umum terhadap APBD -0.090350** -2.568953

Tingkat Kemiskinan -0.027549*** -1.666266

Adjusted R-squared 0.901847

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Selain itu, karakteristik sosial ekonomi wilayah juga memegang

peranan penting dalam peningkatan APM SD/MI, APK SD/MI dan

APK SMP/MTs, seperti akses air bersih dan angka melek huruf. Akses

air bersih menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah

tersebut dan memiliki hubungan yang positif dengan APM SD/MI.

Semakin sejahtera masyarakat tersebut, maka semakin besar anggaran

rumah tangga yang dapat dialokasikan untuk pendidikan. Selain itu,

dengan semakin sejahtera masyarakat tersebut, maka anak-anak tidak

perlu membantu orang tuanya untuk mencari nafkah, sehingga mereka

dapat bersekolah. Dalam hal ini, dana alokasi khusus memiliki dampak

yang positif terhadap APM SD/MI dan APK SMP/MTs.

Page 45: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

35

Tabel 4.2.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SD/MI Nasional

Variabel Tidak Bebas: APM SD/MI

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio Produk Domestik Regional Bruto

terhadap rata-rata nasional 0.081356* 4.844254

Akses Air Bersih 1.972894* 23.12154

Angka Melek Huruf -1.203693* -10.22201

Rasio Murid Guru SD + MI -0.240565*** -1.707245

Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.131332* 2.936992

Rasio Dana Alokasi Umum terhadap APBD -0.090502** -2.019313

Tingkat Kemiskinan -0.027079** -2.342351

Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD 0.016126*** 1.932059

Adjusted R-squared 0.886536

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Page 46: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

36

Tabel 4.3.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SMP/MTs Nasional

Variabel Tidak Bebas: APK SMP/MTs

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio Produk Domestik Regional Bruto

terhadap rata-rata nasional 0.078094* 4.685874

Akses Air Bersih 2.360315* 35.24491

Angka Melek Huruf -1.580470* -16.80796

Rasio Murid Guru SMP+MTs -0.244102*** -1.820343

Rasio Murid Sekolah SMP+MTs 0.196896* 7.312505

Rasio Dana Alokasi Umum terhadap

APBD -0.153360* -5.675825

Tingkat Kemiskinan -0.028160*** -1.937160

Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap

APBD 0.016129*** 1.879393

Adjusted R-squared 0.893469

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Lebih lanjut, untuk Angka Partsipasi Murni SMP/MTs

dipengaruhi oleh faktor input pembiayaan (dana alokasi umum, dana

alokasi khusus), Produk Domestik Regional Bruto dan angka melek

huruf. Dengan perkataan lain APM SMP/MTs tidak dipengaruhi factor

output SMP/MTS (rasio murid guru SMP/MTs dan rasio murid sekolah

SMP/MTs).

Page 47: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

37

Tabel 4.4.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SMP/MTs Nasional

Variabel Tidak Bebas: APM SMP/MTs

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio Produk Domestik Regional Bruto terhadap

rata-rata nasional 0.977557* 108.7135

Rasio Dana Alokasi Umum terhadap APBD -0.113300** -2.096720

Angka Melek Huruf -0.021072* -5.719985

Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD 0.008336* 4.583468

Adjusted R-squared 0.982429

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

4.2. Sumatera

Berdasarkan hasil regresi per pulau, diketahui bahwa APK

SD/MI, APM SD/MI dan APK SMP/MTs di Pulau Sumatera

dipengaruhi oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), akses air

bersih, angka melek huruf, rasio murid guru, rasio murid sekolah, Dana

Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, tingkat kemiskinan dan

pendapatan asli daerah. Koefisien untuk PDRB, akses air bersih, rasio

murid guru, rasio murid sekolah, tingkat kemiskinan dan Dana Alokasi

Khusus menunjukkan tanda sesuai yang diharapkan. Semakin tinggi

PDRB, akses air bersih, jumlah guru, jumlah sekolah dan Dana Alokasi

Khusus di daerah-daerah di Pulau Sumatera akan meningkatkan APK

SD/MI, APM SD/MI dan APK SMP/MTs di daerah tersebut.

Lebih lanjut, semakin rendah tingkat kemiskinan di daerah-daerah

di Pulau Sumatera akan meningkatkan APK SD/MI, APM SD/MI dan

APK SMP/MTs di Pulau Sumatera. Sedangkan untuk koefisien Dana

Page 48: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

38

Alokasi Umum dan pendapatan asli daerah tidak memberikan tanda

sesuai yang diharapkan. Hasil regresi menunjukkan semakin tinggi

Dana Alokasi Umum dan pendapatan asli daerah maka akan

menurunkan APK SD/MI, APM SD/MI dan APK SMP/MTs di Pulau

Sumatera.

Tabel 4.5.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SD/MI Sumatera

Variabel Tidak Bebas: APK SD/MI

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio Produk Domestik Regional Bruto

terhadap rata-rata nasional 0.098050* 4.029139

Akses Air Bersih 3.516948* 10.87035

Angka Melek Huruf -1.633439* -28.62164

Rasio Murid Guru SD + MI -0.138194** -2.394641

Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.174514* 3.367378

Rasio Dana Alokasi Umum terhadap APBD -0.158839* -2.955319

Tingkat Kemiskinan -0.026381* -2.985773

Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD 0.042265* 3.436729

Rasio Pendapatan Asli Daerah -0.030613** -1.980118

Jumlah Angkatan Kerja -1.008180* -2.669166

Adjusted R-squared 0.898480

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Page 49: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

39

Tabel 4.6.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SD/MI Sumatera

Variabel Tidak Bebas: APM SD/MI

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio Produk Domestik Regional Bruto

terhadap rata-rata nasional 0.096854* 4.091205

Akses Air Bersih 2.237844* 6.898597

Angka Melek Huruf -1.061186* -19.02510

Rasio Murid Guru SD + MI -0.146951** -2.601000

Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.165003* 3.238149

Rasio Dana Alokasi Umum terhadap APBD -0.147722* -2.701593

Tingkat Kemiskinan -0.027505* -2.947435

Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD 0.045034* 3.981653

Rasio Pendapatan Asli Daerah -0.031675** -2.405074

Adjusted R-squared 0.877867

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Page 50: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

40

Tabel 4.7.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SMP/MTs Sumatera

Variabel Tidak Bebas: APK SMP/MTs

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio Produk Domestik Regional Bruto

terhadap rata-rata nasional 0.096610* 4.117671

Akses Air Bersih 2.893954* 8.540914

Angka Melek Huruf -1.361039* -36.14922

Rasio Murid Guru SMP+MTs -0.155252** -2.224515

Rasio Murid Sekolah SMP+MTs 0.190214* 5.184828

Rasio Dana Alokasi Umum terhadap

APBD -0.174908* -5.361128

Tingkat Kemiskinan -0.026538* -2.874317

Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap

APBD 0.040445* 3.881820

Rasio Pendapatan Asli Daerah -0.026822*** -1.859926

Jumlah Angkatan Kerja -0.693564*** -1.875052

Adjusted R-squared 0.889106

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Dari hasil regresi APM SMP/MTs di Pulau Sumatera,

menunjukkan bahwa APM SMP/MTs dipengaruhi oleh Produk

Domestik Regional Bruto, rasio murid sekolah dan dana alokasi umum.

Variabel-variabel lain seperti jumlah guru, tingkat kemiskinan, dana

alokasi khusus, pendapatan asli daerah, angka melek huruf, akses air

bersih dan jumlah angkatan kerja tidak mempengaruhi APM SMP/MTs

di Pulau Sumatera.

Page 51: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

41

Tabel 4.8.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SMP/MTs Sumatera

Variabel Tidak Bebas: APM SMP/MTs

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio Produk Domestik Regional Bruto

terhadap rata-rata nasional 0.889368* 144.7513

Rasio Murid Sekolah SMP+MTs 0.094525* 3.043892

Rasio Dana Alokasi Umum terhadap APBD -0.108500* -2.617168

Adjusted R-squared 0.985205

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

4.3. Jawa

Hasil regresi APK SD/MI, APM SD/MI dan APK SMP/MTs

menunjukkan bahwa APK SD/MI, APM SD/MI dan APK SMP/MTs di

Pulau Jawa dipengaruhi oleh Produk Domestik Regional Bruto, akses

air bersih, angka melek huruf, rasio murid guru, rasio murid sekolah,

dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan pendapatan asli daerah.

Berbeda dengan yang terjadi di Pulau Sumatera, APK SD/MI, APM

SD/MI dan APK SMP/MTs di Pulau Jawa tidak dipengaruhi oleh

tingkat kemiskinan. Semua koefisien dalam hasil regresi sesuai dengan

yang diharapkan kecuali untuk koefisien dana alokasi umum, angka

melek huruf dan pendapatan asli daerah.

Page 52: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

42

Tabel 4.9.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SD/MI Jawa

Variabel Tidak Bebas: APK SD/MI

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio Produk Domestik Regional Bruto

terhadap rata-rata nasional 0.059697** 2.028994

Akses Air Bersih 3.391389* 9.570248

Angka Melek Huruf -1.658186* -38.42005

Rasio Murid Guru SD + MI -0.133773** -2.552648

Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.168800* 3.634498

Rasio Dana Alokasi Umum terhadap

APBD -0.159090* -3.282316

Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap

APBD 0.045731* 3.363481

Rasio Pendapatan Asli Daerah -0.033673** -2.291331

Jumlah Angkatan Kerja -0.869071** -2.008927

Adjusted R-squared 0.876612

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Page 53: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

43

Tabel 4.10.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SD/MI Jawa

Variabel Tidak Bebas: APM SD/MI

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio Produk Domestik Regional Bruto

terhadap rata-rata nasional 0.059190*** 1.856114

Akses Air Bersih 2.115185* 6.243977

Angka Melek Huruf -1.149257* -18.13486

Rasio Murid Guru SD + MI -0.140564* -2.801881

Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.158347* 3.433768

Rasio Dana Alokasi Umum terhadap APBD -0.145383* -2.986876

Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD 0.047074* 3.662207

Rasio Pendapatan Asli Daerah -0.033522** -2.347194

Adjusted R-squared 0.850987

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Page 54: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

44

Tabel 4.11.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SMP/MTs Jawa

Variabel Tidak Bebas: APK SMP/MTs

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio Produk Domestik Regional Bruto

terhadap rata-rata nasional 0.057148*** 1.839534

Akses Air Bersih 2.794775* 7.833466

Angka Melek Huruf -1.430296* -37.61932

Rasio Murid Guru SMP+MTs -0.148784** -2.275301

Rasio Murid Sekolah SMP+MTs 0.211877* 7.854631

Rasio Dana Alokasi Umum terhadap APBD -0.198957* -14.10825

Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD 0.044040* 3.802586

Rasio Pendapatan Asli Daerah -0.029349*** -1.828683

Adjusted R-squared 0.865553

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Lebih lanjut, dari hasil regresi APM SMP/MTs diketahui bahwa

APM SMP/MTs di Pulau Jawa dipengaruhi oleh Produk Domestic

Regional Bruto, rasio murid sekolah dan dana alokasi umum. Patut

digarisbawahi disini, faktor output sektor pendidikan yaitu jumlah guru

dan karakteristik sosial ekonomi wilayah (tingkat kemiskinan, akses air

bersih, angka melek huruf) tidak mempengaruhi APM SMP/MTs di

Pulau Jawa, hal ini mungkin disebabkan Pulau Jawa lebih developed

dibandingkan dengan pulau-pulau lain.

Page 55: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

45

Tabel 4.12.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SMP/MTs Jawa

Variabel Tidaak Bebas: APM SMP/MTs

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio Produk Domestik Regional Bruto

terhadap rata-rata nasional 0.888118* 500.8579

Rasio Murid Sekolah SMP+MTs 0.091550*** 1.759806

Rasio Dana Alokasi Umum terhadap

APBD -0.109013** -2.034745

Adjusted R-squared 0.984092

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

4.4. Bali, NTB dan NTT

Hasil regresi menunjukkan bahwa APK SD/MI, APM SD/MI dan

APK SMP/MTs di Pulau Bali, NTB dan NTT dipengaruhi oleh produk

domestic regional bruto, akses air bersih, angka melek huruf, dana

alokasi khusus, rasio murid guru dan rasio murid sekolah. Tingka

kemiskinan, dana alokasi umum, jumlah angkatan kerja dan pendapatan

asli daerah tidak mempengaruhi APK SD/MI, APM SD/MI dan APK

SMP/MTs di Pulau Bali, NTB dan NTT.

Page 56: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

46

Tabel 4.13.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SD/MI Bali, NTB dan NTT

Variabel Tidak Bebas : APK SD/MI

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio Produk Domestik Regional Brutoterhadap

rata-rata nasional 0.175733* 4.520846

Akses Air Bersih 3.490324* 14.71599

Angka Melek Huruf -2.687008* -9.081887

Rasio Murid Guru SD + MI -0.214985* -21.54179

Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.222308* 3.363073

Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD -0.063241*** -1.724599

Adjusted R-squared 0.904322

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10% ** signifikan pada derajat kepercayaan 5% * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Tabel 4.14

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SD/MI Bali, NTB dan NTT

Variabel Tidak Bebas : APM SD/MI

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio Produk Domestik Regional Bruto terhadap

rata-rata nasional 0.172864* 4.682514

Akses Air Bersih 2.689874* 11.77904

Angka Melek Huruf -1.925692* -6.859082

Rasio Murid Guru SD + MI -0.231255* 11.50066

Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.243356* 3.268313

Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD -0.061187*** -1.921033

Adjusted R-squared 0.884561

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10% ** signifikan pada derajat kepercayaan 5% * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Page 57: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

47

Tabel 4.15.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SMP/MTs Bali,

NTB dan NTT

Variabel Tidak Bebas : APK SMP/MTs

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio Produk Domestik Regional

Brutoterhadap rata-rata nasional 0.171418* 4.137493

Akses Air Bersih 3.070322* 13.06765

Angka Melek Huruf -2.296683* -7.934807

Rasio Murid Guru SMP+MTs -0.249504* -8.610191

Rasio Murid Sekolah SMP+MTs 0.218861* 2.846654

Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap

APBD -0.068817*** -1.895376

Adjusted R-squared 0.894658

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Selanjutnya, APM SMP/MTs di Pulau Bali, NTB dan NTT

dipengaruhi produk domestik regional bruto, akses air bersih, angka

melek huruf dan dana alokasi khusus. Hal ini menunjukkan bahwa

factor output di sektor pendidikan (jumlah guru dan jumlah sekolah)

tidak mempengaruhi APM SMP/MTs di Pulau Bali, NTB dan NTT.

Hanya koefisien PDRB dan angka melek huruf yang menunjukkan

sesuai dengan tanda yang diharapkan, sedangkan koefisien akses air

bersih dan dana alokasi khusus menunjukkan tanda terbalik.

Page 58: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

48

Tabel 4.16.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SMP/MTs Bali,

NTB dan NTT

Variabel Tidak Bebas : APM SMP/MTs

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio Produk Domestik Regional Bruto

terhadap rata-rata nasional 0.918323* 62.43071

Akses Air Bersih -0.582024* -1.941161

Angka Melek Huruf 0.247084** 2.287796

Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD -0.033195* -12.68169

Adjusted R-squared 0.984314

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

4.5. Kalimantan

Dari hasil regresi menunjukkan bahwa APK SD/MI, APM SD/MI

dan APK SMP/MTs di Pulau Kalimantan dipengaruhi oleh akses air

bersi, angka melek huruf, rasio murid guru dan rasio murid sekolah.

Kecuali koefisien angka melek huruf, semua koefisien dari variabel-

variabel tersebut menunjukkan tanda sesuai yang diharapkan. Semakin

besar akses air bersih, jumlah sekolah dan jumlah guru akan

meningkatkan APK SD/MI, APM SD/MI dan APK SMP/MTs di Pulau

Kalimantan.

Page 59: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

49

Tabel 4.17.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SD/MI Kalimantan

Variabel tidak Bebas : APK SD/MI

Variabel Koeffisien t-Statistik

Akses Air Bersih 3.089036* 20.11029

Angka Melek Huruf -2.926424* -10.59775

Rasio Murid Guru SD + MI -0.175082* -5.217537

Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.153286* 13.15548

Jumlah Angkatan Kerja 0.707082** 2.593842

Adjusted R-squared 0.875242

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5% * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Tabel 4.18.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SD/MI Kalimantan

Variabel Tidak Bebas : APM SD/MI

Variabel Koefisien t-Statistik

Akses Air Bersih 1.778391* 8.201671

Angka Melek Huruf -2.353068* -8.487357

Rasio Murid Guru SD + MI -0.181256* -4.901191

Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.148025 8.453066

Jumlah Angkatan Kerja 1.391025* 5.891224

Adjusted R-squared 0.850676

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Page 60: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

50

Tabel 4.19.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SMP/MTs Kalimantan

Variabel Tidak Bebas : APK SMP/MTs

Variabel Koefisien t-Statistik

Akses Air Bersih 2.359518* 11.61753

Angka Melek Huruf -2.610614* -10.04898

Rasio Murid Guru SMP+MTs -0.211885* -3.760548

Rasio Murid Sekolah SMP+MTs 0.120729** 2.600437

Jumlah Angkatan Kerja 1.093025* 5.267472

Adjusted R-squared 0.863360

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5% * signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Selanjutnya dari hasil regresi menunjukkan bahwa APM

SMP/MTs di Pulau Kalimantan dipengaruhi oleh produk domestik

regional bruto, tingkat kemiskinan dan rasio murid guru. Selain

koefisien rasio murid guru, koefisien tingkat kemiskinan dan produk

domestic regional bruto sejalan dengan yang diharapkan.

Tabel 4.20.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SMP/MTs Kalimantan

Variabel Tidak Bebas : APM SMP/MTs

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio PDRB terhadap rata-rata nasional 0.952113* 41.54931

Tingkat Kemiskinan -0.015602* -3.394972

Rasio Murid Guru SMP+MTs 0.031121* 1.952409

Adjusted R-squared 0.985236

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10% ** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Page 61: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

51

4.6. Sulawesi

Hasil regresi menunjukkan bahwa APK SD/MI, APM SD/MI dan

APK SMP/MTs di Pulau Sulawesi dipengaruhi oleh akses air bersih,

jumlah angkatan kerja, angka melek huruf, rasio murid guru, rasio

murid sekolah. Kecuali koefisien angka melek huruf, semua koefisien

variabel tersebut sudah sesuai dengan yang diharapkan, dimana akses

air bersih, jumlah angkatan kerja dan rasio murid sekolah memiliki

tanda positif terhadap APK SD/MI, APM SD/MI dan APK SMP/MTs

di Pulau Sulawesi. Sedangkan, koefisien rasio murid guru memiliki

tanda negatif terhadap APK SD/MI, APM SD/MI dan APK SMP/MTs

di Pulau Sulawesi.

Tabel 4.21.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SD/MI Sulawesi

Variabel Tidak Bebas : APKSD/MI

Variabel Koefisien t-Statistik

Akses Air Bersih 3.027147* 22.66528

Jumlah Angkatan Kerja 0.725055** 2.482233

Angka Melek Huruf -2.892212* -11.43470

Rasio Murid Guru SD + MI -0.194328* -5.346503

Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.138269* 15.98044

Rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD -0.013112*** -1.797208

Adjusted R-squared 0.873218

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Page 62: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

52

Tabel 4.22.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SD/MI Sulawesi

Variabel Tidak Bebas : APM SD/MI

Variabel Koefisien t-Statistik

Akses Air Bersih 1.692878* 10.30015

Jumlah Angkatan Kerja 1.436512** 5.619716

Angka Melek Huruf -2.322908* -9.011343

Rasio Murid Guru SD + MI -0.199811* -5.143880

Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.131165* 8.395571

Rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap

APBD -0.015774** -2.137111

Adjusted R-squared 0.848358

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Tabel 4.23.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SMP/MTs Sulawesi

Variabel Tidak Bebas : APKSMP/MTs

Variabel Koefisien t-Statistik

Akses Air Bersih 2.318431* 13.11883

Jumlah Angkatan Kerja 1.089849* 4.661326

Angka Melek Huruf -2.575233* -10.89031

Rasio Murid Guru SMP + MTs -0.229661* -3.878391

Rasio Murid Sekolah SMP + MTs 0.111893** 2.422842

Adjusted R-squared 0.861307

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Selanjutnya, APM SMP/MTs di Pulau Sulawesi dipengaruhi oleh

Produk Domestik Regional Bruto, angka melek huruf, dana alokasi

khusus. Hal ini mengindikasikan bahwa APM SMP/MTs di Pulau

Page 63: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

53

Sulawesi sama sekali tidak dipengaruhi oleh factor output di sektor

pendidikan seperti jumlah guru dan jumlah sekolah.

Tabel 4.24.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SMP/MTs Sulawesi

Variabel Tidak Bebas : APM SMP/MTs

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio PDRB terhadap APBD 0.935567* 126.6755

Angka Melek Huruf 0.278755* 7.201041

Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD -0.016108*** -1.943829

Adjusted R-squared 0.986430

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

4.7. Papua dan Maluku

Hasil regresi menunjukkan bahwa APK SD/MI dan APM SD/MI

di Papua dan Maluku dipengaruhi oleh akses air bersih, jumlah

angkatan kerja, angka melek huruf, rasio murid guru SD/MI dan rasio

murid sekolah SD/MI. Kecuali koefisien angka melek huruf, koefisien

seluruh variabel lain menunjukkan tanda yang sesuai dengan yang

diharapkan. Hal ini dapat menunjukkan perbaikan akses air bersih

diperlukan untuk meningkatkan capaian APK dan APM SD/MI di

Maluku dan Papua berdampak juga pada sektor pendidikan SD/MI.

Selain itu, jumlah sekolah dan jumlah guru juga harus ditingkatkan di

Pulau Maluku dan Papua agar APK SD/MI dan APM SMP/MTs di

Pulau Maluku dan Papua dapat meningkat.

Page 64: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

54

Tabel 4.25.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SD/MI Papua dan Maluku

Variabel Tidak Bebas : APKSD/MI

Variabel Koefisien t-Statistik

Akses Air Bersih 3.010160* 11.73092

Jumlah Angkatan Kerja 1.260446** 2.624262

Angka Melek Huruf -3.440476* -15.02188

Rasio Murid Guru SD + MI -0.140627* -3.075243

Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.131107* 5.424433

Adjusted R-squared 0.875629

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Tabel 4.26.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SD/MI

Papua dan Maluku

Variabel Tidak Bebas : APMSD/MI

Variabel Koefisien t-Statistik

Akses Air Bersih 1.816903* 5.733387

Angkatan Kerja 1.766787* 3.404175

Angka Melek Huruf -2.805207* -11.63039

Rasio Murid Guru SD + MI -0.150323* -3.073467

Rasio Murid Sekolah SD + MI 0.135703* 4.842683

Adjusted R-squared 0.850840

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Page 65: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

55

Lebih lanjut berdasarkan hasil regresi ditunjukkan pula bahwa

APK SMP/MTs di Pulau Maluku dan Papua dipengaruhi oleh jumlah

angkatan kerja, dana alokasi khusus, rasio murid guru dan rasio murid

sekolah. Dengan perkataan lain, jika pemerintah ingin meningkatkan

APK SMP/MTs di Pulau Maluku dan Papua, maka harus ditingkatkan

jumlah guru, sekolah dan dana lokasi khusus di Pulau Maluku dan

Papua.

Sedangkan APM SMP/MTs di Pulau Maluku dan Papua hanya

dipengaruhi oleh produk domestik regional bruto dan alokasi dana

umum. Hal ini mengindikasikan bahwa jika pemerintah ingin

meningkatkan APM SMP/MTs di Maluku dan Papua, pertama kali yang

dilakukan adalah bukan membangun sekolah atau meningkatkat jumlah

guru, tapi yang harus dilakukan adalah membangun ekonomi terlebih

dulu di Maluku dan Papua.

Tabel 4.27.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APK SMP/MTs

Papua dan Maluku

Variabel Tidak Bebas : APK SMP/MTS

Variabel Koefisien t-Statistik

Jumlah Angkatan Kerja 1.105378* 8.037470

Rasio Dana Alokasi Khusus terhadap APBD 0.030967* 2.666148

Rasio Murid Guru SMP+MTs -0.258627* -4.191364

Rasio Murid Sekolah SMP+MTs 0.067258* 4.141648

Adjusted R-squared 0.828702

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10% ** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Page 66: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

56

Tabel 4.28.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi APM SMP/MTs

Papua dan Maluku

Variabel Tidak Bebas : APMSMP/MTS

Variabel Koefisien t-Statistik

Rasio PDRB terhadap rata-rata nasional 0.943590* 74.60301

Angka Dana Alokasi Umum terhadap APBD -0.125707*** -1.719374

Adjusted R-squared 0.987746

Keterangan: *** signifikan pada derajat kepercayaan 10%

** signifikan pada derajat kepercayaan 5%

* signifikan pada derajat kepercayaan 1%

Page 67: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

57

BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN: EVALUASI

PELAKSANAAN PROGRAM WAJARDIKDAS

9 TAHUN (2005-2007)

5.1. Outcome Program Wajardikdas

Capaian Program Wajardikdas 9 Tahun dapat dilihat dari APM

dan APK baik di tingkat SD/MI maupun SMP/MTs. Angka ini

menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum pada tingkat

pendidikan SD/MI maupun SMP/MTs. Capaian APK dan APM di

masing-masing 33 provinsi cenderung meningkat antara periode 2004-

2007. Berdasarkan hasil regresi, terdapat beberapa faktor signifikan

yang mempengaruhi outcome Program Wajardikdas 9 Tahun, yaitu

APM dan APK baik di tingkat SD/MI maupun SMP/MTs secara

nasional sebagaimana tercantum dalam tabel berikut ini.

APK dan APM nasional tingkat SD/MI maupun SMP/MTs,

secara bersamaan sangat dipengaruhi oleh faktor signifikan Produk

Domestik Regional Bruto, Angka Melek Huruf, dan Dana Alokasi

Umum. Disamping itu APK dan APM tingkat SD/MI maupun

SMP/MTs juga dipengaruhi oleh Tingkat Kemiskinan, Akses Air

Bersih, Dana Alokasi Khusus, Rasio Murid Guru, dan Rasio Murid

Sekolah.

Page 68: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

58

Tabel 5.1.

Variabel Bebas yang Mempengaruhi APK dan APM

No Independent

Variable

Outcome

APK

SD/MI

APM

SD/MI

APK

SMP/MTs

APM

SMP/MTs

1

Rasio PDRB

terhadap Rata-Rata

Nasional

X X X X

2 Tingkat Kemiskinan X X X

3 Akses Air Bersih X X X

4 Angka Melek Huruf X X X X

5

Rasio Dana Alokasi

Khusus terhadap

APBD

X X X

6

Rasio Dana Alokasi

Umum terhadap

APBD

X X X X

8 Rasio Murid Guru

SD/MI X X

9 Rasio Murid Sekolah

SD/MI X X

11 Rasio Murid Guru

SMP/MTs X

12 Rasio Murid Sekolah

SMP/MTs X

Keterangan: X adalah variabel yang signifikan

Angka Partisipasi Kasar (APK)

Berdasar data Departemen Pendidikan Nasional, rata-rata

nasional APK tingkat SD/MI tahun 2006 adalah sebesar 114,27 persen.

Hal ini menunjukkan bahwa jumlah siswa di luar usia 7-12 tahun yang

sedang menempuh pendidikan tingkat SD atau sederajat terhadap

jumlah penduduk usia pendidikan SD atau sederajat (usia 7-12 tahun)

Page 69: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

59

adalah 114,27 persen. Berdasar data APK SD/MI tahun 2006 terdapat

16 (enam belas) provinsi yang memiliki APK SD/MI di bawah rata-rata

nasional yaitu provinsi Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Jawa Timur,

Sumatera Utara, NTB, Kalimantan Timur, Papua Barat, NTT, Banten,

Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, Riau, Sulawesi Tengah, Sumatera

Barat, DKI Jakarta dan Papua. Provinsi Riau merupakan provinsi

dengan nilai capaian APK SD/MI terendah yaitu sebesar 101,61 persen

sedang provinsi Gorontalo merupakan provinsi dengan nilai capaian

APK SD/MI tertinggi yaitu sebesar 134,69 persen.

Gambar 5.1.

APK SD/MI Tahun 2006

Sumber: Depdiknas

Page 70: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

60

Gambar 5.2.

APK SMP/MTs Tahun 2006

Sumber: Depdiknas

Pada tahun 2006, rata-rata nasional APK SMP/MTs mencapai

88,68 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara nasional tingkat

partisipasi siswa di luar usia 13-15 tahun yang sedang menempuh

pendidikan tingkat SMP atau sederajat terhadap jumlah penduduk usia

pendidikan SMP atau sederajat (usia 13-15 tahun) adalah 88,68 persen.

Page 71: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

61

Dari grafik di atas, terdapat 20 provinsi yang memiliki APK SMP/MTs

di bawah rata-rata nasional yaitu Lampung, Bengkulu, Maluku,

Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat,

Maluku Utara, Banten, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan

Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat,

Gorontalo, Papua Barat, Kalimantan Tengah, Papua dan NTT. Dimana

provinsi DI Yogyakarta memiliki APK SMP/MTs tertinggi, yaitu

sebesar 106,85 persen. Sedangkan, provinsi Nusa Tenggara Timur

memiliki APK SMP/MTs terendah, yaitu sebesar 64,46 persen.

Angka Partisipasi Murni (APM)

Capaian rata-rata nasional untuk APM SD/MI pada tahun 2006

adalah sebesar 94,48 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa persentase

siswa SD atau sederajat dengan usia jenjang pendidikan SD atau

sederajat terhadap jumlah penduduk usia 7-12 tahun adalah sebesar

94,48 persen. Dari grafik di bawah ini terlihat 20 provinsi yang

memiliki APM SD/MI di bawah rata-rata nasional yaitu Provinsi Papua,

Papua Barat, Kepulauan Riau, Riau, NTT, Maluku, Kalimantan Barat,

Maluku Utara, Bengkulu, Bangka Belitung, Sulawesi Selatan, Sulawesi

Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam, Banten, NTB, Kalimantan

Tengah, Sulawesi Barat, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, dan

Sumatera Utara. Provinsi dengan APM SD/MI tertinggi tahun 2006

adalah provinsi DKI Jakarta sebesar 97,12 persen, sedang yang terendah

adalah provinsi Papua sebesar 85,74 persen.

Page 72: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

62

Gambar 5.3.

APM SD/MI Tahun 2006

Sumber: Depdiknas

Tidak jauh berbeda dengan Angka Partisipasi Murni di tingkat

SD/MI, Provinsi Papua merupakan provinsi yang memiliki APM

SMP/MTs terendah pada tahun 2006 yaitu sebesar 45,34 persen. Sedang

APM SMP/MTs tertinggi terdapat di provinsi DI Yogyakarta sebesar

79,78 persen. Nilai rata-rata nasional untuk APM SMP/MTs adalah

sebesar 66,01 persen yang menunjukkan bahwa persentase siswa SMP

atau sederajat dengan usia jenjang pendidikan SMP atau sederajat

terhadap jumlah penduduk usia 13-15 tahun adalah sebesar 94,48

persen. Adapun provinsi-provinsi yang memiliki APM SMP/MTs di

bawah rata-rata nasional adalah provinsi Maluku Utara, Sulawesi Barat,

Page 73: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

63

Sulawesi Utara, Bengkulu, Jawa Barat, Maluku, Kalimantan Timur,

Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Bangka Belitung, Kepulauan

Riau, Banten, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Gorontalo,

Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, NTT, Papua

Barat dan Papua.

Gambar 5.4.

APM SMP/MTs Tahun 2006

Sumber: Depdiknas

Dari hasil capaian APK SD/MI, APK SMP/MTs, APM SD/MI,

dan APM SMP/MTs tahun 2006 terdapat provinsi-provinsi yang

Page 74: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

64

memiliki capaian yang menarik untuk diperhatikan. Terdapat beberapa

provinsi yang memiliki APK SD/MI di bawah rata-rata nasional namun

memiliki APM SD/MI di atas rata-rata nasional, bahkan berada pada

urutan tertinggi. Seperti provinsi DKI Jakarta yang memiliki APK

SD/MI urutan empat terbawah setelah Papua Barat dari rata-rata APK

SD/MI nasional. Rata-rata APK SD/MI nasional adalah 114,27 persen,

sedang APK SD/MI provinsi DKI Jakarta adalah 103,96 persen.

Sedangkan capaian APM SD/MI berada pada urutan teratas yaitu

sebesar 97,12 persen di atas rata-rata nasional yaitu sebesar 94,48

persen. Kondisi ini dapat menunjukkan jumlah penduduk usia di luar 7-

12 tahun yang sedang menempuh jenjang pendidikan SD/MI relatif

lebih sedikit dibandingkan dengan provinsi lain. Hal yang mungkin

perlu menjadi catatan antara lain adalah kemungkinan penduduk usia di

luar 7-12 tahun di Provinsi DKI Jakarta relatif banyak yang sudah

menyelesaikan pendidikan SD/MI atau jumlah penduduk usia 7-12

tahun relatif lebih banyak sehingga mempengaruhi capaian APK SD/MI

nya.

Sementara itu, terdapat keadaan yang sebaliknya seperti Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), capaian APK SD/MI tahun 2006

adalah sebesar 127,98 persen berada jauh di atas APK SD/MI rata-rata

nasional sebesar 114,27 persen. Sedangkan capaian APM SD/MI pada

tahun yang sama adalah sebesar 92,94 persen berada di bawah rata-rata

nasional yang besarnya 94,48 persen. APK SD/MI yang lebih tinggi

dapat menunjukkan bahwa masih banyak siswa di luar usia 7-12 tahun

yang sedang menempuh pendidikan SD atau sederajat. Hal ini

kemungkinan dapat disebabkan antara lain terjadinya mengulang kelas

pada jenjang pendidikan SD/ sederajat atau mulai masuk pendidikan

jenjang SD/sederajat tidak tepat pada usia 7 tahun.

Page 75: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

65

5.2. Faktor-Faktor yang Signifikan Mempengaruhi Capaian APK

dan APM

Hasil regresi terhadap capaian APK dan APM nasional telah

menjelaskan beberapa faktor yang signifikan mempengaruhi. Faktor-

faktor signifikan tersebut adalah Produk Domestik Regional Bruto,

Akses Air Bersih, Rasio Murid Sekolah, Tingkat Kemiskinan, Angka

Melek Huruf, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Rasio

Murid Guru. Berdasarkan hasil pencapaian APK SD/MI, APK

SMP/MTs, APM SD/MI, APM SMP/MTs, dapat dikelompokkan 9

(sembilan) provinsi yang selalu berada di bawah rata-rata nasional,

yaitu: Provinsi Sulawesi Barat, Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi

Selatan, Maluku Utara, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur,

Papua Barat dan Papua. Kesembilan provinsi tersebut akan dibahas

secara mendalam pada bagian-bagian berikut.

5.2.1. Produk Domestik Regional Bruto

Jika dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto, terdapat 8

(delapan) provinsi dari sembilan provinsi yang memiliki pencapaian

outcomes Wajardikdas 9 Tahun di bawah rata-rata nasional yaitu

Provinsi Sulawesi Barat, Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Maluku Utara, Kalimantan Barat, NTT, dan Papua Barat. Sementara itu

Provinsi Papua pada tahun 2006 memiliki PDRB sekitar 1,8 Milyar

Rupiah. Angka ini berada di atas rata-rata PDRB nasional sebagaimana

terlihat pada Gambar 5.5. Untuk kasus Provinsi Papua ini, kemungkinan

terjadi karena tingginya PDRB tidak diikuti oleh distribusi yang merata

dari pendapatan tersebut, sehingga masih banyak penduduk Papua yang

jauh dari tingkat sejahtera yang pada akhirnya tidak memprioritaskan

pendidikan dalam kehidupan masyarakatnya. Akibatnya, tingginya

PDRB di Papua tidak mempengaruhi peningkatan pencapaian outcome

program Wajardikdas 9 Tahun. Kondisi ini sejalan dengan temuan pada

akses air bersih, dimana akses air bersih di Papua berada di bawah rata-

rata nasional, yang merefleksikan rendahnya tingkat kesejahteraaan

Page 76: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

66

masyarakat Papua. Dengan kata lain, apabila ingin meningkatkan

capaian outcome program Wajardikdas 9 Tahun di provinsi yang masih

di bawah rata-rata nasional, maka yang harus dilakukan adalah

meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakatnya selain

meningkatkan input dan output sektor pendidikan.

Gambar 5.5.

Produk Domestik Regional Bruto Tahun 2006

Nanggroe Aceh DarussalamSumatera UtaraSumatera Barat

R i a uKepulauan Riau

J a m b iSumatera Selatan

BengkuluLampung

DKI JakartaJawa Barat

Jawa TengahDI Yogyakarta

Jawa TimurB a l i

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

Kalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur

Sulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi Selatan

Sulawesi BaratSulawesi Tenggara

M a l u k uMaluku Utara

PapuaPapua Barat

BantenBangka Belitung

Gorontalo

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500

Nanggroe Aceh DarussalamSumatera UtaraSumatera Barat

R i a uKepulauan Riau

J a m b iSumatera Selatan

BengkuluLampung

DKI JakartaJawa Barat

Jawa TengahDI Yogyakarta

Jawa TimurB a l i

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

Kalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur

Sulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi Selatan

Sulawesi BaratSulawesi Tenggara

M a l u k uMaluku Utara

PapuaPapua Barat

BantenBangka Belitung

Gorontalo

2006

Sumber: BPS

5.2.2. Akses Air Bersih

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa akses air bersih

menunjukkan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Akses air

Page 77: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

67

bersih merupakan rasio jumlah rumah tangga yang dapat mengakses air

bersih terhadap jumlah rumah tangga di wilayah tertentu. Semakin

tinggi akses air bersih di wilayah tersebut maka semakin tinggi tingkat

kesejahteraan masyarakat tersebut. Dari hasil regresi diperoleh adanya

hubungan yang positif antara akses air bersih dengan APM SD/MI,

APK SD/MI, APK SMP/MTs dan APM SMP/MTs. Pada tahun 2006

provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Selawesi Selatan, Maluku

Utara, Kalimantan Barat, NTT, Papua Barat dan Papua yang merupakan

delapan dari sembilan provinsi dengan capaian APK dan APM terendah

masih memiliki akses air bersih di bawah rata-rata nasional. Sedangkan

provinsi Banten memiliki akses air bersih sebesar 57,01 persen berada

di atas nilai akses bersih rata-rata nasional sebesar 48,94 persen. Akses

air bersih ini merupakan salah satu faktor yang dapat menjelaskan

capaian APM dan APK karena merupakan kebutuhan dasar yang

merefleksikan tingkat kesejahteraan suatu daerah.

Page 78: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

68

Gambar 5.6.

Akses Air Bersih Tahun 2006

Nanggroe Aceh DarussalamSumatera UtaraSumatera Barat

R i a uKepulauan Riau

J a m b iSumatera Selatan

BengkuluLampung

DKI JakartaJawa Barat

Jawa TengahDI Yogyakarta

Jawa TimurB a l i

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

Kalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur

Sulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi Selatan

Sulawesi BaratSulawesi Tenggara

M a l u k uMaluku Utara

PapuaPapua Barat

BantenBangka Belitung

- 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00

Nanggroe Aceh DarussalamSumatera UtaraSumatera Barat

R i a uKepulauan Riau

J a m b iSumatera Selatan

BengkuluLampung

DKI JakartaJawa Barat

Jawa TengahDI Yogyakarta

Jawa TimurB a l i

Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

Kalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan Timur

Sulawesi UtaraSulawesi TengahSulawesi Selatan

Sulawesi BaratSulawesi Tenggara

M a l u k uMaluku Utara

PapuaPapua Barat

BantenBangka Belitung

2006

Sumber: BPS

Page 79: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

69

5.2.3. Rasio Murid Sekolah

Gambar 5.7.

Rasio Murid Sekolah SD/MI Tahun 2006

Sumber: BPS

Selain akses air bersih, output sektor pendidikan seperti jumlah

sekolah juga ikut mempengaruhi APM SD/MI, APK SD/MI dan APM

SMP/MTs, APK SMP/MTs. Pada tahun 2006, kesembilan provinsi

yang memiliki capaian APK dan APM di bawah rata-rata nasional juga

memiliki rasio jumlah murid sekolah di bawah rata-rata nasional.

Page 80: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

70

Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa jumlah sekolah di provinsi-

provinsi tersebut masih belum mencukupi. Implikasinya, jika

pemerintah ingin meningkatkan outcome program Wajardikdas 9 Tahun

di provinsi-provinsi yang memiliki APM SD/MI, APK SD/MI dan

APM SMP/MTs, APK SMP/MTs di bawah rata-rata nasional, maka

jumlah sekolah di provinsi-provinsi tersebut perlu ditingkatkan.

Gambar 5.8.

Rasio Murid Sekolah SMP/MTs Tahun 2006

Sumber: BPS

Page 81: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

71

5.2.4. Tingkat Kemiskinan

Tingkat kemiskinan juga mempengaruhi pencapaian APK SD/MI,

APM SD/MI dan APK SMP/MTs, APM SMP/MTs provinsi. Pada

tahun 2006, terlihat bahwa provinsi Papua Barat, Papua, Sulawesi

Tengah dan NTT juga memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi (di atas

rata-rata nasional yang bernilai sebesar 19,24 persen). Provinsi Papua

Barat dan Papua memiliki tingkat kemiskinan kedua tertinggi

dibandingkan dengan 33 provinsi lain pada tahun 2006, yaitu 41,20

persen dan 39,63 persen. Sedangkan DKI Jakarta memiliki tingkat

kemiskinan terendah pada tahun 2006, yaitu sebesar 6,78 persen. Hal ini

memperkuat dugaan awal, bahwa walaupun PDRB di provinsi Papua

tinggi, namun tidak diikuti oleh distribusi pendapatan yang merata,

akibatnya tingginya PDRB di Papua tidak meningkatkan pencapaian

outcome program Wajardikdas 9 Tahun. Hal ini semakin memperjelas

bahwa kesejahteraan suatu daerah sangat penting dalam pencapaian

outcome program Wajardikdas 9 Tahun selain output sektor pendidikan

(jumlah sekolah dan guru). Sehingga, selain dari sisi supply sektor

pendidikan, pemerintah juga perlu memperhatikan sisi permintaan

sektor pendidikan. Walaupun, jumlah sekolah banyak di suatu daerah,

namun apabila penduduknya miskin, PDRB rendah dan tidak dapat

memenuhi kebutuhan dasarnya (seperti akses air bersih), maka

penduduk cenderung memilih untuk bekerja dari pada sekolah.

Page 82: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

72

Gambar 5.9.

Tingkat Kemiskinan Tahun 2006

Sumber: BPS

5.2.5. Angka Melek Huruf

Dari grafik di bawah ini dapat diketahui terdapat 6 (enam)

provinsi dengan APK dan APM di bawah rata-rata nasional mempunyai

angka melek huruf lebih rendah dari rata-rata nasional, yaitu provinsi

Kalimantan Barat, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi

Page 83: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

73

Selatan, Sulawesi Barat, dan Papua. Hal ini menunjukkan bahwa pada

provinsi tersebut terkonsentrasi penyandang buta huruf.

Gambar 5.10.

Angka Melek Huruf Rata-Rata 2004-2006

Sumber: Depdiknas

Pemberantasan buta aksara, tidak sekadar mengajarkan

kemampuan membaca, menulis dan berhitung serta berbahasa

Indonesia. Tetapi juga memiliki makna yang luas yaitu sebagai cara

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin agar mereka

Page 84: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

74

menjadi manusia yang cerdas, sehat, produktif dan mandiri. Faktor

utama yang menjadi kendala upaya pemberantasan buta aksara adalah

masalah kemiskinan serta masih rendahnya tingkat kesadaran

masyarakat akan pentingnya pendidikan, terutama di daerah perdesaan.

Di daerah-daerah dengan tingkat ekonomi rendah, upaya untuk

menyukseskan program Wajardikdas 9 Tahun perlu didukung dengan

upaya ekstra dari pemerintah. Karena ketiadaan biaya, banyak anak usia

sekolah terpaksa membantu orang tuanya mencari nafkah.

Kendala lain adalah apresiasi dan persepsi pejabat, tokoh-tokoh

masyarakat yang tidak sama mengenai pentingnya pendidikan. Selain

itu, pemberlakuan otonomi daerah atau desentralisasi pendidikan juga

ikut berpengaruh terhadap keberhasilan pemberantasan buta aksara di

satu daerah. Ini bisa terjadi karena kalangan stakeholder belum

memiliki apresiasi atau persepsi yang sama mengenai pentingnya

masalah pendidikan.

5.2.6. Dana Alokasi Umum (DAU)

Program Wajardikdas 9 Tahun dapat dikatakan sebagai

program yang krusial dalam pembangunan nasional utamanya dalam

pembangunan jangka menengah 2005-2009. Bahkan Program

Wajardikdas ini dapat dikatakan sebagai program utama Departemen

Pendidikan Nasional. Hal ini dapat dilihat tidak saja dari alokasi

anggaran untuk program Wajardikdas 9 Tahun yang terus meningkat

setiap tahun tetapi juga porsinya yang cukup besar dibandingkan

dengan program-program lainnya yang dilaksanakan oleh Depdiknas.

Dari gambar berikut tampak bahwa porsi anggaran untuk Wajardikdas 9

tahun terus mengalami peningkatan tiap tahunnya, dari 41,9 persen di

tahun 2005 hingga mencapai 48,19 persen di tahun 2008. secara

nominal anggaran Program Wajardikdas juga terus mengalami

peningkatan dari Rp.10,82 Miliar di tahun 2005 hingga Rp.23,96 Miliar

di tahun 2008.

Page 85: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

75

Gambar 5.11.

Perkembangan Alokasi Anggaran Program Wajib Belajar Pendidikan

Dasar 9 Tahun Departemen Pendidikan Nasional

48,19%46,13%50,15%

41,90%

-

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

90.000

100.000

2005 2006 2007 2008

Rp. Miliar

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

Wajardikdas 9 TahunTotal Belanja Depdiknas% Anggaran Wajardikdas 9 Tahun

Sumber: Depdiknas, 2007, diolah.

Sejak diberlkukannnya otonomi daerah pada tahun 2000,

pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih besar dalam

mengelola pendidikan. Namun pengelolaan pendidikan ini perlu

didukung dengan kemampuan masyarakat dalam menyelenggarakan

pendidikan dan juga kesiapan daerah dalam penyediaan dana alokasi

umum (DUA) untuk menggaji guru dan pegawai yang didaerahkan.

Page 86: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

76

Gambar 5.12.

Kontribusi DAU terhadap Total Penerimaan APBD Kabupaten/Kota

68,98% 69,30%

76,96%

61,51% 61,53%

68,23%

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

70,00%

80,00%

90,00%

2004 2005 2006

Kabupaten Kota

Sumber: Depatemen Keuangan, diolah.

Gaji tenaga pendidik dan tenaga kependidikan termasuk dalam

sistem keuangan antara pemerintah pusat dan daerah termasuk anggaran

yang didesentralisasikan melalui Dana Alokasi Umum. DAU juga

masih merupakan sumber penerimaan utama keuangan pemerintah

daerah. Baik di tingkat kabupaten maupun kota, DAU berkontribusi

hampir 70 persen dari total penerimaan APBD pemerintah daerah. Dari

gambar di bawah ini tampak bahwa kontribusi DAU terhadap

penerimaan pemerintah daerah kota relatif lebih rendah dibandingkan

kabupaten, namun secara umum rata-rata kontribusi DAU hampir

mencapai 70 persen.

Page 87: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

77

Gambar 5.13.

Persentase DAU Rata-Rata 2004-2006

Sumber: Depkeu

Dari Tabel 5.2. dan Gambar 5.13 dapat diketahui terdapat 3 (tiga)

provinsi yang memiliki capaian APK dan APM di bawah rata-rata

nasional memiliki persentase DAU di atas 3 persen, antara lain: Nusa

Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Selatan. Hal ini sejalan dengan hasil

regresi dimana terdapat hubungan yang negatif antara rasio DAU

terhadap APBD dengan capaian APK dan APM, baik SD maupun SMP.

Page 88: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

78

Tabel 5.2.

DAU Tahun 2004-2007

PROVINSI 2004 2005 2006 Rata-

Rata

Nanggroe

Aceh

Darussalam

2,479.39 2,675.26 4,560.00 3,238.21

Sumatera

Utara 4,181.82 4,509.18 7,793.87 5,494.96

Sumatera

Barat 2,411.03 2,590.15 4,651.67 3,217.62

R i a u 1,535.93 1,542.52 1,784.68 1,621.04

Kepulauan

Riau 524.76 628.18 854.03 668.99

J a m b i 1,424.26 1,561.58 2,424.99 1,803.61

Sumatera

Selatan 2,108.36 2,271.43 3,615.54 2,665.11

Bengkulu 784.33 879.68 1,922.91 1,195.64

Lampung 2,203.78 2,393.18 3,800.62 2,799.19

DKI Jakarta 0.00 0.00 0.00 0.00

Jawa Barat 7,947.75 8,475.53 11,527.45 9,316.91

Jawa

Tengah 9,408.43 9,904.66 14,959.95 11,424.35

DI

Yogyakarta 1,268.93 1,327.24 2,049.98 1,548.72

Jawa Timur 9,983.61 10,494.00 15,795.99 12,091.20

B a l i 1,549.97 1,624.58 2,500.82 1,891.79

Nusa

Tenggara

Barat

1,485.96 1,662.16 2,594.67 1,914.26

Nusa

Tenggara

Timur

2,472.82 2,605.65 4,049.98 3,042.81

Kalimantan 1,981.35 2,148.04 4,068.60 2,732.67

Page 89: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

79

Barat

Kalimantan

Tengah 1,740.56 2,072.39 3,821.82 2,544.93

Kalimantan

Selatan 1,544.27 1,741.06 2,981.65 2,088.99

Kalimantan

Timur 1,624.12 1,624.12 2,134.98 1,794.41

Sulawesi

Utara 1,118.26 1,289.81 2,354.99 1,587.69

Sulawesi

Tengah 1,435.54 1,567.76 2,785.06 1,929.45

Sulawesi

Selatan 3,532.40 3,826.82 6,076.77 4,478.66

Sulawesi

Barat 0.00 0.00 1,070.42 356.81

Sulawesi

Tenggara 942.64 1,216.15 2,466.40 1,541.73

M a l u k u 976.03 1,028.38 2,037.31 1,347.24

Maluku

Utara 571.71 664.70 1,525.57 920.66

Papua 2,556.24 2,894.64 6,441.68 3,964.19

Papua Barat 900.56 1,093.43 2,395.75 1,463.25

Banten 1,593.50 1,729.83 2,459.66 1,927.66

Bangka

Belitung 417.58 517.79 1,192.70 709.35

Gorontalo 439.56 483.48 861.86 594.97

Indonesia 73,145.42 79,043.38 129,562.34 93,917.04

Sumber: Depkeu

Hasil regresi menunjukkan bahwa rasio DAU terhadap APBD

tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan APK dan APM. Hal

ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah dalam pengalokasian

DAU tidak menjadikan sektor pendidikan dasar sebagai prioritas.

Dengan demikian untuk mendorong peningkatan capaian APK dan

Page 90: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

80

APM di daerah yang masih di bawah rata-rata nasional maka

pengalokasian DAU untuk sektor pendidikan perlu menjadi prioritas.

5.2.7. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Salah satu komponen yang erat kaitannya dengan Pelaksanaan

Wajardikdas dalam kerangka desentralisasi adalah DAK bidang

Pendidikan. DAK bidang pendidikan ini bersumber dari APBN dan

dialokasikan ke daerah untuk membantu pembangunan dan rehabilitasi

fisik sarana pendidikan khususnya pendidikan dasar 9 tahun seperti unit

sekolah, ruang kelas dan perpustakaan. Porsi alokasi DAK Pendidikan

relatif cukup besar dibandingkan alokasi DAK untuk bidang lainnya.

Dari Gambar 5.14. tampak bahwa sepanjang 2004-2007, porsi alokasi

DAK Pendidikan rata-rata adalah 27,28 persen dari total alokasi DAK

setiap tahun. Porsi ini tertinggi setelah DAK bidang Infrastuktur dengan

porsi rata-rata sebesar 35,71 persen setiap tahunnya. DAK pendidikan

sendiri sangat erat kaitannya dengan desentralisasi pendidikan. Pertama,

karena alokasi DAK Pendidikan memprasyaratkan adanya dana

pendamping dari APBD yang besarnya minimal 10 persen dari alokasi

dana DAK. Hal ini mendorong peran serta pemerintah daerah dalam

pembangunan bidang pendidikan, dalam hal ini rehabilitasi fisik. Kedua,

DAK pendidikan diprioritaskan pada daerah-daerah yang memiliki

kemampuan fiskal relatif lebih rendah dibandingkan daerah lainnya di

Indonesia. Tahun 2006 menggunakan acuan Indeks Fiskal Netto di bawah

1, sedangkan tahun 2007 menggunakan dasar penerimaan umum

dikurangi belanja pegawai.

Page 91: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

81

Gambar 5.14.

Komposisi Dana Alokasi Khusus (DAK) 2004-2007

6,7%

4,2%

29,5%42,1%38,3% 33,0%

23,0%

30,4%

30,5%

25,3%

16,1%

19,8%

15,5%

20,8%

10,8%6,4%

8,0%8,7%9,5%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2004 2005 2006 2007

Infrastruktur

Pendidikan

Kesehatan

Kelautan Perikanan

PertanianPrasarana Pemerintahan

Keterangan:

- Alokasi DAK bidang Pertanian sejak tahun 2005.

- Alokasi DAK Bidang Lingkungan Hidup sejak 2006

- Alokasi Infrastruktur sejak tahun 2005 termasuk infrastruktur air bersih.

Sumber: Departemen Keuangan, berbagai periode, diolah.

Ketiga, DAK Pendidikan diprioritaskan bagi daerah-daerah tertinggal

dan terpencil, daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan, daerah

rawan banjir, daerah rawan pangan serta kriteria-kriteria lainnya terkait

dengan karakteristik daerah. Keempat, alokasi DAK Pendidikan

dikelola langsung oleh sekolah sebagai satuan pendidikan terendah.

Page 92: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

82

Gambar 5.15.

Persentase DAK Rata-Rata Tahun 2004-2006

Sumber: Depkeu

Page 93: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

83

Tabel 5.3.

DAK Tahun 2004-2006

PROVINSI 2004 2005 2006 Rata-

Rata

Nanggroe

Aceh

Darussalam

156.09 229.55 592.80 326.15

Sumatera

Utara 184.97 221.89 645.95 350.94

Sumatera

Barat 132.54 191.24 466.48 263.42

R i a u 0.00 8.33 161.58 56.64

Kepulauan

Riau 8.00 12.56 81.76 34.11

J a m b i 87.22 110.54 200.36 132.71

Sumatera

Selatan 57.16 66.57 312.81 145.51

Bengkulu 47.22 85.22 292.78 141.74

Lampung 92.54 99.01 308.39 166.65

DKI Jakarta 0.00 0.00 0.00 0.00

Jawa Barat 130.53 117.91 685.68 311.37

Jawa

Tengah 212.58 295.99 897.17 468.58

DI

Yogyakarta 45.66 51.41 126.50 74.52

Jawa Timur 241.46 257.63 914.09 471.06

B a l i 72.03 90.21 235.59 132.61

Nusa

Tenggara

Barat

69.02 103.28 291.01 154.44

Nusa

Tenggara

Timur

136.60 212.92 492.05 280.52

Page 94: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

84

Kalimantan

Barat 99.15 145.91 352.96 199.34

Kalimantan

Tengah 94.34 174.81 378.72 215.96

Kalimantan

Selatan 95.43 159.49 326.60 193.84

Kalimantan

Timur 5.00 56.14 213.10 91.41

Sulawesi

Utara 70.34 110.20 314.21 164.92

Sulawesi

Tengah 90.72 119.71 286.43 165.62

Sulawesi

Selatan 220.14 275.00 649.79 381.64

Sulawesi

Barat 37.05 56.40 147.01 80.15

Sulawesi

Tenggara 54.08 101.69 321.56 159.11

M a l u k u 52.20 86.47 250.85 129.84

Maluku

Utara 51.15 88.11 283.65 140.97

Papua 109.52 218.24 656.74 328.17

Papua Barat 52.73 99.06 259.95 137.25

Banten 36.93 50.23 99.68 62.28

Bangka

Belitung 39.79 41.78 178.44 86.67

Gorontalo 31.21 44.73 104.44 60.13

Indonesia 2,813.40 3,982.23 11,529.08 6,108.24

Sumber: Depkeu

Dari hasil regresi diketahui bahwa besarnya rasio DAK terhadap

APBD secara positif mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

pencapaian APK dan APM SD dan SMP. Selanjutnya, dari grafik dan

tabel tersebut di atas maka dapat kita ketahui beberapa daerah dengan

Page 95: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

85

capaian APK dan APM di bawah rata-rata nasional yang memperoleh

porsi DAK di bawah 3 persen, antara lain: Banten, Sulawesi Barat,

Papua Barat, Maluku Utara, dan Sulawesi Tengah. Pada tahun 2004-

2006, hampir seluruh provinsi-provinsi yang memiliki APK dan APM

di bawah rata-rata nasional, kecuali provinsi Papua, provinsi Sulawesi

Selatan, dan provinsi Nusa Tengara Timur, memiliki dana alokasi

khusus di bawah rata-rata nasional. Implikasi temuan ini, baik dari hasil

regresi maupun analisis kualitatif adalah apabila pemerintah ingin

meningkatkan APK dan APM di provinsi-provinsi yang memiliki APK

dan APM di bawah rata-rata nasional, maka pemerintah perlu

mendorong peningkatan input di sektor pendidikan seperti jumlah

sekolah dan guru dengan pembiayaan yang bersumber dari DAK.

5.2.8. Rasio Murid Guru

Guru merupakan salah satu pilar atau komponen utama yang

dinamis dalam mencapai tujuan pendidikan serta untuk mewujudkan

pendidikan yang bermutu. Pendekatan yang berorientasi pada perbaikan

sarana dan prasarana tidak mampu mengangkat mutu pendidikan secara

berarti. Suatu kenyataan di lapangan banyak fasilitas pembelajaran

seperti peralatan laboratorium, referensi pustaka, studio atau workshop

yang ada di sekolah tidak termanfaatkan secara optimal oleh sekolah.

Ruang laboratorium dijadikan ruang kelas, ruang perpustakaan

dipersempit dan dijadikan ruang guru bahkan gudang. Salah satu faktor

penyebab adalah guru tidak siap untuk memanfaatkan fasilitas yang

diberikan oleh berbagai macam proyek yang ditujukan ke sekolah

tersebut. Oleh karena itu, maka pencapaian standar kompetensi guru

merupakan suatu keharusan. Sebab tanpa ada standar maka jaminan

kepada stakeholder tidak mungkin terpenuhi secara optimal.

Page 96: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

86

Gambar 5.16.

Rasio Murid Guru

Page 97: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

87

Sumber: Depdiknas

Page 98: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

88

Rasio murid guru merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi APK dan APM. Rasio murid per guru, yaitu rasio yang

menunjukkan jumlah murid (siswa) yang diampu oleh 1 (satu) orang

guru. Semakin kecil angka ini, semakin baik karena guru tersebut akan

dapat memberi perhatian lebih pada murid-muridnya daripada jika guru

tersebut mengampu murid lebih banyak. Namun, jumlah guru di

Indonesia saat ini masih dirasakan kurang apabila dikaitkan dengan

jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas

dengan jumlah guru yang tersedia saat ini masih belum proporsional,

sehingga tidak jarang satu ruang kelas diisi lebih dari 30 anak didik.

Angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar dan mengajar

yang dianggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih dari 15-20

anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang

maksimal. Data antara tahun 2001/02-2005/06 menunjukkan bahwa tren

rasio siswa per guru semakin kecil, kecuali untuk MTs, dimana pada

tahun 2003/2004 dan 2004/2005 menurun, tetapi pada tahun berikutnya

meningkat kembali.

Gambar 5.17.

Rasio Siswa per Guru Tahun 2001/2002-2005/2006

Sumber: Statistik Pendidikan, Depdiknas, 2007, diolah.

Page 99: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

89

Secara rata-rata rasio siswa per guru pada tahun 2005 dan 2007

masing-masing sebesar 21 dan 19 siswa per guru. Selain itu, distribusi

guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia

pendidikan di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari tidak meratanya angka

rasio siswa per guru antar daerah serta kesenjangan pendidikan guru

tiap daerah. Jika dilihat rasio siswa per guru per daerah maka akan

terlihat perbedaan antar daerah. Pada tahun 2005, secara nasional rata-

rata rasio siswa per guru sebesar 21 siswa per guru, dimana terdapat

beberapa provinsi dengan rasio yang lebih besar dari rata-rata,

diantaranya provinsi Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Banten.

Kemudian pada tahun 2007, secara nasional rata-rata rasio siswa per

guru adalah sebesar 19 siswa per guru, hal ini mengindikasikan kinerja

yang lebih baik. Pada tahun tersebut terdapat beberapa provinsi yang

rasionya di atas rata-rata nasional, antara lain Nusa Tenggara Timur,

Papua, Kalimantan Barat, Banten dan Papua Barat.

Gambar 5.18.

Kepala Sekolah dan Guru menurut Tingkat Pendidikan

Tahun 2006

Sumber: Statistik Pendidikan, Depdiknas, 2007, diolah.

Tingkat Sekolah Dasar Tingkat Sekolah Menengah

Page 100: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

90

Lebih jauh, selain kuantitas maka perlu diperhatikan juga kinerja

kualitas guru, yang dapat dilihat dari tingkat pendidikan kepala sekolah

dan guru. Semakin tinggi pendidikannya tentu saja kualitasnya semakin

bagus. Tingkat pendidikan dari kepala sekolah dan pengajar ini juga

sekaligus memcerminkan tingkat kelayakan guru. Apabila dilihat dari

mutu SDM dalam hal ini guru, maka persentase guru yang layak

mengajar pada jenjang SD/MI yaitu 15 persen layak dan masih 85

persen yang tidak layak. Sedangkan untuk SMP dan MTs, sebesar

60 persen layak dan sisanya 40 persen tidak layak. Mutu guru juga

menunjukkan kinerja sekolah, hal itu terlihat pada kesesuaian ijasah

guru dengan bidang studi yang diajarkan.

Tabel 5.4.

Persentase Kelayakan Mengajar Kepala Sekolah

dan Guru menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2006

Jenjang

Pendidikan Negeri % Swasta % Jumlah %

SD & MI

Layak 178,052 14 27,958 26 206,010 15

Tidak Layak 1,060,788 86 80,048 74 1,140,836 85

Jumlah 1,238,840 100 28,038 100 1,346,846 100

SMP & MTs

Layak 247,560 63 124,331 56 371,891 60

Tidak Layak 146,634 37 97,839 44 244,473 40

Jumlah 394,194 100 97,963 100 616,364 100

Sumber: Statistik Pendidikan, Depdiknas, 2007, diolah.

Page 101: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

91

Jika membandingkan kelayakan guru di sekolah swasta dan

sekolah negeri maka diketahui bahwa kelayakan guru lebih tinggi di

sekolah swasta daripada sekolah negeri. Dari data tahun 2006 di

bawah ini terlihat bahwa untuk SD dan MI negeri pengajar yang

layak mengajar sebesar 14 persen, sedangkan untuk SD dan MI

swasta sebesar 21 persen. Sebaliknya untuk SMP dan MTs, pengajar

yang layak mengajar lebih besar di SMP dan MTs negeri, yaitu

sebesar 63 persen. Untuk SMP dan MTs swasta sebesar 56 persen.

Gambar 5.19.

Persentase Guru SD dan SMP

yang Layak Mengajar Tahun 2007

Sumber: Statistik Pendidikan, Depdiknas, 2007, diolah.

Page 102: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

92

Persentase guru yang layak mengajar di tiap daerah juga berbeda.

Beberapa provinsi yang tingkat kelayakan gurunya rendah sebagian

besar terletak di Kawasan Timur Indonesia seperti seluruh provinsi di

Sulawesi, Papua, Nusa Tenggara, Maluku serta sebagian provinsi di

Sumatera, yaitu Lampung, Bengkulu, Jambi dan Bangka Belitung.

Namun secara umum persentase rata-rata guru yang layak mengajar

pada tahun 2007 adalah sebesar 10.87 persen.

Guna memenuhi amanat UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

dan Dosen yang mensyaratkan guru harus berkualifikasi akademik

minimal S1 atau D-4, maka Depdiknas telah melakukan berbagai upaya

kebijakan dalam rangka meningkatkan kualifikasi guru, mulai dari guru

TK sampai SMA/ SMK/MA. Dari jumlah keseluruhan sekitar 2,7 juta

guru, 1.528.472 orang guru berstatus PNS. Sedangkan, sisanya yaitu

1.254.849 guru berstatus non-PNS. Guru berstatus PNS dengan

kualifikasi S1/D4 dan di atas S1/ D4, sebanyak 539.406 (43 persen),

dan yang berkualifikasi pendidikan di bawah S1/D4 sebanyak 989.983

(66 persen). Sedangkan untuk guru nonPNS yang berkualifikasi

pendidikan S1/D4 sekitar 502.667 (42 persen) dan yang berkualifikasi

di bawah S1/D4 sekitar 657.741 (58 persen). Dengan demikian, dari

jumlah keseluruhan guru berkualifikasi S1/D4 adalah sekitar 1.042.073

(38,6 persen), sedangkan yang berkualifikasi di bawah S1/D4 sekitar

1.656.548 (61,4 persen). Ini berarti persentase guru yang berkualifikasi

S1/D4 meningkat 6,1 persen. Kenaikan ini berkat beasiswa peningkatan

kualifikasi guru dari APBN Depdiknas sebesar Rp. 382.395.000.000

bagi 191.271 guru, APBN Depag, APBD, serta kontribusi para guru itu.

Page 103: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

93

Gambar 5.20

Persentase Guru yang Lulus Sertifikasi Tahun 2007

Sumber: Statistik Pendidikan, Depdiknas, 2007, diolah.

Berkaitan dengan upaya peningkatan mutu guru, salah satu

program yamg telah dilaksanakan adalah program sertifikasi. Sertifikat

profesi guru diterbitkan oleh perguruan tinggi penyelenggara

pendidikan profesi di atas S1, seperti pendidikan profesi akuntansi,

apoteker, dokter, dokter gigi, guru, notaris, dan psikolog. Sebenarnya,

pendidikan tinggi profesi sudah berlangsung cukup lama kecuali untuk

Page 104: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

94

guru. Dalam upaya untuk meningkatkan kompetensi guru, pada tahun

2007 telah dimulai program sertifikasi profesi guru dengan memberikan

kuota sejumlah 200.450 orang untuk mengikuti sertifikasi guru melalui

penilaian portofolio. Dari sejumlah kuota tersebut, sebanyak 185.328

guru atau 96,7 persen dinyatakan lulus sebagai guru professional dan

memiliki sertifikat pendidik. Di samping pelaksanaan sertifikasi guru

dalam jabatan melalui penilaian portofolio, Depdiknas juga

menyelenggarakan sertifikasi guru melalui jalur pendidikan. Peserta

sertifikasi guru melalui jalur pendidikan diwajibkan mengikuti

pendidikan selama dua semester dan diberikan beasiswa penuh.

Sejumlah 769 guru dalam jabatan mengikuti pendidikan profesi di 27

perguruan tinggi yang telah ditetapkan dan selesai pada bulan

November 2008. Sampai dengan tahun 2007, secara nasional kelulusan

guru mencapai 89,41 persen. Papua dan Papua Barat mempunyai

persentase kelulusan terendah, masing-masing sebesar 27,07 persen dan

32,63 persen.

Page 105: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

95

BAB VI

KESIMPULAN

1. Dari hasil regresi menunjukkan bahwa secara nasional faktor-faktor

yang secara signifikan positif mempengaruhi capaian APK SD/MI

adalah rasio PDRB terhadap rata-rata nasional dan akses terhadap

air bersih. Variabel rasio murid guru, rasio murid sekolah, rasio

DAU terhadap APBD dan tingkat kemiskinan berpengaruh terhadap

capaian APK SD/MI secara negatif. Demikian juga dengan APM

SD/MI, ditambah dengan variabel rasio DAK terhadap APBD.

Variabel-variabel tersebut juga mempengaruhi capaian APK

SMP/MTs.

2. Sedangkan untuk APM SMP/MTs hanya dipengaruhi oleh rasio

PDRB terhadap rata-rata nasional, rasio DAU terhadap APBD,

angka melek huruf, serta rasio DAK terhadap APBD. Dengan

perkataan lain APM SMP/MTs tidak dipengaruhi faktor output

SMP/MTs, yaitu rasio murid guru SMP/MTs dan rasio murid

sekolah SMP/MTs.

3. Koefisien untuk PDRB, akses air bersih, rasio murid guru, rasio

murid sekolah, tingkat kemiskinan dan rasio DAK terhadap APBD

menunjukkan tanda positif sesuai yang diharapkan. Sedangkan

untuk koefisien rasio DAU terhadap APBD tidak memberikan tanda

sesuai yang diharapkan.

4. Meningkatkan Angka Partisipasi Murni SD/MI dan Angka

Partisipasi Kasar SMP/MTs, tidak hanya memerlukan peran dari

faktor output (jumlah guru dan jumlah sekolah), tapi juga

memerlukan peran dari karakteristik sosial ekonomi populasi.

Rumah tangga di daerah miskin tidak dapat menyelokahkan anak-

anaknya, walaupun mereka memiliki akses terhadap pendidikan,

Page 106: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

96

karena anak-anak mereka harus membantu orang tuanya mencari

nafkah (opportunity cost untuk bersekolah sangat tinggi).

5. Penetapan besarnya anggaran program pendidikan di tingkat

pemerintahan daerah sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah

daerah, sehingga besaran dan komposisi alokasi anggaran

pendidikan termasuk pendidikan dasar juga bervariasi. Secara

umum alokasi anggaran pendidikan masih terfokus pada kegiatan-

kegiatan yang bersifat fisik. Sebagai konsekuensinya, anggaran

yang berkaitan langsung dengan peserta didik atau layanan

pendidikan masih terbatas. Hal ini erat kaitannya dengan instrumen

penerimaan pemerintah daerah yang secara umum masih banyak

bersumber dari alokasi dana perimbangan pemerintah pusat,

utamanya DAU dan DAK.

6. Masih lebarnya kesenjangan alokasi anggaran pemerintah daerah

kepada sektor pendidikan. Di tingkat provinsi misalnya,

kesenjangan yang cukup lebar tampak dari anggaran untuk

pendidikan dasar dan menengah per jumlah penduduk usia 7-15

tahun. Di provinsi-provinsi seperti Gorontalo, Maluku Utara,

Kepulauan Riau, Bangka Belitung justru jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan provinsi seperti Jawa Timur, Nusa Tenggara

Barat, Lampung dan Jawa Barat.

7. Rasio murid guru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

APK dan APM. Namun, jumlah guru di Indonesia saat ini masih

dirasakan kurang apabila dikaitkan dengan jumlah anak didik yang

ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas dengan jumlah guru yag

tersedia saat ini masih kurang proporsional, sehingga tidak jarang

satu ruang kelas diisi lebih dari 30 anak didik. Angka yang jauh dari

ideal untuk sebuah proses belajar dan mengajar yang di anggap

efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih dari 15-20 anak didik

untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal.

Secara rata-rata rasio murid per guru pada tahun 2005 dan 2007

masing-masing sebesar 21 dan 19. Selain itu, distribusi guru yang

kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia

Page 107: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

97

pendidikan di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari tidak meratanya

angka rasio murid per guru antar daerah serta kesenjangan

pendidikan guru tiap daerah.

8. Kualitas guru juga sangat memprihatinkan. Apabila dilihat dari

mutu guru, maka persentase guru yang layak mengajar pada

jenjang SD dan MI yaitu 15 persen layak dan 85 persen tidak

layak. Sedangkan untuk SMP dan MTs, sebesar 60 persen layak

dan sisanya 40 persen tidak layak. Realitas semacam ini, pada

akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan.

Page 108: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

98

Daftar Pustaka

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

______________, 1965. Illustrated World Encyclopedia, Bobley

Publishing Company.

______________, 1965.The World University Encyclopedia,

Publishing Company, Washington.

______________, 1994. Inpres No.1 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan

Wajib Belajar Pendidikan Dasar.

______________, 2006. Inpres No.5 Tahun 2006 tentang Gerakan

Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar

Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan

Buta Aksara.

______________, 2007.Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara

Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

______________, 1993. Encyclopedia Americana, Glolier,

Incorporated.

______________, 2003. UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

______________, 2003. Desentralisasi Pendidikan Butuh Kejelasan

Kewenangan, KOMPAS, 18 Desember.

Page 109: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

99

______________, 2007. Akibat Desentralisasi Pendidikan,

www.wawasandigital.com, 24 Juli.

_____________,2008. Prospek dan Tantangan Desentralisasi

Pendidikan, http://caturratna.wordpress.com, 10 Juni.

Bayhaqi, Akhmad, 2004. Decentralization in Indonesia: The Possible

Impact on Education (Schooling) and Human Resource

Development for Local Regions, LPEM-UI.

Bentri, Alwen.,et.al “Efektifitas Pelaksanaan Wajib Belajar Sembilan

Tahun di Sumatera Barat. Universitas Negeri Padang

Bruce Joyce, Improving America’s Schools. Longman Publishing Group

(January 1986)

Charles P. Cozic , Education in America, Greenhaven Pr, 1992

Depdiknas, 2005. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional

2005-2009, Desember.

______________, Lakip 2005-2008

http://endang965.wordpress.com/2007/05/06/potret-pendidikan-di-

jepang

http://forum.wgaul.com/archive/thread/t-47086-Pendidikan -di-Amerik-

Serikat.html

http://one.indoskripsi.com/content/sistem-pendidikan-di-argentina

http://panmohamadfaiz.com/2007/08/29/hukum-dan-pendidikan-di-

india

Kingdon, Geeta Gandhi. (2007).”The Progress of School Education in

India”. Global Poverty Research Group (GPRG) and

Economic and Social Research Council (ESRC)

Pereira, J and M.St.Aubyn. 2008. Jurnal Economics of Education

Review xxx

Page 110: EVALUASI PELAKSANAAN - Kementerian PPN/Bappenas · industri baru, banyak ahli menyatakan keberhasilan pembangunan negara-negara tersebut karena didukung oleh tersedianya penduduk

Evaluasi Pelaksanaan Wajardikdas 9 Tahun

100

SMERU “Kajian Cepat PKPS-BBM bidang Pendidikan: Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) 2005” September 2006

Subroto, Purwanto, 2007. Financing education Sectot Under the Curret

Decetralized System in Indonesia: Disparities in

Education Expenditures per Student at Public Junior

Secondary Schools, University of Pittsburgh, June.

Toyamah N., Usman S, 2004. Alokasi Anggaran Pendidikan di Era

Otonomi Daerah: Implikasinya terhadap Pengelolaan

Pelayanan Pendidikan Dasar, SMERU, Juni.

Tiedao, Zhang., Minxia, Zhao., Xueqin, Zhao., Xi, Zhang and Yan,

Wang. (2004).”Universalizing Nine-Year Compulsory

Education for Poverty Reduction in Rural China.

Scaling Up Poverty Reduction: A Global Learning

Process and Conference. Shanghai.

Usman S.,dkk, 2008. Mekanisme dan Penggunaan Dana Alokasi

Khusus (DAK), SMERU, April.

World Bank:Poverty Reduction & Economic Management Unit East

Asia & Pacific Region “ Investing in Indonesia’s

Education: Allocation, Equity & Efficiency of Public

Expenditure”. Januari 2007

Wu, F. et all. 2008. Jurnal Economics of Education Review 27. Hal

308-318