euthanasia 2 manusia

3
EUTHANASIA Suatu rangkuman Terminologi dan Definisi Dalam bahasa Yunani, Eu artinya baik, sedangkan thanatos berarti mati atau meninggal. Suetonius dalam Vitaceasarum merumuskan bahwa euthanasia adalah mati cepat tanpa derita Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), dikenal tiga pengertian yang berkaitan dengan euthanasia, yakni: (1) Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman, tanpa penderitaan, untuk yang beriman dengan nama Allah di bibir; (2) Ketika hidup berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan memberikan obat penenang; dan (3) Mengakhiri derita dan hidup seseorang yang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarga. Secara umum, dunia kedokteran mengenal 3 jenis euthanasia, yaitu: 1. Euthanasia aktif, yakni secara sengaja melakukan tindakan/langkah mengakhiri atau memperpendek hidup penderita. 2. Euthanasia pasif, yakni secara sengaja tidak (lagi) memberikan perawatan atau bantuan medik yang dapat memperpanjang hidup penderita. 3. Auto-euthanasia, yakni penolakan secara tegas dan sadar oleh pasien untuk memperoleh bantuan atau perawatan medik terhadap dirinya, walaupun pasien itu tahu secara pasti bahwa hal itu akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Pseudo-euthanasia Apabila seorang dokter bertindak dengan memenuhi unsur-unsur yang disebutkan dalam pasal-pasal KUHP di atas (khususnya pasal 344), maka dokter itu telah melakukan euthanasia dan sebagaimana telah dibahas di atas, menurut hukum merupakan

Upload: chandrasiska

Post on 01-Dec-2015

26 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

candra

TRANSCRIPT

Page 1: Euthanasia 2 manusia

EUTHANASIA

Suatu rangkuman

Terminologi dan Definisi

Dalam bahasa Yunani, Eu artinya baik, sedangkan thanatos berarti mati atau meninggal. Suetonius dalam Vitaceasarum merumuskan bahwa euthanasia adalah mati cepat tanpa derita

Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), dikenal tiga pengertian yang berkaitan dengan euthanasia, yakni: (1) Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman, tanpa penderitaan, untuk yang beriman dengan nama Allah di bibir; (2) Ketika hidup berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan memberikan obat penenang; dan (3) Mengakhiri derita dan hidup seseorang yang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarga.

Secara umum, dunia kedokteran mengenal 3 jenis euthanasia, yaitu:

1. Euthanasia aktif, yakni secara sengaja melakukan tindakan/langkah mengakhiri atau memperpendek hidup penderita.

2. Euthanasia pasif, yakni secara sengaja tidak (lagi) memberikan perawatan atau bantuan medik yang dapat memperpanjang hidup penderita.

3. Auto-euthanasia, yakni penolakan secara tegas dan sadar oleh pasien untuk memperoleh bantuan atau perawatan medik terhadap dirinya, walaupun pasien itu tahu secara pasti bahwa hal itu akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya.

Pseudo-euthanasia

Apabila seorang dokter bertindak dengan memenuhi unsur-unsur yang disebutkan dalam pasal-pasal KUHP di atas (khususnya pasal 344), maka dokter itu telah melakukan euthanasia dan sebagaimana telah dibahas di atas, menurut hukum merupakan tindak pidana. Namun, Van Wijmen (1985) mengetengahkan beberapa keadaan yang tidak dapat dimasukkan dalam rumusan pasal-pasal KUHP tersebut, yaitu:

1. Abstinence, of which the essence is that treatment in medical respects is useless.

2. Refusing treatment by the patient, in which case the patient’s decision must be fully respected.

3. Brain-death, in which case the duty to treat ceases to exit.

Page 2: Euthanasia 2 manusia

Oleh Leenen, kasus demikian disebut sebagai Pseudo-euthanasia dan secara hukum tidak dapat diterapkan sebagai euthanasia. Dalam Bahasa Indonesia, mungkin istilah yang tepat adalah euthanasia semu. Bentuk-bentuk pseudo-euthanasia sebagaimana diuraikan oleh Leenen ialah:

1.Pengakhiran perawatan medik karena gejala mati otak atau batang otak. Dahulu, berakhirnya pernapasan dan detak jantung merupakan gejala utama yang menentukan kematian seseorang

2 Pasien menolak perawatan atau bantuan medik terhadap dirinya. Sebagaimana telah disinggung di atas, KUH Perdata telah mengatur tentang perikatan atau perjanjian. Demikian juga dengan syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut. Salah satu syarat yang harus dipenuhi, menurut pasal 1320 KUH Perdata, ialah kehendak bebas

3 Berakhirnya kehidupan akibat keadaan darurat karena kuasa tidak terlawan (force majeure). Keadaan ini sebenarnya telah diatur dalam pasal 48 KUHP

4 Penghentian perawatan/pengobatan/bantuan medik yang diketahui tidak ada gunanya lagi. Bagaimanapun juga, ilmu kedokteran tetap mempunyai batas.

Penutup

Almarhum Fred Ameln, salah seorang pakar etika dan hukum kedokteran Indonesia, menyatakan bahwa dalam hal euthanasia tidak akan pernah dicapai kesatuan pendapat etis sepanjang masa. Namun, hal ini tentu tidak berarti bahwa kita berhenti berupaya mencari pedoman etika, moral, maupun hukum terhadap masalah euthanasia yang tampaknya akan sering dihadapi para dokter

Rujukan:

CHRISDIONO M. ACHADIAT

Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Euthanasia

DIkutip dari: Wikipedia, the free encyclopedia

http:www.euthanasia.htm

hal 1-4,2007.situs iternet

Page 3: Euthanasia 2 manusia