evaluasi bppv dr. rully

25
Evaluasi pasien vertigo posisi paroksismal jinak dengan terapi reposisi kanalit dan latihan Brandt Daroff Rully Ferdiansyah, Brastho Bramantyo, Widayat Alviandi, Jenny Bashiruddin Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta – Indonesia ABSTRAK Latar belakang: Terapi reposisi kanalit (canalith repositioning treatment/CRT) adalah terapi standar untuk vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Latihan Brandt Daroff merupakan latihan fisik yang ditambahkan pada pasien VPPJ setelah menjalani terapi reposisi kanalit. Tujuan: Mengetahui proporsi pasien VPPJ yang mengalami kesembuhan satu minggu setelah menjalani terapi reposisi kanalit dengan dan tanpa tambahan latihan Brandt Daroff. Metode: Dua kelompok pasien VPPJ yang masing-masing terdiri dari 20 pasien (n=40) menjalani terapi reposisi kanalit. Kelompok pertama tidak menjalani latihan Brandt Daroff, sedangkan kelompok kedua menjalani latihan Brandt Daroff di rumah mulai dua hari setelah pelaksanaan terapi reposisi kanalit. Proporsi kesembuhan dinilai satu minggu sesudah pelaksanaan terapi CRT. Hasil: Proporsi kesembuhan satu minggu setelah terapi pada kelompok yang menjalani CRT saja adalah sebanyak 10 pasien. Proporsi kesembuhan pada kelompok yang menjalani terapi kombinasi CRT dengan latihan Brandt Daroff adalah sebanyak 13 pasien. Kesimpulan: Proporsi 1 Laporan

Upload: husni-irchy

Post on 02-Jan-2016

64 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Dr. rully

TRANSCRIPT

Page 1: Evaluasi BPPV Dr. Rully

Evaluasi pasien vertigo posisi paroksismal jinak dengan terapi reposisi kanalit dan latihan Brandt Daroff

Rully Ferdiansyah, Brastho Bramantyo, Widayat Alviandi, Jenny BashiruddinDepartemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok

Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaRumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo

Jakarta – Indonesia

ABSTRAK

Latar belakang: Terapi reposisi kanalit (canalith repositioning treatment/CRT) adalah

terapi standar untuk vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Latihan Brandt Daroff merupakan

latihan fisik yang ditambahkan pada pasien VPPJ setelah menjalani terapi reposisi kanalit.

Tujuan: Mengetahui proporsi pasien VPPJ yang mengalami kesembuhan satu minggu setelah

menjalani terapi reposisi kanalit dengan dan tanpa tambahan latihan Brandt Daroff. Metode: Dua

kelompok pasien VPPJ yang masing-masing terdiri dari 20 pasien (n=40) menjalani terapi

reposisi kanalit. Kelompok pertama tidak menjalani latihan Brandt Daroff, sedangkan kelompok

kedua menjalani latihan Brandt Daroff di rumah mulai dua hari setelah pelaksanaan terapi

reposisi kanalit. Proporsi kesembuhan dinilai satu minggu sesudah pelaksanaan terapi CRT.

Hasil: Proporsi kesembuhan satu minggu setelah terapi pada kelompok yang menjalani CRT saja

adalah sebanyak 10 pasien. Proporsi kesembuhan pada kelompok yang menjalani terapi

kombinasi CRT dengan latihan Brandt Daroff adalah sebanyak 13 pasien. Kesimpulan: Proporsi

kesembuhan pasien VPPJ tanpa latihan Brandt Daroff sebesar 50%, sedangkan proporsi

kesembuhan pasien VPPJ dengan latihan Brandt Daroff sebesar 65%.

Kata kunci: Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (VPPJ), terapi reposisi kanalit, latihan Brandt

Daroff

ABSTRACT

Background: Canalith repositioning treatment/CRT is the standard therapy for patients

with benign paroxysmal positional vertigo (BPPV). Brandt Daroff exercise is a physical exercise

that can be added to BPPV patients after underwent CRT. Purpose: To obtain the proportion of

BPPV patients who had resolution one week after underwent canalith repositioning treatment

(CRT) with and without additional Brandt Daroff exercise. Methods: Two groups of BPPV

1

Laporan Penelitian

Page 2: Evaluasi BPPV Dr. Rully

patients consists of 20 patients (n=40) underwent CRT. The first group did not undergo Brandt

Daroff exercise, while the second group underwent Brandt Daroff exercise at home starting two

days after CRT is performed. The proportion of resolution is evaluated one week after CRT.

Results: Proportion of resolution one week after therapy in CRT only group is 10 patients.

Proportion of resolution in combination CRT- Brandt Daroff group is 13 patients. Conclusion:

The proportion of resolution in CRT only group is 50%, while the proportion of resolution in

combination CRT-Brandt Daroff group is 65%.

Key words: Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV), canalith repositioning treatment,

Brandt Daroff exercise

Alamat korespondensi: Rully Ferdiansyah, Departemen THT FKUI-RSCM. Jl. Diponegoro 71,

Jakarta. E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN

Sebagian besar vertigo yang

dijumpai oleh ahli THT merupakan

penyakit yang dikenal dengan nama

vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ).

Lesi pada VPPJ terletak pada labirin,

sehingga ahli THT berperan besar dalam

diagnosis dan tatalaksana pasien VPPJ.

Penegakkan diagnosis VPPJ

memerlukan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang yang

tepat.

Patofisiologi VPPJ yang banyak

dianut saat ini adalah teori canalithiasis.

Teori ini menduga adanya debris

otokonia yang lepas dari membran

otolith di utrikulus dan masuk ke kanalis

semisirkularis. Debris yang disebut juga

kanalit ini akan mengganggu fungsi

kupula sebagai organ detektor perubahan

posisi kepala dan mengirimkan impuls

yang salah ke otak, akibatnya terjadi

vertigo. Kanalit paling sering terjadi di

kanalis semisirkularis posterior.1,2

Terapi untuk VPPJ pada kanalis

semisirkularis posterior dan anterior

adalah perasat prosedur reposisi kanalit/

canalith repositioning procedure (CRP)

menurut Epley dan perasat liberatory

menurut Semont.3 Perasat Epley

merupakan terapi yang banyak dipakai

di berbagai negara, termasuk di

Departemen THT FKUI-RSCM Jakarta.

Perasat Epley telah mengalami

modifikasi berupa tidak digunakannya

vibrator. Modifikasi seperti ini dikenal

dengan istilah terapi reposisi

2

Page 3: Evaluasi BPPV Dr. Rully

kanalit/canalith repositioning treatment

(CRT).4,5

Latihan Brandt Daroff merupakan

latihan fisik yang bertujuan untuk

melakukan habituasi terhadap sistem

vestibuler sentral. Selain itu, sebagian

ahli berpendapat bahwa gerakan pada

latihan Brandt Daroff dapat melepaskan

otokonia dari kupula berdasarkan teori

cupulolithiasis.4 Latihan ini mudah

diajarkan pada pasien VPPJ dan mudah

pula dilakukan di rumah. Selain itu,

latihan ini tidak memerlukan waktu lama

dalam pelaksanaannya. Di Departemen

THT FKUI-RSCM, latihan Brandt

Daroff ini telah sering diajarkan pada

pasien VPPJ.

Bila ditegakkan diagnosis VPPJ

kanalis semisirkularis posterior atau

anterior, maka dilakukan perasat CRT

sebagai modalitas terapi. Berdasarkan

teori kanalithiasis, bila kanalit telah

kembali ke utrikulus, maka kanalit tidak

akan mengganggu fungsi kupula lagi,

sehingga tidak akan tercetus gejala

vertigo. Proporsi kesembuhan pada

pasien VPPJ yang telah menjalani terapi

CRT seharusnya dapat dinilai dalam

jangka waktu pendek. Saat ini belum ada

data mengenai proporsi kesembuhan

pada pasien VPPJ satu minggu setelah

menjalani CRT di Departemen THT

FKUI-RSCM. Oleh karena itu, peneliti

berniat melakukan penelitian untuk

mengetahui proporsi pasien VPPJ yang

mengalami kesembuhan satu minggu

setelah menjalani CRT. Selain itu,

peneliti juga ingin mengetahui proporsi

pasien VPPJ yang mengalami

kesembuhan setelah menjalani terapi

CRT ditambah dengan latihan Brandt

Daroff. Evaluasi kesembuhan dinilai

dengan menggunakan kamera video

inframerah sebagai alat penilai

efektivitas terapi jangka pendek, yakni

satu minggu.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif untuk melihat proporsi

kesembuhan pada 20 pasien VPPJ yang

menjalani terapi CRT dan 20 pasien

yang menjalani kombinasi CRT dengan

latihan Brandt Daroff. Karakteristik

nistagmus dinilai dengan menggunakan

kamera video inframerah sebelum dan

satu minggu sesudah pelaksanaan terapi

CRT.

Penelitian dilakukan di

Subdepartemen Neurotologi Departemen

THT FKUI-RSCM dari bulan Maret

hingga September 2008. Populasi

3

Page 4: Evaluasi BPPV Dr. Rully

percontoh adalah pasien dengan VPPJ

kanalis semisirkularis posterior atau

anterior, unilateral maupun bilateral

berdasarkan pemeriksaan perasat Dix-

Hallpike, berusia minimal 10 tahun,

tidak dalam pengobatan dengan obat

antivertigo atau obat-obat yang menekan

fungsi vestibuler dalam dua hari terakhir,

tidak terdapat kontra indikasi untuk

menjalani perasat Dix-Hallpike dan

bersedia ikut serta dalam penelitian ini

dengan menandatangani informed

consent.

Pasien dengan keluhan mengarah

pada VPPJ menjalani pemeriksaan

perasat Dix-Hallpike. Saat perasat

dilakukan, dipasang alat kamera video

inframerah dan dilakukan perekaman ke

laptop menggunakan TV tuner. Pasien

duduk di kursi pemeriksaan dan

terpasang kamera video inframerah.

Sandaran kursi direbahkan hingga

memungkinkan pasien berbaring dalam

posisi telentang (supinasi). Kepala

pasien menoleh ke sisi kanan sejauh 45

derajat. Pemeriksa berdiri di belakang

pasien lalu menarik pasien ke belakang

dan bawah dengan cepat, sehingga posisi

pasien menjadi berbaring dengan kepala

tergantung 20-30 derajat pada ujung

tempat tidur periksa. Posisi ini

dinamakan head hanging right (HHR)

dan dipertahankan paling sedikit selama

40 detik. Pemeriksa mengamati

timbulnya nistagmus dan mencatat

karakteristik nistagmus dan ditunggu

hingga nistagmus berhenti. Selanjutnya

pasien dikembalikan ke posisi duduk

dengan kepala tetap menoleh ke kanan

secara cepat. Posisi ini dinamakan head

up right (HUR) dan dipertahankan

selama 40 detik. Bila timbul nistagmus,

dilakukan pencatatan karakteristik

nistagmus dan posisi ini dipertahankan

hingga nistagmus berhenti. Perasat yang

sama dilakukan pada sisi kiri. Posisi

yang berlawanan ini disebut head

hanging left (HHL) dan head up left

(HUL). Bila timbul respons berupa

nistagmus, pemeriksa kembali

melakukan perasat Dix Hallpike pada

sisi tersebut untuk melihat timbulnya

fenomena kelelahan. Adanya fenomena

kelelahan diketahui dengan melihat

hilang atau berkurangnya lama

nistagmus pada perasat Dix Hallpike

kedua.5

4

Page 5: Evaluasi BPPV Dr. Rully

Diagnosis VPPJ ditegakkan bila

ditemukan gejala dan tanda sebagai

berikut: a) adanya posisi kepala yang

mencetuskan serangan vertigo; b)

adanya masa laten singkat sebelum

terjadi vertigo dan nistagmus (biasanya

3-15 detik); c) serangan vertigo yang

disertai dengan nistagmus vestibuler

(nistagmus rotatoar geotropik khas pada

keterlibatan kanalis semisirkularis

posterior); d) adanya fenomena

kelelahan (provokasi berulang akan

mengurangi respons); e) gejala

berlangsung singkat (umumnya kurang

dari 1 menit); f) kadang-kadang terlihat

arah nistagmus berubah ke arah yang

berlawanan bila pasien bergerak ke

posisi berlawanan dengan posisi yang

mencetuskan serangan awal.6,7

Setelah diagnosis VPPJ kanalis

semisirkularis posterior atau anterior

ditegakkan, pasien menjalani terapi

CRT. Sebagai contoh pasien mengalami

VPPJ akibat kanalit pada kanalis

semisirkularis posterior kanan. Prosedur

reposisi kanalit yang dilakukan adalah

prosedur reposisi kanalit kanan. Reposisi

dimulai dengan pasien duduk di meja

periksa dan kepala menoleh 45 derajat

ke sisi telinga yang terkena, yaitu sisi

kanan. Pasien lalu dibaringkan dengan

cepat dengan posisi kepala tergantung

seperti saat melakukan perasat Dix-

Hallpike. Posisi ini dipertahankan

selama 1-2 menit. Bila timbul vertigo

atau nistagmus, maka posisi

dipertahankan hingga vertigo atau

nistagmus menghilang. Langkah

berikutnya adalah melakukan rotasi

kepala secara perlahan ke sisi telinga

yang sehat, yakni ke kiri dan

dipertahankan selama 1 menit. Saat ini

posisi kepala menoleh ke sisi kiri sejauh

45 derajat. Selanjutnya badan pasien

dimiringkan ke sisi kiri, dengan

demikian kepala pasien menghadap ke

lantai selama 1 menit. Langkah terakhir

adalah mengembalikan pasien ke posisi

duduk dengan kepala tetap menoleh ke

kiri sejauh 45 derajat. Reposisi kanalit

pada kanalis semisirkularis posterior kiri

adalah dengan cara sebaliknya.

5

Gambar 1. Perasat Dix-Hallpike5

Page 6: Evaluasi BPPV Dr. Rully

Bila pasien termasuk dalam

kelompok pasien yang mendapat terapi

tambahan latihan Brandt Daroff, maka

pasien diajarkan latihan tersebut untuk

dilakukan sendiri di rumah yang dimulai

dua hari setelah pelaksaanaan CRT.

Latihan Brandt Daroff dilakukan dengan

cara sebagai berikut: Pasien diminta

untuk bergerak dengan cepat dari posisi

duduk ke posisi berbaring pada sisi yang

mencetuskan vertigo (kepala pasien

menoleh ke sisi kontralateral sejauh 45

derajat) selama minimal 30 detik. Bila

timbul vertigo, pasien tetap dalam posisi

tersebut hingga vertigo hilang.

Selanjutnya pasien kembali ke posisi

duduk dengan cepat dan tetap dalam

posisi duduk selama 30 detik. Setelah itu

pasien berbaring ke sisi kontralateral

dengan kepala menoleh menjauhi sisi

tersebut selama 30 detik dilanjutkan

dengan kembali ke posisi duduk selama

30

detik.8,9

Pasien diminta untuk kontrol satu

minggu kemudian. Pada saat kontrol

dilakukan perasat Dix-Hallpike dan

dilakukan perekaman ulang dengan

menggunakan kamera video inframerah.

Selanjutnya dilakukan penilaian

terhadap perbedaan gambaran

nistagmus. Evaluasi juga dilakukan

terhadap keluhan pasien dan

dibandingkan dengan keluhan pada saat

sebelum menjalani terapi CRT. Pasien

dinyatakan sembuh bila tidak ditemukan

nistagmus dan tidak ada keluhan pada

saat kontrol. Bila masih ditemukan

nistagmus atau masih ada keluhan, maka

pasien dinyatakan tidak sembuh.

HASIL

6

Gambar 2. Terapi reposisi kanalit/CRT kanan7 Gambar 3. Latihan Brandt Daroff 8

Page 7: Evaluasi BPPV Dr. Rully

Selama periode Maret-September

2008 telah dilakukan penelitian pada 40

orang pasien VPPJ yang datang ke

poliklinik Neurotologi Departemen THT

FKUI-RSCM. Percontoh ditetapkan

sesuai dengan kriteria penerimaan

penelitian. Percontoh dimasukkan ke

dalam dua kelompok, yakni kelompok

yang menjalani terapi CRT saja dan

kelompok yang menjalani kombinasi

terapi CRT dan latihan Brandt Daroff,

dengan cara randomisasi blok. Dengan

cara tersebut didapatkan 20 percontoh

untuk setiap kelompok.

Dalam penelitian ini didapatkan

percontoh termuda berusia 18 tahun dan

tertua berusia 73 tahun. Usia rata-rata 51

tahun dengan standar deviasi 12,0. Bila

dikelompokkan berdasarkan batas usia

60 tahun sebagai batasan usia lanjut,

maka 30 percontoh (75%) berusia di

bawah 60 tahun.

Sebaran jenis kelamin percontoh

memperlihatkan bahwa perempuan lebih

banyak daripada laki-laki. Jumlah

percontoh perempuan sebanyak 26 orang

(65%) sedangkan laki-laki 14 orang

(35%).

Keluhan yang diutarakan oleh

percontoh saat diperiksa di poliklinik

Neurotologi meliputi perasaan pusing

berputar, melayang dan tidak

stabil/goyang. Sebagian besar percontoh,

yaitu sebanyak 36 orang (90%)

mengeluh pusing berputar. Perasaan

melayang dan tidak stabil masing-

masing dikeluhkan oleh 2 percontoh

(5%).

Episode serangan VPPJ sering

berulang. Berdasarkan waktu mulainya

episode serangan VPPJ terakhir,

sebanyak 33 percontoh (82,5%) telah

menderita VPPJ kurang dari 8 minggu.

Sisanya sebanyak 7 percontoh (17,5%)

menderita VPPJ lebih dari 2 bulan. Tiga

puluh sembilan percontoh (97,5%)

masih mengalami keluhan gangguan

keseimbangan pada hari pemeriksaan

dilakukan. Dari 40 percontoh, 17 orang

(42,5%) pernah mengalami keluhan

yang sama, namun sempat mengalami

masa sembuh tanpa keluhan.

Frekuensi keluhan pada 23

percontoh (57,5%) lebih dari 2 kali

sehari, sedangkan pada 15 percontoh

(37,5%) frekuensi keluhan antara 1-2

kali sehari. Serangan VPPJ dirasakan

kurang dari 1 menit oleh 32 (80%)

percontoh.

Berdasarkan anamnesis didapatkan

38 dari 40 percontoh (95%) mengalami

serangan vertigo, rasa melayang atau

7

Page 8: Evaluasi BPPV Dr. Rully

goyang pada saat bangun dari posisi

berbaring di tempat tidur. Gerakan lain

yang dapat mencetuskan keluhan yaitu

menengadahkan kepala (75%),

membaringkan badan (67,5%),

membalikkan badan di tempat tidur

(65%) dan membungkukkan badan

(65%). Gejala penyerta yang terbanyak

dikeluhkan pasien adalah mual, yakni 26

percontoh (65%). Sebanyak 12

percontoh (30%) mengalami gangguan

dalam berjalan akibat VPPJ.

Pada percontoh dengan VPPJ

unilateral, kanalis semisirkularis

posterior kanan lebih sering terkena,

yaitu pada 20 percontoh (50%)

dibandingkan dengan kanalis

semisirkularis posterior kiri, yakni

sebanyak 17 percontoh (42,5%).

Percontoh dengan VPPJ bilateral

sebanyak 3 percontoh (7,5%). Pada 3

percontoh tersebut kanalis semisirkularis

yang terlibat adalah kanalis

semisirkularis posterior kanan dan kiri.

Tidak didapatkan keterlibatan kanalis

semisirkularis anterior sebagai letak lesi

VPPJ pada penelitian ini.

Jumlah percontoh yang menjalani

terapi CRT adalah sebanyak 20

percontoh (50%), sedangkan yang

menjalani kombinasi terapi CRT dan

latihan Brandt Daroff juga sebanyak 20

percontoh (50%).

Tabel 1. Sebaran percontoh yang

menjalani terapi CRT dan kombinasi

CRT-Brandt Daroff

Terapi N %

CRT

CRT + Brandt Daroff

20

20

50

50

Pada kelompok yang menjalani

terapi CRT saja, proporsi percontoh

yang mengalami kesembuhan satu

minggu setelah terapi adalah sebanyak

10 percontoh (50%). Dari 20 percontoh

yang menjalani terapi kombinasi CRT

dengan latihan Brandt Daroff, 13

percontoh (65%) mengalami

kesembuhan satu minggu setelah terapi.

Tabel 2. Proporsi pasien yang

mengalami kesembuhan setelah terapi

CRT

Jenis terapiSembuh

N %

Tidak sembuh

N %

CRT

CRT + Brandt Daroff

10 50

13 65

10 50

7 35

DISKUSI

Rentang usia pasien VPPJ yang

ikut dalam penelitian ini adalah 55 tahun

dengan usia termuda 18 tahun dan tertua

8

Page 9: Evaluasi BPPV Dr. Rully

73 tahun. Bila usia di atas 60 tahun

dianggap sebagai usia lanjut, jumlah

percontoh yang berusia lanjut adalah 10

orang (25%). Usia rata-rata percontoh

adalah 51 tahun. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh

Smouha.10 Usia rata-rata pasien VPPJ

dalam penelitiannya adalah 52 tahun

dengan rentang usia antara 25-79 tahun.

Chang11 menyatakan bahwa usia awitan

(onset) serangan VPPJ adalah antara 50-

70 tahun.

Berdasarkan jenis kelamin

didapatkan bahwa percontoh perempuan

lebih banyak daripada laki-laki. Jumlah

percontoh perempuan adalah 26 orang

(65%), sedangkan laki-laki sebanyak 14

orang (35%). Smouha10 juga

mendapatkan angka yang hampir sama,

yakni 67% perempuan dan 33% laki-

laki. Dalam penelitian dengan jumlah

pasien VPPJ yang lebih besar, yaitu 259

pasien, Macias dkk.12 mendapatkan

persentase pasien VPPJ perempuan

sebanyak 72%. Barber, seperti yang

dikutip oleh Vibert,13 menyatakan bahwa

VPPJ lebih banyak terjadi pada

perempuan dibandingkan laki-laki.

Sebanyak 36 percontoh (90%)

mengeluhkan pusing berputar sebagai

keluhan utama. Percontoh lain

mengeluhkan perasaan melayang (2

orang) dan perasaan tidak stabil (2

orang). Hal ini sesuai dengan literatur

yang menyatakan bahwa keluhan pasien

VPPJ biasanya adalah serangan vertigo.

Selain itu, pasien VPPJ dapat pula

mengeluh adanya perasaan melayang,

tidak stabil, gangguan berdiri dan

berjalan.11,14

Serangan VPPJ bersifat episodik

dan pada sebagian pasien dapat

mengalami resolusi spontan tanpa terapi.

Dalam penelitian ini, pasien VPPJ

diminta untuk mengingat waktu

mulainya episode VPPJ terakhir.

Sebanyak 7 orang (17,5%) telah

menderita VPPJ lebih dari 2 bulan (8

minggu) sebelum datang ke poliklinik

Neurotologi THT FKUI-RSCM. Sisanya

sebanyak 33 orang menderita VPPJ

kurang dari 8 minggu. Sebanyak 39

orang (97,5%) pasien masih mengalami

serangan VPPJ pada pagi hari sebelum

pemeriksaan dilakukan. Dalam

penelitiannya, Seo15 mendapatkan pasien

VPPJ menjalani terapi reposisi setelah

mengalami VPPJ dalam kurun 0-78 hari

dengan rata-rata 20 hari (kurang lebih 3

minggu). Penelitian Dornhoffer16

menunjukkan rentang waktu yang lebih

lama, yakni antara satu hari hingga 20

9

Page 10: Evaluasi BPPV Dr. Rully

tahun (rata-rata 18 bulan) sebelum

pasien menjalani reposisi kanalit. Dari

27 pasien VPPJ yang diteliti oleh

Smouha,10 18 (67%) di antaranya telah

mengalami VPPJ selama lebih dari satu

bulan. Hal yang menyebabkan seorang

penderita VPPJ dapat bertahan dengan

penyakitnya dalam jangka waktu lama

adalah karena ia melakukan pembatasan

gerakan yang dapat mencetuskan

serangan VPPJ.

Adanya riwayat episode serangan

VPPJ sebelumnya ditelusuri pada semua

percontoh. Sebanyak 17 orang (42,5%)

menyatakan pernah mengalami serangan

seperti yang dirasakannya saat datang

berobat ke poliklinik Neurotologi THT

FKUI-RSCM, namun sempat mengalami

masa bebas gejala sama sekali.

Timbulnya serangan VPPJ baru setelah

masa bebas gejala dianggap sebagai

rekurensi. Rekurensi sering terjadi pada

VPPJ. Hain dkk.7 menemukan 33 dari 70

pasien (47,1%) yang telah sembuh dari

VPPJ mengalami rekurensi dalam dua

tahun. Penyebab rekurensi pada VPPJ

kebanyakan tidak diketahui/idiopatik

seperti halnya penyebab awal VPPJ. Hal

ini mengakibatkan rekurensi sulit

dihindari.

Pasien VPPJ dapat mengalami

serangan berkali-kali dalam satu hari

bila pasien sering melakukan gerakan

kepala yang mencetuskan serangan.

Sebanyak 23 (57,5%) percontoh

mengalami serangan lebih dari dua kali

setiap harinya. Hal ini menyebabkan

gangguan aktivitas pasien sehari-hari.

Lama setiap serangan kurang dari 1

menit menurut 32 (80%) percontoh.

Sebanyak 8 percontoh mengalami

serangan lebih dari 1 menit. Durasi

serangan VPPJ yang lebih lama ini

mungkin disebabkan otokonia yang

menempel pada kupula, sehingga kupula

terus dalam posisi defleksi seperti pada

teori kupulolitiasis. Pada akhirnya

serangan VPPJ akan menghilang karena

diduga terjadi dispersi otokonia yang

menempel pada kupula atau terjadi

adaptasi vestibuler sentral.2,17

Perubahan posisi kepala yang

paling sering menimbulkan serangan

VPPJ pada percontoh penelitian ini

adalah bila bangun dari posisi berbaring

di tempat tidur. Sebanyak 38 orang

(95%) mengeluhkan hal ini. Keadaan ini

sesuai dengan yang didapatkan oleh

Yimtae dkk,18 namun persentasenya

lebih kecil yakni 17 dari 29 pasien

(58%). Hal ini disebabkan karena pada

10

Page 11: Evaluasi BPPV Dr. Rully

saat berbaring, kanalit akan terkumpul

pada tempat yang terendah, yaitu kanalis

semisirkularis posterior. Pada saat pasien

bangun dari posisi berbaring, maka

kanalit akan menggerakkan endolimfa

dan kupula akibat gravitasi sehingga

timbul serangan vertigo.2

Rasa mual merupakan gejala

penyerta yang paling banyak dikeluhkan

percontoh. Sebanyak 26 orang (65%)

mengeluhkan hal ini. Gangguan berjalan

dialami oleh 12 orang (30%). Keluhan

tersebut sering dijumpai pada pasien

dengan VPPJ.

Berdasarkan anamnesis didapatkan

38 dari 40 percontoh (95%) mengalami

serangan VPPJ pada saat bangun dari

posisi berbaring di tempat tidur. Gerakan

lain yang dapat mencetuskan serangan

VPPJ yaitu menengadahkan kepala

(75%), membaringkan badan (67,5%),

membalikkan badan di tempat tidur

(65%) dan membungkukkan badan

(65%). Gejala penyerta yang terbanyak

dikeluhkan pasien adalah mual, yakni 26

percontoh (65%). Sebanyak 12

percontoh (30%) mengalami gangguan

dalam berjalan akibat VPPJ. Chang11

mengemukakan bahwa penderita VPPJ

menunjukkan peningkatan ayun tubuh

bila berdiri di atas busa (foam) dengan

mata tertutup. Peningkatan ayun tubuh

juga didapatkan bila pasien berdiri

dengan satu kaki dan mata tertutup. Hal

ini menunjukkan bahwa penderita VPPJ

mengandalkan input visual dan

proprioseptif untuk mempertahankan

keseimbangan karena gangguan input

dari organ vestibuler.11

Pada penelitian ini tidak ditemukan

adanya VPPJ dengan letak lesi di kanalis

semisirkularis anterior, baik kanan

maupun kiri. Semua percontoh

mengalami VPPJ dengan letak lesi di

kanalis semisirkularis posterior. Pada

tiga percontoh (7,5%), lesi terjadi pada

kanalis semisirkularis posterior bilateral,

sehingga menyebabkan VPPJ bilateral.

Dari 37 percontoh dengan VPPJ

unilateral, lesi di kanalis semisirkularis

posterior kanan menyebabkan VPPJ

pada 20 percontoh (50%). Lesi di kanalis

semisirkularis posterior kiri ditemukan

pada 17 percontoh (42,5%). Kanalis

semisirkularis posterior memang

merupakan kanalis semsirkularis yang

paling sering menyebabkan VPPJ.

Korres dkk.2 dalam penelitiannya

mengungkapkan bahwa dari 122 pasien

VPPJ, letak lesi pada 110 pasien adalah

pada kanalis semsirkularis posterior.

Sisanya sebanyak 10 pasien pada kanalis

11

Page 12: Evaluasi BPPV Dr. Rully

semisirkularis horizontal dan dua pasien

pada kanalis semisirkularis anterior. Ada

dua alasan mengapa kanalis

semisirkularis posterior lebih sering

terlibat daripada kanalis semisirkularis

lainnya. Pertama, letak kanalis

semisirkularis posterior secara anatomis

merupakan bagian yang paling rendah

dari labirin vestibuler, baik pada posisi

kepala tegak maupun berbaring

telentang. Pada posisi kepala tegak,

kanalit akan mengendap dalam kanalis

semisirkularis posterior di posterior dan

inferior dari ampula. Kedua, kanalit akan

terkumpul di dalam kanalis

semisirkularis posterior selama tidur atau

tirah baring yang lama.2

Pada kelompok pertama, yakni

kelompok percontoh yang menjalani

terapi CRT saja, didapatkan hasil 10

percontoh mengalami kesembuhan

(50%). Pasien dinyatakan sembuh bila

tidak didapatkan gambaran nistagmus

dan tidak ada keluhan subjektif pada

pemeriksaan satu minggu setelah terapi

sesuai definisi operasional. Hasil ini

lebih rendah daripada hasil yang didapat

oleh Seo dkk,15 yaitu 72% pasien

mengalami kesembuhan satu minggu

setelah CRT.

Penyebab ketidaksembuhan pasien

setelah menjalani terapi CRT

kemungkinan karena adanya partikel

kanalit yang tersisa di dalam kanalis

semisirkularis. Pada pasien yang diduga

mengalami hal ini, dilakukan terapi CRT

ulang. Terapi CRT pada prinsipnya

dapat diulang hingga seluruh kanalit

dapat dikeluarkan dari kanalis

semisirkularis. Cetusan serangan vertigo

tergantung pada densitas, volume dan

jumlah partikel. Jadi dibutuhkan jumlah

partikel tertentu untuk menimbulkan

vertigo, sehingga bila jumlah partikel

dalam kanal tidak mencukupi, maka

pasien tidak akan mengalami vertigo.2

Smouha10 dalam penelitiannya

mendapatkan bahwa sebagian pasien

tidak langsung mengalami resolusi total

dari gejala VPPJ segera setelah

menjalani CRT. Pada kelompok ini

kemungkinan diperlukan adaptasi untuk

menghilangkan gejala secara total.

Dornhoffer16 mengungkapkan pada

pasien VPPJ kemungkinan telah terjadi

kompensasi vestibuler sentral yang

salah. Dengan demikian, walaupun

kanalit sebagai penyebab utama VPPJ

telah direposisi, pasien masih merasakan

rasa tidak seimbang yang ringan.

Chang11 menyatakan bahwa tidak semua

12

Page 13: Evaluasi BPPV Dr. Rully

pasien VPPJ mencapai stabilitas postural

yang normal setelah terapi CRT. Bila

pasien masih menunjukkan gangguan

keseimbangan, maka latihan rehabilitasi

vestibuler yang menekankan

peningkatan penggunaan input visual

dan proprioseptif sebaiknya diterapkan

sebagai terapi tambahan.10,11,16

Pada kelompok kedua, 20

percontoh menjalani terapi CRT dan

latihan Brandt Daroff yang dilakukan

dua hari setelah CRT. Hasil penelitian

ini menunjukkan sebanyak 13 percontoh

(65%) mengalami kesembuhan pada

pemeriksaan satu minggu setelah terapi

CRT. Latihan Brandt Daroff merupakan

latihan fisik yang bertujuan untuk

melepaskan otokonia yang diduga

melekat pada kupula dan habituasi pada

sistem vestibuler sentral sehingga timbul

kompensasi. Otokonia yang terlepas

diharapkan akan keluar dari kanalis

semisirkularis, sehingga tidak

mencetuskan gejala vertigo. Dalam

publikasinya, Brandt dan Daroff8

menyatakan bahwa diperlukan

pengulangan dalam jumlah ratusan kali

(“hundred repetitions”) untuk

menimbulkan kompensasi sistem

vestibuler sentral. Percontoh yang

menjalani latihan Brandt Daroff sesuai

protokol penelitian ini paling sedikit

telah melakukan gerakan sebanyak 150

kali sebelum pemeriksaan ulang di

poliklinik Neurotologi THT FKUI-

RSCM. Dengan demikian diharapkan

kompensasi sudah mulai terbentuk.

Dari hasil penelusuran literatur,

tidak didapatkan penelitian di dalam

maupun di luar negeri yang

menggabungkan dua modalitas terapi

yakni CRT dan Brandt Daroff, serta

evaluasi kesembuhannya dalam satu

minggu. Dengan demikian, penelitian ini

menghasilkan data dasar berupa proporsi

pasien VPPJ yang mengalami

kesembuhan setelah menjalani CRT dan

latihan Brandt Daroff pada evaluasi satu

minggu pasca-CRT. Desain penelitian

ini tidak memungkinkan peneliti untuk

mengambil kesimpulan regimen terapi

mana yang lebih baik antara CRT saja

dan CRT dengan latihan Brandt Daroff.

Untuk sampai pada kesimpulan tersebut

diperlukan desain penelitian yang

berbeda dengan jumlah sampel yang

lebih besar.

Sebagai kesimpulan, proporsi

kesembuhan pasien VPPJ yang

menjalani terapi CRT pada evaluasi satu

minggu adalah sebesar 50%, sedangkan

proporsi kesembuhan pasien VPPJ yang

13

Page 14: Evaluasi BPPV Dr. Rully

menjalani terapi kombinasi CRT dengan

latihan Brandt Daroff adalah sebesar

65%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Li J. Benign paroxysmal positional

vertigo. c2006 - [cited 2006 May 25].

Available from:

http:// www.emedicine.com .

2. Korres S, Balatsouras DG, Kaberos A,

Economou C, Kandiloros D, Ferekidis

E. Occurrence of semicircular canal

involvement in benign paroxysmal

positional vertigo. Otol Neurotol 2003;

23:926-32.

3. Woodworth BA, Gillespie MB, Lambert

PR. The canalith repositioning

procedure for benign positional vertigo:

a meta-analysis. Laryngoscope 2004;

114:1143-6.

4. Herdman SL, Tusa RJ. Posterior and

anterior canal VPPJ. In: Herdman SL,

Tusa RJ, eds. Diagnosis and treatment

of benign paroxysmal positional vertigo.

Illinois: ICS Medical Corporation; 1999.

p. 8-17.

5. Hain TC. Benign paroxysmal positional

vertigo. c2005 - [cited 2006 June 16].

Available from: http://www.dizziness-

andbalance.com/disorders/VPPJ/VPPJ.h

tml.

6. Desmond A. Treatment of vestibular

dysfunction. In: Desmond A, ed.

Vestibular function: evaluation and

treatment. 1st ed. New York: Thieme;

2004. p. 111-47.

7. Hain TC, Helminski JO, Reis IL, Uddin

MK. Vibration does not improve results

of the canalith repositioning procedure.

Arch Otolaryngol Head Neck Surg

2000; 126:617-22.

8. Brandt T, Daroff RB. Physical therapy

for benign paroxysmal positional

vertigo. Arch Otolaryngol 1980;

106:484-5.

9. Helminski JO, Janssen I, Kotaspouikis

D, Kovacs K, Sheldon P, McQueen K.

Strategies to prevent recurrence of

benign paroxysmal positional vertigo.

Arch Otolaryngol Head Neck Surg

2005; 131:344-8.

10. Smouha EE. Time course recovery after

epley maneuvers for benign paroxysmal

positional vertigo. Laryngoscope 1997;

107:187-91.

11. Chang WC, Hsu LC, Yang YR, Wang

RY. Balance ability in patients with

benign paroxysmal positional vertigo.

Otolaryngol Head Neck Surg 2006;

135:534-40.

12. Macias JD, Lambert KM, Massingale S,

Ellensohn A, Fritz JA. Variables

affecting treatment in benign

paroxysmal positional vertigo.

Laryngoscope 2000; 110:1921-4.

13. Vibert D, Kompis M, Hausler R. Benign

paroxysmal positional vertigo in older

women may be related to osteoporosis

14

Page 15: Evaluasi BPPV Dr. Rully

and osteopenia. Ann Otol Rhinol

Laryngol 2003; 112:885-9.

14. Karlberg M, Hall K, Quickert N, Hinson

J, Halmagyi M. What inner ear diseases

cause benign paroxysmal positional

vertigo? Acta Otolaryngol 2000;

120:380-5.

15. Seo T, Miyamoto A, Saka N, Shimano

K, Sakagami M. Immediate efficacy of

the canalith repositioning procedure for

the treatment of benign paroxysmal

positional vertigo. Otol Neurotol 2007;

28:917-9.

16. Dornhoffer JL, Colvin GB “Kip”.

Benign paroxysmal positional vertigo

and canalith repositioning: clinical

correlations. Am J Otol 2000; 21:230-3.

17. Korres S, Balatsouras D. Diagnostic,

pathophysiologic and therapeutic

aspects of benign paroxysmal positional

vertigo. Otolaryngol Head Neck Surg

2004; 131:438-44.

18. Yimtae K, Srirompotong S,

Srirompotong S, Sae-seaw P. A

randomized trial of canalith

repositioning procedure. Laryngoscope

2003; 113:828-32.

15