evaluasi kecukupan dialisis pada para pasien dengan hemodialisis dan efektivitas penggunaan kembali...
TRANSCRIPT
Evaluation of dialysis adequacy in patients under hemodialysisand effectiveness of dialysers reusesDN Manandhar, PK Chhetri, R Tiwari and S Lamichhane
Evaluasi Kecukupan Dialisis pada Pasien dengan Hemodialisis dan
Efektivitas Penggunaan Dialysers Reuse
Manandhar dkk.
Intisari
Penggunaan dialyser reuse dipraktekkan sejak awal layanan hemodyalysis (HD) di
Nepal, yang efektif biaya dan aman. Penelitian retrospektif telah dilakukan di
Nepal Medical College and Teaching Hospital. Kami meninjau ulang catatan
kasus tahun 2008 dan mengambil kembali data yang diperlukan seperti pre dan
post urea, bobot post dialysis dan volume ultrafilstrasi dari 186 sesi dialisis 60
pasien. Sesi-sesi dialysis itu dibagi menjadi sembilan kelompok sesuai dengan
jumlah penggunaan dialyser. Dari 60 pasien, 40 pasien adalah laki-laki. Usia rata-
rata populasi penelitian adalah 45.8215.42 tahun (rentang 18-78). Dialysis
diproses ulang secara manual hingga 9 kali. Kecukupan dialysis diukur
menggunakan kumpulan tunggal Kt/v (spKt/v) dan urea reduction rate (URR). Pre
urea rata-rata, post urea dan spKt/v adalah 16051.2 mg/dL, 71.828.5 mg/dL
dan 0.950.28 secara berturut-turut. URR rata-rata adalah 54.8211.24%. Dari
186 sesi, spKt/v adalah 1.2 hanya pada 31 sesi (17.0%. Tidak ada perbedaan
signifikan pada spKt/v rata-rata di antara kelompok-kelompok itu (p=0.87). Jika
dibandingkan di antara kelompok-kelompok individual, sebagai contoh kelompok
pertama vs ketujuh, pertama versus kedelapan dan pertama versus kesembilan,
tidak ada perbedaan signifikan pada spKt/v. Dialysis adalah cukup pada sebagian
besar pasien kami yang menjalani HD dua kali seminggu. Penggunaan kembali
dialyser adalah efektif pada pembersihan urea dan praktek penggunaan kembali
adalah efektif biaya dan aman.
Kata kunci: spKt/v, penggunaan kembali dialyser, hemodialysis, dan penyakit
ginjal tahap akhir.
1
PENDAHULUAN
Beban pasien end stage kidney disease (ESKD) yang memerlukan renal
replacement therapy (RRT) semakin meningkat dari hari ke hari di Nepal.
Hemodialysis (HD) adalah satu bentuk RRT yang sangat populer di Nepal di
antara para nephrolog dan juga pasien. Biaya RRT adalah sangat tinggi dan
demikian juga halnya dengan HD. Biaya rata-rata setiap sesi HD berbeda-beda di
antara 1.500-3.000 NR (US$ 19-38; 1 US$ = 80 NR Mei 2009) (komunikasi
pribadi) tergantung pada pusat-pusat terapi. Karena keterbatasan ekonomi, hampir
semua pasien ESKD Nepal menjalani HD dua kali seminggu masing-masing
berdurasi 4 jam. Untuk terus menurunkan biaya terapi, semua pusat perawatan
HD menggunakan kembali dialyser yang telah diproses ulang secara manual di
sebagian besar pusat perawatan itu. Biaya HD di Nepal adalah sangat penting
karena pendapatan per kapita yang sangat rendah (US$ 418; 2007 1 US$ = 80 NR
Mei 2009) dan tidak tersedianya asuransi/kebijakan pengembalian uang.
Penelitian-penelitian berbeda yang telah dilakukan di waktu sebelumnya
menunjukkan bahwa penggunaan kembali selulosa atau dialyser berbasis cellular
acetate sangat menguntungkan karena ini menjadikan membran lebih kompatibel
dengan darah.1 Untuk pemrosesan ulang, bahan-bahan kimia berbeda digunakan
sebagai contoh Renalin (terbuat dari asam peroksiasetat, asam asetat dan hidrogen
peroksida), formaldehyde dan glutaraldehyde.2 Penggunaan kembali diyalyser
berhubungan dengan biaya rendah. Penggunaan kembali dialyser adalah aman jika
prosedur pengolakan kembali dilakukan sesuai protokol.3 Penggunaan kembali
dialyser bisa mempengaruhi kinerjanya sebagai akibat dari deposisi elemen-
elemen darah di dalam lumen bilik darah dan pada membran dialyser. Prosedur
pemrosesan ulang juga bisa merusak membran yang dengan demikian
mempengaruhi kinerja.2
Indeks dialysis yang dilakukan adalah pembersihan fraksional urea yang
dituliskan sebagai Kt/v.4 Kt/v dan urea reduction rate (URR) adalah indikator
kecukupan dialysis. Pedoman K-DOQI merekomendasikan spKt/v minimum 1.2
yang berhubungan dengan URR 65.0% untuk HD dua kali seminggu.5 Penelitian
2
ini dilakukan untuk mengukur kecukupan dialysis para pasien dengan HD di
Nepal Medical College and Teaching Hospital (NMCTH) dan mengevaluasi
efektivitas penggunaan kembali dialyser yang sejauh pengetahuan kami penelitian
jenis ini belum pernah dilakukan di Nepal.
MATERI DAN METODE
Ini adalah penelitian retrospektif yang dilakukan di unit HD NMCTH. Periode
penelitian dilakukan pada tahun 2008. Para pasien yang menjalani dialysis selama
empat jam menggunakan CAHP 1.3 (cellulose acetat; Baxter Company) dialyser
dan memiliki data pre dan post urea level dimasukkan ke dalam penelitian ini.
Kami menggunakan mesin hemodialisis Nikkisso DBB 26 dan 27 (Jepang) untuk
HD. Aliran darah berada pada rentang dari 200-250 ml/menit dan kecepatan
dialisis ditetapkan pada 500 ml/menit. Kami menggunakan bikarbonat sebagai
bahan buffering.
Tabel 1. Pre Urea, Pos urea dan spKt/v Darah Kelompok-kelompok Individual
Pada akhir setiap sesi dialisis, dialyser dan pipa dibersihkan segera secara
manual dengan hidrogen peroksida dan air yang telah diberi perlakuan osmosis
balik. Setelah pembersihan hati-hati, dialyser dan pipa diisi dengan 4.0% formalin
dan disimpan dengan pelabelan yang tepat.
Kami meninjau ulang catatan kasus para pasien pada HD dan mengambil
kembali data yang diperlukan dari 186 sesi HD 60 pasien. Semua data yang
diperlukan seperti usia, jenis kelamin, volume ultrafiltrasi, bobot setelah dialisis,
pre dan post blood urea dimasukkan ke dalam lembar data Microsoft Office XP
Excel Worksheet. Kecukupan dialysis diukur menggunakan kumpulan tunggal
Kt/v (spKt/v) dan URR. Data dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS ver.
11.5 spKt/v diperhitungkan menggunakan rumus:6
Sp(Kt/v) = -1n(R-0.008xt)+(4-3.5xR)Oxus/W; di mana, R=post blood urea
nitrogen (BUN)/pre BUN; t=durasi hemodialysis di dalam jam; UF=volume
ultrafiltrasi di dalam liter; W=bobot setelah dialysis di dalam Kg.
URR diperhitungkan dengan rumus:7
3
100x(1-Post BUN/Pre BUN) Rata-rata dan Simpangan Baku usia, pre urea, post
urea, spKt/v dan URR diperhitungkan. Sesi-sesi dialisis dikelompokkan menjadi
sembilan kelompok sesuai dengan jumlah penggunaan dialyser. spKt/v dari >1.2
dan URR >65.0% dipertimbangkan sebagai dialisis yang cukup.5 Uji anova
digunakan untuk membandingkan rata-rata di antara kelompok-kelompok itu. Uji-
t independen digunakan untuk membandingkan rata-rata di antara penggunaan
pertama dan ketujuh, pertama dan kedelapan dan pertama dan kesembilan. Nilai p
<0.05 dipahami sebagai signifikan.
HASIL
Secara keseluruhan ada 60 pasien dari mana 40 pasien adalah laki-laki. Total 186
sesi dialisis dimasukkan. Usia rata-rata populasi penelitian adalah 45.8215.24
tahun (rentang 18-78). Kami menggunakan kembali dialyser selama maksimum 9
menit. Pre urea rata-rata dan post urea adalah 16051.2 mg/dL dan 71.828.5
mg/dL secara berturut-turut. Demikian juga spKt/v rata-rata dan URR adalah
0.950.28 dan 54.8211.24% secara berturut-turut. Hanya pada 31 sesi (17.0%)
dari 186 sesi spKt/v adalah 1.2. Tabel 1 menunjukkan pre urea rata-rata post
urea rata-rata dan spKt/v rata-rata dari penggunaan dialyser individual.
Tidak ada perbedaan signifikan pada spKt/v rata-rata di antara kelompok-
kelompok itu (p=0.87). Ketika dibandingkan di antara kelompok-kelompok
individual sebagai contoh kelompok pertama versus kelompok ketujuh, ke
delapan dan kesembilan, tidak ada perbedaan signifikan pada spKt/v rata-rata
(Tabel 2). Tidak ada insiden reaksi febrile yang dilaporkan dan juga efek samping
terkait penggunaan ulang dialyser.
PEMBAHASAN
Hasil-hasil menunjukkan spKt/v rata-rata 0.950.28 yang adalah jauh lebih
rendah daripada spKt.v yang direkomendasikan 1.2. URR dicatat 54.8211.2%
yang adalah lebih kecil daripada nilai yang direkomendasikan 65.0%. Di dalam
penelitian kami hanya 17.0% sesi-sesi itu telah mendapatkan dialisis cukup.
Penelitian sebelumnya dari Nepal juga menunjukkan bahwa sekitar 75.0% dari
4
populasi mengalam dialisis tidak cukup, di mana URR adalah 57.3%.8 Penelitian-
penelitian dari negara-negara yang berdekatan seperti India dan Pakistan juga
menunjukkan ketidakcukupan dialisis pada populasi mereka. Di India, Rao dkk
melaporkan bahwa hanya 50.0% dari dialysis menghasilkan spKt/v 1.9 Di dalam
sebuah penelitian oleh Anees dkk., URR para pasien Pakistan adalah cukup pada
31.0% saja.10 Di dalam penelitian dari Malaysia11 dan Iran12, spKt/v adalah 1.5 dan
1.17 secara berturut-turut yang adalah sangat bisa dibandingkan dengan Kt/v yagn
direkomendasikan. Kt/v terkait dengan URR. HD yang tidak cukup bisa
meningkatkan risiko mortalitas dan morbiditas dan dengan demikian
memperpanjang perawatan di rumah sakit. HD yang tidak cukup juga berakibat
pada kekurangan gizi, gangguan fungsional dan anemia.12 Owen dkk. di dalam
penelitian retrospektif menyimpulkan bahwa URR <60.0% berhubungan dengan
peningkatan mortalitas.13 Di dalam penelitian retrospektif lain oleh Collins dkk.,
spKt/v ditunjukkan secara independen berhubungan dengan kemampuan bertahan
hidup pasien.14 Japanese Patient Registration Committee telah melaporkan
penurunan progresif risiko kematian dengan peningkatan nilai spKt/v hingga 1.8.15
Ini menunjukkan bahwa dialisis sebagian besar pasien kami yang menjalani HD
dua kali seminggu adalah tidak cukup dan pasien kami mengalami peningkatan
risiko mortalitas dan morbiditas. Untuk mencapai spKt/v yang direkomendasikan,
kami harus meningkatkan frekuensi dialisis. Penggunaan kembali dialyser
dipraktekkan di banyak negara khususnya di Asia dan Amerika Utara.
Pengguanan kembali dialyser sangat diharapkan karena efektif biaya dan
menguntungkan di dalam pengurangan sindrom pengguanan pertama dan
memperbaiki biokompatibilitas. Limbah yang harus dibuang juga menurun
dengan penggunaan kembali dialyser yang menurunkan pengaruh lingkungan.16,17
Penggunaan kembali dialyser adalah sangat umum di India, Pakistan, Cina dan
Singapura di mana insiden penggunaan kembali dipraktekkan pada >95.0% pusat-
pusat perawatan HD. Di Nepal dan juga di negara-negara tetangga sebagian besar
pusat perawatan sedang memproses kembali dialyser secara manual. Pemrosesan
ulang dialyser ini biasanya dilakukan dengan mesin otomatis di negara-negara
maju dan berkembang seperti di Singapura, Australia, Saudi Arabia, Korea
5
Selatan, Amerika, dan Eropa. Negara-negara seperti India, Pakistan, dan
Phillipina memproses ulang dialyser secara manual.18
Tabel 2. Perbedaan rata-rata dan signifikansi di antara kelompok-kelompok
individual
Penggunaan kembali dialyzer berhubungan dengan penurunan biaya HD.
Ini adalah sangat penting di negara-negara seperti Nepal. Di dalam penelitian ini,
kami tidak bisa membandingkan biaya di antara penggunaan kembali dan
penggunaan sekali pakai seperti di dalam penelitian yang kami lakukan tidak
memiliki pasien yang hanya menggunakan dialyser sekali pakai. Namun
demikian, di Nepal biaya CAHP 1.3 dialyser adalah sekitar 1400 NR (US$ 17.5 1
US$ = 80 NR Mei 2009). Rata-rata kami menggunakan kembali dialyser tujuh
hingga sembilan kali. Jadi ketiak dialyser digunakan kembali, satu pasien bisa
menghemat 8400-11200 NR (US$ 105-140 1 US$ = 80 NR Mei 2009). Biaya sesi
HD di pusat perawatan kami adalah 2000 NR (US$ 105-140 1 US$ = 80 NR Mei
2009) ketika dialyser digunakan kembali untuk 7-8 kali. Satu sesi HD di India
memakan biaya di antara US$ 15 dan 40.19 Oleh karena itu, biaya yang bisa
dihemat oleh seorang pasien, adalah sekitar 50.0% ketiak dialyser digunakan
kembali untuk 7 kali. Jika kita menggunakan kembali dialyser untuk lebih banyak
sesi, penghematan bisa lebih besar. Frekuensi penggunaan kembali bisa berbeda-
beda dengan fasilitas yang tersedia dan rata-rata 17 penggunaan kembali per
dialyser ketika seprosesor otomatis digunakan. Orlowski dkk. melaporkan di
dalam penelitian mereka bahwa penggunaan dialyser beberapa kali bisa
menghemat biaya hingga 70.0%.16 Wittich dkk. telah menunjukkan di dalam
penelitian mereka bahwa pemrosesan ulang dialyser flux tinggi bisa menghembat
hingga 95.0% setiap tahun ketiak dialyser digunakan kembali untuk 20 kali.18
Beberapa penelitian kami telah menunjukkan penghematan substansial dengan
penggunaan kembali alat ini.17 Namun demikian, Manns dkk. telah menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan perawatan di rumah sakit (tetapi bukan mortalitas)
kelompok penggunaan kembali ini dan penghematan biaya juga kecil.20
Tidak ada perbedaan signifikan pada Kt/v di antara kelompok-kelompok
di dalam penelitian kami. Penelitian-penelitian kami juga menunjukkan hasil-hasil
6
yang sama. Orlowski dkk. menunjukkan di dalam penelitian mereka bahwa
penurunan pengurangan efektivitas secara statistik tidak relevan dan tidak
memiliki arti penting klinis.17 Cheung dkk. melaporkan sedikit penurunan
pembersihan urea sekitar 1.0-2.0% per penggunaan tanpa memperhatikan
porositas membran dan metode pemrosesan ulang.2 Collins dkk. tidak menemukan
perbedaan signifikan pada risiko relatif kematian atau pada risiko perawatan
rumah sakit di antara kelompok-kelompok penggunaan kembali dan juga
kelompon yang tidak menggunakan kembali alat ini.21 Ada kecenderungan untuk
pembersihan urea, creatinine dan fosfat dengan penggunaan kembali dialyzer
fluks rendah dan tinggi tetapi tidak signifikan. Pembersihan a2 microglobulin
(a2MC) menurun secara substansial dengan penggunaan kembali dialyser fluks
tinggi dan pembersihan a2MC tergantung pada materi membran dan teknik
pemrosesan ulang.2,22 Murthy dkk. mengamati di dalam penelitian mereka bahwa
pembersihan urea dan kreatinin adalah lebih baik pada dialyser berbasis selulosa
yang diposes ulang daripada dengan dialyser sintetis. Mereka juga mengamati
bahwa a2MC tidak bisa dibersihkan dengan dialyser selulosa dan dialyser
(polysulphone F80B baru tidak berperilaku seperti dialyser flux tinggi tetapi
berperilaku demikian baru setelah pemrosesna ulang dengan bleach dan
formaldehyce selama 15-20 kali untuk mencapai level cut-off pembersihan a2MC
20 ml/menit.23 Memperhatikan penghematan dan perbedaan tidak signifikan pada
Kt/v dengan jumlah penggunaan ulang dialyser, kami bisa merekomendasikan
penggunaan ulang dialyser di negara-negara dengan sumber daya buruk seperti
Nepal dengan memperhatikan prosedur pemrosesan dijalankan sesuai dengan
protokol yang telah dijelaskan. Di dalam sebuah penelitian oleh Drozdz dkk,
mereka menemukan bahwa penggunaan kembali adalah aman jika protokel
pengolahan ulang diawasi secara ketat dan mereka juga tidak menemukan
pengaruh signifikan prosedur pemrosesan ulang terhadap Kt/v.3
Tidak ada perbedaan di antara tingkat reaksi pyrogenik secara keseluruhan
di antar pengguna ulang dan non pengguna ulang. Infeksi bakteri gram negatif
telah dilaporkan pada dialyser yang diproses ulang tetapi sebagian besar infeksi
telah dihubungkan dengan penggunaan kembali suplai air dan dialysate yang
7
terkontaminasi. Telah ada laporan yang bertentangan satu sama lain tentang
mortalitas. Tetapi tampak bahwa mortalitas lebih mungkin dipengaruhi oleh dosis
dialisis, nutrisi dan koreksi anemia.18
Dialisis menjadi tidak cukup pada para pasien kami yang menjalani HD
dua kali seminggu. Dialyser yang kembali digunakan adalah efisien dan juga
aman dan efektif biaya. Kecukupan dialisis bisa ditingkatkan dengan
meningkatkan frekuensi dialisis, penggunaan kebijakan asuransi/pengembalian
pembayaran dan penggunaan kembali dialyser maksimum setelah pemrosesan
ulang sesuai perotokol. Namun demikian, uji-coba skala besar diperlukan untuk
menegaskan temuan ini.
***
Pengaruh Penggunaan Ulang Hollow Fiber Dialyser terhadap Kt/V (Urea):
Penelitian Prospektif
Lobo dkk.
Intisari
Penggunaan kembali dialyser diketahui mengurangi biaya dialisis. Penelitian
prospektif ini dilakukan untuk menentukan pengaruh pemrosesan manual terhadap
dosis dialisis yang diberikan, keamanan dan penghematan biaya. Tiga puluh
pasien yang menjalani perawatan hemodialisis di antara bulan November 1999
dan April 2000, dimasukkan ke dalam penelitian ini. Dua puluh satu pasien
menyelesaikan penelitian ini. Enam belas pasien diberi perlakuan dengan
cellulose acetate dialyser 1.3 m2 [NiproFB-130T] dan 5 pasien menggunakan
polysulfone dialyzers 1.3 m2 [Fresenius F-6]. Dialyzer diproses ulang secara
manual menggunakan teknik standar yang terdiri dari pencucian awal,
pembersihan dengan air yang telah diberi perlakuan [3% hidrogen peroksida]
ultrafiltrasi balik, pencucian, perkiraan volume sel total [TCV], sterilisasi endapan
[4% formaldehyde] dan priming sebelum dialisis selanjutnya. Dialyser dilepas
jika total cell volume (TCV) jatuh di bawah 80% dari nilai awal. Kt/V
diperkirakan menggunakan pre dan post-dialysis BUN, bobot post dialysis dan
8
ultrafiltrasi. Jumlah penggunaan ulang rata-rata FB-130T dialyser adalah 6.73 dan
jumlah penggunaan F-6 dialyser adalah 11.92 [p<0.05]. Tidak ada perbedaan
signifikan dicatat di antara Kt/V yang diperoleh dengan F-6 dialyser dan FB-130T
yang digunakan ulang. Korelasi yang bagus teramati di antara TCV dan Kt/V
untuk kedua FG-130T dialysers [R=0.70] dan F-6 dialyser [R=0.69]. Dua episode
febrile selama 166 penggunaan ulang dan 1 episode selama 21 penggunaan
pertama telah dicatat. Penghematan biaya per sesi Rs. 645/- tercapai untuk F-6
dialyzer dan Rs. 546/- untuk FB-130T dialyser terkait penggunaan ulang,
dibandingkan dengan dialyzer baru. Metode manual penggunaan ulang tidak
mengurangi efektivitas-efisiensi atau keamanan dan berakibat pada penghematan
biaya signifikan. Kt/V berkorelasi erat dengan TCV.
Kata kunci: Penggunaan ulang dialyser, Kt/V, TCV, Penghematan Biaya
Pendahuluan
Penggunaan ulang dialyzer, yang pertama-tama dilakukan pada tahun 1960an,
sebagai tindakan penghematan biaya sekarang dipraktekkan di sebagian besar
negara di dunia, kecuali di mana penggunaan ulang alat ini dilarang oleh hukum.
Penelitian tentang kecukupan dan keselamatan dialisis menggunakan dialyser
yang digunakan kembali telah menghasilkan hasil-hasil yang tidak jelas dan
pengaruh spesifik tempat perawatan dengan penggunaan ulang alat ini terhadap
Kt/V yang diberikan telah diketahui meningkatkan keprihatinan dan pemonitoran
proses penggunaan ulang alat ini.1
Pusat-pusat perawatan di India menggunakan kembali dialyser di antara 5
dan 8 kali,2 pemrosesan manual dan perkiraan visual subjektif kualitas dialyser,
bukan pengukuran total cell volume (TCV), dan bisa berakibat pada pengiriman
dosis dialisis yang tidak cukup.3
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan dosis dialisis yang diberikan
seperti diperkirakan dengan Kt/V(urea) dan hubungannya dengan (TCV) dialysers
yang digunakan ulang dan diproses kembali secara manual di dalam unit
perawatan kami pada pasien yang telah memilih perawatan hemodialisis sebagai
terapi penggantian ginjal mereka. Keamanan metode ini di dalam jangka pendek
9
juga telah dicatat. Biaya dialisis menggunakan dialyser baru dan yang telah
digunakan ulang telah diperhitungkan.
Pasien dan Metode
Tiga puluh pasien dimasukkan ke dalam penelitian ini dari bulan November 1999
dan April 2000.
Kriteria Inklusi
1. Pasien yang mengalami gagal ginjal kronis tahap akhir pada hemodialisis dua
kali sehari paling tidak selama 6 bulan.
2. Akses vaskular permanen yagn menghasilkan paling tidak 250-300 ml aliran
darah per menit.
Kriteria Eksklusi
1. Gagal akses [2 pasien]
2. Keadaan pembawa Hepatitis B [3 pasien]
3. Transplantasi awal [2 pasien]
4. Kehilangan follow-up [2 pasien]
Dua puluh satu pasien dari 30 pasien awal telah menyelesaikan penelitian ini.
Enam belas pasien menggunakan cellulose acetate dialysers [FB-130T (Nipro)]
dan 5 menggunakan polysulfonre dialyzers [F-6 (Fresenius)], memiliki wilayah
permukaan 1.3 m2. Semua pasien mendapatkan dialisis dengan bikarbonat
dialysate dan mesin yang memiliki kontrol volumetrik ultrafiltrasi [TR-
321X(Toray) dan NCU-10E (Nipro)]. Antikoagulasi dipertahankan dengan dosis
pemuatan heparin diikuti oleh bolus per jam, untuk mempertahankan waktu
penggumpalan Lee-White pada 1.5 kali garis dasar. Kt/V sasaran di dalam unit
perawatan kami adalah 1.2. nPCR diperhitungkan dari Kt/V dan pre-HD BUN
setiap minggu.
Prosedur dan Pemrosesan Ulang
10
Metode manual pemrosesan ulang yang digunakan di dalam pusat perawatan kami
adalah sebagai berikut:
1. Pemrosesan ulang dimulai tidak lama setelah penghentian dialisis.
2. Darah dikembalikan dari sirkuit ke pasien dengan 200 ml air garam
menggunakan mesin pompa darah.
3. Sirkuit secara keseluruhan kemudian dibersihkan awal dengan air yang telah
diberi perlakuan, dengan mempertahankan aliran pulsatil menggunakan
penjepitan periodik saluran aliran keluar vena untuk melepas produk darah
yang melekat.
4. Pada wilayah pemrosesan ulang pembuluh-pembuluh arterial dan vena
dilepas, bilik dialisat diisi dengan hidrogen peroksida 3%, selama 2-3 menit.
5. Setelah penutupan satu outlet, ultrafiltrasi balik menggunakan konektor
Hansen dan air yang telah diberi perlakuan pada 3.0 liter per menit dilakukan
pada 3 siklus masing-masing selama 12 menit. Arah aliran dibalik dengan
masing-masing siklus dan bilik darah dicuci selama 2 menit selama perubahan
aliran.
6. Bilik dialisat kemudian diisi dengan air yang telah diberi perlakuan dan
ditutup pada kedua ujungnya.
7. Dialyser diperiksa untuk mengetahui gumpalan-gumpalan besar pada bagian
ujung atau serat yang mengalami perubahan warna di mana serat ini harus
dilepas. Selama penelitian ini tidak ada dialyser yang dibuang karena alasan
ini. Total cell volume [TCV] diperkirakan dengan mengganti air dari bilik
darah memasuki silinder pengukur menggunakan bola sphygmomanometer
seperti telah dijelaskan sebelumnya.4
8. Dialyser dilepas jika TCV jatuh hingga <80% dari nilai awalnya.
9. Bilik darah sekali lagi dicuci dengan air yang telah diberi perlakuan
menggunakan aliran pulsatil untuk membersihkan udara, dan kemudian
dihubungkan kembali dengan pipa-pipa pembuluh itu. Bilik darah, pipa-pipa
pembuluh dan bilik tetes diisi dengan formalin 4% menggunakan mesin
pompa darah.
11
10. Dialyser dilabeli dengan nama pasien, nomor registrasi, dan jumlah
penggunaan ulang dan disimpan pada bilik individual pada temperatur ruang
hingga sesi dialisis selanjutnya.
11. Selam priming untuk dialisis selanjutnya bilik dialisat diisi dengan air garam
heparin, pipa-pipa dihubungkan, dan sirkulasi dialisat dimulai pada kecepatan
500 ml per menit.
12. Formalin dibersihkan dari sirkuit menggunakan 3 liter atau lebih air garam
heparin hingga efluen menghasilkan pembacaan jejak atau lebih sedikit pada
strip uji bahan reaksi Serim atau lebih kecil dari 5 ppm menggunakan bahan
reaksi Schiff.
Perkiraan Kt/V
Dosis dialisis yang diberikan diperkirakan dari Nikolai BUN pre- dan post
dialysis dan ultrafiltrasi dilakukan menggunakan rumus Daugirdas generasi
kedua.
Di mana
UF = Ultrafiltrasi yang tercapai
W = Bobot post dialysis
Sampel pre-dialysis diambil pada penyisipan jarum arteri dan sampel post-dialysis
sebelum pemutusan pasien menggunakan teknik aliran lambat yang
direkomendasikan oleh kelompok kerja NKF (1997).1 Perangkat lunak
perhitungan yang tersedia pada program terkini digunakan untuk
memperhitungkan Kt/V untuk masing-masing dan setiap penggunaan semua
dialysis selama penelitian dan hasil-hasil dianalisis menggunakan uji t Student
berpasangan.
Pengamatan
Dua puluh satu pasien telah menyelesaikan penelitian ini. Sembilan pasien ditarik
dari penelitian ini dan tidak dimasukkan ke dalam analisis karena dua mengalami
12
masalah akses vaskular, yang memerlukan penyisipan cateter sementara, 2
diambil untuk transplantasi awal, 1 pasien menderita hepatitis B positif antigen
permukaan dan 2 pasien kehilangan follow-up.
Karakteristik pasien dan dialyser yang meliputi volume priming seperti
telah ditunjukkan oleh pabrikan bisa ditemukan pada Tabel 1 & 2.5,6 Selama
periode penelitian 16 dialyser FB-130T selulosa asetat dan 5 dialyser F-6
polisulfone digunakan untuk melakukan 187 sesi dialisis.
Jumlah rata-rata penggunaan ulang yang diperoleh dengan dialyser F-6,
11.92 [rentang 10-17] secara signifikan lebih tinggi daripada dengan dialyser FB-
130T 6.73 [rentang 5-12] [p<0.01].
Tiga belas dari 16 FB-130T dan 4 dari 5 FB dialyser dibuang karena TCV
menurun hingga <80% dari nilai awalnya, 2 FB-130T dialyser dibuang karena
pasien mengalami pyrexia dan 1 FB 130T dan 1 F-6 dibuang karena keluhan
pruritis, selama penggunaan keenam dan kesepuluh secara berturut-turut
meskipun TCV tetap dipertahankan. Selama periode yang sama satu episode
demam terjadi selama penggunaan FB-130T pertama. Tidak ada episode pruritus
selama penggunaan pertama. Kt/V rata-rata semua penggunaan dan nilai TCV dan
hubungan mereka ditunjukkan pada Tabel 3 dan 4.
Selama 13 dari 107 dialysis [9.1%] sesi dengan penggunana ulang FB-
130T dialyser Kt/V jatuh di bawah 1.2 [sasaran pada unit perawatan kami dan
juga pada pedoman kelompok kerja NKF] dan pada 3 dari 59 penggunaan ulang
[5%] F-6 dialyser. Kt/V selama penggunaan dialyser pertama dibandingkan
dengan Kt/V dialyses ulang dengan uji t berpasangan dan hasilnya ditunjukkan
pada tabel 5. Tidak ada perbedaan signifikan diamati pada Tt/V yang diperoleh
dengan dialysers baru dan dengan penggunaan kembali dialyser selama penelitian
ini sepanjang TCV dipertahankan pada lebih dari 80% nilai awalnya.
Korelasi positif ditemukan di antara TCV untuk dialisis selulosa asetat
maupun polisulfon [R=0.70] dan [R=0.69] secara berturut-turut seperti
ditunjukkan pada Gambar 1 dan 2.
Albumin serum adalah 3.750.34 g/dl pada awal penelitian dan
3.690.45 g/dl pada akhir penelitian. nPCR rata-rata adalah 0.850.21 g/kg/hari
13
pada awal penelitian dan 0.820.16 g/kg/hari pada akhir penelitian. Perbedaan ini
tidak signifikan secara statistik.
Biaya penggunaan FB-130T dialyser pertama adalah Rs 949 per sesi
sementara biaya untuk F-6 dialyser adalah Rs. 1014 per sesi. Biaya penggunaan
kembali F-6 dialysers adalah Rs. 369 dan biaya FB-130T adalah Rs. 403 per sesi
yang dengan demikian mengarah pada penghematan biaya Rs. 546 menggunakan
FB-130T dialyser dan Rs. 645 per sesi menggunakan F-6 dialysers secara
berturut-turut seperti ditunjukkan pada Tabel 6.
Pembahasan
Praktek penggunaan ulang dialyser menghasilkan pemberian dosis dialisis yang
memuaskan dan penghematan biaya. Namun demikian, beberapa penelitian telah
melaporkan peningkatan mortalitas di antara pusat-pusat perawatan yang
menggunakan kembali dialysers.7,8 Ini telah dihubungkan dengan penurunan dosis
dengan penggunaan kembali dialysers itu,7,8 pemaparan terhadap bahan kimia
yang digunakan di dalam pemrosesan ulang, penurunan sterilitas dan peningkatna
insiden infeksi9 dan perubahan kuantitatif dan kualitatif pada membran dialyser
karena teknik-teknik pemrosesan ulang.8,9
Di dalam penelitian prospektif ini, kami meneliti Kt/V (urea) dari dialyser
yang diproses ulang secara manual di bagian dialisis kami. Penurunan Kt/V yang
diberikan dari nilai 1.05 meningkatkan risiko kematian relatif8,10 dan dengan
demikian Kt/V (urea) menjadi indikator penting kecukupan dialisis, dan hasil.
Kami juga berusaha untuk menghubungkan Kt/V (urea) dengan TCV dialyser
baru dan yang digunakan ulang. TCV yang diperkirakan secara manual di dalam
penelitian ini adalah uji paling sederhana untuk kinerja dialyser, dan
direkomendasikan sebagai pengganti pembersihan urea baik dari membran
selulosa maupun membran [polysulfone] sintetis.1,11,12,13
Kami menemukan bahwa TCV dari 16 dialysis selulosa asetat baru [FB-
130T] beragam di antara 70 dan 74 ml, dan TCV dari 5 dialyser polysulfone [F6]
adalah 74 ml ketika diperkirakan secara manual. Data pabrikan untuk TCV dari
kedua dialyser ini adalah 74 dan 82 ml, secara berturut-turut. Menggunakan data
14
ini sebagai nilai dasar, atau menggunakan nilai rata-rata untuk sejumlah dializer
tertentu akan menghasilkan pelepasan dialyser awal dan rata-rata dan jumlah
penggunaan ulang individual yang lebih rendah. Variasi TCV dialisis individual
ini telah dilaporkan sebelumnya untuk membran-membran selulosis14 dan
membran polisulofne, dengan koefisien variasi 2.4% untuk TCV membran
selulosis dan 1.9% untuk membran polisulfone.13
TCV dipertahankan di atas 80% dari nilai awalnya untuk rata-rata 6.73
penggunaan ulang untuk dialyser FB-130T dan 11.92 penggunaan ulang untuk
dializer F-6, sementara jumlah maksimum penggunaan ulang yang bisa diperoleh,
adalah 13 dengan FB-130T dan 18 dengan F-6 dialysers.
Gambar 1. Korelasi TCV & Kt/V untuk FB-130T dialyser
Gambar 2. Korelasi TCV & Kt/V untuk F-6 dialyser
Setelah mengukur Kt/V (urea) pada semua sesi dialisis selama periode
penelitian kami tidak menemukan perbedaan signifikan di antara Kt/V dialyser
baru dan dialyser FB-130T yang digunakan ulang 6 kali, 8 kali dan pada 1 kasus
13 kali, dan untuk F-6 dialysers yang digunakan 10 hingga 12 kali. Temuan-
temuan yang sama pada 104 pasien menggunakan dialyser fluks rendah standar
yang diproses ulang secara manual para rata-rata 6.74 kali4 dan membran
polysulfone dan selulosa asetat fluks tinggi dengan teknik otomatis.13 Kt/V (urea)
dan TCV tidak secara signifikan mengalami perubahan selama 12 penggunaan
selulosa asetat dan 10 & 15 penggunaan ulang dialisis polysulfone di dalam
penelitian di atas. Para peneliti lain menemukan bahwa Kt/V (urea) & TCV
dipertahankan dengan baik di atas 8 penggunana ulang baik dialyser selulosa
asetat maupun polusulfone yang diproses ulang secara otomatis.15 Penelitian yang
meliputi seluruh negeri yang meliputi 20.000 pasien di Amerika menemukan
bahwa Kt/V yang diberikan cenderung lebih tinggi pada pusat-pusat perawatan
kami yang menggunakan kembali dialyser [1.22 vs. 1.19].16 Sebaliknya peneliti
lain menemukan penurunan signifikan pada Kt/V (urea) di antara rata-rata 3.8
penggunaan ulang dan 13.8 penggunaan ulang [1.10 vs. 1.05].17
Penurunan paling signifikan di dalam penelitian ini terjadi selama
penggunaan ulang dengan formalin [1.18 vs. 1.08]. Temuan-temuan yang sama
15
dengan perbedaan signifikan pada pembersihan urea dan kreatinin di antara
dialyser baru dan dialyser yang digunakan ulang dan diproses dengan formalin
dan bleach telah dilaporkan.9 Kt/V (urea) mengalami penurunan >10% pada 15
dari 156 penggunaan ulang dengan dialisis selulosa asetat yang diproses ulang
secara manual menggunakan formalin 4%, dan dialisis yang tidak cukup [Kt/V <
1.2] berakibat pada 4 kasus di dalam penelitian India.3 Namun demikian, di dalam
penelitian ini, TCV tidak diperkirakan, tetapi kesan visual dialyser digunakan
sebagai kriteria untuk pelepasan dialyser. Di dalam penelitian kami, kami juga
menemukan Kt/V jatuh hingga <1,2 pada 13 dari 123 penggunaan ulang (9.7%)
dengan dialyser FB-130T dan 2 dari 64 penggunaan ulang (5%) dengan dialyser
F-6. Ketika variabel seperti peningkatan aliran darah, waktu penghentian untuk
hipotensi, kegagalan konduktivitas dialisis dikeluarkan, jumlah sesi dialisis di
mana Kt/V adalah <1.2 menurun menjadi 1 dari 117 penggunaan ulang dengan
FB-130T cellulose acetage dialysers [6.06%) dan 1 dari 61 penggunaan ulang
[1.67%] dengan F-6 dialyser.
Tabel 1. Karakteristik pasien
Korelasi positif teramati di antara TCV dan KT/V (urea) untuk selulosa
asetat [R=0.70] dan polysulfone dialysis [R=0.69]. Hanya satu penelitian
melaporkan penurunan sangat signifikan pada pembersihan urea 48% dengan
dialyser yang digunakan ulang, meskipun TCV dipertahankan di atas 80% dari
nilai awal untuk membran cuprophan fluks rendah.18 Mereka menemukan bahwa
aliran dialisat tak seragam pada sejumlah dialysers menjadi penyebab fenomena
ini. Pengaruhi ini dihubungkan dengan kesalahan panjang serat, geometri dan
jumlah dan dipercaya sebagai spesifik kumpulan dan belum dilaporkan.
Penggunaan bleach sebagai bahan pembersih telah ditunjukkan
meningkatkan koefisien ultrfiltrasi dialyzer dan mengarah pada kehilangan
signifikan albumin pada dialisat.19 Di dalam penelitian kami, meskipun kami tidak
memperkirakan protein pada dialisat yang digunakan, plasma albumin pasien
dipertahankan selama periode penelitian, seperti ditunjukkan pada tabel 1.
Dua dari 16 dialysers FB-130T dibuang karena episode febrile, 1 di
antaranya karena malaria. Hanya 1 episode demam terjadi pada 166 dialysis
16
dengan dialyser yang digunakan ulang bisa dihubungkan dengan prosedur
pemrosesan ulang itu sendiri, insiden 0.6%.
Tabel 2. Karakteristik dialyser selama penelitian
Tabel 3. Kt/V Dosis dialisis yang diberikan dari dialyser baru & digunakan ulang
Tabel 4. Hubungan TCV & Kt/V
Tabel 5. Perbandingan Kt/V dialyser baru dan digunakan ulang
0* = Dialysis baru. Penggunaan ulang selanjutnya yang ditunjukkan dengan
angka-angka berurutan
Bertolak belakang dengan hal ini, wabah infeksi M. Chelonei pada para
pasien yang menggunakan dialysers yang diproses ulang karena kontaminasi air
kran telah dilaporkan.20 Di dalam penelitian kami semua air yang digunakan untuk
pemrosesan ulang diberi perlakuan dengan proses deionisasi 3 kolom, yang
mungkin telah memberi sumbangan pada insiden rendah reaksi febrile.
Tabel 6 Biaya material dialyser baru dan yang digunakan ulang
Kesimpulan
Singkatnya metode manual pemrosesan ulang dialyser menggunakan hidrogen
peroksida sebagai bahan pembersih dan formalin sebagai bahan sterilisasi, tidak
tampak signifikan mengubah Kt/V (urea) selama periode penggunaan ulang
memperhatikan bahwa TCV dipertahankan di atas 80%.
Dialyser F-6 mempertahankan TCV di atas 80% untuk rata-rata 11.92
penggunaan ulang dan dialyser FB-130T untuk rata-rata 6.73 penggunaan ulang.
Tidak terjadi peningkatan insiden reaksi febrile teramati selama periode
penelitian dengan dialyser yang digunakan ulang.
Kt/V berkorelasi dengan TCV yang diukur secara manual.
Jadi, pemrosesan ulang dialyser tampak aman, efisien dan berakibat pada
penghematan biaya, sekitar 60% di dalam hal materi yang digunakan.
***
17